PEMODELAN MULTI-KRITERIA UNTUK PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
DIAN RATNA SARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemodelan Multi-Kriteria untuk Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan di Kabupaten Lampung Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun ke perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2008 Dian Ratna Sari NRP A 353060244
ABSTRACT DIAN RATNA SARI. Multi-Criteria Modelling for Regional Development based on Primary Commodities in Lampung Timur Regency. Under the direction of DWI PUTRO TEJO BASKORO and ISKANDAR LUBIS. Agricultural sector has become a very dominant sector in Lampung Timur regency. It gives significant contribution to local economic growth. One of several approaches in order to develop agriculture is setting the primary commodities in each district. Primary commodities are set by integrating biophysics, socioeconomics, and institutional aspects. Multi-Criteria Evaluation (MCE) is one of many decision support systems that can be used to evaluate multi-criteria for land allocation. The general objective of this research is to set priority directories for regional development based on agriculture in Lampung Timur regency using MCE, and the other objectives are: (1) to evaluate food crops sub sector role in Lampung Timur District; (2) to identify primary commodities in each district in Lampung Timur; (3) to analize socio-economics fasilities hierarchy; and (4) to evaluate land suitability for primary commodities. Results showed that paddy, cassava and maize are food crop primary commodities with each land availabities are 52 714 hectares, 56 441 hectares, and 65 138 hectares. Based on LQ result and its combination with land availability allocation, Raman Utara is the largest district for paddy field followed by Labuhan Maringgai and Pasir Sakti. For cassava, Sukadana is the main district, followed by Labuhan Ratu, and Marga Tiga. The largest potential for maize is Sekampung Udik, then Marga Sekampung and Waway Karya. Keywords: food crops, MCE, land allocation, Lampung Timur
RINGKASAN DIAN RATNA SARI. Pemodelan Multi-Kriteria untuk Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan di Kabupaten Lampung Timur. Dibawah bimbingan DWI PUTRO TEJO BASKORO dan ISKANDAR LUBIS. Sektor pertanian - dengan sub sektor tanaman bahan pangan sebagai sub sektor dominan - merupakan sektor basis di Kabupaten Lampung Timur yang memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Berdasarkan potensi tersebut maka pengembangan sektor pertanian dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu optimalisasi sumberdaya lokal, penetapan komoditas unggulan di setiap kecamatan, dan perwujudan sentra pengembangan komoditas unggulan. Pewilayahan komoditas unggulan ditetapkan dengan memadukan aspek biofisik, sosial ekonomi, maupun kelembagaan. Salah satu pemodelan dengan sistem pendukung keputusan adalah MCE (Multi-Criteria Evaluation) yang dapat digunakan pada evaluasi terhadap banyak kriteria. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menentukan arahan prioritas yang sesuai untuk pengembangan sektor pertanian berbasis komoditas unggulan di Kabupaten Lampung Timur dengan menggunakan pemodelan MCE. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengevaluasi peran sub sektor pertanian tanaman pangan di Kabupaten Lampung Timur; 2) mengidentifikasi komoditas-komoditas unggulan pertanian tanaman pangan di setiap kecamatan di Kabupaten Lampung Timur; 3) menganalisis hirarki pusat-pusat pelayanan sosial dan ekonomi di Kabupaten Lampung Timur; dan 4) mengevaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian tanaman pangan unggulan di Kabupaten Lampung Timur. Sub sektor pertanian tanaman pangan merupakan sub sektor yang paling dominan memberikan kontribusi terhadap PDRB dari sektor pertanian (rata-rata 30.44% tahun 2002-2006, berdasarkan PDRB harga konstan 2000). Penetapan komoditas unggulan dilakukan berdasarkan nilai urutan prioritas hasil analisa dari setiap komoditas dikalikan bobot setiap alat analisa yang digunakan. Dalam hal ini, berdasarkan studi literatur dan wawancara responden yang dilakukan, analisis preferensi masyarakat diberikan persentase bobot terbesar sebesar 40%, diikuti analisis tren permintaan 30%, analisis LQ 20%, dan analisis tren luas panen 10%. Urutan ditentukan berdasarkan jumlah terkecil dari perkalian urutan komoditas dan bobot. Berdasarkan hal tersebut, komoditas padi sawah, jagung dan ubi kayu adalah komoditas yang ditetapkan sebagai komoditas unggulan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Lampung Timur. Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah menunjukkan sebagian besar berada pada kelas yang tidak sesuai (43.67%) dan sesuai marjinal (36.28 %). Sedangkan kelas kesesuaian lahan untuk tanaman jagung dan ubi kayu didominasi sesuai marjinal (92.24% dan 77.29%). Hasil dari proses hirarki analitik yang dijadikan dasar pembobotan dengan multi kriteria (memadukan aspek teknis, ekonomi, dan sosial) untuk menentukan prioritas komoditas unggulan yang akan dikembangkan adalah padi sawah (0.388), diikuti ubi kayu (0.322) dan jagung (0.291).
Berkaitan dengan penggunaan sistem pengambilan keputusan multi-kriteria maka perlu dihitung secara tepat berapa areal yang tersedia dan berapa kebutuhan luasan untuk arahan pengembangan setiap komoditas. Untuk padi sawah, ubi kayu dan jagung, selain untuk kebutuhan swasembada pangan perlu juga dihitung kebutuhan untuk non pangan, seperti pakan ternak, tepung, biofuel/bioetanol, dan sebagainya. Selain itu perlu pula dicadangkan kebutuhan pangan pokok guna penanggulangan resiko bencana alam sebesar 10 persen. Ketersediaan lahan berdasarkan perhitungan peta untuk padi sawah seluas seluas 52 714 hektar, ubi kayu 56 441 hektar dan jagung 65 138 hektar, sedangkan kebutuhan kecukupan lahan baik untuk kebutuhan pangan maupun lainnya untuk padi sawah seluas 52 713 hektar, ubi kayu 76 753 hektar, dan jagung 91 200 hektar. Arahan pengembangan komoditas unggulan berdasarkan hasil MOLA yang dipadukan dengan kecamatan yang memiliki komoditas basis didapatkan luasan lahan untuk pengembangan padi sawah 52 713 hektar yang tersebar di 12 kecamatan sentra produksi, ubi kayu 54 134 hektar (di 7 kecamatan), dan jagung 62 074 hektar (di 8 kecamatan). Kecamatan-kecamatan yang menjadi sentra produksi dari padi sawah yaitu Batanghari, Sekampung, Melinting, Gunung Pelindung, Labuhan Maringgai, Pasir Sakti, Way Jepara, Braja Selebah, Pekalongan, Raman Utara, Purbolinggo, dan Way Bungur. Untuk ubi kayu sentra produksinya berada di Marga Tiga, Way Jepara, Labuhan Ratu, Sukadana, Bumi Agung, Batanghari Nuban, dan Raman Utara. Sedangkan Metro Kibang, Sekampung Udik, Jabung, Waway Karya, Marga Sekampung, Mataram Baru, Bandar Sribhawono, dan Gunung Pelindung merupakan kecamatan-kecamatan basis sentra produksi jagung. Kata kunci:
tanaman pangan, evaluasi multi-kriteria, alokasi lahan, Lampung Timur
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMODELAN MULTI-KRITERIA UNTUK PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
DIAN RATNA SARI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kuasa dan rahmatNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Adapun tema yang menjadi pilihan penulis dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2007 adalah mengenai arahan pengembangan komoditas unggulan, dengan judul Pemodelan Multi-Kriteria untuk Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan di Kabupaten Lampung Timur. Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada komisi pembimbing yaitu Bapak Dr.Ir.Dwi Putro Tejo Baskoro,M.Sc dan Dr.Ir.Iskandar Lubis,MS atas segala bimbingan, arahan, pengkayaan wawasan, juga transfer ilmu selama ini. Kepada Dr.Ir.Ernan Rustiadi,M.Agr selaku ketua program studi ilmu perencanaan wilayah dan Ir.Didit Okta Pribadi,M.Si sebagai penguji luar komisi, terima kasih atas segala masukan dan saran dalam penyempurnaan tesis ini. Tak lupa terima kasih pula kepada pihak Pusbindiklatren BAPPENAS sebagai pemberi beasiswa sehingga studi ini terlaksana. Penghargaan penulis sampaikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur atas perkenannya dalam memberikan izin untuk tugas belajar kepada penulis dan khususnya kepada seluruh jajaran Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura atas segala bantuan dan kerjasamanya sejak awal hingga selesainya masa studi ini. Kepada suamiku Ferry Suhendri, S.IP, anakku Zahra Salsabila (alm.) dan Salma Kamila, keluarga besar Almarhum Drs. Muhammad Nuri (Jakarta) dan Muhammad Husin (Sukadana), terima kasih atas segala kesabaran, doa, limpahan cinta dan kasih sayangnya. Kepada Ibu Tuti, Yuli, dan Pak Suratman yang berada di manajemen program studi, Ibu Tini, serta seluruh mahasiswa PS-PWL 2006 yang tak dapat disebutkan satu persatu baik dari Kelas Khusus maupun reguler, terima kasih atas segala bantuan, dukungan dan kerjasamanya. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi siapa pun yang membacanya.
Bogor, Januari 2008 Dian Ratna Sari
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Januari 1974 sebagai putri keenam dari pasangan orang tua Drs. M. Nuri dan Sya’ani. Pendidikan dasar hingga menengah penulis tempuh di Jakarta. Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri 68 Jakarta dan kemudian melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Penulis memilih Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian dan menyelesaikan studi pada tahun 1997. Sejak tahun 2000 penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Timur hingga saat ini. Kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang pascasarjana diberikan melalui beasiswa pendidikan dari Pusbindiklatren Bappenas pada tahun 2006 dan pada tahun yang sama penulis diterima pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
vii
PENDAHULUAN Latar Belakang....................................................................................... Perumusan Masalah............................................................................... Tujuan Penelitian................................................................................... Manfaat Penelitian ................................................................................ Ruang Lingkup Penelitian..................................................................... Hipotesis Penelitian .............................................................................
1 5 6 7 7 7
TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan dan Pengembangan Wilayah ......................................... Sektor Basis dan Non Basis .................................................................. Evaluasi Sumberdaya Lahan ................................................................. Komoditas Unggulan Daerah ................................................................ Pewilayahan Komoditas Unggulan Pertanian ....................................... Proses Hirarki Analitik (PHA/Analytical Hierarchy Process).............. Teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG) ........................................ Pemodelan Multi-Criteria Evaluation (MCE)........................ ..............
9 12 14 17 18 19 22 23
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran.............................................................................. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ Pengumpulan Data ................................................................................ Jenis dan Sumber Data .................................................................. Survei Lapang................................................................................ Metode Wawancara ...................................................................... Pengolahan dan Analisis Data............................................................... Penyusunan Basis Data dan Penyiapan Data Digital .................... Penetapan Sektor Basis dan Komoditas Unggulan ....................... Analisis Kelas Kesesuaian Lahan ................................................ Analisis Skalogram ......... ............................................................ Proses Hirarki Analitik (PHA) ...................................................... Analisis Multi-Criteria Evaluation (MCE) ...................................
26 27 27 27 27 27 28 28 29 33 34 35 37
ii GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografi dan Wilayah Administrasi .......................................... Kondisi Geofisik Lahan.................... .................................................... Bentuk Lahan dan Relief................................................................ Klasifikasi Tanah........................................................................... Kondisi Iklim......................................................................................... Kondisi Demografi................................................................................. HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Ekonomi................................................................................... Pertumbuhan Ekonomi........................................................................... Sektor Basis di Kabupaten Lampung Timur ......................................... Peran Sub Sektor Pertanian Tanaman Bahan Pangan ............................ Analisis Komoditas Unggulan ............................................................. Analisis Tren Luas Panen ............................................................ Analisis Permintaan ...................................................................... Analisis Location Quotient .......................................................... Analisis Preferensi Masyarakat .................................................... Penetapan Komoditas Unggulan ........................................................... Analisis Kesesuaian Lahan .................................................................. Kesesuaian Lahan untuk Padi Sawah .......................................... Kesesuaian Lahan untuk Jagung ................................................... Kesesuaian Lahan untuk Ubi Kayu............................................... Proses Hirarki Analitik (PHA /Analytical Hierarchy Process) ........... Aspek Ekonomi .................. ........................................................ Aspek Teknis ................................................................................ Aspek Sosial ................................................................................. Analisis Skalogram ............................................................................... Pengembangan Komoditas Unggulan Pertanian Tanaman Pangan ...... Rencana Pemanfaatan Ruang........................................ ................ Penggunaan Lahan Terkini (Existing Land Use) .......................... Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan ............................. Rancangan Strategis Pengembangan Komoditas Unggulan Pertanian Tanaman Pangan.................................................................................... Arahan Pengembangan Padi Sawah ............................................. Arahan Pengembangan Ubi Kayu ................................................ Arahan Pengembangan Jagung .................................................... Pengembangan Sumber Daya Manusia ........................................ Pengembangan Kelembagaan Permodalan ........................ .......... Pengembangan Kelembagaan Pemasaran .....................................
40 43 42 45 47 47 50 50 52 54 57 57 58 59 59 62 64 65 68 70 72 73 75 77 79 81 82 83 85 91 93 96 101 104 106 107
iii KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ................................. ......................................................... Saran .....................................................................................................
109 110
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
111
LAMPIRAN .............................. .................................................................
115
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Distribusi PDRB Kabupaten Lampung Timur tanpa minyak bumi atas dasar harga konstan 2000 tahun 2002-2006 (persen) .................
4
2.
Parameter (kualitas dan karakteristik lahan) dalam evaluasi lahan.....
17
3.
Nilai RI ................................................................................................
21
4.
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ...................
28
5.
Format tabel analisis skalogram kabupaten X ...................................
34
6.
Luas wilayah Kabupaten Lampung Timur menurut kecamatan ........
42
7.
Nama gunung, tinggi dan letaknya di wilayah Kabupaten Lampung Timur ..................................................................................................
43
8.
Klasifikasi tanah di Kabupaten Lampung Timur ...............................
45
9.
Perkembangan jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Lampung Timur tahun 2000-2005 (jiwa) .........................
47
10. Sebaran jumlah penduduk menurut jenis kelamin di setiap kecamatan wilayah Kabupaten Lampung Timur tahun 2005 (jiwa) .....................
48
11. Perkembangan persentase penduduk usia kerja yang bekerja menurut lapangan usaha utama di Kabupaten Lampung Timur tahun 20022005 (persen) ......................................................................................
49
12. Distribusi PDRB Kabupaten Lampung Timur menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku tahun 2002-2006 (persen) ..................
51
13. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lampung Timur menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 tahun 2002-2006 (persen) .................................................................................................
52
14. Nilai PDRB Kabupaten Lampung Timur atas dasar harga konstan 2000 tahun 2002-2006 (juta rupiah) ....................................................
53
15. Hasil analisis Location Quotient per sektor ........................................
54
16. Produksi dan produksi rata-rata komoditas tanaman pangan tahun 2000-2006............................................................................................
56
17. Luas panen dan luas panen rata-rata komoditas tanaman pangan Kabupaten Lampung Timur tahun 2000-2006 ....................................
58
v 18. Ketersediaan dan konsumsi bahan pangan tahun 2006 .......................
58
19. Hasil analisis Location Quotient per komoditas di setiap kecamatan ...........................................................................................
60
20. Urutan peringkat pemilihan komoditas pertanian tanaman pangan ....
62
21. Hasil penilaian kelas kesesuaian lahan padi sawah, jagung, dan ubi kayu .....................................................................................................
66
22. Daftar kriteria (peubah) dalam setiap aspek ........................................
72
23. Rekapitulasi analisis usaha tani komoditas tanaman pangan di Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 ............................................
74
24. Hirarki pelayanan sosial dan ekonomi wilayah berdasarkan analisis skalogram ................................................................................
81
25. Rencana alokasi pemanfaatan ruang Kabupaten Lampung Timur tahun 2001-2011 ..................... ...........................................................
84
26. Kebutuhan luasan lahan per komoditas di Kabupaten Lampung Timur tahun 2011 ................................................................................
89
27. Kebutuhan produksi, ketersediaan lahan dan target produktivitas komoditas unggulan tanaman pangan ..................... ...........................
90
28. Kecamatan yang diarahkan sebagai sentra produksi padi sawah ........
94
29. Kecamatan yang diarahkan sebagai sentra produksi ubi kayu .............
98
30. Kecamatan yang diarahkan sebagai sentra produksi jagung ................
103
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
Wilayah sebagai sistem produksi pertanian .......................................
12
2.
Pendekatan dua tahap dan sejajar dalam evaluasi lahan ....................
15
3.
Model struktur PHA 2 level dengan N kriteria dan M alternatif ........
20
4.
Struktur proses hirarki analitik ............................................................
37
5.
Diagram alir tahapan penelitian ...........................................................
39
6.
Peta administrasi Kabupaten Lampung Timur ..................................
29
7.
Persentase nilai PDRB per sub sektor tahun 2002-2006 ....................
55
8.
Persentase preferensi masyarakat dalam pemilihan komoditas unggulan tanaman pangan ..................................................................
61
9.
Peta kesesuaian lahan padi sawah ......................................................
67
10. Peta kesesuaian lahan jagung .............................................................
69
11. Peta kesesuaian lahan ubi kayu ..........................................................
71
12. Skema hirarki penetapan urutan prioritas komoditas unggulan pertanian tanaman pangan ..................................................................
73
13. Distribusi PDRB Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 berdasarkan sub sektor lapangan usaha ...............................................
75
14. Hirarki penetapan urutan prioritas komoditas unggulan pertanian tanaman pangan ..................................................................................
79
15. Peta rencana tata ruang wilayah..........................................................
83
16. Peta penggunaan lahan .......................................................................
86
17. Alur penyusunan peta arahan pengembangan .....................................
87
18. Beragam produk akhir dari padi .........................................................
94
19. Beragam produk akhir dari ubi kayu ...................................................
98
20. Beragam produk akhir dari jagung ......................................................
102
21. Peta arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan ...
108
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas padi sawah irigasi (Oryza sativa)......................................................................................
116
2.
Kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas jagung (Zea mays) ..........
117
3.
Kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas ubi kayu (Manihot esculenta).............................................................................................
118
4.
Peta satuan lahan Kabupaten Lampung Timur ...................................
119
5.
Satuan lahan di Kabupaten Lampung Timur ......................................
120
6.
Bentuk lahan di daerah Kabupaten Lampung Timur ..........................
123
7.
Data curah hujan dan hari hujan pada beberapa stasiun pengamatan di Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 .........................................
124
8.
Data penggunaan lahan sawah di Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 .....................................................................................................
125
9.
Data penggunaan lahan bukan sawah di Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 ...........................................................................................
126
10. Banyaknya PPL dan kelompok tani menurut kecamatan di Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 ............................................
127
11. Hasil analisis skalogram .......................................................................
128
PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah berdasarkan Undangundang Nomor 22 tahun 1999 (yang kemudian diperbarui dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004) maka pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Pemberian otonomi
luas
kepada daerah
diarahkan
untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing
dengan memperhatikan
prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara tidak langsung sebagai akibat diberlakukannya undang-undang ini maka proses perencanaan pembangunan mengalami perubahan yang mendasar. Otonomi daerah membuat setiap rencana disusun oleh pemerintah daerah berdasarkan kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing (karakteristik spasial) dan diserasikan dengan rencana dari daerah lain (interaksi spasial). Sektor pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih menjadi kegiatan utama masyarakat dalam pengembangan wilayah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Timur tahun 2005 sebanyak 64.95% penduduk usia kerja memiliki mata pencaharian utama di sektor pertanian. Ini berarti keberhasilan pembangunan daerah antara lain akan sangat ditentukan oleh sektor pertanian. Dalam kaitannya dengan pengembangan potensi wilayah untuk sektor pertanian, keragaman sifat lahan akan sangat menentukan jenis komoditas yang dapat diusahakan serta tingkat produktivitasnya. Hal ini karena setiap jenis komoditas pertanian memerlukan persyaratan sifat lahan yang spesifik untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimal. Perencanaan wilayah dalam rangka memanfaatkan sumberdaya lahan harus berdasarkan data dan informasi
2 mengenai karakteristik biofisik lahan yang meliputi iklim, tanah, dan topografi, disamping aspek lain yang mencakup sosial, budaya, dan kondisi ekonomi. Keragaan sifat lahan merupakan modal dasar yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan pewilayahan komoditas pertanian. Perencanaan pembangunan pertanian yang berdasarkan pewilayahan akan dapat mengatasi terjadinya persaingan jenis dan produksi komoditas antar wilayah sehingga tetap menjamin peluang pasar. Pendekatan pewilayahan komoditas pertanian akan dapat mengatasi penggunaan lahan yang kurang atau tidak produktif menuju kepada penggunaan lahan dengan komoditas unggulan yang lebih produktif. Untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan dalam hal penggunaan lahan maka konversi tata guna lahan harus dilakukan dengan mengacu kepada rencana tata ruang baik di tingkat propinsi maupun kabupaten. Areal yang dipilih harus tercakup pada wilayah yang diperuntukkan sebagai kawasan budidaya pertanian sesuai dengan kriteria sektoral dengan mempertimbangkan kesesuaian dan daya dukung lahan. Pewilayahan komoditas unggulan ditetapkan dengan memadukan aspek biofisik, sosial ekonomi, maupun kelembagaan. Hal ini akan menimbulkan permasalahan dalam menentukan alokasi wilayah yang menjadi prioritas untuk dikembangkan. Untuk memudahkan pengambilan keputusan suatu masalah maka dapat digunakan sistem pendukung keputusan (Decision Support System) yang membantu pembuat keputusan untuk menghadapi masalah komplek dengan interaksi langsung terhadap data dan analisis model. Salah satu pemodelan dengan sistem pendukung keputusan adalah MCE (Multi-Criteria Evaluation) yang dapat digunakan pada evaluasi terhadap banyak kriteria. Suatu keputusan merupakan pilihan terhadap beragam alternatif (seperti alternatif tindakan, alokasi lahan, dan sebagainya). Dasar dari keputusan yang akan diambil adalah kriteria. Dalam evaluasi multi kriteria, suatu usaha dibuat untuk mengkombinasikan satu set kriteria utuk mencapai dasar komposisi tunggal untuk suatu keputusan berdasarkan tujuan tertentu. Kabupaten Lampung Timur pada awalnya merupakan bagian dari wilayah kerja Kabupaten Lampung Tengah. Untuk meningkatkan daya guna dan hasil
3 guna penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat serta untuk lebih meningkatkan peran aktif masyarakat, dan sebagai pengejawantahan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka Pemerintah Daerah Propinsi Lampung melakukan pemekaran Kabupaten Lampung Tengah. Hal ini termuat dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Timur dan Kotamadya Metro. Sejak awal berdirinya, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Lampung Timur didominasi oleh sektor pertanian dan ini terlihat pada kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB Kabupaten Lampung Timur. Sedangkan sub sektor pertanian tanaman bahan makanan menjadi penyumbang terbesar PDRB dari sektor pertanian. Berdasarkan nilai distribusi PDRB Kabupaten Lampung Timur tahun 2002-2006, sektor pertanian menyumbang > 50% dari total PDRB Kabupaten Lampung Timur dan sub sektor tanaman bahan makanan memberikan kontribusi rata-rata 30.44% (Tabel 1). Hal ini menunjukkan besarnya peran sektor pertanian khususnya tanaman bahan makanan dalam memicu perkembangan ekonomi di Kabupaten Lampung Timur. Berdasarkan potensi yang dimiliki Kabupaten Lampung Timur tersebut, maka pengembangan sektor pertanian dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu: (1) optimalisasi sumber daya lokal; (2) penetapan komoditas unggulan berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki oleh setiap komoditas di setiap kecamatan; dan (3) perwujudan sentra pengembangan komoditas unggulan. Penentuan komoditas unggulan pertanian selama ini di Kabupaten Lampung Timur hanya berdasarkan potensi produksi dari komoditas tersebut dan belum secara spesifik dilakukan pemetaan wilayah-wilayah sentra produksi komoditas pertanian, khususnya tanaman pangan. Pewilayahan komoditas unggulan dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk arahan penataan ruang wilayah berbasis komoditas dengan tetap mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lampung Timur.
4 Tabel 1 Distribusi PDRB Kabupaten Lampung Timur tanpa minyak bumi atas dasar harga konstan 2000 tahun 2002-2006 (persen) 2002
2003
Tahun 2004
2005
2006
Pertanian 56.37 a.Tanaman Bahan Makanan 28.52 b. Perkebunan 10.22 c. Peternakan 7.26 d. Kehutanan 0.31 e. Perikanan 10.06 2 Pertambangan 1.20 3 Industri Pengolahan 6.93 4 Listrik dan Air Bersih 0.23 5 Konstruksi 5.37 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 17.94 7 Transportasi dan Komunikasi 3.01 8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa 3.63 Perusahaan 9 Jasa-jasa 5.33 PDRB 100.00 Sumber: BPS Kabupaten Lampung Timur, 2007
57.31 29.82 10.01 7.19 0.49 9.79 1.19 6.86 0.22 5.24 17.65 3.06
56.72 31.92 9.63 5.12 0.52 9.52 1.20 6.99 0.21 5.24 18.05 3.12
56.53 31.52 9.68 4.97 0.57 9.79 1.19 7.03 0.20 5.24 18.68 2.77
55.31 30.40 9.48 4.98 0.56 9.89 1.19 7.69 0.20 5.26 18.97 2.82
3.58
3.72
3.62
3.81
4.89 100.00
4.76 100.00
4.73 100.00
4.74 100.00
No 1
Sektor/Sub Sektor
Pewilayahan diarahkan pada kawasan budidaya yaitu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; dan kawasan perdesaan yaitu kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian. Pengembangan wilayah yang berjalan selama ini cenderung didominasi program-program sektoral sehingga yang dihasilkan dari program tersebut sering kurang mencerminkan keinginan dari masyarakat setempat. Akhirnya dijumpai hasil pembangunan yang tidak termanfaatkan secara optimal. Berbagai upaya yang dilaksanakan dalam pengembangan wilayah harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu agar tujuan pengembangan wilayah baik dari sisi sosial ekonomis (peningkatan kesejahteraan kualitas hidup masyarakat) antara lain melalui penentuan sentra-sentra produksi, penyediaan fasilitas sosial dan umum untuk kemudahan prasarana logistik, maupun ekologis (keseimbangan dan kelestarian lingkungan) dapat tercapai.
5 Perumusan Masalah Pada tahun 2002 Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat menyusun arahan pewilayahan komoditas pertanian unggulan nasional dalam bentuk atlas skala 1:1 000 000. Berdasarkan atlas tersebut, Kabupaten Lampung Timur memiliki komoditas pertanian unggulan yaitu padi sawah, padi gogo, palawija/hortikultura dataran rendah iklim basah, rambutan, kelapa/kakao, karet, dan sawit. Namun penetapan komoditas unggulan tersebut belum dilaksanakan dalam skala detil dan belum mempertimbangkan sisi kompetitif dan komparatif dari komoditas pertanian di setiap kecamatannya. Komoditas pertanian yang dijadikan sebagai bahan dalam penelitian ini adalah tanaman pangan. Hal ini berkaitan dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2007 melalui Program Peningkatan Ketahanan Pangan yang bertujuan untuk memfasilitasi terjaminnya masyarakat untuk memperoleh pangan yang cukup setiap saat, sehat dan halal. Untuk aspek ketersediaan pangan, operasional program pembangunan tanaman pangan pada dasarnya merupakan rangkaian upaya untuk memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya usaha-usaha bidang tanaman pangan yang mampu menghasilkan produk, memiliki daya saing dan nilai tambah yang tinggi sehingga mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat. Pembangunan tanaman pangan diprioritaskan pada komoditas unggulan. Ketahanan pangan merupakan salah satu komponen penting yang menjadi dasar ketahanan nasional. Ketika kebutuhan pokok terhadap pangan tidak tercukupi, maka dapat menjadi pemicu kerawanan/konflik sosial. Tetapi jika pangan dapat dikelola dengan baik, dapat menyebabkan perkembangan sektor pertanian yang lebih tangguh dan berdaya saing tinggi. Hal ini memunculkan beberapa pertanyaan sebagai berikut: (1) seberapa besar kontribusi sub sektor tanaman pangan terhadap PDRB dari sektor pertanian di Kabupaten Lampung Timur ? (2) bagaimana identifikasi komoditas unggulan di masing-masing kecamatan ?
6 (3) apakah memang benar komoditas unggulan yang telah ditetapkan memiliki tingkat kesesuaian lahan yang tepat untuk budidaya pertanian di setiap kecamatan ? (4) apakah komoditas unggulan yang ditetapkan memiliki pangsa pasar (demand) yang luas ? (5) bagaimana hirarki pusat-pusat pelayanan sosial ekonomi di Kabupaten Lampung Timur ? (6) apakah
pengembangan
wilayah
berbasis
komoditas
unggulan
telah
dilaksanakan secara komprehensif baik dari sisi potensi biofisik lahan maupun sisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat ? Maka berdasarkan pertanyaan diatas, perlu kiranya dilakukan pendekatan kewilayahan dalam pembangunan daerah yang utuh dan terpadu, sehingga mampu mewujudkan efisiensi dan efektivitas fungsi perencanaan pembangunan daerah. Pemanfaatan potensi wilayah, sumber daya, dan aspirasi masyarakat seoptimal mungkin, merupakan modal utama dalam melaksanakan pembangunan daerah. Sehingga bila pemilihan lahan dan komoditas unggulan dilakukan dengan benar dan sesuai dengan tujuan, maka pusat pertumbuhan yang akan menjadi andalan daerah dapat diwujudkan. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka secara umum tujuan yang ingin dicapai adalah menentukan arahan prioritas yang sesuai untuk pengembangan sektor pertanian berbasis komoditas unggulan di Kabupaten Lampung Timur dengan menggunakan pemodelan MCE. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengevaluasi peran sub sektor pertanian tanaman pangan di Kabupaten Lampung Timur; (2) mengidentifikasi komoditas-komoditas unggulan pertanian tanaman pangan di setiap kecamatan di Kabupaten Lampung Timur; (3) menganalisis hirarki pusat-pusat pelayanan sosial dan ekonomi di Kabupaten Lampung Timur; dan
7 (4) mengevaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian tanaman pangan unggulan di Kabupaten Lampung Timur. Manfaat Penelitian Hasil kajian dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk: (1) masukan dalam pengambilan kebijakan
bagi pemerintah daerah dalam
menentukan pusat-pusat produksi komoditas pertanian tanaman pangan dan pusat-pusat pelayanan sosial ekonomi di Kabupaten Lampung Timur; dan (2) acuan dalam pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan di Kabupaten Lampung Timur yang dapat menciptakan program-program pembangunan yang sesuai dengan kondisi dan potensi daerah. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini secara umum memberikan arahan mengenai wilayah-wilayah yang akan dijadikan sentra produksi komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Timur dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Kemudian secara spesifik, dilakukan penghitungan mengenai kebutuhan luasan untuk setiap komoditas unggulan yang ditetapkan dan tingkat produktivitas yang diharapkan. Adapun analisis yang dilakukan mengenai penentuan sektor basis, komoditas unggulan, hirarki wilayah, kelas kesesuaian lahan, prioritas komoditas unggulan, dan luasan arahan pengembangan. Sedangkan untuk aspek kebijakan dan kelembagaan dilakukan tinjauan untuk memberikan pengkayaan dalam kajian penelitian. Hipotesis Penelitian Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Kabupaten Lampung Timur. Namun dalam kenyataannya potensi lahan yang ada belum dimanfaatkan secara optimal. Dalam upaya mengoptimalkan pengelolaan sektor pertanian, diperlukan sistem perencanaan alokasi pemanfaatan dan pengolahan lahan yang terintegrasi antar semua stake holders terkait.
8 Evaluasi multi-kriteria (Multi-Criteria Evaluation/MCE) merupakan salah satu pemodelan dengan sistem pendukung keputusan yang dapat digunakan pada evaluasi terhadap banyak kriteria. Suatu keputusan merupakan pilihan terhadap beragam alternatif (seperti alternatif tindakan, alokasi lahan, dan sebagainya). Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini: 1) sektor pertanian merupakan penggerak ekonomi utama di Kabupaten Lampung Timur; 2) komoditas unggulan merupakan komoditas yang memiliki pertimbangan teknis maupun sosial ekonomi dan kelembagaan; 3) hirarki wilayah dapat disusun berdasarkan potensi sumber daya buatan yang dimiliki; dan 4) adanya korelasi antara potensi biofisik lahan dengan aspek sosial ekonomi sebagai arahan pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan.
TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan dan Pengembangan Wilayah Pembangunan merupakan proses alami untuk mewujudkan cita-cita bernegara, yaitu terwujudnya masyarakat makmur sejahtera secara adil dan merata. Proses alami tersebut harus diciptakan melalui intervensi pemerintah melalui serangkaian kebijaksanaan pembangunan yang akan mendorong terciptanya kondisi yang memungkinkan rakyat berpartisipasi penuh dalam proses pembangunan. Proses pembangunan yang memihak rakyat merupakan upaya sinergi dalam langkah pemberdayaan masyarakat. Peran pemerintah adalah sebagai katalisator dalam mewujudkan langkah pemberdayaan masyarakat. Dalam kerangka itu pembangunan harus dipandang sebagai suatu rangkaian proses perubahan
yang
berjalan
secara
berkesinambungan
untuk
mewujudkan
pencapaian tujuan (Sumodiningrat, 1999). Secara historis kegagalan program-program pembangunan di dalam mencapai tujuannya bukanlah semata-mata kegagalan dalam pelaksanaan pembangunan itu sendiri. Tetapi karena teori-teori pembangunan selalu berkembang dan mengalami koreksi, sehingga selalu melahirkan pergeseran tentang nilai-nilai yang dianggap benar dan baik dalam proses pembangunan. Pembangunan wilayah bukan hanya fenomena dalam dimensi lokal dan regional namun merupakan bagian tak terpisahkan dari kepentingan skala nasional bahkan global (Rustiadi et al., 2006). Paradigma baru pembangunan pada saat ini mengarahkan kepada terjadinya pemerataan (equity), pertumbuhan (efficiency), dan keberlanjutan (sustainability). Menurut Anwar dan Setiahadi (1996) dalam Rustiadi et al. (2006), pembangunan wilayah tersebut memerlukan pemahaman mengenai perencanaan pembangunan wilayah yang berdimensi ruang yang terkait aspek sosial ekonomi wilayah sehingga dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan wilayah itu sendiri memiliki tujuan yang saling terkait antara sisi sosial ekonomi dan ekologis. Dari sudut pandang sosial ekonomi, pengembangan wilayah adalah upaya
meningkatkan
kesejahteraan
kualitas
hidup
masyarakat,
seperti
menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan prasarana dan
10 pelayanan logistik. Secara ekologis, pengembangan wilayah juga bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan sebagai akibat campur tangan manusia terhadap lingkungan (Triutomo, 1999 dalam Al Kadri et al., 2001). Menurut Sumodiningrat (1999) pembangunan daerah dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu pembangunan sektoral, pembangunan wilayah, dan pembangunan pemerintahan. Dari segi pembangunan sektoral, pembangunan daerah merupakan pencapaian sasaran pembangunan nasional dilakukan melalui berbagai kegiatan atau pembangunan sektoral, seperti pertanian, industri, dan jasa yang dilaksanakan di daerah. Pembangunan sektoral dilaksanakan di daerah sesuai dengan kondisi dan potensinya. Dari segi pembangunan wilayah, meliputi perkotaan dan perdesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Dari segi pemerintahan, pembangunan daerah merupakan usaha untuk mengembangkan dan memperkuat pemerintahan daerah untuk makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab. Pembangunan daerah di Indonesia memiliki dua aspek yaitu bertujuan memacu pertumbuhan ekonomi dan sosial di daerah yang relatif terbelakang, dan untuk lebih memperbaiki dan meningkatkan kemampuan daerah dalam melaksanakan pembangunan melalui kemampuan menyusun perencanaan sendiri dan pelaksanaan program serta proyek secara efektif. Pembangunan berbasis pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan antar sektoral, spasial, serta pelaku pembangunan di dalam maupun antar daerah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional dan sinergis antar sektor pembangunan sehingga setiap program pembangunan sektoral selalu dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah (Rustiadi et al., 2006). Pada konsep pembangunan daerah yang berbasis pada sektor/komoditas unggulan ada beberapa kriteria sektor/komoditas sebagai motor penggerak pembangunan suatu daerah, antara lain: mampu memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran, mempunyai keterkaitan ke depan dan belakang (forward dan backward linkage) yang kuat,
11 mampu bersaing (competitiveness), memiliki keterkaitan dengan daerah lain, mampu menyerap tenaga kerja, bertahan dalam jangka waktu tertentu, berorientasi pada kelestarian sumber daya alam dan lingkungan serta tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal. Perencanaan untuk pengalokasian lahan pertanian harus mempertimbangkan banyak faktor (biofisik, ekonomi, sosial) melalui banyak tahap aktivitas. Menurut Young (1998) dalam Baja (2002), aktivitas tersebut pada dasarnya dapat dibagi dalam tiga tahap utama: (1) pemilihan opsi dari beberapa alternatif penggunaan lahan yang tersedia; (2) pembuatan rencana pokok (plan) alternatif terpilih; dan (3) pelaksanaan atau implementasi. Menurut Rondinelli (1985) dalam sudut pandang wilayah sebagai suatu sistem
produksi
pertanian,
kebijakan-kebijakan
dan
program-program
pembangunan wilayah difokuskan pada memperbaiki output pertanian dan efisiensi usaha tani. Informasi yang dikumpulkan pada wilayah tersebut adalah yang berhubungan dengan faktor-faktor yang perlu dikelola untuk meningkatkan produktivitas hasil-hasil pertanian (Gambar 1). Komisi Sosial Ekonomi Asia Pasifik (the Economic and Social Comission for Asia and the Pasific/ESCAP) mempertimbangkan usaha tani dan rumah tangga tani sebagai unit dasar dari aktivitas pertanian terhadap produktivitas pertanian wilayah. Karenanya informasi yang dikumpulkan adalah mengenai penggunaan lahan pertanian, tenaga kerja, modal, dan kondisi pengelolaan pertanian di wilayah tersebut serta komposisinya, kebutuhan subsisten, preferensi dan kebutuhan rumah tangga tani. Usaha tani dan rumah tangga tani dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik (iklim, vegetasi, tanah, hama dan penyakit), karakteristik penduduk (jumlah, densitas, pertumbuhan, dan komposisi penduduk), faktor sosial budaya, tingkat pelayanan sosial ekonomi, harga dan kondisi perdagangan tingkat dunia, harga nasional dan dukungan kebijakan. Formulasi kebijakan dan implementasinya difokuskan pada mengkoordinasikan semua faktor yang dibutuhkan untuk meningkatkan produksi regional dan pendapatan masyarakat.
12 Lingkungan fisik: - Iklim - Vegetasi - Tanah - Hama/Penyakit
Kependudukan: - Kepadatan - Pertumbuhan - Komposisi
Pasar dunia: - Harga - Struktur kekuasaan
Kebijakan pemerintah: - Subsidi - Harga - Pajak
Sistem Pertanian: USAHA TANI - Lahan - Tenaga kerja - Modal - Manajemen - Harga RUMAHTANGGA TANI: - Komposisi - Keb.subsisten - Preferensi individu - Keb. masa depan
Pelayanan sosial ekonomi: - Penelitian lanjutan - Pemasaran - Infrastruktur - Kredit - Pendidikan - Kesehatan - Ketersediaan air
Lingkungan budaya sosial: - Nilai-nilai - Sikap - Struktur sosial - Kepemilikan lahan
Gambar 1 Wilayah sebagai sistem produksi pertanian. sumber: UNESCAP, Guidelines for Rural Center Planning (1979) dalam Rondinelli (1985)
Sektor Basis dan Non Basis Setelah berlakunya otonomi daerah, setiap daerah memiliki independensi dalam menetapkan sektor atau komoditi yang akan menjadi prioritas pengembangan. Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan ataupun kelemahan diwilayahnya menjadi penting. Sektor yang
memiliki
keunggulan
memiliki
prospek
yang
lebih
baik
untuk
dikembangkan dan diharapkan dapat menjadi push factor bagi sektor-sektor lain untuk berkembang (Tarigan, 2005). Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan non basis.
13 Teori ini menyatakan bahwa sektor basis membangun dan memacu penguatan dan pertumbuhan ekonomi lokal, sehingga diidentifikasi sebagai mesin ekonomi lokal. Menurut Rustiadi et al. (2006), sektor ekonomi wilayah dapat dibagi ke dalam dua golongan, yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi di dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah.
Artinya industri basis ini akan
menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayah/daerah. Sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar didaerahnya sendiri, dan kapasitas ekspor ekonomi daerah belum berkembang. Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah akan sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi diwilayahnya. Nilai strategis setiap sektor di dalam memacu menjadi
pendorong
utama (prime
mover) pertumbuhan ekonomi wilayah yang berbeda-beda. Untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan basis dan non basis dapat digunakan metode Location Quotient (LQ), yang merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah. Asumsi dalam LQ adalah terdapat sedikit variasi dalam pola pengeluaran secara geografi dan produktivitas tenaga kerja homogen serta masing-masing industri menghasilkan produk/jasa yang seragam. Berbagai dasar ukuran yang digunakan dalam penghitungan LQ harus disesuaikan dengan kepentingan penelitian dan sumber data yang tersedia. Analisis LQ juga memberikan gambaran sektor atau kegiatan ekonomi apa yang terkonsentrasi dan yang tersebar. Tarigan (2005) menyatakan bahwa LQ sebagai petunjuk adanya keunggulan komparatif dapat digunakan bagi sektorsektor yang telah lama berkembang, sedangkan bagi sektor yang baru atau sedang tumbuh apalagi yang selama ini belum pernah ada LQ tidak dapat digunakan karena produk totalnya belum menggambarkan kapasitas riil daerah tersebut. Jika melakukan analisis LQ dengan penggunaan data time series/trend maka hal ini dapat menunjukkan perkembangan suatu sektor tertentu apakah mengalami kenaikan atau penurunan. Sehingga kekuatan dan kelemahan dalam suatu wilayah
14 dapat dibandingkan secara relatif dalam wilayah yang lebih luas. Dalam konteks strategi pengembangan wilayah perlu digunakan potensi yang positif sebagai kekuatan daerah tersebut. Evaluasi Sumber Daya Lahan Evaluasi sumber daya lahan pada hakekatnya merupakan proses untuk menduga potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaannya. Adapun kerangka dasar dari evaluasi sumber daya lahan adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumber daya yang ada pada lahan tersebut (Sitorus, 2004). Manfaat yang mendasar dari evaluasi sumber daya lahan adalah untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan. Kegunaan terperinci dari evaluasi lahan sangat beragam ditinjau dari konteks fisik, ekonomi, sosial dan dari segi intensitas skala dari studi itu sendiri serta tujuannya. Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Evaluasi kesesuaian lahan pada hakekatnya berhubungan dengan evaluasi untuk satu penggunaan tertentu, seperti untuk budidaya padi, jagung, dan sebagainya. Hal ini dapat dilakukan dengan menginterpretasikan peta-peta yang dapat mengambarkan kondisi biofisik lahan seperti peta tanah, peta topografi, peta geologi, peta iklim dan sebagainya dalam kaitannya dengan kesesuaiannya untuk berbagai tanaman dan tindakan pengelolaan yang diperlukan. Berdasarkan FAO (1976) evaluasi lahan dapat dilakukan menurut dua strategi (Gambar 2): 1) pendekatan dua tahap (two stage approach).
Tahapan pertama terutama
berkenaan dengan evaluasi lahan yang bersifat kualitatif, yang kemudian diikuti dengan tahapan kedua yang terdiri dari analisis ekonomi dan sosial.
15 2) pendekatan sejajar (parallel approach). Analisis hubungan antara lahan dan penggunaan lahan berjalan secara bersama-sama dengan analisis-analisis ekonomi dan sosial. Ciri dari proses evaluasi lahan adalah tahapan di mana persyaratan yang dibutuhkan suatu penggunaan lahan dibandingkan dengan kualitas lahan. Sedangkan fungsi dari evaluasi lahan adalah memberikan pengertian tentang hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya serta memberikan kepada perencana perbandingan serta alternatif pilihan penggunaan yang diharapkan berhasil (FAO, 1976). PENDEKATAN DUA TAHAP
Konsultasi Awal
Survei Dasar TAHAP PERTAMA
TAHAP KEDUA
Klasifikasi Lahan Kualitatif Analisis Sosial dan Ekonomi
PENDEKATAN SEJAJAR
Survei Dasar
Klasifikasi Lahan Kualitatif dan Kuantitatif
Analisis Sosial dan Ekonomi
Klasifikasi Lahan Kuantitatif Keputusan-keputusan Perencanaan
Gambar 2 Pendekatan dua tahap dan sejajar dalam evaluasi lahan. Kualitas lahan merupakan sifat-sifat atribut yang komplek dari suatu lahan. Sedangkan tipe penggunaan lahan adalah jenis penggunaan lahan yang diuraikan secara lebih detil karena menyangkut pengelolaan, input yang diperlukan dan output yang diharapkan secara spesifik. Persyaratan penggunaan lahan yang meliputi persyaratan tanaman, persyaratan pengelolaan, dan persyaratan konservasi diperlukan masing-masing komoditas mempunyai kisaran batas minimum, optimum, dan maksimum (FAO, 1976). Persyaratan tersebut dijadikan
16 dasar dalam menyusun kriteria kelas kesesuaian lahan yang dikaitkan dengan kualitas dan karakteristik lahan. Adapun parameter yang dinilai dalam evaluasi lahan adalah kualitas lahan yang dicerminkan oleh karakteristik lahan yang nyata berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman (Tabel 2). Sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang banyak dipakai adalah berdasarkan sistem yang dikembangkan oleh FAO (1976). Berdasarkan sistem klasifikasi ini, tingkat kesesuaian suatu lahan ditunjukkan melalui empat kategori yang merupakan tingkatan yang bersifat menurun yaitu: (1) Ordo: menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu. Ordo dibagi menjadi dua yaitu ordo S (sesuai) dan N (tidak sesuai); (2) Kelas: menunjukkan tingkat kesesuaian dari masing-masing ordo. Ada tiga kelas dari ordo tanah yang sesuai yaitu S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai), dan S3 (sesuai marjinal/bersyarat). Sedangkan untuk ordo yang tidak sesuai ada dua kelas yaitu N1 (tidak sesuai saat ini) dan N2 (tidak sesuai); (3) Sub Kelas: menunjukkan jenis faktor penghambat pada masing-masing kelas. Pada satu sub kelas dapat mempunyai lebih dari satu faktor penghambat dan jika ini terjadi maka faktor penghambat yang paling dominan dituliskan paling depan; dan (4) Unit: menunjukkan kesesuaian lahan dalam tingkat unit yang merupakan pembagian lebih lanjut dari subkelas berdasarkan atas besarnya faktor penghambat. Dalam proses evaluasi lahan, kesesuaian lahan aktual (yang merupakan kesesuaian lahan yang diperoleh saat penelitian) dapat diperbaiki menjadi kelas kesesuaian lahan yang lebih tinggi atau disebut dengan kesesuaian lahan potensial (kesesuaian lahan setelah dilakukan perbaikan atau input yang diperlukan). Namun demikian tidak semua kualitas atau karakteristik lahan dapat diperbaiki dengan teknologi yang ada saat ini atau diperlukan tingkat pengelolaan yang tinggi untuk melakukan perbaikan.
17 Tabel 2 Parameter (kualitas dan karakteristik lahan) dalam evaluasi lahan No A 1 2 3 4 5
Kualitas Lahan
Karakteristik Lahan
Persyaratan Tumbuh Tanaman/Ekologi Regim radiasi Panjang/lama penyinaran Regim suhu Suhu rata-rata tahunan Suhu rata-rata bulanan Suhu rata-rata max./min. bulanan Kelembaban udara Kelembaban nisbi Ketersediaan air Curah hujan tahunan Curah hujan bulanan Bulan kering (Curah hujan < 60 mm) Media perakaran Drainase Tekstur Kedalaman efektif Gambut (kedalaman, kematangan, kadar abu)
6
Retensi hara
7
Ketersediaan hara
8
Bahaya banjir
9 10
Kegaraman Toksisitas
B 11
Persyaratan Pengelolaan Kemudahan pengelolaan
12
Potensi mekanisasi
C 13
Persyaratan Erosi Bahaya Erosi
KTK pH C-Organik N total P2O5 tersedia Periode Frekuensi Daya hantar listrik (DHL) Kejenuhan Al Bahan sulfidik Tekstur tanah/bahan kasar Kelas kemudahan pengelolaan Kemiringan lahan Batuan di permukaan Singkapan batuan Tingkat bahaya erosi Indek bahaya erosi
Sumber: Puslitbangtanak, 2003
Komoditas Unggulan Daerah Penetapan komoditas unggulan nasional dan daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih
keunggulan
komparatif
dan
kompetitif
dalam
menghadapi
era
perdagangan bebas. Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis, baik berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat) untuk dikembangkan di suatu wilayah (Badan Litbang Pertanian, 2003).
18 Menurut Syafaat dan Supena (2000) dalam Hendayana (2003) langkah menuju
efisiensi
pembangunan
pertanian
dapat
ditempuh
dengan
mengembangkan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi, dan sosial ekonomi (penguasaan teknologi, kemampuan sumber daya manusia, adat istiadat, dan infrastruktur) petani di suatu wilayah. Sedangkan dari sisi permintaan komoditas unggulan dicirikan dari kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik maupun internasional. Pada lingkup kabupaten/kota, komoditas unggulan kabupaten diharapkan memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) mengacu kriteria komoditas unggulan nasional; (2) memiliki nilai ekonomi yang tinggi di kabupaten; (3) mencukupi kebutuhan sendiri dan mampu mensuplai daerah lain/ekspor; (4) memiliki pasar yang prospektif dan merupakan komoditas yang berdaya saing tinggi; (5) memiliki potensi untuk ditingkatkan nilai tambahnya dalam agroindustri; dan (6) dapat dibudidayakan secara meluas di wilayah kabupaten. Setiap daerah mempunyai karakteristik wilayah, penduduk, dan sumber daya yang berbeda-beda. Hal ini membuat potensi masing-masing daerah akan menjadi berbeda pula dan akan mempengaruhi arah kebijakan pengembangan kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Penetapan komoditas unggulan di suatu wilayah menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa komoditaskomoditas yang mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain adalah komoditas yang secara efisien diusahakan dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Pewilayahan Komoditas Unggulan Pertanian Pewilayahan komoditas pertanian sesuai dengan daya dukung lahan dimaksudkan agar produktivitas lahan yang diusahakan mencapai tingkat optimal. Dalam mendukung kegiatan agribisnis, pengertian produktivitas lahan ditujukan untuk suatu tipe penggunaan lahan (Land Utilization Types) baik secara campuran
19 (multiple land utilization types) maupun individual (compound utilization types) mampu berproduksi optimal (Djaenudin et al., 2002). Dilihat dari aspek ekonomi komoditas yang dihasilkan harus mempunyai peluang pasar, baik sebagai komoditas domestik maupun ekspor. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka komoditas harus dikembangkan pada lahan yang paling sesuai sehingga akan mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif. Pada umumnya setiap tanaman dan/atau kelompok tanaman mempunyai persyaratan tumbuh yang spesifik untuk dapat berproduksi secara optimal. Hal ini menunjukkan bahwa suatu wilayah kemungkinan hanya memiliki kesesuaian untuk komoditas tertentu tetapi tidak untuk yang lain. Sehingga apabila persyaratan tumbuhnya dari segi lahan tidak terpenuhi maka tidak selalu setiap jenis komoditas dapat diusahakan di setiap wilayah. Perbedaan karakteristik lahan yang mencakup iklim terutama suhu udara dan curah hujan, tanah (sifat fisik, morfologi, kimia tanah), topografi (elevasi, lereng), dan sifat fisik lingkungan lainnya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk seleksi awal dalam menyusun zonasi pengembangan komoditas pertanian. Penyusunan tata ruang pertanian melalui pendekatan pewilayahan komoditas dengan mempertimbangkan daya dukung lahan akan dapat menjamin produktivitas lahan yang berkelanjutan tanpa merusak lingkungan. Proses Hirarki Analitik (PHA/Analytical Hierarchy Process) Di dalam pengambilan suatu keputusan, banyak sekali kriteria yang harus diperhitungkan baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Banyak diantara kriteria-kriteria tersebut dapat bersifat conflicting (saling bertentangan) pada suatu alternatif sehingga dalam pengambilan keputusan dengan melibatkan kriteria ganda (multi-criteria decision making) yang dihasilkan adalah solusi kompromi (compromised solution) terhadap semua kriteria yang diperhitungkan. Salah satu teknik analisis kriteria ganda adalah Proses Hirarki Analitik (PHA/Analytical Hierarchy Process) yang dikembangkan oleh Thomas L.Saaty pada awal 1970-an. Analisis kriteria ganda dengan PHA didasarkan atas konsep
20 dekomposisi dan sintetis dengan penyajian struktur kriteria secara hierarkis. Model Struktur PHA 2 Level dengan N kriteria dan M alternatif disajikan pada Gambar 3. Go
Level 0
C
Level 1
C11
Level 2
…...... .
C
Cn
C12
Alternatif
C
A
Cn
………… …
A
Am
Gambar 3 Model struktur PHA 2 level dengan N kriteria dan M alternatif. Untuk memperoleh bobot dari tiap-tiap kriteria, PHA menggunakan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) dengan skala 1 sampai 9 dimana:
1 = sama penting (equal importance); 3 = sedikit lebih penting
(moderate more importance); 5 = cukup lebih penting (essential, strong more importance); 7 = jauh lebih penting (demonstrated importance); 9 = mutlak lebih penting (absolutely more importance); 2, 4, 6, 8 = nilai-nilai antara yang memberikan kompromi (grey area). Kuesioner perbandingan berpasangan diberikan dalam bentuk sebagai berikut : 9 C1
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
X
4
5
6
7
8
9 C2
Artinya: kriteria C1 jauh lebih penting daripada C2. Jika terdapat n kriteria maka akan terdapat (n(n-1))/2 perbandingan berpasangan. Di dalam analisa multi kriteria ganda diperhitungkan juga kriteria kualitatif yang memungkinkan terjadinya ketidakkonsistenan (inconsistency) dalam penilaian perbandingan kriteria-kriteria atau alternatif-alternatif. Salah satu cara pengukuran konsistensi diusulkan oleh Saaty melalui indeks konsistensi (Consistency Index/CI) yang didefinisikan sebagai:
21 =
CI
λ max − n n − 1
dengan n menyatakan jumlah kriteria/alternatif yang dibandingkan dan λmax adalah nilai eigen (eigen value) yang terbesar dari matriks perbandingan berpasangan orde n. Jika CI bernilai 0 maka berarti keputusan penilaian tersebut bersifat perfectly consistent dimana λmax sama dengan jumlah kriteria yang diperbandingkan yaitu n. Semakin tinggi nilai CI semakin tinggi pula tingkat ketidakkonsistenan dari keputusan perbandingan yang telah dilakukan. Rasio konsistensi (CR/Consistency Ratio) dirumuskan sebagai perbandingan antara Consistency Index (CI) dan Random Index (RI) dengan rumus sebagai berikut: =
CR
CI RI
Tabel nilai-nilai RI untuk beberapa nilai n diberikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Nilai RI N
1 2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
RI
0 0
0,58
0,90
1,12
1,24
1,32
1,41
1,45
1,49
1,51
1,48
1,56
1,57
1,59
Nilai CR yang lebih besar dari 0,1 perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap penilaian responden (Saaty, 1980). Proses hirarki analitik merupakan salah satu metode analisis yang banyak digunakan dalam pengambilan keputusan. Baja (2002) dalam makalahnya yang berjudul Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Analytic Hierarchy Process dalam Studi Alokasi dan Optimasi Penggunaan Lahan Pertanian memberikan dua macam pendekatan analisis dengan PHA. Yang pertama adalah penentuan proporsi optimal lahan untuk tiga jenis komoditas yaitu jagung, kedelai, dan buahbuahan, dan yang kedua adalah penentuan peringkat bidang lahan untuk satu jenis penggunaan lahan. Pada pendekatan ini data diproses dengan menggunakan pendekatan integrasi lepas (loose coupling integration), dimana basis data dibangun dan dikelola dalam sistem informasi geografi (SIG), kemudian analisis kriteria gandanya dilakukan dalam sistem perangkat lunak PHA (Expert Choice 2000).
22 Metode analisis yang dipaparkan menunjukkan bahwa PHA dapat digunakan untuk menganalisis kesesuaian lahan secara komprehensif, yang mempertimbangkan aspek biofisik (seperti kelas kesesuaian lahan, tingkat erosi, dan lain-lain), ekonomi (biaya produksi, peluang pasar, sarana prasarana, dan lainlain), dan sosial (preferensi masyarakat untuk komoditi tertentu, kemauan berpartisipasi, dan sebagainya). PHA dapat menganalisis secara simultan parameter-parameter yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Dengan demikian keluaran hasil pemodelan, survei, pendugaan, atau analisis dengan GIS dapat sekaligus dipadukan dengan parameter lain dalam suatu sistem/lingkup analisis yang sama. Teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG) Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan suatu cara baru yang berkembang saat ini dalam menyajikan dan melakukan analisis data spasial dengan komputer. Selain mempercepat proses analisis, SIG juga bisa membuat model yang dengan manual sulit dilakukan (Barus dan Wiradisastra, 2000). Konsep dasar SIG merupakan suatu sistem yang terpadu yang mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan data yang selanjutnya dapat menggunakan sistem penyimpanan, pengolahan maupun analisis data secara simultan sehingga dapat diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek spasial. Elemen dasar SIG yang beroperasi pada sistem yang terpadu tersebut meliputi hardware, software, pemasukan data, serta sumberdaya manusia yang bertanggung jawab terhadap masalah desain, implementasi, dan penggunaan dari SIG. Keluaran yang dihasilkan dari keempat elemen tersebut berupa informasi keruangan yang jelas dalam bentuk peta, grafik, tabel ataupun laporan ilmiah. SIG dapat mendukung fungsi sebagai berikut: (1) menyediakan struktur basis data untuk penyimpanan dan pengaturan data dalam area yang luas; (2) mampu mengumpulkan atau memisahkan data regional, landsekap, dan skala plot; (3) mampu membantu dalam pengalokasian plot studi dan atau secara ekologi area yang sensitif; (4) meningkatkan kemampuan ekstraksi informasi
23 penginderaan jauh; (5) mendukung analisis statistik spasial pada distribusi ekologi; dan (6) menyediakan input data/parameter untuk permodelan ekosistem. Aronoff (1993) menguraikan SIG atas beberapa sub sistem yang saling terkait yaitu: (1) data input, yang bertanggung jawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan format-format data ke dalam format yang digunakan oleh SIG; (2) data output, sebagai sub sistem yang menampilkan atau menghasilkan sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti tabel, grafik, peta dan lain-lain; (3) data manajemen, yang mengorganisasikan baik data spasial maupun atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah di-update dan diedit; dan (4) data manipulasi dan analisis, sebagai sub sistem yang menentukan informasi-informasi yang dihasilkan oleh SIG. Selain itu juga melakukan manipulasi dan permodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. Penyajian data spasial dari fenomena geografis di dalam komputer dapat dilakukan dalam dua bentuk yaitu raster (grid cell) dan vektor. Bentuk raster adalah penyajian obyek dalam bentuk rangkaian elemen gambar (pixel) yang menampilkan semua obyek dalam bentuk sel-sel. Sedangkan vektor disajikan dalam bentuk titik atau segmen garis karena model data vektor lebih banyak berkaitan dengan bentuk obyek pada peta. Aplikasi SIG dalam pengambilan keputusan berkriteria ganda sangat besar peranannya dalam pengelolaan basis data, analisis berbasis spasial, penampilan luaran hasil analisis, dan fungsi-fungsi SIG lainnya (Baja, 2002). Seperti dikemukakan juga oleh Miranda (2004) dalam tulisannya yang mengintegrasikan kegunaan SIG untuk mengatasi masalah alokasi lahan melalui dua teknik: fuzzy logic dan multicriteria analysis, bahwa SIG sangat berguna dalam analisis data spasial dan analisis multi-kriteria ideal dalam pengambilan keputusan dalam pengembangan wilayah. Pemodelan Multi-Criteria Evaluation (MCE) Metode yang umum untuk mencapai evaluasi adalah evaluasi multi-kriteria (Multi-Criteria Evaluation/MCE) dimana kesesuaian lahan maupun alokasi
24 penggunaan lahan untuk tujuan tertentu diuji berdasarkan pada pemikiran ataupun kriteria yang ditetapkan. Prosedur evaluasi multi-kriteria berbentuk hibrid karena mengkombinasikan keahlian baik para ahli dan juga pengguna akhir. Prosedur ini dapat digunakan sebagai alat yang sistematis untuk partisipasi pengguna selama pembuatan desain dan pengujian. Pengguna tidak hanya sebagai subyek tetapi juga sebagai evaluator, desainer, dan pembuat dan penentu keputusan. Kriteria beraneka dirangking dalam satu order berdasarkan kepentingannya terhadap subyek. Prosedur evaluasi, termasuk kepentingan kuantitatif tiap kriteria dapat ditentukan untuk satu produk. Ilustrasi konkrit dan prototipe yang dapat diuji pengguna digunakan untuk menggambarkan bagaimana produk yang dipertanyakan terlihat dan dirasakan (Husdal, 2002 dalam Desiana, 2006). Metode MCE melibatkan pembobotan, skoring atau ranking kriteria baik kualitatif maupun kuantitatif dalam hal kepentingannya baik untuk tujuan tunggal maupun beraneka. Pembobotan informal dan metode skoring merupakan teknik pemodelan yang paling umum digunakan oleh pembuat keputusan. Heywood et al. (2002) dalam Desiana (2006) selanjutnya mendefinisikan: (1) satu keputusan adalah satu pilihan dari dua alternatif; (2) kriteria sebagai bukti dari mana keputusan berdasar; (3) satu aturan keputusan sebagaimana beberapa metode pembobotan atau kriteria skor untuk menilai kepentingannya, dalam banyak kasus penting untuk menstandarisasi kriteria karena penggunaan campuran data kuantitatif dan kualitatif; dan (4) satu opsi keputusan sebagai keluaran dari penerapan aturan keputusan. Adapun Husdal (2002) dalam Desiana (2006) menyatakan bahwa aturan keputusan memerlukan tiga elemen, yaitu: (1) standarisasi,
untuk
penggambaran
kriteria
dalam
hal
kemungkinan
perbandingan; (2) agregasi, untuk mengkombinasi berbagai kriteria yang menghasilkan satu ukuran komposisi dari tiap alternatif kesesuaian; dan (3) ambang (treshold), suatu ambang nilai untuk memutuskan alternatif ke dalam dua hal – ya atau tidak.
25 Evaluasi multi kriteria dalam SIG ditetapkan dalam dua cara: kriteria dikonversi ke bentuk Boolean untuk mempertimbangkan keputusan dan kriteria diskalakan kembali untuk satu standar skala numerik dan mengkombinasikannya dengan menggunakan Weighted Linear Combination (WLC). Salah satu perangkat lunak SIG yang menjadi pionir dalam penggunaan SIG berbasis pada banyak tujuan bagi pembuat keputusan, ketepatan manajemen dan penilaian resiko adalah Idrisi. Idrisi mendukung data input dari tiga sumber yaitu digitizer, scanner dan GPS; impor data ke format Idrisi; dan impor dan konversi data dalam format file non-Idrisi yang umum tersedia (file Arc/Info atau citra satelit). Dalam menu help perangkat lunak Idrisi versi 3.2 dijelaskan bahwa MCE adalah alat pendukung keputusan (decision support) untuk evaluasi multi-kriteria (multi-criteria evaluation). Menurut Husdal (2002) dalam Desiana (2006) di dalam Idrisi menghitung bobot adalah didasarkan pada metode perbandingan berpasangan yang dikembangkan oleh Saaty (1980) melalui Analytical Hierarchy Process. Salah satu alat analisa untuk metode MCE pada Idrisi adalah MultiObjective Land Allocation (MOLA). Berdasarkan peta kesesuaian lahan, MOLA bekerja berdasarkan tujuan, pembobotan relatif terhadap setiap tujuan, dan luasan wilayah yang akan dialokasikan untuk setiap tujuan (Mwasi, 2001). Menurut Simonovic (1997), Idrisi merupakan alat informasi geografi profesional berbasis sistem mikro komputer yang mengintegrasi layar baik untuk data vektor maupun raster. Sistem dalam Idrisi memfasilitasi analisis geografi dan model lingkungan. Penggunaannya mudah, komposisi peta baik dan tampilan sistem memungkinkan untuk mengakses ke lebih dari 150 modul analisis. Idrisi merupakan software pionir yang mengembangkan sarana khusus untuk sistem informasi geografi yang berbasis pada banyak tujuan bagi pembuat keputusan, ketepatan manajemen, dan penilaian resiko.
