perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IDENTIFIKASI PERILAKU SANTRI PADA PENGEMBANGAN KOMPETENSI AGRIBISNIS (STUDI PEMBERDAYAAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL ITIFAQ CIWIDEY-BANDUNG)
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Magister Program Studi Penyuluhan Pembangunan Minat Utama : Manajemen Pengembangan Masyarakat
Oleh : Yudi Rustandi S630908011
PROGRAM PASCA SARJANA commit to user MARET UNIVERSITAS SEBELAS SURAKARTA 2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dunia pondok pesantren di Indonesia telah masuk pada suatu babak baru, di mana pendidikan (proses pembelajaran) di pondok pesantren tidak lagi hanya terfokus kepada pendidikan agama semata. Saat ini sudah banyak pondok-pondok pesantren yang telah memulai dengan kegiatan di luar tujuan utamanya yaitu mengajarkan tentang ilmu-ilmu agama. Kegiatan dimaksud yaitu dengan adanya kegiatan pemberdayaan oleh lingkungan pondok pesantren baik untuk para santrinya maupun masyarakat disekitar lingkungan pondok pesantren, berupa kegiatan pemberdayaan ekonomi produktif, salah satunya yaitu dalam bentuk agribisnis masuk pondok pesantren. Pondok pesantren sebetulnya menyimpan potensi yang luar biasa, akan tetapi selama ini masih terkesan belum muncul kepermukaan. Potensi yang ada di pesantren dapat berupa : (1) sumberdaya manusia yaitu para santri yang jumlahnya dapat mencapai puluhan orang dan bahkan sampai ratusan orang, (2) kepemilikan lahan, rata-rata setiap pesantren mempunyai kepemilikan lahan luas terutama pesantren yang berada di perdesaan, (3) potensi pasar, mengingat adanya hubungan sosial dan kekerabatan anatara lembaga keagamaan dengan masyarakat sekitarnya, (4) potensi teknologi, sebagai sarana di mana lembaga keagamaan merupakan lembaga strategis untuk mengembangkan teknologi dan (5) kepemimpinan dari para kyai sebagai pemimpin pondok pesanten yang ditaati dan kharismatik.
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pondok pesantren dengan berbagai harapan dan predikat yang dilekatkan padanya, sesungguhnya berujung pada tiga fungsi utama yang senantiasa diemban, yaitu: Pertama, sebagai pusat pengkaderan pemikir-pemikir agama (Center of Excellence). Kedua, sebagai lembaga yang mencetak sumber daya manusia (Human Resource). Ketiga, sebagai lembaga yang mempunyai kekuatan melakukan pemberdayaan pada masyarakat (Agent of Development). Ponpes juga dipahami sebagai bagian yang terlibat dalam proses perubahan sosial (Social Change) di tengah perubahan yang terjadi (Faozan, 2006). Upaya-upaya pondok pesantren untuk memberdayakan santri sekaligus mencetak kader-kader pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi yang berasal dari komunitas pesantren (santri) mendapat dukungan dari Departemen Pertanian melalui Program LM3 (Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat). Anonimous (2009), sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam mencetak kader-kader pemberdayaan masyarakat tersebut, seperti yang ditetapkan oleh Pondok Pesantren Al Itifaq-Bandung, adalah : (1) Menumbuhkembangkan jiwa wirausaha dikalangan santri dan masyarakat,
(2) Menumbuhkembangkan
sentra dan unit usaha yang berdaya saing tinggi, (3) Membentuk Lembaga Ekonomi/Keuangan Mikro berbasis nilai Islam, dan (4) Mengembangkan jaringan ekonomi dan pendanaan di pesantren baik horizontal maupun vertikal. Kondisi yang ada, sampai saat ini perjalanan pengembangan agribisnis yang coba digerakkan dibanyak pondok pesantren masih jauh dari harapan seperti yang dikemukakan oleh Dr. Ato Soeprapto: Kepala Badan Sumberdaya Manusia Pertanian-Deptan, di www.sinartani.com, mengemukakan bahwa kendati program pemberdayaan dan pengembangan usaha agribisnis LM3 mendapat respon commit to user
