PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
ACHMAD BAEHAQI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan di Kabupaten Lampung Tengah adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2010
Achmad Baehaqi NRP A156070224
ABSTRACT ACHMAD BAEHAQI. The Development of Food Crop Superior Commodities in Lampung Tengah Regency. Supervised by SANTUN R.P. SITORUS and NOER AZAM ACHSANI. The availability of food crop products is very crucial for food security and could be reach partially by increasing food crop production. The aims of this study were (1) to determine bases commodities of food crop, (2) to identify land availability and suitability for bases commodities of food crop, and (3) to determine the priority and development direction of food crop superior commodities. The data used in this study were mainly secondary data including spatial data (soil-, land cover-, and land status-map) and statistical data. Primary data collected by means of interview and questionnaire, purposive sampling method were used with 35 respondents. Spatial data analyzed by geographical information system, whereas stakeholder preference for priority of superior commodities analyzed by analytical hierarchy process. The results showed that paddy, cassava, and maize were selected as bases commodities. The land available for food crop farming was 134,758 ha and most of the land classified as suitable. The first priority of superior food crop commodity was paddy, followed by the second was maize, and the third was cassava. For planning purposes, 40.23% allocated for paddy, 30.63% for maize, and 28.83% for cassava and the remaining portion (0.31%) of the available land is not suitable for the three commodities. Local government and stakeholders should promote the land productivity to increase crop yield because possibility to expand agricultural land area was very limited. Keywords : food crop superior commodity, land availability, land suitability
RINGKASAN ACHMAD BAEHAQI. Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan di Kabupaten Lampung Tengah. Dibimbing oleh : SANTUN R.P. SITORUS dan NOER AZAM ACHSANI. Secara nasional, ketahanan pangan merupakan isu yang sangat strategis. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dan menjaga stabilitas ketahanan pangan adalah menjamin ketersediaan pangan dengan peningkatan produksi bahan pangan. Kapasitas produksi pangan merupakan faktor penting dari ketahanan pangan, khususnya tanaman pangan. Pengembangan produksi tanaman pangan perlu dilakukan tidak cukup hanya di wilayah Jawa saja, tetapi perlu dicarikan alternatif pengembangan di luar Jawa terutama di wilayah Sumatera. Kabupaten Lampung Tengah memiliki potensi dan peluang untuk tujuan ini. Pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan harus didasarkan pada pertimbangan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial untuk menjamin keberlanjutan dari sistem produksi komoditas ini. Secara ekologi, pemilihan komoditas disesuaikan dengan daya dukung lahan yang dapat dilihat dari kesesuaian lahan untuk komoditas tersebut. Aspek ekonomi mempertimbangkan keuntungan atau nilai tambah komoditas ini bagi petani. Sedangkan aspek sosial mempertimbangkan aspirasi dan penguasaan teknologi oleh petani. Di dalam penelitian ini digunakan beberapa tahapan analisis untuk menentukan prioritas dan arahan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah. Tahap pertama adalah penentuan komoditas basis dengan metode LQ, trend luas panen, dan analisis penyediaan dan konsumsi pangan. Tahap kedua adalah penentuan ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Ketersediaan lahan didasarkan pada rencana tata ruang wilayah, status penguasaan lahan, dan jenis penggunaan lahan saat ini. Kesesuaian lahan merupakan pembandingan antara karakteristik lahan dengan kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas tanaman pangan. Tahap berikutnya adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode R/C ratio digunakan untuk melihat kelayakan usaha tani. Penentuan arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan didasarkan pada pertimbangan bahwa prioritas komoditas merupakan pilihan masyarakat (stakeholder), didasarkan pada ketersediaan dan kesesuaian lahan, layak diusahakan secara ekonomi, dan sistem pertanaman yang digunakan adalah monokultur. Hasil analisis menunjukkan bahwa komoditas basis tanaman pangan yang terpilih adalah padi, ubi kayu, dan jagung. Lahan yang tersedia untuk pengembangan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah seluas 134.758 ha. Sebagian besar lahan yang tersedia ini termasuk dalam kategori sesuai (S) untuk komoditas padi, ubi kayu dan jagung, hanya sebagian kecil saja yang termasuk dalam ketegori tidak sesuai (N). Untuk komoditas padi, 298 ha termasuk kelas S1 (sangat sesuai), 17.377 ha kelas S2 (cukup sesuai), 116.426 ha kelas S3 (sesuai marjinal), dan 658 ha termasuk kelas N (tidak sesuai). Untuk komoditas jagung, 298 ha termasuk kelas S1, 31.928 ha kelas S2, 101.875 ha kelas S3, dan 658 ha tidak sesuai. Untuk komoditas ubi kayu, 418 ha termasuk
kelas S1, 80.922 ha kelas S2, 50.171 ha kelas S3, dan 3.248 ha tidak sesuai. Dari AHP diperoleh bahwa masyarakat Kabupaten Lampung Tengah memilih komoditas padi sebagai komoditas unggulan prioritas pertama, sedangkan prioritas yang kedua adalah jagung dan yang ketiga adalah ubi kayu. Hasil analisis kelayakan usahatani memberikan gambaran bahwa komoditas padi, jagung, dan ubi kayu secara ekonomi layak untuk diusahakan dengan nilai R/C ratio untuk komoditas padi sebesar 3,38; untuk komoditas jagung sebesar 2,86; dan untuk komoditas ubi kayu sebesar 2,27. Berdasarkan beberapa pertimbangan perencanaan yang digunakan, pengembangan komoditas padi dialokasikan seluas 54.218 ha dengan sentra pengembangan di Kecamatan Trimurjo, Punggur, Kota Gajah, Padang Ratu, Seputih Agung, Terbanggi Besar, Seputih Mataram, dan Way Seputih, sedangkan untuk jagung seluas 41.271 ha dengan sentra pengembangan di Kecamatan Gunungsugih, Seputih Raman, dan Seputih Banyak, dan untuk ubi kayu seluas 38.852 ha dengan sentra pengembangan di Kecamatan Anak Tuha, Way Pengubuan, dan Rumbia. Sebagai catatan, penelitian ini telah mempertimbangkan aspek legalitas berdasarkan status penguasaan lahan dan rencana umum tata ruang wilayah yang berlaku. Dengan demikian diharapkan kemungkinan konflik sosial dan hukum berkenaan dengan penguasaan lahan dan peruntukan lahan dalam rencana tata ruang dapat diminimalkan. Kata kunci : komoditas unggulan tanaman pangan, ketersediaan lahan, kesesuaian lahan
© Hak cipta milik IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tesis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penuisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor
PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
ACHMAD BAEHAQI
Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Ir. Atang Sutandi, M.Si., Ph.D.
Judul Tesis
: Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan di Kabupaten Lampung Tengah
Nama
: Achmad Baehaqi
NRP
: A 156070224
Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Ketua
Dr. Ir. Noer Azam Achsani, M.S. Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 25 Februari 2010
Tanggal Lulus :
Karya Ilmiah ini aku persembahkan kepada Ayahanda Achadi (Alm) dan Ibunda Siti Ummayah (Alm) Istriku tercinta Melya Riniarti dan Anak-anakku tersayang Achmadyan Raya, Adinda Tami Rachmani, dan Aqilya Puti Gemilang
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan ridho-Nya penelitian dengan judul Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan di Lampung Tengah, dapat diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus dan Bapak Dr. Ir Noer Azam Achsani, MS. sebagai pembimbing serta Ir. Atang Sutandi, M.Si., Ph.D sebagai penguji. 2. Segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB; 3. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis; 4. Bupati Lampung Tengah yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan tugas belajar; 5. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Tengah dan staf yang telah memberikan kemudahan selama proses penelitian; 6. Bapak dan Ibu tercinta Achadi (Alm) dan S. Hasan Syahrin, Ibunda Siti Ummayah (Alm) dan Maryati, serta saudara-saudaraku yang telah memberikan doa dan restunya selama pendidikan ini. 7. Istri dan anak-anakku tercinta atas kasih sayang, pengertian, kesabaran dan pengorbanannya dalam menunggu selesainya pendidikan. 8. Rekan-rekan seperjuangan PWL 2007 yang selalu kompak, sahabatku atas dorongan untuk melanjutkan pendidikan serta semua pihak yang telah membantu. Akhirnya penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak keterbatasan dan kekurangannya. Namun demikian, penulis mengharapkan tulisan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan orang-orang yang memerlukannya terlebih lagi bagi perkembangan dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Bogor,
Februari 2010 Achmad Baehaqi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Magelang, pada tanggal 27 Mei 1976 sebagai anak pertama dari lima bersaudara pasangan Achadi (Alm) dan Siti Ummayah (Alm). Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas Negeri Blabak di Muntilan pada tahun 1994. Pada tahun yang sama diterima di Fakultas Pertanian Program Studi Ilmu Tanah Universitas Lampung (Unila) dan memperoleh gelar sarjana pada tahun 2000. Pada tahun 2000 penulis menikah dengan Melya Riniarti dan saat ini telah dikaruniai satu orang putra bernama Achmadyan Raya dan dua orang putri Adinda Tami Rachmani dan Aqilya Puti Gemilang. Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai PNS di Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah. Tahun 2007 penulis mendapat kesempatan meneruskan pendidikan pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Pusbindiklatren Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Sejak tahun 2002 sampai dengan sekarang penulis bekerja di Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Tengah.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. iv I PENDAHULUAN .................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1 1.2 Permasalahan ................................................................................. 3 1.3 Tujuan ............................................................................................ 4 1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 5 II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 6 2.1 Komoditas Unggulan ..................................................................... 6 2.2 Evaluasi Sumberdaya Lahan .......................................................... 9 2.3 Analytic Hierarchy Process (AHP) ................................................ 10 2.4 Geographical Information System (GIS) ........................................ 11 III METODE PENELITIAN ......................................................................... 14 3.1 Lokasi dan Waktu penelitian ......................................................... 14 3.2 Jenis dan Sumber Data .................................................................. 14 3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 15 3.4 Teknik Analisis Data ..................................................................... 16 3.4.1 Penetapan komoditas unggulan .......................................... 16 3.4.1.1 Penentuan komoditas basis .................................. 17 3.4.1.2 Analisis ketersediaan dan kesesuaian lahan ........ 18 3.4.1.3 Analisis kelayakan usahatani ............................... 20 3.4.2 Penetapan prioritas komoditas unggulan ........................... 21 3.4.3 Penetapan arahan pengembangan komoditas unggulan .... 24 3.5 Keterbatasan penelitian .................................................................. 26 IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ....................................... 27 4.1 Letak dan administrasi wilayah ..................................................... 27 4.2 Kondisi fisik wilayah ..................................................................... 28 4.3 Penggunaan lahan .......................................................................... 30 4.4 Kependudukan ............................................................................... 31 4.5 Struktur perekonomian .................................................................. 33 V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 35 5.1 Penetapan komoditas unggulan ...................................................... 35 5.1.1 Penentuan komoditas basis .................................................. 35 5.1.2 Ketersediaan dan kesesuaian lahan ...................................... 38 5.1.3 Kelayakan usahatani ............................................................. 44 5.2 Penetapan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan ............ 46 5.3 Arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan ...... 45 VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 57 6.1 Kesimpulan .................................................................................... 57 6.2 Saran .............................................................................................. 57
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... LAMPIRAN ...................................................................................................
59 62
DAFTAR TABEL 1.
Halaman Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ........................... 14
2.
Kriteria ketersediaan lahan berdasarkan atribut peta RTRW, penggunaan lahan saat ini, dan status lahan ................................................................... 19
3.
Skala perbandingan berpasangan ............................................................... 23
4.
Indeks random pada berbagai alternatif ....................................................... 24
5.
Kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah .............................................. 28
6.
Jenis penggunaan lahan Kabupaten Lampung Tengah tahun 2006 ............ 31
7.
Jumlah dan sebaran penduduk per kecamatan Kabupaten Lampung Tengah tahun 2006 ..................................................................................... 32
8.
Sebaran persentase produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Lampung Tengah berdasarkan harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha pada tahun 2002 s.d. 2006 ................................................ 33
9.
Laju pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Lampung Tengah berdasarkan harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha pada tahun 2002 s.d. 2006 ................................................ 34
10. Nilai LQ komoditas tanaman pangan berbasis luas panen per kecamatan tahun 2006 dengan total wilayah Kabupaten Lampung Tengah ................ 35 11. Luas panen komoditas tanaman pangan Kabupaten Lampung Tengah tahun 2000 s.d. 2006 .................................................................................. 37 12. Ketersediaan dan konsumsi pangan Kabupaten Lampung Tengah tahun 2006 .................................................................................................. 38 13. Komoditas basis terpilih ............................................................................. 38 14. Ketersediaan lahan untuk pengembangan tanaman pangan per kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah ................................................................. 39 15. Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman jagung, padi, dan ubi kayu pada lahan yang tersedia untuk pengembangan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah ....................................................................................... 40 16. Nilai hasil analisis R/C ratio komoditas basis tanaman pangan ................ 45 17. Alokasi pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan pada lahan yang tersedia .............................................................................................. 49 18. Wilayah sentra pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah ..................................................................... 51
DAFTAR GAMBAR 1.
halaman Persentase kontribusi produksi tanaman pangan tingkat kabupaten terhadap propinsi ........................................................................................ 2
2.
Hirarki keputusan ....................................................................................... 11
3.
Struktur AHP penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan .. 22
4.
Bagan alur penelitian ................................................................................. 26
5.
Peta administrasi Kabupaten Lampung Tengah ......................................... 27
6.
Peta sebaran jenis tanah Kabupaten Lampung Tengah .............................. 30
7.
Peta ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk tanaman padi di Kabupaten Lampung Tengah ....................................................................................... 41
8.
Peta ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk tanaman jagung di Kabupaten Lampung Tengah ..................................................................... 42
9.
Peta ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk tanaman ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah ..................................................................... 43
10. Hirarki penetapan komoditas unggulan tanaman pangan .......................... 48 11. Diagram bobot prioritas komoditas unggulan tanaman pangan berdasarkan seluruh kriteria yang dipertimbangkan .................................. 48 12. Sebaran secara spasial lahan tanaman pangan eksisting dan pengembangan lahan baru ................................................................................................... 52 13. Peta Arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah ..................................................................... 43 14. Peta wilayah sentra pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah ..................................................................... 54
DAFTAR LAMPIRAN 1.
halaman Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah ................................. 62
2.
Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman jagung ....................................... 62
3.
Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman ubi kayu .................................... 64
4.
Peta satuan lahan Kabupaten Lampung Tengah ........................................ 65
5.
Satuan lahan Kabupaten Lampung Tengah ............................................... 66
6.
Analisis R/C ratio komoditas padi ............................................................. 71
7.
Analisis R/C ratio komoditas jagung ......................................................... 72
8.
Analisis R/C ratio komoditas ubi kayu ...................................................... 73
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Tiga sub sistem utama ketahanan pangan yaitu (1) penyediaan pangan (supply), (2) penyaluran pangan (distribution), dan (3) pemanfaatan (consumption) (Suryana, 2008). Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan dan menjaga stabilitas ketahanan pangan adalah menjamin ketersediaan pangan dengan peningkatan produksi bahan pangan. Kapasitas produksi pangan merupakan faktor penting dari ketahanan pangan, khususnya tanaman pangan.
Dari sisi penyediaan pangan, kondisi
ketersediaan dan kesuburan lahan masih menentukan kapasitas produksi, mengingat bahwa pertumbuhan produktivitas pangan khususnya padi masih berkisar 1% per tahun, artinya masih lebih rendah dibandingkan angka pertumbuhan penduduk yang berkisar 1,4% per tahun. Hal ini secara langsung atau tidak langsung, terbukti dengan terjadinya impor beras secara terus menerus sejak tahun 1995 (Pratomosunu, 2007). Nurmalina (2008) menyatakan bahwa wilayah Jawa dan Sumatera berstatus cukup berkelanjutan dalam sistem ketersediaan pangan (beras), sedangkan Kalimantan, Sulawesi, dan wilayah lainnya termasuk dalam kategori kurang berkelanjutan.
Keberlanjutan sistem
ketahanan pangan di wilayah Jawa sangat lemah pada dimensi ekologi. Dengan demikian pengembangan sistem ketersediaan pangan selain difokuskan di Jawa sebaiknya juga difokuskan di wilayah Sumatera (Nurmalina, 2008). Dalam kaitannya dengan pengembangan potensi wilayah untuk sektor pertanian, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan penting antara lain adalah kesesuaian lahan dan keragaman sifat lahan yang akan sangat menentukan jenis komoditas yang dapat diusahakan serta tingkat produktivitasnya.