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Keberhasilan pembangunan suatu daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sumber daya alam, sumber daya manusia, dan program-program pembangunan yang tepat. Untuk wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam khususnya potensi pertanian yang cukup tinggi seperti di Kabupaten Lampung Timur, maka ketersediaan sumber daya manusia yang cukup memadai dan program-program pembangunan pertanian yang tepat akan sangat mendorong kemajuan perkembangan pembangunan daerah secara cepat. Swasembada pangan, ketersediaan serta keamanan pangan (food security) diawali dengan kontinuitas dan kecukupan produksi pertanian dalam arti luas. Sektor pertanian perlu bekerja sama dengan semua bidang dan keahlian untuk mewujudkannya (Syahbudin, 2005). Salah satu kajian pembangunan pertanian yang mengacu pada potensi yang dimiliki oleh daerah adalah pewilayahan komoditas unggulan. Penetapan komoditas unggulan ditentukan oleh berbagai aspek dan kriteria, seperti aspek teknis, ekonomi, dan sosial. Untuk memunculkan pewilayahan komoditas yang tepat sebagai salah satu arahan pengembangan wilayah, maka harus melalui proses seperti mengidentifikasi permasalahan, menginventarisasi kendala-kendala pembangunan yang ada selama ini, mencari potensi unggulan wilayah dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan kriteria secara holistik, dan membuat arahan pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan tersebut. Salah satu metode yang dapat dipergunakan untuk menentukan prioritas komoditas unggulan daerah dengan kajian yang cukup komprehensif adalah metode Analytical Hierarchy Process (Proses Hirarki Analitik/PHA). Kemudian untuk memperlihatkan hasil kajian secara spasial maka dilakukan pemodelan Multi-Criteria Evaluation (MCE) melalui analisis Multi-Objective Land Allocation (MOLA) yang pembobotannya berbasis PHA tersebut. Pemodelan MCE ini diharapkan dapat memberikan prioritas komoditas unggulan yang akan dijadikan sebagai arahan pengembangan potensi pertanian khususnya tanaman pangan di Kabupaten Lampung Timur.
27 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur yang secara geografis terletak pada posisi 1050 15′ BT - 1060 20′ BT dan 40 37′ LS - 50 37′ LS dan memiliki luas wilayah ± 5 325.03 km2. Penelitian berlangsung selama empat bulan dimulai pada bulan Juni sampai dengan September 2007.
Pengumpulan Data Jenis dan Sumber Data Data-data digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survei langsung ke lapangan baik melalui wawancara maupun pengamatan langsung di lapangan untuk memperoleh data sosial ekonomi. Data sekunder yang digunakan adalah luas panen komoditas pertanian Kabupaten Lampung Timur tahun 2000 - 2006, data analisa ekonomi usahatani komoditas pertanian, data curah hujan, peta topografi, peta digital wilayah administrasi kabupaten, peta lereng dan elevasi, peta RTRW kabupaten, peta penggunaan lahan, peta tanah dan satuan lahan, peta bentuk lahan, dan peta jaringan jalan dan sungai (Tabel 4). Survei Lapang Survei lapang dilakukan untuk mengidentifikasi potensi biofisik lahan pertanian yang terdapat di Kabupaten Lampung Timur dan melakukan verifikasi data sekunder yang sudah ada. Metode Wawancara Untuk mengetahui kondisi masyarakat yang memiliki lapangan usaha di sektor pertanian, dilakukan wawancara dengan Bappeda, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Timur, Dinas
28 Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, Balai Penelitian, dan masyarakat tani. Wawancara diarahkan untuk mendapatkan bahan analisa mengenai sosial ekonomi masyarakat tani dan penilaian bobot kepentingan alternatif pencapaian tujuan dengan proses hirarki analitik. Teknik pengambilan sampling responden berdasarkan purposive sampling. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian No
Skala
Tahun
1 2 3 4
Peta Tanah Peta RBI Peta Bentuk Lahan Peta Administrasi
1 : 100.000 1 : 50.000 1 : 100.000 1 : 100.000
2002 Edisi 1975-1986 2002 2002
Digital Digital Digital Digital
5
1 : 100.000
2002
Digital
6
Peta RTRW Kab. Lampung Timur Peta Penggunaan Lahan
1: 100.000
2004
Digital
7
Peta Lereng dan Elevasi
1 : 50.000
2007
Digital
8
Data Curah Hujan
-
2001-2006
Tabular
9
Data Luas Panen dan Produksi Tanaman Pangan Kab. Lampung Timur Data Podes Kab.Lampung Timur Data PDRB Kab.Lampung Timur Data Pola Konsumsi Masyarakat, Jumlah dan Jenis Industri Terkait
-
2000-2006
Tabular
-
2006
Tabular
BPS Propinsi Lampung
-
2002-2006
Tabular
-
2005, 2006
Tabular
-
2007
Tabular
BPS Kab.Lampung Timur Dinas Pertanian TPH, Dinas Perindustrian, Perdagangan , dan Koperasi, BPS Kab. Lampung Timur, BPS Prop.Lampung Wawancara Aparat Pemda, Petani dan Tokoh Tani, Peneliti
10 11 12
13
Jenis Data
Data preferensi stakeholders terhadap pewilayahan komoditas unggulan
Bentuk
Sumber Data PPT Bogor Bakosurtanal Dit. Geologi BPN Kab. Lampung Timur Bappeda Kab. Lampung Timur BPN Kab. Lampung Timur Hasil olahan peta kontur Bakosurtanal Dinas Pertanian TPH Kab.Lampung Timur Dinas Pertanian TPH, BPS Kab.Lampung Timur
Pengolahan dan Analisis Data Penyusunan Basis Data dan Penyiapan Data Digital Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data spasial dan data tabular. Sebelum dapat dilakukan operasi overlay dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) diperlukan proses pemasukan data yang dapat diartikan mengubah semua bentuk data dan informasi yang tersedia ke dalam bentuk data
29 digital. Peta yang masih berbentuk manual diubah ke dalam bentuk digital dengan metode on screen digitation dan diikuti dengan pemasukan data atribut. Untuk peta-peta yang memiliki sistem koordinat yang berbeda dilakukan transformasi koordinat sehingga tersusun basis data spasial dengan sistem koordinat yang sama. Perangkat lunak yang digunakan adalah ArcView Ver. 3.3 dan Idrisi Ver. 3.2. Penetapan Sektor Basis dan Komoditas Unggulan Penetapan sektor basis dan komoditas unggulan yang akan dipilih dilakukan dengan beberapa analisis yang secara rinci dijelaskan sebagai berikut : 1. Analisis Location Quotient (LQ) Analisis LQ dilakukan secara bertahap untuk menentukan sektor basis dan komoditas yang menjadi unggulan. Dalam penentuan sektor basis data yang digunakan adalah data PDRB per sub sektor (tahun 2002-2006). Penggunaan rumus nilai LQ untuk perhitungan sektor basis sebagai berikut : LQij = Dimana:
LQij X.. Xi. X.j Xij i j
Xij/Xi. X.j/X.. = indeks lokasi/wilayah ke-i untuk aktivitas ke-j = derajat aktivitas total agregat wilayah/propinsi = derajat aktivitas total pada wilayah ke-i = derajat aktivitas ke-j pada total wilayah = derajat pada wilayah ke-i untuk aktivitas ke-j = wilayah yang diteliti (kabupaten) = aktivitas ekonomi yang dilakukan (sektor ekonomi)
Untuk penentuan sektor basis agregat wilayahnya menggunakan propinsi dengan sektor yang dianalisis merupakan sektor-sektor yang menjadi lapangan usaha utama yaitu pertanian; pertambangan dan penggalian; industri, listrik, gas dan air bersih; bangunan; perdagangan, hotel, dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa. Sedangkan untuk menentukan komoditas unggulan yang berbasis lahan seperti tanaman pangan, perhitungannya didasarkan pada luas areal panen tahun
30 2006. Adapun untuk perhitungan komoditas tanaman pangan basis, rumus yang dipergunakan sebagai berikut: LQ = Dimana:
LQ pi pt Pi Pt i t
pi/pt Pi/Pt = indeks lokasi komoditas i pada kecamatan tertentu = luas areal panen komoditas i pada tingkat kecamatan (hektar) = luas areal panen total komoditas pada tingkat kecamatan (hektar) = luas areal panen komoditas i pada tingkat Kabupaten (hektar) = luas areal panen total komoditas pada tingkat Kabupaten (hektar) = komoditas tanaman pangan tertentu = total komoditas tanaman pangan
Untuk penentuan komoditas basis per kecamatan agregat wilayahnya adalah kabupaten dengan komoditas tanaman pangan yang dianalisis yaitu padi sawah, padi ladang, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. Nilai LQ yang diperoleh akan berada dalam kisaran < 1, = 1, atau > 1, atau dengan kata lain 1 ≥ LQ > 1. Kisaran nilai tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: -
nilai LQ = 0 menunjukkan aktivitas tidak berkembang;
-
nilai LQ = 1 maka perkembangan aktivitas sama dengan rataan seluruh unit wilayah;
-
nilai LQ<1 maka perkembangan aktivitas di bawah rataan seluruh unit wilayah atau dapat dikatakan sebagai sektor non basis ; dan
-
nilai LQ>1 maka perkembangan aktivitas lebih tinggi dari perkembangan rataan seluruh unit wilayah atau indikasi adanya pemusatan aktivitas di unit wilayah tersebut atau dapat dikatakan sebagai sektor basis dan memiliki keunggulan komparatif. Besaran nilai LQ menunjukkan besaran derajat spesialisasi atau konsentrasi
dari komoditas itu di wilayah yang bersangkutan relatif terhadap wilayah referensi. Semakin besar nilai LQ di suatu wilayah maka semakin besar pula
31 derajat konsentrasinya di wilayah tersebut. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara sederhana dengan menggunakan worksheet dari Excel dalam MS Windows XP. 2. Analisis Tren Luas Panen Komoditas Tanaman Pangan Analisis tren luas panen dilakukan untuk melihat komoditas yang memiliki luas panen yang dominan selama tahun 2000-2006. Hal ini dapat menunjukkan komoditas apa saja yang menjadi pilihan utama masyarakat dalam berusaha tani. Data yang digunakan adalah luasan panen karena data ini dapat dijadikan perbandingan yang cukup obyektif untuk setiap komoditas tanaman pangan. Luas panen juga merupakan resultante kesesuaian tumbuh tanaman dengan kondisi agroekologi yang secara implisit mencakup unsur-unsur (peubah) iklim, fisiografi, dan jenis tanah. Analisis tren luas panen dilakukan dengan melihat fluktuasi luasan areal komoditas tanaman pangan selama tujuh tahun terakhir, kemudian komoditas diranking berdasarkan luasan areal terbesar untuk ranking 1 hingga luasan areal terkecil untuk ranking terendah. 3. Analisis Permintaan Analisis untuk menilai aspek demand masyarakat dapat dilihat dari kecenderungan permintaan masyarakat. Seberapa besar kebutuhan masyarakat akan suatu jenis komoditas dan tingkat ketersediaan dari komoditas tersebut turut menentukan prioritas pengembangan komoditas unggulan yang akan ditetapkan. Komoditas yang mampu memenuhi kebutuhan daerah dan memiliki surplus produksi untuk memenuhi kebutuhan regional maupun nasional maka akan ditetapkan sebagai komoditas unggulan dari sisi demand. Analisis permintaan dilakukan dengan menggunakan data ketersediaan dan konsumsi bahan pangan Kabupaten Lampung Timur tahun 2006. Berdasarkan data tersebut setiap komoditas diranking berdasarkan nilai surplus/minus ketersediaannya, mulai dari surplus tertinggi untuk ranking 1 sampai minus tertinggi untuk ranking terendah.
32 4. Analisis Deskriptif terhadap Preferensi Masyarakat Untuk melihat sejauh mana preferensi masyarakat terhadap komoditas unggulan yang akan dikembangkan di Kabupaten Lampung Timur maka dilakukan analisis deskriptif untuk melihat seberapa besar keterlibatan dan animo masyarakat dalam berusaha tani. Analisis dilakukan berdasarkan hasil wawancara dengan stakeholders yang memiliki keterkaitan dengan sektor pertanian khususnya tanaman pangan. Jumlah responden yang ditetapkan melalui purposive sampling sebanyak 45 orang dan tersebar di kecamatan sentra komoditas hasil identifikasi awal. Hasil wawancara selanjutnya ditabulasikan sehingga akan didapat persentase responden yang memilih suatu komoditas tanaman pangan tertentu. Selanjutnya komoditas diranking berdasarkan jumlah persentase responden yang memilih komoditas tersebut mulai dari persentase terbesar untuk ranking 1 hingga persentase terkecil untuk ranking terendah. 5.
Penetapan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan Penetapan komoditas unggulan dilakukan berdasarkan nilai urutan prioritas
hasil analisa dari setiap komoditas dikalikan persentase bobot setiap alat analisa yang digunakan. Untuk analisis preferensi masyarakat diberikan nilai 40%, analisis permintaan 30%, analisis LQ 20%, dan analisis tren luas panen 10%. Urutan ditentukan berdasarkan jumlah persentase terkecil untuk ranking 1 hingga jumlah persentase terbesar untuk ranking terendah. Analisis preferensi masyarakat diberikan persentase terbesar (40%) dengan asumsi dalam berusaha tani tidak ada satu pihak pun, baik dari instansi pemerintah maupun swasta yang bisa memaksa petani untuk mengusahakan komoditas tertentu yang akan dibudidayakan di lahan pertaniannya terkecuali atas kemauannya sendiri. Analisis permintaan diberikan persentase 30% karena dalam analisis ini menggambarkan aspek sosial dan ekonomi yang terlibat didalamnya, seperti pemenuhan kebutuhan pangan dan peluang pasar dari komoditas tanaman pangan.
33 Analisis LQ diberikan persentase 20% karena analisis ini memaparkan mengenai keunggulan komparatif dan pola penyebaran dari setiap komoditas di setiap kecamatan di Kabupaten Lampung Timur, yang secara tidak langsung hanya memberikan gambaran spasial mengenai wilayah-wilayah yang memiliki komoditas tanaman pangan tertentu sebagai sektor basis. Sedangkan analisis tren luas panen diberikan persentase terkecil 10% (setengah dari bobot analisis LQ) karena data luas panen telah dijadikan dasar perhitungan LQ. Analisis Kelas Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan dilakukan melalui evaluasi lahan setelah tiga komoditas unggulan tanaman pangan ditentukan. Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta untuk tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan tersebut. Kriteria kualitas lahan yang dijadikan parameter dalam penelitian ini berdasarkan kriteria Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (2003) yang mencakup iklim, tanah, terrain (meliputi lereng dan topografi), batuan di permukaan dan di dalam tanah, singkapan batuan, hidrologi, dan persyaratan penggunaan lahan atau persyaratan tumbuh tanaman. Data untuk melakukan penilaian kelas kesesuaian lahan per satuan lahan ini berdasarkan data kimia fisik tanah yang didapat dari hasil survei tanah Bappeda pada tahun 2006. Untuk mendapatkan posisi yang tepat dalam pewilayahan komoditas unggulan berdasarkan potensi serta persyaratan yang dibutuhkan untuk sektor pertanian, maka pembuatan peta kesesuaian lahan dibuat dengan overlay serta operasi-operasi Sistem Informasi Geografis (SIG) lainnya terhadap peta-peta tematik yang ada (peta topografi, peta curah hujan, peta digital wilayah administrasi kabupaten, peta bentuk lahan, peta lereng, peta tanah) dan persyaratan
tumbuh
tanaman
(land
requirements).
Kemudian
arahan
pengembangan komoditas berdasarkan potensi fisik wilayah dilakukan dengan overlay peta kesesuaian lahan dengan peta RTRW, peta penggunaan lahan terkini, dan peta jaringan jalan dan sungai.
34 Analisis Skalogram Analisis skalogram digunakan untuk menentukan peringkat pemukiman atau wilayah dan kelembagaan atau fasilitas pelayanan. Asumsi yang digunakan adalah wilayah yang memiliki ranking tertinggi adalah lokasi yang dapat dijadikan pusat pelayanan. Berdasarkan analisis ini dapat ditentukan prioritas pengadaan sarana dan prasarana di setiap unit wilayah yang dianalisis. Indikator yang digunakan dalam analisis skalogram adalah jumlah penduduk, jumlah jenis, jumlah unit, serta kualitas fasilitas pelayanan yang dimiliki masing-masing kecamatan. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam analisis pusat pelayanan dengan metode skalogram adalah: (1) setiap kecamatan disusun berurut berdasarkan peringkat jumlah penduduk; (2) setiap kecamatan disusun berurut berdasarkan jumlah jenis fasilitas yang dimiliki; (3) fasilitas-fasilitas disusun berurut berdasarkan jumlah wilayah yang memiliki jenis fasilitas tersebut; (4) peringkat jenis fasilitas disusun berurut berdasarkan jumlah total unit fasilitas; dan (5) peringkat kecamatan disusun urutannya berdasarkan jumlah total fasilitas yang dimiliki baik dari jumlah jenis maupun jumlah unit fasilitas pada masingmasing wilayah tersebut. Penyusunan skalogram berdasarkan jumlah jenis dan unit fasilitas dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Format tabel analisis skalogram kabupaten X No
Unit kecamatan (j)
1 W1 2 W2 3 W3 ... ... j Wj ... ... N Wn Jumlah kecamatan yang memiliki fasilitas Total sarana ke-i
Jenis sarana pelayanan (i) F1 F2 ... Fi ... Fm
a1
a2
...
ai
...
am
b1
b2
...
bi
...
bm
Jumlah jenis
Jumlah unit
35 Data yang digunakan berasal dari data Potensi Desa dan Lampung Timur Dalam Angka 2006 yang dikeluarkan BPS Kabupaten Lampung Timur. Adapun jenis fasilitas-fasilitas yang dijadikan dasar perhitungan: (1) fasilitas peribadatan (jumlah masjid, gereja protestan, gereja katolik, pura, dan vihara); (2) fasilitas pendidikan (jumlah SD, SMP, MI, MTs, Pondok Pesantren/PP, SMA, MD, MA, dan SMK); (3) fasilitas kesehatan (jumlah pondok bersalin desa, puskesmas pembantu, puskesmas, poli/balai pengobatan, rumah bersalin, toko obat, rumah sakit, dan apotek); (4) fasilitas perdagangan dan jasa (jumlah bank, heller gabah, industri pembuatan tempe/tahu, koperasi, ITTARA, industri chip singkong, industri pengeringan jagung/olahan, dan pabrik mie); dan (5) fasilitas transportasi (jumlah angkutan desa). Selanjutnya dilakukan standarisasi dengan nilai minimum dan nilai standar deviasinya. Hierarki diurut berdasarkan akumulasi nilai indeks sentralitas dari masing-masing kecamatan. Urutan teratas merupakan hierarki terbesar, dan seterusnya hingga urutan hierarki terkecil. Nilai kisaran yang didapat dari hierarki ini adalah sebagai berikut: (1) hierarki I mempunyai nilai > {(2 x standar deviasi) + nilai rataan}; (2) hierarki II mempunyai nilai antara nilai rataan dengan {(2 x standar deviasi) + nilai rataan}; (3) hierarki III mempunyai nilai < nilai rataan. Proses Hirarki Analitik (PHA) Untuk mengetahui isu sentral sebagai prioritas kebijakan pewilayahan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan, maka dilakukan analisis dengan menggunakan metode Proses Hirarki Analitik/Analytical Hierarchy Process (PHA). Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling, dengan kriteria responden adalah pihak-pihak yang terlibat langsung atau minimal pernah terlibat dalam perumusan kebijakan serta dianggap memahami tentang pertanian
36 tanaman pangan. Kriteria responden tersebut dimaksudkan agar jawaban yang diperoleh dapat mencerminkan kondisi yang lebih realistis dalam perumusan kebijakan pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan di Kabupaten Lampung Timur. Untuk mendapatkan skoring yang diperlukan, maka dilakukan penyebaran kuesioner dan wawancara dengan 11 responden dari berbagai unsur yakni Bappeda, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Timur, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, Balai Penelitian, dan masyarakat tani. Tujuan utama yang ingin diperoleh dari metode PHA ini adalah menentukan pembobotan berdasarkan persepsi masyarakat dari kriteria yang ditetapkan mengenai komoditas unggulan yang dilakukan dalam penelitian ini. Menurut Saaty (1980) langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis menggunakan metode PHA adalah: 1. mengidentifikasi/menetapkan masalah-masalah yang muncul; 2. menetapkan tujuan, kriteria dan hasil yang ingin dicapai; 3. mengidentikasi kriteria-kriteria yang mempunyai pengaruh terhadap masalah yang ditetapkan; 4. menetapkan struktur hierarchy; 5. menentukan hubungan antara masalah dengan tujuan, hasil yang diharapkan, pelaku/objek yang berkaitan dengan masalah, nilai masing-masing faktor; 6. membandingkan alternatif-alternatif (comparative judgement); 7. menentukan faktor-faktor yang menjadi prioritas (synthesis of priority); dan 8. menentukan
urutan
alternatif-alternatif
dengan
memperhatikan
logical
consistency. Data yang dianalisis diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner terhadap para responden terpilih. Penyebaran kuesioner dilakukan pada saat penelitian. Skor yang diberikan oleh setiap responden bersifat subyektif, artinya sesuai dengan persepsi masing-masing responden terhadap kebijakan pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan.
Nilai skor yang diperloleh dari hasil
kuesioner tersebut dianalisis dengan bantuan program aplikasi expert choice 2000. Struktur PHA dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.
37
Prioritas Komoditas Unggulan
EKONOMI
PP
PI
SOSIAL
TEKNIS
KPP
KL
KPD
KTB
PTK
KS
KF
KPD
PTB
BM
KLK
Urutan Prioritas Jenis
Komoditas I
Komoditas II
Komoditas III
Gambar 4 Struktur proses hirarki analitik.
Keterangan kriteria: Peluang/kesempatan Pasar (PP) Peluang Investasi (PI) Kontribusi terhadap Pendapatan Petani (KPP) Kontribusi terhadap PDRB (KPD) Kesesuaian Lahan (KL) Kemudahan dan Ketersediaan Teknologi untuk Budidaya (KTB) Kemudahan dan Ketersediaan Saprodi (KS) Kelestarian Lingkungan (KLK) Penyerapan Tenaga Kerja (PTK) Ketersediaan Fasilitas On Farm dan Off Farm (KF) Kebijakan Pemerintah Daerah (KPD) Penguasaan Teknik Budidaya (PTB) Budaya Masyarakat yang Berkaitan dengan Budidaya Tanaman (BM)
Analisis Multi-Criteria Evaluation (MCE) Evaluasi kesesuaian fisik lahan selanjutnya dipadukan dengan analisis sosial ekonomi dengan metode Multi-Criteria Evaluation (MCE). MCE merupakan bagian dari alat pendukung keputusan (decision support) untuk evaluasi multikriteria. Dalam evaluasi multi-kriteria ini diusahakan untuk membuat kombinasi
38 satu set kriteria sehingga dicapai dasar komposisi tunggal suatu keputusan berdasarkan tujuan tertentu. Pada evaluasi multi-kriteria ini digunakan prosedur Weighted Linear Combination (WLC) yang menganalisis kriteria. Adapun tahapan dalam analisis MCE ini sebagai berikut: 1) penentuan aspek dan kriteria berdasarkan studi literatur dan wawancara stakeholders yang terlibat dalam bidang pertanian. Aspek yang dijadikan analisis adalah teknik, ekonomi dan sosial dengan 13 kriteria seperti yang tercantum pada Gambar 4; 2) penyusunan kuisioner yang berkaitan dengan aspek dan kriteria yang telah ditetapkan untuk selanjutnya dilakukan wawancara responden terpilih sebanyak 11 orang untuk mendapatkan pembobotan setiap aspek dan kriteria; 3) menyusun hasil wawancara dalam bentuk matrik dengan menggunakan software Expert Choice 2000 melalui proses trial dan error terhadap nilai bobot sehingga didapat nilai rasio konsistensi (RC) < 0.10; 4) menyusun peta arahan pengembangan setiap komoditas unggulan yang pembobotannya didapat dari hasil PHA, dengan menggunakan GIS Analysis pada perangkat lunak Idrisi Ver 3.2 berupa Multi-Objective Land Allocation (MOLA) sebagai Decision Support Module.
39
Karakteristik fisik : Peta Topografi Peta Bentuk Lahan Peta Lereng Data Curah Hujan Peta Tanah
Karakteristik sosial ekonomi : Data PODES 2005 Data PDRB Sub Sektor (2002-2006) Data Luas Panen
Overlay I
Land requirements untuk komoditas unggulan hasil analisis
Peta Satuan Lahan (Land Units)
Analisis : - Location Quotient (LQ) - Tren Panen - Permintaan - Preferensi Masyarakat
Analisis Skalogram
Data kimia fisik tanah Matching
Peta Kesesuaian Lahan untuk komoditas unggulan
Sektor Basis Wilayah dan Komoditas Unggulan Peta Penggunaan Lahan Peta RTRW Peta Jaringan Jalan dan Sungai
Overlay II Peta Arahan Berdasarkan Kondisi Bio Fisik Proses Hirarki Analitik
Pembobotan
Pemodelan MCE/MOLA
Peta Pewilayahan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan Kabupaten Lampung Timur
Arahan Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan
Gambar 5 Diagram alir tahapan penelitian.
Hierarki Wilayah
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografi dan Wilayah Administrasi Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu bagian dari wilayah Propinsi Lampung dengan luas wilayah administrasi sekitar 5 325.03 km2 atau 532 503 hektar (Tabel 6). Secara geografis wilayah Kabupaten Lampung Timur terletak pada 105o15’–106o20’ Bujur Timur dan 4o37’–5o37’ Lintang Selatan (Gambar 6). Secara administratif Kabupaten Lampung Timur mempunyai perbatasan sebagai berikut: -
sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Lampung Tengah serta Kabupaten Tulang Bawang;
-
sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa, Propinsi Banten dan DKI Jakarta;
-
sebelah Barat berbatasan dengan Kota Metro dan Kabupaten Lampung Tengah; dan
-
sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Lampung Selatan. Kabupaten Lampung Timur terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor
12 tahun 1999 dan secara resmi menjadi kabupaten tanggal 27 April 1999. Secara administrasi pada awalnya meliputi 10 kecamatan definitif, 13 kecamatan pembantu terdiri dari 232 desa. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 1999, Kecamatan Pembantu Margatiga dan Sekampung Udik ditingkatkan menjadi definitif. Selanjutnya melalui Peraturan Daerah nomor 01 tahun 2001 dan Keputusan Bupati Lampung Timur nomor 13 tahun 2001 dibentuk 11 kecamatan tambahan sehingga menjadi 23 kecamatan definitif. Selanjutnya dengan Keputusan Bupati Lampung Timur nomor 19 tahun 2001 dan nomor 06 tahun 2002 maka jumlah desa sebanyak 232 desa definitif dan 3 desa persiapan. Akhirnya tahun 2006 jumlah kecamatan di Kabupaten Lampung Timur dimekarkan lagi menjadi 24 buah kecamatan, dengan jumlah desa sebanyak 241 desa dan 5 kelurahan.
41
Gambar 6 Peta administrasi Kabupaten Lampung Timur.
42 Tabel 6 Luas wilayah Kabupaten Lampung Timur menurut kecamatan No.
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Metro Kibang Batanghari Sekampung Marga Tiga Sekampung Udik Jabung Pasir Sakti Waway Karya Marga Sekampung Labuhan Maringgai Mataram Baru Bandar Sribhawono Melinting Gunung Pelindung Way Jepara Braja Selebah Labuhan Ratu Sukadana Bumi Agung Batanghari Nuban Pekalongan Raman Utara Purbolinggo Way Bungur Total Wilayah Lampung Timur Sumber: BPS Kabupaten Lampung Timur, 2006.
Luas Wilayah (Ha) 7 677.83 14 887.95 14 834.39 25 072.94 33 912.45 26 784.54 19 393.83 21 107.32 17 732.34 19 498.73 7 956.11 18 570.67 13 929.74 7 852.25 22 926.92 24 760.68 48 551.22 75 675.50 7 317.47 18 068.84 10 012.81 16 136.91 22 203.37 37 638.90 532 503.00
Persentase terhadap Total Luas (%) 1.44 2.80 2.79 4.71 6.37 5.03 3.64 3.96 3.33 3.66 1.49 3.49 2.62 1.47 4.31 4.65 9.12 14.21 1.37 3.39 1.88 3.03 4.17 7.07 100.00
Kondisi Geofisik Lahan Bentuk Lahan dan Relief Secara umum morfologi daerah penelitian dibagi dua yaitu: 1. Satuan Morfologi Dataran Satuan ini terbentuk di bagian timur – tengah dan bagian barat daerah penelitian dengan ketinggian topografi antara 24 meter sampai 100 meter di atas permukaan laut. Batuan penyusun terdiri dari batuan yang masuk dalam formasi kersai, formasi terbanggi dan basal sukadana. 2. Satuan Morfologi Dataran Bergelombang Satuan dataran bergelombang menempati daerah yang memiliki ketinggian antara 100–150 meter dari permukaan air laut, meliputi wilayah sebelah utara daerah penyelidikan dengan kemiringan lereng < 10o. Litologi tersusun dari beraneka endapan seperti tufa, pasir, lempung, basal dan lain-lain.
43 Apabila diidentifikasi maka Kabupaten Lampung Timur memiliki enam buah gunung yang terdiri dari Gunung Tiga, Gunung Kemuning, Gunung Salupa, Gunung Mirah, Gunung Tamiang, dan Gunung Pawiki. Nama dan tinggi serta letak gunung diwilayah Kabupaten Lampung Timur disajikan pada Tabel 7. Kabupaten Lampung Timur meliputi areal lautan yang berbatasan dalam jarak 4 mil laut dari garis pantai ke arah laut lepas. Beberapa pulau kecil yang berada di Laut Jawa yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Lampung Timur adalah Pulau Segamat Besar (106o06’21” Bujur Timur dan 5o10’01”.8 Lintang Selatan), Pulau Segamat Kecil (106o06’31”.9 Bujur Timur dan 5o11’00”.7 Lintang Selatan), Pulau Basa, Pulau Gosong Serdang, Pulau Gosong Layang-Layang, dan Pulau Karang Pematang. Luas Pulau Segamat Besar dan Segamat Kecil diperkirakan masing-masing 6 hektar dan 2 hektar (Bappeda Kabupaten Lampung Timur, 2007). Tabel 7 Nama gunung, tinggi dan letaknya di wilayah Kabupaten Lampung Timur Nama gunung
No. 1 2 3 4 5 6
Gunung Tiga Gunung Kemuning Gunung Salupa Gunung Mirah Gunung Tamiang Gunung Pawiki
Tinggi (meter) 147 170 100 250 160 231
Terletak di kecamatan
Bumi Agung Jabung Marga Tiga Marga Tiga Sukadana Marga Tiga
Sumber: Bappeda Lampung Timur, 2006.
Berdasarkan data dari Bappeda Kabupaten Lampung Timur (2006) Kabupaten Lampung Timur dibedakan menjadi enam grup yakni Aluvial, Marin, Fluvio Marin, Volkanik, Tektonik/Struktural, dan Grup Lain-lain. Secara lengkap luas wilayah per bentuk lahan dan relief ditampilkan pada Lampiran 6, sedangkan secara deskriptif penjelasan dari setiap bentuk lahan yang berada di wilayah Kabupaten Lampung Timur sebagai berikut: 1. Grup Aluvial Kabupaten Lampung Timur termasuk dalam sub grup dataran banjir, jalur aliran sungai, dataran aluvial, dan depresi aluvial dengan bentuk wilayah datar,
44 lereng 0-3%. Bentuk lahan ini terjadi karena pengendapan dari bahan-bahan endapan sungai yang terdiri dari kerikil, pasir, debu, dan liat. Penyebaran utamanya di sepanjang jalur aliran sungai yang membentuk hamparan dataran banjir di kanan kiri sungai, di daerah cekungan dan daerah rendah. 2. Grup Marin Bentuk lahan marin yang terjadi oleh aktivitas marin (laut) berupa pengendapan bahan marin. Di wilayah Kabupaten Lampung Timur grup ini terdiri dari punggung dan cekungan pesisir marin resen dan sub resen, dataran pasang surut lumpur, dan rawa belakang pasang surut dengan bentuk wilayah datar sampai agak datar, lereng 0-3%. Penyebarannya terdapat di bagian pantai sampai beberapa kilometer dari garis pantai ke daratan. 3. Grup Fluvio-marin Bentuk lahan yang terjadi oleh proses fluvial (sungai) dan marin (laut). Di Kabupaten Lampung Timur bentuk lahan ini digolongkan sebagai dataran fluvio marin dengan relief datar, lereng <3%.
Penyebarannya terdapat di
beberapa lokasi yang merupakan daerah peralihan antara rawa belakang pantai dan beting yang merupakan punggung dan cekungan pesisir sub resen dengan daerah aluvial dan dataran. 4. Grup Volkanik Lahan ini membentuk dataran hingga perbukitan yang tersebar di beberapa tempat secara terpisah. Hal ini merupakan ciri batuan terobosan yang menerobos formasi yang lain. Grup ini membentuk dataran volkan dan perbukitan volkan agak datar hingga berbukit kecil, lereng 1-25%. 5. Grup Tektonik/Struktural Lahan yang terbentuk dari Tuf Lampung yang bersusunan bahan halus (liat) hingga kasar (pasir) dan selanjutnya telah mengalami proses tektonisme yaitu proses pengangkatan, pelipatan, patahan, dan pengikisan/erosi. Di daerah survei proses ini membentuk sub grup dataran agak datar hingga berombak. Penyebarannya hampir merata di seluruh wilayah survei, terutama di bagian lahan kering. Sedangkan sub grup yang berasal dari bahan skis dan granit
45 terbentuk
dataran
berombak
hingga
berbukit
kecil,
lereng
3-25%.
