IDENTIFIKASI KOMODITAS BASIS TANAMAN PANGAN DAN ARAHAN PENGEMBANGANNYA DI PROVINSI LAMPUNG
Bima Wahyu Widodo A14050204
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
RINGKASAN BIMA WAHYU WIDODO. Identifikasi Komoditas Basis Tanaman Pangan dan Arahan Pengembangannya di Provinsi Lampung. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS dan DYAH RETNO PANUJU. Pengembangan wilayah pertanian saat ini banyak dilakukan tanpa penelitian terlebih dahulu dari keunggulan komparatif, kompetitif dan potensi sumberdaya lahan pertanian. Pertanian sebagai salah satu sektor strategis dalam pengembangan ekonomi domestik dan sumber devisa, berperan penting dalam upaya mendorong pertumbuhan sektor ekonomi. Tanaman pangan memiliki potensi yang cukup besar di Provinsi Lampung. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengetahui komoditas basis tanaman pangan yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif di Provinsi Lampung. (2) Evaluasi kesesuaian lahan komoditas basis. (3) Menganalisis hubungan antara basis komoditas dengan kesesuaian lahan. (4) Menyusun arahan pengembangan komoditas basis. Metode penelitian yang digunakan dalam mengidentifikasi keunggulan komparatif adalah perhitungan Location Quotient (LQ). Identifikasi keunggulan kompetitif dengan menggunakan Komponen Differential Shift (DS). Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan membandingkan karakteristik tanah dengan kriteria tumbuh tanaman. Analisis korelasi digunakan untuk menganalisis keterkaitan antara basis komoditas dan tingkat kesesuaian lahan. Sedangkan arah pengembangan ditetapkan dengan mempertimbangkan berbagai analisis sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan komoditas basis tanaman pangan di Kabupaten Lampung Barat adalah ubi jalar, padi sawah dan padi ladang. Kabupaten Lampung Timur adalah jagung. Kabupaten Lampung Tengah adalah singkong. Kabupaten Lampung Utara adalah padi ladang, kacang tanah, ubi jalar, kacang hijau, ubi kayu dan kedelai. Kabupaten Way Kanan adalah ubi jalar. Kota Bandar Lampung adalah ubi jalar. Kota Metro adalah padi sawah dan kacang hijau. Kabupaten Tanggamus dan Pringsewu kedelai, ubi jalar, padi sawah, kacang hijau dan kacang tanah. Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran adalah jagung dan padi sawah. Kabupaten Tulangbawang, Tulang Bawang Barat dan Mesuji tidak memiliki komoditas basis, akan tetapi masih memiliki 2 jenis tanaman yang memiliki keunggulan komparatif yaitu singkong dan padi sawah. Kedua komoditas tersebut layak dipertimbangkan untuk dikembangkan. Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman komoditas basis yaitu: untuk padi sawah sebagian besar terdiri dari lahan tidak sesuai (N) yaitu di Kabupaten Lampung Barat (75,5%), Kabupaten Tanggamus dan Pringsewu (74%), Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran (58%) serta lahan sesuai marjinal (S3) di Kota Metro (75%). Untuk padi ladang sebagian besar terdiri dari lahan cukup sesuai (S2) di Kabupaten Lampung Utara (59%). Untuk ubi kayu sebagian besar terdiri dari lahan sesuai marjinal yaitu di Kabupaten Lampung Tengah (75%) dan Kabupaten Lampung Utara (87%). Untuk ubi jalar sebagian besar terdiri dari lahan sesuai marjinal yaitu di Kabupaten Lampung Utara (87%) dan Kabupaten Way Kanan (83,5%) serta lahan tidak sesuai di Kabupaten Lampung Barat (59%). Untuk jagung sebagian besar terdiri dari lahan cukup sesuai yaitu di
Kabupaten Lampung Timur (39%), Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran (40%). Untuk kedelai dan kacang tanah sebagian besar terdiri dari lahan cukup sesuai di Kabupaten Lampung Utara (59%). Untuk kacang hijau sebagian besar terdiri dari lahan sesuai marjinal di Kota Metro (90,5%) dan cukup sesuai (S2) di Kabupaten Lampung Utara (59%). Tanaman padi sawah banyak ditanam di lahan yang cukup sesuai di sebagian besar kabupaten. Tanaman padi ladang secara intensif dikembangkan pada lahan yang sangat sesuai dan tidak sesuai di Kabupaten Lampung Barat. Tanaman Jagung banyak ditanam di tanah yang cukup sesuai di Kabupaten Lampung Utara dan dikembangkan secara intensif pada lahan yang sangat sesuai dan tidak sesuai di Kabupaten Lampung Barat. Tanaman singkong ditanam di area yang luas dengan pertumbuhan produksi yang tinggi dan banyak ditanam di lahan yang sesuai marjinal di Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Utara. Tanaman ubi jalar yang ditanam secara luas di lahan cukup sesuai di Kota Bandar Lampung. Tanaman kedelai dikembangkan secara intensif pada lahan cukup sesuai di Lampung Utara Kabupaten. Pengembangan tanaman padi sawah terutama disarankan di Kabupaten Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat dan Mesuji (51.563 ha). Sedangkan tanaman padi ladang di Kabupaten Lampung Utara (58.646 ha). Tanaman jagung disarankan diusahakan di Kabupaten Lampung Timur (72.607 ha), Lampung Selatan dan Pesawaran (70.579 ha). Tanaman ubi kayu sebaiknya diusahakan di Kabupaten Lampung Tengah (130.902 ha), Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat dan Mesuji (160.267 ha). Tanaman ubi jalar direkomendasikan ditanam di Kabupaten Way Kanan (57.817 ha) dan tanaman kedelai di Kabupaten Pringsewu dan Tanggamus (63.933 ha). Kawasan budidaya pertanian pada kategori tidak sesuai disarankan digunakan sebagai kawasan konservasi. Perlu dilakuan intensifikasi pertanian untuk meningkatkan produksi tanaman. Kata kunci : komoditas basis tanaman pangan, LQ, Differential Shift, Evaluasi kesesuaian lahan
SUMMARY BIMA WAHYU WIDODO. Identification of Foodcrop Commodities Base and Direction of Development in Province of Lampung. Supervised by SANTUN R.P. SITORUS and DYAH RETNO PANUJU. The agricultural area extensi now a days is widely performed without prior study of comparatives and competitive advantages neither potency of agricultural land resources. Agriculture as a strategic sector domestic economy and a source of foreign exchange are important to promote the growth of economic sectors. Food crops are considerably potential in Lampung province. This study aims: (1) to know food crop basis having a comparative and competitive advantages in Lampung province. (2) to evaluate land suitability of the commodities. (3) to analyze the relationship between the basis index and its land suitability. (4) to arrange the development of basis commodity. Method utilized in identifying the comparative advantage based on Location Quotient (LQ) concept. The competitive advantage identified by using differentials shift (DS) of shift share analysis. Land suitability evaluation was performed by matching actual characteristics of the land to criteria developed by United States Department of Agriculture (USDA). The results showed that the commodity mostly cultivated in West Lampung district were sweet potato, lowland rice and upland rice. In East Lampung district the basis commodity was corn, while in Central Lampung district was cassava and in North Lampung district were upland rice, peanuts, sweet potatoe, mungbean, cassava and soybean. In Way Kanan district it was sweet potato; in City of Bandar Lampung it was sweet potato; In Metro city there were lowland rice and mungbean; In Tanggamus and Pringsewu districts were soybean, sweet potatoe, lowland rice, mungbean and peanut; In South Lampung and Pesawaran districts there were corn and lowland rice. Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat and Mesuji district did not have any basis crops. Nevertheless they still had 2 potential crop, i.e. cassava and lowland rice. Both commodities were considerably worthy to be developed. The actual land suitability for crop basis were as follow: Lowland rice mainly was cultivated on not suitable (N) land in West Lampung (75,5%), Tanggamus and Pringsewu (74%), South Lampung Selatan and Pesawaran (58%) district (75%) and the marginally suitable (S3) land in Metro city; Upland rice was mainly cultivated on adequately suitable (S2) land in North Lampung district (59%); Cassava mainly cultivated on marginally suitable (S3) land in Central Lampung (75%) and North Lampung District (87%); Sweet potato was mainly cultivated on marginally suitable (S3) land in North Lampung (87%) and Way Kanan district (83,5%) and not suitable (N) in West Lampung district (59%); Corn was mainly cultivated on adequately suitable (S2) land of East Lampung (39%), South Lampung and Pesawaran district (40%); Soybeans and peanuts mainly cultivated on adequately suitable (S2) land in Lampung Utara district (59%); mungbeans were mainly cultivated in marginally suitable (S3) land in Metro city (90,5%) and adequately suitable (S2) land in North Lampung district (59%).
Lowland rice was widely grown adequately suitable land in most districts. Upland rice was intensively developed on very suitable land and not suitable land in West Lampung district. Corn was widely grown on adequately suitable land in North Lampung district and developed intensively on very suitable and not suitable land in West Lampung district. Cassava was cultivated on a large area and growing continuously with high production growth on marginally suitable land in Central Lampung and North Lampung district. Sweet potato was grown widely on adequately suitable land in Bandar Lampung city. Soybean was developed intensively on adequately suitable land in North Lampung district. The development of lowland rice is primaryly in Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat and Mesuji district (51.563 ha). Upland rice is suggested in North Lampung district (58.646 ha); Corn is recommended in East Lampung (72.607 ha), South Lampung and Pesawaran district (70.579 ha); Cassava is in Central Lampung (130.902 ha), Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat and Mesuji district (160.267 ha); Sweet potato is in Way Kanan district (57.817 ha); Soybean is in Pringsewu and Tanggamus district (63.933 ha). The not suitable agriculture area is recommended for conservation area. Intensification of agriculture is required to increase crop production. Keyword :
The base of Foodcrops Commodities, LQ, Differential Shift, Land suitability evaluation
IDENTIFIKASI KOMODITAS BASIS TANAMAN PANGAN DAN ARAHAN PENGEMBANGANNYA DI PROVINSI LAMPUNG
Bima Wahyu Widodo A14050204
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi
: Identifikasi Komoditas Basis Tanaman Pangan dan Arahan Pengembangannya di Provinsi Lampung Nama Mahasiswa : Bima Wahyu Widodo NRP : A14050204
Menyetujui,
Pembimbing 1
Pembimbing 2
Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus NIP. 19490721 197302 1 001
Dyah Retno Panuju, S.P, M.Si NIP. 19710412 199702 2 005
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr.Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP. 1962113 198703 1 003
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Bima Wahyu Widodo, dilahirkan di Bandar lampung, Provinsi Lampung pada tanggal 17 Desember 1987. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Enro Sujito dan ibu E. Purwaningsih. Penulis memulai pendidikan formal di TK Pewa Natar pada tahun 19921993. Kemudian, pada tahun 1993 penulis meneruskan pendidikan di SD Kartika 25 Bandar Lampung dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTP Negeri 2 Bandar lampung dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2002. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 2 Bandar Lampung dan menyelesaikan pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Program SPMB di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Identifikasi komoditas Basis Tanaman Pangan dan Arahan pengembangannya di Provinsi lampung”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi, terutama kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R. P. Sitorus selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dyah Retno Panuju, S.P, M.Si selaku dosen pembimbing II, atas segala bimbingan, kesabaran dan pengarahan yang diberikan kepada penulis. 2. Almarhum Dr. Ir. Sunsun Saefulhakim, M.Sc sebagai dosen pembimbing sebelumnya, atas kajian perencanaan dan pengembangan wilayah dalam pandangan agama yang diberikan pada penulis. 3. Ibunda tercinta E. Purwaningsih, Ayahanda Enro Sujito, kakak Ratih Kesuma Dewi, adik Indah Puspita Sari, Pakpoh Purwono, Mais Sulistyowarni, keponakan Adika Raka Ramadhan dan saudara-saudari sepupuku tercinta yang telah memberikan semangat, dukungan, kasih sayang, baik dalam bentuk moril maupun materil serta doa kepada penulis. 4. Dosen dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang banyak membantu selama penulis melaksanakan penelitian. 5. Teman-teman kuliah di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan (Alfian, Ikhsan, Adityo, Yudi dll). Kastil Ummi (Miqdam, Hasan, Husein, Abbas, Yusuf dll). Redo dan semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
Bima Wahyu Widodo
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1 Latar belakang .................................................................................................1 1.2 Tujuan penelitian.............................................................................................2 1.3 Batasan penelitian ...........................................................................................3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................4 2.1 Perencanaan pengembangan wilayah..............................................................4 2.2 Komoditas basis, keunggulan komparatif dan kompetitif...............................5 2.3 Evaluasi kesesuaian lahan ...............................................................................8 2.4 Sistem informasi geografis............................................................................10 2.5 Penelitian terdahulu.......................................................................................11 BAB III. METODE PENELITIAN .......................................................................13 3.1 Kerangka pemikiran ......................................................................................13 3.2 Lokasi dan waktu penelitian..........................................................................14 3.3 Jenis, sumber data dan alat penelitian ...........................................................14 3.4 Metode dan analisis data ...............................................................................15 3.4.1 Location quotient ....................................................................................15 3.4.2 Differential shift dalam shift share analysis............................................16 3.4.3 Analisis kesesuaian lahan........................................................................17 3.4.4 Analisis korelasi ......................................................................................18 3.4.5 Penetapan arahan pengembangan komoditas basis tanaman pangan......19 BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PROVINSI LAMPUNG .......................22 4.1 Geografi ........................................................................................................22 4.2 Administrasi wilayah ....................................................................................22 4.3 Topografi .......................................................................................................24 4.3.1 Daerah topografis berbukit sampai bergunung .......................................24 4.3.2 Daerah topografis berombak sampai bergelombang ...............................24 4.3.3 Daerah dataran alluvial ...........................................................................25
4.3.4 Daerah dataran rawa pasang surut...........................................................25 4.3.5 Daerah river basin ...................................................................................25 4.4 Tanah .............................................................................................................26 4.5 Klimatologi ...................................................................................................30 4.6 Penduduk .......................................................................................................31 4.7 Pendapatan regional ......................................................................................33 4.8 Komoditas tanaman pangan .........................................................................34 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................38 5.1 Identifikasi komoditas basis ..........................................................................38 5.1.1 Analisis location quotient .......................................................................38 5.1.2 Differential shift dalam shift share analysis............................................40 5.2 Evaluasi kesesuaian lahan .............................................................................42 5.3 Keterkaitan keunggulan komparatif, kompetitif dan kelas kesesuaian Lahan .............................................................................................................49 5.4 Arahan pengembangan komoditas basis tanaman pangan ............................51 BAB VI Kesimpulan dan Saran .............................................................................55 6.1 Kesimpulan ...................................................................................................56 6.2 Saran..............................................................................................................58 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................60 LAMPIRAN ...........................................................................................................64
DAFTAR TABEL Tabel
Teks
Halaman
1 Jenis dan teknik analisis data berdasarkan tujuan penelitian ............................15 2 Jumlah curah hujan, hari hujan, rata-rata suhu udara, dan rata-rata kelembaban udara di Provinsi Lampung tahun 2008 ........................................30 3 Penduduk Provinsi Lampung berumur 15 tahun keatas yang bekerja selama seminggu yang lalu menurut kabupaten/kota dan lapangan pekerjaan ................. utama 2008 ........................................................................................................32 4 Produk domestik regional bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha di Provinsi Lampung tahun 2007-2008 ...................................34 5 Luas panen tanaman pangan menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2006 dan 2010 .........................................................................35 6 Produkai tanaman pangan menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2006 dan 2010 .........................................................................36 7 Hasil perhitungan analisis LQ komoditas tanaman pangan berbasis luas panen kabupaten/ kota di Provinsi Lampung tahun 2006-2010 ................39 8 Hasil analisis differential shift komoditas tanaman pangan berbasis produksi kabupaten/ kota di Provinsi Lampung tahun 2006 dan 2010 .............40 9 Komoditas basis tanaman pangan untuk tiap kabupaten/kota di Provinsi Lampung ... .........................................................................................42 10 Kelas kesesuaian lahan aktual untuk basis tanaman padi sawah di Provinsi Lampung ...........................................................................................................43 11 Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman basis padi ladang di Provinsi Lampung ...........................................................................................................44 12 Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman basis ubi kayu di Provinsi Lampung ...........................................................................................................45 13 Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman basis ubi jalar di Provinsi Lampung ...........................................................................................................46 14 Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman basis jagung di Provinsi Lampung ...........................................................................................................47 15 Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman basis kedelai dan kacang tanah di Provinsi Lampung ...................................................................48 16 Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman basis kacang hijau di Provinsi Lampung .............................................................................................49 17 Koefisien korelasi nilai LQ, DS, dan kelas kesesuaian lahan ...........................51 18 Alokasi arahan pengembangan komoditas basis tanaman di Provinsi Lampung ...........................................................................................................54
DAFTAR GAMBAR Gambar
Teks
Halaman
1
Persentase PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha di di Provinsi Lampung, 2008-2010.......................................................................1
2
Bagan alur penelitian........................................................................................14
3
Bagan alur penyusunan arahan pengembangan komoditas basis tanaman Di Provinsi Lampung .......................................................................................21
4
Peta administrasi di Provinsi Lampung ...........................................................23
5
Peta topografi di Provinsi Lampung ................................................................24
6
Peta satuan unit lahan di Provinsi Lampung ....................................................27
7
Peta kelerengan di Provinsi Lampung .............................................................28
8
Peta curah hujan di Provinsi Lampung ............................................................30
9
Peta iklim di Provinsi Lampung.......................................................................31
10 Peta kepadatan penduduk di Provinsi Lampung ..............................................31 11 Peta tutupan lahan di Provinsi Lampung .........................................................37 12 Scatter plot nilai location quotient, differential shift Provinsi Lampung .........41 13 Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman basis padi sawah di Provinsi Lampung ..........................................................................................................43 14 Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman basis padi ladang di Provinsi Lampung .........................................................................................................44 15 Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman basis ubi kayu di Provinsi Lampung ..........................................................................................................45 16 Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman basis ubi jalar di Provinsi Lampung .........................................................................................................46 17 Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman basis jagung di Provinsi Lampung .........................................................................................................47 18 Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman basis kedelai dan kacang tanah di Provinsi Lampung .......................................................................................48 19 Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman basis kacang hijau di Provinsi Lampung ...........................................................................................49 20 Peta arahan pengembangan komoditas basis tanaman pangan di Provinsi Lampung ..........................................................................................................55
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Teks
Halaman
1 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi irigasi .......................................64 2 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi gogo .........................................65 3 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman ubi kayu ...........................................66 4 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman ubi jalar ...........................................67 5 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman jagung ..............................................68 6 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kedelai .............................................69 7 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kacang tanah....................................70 8 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kacang hijau ....................................71 9 Karakteristik dan Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pangan di Provinsi Lampung .............................................................................................72 10 Peta Rencana Pola Ruang Provinsi Lampung ...................................................79 11 T-hitung Koefisien Korelasi Nilai LQ, DS, dan Kelas Kesesuaian Lahan ......80
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian pada era otonomi sesuai amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah menuntut peran aktif pemerintah daerah dalam membuka peluang sekaligus tantangan bagi setiap daerah untuk memanfaatkan keunggulan sumberdaya yang dimiliki baik keunggulan komparatif dan kompetitif. Peran ini dilakukan dengan memanfaatkan dana alokasi umum dan khusus serta tugas perbantuan secara efektif dan efisien. Provinsi Lampung melalui Peraturan Gubernur Lampung nomor 27 tahun 2009 menyatakan antara lain visi pembangunan jangka menengah periode 20092014 yaitu "Lampung unggul dan berdaya saing berbasis ekonomi kerakyatan". Salah satu strategi untuk mencapai visi tersebut adalah memperkuat perekonomian domestik yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif lokal. Pertanian sebagai salah satu sektor yang memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian domestik yang merupakan sumber devisa, pendorong bagi tumbuhnya sektor ekonomi dan pemerataan ekonomi secara berkelanjutan. Sektor pertanian merupakan sektor andalan Provinsi Lampung karena memberikan sumbangan yang paling besar (42,5%) dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Lampung. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1. 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
2007 2006 2005
Sumber: BPS (2010)
Gambar 1. Persentase PDRB atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 menurut Lapangan Usaha di Provinsi Lampung 2005-2007.