2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masyarakat yang sangat positif, dalam pelaksanaannya masih berorientasi pada budidaya, belum mengedepankan sistem dan usaha agribisnis. Akibatnya masih ada LM3 yang kesulitan memasarkan produk atau bahkan tak mampu berkembang. Laporan dari sebuah penelitian oleh Isnawati, dkk. (2007) di Pondok Pesantren Miftahul Ulum-Tulungagung, ditemukan diantara kendala yang dirasakan oleh para pelaksana agribisnis di pesantren dalam mengelola agribisnisnya adalah faktor minat dan kemampuan santri yang masih terbatas serta faktor latar belakang para santri yang sangat beragam baik pengetahuan, pengalaman maupun lingkungan sosialnya (nilai-nilai dan pribadi). Selanjutnya dikemukakan juga bahwa kesulitan pemberdayaan yang dihadapi di bidang agribisnis yaitu rendahnya pengetahuan dan keterampilan tentang manajemen, efisiensi produksi dan masih belum dimanfaatkannya limbah dan sisa hasil pertanian dan juga peternakan, di mana kendala ini telah melemahkan daya saing hasil produk karena belum adanya usaha efisiensi biaya produksi. Kondisi nyata yang terungkap seperti rendahnya tingkat kemampuan dan belum dipahaminya sistem agribisnis yang merupakan perilaku awal santri sebagai pelaksana agribisnis di pesantren. Kondisi ini
dapat di atasi dengan
mengadakan pelatihan-pelatihan praktis yang berhubungan langsung dengan kemampuan (pengetahuan dan keterampilan) yang dibutuhukan santri dalam mengelola agribinis yang dijalankannya, serta dijadikannya pesantren yang juga mempunyai kegiatan agribisnis menjadi sasaran penyuluhan sebagai pelaku utama. Dengan adanya kegiatan pelatihan praktis dan penyuluhan masuk ke pesantren diharapkan kendala-kendala rendahnya pengetahuan dan belum commit to user
3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dipahaminya sistem agribisnis sebagai perilaku awal santri ketika terjun sebagai petani atau pelaksana agribisnis dapat di atasi. Akan tetapi, tentunya pelatihanpelatihan dan kegiatan penyuluhan yang dilakukan di dipesantren (kelompok santri agribisnis) akan berbeda dengan pelatihan dan penyuluhan di masyarakat petani. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan-perbedaan karakteristik pada kedua kelompok masyarakat tersebut. Perbedaan-perbedaan tersebut menyangkut perilaku kedua kelompok masyarakat tersebut, Walgito B. (2009) menyatakan bahwa perilaku akan dipengaruhi oleh; (1) aspek internal seperti; kemampuan, sikap, motif, proses belajarnya, dan sebagainya, dan (2) keadaan eksternal seperti; situasi lingkungan, organisasi atau kelompok yang diikutinya. Salah satu prinsip dalam pemberdayaan adalah penguasaan terhadap kemampuan
ekonomi
yaitu,
kemampuan
memanfaatkan
dan
mengelola
mekanisme produksi, distribusi, pertukangan dan jasa. Kemampuan dalam konteks ini menyangkut kinerja individu yang merupakan wujud kompetensi individu tersebut dapat meningkat melalui proses pembelajaran maupun terlibat langsung di lapangan, seperti kompetensi mengelola agribisnis. Kemampuan (pengetahuan dan keterampilan pengelola agribisnis/petani) yang perlu ditingkatkan; Damihartini dan Jahi (2005), adalah (1) sumberdaya manusia, (2) kewirausahaan/ enterpreneurship, (3) administrasi dan manajemen (organisasi), dan (4) teknis pertanian. Pengetahuan dan keterampilan merupakan salah satu instrumen dalam mencapai kompetensi kerja. Pemberdayaan yang dilakukan oleh pesantren terhadap santrinya
yaitu pemberdayaan melalui peningkatkan
kompetensi agribisnis para santri agar nantinya para santri tersebut setelah berada kembali di lingkungan masyarakatnya dapat menjadi panutan baik dalam bidang commit to user
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ekonomi produktif atau sebagai kader-kader pemberdaya ekonomi, di samping peran utamanya sebagai ustadz/dzah yang mempunyai kemampuan dalam bidang ilmu agama Islam. Karena sebagai pelaksana agribisnis di pondok pesantren adalah para santri, maka dalam menilai keberlanjutan dan keberhasilan program agribisnis di pesantren yang dikelola kelompok santri harus dilihat dari perilaku baru santri yang terbentuk dan diwujudkan berupa kompetensi agribinisnya yang melekat pada diri para santri sebagai manusia.