Penyebarannya terdapat di bagian barat daya daerah penelitian. Klasifikasi Tanah Berdasarkan data dari Bappeda Kabupaten Lampung Timur (2006), tanahtanah di daerah survei diklasifikasikan menurut Soil Taxonomy tahun 2003 pada tingkat ordo sebagai berikut: Entisols, Histosols, Inceptisols, dan Ultisols. Secara lengkap klasifikasi tanah di Kabupaten Lampung Timur hingga tingkat subgrup menurut Soil Taxonomy tahun 2003 dan padanannya menurut kriteria Pusat Penelitian Tanah (PPT) tahun 1983 dicantumkan pada Tabel 8. Tabel 8 Klasifikasi tanah di Kabupaten Lampung Timur Klasifikasi Tanah Soil Taxonomy (2003) Ordo Alfisols
Subordo Udalfs
Grup Hapludalfs
Entisols
Aquents
Psammaquents Sulfaquents Endoaquents Udifluvents Sulfihemists Haplomemists Haplosaprists Endoaquepts
PPT (1983)
Subgrup Typic Hapludalfs
Mediteran Haplik
Typic Psammaquents Typic Sulfaquents Fluvents Typic Endoaquents Typic Udifluvents Histosols Hemists Terric Sulfihemists Terric Haplomemists Saprists Terric Haplosaprists Inceptisols Aquepts Sulfic Endoaquepts Fluvaquentic Endoaquepts Aeric Endoaquepts Udepts Dystrudepts Typic Endoaquepts Eutrudepts Typic Dystrudepts Typic Eutrudepts Ultisols Udults Kandiudults Typic Kandiudults Kanhapludults Typic Kanhapludults Hapludults Typic Hapludults Sumber: Bappeda Kabupaten Lampung Timur, 2006
Regosol Distrik Gleisol Tionik Gleisol Ditrik Aluvial Distrik Organosol Tionik Organosol Hemik Organosol Saprik Gleisol Tionik Gleisol Fluvik Gleisol Aerik Gleisol Distrk Kambisol Distrik Kambisol Eutrik Podsolik Kandik Podsolik Kandik Podsolik Haplik
Entisols adalah tanah-tanah yang tergolong belum berkembang, dijumpai baik pada lahan basah yang berdrainase sangat terhambat ataupun pada lahan kering berupa tanah pasir atau di daerah perbukitan berupa tanah dangkal dan berbatu dengan drainase cepat hingga sangat cepat. Di daerah penelitian tanah ini terbentuk dari bahan induk endapan pasir marin,
drainase cepat dan rezim
kelembaban udik. Rejim kelembaban udik (Bahasa Latin, udus, lembab) biasa
46 pada tanah di wilayah beriklim humid seperti Indonesia yang mempunyai penyebaran curah hujan merata. Tanah ini penyebarannya sempit, dijumpai pada fisiografi beting pasir pantai dengan bentuk wilayah datar agak cembung yang memiliki kelerengan < 3%. Pada tingkat Great Group tanah ini diklasifikasikan sebagai Endoaquents dan Sulfaquents. Histosols adalah tanah gambut, terbentuk dari hasil pengendapan bahan organik, berasal dari daun-daunan, batang kayu dan akar pepohonan, dan berkembang dalam kondisi basah atau jenuh air. Tanah ini dicirikan oleh kandungan C (Carbon) organik atau bahan organik yang tinggi. Ketebalan lapisan gambut bervariasi antara 60 cm sampai lebih dari 2 meter. Tingkat dekomposisi (kematangan) gambut umumnya agak mentah (hemik) dan sebagian yang sudah mengalami penurunan (subsidensi) akibat pengelolaan, termasuk sudah matang (saprik) tetapi umumnya dangkal. Penyebarannya dijumpai pada fisiografi rawa belakang pantai yang sebagian berupa rawa lebak. Pada tingkat Great Group tanah ini diklasifikasikan sebagai Haplohemists dan Haplosaprists. Inceptisols adalah tanah dengan tingkat perkembangan lemah yang dicirikan oleh adanya horison penciri kambik (berkembang). Penyebarannya dijumpai baik pada lahan basah yang berdrainase terhambat maupun pada lahan kering yang berdrainase baik. Pada lahan basah, Inceptisols berkembang dari bahan aluvium - koluvium dan dicirikan oleh sifat hidromorfik (adanya pengaruh air) yang ditunjukkan oleh warna tanah kelabu dengan atau tanpa karatan yang menunjukkan adanya proses basah dan kering secara bergantian. Tanah ini diklasifikasikan pada tingkat sub ordo sebagai
Aquepts. Pada tingkat grup
diklasifikasikan sebagai Endoaquepts. Pada lahan kering, berkembang bahan sedimen (batu liat). Tanah umumnya berdrainase baik dengan rezim kelembaban tanah udik. Pada kategori grup, tanah ini dibedakan menjadi Dystrudepts. Ultisols adalah tanah yang mengalami tingkat perkembangan cukup sampai kuat yang dicirikan oleh adanya horizon diagnostik (horizon penciri perkembangan) argilik (pelindian liat ke lapisan bawah) dan kejenuhan basa < 40%. Penyebarannya dijumpai pada fisiografi teras angkatan dan dataran volkan tua. Tanah umumnya berdrainase baik dengan rezim kelembaban tanah Udik.
47 Pada tingkat Great Group tanah ini termasuk ke dalam Hapludults, Kandiudults, dan Paleudults. Kondisi Iklim Iklim wilayah Kabupaten Lampung Timur berdasarkan Schmidt dan Ferguson termasuk dalam kategori iklim B, yang dicirikan oleh adanya bulan basah (yaitu bulan dengan curah hujan > 100 mm) selama 6 bulan (Desember – Juni) dengan temperatur rata-rata berkisar 24-34 oC. Curah hujan rata-rata tahunan berkisar 2000 – 2500 mm. Untuk tahun 2006 kondisi curah hujan pada beberapa pengamatan stasiun iklim yang ada di Kabupaten Lampung Timur selengkapnya dicantumkan pada Lampiran 7. Kondisi Demografi Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Timur akhir tahun 2005 sebanyak 919 017 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 462 362 jiwa dan perempuan sebanyak 455 655 jiwa (Tabel 9). Kepadatan penduduk rata-rata sebesar 173 jiwa per km2 dengan rata-rata jumlah penduduk per desa sebanyak 3 782 jiwa. Berdasarkan data penduduk usia kerja kabupaten (penduduk yang berumur 10 tahun ke atas) pada akhir tahun 2005 sebanyak 761 757 jiwa, terdiri dari jumlah angkatan kerja (yang bekerja dan mencari kerja) sebanyak 462 708 jiwa, dan jumlah bukan angkatan kerja (yang bersekolah, mengurus rumah tangga, dan lainnya) sebanyak 299 049 jiwa. Penduduk tersebut bekerja pada berbagai sektor antara lain: pertanian (64.95%), perdagangan (15.83%), jasa (6.81%), konstruksi (4.35%) dan lain sebagainya (BPS Kabupaten Lampung Timur, 2006). Tabel 9 Perkembangan jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Lampung Timur tahun 2001-2005 (jiwa) Tahun Jenis Kelamin 2001 2002 2003 2004 2005 Laki-Laki
452 770
451 825
466 568
474 123
463 362
Perempuan
421 399
444 675
435 267
435 266
455 655
Jumlah
874 169
896 500
901 835
909 389
919 017
107.44
101.61
107.19
108.93
101.69
Sex Rasio
Sumber: BPS Kabupaten Lampung Timur, 2006.
48 Penyebaran penduduk di Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2005 sebagian besar terkonsentrasi di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Sekampung Udik 65 886 jiwa, Labuhan Maringgai 63 395 jiwa dan Sukadana 62 342 jiwa. Sedangkan penyebaran penduduk terkecil berada di Kecamatan Bumi Agung hanya mencapai 16 637 jiwa. Jika ditelusuri lebih lanjut, sebaran penduduk di setiap kecamatan dengan jenis kelamin laki-laki lebih dominan dibanding dengan jenis kelamin perempuan (Tabel 10). Sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama di Kabupaten Lampung Timur. Adapun perkembangan persentase penduduk menurut usia kerja di sektor pertanian dari tahun 2004 – 2005 perkembangannya cenderung menurun yaitu dari 73.66% menjadi 64.95%. Jika ditelusuri lebih lanjut, penurunan perkembangan di sektor pertanian tersebut kemungkinan sebagian beralih ke sektor perdagangan yaitu dari 10.40% meningkat menjadi 15.83% dan jasa dari 4.88% menjadi 6.81% (Tabel 11). Tabel 10 Sebaran jumlah penduduk menurut jenis kelamin di setiap kecamatan wilayah Kabupaten Lampung Timur tahun 2005 (jiwa) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kecamatan Metro Kibang Batanghari Sekampung Marga Tiga Sekampung Udik Jabung Pasir Sakti Waway Karya Marga Sekampung Labuhan Maringgai Mataram Baru Bandar Sribhawono Melinting Gunung Pelindung Way Jepara Braja Selebah Labuhan Ratu Sukadana Bumi Agung Batanghari Nuban Pekalongan Raman Utara Purbolinggo Way Bungur
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Sex Rasio
9 518 25 413 28 651 22 136 33 257 22 598 17 235 17 748 13 461 31 900 13 233 21 406 12 835 10 800 24 553 10 611 20 009 31 536 8 351 20 349 20 966 17 439 18 824 10 534
9 255 25 329 28 504 21 571 32 609 22 296 16 860 17 893 13 280 31 495 12 987 20 384 12 384 10 526 24 057 10 417 19 306 30 806 8 286 19 895 21 112 17 115 18 986 10 301
18 772 50 741 57 155 43 707 65 866 44 894 34 095 35 641 26 741 63 395 26 221 41 790 25 219 21 326 48 610 21 029 39 314 62 342 16 637 40 244 42 079 34 554 37 810 20 835
102.84 100.33 100.51 102.62 101.99 101.36 102.22 99.19 101.36 101.28 101.90 105.02 103.64 102.60 102.06 101.86 103.64 102.37 100.77 102.28 99.31 101.89 99.15 102.27
Jumlah 463 362 Sumber: BPS Kabupaten Lampung Timur, 2006.
455 655
919 017
101.69
49 Tabel 11 Perkembangan persentase penduduk usia kerja yang bekerja menurut lapangan usaha utama di Kabupaten Lampung Timur tahun 2002-2005 (persen) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lapangan Usaha Utama Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik, Gas, Air Konstruksi Perdagangan Transportasi dan Komunikasi Keuangan Jasa-Jasa Lainnya Jumlah
Sumber: BPS Kabupaten Lampung Timur, 2006.
2002 69.90 0.42 6.82 0.06 2.51 11.97 2.57 0.48 5.27 -
Tahun 2003 2004 69.90 73.66 0.2 0.22 6.82 5.58 0.06 0.04 2.51 2.25 11.97 10.40 2.57 2.81 0.48 0.15 5.27 4.88 -
2005 64.95 0.46 5.26 0.04 4.35 15.83 2.02 0.18 6.81 0.09
100.0
100.0
100.0
100.0
HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Ekonomi Keberhasilan suatu pembangunan ekonomi pada umumnya diukur dari suatu indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Untuk menghitung sektor basis dan melihat laju pertumbuhan ekonomi wilayah maka nilai PDRB yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga konstan. Sedangkan untuk melihat struktur ekonomi wilayah yang digunakan nilai PDRB atas dasar harga berlaku (BPS Kabupaten Lampung Timur, 2007). Perkembangan struktur perekonomian Kabupaten Lampung Timur pada periode 2002-2006 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Seperti terlihat pada Tabel 12, PDRB Kabupaten Lampung Timur menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku tumbuh dari 4.015 trilyun rupiah pada tahun 2002 menjadi 6.520 trilyun rupiah pada tahun 2006. Struktur perekonomian didominasi oleh tiga sektor utama yaitu sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, dan perdagangan, hotel, dan restoran. Ketiga sektor ini memiliki share lebih dari 75% sementara sektor lainnya kurang dari 25% dalam kurun waktu lima tahun terakhir dan tidak terjadi perubahan struktur perekonomian yang signifikan. Bila dikaji lebih lanjut, dari tahun ke tahun share dari sektor pertanian tetap mendominasi, walaupun sedikit mengalami penurunan pada tahun 2005 dan 2006. Sub sektor tanaman bahan makanan merupakan sub sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap sektor pertanian. Sektor yang terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2002-2006 adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Untuk sektor pertambangan dan penggalian, keberadaan kilang minyak lepas pantai di sekitar pulau Segamat yang berada di wilayah Kabupaten Lampung Timur merupakan aset terbesar dari sektor tersebut. Pertumbuhan Ekonomi Secara umum pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lampung Timur dalam kurun waktu 2002-2006 tumbuh sebesar 2.26%. Pertumbuhan terbesar terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian sebesar 12.92%, diikuti sektor industri 6.63% dan sektor perdagangan, hotel dan restoran 5.98% (Tabel 13).
51 Sektor industri menjadi sektor yang memiliki laju pertumbuhan yang cukup pesat pada tahun 2006. Hal ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah daerah yang
lebih
mendorong
mengandalkan
pada
perkembangan
sektor
sektor
pertambangan
dan
industri
daripada
penggalian
tetap
yang
laju
pertumbuhannya terus menurun selama tiga tahun terakhir. Tabel 12 Distribusi PDRB Kabupaten Lampung Timur menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku tahun 2002-2006 (persen) No 1
Lapangan Usaha
Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2 Pertambangan dan penggalian a. Minyak dan Gas Bumi b. Penggalian 3 Industri a. Industri Migas b. Industri Tanpa Migas 4 Listrik, gas dan air bersih a. Listrik b. Air Bersih 5 Bangunan 6 Perdagangan, hotel dan restoran a. Perdagangan b. Hotel c. Restoran 7 Pengangkutan dan komunikasi a. Pengangkutan b. Komunikasi 8 Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan a. Bank b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Persewaan Bangunan d. Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa a. Pemerintahan b. Jasa Swasta Jumlah distribusi PDRB PDRB dengan migas (milliar Rp.) PDRB per Kapita (000 Rp.)
43.50 21.82 7.18 5.14 0.25 9.11 21.34 20.44 0.90 5.43 0.00 5.43 0.14 0.12 0.02 3.89 13.95 13.22 0.01 0.72 2.30 1.66 0.64 3.24
2003
40.66 20.52 5.44 5.31 0.33 9.06 24.05 23.18 0.87 5.21 0.00 5.21 0.18 0.16 0.02 3.89 13.87 13.15 0.01 0.71 3.09 2.40 0.69 2.94
Tahun 2004 40.93 21.99 5.35 4.39 0.59 8.61 23.52 22.68 0.84 5.52 0.00 5.52 0.26 0.24 0.02 3.56 13.94 13.20 0.01 0.73 3.06 2.36 0.70 3.09
38.09 21.35 5.06 3.75 0.60 7.33 26.25 25.43 0.82 5.27 0.00 5.27 0.24 0.22 0.02 3.67 15.40 14.69 0.01 0.70 2.86 2.14 0.72 2.88
38.37 19.63 5.74 3.82 0.58 8.60 22.58 21.67 0.91 6.11 0.00 6.11 0.23 0.22 0.01 3.64 16.68 15.84 0.01 0.83 3.66 2.87 0.79 3.07
0.05 0.05 3.10 0.04 6.23 5.70 0.53 100.00 4 015 4.479
0.05 0.05 2.84 0.00 6.06 5.57 0.49 100.00 4 621 5.124
0.13 0.05 2.91 0.00 6.17 5.68 0.49 100.00 5040 5.542
0.10 0.05 2.73 0.00 5.35 4.86 0.49 100.00 5 898 6.423
0.18 0.06 2.82 0.01 5.64 5.15 0.49 100.00 6 520 7.017
2002
Sumber: BPS Kabupaten Lampung Timur, 2007.
2005
2006
52 Tabel 13 Laju pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 tahun 2002-2006 (persen) No 1
2 3 4 5 6
7 8
9
Lapangan Usaha Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan dan penggalian a. Minyak dan Gas Bumi b. Penggalian Industri a. Industri Migas b. Industri Tanpa Migas Listrik, gas dan air bersih a. Listrik b. Air Bersih Bangunan Perdagangan, hotel dan restoran a. Perdagangan b. Hotel c. Restoran Pengangkutan dan komunikasi a. Pengangkutan b. Komunikasi Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan a. Bank b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Persewaan Bangunan d. Jasa Perusahaan Jasa-jasa a. Pemerintahan b. Jasa Swasta PDRB dengan migas
1.25 -1.82 2.32 7.82 73.44 3.47 99.79 107.54 4.55 3.62 0.00 3.62 11.31 9.76 27.88 2.09 5.80 5.89 3.37 4.34 16.11 2.21 64.73 4.10
2003
7.30 10.37 3.36 4.60 68.40 2.70 9.73 9.93 4.83 4.57 0.00 4.57 2.12 4.51 -19.91 3.01 3.82 3.78 3.47 4.41 7.25 1.24 20.30 3.94
Tahun 2004 2.96 11.36 0.08 -25.99 11.33 1.17 -15.75 -16.55 4.75 5.99 0.00 5.99 -1.53 -1.14 -6.25 3.96 6.38 6.48 6.99 4.58 6.34 2.93 12.57 7.18
-39.09 1.97 5.40 11.03 3.72 3.68 4.03 4.14
6.13 2.89 4.95 -89.26 -3.13 -4.13 4.22 6.53
203.10 1.87 3.76 12.50 1.13 0.92 2.52 -0.80
2002
Sumber: BPS Kabupaten Lampung Timur, 2007.
4.23 3.27 5.10 1.60 13.89 7.45 -18.31 -19.41 4.16 5.20 0.00 5.20 1.46 1.70 -1.53 4.58 8.22 8.41 25.54 4.58 -7.35 5.32 -28.53 3.10
2006
1.78 0.31 1.89 4.12 3.09 5.13 -10.85 -11.78 3.83 13.76 0.00 13.76 4.75 5.21 -1.25 4.58 5.67 5.73 8.30 4.58 5.86 2.48 14.18 9.52
Ratarata
-10.08 1.84 3.76 44.44 4.03 4.19 2.97 -0.10
135.22 7.23 3.76 61.54 4.14 4.21 3.67 1.53
59.06 3.16 4.33 8.05 1.98 1.77 3.48 2.26
2005
3.50 4.70 2.55 -1.57 34.03 3.98 12.92 13.95 4.42 6.63 0.00 6.63 3.62 4.01 -0.21 3.64 5.98 6.06 9.53 4.50 5.64 2.84 16.65 5.57
Sektor Basis di Kabupaten Lampung Timur Sektor basis ditetapkan dengan data dari nilai PDRB Kabupaten Lampung Timur atas dasar harga konstan 2000 tahun 2002-2006 (Tabel 14). Perhitungan nilai Location Quotient (LQ) dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah untuk memenuhi kebutuhan daerahnya dan juga memenuhi kebutuhan daerah lain. Atau sebaliknya, daerah tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan sendiri sehingga memerlukan suplai dari daerah lain.
53 Tabel 14 Nilai PDRB Kabupaten Lampung Timur atas dasar harga konstan 2000 tahun 2002-2006 (juta rupiah) No
Lapangan Usaha
1
Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan dan penggalian a. Minyak dan Gas Bumi b. Penggalian Industri a. Industri Migas b. Industri Tanpa Migas Listrik, gas dan air bersih
2
3 4
2002
2003
Tahun 2004
2005
2006
1 461 458 739 341 265 081 188 178 7 942 260 917 788 659 757 603 31 055 179 602 0 179 602 5 848
1 568 170 816 021 273 986 196 833 13 373 267 957 865 406 832 851 32 555 187 807 0 187 807 5 972
1 614 632 908 759 274 200 145 684 14 889 271 100 729 114 695 012 34 102 199 054 0 199 054 5 880
1 682 901 938 432 288 188 148 021 16 957 291 303 595 629 560 110 35 519 209 413 0 209 413 5 966
1 712 847 941 382 293 624 154 115 17 482 306 244 531 014 494 134 36 880 238 229 0 238 229 6 250
5 274 574 139 195 465 257
5 512 460 143 385 483 014
5 449 431 149 063 513 819
5 542 424 155 885 556 042
5 831 419 163 019 587 597
440 111 313 24 833 77 991
456 762 324 25 928 83 643
486 357 347 27 115 88 946
527 250 435 28 357 82 405
557 469 472 29 656 87 233
53 397 24 595 94 057
54 057 29 586 97 997
55 641 33 304 105 580
58 603 23 802 108 783
60 056 27 177 118 023
a. Listrik b. Air Bersih 5 Bangunan 6 Perdagangan, hotel dan restoran a. Perdagangan b. Hotel c. Restoran 7 Pengangkutan dan komunikasi a. Pengangkutan b. Komunikasi 8 Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan a. Bank b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Persewaan Bangunan d. Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa a. Pemerintahan b. Jasa Swasta - Jasa Sosial Kemasyarakatan - Jasa Hiburan dan Kebudayaan - Jasa Perorangan dan Rumahtangga PDRB dengan migas
1 820 1 728 89 516 993 138 277 121 834 16 443 6 886 300 9 258
2 165 1 778 93 947 107 133 944 116 806 17 138 7 176 314 9 648
5 114 1 811 97 479 1 176 135 454 117 884 17 570 7 395 318 9 857
4 599 1 778 101 145 1 262 140 916 122 824 18 092 7 699 322 10 071
10 817 1 978 104 948 280 146 750 127 994 18 756 8 026 333 10 397
3 350 345
3 569 338
3 541 542
3 537 941
3 590 962
PDRB tanpa migas
2 592 741
2 736 487
2 846 530
2 977 831
3 096 828
Sumber: BPS Kabupaten Lampung Timur, 2007.
Sektor basis di Kabupaten Lampung Timur dilihat dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ) dengan wilayah agregat Propinsi Lampung. Suatu sektor/lapangan usaha ditetapkan sebagai sektor basis apabila sektor tersebut memiliki nilai LQ > 1. Berdasarkan hasil analisis nilai LQ pada Tabel 15 terlihat
54 bahwa sektor yang rata-rata menjadi basis dalam kurun waktu lima tahun terakhir adalah sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Tabel 15 Hasil analisis Location Quotient per sektor Sektor/Lapangan Usaha
2002
2003
Tahun 2004
2005
2006
Ratarata
Pertanian 1.0205 1.0441 1.0781 1.1178 1.1158 1.0752 Pertambangan dan Penggalian 5.7170 5.7353 5.6877 5.5224 5.3621 5.6049 Industri 0.3972 0.3961 0.4248 0.4467 0.5028 0.4335 Listrik, Gas dan Air Bersih 0.4625 0.4852 0.4728 0.4756 0.4982 0.4789 Bangunan 0.7899 0.7754 0.8293 0.8776 0.9160 0.8376 Perdagangan, Hotel dan Restoran 0.8672 0.8586 0.9359 1.0007 1.0402 0.9405 Pengangkutan dan Komunikasi 0.5204 0.5111 0.5199 0.4557 0.4643 0.4943 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0.7360 0.5409 0.4893 0.4910 0.4934 0.5501 Jasa-Jasa 0.4818 0.4548 0.4796 0.5075 0.5356 0.4919 *) Data diolah dari PDRB Kabupaten Lampung Timur 2002-2006 menurut harga konstan 2000.
Berdasarkan analisis sektor basis, dapat diketahui bahwa selama ini perekonomian Kabupaten Lampung Timur masih bertumpu pada sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Jika dikaitkan dengan kesinambungan pembangunan dan otonomi daerah yang berdasarkan pada kemandirian lokal, maka sektor pertanian dapat memberi kontribusi yang sangat bermakna terhadap kemampuan suatu daerah, termasuk masyarakat dan kelembagaan, terutama untuk memperbesar kemampuan pembiayaan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya (Darmawansyah, 2003). Menurut Rustiadi et al. (2006) arus pendapatan yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi industri basis akan meningkatkan investasi, kesempatan kerja, pendapatan, dan konsumsi. Pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan kesempatan kerja serta menaikkan permintaan hasil industri non basis. Hal ini berarti kegiatan industri basis memegang peranan sebagai penggerak utama (prime mover role) dimana setiap perubahan kenaikan atau penurunan mempunyai efek pengganda (multiplier effect) terhadap perekonomian wilayah. Peran Sub Sektor Pertanian Tanaman Bahan Pangan Secara khusus, sub sektor pertanian tanaman bahan pangan merupakan sub sektor yang memberikan sumbangan terbesar terhadap PDRB dari sektor
55 pertanian. Berdasarkan data PDRB per sub sektor tahun 2002-2006 (Tabel 14) terlihat bahwa sub sektor tanaman bahan pangan memiliki kontribusi terbesar. Jika dihitung rata-rata persentase nilai PDRB (atas harga konstan 2000) per sub sektor tahun 2002-2006, sub sektor tanaman bahan makanan (pangan) menyumbang 30.44% diikuti perkebunan (9.80%), dan peternakan (5.90%). Gambar 7 memperlihatkan kontribusi dari setiap sub sektor pertanian.
Gambar 7 Persentase nilai PDRB per sub sektor tahun 2002-2006. Sejak awal berdirinya Kabupaten Lampung Timur, sektor pertanian telah menjadi penyumbang terbesar terhadap PDRB Kabupaten. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Timur, pada tahun 2006 lahan sawah yang dimiliki Kabupaten Lampung Timur seluas 55 496 hektar dan lahan bukan sawah 197 455 hektar (Lampiran 8 dan 9). Sektor pertanian sebagai salah satu sektor prioritas pembangunan di Kabupaten Lampung Timur menjadi garda depan dari pertumbuhan ekonomi daerah. Hal ini diharapkan dapat semakin memicu masyarakat tani dalam meningkatkan sumber daya yang dimiliki dalam berusahatani, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia sebagai pelaku utama pembangunan pertanian. Dillon (2004) dalam Taufiqurrahman (2006) mengungkapkan bahwa peran sektor
pertanian yang merupakan dasar bagi kelangsungan pembangunan
56 ekonomi berkelanjutan diharapkan mampu memberikan pemecahan permasalahan bagi bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian mempunyai empat fungsi yang sangat fundamental bagi suatu bangsa, yaitu: (1) mencukupi pangan dalam negeri; (2) penyediaan lapangan kerja dan usaha; (3) penyediaan bahan baku industri; dan (4) sebagai penghasil devisa negara. Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peran besar dalam upaya peningkatan pendapa tan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat selain dari kontribusinya yang tinggi terhadap PDRB kabupaten, juga dari potensi lahan pertanian yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk dijadikan usahatani tanaman pangan. Lahan yang tersedia belum diolah secara efisien dan intensif sehingga produktivitas lahan jauh di bawah produktivitas potensial. Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu lumbung pangan Propinsi Lampung. Berdasarkan data distribusi produksi padi menurut kabupaten tahun 2005 (BPS Propinsi Lampung, 2006) Kabupaten Lampung Timur menyumbang 16.58% dan menjadi salah satu kabupaten sentra produksi padi setelah Kabupaten Lampung Tengah (21.48%) dan Kabupaten Lampung Selatan (18.29%). Tabel 16 memperlihatkan data produksi dan produksi rata-rata komoditas tanaman pangan di Kabupaten Lampung Timur tahun 2000-2006. Tabel 16 Produksi dan produksi rata-rata komoditas tanaman pangan tahun 20002006 Produksi (ton) 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Ratarata
Padi Sawah
306 944
295 262
325 523
289 681
329 927
331 564
340 083
316 998
Padi Ladang
17 247
25 494
15 169
18 896
19 911
16 802
17 445
18 709
Total Padi
324 191
320 756
340 692
333 808
349 838
348 366
357 528
339 311
Jagung
338 877
336 541
323 407
375 881
393 676
426 464
349 652
363 500
Kedelai
2 276
1 709
485
486
504
373
389
889
Kacang Tanah
2 131
1 252
1 035
1 961
876
1 532
1 087
1 411
Kacang Hijau
1 009
800
846
904
561
750
483
765
Ubi Kayu
380 697
443 778
378 401
625 292
705 921
693 250
798 456
575 114
Ubi Jalar
4 564
5 456
5 134
4 701
5 145
6 157
4 097
5 036
Komoditas
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Lampung Timur, 2007.
Revitalisasi pertanian yang saat ini digalakkan oleh Departemen Pertanian menitikberatkan pada program ketahanan pangan untuk menjamin adanya
57 ketersediaan pangan yang cukup dan serta meningkatkan daya beli dan kesejahteraan masyarakat. Peran sub sektor pertanian tanaman pangan menjadi sangat penting karena pangan merupakan salah satu hak dasar rakyat (basic entitlement). Analisis Komoditas Unggulan Pengembangan komoditas unggulan daerah merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat. Penetapan komoditas unggulan daerah dengan metode yang sesuai sangat diperlukan agar pemanfaatan sumber daya pertanian lebih efektif dan efisien karena terfokus pada pengembangan komoditas unggulan tersebut. Untuk menentukan komoditas tanaman pangan yang menjadi unggulan di Kabupaten Lampung Timur dilakukan dengan menggunakan beberapa alat analisis yaitu analisis tren luas panen tahun 2000 - 2006, analisis permintaan, analisis preferensi masyarakat, dan analisis Location Quotient (LQ). Dari setiap alat analisa, dibuat skala prioritas pemilihan komoditas tanaman pangan yang terdiri dari padi sawah, padi ladang, jagung, kedelai, ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau, dan ubi jalar. Komoditas yang akan ditetapkan sebagai komoditas unggulan kabupaten adalah tiga komoditas teratas. Analisis Tren Luas Panen Analisis tren luas panen dilakukan berdasarkan data luas panen tanaman pangan tahun 2000 – 2006 yang kemudian dihitung nilai rataan luas panen tahun 2000-2006 (Tabel 17). Terlihat bahwa komoditas yang memiliki luas panen yang dominan selama tujuh tahun adalah jagung (113 104 hektar), padi sawah (71 215 hektar), dan ubi kayu (37 078 hektar). Hal ini menunjukkan secara tidak langsung ketiga komoditas itulah yang unggul dari sisi penawaran dan menjadi pilihan utama masyarakat dalam berusaha tani. Berdasarkan angka luas panen rata-rata pada Tabel 17 maka urutan peringkat komoditas adalah: (1) jagung; (2) padi sawah; (3) ubi kayu; (4) padi ladang; (5) kacang tanah; (6) kacang hijau; (7) kedelai dan (8) ubi jalar.
58 Tabel 17 Luas panen dan luas panen rata-rata komoditas tanaman pangan tahun 2000-2006 Komoditas
Luas panen (ha) 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Ratarata
Padi Sawah
71 417
68 160
73 932
64 551
73 348
72 531
74 565
Padi Ladang
6 274
9 249
5 510
6 576
5 988
5 857
6 149
6 515
77 691
77 409
79 442
71 127
79 336
78 388
80 714
77 730
Jagung
115 751
112 924
105 016
113 813
120 993
123 665
99 566
113 104
Kedelai
2 450
1 589
478
488
495
336
358
885
Kacang Tanah
2 065
1 074
920
1 694
801
1 443
950
1 278
Total Padi
Kacang Hijau
71 215
1 124
906
960
1 020
635
850
544
863
Ubi Kayu
34 006
39 095
32 353
37 622
39 068
36 150
41 253
37 078
Ubi Jalar
473
563
530
480
524
636
416
517
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Lampung Timur, 2007.
Analisis Permintaan Analisis permintaan dilakukan berdasarkan data ketersediaan dan konsumsi bahan pangan Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 (Tabel 18). Berdasarkan data tersebut komoditas yang memiliki surplus ketersediaan adalah ubi kayu (589 377.53 ton), jagung (296 035.69 ton), padi sawah (195 103.40 ton) dan ubi jalar (829.93 ton). Sedangkan kedelai, kacang tanah dan kacang hijau ketersediaannya masih kurang. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas yang memiliki surplus ketersediaan telah mampu memenuhi kebutuhan pangan kabupaten dan dapat diekspor keluar kabupaten. Tabel 18 Ketersediaan dan konsumsi bahan pangan tahun 2006 Komoditas
Produksi (Ton)
Padi Sawah Padi Ladang
340 083
Benih/Pakan/ Tercecer (%) 10
(Ton) 34 008.30
Ketersediaan (Ton) 306 074.70
Jumlah Konsumsi Penduduk per kapita (Kg/Kap/ (jiwa) Th)
Total Konsumsi
Surplus/ minus ketersediaan
(Ton)
919 017
120.75
110 971.30
195 103.40
17 445
10
1 744.50
15 700.50
919 017
120.75
110 971.30
-95 270.80
Jagung
349 652
11
38 461.72
311 190.28
919 017
16.49
15 154.59
296 035.69
Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau
389
5
19.45
369.55
919 017
7
6 433.12
-6 063.57
1 087
5
54.35
1032.65
919 017
4
3 676.07
-2 643.42
483
7
33.81
449.19
919 017
1
919.02
-469.83
Ubi Kayu
798 456
15
119 768.40
678 687.60
919 017
97.18
89 310.07
589 377.53
Ubi Jalar
4 097
12
491.64
3 605.36
919 017
3.02
2 775.43
829.93
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab.Lampung Timur, 2007.
