IDENTIFIKASI JAMUR Malassezia furfur PADA SANTRI PESANTREN AL-MUBAROK DI AWIPARI KECAMATAN CIBEUREUM KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2016
KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Analis Kesehatan Pada Program Studi D3 Analis Kesehatan
Oleh: ZAINUN ALIYATUSSAADAH NIM. 13DA277055
PROGRAM STUDI D3 ANALIS KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016
IDENTIFICATION MUSHROOM OF Malassezia Furfur ON THE STRICT ADHERENT OF ISLAM AL-MUBAROK AT AWIPARI CIBEUREUM REGENCY TASIKMALAYA TOWN ON 2016 Zainun Aliyatussaadah2 Minceu Sumirah3 Atun Farihatun4 ABSTRACT Malassezia furfur is a singular species that caused the ilness of Pityriasis versicolor (panu). Pityriasis versicolor is the mushroom infection on the skin surface. The life style habbit of the strict adherent of islam which is less to get pay attention of self cleaness and surroundings cleaness is the most probable factor which is caused they can infected by Malassezia furfur. This purpose og this research is for getting information about presence or absence of Malassezia furfur mushroom that infect the strict adherent of islam Al-Mubarok Awipari Cibeureum regency Tasikmalaya town. The characteristic of this research is descriptive. Sample gotten from the skin section of the strict adherent of islam Al-Mubarok Awipari Cibeureum regency Tasikmalaya town. Sample brought to the Parasitology Laboratory STIKes Muhammadiyah Ciamis for getting an inspection. The research result is there are 9 samples that getting an inspection, by means of there are 4 samples are positive infected by Malassezia furfur.
Keywoard Literature Note
: Malassezia furfur : 14, 2008-2014 : 1 tittle, 2 the name of university student, 3 the name of first adviser, 4 the name of second adviser
v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sehat dan sakit adalah suatu kejadian yang merupakan rangkaian proses yang berjalan terus menerus dalam kehidupan masyaraka (UU RI No. 23 tahun 2009). Indonesia memiliki iklim yang tropis dan sangat memungkinkan akan perkembangan penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur. Oleh karena itu, penyakit-penyakit akibat jamur sering kali menginfeksi masyarakat. Banyak masyarakat tidak menyadari bahwa dirinya terkena penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur. Bahkan, jamur bisa menginfeksi seluruh bagian tubuh manusia dari kepala sampai ujung kaki. Jamur juga bisa menginfeksi semua umur dari mulai bayi, dewasa dan lanjut usia. Banyak orang meremehkan penyakit yang disebabkan oleh jamur, seperti panu atau kurap. Penyakit ini dapat menular
lewat
sentuhan
kulit
atau
juga
dari
pakaian
yang
terkontaminasi spora jamur (Hayati, 2013). Kejadian dermatomikosis semakin banyak dijumpai terutama di daerah tropis. Hal tersebut tidak asing lagi karena Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki suhu dan kelembaban tinggi sehingga baik bagi pertumbuhan jamur dan dapat ditemukan hampir di semua tempat. Malassezia furfur adalah spesies tunggal yang menyebabkan penyakit Pityriasis versicolor (Panu). Pityriasis versicolor merupakan infeksi jamur di permukaan kulit. Definisi medisnya adalah infeksi jamur superfisial yang ditandai dengan adanya makula di kulit, skuama halus dan disertai rasa gatal.Jamur ini menyerang stratum korneum dari epidermis kulit biasanya diderita oleh seseorang yang
1
2