2
Berdasarkan PDRB Provinsi Lampung tahun 2009, subsektor tanaman pangan memiliki sumbangan terbesar (48%) pada sektor pertanian. Demikian juga menurut data BPS tahun 2010 menyatakan bahwa produksi tanaman pangan seperti kedelai menempati urutan ke 10, padi urutan ke 7, jagung urutan ke 3, dan ubi kayu urutan pertama terbesar di Indonesia. Oleh karena itu tanaman pangan mempunyai potensi yang cukup besar di Provinsi Lampung. Dalam membudidayakan potensi tersebut diperlukan upaya pengembangan wilayah komoditas basis tanaman pangan. Upaya pengembangan wilayah dilakukan dengan mempertimbangkan daya dukung lahan agar produktivitas lahan optimal. Pengembangan komoditas basis akan mempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah dan juga membantu pertumbuhan aktivitas ekonomi komoditas lain. Selanjutnya untuk mengoptimalkan hasil dan tingkat keberlanjutan pertanian dibutuhkan kajian kesesuaian lahan terhadap komoditas basis. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan pembangunan pertanian berdasarkan pewilayahan sehingga dapat mengatasi terjadinya persaingan jenis serta produksi komoditas antar wilayah dan peluang pasar akan terjamin. Saat ini telah dilakukan beberapa penelitian tentang penentuan komoditas basis tanaman pangan dan arahan penggunaan lahannya di beberapa kabupaten/ kota, akan tetapi kajian serupa yang bersifat makro dengan ruang lingkup Provinsi Lampung belum ada. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian tentang arahan pengembangan komoditas basis sebagai masukan untuk menyusun pembangunan pertanian di Provinsi Lampung. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui komoditas-komoditas basis tanaman pangan setiap kabupaten/ kota di Provinsi Lampung. 2. Mengevaluasi kesesuaian lahan komoditas basis tanaman pangan setiap kabupaten/ kota di Provinsi Lampung. 3. Menganalisis keterkaitan antara basis komoditas dengan kesesuaian lahan di Provinsi Lampung 4. Menyusun arahan pengembangan komoditas basis tanaman pangan di setiap kabupaten/ kota di Provinsi Lampung
3
1.3 Batasan Penelitian Aspek evaluasi kesesuaian lahan yang dianalisis dalam penelitian ini merupakan evaluasi lahan tingkat tinjau.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional berupa perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pembangunan. Batasan yang digunakan seperti perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengendalian dan evaluasi di dalam suatu unit wilayah (Rustiadi et al., 2009). Pengembangan wilayah dilaksanakan melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya secara terpadu melalui pendekatan yang komprehensif. Aspek yang tercakup di dalamnya yaitu aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan perlu dilakukan dengan pendekatan penataan ruang wilayah yang lebih efektif dan efisien (Djakapermana, 2010). Pengembangan wilayah berkelanjutan erat kaitannya dengan rencana pemanfaatan lahan yang strategis. Hal ini dilakukan melalui pengelolaan yang tepat antara sumberdaya alam dengan aspek sosial-ekonomi dan budaya. Pengetahuan tentang potensi pengembangan wilayah, daya dukung dan manfaat ruang wilayah melalui proses inventarisasi dan penilaian keadaan/ kondisi lahan, potensi, serta pembatas-pembatas dapat mengoptimalkan keuntungan ekonomi wilayah (Sitorus, 2004). Perencanaan pengembangan wilayah diharapkan dapat membuat suatu pedoman bagi pelaksanaan kegiatan, perkiraan potensi, prospek pengembangan, hambatan, resiko yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Di samping itu, perencanaan wilayah yang ideal menyajikan pilihan terbaik, skala prioritas dan alat ukur atau standarisasi evaluasi dalam pembangunan (Arsyad, 1999). Sumberdaya yang tidak dimanfaatkan secara maksimal menyebabkan ketimpangan ekonomi regional. Ketimpangan ini disebabkan prioritas kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki wilayah tersebut. Karena ketimpangan ini proses pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut relatif lambat (Sjafrizal, 1997). Pertumbuhan ekonomi yang cepat dan perubahan struktur ekonomi berawal dari pengembangan sektor primer yang menimbulkan efek bola salju (snow ball effect) terhadap pertumbuhan sektor-sektor lainnya.
5
2.2 Sektor Ekonomi, Komoditas Basis, Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya. Nilai strategis setiap sektor sebagai pendorong utama dalam memacu pertumbuhan ekonomi wilayah berbeda-beda (Rustiadi et al., 2009). Sektor ekonomi suatu wilayah dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu sektor basis dan sektor non-basis. Sektor basis adalah sektor dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah (Rustiadi et al., 2009). Artinya sektor basis adalah sektor yang dapat mengekspor barang/jasa (komoditas) ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Sektor non basis adalah sektor yang hanya cukup menyediakan barang/jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri (Glasson, 1977). Menurut Arsyad (1999) faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah berhubungan langsung dengan permintaan atas barang/jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri yang menggunakan sumberdaya lokal akan menghasilkan kekayaan daerah. Arus pendapatan yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi komoditas basis akan meningkatkan investasi, kesempatan kerja, pendapatan dan konsumsi. Hal ini akan menaikkan pendapatan, kesempatan kerja, dan menaikkan permintaan hasil aktivitas ekonomi komoditas non basis (Rustiadi et al., 2009). Pengembangan kegiatan produksi komoditas basis ditekankan pada penambahan tahapan produksi hingga pengembangan komoditas sekunder dengan memanfaatkan output komoditas primer menjadi inputnya. Hal ini akan memberikan efek pengganda bagi kegiatan ekonomi. Penyerapan tenaga kerja dan peningkatan nilai tambah output akan memberikan tambahan pendapatan bagi perekonomian yang lebih lanjut lagi akan mendorong terciptanya investasi baru berupa faktor-faktor produksi (Tabrani, 2008). Aktifitas komoditas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (prime mover role) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut dan sebaliknya. Setiap perubahan kenaikan atau penurunan mempunyai efek
6
pengganda (multiplier effect) terhadap perekonomian wilayah (Adisasmita, 2005). Komoditas basis akan menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas tersebut dan komoditas nonbasis yang kurang potensial berfungsi sebagai penunjang komoditas basis (Syafrizal, 2008). Output dari komoditas basis ini nantinya dapat diekspor ke daerah lainnya karena dianggap telah mampu memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri. Penekanan output komoditas non-basis adalah pemenuhan kebutuhan suatu komoditas untuk dikonsumsi oleh masyarakat dalam perekonomian yang bersangkutan (Tabrani, 2008). Keragaman kondisi biogeofisik, sosial ekonomi dan semakin terbatasnya sumberdaya lahan, memerlukan pengaturan dalam pemanfaatan agar lebih efisien. Cara yang dapat ditempuh adalah dengan memperhatikan prioritas pengembangan komoditas pertanian. Globalisasi dengan segala dampaknya, memaksa pelaku usaha tani bertindak lebih efisien dan berkelanjutan agar dapat bersaing dalam pasar lokal maupun internasional. Dengan demikian, masing-masing daerah harus mampu memilih jenis komoditas pertanian yang diunggulkan baik secara komparatif maupun kompetitif (Mubekti et al., 2006). Keunggulan komparatif karena produktivitasnya tinggi, potensinya masih terus dapat ditingkatkan agar mampu menyediakan bahan baku dalam kuota tertentu secara kontinyu. Hal tersebut akan mempunyai daya tarik bagi pengembangan industri hilirnya untuk menghasilkan produk olahan yang mempunyai nilai tambah lebih tinggi. Keunggulan kompetitif karena diperkirakan komoditi tersebut mempunyai prospek baik potensi dan ekonomi untuk bersaing di pasar global (Mubekti et al., 2006). Komoditas basis memiliki keunggulan secara komparatif dan kompetitif di suatu wilayah. Hal ini dipengaruhi oleh potensi sumberdaya alam, penguasaan masyarakat dalam teknologi industri komoditas, aksesibilitas wilayah yang baik, pemasaran yang baik, terdapatnya aglomerasi berbagai kegiatan ekonomi, tenaga kerja yang baik, dan kebijakan pemerintah yang mendukung terciptanya keunggulan-keunggulan suatu wilayah (Tarigan, 2003). Metode LQ (Location Quotient) dan SSA (Shift Share Analysis) merupakan dua metode yang paling sering dipakai sebagai indikasi komoditas basis (Rustiadi et al., 2009).
7
Untuk mengetahui potensi keunggulan komparatif komoditas yang merupakan indikasi komoditas basis dan bukan basis dapat digunakan metode location quotient (LQ). Metode LQ merupakan perbandingan relatif antara kemampuan komoditas yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah. Metode LQ juga menunjukkan efisiensi relatif wilayah, dan terfokus pada substitusi impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi ekspor (Rustiadi et al., 2009). Metode LQ digunakan untuk mengindikasikan kemampuan suatu daerah dalam memproduksi suatu komoditas dibandingkan dengan produksi komoditas tersebut dalam lingkup wilayah yang lebih luas (Hendayana, 2003). Metode LQ mengasumsikan adanya sedikit variasi dalam pola pengeluaran secara geografis, produktivitas tenaga kerja homogen, setiap industri menghasilkan barang yang sejenis didalam sektor yang bersangkutan. Kriteria LQ>1 menunjukkan peranan aktivitas ekonomi komoditas tersebut tersebut di suatu daerah menonjol dan surplus serta kemungkinan dapat mengekspor ke daerah lain karena komoditas tersebut lebih efisien/murah sehingga mempunyai keunggulan komparatif. Analisis LQ merupakan metode analisis yang umum digunakan dalam ekonomi geografi. Analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi basis aktivitas, mengetahui kapasitas ekspor perekonomian wilayah dan tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah. Nilai LQ merupakan indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut secara total (Falatehan dan Novrilasari, 2009). Untuk melihat potensi keunggulan kompetitif komoditas dari suatu wilayah dapat digunakan komponen differential shift dalam analisis shift-share (Rustiadi et al., 2009). SSA digunakan untuk memahami pergeseran struktur aktifitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan daerah agregat yang lebih luas dalam dua titik waktu. Differential shift adalah pergeseran yang diamati tergantung pada perbedaan antara laju pertumbuhan produksi suatu komoditas di wilayah bersangkutan dengan laju pertumbuhan produksi suatu komoditas di seluruh wilayah. Komponen differential shift menjelaskan bagaimana daya kompetisi aktivitas ekonomi komoditas dibandingkan dengan total aktivitas ekonomi komoditas dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan atau ketidakunggulan) suatu komoditas atau aktivitas tertentu di sub
8
wilayah tertentu terhadap aktivitas tersebut di wilayah lain (Basuni dan Kurniawan, 2005). 2.1. Evaluasi Kesesuaian Lahan Meningkatnya kebutuhan dalam penggunaan lahan untuk berbagai keperluan memerlukan pemikiran seksama dalam mengambil keputusan pemanfaatan yang paling menguntungkan dari sumberdaya lahan yang terbatas. Penataan kembali penggunaan lahan diperlukan untuk mengatasinya melalui evaluasi sumberdaya lahan agar lahan dapat dimanfaatkan dengan efisien (Sitorus, 2004). Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya dapat menimbulkan terjadinya kerusakan, meningkatkan masalah kemiskinan, dan masalah sosial lain. Salah satu mata rantai yang harus dilakukan agar rencana tataguna lahan dapat tersusun dengan baik yaitu evaluasi lahan. Lahan mempunyai pengertian yang berbeda dengan tanah. Lahan terdiri dari semua kondisi lingkungan fisik yang mempengaruhi penggunaannya, sedangkan tanah hanya merupakan satu aspek dari lahan (Dent dan Young, 1981). Menurut Desaunettes (1977), lahan sebagai areal khusus di permukaan bumi yang ciri-cirinya mencakup semua yang agak stabil atau siklusnya dapat diprediksi, sifat-sifat biosfer secara vertikal (atmosfer, geologi, tanaman, hewan dan aktivitas manusia) yang memberikan pengaruh nyata bagi penggunaan lahan. Karena itu, evaluasi lahan merupakan salah satu mata rantai yang harus dilakukan agar rencana tataguna lahan dapat tersusun dengan baik (Mubekti et al., 2006). Evaluasi sumberdaya lahan adalah proses menduga potensi sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaan. Caranya dengan membandingkan persyaratan yang diperlukan suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumberdaya sehingga dapat memberikan perencana alternatif pilihan penggunaan. Proses pengembangan area dalam skala nasional dan provinsi secara relatif cepat dan murah dapat menggunakan evaluasi tingkat tinjau. Evaluasi ini dilakukan secara kualitatif dengan analisis ekonomi secara umum (Sitorus, 2004). Lahan dapat dianalisis dalam aspek kesesuaian, kemampuan dan nilai lahan (finansial). Kesesuaian pada lahan menyangkut tingkat kecocokan satu penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini atau setelah diadakan perbaikan. Kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat-sifat
9
fisik lingkungannya yang terdiri dari; iklim, tanah, topografi, hidrologi dan drainase sesuai untuk status usaha tani atau komoditas tertentu yang produktif (Djaenudin et al., 2003). Evaluasi kesesuaian lahan adalah evaluasi sumberdaya lahan untuk satu penggunaan tertentu. Melalui evaluasi ini dapat digambarkan tingkat kecocokan sebidang lahan berupa kelas-kelas kesesuaian lahan berdasarkan tipe penggunaan lahan. Evaluasi sumberdaya lahan sangat tepat dalam program perbaikan lahan (Sitorus, 2004). Kualitas lahan yang mempunyai pengaruh buruk bagi suatu tipe penggunaan lahan disebut dengan sifat-sifat pembatas (Sitorus, 2004). Kualitas lahan dipengaruhi oleh karakteristik lahan yang merupakan atribut dari lahan yang dapat diukur dan diduga secara langsung misalnya kemiringan lereng, tekstur tanah, kedalaman efektif, curah hujan dan sebagainya. Kualitas lahan sendiri adalah atribut kompleks dari lahan yang berperan nyata mempengaruhi kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu seperti ketersediaan air, ketersediaan hara, rejim temperatur, rejim radiasi, dan sebagainya (FAO, 1976). Klasifikasi kesesuaian lahan adalah pengelompokan lahan berdasarkan kesesuaiannya untuk tujuan penggunaan tertentu. Pengelompokan ini biasanya dilakukan oleh ilmuwan tanah dengan menggunakan satuan peta lahan dari hasil survei tanah sebagai dasar untuk menentukan batas-batas penyebarannya. Satuan peta lahan adalah kelompok lahan yang mempunyai sifat-sifat sama atau hampir sama, dengan penyebarannya digambarkan dalam peta sebagai hasil dari survei sumberdaya alam (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Klasifikasi kesesuaian sekarang menunjukkan kesesuaian terhadap penggunaan lahan yang ditentukan dalam keadaan sekarang tanpa ada perbaikan yang berarti. Klasifikasi lahan potensial menunjukkan kesesuaian terhadap penggunaan lahan yang ditentukan dari satuan lahan dalam keadaan yang akan datang setelah diadakan perbaikan utama tertentu yang dibutuhkan (Sitorus, 2004). Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan membandingkan kualitas lahan masing-masing satuan peta lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang ditetapkan. Persyaratan penggunaan lahan adalah sekelompok kualitas lahan yang diperlukan oleh suatu tipe penggunaan lahan agar berproduksi dengan baik (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).
10
2.2. Sistem Informasi Geografis Sistem merupakan kumpulan karakteristik yang terdiri dari masukan, luaran dan timbal balik. Sistem informasi adalah suatu sistem perangkat keras dan lunak yang dapat menjalankan operasi-operasi dimulai dari perencanaan, pengamatan, pengumpulan data, penyimpanan data dan analisis data hingga informasi dapat diturunkan ke dalam beberapa proses (Barus dan Wiradisastra, 2000). Data dan informasi geografi adalah informasi mengenai permukaan bumi yang menjelaskan suatu objek mengenai posisinya dihubungkan dengan sistem kordinat (proyeksi) ditambah dengan ilmu pengetahuan agar dapat dimanfaatkan langsung oleh pengguna. Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan suatu sistem (berbasiskan komputer) yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan
informasi-
informasi geografis (ESRI, 1990). Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografis: (a) masukan, (b) keluaran, (c) manajemen data, (d) analisis dan manipulasi data (Aronoff, 1989). SIG merupakan wadah peta-peta dalam bentuk digital, suatu alat terkomputerisasi untuk memecahkan permasalahan geografi, suatu sistem pendukung keputusan spasial, inventarisasi fasilitas yang tersebar secara geografis, alat untuk mengungkapkan sesuatu yang tidak tampak dalam informasi geografi, alat untuk melakukan operasi terhadap data geografi yang terlalu banyak atau mahal atau tidak akurat jika dilakukan dengan tangan (Longley et al., 2005). SIG memiliki fasilitas geoprocessing yang merupakan proses dasar dalam membuat serangkaian turunan data geografi dari berbagai data set yang ada dengan menggunakan operasi seperti overlay dan konversi data. Pada umumnya pengguna menggunakan fungsi SIG pada sekelompok data geografi (input) untuk menghasilkan keluaran data set yang tepat sesuai dengan aplikasi tertentu. Fungsi geoprocessing berkisar dari pemotongan spasial (spatial cliping) yang sederhana hingga operasi analitik yang lebih rumit (Galati, 2006). Salah satu perangkat lunak desktop SIG dan pemetaan adalah Arc-View yang telah dikembangkan oleh ESRI (Environmental Systems Research Institute, Inc). Dengan Arc-View, pengguna
11
dapat memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan visualisasi, mengexplore, menjawab query (pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terhadap basis data, baik spasial maupun non-spasial), menganalisis data secara geografis, dan sebagainya (Prahasta, 2009). Hasil analisis SIG yang dilakukan memakai software Arc-View berupa peta kesesuaian lahan (Mulyono, 2009). SIG memiliki peranan penting dalam kajian sumberdaya lahan pada proses perencanaan penggunaan lahan yaitu digunakan dalam pemetaan, evaluasi sumberdaya lahan dan pemodelan (Lioubimtseva dan Defouney, 1999). Penyusunan peta pewilayahan komoditas, penyediaan data dan informasi potensi ketersediaan lahan untuk pengembangan dapat membantu pengambil kebijakan dalam menyusun perencanaan pertanian yang lebih baik dan terarah (Mubekti et al., 2006). 2.5 Penelitian Terdahulu Sari (2008) melakukan pemodelan multi-kriteria untuk pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan di Kabupaten Lampung Timur. Tujuannya untuk menentukan arahan prioritas yang sesuai untuk pengembangan sektor pertanian berbasis komoditas unggulan. Metode yang digunakan adalah pemodelan evaluasi multi-kriteria dengan cara mengevaluasi peran sub sektor pertanian tanaman pangan, mengidentifikasi komoditas unggulan pertanian tanaman pangan di setiap kecamatan, dan mengevaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian tanaman pangan unggulan. Sub sektor pertanian tanaman pangan merupakan sub sektor yang paling dominan memberikan kontribusi terhadap PDRB dari sektor pertanian (rata-rata 30.44% tahun 2002-2006, berdasarkan PDRB harga konstan 2000). Komoditas padi sawah, jagung dan ubi kayu adalah komoditas yang ditetapkan sebagai komoditas unggulan pertanian tanaman pangan. Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah menunjukkan sebagian besar berada pada kelas yang tidak sesuai (43.67%) dan sesuai marjinal (36.28 %). Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman jagung dan ubi kayu didominasi sesuai marjinal (92.24% dan 77.29%). Arahan pengembangan komoditas unggulan berdasarkan hasil MOLA (Multi-Objective Land Allocation) yaitu salah satu alat analisa yang bekerja berdasarkan tujuan, pembobotan relatif terhadap setiap tujuan, dan luasan wilayah yang akan dialokasikan untuk setiap
12
tujuan. Hasil MOLA dipadukan dengan kecamatan basis didapatkan luasan lahan untuk pengembangan padi sawah 52.713 hektar yang tersebar di 12 kecamatan sentra produksi, ubi kayu 54.134 hektar (di 7 kecamatan), dan jagung 62 074 hektar (di 8 kecamatan). Baehaqi (2010) melakukan analisis untuk menentukan prioritas dan arahan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah. Tahap pertama adalah penentuan komoditas basis dengan metode LQ, trend luas panen, dan analisis penyediaan dan konsumsi pangan. Tahap kedua adalah penentuan ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil analisis menunjukkan bahwa komoditas basis tanaman pangan yang terpilih adalah padi, ubi kayu, dan jagung. Lahan yang tersedia untuk pengembangan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah seluas 134.758 ha. Sebagian besar lahan yang tersedia ini termasuk dalam kategori sesuai (S) untuk komoditas padi, ubi kayu dan jagung, hanya sebagian kecil saja yang termasuk dalam ketegori tidak sesuai (N). Untuk komoditas padi, 298 ha termasuk kelas S1 (sangat sesuai), 17.377 ha kelas S2 (cukup sesuai), 116.426 ha kelas S3 (sesuai marjinal), dan 658 ha termasuk kelas N (tidak sesuai). Untuk komoditas jagung, 298 ha termasuk kelas S1, 31.928 ha kelas S2, 101.875 ha kelas S3, dan 658 ha tidak sesuai. Untuk komoditas ubi kayu, 418 ha termasuk kelas S1, 80.922 ha kelas S2, 50.171 ha kelas S3, dan 3.248 ha tidak sesuai. Berdasarkan AHP diperoleh bahwa masyarakat Kabupaten Lampung Tengah memilih komoditas padi sebagai komoditas unggulan prioritas pertama. Prioritas yang kedua adalah jagung dan ketiga adalah ubi kayu. Berdasarkan beberapa pertimbangan perencanaan yang digunakan, pengembangan komoditas padi dialokasikan seluas 54.218 ha, jagung seluas 41.271 ha, dan ubi kayu seluas 38.852 ha.