59 Berdasarkan data pada Tabel 18, maka urutan peringkat komoditasnya: (1) ubi kayu; (2) jagung; (3) padi sawah; (4) ubi jalar; (5) kacang hijau; (6) kacang tanah; (7) kedelai; dan (8) padi ladang. Sebagai perbandingan, bila dilihat kebutuhan konsumsi dalam skala nasional, kebutuhan bahan pangan pokok sampai saat ini masih didominasi oleh padi sebagai makanan utama penduduk Indonesia. Pada tahun 2003 permintaan terhadap beras sebanyak 35.01 juta ton, jagung 9.65 juta ton, dan kedelai 1.56 juta ton (Swastika dkk, 2000 dan Ilham dkk, 2001 dalam Syahbudin, 2005). Analisis Location Quotient (LQ) Analisis LQ dilakukan untuk melihat komoditas pertanian tanaman pangan yang menjadi komoditas basis di Kabupaten Lampung Timur. Data yang digunakan untuk perhitungan nilai LQ adalah data luas panen per kecamatan tahun 2006 dengan wilayah agregat kabupaten. Analisis LQ suatu komoditas menunjukkan kemampuan kabupaten untuk memenuhi kebutuhan daerahnya, dan juga untuk memenuhi kebutuhan daerah lain karena surplus produksi. Atau sebaliknya daerah tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan sendiri sehingga memerlukan suplai dari daerah lain (Bachrein, 2003). Berdasarkan hasil analisis LQ yang dicantumkan pada Tabel 19 terlihat bahwa semua komoditas tanaman pangan menjadi komoditas basis di kecamatan dengan sebaran kecamatan yang beragam. Secara berurutan peringkat komoditas berdasarkan sebaran nilai LQ > 1 di setiap kecamatan sebagai berikut: (1) padi sawah (di 12 kecamatan); (2) kacang tanah (di 11 kecamatan); (3) kacang hijau (di 10 kecamatan); (4) jagung dan ubi jalar (masing-masing di 8 kecamatan); (5) ubi kayu (di 8 kecamatan); (6) padi ladang (6 kecamatan); dan (7) kedelai (di 3 kecamatan). Analisis Preferensi Masyarakat Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu lumbung pangan Propinsi Lampung. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura tahun 2006, Kabupaten Lampung Timur memiliki potensi
60 penggunaan lahan sawah seluas 55 496 hektar dan lahan bukan sawah 197 455 hektar. Sementara sektor pertanian merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling besar di Kabupaten Lampung Timur yakni 64.95% pada akhir tahun 2006 dari jumlah penduduk usia produktif. Tabel 19 Hasil analisis Location Quotient per komoditas di setiap kecamatan Kecamatan Metro Kibang Batanghari Sekampung Marga Tiga Sekampung Udik Jabung Pasir Sakti Waway Karya Marga Sekampung Labuhan Maringgai Mataram Baru Bandar Sribhawono Melinting Gunung Pelindung Way Jepara Braja Selebah Labuhan Ratu Sukadana Bumi Agung Batanghari Nuban Pekalongan Raman Utara Purbolinggo Way Bungur Jumlah Kecamatan yang memiliki nilai LQ > 1
Padi Sawah 0.0797 2.3482 1.8401 0.5518 0.4217 0.9939 2.8177 0.6802 0.1247 2.4061 0.4497 0.4487 1.5596 1.0377 1.6317 2.2272 0.5238 0.3840 0.3277 0.8378 1.5534 1.9534 2.1411 2.3499 12
Padi Ladang 0.9731 0.1605 0.5321 3.7225 0.8725 0.0279 0.0000 0.9032 0.0896 0.0333 0.0244 0.6431 0.1470 0.0000 1.2995 0.0000 1.5136 2.6250 0.8973 3.6989 1.5544 0.6974 0.0148 0.1673 6
Nilai LQ per Komoditas Ubi Kacang Jagung Kedelai Kayu Tanah 1.9614 0.3609 0.6888 1.1278 1.6832 1.3305 0.0390 1.3916 2.0521 0.0784 1.7995 1.5413 0.9063 1.3666 0.4895 0.4762 0.4831 0.4183 0.8479 0.3681 0.8100 0.1318 0.3844 0.0108 9
0.3241 0.1137 0.0000 0.0000 0.7146 0.2324 0.0000 0.4593 0.8287 0.0000 0.0000 7.0569 0.7532 0.0000 0.0000 0.0000 0.1626 0.0000 0.7472 0.4260 5.0368 8.0900 0.1235 0.0000 3
0.1285 0.1821 0.2458 1.1419 0.2736 0.2690 0.1188 0.5474 0.0000 0.8894 0.0595 0.5479 0.2680 0.0652 1.0528 0.0816 3.2440 3.7546 2.8988 2.7410 0.1857 1.3751 0.5588 1.2264 8
1.6179 0.0498 1.1215 0.6559 1.3212 0.2181 1.9282 1.0223 0.0000 0.3031 0.1245 2.0600 0.3298 0.3368 2.0286 2.3671 3.3824 0.0915 0.5453 0.5037 1.8977 4.3841 0.5410 0.0610 11
Kacang Hijau 2.6212 1.4182 0.0000 0.2804 0.2141 0.2238 0.6140 1.9089 0.0000 1.7728 0.1369 1.5516 1.1422 0.7776 0.8475 1.2491 3.5620 0.1409 0.1119 0.8613 3.9472 3.8328 0.4996 0.0000 10
Ubi Jalar 0.5981 1.3119 0.3309 0.7678 0.4030 0.1226 1.8214 0.9182 0.0000 1.2774 0.2998 1.8934 0.0000 0.4732 4.2136 1.1401 8.0278 0.0000 0.6128 0.0000 1.1889 0.2956 2.8499 0.0000 9
*) Data diolah dari Lampung Timur dalam Angka publikasi BPS, 2006.
Analisis preferensi masyarakat dilakukan untuk melihat urutan komoditas yang dipilih masyarakat dan dalam penelitian ini dijadikan sebagai salah satu dasar pemilihan tiga komoditas utama yang akan dijadikan unggulan. Wawancara yang dilakukan terhadap 45 orang responden yang tersebar di beberapa kecamatan yang menjadi sentra produksi tanaman pangan, terdiri dari petani dan penyuluh pertanian setempat. Berdasarkan wawancara tersebut didapatkan tiga komoditas utama yang dipilih masyarakat adalah: (1) padi sawah (dipilih oleh 62.22% responden); (2) jagung (26.67%); dan (3) ubi kayu (11.11%) (Gambar 8).
61 Alasan utama pemilihan padi sawah sebagai pilihan utama masyarakat dalam berusaha tani adalah untuk pemenuhan kebutuhan pangan, baik untuk konsumsi rumah tangga maupun sebagai mata pencarian utama. Selain itu, sistem irigasi pada lahan-lahan sawah di Kabupaten Lampung Timur juga mendukung masyarakat tani untuk tidak mengalihfungsikan lahan sawahnya ke pertanaman non pangan.
Gambar 8 Persentase preferensi masyarakat dalam pemilihan komoditas unggulan tanaman pangan. Berdasarkan informasi yang didapat dari responden, pada umumnya dalam berusaha tani padi sawah jika kondisi air normal hampir tidak pernah mengalami kerugian. Sehingga bila di lahan-lahan sawah ketersediaan air sesuai untuk pertanaman padi, maka komoditas tersebut akan menjadi pilihan utama untuk dibudidayakan. Tetapi bila kondisi air tidak memadai, maka palawija yang menjadi pilihan kedua antara jagung dan ubi kayu. Untuk pemilihan antara jagung dan ubi kayu sesuai dengan pola budidaya setempat atau dengan mempertimbangkan harga dan peluang pasar. Tren bahan bakar nabati (BBN) saat ini yang memanfaatkan jagung dan ubi kayu sebagai bahan baku pembuatan etanol sebagai pengganti bensin telah menstimulasi semakin membaiknya harga-harga produk pertanian. Budidaya tanaman pangan yang sempat melemah pada tahun terakhir kini terbangkitkan kembali.
62 Penetapan Komoditas Unggulan Berdasarkan beberapa hasil analisa diatas maka ditetapkanlah suatu cara untuk menentukan komoditas mana yang akan dijadikan unggulan yaitu dengan mengambil nilai urutan prioritas yang telah dilakukan pembobotan. Komoditas unggulan yang ditetapkan untuk menjadi komoditas unggulan kabupaten adalah tiga komoditas yang memiliki peringkat teratas (Tabel 20). Penetapan tiga komoditas teratas dilakukan berdasarkan nilai urutan prioritas hasil analisa dari setiap komoditas dikalikan persentase bobot setiap alat analisa yang digunakan. Dalam hal ini, berdasarkan studi literatur dan wawancara responden yang dilakukan, analisis preferensi masyarakat diberikan persentase bobot terbesar yaitu 40%, diikuti analisis permintaan 30%, analisis LQ 20%, dan analisis tren luas panen 10%. Urutan ditentukan berdasarkan jumlah terkecil dari perkalian urutan komoditas dan persentase bobot. Tabel 20
Urutan peringkat pemilihan komoditas pertanian tanaman pangan Analisis Tren Luas Panen
Komoditas
Analisis Permintaan
Analisis Preferensi Masyarakat
Analisis LQ
Jumlah
Urutan peringkatb)
----------------------------- (persen)a) ------------------------------Padi Sawah
0.56
2.50
1.54
0.63
5.22
1
Padi Ladang
1.11
6.67
6.15
3.75
17.68
7
Jagung
0.28
1.67
3.08
2.50
7.52
2
Kedelai
1.94
5.83
6.15
4.38
18.31
8
Ubi Kayu
0.83
0.83
4.62
3.13
9.41
3
Ubi Jalar
2.22
3.33
6.15
2.50
14.21
6
Kacang Tanah
1.39
5.00
6.15
1.25
13.79
4
Kacang Hijau
1.67
4.17
6.15
1.88
13.86
5
Jumlah
10.00
30.00
40.00
20.00
100.00
Keterangan: a) Share nilai untuk setiap komoditas berdasarkan hasil perkalian urutan prioritas setiap komoditas/jumlah urutan dengan nilai persentase setiap alat analisa. b) Urutan peringkat 1 sampai 8 berdasarkan persentase terkecil hingga terbesar.
Analisis preferensi masyarakat diberikan persentase terbesar (40%) karena dalam berusaha tani masyarakat/individu yang menetapkan pilihan komoditas apa yang akan dibudidayakan di lahan pertaniannya. Tidak ada satu pihak pun, baik dari instansi pemerintah maupun swasta yang bisa memaksa petani untuk mengusahakan
komoditas
tertentu
terkecuali
atas
kemauannya
sendiri.
63 Analisis permintaan diberikan persentase 30% karena dalam analisis ini menggambarkan aspek sosial dan ekonomi yang terlibat didalamnya, seperti pemenuhan kebutuhan pangan dan peluang pasar dari komoditas tanaman pangan. Dalam berusaha tani, selain mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan pangan petani juga menelaah permintaan pasar akan suatu komoditas tertentu yang memiliki nilai jual tinggi dan bersaing. Petani akan membudidayakan tanaman yang akan meningkatkan pendapatannya. Analisis LQ diberikan persentase 20% karena analisis ini memaparkan mengenai keunggulan komparatif dan pola penyebaran dari setiap komoditas di setiap kecamatan di Kabupaten Lampung Timur, yang secara tidak langsung hanya memberikan gambaran spasial mengenai wilayah-wilayah yang memiliki komoditas tanaman pangan tertentu sebagai sektor basis. Sedangkan analisis tren luas panen diberikan persentase terkecil 10% (setengah dari bobot analisis LQ) karena data luas panen telah dijadikan dasar perhitungan LQ. Analisis tren luas panen dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai kecenderungan luasan lahan tanaman pangan yang dapat dipanen dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir. Penetapan komoditas unggulan khususnya tanaman pangan dilakukan untuk menjaga kesinambungan suplai sehingga komoditas tersebut dapat terjaga produksinya dan meningkat kualitasnya. Berkaitan dengan hal tersebut maka akan ditentukan kecamatan-kecamatan yang menjadi daerah sentra pengembangan komoditas unggulan tersebut. Selain untuk menjaga ketahanan pangan daerah, penetapan komoditas unggulan tanaman pangan diharapkan dapat menjaring investasi yang dapat meningkatkan pendapatan daerah khususnya dan perekonomian masyarakat pada umumnya. Hasil dari beberapa alat analisa (Tabel 20) menunjukkan komoditas padi sawah, jagung dan ubi kayu adalah komoditas yang ditetapkan sebagai komoditas unggulan Kabupaten Lampung Timur. Selanjutnya ketiga komoditas terpilih akan dianalisa lebih lanjut untuk melihat urutan prioritas komoditas dan arah pengembangannya di wilayah Kabupaten Lampung Timur.
64 Analisis Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan dilakukan untuk komoditas padi sawah, jagung, dan ubi kayu. Analisis dilakukan berdasarkan peta satuan lahan dengan menggunakan pendekatan
analisis bentang lahan yang telah dipetakan oleh
Bappeda Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2006. Kelas kesesuaian lahan untuk komoditi tanaman pertanian terpilih padi sawah, jagung, dan ubi kayu ditentukan oleh karakteristik lahan, meliputi : temperatur (t), ketersediaan air (wa), ketersediaan oksigen (oa), media perakaran (rc), retensi hara (nr), toksisitas (xc), sodisitas (xn), bahaya sulfidik (xs), bahaya banjir (fh), dan bahaya erosi (eh). Kriteria penilaian kesesuaian lahan untuk masing-masing komoditas terpilih (Lampiran 1, 2 dan 3) mengacu kepada dokumen yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian (Djaenudin et al., 2003). Menurut konsep dasar kerangka evaluasi lahan (FAO, 1976) sesuai dengan tujuannya kesesuaian lahan dibedakan atas kesesuaian lahan secara fisik (kualitatif) dan kesesuaian lahan secara ekonomik (kuantitatif). Dalam penelitian ini evaluasi kesesuaian lahan hanya secara fisik (kualitatif). Sistem kesesuaian lahan yang digunakan, dibedakan menjadi kelas sesuai (S) dan kelas tidak sesuai (N). Kelas S masih dibedakan menjadi tiga kelas. Keempat kelas kesesuaian lahan tersebut diuraikan sebagai berikut: 1. kelas S1 - lahan sangat sesuai (highly suitable) lahan tidak mempunyai faktor pembatas berarti yang mempengaruhi pengelolaan tanah/tanamannya; 2. kelas S2 - lahan
cukup sesuai (moderately suitable) lahan mempunyai
pembatas ringan yang dapat mempengaruhi pengelolaan tanah/tanaman dan masukan biaya ringan; 3. kelas S3 - lahan sesuai marjinal (marginally suitable) lahan mempunyai pembatas agak berat yang dapat mempengaruhi pengelolaan tanah/tanaman dan masukan biaya sedang sampai tinggi; 4. kelas N - lahan tidak sesuai (not suitable) lahan mempunyai pembatas berat perbaikannya memerlukan biaya yang sangat besar tetapi tidak akan sesuai dengan produksi yang dihasilkan.
65 Kelas kesesuaian lahan dibedakan dalam subkelas kesesuaian lahan berdasarkan faktor pembatas yang paling dominan/berat. Subkelas kesesuaian lahan ditulis dengan simbol kelas ditambah huruf kecil yang menyatakan faktor pembatas tersebut. Evaluasi kesesuaian lahan untuk masing-masing komoditas unggulan dilakukan terhadap setiap satuan lahan yang disusun berdasarkan urutan komponen-komponen: satuan bentuk lahan dan tingkat torehan, ketinggian tempat dari permukaan laut, relief dan lereng, bahan induk tanah, dan penggunaan lahan. Berdasarkan Peta Satuan Lahan (Bappeda Kabupaten Lampung Timur, 2006) di Kabupaten Lampung Timur terdapat 27 satuan lahan, seperti disajikan pada Lampiran 5. Hasil klasifikasi kesesuaian lahan untuk padi sawah, jagung, dan ubi kayu pada satuan lahan tersebut dicantumkan pada Tabel 21. Kesesuaian Lahan untuk Padi Sawah Hasil penilaian untuk tanaman padi sawah dengan berasumsi pada tingkat pengelolaan sedang, artinya segala masukan yang masih mungkin diberikan dan secara ekonomis masih menguntungkan di lakukan, misalnya pembuatan teras dan pemupukan, terdapat lahan seluas 55 072 hektar (20.05%) cukup sesuai (kelas S2) dengan faktor pembatas media perakaran/retensi hara/lereng. Lahan seluas 99 666 hektar (36.28%) sesuai marginal (S3) dengan faktor pembatas retensi hara, sedangkan lahan seluas 119 944 hektar (43.67%) tidak sesuai (kelas N) dengan faktor pembatas lereng, toksisitas/pirit dangkal, dan kondisi media perakaran (tekstur tanah pasir). Secara spasial subkelas kesesuaian padi sawah tersebut dicantumkan pada Gambar 9. Untuk melihat apakah terdapat penggunaan lahan sawah pada lahan dengan kelas kesesuaian N, maka dilakukan overlay peta kesesuaian lahan dengan peta penggunaan lahan. Hasil dari overlay tersebut menunjukkan bahwa masyarakat masih mengusahakan sawah di lahan yang tidak sesuai (seluas 16 904 hektar). Hal ini mengindikasikan para pelaku usahatani kurang memperhatikan kondisi biofisik lahannya, dan lebih mengedepankan sisi ekonomi lahan untuk saat ini daripada kelestarian lingkungan dalam berusaha tani.
66 Komoditas Padi Sawah
Kelas S2
Kesesuaian Lahan Sub Kelas Faktor pembatas S2eh/rc bahaya erosi/ media perakaran S2nr/rc retensi hara/ media perakaran
Jumlah S2 S3 S3nr
Jagung
Jumlah S3 N Nxs Nrc Neh Jumlah N S1 Jumlah S1 S2 S2eh/wa S2rc Jumlah S2 S3 S3eh/wa S3nr S3nr/wa S3oa S3oa/wa
Ubi Kayu
S3wa Jumlah S3 N Nrc Nxs Jumlah N S1 Jumlah S1 S2 S2eh/rc S2rc Jumlah S2 S3 S3eh S3nr S3oa
Satuan Lahan 17, 20, 21, 22 1, 2, 3, 4, 5, 8, 9, 12, 19
retensi hara
13, 14, 15, 16, 18
bahaya sulfidik media perakaran bahaya erosi
6, 7, 11 10 23, 24, 25
-
17, 19
bahaya erosi/ ketersediaan air media perakaran
23 21, 22
30 688 55 072 99 666 99 666 3 500 844 115 600 119 944 4 220 4 220 1 832
25
10 930 12 762 41 889
18 13, 14, 15, 16
5 817 80 933
3, 4, 5, 8, 9
91 251
1, 2, 12
14 732
bahaya erosi/ ketersediaan air retensi hara retensi hara/ ketersediaan air ketersediaan oksigen ketersediaan oksigen/ ketersediaan air ketersediaan air
24
media perakaran bahaya sulfidik
10 6, 7, 11
-
19
bahaya erosi/ media perakaran media perakaran
23, 24
bahaya erosi retensi hara
25 13, 14, 15, 16, 18 1, 2, 3, 4, 5, 8, 9, 10, 12
ketersediaan oksigen
Luas (Ha) 24 384
17, 20
18 733 253 355 844 3 500 4 344 3 835 3 835 19 758 24 349 44 710 21 393 99 666 91 251
Jumlah S3 212 310 N Nrc media perakaran 21, 22 10 Nxs bahaya sulfidik 6, 7, 11 3 500 Jumlah N 14 430 *)Berdasarkan kriteria Puslitbangtanak (2003), dengan S1 = sangat sesuai, S2 = cukup sesuai, S3 = sesuai marjinal, dan N = tidak sesuai.
67
Gambar 9 Peta kesesuaian lahan padi sawah.
68 Berdasarkan hal tersebut, penyuluh pertanian sebagai agen transfer teknologi kepada petani perlu berperan lebih aktif dalam melakukan pembinaan ke kelompok tani. Sehingga kesadaran untuk berbudidaya tanaman dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan dapat ditingkatkan. Kesesuaian Lahan untuk Jagung Berdasarkan hasil penilaian untuk tanaman jagung terdapat lahan dengan kelas S1 (sesuai) seluas 4 220 hektar (1.54%). Untuk kelas S2 (cukup sesuai) dengan faktor pembatas ketersediaan air/lereng/media perakaran terdapat lahan seluas 12 762 hektar (4.65%). Lahan seluas 253 355 hektar (92.24%) kelas S3 (sesuai marginal) dengan faktor pembatas ketersediaan air/ketersediaan oksigen/ retensi hara/lereng, sedangkan lahan seluas 4 344 hektar (1.58%) kelas N (tidak sesuai) dengan faktor pembatas media perakaran/ toksisitas. Untuk jagung sub kelas kesesuaian lahan tersebut secara spasial disajikan pada Gambar 10. Sedangkan untuk melihat apakah jagung telah diusahakan pada lahan-lahan yang sesuai, atau bahkan pada lahan yang tidak sesuai, maka dilakukan overlay peta kesesuaian lahan dengan peta penggunaan lahan. Hasil dari overlay menunjukkan terdapat beberapa penggunaan lahan untuk jagung di lahan-lahan yang memiliki kelas kesesuaian lahan N, yaitu tegalan seluas 2 083 hektar dan kebun campuran 506 hektar. Lahan-lahan yang diusahakan petani dalam budidaya jagung sebagian besar (96.08%) memiliki kelas kesesuaian lahan sesuai marjinal (S3). Berdasarkan overlay peta kesesuaian lahan dengan peta penggunaan lahan, terdapat lahan seluas 116 329 hektar (terdiri dari 25 970 hektar kebun campuran dan 90 359 hektar tegalan) yang diusahakan untuk budidaya jagung memiliki kelas kesesuaian lahan S3. Kondisi tersebut di atas menunjukkan walaupun secara biofisik lahan tersebut sudah memiliki tingkat kesuburan yang rendah, tetapi masyarakat masih mau memberikan input lebih sehingga produksi yang diharapkan dapat tercapai. Akibatnya meningkatkan biaya produksi dan dapat mengurangi keuntungan sehingga perlu adanya introduksi penggunaan pupuk ataupun benih yang dapat memberikan output optimal.
69
Gambar 10 Peta kesesuaian lahan jagung.
70 Kesesuaian Lahan untuk Ubi Kayu Untuk tanaman ubi kayu terdapat lahan seluas 3 835 hektar (1.40%) sesuai (kelas S1). Untuk kelas S2 (cukup sesuai) dengan faktor pembatas media perakaran/lereng terdapat lahan seluas 44 107 hektar (16.06%). Lahan seluas 212 310 hektar (77.29%) sesuai marginal (S3) dengan faktor pembatas ketersediaan oksigen/retensi hara/lereng, sedangkan lahan seluas 14 430 hektar (5.25%) tidak sesuai (kelas N) dengan faktor pembatas media perakaran/toksisitas. Untuk ubi kayu sub kelas kesesuaian lahan tersebut secara spasial disajikan pada Gambar 11. Seperti halnya jagung, ubi kayu merupakan tanaman palawija yang umumnya dibudidayakan di lahan kering/tegalan. Jika dibandingkan antara penggunaan lahan dengan kelas kesesuaian lahannya, maka masih terdapat 1 738 hektar tegalan dan 725 hektar kebun campuran yang dibudidayakan walaupun lahannya tidak sesuai utuk komoditas ubi kayu. Selain itu, sebagian besar budidaya ubi kayu dilakukan pada lahan yang sesuai marjinal (S3) seluas 76 778 hektar (95.58%). Hal ini menunjukkan masyarakat kurang memperhatikan aspek biofisik lahan dan lebih mendahulukan aspek ekonomi dalam berusaha tani. Pada umumnya petani memilih ubi kayu karena budidayanya yang relatif mudah. Tanpa input yang tinggi dan perawatan yang intensif pun petani dapat memetik hasil yang memberikan tambahan pendapatan. Kondisi seperti itulah yang menjadi salah satu alasan mengapa petani tetap menanam ubi kayu pada lahan yang tidak sesuai. Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk padi sawah, jagung dan ubi kayu selanjutnya dijadikan dasar perhitungan ketersediaan lahan. Data ini kemudian dipadukan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan kondisi penggunaan lahan terkini untuk mendapatkan kecamatan-kecamatan yang akan diarahkan sebagai sentra-sentra produksi komoditas unggulan pertanian tanaman pangan.
71
Gambar 11 Peta kesesuaian lahan ubi kayu.
72 Proses Hirarki Analitik (PHA/Analitycal Hierarchy Process) Proses Hirarki Analitik (PHA) dilakukan untuk mendapatkan bobot prioritas komoditas unggulan yang berdasarkan struktur hirarki masalah yang dibangun dari studi literatur, konsultasi dengan para ahli, serta informasi yang didapat dari wawancara responden yang bergerak di lingkungan pertanian. Hasil rangkuman dari berbagai sumber tersebut didapatkan tiga aspek yang terbagi atas 13 kriteria dengan rincian kriteria pada Tabel 22 dan skema hirarki pada Gambar 12. Tabel 22 Daftar kriteria (peubah) dalam setiap aspek Aspek
Kriteria (peubah)
Ekonomi
1. 2. 3. 4.
Peluang/kesempatan Pasar (PP) Peluang Investasi (PI) Kontribusi terhadap Pendapatan Petani (KPP) Kontribusi terhadap PDRB (KPD)
Teknis
1. 2. 3. 4.
Kesesuaian Lahan (KL) Kemudahan dan Ketersediaan Teknologi untuk Budidaya (KTB) Kemudahan dan Ketersediaan Saprodi (KS) Kelestarian Lingkungan (KLK)
Sosial
1. 2. 3. 4. 5.
Penyerapan Tenaga Kerja (PTK) Ketersediaan Fasilitas On Farm dan Off Farm (KF) Kebijakan Pemerintah Daerah (KPD) Penguasaan Teknik Budidaya (PTB) Budaya Masyarakat yang Berkaitan dengan Budidaya Tanaman (BM)
Alat yang digunakan untuk pengumpulan data berupa kuisioner yang diberikan kepada stakeholders yang terlibat dalam pengambilan kebijakan terhadap sektor pertanian. Di tingkat kabupaten responden berasal dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, Badan Perencanaan Daerah dan Balai Penelitian Tanah. Sedangkan di tingkat kecamatan terdiri dari penyuluh pertanian beberapa kecamatan sentra. Aspek-aspek yang dipertimbangkan dalam penetapan prioritas komoditas unggulan pertanian tanaman pangan adalah aspek ekonomi, teknis, dan sosial.
73 Prioritas Komoditas Unggulan
EKONOMI
PP PI KPP KPD
TEKNIS
SOSIAL
KL KTB KS KLK
PTK KF KPD PTB BM
Urutan Prioritas Jenis
Gambar 12 Skema hirarki penetapan urutan prioritas komoditas unggulan pertanian tanaman pangan. Aspek Ekonomi Aspek ini berkaitan dengan keuntungan secara finansial baik untuk petani maupun pihak lain yang terkait. Beberapa kriteria yang termasuk dalam aspek ini yaitu: 1. Peluang/kesempatan Pasar (PP) Kriteria ini untuk melihat tingkat kemampuan pasar menyerap produksi pertanian tanaman pangan. Pola konsumsi masyarakat yang masih tergantung pada beras sebagai bahan pangan pokok menjamin peluang pasar padi yang besar. Selain itu hal ini dapat dilihat dari jumlah heller (penggilingan gabah) sebanyak 202 unit dengan kapasitas produksi yang beragam (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lampung Timur, 2006). Untuk jagung, adanya perusahaan yang bergerak di bidang pengeringan jagung (PT. Japfa Comfeed) dengan kapasitas produksi yang cukup besar (5 500 ton) diharapkan dapat menampung produksi jagung yang cukup besar di Kabupaten Lampung Timur. Sedangkan untuk ubi kayu, banyaknya jenis industri tepung tapioka mulai dari skala kecil sampai besar menjadi jaminan peluang pasar yang terbuka untuk produksi ubi kayu.
74 2. Peluang Investasi (PI) Kriteria ini untuk melihat prospek pengembangan produksi pertanian tanaman pangan.
Iklim perekonomian
yang
semakin kondusif
dan semakin
meningkatnya komitmen pemerintah daerah untuk kemudahan-kemudahan berinvestasi diharapkan memberikan pengaruh terhadap peningkatan investasi. Berdasarkan informasi dari Badan Promosi dan Investasi Daerah Kabupaten, maka peluang investasi yang ada yaitu: penyediaan alat mesin pertanian pra panen dan pasca panen; penampungan hasil; penyiapan modal kerja untuk sarana produksi pertanian; pengembangan sentra perbenihan padi; dan pengembangan komoditas palawija unggulan. 3. Kontribusi terhadap Pendapatan Petani (KPP) Kriteria ini untuk melihat pendapatan yang diperoleh petani dari hasil berusaha tani. Pendapatan ini pada umumnya menjadi pendapatan pokok bagi petani. Berdasarkan data analisa usaha tani (Bappeda Kabupaten Lampung Timur, 2006) rata-rata nilai R/C Rasio untuk tanaman pangan masih lebih besar dari 1 dan ini menunjukkan usaha tani yang cukup menguntungkan (Tabel 23). Tabel 23 Rekapitulasi analisis usaha tani komoditas pangan di Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 No
Kecamatan Sampel
1 Labuhan Ratu 2 Sekampung Udik 3 Pekalongan
Komoditas
Padi Gogo Jagung Padi Sawah Kacang Hijau 4 Sukadana Ubi Kayu 5 Raman Utara Padi Sawah 6 Metro Kibang Ubi Jalar Jagung 7 Batanghari Padi sawah Padi Sawah 8 Purbolinggo Ubikayu 9 Bandar Sribhawono Kedelai Padi Gogo Jagung Sumber: Bappeda Kab. Lampung Timur, 2006.
R/C Ratio 2.217 3.452 1.992 0.823 2.237 1.348 1.973 1.210 2.389 3.260 1.818 1.575 1.538 2.005
75 4. Kontribusi terhadap PDRB (KPD) Kriteria ini untuk melihat share pertanian terhadap pendapatan daerah. Berdasarkan data BPS Propinsi Lampung tahun 2007, kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (tanpa minyak) berdasarkan harga konstan 2000 sebesar 55.31%, diikuti perdagangan, hotel dan restoran 18.97% dan industri pengolahan 7.69% (Gambar 13). Hal ini menunjukkan masih tingginya ketergantungan perekonomian kabupaten terhadap sektor pertanian. Pertanian sebagai lapangan usaha utama bagi masyarakat Lampung Timur memberikan dampak yang sangat positif terhadap pendapatan daerah kabupaten.