Hal ini
disebabkan setiap jenis tanaman membutuhkan persyaratan sifat lahan yang spesifik untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimal (Djaenudin et al., 2002). Keragaman sifat lahan ini merupakan modal dasar yang dapat digunakan
2 sebagai pertimbangan dalam menentukan pewilayahan komoditas pertanian. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah aspek manajemen dalam pengelolaan lahan yang didasarkan pada sifat lahan untuk mencapai produktivitas yang berkelanjutan. Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten penting dalam penyediaan produk tanaman pangan bagi Propinsi Lampung. Menurut BPS Propinsi Lampung (2007), untuk 7 komoditas tanaman pangan utama di Propinsi Lampung (padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau), Kabupaten Lampung Tengah memberikan sumbangan produksi masingmasing lebih dari 20% (Gambar 1). Bagi penduduk Lampung Tengah sendiri, komoditas tanaman pangan masih merupakan tumpuan utama penghidupan. Data PDRB Kabupaten Lampung Tengah dari tahun 2002 hingga tahun 2006 menunjukkan bahwa sub sektor pertanian tanaman bahan makanan memberikan kontribusi yang paling besar (berkisar antara 28,82 – 29,48%). Laju pertumbuhan PDRB untuk tanaman bahan makanan juga bernilai positif (0,37 pada tahun 2002 dan 5,18 pada tahun 2006). Hal ini menunjukkan bahwa tanaman bahan makanan merupakan komoditas yang sangat penting dan masih mempunyai peluang untuk dikembangkan.
100 90
Kota Metro
80
Bandar Lampung
(%)
70
Tulang Bawang
60
Waykanan
50
Lampung Utara
40
Lampung Tengah
30
Lampung Timur
20
Lampung Selatan
10
Tanggamus
0 Padi
Jagung
Ubi Ubi Jalar Kacang Kedelai Kacang Kayu Tanah Hijau
Lampung Barat
Gambar 1 Persentase kontribusi produksi tanaman pangan tingkat kabupaten terhadap propinsi.
3 Pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan perlu dilakukan dengan memperhatikan potensi yang dimiliki yang langkah awalnya dapat dilakukan melalui pewilayahan komoditas. Pewilayahan komoditas tanaman pangan yang sesuai dengan daya dukung lahan dimaksudkan agar produktifitas lahan yang diusahakan dapat optimal. Perencanaan pembangunan pertanian yang berdasarkan pewilayahan akan dapat mengatasi terjadinya persaingan jenis dan produksi komoditas antar wilayah sehingga peluang pasar akan terjamin. Untuk mendukung pengembangan potensi tersebut dibutuhkan suatu analisis yang menyeluruh yang meliputi berbagai aspek penting, seperti (1) menentukan komoditas unggulan yang tepat, sesuai dengan data-data hasil produksi yang ada; (2) mengetahui komoditas apakah yang sesungguhnya paling disukai oleh stakeholder selaku pelaku, sehingga dapat ditentukan kebijakan yang dapat mendukung keberhasilan pertanian di Lampung Tengah; (3) analisis tentang kesesuaian lahan terhadap komoditas tanaman pangan yang ada, upaya ini penting untuk dapat memetakan dengan jelas daya dukung biofisik lahan dan lingkungan yang ada dan (4) analisis tentang kelayakan usahatani, untuk melihat kelayakakan finansial suatu jenis usahatani. Perencanaan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan perlu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial sehingga dapat mendukung keberlanjutan kegiatan pertanian tanaman pangan. Di samping itu, perencanaan yang bersifat spasial juga diperlukan untuk mempermudah pengelolaan dan aplikasinya.
Berdasarkan data dan informasi
yang diperoleh dari pemerintah Kabupaten Lampung Tengah, perencanaan yang ada saat ini belum didukung oleh data spasial dan tersedia dalam bentuk tabular berbasis wilayah administrasi. 1.2 Permasalahan Secara nasional, produksi pangan dalam negeri masih belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi. Data ekspor-impor komoditas tanaman pangan di Departemen Pertanian tahun 2006 menunjukkan bahwa impor jagung 2,3 juta ton atau senilai 354 juta dolar Amerika Serikat, sedangkan impor beras sebesar 0,28 juta ton atau senilai 83 juta dolar Amerika Serikat (Deptan, 2009a; 2009b).
4 Kondisi ini baik dari sisi ketahanan pangan maupun pengembangan wilayah kurang menguntungkan. Kekurangan pasokan pangan akan mengancam kondisi ketahanan pangan, sementara impor bahan pangan tidak memberikan nilai tambah bagi sebagian besar petani. Pembangunan pertanian khususnya komoditas tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah yang telah dilakukan selama ini masih belum memuaskan. Hal ini terlihat dari rata-rata produktivitas lahan terutama untuk tanaman padi dan jagung yang masih di bawah rata-rata produktivitas nasional. Peningkatan produksi tanaman pangan di kabupaten masih dimungkinkan baik melalui peningkatan produktivitas maupun peningkatan luas panen untuk mengisi kekurangan pasokan pada tingkat nasional. Untuk itu diperlukan perencanaan dan arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah yang mempertimbangkan keberlanjutan sistem produksi. Perencanaan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah memunculkan beberapa pertanyaan penelitian yaitu: (1)
Masih adakah lahan yang tersedia untuk pengembangan komoditas tanaman pangan?
(2)
Bagaimanakah status kesesuaian lahan untuk tanaman pangan?
(3)
Apakah komoditas tanaman pangan secara ekonomi layak dikembangkan?
(4)
Komoditas apakah yang menjadi unggulan?
1.3 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: (1) Mengetahui komoditas basis tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah (2) Mengetahui ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah (3) Menentukan prioritas dan arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah
5 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah: (1)
Dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah sebagai bahan pertimbangan dan rekomendasi dalam menyusun perencanaan pembangunan daerah.
(2)
Sebagai bahan masukan untuk memperkaya khasanah pemikiran dan proses pembelajaran (learning process) dalam perumusan kebijakan pembangunan dan pengembangan wilayah.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komoditas Unggulan Menurut Badan Litbang Pertanian (2003), komoditas unggulan merupakan
komoditas
andalan
yang
memiliki
posisi
strategis
untuk
dikembangkan di suatu wilayah yang penetapannya didasarkan pada berbagai pertimbangan baik secara teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya, manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat).
Ditambahkan pula oleh
(Bachrein, 2003) bahwa penetapan komoditas unggulan di suatu wilayah menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa komoditas-komoditas yang mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama di wilayah lain adalah komoditas yang diusahakan secara efisien dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Selain itu kemampuan suatu wilayah untuk memproduksi dan memasarkan komoditas yang sesuai dengan kondisi lahan dan iklim di wilayah tertentu juga sangat terbatas. Berbagai metode telah dikembangkan dan digunakan dalam penetapan komoditas unggulan daerah. Metode yang paling umum digunakan yaitu metode Location Quotient (LQ) (Hendayana, 2003; Bachrein, 2003; dan Susilawati et al., 2006). Metode ini lebih bersifat analisis dasar yang dapat memberikan gambaran tentang pemusatan aktifitas atau sektor basis saat ini. Selain metode LQ, Bachrein (2003) menambahkan perlunya analisis lanjutan untuk mendapatkan komoditas unggulan daerah yaitu analisis supply, analisis ekonomi, dan analisis kualitatif keunikan komoditas. Analisis supply bertujuan untuk melihat kemampuan suatu wilayah dalam menyediakan berbagai komoditas yang dihasilkan berdasarkan trend produksi dan luas panen. Analisis keunggulan kompetitif untuk semua komoditas
yang
diunggulkan
dilakukan
dengan
perhitungan
rasio
penerimaan/biaya (Revenue Cost Ratio). Analisis kualitatif dilakukan dengan memperhatikan orientasi pasar, daya saing, serta tingkat komersialisasi komoditas. Komoditas unggulan di sektor pertanian telah banyak dikaji oleh para peneliti di berbagai lembaga penelitian terutama di lingkungan Departemen Pertanian.
Penentuan komoditas unggulan merupakan langkah awal menuju
7 pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan
komparatif
dan
kompetitif
dalam
menghadapi
globalisasi
perdagangan (Hendayana, 2003). Menurut Bachrein (2003), penetapan komoditas unggulan perlu dilakukan sebagai acuan dalam penyusunan prioritas program pembangunan
oleh
penentu
kebijakan
mengingat
berbagai
keterbatasan
sumberdaya yang dimiliki baik sumberdaya keuangan, sumberdaya manusia, maupun sumberdaya lahan.
Selain itu, keberhasilan pencapaian tujuan dan
sasaran pembangunan juga diharapkan akan lebih baik karena kegiatan yang dijalankan lebih terfokus pada program yang diprioritaskan. Batasan wilayah dalam penetapan komoditas unggulan biasanya merupakan wilayah administrasi baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kabupaten (Hendayana, 2003; Bachrein 2003; Susanto, 2005; Susilawati, 2006). Hendayana (2003) telah mencoba mengidentifikasi komoditas unggulan pertanian pada tingkat nasional dengan menggunakan metode LQ.
Hasilnya
menunjukkan bahwa metode LQ sebagai salah satu pendekatan model ekonomi basis relevan dan dapat digunakan sebagai salah satu teknik untuk mengidentifikasikan komoditas unggulan. Propinsi yang paling banyak memiliki komoditas unggulan pertanian adalah Sulawesi Selatan, Bengkulu, dan Nusa Tenggara Timur. Propinsi Lampung paling banyak memiliki komoditas unggulan pada sub sektor hortikultura. Pada subsektor tanaman pangan, yang menjadi komoditas unggulan di wilayah ini adalah ubi kayu dan jagung. Hendayana juga menemukan hal yang menarik yaitu tingginya nilai LQ untuk komoditas padi di DKI Jakarta yang melebihi nilai LQ untuk Sumatera Barat dan Jawa Barat. Namun hal ini bisa dijelaskan dengan mengacu pada pengertian LQ yang merupakan pembagian antara share terhadap share. Mengingat share areal panen padi DKI Jakarta terhadap areal pangan di DKI Jakarta relatif lebih besar dibandingkan share areal panen padi nasional terhadap pangan nasional, maka hasilnya nilai LQ padi di DKI Jakarta menjadi relatif lebih tinggi dibandingkan Sumatera Barat dan Jawa Barat. Oleh karena itu, disarankan kehati-hatian dan kecermatan dalam menginterpretasikan nilai LQ. Selain itu data yang digunakan harus divalidasi dulu sebelum dianalisis.
8 Syafrudin et al. (2004) melakukan kajian tentang penataan sistem pertanian dan penetapan komoditas unggulan berdasarkan zona agroekologi di Sulawesi Tengah.
Tujuan dari penataan sistem pertanian dan penetapan
komoditas unggulan dilakukan untuk mempertahankan produksi yang tinggi dan peningkatkan daya saing produk baik di pasar lokal maupun internasional melalui peningkatan efisiensi dan keberlanjutan sistem pertanian. Delineasi terhadap peta Zona Agroekologi menghasilkan tujuh zona utama, empat sistem pertanian, dan beberapa komoditas unggulan alternatif.
Sistem pertanian dan komoditas
unggulan ditetapkan berdasarkan persyaratan dan parameter biofisik lahan, yang meliputi elevasi, suhu, kelembapan, fisiografi, lereng, drainase, dan jenis tanah. Hasil penelitian tentang pengembangan komoditas unggulan sektor pertanian di Kabupaten Lampung Tengah masih belum ditemukan, namun untuk beberapa kabupaten lain di Propinsi Lampung kajian ini telah dilakukan untuk subsektor tanaman pangan (Ratnasari, 2008) dan subsektor perkebunan (Nurleli, 2008). Ratnasari melakukan penelitian tentang pewilayahan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Timur dengan pemodelan multi-kriteria. Penetapan komoditas unggulan dilakukan dengan menggunakan metode LQ, analisis trend luas panen, analisis permintaan, dan analisis deskriptif preferensi masyarakat. Pewilayahan komoditas unggulan dilakukan dengan analisis multicriteria evaluation (MCE). MCE merupakan salah satu alat dalam pengambilan keputusan berdasarkan banyak kriteria. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa komoditas unggulan di Kabupaten Lampung Timur adalah padi. Nurleli (2008) melakukan penelitian tentang pengembangan komoditas unggulan subsektor perkebunan di Kabupaten Tanggamus.
Metode yang
digunakan adalah analisis kesesuaian lahan dengan bantuan program ALES, metode LQ, kelayakan finansial menggunakan BC rasio, NPV dan IRR, sedangkan arahan pengembangan dilakukan melalui diskusi kelompok dengan metode FGD (focus group discussion). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kopi, kakao, kelapa dan lada merupakan komoditas unggulan dan dipilih oleh masyarakat di Kabupaten Tanggamus berdasarkan hasil diskusi kelompok Dari beberapa penelitian yang telah dilaksanakan, pengembangan komoditas unggulan ditetapkan berdasarkan teori ekonomi basis, aspek biofisik
9 (kesesuaian lahan), kelayakan ekonomi, rencana tata ruang, dan keinginan masyarakat.
Ketersediaan lahan berdasarkan status penguasaan lahan masih
belum dipertimbangkan.
2.2 Evaluasi Sumberdaya Lahan Evaluasi sumberdaya lahan pada hakekatnya merupakan proses untuk menduga potensi sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaannya. Adapun kerangka dasar dari evaluasi sumber daya lahan adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumberdaya yang ada pada lahan tersebut (Sitorus, 2004). Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Evaluasi kesesuaian lahan pada hakekatnya berhubungan dengan evaluasi untuk satu penggunaan tertentu, seperti untuk budidaya padi, jagung, dan sebagainya. Hal ini dapat dilakukan dengan menginterpretasikan peta-peta yang dapat mengambarkan kondisi biofisik lahan seperti peta tanah, peta topografi, peta geologi, peta iklim dan sebagainya dalam kaitannya dengan kesesuaiannya untuk berbagai tanaman dan tindakan pengelolaan yang diperlukan. Berdasarkan FAO (1976) evaluasi lahan dapat dilakukan menurut dua strategi: 1) pendekatan dua tahap (two stage approach).
Tahapan pertama terutama
berkenaan dengan evaluasi lahan yang bersifat kualitatif, yang kemudian diikuti dengan tahapan kedua yang terdiri dari analisis ekonomi dan sosial. 2) pendekatan sejajar (parallel approach). Analisis hubungan antara lahan dan penggunaan lahan berjalan secara bersama-sama dengan analisis-analisis ekonomi dan sosial. Ciri dari proses evaluasi lahan adalah tahapan di mana persyaratan yang dibutuhkan suatu penggunaan lahan dibandingkan dengan kualitas lahan. Fungsi dari evaluasi lahan adalah memberikan pengertian tentang hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya serta memberikan kepada perencana perbandingan serta alternatif pilihan penggunaan yang diharapkan berhasil (FAO, 1976).
10 Metode aplikatif dalam evaluasi sumberdaya lahan untuk berbagai keperluan penggunaan lahan pada saat ini telah banyak berkembang dan semakin mudah dilakukan dengan bentuan Sistem Informasi Geografi. Sebagai contoh adalah Hossain et al. (2006) yang telah mengembangkan model menggunakan Model Builder pada program ArcView untuk memetakan kesesuaian lahan bagi pertanian dan perkotaan. Model tersebut menggunakan pendekatan pemodelan multi-criteria berbasis GIS dengan menggabungkan data empirik dengan pendapat ahli (experts’ judgement). Model kesesuaian lahan pertanian mempertimbangkan kriteria tanah, topografi, dan iklim, sedangkan model kesesuaian lahan bangunan perkotaan menguji karakteristik biofisik, sosial ekonomi dan fenomena spasial untuk menentukan kesesuaian lokasi dari sudut pandang pembangunan berkelanjutan. Penerapan
Sistem
Informasi
Geografi
untuk
membantu
proses
pengambilan keputusan dalam pengalokasian sumberdaya lahan untuk keperluan tertentu telah banyak dilaporkan (Segrera, 2003; Prabawasari, 2003; Saroinsong et al., 2007; dan Mulyani et al., 2008). 2.3 Analytic Hierarchy Process (AHP) Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu teori matematika untuk pengukuran dan pembuatan keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty pada tahun 1970-an ketika masih mengajar di Wharton School of Business University of Pennsylvania. Aplikasi AHP dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori utama yaitu (1) choice (pilihan), yang merupakan evaluasi atau penetapan prioritas dari berbagai alternatif tindakan yang ada, dan (2) forecasting (peramalan), yaitu evaluasi terhadap berbagai alternatif hasil di masa yang akan datang (Saaty dan Niemira, 2006). AHP juga merupakan suatu teori pengukuran relatif dengan skala mutlak dari suatu kriteria baik yang bersifat tangible maupun intangible yang didasarkan pada penilaian perbandingan berpasangan dari para ahli (Ozdemir dan Saaty, 2006). Dengan metode ini para pembuat keputusan dapat menguraikan permasalahan yang kompleks ke dalam struktur berjenjang yang menunjukkan hubungan antara goal (tujuan), objective (kriteria), subobjective (sub-kriteria), dan alternatif seperti yang terlihat dalam Gambar 2 (Forman dan Selly, 2001).
11 Tujuan
Kriteria
Sub Kriteria
Alternatif
Gambar 2 Hirarki keputusan Saaty (1980) mengembangkan beberapa langkah berikut ini dalam menggunakan AHP.
