PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI WILAYAH BOLIYOHUTO KABUPATEN GORONTALO
RIVAL RAHMAN A156130101
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perencanaan Penggunaan Lahan Pertanian Berbasis Komoditas Unggulan di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2015 Rival Rahman NRP A156130101
RINGKASAN RIVAL RAHMAN. Perencanaan Penggunaan Lahan Pertanian Berbasis Komoditas Unggulan di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan BOEDI TJAHJONO. Perencanaan penggunaan lahan berbasis komoditas unggulan Wilayah Boliyohuto merupakan salah satu bentuk perencanaan yang bisa digunakan dalam pengambilan keputusan untuk menjalankan rencana penggunaan lahan pertanian terutama di wilayah-wilayah yang memiliki potensi pertaniannya sangat besar. wilayah di Kabupaten Gorontalo yang memiliki potensi lahan pertanian yang besar dan berkontribusi terhadap pendapatan daerah. Potensi wilayah ini tidak diimbangi dengan perencanaan yang baik sehingga masih banyak potensi-potensi lain yang belum dimanfatkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) menentukan komoditas unggulan di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo. 2) mengetahui potensi sumberdaya fisik yang ada di Wilayah Boliyohuto. 3) menyusun rencana alokasi lahan untuk komoditas unggulan di Wilayah Boliyohuto dan 4) menyusun strategi Pengelolaan lahan yang berkelanjutan di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pegamatan langsung di lapang dan wawancara, serta data sekunder dilakukan di wilayah penelitian dan dari instansi terkait. Metode analisis data menggunaakan Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA) untuk penentuan komoditas unggulan, analisis Kesesuaian Lahan dan Universal Soil Loss Equation (USLE) untuk analisis potensi sumberdaya lahan, analsis ekonomi untuk analisis kelayakan usaha pengembangan komoditas unggulan dan analisis A’WOT (AHP-SWOT) untuk penetuan strategi pngembangan komoditas unggulan. Hasil menunjukkan bahwa wilayah Boliyohuto memiliki lima komoditas unggulan yaitu padi sawah, jagung, kacang tanah, kopi dan kakao. Selanjutnya potensi lahan untuk pengembangan komoditas unggulan di wilayah ini seluas 31.645 ha. Berdasarkan analisis kesesuaian lahan, komoditas unggulan berada pada kelas kesesuaaian lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3), dari analisis bahaya erosi komoditas unggulan memiliki indeks bahaya erosi mulai dari yang rendah sampai dengan sangat tinggi, sedangkan dari analsisi ekonomi semua komoditas unggulan layak untuk dikembangkan. Dari hasil analisis tersebut didapatkan alokasi lahan untuk pengembangan komoditas unggulan masing-masing untuk Kecamatan Boliyohuto seluas 5.516,6 ha (17,5 %), Kecamatan Mootilango 9.322,9 ha (29,4 %), Kecamatan Tolangohula 8029,6 ha (25,3 %), Kecamatan Asparaga 6.269,8 ha (19,7 %) dan Kecamatan Bilato seluas 2.506,4 (7,9 %) dari total luas potensi wilayah pengembangan komoditas unggulan. Kemudian dalam pengembangannya salah satu strategi yang dapat ditempuh dalam pengembangan komoditas unggulan ini adalah mengoptimalkan potensi sumberdaya lahan yang ada di wilayah Boliyohuto serta membangun kelembagaan petani. Kata kunci : Bahaya Erosi, Kesesuaian Lahan, Komoditas Unggulan, Perencanaan Pengunaan Lahan
SUMMARY
RIVAL RAHMAN. Agricultural Land Use Planning Based on Regional Leading Commodities of Boliyohuto at Gorontalo District. Supervised by DWI PUTRO TEJO BASKORO and BOEDI TJAHJONO. Land use planning based leading commodity of Boliyohuto region is one of planning form that would be used to make decision to execute agricultural land use planing, especially in areas which have a very large agricultural potential and contribute to local revenue. The potential of this region is not offset by a good planning, so there are many other potential untapped. The aim of this study is to 1) determine the leading commodity in the Boliyohuto region of Gorontalo district. 2) to investigate the potential of existing physical resources in the Boliyohuto region. 3) develop a plan for the land allocation of leading commodity in Boliyohuto region and 4) developing sustainable land management strategies in the Boliyohuto region of Gorontalo district. The data have been used in the study are the primary and the secondary datas. Primary data obtained from direct observation and interviews, and the secondary data is obtainable in the area of the research and of the relevant institute. Analysis methods that use was Location Quotient (LQ) and Shift Share Analysis (SSA) for the determination of the leading commodity, Land Suitability analysis and Universal Soil Loss Equation (USLE) for land resource potential analysis, the analysis of economic for the feasibility development of superior commodities and A'WOT analyze (AHP-SWOT) to Determinated the strategy of developing leading commodities. Results showed that the Boliyohuto region has five main commodity that is paddy, maize, groundnuts, coffee and cocoa. Furthermore, the potential of land for the development of superior commodities in the region covering an area of 31 645 ha. Based on the analysis of land suitability, leading commodities are on land suitability classes is highly suitable (S1), marginally suitable (S2), and marginally suitable (S3), from erosion hazard analysis leading commodity has an index of erosion ranging from low to very high, while on the economic analysis of all the leading commodity deserves to be developed. From The analysis obtained allocation of land for the development of superior commodities respectively for the District Boliyohuto area of 5516.6 ha (17,5%), District Mootilango 9322.9 ha (29,4%), District Tolangohula 8029.6 ha (25,3%), District Asparaga 6269.8 ha (19,7% ) and the District Bilato area of 2506.4 (7,9%) of the total potential area of development of superior commodities. Later in development one strategy that can be pursued in the development of superior commodities is to optimize the potential of land resources in the region Boliyohuto and to build institutional farmers.
Keywords:
Erosion danger, Land Suitability, Land Use Planning, Superior Commodities
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI WILAYAH BOLIYOHUTO KABUPATEN GORONTALO
RIVAL RAHMAN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Setia Hadi, MS
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah pengembangan wilayah dengan judul Perencanaan Penggunaan Lahan Pertanian Berbasis Komoditas Unggulan di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo Dalam penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Bapak Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro M.Sc dan Bapak Dr Boedi Tjahjono M.Sc selaku komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis ini. 2. Dr Ir Setia Hadi, MS selaku penguji luar komisi atas segala masukan dan arahan dalam penyempurnaan tesis ini 3. Prof. Dr. Ir. Santun R. P. Sitorus selaku ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah 4. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB. 5. Bapak ibu ekspert (Kepala Dinas Pertanian se-Provinsi Gorontalo dan Akademisi di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo) yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam menyelesaikan penelitiannya. 6. Rekan-rekan PWL reguler dan Bappenas angkatan 2013 dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tesis ini. Terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada kedua orang tuaku tercinta beserta seluruh keluarga, atas segala do’a, dukungan, kasih sayang dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini. Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Terimaksih.
Bogor, Desember 2015 Rival Rahman
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
iii iii iv
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 4 4 4
2
TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan Penggunaan Lahan Penetapan Komoditas Unggulan Evaluasi Kesesuaian Lahan Erosi dan Prediksi Erosi Analisis A’WOT Penelitian Terdahulu
5 5 7 8 10 12 12
3
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Analisis Data Penetapan Komoditas Unggulan Analisis Potensi Sumberdaya Fisik Lahan Analisis Kelayakan Ekonomi Komoditas Unggulan Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan
14 14 14 15 15 18 20 22
4
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Geografis Iklim Jenis Tanah Penggunaan Lahan Kependudukan Ketenaga Kerjaan Pertumbuhan Ekonomi Gambaran Sektor Pertanian Wilayah Penelitian
25 25 25 26 28 29 29 31 32
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Komoditas Unggulan Location Questient (LQ) Shift Share Analysis (SSA) Komoditas Unggulan Pertanian Wilayah Boliyohuto Potensi Sumberdaya Fisik Lahan Wilayah Boliyohuto Penilaian Kesesuaian Lahan
34 34 34 34 35 36 37
ii
6
Prediksi Erosi Komoditas Unggulan Kelayakan Ekonomi Komoditas Unggulan Alokasi Lahan Komoditas Unggulan Berkelanjutan Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Identifikasi Faktor-Faktor Komponen SWOT Pembobotan Faktor SWOT dengan Teknik AHP Penyusunan Strategi Berdasarkan Analisis SWOT
39 40 42 45 45 48 50
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
54 54 54
Daftar Pustaka LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
55 58 71
iii DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Parameter (kualitas dan karakteristik lahan) dalam evaluasi lahan 10 Jenis dan Sumber data yang akan digunakan 15 Matriks Tujuan, Jenis dan Sumber data, Sumber, Teknik Analisis dan Hasil yang diharapkan 17 Pengharkatan Indeks Bahaya Erosi 20 Contoh Nilai Tingkat Kepentingan Unsur-Unsur SWOT Berdasarkan Analisis AHP 23 Matrik strategi analisis SWOT 24 Urutan/Ranking Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan 24 Luas Wilyah tiap Kecamatan di Kabupaten Gorontalo 25 Temperatur, Kelembaban dan curah hujan Wilayah Boliyohuto 26 Sebaran Jenis Tanah Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo 27 Sebaran Luas penggunaan Lahan di Wilayah Boliyohuto 28 Perbandingan Luas wilayah dan Jumlah Penduduk Kabupaten Gorontalo 30 Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenis Kegiatan Utama di Kabupaten Gorontalo Tahun 2011 – 2013 30 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Berdasarkan Lapangan Usaha di Kabupaten Gorontalo, 2012- 2013 31 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut 32 Lapangan Usaha di Kabupaten Gorontalo (Jutaan Rupiah), 2009 – 2013 Potensi Komoditas Pertanian Wilayah Boliyohuto 33 Nilai LQ Komoditas Pertanian Wilayah Boliyohuto 34 Hasil Analisis SSA Komoditas Pertanian Wilayah Boliyohuto 36 Hasil Penentuan Komoditas Unggulan Wilayah Boliyohuto 36 Kelas Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Unggulan 37 Hasil Analisis Bahaya Erosi untuk Komoditas Unggulan 39 Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan 42 Matriks Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan di Wilayah Boliyohuto 44 Faktor Faktor Komponen SWOT 46 Hasil Pembobotan Komponen SWOT 49 Matriks Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Wilayah Boliyohuto 51 Urutan Rangking Strategi Pengembangan Komodita Unggulan Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo 51 DAFTAR GAMBAR
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Grafik Produksi Jagung di Provinsi Gorontalo tahun 2002-2013 Peta Lokasi Penelitian Diagram Hirarki Analisis A’WOT Pengembangan Komoditas Unggulan Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo Peta Jenis Tanah Peta Penggunaan Lahan Lokasi Penelitian Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Gorontalo dan Provinsi Gorontalo Peta Kesesuaian Lahan Komoditas Unggulan
3 14 23 27 28 33 38
iv
8.
9.
a. Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Padi b. Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Jagung c. Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi d. Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kakao e. Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kacang Tanah Peta Bahaya Erosi untuk Komoditas Unggulan a. Indeks Bahaya Erosi Tanaman Padi b. Indeks Bahaya Erosi Tanaman Jagung c. Indeks Bahaya Erosi Tanaman Kopi d. Indeks Bahaya Erosi Tanaman Kakao e. Indeks Bahaya Erosi Tanaman Kacang Tanah Peta Arahan Komoditas Unggulan Wilayah Boliyohuto
38 38 38 38 38 41 41 41 41 41 41 43
DAFTAR LAMPIRAN 1.
2. 3. 4. 5. 6.
Nilai Faktor pada Analisis Prediksi erosi USLE 1a. Nilai Faktor K Beberapa Tanah di Indonesia 1b. Faktor Kelas Lereng (LS) 1c. Nilai Faktor C (Pengelolaan Tanaman) 1d. Nilai Faktor P untuk Berbagai Tindakan Konservasi Tanah Khusus Satuan Lahan dan Landform Lokasi Penelitian Salah Satu Analisis Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Unggulan Salah satu Perhitungan Erosi Wilayah Penelitian Salah satu Analisis A’wot untuk Penentuan Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Salah Satu Analisis Kelayakan Ekonomi Untuk Komoditas Unggulan
59 59 59 59 60 61 64 65 69 70
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan merupakan salah satu aspek yang sangat penting di muka bumi ini karena lahan merupakan modal utama manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi lahan itu sendiri kini mulai terancam seiring dengan berkembangnya zaman dari waktu kewaktu. Kondisi ini diakibatkan oleh bertambahnya aktivitas penduduk yang memicu adanya pergeseran kebutuhan sehingga terjadi ketidak seimbangan antara jumlah penduduk dengan kebutuhan lahan. Hasilnya mengakibatkan terjadinya konversi lahan dari lahan pertanian ke non pertanian. Fakta menyebutkan bahwa pada kurun waktu 5 tahun (1999 – 2003), neraca luas lahan sawah di Indonesia sudah negatif 423.857 ha. Dimana terjadi alih fungsi lahan sawah seluas 563.159 ha, sementara penambahannya hanya mencapai 139.302 ha (Irawan, 2006). Permasalahan utama terjadinya ancaman krisis pangan di Indonesia adalah menurunnya kesuburan tanah dan berkurangnya luas lahan karena adanya konversi lahan pertanian ke non pertanian. Untuk itu permasalahan konversi lahan harus diperhatikan sebab hal ini berimbas pada penurunan produksi produk pertanian. Kabupaten Gorontalo merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Gorontalo yang memiliki penduduk paling banyak di antara kabupaten-kabupaten lainnya. Kabupaten ini merupakan salah satu kabupaten yang cukup berkembang di Provinsi Gorontalo yang dikenal dengan potensi pertaniannya. Lahan pertanian di kabupaten ini tersebar di seluruh wilayahnya, dan salah satu wilayah yang paling luas potensi lahan pertaniannya ada di Wilayah Boliyohuto. Wilayah ini dikenal dengan potensi lahan pertaniannya baik pertanian lahan basah maupun lahan kering dan terdapat 5 Kecamatan yang tercakup di wilayah ini yaitu Kecamatan Mootilango, Asparaga, Tolangohula, Boliyohuto dan Bilato. Pada kurun waktu 10 tahun terakhir kebijakan tentang pemanfaatan lahan provinsi Gorontalo sangat terkenal berkat adanya kebijakan agropolitan jagung, bahkan agropolitan jagung di Gorontalo sudah dikenal sampai di pasar Internasional. Kebijakan ini juga dikenal membuat pendapatan petani di provinsi ini berangsur membaik dan cenderung meningkat. Hal ini akibat adanya kebijakan harga jagung yang tinggi di kalangan petani. Kebijakan ini membuat petani-petani semakin terpacu dan semangat untuk menanam jagung. Lahan-lahan tanaman jagung terus dibuka untuk meningkatkan produksi sehingga pembukaan lahan sudah sampai pada lereng-lereng yang curam. Akibatnya lahan-lahan jagung yang dibuka sudah tidak memperhatikan fungsi ekologinya lagi. Padahal dalam perencanaan penggunaan lahan, aspek daya dukung wilayah sangat penting untuk diperhatikan Di Provinsi Gorontalo kebijakan agropolitan jagung sudah baik, namun perlu di sempurnakan dengan bentuk perencanaan yang lebih baik dengan memikirkan aspek ekologi atau daya dukung wilayah. Perencanaan yang dilakukan harus lebih efektif dan bersifat berkelanjutan. Pemikiran ini berangkat dari adanya kenyataan sekarang bahwa semakin terbatasnya sumberdaya sehingga kondisi ini diharapkan bisa menjadi perhatian yang lebih bagi manusia yang ada di bumi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Rustiadi et. al. (2011) yang menjelaskan bahwa pemanfaatan sumberdaya tidak boleh mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi yang akan datang. Perencanaan lahan yang baik akan lebih berguna diterapkan di suatu
2 wilayah untuk melindungi kawasan-kawasan yang potensial untuk komoditas tertentu. Seperti yang dikemukakan oleh Christina (2009) bahwa penyusunan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) wajib dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk menjamin keberlanjutan pasokan pangan untuk masyarakat dan sebagai upaya perlindungan terhadap lahan-lahan subur dengan produktivitas tinggi Perencanaan penggunaan lahan yang berbasis komoditas unggulan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan terkait dengan efektifitas pemanfaatan lahan, sebab dengan adanya perencanaan penggunaan lahan tersebut akan diketahui alokasi lahan yang sesuai dengan peruntukannya. Perencanaan penggunaan lahan berbasis komoditas unggulan pertanian sejatinya dapat mengatasi penggunaan lahan yang kurang atau tidak produktif menuju kepada penggunaan lahan dengan komoditas unggulan yang lebih produktif, menguntungkan secara ekonomi serta dapat diterima oleh masyarakat. Perencanaan penggunan lahan berbasis komoditas unggulan pada umumnya hanya sebatas pada perencanaan peruntukan lahannya untuk tanaman tertentu dalam batasan kelas kesesuaian lahan namun tidak memperhatikan aspek konservasinya. Hal ini terutama untuk tanaman yang memiliki faktor pembatas lereng, sehingga yang terjadi ketika tanaman tersebut dikembangkan kemungkinan terjadi erosi sangat besar. Untuk itu dalam penelitian ini aspek bahaya erosi diperhatikan dan menjadi pertimbangan dalam arahan pengembangan. Dengan demikian jika semua aspek dilakukan dalam suatu perencanaan penggunaan lahan, maka konversi lahan pertanian dapat ditekan seoptimal mungkin. Disamping itu produksi yang dihasilkan juga akan maksimal sehingga berdampak pada meningkatnya perekonomian masyarakat. Dengan demikian penelitian tentang Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan Berbasis Komoditas Unggulan di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo perlu dilakukan. Perumusan Masalah Wilayah Boliyohuto memiliki potensi yang cukup besar terutama pada sektor pertaniannya. Namun seiring dengan berkembangnya wilayah ini penduduknya juga semakin bertambah dan dengan keadaan tersebut hal yang paling penting adalah menyangkut kesejahteraan masyarakatnya karena sebagian besar penduduk wilayah ini menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Pendapatan produksi pertaniannya wilayah ini tergolong cukup besar, namun yang perlu diperhatikan juga adalah keberlanjutan lahan – lahan produktif yang ada. Mengingat jumlah penduduk wilayah ini akan semakin bertambah maka mereka sangat memerlukan lahan-lahan untuk dijadikan permukiman. Hasilnya banyak lahan-lahan yang dianggap tidak menguntungkan oleh masyarakat kemudian dikonversi menjadi bangunan, padahal sebenarnya hasil yang tidak maksimal tersebut dikarenakan lahan yang diusahakannya tidak cocok dengan komoditi yang mereka tanam. Selain itu program pemerintah tentang agropolitan jagung membuat petani sudah terkonsentrasi pada satu komoditas saja, padahal dampak dari program ini sangat besar terutama dari segi kerusakan lahan. Kerusakan lahan yang ditimbulkan dari program agroplitan jagung tersebut akibat dari tidak memperhatikan aspek konservasi lahan. Petani hanya tahu menanam
3 jagung bahkan sampai pada lereng-lereng yang sangat curam, akibatnya banyak lahan-lahan pasca penanaman jagung yang tidak produktif lagi.
Produksi Jagung Provinsi Gorontalo 800000
753598
700000
pRODUKSI
600000
572784
679168 644755669095 605781 569.110
500000 400000 300000 200000 100000
400046416222 251214 183998 130251
0 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 TAHUN
Gambar 1. Grafik Produksi Jagung di Provinsi Gorontalo tahun 2002-2013 Gambar 1 memperlihatkan bagaimana perkembangan jagung di Provinsi Gorontalo dalam kurun waktu 12 tahun terakhir yang menunjukkan bahwa puncak produksi jagung di Gorontalo terjadi pada tahun 2008 setelah itu produksi jagung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini diakibatan oleh banyak aspek, namun salah satunya adalah karena menurunnya produktivitas lahan untuk komoditas jagung yang mengakibatkan lahan yang tadinya ditanami jagung kini sudah tidak lagi berproduksi maksimal. Dari fakta ini perlu adanya penyempurnaan perencanaan lahan pertanian yang lebih efiktif lagi sehingga hal ini bisa diatasi. Perencanaan penggunaan lahan berbasis komoditas unggulan pertanian merupakan salah satu analisis yang bisa menentukan peruntukan lahan pertanian yang sesuai dengan daya dukung lingkungan. Selain itu analisis ini juga memakai konsep pendekatan kesesuaian lahan atau kemampuan lahan sehingga dengan pendekatan ini dapat diketahui komoditas yang sesuai dengan kondisi fisik wilayah tersebut. Untuk penerapan perencanaan maka diperlukan strategi dan usaha yang besar agar dapat mendatangkan keuntungan bagi daerah tersebut. Dari permasalahanpermasalahan di atas muncul beberapa pertanyaan penelitian yang perlu dikaji, yaitu 1. Jenis komoditas Pertanian apa saja yang menjadi unggulan di Wilayah Boliyohuto? 2. Bagaimana potensi sumberdaya fisik lahan yang ada di Wilayah Boliyohuto? 3. Bagaimana merencanakan sumberdaya lahan untuk komoditas unggulan yang ada di Wilayah Boliyohuto? 4. Strategi apa yang bisa diterapkan untuk melaksanakan perencanaan penggunaan lahan pertanian berbasis komoditas unggulan di Wilayah Boliyohuto?
4 Tujuan Penelitian Dari permasalahan-permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menentukan komoditas unggulan pertanian di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo 2. Mengetahui potensi sumberdaya fisik lahan yang ada di Wilayah Boliyohuto 3. Menyusun rencana alokasi lahan untuk komoditas unggulan di Wilayah Boliyohuto 4. Menyusun strategi Pengelolaan lahan pertanian berbasis komoditas unggulan di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo Manfaat Penelitian 1. 2.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pada beberapa aspek, yaitu: Memberikan sumbangan pemikiran terkait dengan perencanaan penggunaan lahan berelanjutan di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo Menjadi bahan masukan kepada pemerintah daerah terutama terhadap penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Gorontalo Ruang Lingkup Penelitan
Ruang Lingkup dari penelitian ini meliputi 5 kecamatan yaitu Kecamatan Boliyohuto, Asparaga, Mootilango, Tolangohula dan Bilato yang terletak di Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Penelitian ini bermaksud melihat bagaimana merencanakan penggunaan lahan yang berbasis komoditas unggulan pertanian. Komoditas unggulan tersebut kemudian di nilai kesesuaiannya terhadap aspek fisik lahan agar arahan alokasi lahan untuk komoditas unggulannya bersifat berkelanjutan.