Gambar 13 Distribusi PDRB Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 berdasarkan sub sektor lapangan usaha. Aspek Teknis Aspek ini berkaitan dengan kondisi biofisik lahan dan kebutuhan-kebutuhan dalam berusaha tani, diantaranya : 1. Kesesuaian Lahan (KL) Kesesuaian lahan menjadi kriteria dalam aspek teknis karena dalam berusaha tani perlu diperhatikan kondisi lahan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Semakin lama lahan diusahakan tanpa memperhatikan tingkat kesesuaian lahan maka semakin menurun kualitas lahan tersebut. Walaupun petani saat
76 ini masih cenderung tidak mempedulikan kesesuaian lahan, akan tetapi untuk keberlangsungan usaha tani dan pencapaian hasil yang optimal hendaknya kondisi lahan menjadi perhatian utama. 2. Kemudahan dan Ketersediaan Teknologi untuk Budidaya (KTB) Kriteria ini untuk melihat adaptasi petani terhadap inovasi teknologi di bidang pertanian. Jika ditelusuri lebih lanjut, sebenarnya teknologi yang telah diterapkan cukup intensif. Penggunaan input produksi, seperti benih, pupuk, cenderung kurang efisien. Sehubungan dengan itu untuk meningkatkan efisiensi usahatani padi dapat menggunakan paket teknologi pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) padi sawah. Adapun paket teknologi PTT yang dimaksud meliputi: - luas persemaian 1/25 dari luas tanam; - penggunaan pupuk kandang 2 ton/ha; - bibit muda (umur kurang dari 21 hari) 1-3 batang per lubang; - sistem tanam jejer legowo 2:1; - pemupukan urea berdasarkan bagan warna daun (BWD); - pemupukan SP-36 dan KCl berdasarkan status hara tanah; dan - pengairan berselang 7 hari. 3. Kemudahan dan Ketersediaan Saprodi (KS) Petani selama ini mendapatkan sarana produksi (benih, pupuk, pestisida, dan sebagainya) dari kios-kios saprodi yang ada di wilayah mereka. Ada pula beberapa kelompok tani yang menjadi penangkar benih bekerja sama dengan PT.Sang Hyang Seri, sehingga kebutuhan saprodinya disuplai oleh perusahaan tersebut. Pada umumnya ketersediaan benih maupun pupuk di Kabupaten Lampung Timur cukup tersedia. 4. Kelestarian Lingkungan (KLK) Kriteria ini berkaitan dengan dampak usaha tani terhadap lingkungan. Degradasi yang nyata dirasakan petani adalah penurunan produktivitas tanaman bila tanpa menggunakan pemupukan yang cukup intensif. Bila hal ini terus berlanjut tanpa diimbangi penggunaan pupuk organik yang dapat mengembalikan kesuburan tanah maka penurunan kualitas lahan pun akan
77 terus berlanjut. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi seluruh pihak yang terkait dengan pembangunan pertanian. Introduksi teknologi bertani yang ramah lingkungan perlu dilakukan untuk mencegah penurunan kualitas lahan yang semakin dirasakan oleh petani. Aspek Sosial Aspek ini berkaitan dengan kondisi sosial dan budaya para petani dan pengaruhnya terhadap lingkungan sosial di sekitar petani, terdiri dari lima kriteria yaitu: 1. Penyerapan Tenaga Kerja (PTK) Kriteria ini untuk menunjukkan besarnya tenaga kerja yang diserap dalam berusaha tani. Selama ini petani masih mengandalkan tenaga kerja keluarga dalam bertani, terutama dalam masa pemeliharaan. Pada awal masa olah tanah maupun saat panen biasanya petani menggunakan sistem borongan (bawon). Secara umum, sektor pertanian masih menjadi sektor utama dalam menyerap tenaga kerja di Kabupaten Lampung Timur sebesar 64.95% pada tahun 2005 (BPS Kabupaten Lampung Timur, 2006). 2. Ketersediaan Fasilitas On Farm dan Off Farm (KF) Dalam berusaha tani fasilitas pra panen dan pasca panen menjadi aspek penting untuk menghasilkan produksi yang optimal dengan kualitas yang baik. Pada saat ini jumlah alat mesin pertanian masih dirasakan belum mencukupi kebutuhan petani. Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten tahun 2006, tercatat jumlah power tresher 364 unit dan Rice Milling Unit (RMU) sebanyak 450 unit. Untuk jagung, jumlah corn sheller sebanyak 661 unit dan dryer 46 unit. Untuk ubi kayu, jumlah alsin pemarut singkong sebanyak 1 307 unit dan ITTARA 36 unit. 3. Kebijakan Pemerintah Daerah (KPD) Dukungan pemeritah daerah terhadap sektor pertanian semakin meningkat. Sebagai sektor prioritas pembangunan, potensi sumberdaya alam yang tersedia perlu dikelola dengan baik agar berproduksi secara optimal dan mampu memberikan nilai tambah terhadap petani. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah untuk mendukung hal tersebut antara lain:
78 - mengembangkan usaha pertanian dengan wawasan bisnis sehingga menghasilkan nilai tambah dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pertanian; - meningkatkan peran dan fungsi lembaga pemasaran bagi produk-produk pertanian; - pemberdayaan kelembagaan ekonomi petani di pedesaan; dan - penerapan teknologi tepat guna untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk pertanian. 4. Penguasaan Teknik Budidaya (PTB) Kriteria ini untuk mengetahui tingkat penguasaan teknik budidaya petani. Berdasarkan wawancara responden diperoleh gambaran bahwa petani memiliki penguasaan teknik budidaya yang cukup baik yang diperoleh dari pengalaman turun temurun serta penyuluhan yang kontinyu dari penyuluh pertanian setempat. 5. Budaya Masyarakat yang Berkaitan dengan Budidaya Tanaman (BM) Adat budaya masyarakat setempat pada umumnya memberikan dukungan positif terhadap usahatani, seperti pranoto mongso (perkiraan awal musim tanam), arisan, maupun gotong royong dalam awal tanam maupun panen. Berdasarkan PHA dari nilai kombinasi dari seluruh responden, maka aspek ekonomi memiliki bobot terbesar (0.522) diikuti teknis (0.289) dan sosial (0.190). Pada aspek ekonomi, kriteria kontribusi terhadap pendapatan petani memiliki bobot tertinggi (0.472). Kriteria kesesuaian lahan pada aspek teknis mempunyai bobot 0.326, nilai tertinggi dibandingkan tiga kriteria lain dalam aspek teknis. Sedangkan pada aspek sosial, penyerapan tenaga kerja menempati posisi tertinggi dengan bobot 0.254 (Gambar 14). Bila dilihat dari hasil PHA dengan tujuan akhir yaitu penetapan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan Kabupaten Lampung Timur maka didapatkan komoditas yang menjadi prioritas pertama adalah padi sawah (0.388), diikuti ubi kayu (0.322) dan jagung (0.290).
79 Prioritas Komoditas Unggulan
EKONOMI 0.522
PP 0.256
PI 0.140
SOSIAL 0.190
TEKNIS 0.289
KPP 0.472
KL 0.326
KPD 0.132
PTK 0.254
KTB 0.222
KS 0.240
KF 0.190
KPD 0.158
PTB 0.244
BM 0.154
KLK 0.212
Urutan Prioritas Jenis
Padi Sawah 0.388
Ubi Kayu 0.322
Jagung 0.290
Gambar 14 Hirarki penetapan prioritas komoditas unggulan pertanian tanaman pangan. Analisis Skalogram Analisis skalogram digunakan untuk melihat hirarki wilayah yang berada di Kabupaten Lampung Timur. Adapun fasilitas-fasilitas yang dijadikan dasar perhitungan adalah fasilitas peribadatan, pendidikan, kesehatan, perdagangan dan jasa, serta transportasi. Setelah semua kecamatan diurut peringkatnya berdasarkan jumlah jenis dan unit fasilitas, maka dilakukan perhitungan indeks sentralitas dengan berdasarkan jumlah penduduk dan fasilitas pelayanan. Kemudian dihitung nilai rata-rata dan standar deviasi dari indeks sentralitas tersebut.
80 Berdasarkan asumsi bahwa akan diperoleh tiga hirarki wilayah, yaitu hirarki 1 dengan tingkat perkembangan tinggi, hirarki 2 dengan tingkat perkembangan sedang, dan hirarki 3 dengan tingkat perkembangan rendah, maka ditetapkanlah suatu konsensus untuk pengelompokkan tersebut, yaitu : (1) hirarki I mempunyai nilai > {(2 x standar deviasi) + nilai rataan}; (2) hirarki II mempunyai nilai antara nilai rataan dengan {(2 x standar deviasi) + nilai rataan}; (3) hirarki III mempunyai nilai < nilai rataan. Berdasarkan hasil analisis yang dicantumkan pada Tabel 24, terlihat bahwa Kecamatan Way Jepara adalah pusat aktivitas Kabupaten Lampung Timur dan satu-satunya kecamatan yang berada pada hirarki wilayah 1. Untuk hirarki wilayah 2, ada 6 kecamatan yang termasuk didalammya. Sedangkan untuk hirarki wilayah 3 terdiri 17 kecamatan. Semakin tinggi hirarki wilayah, semakin lengkap jenis fasilitas sosial dan umum yang ada. Kecamatan Marga Sekampung merupakan kecamatan yang paling kurang memiliki fasilitas pelayanan sosial dan ekonomi. Kecamatan Marga Sekampung merupakan kecamatan yang baru definitif pada tahun 2006, sehingga ketersediaan sarana prasarana dasar masih sangat terbatas. Dalam kaitannya dengan arahan pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan, analisis skalogram dapat menunjukkan kebutuhankebutuhan akan perbaikan, pembangunan maupun penyediaan fasilitas sosial dan umum. Kecamatan Way Jepara merupakan kecamatan yang memiliki jumlah jenis dan jumlah unit fasilitas terbanyak. Hal ini sesuai dengan kondisi riil di lapangan dimana kecamatan ini walaupun bukan ibukota kabupaten telah menjadi pusat bagi berbagai aktivitas, baik itu berkaitan dengan permukiman, pendidikan, kesehatan, perdagangan dan sebagainya. Aktivitas ekonomi yang berbasis pertanian di Kecamatan Way Jepara mampu menggerakkan sektor-sektor lain untuk berkembang. Selain sebagai outlet terbesar dari produksi pertanian dengan keberadaan Pasar Way Jepara yang terus mengalami perkembangan dan pembangunan, juga menjadi tempat untuk memperoleh berbagai sarana produksi pertanian seperti bibit, pupuk, obat-obatan
81 dan sebagainya. Selain itu fasilitas-fasilitas dasar penunjang yang dibutuhkan juga cukup berkembang seperti bank, sekolah, lembaga pendidikan, sarana kesehatan, dan sebagainya. Tabel 24 Hirarki wilayah berdasarkan analisis skalogram Jumlah Jenis Jumlah Unit Jumlah Fasilitas Fasilitas Penduduk (Jiwa) Way Jepara 25 165 48 610 Sekampung Udik 24 232 65 866 Pekalongan 24 203 42 079 Marga Tiga 23 231 43 707 Purbolinggo 23 186 37 810 Raman Utara 22 423 34 554 Batanghari 21 233 50 741 Sekampung 21 198 57 155 Labuhan Ratu 21 128 39 314 Sukadana 20 170 62 342 Jabung 19 223 44 894 Batanghari Nuban 19 125 40 244 Labuhan Maringgai 18 155 63 395 Gunung Pelindung 18 100 21 326 Braja Selebah 18 96 21 029 Metro Kibang 17 127 18 772 Waway Karya 17 125 35 641 Mataram Baru 17 90 26 221 Bumi Agung 17 82 16 637 Melinting 16 83 25 219 Bandar Sribhawono 15 111 41 790 Pasir Sakti 13 117 34 095 Way Bungur 13 91 20 835 Marga Sekampung 5 44 26 741 *) Data diolah dari Podes dan Lampung Timur dalam Angka publikasi BPS, 2006. Kecamatan
Hirarki 1 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Hasil analisis skalogram selanjutnya dijadikan sebagai masukan bagi arah pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Lampung Timur untuk melihat infrastuktur yang perlu disediakan di kecamatan-kecamatan yang diarahkan sebagai sentra produksi tanaman pangan. Pengembangan Komoditas Unggulan Pertanian Tanaman Pangan Berdasarkan hasil analisis sebelumnya didapatkan komoditas tanaman pangan yang menjadi unggulan di Kabupaten Lampung Timur adalah padi sawah, ubi kayu dan jagung. Untuk membuat arahan pengembangan untuk setiap komoditas dilakukan berdasarkan peta kesesuaian lahan dan mempertimbangkan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan penggunaan lahan terkini (existing land
82 use) (Gambar 15 dan 16).
Arahan pengembangan dilakukan pada kawasan
budidaya yaitu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; dan kawasan perdesaan yaitu kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian. Rencana Pemanfaatan Ruang Pemanfaatan sumber daya alam dalam suatu satuan ruang bersifat dinamis. Dinamika perubahan pemanfaatan ruang tidak selalu mengarah pada optimasi pemanfaatan sumber daya alam yang ada. Ini disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan ruang bagi perkembangan budidaya sementara keberadaannya bersifat terbatas. Pola pemanfaatan dan arahan pengembangan ruang Kabupaten Lampung Timur merupakan pedoman bagi pembangunan ruang di wilayah Kabupaten Lampung Timur yang didasari pada prinsip pemanfaatan sumber daya alam berasaskan keseimbangan lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan. Prinsip dasar perencanaan pemanfaatan ruang adalah penetapan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung adalah kawasan yang memiliki fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, nilai sejarah dan budaya bangsa untuk kepentingan sustainable development. Sedangkan kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya manusia. Adapun rencana alokasi pemanfaatan ruang Kabupaten Lampung Timur tahun 2001-2011 menurut Bappeda Kabupaten Lampung Timur tahun 2007 seperti dipaparkan pada Tabel 25. Berdasarkan alokasi pemanfaatan ruang tersebut, maka yang akan dijadikan sebagai arahan pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan adalah kawasan budidaya pertanian lahan basah dan lahan kering.
83
Gambar 15 Peta rencana tata ruang wilayah.
84 Tabel 25 Rencana alokasi pemanfaatan ruang Kabupaten Lampung Timur tahun 2001-2011 No 1
Pemanfaatan Ruang Kawasan Lindung a. Kawasan Suaka Alam b. Hutan Lindung
2
Luas (Ha)
Kec. Sukadana, Way Jepara
130 000
Kec.Jabung, Lab. Maringgai, Way Jepara
19 680
Kawasan Budidaya Pertanian a. Hutan Produksi Kec. Metro Kibang, Tetap Sekampung, Sekampung Udik, Marga Tiga b. Pertanian Lahan Basah
Kec. Raman Utara, Purbolinggo, Pekalongan, Batanghari, Metro Kibang, Sekampung, Way Jepara, Lab. Maringgai, Jabung
c. Pertanian Lahan Kering
Kec. Sukadana, Marga Tiga, Way Jepara, Lab. Maringgai, Jabung, Sekampung Udik Kec. Marga Tiga, Sukadana, Jabung, Lab.Maringgai, Way Jepara
d. Perkebunan
3
Sebaran
e. Peternakan
Di seluruh wilayah Kabupaten
f. Perikanan
Di seluruh wilayah Kabupaten
4 000
Keterangan
TN. Way Kambas Kawasan Gn. Balak sebagian besar sudah terambah sehingga dikembangkan menjadi hutan kemasyarakatan Reg. 37 Way Kibang dan Reg. 40 Gedong Wani
53 409
Lahan yang ada dipertahankan. Pengembangan diarahkan secara intensifikasi melalui pola tanam 2 kali tanam dalam setahun.
253 395
50 000 Ha diantaranya untuk pengembangan komoditi buah-buahan
72 550.75
Sebagian besar berupa perkebunan rakyat. Perkebunan besar dikembangkan di Kec. Sukadana dan Jabung Pengembangan ternak besar dan kecil
8 000
Berupa areal tambak, perikanan darat dan laut
Kawasan Budidaya Non Pertanian a. Permukiman Di seluruh wilayah Kabupaten
10 500
Dilengkapi dengan fasilitas permukiman
b. Pertambangan
Kec. Lab.Maringgai, Way Jepara, Sukadana, Raman Utara, Purbolinggo, Jabung
14 703
Sebagian besar berupa pertambangan rakyat
c. Industri
Kec. Lab. Maringgai
Kawasan industri ditetapkan di Sribawono, kawasan industri lain dikembangkan di dekat sentra pertanian rakyat
d. Pariwisata
Kec. Sukadana, Way Jepara, Lab. Maringgai, Jabung, Pekalongan, Marga Tiga
TN. Way Kambas, TN. Purbakala, Rumah Adat, Desa Tradisional, Taman Wisata, Danau
Sumber: Bappeda Kab.Lampung Timur, 2007.
Penggunaan Lahan Terkini (Existing Land Use) Penggunaan lahan terkini di Kabupaten Lampung Timur secara spasial ditampilkan pada Gambar 16. Penggunaan lahan terkini di Kabupaten Lampung Timur terdiri dari perkampungan, persawahan, industri, tegalan/ladang, kebun, perkebunan, padang rumput, hutan dan perairan.
85 Perkampungan yang ada di wilayah Kabupaten Lampung Timur termasuk didalamnya lahan pekarangan. Pada umumnya perkampungan didominasi oleh perkampungan jarang. Perkampungan padat terdapat di daerah sentra perdagangan dan jasa seperti Kecamatan Bandar Sribhawono, Mataram Baru, Labuhan Maringgai, Batanghari, Pekalongan, Sekampung Udik, Sekampung dan Way Jepara. Emplasement tetap terdapat di Kecamatan Sukadana khususnya di PT National Tropical Fruit (NTF), Labuhan Ratu dan Taman Nasional Way Kambas. Sawah di Kabupaten Lampung Timur dibagi menjadi tiga yaitu sawah irigasi, sawah pasang surut dan sawah tadah hujan. Sawah irigasi terdiri dari sawah yang ditanami padi 1 atau 2 kali setahun, yang diselingi dengan tanaman palawija. Sawah tadah hujan ditanami padi 1 kali dan 2 kali palawija dalam setahun, atau sebaliknya. Sawah pasang surut banyak terdapat di pinggir-pinggir sungai besar yang mempunyai lereng datar hingga landai. Penggunaan lahan yang paling dominan adalah tegalan dan umumnya ditanaman ubi kayu dan jagung. Dukungan keberadaan berbagai industri bahan makanan baik skala besar maupun kecil menjadi salah satu penyebab dominasi tersebut. Untuk penggunaan lahan kebun di wilayah Kabupaten Lampung Timur terdiri dari kebun campuran yang didominasi oleh tanaman lada, durian dan petai, dan kebun sejenis yang sebagian besar ditanami lada. Perkebunan di Kabupaten Lampung Timur mencakup perkebunan besar yang dikuasai badan hukum seperti NTF dan perkebunan rakyat yang dikuasai perseorangan dan kebanyakan ditanami kelapa, kelapa sawit, karet, dan kakao. Taman Nasional Way Kambas merupakan hutan belukar yang berfungsi sebagai suaka alam bagi keanekaragaman hayati, ekosistem, dan keunikan alam. Keberadaan Taman Nasional ini sering mendapatkan gangguan akibat kebakaran hutan, perambahan hutan, maupun pembalakan liar. Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini akan didapatkan wilayah-wilayah yang menjadi sentra produksi sebagai kawasan prioritas pengembangan untuk penggunaan lahan pertanian tanaman pangan dan proses penyusunan peta arahan tersebut dijelaskan pada Gambar 17.
86
Gambar 16 Peta penggunaan lahan.
87 Peta Satuan Lahan land characteristics
crops requirements matching
Peta Kesesuaian Lahan Peta RTRW Peta Jaringan Jalan dan Sungai
overlay Peta Penggunaan Lahan Peta Ketersediaan Lahan
Analisis Kebutuhan Lahan
Decision Support module
MOLA
Peta Arahan Pengembangan
Gambar 17 Alur penyusunan peta arahan pengembangan. Perencanaan penggunaan lahan pada prinsipnya adalah merencanakan penggunaan lahan lingkungan hidup manusia mulai dari skala kecil (lingkungan pekarangan) sampai skala besar (wilayah nasional dan dunia) (Sitorus, 1992). Dalam kaitannya dengan keperluan yang lebih operasional, Sandy (1984) dalam Sitorus (1992) mengemukakan tiga tujuan perencanaan penggunaan lahan yaitu: 1) mencegah penggunaan lahan yang salah tempat, atau ingin menuju ke penggunaan lahan yang optimal; 2) mencegah adanya salah urus yang dapat merusak lahan, atau menuju penggunaan lahan yang berkesinambungan; dan 3) mencegah adanya tuna kendali atau menuju ke arah penggunaan lahan yang senantiasa diserasikan oleh adanya kendali. Berkaitan dengan penggunaan sistem pengambilan keputusan multi-kriteria maka perlu dihitung secara tepat berapa areal yang tersedia dan berapa kebutuhan luasan untuk arahan pengembangan setiap komoditas. Untuk padi sawah dihitung
88 dengan asumsi kebutuhan beras untuk swasembada pangan dan kebutuhan ekspor. Untuk ubi kayu dan jagung, selain untuk kebutuhan swasembada pangan perlu juga dihitung kebutuhan untuk non pangan, seperti pakan ternak, tepung, biofuel/bioetanol, dan sebagainya. Selain itu perlu pula dicadangkan kebutuhan pangan pokok guna penanggulangan resiko bencana alam sebesar 10 persen (Sumarno, 2006). Swasembada pangan dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk lima tahun ke depan (2011). Proyeksi penduduk dihitung berdasarkan laju pertambahan penduduk di propinsi Lampung, yaitu sebesar 1.01% per tahun (hasil sensus penduduk BPS Propinsi Lampung tahun 2000). Sehingga bila diketahui pada akhir tahun 2005 jumlah penduduk Kabupaten Lampung Timur sebanyak 919 017 jiwa, maka diproyeksikan jumlah penduduk pada tahun 2011 sebanyak 965 427 jiwa. Peningkatan tersebut bermakna pada lima tahun ke depan Kabupaten Lampung Timur akan mendapat tambahan penduduk sebanyak 46 410 jiwa. Berdasarkan perbandingan data ketersediaan dan konsumsi bahan pangan Kabupaten Lampung Timur tahun 2007 (Tabel 18), maka didapatkan perbandingan antara ketersediaan untuk konsumsi dan ekspor untuk beras 0.53 : 0.47, jagung 0.05 : 0.95, dan ubi kayu 0.13 : 0.87. Jika diasumsikan proporsi perbandingan konsumsi dan ekspor pada tahun 2011 sama, maka hasil perhitungan kebutuhan luasan untuk konsumsi, ekspor dan industri secara lengkap dicatumkan pada Tabel 26. Bila dilihat dari hasil perhitungan maka kebutuhan beras pada tahun 2011 sebesar 128 233 ton, sedangkan untuk kebutuhan pangan jagung dan ubi kayu pada tahun 2011 masing-masing sebesar 17 512 ton dan 103 202 ton. Untuk mencari luasan lahan yang tepat maka padi, jagung dan ubi kayu masih perlu dihitung
kebutuhannya
untuk
ekspor
maupun
industri
(pakan
ternak,
biofuel/bioetanol, dan sebagainya). Kemudian kebutuhan kecukupan lahan baik untuk kebutuhan pangan maupun lainnya, maka luasan panen yang harus dicapai untuk padi sawah seluas 52 713 hektar, ubi kayu 76 753 hektar, dan jagung 91 200 hektar (Tabel 26).
89 Perhitungan
tersebut
dilakukan
dengan
mempertimbangkan
peningkatan
produktivitas rata-rata setiap komoditas tahun 2000-2006, yaitu untuk padi sawah sebesar 0.011%, ubi kayu 0.103%, dan jagung 0.031%. Tabel 26 Kebutuhan luasan lahan per komoditas di Kabupaten Lampung Timur tahun 2011 Komoditas Kebutuhan Luasan Lahan
Padi Sawah
Jagung
Ubi Kayu
a. Untuk konsumsi (bahan pangan) Proyeksi jumlah penduduk tahun 2011 965 427 965 427 965 427 Konsumsi per kapita (kg/kap/th)a) 120.75 16.49 97.18 Kebutuhan pangan (ton) 116 575 15 920 93 820 Cadangan pangan 10 % (ton) 11 658 1 592 9 382 Total kebutuhan untuk pangan (ton) 128 233 17 512 103 202 Produktivitas (ton/ha) 4.67 4.05 29.32 Kebutuhan luasan lahan (ha) 27 437 4 320 3 520 b. Untuk ekspor dan industri Total kebutuhan untuk ekspor (ton) 113 455 342 084 681 055 Produktivitas (ton/ha) 4.67 4.05 29.32 Kebutuhan luasan lahan (ha) 24 275 84 381 23 232 1 000 2 500 50 000 Cadangan lahan untuk industri (ha) 52 713 91 200 76 753 Jumlah luasan lahan yang dibutuhkan (ha) Jumlah ketersediaan lahan berdasarkan 52 714 65 138 56 441 perhitungan peta (ha) b) a) Berdasarkan NBM Kabupaten Lampung Timur tahun 2007. b) Hasil analisis berdasarkan peta-peta: kesesuaian lahan, RTRW, penggunaan lahan, jaringan jalan dan sungai.
Meskipun sektor pertanian menjadi penyumbang terbesar PDRB Kabupaten Lampung Timur, namun potensi lahan yang ada belum dimanfaatkan secara optimal. Lahan yang tersedia belum diolah secara efisien dan intensif sehingga produktivitas lahan jauh di bawah produktivitas potensial. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Timur, produktivitas untuk padi sawah pada tahun 2006 sebesar 4.56 ton/hektar, ubi kayu 19.36 ton/hektar, dan jagung 3.51 ton/hektar. Nilai-nilai tersebut tentu saja masih dibawah produktivitas optimal setiap komoditas yang dapat dihasilkan. Karena itu perlu dihitung target produktivitas yang harus dicapai untuk mencukupi kebutuhan luasan lahan setiap komoditas unggulan (Tabel 27). Di masa yang akan datang, ketersediaan lahan untuk
90 pertanian akan semakin berkurang karena peningkatan jumlah penduduk maupun perubahan struktur perekonomian yang tidak lagi bertumpu pada sektor pertanian. Tabel 27 Kebutuhan produksi, ketersediaan lahan dan target produktivitas komoditas unggulan tanaman pangan Kebutuhan produksi, ketersediaan lahan dan target produktivitas
Komoditas Padi Sawah
A. Kebutuhan produksi (Ton) Total kebutuhan untuk pangan Total kebutuhan untuk ekspor Total kebutuhan untuk industri Jumlah B. Ketersediaan lahan (Ha) Rincian per kelas kesesuaian lahan :
C. Target produktivitas (Ton/Ha)
Jagung
Ubi Kayu
128 233
17 512
103 202
113 455
342 084
681 055
4 670 246 358
10 125 369 721
1 466 000 2 250 257
52 714
65 138
56 441
S2rc/nr S2nr/eh S3nr
4.67
5 791 16 409 30 514
S1 S2eh/wa S2rc S3eh/wa S3nr S3nr/wa S3oa S3oa/wa S3wa 5.68
870 1 004 254 13 059 609 13 471 29 376 3 901 2 594
S1 S2eh/rc S2rc S3eh S3nr S3oa
69 286 2 695 6 668 22 265 24 458
39.87
Berdasarkan perhitungan ketersediaan lahan yang merupakan hasil overlay dari beberapa peta tematik, untuk padi sawah tersedia lahan seluas 52 714 hektar, ubi kayu 56 441 hektar dan jagung 65 138 hektar. Hal ini menimbulkan perbedaan dengan luasan lahan yang dibutuhkan untuk setiap komoditas. Untuk mengatasi masalah perbedaan luasan tersebut, penggunaan modul MOLA (Multi Objective Land Allocation) memberikan solusinya. Kekurangan luasan dicari melalui iterasi pencarian data sehingga didapatkan luasan yang diinginkan jika lahan tersebut tersedia. Mendoza (1997) menyatakan penilaian alokasi lahan (land allocation) yang diformulasikan sebagai salah satu masalah Multi-criteria Decision Making (MCDM) dapat diselesaikan melalui pendekatan multi kriteria berbasis SIG seperti halnya penilaian kesesuaian lahan. Integrasi dari multi kriteria utuk metode
91 penilaian kesesuaian dan alokasi lahan pada SIG dapat memberikan kemampuan spasial dari GIS dan kekuatan menganalisis dari multi kriteria. Metode untuk alokasi lahan yang digunakan pada SIG berbasis raster mempertimbangkan setiap jenis penggunaan lahan di mana setiap piksel dialokasikan untuk penggunaan lahan tunggal yang sesuai nilai kesesuaiannya. Hasil perhitungan kebutuhan luasan seperti tercantum pada Tabel 26, kemudian digunakan sebagai dasar untuk mendapatkan secara tepat luasan lahan per kecamatan yang menjadi sentra produksi komoditas padi sawah, ubi kayu, dan jagung. Terkadang dalam mengambil keputusan akan muncul konflik kebutuhan lahan untuk komoditas yang berbeda di wilayah yang sama. Hal ini dapat diatasi dengan MOLA dengan memberikan pemboboton pada setiap tujuan alokasi lahan (Mwasi, 2001). Rancangan Strategis Pengembangan Komoditas Unggulan Pertanian Tanaman Pangan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka
Menengah
Nasional
(RPJMN)
tahun
2004-2009
mengamanatkan pembangunan pertanian pedesaan dilakukan melalui empat langkah pokok revitalisasi sektor pertanian yaitu: 1) peningkatan kemampuan petani dan penguatan usaha pendukungnya; 2) pengamanan ketahanan pangan; 3) peningkatan produktivitas dan produksi; dan 4) peningkatan daya saing dan nilai tambah produk pertanian. Sejalan dengan hal tersebut, ada beberapa hal penting yang perlu dilaksanakan
yaitu
revitalisasi
penyuluhan
dan
pendampingan
petani,
meningkatkan akses petani terhadap sarana produktif, membangunan sistem agribisnis, dan meningkatkan skala usaha yang dapat meningkatkan posisi tawar petani. Dalam upaya mengoptimalkan pengelolaan sektor pertanian diperlukan sistem perencanaan yang terintegrasi antar sub sektor dalam pertanian. Strategi pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan sejalan dengan
92 tujuan pembangunan pertanian kabupaten yaitu memantapkan swasembada pangan dan mengembangkan komoditas unggulan spesifikasi lokasi guna memperkuat Ketahanan Pangan dengan meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam memberdayagunakan sumber daya yang ada secara terpadu dengan tetap memperhatikan sumber daya alam. Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Lampung Timur periode tahun 2005 – 2010, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang berfungsi sebagai pedoman dalam setiap kegiatan pembangunan pertanian. RPJM tersebut disusun berdasarkan kondisi, potensi dan proyeksi kebutuhan masyarakat khususnya masyarakat yang bergerak dalam bidang usaha pertanian dalam kurun waktu lima tahun ke depan melalui mekanisme perencanaan partisipatif dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan pembangunan pertanian. Adapun visi dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Timur adalah “ Terciptanya Kehidupan Masyarakat Yang Mampu Memenuhi Kebutuhan Dasar (Basic Needs) Berdaya Saing Tinggi Dan Berbasis Agribisnis Guna Mendorong Perekonomian Daerah”. Upaya-upaya untuk mewujudkan visi tersebut dituangkan dalam enam misi Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura yakni: 1) memberdayakan masyarakat pertanian; 2) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani; 3) meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian; 4) meningkatkan nilai saing produk hasil pertanian secara nasional; 5) menumbuhkembangkan komoditas unggulan daerah; 6) meningkatkan ketahanan pangan daerah; dan 7) meningkatkan kapasitas organisasi dan petugas. Pembangunan pertanian yang ada selama ini berlangsung sektoral. Untuk pengembangan pertanian lebih lanjut memerlukan kesamaan visi antara aparat pemerintah dengan masyarakat mengenai tujuan pengembangan pertanian, maupun antar aparat pemerintah itu sendiri. Pengembangan sistem agribisnis yang mencakup sub sistem agribisnis hulu/off farm (input produksi, informasi dan
93 teknologi), sub sistem usaha tani/on farm (kegiatan produksi pertanian), sub sistem agribisnis hilir/off farm (kegiatan pengolahan dan pemasaran) dan sub sistem pendukung, perlu ditindaklanjuti dengan langkah-langkah yang konkrit. Untuk menjaga keberlangsungan Kabupaten Lampung Timur sebagai lumbung pangan propinsi, maka perlu adanya program-program yang berkaitan dengan pengembangan sentra-sentra produksi. Beberapa aspek pengembangan yang perlu menjadi perhatian antara lain: 1) pengembangan sumber daya manusia, antara lain melalui penyuluhan dan pelatihan yang kontinyu untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia khususnya yang bergerak di bidang pertanian; 2) pengembangan sumber daya alam, melalui intensifikasi dan ekstensifikasi lahan secara bijak dengan memperhatikan asas kelestarian lingkungan; 3) pengembangan sumber daya ekonomi seperti keberadaan lembaga-lembaga keuangan untuk memberikan kredit modal, dan peluang pasar; 4) pengembangan infrastruktur pendukung aksesibilitas untuk transportasi seperti perbaikan jalan usaha tani, perbaikan maupun pembangunan jalan desa, maupun pembuatan dan perbaikan saluran-saluran irigasi yang dapat menjamin ketersediaan air untuk pertanaman; dan 5) pengembangan ketersediaan sarana produksi pertanian seperti pupuk, dan benih yang bermutu yang dapat menjamin keberlangsungan usaha tani. Arahan Pengembangan Padi Sawah Padi sawah merupakan komoditas pertanian yang proporsi terbesarnya untuk penyediaan konsumsi pangan masyarakat. Akan tetapi, hasil olahan padi juga dapat digunakan untuk banyak kegunaan seperti pembuatan tepung, beragam produk olahan, dan sebagainya (Gambar 18). Berdasarkan hasil perhitungan LQ dan kombinasinya dengan alokasi ketersediaan lahan, Kecamatan Raman Utara merupakan kecamatan memiliki luasan lahan tertinggi untuk dijadikan sentra produksi dibandingkan kecamatan sentra produksi lainnya (10 132 hektar) diikuti dengan Labuhan Maringgai (7 745 hektar) dan Pasir Sakti (7 451 hektar) (Tabel 28). Kecamatan Raman Utara
94 merupakan kecamatan yang memiliki hirarki wilayah 2 (tingkat perkembangan sedang). Hal ini mengindikasikan kondisi sarana dan prasarana penunjang untuk pengembangan pertanian (seperti lembaga keuangan, kios-kios saprodi, alat dan mesin pertanian, industri yang bergerak di bidang tanaman pangan) cukup tersedia di kecamatan ini. Akan tetapi masih perlu disediakan sarana lainnya seperti sarana transportasi dan jalan, yang berdasarkan analisis skalogram masih tidak cukup tersedia di kecamatan ini. PADI
Sekam
Jerami
Pupuk Organik
Pulp
Beras
Pupuk Organik
Kertas
Tepung Beras
Konsumsi Langsung
Konsumsi Tidak Langsung
Berbagai produk
Nasi
Berbagai produk
Roti, kue, bihun, mie,dsb
Bubur, nasi goreng, dsb
Gambar 18 Beragam produk akhir dari padi. Tabel 28 Kecamatan yang diarahkan sebagai sentra produksi padi sawah No
Kecamatan
Nilai LQ
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Raman Utara Labuhan Maringgai Pasir Sakti Purbolinggo Braja Selebah Way Bungur Sekampung Way Jepara Pekalongan Batanghari Gunung Pelindung Melinting Jumlah
1.9534 2.4061 2.8177 2.1411 2.2272 2.3499 1.8401 1.6317 1.5534 2.3482 1.0377 1.5596
Luasan yang dijadikan arah pengembangan (Ha) 10 132 7 745 7 451 5 294 5 134 4 734 3 830 3 157 1 516 1 484 1 438 797 52 713
Hirarki Wilayah 2 3 3 2 3 3 2 1 2 3 3 3
95 Begitu pula di Kecamatan Labuhan Maringgai dan Pasir Sakti. Kedua kecamatan ini termasuk ke dalam hirarki wilayah 3. Ketersediaan industri pengolahan masih sangat minim, seperti halnya keberadaan sarana transportasi dan jalan. Untuk melakukan pengembangan pertanian di kecamatan-kecamatan yang berada pada hirarki 3, maka perlu dilakukan pembangunan sarana prasarana penunjang yang perencanaannya harus mempertimbangkan dinamika sosial ekonomi masyarakat setempat. Hal ini untuk menghindari terbengkalainya fasilitas-fasilitas yang telah dibangun karena tidak dapat secara optimal dipergunakan dan
menjadi beban
masyarakat. Selain itu, perencanaan
pembangunan yang tidak melibatkan masyarakat pada umumnya hanya menghabiskan anggaran pemerintah tanpa hasil yang optimal. Produksi padi sawah berupa beras menjadi produk pangan yang harus dikonsumsi dalam jumlah banyak setiap hari dan tidak dapat disubstitusi. Akan tetapi nilai ekonomi beras dibandingkan komoditas pertanian lainnya masih rendah. Hal ini memerlukan perhatian dari pengambil kebijakan khususnya dalam menerapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada saat panen sehingga harga jual tidak jatuh dan tidak merugikan petani. Walaupun sampai saat ini Kabupaten Lampung Timur masih merupakan salah satu lumbung pangan propinsi Lampung, namun produksi pertanian yang cenderung stagnan perlu dijadikan pertimbangan dalam menjamin ketahanan pangan secara berkelanjutan. Dalam dua tahun terakhir produktivitas padi sawah Kabupaten Lampung Timur berada pada kisaran 4.43 ton/hektar. Untuk mempertahankan swasembada beras pada tingkat kabupaten, maka terdapat beberapa pilihan bagi pemerintah daerah yaitu: 1) mempertahankan produktivitas sawah yang telah ada dan menambah areal panen sawah melalui peningkatan intensitas pertanaman; 2) meningkatkan produktivitas sawah dari 4.43 ton/hektar menjadi 4.67 ton/hektar; dan 3) meningkatkan proporsi peningkatan diversifikasi pangan non beras yang berasal dari jagung dan ubi kayu.