sudah mulai banyak beraktifitas dan mengeluarkan keringat. Jamur Malassezia furfur sangat mudah menginfeksi kulit orang yang selalu mengalami kontak langsung dengan air dalam waktu yang lama dan kurangnya kesadaran akan kebersihan diri dan lingkungan disekitar (Koes Irianto, 2014). Begitu pentingnya kebersihan menurut islam, sehingga orang yang membersihkan diri atau mengusahakan kebersihan akan dicintai oleh Allah SWT, sebagaimana firmannya dalam surah Al-Baqarah ayat 222 yang berbunyi :
ْ ُّﺍِنَّﷲَ ُي ِحبُّ َّﺍلتو ِﺍبي َْن ََّو ُي ِحب....... طﻬِّ ِرَّْي َن ََّ َّﺍل ُم َت Artinya : “........Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan/ membersihkan diri” (Al-Baqarah : 222). Menurut penelitian Inayah dkk tahun 2013, diperoleh 11 orang nelayan penderita penyakit kulit terinfeksi jamur Malassezia furfur di RT 09 kelurahan Malabero Kota Bengkulu. Hal ini disebabkan oleh sanitasi para nelayan yang kurang baik, seperti jarang mandi, padahal dengan kegiatan yang penuh setiap harinya membuat mereka mengeluarkan banyak keringat dan pada teorinya jamur lebih senang untuk tinggal di tempat yang lembab. Kebiasaan para nelayan yang sangat tidak memperhatikan kebersihan seperti jarang mandi dengan kegiatan yang penuh tidak jauh berbeda dengan kebiasaan anak pesantren yang sanitasi pribadinya kurang baik juga. Anak-anak Pesantren di Al-Mubarok Awipari Cibereum Sangat kurang memperhatikan kebersihan, ketika mereka telah melakukan aktivitas yang berlebih jarang diantara mereka yang melakukan mandi. Keadaan tersebut menyebabkan tubuh mereka sering lembab, dan pada umumnya jamur tumbuh dengan baik ditempat yang lembab. Tubuh yang selalu lembab, keadaan basah atau berkeringat banyak dan tidak bersih akan
3
menyebabkan timbul bercak-bercak pada anggota badan misalnya punggung, dada, lengan dan paha berwarna putih dan bersisik lamalama bercak kecil akan bergabung menjadi bercak yang lebih besar, sehingga akan menyebabkan penyakit Pityriasis versicolor. Setelah dilakukan survei yaitu dengan pemeriksaan pada setiap santri di pesantren Al-Mubarok Kota Tasikmalaya, didapat 20% santri di pesantren tersebut yang terinfeksi jamur Malassezia furfur. Sedangkan, setelah dilakukannya survei di beberapa pesantren kota ciamis kondisi lingkungan pesantren berbeda dengan pesantren AlMubarok. Santri di beberapa pesantren tersebut memliki kebiasaan yang baik dan lebih memperhatikan kebersihan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian sehingga dilakukan penelitian terhadap infeksi jamur Malassezia furfur pada anak-anak pesantren Al-Mubarok Awipari Cibereum kota Tasikmalaya
yang menderita penyakit
Pityriasis versicolor dan karena penyakit kulit masih sering terjadi di masyarakat khususnya kalangan santri pesantren terutama pada penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur Malassezia furfur.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka apakah ada jamur Malassezia furfu ryang menginfeksi santri pesantren AlMubarok Awipari Kecamatan Cibeureum kota Tasikmalaya?
C. TujuanPenelitian Mengetahui ada tidaknya jamur Malassezia furfur yang menginfeksi
santri
pesantren
Cibeureum kota Tasikmalaya.
Al-Mubarok
Awipari
Kecamatan
4
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Akademik Untuk menambah kepustakaan di STIkes Muhammadiyah Ciamis. 2. Bagi Peneliti Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan pemeriksaan di bidang mikologi. 3. Bagi Anak Pesantren Untuk memberikan informasi tentang penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur Malassezia furfur untuk hidup lebih baik agar dapat mencegah penularan dan penyebaran penyakit akibat jamur Malassezia furfur.