5 TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan Penggunaan Lahan Pengetahuan mengenai penggunaan dan penutupan lahan merupakan salah satu hal penting terkait dengan kegiatan perencanaan dan pengelolaan suatu kawasan yang berhubungan dengan keadaan permukaan bumi. Penggunaan lahan dan pentupan lahan dapat memiliki pengertian yang sama untuk hal-hal tertentu, tetapi sebenarnya mengandung penekanan yang berbeda. Penggunaan lahan (land use) mengandung aspek menyangkut aktivitas pemanfaatan lahan oleh manusia sedangkan penutupan lahan (land cover) lebih bernuansa fisik (Rustiadi et al, 2011). Hal ini didukung oleh Lillesand dan Kiefer (1990) dalam Gunandi (2011) yang menyatakan bahwa penutupan lahan memiliki keterkaitan dengan keadaan penampakan permukaan bumi atau apa yang ada di atas sebuah lahan sedangkan penggunaan lahan berhubungan dengan suatu aktivitas yang dilakukan oleh manusia pada suatu bidang lahan tertentu. Arsyad (2010) mengelompokkan penggunaan lahan ke dalam dua bentuk yaitu (1) penggunaan lahan pertanian yang dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditas yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut; dan (2) penggunaan lahan non pertanian seperti penggunaan lahan pemukiman kota atau desa, industri, rekreasi, dan sebagainya. Sebagai wujud kegiatan manusia, maka di lapangan sering dijumpai penggunaan lahan baik bersifat tunggal (satu penggunaan) maupun kombinasi dari dua atau lebih penggunaan lahan. Adapun untuk perencanaan penggunaan lahan FAO (1976) mendefinisikan sebagai penilaian yang sistematik terhadap lahan untuk mendapatkan alternatif penggunaan dan memperoleh opsi terbaik dalam memanfaatkan lahan agar kebutuhan terpenuhi dengan tetap menjaga agar lahan dapat digunakan pada masa yang akan datang. Lebih lanjut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) menyatakan bahwa perencanaa tata guna lahan dapat didefinisikan sebagai perencanaan yang mengatur jenis-jenis penggunaan lahan di suatu daerah agar dapat digunakan secara optimal yang memberikan hasil yang tertinggi dan tidak merusak tanahnya sendiri serta lingkungannya. Riyadi dan Bratakusumah (2004) menambahkan bahwa perencannaan tata guna lahan merupakan suatu proses terhadap penggunaan/pemaanfaatan lahan dan alternatif pola tata guna lahan dengan mempertimbangkan factor pengembangannya, baik fisik, sosial, budaya maupun ekonomi. Tujuan perencanaan tata guna lahan ini antara lain adalah untuk melakukan penentuan pilihan dan penerapan salah satu pola tata guna lahan yang terbaik sesuai dengan kondisi yang ada sehingga diharapkan dapat mencapai suatu sasaran tertentu. Dalam menentukan perencanaan penggunaan lahan haruslah disesuaikan atau tergantung dari kemampuan sumberdaya lahan itu sendiri untuk dapat diusahakan bagi suatu penggunaan tertentu. Untuk mendukung suatu kegiatan usaha tani haruslah diketahui potensi dari sumberdaya lahan itu sendiri serta tindakantindakan konservasi yang diperlukan agar memberikan hasil yang baik dan berkesinambungan. Fungsi utama dari perencanaan penggunaan lahan adalah untuk memberikan petunjuk atau pengarahan dalam proses pengambilan keputusan tentang penggunaan lahan sehingga sumberdaya lahan dan lingkungan tersebut ditempatkan pada penggunaan yang paling menguntungkan/efisien bagi manusia,
6 dan dalam waktu yang bersamaan juga mengkoservasikannya untuk penggunaan pada masa yang akan datang (Dent, 1978; Jones dan Davies, 1983 dalam Sitorus, 2004). Perencanaan penggunaan lahan merupakan proses yang penting menuju pengembangan pertanian berkelanjutan. Pada hakekatnya perencanaan penggunaan lahan merupakan bagian dari mekanisme penunjang keputusan yang diperlukan untuk memberikan arahan kepada pemegang kebijakan melalui proses pemilihan penggunaan lahan yang sesuai dengan tujuan perencanaannya. Pengelolaan sumberdaya alam memerlukan pengembangan konsep yang bersifat interdisiplin dan interaktif. Pendekatan berpikir sistem (system thinking) dapat memberikan informasi yang lebih baik bagi pengelola atau pemegang kebijakan untuk mempelajari kompleksitas. Metode berpikir sistem menyediakan pengetahuan tentang sebuah mekanisme untuk membantu pengelola sumberdaya dan pemegang kebijakan dalam mempelajari hubungan sebab dan akibat dari proses yang berlangsung, mengidentifikasi permasalahan utama, dan mendefinisikan tujuan yang ingin dicapai (Gao et al., 2003 dalam Widjajanto 2006). Menurut Munasinghe (1993) dalam Suyana (2012), pembangunan berkelanjutan memiliki tiga tujuan utama yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lain, yaitu : tujuan sosial (sosial objective), tujuan ekonomi (economic objective), dan tujuan ekologi (ecological objective). Dengan demikian pembangunan berkelanjutan adalah upaya mensinkronkan, mengintegrasikan dan memberi bobot yang sama terhadap tiga aspek, yaitu : aspek ekonomi, aspek sosial budaya dan aspek lingkungan hidup. Pembangunan ekonomi dan lingkungan hidup harus dipandang sebagai sesuatu yang terkait erat dan tidak boleh dipisahkan atau dipertentangkan. Hal yang ingin dicapai dengan pembangunan berkelanjutan adalah menggeser titik berat pembangunan dari hanya pembangunan ekonomi menjadi pembangunan yang mencakup pembangunan sosial budaya dan lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan bukanlah merupakan suatu situasi harmoni yang tetap dan statis, akan tetapi merupakan suatu proses perubahan dimana eksploitasi sumberdaya alam, arah investasi, orientasi perkembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan bisa konsisten dengan kebutuhan pada saat ini dan kebutuhan di masa mendatang. Lebih sederhana lagi IBSRAM (International Board for Soil Research and Management) mendefinisikan sistem pertanian berkelanjutan sebagai bentuk pengelolaan sumberdaya lahan yang mengintegrasikan aspek teknologi, kebijakan, dan kegiatan-kegiatan yang bertujuan memadukan prinsip-prinsip sosial-ekonomi dengan masalah ekologi secara bersamaan. Keterkaitan antara prinsip-prinsip tersebut digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan atau mempertahankan produksi/jasa, mengurangi tingkat resiko dalam berproduksi, melindungi potensi sumberdaya alam dan mencegah degradasi tanah dan air, secara ekonomis menguntungkan, dan secara sosial dapat diterima (Bechstedt, 2003 dalam Widjajanto 2006). Menurut FAO (1995) dalam Santoso (2011), pertanian berkelanjutan dan pembangunan pedesaan didefinisikan sebagai pengelolaan sumberdaya alam yang konservatif dengan orientasi teknologi dan perubahan institusi sebagai suatu cara untuk mencapai hasil yang berkelanjutan dimana sumberdaya lahan, air, genetik tanaman dan hewan terpelihara atau lingkungan tidak terdegradasi, teknologi yang tepat, dan memberikan pendapatan yang tinggi secara terus menerus dan sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat.
7 Penetapan Komoditas Unggulan Setiap perencanaan pembangunan wilayah memerlukan batasan pratikal yang dapat digunakan secara operasional untuk mengukur tingkat perkembangan wilayah (Rustiadi et. al 2011). Akan tetapi setiap wilayah agar bisa berkembang harus mempunyai sektor keunggulan yang bukan didasarkan pada biaya produksi yang murah saja tetapi lebih dari itu, yakni adanya inovasi (innovation). Beberapa konsep pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan yang dapat diterapkan di suatu daerah, salah satunya adalah pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan. Konsep ini menekankan motor penggerak pembangunan suatu wilayah pada komoditas-komoditas yang dinilai bisa menjadi unggulan, baik di tingkat domestik maupun internasional (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi, 2001). Konsep dan pengertian komoditas unggulan ini dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi penawaran (supply) dan sisi permintaan (demand). Dilihat dari sisi penawaran, komoditas ungggulan merupakan komoditas yang paling superior dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial ekonomi petani suatu wilayah tertentu. Pengertian tersebut lebih dekat dengan pengertian locational advantages, sedangkan jika dilihat dari sisi permintaan yang kuat baik untuk pasar domestic maupun pasar internasional. Dengan pengertian tersebut maka komoditas unggulan bersifat dinamis baik dilihat dari sisi penawaran karena adanya perubahan teknologi maupun dilihat dari sisi permintaan karena ada pergeseran permintaan konsumen (Syafa’at dan Priyanto dalam Setiawan 2010) Penetapan komoditas unggulan nasional dan daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi era perdagangan bebas. Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis, baik berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat) untuk dikembangkan di suatu wilayah (Badan Litbang Pertanian, 2003 dalam Sari 2008). Pewilayahan komoditas unggulan ini harus berdasarkan pada daya dukung lahan komoditas tersebut. Pewilayahan komoditas pertanian sesuai dengan daya dukung lahan dimaksudkan agar produktivitas lahan yang diusahakan mencapai tingkat optimal. Dalam mendukung kegiatan agribisnis, pengertian produktivitas lahan ditujukan untuk suatu tipe penggunaan lahan (land utilization types) baik secara campuran (multiple land utilization types) maupun secara gabungan (compound utilization types) mampu berproduksi optimal (Djaenudin et al., 2002). Selanjutnya Rustiadi et. al (2011) menambahkan bahwa adanya sistem pewilayahan komoditas diharapkan dapat meningkatkan efisiensi sistem produksi dan distribusi komoditas, karena pewilayahan komoditas pada dasarnya adalah suatu upaya memaksimalkan “comparative advantage” setiap wilayah. Penetapan komoditas unggulan dilakukan dengan berbagai macam metode, salah satunya adalah dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Analisis LQ merupakan suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengkur konsentrasi relatif kegiatan ekonomi untuk mendapatkan gambaran penetapan sektor unggulan sebagai leading sector suatu kegiatan ekonomi (Hendrayana 2003). Namun seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan analisis ini di kembangkan untuk bisa
8 digunakan unuk mengetahui pemusatan sektor unggulan suatu wilayah. Analisis LQ merupakan salah satu pendekatan tidak langsung yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis. Nilai LQ akan memberikan indikasi kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan suatu komoditas, sedangkan analisis SSA adalah salah satu analisis yang melihat potensi pertumbuhan produksi sektoral dari suatu kawasan/wilayah. Indikator yang digunakan untuk menunjukkan potensi ekonomi dalam analisis shift-share adalah total shift (pergeseran keseluruhan), proportional shift, dan differential shift (Rustiadi et al, 2011). Evaluasi Kesesuaian Lahan Perencanaan penggunaa lahan yang bersifat berkelanjutan mempertimbangkan kondisi fisik wilayah yang ada. Komoditas yang ingin di rencanakan harus sesuai dengan daya dukung dan daya tampung wilayahnya. Evaluasi sumberdaya lahan berbasis evaluasi lahan dan kemampuan lahan merupakan salah satu metode untuk menganalisis daya dukung lingkungan berdasarkan kondisi fisik lingkungan sekitar. Evaluasi sumber daya lahan pada hakekatnya merupakan proses untuk menduga potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaannya. Adapun kerangka dasar dari evaluasi sumber daya lahan adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumber daya yang ada pada lahan tersebut (Sitorus, 2004). Manfaat yang mendasar dari evaluasi sumber daya lahan adalah untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu baik secara umum maupun spesifik serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan. Kegunaan terperinci dari evaluasi lahan sangat beragam ditinjau dari konteks fisik, ekonomi, sosial, dan dari segi intensitas skala dari studi itu sendiri serta tujuannya. Evaluasi kesesuain lahan itu sendiri terdiri dari evaluasi kemampuan lahan dan evaluasi kesesuaian lahan. Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tata guna lahan. Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini maka dapat diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk tipe penggunaan lahan tersebut. Klasifikasi kesesuaian lahan atau kemampuan lahan adalah pengelompokan lahan berdasarkan kesesuaiannya atau kemampuannya untuk tujuan tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Evaluasi kesesuaian lahan pada hakekatnya berhubungan dengan evaluasi untuk satu penggunaan tertentu, seperti untuk budidaya padi, jagung, dan sebagainya. Hal ini dapat dilakukan dengan menginterpretasikan peta-peta yang dapat mengambarkan kondisi geobiofisik lahan seperti peta tanah, peta topografi, peta geologi, peta penutupan lahan, peta iklim dan sebagainya dalam kaitannya dengan kesesuaiannya untuk berbagai tanaman dan tindakan pengelolaan yang diperlukan. Berdasarkan FAO (1976) evaluasi lahan dapat dilakukan menurut dua strategi yaitu : 1. Pendekatan dua tahap (two stage approach). Tahapan pertama terutama berkenaan dengan evaluasi lahan yang bersifat kualitatif, yang kemudian diikuti dengan tahapan kedua yang terdiri dari analisis ekonomi dan sosial.
9 2. Pendekatan sejajar (parallel approach). Analisis hubungan antara lahan dan penggunaan lahan berjalan secara bersama-sama dengan analisis-analisis ekonomi dan sosial. Ciri dari proses evaluasi lahan adalah adanya tahapan di mana persyaratan yang dibutuhkan untuk suatu penggunaan lahan dibandingkan dengan kualitas lahannya. Fungsi dari evaluasi lahan adalah memberikan pengertian tentang hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya serta memberikan kepada perencana perbandingan serta alternatif pilihan penggunaan yang diharapkan berhasil (FAO, 1976). Kualitas lahan merupakan sifat-sifat atribut yang komplek dari suatu lahan, sedangkan tipe penggunaan lahan adalah jenis penggunaan lahan yang diuraikan secara lebih detil karena menyangkut pengelolaan, input yang diperlukan dan output yang diharapkan secara spesifik. Persyaratan penggunaan lahan yang meliputi persyaratan tanaman, persyaratan pengelolaan, dan persyaratan konservasi diperlukan masing-masing komoditas mempunyai kisaran batas minimum, optimum, dan maksimum (FAO, 1976). Persyaratan tersebut dijadikan dasar dalam menyusun kriteria kelas kesesuaian lahan yang dikaitkan dengan kualitas dan karakteristik lahan. Adapun parameter yang dinilai dalam evaluasi lahan adalah kualitas lahan yang dicerminkan oleh karakteristik lahan yang nyata berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman (Tabel 1). Sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang banyak dipakai adalah berdasarkan sistem yang dikembangkan oleh FAO (1976) yang dimodifikasi oleh Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (2011). Berdasarkan sistem klasifikasi ini, tingkat kesesuaian lahan ditunjukkan oleh empat kategori yang berupa tingkatan bersifat menurun yaitu: 1. Ordo: menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu. Ordo dibagi menjadi dua yaitu ordo S (sesuai) dan N (tidak sesuai); 2. Kelas: menunjukkan tingkat kesesuaian dari masing-masing ordo. Ada tiga kelas dari ordo tanah yang sesuai yaitu S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai), dan S3 (sesuai marjinal/bersyarat), sedangkan untuk ordo yang tidak sesuai ada dua kelas yaitu N1 (tidak sesuai saat ini) dan N2 (tidak sesuai); 3. Sub Kelas: menunjukkan jenis faktor penghambat pada masing-masing kelas. Pada satu sub kelas dapat mempunyai lebih dari satu faktor penghambat dan jika ini terjadi maka faktor penghambat yang paling dominan dituliskan paling depan; dan 4. Unit: menunjukkan kesesuaian lahan dalam tingkat unit yang merupakan pembagian lebih lanjut dari sub kelas berdasarkan atas besarnya faktor penghambat. Dalam proses evaluasi lahan, kesesuaian lahan aktual (yang merupakan kesesuaian lahan yang diperoleh saat penelitian) dapat diperbaiki menjadi kelas kesesuaian lahan yang lebih tinggi atau disebut dengan kesesuaian lahan potensial (kesesuaian lahan setelah dilakukan perbaikan melalui input yang diperlukan). Namun demikian tidak semua kualitas atau karakteristik lahan dapat diperbaiki dengan teknologi yang ada saat ini atau diperlukan tingkat pengelolaan yang lebih tinggi untuk melakukan perbaikan.
10 Tabel 1. Parameter (kualitas dan karakteristik lahan) dalam evaluasi lahan No A 1 2
Kualitas Lahan Karakteristik Lahan Persyaratan Tumbuh Tanaman/Ekologi Regim radiasi Panjang/lama penyinaran Regim suhu Suhu rata-rata tahunan Suhu rata-rata bulanan Suhu rata-rata max./min. bulanan 3 Kelembaban udara Kelembaban nisbi 4 Ketersediaan air Curah hujan tahunan Curah hujan bulanan Bulan kering (Curah hujan < 60 mm) 5 Media perakaran Drainase Tekstur Kedalaman efektif Gambut (kedalaman, kematangan, kadar abu) 6 Retensi hara KTK pH C-Organik 7 Ketersediaan hara N total P2O5 tersedia 8 Bahaya banjir Periode Frekuensi 9 Kegaraman Daya hantar listrik (DHL) 10 Toksisitas Kejenuhan Al Bahan sulfidik B Persyaratan Pengelolaan 11 Kemudahan pengelolaan Tekstur tanah/bahan kasar Kelas kemudahan pengelolaan Kemiringan lahan Batuan di permukaan Singkapan 12 Potensi mekanisasi batuan C Persyaratan Erosi 13 Bahaya Erosi Tingkat bahaya erosi Indek bahaya erosi Sumber: BBSDLP, (2011)
Erosi dan Prediksi Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya tanah atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan di tempat lain. Pengangkutan atau pemindahan tanah tersebut terjadi oleh media alami yaitu air atau angin (Arsyad 2010). Dua tipe utama erosi meliputi erosi geologis dan erosi akibat aktifitas manusia dan hewan. Erosi geologis berperan pada pembentukan tanah dan distribusi tanah pada permukaan bumi. Proses erosi yang berlangsung lama ini menyebabkan terbentuknya topografi yang ada sekarang, seperti jurang-jurang, saluran sungai dan lembah. Erosi karena aktifitas manusia atau hewan meliputi rusaknya agregat tanah dan percepatan hilangnya partikel bahan organik dan mineral akibat pengolahan tanah dan hilangnya vegetasi alam (Schwab et al. 1981 dalam Arief 2011). Pada dasarnya menurut Arsyad (2010), erosi adalah akibat interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan (vegetasi), tanah dan manusia yang dapat dinyatakan dalam persamaan deskriptif sebagai berikut : E = f (i, r, v, t, m) Dimana : E = erosi, i = iklim, r = topografi, v = vegetasi, t = tanah dan m = manusia. Persamaan ini mengandung dua peubah yaitu (1) faktor-faktor yang dapat diubah oleh manusia seperti tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di atas tanah (v), sebagian sifat-sifat tanah (t) yaitu kesuburan tanah, ketahanan agregat dan kapasitas
11 infiltrasi, dan satu unsur topografi (r) yaitu panjang lereng, dan (2) faktor-faktor yang tidak dapat diubah oleh manusia seperti iklim (i), tipe tanah dan kecuraman lereng. Lebih lanjut menurut Arsyad (2010), pada daerah tropis yang sangat penting untuk mendapatkan perhatian secara serius adalah terjadinya erosi yang disebabkan oleh bantuan air. Perkiraan jumlah erosi yang akan terjadi pada suatu lahan bila pengelolaan tanah tidak mengalami perubahan dilakukan dengan menggunakan rumus Universal Soil Loss Equation (USLE) (Wischmeier and Smith 1978) yaitu : A = R x K x LS x C x P Dengan pengertian bahwa : A = Jumlah erosi dalam ton/ha/tahun, R = faktor erosivitas hujan, K = faktor erodibilitas tanah, LS = faktor panjang dan kemiringan lereng, C = faktor tanaman (penggunaan tanah), P = faktor teknik konservasi tanah. Dari kelima faktor yang menentukan nilai prediksi erosi tersebut, faktorfaktor yang memungkinkan untuk dimodifikasi secara teknologi dan ekonomi adalah faktor C dan P. Beberapa cara untuk memodifikasi nilai CP misalnya penanaman secara terus menerus, rotasi tanaman, pergiliran tanaman, tumpang sari, mulsa dan lain-lain. Nilai CP untuk setiap jenis pola tanam ditentukan oleh hasilhasil penelitian plot erosi, baik di dalam maupun di luar daerah penelitian. Pengaruh pola tanam dan jenis tanaman tidak saja tergantung pada jenis vegetasi, kerapatan, kualitas pertumbuhan, pengelolaan tanaman, tetapi bervariasi termasuk waktu antara bulan dan musim. Oleh karena itu, efektifitas tanaman dalam menurunkan tingkat erosi sangat tergantung pada kelebatannya selama perlindungan yang diberikan oleh tanaman dan sistem pengelolaannya yang paling sedikit (Sinukaban 1989 dalam Ahsoni 2008). Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih ditoleransi (dapat dibiarkan) perlu dilakukan karena tidaklah mungkin menekan laju erosi menjadi nol dari tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah yang berlereng. Akan tetapi suatu kedalaman tanah tertentu harus dipelihara agar terdapat suatu volume tanah yang cukup dan baik bagi tempat berjangkarnya akar tanaman, tempat untuk menyimpan air, serta unsur hara yang diperlukan oleh tanaman sehingga tanaman/tumbuhan dapat tumbuh dengan baik. Laju erosi yang dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/ha/tahun yang terbesar yang masih dapat ditoleransikan (agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari) disebut erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan (Arsyad 2010) Dalam menentukan erosi yang diperbolehkan, perlu ditentukan lebih dulu jangka waktu kelestarian tanah (Soil Resource Life) yang diharapkan. Jangka waktu kelestarian tanah adalah lamanya waktu yang ditentukan dimana erosi hanya mengikis tanah sampai kedalaman yang telah ditetapkan, sehingga kedalaman tanah yang tersisa masih dapat produktif. Makin lama jangka waktu kelestarian yang diharapkan, berarti makin sedikit jumlah erosi yang diperbolehkan setiap tahun (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Mencegah terjadinya erosi di daerah rawan erosi (kemiringan lereng terjal, pinggir sungai) atau ditempat dimana praktek-praktek pertanian dilakukan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, adalah usaha yang paling
12 ekonomis dan efektif untuk dilaksanakan dalam rangka menurunkan laju erosi (Asdak, 2004 dalam Ahsoni 2008) Analisis A’WOT Metode A’WOT adalah gabungan (integrasi) antara AHP (Analytical Hierarchy Process) dengan analisis SWOT (Stengths, Weakness, Opportunities dan Threats) yang dikembangkan untuk perencanaan hutan di Filandia oleh Kangas, Pesonen, Kuartilla dan Kajanus (1996). Penggabungan analisis AHP dengan analisis SWOT ini dikarenakan analisis SWOT terlalu kualitatif. Apabila dikuantifikasikan, tidak jelas berapa bobot antara masing masing komponen SWOT. Demikian juga bobot antar faktor dalam komponen tersebut perlu dibuat prioritasnya sehingga dalam menentukan strategi yang menjadi prioritas akan lebih mudah apabila menggabungkan SWOT dan pembobotannya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden yang berkompeten (Johan, 2011). Baik analisis AHP maupun analisis SWOT lazim digunakan untuk marumuskan kebijakan, oleh karena itu dengan menggabungkan kedua teknik analisis AHP dan SWOT diharapkan dapat saling menyempurnakan dan meminimalkan tingkat subjektivitas dari suatu kebijakan yang dihasilkan (Brahmanto 2013). AHP merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem, dimana pengambilan keputusan berusaha memahami suatu kondisi sistem dan membantu melakukan prediksi dalam pengambilan keputusan. Sebaiknya, sedapat mungkin dihindari adanya penyederhanaan seperti membuat asumsi-asumsi dengan tujuan dapat diperoleh model yang kuantitatif. Dalam AHP, penetapan prioritas kebijakan dilakukan dengan menangkap secara rasional persepsi orang, kemudian mengkonversi faktorfaktor yang intangible (tidak terukur) ke dalam aturan biasa sehingga dapat dibandingkan (Saaty 1993). Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi organisasi/perusahaan. Analisis tersebut didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strenght) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats) (Salusu 1996 dalam Johan 2011 ). Lebih lanjut Rangkuti (2009) menyatakan bahwa matriks SWOT menghasilkan 4 strategi yaitu: 1). Strategi SO (Strategi kekuatan-peluang), menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, 2). Strategi WO (Strategi kelemahan-peluang), menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang yang ada, 3). Strategi ST (Strategi kekuatan-ancaman), menciptakan strategi dengan memanfaatkan kekuatan untuk menghindari atau memperkecil dampak dari ancaman eksternal, dan 4). Strategi WT (strategi kelemahan-ancaman), didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan, serta menghindari ancaman. Penelitian Terdahulu Penelitian yang terkait dengan topik penelitian ini sudah banyak di teliti di berbagai daerah sebelumnya. Akan tetapi dari berbagai macam topik ini memiliki
13 teknis analisis yang berbeda tergantung kepada kondisi wilayah penelitian. Adapun penelitian-penelitian yang terkait dengan topik ini di antaranya adalah Wijanarko (2013) dalam penelitiannya berjudul “analisis sektor unggulan dan kesenjangan pembangunan dalam wilayah pengembangan di Kabupaten Ciamis Jawa Barat” lebih fokus kepada hubungan antara komoditas unggulan dengan perkembangan suatu wilayah. Komoditas unggulan dalam penelitian ini digunakan sebagai indikator untuk melihat perkembangan wilayah penelitian. Peneliti lebih menekankan kepada faktor apa saja yang mempengaruhi kesenjangan wilayah salah satunya dilihat dari komoditas unggulan. Rosdiana (2011) menjelaskan bahwa, hasil penelitiannya terdapat Enam komoditas unggulan pertanian yang diketahui dari tabel komposit. Kemudian dipilih komoditas prioritas berdasarkan hasil wawancara dan program pemerintah, maka diperoleh tiga komoditas unggulan pertanian terpilih yaitu komoditas padi, ayam ras pedaging, dan sapi. Tiga komoditas yang terpilih tersebut selanjutnya dijadikan sebagai arahan kebijakan pengembangan komoditas unggulan pertanian bagi Kabupaten Ciamis. Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2010) melakukan analisis komoditas unggulan dengan metode tipologi klassen. Dimana dalam analisis ini dipadukan dengan analisis AHP yang digunakan untuk melihat komoditas prioritas yang akan dikembangkan, sedangkan parameter yang digunakan dalam untuk menentukan komoditas unggulan adalah estimasi nilai ekonomi dan produksi yang dibandingkan dengan nilai rata-rata daerah acuan. Sari (2008) dalam penelitiannya komoditas unggulan di analisis berdasarkan nilai urutan prioritas, kemudian hasil analisis dari setiap komoditas dikalikan bobot setiap alat analisa yang digunakan. Data yang didapatkan berdasarkan studi literatur, wawancara responden serta analisis preferensi masyarakat. Kemudian Berdasarkan hasil analisis, komoditas padi sawah, jagung dan ubi kayu adalah komoditas yang ditetapkan sebagai komoditas unggulan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Lampung Timur. Penetuan komoditas prioritasnya dilakukan dengan analisis Multi Criteria Evaluation (MCE) Nurleli (2007) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa komoditas unggulan dianalisis berdasarkan nilai LQ dan SSA akan tetapi sebelumnya dilakukan analisis potensi sumberdaya lahan dengan perangkat analisis arc view dan ALES. Setelah itu dianalisis juga kelayakan finansial komoditas unggulannya. Akan tetapi dalam penelitian ini hanya berkonsentrasi pada komoditas tanaman perkebunan. Berbeda dengan penelitian-penelitaian sebelumnya, penelitian kali ini akan merencanakan suatu penggunaan lahan khususnya lahan pertanian dilihat dari berbagai aspek. Tahap pertama dilakukan analisis komoditas unggulan, sehingga dapat diketahui komoditas yang menjadi unggulan, kemudian dilakukan analisis kesesuaian lahan dan bahaya erosi untuk menentukan alokasi lahan yang sesuai untuk komoditas unggulan. Setelah itu dilakukan analisis kelayakan usaha tani dan kelayakan finansial untuk komoditas unggulan dan pada akhirnya akan dilakukan analisis terkait dengan strategi peengembangan komoditas yang terpilih menjadi komoditas prioritas yang akan dikembangkan.