13
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam pada sektor pertanian terutama subsektor tanaman pangan. Penyelenggaraan budidaya tanaman pangan memiliki peranan penting bagi perekonomian rakyat. Untuk mengembangkan perekonomian kerakyatan diperlukan pengembangan komoditas basis yang memiliki nilai tambah bagi pendapatan petani mengingat tingginya tingkat persaingan komoditas basis. Komoditas basis adalah komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif secara berkelanjutan dengan komoditas lain disuatu wilayah. Identifikasi komoditas basis secara komparatif dapat diketahui dengan menggunakan perhitungan nilai LQ. Hasil analisis LQ menggambarkan kemampuan aktifitas komoditas suatu daerah untuk memenuhi kebutuhan daerahnya dan kebutuhan daerah lain. Identifikasi komoditas basis secara kompetitif menggunakan SSA untuk memahami pergeseran struktur aktifitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan daerah agregat yang lebih luas. Hasil analisis shift-share menjelaskan kinerja (performance) suatu aktifitas di suatu sub wilayah dan membandingkannya dengan kinerjanya di dalam wilayah total. Differential shift component dalam shift-share analysis menjelaskan bagaimana tingkat
persaingan
(competitiveness)
suatu
aktivitas
komoditas
tertentu
dibandingkan dengan pertumbuhan total komoditas dalam wilayah. Setelah melakukan identifikasi komoditas basis secara kompetitif dan komparatif dilakukan identifikasi sumberdaya lahan. Identifikasi sumberdaya lahan dapat dilakukan dengan mengevaluasi kesesuaian lahan yang ada. Hasilnya akan didapat lokasi-lokasi tertentu pada suatu wilayah yang mempunyai kesesuaian lahan yang tinggi untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian. Untuk mengetahui tingkat kesesuaian komoditas basis terhadap lahan dapat dilakukan dengan membandingkan karakteristik lahan terhadap kriteria tumbuh tanaman. Hal ini dapat dilakukan dengan menginterpretasikan peta-peta yang dapat mengambarkan kondisi biofisik lahan seperti peta satuan lahan, peta topografi, peta
curah hujan dan sebagainya dalam kaitannya dengan
14
kesesuaiannya untuk berbagai tanaman dan tindakan pengelolaan yang diperlukan. Bagan alur penelitian tertera pada Gambar 2. Luas Panen dan Produksi Komoditas Tanaman Pangan
Peta Satuan Lahan, Peta Administrasi, Peta Kawasan Pertanian
Analisis LQ & DS dalam SSA
Komoditas Basis Tanaman Pangan
Analisis Evaluasi Kesesuaian Lahan
Urutan Prioritas Arahan Pengembangan Komoditas Basis Tanaman Pangan
Peta Kesesuaian Lahan Komoditas Basis
Peta Arahan Pengembangan Komoditas Basis Tanaman Pangan
Gambar 2. Bagan alur penelitian 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Wilayah studi yang dikaji adalah Provinsi Lampung. Penelitian ini dilaksanaan di Studio Bagian Perencanaan Pengembangan Wilayah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Januari 2012 sampai dengan Juli 2012. 3.3 Jenis, Sumber Data dan Alat Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari BPS Provinsi Lampung berupa data luas panen dan produksi komoditas tanaman pangan tahun 2006-2010 Provinsi Lampung (BPS Provinsi Lampung, 2007, 2008, 2009, 2010, 2011). Data peta yang digunakan adalah Peta Adminstrasi Provinsi Lampung skala 1:250.000, Peta Rencana Pola Ruang Provinsi Lampung skala 1:250.000 tahun 2010 dari Bappeda Provinsi Lampung dan Peta Satuan Lahan Lembar Sumatera (1010, 1011, 1110, 1111, 1112) skala 1:250.000 tahun 1989 dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor. Alat
15
penelitian yang digunakan berupa perangkat lunak pengolahan data dan peta yaitu Microsoft Access, Microsoft Excel, Arcview 3.3, dan Corel Draw 14. 3.4 Metode Analisis Data Teknik analisis data untuk masing-masing tujuan penelitian tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis dan teknik analisis data berdasarkan tujuan penelitian No 1
Tujuan Mengetahui komoditas basis Tanaman Pangan
2
Mengevaluasi kesesuaian lahan komoditas basis tanaman pangan
3
Menganalisis keterkaitan antara keunggulan komparatif, kompetitif dan kesesuaian lahan di Provinsi Lampung Menyusun arahan pengembangan komoditas basis tanaman pangan
4
Jenis Data Luas Panen tanaman pangan 2006, 2007, 2008, 2009, dan 2010 Produksi tanaman pangan 2006 dan 2010 Peta Administrasi, Penggunaan Lahan RTRW, Satuan Lembar 1010, 1110, 1111, dan 1112 skala 1:250.000 (digital) Nilai LQ dan DS setiap tanaman pangan di kabupaten/kota serta kelas kesesuaian satuan lahan Nilai LQ dan DS setiap tanaman pangan di kabupaten/kota serta kelas kesesuaian satuan lahan
Teknik Analisis Data Location Quotient
Keluaran yang diharapkan LQ setiap tanaman pangan di kabupaten/kota
Differential Shift
DS setiap tanaman pangan di kabupaten/kota Peta kelas kesesuaian lahan untuk setiap tanaman pangan
Analisis kesesuaian lahan melalui sistem informasi geografis
Analisis Korelasi
Koefisien korelasi LQ, DS dan kesesuaian lahan
Penentuan prioritas arahan pengembangan komoditas basis tanaman pangan
Peta arahan pengembangan komoditas basis tanaman pangan
3.4.1 Location Quotient LQ digunakan untuk mengetahui keunggulan komparatif suatu komoditas. Hasil perhitungan menunjukkan indikator pemusatan aktivitas perekonomian. Persamaan dari LQ ini adalah (Blakely dan Leigh,2010): LQij=
Xij / Xi X.j / X.. di mana:
Xij : luas panen komoditas tertentu (i) di suatu kabupaten (j) Xi. : total luas panen (i) komoditas tertentu di provinsi
16
X.j : total luas panen seluruh komoditas di suatu kabupaten (j) X.. : total luas panen seluruh komoditas di provinsi Hasil analisis pembagian lokasi tersebut diinterpretasikan sebagai berikut : 1. Jika nilai LQij > 1, maka kondisi tersebut menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu komoditas di kabupaten ke-i secara relatif dibandingkan dengan tingkat provinsi atau dapat dikatakan terjadi pemusatan aktivitas komoditas tertentu di kabupaten ke-i. 2. Jika nilai LQij = 1, maka kabupaten ke-i tersebut mempunyai pangsa aktivitas komoditas yang setara dengan pangsa total/seluruh komoditas atau dengan kata lain konsentrasi komoditas di kabupaten ke-i sama dengan rata-rata total provinsi. 3. Jika nilai LQij < 1, maka kabupaten ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum ditemukan di seluruh wilayah (provinsi). 3.4.2
Komponen Differential Shift dalam Shift Share Analysis Komponen differential shift digunakan untuk mengetahui keunggulan
kompetitif
suatu
komoditas.
Hasil
perhitungan
menunjukkan
indikator
kemampuan persaingan. Persamaan adalah sebagai berikut (Blakely dan Leigh, 2010):
DSij=
Xij(t1) Xij(t0)
-
Xi(t1) Xi(t0)
di mana: Xij : produksi komoditas tertentu (i) di suatu kabupaten (j) Xi : total produksi komoditas (i) tertentu di provinsi t1
: titik tahun akhir (2010)
t0
: titik tahun awal (2006) Hasil analisis tersebut diinterpretasikan;
1. jika nilai DSij > 0, maka komoditas ke-j di kabupaten ke-i mempunyai tingkat pertumbuhan di atas tingkat pertumbuhan rata-rata komoditas ke-j di Provinsi Lampung. Hal itu juga menunjukkan bahwa komoditas tersebut mempunyai nilai competitivenes (persaingan) yang tinggi.
17
2. Jika nilai DSij < 0, maka hal tersebut menunjukkan bahwa komoditas yang dimaksud mempunyai tingkat persaingan yang rendah dibandingkan dengan komoditas yang lain. Komoditas di kabupaten ke-i yang mempunyai nilai negatif berarti bahwa komoditas tersebut tingkat pertumbuhannya di bawah komoditas yang pengembangan
sama
secara
komoditas
umum di
tersebut
di
provinsi. Oleh
kabupaten
ke-i
karenanya tidak
akan
menguntungkan karena tidak mampu bersaing dengan kabupaten lain dalam provinsi. 3.4.3 Analisis Kesesuaian Lahan Untuk melihat daya dukung lahan terhadap komoditas basis dalam wilayah dilakukan evaluasi kesesuaian lahan dengan menggunakan metode FAO (1976), yaitu dengan membandingkan persyaratan tumbuh tanaman yang merupakan komoditas unggulan dengan kualitas lahan. Data spasial yang digunakan dalam analisis ini adalah peta satuan lahan (land unit) skala 1:250.000. Kriteria karakteristik lahan yang dijadikan parameter dalam penelitian ini berdasarkan kriteria Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Pertanian (2012) yang mencakup kemiringan lereng, drainase, tekstur, kedalaman efektif, kapasitas tukar kation (KTK), pH, kejenuhan Al, kedalaman sulfidik, dan salinitas. Kriteria yang digunakan adalah modifikasi kriteria pada lampiran 1 sampai 8 dengan hanya menggunakan karakteristik seperti yang dikemukakan diatas. Data untuk melakukan penilaian kelas kesesuaian lahan per satuan lahan ini berdasarkan buku keterangan peta satuan lahan dan tanah lembar sumatera yang didapat dari hasil survei tanah Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat pada tahun 1989. Menurut Sitorus (2004) terdapat beberapa sistem klasifikasi kesesuaian lahan. Sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang dipakai di Indonesia adalah sistem yang dikembangkan oleh FAO (1976). Berdasarkan sistem klasifikasi ini, tingkat kesesuaian suatu lahan ditunjukan melalui kategori yang merupakan tingkatan yang bersifat menurun yaitu: 1.
Ordo: apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu. Ordo dibagi menjadi dua yaitu ordo S (sesuai) dan N (tidak sesuai);
2.
Kelas: tingkat kesesuaian dari masing-masing ordo. Ada tiga kelas dari ordo tanah yang sesuai yaitu S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai), dan S3 (sesuai
18
marjinal/ bersyarat). Untuk ordo yang tidak sesuai ada dua kelas yaitu N1 (tidak sesuai saat ini) dan N2 (tidak sesuai permanen). 3.
Sub-kelas: menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam kelas tersebut. Karakteristik lahan yang digunakan sesuai dengan tingkat pemetaannya.
Pada penelitian ini evaluasi lahan yang digunakan adalah evaluasi tingkat tinjau. Kesesuaian lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kesesuaian lahan aktual.
Kesesuaian
lahan
aktual
yaitu
kesesuaian
lahan
yang
belum
mempertimbangkan usaha perbaikan dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi faktor-faktor pembatas yang ada pada setiap satuan jenis lahan. Untuk menentukan kelas kesesuaian lahan aktual, mula-mula dilakukan penilaian terhadap masing-masing kualitas lahan berdasarkan karakteristik lahan terburuk, selanjutnya kelas kesesuaian lahan ditentukan berdasar atas kualitas lahan terendah. (Sitorus, 2004; Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007) 3.4.4. Analisis Korelasi Analisis korelasi adalah teknik statistika yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel. Persamaan koefisien korelasi (r) adalah (Walpole, 1993): r=
n(∑XY)-(∑X)(∑Y) √[n(∑X2)-(∑X)2][n(∑Y2)-(∑Y)2] Dimana:
n: jumlah responden X: variabel 1 Y: variabel 2 ∑: jumlah Hasil analisis korelasi tersebut diinterpretasikan sebagai berikut : 1. r=-1: memiliki hubungan langsung yang sempurna dengan nilai kedua variabel memiliki pola negatif yaitu saling berlawanan (meningkat dan menurun). 2. -1
19
3. r=-0,5: memiliki hubungan langsung yang sedang dengan nilai kedua variabel memiliki pola negatif yaitu saling berlawanan (meningkat dan menurun). 4. -0,5
r√n-2 √1-r2 Dimana:
r: koefisien korelasi n: jumlah responden .
Tabel t-student menggunakan signifikan (𝜶) =0,05 dengan dua arah.
Perbandingan nilai t-hitung dan tabel t-student diinterpretasikan sebagai berikut: 1. t-hitung > tabel t-student: kedua variabel memiliki korelasi yang signifikan 2. t-hitung < atau = tabel t-student: kedua variabel tidak memiliki korelasi yang signifikan 3.4.5 Penetapan Arahan Pengembangan Komoditas Basis Tanaman Pangan Kawasan pertanian Provinsi Lampung memiliki luas baku yang hampir setengah dari luas panen tanaman pangan. Untuk menentukan luas baku diasumsikan penanaman dilakukan sebanyak 2 kali setahun dikurang luas panen
20
yang gagal sehingga indeks pertanaman sebesar 150%. Arahan pengembangan komoditas basis tanaman pangan menggunakan sistem monokultur. Kawasan prioritas pengembangan untuk penggunaan lahan pertanian tanaman pangan berdasarkan hasil analisis LQ, DS dan kesesuaian lahan yang dilakukan dalam penelitian ini. Dengan demikian arahan pengembangan komoditas basis tanaman pangan dilakukan pada kota/ kabupaten basis komoditas tanaman pangan tersebut berdasarkan kelas kesesuaian lahan komoditas tanaman pangan dan di overlay kan dengan kawasan budidaya pertanian pada peta rencana pola ruang Provinsi Lampung. Penentuan arahan pengembangan komoditas basis tanaman pangan memiliki beberapa pertimbangan perencanaan yang digunakan yaitu: 1. Pengembangan komoditas basis hanya dilakukan pada kota/ kabupaten basis komoditas tanaman pangan tersebut. 2. Alokasi lahan untuk pengembangan komoditas basis berdasarkan urutan komoditas basis dan tingkat kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan . 3. Pengembangan komoditas basis dilakukan di kawasan budidaya pertanian pada peta rencana pola ruang. Prosedur pengalokasian arahan pengembangan komoditas basis yaitu komoditas yang memiliki nilai LQ>1 dan DF>0 di setiap kota/ kabupaten. Caranya membuat urutan prioritas pada komoditas basis tiap kota/ kabupaten dengan nilai LQ yang terbesar. Pemilihan lokasi dimulai dari kelas S1 (sangat sesuai), dilanjutkan pada lahan kelas S2 (cukup sesuai), dan kelas S3 (sesuai marjinal) berdasarkan urutan prioritas arahan pengembangan komoditas. Jika terdapat kota/kabupaten yang tidak memiliki komoditas basis tanaman pangan namun memiliki komoditas yang berprospek untuk dikembangkan yaitu komoditas dengan LQ>1 atau DF>0 maka daerah tersebut dapat dilakukan pengalokasian arahan pengembangan komoditas tanaman pangan. Proses penyusunan arahan tersebut dijelaskan pada Gambar 3.
21
Analisis LQ
Urutan dari LQ Terbesar
Analisis DS Evaluasi Kesesuaian Lahan
Komoditas Basis
Urutan Arahan Pengembangan Komoditas Basis
Peta Kawasan Budidaya
Peta Kelas Kesesuaian Komoditas Basis
S1. Pilih Komoditas (A,B,C) Ya Tidak
Komoditas A
S2. Pilih Komoditas (B,C) Ya Tidak
Komoditas B
S3. Pilih Komoditas (C) Ya Tidak
Komoditas C
N
Gambar 3. Bagan alur penyusunan arahan pengembangan komoditas basis tanaman pangan di Provinsi Lampung
22
BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PROVINSI LAMPUNG 4.1 Geografi Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 Km2 termasuk pulau-pulau yang terletak pada bagian ujung tenggara Pulau Sumatera, dan dibatasi oleh : 1. Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, di sebelah utara 2. Selat Sunda di sebelah selatan 3. Laut Jawa di sebelah timur 4. Samudera Indonesia di sebelah barat Provinsi Lampung dengan ibukota Bandar Lampung merupakan gabungan dari kota kembar (Tanjungkarang dan Telukbetung) memiliki wilayah yang relatif luas. Secara geografis Provinsi Lampung terletak pada kedudukan timur - barat berada antara : 103o 40' - 105o 50' Bujur timur, utara - selatan berada antara : 6o 45' - 3o 45' Lintang selatan. 4.2 Administrasi Wilayah Secara administratif Provinsi Lampung dibagi dalam 14 (empat belas) Kabupaten/Kota, yang selanjutnya terdiri dari beberapa wilayah Kecamatan dengan perincian sebagai berikut : 1. Kabupaten Lampung Barat dengan ibukotanya Liwa, luas wilayahnya 4.950,40 km2 dan terdiri dari 25 (dua puluh lima) kecamatan. 2. Kabupaten Tanggamus dengan ibukotanya Kota Agung, luas wilayahnya 3.356,61 km2 dan terdiri dari 20 (dua puluh) kecamatan. 3. Kabupaten Lampung Selatan dengan ibukotanya Kalianda, luas wilayahnya 2.007,01 km2 dan terdiri dari 17 (tujuh belas) kecamatan. 4. Kabupaten Lampung Timur dengan ibukotanya Sukadana, luas wilayahnya 4.337,89 km2 dan terdiri dari 24 (dua puluh empat) kecamatan. 5. Kabupaten Lampung Tengah dengan ibukotanya Gunung Sugih, luas wilayahnya 4.789,82 km2 dan terdiri dari 28 (dua puluh delapam) kecamatan.
23
6. Kabupaten Lampung Utara dengan ibukotanya Kotabumi, luas wilayahnya 2.725,63 km2 dan terdiri dari 23 (dua puluh tiga) kecamatan. 7. Kabupaten Way Kanan dengan ibukotanya Blambangan Umpu, luas wilayahnya 3.921,63 km2 dan terdiri dari 14 (empat belas) kecamatan. 8. Kabupaten Tulangbawang dengan ibukotanya Menggala, luas wilayahnya 7.770,84 km2 dan terdiri dari 15 (lima belas) kecamatan. 9. Kabupaten Pesawaran dengan ibukota Gedong Tataan, luas wilayahnya 1.173,77 km2 dan terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan. 10. Kabupaten Pringsewu dengan ibukota Pringsewu, luas wilayahnya 625,00 km2 dan terdiri 8 (delapan) kecamatan. 11. Kabupaten Mesuji dengan ibukota Mesuji, luas wilayahnya 2.184,00 km2 dan terdiri 7 (tujuh) kecamatan. 12. Kabupaten Tulang Bawang Barat dengan ibukota Panaragan Jaya, luas wilayahnya 1.201,00 km2 dan terdiri 8 (delapan) kecamatan. 13. Kota Bandar Lampung dengan luas wilayah 192,96 km2 dan terdiri dari 13 (tiga belas) kecamatan. 14. Kota Metro dengan luas wilayah 61,79 km2 dan terdiri dari 5 (lima ) kecamatan. Peta administrasi Provinsi Lampung tertera pada Gambar 4.
Gambar 4. Peta Administrasi di Provinsi Lampung (Bappeda, 2010)
24
4.3 Topografi Secara topografi Daerah Lampung dapat dibagi dalam 5 (lima) unit topografi : 1. Daerah dengan topografi berbukit sampai bergunung 2. Daerah dengan topografi berombak sampai bergelombang 3. Daerah dataran alluvial 4. Daerah dataran rawa pasang surut 5. Daerah River Basin
Gambar 5. Peta Topografi di Provinsi Lampung (Bappeda, 2010) 4.3.1 Daerah dengan Topografi Berbukit Sampai Bergunung Daerah ini mempunyai lereng-lereng yang curam atau terjal dengan kemiringan berkisar 25%, dan ketinggian rata-rata 300 M di atas permukaan laut. Daerah ini meliputi Bukit Barisan dengan puncak tonjolan tonjolannya berada pada Gunung Tanggamus, Gunung Pasawaran, dan Gunung Rajabasa. Gunung Rajabasa berlokasi di Kalianda dengan ketinggian dan rata-rata 1.500 M. Puncakpuncak lainnya adalah Bukit Pugung, Bukit Pesagi, Sekincau yang terdapat di bagian utara. Daerah tersebut umumnya ditutupi oleh vegetasi hutan primer atau sekunder.
25
4.3.2 Daerah dengan Topografi Berombak Sampai Bergelombang Ciri-ciri khusus daerah ini adalah terdapatnya bukit-bukit sempit, kemiringannya antara 8 % sampai 15 % dan ketinggian antara 300 M sampai 500 M dari permukaan laut. Daerah ini membatasi daerah pegunungan dengan dataran alluvial. Vegetasi yang terdapat di daerah ini adalah tanaman perkebunan seperti : kopi, cengkeh, lada dan tanaman pertanian peladangan seperti : padi, jagung, dan sayur-sayuran. Daerah tersebut meliputi daerah-daerah; Kedaton di wilayah Kota Bandar Lampung, Gedong Tataan di Kabupaten Lampung Selatan, Sukoharjo dan Pulau Panggung di Kabupaten Tanggamus serta Kalirejo dan Bangunrejo di wilayah Kabupaten Lampung Tengah. 4.3.3 Daerah Dataran Alluvial Daerah ini sangat luas meliputi Lampung Tengah sampai mendekati pantai sebelah Timur. Daerah ini merupakan bagian hilir (downstream) dari sungaisungai yang besar seperti Way Sekampung, Way Tulang Bawang, dan Way Mesuji. Ketinggian di daerah ini berkisar antara 25 m sampai 75 m dengan kemiringan 0% sampai 3%. Pada bagian pantai sebelah barat dataran Alluvial menyempit dan memanjang menurut arah Bukit Barisan. 4.3.4 Daerah Dataran Rawa Pasang Surut Di sepanjang pantai timur merupakan daerah rawa pasang surut dengan ketinggian ½ m sampai 1 m. 4.3.5. Daerah River Basin Provinsi Lampung terbagi atas 5 (lima) kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang utama : 1. DAS Tulang Bawang 2. DAS Seputih 3. DAS Sekampung 4. DAS Semangka 5. DAS Way Mesuji
26
4.4. Tanah Berdasarkan peta satuan unit lahan yang dibuat Puslitanak terdapat 149 satuan peta unit lahan. Peta satuan tanah tersebut menunjukkan bahwa tanah di Provinsi Lampung dapat diklasifikasikan kedalam 5 ordo tanah berdasarkan sistem taksonomi tanah yaitu: Inceptisol, Entisol, Alfisol, Oxisol, Histosol dan Ultisol. Inceptisol adalah tanah yang mempunyai epipedon umbrik, mollic, atau plaggen atau horison cambic. Entisol adalah tanah yang mempunyai epipedon ochric atau histic dan horison albic. Alfisol adalah tanah yang memiliki horison argillic dengan kejenuhan basa (pH 8,2) lebih dari 35% pada kedalaman 1,8 m dari permukaan. Oxisol adalah tanah yang mempunyai horison oksik pada kedalaman kurang dari 2 m dan tidak memiliki horison. Histosol adalah tanah dengan kandungan bahan organik lebih dari 30% dan ketebalan lebih dari 40 cm. Ultisol adalah tanah yang tidak memiliki horison argilic dengan kejenuhan basa (pH 8,2) kurang dari 35% pada kedalaman 1,8% (Suwardi dan Wiranegara, 2000). Pengklasifikasian tanah hingga level great group pada peta satuan lahan Provinsi Lampung beserta karakteristiknya yaitu: 1. Tropaquepts merupakan tanah Inceptisol dengan subordo Aquept yang memiliki regim suhu tanah isomesik atau lebih panas. Aquept merupakan tanah-tanah yang mempunyai rasio natrium dapat tukar (ESP) sebesar 15 persen atau lebih. 2. Hydraquents adalah tanah Entisol dengan subordo Aquent yang pada seluruh horison di antara kedalaman 20 cm dan 50 cm di bawah permukaan tanah mineral, mempunyai nilai-n sebesar lebih dari 0,7 dan mengandung liat sebesar 8 persen atau lebih pada fraksi tanah halus. 3. Fluvaquents adalah tanah Entisol dengan subordo Aquent yang mengandung karbon organik berumur Holosen sebesar 0,2 persen atau lebih pada kedalaman 125 cm di bawah permukaan tanah mineral, atau memiliki penurunan kandungan karbon organik secara tidak teratur dari kedalaman 25 cm sampai 125 cm atau mencapai kontak densik, litik, atau paralitik apabila lebih dangkal.