E. Keaslian Penelitian Penelitian ini pernah dilakukan sebelumnya oleh Zivenzi Putri Handayani pada tahun 2013 dengan judul “identifikasi jamur Malassezia furfur pada nelayan penderita penyakit kulit di RT 09 Kelurahan Malabro Bengkulu”. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel yang diteliti yaitu jamur Malassezia furfur. Adapun perbedaan
penelitian
ini
dengan
penelitian
sebelumnya
yaitu
perbedaan waktu, tempat serta sasaran yang akan diteliti. Pada penelitian ini peneliti menggunakan santri pesantren sebagai sasaran penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep dasar 1. Jamur Jamur
adalah
mikroorganisme
yang
masuk
kedalam
golongan eukariotik yang tidak termasuk golongan tumbuhan.Jamur berbentuk sel atau benang bercabang dan mempunyai dinding sel yang sebagian besar terdiri atas kitin dan glukan, dan sebagian kecilnya terdiri dari selulosa atau kitosan. Gambaran tersebut yang membedakan jamur dari sel hewan dan tumbuhan. Sel hewan tidak mempunyai dinding sel, sedangkan tumbuhan sebagian besar adalah selulosa. Jamur mempunyai protoplasma yang mengandung satu atau lebih inti, jamur tidak mempunyai klorofil dan berkembang biak secara aseksual, seksual, atau keduanya (Sutanto, 2008). Jamur bersifat heterotropik yaitu organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga tidak dapa membuat makanan sendiri melalui proses fotosintesis seperti tanaman. Untuk hidupnya jamur memerlukan zat organik yang berasal dari hewan, tumbuhtumbuhan, serangga dan lain-lain, kemudian dengan menggunakan enzim zat organik tersebut diubah dan dicerna menjadi zat anorganik yang kemudian diserap oleh jamur sebagai makanannya. Sifat inilah yang menyebabkan kerusakan pada benda dan makanan, sehingga menimbulkan kerugian. Dengan cara yang sama jamur dapat masuk kedalam tubuh manusia dan hewan sehingga dapat menimbulkan penyakit (Irianto, 2013). Pada umumnya jamur tumbuh dengan baik ditempat yang lembab.Jamur juga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga jamur dapat ditemukan disemua tempat di seluruh dunia termasuk di gurun pasir yang panas (Sutanto, 2008).
5
6
a. Morfologi Jamur Pada umumnya morfologi jamur dibagi menjadi 2 bagian yaitu: 1) Yeast (khamir) Khamir adalah bentuk sel tunggal dengan pembelahan secara pertunasan. Khamir mempunyai sel yang lebih besar daripada kebanyakan bakteri, tetapi khamir yang paling kecil tidak sebesar bakteri yang terbesar. Khamir sangat beragam ukurannya berkisar antara 1-5 μm lebarnya dan panjangnya dari 5-30 μm atau lebih. Biasanya berbentuk telur tetapi beberapa ada yang memanjang atau berbentuk bola. Setiap spesies mempunyai bentuk yang khas, namun sekalipun dalam biakan murni terdapat variasi yang luas dalam hal ukuran dan bentuk.
Sel-sel
individu,
tergantung
pada
umur
dan
lingkungannya. Khamir tidak dilengkapi flagelum atau organorgan penggerak lainnya (Irianto, 2014).
Gambar 2.1 Bentuk Sel khamir Sumber :Subandi, 2010
2) Mold (kapang) Tubuh atau talus suatu kapang pada dasarnya terdiri dari 2 bagian miselium dan spora (sel resisten, istirahat atau dorman). Miselium merupakan kumpulan beberapa filamen yang
dinamakan
hifa.
Setiap
hifa
lebarnya
5-10
μm,
7
dibandingkan dengan sel bakteri yang biasanya berdiameter 1 μm. Disepanjang setiap hifa terdapat sitoplasma bersama.
Gambar 2.2 Struktur tubuh kapang Sumber :Subandi, 2010
Morfologi hifa dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1) Aseptat atau sinosit, hifa ini tidak memiliki dinding sekat atau septum. 2) Septat dengan sel-sel uninukleat, sekat membagi hifa menjadi ruang-ruang atau sel yang berisi nukleus tunggal. Tedapat pori di tengah-tengah pada setiap septum yang memungkinkan perpindahan nukleus dan sitoplasma dari ruang satu ke ruang yang lain. 3) Septat dengan sel-sel multinukleat, septum membagi hifa menjadi sel-sel dalam setiap ruang dengan beberapa nukleus.