Langkah pertama yaitu menentukan goal (tujuan) dan
menentukan kriteria atau sub kriteria berdasarkan tujuan, menyusun kriteria ke dalam hirarki dari level teratas (tujuan dari sudut pandang pembuat keputusan) melalui level menengah hingga level terbawah, yang biasanya memuat beberapa alternatif, setelah itu menyusun matriks perbandingan berpasangan (ukuran n x n) untuk masing-masing level bawah dengan satu matrik untuk setiap unsur dalam level menengah di atasnya dengan menggunakan skala relatif. Yang terakhir yaitu pengujian konsistensi dengan mengambil rasio konsistensi (CR) dari indeks konsistensi (CI) dengan nilai yang tepat.
Nilai CR dapat diterima, jika tidak
melebihi 0,10. Jika nilai CR > 0,10, berarti matriks tersebut tidak konsisten (Saaty, 1980). 2.4 Geographical Information System (GIS) Seiring dengan perkembangannya, terdapat beberapa definisi tentang GIS yang diberikan oleh para akademisi, peneliti, dan pengembang perangkat lunak. Masing-masing memiliki definisinya sendiri. Geographical Information System (GIS) yaitu:
Beberapa definisi tentang
12 •
GIS merupakan kumpulan perangkat keras dan perangkat lunak komputer serta data geografi untuk menangkap, menyimpan, memutahirkan, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang memiliki referensi geografi (ESRI, 2001).
•
GIS merupakan wadah peta-peta dalam bentuk digital, suatu alat terkomputerisasi untuk memecahkan permasalahan geografi, suatu sistem pendukung keputusan spasial, inventarisasi fasilitas yang tersebar secara geografis, alat untuk mengungkapkan sesuatu yang tidak tampak dalam informasi geografi, alat untuk melakukan operasi terhadap data geografi yang terlalu banyak atau mahal atau tidak akurat jika dilakukan dengan tangan (Longley et al., 2005)
•
Aktivitas teroganisir di mana manusia dapat (1) menganalisis berbagai aspek fenomena dan proses geografi, (2) menyajikan hasil biasanya dalam bentuk database komputer, untuk memberikan penekanan pada tema-tema spasial, entiti, dan hubungan (relationship); (3) melakukan operasi terhadap gambaran tersebut untuk menghasilkan lebih banyak ukuran dan untuk menemukan hubungan yang baru dengan memadukan berbagai sumber yang berbeda, dan (4) mentransformasikan sajian ini untuk menyesuaikan dengan kerangka lainnya dari entiti dan relasi. Aktivitas ini mencerminkan konteks yang lebih besar (kelembagaan dan budaya) di mana orang-orang bekerja (Chrisman, 2003). Di dalam GIS, data geografi ditransformasikan ke dalam bentuk
informasi geografi.
Meskipun terlihat sederhana, namun transformasi ini
melibatkan serangkaian fungsi dan proses yang rumit. Data geografi dimulai sebagai data feature mentah yang memiliki posisi dan atribut. Data ini kemudian ditumpang-tindihkan (overlay) dengan dataset lainnya yang kemudian membentuk hubungan (relasi) bersama.
Data dan hubungan dianalisis, dilakukan proses
geoprocessing, dan kemudian disajikan sebagai produk informasi geografi. Produk informasi geografi ini biasanya merupakan aplikasi perangkat lunak interaktif yang digunakan untuk membantu manusia dalam pengambilan keputusan (Galati, 2006).
13 Geoprocessing merupakan proses dasar dalam membuat serangkaian turunan data geografi dari berbagai dataset yang ada dengan menggunakan operasi seperti overlay dan konversi data. Pada umumnya pengguna menggunakan fungsi GIS kepada sekelompok data geografi (input) untuk menghasilkan keluaran dataset yang tepat yang sesuai untuk aplikasi tertentu. Fungsi geoprocessing berkisar dari pemotongan spasial (spatial clipping) yang sederhana hingga operasi analitik yang lebih rumit. Fungsi perangkat lunak ini bisa berdiri sendiri atau berhubungan dengan proses lainnya (Galati, 2006). Beberapa kategori operasi geoprocessing yaitu: 1.
Konversi. Konversi sepenuhnya berhubungan dengan formatting seperti konversi format file (translasi) dan konversi sistem referensi geografi (koordinat).
2.
Overlay (union, intersect). Overlay melibatkan tumpang tindih dua atau lebih layer data geografi untuk menemukan hubungan.
3.
Interseksi geometri dikomputasikan terhadap input yang
Intersect.
kemudian menghasilkan output di mana atributnya merupakan atribut yang dimiliki oleh semua input. 4.
Union.
Seperti intersect tetapi outputnya memiliki seluruh atribut dari
semua input. 5.
Ekstraksi (clip, query). Query membantu dalam memilih data geografi untuk di-clip atau diekstrak. Di sini berlaku aturan topologi.
6.
Proximity (buffer).
Proximity diawali dari sebuah query yang memilih
feature geografi berdasarkan jaraknya dari feature lain. 7.
Manajemen (copy, create). Perangkat lunak manajemen data GIS pada umumnya dirancang untuk membantu pengorganisasian koleksi data geografi. Pada hakekatnya semua bentuk data geografi dapat ditangani oleh aplikasi ini.
8.
Transformasi.
Di sini, istilah transformasi berarti transformasi spasial,
seperti transformasi datum atau proyeksi. .
III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung pada bulan Oktober 2008 sampai dengan Oktober 2009. 3.2 Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian: No
Jenis Data
Sumber
1
Peta administrasi Kabupaten Lampung Tengah skala 1 : 100.000 (digital)
Bapeda Kabupaten Lampung Tengah
2
Peta RTRW Kabupaten Lampung Tengah (digital)
Bapeda Kabupaten Lampung Tengah
3
Peta Topografi skala 1 : 50.000 (digital)
Bakosurtanal
4
Peta penggunaan lahan (digital)
BPN Kabupaten Lampung Tengah
5
Peta status tanah (digital)
BPN Kabupaten Lampung Tengah
6
Peta tanah skala 1 : 250.000 (analog)
Puslittanak Bogor
7
Data luas panen, produksi, harga produk tanaman pangan, dan data kependudukan
Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Tengah dan BPS Kabupaten Lampung Tengah
8
Data preferensi stakeholder
Wawancara
15 3.3 Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari dua sumber yaitu primer dan sekunder dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut: (1)
Studi literatur Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan berbagai informasi dari jurnal, buku, dan terbitan ilmiah lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian.
(2)
Pengumpulan data sekunder Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data statistik, peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah terutama pada subsektor tanaman pangan, serta data-data spasial yang diperoleh dari berbagai instansi terkait yaitu BPS, Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas Perdagangan, Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air, Puslitanak, dan Bakosurtanal.
(3)
Pengumpulan data primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara dan kuesioner. Wawancara semi terstruktur dilakukan dengan narasumber dari berbagai pihak baik pemerintah daerah seperti Bapeda dan Dinas Pertanian, petani, maupun akademisi atau peneliti. Wawancara diarahkan untuk mengetahui preferensi masyarakat dalam penentuan komoditas sebagai bahan dalam analisis AHP.
Pengambilan sampel responden didasarkan pada teknik
purposive sampling, yang merupakan teknik pengambilan sampel non random (tidak acak) untuk populasi spesifik dengan pertimbangan tertentu (Neuman, 2007). Responden terpilih dinilai memiliki kompetensi di bidang pengembangan tanaman pangan.
Dalam penelitian ini dipilih beberapa
kelompok responden yaitu petani (kelompok yang membudidayakan tanaman pangan), pejabat pemerintahan (kelompok yang menentukan kebijakan pengembangan tanaman pangan) dan peneliti (kelompok yang melakukan penelitian dan pengkajian di bidang tanaman pangan). Jumlah responden 35 orang yang terdiri dari 20 orang petani yang merupakan
16 pengurus Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) tingkat kecamatan dan Kabupaten Lampung Tengah, 2 orang peneliti dari lembaga penelitian Departemen Pertanian di Propinsi Lampung, 3 orang akademisi dari perguruan tinggi negeri di Propinsi Lampung, 3 orang pejabat Bapeda Kabupaten Lampung Tengah, dan 7 orang pejabat dan petugas lapang Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Tengah. 3.4 Teknik Analisis Data Pengembangan komoditas unggulan dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan yang meliputi penetapan komoditas unggulan, penetapan prioritas komoditas unggulan, dan penetapan arahan pengembangan komoditas unggulan. Penetapan komoditas unggulan dilakukan dengan analisis penentuan komoditas basis, analisis ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis, dan analisis kelayakan usahatani. 3.4.1 Penetapan Komoditas Unggulan Definisi komoditas unggulan menurut Badan Litbang Pertanian (2003) adalah
komoditas
andalan
yang
memiliki
posisi
strategis
berdasarkan
pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan
(penguasaan
teknologi,
kemampuan
sumberdaya
manusia,
infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat) untuk dibudidayakan di suatu wilayah. Dari definisi ini diperoleh kriteria komoditas unggulan yaitu memiliki posisi strategis, secara teknis dapat diusahakan (sesuai dengan daya dukung lahan), secara ekonomi layak diusahakan (memberikan keuntungan secara ekonomi), dan secara sosial kelembagaan diterima (dukungan sumberdaya manusia, infrastruktur, teknologi, dan aspek hukum). Penetapan komoditas unggulan berdasarkan kriteria di atas dilakukan melalui tiga tahapan yaitu penentuan komoditas basis, analisis ketersediaan dan kesesuaian lahan, dan analisis kelayakan usahatani.
Komoditas basis dapat
memberikan gambaran posisi strategis dari suatu komoditas. Komoditas basis merupakan komoditas yang memiliki keunggulan dari sisi penawaran (supply) yang ditujukan terutama untuk eksport ke luar wilayah. Analisis ketersediaan dan kesesuaian lahan dilakukan untuk memenuhi kriteria teknis yang berarti bahwa
17 suatu komoditas menjadi unggulan jika tersedia lahan untuk budidaya dan lahan tersebut sesuai untuk komoditas itu.
Analisis usahatani dilakukan untuk
memenuhi kriteria ekonomi yang berarti bahwa komoditas unggulan adalah komoditas yang memberikan keuntungan secara ekonomi. Dengan demikian, komoditas unggulan yang diusulkan merupakan komoditas basis terpilih, tersedia lahan dan sesuai untuk budidaya, dan layak diusahakan secara ekonomi. 3.4.1.1 Penentuan Komoditas Basis Teknik analisis yang digunakan dalam penentuan komoditas basis yaitu analisis Location Quotient (LQ). Analisis LQ merupakan salah satu pendekatan tidak langsung yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis. Nilai LQ akan memberikan indikasi kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan suatu komoditas. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data luas panen tanaman pangan per kecamatan dengan total wilayah kabupaten.
Persamaan LQ dirumuskan sebagai berikut (modifikasi
Bachrein, 2003 dan Hendayana, 2003):
pi LQ =
pt Pi
Pt
Dimana: pi : luas panen komoditas i pada tingkat kecamatan, pt : total luas panen subsektor tanaman pangan pada tingkat kecamatan, Pi : luas panen komoditas i pada tingkat kabupaten, Pt : total luas panen subsektor tanaman pangan pada tingkat kabupaten. Perhitungan LQ menghasilkan tiga kriteria (Hendayana, 2003) yaitu : a) LQ > 1; artinya komoditas itu menjadi basis atau menjadi sumber pertumbuhan. Komoditas memiliki keunggulan komparatif, hasilnya tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di wilayah bersangkutan akan tetapi juga dapat diekspor ke luar wilayah. b) LQ = 1; komoditas itu tergolong non basis, tidak memiliki keunggulan komparatif. Produksinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah sendiri dan tidak mampu untuk diekspor.
18 c) LQ < 1; komoditas ini juga termasuk non basis. Produksi komoditas di suatu wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan atau impor dari luar. Analisis trend luas panen dan analisis penyediaan dan konsumsi produk tanaman pangan dilakukan untuk mempertegas analisis LQ. Analisis trend luas panen dilakukan dengan menyajikan tabulasi data luas panen untuk semua komoditas tanaman pangan selama lima tahun terakhir kemudian dibuat nilai rataratanya.
Rata-rata luas panen yang tinggi menunjukkan tingginya aktivitas
produksi komoditas tanaman pangan. Analisis penyediaan dan konsumsi produk tanaman pangan menghasilkan gambaran kelebihan atau kekurangan pasokan produk tanaman pangan di wilayah Kabupaten Lampung Tengah. Ketersediaan produk tanaman pangan dihitung dari produksi tanaman pangan tahun 2006 dikurangi dengan angka penyusutan (jumlah produk yang tercecer, digunakan untuk benih, untuk pakan dan lain-lain). Nilai konsumsi dihitung berdasarkan konsumsi perkapita pertahun dikalikan dengan jumlah penduduk tahun 2006. Hasil analisis LQ, kecenderungan luas panen, dan penyediaan dan konsumsi pangan kemudian di-ranking untuk menentukan peringkat masingmasing komoditas pada setiap analisis.
Komoditas basis terpilih ditentukan
dengan me-ranking semua komoditas berdasarkan peringkat dari setiap analisis. Komoditas dengan peringkat 1 sampai 3 dipilih menjadi komoditas basis yang akan digunakan dalam analisis selanjutnya. 3.4.1.2 Analisis Ketersediaan dan Kesesuaian Lahan Analisis ketersediaan lahan dilakukan untuk mengeliminasi konflik pengelolaan lahan berkenaan dengan status lahan dan perencanaan tata ruang. Ketersediaan lahan diperoleh dengan operasi tumpang tindih antara peta administrasi dengan peta RTRW dan peta penggunaan lahan saat ini (Mulyani 2008). Dalam penelitian ini ditambahkan kriteria status penguasaan lahan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Lahan tersedia diasumsikan merupakan lahan yang tidak berstatus Hak Guna Usaha (HGU) atau dikuasai Departemen Kehutanan berdasarkan status lahan dari BPN, lahan yang tidak direncanakan sebagai kawasan lindung berdasarkan RTRW, dan lahan-lahan yang berdasarkan penggunaan lahan saat ini bukan merupakan merupakan lahan perkebunan, kebun
19 campuran, dan permukiman. Tabel 2 menyajikan kriteria ketersediaan lahan berdasarkan atribut peta RTRW, penggunaan lahan saat ini, dan status lahan. Tabel 2 Kriteria ketersediaan lahan berdasarkan atribut peta RTRW, penggunaan lahan saat ini, dan status lahan Jenis Peta RTRW Penggunaan Lahan
Status Lahan
Atribut Lindung Budi Daya Belukar Hutan Kebun Campuran Ladang/tegalan Pemukiman Perkebunan Sawah Sungai Hak Guna Usaha Tanah dikuasai kehutanan Tanah Milik/Adat
Ketersediaan Tidak tersedia Tersedia Tersedia Tersedia Tidak tersedia Tersedia Tidak tersedia Tidak tersedia Tersedia Tidak tersedia Tidak tersedia Tidak tersedia Tersedia
Kesesuaian lahan merupakan gambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu (Sitorus, 2004). Evaluasi kesesuaian lahan menggunakan kriteria FAO dalam Framework for Land Evaluation (FAO, 1976). Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dalam dua tahap yaitu penilaian persyaratan tumbuh tanaman dan identifikasi karakteristik lahan (Sitorus, 2004).
Data
persyaratan tumbuh tanaman diperoleh dari puslitanak. Identifikasi karakteristik lahan dilakukan dengan bantuan GIS dengan operasi tumpah tindih terhadap data fisik yaitu peta tanah, lereng, dan iklim sehingga diperoleh satuan lahan homogen. Proses matching dilakukan untuk membandingkan antara persyaratan tumbuh tanaman dengan kualitas lahan untuk menduga prestasi penggunaan lahan (land use performance). Dari analisis ini dihasilkan peta kesesuaian lahan biofisik. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman pangan didasarkan pada Djaenudin et al. (2003). Kelas kesesuaian lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Sitorus, 2004): (1)
Kelas S1, sangat sesuai. Lahan tidak memiliki faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas yang bersifat minor, dan tidak akan mereduksi produktivitas lahan secara nyata.
(2)
Kelas S2, cukup sesuai.
20 Lahan memiliki faktor pembatas, dan faktor
pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasya, memerlukan tambahan masukan (input).
Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi
dengan oleh petani sendiri. (3)
Kelas S3, sesuai marjinal. Lahan memiliki faktor pembatas yang berat, dan faktor
pembatas
ini
akan
berpengaruh
terhadap
produktivitasnya,
memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada lahan S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan pemerintah atau pihak swasta. Tanpa bantuan tersebut, petani tidak mampu mengatasinya. (4)
Kelas N, tidak sesuai. Lahan yang tidak sesuai (N) karena memiliki faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi. Dua analisis di atas menghasilkan peta ketersediaan lahan dan peta
kesesuaian lahan. Langkah selanjutnya adalah melakukan operasi tumpang tindih antara peta ketersediaan lahan dan peta kesesuaian lahan sehingga menghasilkan peta kesesuaian lahan pada lahan yang tersedia untuk pengembangan tanaman pangan. Data luas untuk masing-masing kelas kesesuaian lahan diperoleh dengan melakukan query pada tabel atribut peta kesesuaian lahan pada lahan tersedia. 3.4.1.3 Analisis Kelayakan Usahatani Analisis kelayakan usahatani dilakukan untuk menilai kelayakan usahatani komoditas terpilih.