14 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo yang terdiri dari 5 kecamatan yaitu Kecamatan Boliyohuto, Asparaga, Tolangohula Mootilango dan Bilato. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Maret sampai dengan Bulan Juni 2015. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survei langsung ke lapangan baik melalui wawancara maupun pengamatan langsung di lapangan. Data sekunder yang digunakan adalah luas panen dan produksi komoditas pertanian Kabupaten Gorontalo tahun 2013, data curah hujan, peta topografi, peta digital wilayah administrasi kabupaten, peta lereng dan elevasi, peta RTRW kabupaten, peta penggunaan lahan, peta tanah dan satuan lahan, serta peta bentuk lahan. Jenis data yang digunakan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2 . Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini bersumber dari buku, peta, internet, perundang-undangan, penelitian terdahulu, maupun dari beberapa instansi terkait, baik instansi pemerintah di daerah maupun pusat, atau instansi/lembaga independen lainnya. Gambaran mengenai kondisi fisik wilayah, khususnya mengenai penggunaan lahan aktual, diperoleh dari hasil survei/cek di lapangan. Pada data yang terkait dengan aspek spasial, standarisasi mutlak
15 diperlukan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang sesuai standar agar dapat digunakan dalam proses pengolahan lebih lanjut. Tabel 2. Jenis dan Sumber data yang akan digunakan No 1
Skala 1 : 50.000
Bentuk Digital
1 : 100.000 1 : 50.000
Digital Digital
4
Jenis Data Peta RBI Kabupaten Gorontalo Peta Tanah Peta RTRW Kabupaten Gorontalo Peta Penggunaan Lahan
1 : 50.000
Digital
5 7 8 9
Peta Lereng dan Elevasi Peta Satuan Lahan Peta Geologi Data Curah Hujan
1 : 50.000 1 : 100.000 1 : 250.000 -
Digital Digital Digital
10
Data Produksi dan Produktivitas tanaman Data Kabupaten Gorontalo dalam angka
2 3
11
-
Sumber Badan Informasi Geospasial BPPSDL Bogor Dinas PU Kabupaten Gorontalo Dinas Pertanian Kabupaten Gorontalo Peta DEM BPPSDL Bogor Pusat geologi Nasional BMKG Provinsi Gorontalo Dinas Pertanian Kabupaten Gorontalo Badan Pusat Sttistik
Analisis Data Analisis data dilakukan bedasarkan tujuan yang akan dicapai dan unit penelitian yang akan dilakukan. Selengkapnya untuk teknis analisis data, tujuan penelitian dan keluarannya terlihat pada Tabel 3. Penetapan Komoditas Unggulan Untuk mengetahui komoditas unggulan masing-masing di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo dilakukan analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Komoditas-komoditas yang dianalisis merupakan keseluruhan komoditas yang di kembangkan oleh masyarakat setempat menggunakan analisis LQ dan SSA. Dari analisis LQ dan SSA ini akan didapatkan komoditas-komoditas yang dilihat berdasarkan faktor produksi tanaman merupakan komoditas unggulan di Wilayah Boliyohuto. Dimana parameter penentu komoditas dikatakan sebagai unggulan adalah bilamana nilai LQ adalah >1 dan nilai SSAnya positif. Sehingga dari keseluruhan komoditas yang akan dianalisis akan didapatkan hanya ada beberapa komoditas yang akan ditentukan menjadi komoditas unggulan. Location Quotient (LQ) Analsisi LQ digunakan untuk menentukkan komoditas basis suatu wilayah, jika nilai LQ ≥1 maka komoditas tersebut merupakan komoditas basis pada wilayah tersebut. Analsisi LQ secara matematis berdasarkan analisis pembagian lokasi dirumuskan sebagai berikut (Saefulhakim 2004): 𝑋𝑖𝑗⁄ 𝑋𝑖 𝐿𝑄𝑖j = 𝑋. 𝑗⁄ 𝑋. .
16 Dimana: LQij : Location Quotien Xij : adalah nilai indikator luas panen/luas tanam/produksi komoditas ke-j pada wilayah kecamatan ke-i Xi : adalah jumlah seluruh indikator aktifitas luas panen/luas tanam/ produksi komoditas di wilayah kecamatan ke-i Xj : adalah jumlah indikator aktifitas luas panen/ luas tanam/produksi komoditas ke-j diseluruh wilayah, dan X. : adalah penjumlahan nilai indikator seluruh aktifitas luas panen/ luas tanam/produksi komoditas diseluruh wilayah Interpretasi dari hasil analisis pembagian lokasi tersebut adalah sebagai berikut: Jika nilai LQij > 1, maka kondisi tersebut menunjukkan terjadinya konsentrasi aktifitas luas panen/ luas tanam/produksi komoditas ke-j di sub wilayah kecamatan ke-i atau terjadi pemusatan aktifitas ke-j di sub wilayah ke-i. Dapat juga diartikan bahwa wilayah ke-i berpotensi untuk mengekspor produk aktifitas ke-j ke wilayah lain Jika nilai LQij = 1, maka kecamatan ke-i tersebut mempunyai pangsa aktivitas ke-j yang setara dengan pangsa sektor ke-j diseluruh wilayah. Atau dapat diarikan bahwa produk atau pertukaran produk perdagangan hanya terjadi dalam wilayah. Secara relatif wilayah i hanya mampu memenuhi kebutuhan internalnya tanpa bisa mengekspor ke wilayah lain. Jika nilai LQij < 1, maka sub wilayah ke-i mempunyai pangsa relatif kecil dibandingkan dengan pangsa aktifitas ke-j diseluruh wilayah atau pangsa pasar relatif ke-j diwilayah ke-i lebih rendah dari rataan aktifitas ke-j diseluruh wilayah. Shift Share Analysis (SSA) Analisis SSA merupakan salah satu dari sekian banyak teknik analisis untuk memahami pergeseran struktur aktivitas dalam hal ini komoditas pertanian di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan aktivitas wilayah keseluruhan pada dua titik waktu. Analisis ini melihat bagaimana perkembangan suatu komoditas dalam satu wilayah tertentu apakah mengalami peningkatan atau tidak. Adapun persamaan analisis SSA dirumuskan sebagai berikut: 𝑆𝑆𝐴 = (
𝑋. . (𝑡1) 𝑋𝑖(𝑡1) 𝑋. . (𝑡1) 𝑋𝑖𝑗(𝑡1) 𝑋𝑖(𝑡1) − 1) + ( − )+( − ) 𝑋𝑖(𝑡0) 𝑋. . (𝑡0) 𝑋𝑖𝑗(𝑡0) 𝑋𝑖(𝑡0) 𝑋. . (𝑡𝑜)
a Dimana: a b c X.. X.i Xij t1 t0
b
c
: komponen share : komponen proportional shift : komponen differential shift : Nilai total aktivitas luas panen/luas tanam/produksi komoditas wilayah secara agregat : Nilai total aktivitas luas panen/luas tanam/produksi komoditas di unit kecamatan ke-i : Nilai diwilayah ke-i dan aktifitas luas panen/luas tanam/produksi ke-j : titik tahun akhir : titik tahun awal
19
Tabel 3. Matriks Tujuan, Jenis dan Sumber data, Sumber, teknik analisis dan Hasil yang diharapkan No
1
2
Tujuan
Jenis Data
Menentukan 1. Data Produksi Komoditas Pertanian komoditas unggulan per kecamatan Kabupaten Gorontalo Wilayah Boliyohuto Tahun 2013 dan 2014. Kabupaten Gorontalo 1. Peta Satuan Lahan dan Tanah dan tanah (LREPP) tahun 1990 skala 1:250.000 Mengetahui potensi 2. Peta suberdaya tanah tingkat semi sumber daya fisik detail (skala 1 : 50.000 daerah lahan yang ada di paguyaman sulawesi Wilayah Boliyohuto 3. Kriteria kesesuaian lahan komoditas unggulan (BBSDLP, 2011) 4. Peta kawasan hutan provinsi
Sumber
Teknik Analisis
Badan Pusat Statistik Kab. Gorontalo, Dinas Pertanian dan perkebunan Kab. Gorontalo
LQ dan SSA
3
1. Download dari USGS 1. Peta pola ruang Kabupaten Gorontalo 2. Bappeda Kabupaten data citra lansat tahun 2014 Kabupaten Gorontalo Gorontalo 3. Hasil analisis No 1, 2 2. Hasil analisis 1 dan 2 dan 3.
4
Menyusun strategi Pengelolaan lahan yang berkelanjutan di Wilayah Boliyohuto
Analisis para Akademisi)
(Praktisi
dan
Komoditas Unggulan pada masing-masing wilayah kecamatan
1. Potensi Sumberdaya 1. Analisis Kesesuaian Fisik lahan Lahan menurut FAO berdasarkan kelas (1976) Balai Besar Pusat kesesuaian lahan 2. Analisis bahaya Penelitian Sumberdaya dan analisis bahaya erosi (USLE) Lahan, Bogor erosi 3. Analisis Ekonomi 2. Kelayakan usaha untuk komoditas tani pengembangan unggulan komoditas unggulan
Menyusun rencana alokasi lahan untuk komoditas unggulan di Wilayah Boliyohuto
pakar
Hasil yang Diharapkan
Wawancara (Kuesioner) Para pihak (Unsur Praktisi dan Akademisi).
Overlay peta penggunaan lahan, peta kesesuaian lahan dan peta bahaya erosi
Gabunagan AHP dan SWOT (A'WOT)
Arahan alokasi lahan untuk komoditas unggulan pertanian di wilayah Boliyohuto
Prioritas Pengembangan Komoditas unggulan di Wilayah Boliyohuto
17
18
Analisis Potensi Sumberdaya Fisik Lahan Analisis potensi sumberdaya fisik lahan dinilai berdasarkan dua analisis yaitu analisis kesesuaian lahan serta analisis bahaya erosi. Lahan yang dianggap memiliki potensi untuk pengembangan komoditas unggulan yaitu lahan yang memiliki kelas kesesuaian lahan yang sesuai serta tidak mengakibatkan terjadinya erosi jika komoditas unggulan tersebut dikembangkan. Analisis Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan dilakukan melalui evaluasi lahan setelah komoditas unggulan tanaman ditentukan. Evaluasi kesesuaian lahan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kriteria dan metode FAO (1976) yang dimodifikasi oleh Balai Besar Sumberdaya Lahan Nasional (2011). Metode evaluasi dilakukan dengan membandingkan karakteristik lahan/kualitas lahan dengan dengan kriteria kesesuaian lahan komoditas unggulan terpilih. Analisis kesesuaian lahan ini dilakukan sampai pada tingkat sub-kelas, dimana akan didapatkan kelas-kelas kesesuaian lahan sampai pada faktor pembatasnya. Analisis Bahaya Erosi Analisis bahaya erosi dilakukan dengan menggunakan persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikemukakan oleh Wischmeier dan Smith (1978), yaitu : A = R x K x LS x C x P Dimana : A R K LS C P
: jumlah erosi dalam ton/ha/tahun : faktor erosivitas hujan : faktor erodibilitas tanah : faktor panjang dan kemiringan lereng : faktor tanaman (penggunaan tanah) : faktor teknik konservasi tanah
Faktor erosivitas hujan (R). Faktor Erosivitas hujan (R) merupakan jumlah satuan indeks erosi hujan dalam setahun. Nilai R yang merupakan daya rusak hujan dapat dihitung dengan menggunakan rumus Bols (1978), sebagai berikut : R = 6.119 (Rain)1.21 (Days)-0,47 (Max.P)0,53 dimana : R Rain Days Max.P
: indeks erosivitas hujan : curah hujan bulanan rata-rata (mm) : jumlah hari hujan dalam bulan yang dimaksud (hari) : curah hujan maksimum dalam 24 jam dalam bulan yang bersangkutan
Faktor erodibilitas tanah (K). Faktor K dihitung dengan menggunakan rumus Wischmeier dan Smith (1978), yaitu : 100 K = 2,713 M1,14(10-4)(12-a) + 3,25(b-2) + 2,5(c-3)
19
dimana : K : faktor erodibilitas tanah M : (% debu + % pasir halus) x (100-% liat) a : persentase bahan organik b : kelas struktur tanah c : kelas permeabilitas tanah Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS). Nilai panjang lereng dan kemiringan lereng diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan, untuk menentukan fakor panjang dan kemiringan lereng (LS) dihitung dengan menggunakan rumus persamaan Wischmeier dan Smith (1978), sebagai berikut : LS = X(0,0138 + 0,00965S + 0,00138S2) dimana : LS : faktor lereng X : panjang lereng (m) S : kemiringan lereng (%) Fakor pengelolaan tanaman (C) dan teknik konservasi tanah (P) ditentukan dengan mencocokan kondisi penggunaan lahan dan penutupan tanah di lapangan dengan tabel faktor C dan P yang merupakan hasil penelitian Hammer, (1981), dan Abdurachman, et al. (1983) dalam Sinukaban, (1989) seperti yang ditampilkan pada Lampiran 1a sampai 1d. Setelah didapatkan nilai erosi total selanjutnya dilakukukan analisis erosi yang dapat ditoleransi (Etol). Nilai Etol adalah besaran maksimum erosi yang masih dapat ditoleransikan dari sebidang tanah agar tanah tersebut masih dapat berproduksi secara ekonomis dan lestari dengan sistem produksi yang diterapkan (Wischmeier dan Smith, 1978). Penetapan Etol tanah dilakukan dengan menggunakan metode Hammer (1981), yang mengusulkan perhitungan Etol berdasarkan atas kedalaman ekivalen tanah dan jangka waktu kelestarian sumberdaya tanah (resource life) yang diharapkan dengan persamaan: 𝐸𝑑𝑝 =
𝐾𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 𝐸𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑙𝑒𝑠𝑡𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ
Setelah didapatkan nilai erosi total dan erosi yang dapat ditoleransi, maka selanjutnya dilakukan penilaian indeks bahaya erosi (IBE). IBE dilakukan untuk melihat tingkat bahaya yang ditimbulkan dari erosi yang terjadi terhadap kelestarian produktivitas tanah. Perhitungan nilai IBE dilakukan dengan persamaan Wood dan Dent (1983) yaitu dengan rumus : 𝐼𝐵𝐸 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟𝑒𝑟𝑜𝑠𝑖 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐸𝑟𝑜𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑝𝑒𝑟𝑏𝑜𝑙𝑒ℎ𝑘𝑎𝑛
Berdasarkan persamaan tersebut maka dibuat pengharkatan indeks bahaya erosi yang disajikan pada Tabel 4.
20
Tabel 4. Pengharkatan Indeks Bahaya Erosi Indeks Bahaya Erosi ≤ 1,0 1,01 – 4,00 4,01 – 10,00 ≥ 10,00
Kelas Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Analisis Kelayakan Ekonomi Komoditas Unggulan Analisis kelayakan Ekonomi digunanakan untuk mencerminkan kelayakan usaha/ekonomi pengusahaan suatu komoditas. Analisis usaha tani digunakan sebagai parameter kelayakan penggunaan lahan untuk tanaman semusim seperti padi, palawija, dan sayuran. Analisis kelayakan ekonomi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analsisi finansial. Data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan petani terkait dengan usaha tani yang dikerjakan yang meliputi biaya produksi yang dikeluarkan petani yang terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. a.
R/C ratio
R/C ratio suatu usaha tani menunjukkan perbandingan antara nilai produksi (penerimaan) dengan total biaya usahatani (Soekartawi, 2005). Penghasilan petani tergantung dari dua faktor utama yaitu harga jual dan biaya usahatani. Perhitungan pengeluaran dan pendapatan petani didasarkan pada harga sarana, tenaga kerja, dan produksi yang ada di lokasi penelitian. R/C ratio dirumuskan sebagai berikut 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑅𝑒𝑣𝑒𝑛𝑢𝑒 𝑃𝑦 × 𝑌 𝑅⁄ 𝐶 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐶𝑜𝑠𝑡 = 𝐹𝐶 + 𝑉𝐶 Dimana: Py Y FC VC
: Harga per satuan produksi : Total produksi : Biaya tetap : Biaya variabel
Terdapat tiga kemungkinan dari implikasi R/C ratio (Soekartawi, 2005), yaitu: Jika R/C ratio > 1, maka kegiatan usahatani efisien Jika R/C ratio = 1, maka kegiatan usahatani impas Jika R/C ratio < 1, maka kegiatan usahatani tidak efisien b.
Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) menghitung nilai sekarang dari aliran kas yaitu merupakan selisih antara Present Value (PV) manfaat dan Present Value (PV) biaya. Nilai bersih sekarang akan menggambarkan keuntungan dan layak dilaksanakan jika mempunyai nilai positif. Apabila nilai NPV sama dengan nol, maka usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi (marginal), sehingga terserah kepada penilaian pengambilan keputusan apakah dilaksanakan atau tidak. Apabila
21
NPV kurang dari nol, maka usaha tersebut merugi sehingga lebih baik tidak dilaksanakan. Rumus kriteria investasi ini adalah sebagai berikut: 𝑛
𝑁𝑃𝑉 = ∑
𝐵𝑡 − 𝐶𝑡 (1 + 𝑖)𝑡
𝑡=1
Dimana: Bt : Benefit/penerimaan atau manfaat yang diperoleh sehubungan dengan suatu usaha atau proyek pada time series (tahun, bulan dan sebagainya) ke-t (Rp). Ct : Cost/biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan suatu usaha atau proyek pada time series ke-t tidak dilihat apakah biaya tersebut dianggap bersifat modal (pembelian peralatan, tanah, konstruksi dan sebagainya) (Rp). i : Merupakan tingkat suku bunga yang relevan. t : Time/waktu (1,2,3 ... n). c.
Benefit Cost Ratio (BC ratio)
Benefit Cost Ratio adalah perbandingan antara Present Value manfaat positif dengan Present Value biaya negatif. Dengan demikian Benefit Cost Ratio merupakan tingkat besarnya tambahan manfaat setiap penambahan satu satuan rupiah biaya yang digunakan. BC ratio akan menggambarkan keuntungan dan layak dilaksanakan jika mempunyai nilai lebih besar dari satu atau Profit Cost Ratio (PCR)/Benefit Cost Ratio (BCR) lebih besar dari nol. Apabila BC ratio sama dengan satu, maka usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi (marginal), sehingga terserah kepada penilaian pengambilan keputusan. Apabila BC ratio kurang dari nol, maka usaha tersebut merugikan maka tidak layak dilaksanakan (Gittigger 1982 dalam Nurleli 2007), secara sistematis BC ratio dapat dituliskan sebagai berikut: 𝑛 𝑡 𝐵⁄ = ∑𝑡=1 𝐵𝑡 𝑙(1 + 𝑖) 𝐶 ∑𝑛 𝐶𝑡 𝑙(1 + 𝑖)𝑡 𝑡=1
d.
Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah nilai diskonto yang membuat NVP dari kegiatan usaha sama dengan nol. Dengan demikian IRR merupakan tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh kegiatan usaha tersebut untuk sumberdaya yang digunakan. IRR ini kemudian dibandingkan dengan tingkat diskonto yang berlaku. Jika IRR lebih besar daripada tingkat diskonto yang dianggap relevan, maka usaha tersebut layak dilaksanakan. Apabila IRR sama dengan tingkat diskonto yang dianggap relevan, maka terserah kepada penilaian pengambil keputusan dilaksanakan atau tidak. Apabila IRR kurang dari tingkat diskonto yang dianggap relevan, maka usaha tersebut merugikan sehingga tidak layak dilaksanakan. Secara matematis IRR dapat ditulis sebagai berikut: IRR = 𝑖′ + (𝑖 ′′ − 𝑖 ′ )
𝑁𝑃𝑉′ 𝑁𝑃𝑉 ′ − 𝑁𝑃𝑉′′
22
Dimana: i’ i”
: : NPV’ : NPV” :
Tingkat discount rate (DR) pada saat NPV positif. Tingkat discount rate (DR) pada saat NPV negatif. Nilai NVP positif. Nilai NVP negatif
Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Perumusan Strategi pengembangan komoditas unggulan di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo dilakukan dengan menggunakan teknik analisis penggabungan Analytical Hierarchy Process (AHP) dan analisis Strenght, Weaknesses, Opportunities dan Threats (SWOT) yang lazim disebut A’WOT. A’WOT (AHP-SWOT) adalah metode yang dibangun sebagai upaya penggabungan metode AHP dengan SWOT untuk dapat mendukung pengambilan keputusan melalui analisis AHP dengan memperhatikan unsur (analisis SWOT). Proses analisis A’WOT pada prinsipnya sama dengan proses analisis AHP konvensional, mulai dari perumusan dan penguraian masalah menjadi kriteria-kriteria, membangun struktur hirarki, melakukan perbandingan berpasangan antar komponen kriteria dan proses sintesa pendapat untuk memperoleh prioritas alternatif keputusan yang akan diambil. Analisis A’WOT dilakukan dengan dua tahapan di antaranya: 1. Mengidentifikasi faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dengan metode SWOT untuk pengembangan komoditas unggulan. 2. Melakukan AHP terhadap komponen-komponen SWOT yang telah ditetapkan. Pada dasarnya tahap dua ini merupakan pembobotan atau skoring pada komponen-komponen analisis SWOT, sehingga pada akhirnya dapat ditentukan prioritas pengembangan komoditas unggulan berdasarkan skor tertinggi. Arahan pengembangan komoditas unggulan dilakukan untuk masing-masing komoditas unggulan terpilih berdasarkan hasil analisis LQ, SSA, AHP, Evaluasi Kesesuaian Lahan, kelayakan usaha tani, Rencana Pewilayahan Komoditas Unggulan dan sehingga bisa didapatkan suatu strategi yang tepat untuk menerapkan hasilnya. Pembobotan dalam analisis A’WOT ini menggunakan Saaty’s scale tersaji pada Tabel 5 dan hirarki dalam penentuan prioritas pemilihan strategi pengembangan komoditas unggulan di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo dapat dilihat pada Gambar 3. Bahan dan data yang digunakan dalam analisis A’WOT merupakan nilai kepentingan kriteria dan tingkat kepentingan yang didapat dari penilaian berdasarkan pertimbangan kebijakan yang dilakukan secara purposive sampling yang mewakili unsur praktisi/pejabat pemda, Legislatif/DPRD Kabupaten Gorontalo dan Akademisi. Selanjutnya dengan hasil yang diperoleh dari teknik analisis AHP, kemudian dihitung bobot dari masing-masing unsur SWOT. Setelah masing-masing unsur SWOT diketahui nilainya, maka unsur-unsur tersebut dihubungkan keterkaitannya untuk memperoleh beberapa strategi (SO, ST, WO, WT) yang dihubungkan dalam matriks.
23
Tingkat 1 Tujuan Utama
Tingkat 2 Komponen SWOT
Tingkat 3 Kriteria
Tingkat 4 Alternatif Prioritas
PENETUAN PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS X
Kekuatan (Strengths)
S
S
Alternatif Strategi
Kelemahan (Weaknesses)
Peluang (Opportunities)
Ancaman (Threats)
W
O
T
W
Alternatif Strategi
O
Alternatif Strategi
T
Alternatif Strategi
Gambar 3. Diagram Hirarki Analisis A’WOT Pengembangan Komoditas Unggulan Tabel 5. Contoh Nilai Tingkat Kepentingan Unsur-Unsur SWOT Berdasarkan Analisis AHP Unsur Kekuatan (Strengths) S1 S2 ... Sn Kelemahan (Weaknesses) W1 W2 .... Wn Peluang (Opportunities) O1 O2 ... On Ancaman (Thearts) T1 T2 .... Tn
Bobot
Bobot Analisis AHP
Selanjutnya strategi pada matriks hasil analisis SWOT dihasilkan dari penggunaan dan penggabungan unsur-unsur kekuatan untuk mendapatkan peluang (SO), penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (ST), pengurangan kelemahan yang ada dengan memanfaatkan peluang yang ada (WO) dan pengurangan kelemahan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (WT). Matrik strategi analisis SWOT dapat dilihat pada Tabel 6.