Gambar 2.3Tipe-tipe hifa Sumber : Irianto, 2014
8
b. Klasifikasi jamur Klasifikasi
jamur
berdasarkan
pada
cara
dan
ciri
reproduksinya terdapat empat kelas, yaitu: 1) Phycomycota Phycomycetes merupakan cendawan yang terdapat dalam udara dan tanah, sebagian besar cendawan ini termasuk ke dalam genus yang lebih tinggi tingkat perkembangannya dalam kelas phycomycetes dan bereproduksi baik secara aseksual maupun seksual. Phycomycetesmempunyai
talus
miselium
yang
berkembang dengan baik. Hifa fertil menghasilkan sporangium pada ujung sporangiospora. Reproduksi seksual pada beberapa genus terjadi dengan peleburan ujung-ujung hifa multinekleat. Ujung-ujung ini terdiri dari lepuh-lepuh terminal cabang-cabang hifa. 2) Ascomycota Anggota-anggota kelas ini dicirikan oleh pembentukan askus yang merupakan tempat dihasilkannya askospora. Kebanyakan spesies ascomycetes hidup sebagai saprofit. Banyak khamir yang tergolong kelas ascomycota karena membentuk askospora. Pembentukan askospora tampak pada daur
hidup
khamir.
Secara
aseksual,
genus
khamir
memperbanyak diri melalui pembelahan biner melintang dan memperbanyak diri dengan bertunas. 3) Basidiomycota Basidiomycetes dicirikan oleh adanya basidiospora yang terbentuk diluar pada ujung atau sisi basidium. Cendawan ini menimbulkan kriptokokosis pada manusia, yaitu infeksi mikotik yang sistemik atau merata yang melibatkan aliran darah dan juga paru-paru, sistem saraf pusat dan organ-organ lain.
9
4) Deuteromycota Kelas ini meliputi cendawan yang tingkat reproduksi seksualnya
belum
ditemukan.
Namun
demikian,
untuk
memudahkan dan karena tingkat konidiumnya begitu jelas, banyak spesies masih tergolong kedalam kelas ini meskipun tingkat seksualnya telah diketahui (Iriyanto, 2014). Jamur tersusun atas benang-benang sel yang memanjang serta dihubungkan bersama dari ujung ke ujung, benang tersebut disebut hifa. Untuk menentukan jenis jamur, dapat dilakukan berdasarkan tiga bentuk koloni jamur, yaitu sebagai berikut : 1) Koloni ragi Secara makroskopis tampak bundar, lunak atau lembek dengan permukaan halus, mengkilat, tidak berpigmen, warna kekuningan, seperti koloni bakteri. Bila diperiksa secara mikroskopis hanya didapati sel sel ragi tang berupa sel yang bulat dan tampak seolah-olah mempunyai dua dinding. 2) Koloni menyerupai ragi Secara makroskopis tampak lembek, permukaan halus, mengkilat, dan warnanya putih kekuningan. Secara mikroskopis tampak sebagai sel tunggal dan kadang-kadang tampak miselium semu. 3) Koloni filamen Secara makroskopis tampak seperti kapas berupa benang halus, permukaan dan pinggir tidak rata, dan menonjol diatas permukaan media. Secara mikroskopis tampak sebagai hifa sejati, yaitu benang-benang yang bersidat kontur ganda, berinti dan mempunyai sekat (Sutanto, 2008). c. Patogenesis Pada saat infeksi, komponen permukaan dinding sel jamur dapat melekat pada sel hospes. Polisakarida dinding sel mengaktivasi komplemen dan menimbulkan reaksi inflamasi.
10
Dinding sel melepaskan antigen imunodominan yang dapat menimbulkan respon imun seluler dan antibodi diagnostik. Mekanisme yang terjadi akibat patogenitas fungi adalah Mikotoksikosis yaitu terjadi akibat kecelakaan atau menelan fungi toksik, penyakit hipersensitivitas yaitu air-born spores dan elemen jamur yang dapat merangsang produksi imunoglobulin pada individu tertentu, dan infeksi invasif atau kolonisasi yaitu organisme yang masuk ke dalam tubuh yang akan mengadakan kolonisasi tanpa menyebabkan sakit (Iryanto, 2014).