96 Berdasarkan hasil perhitungan ketersediaan lahan (Tabel 26), dari 52 714 hektar sawah yang tersedia sebanyak 30 514 hektar berada pada kelas kesesuaian lahan sesuai marjinal dengan faktor pembatas retensi hara (kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, pH, dan C-organik), 16 409 hektar memiliki kelas kesesuaian lahan cukup sesuai dengan faktor pembatas retensi hara/bahaya erosi (lereng), dan 5 791 hektar cukup sesuai dengan faktor pembatas media perakaran (drainase, tekstur, dan kedalaman tanah)/retensi hara. Berdasarkan analisa usaha tani yang dilakukan Bappeda Kabupaten Lampung Timur tahun 2006, untuk mencapai produktivitas rata-rata saat ini yaitu 4.43 ton/hektar memerlukan input rata-rata pupuk urea 150 kg, SP-36 200 kg, KCl 50 kg, dan di beberapa kecamatan sudah menggunakan kompos ataupun pupuk kandang sebanyak 5 ton. Sehingga untuk mencapai produktivitas 4.67 ton/hektar akan lebih bijak jika dosis penggunaan pupuk an-organik dikurangi dan dosis penggunaan pupuk organik seperti kompos atau pupuk kandang ditingkatkan. Hal ini berlaku untuk semua kelas kesesuaian lahan. Selain dapat meningkatkan sifat kimia tanah, penggunaan pupuk organik juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah sekaligus menjaga kelestarian sumber daya alam dan keberlangsungan lingkungan. Sedangkan untuk lahan yang memiliki faktor pembatas lereng (dataran berombak dengan kelerengan 3-8%), maka penanaman padi sawah dilakukan dengan melakukan teknik konservasi tanah yang sesuai kondisi lahan seperti pembuatan terasering, guludan, dan sebagainya. Arahan Pengembangan Ubi Kayu Pada tahun 2007 ini, PT Madusari Lampung Indah - salah satu unit usaha yang bergerak di bidang etanol - telah melakukan kemitraan dengan petani untuk memasok kebutuhan ubi kayu sebagai bahan dasar pembuatan etanol. Lahan yang akan dikembangkan seluas 4 000 hektar. Untuk menghasilkan 1 liter etanol atau energi alternatif pengganti bahan bakar minyak dibutuhkan 7 kilogram ubi kayu. Sehingga bila diasumsikan produktivitas ubi kayu sebesar 29.32 ton/hektar, maka
97 untuk memenuhi target produksi etanol PT Madusari Lampung Indah sebesar 50 juta liter etanol per tahun perlu lahan seluas 11 937.24 hektar. Salah satu perusahaan besar lain yang menggunakan ubi kayu sebagai bahan baku utama yang menanamkan investasi di Kabupaten Lampung Timur adalah PT Sorini Corporation Tbk. Perusahaan ini mencanangkan kemitraan dengan petani melalui sistem plasma sebagai pemasok bahan baku. Pemerintah Kabupaten Lampung Timur telah mencadangkan lahan seluas 50 000 hektar untuk kemitraan ubi kayu. Pengembangan industri hilir untuk komoditas ubi kayu di Kabupaten Lampung Timur memiliki beragam peluang yang menjanjikan. Produk akhir ubi kayu sangat banyak jenis dan ragam turunannya, baik dari kulit maupun umbinya (Gambar 19). Tapioka merupakan salah satu andalan ekspor Kabupaten Lampung Timur. Pada tahun 2005, volume ekspor tapioka sebesar 25 342.52 ton dengan nilai 3 861 493 US $ (9.49 persen dari total nilai ekspor) (BPS Kabupaten Lampung Timur, 2006). Selain dari cadangan lahan yang dipersiapkan untuk investasi pada ubi kayu, banyaknya industri tapioka mulai dari industri kecil sampai besar sangat mendukung perkembangan ekspor produk olahan ini. Pada tahun 2006, berdasarkan data dari
Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi di
Kabupaten Lampung Timur terdapat 36 ITTARA dan 24 industri tepung tapioka dengan kapasitas produksi yang beragam (lebih kecil dari 100 ton sampai 120 000 ton). Untuk komoditas ubi kayu, kecamatan Sukadana merupakan sentra produksi pertama dengan luasan arahan 18 895 hektar, diikuti Marga Tiga dengan 12 964 hektar, dan Labuhan Ratu dengan 9 021 hektar (Tabel 29). Bila dibandingkan dengan luasan kebutuhan ubi kayu (76 753 hektar) masih terdapat kekurangan lahan seluas 20 312 hektar (lahan hanya tersedia 56 441 hektar). Hal ini tidak dapat diatasi dengan penambahan luasan areal lahan karena lahan tidak tersedia bahkan mungkin akan semakin berkurang di masa yang akan datang.
98 UBI KAYU KULIT
UMBI
Pupuk Organik
Tapioka
Pakan Ternak
Onggok
Limbah
Gaplek
Tepung
Bahan Pangan
Berbagai Produk Pangan
Pelet Asam Sitrat Ca-Sitrat Gibs Pakan Ternak Dekstrin Maltosa Glukosa Fruktosa Sorbitol Casohol Asam2 Organik MSG Modified Starch Macam2 Enzim
Gambar 19 Beragam produk akhir dari ubi kayu. Tabel 29 Kecamatan yang diarahkan sebagai sentra produksi ubi kayu No
Kecamatan
Nilai LQ
Luasan yang dijadikan arah pengembangan (Ha)
Hirarki Wilayah
1
Sukadana
3.7546
18 895
2
2
Marga Tiga
1.1419
12 964
2
3
Labuhan Ratu
3.2440
9 021
4
Way Jepara
1.0528
6 485
3 1
5
Batanghari Nuban
2.7410
3 857
3
6
Bumi Agung
2.8988
2 619
3
7
Raman Utara
1.3751
241
2
8
Way Bungur
1.2264
52
3
Jumlah
54 134
99 Untuk mencapai produksi yang diinginkan pada tingkat kabupaten, maka terdapat beberapa pilihan bagi pemerintah daerah yaitu: 1) peningkatan produktivitas dengan penggunaan benih yang mampu mencapai produktivitas 40 ton/hektar, seperti varietas Darul Hidayah (> 100 ton/ha) dapat menjadi salah satu alternatif budidaya ubi kayu anjuran, apalagi varietas tersebut berasal dari Kabupaten Lampung Timur; dan 2) intensifikasi pertanaman dengan penggunaan pupuk sesuai anjuran dan berimbang antara pupuk organik dan an-organik. Kelas kesesuaian lahan untuk budidaya ubi kayu perlu dijadikan pertimbangan dalam pengembangan sehingga dapat diketahui tindakan apa yang perlu dilakukan untuk mencapai target produktivitas ubi kayu sebanyak 39.87 ton/ hektar. Dari luasan lahan yang tersedia sebanyak 56 441 hektar (Tabel 27), hanya 69 hektar yang memiliki kelas sangat sesuai, sedangkan yang lainnya terdiri dari: 24 458 hektar sesuai marjinal dengan faktor pembatas ketersediaan oksigen (drainase), 22 265 hektar sesuai marjinal dengan faktor pembatas retensi hara, 6 668 hektar sesuai marjinal dengan faktor pembatas bahaya erosi, 2 695 hektar cukup sesuai dengan faktor pembatas media perakaran (tekstur), dan 286 hektar cukup sesuai dengan faktor pembatas bahaya erosi/media perakaran. Kondisi tersebut menimbulkan perbedaan dalam upaya-upaya pencapaian produktivitas. Untuk lahan dengan faktor pembatas media perakaran (tekstur halus) maupun ketersediaan oksigen (drainase terhambat), maka pemberian pupuk organik dapat menjadi solusinya. Sejak tahun 2002 Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Timur melalui program-program pembangunannya telah menjadikan pupuk kandang sebagai salah satu paket teknologi yang harus diterapkan. Secara bertahap, sosialisasi pemanfaatan pupuk-pupuk an-organik terus dilakukan. Pupuk kandang dapat menjadi amelioran bagi tanah-tanah yang memiliki sifat fisik maupun kimia kurang sesuai untuk pertanaman sehingga kesuburan tanah dapat ditingkatkan. Untuk lahan-lahan yang kelas kesesuaiannya dibatasi lereng, maka jika dilahan tersebut ingin tetap dilakukan pertanaman perlu
100 melakukan teknik konservasi lahan yang tepat seperti pembuatan terasering, guludan, dan sebagainya. Walaupun Sukadana merupakan ibukota kabupaten, namun kecamatan ini memiliki hirarki wilayah 2. Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan ketersediaan fasilitas-fasilitas penunjang agar pengembangan pertanian dapat berkembang secara berkelanjutan, terutama fasilitas perdagangan dan jasa seperti industri pengolahan produksi pertanian. Pembangunan kompleks perkantoran pemerintah di ibukota kabupaten ini belum cukup membuat Kecamatan Sukadana menjadi pusat pelayanan. Masih banyak sarana prasarana penunjang yang dibangun tanpa mempertimbangkan dinamika sosial budaya masyarakat setempat, sehingga banyak bangunan megah menjadi terbengkalai. Salah satu perusahaan yang bergerak dalam industri etanol yaitu Sorini Corporation Tbk. telah menanamkan investasinya di kecamatan Sukadana. Pada tahap 1, kemitraan telah dilakukan dengan 11 kelompok tani dan luasan lahan sekitar 262 hektar. Pada tahap selanjutnya direncanakan luasan yang jauh lebih besar karena pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur telah mencadangkan 50 000 hektar lahan yang tersebar di seluruh kecamatan yang menjadi sentra produksi ubi kayu. Melihat potensi ubi kayu sebagai bahan baku etanol dan tingginya minat masyarakat untuk menanam ubi kayu di Kabupaten Lampung Timur, maka pengembangan program kemitraan antara investor dengan petani merupakan salah satu alternatif pengembangan komoditas ubi kayu. Melalui program kemitraan diharapkan posisi tawar petani menjadi kuat. Sistem Kebersamaan Ekonomi (SKE) merupakan program kemitraan yang dilaksanakan oleh PT Madusari Lampung Indah dengan petani ubi kayu. Melalui model kemitraan ini petani akan diberikan bimbingan teknis budidaya dan mengganti bibit ubi kayu yang selama ini dipergunakan sehingga terjadi peningkatan produktivitas ubi kayu yang selama ini 16.6 ton/hektar menjadi 50 ton/hektar. Untuk mendukung peningkatan produktivitas, petani melalui kelompok tani mendapat bantuan pupuk anorganik, bibit singkong sambung, obatobatan dan pupuk organik.
101 Arahan Pengembangan Jagung Berdasarkan produk-produk yang dihasilkan serta derivatnya, maka beragam industri hilir yang dapat dikembangkan dapat terlihat pada Gambar 20. Peluang investasi di bidang pakan ternak terbuka luas. Kebutuhan jagung untuk bahan baku pakan ternak, makanan dan minuman meningkat 10-15 persen per tahun. Kalangan pengusaha pakan ternak nasional memperkirakan bila dihitung sejak tahun 2004 sampai 2010, kebutuhan jagung untuk pakan ternak nasional meningkat dari 3.5 juta ton menjadi 7 juta ton. Hal ini mengindikasikan peluang pengembangan jagung di Kabupaten Lampung Timur sebagai salah satu basis produksi jagung di Propinsi Lampung. Pada tahun 2005, produksi jagung di Lampung mencapai 1 430 690 ton atau menyumbang 12 persen dari produksi jagung nasional (dengan kontribusi 30% produksi jagung Kabupaten Lampung Timur). Untuk kebutuhan pakan ternak, salah satu perusahaan nasional yang bergerak di bidang industri tersebut yang berada di Kabupaten Lampung Timur yaitu PT Japfa Comfeed memerlukan lahan sekitar 2 500 hektar untuk memenuhi 10 000 ton kapasitas produksi per tahun (dengan asumsi produktivitas 4.05 ton/ hektar). Untuk komoditas jagung, kecamatan yang memiliki potensi sentra produksi terbesar adalah Kecamatan Sekampung Udik (20 019 hektar), diikuti Marga Sekampung (11 832 hektar) dan Bandar Sribhawono (9 408 hektar) (Tabel 30). Sejak awal Lampung Timur berdiri Kecamatan Sekampung Udik telah menjadi pemasok utama kebutuhan jagung bersama dengan kecamatan Jabung dan Bandar Sribhawono. Sarana prasarana penunjang cukup tersedia, seperti sarana jalan yang menghubungkan kecamatan dengan kota Bandar Lampung sebagai wilayah pemasaran, industri terkait seperti industri pengolahan/ pengeringan jagung, sarana transportasi lintas Sumatera, dan sebagainya. Sehingga jika kecamatan ini akan dikembangkan sebagai sentra produksi utama jagung, fasilitas penunjang yang perlu dibangun harus yang bisa meningkatkan daya guna dan hasil guna produk pertanian.
102 JAGUNG
Tongkol
Batang/Daun
Pupuk Organik
Pakan Ternak
Biji Jagung
Tepung
Minyak Jagung
Dekstrin
Minyak Goreng
Maltosa
Biodiesel
Pakan Ternak
Glukosa
Fruktosa
Sorbitol
Macam-macam Enzim
Gambar 20 Beragam produk akhir dari jagung. Akan tetapi, seperti halnya ubi kayu, luasan ketersediaan lahan jagung (65 138 hektar) tidak cukup untuk memenuhi luasan kebutuhan yang diinginkan (91 200 hektar). Hal ini dapat diatasi dengan mengambil kelebihan lahan yang telah dialokasikan untuk padi sawah dan ubi kayu, sehingga didapat total luasan tersedia 62 074 hektar. Walaupun jumlah ini belum memenuhi kebutuhan luasan yang diinginkan, pencapaian produksi dapat dilakukan melalui intensifikasi dengan meningkatkan produktivitas maupun indeks pertanaman jagung. Produktivitas jagung di Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 sebesar 3.12 ton/ha. Untuk mencapai target produktivitas sebesar 5.68 ton/ha bukanlah hal yang sulit dilakukan. Sebagian besar kecamatan yang diarahkan sebagai sentra produksi jagung (Sekampung Udik, Marga Sekampung, Bandar Sribhawono, Jabung,
Metro Kibang, dan Waway Karya) saat ini telah mampu mencapai
produksi 6 ton/ha. Penggunaan benih jagung hibrida seperti Bisi-2, C-7, atau yang
103 lainnya jika diimbangi dengan pemberian input yang seimbang akan mampu mencapai > 8 ton/ha. Yang perlu digarisbawahi adalah mempertahankan dan meningkatkan produktivitas tersebut dalam lima tahun ke depan pemberian input yang relatif tetap sehingga dapat tetap menjaga kelestarian dan keberlangsungan lingkungan. Tabel 30
Kecamatan yang diarahkan sebagai sentra produksi jagung
1
Sekampung Udik
1.6832
Luasan yang dijadikan arah pengembangan (Ha) 20 100
2
Marga Sekampung
2.0521
11 947
3
3
Bandar Sribhawono
1.5413
9 490
3
4
Waway Karya
1.3916
7 498
3
5
Jabung
1.3305
4 858
3
6
Metro Kibang
1.9614
4 409
3
7
Mataram Baru
1.7995
3 423
3
8
Gunung Pelindung
1.3666
156
3
9
Marga Tiga
1.1278
192
2
No
Kecamatan
Jumlah
Nilai LQ
Hirarki Wilayah 2
62 074
Dari ketersediaan lahan seluas 65 138 hektar, yang memiliki kelas sangat sesuai hanya 870 hektar, sementara 63 010 hektar (96.73%) berada pada kelas sesuai marjinal dengan faktor pembatas yang beragam (bahaya erosi, retensi hara, ketersediaan air, dan ketersediaan oksigen) dan 1 874 hektar memiliki kelas cukup sesuai dengan faktor pembatas bahaya erosi/ ketersediaan air/media perakaran. Seperti halnya padi sawah dan ubi kayu, penggunaan pupuk organik diharapkan dapat memperbaiki tingkat kesuburan pada lahan-lahan yang ditanami jagung. Kecamatan Marga Sekampung merupakan kecamatan yang baru definitif pada tahun 2006. Namun potensi lahan pertanian kecamatan yang merupakan pecahan kecamatan Jabung ini cukup menjanjikan. Ketidaktersediaan sarana prasarana penunjang di kecamatan ini dapat menjadi penghambat bagi pengembangan sektor pertanian.
104 Prioritas utama jika kecamatan ini akan diarahkan sebagai sentra produksi adalah pembangunan hardware infrastructure seperti jaringan jalan, listrik, gas, air bersih, telekomunikasi, dan sebagainya. Demikian pula peningkatan kualitas sumber daya manusia, sikap kewirausahaan, manajemen, dan lain-lain sebagai bagian dari software infrastructure serta pendidikan dan latihan, promosi, perdagangan, asosiasi produsen, dan sebagainya yang menjadi institutional infrastructure perlu dibangun secara berimbang agar pengembangan pertanian dapat mencapai tujuan yang diharapkan yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Target peningkatan produksi jagung propinsi Lampung pada tahun 2007 sebanyak 1.5 juta ton atau meningkat 20% dibandingkan tahun 2006. Kontribusi Lampung Timur setiap tahunnya mencapai hampir 30% terhadap angka produksi propinsi (BPS Propinsi Lampung, 2006). Beberapa alternatif yang dapat diberikan dalam rangka peningkatan produksi antara lain : 1) peningkatan produktivitas dengan penggunaan benih hibrida yang mampu mencapai produktivitas 6 ton/hektar. Dalam dua tahun terakhir produktivitas jagung di Kabupaten Lampung Timur baru mencapai 3.5 ton/hektar; 2) perluasan areal panen melalui peningkatan intensitas pertanaman dari 1 menjadi 1.5 atau bila dimungkinkan mencapai 2. Secara spasial, arahan pengembangan komoditas unggulan (padi sawah, ubi kayu, dan jagung) ditampilkan pada Gambar 21. Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengembangan wilayah merupakan interaksi antara sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi. Suatu wilayah yang mempunyai sumber daya alam yang cukup kaya dan sumber daya manusia yang mampu memanfaatkan
dan
mengembangkan
teknologi
akan
cepat
berkembang
dibandingkan wilayah lainnya yang tidak cukup mempunyai sumber daya alam dan sumber daya manusia yang unggul (Nachrowi, 1999 dalam Alkadri et al., 2001).
105 Faktor manusia merupakan unsur utama sekaligus penggerak yang harus memiliki inisiatif mandiri dan kreatifitas dalam menyusun perencanaan yang akan dilakukan untuk mengembangkan pertanian. Kabupaten Lampung Timur memiliki 115 penyuluh pertanian dan 1 620 kelompok tani (Lampiran 10), serta 208 gabungan kelompok tani (gapoktan). Sektor pertanian merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling besar di Kabupaten Lampung Timur yakni 64,95 % pada tahun 2006 dari jumlah penduduk usia produktif. Salah satu sarana yang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah pendidikan, baik formal maupun informal. Secara formal, sarana pendidikan khusus pertanian belum terdapat di Kabupaten Lampung Timur. Hal ini perlu menjadi bahan pertimbangan mengingat potensi pertanian kabupaten yang besar memerlukan praktisi-praktisi yang memahami perkembangan teknologi secara cepat dan aplikatif. Secara informal, melalui metode penyuluhan dan pendampingan, serta pendidikan dan latihan yang diselenggarakan secara kontinyu oleh instansi terkait diharapkan dapat menjadi sarana transfer teknologi kepada petani. Kualitas sumber daya manusia petani meningkat dengan tambahan pengetahuan yang diterima melalui petugas-petugas pertanian. Secara garis besar, untuk meningkatkan kualitas dan peran sumber daya manusia dalam pengembangan pertanian maka perlu usaha-usaha sebagai berikut: 1) meningkatkan pendidikan keahlian, keterampilan, dan kemampuan tenaga kerja agar dapat meningkatkan produktivitas; 2) perlunya peningkatan penyuluhan dan penguasaan teknologi pertanian agar dapat menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasaran regional, nasional, maupun internasional; 3) peningkatan jumlah dan kualitas kursus dan pelatihan pertanian; 4) peningkatan jumlah dan kualitas aparatur negara dalam bidang perencanaan dan pengembangan wilayah yang berbasis pertanian.
106 Pengembangan Kelembagaan Permodalan Salah satu hal yang selalu menjadi masalah pertanian adalah permodalan. Akses kepada kredit merupakan hal yang penting bagi petani dalam meningkatkan skala usahanya. Sebagian besar petani di Kabupaten Lampung Timur merupakan petani miskin yang memiliki lahan sempit dan kekurangan modal. Pada umumnya dalam berusaha tani, petani meminjam pada pemilik modal dengan sistem yarnen (bayar setelah panen). Dengan modal yang terbatas maka petani mungkin tidak akan pernah bisa berinvestasi
atau bahkan
melakukan
inovasi untuk
mengembangkan usaha taninya. Pada tahun 2007, iklim investasi pertanian di Kabupaten Lampung Timur semakin membaik. Selain perusahaan yang mulai menanamkan investasinya, lembaga-lembaga
keuangan
seperti
perbankan
juga
mulai
memberikan
kepercayaan kepada petani setelah era KUT dengan memperkenalkan skim kredit/pembiayaan untuk pengembangan usaha pertanian (dalam bentuk SP3/Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian). Kabupaten Lampung Timur memiliki 12 Bank Rakyat Indonesia Unit, 4 Bank Perkreditan Rakyat, 31 Koperasi Unit Desa, dan 137 Koperasi Pertanian (BPS Kabupaten Lampung Timur, 2006). Modal usaha tani untuk melaksanakan kegiatan pertanian (on farm) di Kabupaten Lampung Timur membutuhkan dana lebih dari Rp 1,1 trilyun dalam 1 tahun (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2006). Pemenuhan kebutuhan dana tersebut sebagian besar berasal dari swadana petani baik secara individu maupun kelompok, sisanya berasal dari : 1) kredit, berupa Kredit Ketahanan Pangan (KKP) dan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes); 2) kemitraan dengan pihak swasta, BUMN, BUMD dan lain-lain; dan 3) Pemerintah, melalui kegiatan proyek pembangunan baik dari APBD maupun APBN (dekonsentrasi) seperti bantuan penguatan modal dalam bentuk Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP), ataupun Program Peningkatan Pendapatan Petani Kecil (P4K). Kelembagaan permodalan diarahkan pada pengelolaan dan pendampingan permodalan yang dijalankan secara profesional dengan melibatkan pemerintah
107 dan swasta. Lembaga keuangan perlu lebih menonjolkan fungsi pembinaan dengan cara pendampingan manajemen. Pemerintah juga tidak terlibat langsung dalam dalam penyaluran pembiayaan agar tidak merusak sistem yang dibina lembaga keuangan dan perbankan. Pemerintah lebih berperan sebagai avalist/fasilitator dan pengambil kebijakan (regulator). Secara administratif pemerintah juga memberikan dukungan kepada pemilik modal dan kreditor (petani). Melalui strategi ini diharapkan tercipta organisasi petani yang mantap yang ditunjang oleh lembaga pembiayaan keuangan mikro yang sehat. Pengembangan Kelembagaan Pemasaran Masalah harga juga menjadi masalah utama petani. Berfluktuasinya harga produk-produk pertanian menyebabkan petani tidak berada pada posisi yang kuat dalam menetapkan harga jual produknya. Kuantitas hasil pertanian yang diperjualbelikan pada umumnya dalam jumlah kecil sehingga
petani tidak
mempunyai bargaining position yang cukup tinggi. Untuk memudahkan penjualan maka perlu dibentuk kelompok usaha produktif yang dapat menghimpun komoditas pertanian dalam jumlah besar. Selain itu perlu dikembangkan sistem pemasaran komoditas pertanian yang lebih efisien, seperti sistem kontrak, sistem jual langsung, ataupun sistem lelang. Adapun tujuan dari sistem tersebut agar posisi tawar petani dalam menetapkan harga meningkat dan terciptanya pasar yang lebih kompetitif. Peran aktif instansi terkait (Dinas Pertanian, Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi), lembaga keuangan, petani, kelompok tani, dan pelaku industri lainnya diperlukan dalam pengembangan sistem pemasaran tersebut. Suatu sistem informasi agribisnis seperti Sub Terminal Agribisnis (STA) di sentra-sentra produksi pertanian perlu dibangun sebagai sarana penyebarluasan informasi pasar dan standar mutu sampai ke tingkat petani.
108
Gambar 21 Peta arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pada hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan serta dengan memperhatikan kaitannya dengan tujuan penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Struktur perekonomian Kabupaten Lampung Timur didominasi oleh tiga sektor utama yaitu sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, dan perdagangan, hotel, dan restoran, dan berdasarkan hasil analisis nilai LQ sektor yang rata-rata menjadi basis dalam kurun waktu lima tahun terakhir adalah sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Sub sektor tanaman bahan makanan merupakan sub sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap sektor pertanian.
2.
Komoditas padi sawah, jagung dan ubi kayu adalah komoditas yang ditetapkan sebagai komoditas unggulan Kabupaten Lampung Timur berdasarkan analisis tren luas panen tahun 2000 - 2006, analisis permintaan, analisis preferensi masyarakat, dan analisis Location Quotient (LQ).
3.
Hasil pembobotan berdasarkan proses hirarki analitik yang mempertimbangkan aspek ekonomi, teknis dan sosial maka didapatkan komoditas yang menjadi prioritas pertama adalah padi sawah (0.388), diikuti ubi kayu (0.322) dan jagung (0.290).
4.
Berdasarkan analisis skalogram hanya ada satu kecamatan yang berada pada hirarki 1 yaitu Kecamatan Way Jepara sebagai pusat aktivitas Kabupaten Lampung Timur dengan 25 jenis fasilitas dan 165 unit fasilitas. Sedangkan untuk hirarki 2 ada 6 kecamatan dan hirarki 3 terdiri dari 17 kecamatan.
5.
Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah menunjukkan sebagian besar berada pada kelas yang tidak sesuai (43.67%) dan sesuai marjinal (36.28 %). Sedangkan kelas kesesuaian lahan untuk tanaman jagung dan ubi kayu didominasi sesuai marjinal (92.24% dan 77.29%).
110 6.
Arahan pengembangan komoditas unggulan berdasarkan hasil MOLA yang dipadukan dengan kecamatan yang memiliki komoditas basis didapatkan luasan lahan untuk pengembangan padi sawah 52 713 hektar yang tersebar di 12 kecamatan sentra produksi, ubi kayu 54 134 hektar (di 8 kecamatan), dan jagung 62 074 hektar (di 9 kecamatan).
7.
Kecamatan-kecamatan yang menjadi sentra produksi dari padi sawah terdiri dari yaitu Batanghari, Sekampung, Melinting, Gunung Pelindung, Labuhan Maringgai, Pasir Sakti, Way Jepara, Braja Selebah, Pekalongan, Raman Utara, Purbolinggo, dan Way Bungur. Untuk ubi kayu terdiri dari Marga Tiga, Way Jepara, Labuhan Ratu, Sukadana, Bumi Agung, Batanghari Nuban, Raman Utara dan Way Bungur. Sedangkan untuk jagung tersebar di Metro Kibang, Marga Tiga, Sekampung Udik, Jabung, Waway Karya, Marga Sekampung, Mataram Baru, Bandar Sribhawono, dan Gunung Pelindung.
Saran Beberapa saran yang dapat disumbangkan dari hasil penelitian adalah sebagai berikut : 1.
Perlunya dukungan pengembangan basis data sebagai informasi utama yang dapat menggambarkan secara tepat dan akurat kondisi saat ini ataupun masa lampau sebagai dasar perencanaan pengembangan suatu wilayah.
2.
Perlunya dukungan seluruh stake holders terkait yang secara konsisten untuk menempatkan pertanian sebagai sektor utama penggerak ekonomi daerah. Pengembangan pertanian yang lintas sektoral memerlukan koordinasi yang baik antar semua pengambil kebijakan, perencana, politisi, maupun pelaksana yang dapat menggerakkan sektor pertanian ke arah agribisnis yang berdaya saing tinggi seperti yang diharapkan.
3.
Perlunya pengembangan pusat informasi agribisnis di kabupaten sebagai sarana informasi bagi industri hasil-hasil pertanian di pedesaan.
DAFTAR PUSTAKA Alkadri, Muchdie, dan Suhandojo, editor. 2001. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah. Ed ke-2 (rev). Jakarta: Pusat Pengkajian KTPW BPPT. 314 hal. Aronoff S. 1993. Geographic Information System : A Management Perspective. Ottawa: WDL Publications. 294 hlm. Bachrein S. 2003. Penetapan Komoditas Unggulan Propinsi. Working Paper. Bogor: Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. hlm 1 17. Baja S. 2002. Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Analytic Hierarchy Process dalam Studi Alokasi dan Optimasi Penggunaan Lahan Pertanian. Warta Informatika Pertanian 11:619-634. [Bappeda Lamtim] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Lampung Timur. 2001. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Timur 2001 – 2010. Sukadana: Bappeda Kabupaten Lampung Timur. 201 hlm. . 2006. Laporan Akhir Penelitian dan Pengembangan Potensi Lahan Kabupaten Lampung Timur. Sukadana:Bappeda Kabupaten Lampung Timur. 237 hlm. . 2007. Laporan Akhir Tinjauan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lampung Timur. Sukadana: Bappeda Kabupaten Lampung Timur. 176 hlm. Barus B, Wiradisastra US. 2002. Sistem Informasi Geografis: Sarana Manajemen Sumberdaya. Bogor: Lab.Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jur.Tanah, Faperta IPB. 234 hlm. [BPID Lamtim] Badan Promosi dan Investasi Daerah Kabupaten Lampung Timur. 2006. Profil Proyek Investasi Kabupaten Lampung Timur. Sukadana: BPID Kabupaten Lampung Timur. 71 hlm. [BPS Lamtim] Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Timur. 2007. Analisis Data dan Informasi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lampung Timur 2006. Sukadana: BPS Kabupaten Lampung Timur. 74 hlm. Darmawansyah. 2003. Maksimisasi Sektor Ekonomi Unggulan untuk Menunjang Peningkatan Penerimaan Daerah: Kasus Kabupaten Takalar. Analisis 1(1): 1-8. http:// www. pascaunhas_net. [19 Mei 2007]. Desiana. 2006. Pemodelan Multikriteria untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Perkebunan dan Hortikultura (Studi Kasus Daerah Lembang dan Sekitarnya) [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 88 hlm.