Menurut BP2TP (2003) analisis usahatani
digunakan sebagai parameter kelayakan penggunaan lahan untuk tanaman semusim seperti padi, palawija, dan sayuran. Analisis usahatani yang digunakan di sini adalah R/C ratio. R/C ratio suatu usahatani menunjukkan perbandingan antara nilai produksi (penerimaan) dengan total biaya usahatani (Soekartawi, 2005). Penghasilan petani tergantung dari dua faktor utama yaitu harga jual dan biaya usahatani. Perhitungan pengeluaran dan pendapatan petani didasarkan pada harga sarana, tenaga kerja, dan produksi yang ada di lokasi penelitian. R/C ratio dirumuskan sebagai berikut:
21 ⁄ Py Y FC VC
: : : :
Harga per satuan produksi Total produksi Biaya tetap Biaya variabel
Terdapat tiga kemungkinan dari implikasi R/C ratio (Soekartawi, 2005), yaitu: 1) Jika R/C ratio > 1, maka kegiatan usahatani efisien 2 Jika R/C ratio = 1, maka kegiatan usahatani impas 3 Jika R/C ratio < 1, maka kegiatan usahatani tidak efisien 3.4.2 Penetapan Prioritas Komoditas Unggulan Pemilihan prioritas komoditas unggulan dilakukan dengan menggunakan metode AHP. Metode AHP didasarkan pada Saaty (1980). Data yang dianalisis diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner terhadap para responden terpilih. Nilai skor yang diperoleh dari hasil kuesioner tersebut dianalisis dengan bantuan program aplikasi expert choice. Langkah-langkah dalam AHP adalah sebagai berikut: 1) Menentukan tujuan, kriteria, subkriteria, dan alternatif yang kemudian disusun dalam sebuah hirarki (Gambar 3). Dalam penelitian ini, tujuan dari AHP adalah untuk menentukan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah. Kriteria yang dipilih adalah faktor ekonomi, ekologi, dan sosial. Di bawah kriteria ekonomi dipilih sub kriteria peluang pasar dan peluang pendapatan. Sub kriteria kesesuaian lahan dan kelestarian lingkungan dipilih untuk menjabarkan kriteria lingkungan, sedangkan subkriteria penguasaan teknologi dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung dipilih untuk menjabarkan kriteria sosial. 2) Melakukan pembobotan terhadap kriteria dengan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Pembobotan dilakukan untuk setiap tingkatan dalam hirarki.
Bobot yang digunakan adalah skala yang dibangun oleh Saaty
dengan nilai 1 sampai dengan 9 (Tabel 3) . Nilai bobot menggambarkan tingkat kepentingan masing-masing kriteria. Nilai 1 menggambarkan bahwa
22 dua kriteria yang dibandingkan memiliki tingkat kepentingan yang sama, sedangkan nilai 9 menggambarkan tingkat kepentingan yang mutlak. 3) Menyusun prioritas unsur keputusan dan pengaruh setiap unsur dalam tingkatan hirarki tertentu terhadap tujuan utama. 4) Menguji keabsahan nilai matriks berpasangan dengan menghitung nilai rasio konsistensi. Pada umumnya nilai inkonsistensi sebesar 10% masih dapat diterima, meskipun pada beberapa kasus toleransinya lebih dari angka itu.
Tujuan: Menentukan komoditas unggulan tanaman pangan
EKONOMI
M
EKOLOGI
I
LS
Komoditas I Keterangan
Gambar 3
: M I LS ES T P
SOSIAL
ES
T
Komoditas II = = = = = =
P
Komoditas III
peluang pasar peluang peningkatan pendapatan kesesuaian lahan kelestarian lingkungan penguasaan teknologi ketersediaan sarana prasarana pendukung produksi
Struktur AHP penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan.
23 Tabel 3
Skala perbandingan berpasangan (Saaty, 1980)
Nilai 1 3 5 7 9 2, 4, 6, 8
Definisi
Penjelasan
Kedua elemen sama pentingnva Elemen yang satu sedikit lebih penting dari Elemen yang lain Elemen yang satu lebih penting dari Elemen yang lain Elemen yang satu jelas lebih penting dari Elemen yang lain Elemen yang satu mutlak lebih penting dari Elemen yang lain Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen yang lain Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen yang lain Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai ini diberikan bila ada kompromi di antara dua pilihan
Tahapan dalam menghitung rasio konsistensi untuk menguji konsistensi penilaian adalah sebagai berikut. (1)
Menentukan vektor jumlah tertimbang (VJT/ weighted sum vector) Hal ini dilakukan dengan mengalikan baris pertama matriks PRIORITAS dengan kolom pertama matriks PERBANDINGAN, kemudian baris kedua matriks
PRIORITAS
dikalikan
dengan
kolom
kedua
matriks
PERBANDINGAN, dan terakhir adalah mengalikan baris ketiga matriks PRIORITAS dengan kolom ketiga matriks PERBANDINGAN. Kemudian hasil perkalian tersebut dijumlahkan untuk setiap baris (secara mendatar). (2)
Menghitung Vektor Konsistensi (VK) Diperoleh dengan cara membagi masing-masing elemen VJT dengan masing-masing elemen matriks PRIORITAS.
(3)
Menghitung nilai rata-rata vektor konsistensi (λ ) dan Indeks Konsistensi (IK) ∑
1
2
1
24 (4)
Menghitung Rasio Konsistensi (RK) Rasio Konsistensi merupakan hasil pembagian Indeks Konsistensi (IK) dengan Indeks Random/Acak (IR).
Indeks Random adalah fungsi langsung dari jumlah alternatif atau sistem yang sedang diperbandingkan. Indeks Random disajikan pada Tabel 4. Tabel 4
Indeks random pada berbagai alternatif Jumlah Alternatif yang diperbandingkan 2 3 4 5 6 7 8
Indeks random (IR) 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41
3.4.3 Penetapan Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Beberapa pertimbangan perencanaan yang digunakan dalam penentuan arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan yaitu: (1)
Pengembangan komoditas unggulan hanya dialokasikan pada lahan yang tersedia (hasil analisis ketersediaan lahan).
(2)
Alokasi lahan untuk pengembangan komoditas unggulan berdasarkan pada kelas kesesuaian lahan.
(3)
Prioritas komoditas didasarkan pada pilihan atau preferensi dari para stakeholder berdasarkan hasil AHP.
(4)
Sistem pertanaman yang digunakan adalah sistem monokultur. Penetapan alokasi lahan untuk komoditas unggulan dan perhitungan luas
lahan dilakukan terhadap data spasial hasil analisis ketersediaan dan kesesuaian lahan dengan bantuan aplikasi GIS. Operasi yang digunakan adalah query dan calculate geometry. Query dilakukan secara bertahap. Pemilihan lokasi dimulai dari lahan kelas S1, dilanjutkan pada lahan kelas S2, dan kelas S3. Jika pada lahan kelas S1 untuk beberapa komoditas berada pada lokasi yang sama maka lahan tersebut dialokasikan untuk komoditas dengan prioritas yang lebih tinggi.
25 Komoditas dengan prioritas yang lebih tinggi akan mendapatkan alokasi lahan yang lebih luas daripada komoditas dengan prioritas yang lebih rendah. 3.5 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu: (1)
Peta tanah yang digunakan merupakan peta tanah tinjau (1 : 250.000) yang diterbitkan
oleh
Pusat
Penelitian
Tanah,
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan Pertanian pada tahun 1989. Data pada peta tinjau ini masih kurang detil dan lengkap sehingga tidak semua kriteria kesesuaian lahan dapat dipenuhi oleh data ini.
Selang waktu yang cukup lama antara
penerbitan peta tanah dengan saat pelaksanaan penelitian ini menyebabkan data atribut peta tanah menjadi tidak aktual, karena mungkin telah terjadi perubahan karakteristik lahan terutama yang berhubungan dengan sifat biologi dan kimia tanah.
Namun, peta tanah yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan data terbaik yang dapat diperoleh saat ini dan mencakup seluruh wilayah penelitian. (2)
Perhitungan permintaan komoditas pangan hanya didasarkan pada konsumsi langsung oleh penduduk, sementara permintaan oleh industri berbahan baku komoditas ini tidak diperhitungkan.
Hal ini disebabkan oleh tidak
tersedianya data tentang industri pengolah komoditas tanaman pangan. Data jumlah dan lokasi industri sudah tersedia di Pemerintah Daerah, namun data tentang kapasitas produksi atau kebutuhan bahan baku masih belum tersedia dan penulis mendapat kesulitan dalam mendapatkannya. Dengan demikian nilai surplus/defisit komoditas tanaman pangan kurang menggambarkan kondisi yang sesungguhnya.
26
Gambar 4. Bagan alur penelitian
IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian merupakan wilayah Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang No 12 Tahun 1999 sebagai hasil pemekaran Kabupaten Lampung Tengah (lama) menjadi dua kabupaten dan satu kota yaitu Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Timur dan Kota Metro. Sebagai dampak dari pemekaran wilayah tersebut, maka ibu kota Kabupaten Lampung Tengah yang semula berpusat di Metro, dipindahkan di Gunung Sugih. 4.1 Letak dan Administrasi Wilayah Berdasarkan letak geografis, Kabupaten Lampung Tengah terletak antara 104o35' – 105o50' Bujur Timur dan antara 4o15' – 4o30' Lintang Selatan. Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara dan Tulangbawang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pesawaran; sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lampung Barat dan Tanggamus; dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Lampung Timur dan Kota Metro. penelitian disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Peta administrasi Kabupaten Lampung Tengah
Peta lokasi
28 Kabupaten Lampung Tengah mempunyai luas wilayah 4.789,82 km2. Sampai dengan tahun 2006, Lampung Tengah secara administratif dibagi menjadi 27 kecamatan serta 293 kampung/kelurahan, dengan rincian disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Kecamatan Padang Ratu Selagai Lingga Pubian Anak Tuha Anak Ratu Aji Kalirejo Sendang Agung Bangun Rejo Gunung Sugih Bekri Bumi Ratu Nuban Trimurjo Punggur Kota Gajah Seputih Raman Terbanggi Besar Seputih Agung Way Pengubuan Terusan Nunyai Seputih Mataram Bandar Mataram Seputih Banyak Way Seputih Rumbia Bumi Nabung Seputih Surabaya Bandar Surabaya
Ibu Kota Haduyang Ratu Negri Katon Negri Kepayungan Negara Aji Tua Gedung Sari Kalirejo Sendang Agung Bangun Rejo Gunung Sugih Kusumadadi Bulusari Simbarwaringin Tanggul Angin Kota Gajah Rukti Harjo Bandar Jaya Dono Arum Tanjung Ratu Ilir Gunung Batin Ilir Kurnia Mataram Jati Datar Tanjung Harapan Suko Binangun Reno Basuki Bumi Nabung Ilir Gaya Baru Satu Surabaya Ilir Jumlah
Jumlah Kampung/ Kelurahan 14 6 12 18 12 13 9 15 15 8 9 14 9 6 14 10 9 6 7 12 11 11 6 14 6 13 9 293
Luas (km2) 204,44 308,52 173,88 161,64 68,39 101,31 108,89 132,63 130,12 93,51 65,14 68,43 118,45 68,05 146,65 208,65 122,27 210,72 302,05 120,01 1.055,28 145,92 77,84 201,11 108,94 144,60 142,39 4.789,82
Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah (2007)
4.2 Kondisi Fisik Wilayah Wilayah Kabupaten Lampung Tengah dapat dibagi dalam 5 unit topografi yaitu; (1) berbukit sampai bergunung, (2) berombak sampai bergelombang, (3) dataran alluvial, (4) rawa pasang surut, dan (5) river basin. Daerah berbukit dan bergunung terdapat di kecamatan Selagai Lingga dengan ketinggian rata-rata 1.600 m. Daerah topografi berombak sampai bergelombang
29 dicirikan dengan terdapatnya bukit – bukit rendah yang dikelilingi dataran – dataran sempit, dengan kemiringan antara 8% sampai 15% dan ketinggian antara 300 m sampai 500 m dari permukaan air laut dan jenis tanaman perkebunan di daerah ini adalah kopi, cengkeh, lada dan tanaman pangan seperti padi, jagung, kacang-kacangan dan sayur-sayuran.
Daerah dataran alluvial sangat luas ,
meliputi Lampung Tengah bagian tengah sampai mendekati pantai timur, juga merupakan bagian hilir dari sungai-sungai besar seperti Way Seputih dan Way Pengubuan. Ketinggian daerah ini berkisar antara 25 meter sampai 75 meter dari permukaan laut, dan dengan kemiringan 0% sampai dengan 3%. Daerah rawa pasang surut terletak di sepanjang pantai timur Kabupaten Lampung Tengah dan mempunyai ketinggian antara 0,5 sampai 1 m di atas permukaan air laut. Di Lampung Tengah terdapat 2 dari 5 DAS yang ada di Propinsi Lampung yaitu Way Seputih dan Way Sekampung. Pada ketinggian 50 – 500 meter di atas permukaan laut terdapat bahan tuffa lampung yang semakin ke barat semakin tinggi letaknya, terdiri dari endapan gunung api (Pleistosen). Di bagian utara wilayah ini terdapat formasi Palembang. Di daerah Kecamatan Kalirejo dan Bangunrejo terdapat batuan terobosan , granit kapen dan batuan metamorf sakis (pra-tersier). Daerah ini mempunyai potensi sumber bahan galian batu gamping. Pada umumnya kondisi klimatologi wilayah Kabupaten Lampung Tengah sama dengan klimatologi wilayah Propinsi Lampung pada umumnya. Lampung Tengah terletak di bawah garis khatulistiwa 5o lintang selatan beriklim tropis – humid dengan angin laut yang bertiup dari samudera Indonesia dengan arah angin setiap tahunnya, yaitu: (1) pada bulan Nopember – Maret angin bertiup dari arah barat dan barat laut dan (2) pada bulan Juli – Agustus angin bertiup dari arah timur dan tenggara. Kecepatan angin rata – rata 5,83 km/jam. Pada daerah dataran dengan ketinggian 30 – 60 meter, temperatur udara rata-rata berkisar antara 26o C – 28o C. Temperatur maksimum yang sangat jarang dialami adalah 33o C dan juga temperatur minimum 22o C. Rata – rata kelembaban udara sekitar 80% - 88% dan akan lebih tinggi pada tempat yang lebih tinggi. Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Lampung Tengah didominasi oleh Ultisols dan sebagian kecil Inceptisols dan Entisols. Tanah Ultisols tersebar
30 hampir di seluruh kecamatan dengan persentase luas sekitar 75% dari total luas kabupaten. Sedangkan tanah Inceptisols ditemukan terutama di bagian barat wilayah kabupaten Lampung Tengah dan di sekitar sungai besar seperti yang terdapat di kecamatan Anak Tuha, Padang Ratu, Pubian, Terbanggi Besar, Seputih Mataram, Bandar Mataram, dan Way Pengubuan.
Tanah Entisol terdapat di
bagian timur yaitu di kecamatan Bandar Surabaya, Seputih Surabaya, Bandar Mataram, Seputih Mataram dan Bumi Nabung. Sangat sedikit tanah Histosols ditemukan di bagian timur wilayah Lampung Tengah yang berdekatan dengan pesisir timur sumatera yaitu di Kecamatan Bandar Surabaya. Peta sebaran jenis tanah di Kabupaten Lampung Tengah disajikan dalam Gambar 6.
Gambar 6. Peta sebaran jenis tanah Kabupaten Lampung Tengah 4.3 Penggunaan Lahan Berdasarkan data penggunaan lahan pada BPS 2007 perkebunan menempati urutan pertama dengan luas 132.587 ha (27,68%), diikuti oleh sawah 75.214 ha (15,70%), ladang/huma 68.744 ha (14,35%), dan tegal/kebun 64.267 ha (13,42%). Data ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan kegiatan ekonomi yang cukup besar peranannya dalam pembangunan perekonomian daerah. Rincian penggunaan lahan disajikan dalam Tabel 6.