2. Infeksi Jamur Infeksi jamur disebut mikosis. Kebanyakan jamur patogen bersifat eksogenik, habitat alaminya adalah air, tanah dan debris organik. Mikosis dapat dikelompokan sebagai: 1) mikosis superfisial yang disebabkan oleh kapang dan penyebarannya terjadi pada permukaan tubuh. 2) mikosis sistemik, disebabkan oleh fungi patogen yang menghasilkan mikrokonidia atau oleh khamir dan penyebarannya melalui peredaran darah ke jaringan dalam tubuh. 3) mikosis dalam, yang disebabkan oleh fungi yang membentuk mikrokonidia dan oleh khamir, serta tumbuh di bagian jaringan yang dalam yang akan membengkak.Mikosis juga dapat dikelompokkan menurut lokasi penyakitnya, yaitu dermatomikosis (pada kulit dan rambut) dan onimikosis (pada kuku). Pengelompkan mikosis ke dalam beragai kategori ini mencermiknkan lokasi awal terjadinya mikosis (Indrawati, 2014). Mikosis superfisial ialah penyakit jamur yang mengenai lapisan permukaan kulit, yaitu stratum korneum, rambut dan kuku. Mikosis superficial dibagi dalam dua kelompok: 1) yang disebabkan oleh jamur bukan golongan dermatofita, yaitu pitiriasis versicolor, otomikosis, piedra hitam, piedra putih, otomikosis, onimikosis, dan
11
tinea nigra Palmaris, dan 2) yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yaitu dermatofitosis (Sutanto, 2008). Infeksi non dermatofitosis pada kulit biasanya terjadi pada kulit yang paling luar.Hal ini disebabkan karena jenis jamur ini tidak dapat mengeluarkan zat yang dapat mencerna keratin kulit dan tetap hanya menyerang lapisan kulit yang paling luar (Trelia, 2013). Dermatofitosis
adalah
penyakit
yang
disebabkan
oleh
golongan jamur dermatofit. Golongan jamur ini dapat mencerna keratin
kulit,
karena
mempunyai
daya
tarik
kepada
keratin
(keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisanlapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan stratum basalis (Trelia, 2013).
3. Malassezia furfur Malassezia furfur merupakan jamur lopofilik yang normalnya hidup di keratin kulit dan folikel rambut manusia saat masa pubertas dan di luar masa itu. Jamur ini merupakan bagian dari flora normal pada kulit manusia dan hanya menimbulkan gangguan pada keadaan-keadaan tertentu misalnya pada saat banyak keringat. Bagian tubuh yang sering terkena adalah punggung, lengan atas, lengan bawah, dada, dan leher. Penyakit ini lebih sering ditemukan di daerah beriklim panas (Zulkoni, 2010). a. Klasifikasi jamur Malassezia furfur Kingdom
:Fungi
Kelas
:Basidiomycota
Divisio
:Ustilaginomycotina
Sub Divisio
:Malasseziales
Genus
:Malassezia
Spesies
:Malassezia furfur (Partogi, 2008).
12
b. Morfologi Malassezia furfur Jamur tampak sebagai kelompok kecil pada kulit penderita, sel ragi berbentuk lonjong uniselular atau bentuk bulat bertunas (4-8 um) dan hifa pendek, berseptum dan kadang bercabang (diameter 2,5-4 um & panjangnya bervariasi). Bentuk ini dikenal sebagai spaghetti dan meat ball, pada biakan, Malassezia furfur membentuk khamir,kering dan berwarna putih sampai krem. Pada kulit penderita jamur tampak sebagai spora bulat dan hifa pendek (Sutanto, 2008). Makrokonidianya berbentuk garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak tertentu dipisahkan oleh sekatsekat atau butir-butir seperti kalung, hifa tampak pendek, lurus atau bengkok disertai banyak butiran kecil yang bergerombol (Siregar, 2005).