27
Gambar 6. Peta Satuan Unit Lahan di Provinsi Lampung (Puslittanak, 1989)
28
Gambar 7. Peta Kelerengan di Provinsi Lampung (Bappeda, 2010) 4. Eutropepts adalah tanah Inceptisol, umumnya ditemukan pada daerah yang mempunyai kelerengan yang terjal dan puncak bukit kapur. Tanah ini sangat dangkal dan berwarna terang. 5. Dystropepts adalah tanah Inceptisol yang mempunyai regim kelembaban tanah udik (udus,latin, lembab), dimana penampang kontrol (kedalaman 25 – 100 cm dari permukaan tanah) tidak kering selama 90 hari kumulatif dalam tahuntahun normal. 6. Troporthents adalah Entisol entisols yang memiliki rejim kelembaban udik dan temperatur tanah rata-rata musim panas dan musim dingin pada kedalaman 50 cm berbeda < 5oC. 7. Sulfihemists adalah Histosol yang tergolong hemik yang memiliki bahan sulfidik yang mengandung pirit didalam 100cm dari permukaan tanah. 8. Sulfaquents adalah Entisol yang memiliki bahan sulfidik seperti pirit (FeS2). 9. Tropopsamments adalah Entisol dengan bahan induk tanah berasal dari batuan aluvium dan pasir pantai marine muda. 10. Quartzipsmments adalah Entisol dengan seluruh lapisan didalam penampang kontrol kelas besar butirnya mempunyai fragmen batuan sebesar kurang dari
29
35 persen (berdasarkan volume), dengan tekstur pasir halus berlempung atau lebih kasar, dan pada fraksi 0,02 sampai 2,0 mm mengandung mineral resisten sebesar lebih dari 90 persen (berdasarkan rata-rata tertimbang). 11. Kanhapludults adalah Ultisol yang mempunyai horison kandik dan memiliki kejenuhan basa sebesar kurang dari 35 persen pada kedalaman 125 cm dibawah batas atas horison kandik. Di dalam 150 cm dari permukaan tanah mineral mempunyai penurunan liat sebesar 20 persen atau lebih (secara relatif) dari kandungan liat maksimum.Tanah ini memiliki rejim kelembaban tanah yang tergolong udik. 12. Hapludox adalah Oxixol yang mempunyai horison oksik dengan batas atas di dalam 150 cm dari permukaan tanah mineral dan tidak terdapat horison kandik yang memiliki batas atas di dalam kedalaman tersebut. Rejim kelembaban tanahnya tergolong udik. beriklim basah dengan horison minimum dan kandic 13. Kandiudults adalah Ultisol yang mempunyai horison kandik dan memiliki kejenuhan basa sebesar kurang dari 35 persen pada kedalaman 125 cm di bawah batas atas horison kandik. Di dalam 150 cm dari permukaan tanah mineral tidak mempunyai penurunan liat sebesar 20 persen atau lebih (secara relatif) dari kandungan liat maksimum. Tanah ini memiliki rejim kelembaban tanah yang tergolong udik. beriklim basah dengan horison kandic 14. Humitropepts adalah Inceptisol yang mempunyai rejim temperature isomesik atau lebih panas dan mempunyai kejenuhan basa (dari NH4OAc) kurang dari 50 persen di beberapa subhorison antara kedalaman 25 cm dan 100 cm dan mempunyai karbon organic 12 kg atau lebih per meter persegi tanah sampai kedalaman 100 cm, tidak termasuk serasah permukaan, atau sampai kontak litik, paralitik, atau petroferik jika lebih dangkal dari 100 cm. 15. Hapludults adalah Ultisol yang mempunyai horison kandik dan memiliki kejenuhan basa sebesar kurang dari 35 persen pada kedalaman 125 cm dibawah batas atas horison kandik. Tanah ini memiliki rejim kelembaban tanah yang tergolong udik. 16. Dystrandepts adalah Inceptisol yang memiliki kandungan bahan andik 17. Hapludalf adalah Alfisol yang mempunyai horison argilik yang berada di dalam 150 cm dari permukaan tanah mineral dan rejim kelembaban udik.
30
Horison argiliknya mempunyai penurunan liat sebesar 20 persen atau lebih (secara relatif) dari kandungan liat maksimum dan 50 persen atau lebih pada setengah bagian matriks bawahnya memiliki hue 10 YR atau lebih kuning. 4.5 Klimatologi
Gambar 8. Peta Curah Hujan di Provinsi Lampung (Bappeda, 2010). Tabel 2. Jumlah Curah Hujan, Hari Hujan, Rata-Rata Suhu Udara, dan Rata-Rata Kelembaban Udara di Provinsi Lampung Tahun 2008. Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Jumlah Curah Hujan (mm) 164,8 183,3 246,6 174,3 38,2 45,5 29,0 135,2 86,0 153,8 204,5 478,9
Jumlah Hari Hujan (hari) 17 22 17 15 8 13 4 12 10 18 20 23
Rata-rata suhu udara (oC) 26,9 26.2 26,3 26,4 26,7 26,1 26,9 26,1 26,4 26,6 26,5 26,1
Rata-rata Kelembaban udara (%) 78 80 79 81 77 80 74 79 74 80 82 84
Sumber : Stasiun Meteorologi Raden Intan II Bandar Lampung
Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember yaitu mencapai 478,9 mm sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan September (29 mm). Ratarata suhu minimum di Provinsi Lampung antara 21,3 0C pada bulan Agustus 2008 hingga 23,7 0C pada bulan April 2008. Rata-rata suhu maksimum berkisar antara
31
31,5 0C hingga 34,0 0C. berdasarkan data dari stasiun meteorologi Raden Intan II Bandar Lampung, rata-rata kelembaban udara di sekitar 69%-81% dan kelembaban udara tertinggi pada bulan Juni.
Gambar 9. Peta Iklim di Provinsi Lampung (Bappeda, 2010) 4.6 Penduduk
Gambar 10. Peta Kepadatan Penduduk di Provinsi Lampung (Bappeda, 2010)
32
Berdasarkan hasil estimasi dari data penduduk tahun 2005, penduduk Provinsi Lampung tahun 2009 mencapai 7.491.943 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 105,76. Tingkat kepadatan penduduk di Provinsi Lampung tampak masih timpang atau tidak merata antar wilayah. Kepadatan penduduk di kota umumnya sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten. Tingkat kepadatan penduduk Kota Bandar Lampung misalnya mencapai 4.320 jiwa per kilometer persegi dan Kota Metro mencapai 2.205 jiwa per kilometer persegi. Tingkat kepadatan penduduk di semua kabupaten masih berada dibawah 500 jiwa per kilometer persegi, bahkan Kabupaten Lampung Barat baru mencapai 81 jiwa per kilometer persegi. Tabel 3. Penduduk Provinsi Lampung Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu menurut Kabupaten/kota dan Lapangan Pekerjaan Utama, 2008 Lapangan Pekerjaan Utama *
Kabupaten/ kota 1
2
3
4
5
Lampung Barat
167.109
564
17.223
2.349
5.602
Tanggamus
249.670
22.842
43.338
8.399
21.197
Lampung Selatan
192.969
38.179
55.221
13.088
32.381
Lampung Timur
245.370
40.711
70.877
8.942
28.664
Lampung Tengah
306.413
33.843
77.022
9.916
36.287
Lampung Utara
122.648
7.207
32.085
5.496
17.202
Way Kanan
116.796
5.477
15.678
2.121
8.638
Tulang Bawang
179.637
18.673
44.876
6.301
17.751
88.259
9.063
30.981
3.245
13.683
Bandar Lampung
4.553
7.682
104.115
27.655
49.363
Metro
6.178
2.601
15.338
2.651
6.653
1.679.602
186.842
506.754
90.163
237.421
Pesawaran
Jumlah
Catatan: *) 1. Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 2. Industri Pengolahan 3. Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan dan Hotel 4. Jasa Kemasyarakatan 5. Lainnya (Pertambangan dan Penggalian, Listrik, Gas dan Air Bersih, Bangunan, Tanah dan Jasa Perusahaan) Sumber: BPS (2010)
Sektor ketenagakerjaan merupakan salah satu sektor penting bagi pembangunan ekonomi daerah khususnya dalam upaya pemerintah daerah mengurangi jumlah penduduk miskin. Dalam penyajian data ketenagakerjaan, BPS menggunakan batasan umur 15 tahun ke atas dari semua penduduk dan dikenal dengan istilah penduduk usia kerja. Penduduk usia kerja di Provinsi Lampung berjumlah 5.351.935 jiwa yang terdiri dari jumlah angkatan kerja sebanyak 3.627.155 jiwa dan bukan angkatan kerja sebesar 1.724.780 jiwa.
33
Angkatan kerja terdiri dari penduduk yang bekerja (3.387.175 jiwa) dan pengangguran (239.980 jiwa) sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja adalah sekolah (414.144 jiwa), mengurus rumah tangga (1.098.117), lainnya (212.519 jiwa). Penduduk Provinsi Lampung sebagian besar bekerja di sektor pertanian yaitu 62,19 persen atau sebesar 1.679.602 jiwa. Adapun penduduk yang bekerja di sektor jasa kemasyarakatan tercatat sebesar 3,34 persen atau sebanyak 90.163 ribu jiwa. Penetapan UMP Provinsi Lampung pada tahun 2010 sebesar Rp. 767.500,00 per bulan. 4.7 Pendapatan Regional Berdasarkan perhitungan PDRB Provinsi Lampung dengan tahun dasar 2000, laju pertumbuhan ekonomi Propinsi Lampung selama 3 tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung mengalami kenaikan 5,07 persen. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun 2008 5,26 persen. Sebagian besar sektor ekonomi di Propinsi Lampung tahun 2009 mengalami pertumbuhan positif kecuali sektor pertambangan dan penggalian yang mengalami pertumbuhan negatif -9,21 persen. Selama tiga tahun terakhir, struktur lapangan usaha masyarakat Lampung masih didominasi oleh 3 sektor utama yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, restoran dan hotel dan sektor industri pengolahan. Berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Lampung tahun 2009, sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB 34.381,86 milyar rupiah (38,93 persen) diikuti sektor industri pengolahan 12.423,00 milyar rupiah (14,07 persen). Sektor perdagangan, restoran dan hotel memberikan sumbangan 12.046,28 milyar rupiah (13,64 persen). Dilihat dari sisi penggunaan, sebagian besar PDRB Provinsi Lampung selama kurun waktu 2007-2009 digunakan untuk konsumsi rumah tangga dan perdagangan luar negeri. Pada tahun 2009 konsumsi rumah tangga propinsi Lampung 51.414,37 milyar rupiah atau menyerap 58,21 persen total PDRB, diikuti oleh ekspor dan impor masing-masing 41,64 persen dan 29,63 persen dari total PDRB. Selama periode 2006 - 2009, PDRB Perkapita Provinsi Lampung atas dasar harga berlaku menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2006 PDRB Perkapita
34
atas dasar harga berlaku 6,811 juta rupiah, naik menjadi 10,078 juta rupiah pada tahun 2009. PDRB perkapita Kota Bandar Lampung menempati urutan tertinggi yaitu
20,477
juta
rupiah
dibandingkan
dengan
kabupaten/
kota
lain.
Kabupaten/kota yang memiliki laju pertumbuhan PDRB lebih tinggi dari laju pertumbuhan provinsi yaitu: kota Bandar Lampung, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Tulang Bawang, Kabupaten Lampung tengah, Kabupaten Lampung Utara, Lampung Barat dan Kota Metro. Kabupaten Tulang Bawang masih memiliki laju pertumbuhan ekonomi tertinggi yaitu 6,98 persen diikuti Kota Bandar Lampung 6,01 persen. Kabupaten Lampung Timur memiliki pertumbuhan terendah 4,38 persen. Tabel 4. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha di Provinsi Lampung Tahun 2007-2008 Lapangan Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
2007 (Juta Rupiah)
2008 (Juta Rupiah)
22.732.966
28.802.380
Pertambangan dan Penggalian
2.190.112
2.306.687
Industri Pengolahan
8.313.988
9.798.072
401.210
454.263
Listrik dan Air Bersih Bangunan
3.079.057
3.278.268
Perdagangan, Restoran dan Hotel
8.714.733
10.158.964
Angkutan dan Komunikasi
5.094.877
6.660.142
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
3.665.182
4.772.937
Jasa-jasa Produk Domestik Regional Bruto Sumber: BPS (2010),(2012)
6.729.840
7.487.545
60.921.966
73.719.259
4.8 Komoditas Tanaman Pangan Produksi padi di Provinsi Lampung terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun walaupun kenaikannya tidak cukup signifikan. Tahun 2010 produksi padi mencapai 2.807.676 ton naik sekitar 5,00 persen dibandingkan tahun 2009 dengan sentra produksi padi terbesar di Kabupaten Lampung Tengah dengan jumlah 623.779 ton (22,21 %) dari total produksi padi di Provinsi Lampung. Produksi tanaman palawija Provinsi Lampung yang mengalami kenaikan adalah jagung, ubi kayu dan kacang tanah sedangkan produksi kacang hijau, ubi jalar, dan kedelai mengalami penurunan pada tahun 2010 dibandingkan tahun 2009.
35
Tabel 5. Luas Panen Tanaman Pangan menurut Kabupaten/ kota di Provinsi Lampung Tahun 2006 dan 2010 Kabupaten/ Kota
Padi Sawah (ha)
Padi Ladang (ha)
Jagung (ha)
Ubi Kayu (ha)
Ubi Jalar (ha)
Kacang Tanah (ha)
Kedelai (ha)
Kacang Hijau (ha)
2006
2010
2006
2010
2006
2010
2006
2010
2006
2010
2006
2010
2006
2010
2006
2010
Lampung Barat
25.024
35.531
2.010
3.949
943
5.015
427
681
387
505
361
509
123
125
83
98
Tanggamus
47.826
40.377
2.533
2.248
9.637
4.813
2.296
952
413
469
596
458
335
1.007
304
274
Lampung Selatan
75.457
71.998
8.409
7.425
92.251
115.810
12.436
6.720
962
410
818
2.257
120
1.097
599
314
Lampung Timur
74.565
83.834
6.149
6.011
99.566
133.186
41.253
42.861
416
363
950
830
358
609
544
413
Lampung Tengah
94.686
109.193
19.035
17.827
79.522
104.246
88.575
133.477
1.002
996
2.606
2.382
788
1.285
1.390
982
Lampung Utara
18.168
25.711
12.611
12.052
29.468
36.496
29.972
50.998
444
900
1.225
3.308
95
970
580
808
Way Kanan
25.601
27.011
8.539
8.258
10.582
14.834
17.690
16.761
248
286
2.418
2.318
962
691
1.171
639
Tulang Bawang
63.231
41.499
4.706
1.439
9.980
2.991
90.441
32.231
427
154
1.057
191
359
204
322
80
Pesawaran
27.045
1.221
16637
2.626
143
869
43
121
Pringsewu
21.515
262
8.749
1.342
53
426
67
37
Mesuji Tulang Bawang Barat
25.194
302
1.296
12.207
84
75
9
78
13.269
1.169
2.613
45.070
161
285
76
56
Bandar Lampung
1.599
1.784
165
68
226
114
181
185
52
54
60
32
5
0
11
4
Metro
3.773
4.416
15
0
465
709
159
106
49
34
36
27
102
12
18
31
Sumber: BPS (2010)
36
Tabel 6. Produksi Tanaman Pangan menurut Kabupaten/ kota di Provinsi Lampung Tahun 2006 dan 2010 Padi Sawah (Ton) Kabupaten/ Kota
Padi Ladang (Ton)
Jagung (Ton)
Ubi Kayu (Ton)
Ubi Jalar (Ton)
Kacang Tanah (Ton)
Kedelai (Ton)
Kacang Hijau (Ton)
2006
2010
2006
2010
2006
2010
2006
2010
2006
2010
2006
2010
2006
2010
2006
2010
Lampung Barat
109.947
160.080
4.844
10.377
2.950
20.092
7.649
13.298
3.695
4.857
406
580
130
139
73
88
Tanggamus
223.547
208.553
6.132
5.892
32.890
22.393
42.444
19.206
3.946
4.535
660
527
356
1.150
270
245
Lampung Selatan
350.001
370.060
23.209
23.562
344.511
557.444
234.877
138.416
9.223
4.031
1.003
2.822
126
1.241
532
280
Lampung Timur
340.083
431.981
17.445
17.681
349.652
644.243
798.456
1.058.097
4.097
3.622
1.087
1.024
389
716
483
370
Lampung Tengah
439.006
570.968
54.117
52.811
285.450
514.994
1.724.754
3.287.511
9.979
9.851
3.061
3.001
898
1.557
1.233
880
80.409
117.088
30.456
36.201
98.104
149.554
581.592
1.293.039
4.233
8.653
1.422
4.223
110
1.162
515
724
Way Kanan
111.539
120.487
22.253
23.934
35.022
62.988
341.635
384.706
2.372
2.760
2.881
3.049
1.159
868
1.038
572
Tulang Bawang
280.388
187.412
11.532
4.358
32.945
11.557
1.761.730
844.058
4.073
1.484
1.257
248
407
248
286
72
Lampung Utara
Pesawaran
139.159
3.700
81.268
53.976
1.400
1.133
50
108
Pringsewu
111.239
679
42.243
26.882
513
471
78
33
Mesuji Tulang Bawang Barat
113.822
905
5.414
322.629
809
98
10
70
60.245
3.503
10.748
1.189.859
1.551
368
93
50
Bandar Lampung Metro
Sumber: BPS (2010)
7.363
9.336
460
200
845
545
3.428
3.802
502
530
71
42
0
0
10
4
17.143
23.443
40
0
1.613
3.088
2.838
2.115
466
324
40
31
19
14
16
28
37
Gambar 11. Peta Tutupan Lahan di Provinsi Lampung (Bappeda, 2010)
38
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Komoditas Basis Komoditas basis adalah komoditas yang memiliki keunggulan secara komparatif dan kompetitif. Secara komparatif, tingkat keunggulan ditentukan oleh potensi
sumberdaya alam yaitu letak geografis, iklim, dan lahan sehingga
menghasilkan hasil yang tinggi dibandingkan daerah lain. Keunggulan secara kompetitif, berupa keunggulan yang ditentukan oleh teknologi termasuk sistem pengelolaan serta peluang pasar baik yang bersifat lokal, nasional, regional, dan internasional. Pembangunan pertanian melalui pendekatan komoditas basis diharapkan dapat meningkatkan ekonomi wilayah tersebut. 5.1.1 Analisis Location Quotient Analisis Location Quotient (LQ) menggambarkan pangsa aktivitas tanaman pangan suatu kabupaten/kota terhadap pangsa provinsi. Nilai LQ > 1 artinya memiliki keunggulan komparatif atau aktivitas komoditas tanaman pangan tersebut melebihi kebutuhan wilayahnya sehingga dapat dijual ke luar wilayah; LQ=1 artinya aktivitas komoditas tanaman pangan tersebut hanya cukup untuk wilayahnya sendiri; dan LQ<1 artinya aktivitas komoditas tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan wilayahnya sendiri sehingga perlu pasokan dari luar wilayah. Perhitungan analisis LQ dilakukan terhadap luas panen komoditas tanaman pangan masing-masing kabupaten/kota dengan penggabungan beberapa kabupaten yang mengalami pemekaran di beberapa tahun terakhir sehingga dapat digunakan data tahun 2006 ketika belum mengalami pemekaran wilayah. Berdasarkan hasil perhitungan analisis LQ pada tahun 2006-2010 menunjukkan bahwa keunggulan komparatif komoditas tanaman padi sawah terdapat di 11 kabupaten/kota Komoditas tanaman padi ladang berada di 4 kabupaten/kota. Komoditas jagung memiliki berada di 3 kabupaten/kota. Komoditas tanaman ubi kayu berada di 5 kabupaten/kota. Keunggulan komparatif komoditas tanaman ubi jalar berada di 7 kabupaten/kota. Komoditas tanaman kacang tanah berada di 5 kabupaten/kota. Komoditas tanaman kedelai berada di 7 kabupaten/kota. Komoditas tanaman kacang hijau berada di 5 kabupaten/kota (Tabel 7).