31 Tabel 6 Jenis penggunaan lahan Kabupaten Lampung Tengah tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Penggunaan Lahan Sawah Ladang / Huma Padang Rumput / Penggembalaan Rawa Yang Tidak Ditanami Tambak Kolam / Tebat / Empang Sementara Tidak Diusahakan Hutan Rakyat Hutan Negara Perkebunan Tegal / Kebun Lainnya Pekarangan Jumlah
Luas (Ha) 75.214 68.744 4 1.394 358 1.878 19.495 38.229 132.587 64.267 36.991 39.821 478.982
Persentase (%) 15,70 14,35 0,00 0,29 0,07 0,39 4,07 7,98 27,68 13,42 7,72 8,31 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah (2007)
4.4 Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Tengah berdasarkan sensus penduduk tahun 1971 adalah 997.349 jiwa, sensus penduduk tahun 1980 adalah 1.690.947 jiwa dan hasil sensus penduduk tahun 1990 adalah 1.901.630 jiwa. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk sebesar 5,97% per tahun pada periode tahun 1971 – 1980 dan turun menjadi 1,18% per tahun pada periode tahun 1980-1990. Sedangkan rata-rata laju pertumbuhan penduduk Propinsi Lampung pada periode tahun 1971-1980 adalah sebesar 5,77% per tahun, dan rata-rata laju pertumbuhan penduduk untuk tahun 1980-1990 juga turun menjadi 2,67% per tahun. Berdasarkan
hasil
sensus
penduduk
terakhir
tahun
2000,
laju
pertumbuhan penduduk Kabupaten Lampung Tengah tercatat 0,85%. Besarnya sex ratio atau perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan pada periode tahun 1971-1980 adalah sebesar 106, turun menjadi 105 pada periode tahun 1980-1990 sedangkan pada periode 1990-2000 yang terakhir berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 tercatat sex ratio di kabupaten Lampung Tengah adalah 104,23. Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Tengah tahun 1999 adalah sebesar 1.014.081 jiwa terdiri dari 518.058 jiwa penduduk laki-laki, dan 496.026 jiwa penduduk perempuan dengan sex ratio sebesar 104,44 sedangkan menurut
32 hasil sensus penduduk tahun 2000 yang dilaksanakan pada bulan Juni 2000 oleh BPS tercatat jumlah penduduk Kabupaten Lampung Tengah sebesar 1.046.182 jiwa yang terdiri dari 533.931 laki-laki dan 512.251 perempuan. Pada tahun 2006 jumlah penduduk Kabupaten Lampung Tengah adalah 1.146.142 jiwa, terdiri dari 578.176 jiwa laki-laki dan 567.963 jiwa perempuan dengan sex ratio sebesar 102 (Tabel 7). Lampung Tengah merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak kedua setelah Lampung Selatan dengan persentase terhadap jumlah penduduk Propinsi Lampung masing-masing 15,89% dan 18,20%.
Secara rinci, jumlah dan sebaran penduduk per kecamatan di
Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 No
Jumlah dan sebaran penduduk per kecamatan Kabupaten Lampung Tengah tahun 2006 Kecamatan
Jumlah Laki- Perempuan Jumlah Sex Kerapatan Keluarga laki Penduduk Rasio (jiwa/km2) 1 Padang Ratu 11.838 25.027 24.243 49.270 103 241 2 Selagai Lingga 8.142 16.725 15.974 32.699 105 106 3 Pubian 10.644 20.939 20.497 41.436 102 238 4 Anak Tuha 8.169 17.165 16.762 33.927 102 210 5 Anak Ratu Aji 3.867 8.009 7.764 15.773 103 231 6 Kalirejo 15.231 31.472 30.657 62.128 103 613 7 Sendang Agung 9.057 17.766 17.542 35.309 101 324 8 Bangun Rejo 13.832 26.771 26.896 53.667 100 405 9 Gunung Sugih 14.617 30.509 30.224 60.733 101 467 10 Bekri 6.185 12.539 12.564 25.104 100 268 11 Bumi Ratu Nuban 6.686 13.483 13.497 26.981 100 414 12 Trimurjo 12.069 24.106 24.632 48.738 98 712 13 Punggur 8.797 17.278 17.209 34.487 100 291 14 Kota Gajah 7.930 15.800 15.804 31.604 100 464 15 Seputih Raman 11.754 22.969 22.324 45.293 103 309 16 Terbanggi Besar 24.191 50.543 51.294 101.837 99 488 17 Seputih Agung 11.410 22.191 21.210 43.401 105 355 18 Way Pengubuan 8.287 17.192 15.862 33.054 108 157 19 Terusan Nunyai 12.300 23.670 22.846 46.516 104 154 20 Seputih Mataram 11.795 22.836 22.502 45.338 101 378 21 Bandar Mataram 18.807 34.197 31.989 66.186 107 63 22 Seputih Banyak 10.458 20.347 19.992 40.339 102 276 23 Way Seputih 4.394 8.116 7.949 16.065 102 206 24 Rumbia 12.724 24.724 24.746 49.470 100 246 25 Bumi Nabung 8.141 15.552 15.600 31.153 100 286 26 Seputih Surabaya 11.169 22.212 22.116 44.328 100 307 27 Bandar Surabaya 8.067 16.038 15.268 31.306 105 220 Jumlah 290.561 578.176 567.963 1.146.142 102 239 Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah (2007)
33 4.5 Struktur Perekonomian Berdasarkan data PDRB, struktur perekonomian Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2006 masih didominasi oleh sektor pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan dengan kontribusi terbesar yaitu 49,50% dengan laju pertumbuhan sebesar 4,76%, diikuti oleh sektor industri pengolahan sebesar 14,56% dengan laju pertumbuhan sebesar 5,58, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 14,24% dengan laju pertumbuhan sebesar 6,19%. Data sebaran persentase PDRB Kabupaten Lampung Tengah menurut lapangan usaha dari tahun 2002 sampai dengan 2006 disajikan pada Table 8. Tabel 9 menunjukkan laju pertumbuhan PDRB kabupaten Lampung Tengah berdasarkan harga konstan tahun 2000. Tabel 8
Sebaran persentase produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Lampung Tengah berdasarkan harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha pada tahun 2002 s.d. 2006
Lapangan Usaha 1. Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Angkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa - jasa Sumber : BPS Kabupaten Lampung Tengah (2007)
2002 50,87 29,48 9,80 8,79 0,05 2,74 1,51 15,37 0,34 5,45 13,27 2,75 3,13 7,32
2003 50,68 29,30 9,71 8,91 0,05 2,72 1,54 15,19 0,32 5,37 13,70 2,54 3,44 7,22
2004 50,46 28,93 9,80 9,01 0,06 2,66 1,54 14,62 0,33 5,68 14,19 2,35 3,99 6,83
2005 50,20 28,99 9,75 8,79 0,05 2,61 1,54 14,59 0,38 5,87 14,19 2,32 4,14 6,78
2006 49,70 28,82 9,54 8,60 0,05 2,69 1,52 14,56 0,42 5,97 14,24 2,32 4,53 6,74
Tabel 9
34 Laju pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Lampung Tengah berdasarkan harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha pada tahun 2002 s.d. 2006
Lapangan Usaha 1. Pertanian a.Tanaman Bahan Makanan b.Tanaman Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Angkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa - jasa Sumber : BPS Kabupaten Lampung Tengah (2007)
2002 2,24 0,37 7,11 3,1 19,85 3,16 8 2,56 0,93 36,61 8,8 1,24 8,72 1,03
2003 5,22 4,95 4,64 6,97 0,07 4,64 8,15 4,38 -0,62 4,06 9,01 -2,29 16,04 4,14
2004 2005 5,68 4,63 4,81 5,4 7,07 4,69 7,39 2,59 33,18 -15,03 3,97 3,34 5,96 4,74 2,19 4,93 7,11 23,58 12,4 8,64 9,97 5,13 -1,78 3,9 22,98 9,14 0,36 4,37
2006 4,76 5,18 3,48 3,54 20,13 8,71 4,96 5,58 15,71 7,55 6,19 5,61 15,86 5,23
V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penetapan Komoditas Unggulan 5.1.1 Penentuan Komoditas Basis Analisis Location Quotient (LQ) menggambarkan pangsa aktivitas produksi tanaman pangan suatu kecamatan terhadap pangsa kabupaten. Nilai LQ > 1 artinya sektor basis dengan kata lain komoditas x di suatu wilayah memiliki keunggulan komparatif (produksinya melebihi kebutuhannya sehingga dapat dijual ke luar wilayah); LQ = 1 artinya sektor bukan basis; komoditas x di suatu wilayah tidak memiliki keunggulan (produksi hanya cukup untuk konsumsi sendiri); dan LQ < 1 artinya sektor bukan basis; komoditas x pada suatu wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan dari luar wilayah (Susanto, 2005). Nilai LQ komoditas tanaman pangan disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Nilai LQ komoditas tanaman pangan berbasis luas panen per kecamatan tahun 2006 dengan total wilayah Kabupaten Lampung Tengah Kecamatan Padang Ratu Anak Ratu Aji Selagai Lingga Pubian Anak Tuha Kalirejo Sendang Agung Bangun Rejo Gunung Sugih Bekri Bumi Ratu Nuban Trimurjo Punggur Kota Gajah Seputih Raman Terbanggi Besar Seputih Agung Way Pengubuan Terusan Nunyai Seputih Mataram Bandar Mataram Seputih Banyak Way Seputih Rumbia Bumi Nabung Seputih Surabaya Bandar Surabaya Jumlah kecamatan LQ > 1 Peringkat
Padi
Jagung
1,42 0,83 1,55 0,92 1,40 0,85 1,69 0,79 0,92 0,70 1,78 1,65 1,26 1,78 2,06 0,99 1,19 0,63 0,15 1,01 0,36 1,16 1,59 0,55 0,52 0,97 0,87 13 1
0,96 2,21 1,07 1,18 0,77 1,92 0,92 2,41 0,85 1,73 0,46 0,91 1,62 0,93 0,34 1,13 0,86 1,44 0,17 1,69 1,45 0,42 0,08 0,84 0,31 0,32 0,40 11 2
Ubi Kayu 0,52 0,02 0,13 0,93 0,62 0,36 0,14 0,04 1,29 0,78 0,51 0,05 0,11 0,07 0,25 0,81 0,93 1,13 2,95 0,25 1,49 1,36 1,12 1,80 2,21 1,58 1,61 10 3
Kacang Tanah 0,51 3,09 2,89 1,04 1,20 0,62 1,09 0,24 0,42 0,24 0,09 3,07 0,50 0,49 0,18 2,40 0,30 0,19 2,46 0,58 0,96 0,35 0,98 1,08 2,70 10 3
Ubi Jalar 0,27 0,77 1,00 0,37 0,57 2,05 2,68 0,47 0,81 0,90 2,40 1,05 0,47 0,25 3,16 0,56 0,46 2,62 0,38 0,48 0,12 0,39 0,52 2,72 2,99 8 4
Kacang Kedelai Hijau 0,40 2,39 0,29 1,89 0,84 2,21 3,31 1,02 0,78 0,25 0,68 0,29 0,14 0,47 0,12 0,45 0,21 0,07 4,30 1,43 0,40 0,51 0,33 0,20 0,09 1,58 0,44 0,18 1,46 0,51 0,49 7,98 0,28 0,15 0,10 0,66 0,24 0,07 11,36 4,12 3,66 8 5 4 5
36 Dari Tabel 10 terlihat bahwa tanaman padi merupakan komoditas basis pada 13 kecamatan, jagung merupakan komoditas basis pada 11 kecamatan, ubi kayu dan kacang tanah merupakan komoditas basis pada 10 kecamatan, ubi jalar dan kacang hijau merupakan komoditas basis pada 8 kecamatan, dan kedelai merupakan komoditas basis pada 5 kecamatan.
Komoditas dengan jumlah
kecamatan terbanyak yang memiliki nilai LQ lebih besar dari 1 adalah padi. Analisis LQ dan trend luas panen menilai keunggulan suatu komoditas dari sisi penawaran. Nilai LQ menunjukkan rasio antara luas areal panen suatu komoditas pada suatu kecamatan terhadap total luas panen komoditas tersebut pada tingkat kabupaten, sehingga nilai LQ > 1 menunjukkan kriteria unggul dari sisi penawaran. Padi merupakan komoditas yang paling unggul di Kabupaten Lampung Tengah karena memiliki jumlah kecamatan terbanyak dengan nilai LQ > 1 yang artinya diusahakan hampir di seluruh kecamatan.
Sebagian besar
wilayah yang menjadi basis komoditas padi merupakan wilayah kecamatan yang dilalui oleh jaringan irigasi dari sungai Way Sekampung seperti kecamatan Trimurjo, Punggur, kota Gajah, dan Seputih Raman, dan sungai Way Seputih seperti Seputih Agung, Terbanggi Besar, dan Seputih Mataram. Nilai LQ menggambarkan pemusatan luasan usahatani suatu komoditas dibandingkan dengan total luasan Kabupaten Lampung Tengah. Suatu wilayah dikatakan memiliki keunggulan komparatif untuk suatu komoditas jika terjadi pemusatan komoditas dengan luas areal yang tinggi dibandingkan dengan wilayah lain pada suatu titik tahun.
Nilai LQ juga menunjukkan bahwa kecamatan
tersebut menghasilkan produksi yang memungkinkan untuk diekspor ke kecamatan lain sehingga diharapkan mampu mendatangkan pendapatan wilayah. Menurut Hendayana (2003), hal tersebut karena areal panen merupakan resultante kesesuaian tumbuh tanaman dengan kondisi agroekologi yang secara implisit mencakup unsur-unsur iklim, fisiografi dan jenis tanah sehingga secara agregat di wilayah kecamatan tersebut menghasilkan surplus produksi yang memungkinkan untuk mengekspor surplus itu keluar wilayah dan akhirnya mampu mendatangkan pendapatan wilayah. Tingkat aktivitas budidaya tanaman pangan dapat dilihat dari trend luas panen.
Semakin tinggi luas panen suatu komoditas maka semakin tinggi pula
37 aktivitas budidaya komoditas itu oleh petani. Trend luas panen dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 menunjukkan bahwa komoditas yang paling banyak dibudidayakan adalah padi dengan luas panen pada tahun 2006 sebesar 113.721 ha dan rata-rata luas panen 107.598 ha.
Ubi kayu menempati urutan kedua
dengan luas panen pada tahun 2006 sebesar 88.575 ha dan rata-rata luas panen 91.876 ha, diikuti oleh tanaman jagung dengan luas panen pada tahun 2006 sebesar 89.344 ha dan rata-rata luas panen 89.344 ha (Tabel 11). Tabel 11 Luas panen komoditas tanaman pangan Kabupaten Lampung Tengah tahun 2000 s.d. 2006 Komoditi Padi
Luas Panen (ha) 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
PeringRata-Rata kat
102.950 109.676 107.441 103.635 106.560 109.201 113.721
107.598
1
Ubi Kayu
80.897 110.133 108.755 83.967 90.755 80.052 88.575
91.876
2
Jagung
87.901 106.870 80.515 83.279 84.009 103.315 79.522
89.344
3
Kacang Tanah
1.730
3.043
1.847
1.714
2.716
2.324
2.606
2.283
4
Kacang Hijau
1.238
2.173
1.885
1.332
1.568
1.511
1.390
1.585
5
Ubi Jalar
1.201
1.625
1.203
786
982
1.105
1.002
1.129
6
Kedelai
1.833
582
575
266
1.149
673
788
838
7
Sumber: BPS Propinsi Lampung (2007)
Neraca produksi tanaman pangan berdasarkan konsumsi perkapita pada tahun 2006 menunjukkan bahwa hampir semua komoditas tanaman pangan mengalami surplus kecuali kedelai (Tabel 12).
Surplus terbesar terjadi pada
komoditas ubi kayu, dengan sekitar 1,35 juta ton. Jagung dan padi berada pada urutan kedua dan ketiga dengan nilai surplus sekitar 0,24 juta ton dan 0,17 juta ton. Setelah peringkat komoditas berdasarkan ketiga analisis tersebut diurutkan dan diringkat kembali (Tabel 13), diperoleh bahwa komoditas padi, ubi kayu, dan jagung terpilih sebagai komoditas basis yang menjadi kandidat komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah.
38 Tabel 12 Ketersediaan dan konsumsi pangan Kabupaten Lampung Tengah tahun 2006 Produksi Komoditas (Ton) Ubi Kayu
1.724.754
Benih/Pakan/ Tercecer (%)
(Ton)
Ketersediaan (Ton)
Jumlah Konsumsi Total Surplus/ Penduduk per kapita Konsumsi Minus Peringkat (Kg/Kap/ (jiwa) (Ton) (Ton) Thn)
15 258.713 1.466.041 1.146.142
97,18
111.382 1.354.659
1
Padi
493.123
10
49.312
443.811 1.146.142
153,8
176.277
267.534
2
Jagung
285.450
15
42.818
242.633 1.146.142
4,2
4.814
237.819
3
Ubi Jalar
9.979
12
1.197
8.782 1.146.142
3,02
3.461
5.320
4
Kacang Tanah
3.061
5
153
2.908 1.146.142
0,7
802
2.106
5
Kacang Hijau
1.233
7
86
1.147 1.146.142
0,6
688
459
6
898
5
45
853 1.146.142
8,6
9.857
-9.004
7
Kedelai
Tabel 13
Komoditas basis terpilih
Komoditas Padi Ubi Kayu Jagung Kacang Tanah Ubi Jalar Kacang Hijau Kedelai
Peringkat LQ 1 3 2 3 4 4 5
Peringkat Trend Luas Panen 1 2 3 4 6 5 7
Peringkat Neraca penyediaan/konsumsi 2 1 3 5 4 6 7
Peringkat komoditas basis 1 2 3 4 5 6 7
5.1.2 Ketersediaan dan Kesesuaian Lahan Dalam perencanaan pengembangan pertanian tanaman pangan, faktor ketersediaan lahan memiliki peranan yang sangat penting. Ketersediaan lahan dapat memberikan informasi tentang lokasi dan luas lahan yang tersedia untuk pengembangan tanaman pangan. Ketersediaan lahan merupakan hasil tumpang tindih dari peta RTRW, penggunaan lahan eksisting, dan status penguasaan lahan. RTRW menjadi penting karena semua perencanaan pembangunan secara spasial terutama yang berhubungan dengan perencanaan penggunaan lahan harus didasarkan pada RTRW yang berlaku. Penggunaan lahan eksisting memberikan gambaran tentang jenis penggunaan lahan saat ini dan kemungkinan penggunaan atau perubahan penggunaan lahan untuk pertanian tanaman pangan.