Notoatmodjo, S. (2010) menyatakan
manusia adalah mahluk hidup yang unik. Keunikan manusia dapat dilihat dari perilaku serta faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tersebut. Selanjutnya di sebutkan juga bahwa perilaku manusia ditentukan oleh kepribadiannya. Sedangkan kepribadian manusia ditentukan oleh prinsip pencarian kenikmatan dan penghindaran ketidaknikmatan (aspek biologis), dan dalam pencapaian kenikmatan dan penghindaran ketidaknikmatan tersebut, perilaku manusia akan menyesuaikan dengan realitas, serta dikendalikan oleh norma-norma sosial, juga hati nurani manusia. Santri sebagai petani atau pelaksana agribisnis, dalam pembentukan perilaku barunya selama belajar di Ponpes Al Ittifaq diduga mempunyai hubungan dengan pengembangan model perberdayaan santri dalam pembentukan perilaku baru tersebut yaitu berupa kompetensi agribisnis yang sedang ditekuninya di selasela kesibukan mempelajari ilmu agama. Notoatmodjo, S. (2010) menyebutkan bahwa perilaku itu terbentuk di dalam diri seseorang dari dua faktor utama yakni : (1) stimulus merupakan faktor dari luar diri seseorang tersebut (faktor eksternal), dan (2) respon merupakan faktor dari dalam diri orang yang bersangkutan (faktor commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
internal). Faktor eksternal atau stimulus adalah merupakan faktor lingkungan, baik lingkungan fisik dan non fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Dalam penelitian-penelitian yang ada, faktor eksternal yang paling besar perannya dalam pembentukan perilaku manusia adalah faktor sosial dan budaya di mana seseorang itu berada. Sedangkan faktor internal yang menentukan seseorang tersebut merespon stimulus dari luar adalah perhatian, pengamatan, sikap, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya. Relevansi kajian ini untuk dilaksanakan karena saat ini semakin banyak pesantren yang mulai mengembangkan kewirausahaan khususnya agribisnis di lingkungan pesantren. Teridentifikasinya faktor-faktor yang berhubungan dan berpengaruh terhadap pembentukan perilaku baru yang ditampakkan dalam kinerja individu santri sebagai wujud kompetensi agribinisnya, diharapkan dapat dijadikan sebagai penambah wawasan pengembangan keilmuan penyuluhan pembangunan dan pengembangan masyarakat demi tercapainya keberdayaan masyarakat khususnya masyarakat (petani) di lingkungan pondok pesantren dan pada umumnya masyarakat (petani) Indonesia.
B. Rumusan Masalah Atas dasar pernyataan latar belakang tersebut, masalah utama yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengembangan model pemberdayaan santri melalui kegiatan agribisnis di Pondok Pesantren Al Ittifaq di Ciwidey-Bandung ? 2. Bagaimana tingkat kompetensi agribisnis santri di Ponpes Al Ittifaq ? 3. Faktor-faktor pendorong perilaku santri apa saja pada upaya pemberdayaan santri di pondok pesantren yang berhubungan positif dan signifikan dengan commit to user pembentukan kompetensi agribisnis santri di Pondok Pesantren Al Ittifaq ?