24
Tabel 6. Matrik strategi analisis SWOT Ekternal Peluang (Opportunity) .... Internal N Kekuatan (Strenght) (SO) - 1 (SO) - 2 ....... .... (SO) - n n Kelemahan (Weaknesses) (WO) - 1 (WO) - 2 ...... .... (WO) - n n
Ancaman (Threats) .... n (ST) - 1 (ST) - 2 ....... (ST) - n (WT) - 1 (WT) - 2 ...... (WT) - n
Setelah itu penentuan prioritas strategi dilakukan dengan penjumlahan bobot yang berasal dari keterkaitan unsur-unsur SWOT yang terdapat dalam rumusan strategi. Kemudian jumlah bobot tersebut diurutkan/ranking. Urutan/ranking tertinggi merupakan prioritas strategi pengembangan komoditas unggulan di Wilayah Boliyohuto. Format perhitungan uratan/ranking strategi pengembangan komoditas unggulan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Urutan/Ranking Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Jumlah No Unsur SWOT Keterkaitan Ranking Bobot Strategi SO S1, S2, S., Sn , O1, O2, On SO1 S1, S2, Sn, O1, O2, On SO2 S1, S2, S4, Sn, O1, O2, On SO3 Strategi ST S1, S2, Sn, T1, T2,Tn ST1 S1, S2, Sn, T1, T2,Tn ST2 S1, S2, Sn, T1, T2,Tn ST3 Strategi WO W1, W2, Wn, O1, O2, On WO1 W1, W2, Wn, O1, O2, On WO2 W1, W2, Wn, O1, O2, On WO3 Strategi WT W1, W2, Wn, T1, T2, Tn WT1 W1, W2, Wn, T1, T2, Tn WT2 W1, W2, Wn, T1, T2, Tn WT3
25
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Geografis Kabupaten Gorontalo terletak antara 0o 30’ – 0o 54’ Lintang Utara dan 122o 07’ – 123o 44’ Bujur Timur. Pada tahun 2011 Kabupaten ini terbagi menjadi 18 Kecamatan, terdiri dari 205 desa. Kabupaten Gorontalo berbatasan langsung dengan Kabupaten Gorontalo Utara sebelah utara, kemudian sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Tomini, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo serta sebelah barat berbatasan langsung dengan kabupaten Boalemo. Luas wilayah kabupaten Gorontalo secara keseluruhan sekitar 2.207,58 km2. Kabupaten Gorontalo terdiri dari 19 kecamatan dan 191 Desa dan 14 Kelurahan. Wilayah penelitian terletak di wilayah Kabupaten Gorontalo yang terdiri dari 5 kecamatan yaitu Kecamatan Boliyohuto, Tolangohula, Mootilango, Asparaga dan Kecamatan Bilato. Lima kecamatan ini memiliki luas yang berbeda yaitu mulai 60,59 km2 (2,85%) sampai dengan 430,51 km2 (20,25%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Luas Wilayah tiap Kecamatan di Kabupaten Gorontalo No
Kecamatan
Luas Wilayah (Km2)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Batudaa Pantai Biluhu Batudaa Bongomeme Tabongo Dungaliyo Tibawa Pulubala Boliyohuto Mootilango Tolangohula Asparaga Bilato Limboto Limboto Barat Telaga Telaga Biru Tilango Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo
63,13 79,2 32,86 144,16 54,8 46,62 145,34 240,57 60,59 211,49 171,75 430,51 112,34 103,32 79,61 28,16 108,84 5,79 6,41 2 125,47
Persentase Terhadap Luas Kabupaten (%) 2,97 3,73 1,55 6,78 2,58 2,19 6,84 11,32 2,85 9,95 8,08 20,25 5,29 4,86 3,75 1,32 5,12 0,27 0,3 100
Sumber: BPN Provinsi Gorontalo 2014 dalam BPS Kabupaten Gorontalo (2015)
Iklim Di Indonesia hanya dikenal 2 musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Pada bulan Juni sampai dengan September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember sampai dengan Maret arus angin banyak
26
berasal dari Asia dan Samudra Pasifik terjadi musim hujan. Keadaan seperti itu berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan AprilMei dan Oktober – November. Di wilayah penelitian ini memiliki kondisi iklim tropis dengan keadaan temperatur dan curah hujan yang berbeda di tiap bulannya. Berdasarkan badan meteorologi klimatologi dan geofisika stasiun meteorologi Jalaluddin Gorontalo (2014) wilayah penelitian memiliki temperatur pada tahun 2013 yaitu 27,4oC dimana suhu rata-rata bulanan maksimal terjadi pada bulan Oktober yaitu 27,5oC sedangkan suhu minimum terjadi pada bulan Juli yaitu 26,2oC. Sementra itu wilayah penelitian memiliki kelembaban rata-rata bulanan pada tahun 2014 adalah 82,7 persen dimana kelembaban rata-rata maksimum bulanan terjadi pada bulan Mei dan Juli yaitu 86 persen sedangkan kelembaban rata-rata minimum bulanan terjadi pada bulan September yaitu 77 persen. Wilayah penelitian memiliki variasi curah hujan di tiap bulannya pada tahun 2014. Jumlah rata-rata curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan Mei dengan jumlah 308 mm sedangkan jumlah rata-rata curah hujan bulanan terendah terjadi pada bulan september dengan 37 mm. Jika di jumlahkan pada tahun 2014 curah hujan rata-rata tahunan wilayah penelitian adalah 1893 mm/tahun. Tabel 9. Temperatur, Kelembaban dan curah hujan Wilayah Boliyohuto Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Rata-Rata Tahun 2014
Temperatur
Kelembaban
(oC) 27,0 26,8 27,6 27,6 27,3 27,3 26,2 26,5 27,2 27,5 27,4 27,2
(%) 85 84 82 83 86 85 86 82 77 78 81 84
27,4
82,7
Curah Hujan (mm) 148 152 110 153 308 99 247 161 37 202 108 168 1893 157,7
Hari Hujan (HH) 19 19 10 17 26 20 24 20 9 10 18 24 216 18
Sumber : Berdasarkan BMKG Jalaluddin Gorontalo (2014)
Jenis Tanah Jenis tanah merupakan komponen penting dalam pengembangan pertanian. Tanah merupakan media tumbuh tanaman yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman oleh karena itu keragaman jenis tanah merupakan potensi yang ada di Wilayah Boliyohuto ini. Berdasarkan peta landsystem dan peta tanah semi detail Wilayah Paguyaman (1995), di Wilayah Boliyohuto ini terdapat 12 subgroup tanah atau 4 ordo tanah. Jenis tanah yang tersebar di Wilayah Boliyohuto diantaranya, ordo tanah Inceptisols dengan subgroup Fluventic Ustropeps, Fluventic Haplusteps, Typic Eutrudepts, Typic Haplusteps, Typic Tropaqueps, dan Typic Ustropepts dengan luas 68278,01 ha. Kemudian ordo tanah mollisol dengan
27
subgroup Typic Argiustolls dan Haplustolls seluas 6362,79 ha ordo tanah Alfisol dengan subgroup Typic Haplustalfs dan Ultic Haplustalfs dengan luas 11683,57ha serta ordo tanah dengan subgroup Ustic Endoaquerts dengan luas 12.345,77 ha. Ordo dan subgroup tanah ini tersebar di berbagai satuan lahan yang merupakan unit analisis. Selengkapnya sebaran jenis tanah dan satuan lahan Wilayah Boliyohuto dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Sebaran Jenis Tanah Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo Jenis Tanah Luas Persentasi Fluventic Ustropepts 184 0,19 Fluventic Haplustepts 1922 1,95 Typic Argiustolls 3587 3,64 Typic Dystrudepts 2921 2,96 Typic Eutrudepts 2618 2,65 Typic Haplustalfs 11128 11,28 Typic Haplusteps 33078 33,52 Typic Haplustolls 2774 2,81 Typic Tropaquepts 5455 5,53 Typic Ustropepts 22095 22,39 Ultic Haplustalfs 555 0,56 Ustic Endoaquerts 12345 12,51 Jumlah 98670 100,00 Sumber : Puslittanak (1995).
Gambar 4. Peta Jenis Tanah Wilayah Boliyohuto
28
Penggunaan Lahan Penggunaan lahan merupakan salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan juga. Hal ini dikarenakan dengan di identifikasinya penggunaan lahan, maka dapat diketahui potensi lahan yang akan dikembangkan untuk komoditas unggulan pertanian. Peta penggunaan lahan ini di peoleh dari data RTRW tahun 2012 Kabupaten Gorontalo yang di koreksi dengan data citra satelit. Adapun penggunaan lahan yang ada di Kabupaten Boliyohuto dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 5. Tabel 11. Sebaran Luas penggunaan Lahan di Wilayah Boliyohuto Penggunaan Lahan Hutan Lindung Hutan Produksi Dapat Dikonversi Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Kawasan Suaka Alam Pemukiman Perkebunan Sawah Semak Belukar Tegalan Jumlah
Luas (ha) 1289 1062 17321 15287 24519 1391 4802 13145 7412 12438 98670
Sumber : BAPPEDA Kabupaten Gorontalo (2012)
Gambar 5. Peta Penggunaan Lahan Lokasi Penelitian
Persentasi (%) 1,3 1,1 17,6 15,5 24,8 1,4 4,8 13,3 7,5 12,6 100
29
Penggunaan lahan di Wilayah Boliyohuto terdiri dari Hutan lindung, Hutan produksi yang dapat dikonversi, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, kawasan suaka alam (Taman Nasional Hutan Nantu), pemukiman, perkebunan, sawah, semak belukar, dan tegalan. Kawasan yang paling luas adalah kawasan suaka alam atau kawasan taman nasional hutan nantu dengan luas 24.519,12 ha atau 24,85 % dari total luas Wilayah Boliyohuto. Kemudian penggunaan lahan yang paling kecil adalah Hutan yang dapat di konversi yaitu seluas 1.062,39 ha atau 1,08 % dari total luas Wilayah Boliyohuto. Setiap penggunaan lahan ini tersebar di berbagai satuan lahan yang menjadi unit analisis. Dimana salah satu pertimbangannya juga adalah penggunaan lahan. Kependudukan Berdasarkan data BPS Kabupaten Gorontalo tahun (2014), jumlah penduduk di Kabupaten Gorontalo mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013 jumlah penduduk di Kabupaten ini berjumlah 408,678 jiwa dengan persentasi jumlah penduduk laki-laki 205,563 jiwa dan perempuan 203,115 jiwa dengan pertumbuhan penduduk dari tahun 2012 sampai 2013 sebesar 0,73 persen. Kepadatan penduduk Kabupaten Gorontalo pada tahun 2013 adalah 166 jiwa/km2, artinya setiap 1 km2 wilayah Kabupaten Gorontalo dihuni oleh kurang lebih 166 jiwa. Pada tahun 2013 ini jumlah penduduk Kabupaten Gorontalo mengalami sedikit penurunan dibandingkan sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan tahun dari tahun 2011 ke tahun 2012 yang mencapai 0,76 persen sedangkan pada tahun 2012 ke tahun 2013 adalah 0,73 persen. Di samping itu Nilai sex ratio Kabupaten Gorontalo untuk tahun 2013 berdasarkan data hasil proyeksi penduduk adalah sebesar 99,81. Hal ini menunjukkan jumlah penduduk laki laki dan perempuan berimbang. Untuk lebih jelasnya data tentang kependudukan dapat dilihat pada Tabel 12. Wilayah penelitian memiliki jumlah penduduk yang berbeda di setiap kecamatannya. Kecamatan Tolangohula memiliki jumlah penduduk terbanyak dengan 25.011 jiwa sedangkan Kecamatan Bilato merupakan wilayah yang memiliki jumlah penduduk yang kecil yaitu 10.021 jiwa. Dari segi kepadatan penduduk ke dua kecamatan ini juga berada di posisi yang sama yaitu pada posisi kepadatan penduduk tertinggi dan terendah. Ketenagakerjaan Kondisi ketenaga kerjaan berdasarkan data statistik daerah dan daerah dalam angka Kabupaten Gorontalo (2014) yang disajikan pada Tabel 13 menunjukkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kabupaten Gorontalo tahun 2013 sebesar 4,96 persen, yang berarti bahwa sebanyak 4,96 persen dari keseluruhan angkatan kerja di Kabupaten Gorontalo belum memiliki pekerjaan atau belum bekerja. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tahun 2013 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. TPAK ini menunjukkan persentase penduduk Kabupaten Gorontalo yang telah masuk usia kerja dan terlibat aktif secara ekonomi. Pada tahun 2012 TPAK Kabupaten Gorontalo sebesar 60,70 persen, menurun menjadi 59,16 persen pada tahun 2013. Sementara itu dari hasil pengolahan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2013 dalam BPS Kabupaten Gorontalo 2014, dilihat dari komposisi penduduk usia kerja didapatkan bahwa penduduk usia kerja berpendidikan SD dan
30
kurang SD masih mendominasi untuk semua kategori umur. Menilik lebih dalam lagi, didapatkan bahwa sebagian besar dari penduduk usia kerja, yaitu sebesar 53.187 penduduk Kabupaten Gorontalo mempunyai kegiatan utama di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, dan perikanan. Kemudian untuk sektor industri sebesar 21.359 jiwa, pedagang besar, eceran, rumah makan dan hotel sebanyak 22.499 jiwa, sektor jasa kemasyarakatan 19.075 jiwa dan pertambangan, listrik, gas, bangunan, transportasi, dan keuangan sebesar 25.151. Secara keseluruhan sebagian besar penduduk di Kabupaten Gorontalo bermata pencaharian sebagai petani terutama di Wilayah Boliyohuto yang merupakan pusat pengembangan komoditas pertanian. Tabel 12. Perbandingan Luas wilayah dan Jumlah Penduduk Kabupaten Gorontalo Kecamatan Batudaa Pantai Biluhu Batudaa Bongomeme Tabongo Dungaliyo Tibawa Pulubala Boliyohuto Mootilango Tolangohula Asparaga Bilato Limboto Limboto Barat Telaga Telaga Biru Tilango Talaga Jaya Jumlah
Luas (Km2) 50,7 99,0 208,2 30,1 36,3 137,6 247,0 60,6 211,5 171,7 430,4 112,3 86,6 92,3 100,5 57,9 5,1 4,9 2142,9
Penduduk (Jiwa) % 2,29 4,49 9,43 1,36 1,65 6,23 11,19 8,22 8,4 6,76 24,23 3,92 4,18 4,55 2,62 0,23 0,23 100,0
Jumlah 12.943 8.656 14.926 20.379 19.216 18.458 43.522 26.248 17.632 19.860 25.011 14.178 10.021 51.397 26.211 23.155 30.053 14.830 11.982 408678
% 3,17 2,12 3,65 4,99 4,70 4,52 10,65 6,42 4,31 4,86 6,12 3,47 2,45 12,58 6,41 5,67 7,35 3,63 2,93 100,00
Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2) 255,9 87,4 71,7 676,4 528,8 316,4 106,2 291,0 93,9 145,6 32,9 89,2 593,4 283,8 230,5 519,4 2879,6 2406,0 533,8
Sumber: BPS Kabupaten Gorontalo (2014)
Tabel 13. Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas Menurut Jenis Kegiatan Utama di Kabupaten Gorontalo Tahun 2011 – 2013 Jenis Kegiatan utama I. Angkatan Kerja 1. Bekerja 2. Pengangguran Terbuka II. Bukan Angkatan Kerja (Sekolah, Mengurus Rumah Tangga, dan Lainnya) Jumlah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sumber : BPS Kabupaten Gorontalo (2014)
2011 158.768 152.582 6.204
Tahun 2012 153.729 148.705 5.024
2013 148.647 141.271 7.376
90.576
99.549
102.598
408.130 63,68 3,91
407.007 60,70 3,27
399.892 59,16 4,96
31
Tabel 14. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Berdasarkan Lapangan Usaha di Kabupaten Gorontalo, 2012- 2013 Lapangan Usaha Pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan Industri Pengolahan Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan Hotel Jasa Kemasyarakatan Lainnya (Pertambangan, Listrik, Gas, Air, Bangunan, Transportasi, dan Keuangan) Sumber : BPS Kabupaten Gorontalo (2014)
Tahun 2012 2013 58.864 53.187 24.316 21.359 21.198 22.499 17.622 19.075 26.705
25.151
Pertumbuhan Ekonomi Gambaran secara menyeluruh tentang kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah/daerah dapat dilihat melalui neraca ekonominya. Neraca ekonomi merupakan salah satu bentuk dari kegiatan statistik yang diperlukan sebagai dasar penentuan strategi dan kebijakan agar sasaran pembangunan dapat dicapai dengan tepat. Strategi dan kebijakan pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan pada masa-masa yang lalu perlu dimonitor dan dilihat hasil-hasilnya. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat kemajuan dalam pembangunan ekonomi adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Banyak hal yang dapat kita manfaatkan dari tabel pokok PDRB maupun dari tabel-tabel turunannya, seperti angka pertumbuhan ekonomi dan indeks implisit, selain itu dengan PDRB kita dapat melihat potensi dari sektor-sektor ekonomi yang belum tergali secara maksimal. Begitu halnya dengan Kondisi perekonomian Kabupaten Gorontalo dapat digambarkan melalui besarnya nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Gorontalo dari waktu ke waktu. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan (PDRB ADHK) merupakan ukuran pertumbuhan ekonomi yang mampu memberikan gambaran besaran kenaikan kuantitas barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh lapangan usaha setelah menghilangkan faktor harga. Secara umum perekonomian Kabupaten Gorontalo mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Dilihat dari peran 9 sektor ekonomi terhadap PDRB di Kabupaten Gorontalo selama kurun waktu lima tahun terakhir (2009–2013) terlihat bahwa telah terjadi pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten Gorontalo. Sektor pertanian yang awalnya memiliki peran dominan dalam perekonomian, kontribusinya mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Bahkan pada tahun 2013 kontribusi sektor pertanian di Kabupaten Gorontalo hanya sebesar 25,12 persen. Di sisi lain, kontribusi sektor jasa-jasa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Meskipun pada tahun 2013, kontribusi sektor jasa terhadap PDRB hanya mencapai 32,09 persen. Nilai ini sedikit mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Meskipun demikian, kontribusi ini masih lebih besar dibandingkan dengan sektor lainnya. Atau bisa dikatakan, kini sektor jasa menjadi sektor yang mempunyai kontribusi terbesar dalam PDRB Kabupaten Gorontalo tahun 2013. Sektor Listrik, Gas, dan Air adalah sektor yang paling kecil perannya terhadap PDRB. Selama kurun waktu lima tahun terakhir (2009-2013), sektor ini adalah sektor yang memberikan kontribusi sebesar 0,34 persen terhadap PDRB Kabupaten Gorontalo. Sektor Pertambangan dan Penggalian juga merupakan sektor yang memiliki peran kecil terhadap PDRB. Pada tahun 2013, sektor ini memberikan kontribusi sebesar 1,04 persen terhadap PDRB Kabupaten Gorontalo.
32
Sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan memberikan kontribusi sebesar 11,41 persen terhadap PDRB Kabupaten Gorontalo di tahun 2013. Tiga sektor lainnya memberikan kontribusi antara 5,00 sampai 10, 00 persen, yaitu: sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar 5,69 persen, sektor konstruksi memberikan kontribusi sebesar 6,82 persen, sektor perdagangan, hotel, dan restoran memberikan kontribusi sebesar 8,23 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 9,26 persen. Perkembangan PDRB dari tahun 2009-2013 selengkapnya disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Gorontalo (Jutaan Rupiah), 2009 – 2013 Lapangan Usaha 1. 2. 3. 4. 5. 6.
2009 609,539 24,89 119,708 7,029 119,056
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan 144,989 Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 175,995 8. Keuangan, Persewaan, dan 249,58 JS. PRSH. 9. Jasa-Jasa 633,218 PDRB ADHB 2.084.004 Sumber : BPS Kabupaten Gorontalo (2014)
2010 685,416 27,774 134,18 9,154 157,841
Tahun 2011 718,915 29,589 147,28 10,2 170,579
2012* 769,543 32,429 167,595 10,72 199,766
2013** 832,488 34,302 188,417 11,411 226,002
193,586
214,553
239,95
272,785
207,12
228,182
269,565
306,88
282,316
302,981
343,384
378,065
707,134 2.404.521
869,283 2.691.562
972,219 3.005.171
1.063.166 3.313.516
Jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Gorontalo, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gorontalo mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, bahkan pada tahun 2011 menyamai pencapaian pertumbuhan ekonomi Provinsi Gorontalo. Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi Kabupaten gorontalo sebesar 7,62 persen, kemudian meningkat di tahun berikutnya sebesar 7,68 persen, meningkat lagi pada tahun 2013 sebesar 7,69 dan terus meningkat pada tahun 2013 sebesar 7,71. Sehingga jika di total dari tahun 2010 hingga tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gorontalo meningkat 0,91 persen hanya berbeda sedikit dari perkembangan ekonomi provinsi sebesar 1,3 persen. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6. Gambaran Sektor Pertanian Wilayah Penelitian Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penyumbang pada peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Gorontalo tidak terkecuali di Wilayah Boliyohuto. Wilayah ini merupakan wilayah yang memiliki potensi di bidang pertanian yang cukup besar. Hal ini dibuktikan dengan luas lahan sawah yang berada di wilayah ini sebesar 7.095 ha atau setengah dari luas keseluruhan lahan sawah di Kabupaten Gorontalo yaitu sebesar 13.806 ha. Di samping itu komoditas lain yang memberi kontribusi terhadap pendapatan daerah yaitu pada komoditas pangan, seperti jagung, kedelai, kacang hijau, kacang tanah, ubi jalar dan ubi kayu, kemudian untuk komoditas perkebunan adalah tanam kelapa, kopi dan kakao. Lebih jelasnya potensi pertanian di wilayah ini disajikan pada Tabel 16.
33
7,8 7,76
PDRB
7,75 7,68
7,7 7,65
7,71 7,69
7,71
2012
2013
7,63 7,62
7,6 7,55
2010
2011 Kabupaten Gorontalo
Tahun Provinsi Gorontalo
Gambar 6. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Gorontalo dan Provinsi Gorontalo Tabel 16. Potensi Komoditas Pertanian Wilayah Boliyohuto Komoditas Tanaman Pangan Padi Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar Tanaman Perkebunan Kelapa Kopi Kakao Kapuk Tanaman Sayur-Sayuran Kacang Panjang Cabe Rawit Tomat Kangkung Tanaman Buah-Buahan Durian Jeruk besar Jeruk siam Mangga Nangka Nenas Pepaya Pisang
Luas Panen (ha) 14.002 7.746 203 150 1 11 3 Luas tanam (Ha) 2446,55 51,3 655,32 49 Luas Panen (Ha) 21 390 88 1 Luas Panen (Ha) 6.470 4 1.250 11.714 468 222 3.349 16.614
Produksi (Ton/Tahun) 79813 36407 203 196 1 132 30 Produksi (Ton/Tahun) 3432,99 15,36 235,66 11,42 Produksi (Ton/Tahun) 80 4410 1690 5 Produksi (Ton/Tahun) 57,20 0,02 1,60 127,44 4,28 0,09 17,58 14,07
34
HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Komoditas Unggulan Location Questient (LQ) Data yang digunakan dalam menghitung nilai LQ komoditas pertanian adalah rata-rata luas panen masing- masing komoditas pada tahun 2012 dan 2013 dengan jumlah empat komoditas tanaman pangan dan tiga komoditas perkebunan. Unit analisisnya berupa batas administrasi kecamatan dari seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo. Hasil analisis komoditas basis wilayah Boliyohuto dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Nilai LQ Komoditas Pertanian Wilayah Boliyohuto Kecamatan Batudaa Pantai Biluhu Batudaa Bongomeme Tabongo Dungaliyo Tibawa Pulubala Boliyohuto Mootilango Tolangohula Asparaga Bilato Limboto Limboto Barat Telaga Telaga Biru Tilango Talaga Jaya
Padi 0,0 0,0 0,0 0,0 1,5 1,2 0,8 0,3 1,6 1,2 1,6 0,8 0,2 1,4 1,2 1,6 1,0 0,0 1,2
Jagung 2,0 1,9 1,7 2,1 0,4 1,0 1,2 1,3 0,3 0,9 0,4 1,3 2,2 0,5 0,8 0,3 1,1 1,6 0,7
Kacang Tanah 3,1 0,9 0,0 1,4 0,4 1,4 1,7 3,2 0,0 1,8 0,0 0,3 2,8 1,0 0,0 0,0 0,9 0,0 0,0
Ubi Kayu 9,7 3,7 2,1 0,9 1,6 2,9 1,8 0,0 0,3 0,1 0,1 2,1 0,0 0,0 0,0 0,0 1,2 8,2 7,9
Kelapa
Kopi
Kakao
2,0 3,1 3,9 1,9 0,9 0,0 1,3 3,8 0,9 0,4 0,2 0,3 0,0 0,9 0,8 1,0 0,8 4,5 1,2
0,9 0,0 1,4 4,5 0,0 0,0 0,0 1,2 1,3 0,2 0,1 0,0 0,0 2,6 0,4 5,1 1,8 0,0 0,0
6,6 3,3 3,3 0,4 0,7 0,0 0,4 1,1 1,9 1,1 0,6 0,9 0,0 0,7 0,5 5,6 2,2 0,0 0,0
Tabel 17 menunjukkan bahwa dari hasil analisis LQ, di setiap kecamatan memiliki komoditas basis masing-masing. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa di Kecamatan Boliyohuto memiliki komoditas basis yaitu tanaman padi, kopi dan kakao (Nilai LQ >1). Kecamatan Mootilango memiliki komoditas basis padi, jagung dan kacang tanah. Kecamatan Tolangohula komoditas basisnya adalah padi, Kecamatan Asparaga memiliki komoditas basis jagung, ubi kayu dan kakao sedangkan di Kecamatan Bilato komoditas basisnya adalah jagung dan kacang tanah. Shift Share Analysis (SSA) Alat Analisis Shift Share digunakan untuk mengetahui kinerja perekonomian wilayah yang direfleksikan dalam bentuk pertumbuhan wilayah, kecepatan pertumbuhan relatif sektor-sektor wilayah, dan daya saing sektor-sektor wilayah.