Status
penguasaan lahan (berdasarkan data BPN Kabupaten Lampung Tengah) menambahkan aspek legal suatu lahan ke dalam ketersediaan lahan.
39 Tujuan dari dimasukkannya status penguasaan lahan adalah untuk mengeluarkan lahan yang berstatus hak guna usaha (HGU) dan lahan yang dikuasai oleh kehutanan dari analisis berikutnya, sehingga menyisakan lahan yang berstatus hak milik atau hak ulayat menjadi tersedia untuk pengembangan tanaman pangan. Lahan berstatus HGU sebagian besar dikuasai oleh perusahaan perkebunan sehingga menutup kemungkinan akses petani tanaman pangan dalam pemanfaatan lahan itu secara legal. Berdasarkan peta RTRW, penggunaan lahan eksisting, dan status penguasaan lahan, sekitar 29% (134.758 ha) dari total luas Kabupaten Lampung Tengah tersedia untuk pengembangan tanaman pangan (Tabel 14). Sebaran ketersediaan lahan pertanian untuk pengembangan pertanian tanaman pangan disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14 Ketersediaan lahan untuk pengembangan tanaman pangan per kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah (dalam ha) Kecamatan Anak Tuha Bandar Mataram Bandar Surabaya Bangunrejo Bekri Buminabung Bumiratu Nuban Gunung Sugih Kalirejo Kota Gajah Padang Ratu Pubian Punggur Rumbia Selagailingga Sendang Agung Seputih Agung Seputih Banyak Seputih Mataram Seputih Raman Seputih Surabaya Terbanggi Besar Terusan Nunyai Trimurjo Way Pengubuan Way Seputih Jumlah Persentase (%)
Tersedia 9.580 5.544 3.340 2.283 1.530 2.232 768 10.699 2.134 3.702 9.800 2.114 3.968 11.690 2.273 1.145 7.519 6.321 7.839 9.523 3.603 8.000 1.646 3.948 9.494 4.062 134.758 29
Tidak Tersedia 7.043 95.568 10.256 8.181 8.972 8.092 6.113 5.846 7.695 851 15.251 14.107 1.738 9.378 31.811 10.957 2.542 6.588 3.792 3.827 9.965 13.515 27.211 2.654 13.229 3.106 328.289 71
Jumlah 16.623 101.112 13.596 10.464 10.502 10.324 6.882 16.546 9.828 4.553 25.050 16.221 5.706 21.068 34.085 12.102 10.061 12.909 11.631 13.351 13.568 21.514 28.857 6.603 22.723 7.168 463.047 100
40 Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan baik untuk keperluan produksi pertanian maupun untuk keperluan lainnya memerlukan suatu perencanaan atau penataan kembali penggunaan lahan agar sumberdaya lahan yang terbatas dapat dimanfaatkan secara lebih efisien (Sitorus, 2004). Evaluasi sumberdaya lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna tanah untuk mengetahui potensi lahan atau kelas kesesuaian lahan untuk jenis penggunaan lahan tertentu. Analisis kesesuaian lahan dilakukan untuk komoditas basis terpilih yaitu padi, jagung, dan ubi kayu, pada lahan yang termasuk dalam kategori tersedia untuk pengembangan tanaman pangan. Sebagian besar lahan yang tersedia untuk pengembangan tanaman pangan sesuai untuk komoditas padi, jagung, dan ubi kayu (Tabel 15), dan sebagian besar termasuk dalam kelas S3 (sesuai marjinal). Untuk tanaman padi, 86,4% lahan (116.426 ha) berupa lahan kelas S3, 12,89% (17.377 ha) kelas S2, 0,22% (298 ha) kelas S1, dan 0,49% (658 ha) termasuk kelas tidak sesuai (N). Kelas S3 masih mendominasi pada kesesuaian lahan untuk tanaman jagung (75,6%) sedangkan untuk tanaman ubi kayu didominasi oleh kelas S2 (cukup sesuai) (60,05%).
Ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis
tanaman pangan secara spasial disajikan dalam Gambar 7, 8 dan 9. Tabel 15 Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman jagung, padi, dan ubi kayu pada lahan yang tersedia untuk pengembangan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah Kelas Kesesuaian Lahan
Padi (ha)
Jagung (%)
S1 S2 S3 N
298 17.377 116.426 658
0,22 12,89
Jumlah
134.758
(ha)
Ubi Kayu (%) 0,22 23,69
86,40 0,49
298 31.928 101.875 658
100,00
134.758
(ha)
(%)
75,60 0,49
418 80.922 50.171 3.248
0,31 60,05 37,23 2,41
100,00
134.758
100,00
Gambar 7 Peta ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk tanaman padi di Kabupaten Lampung Tengah
41
Gambar 8 Peta ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk tanaman jagung di Kabupaten Lampung Tengah
42
Gambar 9 Peta ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk tanaman ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah
43
44 Kesesuaian lahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kesesuaian lahan aktual yang didasarkan pada karakteristik lahan eksisting. Kesesuaian lahan aktual berbeda dengan kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan potensial mempertimbangkan perbaikan-perbaikan pada faktor pembatas sehingga akan memiliki kelas kesesuaian lahan yang lebih tinggi daripada kesesuaian lahan aktual.
Peta tanah yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan peta dengan skala tinjau dengan tingkat kedetilan data masih sangat rendah, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan analisis kesesuaian lahan potensial. Selain itu data penunjang untuk melakukan analisis kesesuaian lahan potensial tidak tersedia seperti nilai ekonomi dari perbaikan terhadap faktor pembatas. 5.1.3 Kelayakan Usahatani Analisis usahatani secara sederhana dilakukan dengan menggunakan analisis R/C ratio yaitu perbandingan antara total pendapatan yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Hasil analisis R/C ratio dapat memberikan gambaran apakah suatu komoditas layak untuk diusahakan ataukah tidak. Data yang digunakan dalam analisis R/C ratio merupakan rata-rata pada tingkat kabupaten. Komponen biaya yang disertakan dalam perhitungan adalah upah tenaga kerja dan sarana produksi seperti bibit, pupuk, dan pestisida. Sewa lahan tidak disertakan dalam perhitungan. Upah tenaga kerja meliputi pengolahan tanah, upah tanam, upah pemupukan, upah pengendalian gulma, dan upah panen yang dinilai secara borongan per hektar per musim tanam. Khusus untuk tanaman padi, upah panen tidak disertakan karena pemanenan padi menggunakan sistem bawon (bagi hasil).
Untuk mempermudah perhitungan, produksi padi yang
digunakan dalam perhitungan R/C ratio sudah dikurangi dengan bawon. Analisis R/C ratio yang dilakukan terhadap tiga komoditas basis tanaman pangan (padi, jagung, ubi kayu) di Kabupaten Lampung Tengah menunjukkan bahwa ketiga komoditas tersebut layak diusahakan (R/C ratio > 1), seperti yang terlihat dalam Tabel 16. Nilai R/C ratio untuk tanaman padi sebesar 3,38 berarti bahwa untuk setiap rupiah yang dikeluarkan dalam usahatani padi akan
memberikan pendapatan sebesar 3,38 rupiah.
45 Demikian juga untuk tanaman
jagung, setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan pendapatan sebesar 2,86 rupiah.
Perlu diingat bahwa pendapatan di sini merupakan
pendapatan kotor sebelum dikurangi dengan biaya.
Perhitungan R/C ratio
disajikan dalam lampiran 6, 7, dan 8. Tabel 16 Nilai hasil analisis R/C ratio komoditas basis tanaman pangan Total Pendapatan (Rp/ha) 11.125.000
Total Biaya (Rp/ha) 3.295.000
Jagung
11.440.000
4.005.000
2,86
Ubi kayu
11.700.000
5.145.000
2,27
Komoditas Padi
Nilai R/C ratio 3,38
Menurut BP2TP (2003), Analisis usahatani digunakan sebagai parameter kelayakan penggunaan lahan untuk tanaman semusim, seperti tanaman padi, palawija, dan sayuran. Suatu usahatani tanaman tertentu dikatakan layak apabila nilai R/C ratio-nya lebih besar atau sama dengan nilai yang ditetapkan. Peluang atau kelayakan investasi dengan analisis finansial digunakan sebagai parameter kelayakan penggunaan lahan untuk tanaman tahunan (misalnya kelapa sawit, karet, dan kakao). Indikator yang diperhatikan untuk menganalisis kelayakan ekonomi pengelolaan usahatani tersebut adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Benefit Cost Ratio (BCR). Suatu investasi untuk usaha tanaman tahunan tertentu dikatakan layak apabila nilai indikator tersebut lebih besar atau sama dengan nilai yang ditetapkan. Komoditas yang dianalisis dalam penelitian ini merupakan tanaman semusim sehingga analisis usahatani cukup dengan metode R/C ratio. Penentuan komoditas basis menghasilkan padi, ubi kayu, dan jagung sebagai komoditas basis terpilih berdasarkan analisis LQ, trend luas panen, dan neraca penyediaan dan konsumsi pangan. Ketiga komoditas tersebut memiliki lahan yang tersedia dan sesuai untuk budidaya berdasarkan analisis ketersediaan dan kesesuaian lahan.
Berdasarkan analisis kelayakan usahatani, ketiga
komoditas tersebut juga layak diusahakan yang berarti akan memberikan keuntungan ekonomi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komoditas
46 unggulan yang diusulkan untuk pengembangan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah adalah padi, jagung dan ubi kayu. 5.2
Penetapan Prioritas Komoditas Unggulan Tanaman Pangan Analytic hierarchy process (AHP) digunakan untuk menentukan prioritas
komoditas unggulan tanaman pangan berdasarkan hirarki masalah yang disusun berdasarkan hasil studi pustaka dan konsultasi ahli. Kriteria yang digunakan dalam hirarki ini adalah ekonomi, ekologi, dan sosial.
Subkriteria yang
menjelaskan kriteria adalah peluang pasar, peluang peningkatan pendapatan, kesesuaian lahan, kelestarian lingkungan, penguasaan teknologi, dan ketersediaan sarana dan prasarana produksi. Kriteria ekonomi berhubungan dengan keuntungan finansial dalam usahatani yang mencakup peluang pasar dan peluang peningkatan pendapatan. Peluang pasar dimaksudkan sebagai kemampuan pasar dalam menyerap produksi tanaman pangan. Padi merupakan bahan pangan utama penghasil kalori bagi masyarakat Indonesia pada umumnya.
Kondisi ini merupakan jaminan bagi
terserapnya komoditas padi. Di samping itu tersedianya RMU (rice milling unit) dan lumbung desa modern serta lumbung pangan modern di Kabupaten Lampung Tengah juga turut mendukung penyerapan produksi padi. Peluang pemasaran langsung untuk produksi jagung adalah industri pakan ternak, sedangkan untuk ubi kayu adalah industri tapioka dan alkohol. Peluang peningkatan pendapatan petani digunakan untuk melihat sumbangan hasil usahatani terhadap pendapatan petani. Kriteria ekologi berkaitan dengan masalah lingkungan yaitu kesesuaian lahan dan kelestarian lingkungan. Dalam berusahatani perlu diperhatikan kondisi lahan untuk memberikan hasil yang optimal dan berkelanjutan. Kesesuaian lahan dapat mempengaruhi produksi tanaman pangan. Tanaman yang ditanam pada lahan dengan kelas kesesuaian lahan yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula.
Di samping kesesuaian lahan juga harus diperhatikan masalah
kelestarian lingkungan. Masalah ini muncul terkait dengan degradasi lahan akibat kegiatan budidaya pertanian yang tidak mengikuti kaidah kelestarian lingkungan.
47 Kriteria sosial berhubungan dengan tingkat penguasaan teknologi budidaya tanaman pangan oleh petani dan ketersediaan sarana dan prasarana produksi.
Penguasaan teknologi diartikan sebagai kemampuan petani dalam
mengadaptasikan inovasi teknologi dalam budidaya tanaman pangan.
Dalam
berusahatani, petani memerlukan sarana produksi yang diperoleh dari kios pertanian atau koperasi di sekitar mereka. Sarana produksi meliputi benih, pupuk, pengendali hama dan sebagainya. Selain itu juga diperhitungkan ketersediaan jaringan irigasi, jalan usahatani dan sebagainya. Dari AHP diketahui bahwa kriteria ekologi menempati peringkat pertama dengan nilai 0,412, diikuti oleh ekonomi dengan nilai 0,356 dan yang terakhir sosial dengan nilai 0,232 (Gambar 10). Pada tingkat sub kriteria, kesesuaian lahan menempati peringkat pertama (0,220), diikuti dengan kelestarian lingkungan (0,192), kemudian berturut-turut peluang peningkatan pendapatan (0,188), peluang pasar (0,168), dan penguasaan teknologi (0,136), serta ketersediaan sarana dan prasarana pendukung produksi (0,096). Hasil AHP dengan tujuan penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan menunjukkan bahwa padi merupakan komoditas dengan prioritas pertama dengan skor 0,432, sedangkan prioritas kedua adalah jagung dengan skor 0,372 dan yang ketiga ubi kayu dengan skor 0,196 (Gambar 10 dan Gambar 11). Nilai inkonsistensi secara keseluruhan sebesar 0,02 menunjukkan bahwa pengisian
skala
perbandingan
berpasangan
antara
kriteria/aspek
yang
dipertimbangkan maupun antar jenis komoditi yang dilakukan oleh responden konsisten dan dapat diterima (Gambar 11).
48 PRIORITAS KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN
EKONOMI 0,356
M 0,168
EKOLOGI 0,412
I 0,188
LS 0,220
PADI 0,432 Keterangan
ES 0,192
SOSIAL 0,232
T 0,136
JAGUNG 0,372 : M I LS ES T P
= = = = = =
P 0,096
UBI KAYU 0,196
peluang pasar peluang peningkatan pendapatan kesesuaian lahan kelestarian lingkungan penguasaan teknologi ketersediaan sarana prasarana pendukung produksi
Gambar 10 Hirarki penetapan komoditas unggulan tanaman pangan.
Gambar 11 Diagram bobot prioritas komoditas unggulan tanaman pangan berdasarkan seluruh kriteria yang dipertimbangkan.
49 5.3 Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan Dari analisis sebelumnya diketahui bahwa padi terpilih sebagai komoditas unggulan prioritas pertama yang diikuti oleh jagung dan ubi kayu masing-masing sebagai prioritas ketiga. Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa ketiga komoditas tersebut secara ekonomi layak diusahakan karena memberikan keuntungan atau total pendapatan yang dihasilkan dari usahatani lebih besar daripada total biaya yang dikeluarkan. Penetapan alokasi lahan untuk komoditas unggulan tanaman pangan dilakukan dengan cara coba-coba (trial and error) hingga diperoleh kombinasi yang diinginkan, yaitu dengan mengisikan komoditas pada tabel database satuan lahan pada peta ketersediaan dan kesesuaian lahan secara bertahap dengan query builder. Lahan kelas S1 dan S2 untuk tanaman padi dialokasikan untuk tanaman padi. Lahan yang saat ini telah menjadi lahan sawah berdasarkan penggunaan lahan eksisting dialokasikan untuk tanaman padi. Lahan kelas S1 untuk tanaman jagung yang belum mendapatkan alokasi (masih kosong) dialokasikan untuk tanaman jagung.
Lahan kelas S1 untuk tanaman ubi kayu yang belum
dialokasikan untuk tanaman lain dialokasikan untuk ubi kayu. Hal ini dilakukan karena ada kemungkinan lahan kelas S1 untuk tiga tanaman ini berada pada lokasi yang sama. Langkah selanjutnya adalah mengisi lahan kelas S2 untuk tanaman jagung yang masih kosong dengan tanaman jagung dan lahan kelas S2 untuk tanaman ubi kayu dengan ubi kayu. Langkah yang terakhir adalah mengisikan lahan kelas S3 untuk tanaman jagung dengan jagung dan lahan kelas S3 untuk tanaman ubi kayu dengan ubi kayu. Dari langkah-langkah di atas diperoleh arahan pengembangan untuk komoditas padi seluas 54.218 ha, jagung 41.271 ha, dan ubi kayu 38.852 ha (Tabel 17). Tabel 17
Alokasi pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan
Komoditas Padi Jagung Ubi Kayu Jumlah
Eksisting Baru Jumlah ------------------------- (ha) -----------------------------50.507 3.711 54.218 40.270 1.001 41.271 34.395 4.457 38.852 125.172 9.169 134.341
50 Pengembangan dan pembangunan dalam bahasa Inggris disebut dengan development.
Pengertian pengembangan menurut Sitorus (2000) adalah
memajukan, memperbaiki, atau meningkatkan sesuatu yang telah ada, sedangkan pengertian pembangunan adalah mengadakan, membuat, atau mengatur sesuatu yang belum ada. Pengembangan dalam penelitian ini mencakup pengembangan pada lahan baru (lahan yang sebelumnya bukan merupakan lahan pertanian tanaman pangan) atau lebih dikenal dengan perluasan areal dan pengembangan pada lahan tanaman pangan eksisting (saat ini telah digunakan untuk pertanian tanaman pangan). Pengembangan pada lahan tanaman eksisting diarahkan untuk menata kembali pemilihan komoditas berdasarkan tingkat kesesuaian lahan yang ada.