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian Selaras dengan masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan, sebagai berikut : 1. Mendeskripsikan pengembangan model pemberdayaan santri melalui kegiatan agribisnis di Pondok Pesantren Al Itifaq di Ciwidey-Bandung. 2. Mendeskripsikan tingkat kompetensi agribisnis santri di Ponpes Al Ittifaq. 3. Menganalisis faktor-faktor pendorong perilaku santri apa saja pada upaya pemberdayaan santri yang berhubungan positif dan signifikan dengan pembentukan kompetensi agribisnis santri di Pondok Pesantren Al Itifaq.
D. Manfaat Penelitian Manfaat teoritis : 1. Memberikan
sumbangan
penting
dan
memperluas
kajian
ilmu-ilmu
penyuluhan pembangunan, khususnya menyangkut proses pembentukan perilaku individu pada proses penyuluhan/pemberdayaan masyarakat. 2. Menambah khasanah dan memperluas wawasan tentang ilmu-ilmu perilaku dan pemberdayaan masayarakat. Manfaat praktis : 1. Untuk memahami faktor-faktor pendorong pembentuk perilaku baru individu. 2. Meningkatkan
pengetahuan
masyarakat
tentang
program-program
pengembangan masyarakat (pemberdayaan santri dan masyarakat di lingkungan pesantren), yaitu dengan masuknya program agribisnis di pondok pesantren. Manfaat bagi peneliti : Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat magister. commit to user
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Perilaku dan Individu a. Perilaku Individu Kast dan Rosensweig (1995) dalam Suparta, W. (2001), perilaku merupakan cara bertindak yang menunjukkan tingkah laku seseorang dan merupakan hasil kombinasi antara pengembangan anatomis, fisiologis, dan psikologis. Wahyu (1986), individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas di dalam lingkungan sosialnya melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik tentang dirinya. Akan tetapi dalam banyak hal banyak pula persamaan disamping hal-hal yang spesifik tentang dirinya dengan orang lain. Sebagai seorang manusia, individu akan selalu beraktivitas atau berperilaku yang tidak timbul dengan sendirinya tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterimanya. Walgito (2009), terdapat pandangan dari aliran kognitif, yaitu yang memandang perilaku individu merupakan respons dari stimulus, namun dalam diri individu itu ada kemampuan untuk menentukan perilaku yang diambilnya. Ini berarti inidividu dalam keadaan aktif menentukan perilaku yang diambilnya. Hubungan stimulus dan respon tidak berlangsung secara otomatis, tetapi individu mengambil peranan dalam menentukan perilakunya. Karena itu kaitan antara commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
stimulus, organisme/individu dan prilaku sebagai respon diformulasikan dengan formulasi yang dapat memberikan gambaran tentang perilaku yang bersangkutan. Kurt Lewin dalam Walgito (2009) memberikan formulasi mengenai perilaku itu dengan bentuk rumus sebagai berikut :
B = f(E,O) keterangan : B = behaviour, f = fungsi, E = environment, dan O = organisme. formulasi tersebut mengkaji perilaku sosial melalui pendekatan konsep "medan"/"field" atau "ruang kehidupan" - life space (LS). Kurt Lewin dalam Burnes B. (2004) memaknakan "ruang kehidupan" sebagai seluruh peristiwa (masa lampau, sekarang, masa datang) yang berpengaruh pada perilaku dalam satu situasi tertentu. Bagi Lewin, pemahaman atas perilaku seseorang senantiasa harus dikaitkan dengan konteks - lingkungan di mana perilaku tertentu ditampilkan. Intinya, teori medan berupaya menguraikan bagaimana situasi yang ada (field) di sekeliling individu bepengaruh pada perilakunya. Sesungguhnya teori medan mirip dengan konsep "gestalt" dalam psikologi yang memandang bahwa eksistensi bagian-bagian atau unsur-unsur tidak bisa terlepas satu sama lainnya. Misalnya, kalau kita melihat bangunan, kita tidak melihat batu bata, semen, kusen, kaca, secara satu persatu. Demikian pula kalau kita mempelajari perilaku individu, kita tidak bisa melihat individu itu sendiri, lepas dari konteks di mana individu tersebut berada. Formulasi ini memberikan pengetian bahwa perilaku (behaviour) itu merupakan fungsi atau tergantung pada lingkungan commit to user