35
(Bendavid-Val, 1991:67, Amien 1996:106 dalam Harun dan canon 2006). Data yang digunakan dalam melakukan analisis adalah data luas panen untuk komoditas pangan dan perkebunan. Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat dijelaskan bahwa di Kabupaten Gorontalo semua komoditas dalam pengembanganya mengalami pertumbuhan. Ini dibuktikan dengan nilai komponen analisis regional share (RS) yang mengarah ke nilai positif yaitu (0,1). Komponen RS ini menunjukkan perkembangan dari seluruh komoditas secara keseluruhan dalam satu wilayah. Dari perkembangan semua komoditas kemudian dinilai pertumbuhan untuk tiap komoditas. Hal ini dinilai bedasarkan nilai proportional shift (PS), dimana nilai PS ini menunnjukan pertumbuhan untuk tiap komoditas dengan total perkembangan komoditas secara keseluruhan. Jika hasil dari PS >0 maka komoditas tersebut mengalami pertumbuhan, sebaliknya jika hasil PS <0 maka komoditas tersebut tidak mengalami pertumbuhan. Pada hasil analisis menunjukkan bahwa komoditas yang mengalami pertumbuhan adalah jagung, kacang tanah, ubi kayu, kelapa kopi dan kakao. Setelah analisis untuk komponen RS dan PS, analisis selanjutnya adalah komponen differential shift (DS). Komponen DS merupakan komponen yang menunjukkan tingkat kompetisi (competitiveness) satu sektor terhadap sektor lain dalam suatu wilayah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Widiatmaka (2013) bahwa differential shift merupakan ukuran yang dapat dijadikan sebagai indikator tingkat kompetisi (competitiveness) suatu sektor/aktifitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktifitas tertentu dalam suatu wilayah. Hasil analisis DS menunjukkan bahwa disetiap kecamatan memiliki komoditas yang mempunyai tingkat kompetisi yang tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Di Kecamatan Boliyohuto komoditas yang memiliki tingkat kompetisi paling tinggi adalah jagung dibandingkan dengan komoditas lain dengan nilai (3,9), kemudian untuk kecamatan - kecamatan lain masing masing adalah, Kecamatan Asparaga kacang tanah (0,1), Kecamatan Bilato kacang tanah (4,9), Kecamatan Mootilango kacang tanah (2,9), dan Kecamatan Tolangohula kacang tanah (2,9). Dari keseluruhan analisis yaitu regional share (RS), proportional shift (PS), dan differential shift (DS), jika dijumlahkan maka akan didapatkan satu komponen pertumbuhan secara keseluruhan di setiap kecamatan untuk masing-masing komoditas yaitu komponen Shift Share Analysis (SSA). Komponen ini akan melihat komoditas mana yang mengalami pertumbuhan. Suatu komoditas dikatakan mengalami pertumbuhan jika memiliki nilai SSA >0 (+). Dari hasil analisis SSA menunjukkan bahwa komoditas yang mengalami pertumbuhan dengan nilai SSA >0 (+) adalah padi, jagung, kacang tanah, kopi dan kakao, selengkapnya untuk hasil analisis shift share dapat dilihat pada Tabel 18. Komoditas Unggulan Pertanian Wilayah Boliyohuto Untuk menentuan komoditas unggulan pertanian dapat dilihat dari kombinasi nilai LQ dan SSA. Jika nilai LQ >1 dan nilai SSAnya >0 (+) maka komoditas tersebut dikatakan unggul. Komoditas yang dikatakan unggul tersebut mempunyai pemusatan aktivitas di wilayah tertentu dan mampu menyediakan suplay komoditas ke wilayah yang lain serta komoditas tersebut mengalami pertumbuhan yang signifikan dari waktu ke waktu.
36
Dalam penentuan komoditas unggulan perlu diperhatikan sistem pengusahaan komoditas yang dipakai oleh petani. Komoditas unggulan harusnya dilakukan dengan sistem monokultur dan merupakan sumber ekonomi bagi petani. Selain itu komoditas unggulan yang diusahakan seharusnya memiliki luas tanam yang luas agar hasil yang didapatkan juga mampu memenuhi kebutuhan wilayah itu sendiri. Perlu diperhatikan juga komoditas-komoditas yang menjadi unggulan adalah komoditas budidaya yang ada di setiap kecamatan. Dari hasil analisis komoditas unggulan yang dominan adalah komoditas padi dan jagung. Hal ini merupakan bukti bahwa di Kabupaten Gorontalo khususnya Wilayah Boliyohuto komoditas yang paling banyak dibudidayakan adalah padi dan jagung. Selain padi dan jagung, komoditas lain yang menjadi unggulan adalah komoditas kopi, kakao dan kacang tanah. Selengkapnya hasil analisis komoditas unggulan dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 18. Hasil Analisis SSA Komoditas Pertanian Wilayah Boliyohuto Kecamatan Batudaa Pantai Biluhu Batudaa Bongomeme Tabongo Tibawa Pulubala Boliyohuto Mootilango Tolangohula Asparaga Bilato Limboto Limboto Barat Telaga Telaga Biru Tilango Talaga Jaya
Padi
Jagung
0,0 0,0 -0,6 -0,8 0,1 0,1 0,4 0,2 0,1 0,1 0,2 2,4 0,1 0,1 0,0 0,1 0,0 -0,1
0,4 0,4 0,7 0,1 0,3 0,2 0,9 4,0 -0,1 -0,4 0,0 2,4 1,2 -0,1 1,1 0,3 2,4 2,3
Kacang Tanah 0,1 0,0 0,0 -0,3 0,0 0,6 0,0 0,0 3,2 -0,1 0,5 5,3 0,1 0,0 -0,8 0,6 0,0 -0,8
Ubi Kayu -0,1 -0,2 0,0 0,9 0,0 3,7 -0,8 0,2 0,0 -0,3 0,0 -0,8 -0,8 0,0 -0,8 -0,5 0,0 0,0
Kelapa
Kopi
Kakao
0,3 0,2 0,3 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,3 0,3 0,0 0,2 0,2 0,3 0,3 0,4 0,5
0,7
2,9 -0,2 0,1 0,1 0,0 0,4 0,3 0,2 1,5 0,3 -0,3 0,0 0,3 0,3 0,3 0,3 0,0 0,0
0,7 0,2 0,0 0,0 0,3 0,3 0,4 0,7 0,0 0,0 0,2 0,4 0,3 0,3 0,0 0,0
Tabel 19. Hasil Penentuan Komoditas unggulan Wilayah Boliyohuto Kecamatan Boliyohuto Mootilango Tolangohula Asparaga Bilato
Komoditas Unggulan Padi, Kopi dan Kakao Padi, Kacang Tanah dan Kakao Padi Jagung Jagung dan Kacang Tanah
Potensi Sumberdaya Fisik Lahan Wilayah Boliyohuto Potensi sumberdaya fisik lahan untuk komodias unggulan dilihat dari dua aspek, yaitu aspek kesesuaian lahan serta bahaya erosi. Lahan yang dianggap potensial untuk komoditas unggulan adalah lahan yang memiliki kelas kesesuaian lahan untuk komoditas yang dikembangkan dan tidak akan mengakibatkan terjadinya erosi.
37
Penilaian Kesesuaian Lahan Dari hasil analisis LQ dan SSA di dapatkan beberapa komoditas unggulan pada tiap-tiap kecamatan di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo. Beberapa aspek perlu diperhatikan agar komoditas-komiditas ini ke depan dapat di kembangkan, salah satunya adalah aspek kesesuaian lahan. Menurut Hardjowigeno (2010) kesesuaian lahan adalah potensi lahan yang didasarkan atas kesesuaian untuk penggunaan pertanian secara lebih khusus. Untuk itu perlu adanya penilaian kesesuaian lahan sehingga dapat diketahui seberapa potensinya komoditas-komoditas unggulan tersebut dari aspek lahan. Dengan hasil tersebut, perencanaan komoditas unggulan akan lebih baik karena sesuai dengan daya dukung lahan. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan karakteristik lahan dengan kriteria kesesuaian lahan tanaman unggulan. Karakteristik lahan dihasilkan dari hasil analisis overlay peta tanah dan satuan lahan Provinsi Gorontalo dengan peta peta sumberdaya tanah semi detil Wilayah Paguyaman. Adapun hasil penilaian kesesuaian lahan untuk setiap komoditas unggulan di tiap kecamatan (berdasarkan luas) ditampilkan pada Tabel 20. Tabel 20. Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Unggulan Kelas Kesesuaian S1 S2 S3 N Jumlah
Padi ha 1029,2 23029,8 19143,3 43202,3
% 2,4 53,3 44,3 100,0
Jagung ha % 6747,2 12,5 14052,8 26,0 33273,7 61,5 54073,6 100,0
Kacang tanah ha % 19765,7 61,2 12529,3 38,8 32294,9 100,0
Kopi ha 5516,6 5516,6
% 100,0 100,0
Kakao ha % 20834,0 78,2 5818,9 21,8 26652,9 100,0
Berdasarkan Tabel 19 dapat dijelaskan bahwa kelas kesesuaian lahan tersebut mencakup kelas kesesuaian S1, S2 dan S3. Adapun potensi pengembangan komoditas unggulan untuk masing-masing komoditas adalah untuk padi seluas 24.059 ha (55,7 %), jagung 20.800 ha (38,5 %), kacang tanah 19.765 ha (61,2 %), kopi 5.516 ha (100 %), serta kakao seluas 20834 ha (78,2 %) dari luas potensi komoditas unggulan wilayah. Luas potensi ini belum sepenuhnya merupakan luas yang akan dikembangkan untuk komditas unggulan, namun akan dipertimbangkan dengan faktor potensi lain yang merupakan pembanding untuk melihat potensi pengembangan secara keseluruhan. Secara spasial wilayah kesesuaian lahan untuk setiap komoditas unggulan ditunjukkan pada Gambar 7. Dari Gambar 7 dapat dijelaskan bahwa kelas kesesuian lahan yang dimiliki ini masih merupakan kelas kesesuaaian lahan yang aktual, artinya kelas kesesuaian lahan yang dimiliki masih dalam kondisi saat ini dan belum ada upaya perbaikan. Untuk itu dalam pengembangannya masih perlu adanya perbaikan sehingga dapat lebih produktif lagi. Hasil analisis kelas kesesuaian lahan memiliki berbagai macam faktor pembatas baik itu kelas kesesuaian S2, S3 dan N. Faktor yang membatasi kelas kesesuaian lahan tersebut di antaranya adalah faktor ketersediaan air dalam hal ini curah hujan dan kelembaban (w), ketesediaan unsur hara (n), media perakaran (r) atau tekstur tanah, serta faktor bahaya erosi atau kemiringan lereng (eh). Faktor-faktor pembatas ini harus diperhatikan sebagai dasar dalam pengembangan komoditas unggulan.
38
a) Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Padi
c) Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi
b) Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Jagung
d) Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kakao
e) Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kacang Tanah
Gambar 7. Peta Kesesuaian Lahan Komoditas Unggulan
39
Prediksi Erosi Komoditas Unggulan Penentuan bahaya erosi untuk perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan dilakukan dengan simulasi model prediksi erosi USLE, dimana parameter yang digunakan adalah nilai dari faktor curah hujan (R), faktor erodibilitas (K), faktor panjang dan kecuraman lereng (LS), faktor vegetasi (C) dan faktor tindakan konservasi (P). Dalam analisis ini faktor R, K dan LS dianggap konstan yang dilakukan adalah merubah pola penanaman dan teknik konservasi tanah yaitu dengan melakukan perubahan komponen tanaman (C) dan tindakan konservasi (P) sehingga diperoleh nilai erosi yang lebih kecil atau sama dengan nilai erosi yang masih dapat dibiarkan. Dengan hasil ini maka dapat dipastikan bahwa komoditas unggulan yang ditanam tidak akan menyebabkan erosi yang berdampak pada kerusakan lahan. Berdasarkan hasil analisis USLE secara Aktual dengan melihat kondisi penggunaan lahan saat ini dapat dijelaskan bahwa di Wilayah Boliyohuto dapat di kategorikan menjadi dua wilayah dimana wilayah pertama merupakan wilayah dengan nilai bahaya erosi lebih besar dari nilai dari erosi yang di perbolehkan (berarti wilayah ini berpotensi besar terjadi erosi) sedangkan wilayah yang kedua adalah wilayah dengan nilai erosi lebih kecil atau sama dengan nilai erosi yang dapat ditoleransi (artinya wilayah ini berpotensi kecil terjadinya erosi). Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa wilayah yang berpotensi besar terjadinya erosi seluas 13.479,5 ha (13,6%) dari luas wilayah keseluruhan sedangkan wilayah yang berpotensi kecil terjadi erosi seluas 83.799,4 ha (84,9) % dari luas total Wilayah Boliyohuto. Namun hasil ini masih dalam kondisi aktual untuk tiap penggunaan lahan yang ada. Kemudian selanjutnya dilakukan pada kondisi jika komoditas unggulan diterapkan untuk menjadi komoditas yang di budidayakan. Lebih lengkapnya untuk penilaian erosi aktual dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil analisis ini akan menjadi dasar perencanaan penggunaan lahan dengan komoditas unggulan yang telah dianalisis sebelumnya. Faktor yang dilihat adalah komponen tanaman yang dibudidayakan serta tindakan konservasinya jika berpotensi terjadi erosi. Asumsinya adalah jika komoditas unggulan di setiap kecamatan ditanam bisa mengakibatkan erosi, maka apa tindakan yang dilakukan sebagai upaya tindakan konservasinya. Penilaian bahaya erosi dilakukan untuk semua komoditas unggulan yang telah di analisis yang kemudian menjadi dasar untuk melihat potensi pengembangan komoditas unggulan. Hasil analisis bahaya erosi untuk komoditas unggulan dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Hasil Analisis Bahaya Erosi untuk Komoditas Unggulan Padi
Bahaya Erosi Rendah Sedang
Kopi
Kakao
ha 21768,5
% ha % ha 91,7 1542,7 14,4 7927,2
% 59,7
ha 5019,4
% 91,0
ha 11126,0
% 75,0
1979,2
8,3 6123,1 57,3 1460,1
11,0
247,3
4,5
1433,1
9,7
492,8
3,7
250,0
4,5
286,0
1,9
2830,4 26,5 3407,6
25,6
-
-
1994,5
13,4
5516,6
100,0
14839,5
100,0
Tinggi
-
-
Sangat Tinggi
-
-
Jumlah
Kacang Tanah
Jagung
193,1
1,8
23747,7 100,0 10689,3 100,0 13287,6 100,0
40
Berdasarkan Tabel 21 dapat dijelaskan bahwa potensi terjadinya erosi untuk tiap pengembangan komoditas unggulan digambarkan dalam 4 kelas indeks bahaya erosi, yaitu rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi dengan masing-masing kelas memiliki standar nilai tertentu seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. Hasil analisis yang digunakan untuk pengembangan hanya lahan yang memiliki indeks bahaya erosi rendah, sedang dan tinggi sedangkan untuk kelas yang sangat tinggi dianggap sangat susah di kembangkan karena membutuhkan teknik konservasi yang tinggi pula. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa potensi terjadinya erosi untuk untuk komoditas padi seluas 23.747 ha, kemudian untuk tanaman seluas 7.858,9 ha, untuk kacang tanah seluas 9.880,1 ha, untuk kopi seluas 5.516,7 ha serta untuk tanaman kakao seluas 12.845 ha. Luasan yang ditampilkan ini bukan merupakan luasan final untuk pengembangan komoditas, namun masih merupakan potensi sementara dilihat berdasarkan indeks bahaya erosi. Disamping itu potensi yang ada bukan sepenuhnya sudah aman untuk dikembangakan komoditas unggulan, akan tetapi untuk kondisi bahaya erosi yang sedang dan tinggi masih butuh kombinasi dalam hal upaya konservasi agar pengembangan komoditas unggulan tidak akan mennyebabkan terjadinya erosi. Secara spasial potensi bahaya erosi untuk pengembangan komoditas unggulan dapat dilihat pada Gambar 8. Kelayakan Ekonomi Komoditas Unggulan Analisis kelayakan ekonomi dilakukan untuk semua komoditas unggulan yang ada. Potensi komoditas unggulan yang ada tidak hanya dilihat dari potensi lahannya namun juga dari segi ekonomi, sehingga jika dikembangkan akan mendatangkan keuntungan bagi petani. Kelayakan usaha tani untuk komoditas unggulan dihitung dari jumlah output yang dihasilkan dari budidaya komoditas tersebut. Penggunaan faktor produksi dalam usahatani kacang tanah meliputi sarana produksi berupa bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Tenaga kerja dalam usahatani kacang tanah dibedakan menjadi 2 yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja dari luar keluarga. Tenaga kerja di lapangan adalah pekerja untuk penanaman, penyiangan, pemupukan, penyemprotan, pengangkutan, dan pengeringan dalam satu HKO. Kemudian Pengolahan lahan menggunakan teknologi modern yaitu menggunakan traktor. Pupuk yang digunakan dalam usahatani menggunakan dua jenis pupuk yaitu pupuk kandang dan pupuk buatan. Pupuk buatan yang digunakan adalah Urea dan phonska, sedangkan pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk yang berasal dari kotoran sapi. Berdasarkan analisis kelayakan usaha tani untuk komoditas unggulan tanaman pangan yang meliputi padi, jagung, kacang tanah layak untuk diusahkan, ini dibuktikan dengan nilai R/C rationya (>1) yaitu masing-masing padi sebesar (3,9), jagung (2,4) dan kacang tanah (2,6). Kemudian untuk komoditas perkebunan kopi dan kakao juga layak untuk diusahakan yang ditandai dengan nilai B/C ratio (>1), Nilai Net Present Value (>1) dan nilai IRR sebesar 15,18 persen untuk kopi dan 13,05 persen untuk kakao yang artinya tanaman ini layak untuk dikembangkan di wilayah ini. Selengkapnya untuk analisis kelayakan usaha untuk komoditas unggulan dapat dilihat pada Lampiran 6.
41
a) Indeks Bahaya Erosi Tanaman Padi
b) Indeks Bahaya Erosi Tanaman Jagung
c) Indeks Bahaya Erosi Tanaman Kopi
d) Indeks Bahaya Erosi Tanaman Kakao
e) Indeks Bahaya Erosi Tanaman Kacang Tanah
Gambar 8. Peta Bahaya Erosi untuk Komoditas Unggulan
42
Alokasi Lahan Komoditas Unggulan Rencana alokasi lahan untuk komoditas unggulan dilakukan untuk seluruh kecamatan yang ada di Wilayah Boliyohuto yang terletak di area potensial. Areal potensial untuk pengembangan komoditas unggulan tersebut dilihat berdasarkan peta penggunaan lahan existing yang ada. Areal yang tersedia tersebut di luar dari kawasan lindung (sempadan sungai, hutan lindung dan Hutan suaka alam). Kemudian lahan yang diarahkan adalah juga bukan lahan sawah. Alokasi lahan untuk komoditas unggulan Wilayah Boliyohuto di tentukan berdasarkan pertimbangan hasil analisis komoditas unggulan yang dihitung berdasarkan LQ dan SSA. Selain itu rencana alokasi lahan ditentukan dengan melihat kelas kesesuaian lahan, faktor bahaya erosi, kelayakan ekonomi dan peta rencana tata ruang wilayah Kabupaten Gorontalo. Dengan demikian alokasi lahan untuk komoditas unggulan dipastikan merupakan komoditas unggulan disetiap kecamatan, sesuai dengan daya dukung, tidak mengakibatkan kerusakan lahan, dan dari segi ekonomi memiliki keuntungan. Jika terdapat areal yang memiliki kelas kesesuaian lahan serta nilai erosi yang sama maka akan dilihat berdasarkan kebijakan prioritas pengembangan komoditas daerah, baik ditingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional dengan mempertimbangkan luas eksisting komoditas utama yang ada pada areal tersebut. Disamping itu juga penentuan lokasi pengembangan akan dilihat berdasarkan teknik konservasi yang ada jika nilai indeks bahaya erosinya pada tingkatan sedang dan tinggi. Penentuan alokasi lahan dibuat dalam bentuk matrik arahan yang memuat segala aspek yang menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan alokasi lahan untuk komoditas unggulan. Matriks arahan untuk pengembangan komoditas unggulan dapat dilihat pada Tabel 23. Kemudian dari matrik tersebut didapatkan alokasi lahan untuk komoditas unggulan beserta luasnya (Tabel 22). Tabel 22. Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Kecamatan Boliyohuto Mootilango Tolangohula Asparaga Bilato
Arahan Komoditas Unggulan Kakao Sawah Kakao Kakao+teras bangku konstruksi sedang Sawah Padi Padi+teras Gulud Jagung Jagung+Tumpang sari padi Jagung Teras gulud Jagung+Kacang tanah Jumlah
Luas (ha) 1504,5 4012,1 740,2 1744,5 6838,2 7387,1 642,5 1114,6 3337,8 1817,4 328,4 2178,0 31645,2
Persentase 4,8 12,7 2,3 5,5 21,6 23,3 2,0 3,5 10,5 5,7 1,0 6,9 100,0
Berdasarkan tabel 22 dan 23 dapat dijelaskan bahwa komoditas unggulan yang terpilih berbeda-beda berdasarkan kecamatan yang ada di wilayah ini. Hal ini sudah dilihat berdasarkan dengan parameter yang menjadi dasar pertimbangan pengambilan keputusan. .Hasil analisis menunjukkan bahwa secara keseluruhan potensi wilayah untuk pengembangan komoditas unggulan adalah seluas 31.645 ha yang masing-masing kecamatan memiliki luas pengembangan sebagai berikut : 5.516,6 ha (17,5 %) untuk Kecamatan Boliyohuto, 9.322,9 ha (29,4 %) untuk
43
kecamatan Motilango, 8.029,6 ha (25,3 %) untuk kecamatan Tolangohula, 6269,8 ha (19,7 %) untuk kecamatan Asparaga, serta 2.506,4 ha (7,9 %) untuk kecamatan Bilato. Selain itu arahan pengembangan komoditas unggulan juga disertai dengan upaya konservasi untuk komoditas tertentu yang memiliki indeks bahaya erosi sedang dan tinggi. Upaya konservasi ini tujuannya untuk meminimalisir terjadinya erosi akibat usaha budidaya yang dilakukan. Secara spasial area pengembangan komoditas unggulan ini ditampilkan pada Gambar 9. Secara keseluruhan komoditas unggulan yang dikembangan di wilayah penelitian adalah padi sawah yang arahkan untuk Kecamatan Boliyohuto, Mootilango dan Tolangohula; kemudian jagung untuk Kecamatan Asparaga dan Bilato; kacang tanah untuk Kecamatan Bilato, dan kakao diarahkan untuk Kecamatan Boliyohuto dan Mootilango. Komoditas unggulan diarahkan untuk dikembangkan dalam sistem monokultur untuk lahan-lahan yang potensi erosinya rendah namun beberapa komoditas yang diarahkan harus disertai dengan upaya konservasi seperti tanaman jagung jika dikembangkan di lereng yang agak curam harus disertai dengan pembuatan teras atau dengan tumpang sari dengan tanaman lain (salah satunya adalah tanaman kacang tanah atau dengan tanaman-tanaman yang lain). Arahan ini jika dilihat berdasarkan karateristik tiap kecamatan sudah cocok dan komoditas yang ditanam di wilayah tersebut merupakan komoditas yng dibudidayakan oleh petani. Namun dalam penerapannya perlu pendampingan kepada petani terkait dengan teknik budidaya yang baik serta memperhatikan aspek konservasi agar tidak akan terjadi kerusakan lahan yang diakibatkan oleh pola tanam yang salah.