Lahan tanaman pangan eksisting untuk tanaman padi merupakan lahan
sawah seluas 50.507 ha sehingga dalam arahan pengembangan tetap dialokasikan untuk tanaman padi. Lahan pengembangan baru untuk tanaman padi seluas 3.711 diarahkan untuk pencetakan sawah baru. Lahan ini dipilih pada lokasi yang berdekatan dengan jaringan sungai sehingga memudahkan dalam pembuatan saluran air. Lahan tanaman pangan eksisting yang berupa lahan kering seluas 74.665 ha diarahkan untuk pengembangan komoditas jagung 40.270 ha dan ubi kayu 34.395 ha. Pengembangan lahan baru untuk jagung seluas 1.001 ha dan untuk ubi kayu 4.457 ha. Sebaran secara spasial lahan tanaman pangan eksisting dan pengembangan baru disajikan dalam Gambar 12.
Alokasi lahan untuk
pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan disajikan pada Gambar 13. Untuk meningkatkan efisiensi dan tingkat pencapaian sasaran maka pengembangan komoditas unggulan diarahkan pada sentra-sentra pengembangan. Sentra pengembangan tanaman padi dipilih di kecamatan Trimurjo, Punggur, Kota Gajah, Padang Ratu, Seputih Agung, Terbanggi Besar, Seputih Mataram, dan Way Seputih. Sentra pengembangan komoditas jagung dipilih di Kecamatan Gunungsugih, Seputih Raman, dan Seputih Banyak, sedangkan sentra pengembangan komoditas ubi kayu dipilih di Kecamatan Anak Tuha, Way Pengubuan, dan Rumbia (Tabel 18 dan Gambar 14). Dengan dipilihnya sentra pengembangan ini tidak berarti komoditas tertentu tidak boleh dikembangkan di kecamatan yang bukan sentra pengembangan atau sebaliknya suatu kecamatan tidak boleh mengembangkan komoditas yang tidak terpilih. Penetapan sentra
51 pengembangan ini dimaksudkan untuk lebih memfokuskan pengembangan komoditas unggulan sebagai komoditas utama pada sentra pengembangan yang dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan perencanaan yang digunakan. Tabel 18 Wilayah sentra pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah Kecamatan Seputih Surabaya Kota Gajah Trimurjo Punggur Way Seputih Seputih Agung Seputih Mataram Terbanggi Besar Padang Ratu Seputih Banyak Seputih Raman Gunung Sugih Way Pengubuan Anak Tuha Rumbia
Komoditas Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Jagung Jagung Jagung Ubi Kayu Ubi Kayu Ubi Kayu
Gambar 12 Sebaran secara spasial lahan tanaman pangan eksisting dan pengembangan lahan baru
52
Gambar 13 Peta Arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah
53
Gambar 14 Peta wilayah sentra pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah
54
55 Pengalokasian lahan untuk pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan seperti yang terlihat dalam Tabel 17 dimaksudkan bahwa komoditas yang diusulkan merupakan komoditas utama. Selain komoditas utama masih terdapat beberapa komoditas lainnya yang tidak diunggulkan tetapi juga memiliki peluang untuk dibudidayakan sebagai komoditas penunjang seperti ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau dan kedelai. Sebagian besar lahan tanaman pangan terutama lahan sawah dapat ditanami lebih dari satu kali dalam setahun. Komoditas penunjang dapat dijadikan alternatif untuk diusahakan pada lahan-lahan yang dapat ditanami lebih dari satu kali dalam satu tahun. Pada lahan sawah dengan komoditas utama padi dapat diterapkan pola tanam misalnya padi-padi-jagung, padi – padi – kacang tanah, padi – padi – kacang hijau, padi – padi – ubi jalar, dan sebagainya. Pada lahan kering dengan komoditas utama jagung dapat diterapkan pola tanam misalnya jagung – ubi jalar, jagung – kacang tanah, jagung – kacang hijau, dan sebagainya.
Ketersediaan air merupakan faktor pembatas utama pada lahan
kering, sehingga pola tanam tersebut dapat diterapkan di lahan kering jika cukup tersedia air. Proses perencanaan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan yang telah dilakukan dalam penelitian ini telah mempertimbangkan aspek keberlanjutan penggunaan lahan seperti yang dinyatakan oleh O’Connor (2005) yaitu kesejahteraan secara ekonomi, sesuai dengan daya dukung lingkungan, dan dapat diterima secara sosial. Dengan analisis kelayakan usahatani diharapkan dapat memenuhi kriteria keberlanjutan secara ekonomi, sedangkan analisis kesesuaian lahan diharapkan memenuhi kriteria secara lingkungan. Penelitian ini juga melibatkan petani dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kriteria keberlanjutan secara sosial. Digunakannya analisis ketersediaan lahan memberikan nilai tambah dalam aspek sosial dan legal. Penetapan ketersediaan lahan berdasarkan pertimbangan penggunaan lahan saat ini dimaksudkan bahwa lahan yang direncanakan saat ini bukan lagi lahan kosong tetapi sebagian sudah digunakan oleh manusia dalam aktivitas kehidupannya. Untuk memenuhi kriteria keberlanjutan maka lahan yang sudah digunakan untuk perkebunan menjadi tidak tersedia untuk pengembangan tanaman pangan (Saroinsong, 2007). dilakukan untuk menghindari konflik.
Hal ini
Pengalihan dari tanaman perkebunan
56 menjadi tanaman pangan sangat sulit dilakukan berkenaan dengan preferensi petani dan penguasaan teknologi. Secara umum, jumlah produksi merupakan fungsi dari luas panen dan produktivitas.
Dengan demikian, strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan produksi tanaman pangan adalah dengan meningkatkan luas panen dan/atau produktivitas. Peningkatan luas panen diupayakan dengan peningkatan luas tanam dan pengurangan kegagalan panen baik yang disebabkan oleh hama dan penyakit maupun disebabkan oleh lingkungan seperti kekeringan dan kebanjiran. Berkenaan dengan upaya peningkatan luas tanam, strategi yang dapat digunakan adalah perluasan areal tanam dan peningkatan intensitas pertanaman. Dengan perluasan areal tanam berarti bahwa komoditas dikembangkan pada lahan baru, sedangkan peningkatan intensitas pertanaman berarti upaya peningkatan frekuensi tanam pada lahan yang sama dalam satu tahun. Untuk kasus Kabupaten Lampung Tengah, perluasan areal sangat sulit dilakukan mengingat terbatasnya lahan yang tersedia untuk pengembangan tanaman pangan.
Jadi peningkatan
intensitas pertanaman menjadi pilihan utama dalam upaya peningkatan produksi komoditas tanaman pangan.
Selain itu, hal yang tidak kalah penting adalah
peningkatan produktivitas yang dapat dilihat dari sisi tanaman dan lahan. Tanaman yang dibudidayakan hendaknya merupakan jenis yang unggul, yang memiliki potensi produksi tinggi, tahan penyakit dan stress lingkungan. Peningkatan produktivitas lahan berhubungan dengan peningkatan status kesuburan secara berkelanjutan. Secara teknis, strategi pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah dapat berupa program peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana penunjang produksi misalnya jaringan irigasi dan saprodi seperti pupuk dan benih unggul.
Selain itu, juga perlu dilakukan
peningkatan kemampuan petani dalam mengaplikasikan teknologi budidaya yang efisien. Penguatan permodalan petani diharapkan dapat membantu petani dalam penyediaan sarana produksi.
VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dan memperhatikan tujuan dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa: (1)
Komoditas basis tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah adalah padi, ubi kayu, dan jagung.
(2)
Lahan yang tersedia untuk pengembangan tanaman pangan seluas 134.758 ha. Berdasarkan kesesuaian lahan untuk tanaman padi, lahan yang tersedia dikelompokkan dalam kelas S1 = 298 ha; S2 = 17.377 ha; S3 = 116.426 ha; dan N = 658 ha, untuk tanaman jagung: S1 = 298 ha; S2 = 31.928 ha; S3 = 101.875 ha; N = 658 ha, dan untuk tanaman ubikayu S1 = 418 ha ; S2 = 80.922 ha; S3 = 50.171 ha; N = 3.248 ha.
(3)
Prioritas pertama komoditas unggulan adalah padi diikuti jagung sebagai prioritas kedua dan ubi kayu sebagai prioritas ketiga.
(4)
Arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan adalah; alokasi lahan untuk tanaman padi seluas 54.218 ha dengan sentra pengembangan di Kecamatan Trimurjo, Punggur, Kota Gajah, Padang Ratu, Seputih Agung, Terbanggi Besar, Seputih Mataram, dan Way Seputih, sedangkan untuk jagung seluas 41.271 ha dengan sentra pengembangan di Kecamatan Gunungsugih, Seputih Raman, dan Seputih Banyak, dan untuk ubi kayu seluas 38.852 ha dengan sentra pengembangan di Kecamatan Anak Tuha, Way Pengubuan, dan Rumbia.
6.2 (1)
Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh, pemerintah daerah disarankan untuk memfokuskan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan terutama padi, jagung, dan ubi kayu di sentra pengembangan yang telah diusulkan.
Pemerintah daerah juga disarankan untuk mendorong upaya
intensifikasi dan peningkatan produktivitas lahan melalui program-program peningkatan kemampuan petani, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana penunjang produksi tanaman pangan, dan penguatan permodalan.
58 Hal ini perlu dilakukan karena upaya perluasan areal untuk tanaman pangan sangat sulit dilakukan mengingat sangat terbatasnya lahan yang tersedia. (2)
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan data yang lebih detil dan lengkap, sehingga perencanaan pengembangan yang dihasilkan akan lebih detil dan akurat. Untuk data tanah sebaiknya digunakan peta tanah semi detil (1:50.000) dan untuk permintaan sebaiknya digunakan data permintaan sesungguhnya dengan memasukkan data kebutuhan industri. Selain itu perlu juga ditambahkan analisis keunggulan komoditas dari sisi permintaan.
DAFTAR PUSTAKA Bachrein S. 2003. Penetapan Komoditas Unggulan Propinsi. BP2TP Working Paper. Bogor. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian 2003. Panduan Umum: Pelaksanaan Pengkajian serta Program Informasi, Komunikasi, dan Diseminasi di BPTP. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung. 2007. Lampung Dalam Angka. BPS Propinsi Lampung. Bandar Lampung. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Tengah. 2007. Lampung Tengah Dalam Angka. BPS Kabupaten Lampung Tengah. Gunungsugih. [BP2TP] Balai Pengkajian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2003. Petunjuk Teknis Penelitian dan Pengkajian Nasional Sumberdaya Lahan. Balai Pengkajian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. Chrisman NR. 2003. Exploring Geographical Information Systems (2nd Ed.). John Wiley & Sons. Hoboken, NJ [Deptan] Departemen Pertanian. 2009a. Impor beras per negara asal periode Januari s.d. September 2006. http://database.deptan.go.id/eksim/ hasilimporKomoditi.asp [16 Sep 2009]. [Deptan] Departemen Pertanian. 2009b. Impor jagung per negara asal periode Januari s.d. Desember 2006. http://database.deptan.go.id/eksim/ hasilimporKomoditi.asp [16 Sep 2009]. Djaenudin D, Sulaeman. Y, dan Abdurachman A. 2002. Pendekatan Pewilayahan Komoditas Pertanian Menurut Pedo-Agroklimat di Kawasan Timur Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 21:1-10 Djaenudin D, Marwan H, Subagjo H, dan Hidayat A. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Balai Penelitian Tanah. Puslitbangtanak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. [ESRI] Environmental Systems Research Institute. 2001. Dictionary of GIS Terminology. ESRI Press. Redlands, CA [FAO] Food and Agriculture Organization. 1976. A Framework for Land Evaluation. FAO Soils Bulletin No.32. FAO. Rome.
60 Forman EH and Selly MA. 2001. Decision By Objectives: How to convince others that you are right. World Scientific Publishing. Singapore Galati SR. 2006. Geographic Information Systems Demystified. Artech House Inc. Norwood, MA Hendayana R. 2003. Aplikasi Metode Location Quotient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian 12:1-21 Hossain H, Sposito V, and Evans C. 2006. Sustainable Land Resource Assessment in Regional and Urban System. Applied GIS 2(2):24.1-24.21 Longley PA, Goodchild MF, Maguire DJ and Rhind DW. 2005. Geographical Information Systems and Science. John Wiley & Sons Ltd. Chichester Mulyani A dan Las I. 2008. Potensi Sumber Daya Lahan dan Optimalisasi Pengembangan Komoditas Penghasil Bioenergi di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 27(1):31 - 41 Mwasi B. 2001. Land Use Conflicts Resolution in a Fragile Ecosystem Using Multi-Criteria Evaluation (MCE) and a GIS-based Decision Support System (DSS). International Conference on Spatial Information for Sustainable Development. Nairobi, Kenya. 2–5 October 2001 Neuman WL. 2007. Basics of Social Research: Qualitative and Quantitative Approaches (2nd Ed.). Pearson Education Inc. Boston. Nurleli. 2008. Pengembangan Komoditas Unggulan Perkebunan di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nurmalina R. 2008. Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Sistem Ketersediaan Beras di Beberapa Wilayah Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi. 26:47-79 O’Connor GA, Elliott HA, Basta NT, Bastian RK, Pierzynski GM, Sims RC, and Smith JE Jr. 2005. Sustainable Land Application: An Overview. J. Environ. Qual. 34:7–17. Ozdemir M S and Saaty T L. 2006. The unknown in decision making: What to do about it. European Journal of Operational Research. 174:349-359 Prabawasari VW. 2003. Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Manajemen Tanah Perkotaan. Jurnal Desain dan Konstruksi 2(2):1 - 10 Pratomosunu B S. 2007. Sistem Informasi Spasial Untuk Mendukung Kebijakan Riset Iptek Ketahanan Pangan. The 2nd Indonesian Geospatial Technology Exhibition 2007. Jakarta. 29 Agustus 2007
61 Ratnasari D. 2008. Pemodelan Multi-Kriteria untuk Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan di Kabupaten Lampung Timur [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Saaty T L and Niemira M P. 2006. A Framework for Making a Better Decision: How to Make More Effective Site Selection, Store Closing and Other Real Estate Decisions. Research Review. 13:1-4 Saaty T L. 1980. The Analytical Hierarchy Process: Planning, Priority Setting, Resource Allocation. McGraw-Hill. New York Saroinsong F, Harashina K, Arifin H, Gandasasmita K, and Sakamoto K. 2007. Practical Application of a Land Resources information System for Agricultural Landscape Planning. Landscape and Urban Planning 79:38–52 Segrera S. 2003. Evolution of Decision Support System Architectures: applications for land planning and management in Cuba. Journal of Computer Science & Technology 3(1):40 – 46 Sitorus SRP. 2000. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sitorus SRP. 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Edisi ketiga cetak ulang kedua. Bandung. Penerbit Tarsito. Soekartawi. 2005. Prinsip Agribisnis : Teori dan aplikasinya. PT Raja Grafinda Persada. Jakarta Subagyo, Djaenudin D, dan Adi A. 2000. Perubahan tata guna lahan dalam kaitannya dengan ketahanan pangan. Seminar Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Palangkaraya, Kalimantan Tengah, 10 Oktober 2000. Suryana A. 2008. Menelisik Ketahanan Pangan, Kebijakan Pangan, dan Swasembada Beras. Pengembangan Inovasi Pertanian. 1:1-16 Susanto AN dan Sirappa MP. 2005. Prospek dan Strategi Pengembangan Jagung untuk Mendukung Ketahanan Pangan di Maluku. Jurnal Litbang Pertanian 24(2):70-79 Susilawati, Sabran M, Ramli R, Utomo BN, Bhermana A, dan Krismawati A. 2006. Penentuan Komoditas Unggulan Nasional di Povinsi Kalimantan Tengah dengan Metode Location Quotient. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 9(1):1-9 Syafruddin, Kairupan AN, Negara A, dan Limbongan J. 2004. Penataan Sistem Pertanian dan Penetapan Komoditas Unggulan Berdasarkan Zona Agroekologi di Sulawesi Tengah. Jurnal Litbang Pertanian, 23(2):61-67.