39
Tabel 7. Nilai rataan koefisien LQ Komoditas Tanaman Pangan Berbasis Luas Panen Rata-Rata Kabupaten/ Kota di Provinsi Lampung Periode Tahun 2006-2010. Kabupaten/ Kota
Padi Sawah
Padi Ladang
Jagung
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Kacang Tanah
Kedelai
Kacang Hijau
Lampung Barat
2,22
1,27
0,21
0,06
3,23
1,35
1,26
0,64
Lampung Timur
0,85
0,51
1,57
0,66
0,53
0,48
0,53
0,58
Lampung Tengah
0,81
1,12
0,95
1,34
0,77
0,88
0,85
0,91
Lampung Utara
0,52
2,06
0,94
1,54
1,67
1,85
1,06
1,66
Way Kanan
1,06
2,49
0,60
0,95
1,05
3,73
2,40
3,90
Bandar Lampung
1,95
0,88
0,26
0,35
7,88
2,38
1,94
0,96
Metro
2,14
0,07
0,46
0,12
1,78
0,89
1,75
1,68
2,00
0,78
0,47
0,12
2,10
1,18
3,59
1,30
1,06
0,80
1,62
0,19
0,93
0,69
0,88
0,72
1,07
0,50
0,20
2,03
0,68
0,54
0,38
0,48
Tanggamus & Pringsewu Lampung Selatan & Pesawaran Tulang Bawang, Mesuji, Tulang Bawang Barat
Sumber: BPS, (2006),(2007),(2008),(2009),(2010), diolah
Tabel di atas menunjukkan bahwa komoditas padi sawah memiliki sebaran paling luas dibandingkan komoditas tanaman pangan lain dan diusahakan petani merata di seluruh kota/kabupaten Hal ini disebabkan tanaman padi merupakan bahan pangan pokok masyarakat di Indonesia. Nilai LQ tertinggi terdapat pada komoditas ubi jalar di Kota Bandar Lampung (7,88) disebabkan luasan di kota tersebut besar sedangkan pembandingnya yaitu total luas provinsi relatif kecil. Hal ini dapat disebabkan permintaan ubi jalar dan diversivikasi pangan di Kota Bandar Lampung tinggi. 5.1.2
Differential Shift dalam Shift Share Analysis Differential shift component dalam shift-share analysis menjelaskan
bagaimana tingkat persaingan (competitiveness) suatu aktivitas komoditas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total komoditas dalam wilayah. Perhitungan analisis DS dilakukan terhadap produksi komoditas tanaman pangan masingmasing kabupaten/kota dengan penggabungan beberapa kabupaten yang mengalami pemekaran di beberapa tahun terakhir sehingga dapat digunakan data tahun 2006 ketika belum mengalami pemekaran wilayah. Berdasarkan hasil perhitungan komponen DS pada tahun 2006 dan 2010 masing-masing kabupaten/kota menunjukkan bahwa keunggulan kompetitif
40
komoditas tanaman padi sawah berada di 7 kabupaten/kota. Komoditas tanaman padi ladang berada di 4 kabupaten/kota. Komoditas jagung berada di 9 kabupaten/kota. Keunggulan kompetitif komoditas tanaman ubi kayu berada di 3 kabupaten/kota. Komoditas tanaman ubi jalar berada di 6 kabupaten/kota. Komoditas tanaman kacang tanah berada di 5 kabupaten/kota. Komoditas tanaman kedelai berada di 5 kabupaten/kota. Komoditas tanaman kacang hijau berada di 5 kabupaten/kota (Tabel 8). Tabel 8. Hasil Analisis Differential Shift Komoditas Tanaman Pangan Berbasis Produksi Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung Periode Tahun 2006 dan 2010. Kabupaten/ Kota Padi Sawah
Padi Ladang
Jagung
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Kacang Tanah
Kedelai
Kacang Hijau
Lampung Barat
0,1169
1,0641
5,0147
0,1679
0,2597
-0,0533
-0,9689
0,4146
Lampung Timur
-0,0689
-0,0646
0,0464
-0,2455
-0,1707
-0,5399
-0,1975
-0,0248
Lampung Tengah
-0,0385
-0,1022
0,0080
0,3354
-0,0676
-0,5015
-0,3043
-0,0771
Lampung Utara
0,1171
0,1105
-0,2717
0,6526
0,9894
1,4878
8,5255
0,6150
Way Kanan
-0,2589
-0,0026
0,0024
-0,4446
0,1088
-0,4236
-1,2892
-0,2398
Bandar Lampung
-0,0711
-0,6433
-1,1511
-0,4615
0,0010
-0,8904
-2,0381
-0,3908
Metro
0,0284
-1,0781
0,1183
-0,8254
-0,3595
-0,7069
-1,3013
0,9592
0,0914
-0,0065
0,1691
-0,4848
0,2245
0,0302
1,4113
0,2388
0,1158
0,0965
0,0578
-0,7515
-0,4660
2,4613
8,2079
-0,0615
-0,0499
-0,3180
-0,9547
-0,2330
-0,1110
-0,9139
-1,1757
-0,1195
Tanggamus & Pringsewu Lampung Selatan & Pesawaran Tulang Bawang, Mesuji, & Tulang Bawang Barat
Sumber: BPS, (2006) &(2010), diolah
Tabel di atas menunjukkan bahwa komoditas jagung memiliki tingkat persaingan paling tinggi untuk dikembangkan dibandingkan komoditas tanaman pangan lain disebabkan pertumbuhan produksi tanaman jagung lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan produksi komoditas tanaman pangan lainnya di Provinsi Lampung. Hal ini dapat diduga disebabkan tanaman jagung mengalami kenaikan permintaan dunia karena produsen jagung dunia seperti Amerika Serikat dan China mengembangkan jagung sebagai energi alternatif (bioethanol) secara intensif (Imron, 2010). Nilai DS tertinggi terdapat pada komoditas kedelai di Kabupaten Lampung Utara (8,5) dan Kabupaten Lampung Selatan serta Pesawaran (8,2) disebabkan komoditas kedelai pernah mengalami kelangkaan nasional dikarenakan impor kedelai yang berkurang sehingga membuat petani membudidayakan agar tercapai swasembada kedelai pada tahun 2008 (Supadi, 2009).
41
Kabupaten Tulang Bawang, Mesuji, dan Tulang Bawang Barat tidak memiliki
nilai
pengembangan
DS>0
di
komoditas
setiap
komoditas
tanaman
pangan
tanaman di
pangan
wilayah
sehingga
tersebut
tidak
menguntungkan karena tidak mampu bersaing dengan kabupaten/kota lainnya di provinsi. Hal ini dapat disebabkan kabupaten tersebut memiliki posisi yang jauh dari pusat kegiatan di Provinsi Lampung sehingga jauh dari fasilitas-fasilitas yang memudahkan dalam peningkatan produktivitas pertanian.
Gambar 12. Scatter Plot nilai Location Quotient dan Differential Shift Komoditas Tanaman Pangan di Provinsi Lampung Gambar di atas menunjukkan komoditas basis dan non basis di setiap kabupaten/kota. Kuadran 1 (kanan atas) merupakan wilayah yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif. Kuadran 2 (kiri atas) merupakan wilayah yang memiliki keunggulan komparatif namun tidak kompetitif. Kuadran 3 (kiri bawah) merupakan wilayah yang tidak memiliki keunggulan komparatif maupun kompetitif. Kuadran 4 (kanan bawah) merupakan wilayah yang memiliki keunggulan kompetitif namun tidak komparatif. Dengan demikian di Provinsi Lampung terdapat 11 kabupaten/kota yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas tanaman pangan. Komoditas basis di 11 kabupaten/kota tersebut lebih diprioritaskan arahan pengembangannya dibandingkan komoditas non basis. Pengembangan pada komoditas yang tidak memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif tidak
42
memberikan manfaat yang maksimal pada perekonomian wilayah. Untuk mengetahui masing-masing komoditas basis di setiap kabupaten/ kota dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 9. Komoditas Basis Tanaman Pangan untuk tiap kabupaten/ kota di Provinsi Lampung. Kabupaten/kota
Komoditas Basis Tanaman Pangan
Lampung Barat
Ubi Jalar, Padi Sawah, Padi Ladang
Lampung Timur
Jagung
Lampung Tengah
Ubi Kayu
Lampung Utara
Padi Ladang, Kacang Tanah, Ubi Jalar, Kacang Hijau, Ubi Kayu, Kedelai
Way Kanan
Ubi Jalar
Bandar Lampung
Ubi Jalar
Metro
Padi Sawah, Kacang Hijau
Tanggamus & Pringsewu
Kedelai, Ubi Jalar, Padi Sawah, Kacang Hijau, Kacang Tanah
Lampung Selatan & Pesawaran
Jagung, Padi Sawah
Tulang Bawang, Mesuji, & Tulang Bawang Barat
Tidak Ada
Sumber: Hasil penelitian
Berdasarkan analisis keunggulan komparatif dan kompetitif pada setiap kabupaten/ kota dapat disimpulkan bahwa ubi jalar dan padi sawah merupakan komoditas basis dengan sebaran paling tinggi di beberapa kabupaten/kota sedangkan Kabupaten Tulang Bawang, Mesuji, dan Tulang Bawang Barat tidak memiliki komoditas basis tanaman pangan. 5.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan dilakukan untuk beberapa komoditas basis tanaman pangan. Analisis kesesuaian lahan di Provinsi Lampung dilakukan dengan menggunakan Peta Satuan Lahan Lembar Sumatera (1010, 1011, 1110, 1111, 1112) skala 1:250.000 (PPT, 1989), Peta Adminstrasi Provinsi Lampung skala 1:250.000 (Bappeda, 2010). Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat kelas kesesuaian lahan yang sama yaitu pada tanaman ubi jalar dan ubi kayu serta pada tanaman jagung, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau. Hal ini disebabkan kriteria kesesuaian lahan pada tanaman tersebut memiliki perbedaan yang sangat kecil. Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman padi sawah terdiri lahan tidak sesuai (N) yang sebagian besar terdapat di Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Tanggamus dan Pringsewu, dan Kabupaten Lampung Selatan serta Pesawaran (Tabel 10, Gambar 13). Hal ini
43
karena sebagian besar faktor pembatasnya adalah lereng (Ne) sedangkan tanaman padi sawah membutuhkan lereng relatif datar namun kemiringan lereng masih dapat diatasi dengan usaha perbaikan lahan lahan seperti pembuatan teras dan penanaman sejajar kontur sehingga kesesuaian lahan aktual tidak sesuai (Ne) dapat ditingkatkan menjadi sesuai marjinal (S3). Kelas kesesuaian sesuai marjinal (S3) sebagian besar terdapat di Kota Metro (Tabel 10, Gambar 13). Hal ini karena sebagian besar faktor pembatasnya adalah lereng dan pH (S3ef), usaha perbaikan lahan untuk kemiringan lereng dan pemberian kapur dapat meningkatkan kelas kesesuaian lahan menjadi cukup sesuai (S2). pH mendekati netral memiliki transfer kation-kation yang lebih mudah, sehingga hara dalam keadaan tersedia untuk pertumbuhan tanaman (Soewandita, 2008). Tabel 10. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman Basis Padi Sawah di Provinsi Lampung. Kelas Kesesuaian Lahan S2r S2rf S2rx S3e S3ef S3er S3r Ne Nr Nex Nx
Metro
Lampung Selatan & Pesawaran
Lampung Barat
Tanggamus & Pringsewu
ha
%
ha
%
ha
%
ha
%
0,00 494,19 0,00 19,71 2.776,24 0,00 0,00 438,49 0,00 0,00 0,00
0,00 13,25 0,00 0,53 74,46 0,00 0,00 11,76 0,00 0,00 0,00
70,61 4.069,47 0,00 81,48 0,00 82,46 2.093,50 19.534,26 165,73 0,00 0,00
0,27 15,59 0,00 0,31 0,00 0,32 8,02 74,85 0,64 0,00 0,00
0,00 9.727,91 0,00 24.604,53 3.963,36 0,00 6.005,48 47.029,67 1.347,14 12.399,28 835,00
0,00 9,18 0,00 23,23 3,74 0,00 5,67 44,40 1,27 11,71 0,79
4.721,83 8.210,31 650,05 12.102,46 1.722,20 0,00 1.503,41 83.175,35 15,41 0,00 0,00
4,21 7,32 0,58 10,80 1,54 0,00 1,34 74,20 0,01 0,00 0,00
Gambar 13.Peta Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Basis Padi Sawah di Provinsi Lampung Kesesuaian lahan aktual di Provinsi Lampung untuk tanaman padi ladang sebagian besar terdiri lahan sesuai (S) yaitu sesuai marjinal (S3) yang terdapat di
44
Kabupaten Lampung Barat dengan faktor pembatasnya adalah lereng dan kemasaman tanah (S3ef) serta media perakaran (S3r). Perbaikan media perakaran untuk drainase dapat dilakukan pembuatan saluran drainase untuk meningkatkan kelas kesesuaian lahan menjadi cukup sesuai (S2) namun untuk kedalaman tanah dan tekstur tanah umumnya tidak dapat dilakukan perbaikan lahan. Kelas kesesuaian sesuai (S2) yang sebagian besar terdapat di Kabupaten Lampung Utara dengan sebagian besar faktor pembatasnya adalah lereng dan pH (Tabel 11 dan Gambar 14). Tabel 11. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman Basis Padi Ladang di Provinsi Lampung. Kelas Kesesuaian Lahan S1 S2e S2ef S2f S3e S3ef S3er S3r S3f Ne Nr Nx
Lampung Barat
Lampung Utara
ha
%
ha
%
1.602,89 2.660,93 806,01 81,48 17,31 4.432,65 155,69 6.316,05 122,25 9.736,54 165,73 0,00
6,14 10,20 3,09 0,31 0,07 16,98 0,60 24,20 0,47 37,31 0,64 0,00
0,00 3.936,04 25.431,15 7.843,18 0,00 185,08 0,00 5.237,35 16.042,12 41,95 0,00 3.927,48
0,00 6,28 40,60 12,52 0,00 0,30 0,00 8,36 25,61 0,07 0,00 6,27
Gambar 14.Peta Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Basis Padi Ladang di Provinsi Lampung
45
Kesesuaian lahan aktual di Provinsi Lampung untuk tanaman ubi kayu sebagian besar terdiri lahan sesuai (S) yaitu sesuai marjinal (S3) terdapat di Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Utara dengan faktor pembatasnya adalah kemasaman tanah (Tabel 12 dan Gambar 15). Tabel 12. Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman basis ubi kayu di Provinsi Lampung. Kelas Kesesuaian Lahan S2e S2ef S2f S2rf S3er S3r S3f S3rf Ne Nr Nx Nrx
Lampung Tengah
Lampung Utara
ha
%
ha
%
661,19 3.977,36 1.991,29 3.425,37 572,73 13.803,70 104.257,70 2.237,47 1.044,32 1,07 28.888,53 577,00
0,41 2,46 1,23 2,12 0,35 8,55 64,58 1,39 0,65 0,00 17,89 0,36
3.936,04 0,00 0,00 0,00 0,00 592,81 49.316,45 4.644,54 227,02 0,00 3.927,48 0,00
6,28 0,00 0,00 0,00 0,00 0,95 78,72 7,41 0,36 0,00 6,27 0,00
Gambar 15. Peta Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Basis Ubi Kayu di Provinsi Lampung Kesesuaian lahan aktual di Provinsi Lampung untuk tanaman ubi jalar sebagian besar terdiri lahan sesuai (S) yaitu sesuai marjinal (S3) yang sebagian besar terdapat di Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Way Kanan dengan faktor pembatasnya sebagian besar adalah kemasaman tanah. Kelas kesesuaian
46
tidak sesuai (N) sebagian besar terdapat di Kabupaten Lampung Barat sebesar dengan faktor pembatas adalah kemiringan lereng (Tabel 13 dan Gambar 16). Tabel 13. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman Basis Ubi Jalar di Provinsi Lampung. Kelas Kesesuaian Lahan S1 S2e S2ef S2f S2rf S2erf S3e S3ef S3er S3f S3r S3rf Ne Nr Nx
Bandar Lampung ha % 0,00 0,00 114,02 3,53 186,50 5,78 1.208,61 37,45 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 250,78 7,77 76,59 2,37 517,82 16,05 0,00 0,00 0,00 0,00 871,24 27,00 1,48 0,05 0,00 0,00
Lampung Barat ha % 1.602,89 6,14 2.660,93 10,20 0,00 0,00 81,48 0,31 82,46 0,32 0,00 0,00 17,31 0,07 1.228,04 4,71 0,00 0,00 928,26 3,56 70,61 0,27 4.069,47 15,59 13.096,84 50,18 2.259,24 8,66 0,00 0,00
Lampung Utara ha % 0,00 0,00 3.936,04 6,28 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 49.316,45 78,72 592,81 0,95 4.644,54 7,41 227,02 0,36 0,00 0,00 3.927,48 6,27
Way Kanan ha % 0,00 0,00 1.679,79 2,57 1.620,59 2,48 0,00 0,00 21,75 0,03 0,00 0,00 0,00 0,00 8.939,26 13,68 0,00 0,00 43.539,24 66,64 1.215,47 1,86 882,06 1,35 408,97 0,63 3.719,27 5,69 3.308,20 5,06
Tanggamus dan Pringsewu ha % 0,00 0,00 14.373,38 12,82 1.097,46 0,98 10.132,67 9,04 1.856,37 1,66 45,59 0,04 1.061,37 0,95 16.207,23 14,46 0,00 0,00 19.208,52 17,14 4.838,01 4,32 8.094,13 7,22 33.017,43 29,45 1.518,82 1,35 650,05 0,58
Gambar 16. Peta Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Basis Ubi Jalar di Provinsi Lampung Kesesuaian lahan aktual di Provinsi Lampung untuk tanaman jagung, sebagian besar terdiri atas lahan sesuai (S) yaitu cukup sesuai (S2) terdapat di Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran dengan faktor pembatas sebagian besar adalah kemasaman tanah (S2f) (Tabel 14 dan Gambar 17).
47
Tabel 14. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman Basis Jagung di Provinsi Lampung. Kelas Kesesuaian Lahan S2e S2ef S2f S3e S3ef S3er S3f S3r Ne Nr Nx Nrx
Lampung Selatan dan Pesawaran ha 5.710,34 8.467,91 28.192,47 13.765,94 5.278,77 1.175,76 4.728,21 9.428,56 8.577,50 7.352,62 12.399,28 835,00
% 5,39 8,00 26,62 13,00 4,98 1,11 4,46 8,90 8,10 6,94 11,71 0,79
Lampung Timur Ha 1.446,33 2.444,82 35.822,16 1.676,28 0,00 0,00 12.367,48 18.851,28 0,00 8.290,12 20.038,67 493,54
Gambar 17.Peta Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Basis Jagung di Provinsi Lampung Kesesuaian lahan aktual di Provinsi Lampung untuk tanaman kedelai dan kacang tanah, sebagian besar terdiri atas lahan sesuai (S) yaitu cukup sesuai (S2) sebagian besar terdapat di Kabupaten Lampung Utara dengan faktor pembatas sebagian besar adalah kemasaman tanah (S2f). Kelas kesesuaian sesuai marjinal (S3) sebagian besar terdapat di Kabupaten Tanggamus dan Pringsewu serta Kabupaten Lampung Utara dengan faktor pembatas adalah kemasaman tanah, lereng dan media perakaran (Tabel 15 dan Gambar 18).
% 1,43 2,41 35,32 1,65 0,00 0,00 12,19 18,59 0,00 8,17 19,76 0,49
48
Tabel 15. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman Basis Kedelai dan Kacang Tanah di Provinsi Lampung. Kelas Kesesuaian Lahan S2e S2ef S2f S3e S3ef S3f S3r Ne Nr Nx
Lampung Utara ha 3.936,04 1146,79 32.127,54 0,00 0,00 16.042,12 5.237,35 227,02 0,00 3.927,48
% 6,28 1,83 51,29 0,00 0,00 25,61 8,36 0,36 0,00 6,27
Tanggamus dan Pringsewu ha 14.373,38 1.097,46 12.102,46 14.828,62 2.439,98 19.095,10 13.627,78 33.017,43 1.518,82 0,00
% 12,82 0,98 10,80 13,23 2,18 17,03 12,16 29,45 1,35 0,00
Gambar 18. Peta Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Basis Kedelai dan Kacang Tanah di Provinsi Lampung Kesesuaian lahan aktual di Provinsi Lampung untuk tanaman kacang hijau sebagian besar terdiri lahan sesuai (S) yaitu sesuai marjinal (S3) terdapat di Kota Metro dengan faktor pembatas sebagian besar adalah kemasaman tanah (S3f). Kelas kesesuaian cukup sesuai (S2) sebagian besar terdapat di Kabupaten Lampung Utara dengan faktor pembatas sebagian besar adalah kemasaman tanah (S2f). Kelas kesesuaian tidak sesuai (N) terdapat di Kabupaten Tanggamus dan Pringsewu faktor pembatas sebagian besar adalah kemiringan lereng (Tabel 16 dan Gambar 19).