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(environment) dan organisme. Artinya, perilaku sangat tergantung atau ditentukan oleh kepribadian individual atau apa yang disebut norma subjektif yang ada dalam diri individu yang bersangkutan, serta oleh faktor lingkungan yang bersifat situasional. Akan tetapi dengan formulasi tersebut di atas belum tergambar hubungan antara E dan O atau tidak nampak dengan jelas bagaimana bentuk hubungannya. Karena itu di samping formulasi itu timbul formulasi lain yaitu yang berbentuk sebagai berikut : B = f(E↔O)
keterangan : B = behaviour, f = fungsi, E = environment, dan O = organisme, yaitu bahwa perilaku bergantung pada interaksi lingkungan dengan organisme. Formulasi ini memperjelas hubungan antara lingkungan dengan organisme, yaitu hubungan interaksional. Hubungan interaksional dimaksud adalah saling hubungan antara lingkungan dengan organisme. dari formulasi-formulasi tersebut di muka memberikan gambaran bahwa perilaku itu ditentukan atau bergantung pada lingkungan atau stimulus dengan organisme yang bersangkutan. Teori perilaku Kurt Lewin tersebut di atas juga selaras dengan Bandura dalam Walgito (2009) yang memformulasikan perilaku dalam bentuk sebagai berikut :
commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B E
P
keterangan : B = Behavior, E = enviroment dan P = Person. Formulasi Bandura menerangkan bahwa perilaku, lingkungan dan individu saling berhubungan atau berinteraki satu sama lain bahkan saling mempengaruhi. Ini berarti bahwa individu dapat mempengaruhi individu itu sendiri. Berdasarkan teori tersebut di atas baik dari Kurt Lewin maupun Bandura jelas bahwa perilaku seseorang juga dapat disebabkan oleh faktor dalam (organism/person), yaitu yang merupakan disposisi internal misalnya sikap, pengetahuan dan keterampilan (kemampuan) dan aspek-aspek internal lainnya, ataukah disebabkan oleh faktor eksternal (enviroment) misalnya situasi. Teori ini dikembangkan oleh Fritz Heider (Walgito, 2009) yang menurutnya perilaku manusia itu dapat disebabkan karena faktor internal dan ini disebut atribusi internal, atau dapat disebabkan oleh faktor eksternal dan ini disebut atribusi eksternal.
b. Pengamatan Perilaku Berdasarkan : Golongan Pengamatan Perilaku Menurut Ingatan atau Perilaku Menurut Cerapan. Kerlinger F.N. (2006) mengemukakan terdapat golongan pengamatan perilaku yang disebut perilaku menurut ingatan atau perilaku menurut cerapan. Mengukur perilaku menurut ingatan atau cerapan biasanya pengamat dibekali dengan suatu system pengamatan dalam wujud suatu skala dan memintanya commit to user
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk menaksir suatu objek berdasar satu karakteristiknya atau lebih, sementara objek tersebut tidak sungguh-sungguh hadir. Suatu skala penilaian jenjang adalah instrument pengukuran yang menuntut penilai atau pengamat menempatkan objek yang dinilainya pada kategori-kategori atau kontinua yang memiliki angkaangka yang dibubuhkan disitu. Untuk dapat melakukan hal itu, pengamat harus membuat taksiran atau penilaian berdasarkan pengamatan pada waktu sebelumnya atau dengan dasar persepsi/cerapan mengenai seperti apakah objek yang pernah diamatinya. Suatu cara yang mudah untuk mengukur perilaku aktual maupun perilaku menurut cerapan dan ingatan ialah dengan skala jenjang (rating scale).