Gambar 9. Peta Arahan Komoditas Unggulan Wilayah Boliyohuto
20 44
Tabel 23. Matriks Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan wilayah Boliyohuto Kecamatan Boliyohuto Komoditas Unggulan Kesesuaian Lahan
Mootilango
Tolangohula
Asparaga
Bilato
Padi
Kopi
Kakao
Padi
K_tanah
Kakao
Padi
Jagung
Jagung
K_Tanah
S2, S3 dan N
S3 dan N
S3
S2, S3 dan N
S3 dan N
S3 dan N
S2, S3 dan N
S2, S3 dan N
S2, S3 dan N
S3 dan N
Bahaya erosi
Rendah
Rendah Sedang Tinggi
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Rendah Sedang
Rendang Sedang Tinggi Sangat tinggi
Analisis Ekonomi
Layak Untuk Layak Untuk dikembangkan dikembangkan Sawah, semak belukar, perkebunan, Sawah, semak belukar, Sawah, Pemukiman, Tegalan dan Sawah, Pemukiman, tegalan, semak pemukiman, perkebunan, pemukiman, Perkebunan serta di luar kawasan berlukar dan perkebunan serta di luar tegalan serta di tegalan serta di luar kawasan lindung dan sungai kawasan lindung dan sungai luar kawasan lindung dan sungai lindung dan sungai Jagung dengan kombinasi tanaman lain serta dengan Padi dan kakao dengan teras konstruksi Padi Padi pembuatan teras Jagung dan kacang tanah sedang dan tinggi konstruksi sedang untuk indeks bahaya erosi sedang dan tinggi Arahan diakukan di satuan lahan yang memiliki kelas kesesuaian lahan yang sesuai dan memiliki indeks bahaya erosi rendah, sedang dan tinggi sedangkan untuk indeks bahaya erosi sangat tinggi dianggap susah untuk dilakukan konservasi dan membutuhkan biaya yang tinggi, sehingga lahan-lahan yang memiliki bahaya erosi yang sangat tinggi tidak diarahkan untuk pengemabangan komoditas unggulan
RTRW dan Penggunaan Lahan
Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan dan upaya konservasi
Keterangan
Layak untuk dikembangkan
Rendang sedang Tinggi sangat tinggi
Layak untuk dikembangkan
Rendah Sedang Layak Untuk dikembangkan Sawah, semak belukar, perkebunan, pemukiman, tegalan serta di luar kawasan lindung dan sungai
Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Rendah, Sedang Sangat tinggi
Rendah, Sedang Tinggi Sangat tinggi
45
Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan SWOT merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk membuat suatu strategi dalam melaksanakan suatu rencana. Hal ini sejalan dengan pendapat Osuna (2007) yang menyatakan bahwa SWOT adalah teknik yang digunakan secara luas yang tujuannya adalah untuk memberikan informasi tentang variabel internal dan eksternal yang harus diperhitungkan dalam perumusan strategi bagi suatu perencanaan. SWOT merupakan singkatan dari strength, weakness, opportunities and threats mulai digunakan di US University pada akhir tahun 1960-an. Salah satu keterbatasan utama dari pendekatan ini adalah pentingnya setiap faktor dalam pengambilan keputusan tidak bisa diukur secara kuantitatif. Dengan demikian sulit untuk menilai mana faktor lebih mempengaruhi keputusan strategis. (Kurttila et al., 2000; Saaty dan Vargas, 2001; Ananda dan Herath, 2003 dalam Kahraman et al. 2007). Oleh karena itu perlu dikombinasikan dengan AHP untuk mengurangi kelemahan dari analisis SWOT tersebut, karena analisis AHP tersebut dapat memberikan ukuran kuantitatif dari pentingnya setiap faktor pada saat pengambilan keputusan (Kurttila et al., 2000; Saaty dan Vargas, 2001; Ananda dan Herath, 2003 dalam Kahraman et al. 2007). Metode kombinasi AHP dan SWOT itu sendiri dikenal dengan metode Hybrid yang diberi nama AWOT. Ozeman et. al. dalam Permata (2015) mengemukakan bahwa model hybrid A’WOT dilaksanakan dalam tiga tahap utama, yaitu menentukan dan mengelompokkan setiap faktor-faktor SWOT, kemudian mengaplikasikan AHP untuk menentukan bobot setiap kelompok dan mengaplikasikan kembali AHP untuk menentukan prioritas semua faktor dalam semua kelompok SWOT. Perumusan strategis untuk perencanaan komoditas unggulan yang berkelanjutan di Wilayah Boliyohuto dilakukan dengan metodi hybrid A’WOT. Metode ini dapat merumuskan strategi apa yang bisa terapkan dalam pengembangan komoditas unggulan dengan melibatkan para pakar (expert). sehingga dalam pengambilan keputusan untuk pengembagan komoditas unggulan terlepas dari subjektifitas peneliti. Para pakar yang dipilih dalam menentukan strategi pengembangan komoditas unggulan di Wilayah Boliyohuto terdiri dari empat orang praktisi dari Dinas pertanian Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Boalemo dan Kota Gorontalo sedangkan dua orang berasal dari akademisi yaitu dari Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo. Identifikasi Faktor-Faktor Komponen SWOT Penyusunan strategi untuk pengembangan komoditas unggulan di Wilayah Boliyohuto diawali dengan mengidentifikasi faktor-faktor komponen SWOT yang terdiri dari faktor Internal dan Eksternal. Faktor internal tersebut terdiri dari (Kekuatan dan Kelemahan) sedangkan faktor eksternal terdiri dari (Peluang dan Ancaman). Faktor-faktor tersebut diperoleh dari wawancara yang dilakukan kepada para pakar yang nantinya juga akan memberikan penilaian terhadap komponen tersebut dengan cara perbandingan berpasangan (pairwise comparison) menggunakan skala perbandingan Saaty (1980). Identifikasi faktor-faktor SWOT disajikan pada Tabel 24.
46
Tabel 24. Faktor Faktor Komponen SWOT 1. 2. 3. 4. 5.
Faktor Internal Kekuatan Potensi Lahan Pertanian yang cukup besar 1. Kebijakan Revitalisasi Pertaian secara nasional Kebijakan Pengembangan Ekonomi kerakyatan berbasis Pertanian di Provinsi Gorontalo 2. Kebijkan Peningkatan Produktivitas pertanian di kabupaten Gorontalo Hampir 90% penduduk di wilayah ini sebagai petani dan 45 % diantaranya adalah transmigrasi 3.
4.
Kelemahan Belum memadainya dukungan infrastruktur pertanian baik itu sarana prasarana maupun teknologi Kualitas SDM baik itu penguasaan IPTEK dan kapasitas kelembagaan petani yang masih rendah Regulasi di bidang pertanian yang masih kurang Nilai tuar petani dalam bertrasaksi masih rendah akibat minimnya kapasitas kelembagaan petani Kualitas SDM aparat teknis yang masih rendah
Faktor Eksternal Peluang Ancaman 1. Pangsa pasar yang semakin terbuka seiring dengan perkembangan provinsi 1. Alih fungsi lahan pertanian ke non 2. Jumlah penduduk provinsi gorontalo yang pertanian semakin bertambah sehingga kebutuhan akan 2. Adanya serangan HPT produk pertanian juga meningkat 3. Degradasi lahan akibat intensitas landuse 3. Potensi sumberdaya pertanian yang melimpah 4. Produksi komoditas yang sama dari 4. Letak strategis wilayah boliyohuto yang diapit wilayah lain serta Fluktuatif harga yang oleh teluk tomini dan laut sulawesi serta dilalui tergantung mekanisme pasar jalan trans sulawesi 5. Generasi muda yang mau jadi petani 5. Keberadaan bendung paguyaman yang secara (walaupun anak petani sekalipun) kontinue menyuplai air semakin sedikit
Faktor Internal Faktor internal dibagi menjadi faktor kekuatan dan faktor kelemahan. Faktor yang pertama mempengaruhi pengembangan komoditas unggulan di Wilayah Boliyohuto adalah faktor kekuatan yang terdiri dari lima faktor yaitu yang pertama adalah potensi lahan pertanian yang luas. Wilayah yang sebagian besar merupakan wilayah pertanian ini memiliki lahan yang sangat luas yang berpotensi untuk pengembangan komoditas unggulan bahkan dari hasil analisis kesesuaian lahan hanya sedikit lahan yang tidak sesuai untuk komoditas unggulan sehingga dalam pengembangan komoditas unggulan tidak akan mengalami kendala dari segi ketersediaan lahan. Faktor kedua adalah kebijakan revitalisasi pertanian secara nasional. Kebijakan ini membuat faktor ini sangat penting sebab dengan kebijakan ini jelas sangat mendukung pengembangan pertanian di suatu wilayah dalam rangka meningkatkan produksi pertanian daerah dan secara tidak langsung akan berdampak pada ekonomi rakyat. Faktor ketiga adalah Kebijakan Pengembangan Ekonomi kerakyatan berbasis pertanian di Provinsi Gorontalo. Sejalan dengan revitalisasi pertanian secara nasional di Provinsi Gorontalo juga mendukung kebijakan pengembangan ekonomi kerakyatan berbasis pertanian. Hal ini dimplementasikan pada program pemerintah yang ingin memanfaatkan potensi pertanian yang ada di provinsi mengingat besarnya potensi pertanian yang ada di provinsi ini. faktor keempat adalah kebijkan peningkatan produktivitas pertanian di Kabupaten Gorontalo. Sama halnya dengan program nasional dan provinsi, di kabupaten pun kebijakan ini turut menjadi perhatian, sebab di kabupaten ini memiliki potensi pertanian yang sangat besar. Oleh karena itu pengembangan komoditas unggulan itu sendiri sangat didukung pengembangannya di wilayah ini. Faktor kelima adalah hampir persen penduduk di wilayah ini sebagai petani dan 45 persen di antaranya adalah transmigrasi. Kondisi ini sangat mendukung untuk
47
pengembangan komoditas unggulan. sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sehingga dalam implementasi dan pengembangan komoditas unggulan akan sesuai dengan keinginan masyarakat. Dari kekuatan yang dimiliki dalam hal pengembangan komoditas unggulan tidak lepas faktor internal yang lain yaitu faktor kelemahan. Faktor pertama adalah belum memadainya dukungan infrastruktur pertanian baik itu sarana dan prasarana maupun teknologi. Dalam hal ini infrastruktur sangat penting dalam pengembangan komoditas unggulan untuk mendukung segala aspek yang terkait dengan sistem budi daya sampai dengan pasca panen. Kondisi ini masih banyak dialami petani yang ada di Wilayah Boliyohuto. Faktor ke dua adalah kualitas SDM (penguasaan IPTEK dan kapasitas kelembagaan petani) yang masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan sebagian besar para petani masih mengandalkan pengalaman terdahulu tanpa di barengi dengan IPTEK untuk pembuktiannya. Terutama dalam sistem budidaya yang baik yang sesuai dengan daya dukung wilayah. Para petani sebagian besar hanya tahu bagaimana menghasilkan produksi yang maksimal tetapi tidak memperhatikan keberlanjutannya. Faktor ke tiga adalah regulasi di bidang pertanian yang masih kurang. Regulasi dalam hal ini peraturan yang bisa melindungi dan menjamin keberlangsungan usaha petani. Regulasi yang ada sekarang ini dianggap belum bisa menjamin adanya hal-hal tersebut, banyak peraturan yang tidak menyentuh ke petani serta tidak sedikit juga yang belum terlaksana. Faktor keempat adalah nilai tukar petani dalam bertransaksi masih rendah akibat minimnya kapasitas kelembagaan petani. Permasalahan ini sangat mendasar dan yang paling banyak terjadi di semua petani terkait dengan nilai tukar. Kebanyakan petani hanya menunggu di lahannya sehingga harga yang di tawarkan sangat rendah. Belum lagi yang paling parah adalah permainan harga yang dimainkan oleh para tengkulak yang mengambil banyak untung sehingga keuntungan tidak berpihak pada petani melainkan berpihak kepada para tengkulak. Kelemahan ini disebabkan oleh kurangnya informasi harga yang dimiliki oleh petani. Kurangnya organisasi kelembagaan yang baik di antara petani sehingga membuat hal ini terjadi secara terus menerus. Faktor kelima adalah Kualitas SDM aparat teknis yang masih rendah. Faktor yang terakhir ini juga sangat berpengaruh terhadap kelangsungan proses produksi dari para petani, sebab tanpa tenaga pendamping petani sering mengalami kendala dalam proses pengembangan usahanya terutama dalam hal bagaimaa teknik buidaya, pemilihan benih unggul, penanggulangan hama dan penyakit serta penanganan pasca panen. Faktor Eksternal Faktor Eksternal yang mempngaruhi pengembangan komoditas unggulan di Wilayah Boliyohuto di ataranya ada Faktor Peluang dan Ancaman. Dari kelemahan yang ada tidak membuat pesimis untuk pengembangan komoditas unggulan di wilayah ini, sehingga beberapa peluang yang bisa dimanfaatan yang bisa membuat pesimistis menjadi optimis dengan adanya faktor peluang. Faktor pertama dari peluang adalah pangsa pasar yang semakin terbuka seiring dengan perkembangan provinsi. Dengan adanya kebijakan pemerintahan sebelumnya terkait dengan agropolitan jagung, maka Provinsi Gorontalo menjadi dikenal secara nasional bahkan dunia sebagai provinsi jagung. Ini membuat pasar yang semakin terbuka di provinsi untuk jagung dan juga komoditas-komoditas lain. Faktor kedua adalah jumlah penduduk Provinsi Gorontalo yang semakin bertambah sehingga kebutuhan akan produk pertanian juga meningkat. Tidak hanya pasar nasional maupun
48
internasional, pangsa pasar lokal juga makin terbuka seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang membuat kebutuhan akan komoditas pertanian juga meningkat. Faktor ke tiga adalah potensi sumberdaya pertanian yang melimpah. Potensi lahan di wilayah ini sangat besar, dengan luas 71470,30 ha atau 72,4 % dari luas total Wilayah Boliyohuto di luar kawasan suaka alam dan kawasan lindung. Luasan ini merupakan jumlah yang tdak sedikit untuk pengembangan komoditas unggulan. Faktor keempat adalah letak strategis Wilayah Boliyohuto yang diapit oleh Teluk Tomini dan Laut Sulawesi serta dilalui jalan Trans Sulawesi. Peluang ini terkait dengan optimalisasi pemasaran komoditas unggulan. lokasinya yang berada di bagian tengah provinsi, membuat peluang pangsa pasar yang sangat besar baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Faktor kelima adalah keberadaan Bendung Paguyaman yang secara kontinyu menyuplai air. Keberadaan bendungan yang merupakan bendungan terbesar di Provinsi Gorontalo sangat berpeluang menjadi penyuplai air untuk komoditas unggulan di wilayah ini. sehingga isu kekurangan air bisa diatasi dengan keberdaan bendungan ini. Terlebih lagi wilayah ini merupakan salah satu penyuplai komoditas beras di Provinsi Gorontalo. Faktor peluang yang ada tersebut tidak membuat pengembangan pertanian ini akan berjalan dengan baik, sebab ada beberapa faktor yang menjadi ancaman serius untuk pengembangan komoditas unggulan tersebut. Faktor ancaman pertama adalah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Semakin bertambahnya penduduk juga merupakan salah satu ancaman serius terhadap pertanian yaitu terkait dengan alih fungsi lahan ke non pertanian terutama untuk pembanganan permukiman dan infrakstruktur lainnya. Faktor kedua adalah adanya serangan hama penyakit tanaman (HPT). Masalah ini sudah menjadi isu nasional yang akan berdampak pada kegagalan panen. Untuk itu perlu suatu cara khusus untuk menangani hal tersebut. Faktor ketiga adalah degradasi lahan akibat intensitas penggunaan Lahan (land use). Kurangnya pengetahuan petani dalam hal teknik budidaya yang baik membuat satu ancaman yang serius terkait dengan degradasi lahan. Pemanfaatan lahan yang intens tanpa ada tndakan peremajaan tanah dan teknik konservasi akan berdampak pada terjadinya degradasi lahan yang membuat penurunan kualitas lahan itu sendiri. Faktor keempat adalah produksi komoditas yang sama dari wilayah lain serta Fluktuatif harga yang tergantung kepada mekanisme pasar. Persaingan pasar yang ada di antara wilayah-wilayah yang memiliki komoditas yang sama membuat harga komoditas pertanian menjadi di bawah dan kondisi ini akan berdampak pada pendapatan petani. Faktor terakhir adalah generasi muda yang tidak mau jadi petani (walaupun anak petani sekalipun) semakin sedikit. Ancaman yang perlu diperhatikan dalah keberadaan pelaku prosuksi pertanian itu sendiri yaitu petani. Generasi penerus semakin sedikit bahkan seiring bekembangnya zaman ketertarikan generasi muda menjadi petani semakin sedikit. Indonesia yang sekarang ini belum menerapkan teknologi dan sebagian besar masih mengandalakan manusia merasa ini merupakan sebuah ancaman sehingga perlu ada sebuah solusi ke depan. Pembobotan Faktor SWOT dengan Teknik AHP Pembobotan dilakukan dengan menggunakan analisis AHP. Dimana komponen-komponen SWOT di analisis dengan metode (pairwise comparison) atau perbandingan berpasangan Saaty. Pembobotan ini dilakukan di masing-masing komponen berdasarkan pendapat para ahli dan kemudian dirata-ratakan
49
menggunakan metode rata-rata geometri. Adapun hasil Pembobotan setiap faktor baik internal maupun eksternal dan pembobotannya selengkapnya disajikan pada Tabel 25. Faktor Internal yang menjadi kekuatan untuk pengembangan komoditas unggulan menurut para pakar adalah potensi lahan pertanian yang cukup besar merupakan faktor dengan prioritas teratas. Pada kenyataannya memang di wilayah ini mempunyai potensi lahan pertanian yang cukup besar. Kemudian faktor internal kelemahan yang menjadi prioritas teratas adalah kualitas SDM baik itu penguasaan IPTEK maupun kapasitas kelembagaan petani yang masih rendah. Ketersediaan lahan dan perlu adanya penambahan pengetahuan kepada petani sangatlah penting utamanya dalam membentuk suatu kelembagaan diatara petani. Dengan adanya kelembagaan ini diharapkan petani mampu mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan usaha budidayanya baik itu teknik budidaya benar sampai pada memenejemen hasil produksi dari usaha tani mereka sendiri. Tabel 25. Hasil Pembobotan Komponen SWOT Grup SWOT
Kekuatan
Kelemahan
Peluang
Ancaman
Prioritas Grup
0,29
0,23
0,20
0,28
Faktor SWOT 1.Potensi Lahan Pertanian yang cukup besar 2.Kebijakan Revitalisasi Pertaian secara nasion 3.Kebijakan Pengembangan Ekonomi kerakyatan berbasis Pertanian di Provinsi Gorontalo 4. Kebijkan Peningkatan Produktivitas pertanian di kabupaten Gorontalo 5. Hampir 90% penduduk di wilayah ini sebagai petani dan 45 % diantaranya adalah transmigrasi 1. Belum memadainya dukungan infrastruktur pertanian baik itu sarana prasarana maupun teknologi 2.Kualitas SDM baik itu penguasaan IPTEK dan kapasitas kelembagaan petani yang masih rendah 3.Regulasi di bidang pertanian yang masih kurang 4. Nilai tuar petani dalam bertrasaksi masih rendah akibat minimnya kapasitas kelembagaan petani 5. Kualitas SDM aparat teknis yang masih rendah 1.Pangsa pasar yang semakin terbuka seiring dengan perkembangan provinsi 2.Jumlah penduduk provinsi gorontalo yang semakin bertambah sehingga kebutuhan akan produk pertanian juga meningkat 3. Potensi sumberdaya pertanian yang melimpah 4. Letak strategis wilayah Boliyohuto yang diapit oleh teluk tomini dan laut sulawesi serta dilalui jalan trans sulawesi 5. Keberadaan bendung paguyaman yang secara kontinue menyuplai air 1. Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian 2. Adanya serangan HPT 3. Degradasi lahan akibat intensitas landuse 4. Produksi komoditas yang sama dari wilayah lain serta Fluktuatif harga yang tergantung mekanisme pasar 5. Generasi muda yang mau jadi petani (walaupun anak petani sekalipun) semakin sedikit
Faktor Prioritas dalam Grup 0,24 0,19
Faktor Prioritas 0,07 0,06
0,19
0,05
0,22
0,06
0,16
0,05
0,22
0,05
0,27
0,06
0,17
0,04
0,18
0,04
0,16
0,04
0,29
0,06
0,17
0,04
0,24
0,05
0,19
0,04
0,11
0,02
0,30 0,22 0,21
0,08 0,06 0,06
0,15
0,04
0,13
0,04
Faktor Eksternal peluang yang menjadi prioritas utama berdasarkan pendapat para ahli adalah pangsa pasar yang semakin terbuka seiring dengan perkembangan
50
provinsi. Pasar sangat penting terkait dengan meningkatkan pendapatan petani. Dengan terbukanya peluang pemasaran yang besar, maka petani akan banyak memiliki alternatif pemasaran yang mereka inginkan. Tentunya dengan pengetahuan tentang informasi pasar. Selanjutnya Faktor Ekternal ancaman teratas adalah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Hal ini merupakan sebuah ancaman yang serius di setiap wilayah di Indonesia. Penurunan produksi komoditas pertanian salah satunya adalah disebabkan oleh alih fungsi lahan. Penyusunan Strategi Berdasarkan Analisis SWOT Berdasarkan faktor-faktor internal dan eksternal menurut para ahli yang mempengaruhi komoditas unggulan, maka disusun strategi yang merupakan kombinasi dari kedua faktor tersebut. Strategi ini didapatkan dari penggabungan antara faktor kekuatan yang mendapatkan peluang (SO), penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman (ST), pengurangan kelemahan yang ada dengan memanfaatkan peluang (WO), seta pengurangan kelemahan untuk menghadapi ancaman yang akan datang (WT). Kombinasi faktor internal dan eksternal yang telah dilakukan didapatkan sembilan strategi menurut para pakar. Sembilan strategi tersebut adalah: - Mengoptimalkan Potensi lahan yang ada dengan mengadakan program pengembangan pertanian yang modern dan berdaya saing tinggi - Membuat Kebijakan yang mendukung petani untuk lebih meningkatkan daya saning produk pertanian agar memiliki nilai yang tinggi - Merencanakan suatu sistem pertanian yang memiliki daya saing tinggi untuk meminimalisir terjadinya konversi lahan akibat hasil pertanian yang rendah. - Mengupayakan program pendampingan pada para petani terkait dengan proses produksi mulai dari teknik budidaya yang baik, teknik konservasi sampai dengan penanganan pasca panen - Mengupayakan program -program peningkatan pegetahuan untuk petani dan tenaga teknis lapangan yang mendampingi petani - Membuat suatu sistem atau kebijakan terkait dengan informasi pemasaran - Memeberikan dukungan penuh terkait infrakstruktur pertanian yang menjadi faktor utama penunjang usaha petani - Membagun kelembagaan petani sehingga nilai tukar petani dalam bertransaksi akan meningkat - Meningkatkan nilai tambah produk pertanian yang dihasilkan sehingga memiliki nilai harga yang tinggi di tingkat konsumen Rumusan strategi untuk pengembangan komoditas unggulan di Wilayah Boliyohuto berdasarkan kombinasi faktor SWOT, selengkapnya disajikan pada Tabel 26. Strategi yang dihasilkan tersebut kemudian di lakukan dibuat urutan prioritas yang akan di utamakan dlam pengembangan komoditas unggulan. urutan atau rangking tersebut dilakukan dengan menjumlahkan bobot antara kombonasi faktor SWOT yang menghasilkan satu strategi. Selengkapnya untuk urutan rangking strategi dapat dilihat pada Tabel 27.
51
Tabel 26. Matriks Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Opportunities O1 O2 O3 O4 O5
Strengths S1 S2 S3 S4 S5
SO1 (S1,O1, O3,O5) Mengoptimalisasikan Potensi lahan yang ada dengan mengadakan program pengembangan pertanian yang sesuai dengan daya dukung lahan SO2 (S2,S3,S4,S5,O2,O3) Membuat Kebijakan yang mendukung petani untuk lebih meningkatkan daya saing produk pertanian agar memiliki nilai yang tinggi
Weaknesses W1 W2 W3 W4 W5
WO1 (W2,W3,W5,O1,O3) Mengupayakan program -program peningkatan pegetahuan untuk petani dan tenaga teknis lapangan yang mendapingi petani WO2 (W4,O1,O4) Membuat suatu sistem atau kebijakan terkait dengan informasi pemasaran WO3 (W1,O5) Memeberikan dukungan penuh terkait infrakstruktur pertanian yang menjadi faktor utama penunjang usaha petani
Theats T1 T2 T3 T4 T5 ST1 (S2,S3,S4,T1,T3) Merencanakan suatu sistem pertanian terintegrasi untuk meminimalisir terjadinya konversi lahan akibat hasil pertanian yang rendah. ST2 (S2,S3,S4,S5,T2,T3) Mengupayakan program pendampingan pada para petani terkait dengan proses produksi mulai dari teknik budidaya yang baik, teknik konservasi sampai dengan penanganan pasca panen WT1 (W2,W3,W4,T2,T4) membagun kelembagaan petani sehingga usaha petani lebih terorganisir dan terkontrol sehingga memiliki posisi tawar yang lebih tinggi WT2 (W1,W5,T4) Meningkatkan nilai tambah produk pertanian yang dihasilkan sehingga memiliki nilai harga yang tinggi di tingkat konsumen
Tabel 27. Urutan Rangking Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo No Unsur Strategi Strategi (SO) SO1 SO2 Strategi (ST) ST1 ST2 Strategi (WO) WO1 WO2 WO3 Strategi (WT) WT1 WT2 Keterangan :
Keterkaitan
Jumlah Bobot
Rangking
(S1,O1, O3,O5) (S2,S3,S4,S5,O2,O3)
0,20 0,30
6 2
(S2,S3,S4,T1,T3) (S2,S3,S4,S5,T2,T3)
0,31 0,34
3 1
(W2,W3,W5,O1,O3) (W4,O1,O4) (W1,O5)
0,26 0,14 0,07
4 7 9
(W2,W3,W4,T2,T4) (W1,W5,T4)
0,25 0,13
5 8
Strategi (SO) merupakan Kombinasi antara faktor Strenghts dan faktor Opportunities, Strategi (ST) Kombinasi antara faktor Strenghts dan faktor Threats, Strategi WO Kombinasi antara faktor weaknesses dan faktor Opportunities dan Strategi (WT) merupakan kombinasi antara faktor weaknesses dan Threats.