Spora
Hifa Gambar 2.4 Morfologi jamur Malassezia furfur perbesaran 40x Sumber :Prianto, 2008
c. Patologi dan gejala klinis Manusia mendapatkan infeksi bila sel jamur malassezia melekat pada kulit. Lesi dimulai dengan bercak kecil tipis yang kemudian menjadi banyak dan menyebar, disertai adanya sisik. Kelainan kulit pada penderita panu tampak jelas, sebab pada orang yang memiliki kulit berwarna hitam panu ini merupakan bercak dengan hipogpigmentasi, sedangkan pada orang warna
13
kulit putih, sebagai bercak dengan hiperpigmentasi. Dengan demikian warna kelainan kulit ini dapat bermacam-macam (versicolor). Kelainan kulit tersebut terutama pada tubuh bagian atas (leher, muka, lengan, dada, perut dan lain-lain), berupa bercak-bercak yang bulat-bulat kecil (nummular), atau bahkan lebar seperti plakat pada paru-paru yang sudah menahun. Biasanya tidak ada keluhan, ada rasa gatal bila berkeringat, ada perasaan malu yang beralasan kosmetik (Gandahusada, 2008). Awal infeksi jamur tampak sebagai sel ragi (saprofit) dan setelah sel ragi menjadi miselium (hifa) maka akan berubah menjadi patogen sehingga menyebabkan timbulnya lesi di kulit. Akibat pertumbuhan jamur meningkat sehingga terjadi kolonisasi jamur di kulit. Hal ini sering dihubungkan dengan beberapa faktor tertentu, seperti kulit yang berminyak, prematuritas, pengobatan anti mikrobial dalam waktu lama, kortikosteroid, penumpukan glikogen
ekstraseluler,
infeksi
kronik,
keringat
berlebihan,
pemakaian pelumas kulit dan kadang kehamilan (Sutanto, 2008). d. Epidemiologi Penyakit ini ditemukan diseluruh dunia terutama daerah yang beriklim panas, sehingga penyakit ini kosmopolit. Di Indonesia, panu merupakan mikosis superfisial yang frekuensinya tinggi. Penularan panu terjadi bila ada kontak dengan jamur penyebab
pemicu
lainnya
adalah
seringnya
menggunakan
aksesoris yang pas pada kulit, seperti jam tangan, perhiasan, kaos kaki, serta sepatu. Oleh karena itu, faktor kebersihan pribadi sangat penting. Pada kenyataannya, ada orang yang mudah kena infeksi dan ada yang tidak. Sehingga selain faktor kebersihan pribadi, masih ada faktor lain yang mempengaruhi terjadinya infeksi (Irianto, 2009).
14
e. Pengobatan Pengobatan lokal (topikal) seperti preparat salisil (tinkur salisil spirtus), preparat derivat imidazol (salep mikonazol, isokonazol, salep klotrimazol, ekonazol), krem terbinafin 1%, solusio siklopiroks 0,1 % dan tolnaftat bentuk tinkur atau salep pengobatan ini dapat digunakan pada kelainan yang kecil. Shampo yang mengandung antimikotik juga dapat dipakai seperti selenium sulfid 2,5%, ketokonazol 2% dan zinc pyrithione. Shampo dioleskan selama 5-10 menit pada lesi kemudian dicuci sampai bersih. Pemakaian shampo satu kali dalam sehari selama 2 minggu dan dapat diulang satu atau dua bulan kemudian. Apabila kelainan menginfeksi hampir seluruh badan digunakan ketokonazol yaitu obat oral sebanyak 200 mg per hari selama 5-7 hari, flukonazol 400 mg dosis tunggal dan diulang dalam satu minggu sertaitrakonasol 200 mg per hari selama 5-7 hari (Sutanto, 2008).
4. Pemeriksaan Jamur Malassezia furfur a. Pemeriksaan secara makroskopis pada kulit Tinea versicolor jarang menyebabkan nyeri, tetapi menimbulkan bercak-bercak putih di kulit dengan batas tegas, bersisik halus, rata (tidak timbul) dan ketika berkeringat akan terasa gatal. Orang yang secara alami memiliki kulit yang gelap akan memiliki bercak-bercak terang atau pucat, sedangkan orang yang secara alami memiliki kulit kuning langsat akan memiliki bercak yang lebih gelap. Kelainan ini sering ditemukan pada kulit lengan, muka dan bagian yang tertutup pakaian seperti dada dan punggun. Pada awalnya bercak kecil dan setelah itu akan bergabung menjadi bercak yang lebih besar (Zulkoni,2010).