49
Tabel 16. Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman basis kacang hijau di Provinsi Lampung. Kelas Kesesuaian Lahan S2e S2ef S2f S3e S3ef S3f S3r Ne Nr Nx
Metro ha 0,00 0,00 354,37 0,00 0,00 2.776,24 598,03 0,00 0,00 0,00
% 0,00 0,00 9,50 0,00 0,00 74,46 16,04 0,00 0,00 0,00
Lampung Utara ha % 3.936,04 6,28 1146,79 1,83 32.127,54 51,29 0,00 0,00 0,00 0,00 16.042,12 25,61 5.237,35 8,36 227,02 0,36 0,00 0,00 3.927,48 6,27
Tanggamus dan Pringsewu ha % 14.373,38 12,82 1.097,46 0,98 12.102,46 10,80 14.828,62 13,23 2.439,98 2,18 19.095,10 17,03 13.627,78 12,16 33.017,43 29,45 1.518,82 1,35 0,00 0,00
Gambar 19.Peta Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Basis Kacang Hijau di Provinsi Lampung 5.3 Keterkaitan Keunggulan Komparatif, Kompetitif, dan Kelas Kesesuaian Lahan Berdasarkan analisis korelasi pada beberapa variabel tidak terdapat hubungan korelasi sempurna namun terdapat 13 dari 72 hasil analisis yang memiliki korelasi kuat. Tanaman padi sawah pada variabel keunggulan komparatif (LQ) terhadap luas lahan dengan kesesuaian S2 (cukup sesuai) memiliki korelasi yang kuat artinya tanaman padi sawah dibudidayakan secara besar pada lahan tersebut yang hampir merata di seluruh kabupaten/ kota. Akan tetapi variable LQ dan luas lahan berkesesuaian S3 (sesuai marjinal) memiliki korelasi kuat negatif artinya lahan dengan areal tanam/panen luas saat ini
50
berkecenderungan tidak berlokasi di lahan berkelas S3. Hal ini dapat dipengaruhi penggunaan lahan lainnya di lahan tersebut atau pengembangan padi sawah diprioritaskan pada kelas kesesuaian yang lebih tinggi yaitu S2. Variabel keunggulan kompetitif (DS) padi ladang berkorelasi positif dengan luas lahan berkesesuaian S1 (sangat sesuai) dan N (tidak sesuai). Besarnya korelasi antara keunggulan kompetitif dengan kelas S1 menggambarkan pola usaha tani yang semakin diintensifkan di lahan sesuai. Selanjutnya korelasi dengan lahan tidak sesuai mengindikasikan upaya ekstensifikasi di lokasi yang kurang potensial. Hal ini dapat menyebabkan degradasi lahan yaitu di Kabupaten Lampung Barat. Indeks keunggulan komparatif (LQ) jagung berkorelasi positif dengan luas lahan berkesesuaian S2 (cukup sesuai). Fenomena ini ditemukan di Kabupaten Lampung Utara. Selanjutnya variabel keunggulan kompetitif (DS) jagung berkorelasi positif dengan luas lahan berkesesuaian S1 (sangat sesuai) dan kelas kesesuaian N (tidak sesuai) dan fenomena ini ditemukan di Kabupaten Lampung Barat. Tanaman ubi kayu pada variabel LQ berkorelasi positif dengan variabel DSnya yang mengindikasikan bahwa tanaman ubi kayu dibudidayakan pada luas panen yang besar dengan pertumbuhan produksi yang tinggi. Hal ini dapat disebabkan tanaman ubi kayu memiliki jumlah permintaan dan peningkatan yang tinggi. Salah satu permintaan tanaman ubi kayu adalah sebagai bahan baku industri tepung tapioka di Provinsi Lampung. Selanjutnya variable indeks LQ dan luas lahan berkesesuaian S3 memiliki korelasi positif. Akan tetapi pada variabel LQ terhadap luas lahan berkesesuaian S2 memiliki korelasi negatif yaitu di Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Utara. Tanaman ubi jalar pada variabel LQ berkorelasi positif dengan luas lahan berkesesuaian S2 (cukup sesuai) memiliki korelasi kuat. Akan tetapi Variabel LQ berkorelasi negative dengan luas lahan berkesesuaian S3 (sesuai marjinal) yang ditunjukkan salah satunya di Kota Bandar Lampung. Tanaman kedelai pada variabel DS terhadap kelas kesesuaian S2 (cukup sesuai) memiliki korelasi kuat di Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan uji signifikansi koefisien korelasi dengan nilai t-tabel sebesar 1,86 terdapat enam hasil analisis koefisien yang signifikan pada tingkat
51
kepercayaan 95%. Koefisien korelasi yang signifikan yaitu; tanaman padi sawah pada variable LQ dengan luas lahan berkesesuaian S3, tanaman padi ladang pada variabel DS dengan luas lahan berkesesuaian S1 dan N, tanaman jagung pada variabel DS dengan luas lahan berkesesuaian S1 dan N serta tanaman ubi jalar variabel LQ dengan luas lahan berkesesuaian S2. Tabel 17. Koefisien Korelasi Nilai LQ, DS, dan Kelas Kesesuaian Lahan Komoditas Tanaman Pangan/ Variabel Korelasi Padi Sawah Padi Ladang Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Kacang Tanah Kedelai Kacang Hijau
LQ - DS
LQ - S1
LQ - S2
LQ - S3
LQ - N
DS - S1
DS - S2
DS - S3
0,224 0,460 -0,195 0,543 0,118 -0,102 -0,170 0,007
0,000 0,110 -0,345 -0,340 0,186 -0,012 -0,071 -0,218
0,636 0,359 0,518 -0,530 0,811 0,112 -0,244 -0,090
-0,570 -0,227 -0,255 0,546 -0,624 0,071 0,235 0,490
0,466 -0,107 -0,152 -0,344 0,247 -0,203 -0,049 -0,517
0,000 0,736 0,963 0,292 0,189 -0,016 -0,184 0,235
0,392 0,018 -0,432 -0,405 -0,173 0,410 0,548 -0,312
-0,292 -0,431 -0,293 0,122 0,094 -0,318 -0,280 0,413
DS - N 0,223 0,597 0,699 0,117 -0,020 0,000 -0,168 -0,247
Keterangan: LQ: location quotient. DS:differential shift. S1: kelas sangat sesuai. S2: kelas cukup sesuai. S3: kelas sesuai marjinal. N: kelas tidak sesuai. LQ-DS: korelasi antara nilai LQ dan DS.
Secara umum dapat dinyatakan bahwa budidaya tanaman pangan termasuk diantaranya padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar dan kedelai di Provinsi Lampung sebagian besar berlokasi di lahan yang sesuai namun sebagian masih diupayakan di lahan tidak sesuai. Untuk mengoptimumkan produksi dan produktivitas tanaman pangan tersebut, maka upaya pemindahan area tanaman dari lahan yang tidak sesuai perlu dilakukan. Hal ini untuk mencegah terjadinya degradasi lahan dan mengurangi biaya usaha tani karena besarnya hambatan di lahan-lahan tidak sesuai tersebut. Rekomendasi pengembangan komoditas di Provinsi Lampung secara lebih detil disajikan pada sub bab berikut. 5.4 Arahan Pengembangan Komoditas Basis Tanaman Pangan Berdasarkan penyusunan arahan pengembangan dari hasil perhitungan LQ, DS, tingkat kesesuaian lahan pada kawasan budidaya pertanian, Kabupaten Tulang Bawang. Tulang Bawang Barat dan Mesuji memiliki lahan arahan tertinggi untuk dijadikan sentra produksi padi sawah. Hasil evaluasi kesesuaian lahan dari kawasan budidaya di kabupaten tersebut sebagian besar terdiri dari lahan sesuai marjinal (70%) dengan faktor pembatas kemiringan lereng dan pH sehingga dibutuhkan usaha perbaikan lahan dengan teknik konservasi untuk meningkatkan lahan arahan padi sawah di kabupaten tersebut. Pengembangan padi sawah di ketiga kabupaten ini dapat berpotensi meningkatkan tingkat nilai kompetitifnya dengan dukungan kesesuaian lahan
52
yang lebih tinggi dibandingkan basis padi sawah di kabupaten lainnya yang sebagian besar terdiri dari lahan tidak sesuai. Lahan tidak sesuai di Kabupaten Lampung Barat sebesar 75 %, Tanggamus dan Pringsewu sebesar 74%, Lampung Selatan dan Pesawaran sebesar 45% sehingga lahan arahan padi sawahnya kecil karena didominasi oleh lahan tidak sesuai. Salah satu penyebab kurang kompetitifnya komoditas dapat disebabnya kurangnya infrastruktur yang menunjang pertanian yang dipengaruhi posisi yang jauh dari pusat kota sehingga dibutuhkan kebijakan pemerintah untuk pengembangan secara khusus. Arahan pengembangan padi ladang tertinggi berada di Kabupaten Lampung Utara dengan prioritas urutan pengembangan pertama. Evaluasi kesesuaian lahan dari kawasan budidaya di kabupaten tersebut sebagian besar terdiri dari lahan cukup sesuai (59%) dengan faktor pembatas kemiringan lereng dan pH (40,6%). Kabupaten Lampung Barat sebagian besar terdiri dari lahan sesuai marjinal dan tidak sesuai dengan prioritas arahan komoditas urutan ketiga sehingga lahan arahan diprioritaskan untuk tanaman lainnya yaitu ubi jalar dan padi sawah. Arahan pengembangan jagung berada di Kabupaten Lampung Timur, Lampung Selatan dan Pesawaran. Evaluasi kesesuaian lahan dari kawasan budidaya di kabupaten tersebut sebagian besar terdiri dari lahan cukup sesuai dengan faktor pembatas pH. Arahan pengembangan ubi kayu berada di Kabupaten Lampung Tengah, Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat dan Mesuji. Hasil evaluasi kesesuaian lahan dari kawasan budidaya di kabupaten tersebut sebagian besar terdiri dari lahan sesuai marjinal dengan faktor pembatas pH. Arahan pengembangan ubi jalar berada di Kabupaten Way Kanan. Hasil evaluasi kesesuaian lahan dari kawasan budidaya di kabupaten tersebut sebagian besar terdiri dari lahan sesuai marjinal (83%) dengan faktor pembatas pH (66%). Arahan pengembangan kedelai berada di Kabupaten Tanggamus dan Pringsewu. Hasil evaluasi kesesuaian lahan dari kawasan budidaya di kabupaten tersebut terdiri dari lahan cukup sesuai (24,5%), sesuai marjinal (44,5%) dan tidak sesuai (31%) dengan faktor pembatas kemiringan lereng, pH dan media perakaran. Arahan pengembangan komoditas basis lainnya di lahan yang tidak besar.
53
Pada kawasan budidaya pertanian masih terdapat lahan tidak sesuai yang direkomendasikan dijadikan kawasan konservasi atau penggunaan lahan lainnya di pedesaan (Tabel 18 dan Gambar 20). Kekurangan lahan pada lahan pertanian dapat memanfaatkan kawasan hutan dengan sistem tumpang sari antara tanaman pangan dengan tanaman kehutanan. Intensifikasi pertanian lebih dibutuhkan untuk meningkatkan produksi tanaman pangan.
54
Tabel 18. Lahan arahan pengembangan komoditas basis tanaman pangan di Provinsi Lampung
Kabupaten
Luas Baku Padi Sawah (Ha)
Lahan Arahan Padi Sawah (Ha)
Luas Baku Padi Ladang (Ha)
Lahan Arahan Padi Ladang (Ha)
Luas Baku Jagung (Ha)
Lahan Arahan Jagung (Ha)
Luas Baku Ubi Kayu (Ha)
Lahan Arahan Ubi Kayu (Ha)
Luas Baku Ubi Jalar (Ha)
Lahan Arahan Ubi Jalar (Ha)
Luas Baku K Tanah (Ha)
Lahan Arahan Kacang Tanah (Ha)
Luas Baku Kedelai (Ha)
Lahan Arahan Kedelai (Ha)
Luas Baku K Hijau (Ha)
Lahan Arahan K. Hijau (Ha)
Lahan Arahan Tidak Sesuai (Ha)
Total Luas Baku (Ha)
Kawasan Pertanian Rencana Pola Ruang (Ha)
Lampung Barat
23.687
5.646
2.633
4.166
3.343
0
454
0
337
5.794
339
0
83
0
73
0
9.903
30.950
25.509
Lampung Timur
55.889
0
4.007
0
88.791
72.607
28.574
0
242
0
553
0
406
0
336
0
28.823
178.799
101.430
Lampung Tengah
72.795
0
11.885
0
69.497
0
88.985
130.902
664
0
1.588
0
857
0
769
0
30.502
247.040
161.404
Lampung Utara
17.141
0
8.035
58.646
24.331
0
33.999
0
600
0
2.205
0
647
0
365
0
3.969
87.322
62.615
Way Kanan
18.007
0
5.505
0
9.889
0
11.174
0
191
57.871
1.545
0
461
0
627
0
7.436
47.400
65.307
Bandar Lampung
1.189
0
45
0
76
0
123
0
36
2.354
21
0
0
0
3
0
873
1.495
3.227
Metro
2.944
3.270
0
0
473
0
71
0
23
0
18
0
8
0
29
618
0
3.565
3.888
Tanggamus &Pringsewu
41.261
15.085
1.673
0
9.041
0
1.529
0
348
46
589
0
716
63.933
381
0
33.033
55.539
112.096
Lampung Selatan & Pesawaran
66.029
12.135
5.764
0
88.298
70.579
6.231
0
369
0
2.084
0
760
0
413
0
23.159
169.947
105.873
Tulang Bawang, Mesuji, & Tulang Bawang Barat
53.308
51.563
1.940
0
4.600
0
59.672
160.267
266
0
367
0
193
0
215
0
13.590
120.561
225.420
55
PETA ARAHAN PENGEMBANGAN KOMODITAS BASIS TANAMAN PANGAN PROVINSI LAMPUNG Kab. Mesuji Mesuji
Kab. Tulang Bawang Kab Tulang Bawang Barat Menggala
Panarangan
Blambangan Umpu
K. Hijau Jagung Ubi Jalar Ubi Kayu Kedelai Ladang Sawah
Kab. Way Kanan
Kab. Lampung Utara Kota Bumi
Kab. lampung Tengah
Kehutanan Pemukiman Perikanan Perkebunan Lindung Industri Tidak Sesuai
Gunung Sugih Liwa Sukadana
Metro
Kab. Lampung Barat
Kota Metro
Kab. Lampung Timur
Kab. Pringsewu Kab. Tanggamus
Pringsewu
Gedongtataan Kota Bandar Lampung
Kota Agung
Kab. Pesawaran Kab. Lampung Selatan
Kalianda
Sumber Peta: Peta Tanah Lampung 1:250.000 PUSLITANAK Peta Administrasi Lampung Bappeda
Gambar 20. Peta Arahan Pengembangan Komoditas Basis Tanaman Pangan di Provinsi Lampung
56
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dan memperhatikan tujuan dari penelitian ini, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Komoditas basis tanaman pangan di berbagai kabupaten/ kota di Provinsi Lampung adalah sebagai berikut; a. Kabupaten Lampung Barat adalah ubi jalar, padi sawah dan padi ladang. b. Kabupaten Lampung Timur adalah jagung. c. Kabupaten Lampung Tengah adalah ubi kayu. d. Kabupaten Lampung Utara adalah padi ladang, kacang tanah, ubi jalar, kacang hijau, ubi kayu dan kedelai. e. Kabupaten Way Kanan adalah ubi jalar. f. Kota Bandar Lampung adalah ubi jalar. g. Kota Metro adalah padi sawah dan kacang hijau. h. Kabupaten Tanggamus dan Pringsewu adalah kedelai, ubi jalar, padi sawah, kacang hijau dan kacang tanah. i. Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran adalah jagung dan padi sawah. j. Kabupaten Tulang Bawang, Mesuji dan Tulang Bawang Barat tidak memiliki komoditas basis tanaman pangan. Akan tetapi masih memiliki 2 jenis tanaman yang merupakan keunggulan komparatif yaitu ubi kayu dan padi
sawah.
Kedua
komoditi
ini
layak
dipertimbangkan
untuk
dikembangkan di ketiga kabupaten tersebut. 2. Kesesuaian lahan aktual komoditas basis di Provinsi Lampung adalah sebagai berikut: a.
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman padi sawah terdiri lahan tidak sesuai (N) dan sesuai marjinal (S3). Lahan tidak sesuai sebagian besar terdapat di Kabupaten Lampung Barat (75,5%), Kabupaten Tanggamus dan Pringsewu (74%), dan Kabupaten Lampung Selatan serta Pesawaran
57
(58%). Kelas kesesuaian sesuai marjinal (S3) sebagian besar terdapat di Kota Metro (75%). b.
Kesesuaian lahan aktual di Provinsi Lampung untuk tanaman padi ladang sebagian besar terdiri lahan sesuai marjinal dan cukup sesuai (S2). Lahan sesuai marjinal sebagian besar terdapat di Kabupaten Lampung Barat (42%). Kelas kesesuaian cukup sesuai yang sebagian besar terdapat di Kabupaten Lampung Utara (59%).
c.
Kesesuaian lahan aktual di Provinsi Lampung untuk tanaman ubi kayu sebagian besar terdiri lahan sesuai marjinal terdapat di Kabupaten Lampung Tengah (75%) dan Kabupaten Lampung Utara (87%).
d.
Kesesuaian lahan aktual di Provinsi Lampung untuk tanaman ubi jalar sebagian besar terdiri lahan sesuai marjinal dan tidak sesuai. Lahan sesuai marjinal sebagian besar terdapat di Kabupaten Lampung Utara (87%) dan Kabupaten Way Kanan (84,5%). Kelas kesesuaian tidak sesuai (N) sebagian besar terdapat di Kabupaten Lampung Barat (59%).
e.
Kesesuaian lahan aktual di Provinsi Lampung untuk tanaman jagung, sebagian besar terdiri atas lahan cukup sesuai (S2) terdapat di Kabupaten Lampung Timur (39%), Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran (40%).
f.
Kesesuaian lahan aktual di Provinsi Lampung untuk tanaman kedelai dan kacang tanah, sebagian besar terdiri atas lahan cukup sesuai dan sesuai marjinal. Lahan cukup sesuai sebagian besar terdapat di Kabupaten Lampung Utara (59%). Kelas kesesuaian sesuai marjinal sebagian besar terdapat di Kabupaten Tanggamus dan Pringsewu (44,6%).
g.
Kesesuaian lahan aktual di Provinsi Lampung untuk tanaman kacang hijau sebagian besar terdiri lahan sesuai marjinal dan cukup sesuai. Lahan sesuai marjinal terdapat di Kota Metro (90,5%), Kabupaten Tanggamus dan Pringsewu (44,6%). Kelas kesesuaian cukup sesuai sebagian besar terdapat di Kabupaten Lampung Utara (59%).
3. Ada hubungan yang kuat dari masing-masing: a. Tanaman padi sawah ditanam secara luas pada lahan cukup sesuai di hampir seluruh kabupaten.
58
b. Tanaman padi ladang dikembangkan secara intensif di lahan sangat sesuai dan tidak sesuai di Kabupaten Lampung Barat. c. Tanaman jagung ditanam secara luas di lahan cukup sesuai di Kabupaten Lampung Utara dan dikembangkan secara intensif di lahan sangat sesuai dan tidak sesuai di Kabupaten Lampung Barat d. Tanaman ubi kayu dibudidayakan pada luas panen yang besar dengan pertumbuhan produksi yang tinggi Selanjutnya ditanam di lahan sesuai marjinal di Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Utara. e. Tanaman ubi jalar ditanam secara luas di lahan cukup sesuai di Kota Bandar Lampung. f. Tanaman kedelai dikembangkan secara intensif di lahan cukup sesuai di Kabupaten Lampung Utara 4. Arahan pengembangan komoditas basis tanaman pangan di Provinsi Lampung adalah sebagai berikut: a. Kabupaten Lampung Barat adalah padi sawah (5.646 ha), padi ladang (4.166 ha) dan ubi jalar (5.794 ha). b. Kabupaten Lampung Timur adalah jagung (72.607 ha). c. Kabupaten Lampung Tengah adalah ubi kayu (130.902 ha). d. Kabupaten Lampung Utara adalah padi ladang (58.646 ha). e. Kabupaten Way Kanan adalah ubi jalar (57.871 ha). f. Kota Bandar Lampung adalah ubi jalar (2.354 ha). g. Kota Metro adalah padi sawah (3.270 ha) dan kacang hijau (618 ha). h. Kabupaten Tanggamus dan Pringsewu adalah padi sawah (15.085 ha), ubi jalar (46 ha), dan kedelai (63.933 ha). i. Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran adalah padi sawah (12.135 ha) dan jagung (70.579 ha). j. Kabupaten Tulang Bawang, Mesuji dan Tulang Bawang Barat adalah padi sawah (51.563 ha) dan ubi kayu (160.267 ha). k. Lahan tidak sesuai (151.288 ha) dapat digunakan untuk kawasan konservasi atau penggunaan lahan lainnya di pedesaan.