LAMPIRAN
62 Lampiran 1 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah Persyaratan penggunaan/ Karakteristik Lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata (oC) Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) Kelembaban (%) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase
Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Gambut: Ketebalan (cm) Kematangan Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) KB (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan
Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)
S1
Kelas Kesesuaian Lahan S2 S3
N
24 – 29
22 – 24 29 – 32
18 – 22 32 – 35
33 – 90
30 – 33
< 30 ; > 90
Agak terhambat, sedang
Terhambat, baik
Sangat terham-bat, agak cepat
Cepat
Halus, agak halus <3 > 50
Sedang
Agak kasar
Kasar
3 – 15 40 – 50
15 – 35 25 – 40
> 35 < 25
< 60 Saprik-
60 – 140 Saprik, hemik-
140 – 200 Hemik, fibrik+
> 200 Fibrik
> 16 > 50 5,5 – 8,2 > 1,5
≤16 35 – 50 4,5 – 5,5 8,2 – 8,5 0,8 – 1,5
< 35 < 4,5 > 8,5 < 0,8
<2
2–4
4–6
>6
< 20
20 – 30
30 – 40
> 40
> 100
75 – 100
40 – 75
< 40
<3 Sangat rendah
3–5 Rendah
5–8 Sedang
>8 Berat
F0, F11, F12, F21, F23, F31, F32
F13, F22, F33, F41, F42, F43
F14, F24, F34, F44
F15, F25,F35,F45
<5 <5
5 – 15 5 – 15
15 – 40 15 – 25
> 40 > 25
Sumber : Djaenuddin et al. (2003)
< 18 > 35
63 Lampiran 2 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman jagung Persyaratan penggunaan/ Karakteristik Lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata (oC) Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) Kelembaban (%) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase
Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Gambut: Ketebalan (cm) Kematangan Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) KB (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)
S1
Kelas Kesesuaian Lahan S2 S3
N
20 – 26
26 – 30
16 – 20 30 – 32
< 16 > 32
500 – 1.200 > 42
1.200 – 1.600 400 – 500 36 – 42
> 1.600 300 – 400 30 – 36
< 300 < 30
Baik, agak terhambat
Agak cepat, sedang
Terhambat
Sangat terhambat, cepat
Halus, agak halus, sedang < 15 > 60
-
Agak kasar
Kasar
15 – 35 40 – 60
35 – 55 25 – 40
> 55 < 25
< 60 Saprik+
60 – 140 Saprik, hemik+
140 – 200 Hemik, Fibrik+
> 200 Fibrik
> 16 > 50 5,8 – 7,8
< 35 < 5,5 >8,2
> 0,4
≤ 16 35 – 50 5,5 – 5,8 7,8 – 8,2 ≤ 0,4
<4
4–6
6–8
>8
< 15
15 – 20
20 – 25
> 25
> 100
75 – 100
40 – 75
< 40
<8 Sangat rendah
8–6 Rendah – sedang
16 – 30 Berat
> 30 Sangat berat
F0
-
F1
> F2
<5 <5
5 – 15 5 – 15
15 – 40 15 – 25
> 40 > 25
Sumber : Djaenuddin et al. (2003)
64 Lampiran 3 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman ubi kayu Persyaratan penggunaan/ Karakteristik Lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata (oC) Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) Lama bulan kering (bln) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase
Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Gambut: Ketebalan (cm) Kematangan Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) KB (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)
S1
Kelas Kesesuaian Lahan S2 S3
N
22 – 28
28 – 30
18 – 20 30 – 35
< 18 > 35
1.000 – 2.000 3,5 – 5
600 – 1.000 2.000 – 3.000 5–6
500 – 600 3.000 – 5.000 6–7
< 500 > 5.000 >7
Baik, agak terhambat
Agak cepat, sedang
Terhambat
Sangat terhambat, sedang
Agak halus, sedang < 15 > 100
Halus, agak kasar 15 – 35 75 – 100
Sangat halus
Kasar
35 – 55 50 – 75
> 55 < 50
< 60 Saprik+
60 – 140 Saprik, hemik+
140 – 200 Hemik, Fibrik+
> 200 Fibrik
> 16 20 5,2 – 7,0 > 0,8
≤ 16 < 20 4,8 – 5,2 7,0 – 7,6 ≤ 0,8
<2
2–3
3–4
>4
-
-
-
-
> 100
75 – 100
40 – 75
< 40
<8 Sangat rendah
8 – 16 Rendah – sedang
16 – 30 Berat
> 30 Sangat berat
F0
-
F1
> F1
<5 <5
5 – 15 5 – 15
15 – 40 15 – 25
> 40 > 25
Sumber : Djaenuddin et al. (2003)
< 4,8 > 7,6
Lampiran 4. Peta satuan lahan Kabupaten Lampung Tengah
65
Af1.2.2
Au3.2
Bf5.2
Hab1.3.3
Hg1.3.3
2
3
4
5
6
1
Satuan Lahan Af1.2.1
No
0-3
Fluvaquents Dystropepts Tropaquents
Fluvaquents Sulfihemists Tropaquepts
Troporthents
Hapludults
3-5 halus
halus
halus
Hapludults
Dystropepts
halus
5-8
cukup halus halus
halus organik cukup halus cukup halus organik
cukup halus halus medium halus
Tekstur
Humitropepts
Dystropepts
Hydraquents
Sulfihemists
3-5
0-3
Tropaquepts,
Eutropepts
Lereng (%) 0-3
Tanah
tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi
> 200 cm tidak terdeteksi tidak terdeteksi > 200 cm
tidak terdeteksi
Kedalaman Gambut tidak terdeteksi
Lampiran 5. Satuan Lahan Kabupaten Lampung Tengah
76 - 100 cm
101 - 150 cm
101 - 150 cm
101 - 150 cm
101 - 150 cm
tidak terdeteksi 101 - 150 cm
76 - 100 cm
101 - 150 cm
101 - 150 cm
baik
baik
baik
baik
sangat buruk sangat buruk baik
irigasi
sangat buruk
Kedalaman Drainase Tanah 101 - 150 cm buruk 4,6 - 5
pH
4,6 - 5
4,6 - 5
5 - 16
17 - 24
4,6 - 5
4,6 - 5
17 - 24 5,6 - 6,0
17 - 24 5,1 - 5,5
17 - 24 6,1 - 6,5
25 - 40
> 40
25 - 40 3,5 - 4,5 > 40 3,5 - 4,5 25 - 40 6,1 - 6,5
17 - 24 4,6 - 5 > 40 5,1 - 5,5 > 40 4,6 - 5
5 - 16
KTK
free
free
free
Salinitas
tidak terdeteksi tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
free
free
free
> 150 cm 8-16 dS/m
26 - 50 cm 8-16 dS/m
tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
Sulfidik
51,52
18,22
15,74
21,46
91,99
1,11
0,39
0,34
0,46
1,99
Luas % (km2) Luas 374,85 8,09
66
Idf4.2
Idq1.1
Idq2.1
Idq2.2
8
9
10
11
7
Satuan Lahan Idf3.2
No
Tropaquepts
Dystropepts
Kanhapludults
Dystropepts
Tropaquepts
Kanhapludults
Dystropepts
Tropaquepts
Kanhapludults
Tropaquepts
Dystropepts
Kanhapludults
Tropaquepts
Dystropepts
Kanhapludults
Tanah
Lampiran 5. (Lanjutan)
0-8
3-5
0-3
3 - 15
Lereng (%) 3-8
cukup halus cukup halus cukup kasar cukup halus cukup halus cukup kasar cukup halus cukup halus halus
cukup kasar cukup halus halus
cukup halus cukup halus halus
Tekstur
Kedalaman Gambut tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi 101 - 150 cm
101 - 150 cm
101 - 150 cm
76 – 100 cm
101 - 150 cm
101 - 150 cm
76 – 100 cm
101 - 150 cm
101 - 150 cm
101 - 150 cm
101 - 150 cm
101 - 150 cm
101 - 150 cm
101 - 150 cm
buruk
baik
baik
baik
buruk
baik
baik
buruk
baik
baik
sedang
buruk
baik
Kedalaman Drainase Tanah 101 - 150 cm baik
5 - 16
5 - 16
5 - 16
5 - 16
5 - 16
5 - 16
5 - 16
5 - 16
5 - 16
5 - 16
5 - 16
5 - 16
5 - 16
5 - 16
5 - 16
KTK
4,6 - 5
5,6 - 6,0
5,6 - 6,0
5,6 - 6,0
4,6 - 5
5,6 - 6,0
5,6 - 6,0
4,6 - 5
5,6 - 6,0
4,6 - 5
5,6 - 6
5,1 - 5,5
4,6 - 5
5,6 - 6
4,6 - 5
pH
tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
Sulfidik
free
free
free
free
free
Salinitas
61,89
482,24
29,59
58,03
1,34
10,41
0,64
1,25
Luas % (km2) Luas 219,59 4,74
67
Idq3.2
Idq4.2
Idq5.2
Mb2.3.3
13
14
15
16
12
Satuan Lahan Idq3.1
No
Hapludults
Dystropepts
Eutropepts
Dystropepts
Kandiudults
Tropaquepts
Dystropepts
Kanhapludults
Tropaquepts
Dystropepts
Kanhapludults
Tropaquepts
Dystropepts
Kanhapludults
Tanah
Lampiran 5. (Lanjutan)
> 75
8 - 15
3 - 15
3-8
Lereng (%) 3-8
halus
halus
sedang
cukup kasar sedang
cukup halus halus
halus
cukup halus cukup halus cukup halus sedang
cukup halus halus
Tekstur
Kedalaman Gambut tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi 101 - 150 cm
101 - 150 cm
51 - 75 cm
76 - 100 cm
101 - 150 cm
76 - 100 cm
76 - 100 cm
101 - 150 cm
101 - 150 cm
76 - 100 cm
101 - 150 cm
101 - 150 cm
76 - 100 cm
baik
cukup baik baik
baik
baik
cukup baik buruk
baik
cukup baik buruk
baik
buruk
baik
Kedalaman Drainase Tanah 101 - 150 cm baik
5,1 - 5,5
5,1 - 5,5
4,6 - 5
5,6 - 6
3,5 - 4,5
pH
5 - 16
5 - 16
5 - 16
5 - 16
5 - 16
5 - 16
5,6 - 6,0
5,6 - 6,0
6,6 - 7,3
5,1 - 5,5
5,1 - 5,5
4,6 - 5
5,1 - 5,5
5,1 - 5,5
17 - 24 5,1 - 5,5
5 - 16
5 - 16
5 - 16
5 - 16
5 - 16
KTK
tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
Sulfidik
free
free
free
free
free
Salinitas
0,25
3,86
596,71
939,39
0,01
0,08
12,89
20,29
Luas % (km2) Luas 940,37 20,31
68
Mg2.3.3
Pg4.2
Pg5.2
Pg8.2
Ptn3.2
18
19
20
21
22
17
Satuan Lahan Mg2.2.3
No
Tropaquepts
Dystropepts
Kanhapludults
Tropaquepts
Hapludults
Tropaquepts Dystropepts
Hapludults
Tropaquepts Dystropepts
Hapludults
Dystropepts
Troporthents
Dystropepts
Troporthents
Dystropepts
Tanah
Lampiran 5. (Lanjutan)
3-8
9 - 15
8 -15
3 - 15
> 75
Lereng (%) 30 - 75
cukup kasar
cukup halus sedang
sedang
cukup kasar halus
cukup halus
halus
cukup halus
cukup kasar halus
cukup kasar cukup kasar halus
Tekstur
tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi
tidak terdeteksi tidak terdeteksi
Kedalaman Gambut tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi
101 - 150 cm
26 - 50 cm
101 - 150 cm
101 - 150 cm
76 - 100 cm
101 - 150 cm
76 - 100 cm
101 - 150 cm
76 - 100 cm
101 - 150 cm
11 - 25 cm
101 - 150 cm
11 - 25 cm
baik
baik
baik
buruk
baik
baik
baik
sangat cepat baik
sangat cepat baik
Kedalaman Drainase Tanah 101 - 150 cm baik
<5
<5
5 - 16
5 - 16
5 - 16
<5
17 - 24
<5
17 - 24
5 - 16
17 - 24
5 - 16
5 - 16
KTK
4,6 - 5
6,1 - 6,5
6,1 - 6,5
4,6 - 5
6,1 - 6,5
4,6 - 5
4,6 - 5
4,6 - 5
4,6 - 5
5,1 - 5,5
4,6 - 5
5,1 - 5,5
4,6 - 5
pH
tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
Sulfidik
free
free
free
free
free
free
Salinitas
17,63
8,40
47,73
79,65
67,10
0,38
0,18
1,03
1,72
1,45
Luas % (km2) Luas 93,88 2,03
69
Vab1.4.2
Vab2.2.1
Vab2.3.2
24
25
26
23
Satuan Lahan Ptn4.2
No
sedang halus
Humitopepts
Hapludults
sedang halus
8 - 15
Tropaquepts Dystropepts
sedang
cukup halus cukup kasar halus
sedang
cukup halus sedang
Tekstur
halus
3-8
8 - 15
Lereng (%) 3 - 15
Hapludults
Dystropepts
Dystrandepts
Dystropepts
Humitropepts
Tropaquepts
Dystropepts
Kanhapludults
Tanah
Lampiran 5. (Lanjutan)
tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi
Kedalaman Gambut tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi tidak terdeteksi
101 - 150 cm
76 - 100 cm
101 - 150 cm 101 - 150 cm
76 - 100 cm
51 - 75 cm
51 - 75 cm
101 - 150 cm
101 - 150 cm
76 - 100 cm
51 - 75 cm
baik
baik
buruk baik
baik
baik
sangat cepat baik
baik
buruk
baik
Kedalaman Drainase Tanah 101 - 150 cm baik
5 - 5,5
5,6 - 6
6,1 - 6,5
pH
4,6 - 5
5,6 - 6,0 4,6 - 5
5,6 - 6,0
5,6 - 6,0
4,6 - 5
4,6 - 5
17 - 24 3,5 - 4,5
> 40
<5
<5
5 - 16
<5
5 - 16
17 - 24 5,1 - 5,5
<5
<5
KTK
tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
Sulfidik
free
free
free
free
Salinitas
105,28
61,64
130,63
2,27
1,33
2,82
Luas % (km2) Luas 113,07 2,44
70
71 Lampiran 6 Analisis R/C ratio komoditas padi No A
Jumlah (Rp)
Komponen Biaya
1 Olah tanah
600.000
2 Benih (25 kg x Rp 14.000/kg)
350.000
3 Upah tanam
200.000
4 Pupuk dasar
200.000
5 Pupuk lanjutan: Urea (200 kg x Rp 65.000/50 kg)
260.000
NPK (100 kg x Rp. 2.000/kg)
200.000
SP 18 (300 kg x Rp 2.200/kg)
660.000
KCl (25 kg x Rp 10.000/kg)
250.000
Pupuk Organik (500 kg x Rp 500/kg)
250.000
6 Pestisida
150.000
7 Upah pemupukan & pengendalian gulma
175.000 Jumah Biaya
B
3.295.000
Pendapatan 1 Gabah Kering Panen (5 t/ha x 1 ha x Rp2.225/kg) Jumlah pendapatan
11.125.000 11.125.000
R/C ratio = 3,38
72 Lampiran 7 Analisis R/C ratio komoditas jagung No A
Jumlah (Rp)
Komponen Biaya
1 Olah tanah
600.000
2 Benih (20 kg x Rp 250.000/5kg)
1.000.000
3 Upah tanam
200.000
4 Pupuk dasar
200.000
5 Pupuk lanjutan: Urea (150 kg x Rp 65.000/50 kg)
195.000
NPK (100 kg x Rp. 2.000/kg)
200.000
SP 18 (300 kg x Rp 2.200/kg)
660.000
KCl (25 kg x Rp 10.000/kg)
250.000
Pupuk Organik (500 kg x Rp 500/kg)
250.000
6 Pestisida
150.000
7 Upah pemupukan & pengendalian gulma
150.000
8 Upah panen
150.000 Jumah Biaya
B
Pendapatan 1 Pipilan kering (5,2 t/ha x 1 ha x Rp2.200/kg)
11.440.000
Jumlah pendapatan RC ratio = 2,86
4.005.000
11.440.000
73 Lampiran 8 Analisis R/C ratio komoditas ubi kayu No A
Jumlah (Rp)
Komponen Biaya
1 Olah tanah
600.000
2 Bibit (10.000 stek x Rp 200)
2.500.000
3 Upah tanam
200.000
4 Pupuk Urea (150 kg x Rp 65.000/50 kg)
195.000
SP 18 (250 kg x Rp 2.200/kg)
550.000
KCl (50 kg x Rp 10.000/kg)
500.000
5 Upah pemupukan & pengendalian gulma
250.000
6 Upah panen
350.000 Jumlah biaya
B
Pendapatan 1 Umbi basah (28 t/ha x 1 ha x Rp300/kg)
11.700.000
Jumlah pendapatan RC ratio =
5.145.000
11.700.000 2,27