c. Perubahan Perilaku : Teori Kurt Lewin Kurt Lewin (1970) dalam Notoatmodjo S. (2010), menyatakan bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku ini dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang. Sehingga ada 3 kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang itu, yakni : a. Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku. Stimulus ini berupa penyuluhan-penyuluhan atau informasiinformasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan. Misalnya seseorang yang belum ikut KB (ada keseimbangan antara pentingnya anak sedikit dengan kepercayaan banyak anak banyak rezeki) dapat berubah commit to user
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perilakunya (ikut KB) kalau kekuatan pendorong yakni pentingnya ber-KB dinaikkan dengan penyuluhan-penyuluhan atau usaha-usaha lain.
Kekuatan pendorong meningkat Perilaku semula Kekuatan penahan tetap Perilaku baru
b. Kekuatan-kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut. Misalnya contoh tersebut diatas, dengan memberikan pengertian kepada orang tersebut bahwa banyak anak banyak rezeki, adalah kepercayaan yang salah maka kekuatan penahan tersebut melemah dan akan terjadi perubahan perilaku pada orang tersebut.
Pendorong tetap Perilaku semula penahan menurun Perilaku baru
c. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun. Dengan keadaan semacam ini jelas juga akan terjadi perubahan perilaku. Seperti contoh diatas, penyuluhan KB yang berisikan memberikan pengertian terhadap orang tersebut tentang pentingnya ber-KB dan tidak benarnya kepercayaan anak banyak, rezeki banyak, akan meningkatkan kekuatan pendorong dan sekaligus menurunkan kekuatan penahan. commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pendorong meningkat Perilaku semula Penahan menurun Perilaku baru
d. Pengamatan dan Analisis Kompetensi Individu Sofyandi dan Garniwa (2007), menyatakan bahwa pengamatan dan analisis tentang perilaku dan kompetensi individu memerlukan pertimbangan dari tiga perangkat variabel yang secara langsung mempengaruhi perilaku individu. Ketiga perangkat variabel tersebut dikelompokkan sebagai berikut : aspek individu, aspek psikologis, dan aspek keorganisasian. Aspek Individu : - kemampuan (pengetahuan dan keterampilan
Kompetensi Individu
Aspek Organisasi - kepemimpinan - imbalan - struktur
Aspek Psikologis - sikap - belajar - motivasi
Gambar 1. Variabel yang Mempengaruhi Kompetensi Individu Sumber : Sofyandi dan Garniwa (2007), Riduwan (2008)
Gambar 1. menunjukkan bahwa praktek pengelolaan kegiatan yang efektif menghendaki agar perbedaan perilaku individual diakui. Untuk memahami perbedaan individual, seseorang harus (1) mengamati dan mengakui perbedaan tersebut, (2) mempelajari hubungan antara variabel yang mempengaruhi perilaku individu, dan (3) menemukan hubungan tersebut. Juga penting diketahui pengaruh masing-masing variabel terhadap prestasi (kompetensi). Jika mampu mengamati perbedaan tersebut,commit memahami to userhubungannya, dan meramalkan
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pertaliannya, usaha pengelolaan (manajerial) untuk meningkatkan kompetensi akan menjadi lebih mudah.