112 [Diperta Lamtim] Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Timur. 2006. Laporan Tahun 2006. Sukadana: Diperta Kabupaten Lampung Timur. 154 hlm. Djaenudin D, Sulaeman Y, Abdurachman A. 2002. Pendekatan Pewilayahan Komoditas Pertanian Menurut Pedo-Agroklimat di Kawasan Timur Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 21(1):1-10. http:// www.litbang deptan.go.id. [18 Mei 2007]. Djaenudin D, Marwan H, Subagjo H, Hidayat A. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Bogor: Balai Penelitian Tanah, Puslitbangtanak. 154 hlm. Efrizal TE. 2004. Strategi Pengembangan Produksi Komoditas Perkebunan da Pusat-Pusat Pelayanan di Kabupaten Indragiri Hilir [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 112 hlm. [FAO] Food and Agricultural Organization. 1976. A Framework for Land Evaluation. FAO Soils Bulletin No.32. Rome: FAO. 71 hlm. Hendayana R. 2003. Aplikasi Metode Location Quotient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian 12:1-21. http:// www.litbang deptan.go.id. [4 Mei 2007]. Herawati T. 2001. Pengembangan Sistem Pengambilan Keputusan dengan Kriteria Ganda dalam Penentuan Jenis Tanaman Hutan Rakyat [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 109 hlm. Miranda JI. 2004. A Solution to the Land Allocation Problem Integrating Multicriteria Analysis, Fuzzy Logic, and Geographical Information System. Revista Brasileira de Agroinformatica 6(2):103-117. Error! Hyperlink reference not valid. 2007]. Mendoza GA. 1997. A GIS-Based Multicriteria Approaches to Landuse Suitability Assessment and Allocation. Di dalam: Seventh Symposium on System Analysis in Forest Resources. Traverse City, Michigan, 28-31 Mei 1997. http://www.ncrs.fs.fed.us?pubs/gtr/other/gtr-nc2o5 [28 Mei 2007]. Mwasi B. 2001. Land Use Conflicts Resolution in A Fragile Ecosystem using Multi-Criteria Evaluation (MCE) and A GIS-Based Decision Support System (DSS). Di dalam: International Conference on Spatial Information for Sustainable Development. Nairobi, Kenya, 2-5 Oktober 2001. www.fig.net [3 Mei 2007]. [Puslittanak] Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 2002. Pewilayahan Komoditas Unggulan Propinsi Lampung. [Di dalam]: Atlas Arahan Pewilayahan Komoditas Pertanian Unggulan Nasional. Edisi 1. Bogor: Puslittanak. hlm 6-7. Berwarna, skala 1:1 000 000.
113 Rondinelli A.D. 1985 Applied Methods of Regional Analysis – The Spatial Dimension of Development Policy. London:Westview Press/Boulder. 264 hlm. Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor: Faperta IPB. 337 hlm. Saaty TL. 1980. The Analityc Hierarchy Process: Planning, Priority Setting, Resource Allocation. New York: Mc Graw-Hill. 287 hlm. Simonovic SP. 1997. Software Review. Idrisi for Windows 2.0. Journal of Geographic Information and Decision Analysis 1(2);151-157. http://publish.uwo.ca/~jmalczew/gida_2/Idrisi/Idrisi.htm [18 Mei 2007] Sitorus SRP. 1992. Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Lahan. Di dalam: Lokakarya Pengelolaan Lingkungan Hidup bagi Petugas Kecamatan di Denpasar; Bali, 9-11 Nopember 1992. 46 hlm. . 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bandung: Warsito. 186 hlm. Soil Survey Staff. 2003. Keys to Soil Taxonomy. Ed ke-9. Washington DC: USDA, Natural Resources Conservation Service. 332 hal. Sumarno. 2006. Pentingnya Setiap Propinsi Berswasembada Beras. Tabloid Sinar Tani Edisi 1/7 Mar 2006. www.pustaka-deptan.go.id/inovasi/ kl060301. pdf [3 Okt 2007] Sumodiningrat G. 1999. Pembangunan Daerah dan Pengembangan Kecamatan (Dalam Perspektif Teori dan Implementasi). Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 10(3);146-159. Syahbudin H. 2005. Jangan Lupa Swasembada Pangan. Inovasi 4:2-7. http:// inovasi-online.com. [4 Oktober 2007]. Tarigan R. 2005. Ekonomi Regional : Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Medan: Bumi Aksara. 187 hlm. Taufiqurrahman. 2006. Studi Potensi Pertanian Sebagai Alternatif Pengembangan Wilayah Kabupaten Balangan [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 133 hlm. Peraturan Perundangan : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Way Kanan, Lampung Timur, dan Kotamadya Metro di Propinsi Lampung.
114 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 18 tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lampung Timur.
116 Lampiran 1 Kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas padi sawah irigasi (Oryza sativa) Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata (0C) Ketersediaan air (wa) Kelembaban (%) Media perakaran (rc) Drainase Tekstur Bahan Kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Gambut : Ketebalan (cm) Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan mineral/ pengkayaan Kematangan Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya Banjir(fh) Genangan
Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)
Kelas kesesuaian lahan S1
S2
S3
N
24 - 29
22 - 24 29 - 32
18 - 22 32 - 35
< 18 > 35
33 - 90
30 - 33
< 30; > 90
agak terhambat, sedang halus, agak halus <3 > 50
terhambat, baik sedang 3 - 15 40 - 50
sangat terhambat, agak cepat agak kasar 15 - 35 25 - 40
< 60
60 - 140
< 140 saprik +
140 - 200 saprik , hemik +
hemik fibrik +
> 16 > 50 5,5 - 8,2 > 1,5
16 35 - 50 4,5 - 5,5 8,2 - 8,5 0,8 - 1,5
< 35 < 4,5 > 8,5 < 0,8
<2
2-4
4-6
>6
< 20
20 - 30
30 - 40
> 40
> 100
75 - 100
40 - 75
< 40
<3 sangat rendah
3-5 rendah
5-8 sedang
>8 berat
F0, F11, F12,
F13,F22,F33,
F14,F24,F34,
F15,F25,
F21,F23,F31,F32
F41,F42,F43
F44
F35, F45
<5 <5
5 - 15 5 - 15
15 - 40 15 - 25
> 40 > 25
cepat kasar > 35 < 25
fibrik
Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2003) Keterangan : saprik+, hemik+, fibrik+ = saprik, hemik, fibrik dengan sisipan bahan mineral/pengkayaan
117 Lampiran 2 Kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas jagung (Zea mays) Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata (0C) Ketersediaan air (wa) Curah hujan tahunan (mm) Kelembaban (%) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase
Media perakaran (rc) Tekstur Bahan Kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Gambut : Ketebalan (cm) Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan mineral/ pengkayaan Kematangan Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya Banjir(fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)
Kelas kesesuaian lahan S1
S2
S3
N
20 - 26
26 – 30
16 – 20 30 – 32
< 16 > 32
500 - 1200 > 42
1200 - 1600 400 - 500 36 - 42
> 1600 300 – 400 30 – 36
< 300 < 30
baik
agak cepat,
Terhambat
agak terhambat
sedang
sangat terhambat cepat
halus, agak halus sedang < 15 > 60
-
agak kasar
kasar
15 - 35 40 - 60
35 – 55 25 – 40
> 55 < 25
< 60
60 - 140
140 – 200
> 200
< 140 saprik +
140 - 200 saprik , hemik +
200 – 400 Hemik fibrik +
> 400 fibrik
> 16 > 50 5,8 - 7,8
< 35 < 5,5 > 8,2
> 0,4
16 35 - 50 5,5 - 5,8 7,8 - 8,2 0,4
<4
4-6
4–8
>8
< 15
15 - 20
20 – 25
> 25
> 100
75 - 100
40 – 75
< 40
<8 sangat rendah
8 - 16 rendah sedang
16 – 30 Berat
> 30 sangat berat
F0
-
F1
>F2
<5 <5
5 - 15 5 - 15
15 – 40 15 – 25
> 40 > 25
Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2003) Keterangan : saprik+, hemik+, fibrik+ = saprik, hemik, fibrik dengan sisipan bahan mineral/pengkayaan
118 Lampiran 3 Kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas ubi kayu (Manihot esculenta) Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan
Kelas kesesuaian lahan S1
S2
S3
N
Temperatur (tc) Temperatur rerata (0C)
22 - 28
28 - 30
18 - 20 30 - 35
< 18 > 35
Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm)
1000 - 2000
600 - 1000 2000 - 3000 5-6
500 - 600 3000 - 5000 6-7
< 500 > 5000 >7
baik agak terhambat
agak cepat,
terhambat
sangat terhambat
agak halus, sedang < 15 > 100
halus, agak kasar 15 - 35 75 - 100
sangat halus
kasar
35 - 55 50 - 75
> 55 < 50
< 60
60 - 140
140 - 200
> 200
< 140 saprik +
140 - 200 saprik , hemik +
200 - 400 hemik fibrik +
> 400 fibrik
> 16 > 20 5,2 - 7,0 > 0,8
16 < 20 4,8 - 5,2 7,0 - 7,6 0,8
<2
2-3
3-4
>4
-
-
-
-
> 100
75 - 100
40 - 75
< 40
<8 sangat rendah
8 - 16 rendah sedang
16 - 30 berat
> 30 sangat berat
F0
-
F1
>F1
<5 <5
5 - 15 5 - 15
15 - 40 15 - 25
> 40 > 25
Lama bulan kering (bln) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Media perakaran (rc) Tekstur Bahan Kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Gambut : Ketebalan (cm) Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan mineral/ pengkayaan Kematangan Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya Banjir(fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)
3,5 - 5
sedang
cepat
< 4,8 > 7,6
Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2003) Keterangan : saprik+, hemik+, fibrik+ = saprik, hemik, fibrik dengan sisipan bahan mineral/pengkayaan
119
Lampiran 4 Peta satuan lahan Kabupaten Lampung Timur
120
Lampiran 5 Satuan lahan di Kabupaten Lampung Timur SL 1
Simbol Au.112.f0
Uraian Dataran banjir sungai meander
Bahan induk endapan campuran
Relief/ lereng datar (0-3%)
Tanah Fluvaquentic Endoaquepts
Penggunaan lahan
Luas Ha
%
sawah, hutan
7 263
1.84
ladang
4 256
1.08
sawah
4 838
1.23
hutan
3 849
0.97
sawah
2 789
0.71
sawah, tambak
3 462
0.88
sawah, tambak
7 514
1.90
sawah, kebun, ladang
6 630
1.68
sawah, kebun, ladang
6 623
1.68
493
0.12
1 800
0.46
Typic Dystrudepts Humic Endoaquepts 2
Af.1128.f0
Jalur aliran sungai meander
endapan liat
datar (0-3%)
Fluvaquentic Endoaquepts Aqiuc Udifluvents Aeric Endoaquepts
3
Af.13.f0
Dataran aluvial
endapan liat
datar (0-3%)
Aeric Endoaquepts Typic Eutrudepts
4
5
Af.15.f0
Af.32.f0
Jalur aliran sungai (bukan meander)
endapan liat
Depresi aluvial
endapan liat
datar (0-3%)
Fluvaquentic Endoaquepts Aeric Endoaquepts
datar (0-3%)
Fluvaquentic Endoaquepts Typic Eutrudepts
6
Bf.4.f0
Dataran estuarin
endapan liat
datar (0-3%)
Sulfic Endoaquepts Typic Sulfaquents Terric Sulfihemists
7
Bf.3.f0
Dataran fluviomarin
endapan liat
datar (0-3%)
Typic Sulfaquents Sulfic Endoaquepts
8
9
Mfq.111.n0
Mfq.112.n0
Punggung dan cekungan pesisir resen
endapan liat dan pasir
Punggung dan cekungan pesisir subresen
endapan liat dan pasir
agak datar (1-3%)
Fluvaquentic Endoaquepts Typic Udipsamments
agak datar (1-3%)
Fluvaquentic Endoaquepts Typic Psammaquents Typic Udipsamments
10
Mq.12.n0
Beting/ pesisir pasir pantai
endapan pasir
agak datar (1-3%)
Typic Udipsamments
kebun campuran
Typic Duraquods
11
Mf.13.f0
Pesisir lumpur
endapan liat
datar (0-3%)
Typic Sulfaquents
Sulfic Endoaquepts
tambak
121
Lampiran 5 Lanjutan SL 12
Simbol Mf.23.f0
Uraian Rawa belakang pasang surut
Bahan induk endapan liat
Relief/ lereng datar (0-3%)
Tanah Fluvaquentic Endoaquepts
Penggunaan lahan tambak
Luas Ha
%
8 539
2.16
kebun, ladang, pemukiman/ pekarangan
11 401
2.89
sawah
17 642
4.47
kebun, ladang, pemukiman/ pekarangan
68 907
17.45
kebun, ladang, pemukiman/ pekarangan
7 246
1.84
kebun, ladang, pemukiman/ pekarangan
847
0.21
kebun, ladang, pemukiman/ pekarangan
14 404
3.65
kebun, ladang, pemukiman/ pekarangan
13 447
3.41
kebun, ladang, pemukiman/ pekarangan
38 398
9.73
kebun, ladang, pemukiman/ pekarangan
3 505
0.89
kebun, ladang, pemukiman/ pekarangan
5 564
1.41
Terric Sulfihemists Terric Haplosaprists 13
Tdq.111.n0
Dataran tektonik, datar
tufa dasit
agak datar (1-3%)
Oxic Dystrudepts Typic Kanhapludults
14
Tdq.111.n0
Dataran tektonik, datar
tufa dasit
agak datar (1-3%)
Oxyaquic Dystrudepts Typic Kanhapludults
15
Tdq.112.u2
Dataran tektonik, berombak
tufa dasit
berombak (3-8%)
Oxic Dystrudepts Typic Kanhapludults
16
Tdq.112.u3
Dataran tektonik, berombak
tufa dasit
berombak (3-8%)
Oxic Dystrudepts Oxyaquic Kanhapludults Oxyaquic Dystrudepts
17
Ttn.112.u2
Dataran tektonik, berombak
skis
berombak (3-8%)
Typic Kanhapludults Oxic Dystrudepts
18
Tdq.113.r2
Dataran tektonik, bergelom-bang
tufa dasit
bergelombang (8-15%)
Oxic Dystrudepts Typic Kanhapludults
19
Vb.31.n1
Dataran volkan tua, agak datar
lava intermedier dan basis
agak datar (1-3%)
Typic Hapludalfs
Typic Eutrudepts
20
Vb.31.u2
Dataran volkan tua berombak
lava intermedier dan basis
berombak (3-8%)
Typic Kanhapludults Typic Hapludalfs
Typic Eutrudepts
21
Vb.31.u2
Dataran volkan tua berombak
lava intermedier dan basis
berombak (3-8%)
Lithic Eutrudepts
Typic Hapludalfs
roc(>15%) 22
Vb.31.u2
Dataran volkan tua berombak
lava intermedier dan basis
berombak (3-8%)
Lithic Eutrudepts Typic Hapludalfs roc (>50%)
122
Lampiran 5 Lanjutan SL 23
Simbol Vb.31.r2
Uraian Dataran volkan tua, bergelombang
Bahan induk lava intermedier dan basis
Relief/ lereng bergelombang (8-15%)
Tanah Typic Kanhapludults
Penggunaan lahan
Luas Ha
%
kebun, ladang, pemukiman/ pekarangan
23 236
5.89
ladang, semak belukar
9 768
2.47
hutan, semak belukar
2 259
0.57
120 026.5
30.40 0.03
Typic Eutrudepts
24
Vb.32.r2
Perbukitan volkan tua bergelombang
lava intermedier dan basis
bergelombang (8-15%)
Typic Kanhapludults Typic Eutrudepts
Lithic Eutrudepts
25
Vb.32.c2
Perbukitan volkan tua, berbukit kecil
lava intermedier dan basis
berbukit kecil (15-30%)
Typic Kanhapludults Lithic Eutrudepts
roc (>50%) 26
X1
Taman Nasional Way Kambas
27
X2
Tubuh air
107.27
TOTAL
394 816
Catatan : roc = rock out crop / batuan di permukaan
123
Lampiran 6 Bentuk lahan di daerah Kabupaten Lampung Timur Relief/ lereng (%)
Bentuk Lahan GRUP ALUVIAL (A)
Luas Ha %
- Dataran banjir pada sungai meander
7 545.41
1.91
- Jalur aliran sungai meander
1 523.89
0.39
10 022.48
2.54
814.85
0.21
- Depresi aluvial
3 336.98
0.85
GRUP MARIN (M) - Punggung dan cekungan pesisir resen
3 903.55
0.99
- Punggung dan cekungan pesisir subresen
5 173.77
1.31
130.03
0.03
- Pesisir lumpur
3 614.43
0.92
- Rawa belakang pasang surut
6 708.49
1.70
13 983.09
3.55
- Dataran aluvial
Datar (0-3)
- Jalur aliran sungai bukan meander
- Beting pasir pantai
Datar-agak datar (0-3)
GRUP FLUVIO MARIN (B) - Dataran fluvio marin
Datar (0-3)
GRUP VOLKAN (V) - Dataran volkan
Agak datar bergelombang (1-15)
158 298.92 30.04
- Dataran tektonik
Agak datar bergelombang (1-15)
90 051.56 22.83
- Perbukitan tektonik
Berbukit kecil (15-30)
GRUP TEKTONIK/ STRUKTURAL (T)
9 575.94
2.43
GRUP LAIN-LAIN (X) - Taman Nasional
120 026.50 30.40
- Tubuh air
107.27 Jumlah
Sumber: Bappeda Kabupaten Lampung Timur, 2006
0.03
394 816 100.00
124 Lampiran 7 Data curah hujan dan hari hujan pada beberapa stasiun pengamatan di Kabupaten Lampung Timur tahun 2006
Stasiun Iklim
Curah Hujan/ Hari Hujan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des
mm
341
412
355
204
106
140
152
3
0
0
27
198
hh
21
20
20
10
13
10
7
5
1
0
9
18
mm
0
0
374
0
79
16
8
0
0
0
0
74
hh
0
0
14
0
10
6
6
2
0
0
0
24
mm
274
643
418
203
51
141
15
0
0
0
125
216
hh
13
17
15
9
5
7
2
0
0
2
6
13
mm
311
385
419
172
173
79
47
0
0
0
23
166
hh
19
18
29
15
18
9
6
0
2
0
4
11
mm
60
71
62
74
121
73
72
0
0
0
31
42
hh
11
10
12
11
11
7
4
0
0
0
5
7
mm
555
396
413
237
35
87
71
0
0
0
36
46
hh
16
17
19
10
6
5
4
0
0
0
3
7
mm
392
429
470
0
0
183
58
0
0
0
99
152
hh
19
16
21
0
0
11
4
0
0
0
6
13
mm
197
271
271
231
87
64
20
6
0
0
54
366
hh
17
21
19
12
11
9
4
1
0
0
4
17
Bumi Agung
mm
798
249
378
115
34
35
48
0
0
0
22
23
hh
15
10
14
7
3
5
1
1
0
0
2
5
Pekalongan
mm
234
249
331
45
25
174
66
1
0
0
17
30
hh
18
13
15
10
11
12
5
2
0
0
5
7
mm
213
607
346
182
170
50
14
0
0
0
52
349
hh
11
15
19
7
10
5
4
0
2
0
5
11
Purbolinggo
mm
342
482
327
281
131
76
16
0
0
0
50
424
hh
17
21
19
13
8
7
4
0
2
0
4
15
Way Bungur
mm
366
587
412
204
165
71
15
0
0
0
21
206
hh
14
17
17
10
11
5
2
0
0
0
3
11
mm
314
368
352
150
91
91
46
1
0
0
43
176
hh
15
15
18
9
9
8
4
1
1
0
4
12
Metro Kibang Batanghari Sekampung Batanghari Nuban Mataram Baru Way Jepara Bdr. Sribhawono Sukadana
Raman Utara
Rata-rata
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Timur, 2007.
125 Lampiran 8
Data penggunaan lahan sawah di Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 Dalam Satu Tahun
No
1 2 3 4 5 6 7 8
Penggunaan Lahan
Ditanami Padi
Tidak Ditanami Padi
Sementara tidak diusahakan
Jumlah
> 2 Kali
1 Kali
Irigasi Teknis Irigasi Setengah Teknis Irigasi Sederhana Irigasi Desa/Non PU Tadah Hujan Pasang Surut Lebak Polder dan Sawah Lainnya
22 354 611
3 246 240
685 -
363 -
26 648 851
1 722 1 114
615 240
86 -
26 37
2 449 1 391
4 282 684 3 106 1 821
10 425 47 1 354 1 271
85 3 427
75 3 165 409
14 867 737 4 625 3 928
Jumlah
35 694
17 438
1 286
1 078
55 496
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Lampung Timur, 2007
126 Lampiran 9 Data penggunaan lahan bukan sawah di Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 No
Penggunaan Lahan
Luas (ha)
a.
Lahan Kering
1
Pekarangan
40 485
2
Tegal/Kebun
49 088
3
Ladang/Huma
44 556
4
Penggembalaan/Padang Rumput
5
Sementara Tidak Diusahakan
855
6
Ditanami Pohon/Hutan Rakyat
924
7
Hutan Negara
8
Perkebunan
9
Lain-lain
84
6 810 39 409 9 279 Jumlah Lahan Kering
191 490
b.
Lahan Lainnya
1
Rawa-rawa (Yang Tidak Ditanami)
2 181
2
Tambak
3 528
3
Kolam/Tebat/Empang Jumlah Lahan Lainnya Total (Lahan Kering + Lainnya) Total lahan sawah + lahan bukan sawah
256 5 965 197 455 252 951
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Lampung Timur, 2007
127 Lampiran 10 Banyaknya PPL dan kelompok tani menurut kecamatan di Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Kecamatan Metro Kibang Batanghari Sekampung Marga Tiga Sekampung Udik Jabung*) Pasir Sakti Waway Karya Labuhan Maringgai Mataram Baru Bandar Sribhawono Melinting Gunung Pelindung Way Jepara Braja Selebah Labuhan Ratu Sukadana Bumi Agung Batanghari Nuban Pekalongan Raman Utara Purbolinggo Way Bungur
Jumlah
Kelas Kelompok Tani
PPL
Lanjut 18 52 56 38 60 112 72 43 32 26 29 27 5 35 13 28 42 28 47 46 41 48 17
Madya 31 22 19 4 2 3 0 1 3 0 0 0 0 35 19 21 2 1 23 23 26 7 0
Utama 2 0 2 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 4 0 0
Jumlah
4 5 8 4 5 8 8 3 2 3 2 1 5 2 3 11 4 8 6 8 5 5 5
Pemula 10 6 10 51 34 48 0 31 27 0 22 9 17 0 5 5 82 17 32 4 12 6 23
115
451
915
242
12
1620
61 80 87 93 96 163 72 76 63 26 51 36 22 70 37 54 127 46 103 73 83 61 40
*) Termasuk Kecamatan Marga Sekampung Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Lampung Timur, 2007.
138
Jumlah Puskesmas
Jumlah SMP
Jumlah Koperasi
Jumlah MI
Jumlah MTs
Jumlah fasilitas Jumlah kecamatan yang memiliki fasilitas Rasio kecamatan yang memiliki fasilitas Bobot Jumlah fasilitas x bobot
Jumlah Puskesmas Pembantu
212.02 194.23 420.24 150.80 196.85 214.13 383.90 342.06 80.97 82.38 167.61 222.72 325.12 114.83 84.93 135.20 453.91 216.68 256.55 316.98 300.00 161.53 55.36 150.81
Jumlah Pondok Bersalin Desa
229.27 339.12 100.13 250.73 222.03 161.37 148.88 148.34 485.51 756.76 267.85 180.69 194.99 185.71 247.61 193.94 78.52 76.78 73.17 79.56 139.30 211.07 376.38 177.32
Jumlah SD
Way Jepara Sekampung Udik Pekalongan Purbolinggo Marga Tiga Raman Utara Sekampung Batanghari Labuhan Ratu Sukadana Jabung Batanghari Nuban Labuhan Maringgai Gunung Pelindung Braja Selebah Mataram Baru Waway Karya Bumi Agung Metro Kibang Melinting Bandar Sribhawono Pasir Sakti Way Bungur Marga Sekampung
Jumlah Masjid
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kecamatan
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
No
Luas (km2)
Lampiran 11 Hasil analisis skalogram
60 72 66 42 79 50 40 57 53 77 70 31 60 35 25 41 43 25 21 34 30 55 22 24
28 32 28 32 30 41 40 40 19 35 23 28 26 12 12 14 17 13 17 14 16 14 15 15
3 3 2 7 5 6 7 10 5 7 9 7 5 2 3 1 5 4 3 2 1 2 2 2
6 5 5 5 4 4 4 6 3 5 4 3 5 3 4 2 3 3 2 2 3 3 4 2
2 1 2 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
10 8 6 7 6 4 11 7 4 4 9 4 8 4 7 4 3 4 3 3 8 3 4 0
4 27 16 17 7 30 26 22 5 7 42 7 0 4 19 14 8 16 6 9 5 14 24 0
6 8 4 2 2 3 2 3 3 9 12 1 6 5 2 3 7 1 0 5 4 6 5 0
3 6 1 3 2 3 3 4 2 6 6 0 6 4 2 1 3 1 2 2 2 0 4 0
1112 24 1.0435 0.9583 1065.67
561 24 1.0435 0.9583 537.63
103 24 1.0435 0.9583 98.71
90 24 1.0435 0.9583 86.25
28 24 1.0435 0.9583 26.83
131 23 1.0000 1.0000 131.00
329 22 0.9565 1.0455 343.95
99 22 0.9565 1.0455 103.50
66 21 0.9130 1.0952 72.29
139
Jumlah Gereja Katolik
Jumlah Poli/Balai Pengobatan
Jumlah Angkutan Desa
Jumlah MA
Jumlah Bank
Jumlah fasilitas Jumlah kecamatan yang memiliki fasilitas Rasio kecamatan yang memiliki fasilitas Bobot Jumlah fasilitas x bobot
Jumlah MD
212.02 194.23 420.24 150.80 196.85 214.13 383.90 342.06 80.97 82.38 167.61 222.72 325.12 114.83 84.93 135.20 453.91 216.68 256.55 316.98 300.00 161.53 55.36 150.81
Jumlah Gereja Protestan
229.27 339.12 100.13 250.73 222.03 161.37 148.88 148.34 485.51 756.76 267.85 180.69 194.99 185.71 247.61 193.94 78.52 76.78 73.17 79.56 139.30 211.07 376.38 177.32
Jumlah SMA
Way Jepara Sekampung Udik Pekalongan Purbolinggo Marga Tiga Raman Utara Sekampung Batanghari Labuhan Ratu Sukadana Jabung Batanghari Nuban Labuhan Maringgai Gunung Pelindung Braja Selebah Mataram Baru Waway Karya Bumi Agung Metro Kibang Melinting Bandar Sribhawono Pasir Sakti Way Bungur Marga Sekampung
Jumlah PP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kecamatan
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
No
Luas (km2)
Lampiran 12 Lanjutan
3 2 1 1 6 1 3 5 3 1 2 3 2 4 1 0 6 1 3 0 0 1 0 0
4 6 2 3 2 2 3 2 1 1 2 1 1 1 2 0 0 0 1 1 4 1 0 0
3 21 3 1 7 0 1 6 2 0 5 3 5 2 0 2 0 1 0 1 5 12 1 0
4 1 2 7 2 3 4 4 3 2 5 3 4 0 3 0 2 3 1 1 0 0 0 0
2 0 2 2 0 2 2 0 0 2 4 1 1 2 5 4 11 1 2 3 1 0 0 0
1 4 3 3 2 0 1 0 2 4 1 0 3 1 1 1 1 1 0 2 0 0 0 0
3 0 0 0 11 24 35 10 0 0 23 10 18 15 0 0 3 12 9 0 20 4 0 0
2 3 0 2 1 2 0 1 0 0 1 0 2 1 1 1 1 0 0 2 0 0 0 0
3 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 0 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
49 19 0.8261 1.2105 59.32
40 19 0.8261 1.2105 48.42
81 18 0.7826 1.2778 103.50
54 18 0.7826 1.2778 69.00
47 17 0.7391 1.3529 63.59
31 16 0.6957 1.4375 44.56
197 14 0.6087 1.6429 323.64
20 13 0.5652 1.7692 35.38
18 13 0.5652 1.7692 31.85
140
Jumlah ITTARA
Jumlah Vihara
Jumlah SMK
Jumlah Toko Obat
Jumlah Industri Chip Singkong
Jumlah fasilitas Jumlah kecamatan yang memiliki fasilitas Rasio kecamatan yang memiliki fasilitas Bobot Jumlah fasilitas x bobot
Jumlah Rumah Bersalin
212.02 194.23 420.24 150.80 196.85 214.13 383.90 342.06 80.97 82.38 167.61 222.72 325.12 114.83 84.93 135.20 453.91 216.68 256.55 316.98 300.00 161.53 55.36 150.81
Jumlah Pura
229.27 339.12 100.13 250.73 222.03 161.37 148.88 148.34 485.51 756.76 267.85 180.69 194.99 185.71 247.61 193.94 78.52 76.78 73.17 79.56 139.30 211.07 376.38 177.32
Jumlah Industri Pembuatan Tempe/ Tahu
Way Jepara Sekampung Udik Pekalongan Purbolinggo Marga Tiga Raman Utara Sekampung Batanghari Labuhan Ratu Sukadana Jabung Batanghari Nuban Labuhan Maringgai Gunung Pelindung Braja Selebah Mataram Baru Waway Karya Bumi Agung Metro Kibang Melinting Bandar Sribhawono Pasir Sakti Way Bungur Marga Sekampung
Jumlah Heller Gabah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kecamatan
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
No
Luas (km2)
Lampiran 12 Lanjutan
1 0 33 40 8 37 20 13 11 0 0 8 0 0 2 20 0 0 0 0 9 0 0 0
10 5 4 38 1 0 24 3 0 0 0 1 0 2 0 15 0 0 6 0 0 0 6 0
0 9 0 0 5 13 0 0 2 1 3 0 0 0 5 1 8 2 0 0 0 0 0 0
2 4 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 1 10 0 0 5 0 1 5 3 0 8 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 1 0
0 3 1 0 0 1 0 1 0 0 0 4 0 0 0 2 3 1 0 0 2 0 0 0
2 3 0 3 1 0 3 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
1 3 2 2 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
0 0 2 0 0 175 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 2 0
202 12 0.5217 1.9167 387.17
115 12 0.5217 1.9167 220.42
49 10 0.4348 2.3000 112.70
14 10 0.4348 2.3000 32.20
36 9 0.3913 2.5556 92.00
18 9 0.3913 2.5556 46.00
16 9 0.3913 2.5556 40.89
11 7 0.3043 3.2857 36.14
182 5 0.2174 4.6000 837.20
141
Jumlah Apotek
Jumlah Jenis
Jumlah Fasilitas
Jumlah Penduduk (org)
Hirarki
Jumlah fasilitas Jumlah kecamatan yang memiliki fasilitas Rasio kecamatan yang memiliki fasilitas Bobot Jumlah fasilitas x bobot
212.02 194.23 420.24 150.80 196.85 214.13 383.90 342.06 80.97 82.38 167.61 222.72 325.12 114.83 84.93 135.20 453.91 216.68 256.55 316.98 300.00 161.53 55.36 150.81
Jumlah Rumah Sakit
229.27 339.12 100.13 250.73 222.03 161.37 148.88 148.34 485.51 756.76 267.85 180.69 194.99 185.71 247.61 193.94 78.52 76.78 73.17 79.56 139.30 211.07 376.38 177.32
Jumlah Pabrik Mie
Way Jepara Sekampung Udik Pekalongan Purbolinggo Marga Tiga Raman Utara Sekampung Batanghari Labuhan Ratu Sukadana Jabung Batanghari Nuban Labuhan Maringgai Gunung Pelindung Braja Selebah Mataram Baru Waway Karya Bumi Agung Metro Kibang Melinting Bandar Sribhawono Pasir Sakti Way Bungur Marga Sekampung
Jumlah Industri Pengeringan Jagung/ olahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kecamatan
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
No
Luas (km2)
Lampiran 12 Lanjutan
1 4 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
0 0 6 0 0 15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 24 24 23 23 22 21 21 21 20 19 19 18 18 18 17 17 17 17 16 15 13 13 5
165 232 203 231 186 423 233 198 128 170 223 125 155 100 96 127 125 90 82 83 111 117 91 44
48610 65866 42079 37810 43707 34554 57155 50741 39314 62342 44894 40244 63395 21326 21029 26221 35641 16637 18772 25219 41790 34095 20835 26741
1 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
16 4 0.1739 5.7500 92.00
21 2 0.0870 11.5000 241.50
1 1 0.0435 23.0000 23.00
1 1 0.0435 23.0000 23.00