59
6.1 Saran 1. Pemerintah daerah dalam menentukan alokasi kawasan pertanian pada rencana tata ruang wilayahnya disarankan agar berdasarkan lahan yang sesuai untuk tanaman pangan. 2. Pemerintah daerah disarankan dapat mendorong upaya intensifikasi pertanian dengan memperbaiki kualitas lahan dan meningkatkan fasilitas intensifikasi pertanian lainnya untuk meningkatkan produktivitas dan produksi tanaman pangan 3. Hasil penelitian ini disarankan perlu dilanjutkan menggunakan data yang lebih detil dan akurat serta mempertimbangkan permintaan masyarakat terhadap tanaman pangan untuk arahan pengembangan komoditas tanaman pangan
60
DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, R. 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta Aronoff, S. 1989. Geographic Information System: A Management Perspective. WDL Publications. Ottawa. Canada Arsyad, L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE Yogyakarta [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2007. Lampung Dalam Angka 2006. BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung ______. 2008. Lampung Dalam Angka 2007. BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung ______. 2009. Lampung Dalam Angka 2008. BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung ______. 2010. Lampung Dalam Angka 2009. BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung ______. 2011. Lampung Dalam Angka 2010. BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung Baehaqi, A. 2010. Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan di Kabupaten Lampung Tengah [Tesis]. Program Pascasarjana IPB. Bogor Barus, B dan Wiradisastra, US. 2000. Sistem Informasi Geografi, Sarana Manajemen Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor Basuni, S dan Kurniawan, T. 2005. Ketersediaan Tenaga Kerja Sektor Pertanian di Daerah Penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Media Konservasi X(1): 1 – 51 Blakely, EJ and Leigh, NG. 2010. Planning Local economic Development. Theory and Practice. 4th Ed. Sage Publication. Dent, D and Young, A. 1981. Soil Survey and Land Evaluation. George Allend & Unwin. London Desaunettes, JR. 1977. Catalogue of Landform for Indonesia Assesment. Clarendon Press. London Djaenudin, D., Marwan, H., Subagyo, H., Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Versi 3,0. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian, Deptan. Bogor
61
Djakapermana, RD. 2010. Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Kesisteman. Penerbit IPB Press. Bogor [ESRI] Environtmental System Research Institute 1990. Understanding GIS: The Arc/Info Method. Redlands. USA [FAO] Food and Agriculture Organization. 1976. A Framework for Land Evaluation. FAO Soils Bulletin No. 32. FAO. Rome Falatehan, F dan Novrilasari, D. 2009. Analisis Sektor Unggulan dalam Meningkatkan Perekonomian dan Pembangunan Wilayah Kabupaten Kuantan Singingi. Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah 1(1):62-73 Fitria, DN. 2004. Pengembangan Komoditi Unggulan Wilayah: Kasus Pengembangan Produk Kerajinan Kayu Kelapa Di Kabupaten Sleman Provinsi D.I. Yogyakarta. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan XII (1): 128156 Galati, SR. 2006. Geographic Information Systems Demystified. Artech House Inc. Norwood, MA Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Terjemahan Paul Sitohang, Lembaga FE U., Jakarta Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Hendayana, R. 2003. Aplikasi Metode Location Quotient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian 12:1-21 Hidayat, A., Dai, J., Darul, SWP., Sumulyadi, Y., Hendra, S., Hermawan, A., Yayat, AH., Balsem, T., dan Buurman, P. 1990. Buku Keterangan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Tanjung Karang, Sumatera. Proyek Perencanaan dan Evaluasi Sumberdaya Lahan Pengelolaan Database Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor ______. 1990. Buku Keterangan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Toboali, Sumatera. Proyek Perencanaan dan Evaluasi Sumberdaya Lahan Pengelolaan Database Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor Hikmatullah, Hidayat, A., Affandi, U., Suparma, E., Chendy, TF., dan Buurman, P. 1990. Buku Keterangan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Baturaja. Proyek Perencanaan dan Evaluasi Sumberdaya Lahan Pengelolaan Database Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor
62
Hikmatullah, Darul, SWP., Dai, J., Sumulyadi, Y., Hendra, S., Hermawan, A., Yayat, AH., Balsem, T., dan Buurman, P. 1990. Buku Keterangan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Kota Agung, Sumatera. Proyek Perencanaan dan Evaluasi Sumberdaya Lahan Pengelolaan Database Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor ______. 1990. Buku Keterangan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Menggala, Sumatera. Proyek Perencanaan dan Evaluasi Sumberdaya Lahan Pengelolaan Database Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor Imron, A. 2010. Daya Saing Usahatani Jagung Hibrida di Kabupaten Lampung Selatan, http://jurnal-esai.org/ekonomi-jurnal-18/vol-4-no-1-januari-2010 Lioubimtseva, E. dan Defourny, P. 1999. GIS-Based Landscape Clasification and Mapping pf European Russian. Landscape Urban Planning 44: 63-75 Longley, PA., Goodchild, MF., Maguire, DJ., and Rhind, DW,. 2005. Geographical Information Systems and Science. John Wiley & Sons Ltd. Chichester Mubekti, Rahmadi, A., Ritung, S.. 2006. Teknologi Remote Sensing dan GIS untuk Zonasi Komoditas dan Ketersediaan Sumberdaya Lahan. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 8(3):124-132 Mulyono, D. 2009. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Arahan Pemupukan N, P, dan K dalam Budidaya Tebu untuk Pengembangan Daerah Kabupaten Tulungagung. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 11(1):47-53 Prahasta, E. 2009. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Penerbit Informatika. Bandung Rustiadi, E., Panuju, DR., dan Saefulhakim, S. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Crestpent Press. Jakarta Sari, DR. 2008. Pemodelan Multi-Kriteria untuk Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan di Kabupaten Lampung Timur [Tesis]. Program Pascasarjana IPB. Bogor Sitorus, SRP. 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Edisi Ketiga cetak ulang kedua. Penerbit Tarsito. Bandung ______. 2004. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Edisi Ketiga. Laboratorium PPSL Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor Sjafrizal. 1997. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Bagian Barat. Prisma. XXVI (3): 27-38. Jakarta ______. 2008. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Baduose Media. Padang
63
Soewandita, H. 2008. Studi Kesuburan Tanah dan Analisis Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Tanaman Perkebunan di Kabupaten Bengkalis. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 10(2):128-133 Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R & D). Alfabeta. Bandung Supadi. 2009. Dampak Impor Kedelai Berkelanjutan terhadap Ketahanan Pangan. Analisis Kebijakan Pertanian 07(01): 87-102. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian. Bogor Suwardi dan Wiranegara, H. 2000. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Penuntun Praktikum Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor Tabrani, A. 2008. Analisis Sektor Unggulan Perekonomian Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 10(1):1-6. Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing. BPPT. Jakarta Tarigan, R. 2005. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta Walpole, RE. 1993. Pengantar Statistika. Gramedia. Jakarta
64
Lampiran 1. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi irigasi Persyaratan penggunaan/
Kelas kesesuaian lahan
Karakteristik lahan
S1
S2
S3
N
Temperatur (tc) Temperatur rerata (°c)
24 – 29
22 - 24 29 - 32
18 - 22 32 - 35
< 18 > 35
33 – 90
30 - 33
< 30; > 90
Agak terhambat, Sedang Halus, agak halus <3 > 50
Terhambat, baik Sedang 3-15 40 - 50
Sangat terhambat, agak cepat Agak kasar 15 – 35 25 – 40
< 60
60 - 140
140 – 200
> 200
< 140
140 - 200
200 – 400
> 400
Saprik+
Saprik, Hemik+
Hemik, Fibrik+
Fibrik
> 1,5
≤ 16 35 - 50 4,5 - 5,5 8,2 - 8,5 0,8 - 1,5
< 35 < 4,5 > 8,5 < 0,8
<2
2-4
4-6
>6
< 20
20 – 30
30 – 40
> 40
> 100
75 - 100
40 – 75
< 40
<3 Sangat rendah
3-5 Rendah
5–8 Sedang
>8 Berat
F0,f11,f12, f21,f23,f31,f32
F13,f22,f33, F41,f42,f43
F14,f24,f34, F44
F15,f25, f35,f45
15 – 40 15 – 25
> 40 > 25
Ketersediaan air (wa) Kelembaban (%) Media perakaran (r) Drainase Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Gambut: Ketebalan (cm) Ketebalan (cm), jika ada Sisipan bahan mineral/ Pengkayaan Kematangan Retensi hara (f) Ktk liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H20 C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas/esp (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (e) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)
> 16 > 50 5,5 - 8,2
<5 <5
5-15 5-15
Sumber: Balai Besar Penelitan dan Pengembangan Sumber Daya Pertanian (2012)
Cepat Kasar > 35 < 25
65
Lampiran 2. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi gogo Persyaratan penggunaan/ Karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata (°C) Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) bulan ke-1 Curah hujan (mm) bulan ke-2 Curah hujan (mm) bulan ke-3 Curah hujan (mm) bulan ke- 4 Kelembaban (%) Media perakaran (r) Drainase Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Gambut: Ketebalan (cm)
S1
Kelas kesesuaian lahan S2
S3
N
24 – 29
22 – 24 29 – 32
18 – 22 32 – 35
< 18 > 35
50 – 400
400 – 550
550 – 650
> 650; < 50
400 – 550
550 – 650
75 – 100
50 – 75
400 – 550
550 – 650
75 – 100
50 – 75
50 – 400
400-550;< 50
550 – 650
33 - 90
30 – 33
< 30 > 90
100 – 400
100 – 400
> 650; < 50
> 650; < 50 > 650
Baik, sedang, agak cepat, agak terhambat Halus, agak halus, sedang < 15 > 50
15 – 35 40 – 50
Terhambat, Sangat terhambat Agak kasar 35 – 55 25 – 40
< 60
60 – 140
140 – 200
> 200
< 140
140 – 200
200 – 400
> 400
Saprik+
Saprik, hemik+
Hemik, fibrik+
Fibrik
> 16 > 35
> 1,5
≤ 16 20 – 35 5,0 - 5,5 7,5 - 7,9 0,8 - 1,5
< 20 < 5,0 > 7,9 < 0,8
<2
2–4
4–6
>6
< 20
20 – 30
30 – 40
> 40
> 75
50 – 75
50 – 30
< 30
<8
8 – 16
Sangat rendah
Rendah– sedang
16 – 30 16 – 50 Berat
> 30 > 50 Sangat berat
-
F11
F12 - F13
> F13
<5 <5
5-15 5-15
15 – 40 15 – 25
> 40 > 25
-
Cepat Kasar > 55 < 25
Ketebalan (cm), jika ada Sisipan bahan mineral/ Pengkayaan Kematangan Retensi hara (f) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (e) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)
5,5 - 7,5
Sumber: Balai Besar Penelitan dan Pengembangan Sumber Daya Pertanian (2012)
66
Lampiran 3. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman ubi kayu Persyaratan penggunaan/ Karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata (°C)
S1
Kelas kesesuaian lahan S2 S3
N
28 – 30
18 - 20 30 - 35
< 18 > 35
600 - 1.000 2.000 - 3.000 5-6
500 - 600 3.000 -5.000 6-7
< 500 > 5.000 >7
Baik, agak terhambat
Agak cepat, sedang
Terhambat
Sangat terhambat, cepat
Agak halus, sedang < 15 > 100
Halus, agak kasar 15 – 35 75 – 100
Sangat halus 35 - 55 50 - 75
Kasar > 55 < 50
< 60
60 – 140
140 - 200
> 200
< 140
140 – 200
200 - 400
> 400
Saprik+
Saprik, Hemik+
Hemik, Fibrik+
Fibrik
22 – 28
Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) Lama bulan kering (bln) Ketersediaan oksigen (r) Drainase Media perakaran (r) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Gambut: Ketebalan (cm) Ketebalan (cm), jika ada Sisipan bahan mineral/ Pengkayaan Kematangan Retensi hara (f) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (e) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)
1.000 - 2.000 3,5 – 5
> 0,8
≤ 16 < 20 4,8 - 5,2 7,0 - 7,6 ≤ 0,8
<2
2-3
3-4
>4
-
-
-
-
> 100
75 – 100
40 - 75
< 40
<8 Sangat rendah
8-16 Rendah – sedang
16 - 30 Berat
> 30 Sangat berat
F0
-
F1
> F1
<5 <5
5-15 5-15
15 - 40 15 - 25
> 40 > 25
> 16 20 5,2 - 7,0
< 4,8 > 7,6
Sumber: Balai Besar Penelitan dan Pengembangan Sumber Daya Pertanian (2012)
67
Lampiran 4. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman ubi jalar Persyaratan penggunaan/ Karakteristik lahan Temperatur rerata (°C)
S1 22 - 25
Kelas kesesuaian lahan S2 S3 25 – 30 30 – 35 20 – 22 18 – 20
N > 35 < 18
Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) Lama bulan kering (bln) Kelembaban (%) saat panen Ketersediaan oksigen (r) Drainase
<3
600 - 800 1.500-2.500 3-4
400 – 600 2.500-4.000 4-6
< 75
75 – 85
> 85
Baik, agak terhambat
Agak cepat, sedang
Terhambat
Sangat terhambat, cepat
800 - 1.500
< 400 > 4.000 >6
Media perakaran (r) -
Kasar
< 15 > 75
Halus, agak kasar 15 - 35 50 - 75
35 – 55 20 – 50
< 20
< 60
60 - 140
140 – 200
> 200
< 140
140 - 200
200 – 400
> 400
Saprik+
Saprik, Hemik+
Hemik, Fibrik+
Fibrik
Retensi hara (f) KTK liat (cmol)
> 16
≤ 16
Kejenuhan basa (%)
≥ 35
Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Gambut: Ketebalan (cm) Ketebalan (cm), jika ada Sisipan bahan mineral/ Pengkayaan Kematangan
Ph H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (e) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)
Agak halus, sedang
20 - 35
< 20
>2
4,8 - 5,2 8,2 - 8,4 1-2
< 4,8 > 8,4 <1
<3
3-6
6-10
> 10
< 15
15 - 20
20 – 25
> 25
> 100
75 - 100
40 – 75
< 40
<8
8-18 Rendah sedang
16 – 30
> 30
F0
-
F1
> F1
<5 <5
5-15 5-15
15 – 40 15 – 25
> 40 > 25
5,2 - 8,2
Sangat rendah
Berat
Sumber: Balai Besar Penelitan dan Pengembangan Sumber Daya Pertanian (2012)
68
Lampiran 5. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman jagung Persyaratan penggunaan/ Karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata (°C)
S1 20 - 26
Kelas kesesuaian lahan S2 S3 26 – 30
16 - 20 30 - 32
N < 16 > 32
Ketersediaan air (wa) Curah hujan tahunan (mm)
500 – 1.200
Kelembaban (%) Ketersediaan oksigen (r)
> 42
Drainase Media perakaran (r) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Gambut: Ketebalan (cm) Ketebalan (cm), jika ada Sisipan bahan mineral/ Pengkayaan Kematangan Retensi hara (f) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (e) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)
1.200 1.600 400 - 500 36 – 42
> 1.600 300 – 400 30 - 36
< 300 < 30
Baik, agak terhambat
Agak cepat, sedang
Terhambat
Sangat terhambat, cepat
Halus, agak halus, sedang < 15 > 60
15 – 35 40 – 60
Agak kasar 35 - 55 25 - 40
Kasar > 55 < 25
< 60
60 – 140
140 - 200
> 200
< 140
140 - 200
200 - 400
> 400
Saprik+
Saprik, Hemik+
Hemik, Fibrik+
Fibrik
< 35 < 5,5 > 8,2
> 0,4
≤ 16 35 - 50 5,5 - 5,8 7,8 – 8,2 ≤ 0,4
<4
4-6
6-8
>8
< 15
15 - 20
20 - 25
> 25
> 100
75 - 100
40 - 75
< 40
<8
8-16 Rendah sedang
16 - 30
> 30
Berat
Sangat berat
F0
-
F1
> F2
<5 <5
5-15 5-15
15 - 40 15 - 25
> 40 > 25
> 16 > 50 5,8 - 7,8
Sangat rendah
Sumber: Balai Besar Penelitan dan Pengembangan Sumber Daya Pertanian (2012)
69
Lampiran 6. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kedelai Persyaratan penggunaan/ Karakteristik lahan Temperatur (tc)
S1
Temperatur rerata (°C)
23 - 25
Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) pada
350 - 1.100
Masa pertumbuhan Kelembaban (%)
24 - 80
Kelas kesesuaian lahan S2 S3
N
20 - 23 25 - 28
18 - 20 28 - 32
< 18 > 32
250 - 350 1.100 1.600 20 - 24 80 - 85
180 - 250
< 180
1.600-1.900
> 1.900
< 20 > 85
Ketersediaan oksigen (r) Drainase Media perakaran (r) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Gambut: Ketebalan (cm)
Baik, agak terhambat
Agak cepat, sedang
Terhambat
Sangat terhambat, cepat
Halus, agak halus, sedang < 15 > 75
15 - 35 50 - 75
Agak kasar 35 - 55 20 - 50
Kasar > 55 < 20
< 60
60 - 140
140 - 200
> 200
< 140
140 - 200
200 - 400
> 400
Saprik+
Saprik, Hemik+
Hemik, Fibrik+
Fibrik
> 1,2
≤ 16 20 - 35 5,0 - 5,5 7,5 - 7,8 0,8 - 1,2
< 20 < 5,0 > 7,8 < 0,8
<6
6-7
7-8
>8
< 15
15 - 20
20 - 25
> 25
> 100
75 - 100
40 - 75
< 40
<8
8-16 Rendah sedang
16 - 30
> 30
Berat
Sangat berat
F0
-
F1
> F1
<5 <5
5-15 5-15
15 - 40 15 - 25
> 40 > 25
Ketebalan (cm), jika ada Sisipan bahan mineral/ Pengkayaan Kematangan Retensi hara (f) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (e) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)
> 16 > 35 5,5 - 7,5
Sangat rendah
Sumber: Balai Besar Penelitan dan Pengembangan Sumber Daya Pertanian (2012)
70
Lampiran 7. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kacang tanah Persyaratan penggunaan/ Karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata (°C)
25 - 27
20 - 25 27 - 30
18 – 20 30 – 34
< 18 > 34
Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) pada
400 - 1.100
1.100 1.600 300 - 400 > 80 < 50
1.600 -1.900
> 1.900
200 – 300
< 200
Baik, agak terhambat
Agak cepat, sedang
Terhambat
Sangat terhambat, cepat
Halus, agak halus, sedang < 15 > 75
15 - 35 50 - 75
Sangat halus, agak kasar 35 – 55 25 – 50
Kasar > 55 < 25
< 60 < 140
60 - 140 140 - 200
140 – 200 200 – 400
> 200 > 400
Saprik+
Saprik, Hemik+
Hemik, Fibrik+
Fibrik
> 16 > 35 6,0 - 7,0 > 1,2
≤ 16 ≤ 35 5,0 - 6,0 7,0 - 7,5 0,8 - 1,2
< 5,0 > 7,5 < 0,8
<4
4-6
6-8
>8
< 10
20-15
15 – 20
> 20
> 100
75 - 100
40 – 75
< 40
<8 Sangat rendah
8-16 Rendah sedang
16 – 30 Berat
> 30 Sangat berat
F0
-
-
> F0
<5 <5
5-15 5-15
15 – 40 15 – 25
> 40 > 25
Masa pertumbuhan Kelembaban (%) Ketersediaan oksigen (r) Drainase
Media perakaran (r) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Gambut: Ketebalan (cm) Ketebalan (cm), jika ada Sisipan bahan mineral/ Pengkayaan Kematangan Retensi hara (f) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (e) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)
S1
50 - 80
Kelas kesesuaian lahan S2 S3
Sumber: Balai Besar Penelitan dan Pengembangan Sumber Daya Pertanian (2012)
N
71
Lampiran 8. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kacang hijau Persyaratan penggunaan/ Karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata (°C)
Kelas kesesuaian lahan S1
S2
S3
N
Des-24
24 - 27 10-12
27 – 30 08-10
> 30 <8
600 - 1.000 300 - 350 36 - 42 75 - 90
> 1.000 230 - 500 30 – 36 > 90
Baik, agak terhambat
Agak cepat, sedang
Terhambat
Sangat terhambat, cepat
Halus, agak halus, sedang < 15 > 75
15 - 35 50 - 75
Agak kasar 35 – 55 20 – 50
Kasar > 55 < 20
< 60
60 - 140
140 - 200
> 200
< 140
140 - 200
200 - 400
> 400
Saprik+
Saprik, Hemik+
Hemik, Fibrik+
Fibrik
> 1,2
≤ 16 35 - 50 5,4 - 5,6 7,6 - 8,0 0,8 - 1,2
< 35 < 5,4 > 8,0 < 0,8
<1
1 - 1,5
1,5 – 2
>2
<5
5-8
8-12
> 12
> 100
75 - 100
40 – 75
< 40
<8
8-16 Rendah sedang
16 – 30
> 30
Berat
Sangat berat
Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm)
350 – 600
Kelembaban (%)
42 – 75
< 250 < 30
Ketersediaan oksigen (r) Drainase Media perakaran (r) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Gambut: Ketebalan (cm) Ketebalan (cm), jika ada Sisipan bahan mineral/ Pengkayaan Kematangan Retensi hara (f) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (e) Lereng (%) Bahaya erosi
> 16 > 50 5,6 - 7,6
Sangat rendah
Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp)
F0
-
F1
> F1
Batuan di permukaan (%)
<5
5-15
15 - 40
> 40
Singkapan batuan (%)
<5
5-15
15 - 25
> 25
Sumber: Balai Besar Penelitan dan Pengembangan Sumber Daya Pertanian (2012)
72
Lampiran 9. Karakteristik dan Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pangan Provinsi Lampung.