15
Gambar 2.5 kulit yang terinfeksi jamur Malassezia furfur Sumber : Siregar, 2005
b. Pemeriksaan laboratorium 1) Pemeriksaan mikroskopis Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit yang mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas alkohol 70% lalu dikerok dengan skalpel steril dan hasil kerokan kulit ditampung dalam lempeng-lempeng steril. Sebagian dari bahan tadi kita periksa langsung dengan KOH 10%. Difiksasi sebentar, ditutup dengan deck glass dan diperiksa dibawah mikroskop. Jamur tampak sebagai kelompok sel ragi/spora bentuk lonjong uniseluler atau bulat bertunas (buds form) dengan atau tanpa hifa pendek, berseptum dan kadang bercabang. Bentuk ini dikenal sebagai spagethii dan meat ball (Sutanto, 2008). 2) Pembiakan pada media Media yang dapat digunakan untuk pertumbuhan Malassezia
furfur
adalah
Sabouraud
dekstoda
agar,
chocolateagar dan trypticase soy agar yang ditambah dengan 5% darah kambing dan olive oil, pertumbuhan ini optimal pada suhu 350C - 370 C.
16
Media perbenihan lainnya adalah media yang berisi antibiotik dan sikloheksamid, agar Littman yang dilapisi dengan olive oil steril atau Leeming-Notman (LNA) yaitu media yang kaya lipid. Biakan ini diinkubasi pada suhu 300C (Sutanto, 2008). 3) Pemeriksaan dengan sinar ultraviolet Pemeriksaan dengan sinar ultraviolet (lampu wood’s) dapat dipakai untuk membantu diagnosis. Bila kulit panu disinari dengan sinar ultra violet, maka kulit terseut berfluoresensi hijau kebiru-biruan dan reaksi disebut Wood’s light positif (Sutanto,2008).
17
B. Kerangka Konsep Santri pesantren Al-Mubarok
Memiliki kulit dengan bercak putih,bersisik dan tiimbul rasa gatal
Identifikasi jamur Malassezia furfur Tidak ditemukan spora jamur malassezia furfur Pemeriksaan langsung dengan KOH 10%
Ditemukan spora jamur malassezia furfur Tumbuh koloni berbentuk bulat dengan warna putih sampai krem
Pembiakan pada media SDA
Tidak tumbuh koloni berbentuk bulat dengan warna putih sampai krem
Gambar 2.6 Kerangka Konsep
Jamur Malassezia furfur
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Cordoba. (2012) Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia. Boel, Trelia., (2013) Mikosis Superfisial. Digitized by USU digital library. Brooks, Geo F. Jawetz, Melnick, (2007) Mikrobiologi kedokteran.Jakarta :EGC Brown, Robin. G (2005). Lecture Notes Dermatologi. Jakarta : Erlangga Medical Series. Dorlan, W.A. Newman (2011). Kamus Kedokteran (Albertus Agung Mahmode et al. Penerjemah). Jakarta : EGC. Gandahusada, Srisasi. (2009) Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Buku Kedokteran. Hayati. Inayah., (2014) Identifikasi Jamur Malassezia Furfur Pada Nelayan Penderita Penyakit Kulit di RT 09 Kelurahan Malabro Kota Bengkulu. Irianto, koes. (2009) Parasitologi Berbagai Penyakit yang Mempengaruhi Kesehatan Manusia. Bandung : CV. Yrama Widya. Irianto, koes. (2013) Mikrobiologi Medis. Bandung : Alvabeta. Irianto, Koes. (2014) Bakteriologi Medis, Mikologi medis, dan Virologi medis. Bandung : CV. Alfabeta. Jawetz., dkk. (2014) Mikrobiologi kedokteran. Jakarta : Buku kedokteran EGC. Mansjoer, Arif. (2000) Kapita selekta kedokteran : FKUI Prianto, Juni L.A. (2008) Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : PT Gramedia. Roosheroe, Indrawati Gandjar., dkk. (2014) Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta : Yayasan pustaka obor Indonesia. Safitri, Ratu., dkk. (2010) Medium Analisis Mikroorganisme. Jakarta : CV. Trans info media. Siregar, R.S. Penyakit Jamur Kulit. Jakarta : Buku Keokteran. Sutanto, Inge., (2008) Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Balai penerbit FKUI. Zulkhoni, Akhsin., (2010) Parasitologi. Yogyakarta : Nuha Medika.
30