52
Berdasarkan Tabel 27 dapat dijelakan bahwa strategi yang menjadi prioritas utama berdasarkan perbandingan faktor faktor SWOT adalah ST2 (Mengupayakan program pendampingan pada para petani terkait dengan proses produksi mulai dari teknik budidaya yang baik, teknik konservasi sampai dengan penanganan pasca panen) startegi ini merupakan kombinasi dari faktor S2,S3,S4,S5,T2, dan T3. Strategi ini penting sebab pengetahuan tentang teknik budidaya yang baik hingga penanganan pasca panen sangat penting untuk memperbaiki hasil yang lebih berkualitas dan bernilai tinggi. Dengan adanya program pendampingan ini petani akan lebih terorganisir dalam mengatur segala macam proses produksi sehingga dapat dipastikan bisa berjalan dengan baik. Prioritas ke-2 sampai ke 5 adalah strategi SO2 yang merupakan kombinasi dari faktor S2,S3,S4,S5,O2,O3 (yaitu membuat kebijakan yang mendukung petani untuk lebih meningkatkan daya saing produk pertanian agar memiliki nilai yang tinggi), strategi ST1 yang merupakan kombinasi dari faktor S2,S3,S4,T1,T3 (yaitu merencanakan suatu sistem pertanian terintegrasi untuk meminimalisir terjadinya konversi lahan akibat hasil pertanian yang rendah), strategi WO1 yang merupakan kombinasi dari faktor W2,W3,W5,O1,O3 (Mengupayakan program - program peningkatan pegetahuan untuk petani dan tenaga teknis lapangan yang mendapingi petani), serta strategi WT1 yang merupakan kombinasi dari faktor W2,W3,W4,T2,T4 (membagun kelembagaan petani sehingga usaha petani lebih terorganisir dan terkontrol sehingga memiliki posisi tawar yang lebih tinggi). Keempat strategi ini mempunyai hubugan erat yaitu terkait dengan suatu program peningkatan hasil pertanian yang memanfaatkan potensi-potensi yang ada di Wilayah Boliyohuto yakni dengan memperhatikan kualitas komoditas yang diterapkan agar lebih bernilai tinggi dan pendapatan petani akan meningkat. Dengan demikian akan semakin banyak petani yang bisa memanfaatkan lahannya untuk mengembangakan komoditas unggulan tanpa harus mengkonversi lahan ke penggunaan lain dengan alasan tidak produktif. Tentunya semua itu harus didukung dengan peningkatan kualitas SDM, baik itu petani maupun tenaga teknis lapangan, agar pengembangan komoditas bisa dikembangkan dengan baik dan benar sehingga menghasilkan produk pertanian yang bernilai tinggi. Selain itu pembangunan kelembagaan petani sangat penting untuk mengorganisir usaha pertanian para petani agar petani bisa merencanakan secara matang-matang bagaimana proses produksi yang akan mereka lakukan mulai dari pemilihat bibit unggul, pengadaan pupuk dan yang paling penting melihat peluang pasar yang menguntungkan mereka. Prioritas keenam adalah strategi SO1 yang merupakan kombinasi dari faktor S1,O1, O3,O5 (yaitu mengoptimalisasikan potensi lahan yang ada dengan mengadakan program pengembangan pertanian yang sesuai dengan daya dukung lahan). Pengembangan pertanian yang sesuai dengan daya dukung wilayah sangatlah penting untuk bisa memberikan hasil yang maksimal dan pengembangannya akan lebih produktif. Kemudian prioritas ketujuh dan kedelapan adalah strategi WO2 yang merupakan kombinasi dari faktor W4,O1,O4 (yaitu membuat suatu sistem atau kebijakan terkait dengan informasi pemasaran) dan strategi WT2 yang merupakan kombinasi dari faktor W1,W5,T4 (meningkatkan nilai tambah produk pertanian yang dihasilkan agar memiliki nilai harga yang tinggi di tingkat konsumen). Kedua strategi ini memiliki hubungan, yaitu terkait informasi pasar yang seharusnya terbuka untuk petani agar harga komoditas tidak dimainkan oleh oknum tertentu. Selain itu penambahan nilai tambah untuk tiap produk
53
pertanian sangat penting untuk lebih menambah nilai jual produk di pasaran. Adapun prioritas terakhir adalah strategi WO3 yang merupakan kombinasi dari faktor W1 dan O5 (memberikan dukungan penuh terkait infrakstruktur pertanian yang menjadi faktor utama penunjang usaha petani). Pengembangan komoditas unggulan secara keseluruhan akan berjalan dengan baik dan mendapatkan hasil yang maksimal tentunya harus didukung oleh infrastruktur yang baik dan memadai sesuai dengan kebutuhan petani.
54
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1.
2.
3.
4.
Berdasarkan analisis LQ dan SSA di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo, Komoditas yang menjadi unggulan di wilayah ini adalah padi, jagung, kacang tanah, kopi, dan kakao Potensi sumberdaya fisik lahan yang ada di Boliyohuto berdasarkan kelas kesesuaian lahan adalah kelas kesesuaian sangat sesuai (S1) sampai dengan sesuai marginal (S3), kemudian berdasarkan analisis bahaya erosi lahan terdiri dari tiga kategori yaitu kategori erosi rendah, sedang dan tinggi. Dengan demikian secara keseluruhan potensi lahan untuk pengembangan komoditas unggulan di wilayah ini mempunyai luas total 31.645 ha Arahan alokasi lahan untuk komoditas unggulan pertanian berdasarkan penilaian kesesuaian lahan, prediksi erosi, analisis ekonomi serta rencana tata ruang wilayah masing – masing untuk tiap kecamatan meliputi Kecamatan Boliyohuto seluas 5.516,6 ha (17,5 %), kemudian Kecamatan Mootilango seluas 9.322,9 ha (29,4 %), Kecamatan Tolangohula seluas 8029,6 ha (25,3 %), Kecamatan Asparaga seluas 6.269,8 (19,7 %) dan Kecamatan Bilato seluas 2.506,4 (7,9 %). Dalam penerapannya, strategi yang dapat di lakukan untuk mengembangkan komoditas unggulan di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo bedasarkan urutan prioritas adalah : - Mengupayakan program pendampingan pada para petani terkait dengan proses produksi mulai dari teknik budidaya yang baik, teknik konservasi sampai dengan penanganan pasca panen - Membuat kebijakan yang mendukung petani untuk lebih meningkatkan daya saing produk pertanian agar memiliki nilai yang lebih tinggi - Merencanakan suatu sistem pertanian terintegrasi untuk meminimalisir terjadinya konversi lahan akibat hasil pertanian yang rendah Saran
1. 2.
3.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disaranan beberapa hal yaitu : Hasil Analisis komoditas unggulan kiranya dapat menjadi dasar dalam hal pengembangan komoditas unggulan khususnya di Wilayah Boliyohuto Kesesuaian lahan dan teknik konservasi perlu diperhatikan agar pengembangan komoditas unggulan tidak akan menyebabkan terjadinya degradasi lahan akibat dari penggunaan lahan yang tidak sesuai peruntuannya. Hasil penelitian ini kiranya menjadi pertimbangan untuk merevisi pola ruang RTRW Kabupaten Gorontalo.
55
DAFTAR PUSTAKA Ahsoni M A. 2008. Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan di Sub Das Cisadane Hulu. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Arief l. 2011. Perencanaan Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani Berbasis Kopi untuk Sistem Pertanian Berkelanjutan di DAS Ketahun Hulu Provinsi Bengkulu. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air Jilid Kedua (Cetakan Kedua). Bogor (ID): IPB Pres Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi. 2001. Manajemen Teknologi Untuk Pengembangan Wilayah. Jakarta (ID): University of Indonesia Press Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 2011. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Ed ke-2. Bogor (ID): Kementrian Pertanian. [BPS Kabupaten Gorontalo] Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo. 2013. Kabupaten Gorontalo dalam Angka Gorontalo. (ID): BPS Kabupaten Gorontalo [BPS Kabupaten Gorontalo] Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo. 2014. Kabupaten Gorontalo dalam Angka. Gorontalo (ID): BPS Kabupaten Gorontalo [BPS Kabupaten Gorontalo] Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo. 2015. Kabupaten Gorontalo dalam Angka. Gorontalo (ID): BPS Kabupaten Gorontalo Brahmanto O. 2013. Arahan dan Strategi Pengembangan Kawasan Perdesaan dengan Pendekatan Agropolitan Di Kabupaten Blitar. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Christina DR. 2009. Identifikasi lahan potensial untuk mendukung usulan perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan (studi kasus di provinsi jawa barat). [Tesis]. (ID): Bogor Program Pasca Sarjana IPB. Djaenudin D, Sulaeman Y, Abdurachman A. 2002. Pendekatan Pewilayahan Komoditas Pertanian Menurut Pedo-Agroklimat di Kawasan Timur Indonesia. J. Litbang Pertanian 21(1):1-10. [FAO]. Food and Agriculture Organization. 1976. A Framework for Land Evaluation. Rome (IT); Soil Bulletin Hlm 32. Gunandi. 2011. Dinamika Penggunaan Lahan dan Alokasi Pemanfaatan Ruang Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Hardjowigeno, S. Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan. Bogor (ID): Gadjah Mada University Press Hammer, W.I. 1981. Second Soil Conservation Consultant Report. Agol/Ins/78/606 note. No.10. Center for Soil Research. Bogor.(ID) Harun, U. R, Canon S. 2006. Analisis LQ shift LQshare untuk Mengukur Dampak Perluasan Kota terhadap Kinerja Ekonomi Regional. J. Perencanaan Wilayah dan kota 17 (21) : 21-40 Hendrayana R. 2003. Aplikasi Metode Location Quotient dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. J. Informatika Pertanian 12: 1-21 Irawan, B. 2006. Konversi lahan sawah : Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan Faktor Determinan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. J. Forum Penelitian Agro Ekonomi. (ID) 23 (1): 1 – 18.
56
Johan Y. 2011. Pengembangan Wisata Bahari dalam Pengelolaan Sumberdaya Pulau - Pulau Kecil Berbasis Ekologi: Studi Kasus Pulau Sebesi Provinsi Lampung.[Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor Kahraman C. Demirel, N. C., Demirel T. 2007. Prioritization of e-Government Strategies Using a SWOT-AHP Analysis: the case of Turkey. European Journal of Information Systems. 16: 284–298 Mahbubah, A. 2008. Strategi Pengembangan Wilayah dalam Kaitannya dengan Disparitas Pembangunan antar Wilayah Di Kabupaten Purwakarta. [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor Nurleli. 2007. Pengembangan Komoditas Unggulan Perkebunan di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung. [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor Osuna, E. E. 2007. Combining Swot And Ahp Techniques For Strategic Planning. ISAHP.(CL) Permata D. 2015. Analisis Komoditas Unggulan dan Potensi Wilayah untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Kabupaten Padang Pariaman. [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor [Puslittanak] Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1995. Peta Semi Detil Daerah Paguyaman Provinsi Sulawesi Utara. Bogor (ID): Puslittanak . skala 1:50 000. [Puslittanak] Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 2002. Pewilayahan Komoditas Unggulan Propinsi Lampung di dalam Atlas Arahan Pewilayahan Komoditas Pertanian Unggulan Nasional. Edisi 1. Bogor (ID): Puslittanak. hlm 6-7. Berwarna, skala 1:1 000 000. Riyadi, Bratakusumah D. S. 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta (ID) : PT Gramedia Pustaka Utama Rosdiana, D. 2011. Analisis Komoditas Unggulan Pertanian dan Strategi Pengembangannya di Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. [Thesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor Rosnila. Sitorus, S.R.P, Rustiadi, E. 2005. Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya terhadap Keberadaan Situ (Studi Kasus Kota Depok). J. Forum Pasca Sarjana 28(1):11-23 Rustiadi E. Saefulhakim S. Panuju D. R. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta (ID): Cresspent, Yayasan Obor Indonesia. Rangkuti F. 2009. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Saaty TL. 1980. How to Make Decesion : The Analytical Hierarchy Procces. Eorpean Journal of Operational Recearch. 48 : 9-26 Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin: Proses Hierarki Analitik untuk Pengembilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Seri Manajemen No. 134 (Terjemahan). PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Saefulhakim S. 2004. Modul Permodelan Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan. Bogor (ID): Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB. Sakti M A. Sunarminto B H. Maas A. Indradewa D., Kertonegoro B D. 2013. Kajian Pemetaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di Kabupaten Purworejo. (ID). J. ilmu tanah dan Agroklimatologi. 10 (1) : 55 Santoso E. 2011. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Potensi Terjadinya Lahan Kritis di Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta. [Thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
57
Sari, D. R. 2008. Pemodelan Multi-Kriteria untuk Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan di Kabupaten Lampung Timur. [Thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Setiawan, I. 2010. Arahan Pengembangan Sektor Pertanian Kabupaten Sumbawa Berbasis Komoditas Unggulan Daerah. [Thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Sitorus, S.R.P. 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bandung (ID). Tarsito press Sinukaban, N. 1989. Konservasi Tanah dan Air di Daerah Transmigrasi. PT. Indeco Utama International Develovment Consultants Berasosiasi dengan BCEOM. Sukirno, S. 1982. Beberapa Aspek Dalam Persoalan Pembangunan Daerah. Jakarta (ID): LP FE Universitas Indonesia. Soekartawi. 2005. Prinsip Agribisnis : Teori dan aplikasinya. Jakarta (ID): Penerbit PT Raja Grafinda Persada Suyana, J. 2012. Pengembangan Usahatani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis Tembakau di Sub-DAS Progo Hulu (Kabupaten Temanggung Propinsi Jawa Tengah). [Disertasi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor Widjajanto, D. 2006. Model Penggunaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian Berkelanjutan (Studi Kasus Daerah Aliran Sungai Gumbasa, Donggala). [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wijanarko, P. 2013. Analisis Sektor Unggulan dan Kesenjangan Pembangunan dalam Wilayah Pengembangan Di Kabupaten Ciamis Jawa Barat. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Wischmeier, W.H., Smith D.D.. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses-A Guide to Conservation Planning. US. Agriculture Hand Book 537. Wood, S.R., Dent, F.J.. 1983. LECS. A Land Evaluation Computer System Methodology and User Manual. Bogor (ID): Centre For Soil Research. Yudithia. 2008. Alternatif Pendekatan dan Strategi Pembangunan Perekonomian Kabupaten Karimun. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Yulianti, M. 2011. Penentuan Prioritas Komoditas Unggulan Buah-Buahan di Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara: Aplikasi Analisis LQ dan Daya TarikDaya Saing. J. Agribisnis Perdesaan. 1 (03): 206
58
LAMPIRAN
59
Lampiran 1. Nalai Faktor pada Analisis Predisi Erosi USLE Lampiran 1a. Nilai Faktor K beberapa Tanah di Indonesia No
Jenis tanah
1 2 3
Latosol Dramaga (Haplortox) Latosol Citayam Regosol Tanjungharjo Grumusol Jegu, Belitar (Chromoderts) Podsolik Jonggol (Tropodults) Mediteran Citayam (Tropohumults) Meditera Putat (Tropudalfs) Mediteran Punung (Tropudalfs) Podsolik Merah Kuning Pekalongan, Lampung Tengah (Tropudults)
4 5 6 7 8 9
Tufa Volkan Tufa Volkan Batu Liat berkapur
Nilai K Kisaran Rata-rata 0,02-0,04 0,03 0,08-0,09 0,09 0,11-0,16 0,14
Napal
0,24-0,30
0,27
Batu Liat
0,12-0,19
0,16
Tufa volkan
0,09-0,11
0,10
Breksi berkapur
0,16-0,29
0,23
Breksi berkapur
0,18-0,25
0,22
Bahan Induk
Dasitik
Lampiran 1b. Faktor Kelas Lereng (LS) Kemiringan Lereng (LS) 0–8 8 – 15 15 – 25 25 - 45 >45 Lampiran 1c. Nilai Faktor C (pengelolaan Tanaman) Nama Penggunaan Tanah terbuka/tanpa tanaman Sawah Tegalan tidak dispesefikasi Ubi kayu Jagung Kedelai Kentang Kacang tanah Padi Tebu Pisang Akar wangi (sereh wangi) Rumpur bede (Tahun Pertama) Rumpur bede (Tahun kedua) Kopi dengan penutup tanah buruk Talas Kebun campuran : - Kerapatan tinggi - Kerapatan sedang - Kerapatan rendah Perladangan
Nilai LS 0,25 1,20 4,25 9,50 12,00
Nilai Faktor 1,0 0,01 0,7 0,8 0,7 0,399 0,4 0,2 0,561 0,2 0,6 0,4 0,287 0,002 0,2 0,85 0,1 0,2 0,5 0,4
60 Lampiran 1c Lanjutan Hutan alam - Serasah banyak - Serasah kurang Hutan Produksi - Tebang Habis - Tebang pilih Semak Belukar/padang rumput Ubi kayu + kedelai Ubi kayu + Kacang tanah Padi - sorghum Padi - Kedelai Kacang tanah + gude Kacang tanah + kacang tunggak Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha Padi + mulsa jerami 4 ton/ha Kacang tanah + mulsa jagung 4 ton/ha Kacang tanah + mulsa clotalaria 3 ton/ha Kacang tanah + mulsa kacang tunggak Kacang tanah + mulsa jerami 2 ton/ha Padi + mulsa clotalaria 3 ton/ha Pola tanam tumpang gilir + mulsa jerami Pola tanam berurutan + mulsa sisa tanaman Alang-alang murni subur
0,001 0,005 0,5 0,2 0,03 0,181 0,195 0,345 0,417 0,495 0,571 0,049 0,096 0,128 0,136 0,259 0,377 0,387 0,079 0,357 0,001
Lampiran 1d. Nilai faktor P untuk Berbagai Tindakan Konservasi Tanah Khusus Tindakan Khusus Konservasi tanah Nilai P Teras bangku - Konstruksi baik 0,04 - Konstruksi sedang 0,15 - Konstruksi kurang baik 0,35 - Teras tradisional 0,40 Strip tanaman rumput bahia 0,40 Pengelolaan tanah dan penanaman menurut garis kontur: - Kemiringan 0-8% 0,50 - Kemiringan 9-20% 0,75 - Kemiringan lebih dari 20% 0,90 Tanpa tindakan konservasi 1,00
61
Lampiran 2. Satuan Lahan dan Landform Lokasi Penelitian Simbol X1 L1a L2a L3a M1b M2b P1a P2a P3a P4a P5b PM1b PM2b DSM1f DSM2f TNN DSM3d DSM4d DSM5d DSM6d DSM7d DSM8e DSM9e DSM10e DSM11e DSM12c DSM13c DV1d DV2d
Lanform Dataran Lakustrin dengan batuan Lempung Miosen Dataran Lakustrin dengan batuan Lempung Miosen Dataran Lakustrin dengan batuan Lempung Miosen Dataran Lakustrin dengan batuan Lempung Miosen Dataran Marin dengan batuan Aluvium Eosen-Oligosen Dataran Marin dengan batuan Aluvium Eosen-Oligosen Dataran Pluvial dengan Batuan Lempung Miosen Dataran Pluvial dengan Batuan Lempung Plistosen Dataran Pluvial dengan Batuan Lempung Plistosen Dataran Pluvial dengan Batuan Lempung Plistosen Dataran Pluvial dengan Batuan Lempung Plistosen Dataran Pluvio Marin dengan batuan Aluvium Eosen-Oligosen Dataran Pluvio Marin dengan batuan Aluvium Eosen-Oligosen Pegunungan Denudasional Struktural Magmatik dengan Batuan Diorit Miosen Pegunungan Denudasional Struktural Magmatik dengan Batuan Diorit Miosen Pegunungan Denudasional Struktural Magmatik dengan Batuan Diorit Miosen Pegunungan Denudasional Struktural Magmatik dengan Batuan Diorit Miosen Pegunungan Denudasional Struktural Magmatik dengan Batuan Diorit Miosen Pegunungan Denudasional Struktural Magmatik dengan Batuan Diorit Miosen Pegunungan Denudasional Struktural Magmatik dengan Batuan Diorit Miosen Pegunungan Denudasional Struktural Magmatik dengan Batuan Diorit Miosen Pegunungan Denudasional Struktural Magmatik dengan Batuan Diorit Miosen Pegunungan Denudasional Struktural Magmatik dengan Batuan Diorit Miosen Pegunungan Denudasional Struktural Magmatik dengan Batuan Diorit Miosen Pegunungan Denudasional Struktural Magmatik dengan Batuan Diorit Miosen Pegunungan Denudasional Struktural Magmatik dengan Batuan Diorit Miosen Pegunungan Denudasional Struktural Magmatik dengan Batuan Diorit Miosen Pegunungan Denudasional Vulkanik dengan batuan Breksi gunungapi Miosen Pegunungan Denudasional Vulkanik dengan batuan Breksi gunungapi Miosen
Penggunaan Lahan Pemukiman Perkebunan Sawah Tegalan Hutan Produksi Terbatas Semak Belukar Sawah Perkebunan Sawah Tegalan Tegalan Hutan Produksi Terbatas Perkebunan Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Kawasan Suaka Alam Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Sawah Semak Belukar Tegalan Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Semak Belukar Tegalan Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Hutan Produksi Dpt Dikonversi Hutan Produksi Terbatas
Kls_Lrng 0-3% 0-3% 0-3% 0-3% 3-8% 3-8% 0-3% 0-3% 0-3% 0-3% 3-8% 3-8% 3-8% > 45 % > 45 % > 45 % 15 - 30 % 15 - 30 % 15 - 30 % 15 - 30 % 15 - 30 % 30 - 45 % 30 - 45 % 30 - 45 % 30 - 45 % 8 - 15 % 8 - 15 % 15 - 30 % 15 - 30 %
61
62
62
Lampiran 2 lanjutan DV3d DV4d DV5d DV6e DV7e DV8c DV9f DV10c DV11c DV12c DV13d DV14d DV15d DV16d HL DV19c D1c D2c D3b D4d D5c D6c D7d D8b D9b D10b D11b D12b D13c D14c D15c