e. Faktor-Faktor Berhubungan Dengan Variabel Individual Sopiah (2008), menyatakan bahwa pemahaman atas perilaku individu sanatlah penting. Dengan memahami perilaku individu yang lain, seperti rekan sekerja, atasan, bawahan, baik di lingkungan organisasi maupun di lingkungan masyarakat umum maka kita akan dapat berpikir, bersikap dan bertindak dengan tepat, yang dengan demikian maka komunikasi akan berlangsung secara efektif dan efisien dengan begitu maka tujuan akan dapat tercapai. Untuk itulah diperlukan pemahaman akan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perilaku individu dalam mencapai suatu prestasi (kompetensi) tertentu, khususnya untuk faktor pengetahuan dan kemampuan. Sutermeister (1976) dalam Riduwan (2008), mengatakan bahwa kemampuan adalah faktor penting dalam meningkatkan produktivitas kerja, kemampuan berhubungan dengan pengetahuan (knowlwdge) dan keterampilan (skill) yang dimiliki seseorang. Selanjutnya Bob Davis et.al (1994) dalam Riduwan (2008) mengatakan bahwa ”Skill is learned. But an abilities (for example : to react quikly) is general characteristic of the ferformer and can be used in a variety of skill). Pendapat Bob Davis ini menunjukan bahwa keterampilan dan kemampuan adalah dua hal yang saling berhubungan di mana kemampuan seseorang dapat dilihat dari keterampilan yang diwujudkan melalui tindakannya. Sofyandi dan Garniwa (2007) mempunyai pendapat bahwa keterampilan adalah kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan digunakan seseorang dalam waktu yang bersamaan. commit to user
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
David Campbell dalam Riduwan (2008) menggolongkan ciri-ciri pegawai yang mampu, yaitu ciri-ciri pokok dan yang tergolong kepada ciri-ciri yang memungkinkan, sebagai berikut : 1). Ciri-Ciri Pokok Kelincahan mental berpikir dari segala arah, yaitu kemampuan untuk bermain-main dengan ide-ide atau gagasan-gagasan, konsep, kata-kata dan sebagainya. Berpikir dari segala arah (convergent thingking) adalah kemampuan untuk melihat masalah atau perkara dari berbagai arah, segi dan mengumpulkan berbagai fakta yang penting dan mengarahkan fakta itu pada masalah atau perkara yang dihadapi. Kelincahan mental berpikir ke segala arah (divergent thingking) adalah kemampuan untuk berpikir dari ide atau gagasan, menyebar ke segala arah Fleksibilitas konsep (conceptual flexibility), adalah kemampuan untuk secara spontan mengganti cara memandang, pendekatan, kerja yang tidak jalan. Orisinilitas (originality), adalah kemampuan untuk menelorkan ide, gagasan, pemecahan, cara yang tidak lazim (meski tidak selalu baik), yang jarang, bahkan ”mengejutkan”. Lebih menyukai kompleksitas dari pada simplisitas, orang yang kreatif dan mampu itu lebih menyukai kerumitan dari pada kemudahan, dengan maksud untuk memperkaya dan memperluas cakrawala berpikir. Latar belakang yang merangsang (stimulating background), adalah lingkungan
dan
suasana
yang
mendorong
untuk
mempelajari
pengetahuan, melatih kecakapan baru dan untuk memiliki sifat-sifat khas commit to user
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mereka; usaha; tenang dalam kegagalan, tidak putus asa, disiplin, mencari-cari terus, berprestasi dan gairah dalam hidup. Kecakapan dalam banyak hal, pada umumnya orang yang memilki kemampuan mempunyai banyak minat dan kecakapan dalam berbagai bidang (multiple skill). 2). Ciri-Ciri yang Memungkinkan Ciri-ciri yang memungkinkan, yang perlu untuk mempertahankan gagasa-gagasan kreatif yang sudah dihasilkan, meliputi : (1) kekuatan mental atau fisik untuk bekerja keras, (2) berpikir mandiri, (3) pantang menyerah, (4) mampu berkomunikasi dengan baik, (5) lebih tertarik kepada konsep dari pada segi-segi kecil, (6) keingintahuan intelektual, (7) kaya humor dan fantasi, (8) tidak segera menolak ide atau gagasan baru, dan (9) arah hidup yang mantap.