pH Tanah (f)
Salinitas (x)
Kedalaman Sulfidik (x)
Padi Sawah
Ubi Jalar, Ubi Kayu
Jagung, Kacang Tanah, Hijau, Kedelai
Padi Ladang
Rendah
Asam kuat
-
-
S3r
Nr
Nr
S3r
Sangat tinggi
Asam berlebihan
-
Agak dalam
S3rf
Nr
Nr
S3rf
Sangat terhambat
Tinggi
Sangat asam kuat
-
Sangat dalam
S3rf
Nr
Nr
S3rf
Sangat dalam
Sangat terhambat
Tinggi
Asam kuat
-
Sangat dalam
S3r
Nr
Nr
S3r
Agak halus
Sangat dalam
Sangat terhambat
Rendah
Sangat asam kuat
-
-
S3rf
Nr
Nr
S3rf
<3%
Agak halus
Dalam
Terhambat
Td
Sedikit asam
-
-
S2rf
S3r
S3r
S3r
<3%
Halus
Sangat dalam
Terhambat
Td
Sangat asam kuat
-
-
S3f
S3rf
S3rf
S3rf
Fluvaquents
<3%
Halus
Dalam
Terhambat
Tinggi
Sangat asam kuat
-
Agak dalam
S3f
S3rf
S3rf
S3rf
Au.1.1.1
Hydraquents
<3%
Halus
Sangat dalam
Sangat terhambat
Td
Asam kuat
-
-
S3r
Nr
Nr
S3r
10
Au.1.2
Fluvaquents
< 2%
Agak halus
Sangat dalam
Terhambat
Sedang
Asam kuat
-
-
S2rf
S3rf
S3r
S3r
11
Au.1.2.1
Tropaquepts
< 3%
Halus
Sangat dalam
Sangat terhambat
Sedang
Sangat asam kuat
-
-
S3rf
Nr
Nr
S3rf
12
Au.1.3
Tropaquepts
< 2%
Agak halus
Dalam
Terhambat
Td
Sedikit asam
-
-
S2rf
S3r
S3r
S3r
13
Au.2.1
Tropaquepts
< 3%
Agak halus
Sangat dalam
Sangat terhambat
Tinggi
Sedikit asam
-
-
S3r
Nr
Nr
S3r
14
Au.2.2.1
Eutropepts
3-8%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Tinggi
Sangat asam kuat
-
-
S3ef
S3f
S3f
S3f
15
Au.3.2
Tropaquepts
< 3%
Halus
Sangat dalam
Terhambat
Sangat tinggi
Asam kuat
-
-
S2rf
S3rf
S3r
S3r
16
Au.3.4
Tropaquepts
< 3%
Agak halus
Sangat dalam
Sangat terhambat
Tinggi
Asam kuat
-
-
S3r
Nr
Nr
S3r
17
Au.3.5
Tropaquepts
<3%
Agak halus
Sangat dalam
Terhambat
Tinggi
Asam kuat
-
-
S2rf
S3rf
S3r
S3r
18
Au.4.3.2
Dystropepts
8-15%
Agak halus
Sangat dalam
Agak baik
Tinggi
Asam kuat
-
-
Ne
S3f
S2ef
S2ef
19
Aq.5
Tropaquepts
0-3%
Halus
Sangat dalam
Terhambat
Tinggi
Agak asam
-
-
S2r
S3r
S3r
S3r
Agak berlebihan
Sangat rendah
Basa kuat
-
-
Nr
Nr
Nr
Nr
Terhambat
Tinggi
Sedikit asam
Sedang
Dalam
S2rx
Nx
S3r
S3r
No
Satuan Lahan
Soil Great Group
Lereng (e)
Tekstur (r)
Kedalaman Tanah (r)
Drainase (r)
KTK Liat (f)
1 2
Ad.1.2.1
Tropaquepts
< 3%
Agak halus
Sangat dalam
Sangat terhambat
Af.1.1
Hydraquents
< 2%
Halus
Ekstrim dalam
Sangat terhambat
3
Af.1.1.1
Hydraquents
< 3%
Halus
Sangat dalam
4
Af.1.1.2
Hydraquents
< 3%
Halus
5
Af.1.1.3
Tropaquepts
< 3%
6
Af.1.2.1
Tropaquepts
7
Af.1.2.2
Tropaquepts
8
Af.1.3
9
20
Bcq.7
Troporthents
0-3%
Kasar
Sangat dangkal
21
Bf.4.1
Hydraquents
< 2%
Agak halus
Sangat dalam
73
Lampiran 9. (Lanjutan) 22
Bf.4.2
Hydraquents
< 2%
Halus
Sangat dalam
Sangat terhambat
Sangat tinggi
Agak asam
Sangat sedikit
Sangat dalam
S3r
Nr
Nr
S3r
23
Bf.4.3
Hydraquents
< 2%
Agak halus
Agak dalam
Sangat terhambat
Td
Asam kuat
-
-
S3r
Nr
Nr
S3r
24
Bf.4.4
Hydraquents
< 2%
Agak halus
Agak dalam
Sangat terhambat
Td
Asam kuat
-
-
S3r
Nr
Nr
S3r
25
Bf.5.1
Hydraquents
< 2%
Agak halus
Agak dalam
Sangat terhambat
Td
Sedikit asam
-
-
S3r
Nr
Nr
S3r
26
Bf.5.2
Sulfihemists
< 2%
Halus
Sangat dalam
Sangat terhambat
Sangat tinggi
Asam kuat
-
Dangkal
Nx
Nrx
Nrx
Nx
Sangat terhambat
Tinggi
Asam berlebihan
-
Sangat dangkal
Nx
Nrx
Nrx
Nx
27
Bf.5.3
Sulfaquents
< 2%
Halus
Ekstrim dalam
28
Bf 5.4
Hydraquents
< 2%
Agak halus
Sangat dalam
Sangat terhambat
Sangat tinggi
Asam kuat
-
-
S3r
Nr
Nr
S3r
29
Bfq.1.1
Tropopsamments
< 2%
Kasar
Agak dalam
Berlebihan
Td
Netral
-
-
Nr
Nr
Nr
Nr
30
Bfq.1.2
Quartzipsmments
2-8%
Kasar
Sangat dalam
Berlebihan
Sangat rendah
Netral
-
-
Nr
Nr
Nr
Nr
31
Hab.1.2.1
Dystropepts
16-30%
Halus
Sangat dalam
Baik
Tinggi
Asam sangat kuat
-
-
Ne
S3ef
S3ef
S3ef
32
Hab.1.2.2
Dystropepts
16-30%
Halus
Sangat dalam
Baik
Tinggi
Asam sangat kuat
-
-
Ne
S3ef
S3ef
S3ef
33
Hab.1.2.3
Dystropepts
16-25%
Halus
Sangat dalam
Agak baik
Td
Asam sangat kuat
-
-
Ne
S3ef
S3ef
S3ef
34
Hab 1.3.3
Dystropepts
30-75%
Halus
Sangat dalam
Baik
Tinggi
Asam sangat kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
35
Hab 1.5.2
Dystropepts
8-25%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Sedang
Agak asam
-
-
Ne
S3ef
S3e
S3e
36
Hab 1.6.2
Dystropepts
0-30%
Halus
Dalam
Baik
Rendah
Asam sangat kuat
-
-
Ne
S3ef
S3ef
S3ef
37
Hab.1.6.3
Dystropepts
8-30%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Td
Agak asam
-
-
Ne
S3ef
S3e
S3e
38
Hab 1.8.2
Dystropets
16-55%
Sedang
Agak dalam
Baik
Rendah
Asam sangat kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
S3ef
39
Hb. 1.2.2
Dystropepts
16-30%
Agak halus
Dalam
Baik
Td
Netral
-
-
Ne
S3ef
S3e
S3e
40
Hb.1.3.3
Dystropepts
30-75%
Halus
Agak dalam
Baik
Sedang
Asam sangat kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
41
Hb.1.6.2
Dystropepts
8-30%
Halus
Dalam
Baik
Sangat rendah
Agak asam
-
-
Ne
S3ef
S3e
S3e
42
Hd.1.3.3
Dystropepts
30-75%
Halus
Sangat dalam
Baik
Rendah
Asam sangat kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
43
Hdf.1.1.2
Dystropepts
0-15%
Agak kasar
Sangat dalam
Agak baik
Rendah
Agak asam
-
-
Ne
S2erf
S3r
S3r
44
Hdf.1.3.3
Dystropepts
30-90%
Halus
Sangat dalam
Baik
Rendah
Asam sangat kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
74
Lampiran 9. (Lanjutan) 45
Hdq.1.2.3
Dystropepts
16-25%
Halus
Sangat dalam
Agak baik
Td
Netral
-
-
Ne
S3e
S3e
S3e
46
Hdq.4.4
Dystropepts
16-30%
Agak halus
Dalam
Baik
Rendah
Asam kuat
-
-
Ne
S3ef
S3e
S3e
47
Hg.1.2.2
Dystropepts
16-30%
Halus
Sangat dalam
Baik
Sedang
Asam sangat kuat
-
-
Ne
S3ef
S3ef
S3ef
48
Hg.1.3.3
Dystropepts
30-70%
Halus
Sangat dalam
Baik
Sedang
Asam sangat kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
49
Hg.1.5.2
Dystropepts
8-25%
Halus
Sangat dalam
Baik
Sedang
Asam sangat kuat
-
-
Ne
S3ef
S3ef
S3ef
50
Htn. 1.2.2
Dystropepts
16-30%
Agak halus
Dalam
Baik
Td
Sedikit asam
-
-
Ne
S3e
S3ef
S3e
51
Htn.1.3.3
30-75%
Halus
Dalam
Baik
Rendah
Agak asam
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
52
Htn.1.6.3
Dystropepts
8-30%
Halus
Agak dalam
Baik
Td
Netral
-
-
Ne
S3e
S3e
S3e
53
Hq.1.2.2
Dystropepts
16-30%
Sedang
Sangat dalam
Baik
Sangat rendah
Sedikit asam
-
-
Ne
S3e
S3e
S3e
54
Idf.1.1
Kanhapludults
0-3%
Halus
Agak dalam
Baik
Rendah
Asam sangat kuat
-
-
S3f
S3f
S3f
S3f
55
Idf.2.1
Dystropepts
< 8%
Agak halus
Sangat dalam
Agak baik
Rendah
Asam sangat kuat
-
-
S3ef
S3f
S3f
S3f
56
Idf.2.2
Kanhapludults
0-8%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Rendah
Asam sangat kuat
-
-
S3ef
S3f
S3f
S3f
57
Idf.3.1
Hapludox
3-8%
Sedang
Sangat dalam
Baik
Sangat rendah
Sangat asam kuat
-
-
S3ef
S3f
S3f
S3f
58
Idf.3.2
Kanhapludults
3-8%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Rendah
Asam sangat kuat
-
-
S3ef
S3f
S3f
S3f
59
Idf.4.2
Kanhapludults
3-15%
Agak kasar
Sangat dalam
Agak baik
Rendah
Asam kuat
-
-
Ne
S3f
S3r
S3r
60
Idf.5.2
Dystropepts
8-15%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Rendah
Agak asam
-
-
Ne
S2ef
S2ef
S2r
61
Idf.5.3
Dystropepts
8-15%
Agak halus
Sangat dalam
Agak berlebihan
Rendah
Asam kuat
-
-
Ne
S3f
S2erf
S2rf
63
Idq.1.1
Kanhapludults
0-3%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Rendah
Agak asam
-
-
S2rf
S2f
S2f
S2f
64
Idq.2.1
Kanhapludults
0-8%
Sedang
Sangat dalam
Baik
Sedang
Asam kuat
-
-
S3e
S3f
S2f
S2f
65
Idq.2.2
Kanhapludults
0-8%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Rendah
Agak asam
-
-
S3e
S2f
S2f
S2f
66
Idq.3.1
Kanhapludults
3-8%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Rendah
Asam berlebihan
-
-
S3ef
S3f
S3f
S3f
67
Idq.3.2
Kanhapludults
3-8%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Rendah
Asam kuat
-
-
S3e
S3f
S2f
S2ef
-
Sangat dangkal
Nex
Nx
Nx
Nx
68
Idq.4.2
Kanhapludults
3-15%
Halus
Sangat dalam
Baik
Rendah
Asam kuat
75
Lampiran 9. (Lanjutan) 69
Idq.5.2
Kandiudults
8-15%
Agak kasar
Sangat dalam
Baik
Rendah
Asam kuat
-
-
Ne
S3f
S3r
S3r
70
Idq.5.3
Hapludox
8-16%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Sangat rendah
Asam sangat kuat
-
-
Ne
S3f
S3f
S3f
71
Idq.8.3
Troporthents
8-25%
Sedang
Agak dangkal
Baik
Rendah
Agak asam
-
-
Ne
S3e
S3e
S3e
72
Mab.2.1.2
Humitropepts
< 30%
Halus
Dalam
Agak baik
Rendah
Asam sangat kuat
-
-
Ne
S3ef
S3ef
S3ef
73
Mab.2.2.3
Humitropepts
30-75%
Halus
Dalam
Agak baik
Rendah
Asam sangat kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
74
Mab.2.2.4
Humitropepts
30-75%
Halus
Sangat dalam
Baik
Tinggi
Asam sangat kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
75
Mab.2.3.3
Humitropepts
>75%
Halus
Sangat dalam
Baik
Tinggi
Asam berlebihan
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
76
Mab.2.3.4
Humitropepts
>75%
Halus
Sangat dalam
Baik
Tinggi
Asam berlebihan
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
77
Mb.2.1.2
Dystropepts
< 30%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Sedang
Asam kuat
-
-
Ne
S3ef
S3e
S3e
78
Mb.2.2.3
Dystropepts
30-75%
Halus
Sangat dalam
Baik
Rendah
Agak asam
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
79
Mb.2.3.3
Dystropepts
>75%
Halus
Sangat dalam
Baik
Rendah
Agak asam
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
80
Mb.2.3.4
Dystropepts
>75%
Halus
Sangat dalam
Baik
Rendah
Agak asam
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
81
Md.2.2.3
Hapludults
30-75%
Agak halus
Dalam
Baik
Sedang
Asam sangat kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
82
Md.2.3.3
Hapludults
>75%
Halus
Sangat dalam
Baik
Sedang
Asam kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
83
Mg.2.2.3
Dystropepts
30-75%
Agak kasar
Sangat dalam
Baik
Rendah
Asam sangat kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
84
Mg.2.3.3
Dystropepts
>75%
Halus
Sangat dalam
Baik
Sedang
Asam sangat kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
85
Mg.2.3.4
Dystropepts
>75%
Halus
Sangat dalam
Baik
Rendah
Asam kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
Baik
Sangat rendah
Asam kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
86
Mtn.2.2.3
Dystropepts
30-75%
Halus
Agak dangkal
87
Mtn.2.3.3
Dystropepts
>75%
Halus
Dangkal
Baik
Sangat rendah
Asam kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
88
Pf.2.1
Dystropepts
0-8%
Halus
Sangat dalam
Baik
Td
Asam sangat kuat
-
-
S3ef
S3f
S3f
S3f
89
Pf.3.1
Hapludox
3-8%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Sangat rendah
Asam kuat
-
-
S3e
S3f
S2ef
S2f
90
Pf.3.2
Hapludox
3-8%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Sangat rendah
Asam kuat
-
-
S3e
S3f
S2ef
S2f
Agak halus
Sangat Dalam
Agak baik
Rendah
Asam berlebihan
-
-
Ne
S3f
S3f
S3f
91
Pf.4.2
Hapludox
3-16%
76
Lampiran 9. (Lanjutan) 92
Pf.4.3
Hapludox
3-16%
Agak halus
Sangat dalam
Agak baik
Rendah
Asam berlebihan
-
-
Ne
S3f
S3f
S3f
93
Pf.5.3
Kandiudults
8-16%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Sangat rendah
Asam sangat kuat
94
Pfq.1.0
Kanhapludults
0-3%
Halus
Sangat dalam
Baik
Sangat rendah
Asam berlebihan
-
-
Ne
S3f
S3f
S3f
-
S3f
S3f
S3f
S3f
95
Pfq.2.0
Kanhapludults
0-8%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Sangat rendah
Asam berlebihan
-
-
S3ef
S3f
S3f
S3f
96
Pfq.2.1
Kanhapludults
0-8%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Sangat rendah
Asam berlebihan
-
-
S3ef
S3f
S3f
S3f
97
Pfq.2.2
Kanhapludults
0-8%
Agak halus
Dalam
Baik
98
Pfq.3.1
Kanhapludults
3-8%
Agak halus
Dalam
Baik
Rendah
Asam berlebihan
-
-
S3ef
S3f
S3f
S3f
Sangat rendah
Asam berlebihan
-
-
S3ef
S3f
S3f
S3f
99
Pfq.3.2
Hapludox
3-8%
Halus
Sangat dalam
Agak baik
Rendah
Asam berlebihan
-
-
S3ef
S3f
S3f
S3f
100
Pfq.4.2
Hapludox
3-15%
Halus
Sangat dalam
Agak baik
Rendah
Asam berlebihan
-
-
Ne
S3f
S3f
S3f
101
Pg.4.2
Dystropepts
3-15%
102
Pg.5.2
Dystropepts
8-15%
Halus
Sangat dalam
Baik
Sedang
Asam sangat kuat
-
-
Ne
S3f
S3f
S3f
Halus
Sangat dalam
Baik
Sedang
Asam sangat kuat
-
-
Ne
S3f
S3f
S3f
103
Pg.8.2
Dystropepts
9-25%
Agak kasar
Sangat dalam
Terhambat
Rendah
Agak asam
-
-
Ne
S3er
S3er
S3er
104
Ptn.3.2
Kanhapludults
3-8%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Td
Agak asam
-
-
S3e
S2f
S2f
S2f
105 106
Ptn.4.2
Kanhapludults
3-15%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Sangat rendah
Agak asam
-
-
Ne
S2ef
S2ef
S2ef
Tdf.2.1
Dystropepts
3-8%
Sedang
Sangat dalam
Baik
Sedang
Agak asam
-
-
S3e
S1
S1
S1
107
Tdf.3.2
Dystropepts
8-15%
Agak halus
Dalam
Agak baik
Rendah
Asam kuat
-
-
Ne
S3f
S2ef
S2ef
108
Tu.2.1
Eutropepts
3-8%
Agak kasar
Sangat dalam
Baik
Rendah
Agak asam
-
-
S3er
S2rf
S3r
S3r
109
Tu.2.2
Eutropepts
3-8%
Agak kasar
Sangat dalam
Baik
Rendah
Agak asam
-
-
S3er
S2rf
S3r
S3r
110
Va.2.2.1
Humitropepts
3-8%
Halus
Sangat dalam
Agak baik
Sedang
Asam berlebihan
-
-
S3ef
S3f
S3f
S3f
111
Va.2.2.2
Humitropepts
3-8%
Halus
Sangat dalam
Agak baik
Sedang
Asam berlebihan
-
-
S3ef
S3f
S3f
S3f
112
Va.2.3.2
Dystropepts
8-16%
Agak halus
Dalam
Baik
Tinggi
Agak asam
-
-
Ne
S2e
S2e
S2e
113
Va.2.3.3
Dystropepts
8-16%
Agak halus
Dalam
Baik
Tinggi
Agak asam
-
-
Ne
S2e
S2e
S2e
114
Vab.1.1.2
Dystrandepts
>75%
Agak halus
Sangat dalam
Agak baik
Sedang
Asam sangat kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
77
Lampiran 9. (Lanjutan) 115
Vab.1.2.3
Dystrandepts
>55%
Sedang
Dalam
-
Sangat rendah
Asam berlebihan
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
116
Vab.1.2.4
Troporthents
>75%
Td
Td
Td
Td
Td
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
117
Vab.1.3.2
Dystrandepts
16-55%
Agak kasar
Sangat dalam
Agak berlebihan
Sedang
Asam kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
S3er
118
Vab.1.3.3
Humitropepts
16-55%
Halus
Sangat dalam
Baik
Sedang
Asam berlebihan
-
-
Ne
Ne
Ne
S3ef
119
Vab.1.3.4
Dystrandepts
16-55%
Agak kasar
Sangat dalam
Baik
Sedang
Asam kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
S3er
120
Vab.1.4.2
Humitropepts
8-15%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Sedang
Agak asam
-
-
Ne
S2e
S2e
S2e
121
Vab.1.4.3
Humitropepts
8-15%
Halus
Sangat dalam
Baik
Sedang
Asam sangat kuat
-
-
Ne
S3f
S3f
S3f
122
Vab.1.9.2
Humitropepts
3-16%
Halus
Sangat dalam
Baik
Sedang
Asam berlebihan
-
-
Ne
S3f
S3f
S3f
123
Vab.2.1.1
Hapludalfs
0-3%
Sedang
Dalam
Baik
Td
Agak asam
-
-
S2rf
S2f
S2f
S2f
124
Vab.2.2.1
Dystropepts
3-8%
Halus
Sangat dalam
Baik
Sangat rendah
Agak asam
-
-
S3e
S2rf
S2f
S2f
125
Vab.2.2.2
Dystropepts
3-8%
Agak halus
Dalam
Agak baik
Td
Sedikit asam
-
-
S3e
S2f
S2f
S2f
126
Vab.2.3.1
Dystropepts
8-15%
Agak halus
Dalam
Baik
Td
Netral
-
-
Ne
S2ef
S2ef
S2ef
127
Vab.2.3.2
Dystropepts
8-15%
Halus
Sangat dalam
Baik
Sangat rendah
Asam sangat kuat
-
-
Ne
S3f
S3f
S3f
128
Vab.2.5.3
Dystropepts
3-16%
Agak kasar
Sangat dalam
Baik
Rendah
Asam kuat
-
-
Ne
S3f
S3r
S3r
129
Vab.2.6.2
Dystropepts
8-25%
Halus
Sangat dalam
Baik
Sangat rendah
Asam sangat kuat
-
-
Ne
S3ef
S3ef
S3ef
130
Vab.2.11.3
Humitropepts
30-75%
Sedang
Dalam
Baik
Sangat tinggi
Asam sangat kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
131
Vab.2.11.4
Dystropepts
16-55%
Halus
Sangat dalam
Agak baik
Rendah
Asam sangat kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
S3ef
132
Vb.2.1.1
Hapludalfs
0-3%
Sedang
Agak dalam
Baik
Td
Netral
-
-
S2rf
S2f
S2f
S2f
133
Vb.2.2.1
Hapludalfs
3-8%
Sedang
Agak dalam
Baik
Td
Netral
-
-
S3e
S2f
S2f
S2f
134
Vb.2.2.2
Eutropepts
3-8%
Halus
Dalam
Agak baik
Sedang
Agak asam
-
-
s3e
S2rf
S1
S1
135
Vb.2.3.1
Dystropepts
8-15%
Halus
Sangat dalam
Baik
Sedang
Netral
-
-
Ne
S2er
S2e
S2e
136
Vb.2.3.2
Dystropepts
8-15%
Halus
Sangat dalam
Baik
Rendah
Asam kuat
-
-
Ne
S3f
S2ef
S2ef
78
Lampiran 9. (Lanjutan) 137
Vb.2.6.2
Eutropepts
8-25%
Halus
Dalam
Baik
Sedang
Netral
-
-
Ne
S2er
S2e
S3e
138
Vb.2.8.2
Eutropepts
16-55%
Halus
Dalam
Agak baik
Sedang
Agak asam
-
-
Ne
Ne
Ne
S3e
139
Vb.2.9.1
Troporthents
3-15%
Td
Td
Td
Td
Td
-
-
Ne
S3e
S3e
S3e
140
Vb.2.10.2
Kandiudults
15-30%
Halus
Sangat dalam
Baik
Rendah
Agak asam
-
-
Ne
S3e
S3e
S3e
141
Vb.2.11.3
Dystropepts
30-75%
Halus
Sangat dalam
Baik
Rendah
Agak asam
-
-
Ne
Ne
Ne
Ne
142
Vd.2.2.1
Dystrandepts
3-8%
Agak halus
Dalam
Baik
Tinggi
Agak asam
-
-
S3e
S1
S1
S1
143
Vd.2.3.3
Humitropepts
8-16%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Rendah
Asam kuat
-
-
Ne
S3f
S2ef
S2ef
144
Vd.2.6.2
Dystropepts
8-25%
Agak kasar
Sangat dalam
Baik
Sangat rendah
Asam sangat kuat
-
-
Ne
S3ef
S3erf
S3erf
145
Vd.2.6.3
Dystropepts
8-25%
Agak kasar
Sangat dalam
Baik
Sangat rendah
Asam sangat kuat
-
-
Ne
S3ef
S3erf
S3erf
146
Vd.2.10.3
Dystropepts
16-55%
Halus
Sangat dalam
Agak baik
Td
Td
-
-
Ne
Ne
Ne
S3e
147
Vd.2.11.3
Humitropepts
16-55%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Rendah
Asam kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
S3e
148
Vd.2.11.4
Humitropepts
16-55%
Agak halus
Sangat dalam
Baik
Rendah
Asam kuat
-
-
Ne
Ne
Ne
S3e
149
dHab.1.3.3
Dystropepts
30-75%
Halus
Dalam
Baik
Sedang
Sedikit asam
-
-
Ne
Ne
Ne
S3e
79
Lampiran 10. Peta Rencana Pola Ruang di Provinsi Lampung
80
Lampiran 11. T-hitung Koefisien Korelasi Nilai LQ, DS, dan Kelas Kesesuaian Lahan Komoditas Tanaman Pangan/ Variabel Korelasi Padi Sawah Padi Ladang Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Kacang Tanah Kedelai Kacang Hijau
LQ - DS 0.651 1.467 -0.562 1.831 0.336 -0.291 -0.489 0.019
LQ - S1 0.000 0.313 -1.038 -1.022 0.536 -0.034 -0.202 -0.632
LQ - S2
LQ - S3
LQ - N
2.330 1.089 1.714 -1.769 3.924 0.320 -0.712 -0.255
-1.960 -0.659 -0.746 1.842 -2.256 0.201 0.685 1.591
1.489 -0.304 -0.434 -1.035 0.720 -0.588 -0.140 -1.707
DS - S1 0.000 3.077 10.157 0.865 0.545 -0.045 -0.530 0.685
DS - S2
DS - S3
DS - N
1.204 0.052 -1.355 -1.252 -0.497 1.271 1.853 -0.930
-0.862 -1.350 -0.868 0.347 0.266 -0.949 -0.826 1.284
0.646 2.106 2.765 0.333 -0.057 -0.001 -0.482 -0.722
Keterangan: LQ: location quotient. DS:differential shift. S1: kelas sangat sesuai. S2: kelas cukup sesuai. S3: kelas sesuai marjinal. N: kelas tidak sesuai. LQ-DS: uji keberartian koefisien korelasi nilai LQ dan DS.