Pegunungan Denudasional Vulkanik dengan batuan Breksi gunungapi Miosen Pegunungan Denudasional Vulkanik dengan batuan Breksi gunungapi Miosen Pegunungan Denudasional Vulkanik dengan batuan Breksi gunungapi Miosen Pegunungan Denudasional Vulkanik dengan batuan Breksi gunungapi Miosen Pegunungan Denudasional Vulkanik dengan batuan Breksi gunungapi Miosen Pegunungan Denudasional Vulkanik dengan batuan Breksi gunungapi Miosen Pegunungan Denudasional Vulkanik dengan batuan Lava basaltik Eosen-Oligosen Pegunungan Denudasional Vulkanik dengan batuan Lava basaltik Eosen-Oligosen Pegunungan Denudasional Vulkanik dengan batuan Lava basaltik Eosen-Oligosen Pegunungan Denudasional Vulkanik dengan batuan Lava basaltik Eosen-Oligosen Pegunungan Denudasional Vulkanik dengan batuan Lava basaltik Eosen-Oligosen Pegunungan Denudasional Vulkanik dengan batuan Lava basaltik Eosen-Oligosen Pegunungan Denudasional Vulkanik dengan batuan Lava basaltik Eosen-Oligosen Pegunungan Denudasional Vulkanik dengan batuan Lava basaltik Eosen-Oligosen Pegunungan Denudasional Vulkanik dengan batuan Lava basaltik Eosen-Oligosen Pegunungan Denudasional Vulkanik dengan batuan Lava basaltik Eosen-Oligosen Perbukitan Denudasional dengan batuan Aglomerat Plio-Plistosen Perbukitan Denudasional dengan batuan Aglomerat Plio-Plistosen Perbukitan Denudasional dengan batuan Aglomerat Plio-Plistosen Perbukitan Denudasional dengan batuan Aglomerat Plio-Plistosen Perbukitan Denudasional dengan batuan Aglomerat Plio-Plistosen Perbukitan Denudasional dengan batuan Aglomerat Plio-Plistosen Perbukitan Denudasional dengan batuan Diorit Miosen Perbukitan Denudasional dengan batuan Diorit Miosen Perbukitan Denudasional dengan batuan Diorit Miosen Perbukitan Denudasional dengan batuan Diorit Miosen Perbukitan Denudasional dengan batuan Diorit Miosen Perbukitan Denudasional dengan batuan Diorit Miosen Perbukitan Denudasional dengan batuan Diorit Miosen Perbukitan Denudasional dengan Batuan Diorit Miosen Perbukitan Denudasional dengan Batuan Diorit Miosen
Hutan Produksi Tetap Semak Belukar Tegalan Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Hutan Produksi Terbatas Semak Belukar Hutan Produksi Terbatas Semak Belukar Tegalan Hutan Produksi Terbatas Perkebunan Semak Belukar Tegalan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Semak Belukar Tegalan Tegalan Perkebunan Perkebunan Tegalan Semak Belukar Alang-alang Perkebunan Sawah Semak Belukar Tegalan Tegalan Perkebunan Semak Belukar
15 - 30 % 15 - 30 % 15 - 30 % 30 - 45 % 30 - 45 % 8 - 15 % > 45 % 15 - 30 % 15 - 30 % 15 - 30 % 30 - 45 % 30 - 45 % 30 - 45 % 30 - 45 % 8 - 15 % 8 - 15 % 15 - 30 % 15 - 30 % 3-8% 30 - 45 % 8 - 15 % 8 - 15 % 15 - 30 % 3-8% 3-8% 3-8% 3-8% 3-8% 8 - 15 % 8 - 15 % 8 - 15 %
63
Lampiran 2 lanjutan D16c D17b D18b D19b D20b D21b D22b D23c D24c DSM14e DSM15e DSM16d DSM17d DSM18d DSM19d DSM20d DSM21b DSM22b DSM23b DSM24e DSM25c DSM26c DSM27c DSM28c DSM29c DSM30c DV17e DV18e DV19b
Perbukitan Denudasional dengan Batuan Diorit Miosen Perbukitan Denudasional dengan batuan Lempung Plistosen Perbukitan Denudasional dengan batuan Lempung Plistosen Perbukitan Denudasional dengan batuan Pasir dan Kerikil Plistosen Perbukitan Denudasional dengan batuan Pasir dan Kerikil Plistosen Perbukitan Denudasional dengan batuan Pasir dan Kerikil Plistosen Perbukitan Denudasional dengan batuan Pasir wake Miosen Perbukitan Denudasional dengan batuan Pasir wake Miosen Perbukitan Denudasional dengan batuan Pasir wake Miosen Perbukitan Denudasional Struktural Magmatik dengan batuan Aglomerat Plio-Plistosen Perbukitan Denudasional Struktural Magmatik dengan batuan Aglomerat Plio-Plistosen Perbukitan Denudasional Struktural Magmatik dengan batuan Diorit Miosen Perbukitan Denudasional Struktural Magmatik dengan batuan Diorit Miosen Perbukitan Denudasional Struktural Magmatik dengan batuan Diorit Miosen Perbukitan Denudasional Struktural Magmatik dengan batuan Diorit Miosen Perbukitan Denudasional Struktural Magmatik dengan batuan Diorit Miosen Perbukitan Denudasional Struktural Magmatik dengan batuan Diorit Miosen Perbukitan Denudasional Struktural Magmatik dengan batuan Diorit Miosen Perbukitan Denudasional Struktural Magmatik dengan batuan Diorit Miosen Perbukitan Denudasional Struktural Magmatik dengan batuan Diorit Miosen Perbukitan Denudasional Struktural Magmatik dengan batuan Diorit Miosen Perbukitan Denudasional Struktural Magmatik dengan batuan Diorit Miosen Perbukitan Denudasional Struktural Magmatik dengan batuan Diorit Miosen Perbukitan Denudasional Struktural Magmatik dengan batuan Diorit Plio-Plistosen Perbukitan Denudasional Struktural Magmatik dengan batuan Pasir wake Miosen Perbukitan Denudasional Struktural Magmatik dengan batuan Pasir wake Miosen Perbukitan Denudasional Vulkanik dengan batuan Aglomerat Plio-Plistosen Perbukitan Denudasional Vulkanik dengan batuan Aglomerat Plio-Plistosen Perbukitan Denudasional Vulkanik dengan batuan gunung api Plistosen
Tegalan Perkebunan Tegalan sawah Semak Belukar Tegalan Sawah Hutan Produksi Dpt Dikonversi Semak Belukar Alang-alang Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Dpt Dikonversi Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Semak Belukar Tegalan Alang-alang Semak Belukar Tegalan Tegalan Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Semak Belukar Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Dpt Dikonversi Hutan Produksi Tetap Perkebunan Semak Belukar Tegalan
8 - 15 % 3-8% 3-8% 3-8% 3-8% 3-8% 3-8% 8 - 15 % 8 - 15 % 30 - 45 % 30 - 45 % 15 - 30 % 15 - 30 % 15 - 30 % 15 - 30 % 15 - 30 % 3-8% 3-8% 3-8% 30 - 45 % 8 - 15 % 8 - 15 % 8 - 15 % 8 - 15 % 8 - 15 % 8 - 15 % 30 - 45 % 30 - 45 % 3-8%
63
64 64
Lampiran 3. Salah Satu Analisis Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Unggulan Simbol Satlah Kls_Lrng D1a 1 0-3% D2a 2 0-3% D3d 3 15 - 30 % D4b 4 3-8% D5e 5 30 - 45 % D6c 6 8 - 15 % D7b 7 3-8% D8c 8 8 - 15 % D9b 9 3-8% D10b 10 3-8% D11b 11 3-8% D12b 12 3-8% D13c 13 8 - 15 % DS1f 14 > 45 % DS2d 15 15 - 30 % DS3e 16 30 - 45 % DS4c 17 8 - 15 % DS5d 18 15 - 30 % DS6b 19 3-8% DS7e 20 30 - 45 % DS8c 21 8 - 15 % DS9c 22 8 - 15 % DS10d 23 15 - 30 % DS11e 24 30 - 45 % DS12c 25 8 - 15 % DV1f 26 > 45 % DV2d 27 15 - 30 % DV3e 28 30 - 45 % DV4c 29 8 - 15 % DV5f 30 > 45 %
ksu S1 S1 S3 S1 N S2 S1 S2 S1 S1 S1 S1 S2 N S3 N S2 S3 S1 N S2 S2 S3 N S2 N S3 N S2 N
CH 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8
ksu Temp S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1 S1 27,1
ksu S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Kel ksu tekstur 81,5 S3 Agak Kasar 81,5 S3 agak Halus 81,5 S3 Agak Kasar 81,5 S3 Sedang 81,5 S3 Sedang 81,5 S3 Agak Kasar 81,5 S3 halus 81,5 S3 Agak Kasar 81,5 S3 Kasar 81,5 S3 Kasar 81,5 S3 Sedang 81,5 S3 Sedang 81,5 S3 halus 81,5 S3 agak Halus 81,5 S3 Sedang 81,5 S3 Sedang 81,5 S3 Kasar 81,5 S3 Sedang 81,5 S3 Sedang 81,5 S3 Kasar 81,5 S3 agak Halus 81,5 S3 agak Halus 81,5 S3 Kasar 81,5 S3 Kasar 81,5 S3 agak Halus 81,5 S3 Kasar 81,5 S3 Kasar 81,5 S3 Kasar 81,5 S3 Kasar 81,5 S3 halus
ksu S3 S1 S3 S1 S1 S3 S1 S3 N N S1 S1 S1 S1 S1 S1 N S1 S1 N S1 S1 N N S1 N N N N S1
KTK 10 32,3 7,1 40,2 24,13 12,0 33,7 15,4 11,30 11,30 13,55 15,91 22,96 16,87 10,85 25,53 11,30 24,13 24,13 11,298 21,024 17,78 11,30 11,30 17,78 11,30 11,30 11,30 11,30 22,96
ksu KB ksu pH ksu C-Or ksu S2 118,4 S1 6,4 S1 0,34 S3 S1 117 S1 7 S1 0,7 S3 S2 65,2 S1 6 S1 0,5 S3 S1 115 S1 6,6 S1 1,1 S2 S1 80,4 S1 6,6 S1 0,80 S2 S2 112 S1 7,3 S2 0,3 S3 S1 134 S1 7,3 S2 0,6 S3 S2 127 S1 6,6 S1 1,0 S2 S2 100 S1 6,34 S1 0,65 S3 S2 100 S1 6,34 S1 0,65 S3 S2 75,5 S1 6,5 S1 0,33 S3 S2 100 S1 6,5 S1 0,56 S3 S1 82,5 S1 5,7 S2 0,73 S3 S1 108 S1 6,2 S1 0,65 S3 S2 70,7 S1 6,0 S1 0,4 S3 S1 90,25 S1 6,85 S1 0,4 S3 S2 100 S1 6,34 S1 0,65 S3 S1 80,4 S1 6,6 S1 0,80 S2 S1 80,4 S1 6,6 S1 0,80 S2 S2 100 S1 6,34 S1 0,652 S3 S1 104 S1 7,24 S2 0,64 S3 S1 92,2 S1 5,87 S2 0,88 S2 S2 100 S1 6,34 S1 0,65 S3 S2 100 S1 6,34 S1 0,65 S3 S1 92,2 S1 5,87 S2 0,88 S2 S2 100 S1 6,34 S1 0,65 S3 S2 100 S1 6,34 S1 S3 S2 100 S1 6,34 S1 0,65 S3 S2 100 S1 6,34 S1 0,65 S3 S1 82,5 S1 5,65 S1 0,73 S3
KSU S3hrn S3hn S3ehrn S3h Ne S3hrn S3hn S3hr Nr Nr S3hn S3hn S3hn Ne S3ehn Ne Nr S3eh S3h Ner S3hn S3h Nr Ner S3h Ner Nr Ner Nr Ne
65
Lampiran 3 Lanjutan DV6d DV7e DV8c DV9e DV10b DV11d L1a L2b M1b P1a P2a P3b PM1b PM2b
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
15 - 30 % 30 - 45 % 8 - 15 % 30 - 45 % 3-8% 15 - 30 % 0-3% 0-3% 3-8% 0-3% 0-3% 3-8% 3-8% 3-8%
S3 N S2 N S1 N S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8 1694,8
S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
27,1 27,1 27,1 27,1 27,1 27,1 27,1 27,1 27,1 27,1 27,1 27,1 27,1 27,1
S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
81,5 81,5 81,5 81,5 81,5 81,5 81,5 81,5 81,5 81,5 81,5 81,5 81,5 81,5
S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3
Sedang Sedang Sedang Sedang Kasar Kasar halus agak Halus agak Halus Kasar agak Halus agak Halus agak Halus Agak Kasar
S1 S1 S1 S1 N N S1 S1 S1 N S1 S1 S1 S3
30,5 30,56 24,13 30,5 11,298 11,298 33,30 17,78 26,13 11,298 37,68 16,87 26,13 6,71
S1 S1 S1 S1 S2 S2 S1 S1 S1 S2 S1 S1 S1 S2
110 111 80,4 110 100 100 127 92,2 100 100 91 108 100 139
S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
7,2 7,0 6,6 7,2 6,34 6,34 7,1 5,87 6,6 6,34 7,1 6,2 6,6 6,64
S2 S1 S1 S2 S1 S1 S2 S1 S1 S1 S2 S1 S1 S1
1,18 1,17 0,80 1,18 0,652 0,652 0,56 0,88 0,5 0,652 0,5 0,65 0,5 0,4
S2 S2 S2 S2 S3 S3 S3 S2 S3 S3 S3 S3 S3 S3
S3eh Ne S3h Ne Nr Nr S3hn S3h S3hn Nr S3hn S3hn S3hn S3hrn
Lampiran 4. Salah Satu Perhitungan Erosi Wilayah Penelitian Simbol 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Curah Hujan
Erodibilitas Tanah (K)
(R)
Jenis tanah
899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97
Typic Tropaquepts Typic Tropaquepts Ustic Endoaquerts Typic Tropaquepts Fluventic Ustropepts Fluventic Ustropepts Typic Haplustalfs Ustic Endoaquerts Pluventic Haplustepts
Nilai K 0,29 0,22 0,27 0,29 0,29 0,29 0,22 0,27 0,29
Panjang Lereng (L)
Kecuraman Lereng (S)
kelas lereng
Nilai LS
0-3% 0-3% 0-3% 0-3% 3-8% 3-8% 0-3% 0-3% 0-3%
0,15 0,15 0,15 0,15 0,25 0,25 0,15 0,15 0,15
Erosi Aktual
Vegetasi R.K.L.S 39,15 29,70 36,45 39,15 65,25 65,25 29,70 36,45 39,15
C Pemukiman Perkebunan Sawah Tegalan Hutan Produksi Terbatas Semak Belukar Sawah Perkebunan Sawah
CPAktual
RKLSCP
0,2 0,01 0,7 0,2 0,3 0,01 0,2 0,01
5,94 0,36 27,40 13,05 19,57 0,30 7,29 0,39
65
66
66
Lampiran 4 Lanjutan 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97
Typic Haplustalfs Typic Argiustolls Typic Ustropepts Typic Ustropepts Typic Haplusteps Typic Haplusteps Typic Haplusteps Typic Haplusteps Typic Ustropepts Typic Haplusteps Typic Ustropepts Typic Argiustolls Typic Ustropepts Typic Haplustalfs Typic Haplustalfs Typic Ustropepts Typic Haplusteps Typic Haplusteps Typic Dystrudepts Typic Dystrudepts Typic Dystrudepts Typic Dystrudepts Typic Dystrudepts Typic Dystrudepts Typic Dystrudepts Typic Dystrudepts Fluventic Ustropepts Typic Haplustolls Typic Haplustolls
0,22 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,22 0,22 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29
0-3% 3-8% 3-8% 3-8% > 45 % > 45 % > 45 % 15 - 30 % 15 - 30 % 15 - 30 % 15 - 30 % 15 - 30 % 30 - 45 % 30 - 45 % 30 - 45 % 30 - 45 % 8 - 15 % 8 - 15 % 15 - 30 % 15 - 30 % 15 - 30 % 15 - 30 % 15 - 30 % 30 - 45 % 30 - 45 % 8 - 15 % > 45 % 15 - 30 % 15 - 30 %
0,15 0,25 0,25 0,25 12 12 12 4,25 4,25 4,25 4,25 4,25 9,5 9,5 9,5 9,5 1,2 1,2 4,25 4,25 4,25 4,25 4,25 9,5 9,5 1,2 12 4,25 4,25
29,70 65,25 65,25 65,25 3131,91 3131,91 3131,91 1109,22 1109,22 1109,22 1109,22 1109,22 2479,43 1880,95 1880,95 2479,43 313,19 313,19 1109,22 1109,22 1109,22 1109,22 1109,22 2479,43 2479,43 313,19 3131,91 1109,22 1109,22
Tegalan Tegalan Hutan Produksi Terbatas Perkebunan Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Kawasan Suaka Alam Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Sawah Semak Belukar Tegalan Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Semak Belukar Tegalan Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Hutan Produksi Dpt Dikonversi Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Semak Belukar Tegalan Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Hutan Produksi Terbatas Semak Belukar Hutan Produksi Terbatas Semak Belukar
0,7 0,7 0,2 0,2 0,2 0,2 0,001 0,2 0,2 0,01 0,3 0,7 0,2 0,2 0,3 0,7 0,2 0,2 0,005 0,2 0,2 0,3 0,7 0,2 0,2 0,2 0,3 0,2 0,3
20,79 45,67 13,05 13,05 626,38 626,38 3,13 221,84 221,84 11,09 332,77 776,45 495,89 376,19 564,28 1735,60 62,64 62,64 5,55 221,84 221,84 332,77 776,45 495,89 495,89 62,64 939,57 221,84 332,77
67
Lampiran 4 Lanjutan 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67
899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97
Typic Haplustalfs Typic Ustropepts Typic Haplustolls Typic Haplustalfs Typic Ustropepts Typic Ustropepts Typic Ustropepts Typic Haplustalfs Typic Haplustalfs Typic Haplustalfs Typic Ustropepts Typic Haplustalfs Typic Haplustalfs Typic Haplustolls Typic Haplustolls Typic Haplustalfs Typic Haplustalfs Typic Haplustalfs Typic Haplustolls Typic Haplustolls Typic Argiustolls Typic Argiustolls Typic Argiustolls Typic Haplusteps Typic Haplusteps Pluventic Haplustepts Pluventic Haplustepts Pluventic Haplustepts Typic Dystrudepts
0,22 0,29 0,29 0,22 0,29 0,29 0,29 0,22 0,22 0,22 0,29 0,22 0,22 0,29 0,29 0,22 0,22 0,22 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29
15 - 30 % 30 - 45 % 30 - 45 % 30 - 45 % 30 - 45 % >45% 8 - 15 % 15 - 30 % 15 - 30 % 3-8% 30 - 45 % 8 - 15 % 8 - 15 % 15 - 30 % 3-8% 3-8% 3-8% 3-8% 3-8% 8 - 15 % 8 - 15 % 8 - 15 % 8 - 15 % 3-8% 3-8% 3-8% 3-8% 3-8% 3-8%
4,25 9,5 9,5 9,5 9,5 9,5 1,2 4,25 4,25 0,25 9,5 1,2 1,2 4,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 1,2 1,2 1,2 1,2 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25
841,48 2479,43 2479,43 1880,95 2479,43 2479,43 313,19 841,48 841,48 49,50 2479,43 237,59 237,59 1109,22 65,25 49,50 49,50 49,50 65,25 313,19 313,19 313,19 313,19 65,25 65,25 65,25 65,25 65,25 65,25
Tegalan Hutan Produksi Terbatas Perkebunan Semak Belukar Tegalan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Semak Belukar Tegalan Tegalan Perkebunan Perkebunan Tegalan Semak Belukar Semak Belukar Perkebunan Sawah Semak Belukar Tegalan Tegalan Perkebunan Semak Belukar Tegalan Perkebunan Tegalan sawah Semak Belukar Tegalan Sawah
0,7 0,2 0,2 0,3 0,7 0,001 0,005 0,3 0,7 0,7 0,2 0,2 0,7 0,3 0,3 0,2 0,01 0,3 0,7 0,7 0,2 0,3 0,7 0,2 0,7 0,01 0,3 0,7 0,01
589,03 495,89 495,89 564,28 1735,60 2,48 1,57 252,44 589,03 34,65 495,89 47,52 166,32 332,77 19,57 9,90 0,49 14,85 45,67 219,23 62,64 93,96 219,23 13,05 45,67 0,65 19,57 45,67 0,65
67
68
68
Lampiran 4 Lanjutan 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89
899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97 899,97
Typic Dystrudepts Typic Argiustolls Typic Ustropepts Ultic Haplustalfs Typic Haplusteps Typic Haplusteps Typic Ustropepts Typic Ustropepts Typic Haplusteps Typic Haplusteps Typic Ustropepts Typic Ustropepts Typic Dystrudepts Typic Ustropepts Typic Ustropepts Typic Ustropepts Ultic Haplustalfs Typic Eutrudepts Typic Eutrudepts Typic Ustropepts Typic Ustropepts Typic Haplusteps
0,29 0,29 0,29 0,22 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,22 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29
8 - 15 % 8 - 15 % 30 - 45 % 30 - 45 % 15 - 30 % 15 - 30 % 15 - 30 % 15 - 30 % 15 - 30 % 3-8% 3-8% 3-8% 30 - 45 % 8 - 15 % 8 - 15 % 8 - 15 % 8 - 15 % 8 - 15 % 8 - 15 % 30 - 45 % 30 - 45 % 3-8%
1,2 1,2 9,5 9,5 4,25 4,25 4,25 4,25 4,25 0,25 0,25 0,25 9,5 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 9,5 9,5 0,25
313,19 313,19 2479,43 1880,95 1109,22 1109,22 1109,22 1109,22 1109,22 65,25 65,25 65,25 2479,43 313,19 313,19 313,19 237,59 313,19 313,19 2479,43 2479,43 65,25
Hutan Produksi Dpt Dikonversi Semak Belukar Semak Belukar Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Dpt Dikonversi Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Semak Belukar Tegalan Semak Belukar Semak Belukar Tegalan Tegalan Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Semak Belukar Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Dpt Dikonversi Hutan Produksi Tetap Perkebunan Semak Belukar Tegalan
0,005 0,3 0,3 0,2 0,005 0,2 0,2 0,3 0,7 0,3 0,3 0,7 0,7 0,2 0,2 0,3 0,2 0,005 0,2 0,2 0,3 0,7
1,57 93,96 743,83 376,19 5,55 221,84 221,84 332,77 776,45 19,57 19,57 45,67 1735,60 62,64 62,64 93,96 47,52 1,57 62,64 495,89 743,83 45,67
69
Lampiran 5. Salah satu Analisis A’wot untuk Penentuan Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Kekuatan 1 2 3 4 5
Kelemahan 1 2 3 4 5
Peluang 1 2 3 4 5
Ancaman 1 2 3 4 5
Tingkat kepentingan 9 8 7 5 4 33
rata-rata nilai kekuatan 0,27 0,24 0,21 0,15 0,12
Tingkat kepentingan 7 8 6 5 4 30
rata-rata nilai kelemahan 0,23 0,27 0,20 0,17 0,13 1
Tingkat kepentingan 9 3 8 7 5 32
rata-rata nilai Peluang 0,28 0,09 0,25 0,22 0,16
Tingkat kepentingan 9 8 7 5 3 32
rata-rata nilai kekuatan 0,28 0,25 0,22 0,16 0,09
Ratting
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Prioritas
A*w'
4 2 2 3 3
1,00 0,89 0,78 0,56 0,44 3,67
1,13 1,00 0,88 0,63 0,50 4,13
1,29 1,14 1,00 0,71 0,57 4,71
1,80 1,60 1,40 1,00 0,80 6,60
2,25 2,00 1,75 1,25 1,00 8,25
0,27 0,24 0,21 0,15 0,12
0,27 0,24 0,21 0,15 0,12
0,27 0,24 0,21 0,15 0,12
0,27 0,24 0,21 0,15 0,12
0,27 0,24 0,21 0,15 0,12
0,27 0,24 0,21 0,15 0,12
1,36 1,21 1,06 0,76 0,61 M CI
Ratting
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Prioritas
A*w'
3 4 2 3 3
1,00 1,14 0,86 0,71 0,57 4,29
0,88 1,00 0,75 0,63 0,50 3,75
1,17 1,33 1,00 0,83 0,67 5,00
1,40 1,60 1,20 1,00 0,80 6,00
1,75 2,00 1,50 1,25 1,00 7,50
0,23 0,27 0,20 0,17 0,13
0,23 0,27 0,20 0,17 0,13
0,23 0,27 0,20 0,17 0,13
0,23 0,27 0,20 0,17 0,13
0,23 0,27 0,20 0,17 0,13
0,23 0,27 0,20 0,17 0,13
1,17 1,33 1,00 0,83 0,67 M CI
Ratting
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Prioritas
A*w'
4 2 4 3 3
1,00 0,33 0,89 0,78 0,56 3,56
3,00 1,00 2,67 2,33 1,67 10,67
1,13 0,38 1,00 0,88 0,63 4,00
1,29 0,43 1,14 1,00 0,71 4,57
1,80 0,60 1,60 1,40 1,00 6,40
0,28 0,09 0,25 0,22 0,16
0,28 0,09 0,25 0,22 0,16
0,28 0,09 0,25 0,22 0,16
0,28 0,09 0,25 0,22 0,16
0,28 0,09 0,25 0,22 0,16
0,28 0,09 0,25 0,22 0,16
1,41 0,47 1,25 1,09 0,78 M CI
Ratting
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Prioritas
A*w'
4 3 4 3 3
1,00 0,89 0,78 0,56 0,33 3,56
1,13 1,00 0,88 0,63 0,38 4,00
1,29 1,14 1,00 0,71 0,43 4,57
1,80 1,60 1,40 1,00 0,60 6,40
3,00 2,67 2,33 1,67 1,00 10,67
0,28 0,25 0,22 0,16 0,09
0,28 0,25 0,22 0,16 0,09
0,28 0,25 0,22 0,16 0,09
0,28 0,25 0,22 0,16 0,09
0,28 0,25 0,22 0,16 0,09
0,28 0,25 0,22 0,16 0,09
1,41 1,25 1,09 0,78 0,47 M CI
A*w'/w' 5 5 5 5 5 5 0 A*w'/w' 5 5 5 5 5 5 0 A*w'/w' 5 5 5 5 5 5 0 A*w'/w' 5 5 5 5 5 5 0
69
70
Lampiran 6. Salah Satu Analisis Kelayakan Ekonomi Untuk Komoditas Unggulan Uraian A. Penerimaan Usahatani A.1. Penerimaan Tunai A.2. Penerimaan Diperhitungkan A 3. Total Penerimaan Usahatani B. Biaya Usahatani B.1. Biaya Tunai 1. Benih 2.Pupuk a. Urea b. Phonska 3. Pestisida 4. Tenaga Kerja Luar Keluarga - Perempuan - Laki-laki 5. Sewa Traktor 6. Pajak Lahan 7. Irigasi Total Biaya Tunai B.2 Biaya diperhitungkan 1.Sewa Lahan 2. Tenaga Kerja Dalam Keluarga - Perempuan - Laki-laki 3. Penyusutan Alat Total Biaya Diperhitungkan C Total Biaya Usahatani (B1+B2) D. Pendapatan Atas Biaya Tunai (A3B1) E. Pendapatan Atas Biaya Total (A3C) F. Pendapatan Tunai (A1-B1) G. R/C Atas Biaya Tunai (A3/B1) H. R/C Atas Biaya Total (A3/C)
Satuan Kg Kg Kg
Kg Kg Kg Kg
HOK HOK
HOK HOK
Harga/satuan (Rp) 10.000 10.000 10.000
1000 2750 3750
10.000.000 27.500.000 37.500.000
Persentase (%) 26,7 73,3 100
10000
10
100.000
1,9
2000 1700
150 300
300.000 510.000 500.000,00
5,7 9,6 9,5
75000 100000
5 10 1 1 1
375.000 1.000.000 1.000.000,00 500.000,00 1.000.000 5.285.000,00
7,1 18,9 18,9 9,5 18,9 100
1
2.500.000
59,2
3 5
225.000 500.000 1.000.000 4.225.000 9.510.000
5,3 11,8 23,7 100
75000 100000
Volume
Nilai (Rp)
32.215.000 27.990.000 4.715.000 7,1 3,9
71
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kecamatan Botupingge, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo pada tanggal 13 Juli 1990 dari pasangan Anton Rahman dan Yuspin Nurkamiden. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo pada Tahun 2013. Pada tahun yang sama penulis diterima di program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Institut Pertanian Bogor dengan memperoleh Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) untuk calon dosen dari Dikti. Selama mengikuti program pasca sarjana penulis telah mengikuti beberapa kegiatan seminar dan terlibat dalam acara-acara ilmiah yang diselenggarakan di IPB. Pada tahun 2014 penulis merupakan panitia pelasana Pertemuan Ilmiah tahunan Masyarakat Ahli Penginderaan Jauh sekaligus menjadi anggota MAPIN. Penulis juga mempunyai karya Ilmiah yang akan diterbitkan di Jurnal Tata Loka pada bulan November tahun 2015. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari tesis program S-2 penulis.