f. Faktor-Faktor Berpengaruh Pada Variabel Psikologis
1) Belajar Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu, bahkan sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Menurut beberapa ahli dapat dirangkum bahwa pengertian belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”. Perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk : (1) commit to user
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya, (2) Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu
dalam
melakukan
interaksi
dengan
lingkungannya
dengan
menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk
dalam
keterampilan
intelektual
adalah
kecakapan
dalam
membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah, (3) Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran, (4) Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, di dalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak, dan (5) Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik (Syamsuddin A., 2003) Syamsuddin A. (2003), menyatakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam : (1) Kebiasaan; seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar, (2) Keterampilan; seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi, (3) Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar, (4) Berpikir asosiatif; yakni berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat, dan (5) Berpikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why).
2) Motivasi Riani A.L., memberikan beberapa pengertian mengenai motivasi, diantaranya; merupakan dorongan psikologis yang mengarahkan seseorang ke arah suatu tujuan. Motivasi membuat keadaan dalam diri individu muncul, terarah, dan mempertahankan perilaku, serta motivasi menjadi dorongan (driving force) terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu. Motivasi yang ada pada setiap orang tidaklah sama, berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Untuk itu, diperlukan pengetahuan mengenai pengertian dan hakikat motivasi, serta kemampuan teknik menciptakan situasi sehingga menimbulkan motivasi/dorongan bagi mereka untuk berbuat atau berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh individu lain/organisasi. Motivasi juga dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat commit to user
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Sudradjat A. (2008), mengemukakan dengan bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu. Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri
sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan. Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
3) Sikap (attitude) Robbins dalam Sofyandi dan Garniwa (2008), mengemukakan bahwa sikap adalah pernyataan evaluatif – baik yang menguntungkan ataupun yang tidak menguntungkan – mengenai objek, orang ataupun peristiwa. Sikap commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mencerminkan bagaimana seseorang merasakan mengenai sesuatu. Bila saya mengatakan ”saya tidak menyukai pekerjaan saya” saya mengungkapkan sikap saya mengenai kerja. Berkaitan dengan pernyataan tersebut maka Walgito (2009) menyatakan bahwa sikap mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu : (a) komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap, (b) komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif dan negatif, (c) komponen konatif (komponen
perilaku),
yaitu
komponen
yang
berhubungan
dengan
kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Selanjutnya dikatakan bahwa reaksi yang dapat diberikan individu terhadap objek sikap dapat
bersifat
positif, tetapi juga dapat bersifat negatif. Bagaimana reaksi yang timbul pada diri individu dapat diikuti dalam bagan berikut :
commit to user
21
perpustakaan.uns.ac.id
Keyakinan
digilib.uns.ac.id
Proses Belajar
Cakrawala
Pengalaman
Pengetahuan
Persepsi Objek Sikap
Faktor-Faktor Lingkungan Yang Berpengaruh
Kognisi Kepribadian
Evaluasi Afeksi Konasi
Senang/tak senang
Sikap
Kecenderungan bertindak
Gambar 2. Individu Mempersepsi Objek Sikap Sumber : Walgito (2009) Gambar 2. merupakan bagan persepsi dikembangkan oleh Walgito (2009), objek sikap akan dipersepsi oleh individu, dan hasil persepsi akan dicermikan dalam sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan.
g. Faktor-Faktor Berpengaruh Pada Varibel Organisasi Organisasi adalah alat yang digunakan orang-orang secara individu maupun kelompok untuk mencapai beberapa tujuan. Organisasi adalah respons sekaligus alat atau sarana untuk menciptakan manfaat yang dapat memenuhi kebutuhan manusia. Organisasi adalah pengaturan yang disengaja terhadap sejumlah orang untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi sebagai sistem terbuka yang terdiri dari sub sistem dan dipengaruhi oleh lingkungan dimana organisasi berada. Sistem adalah perangkat komponen yang saling berkaitan yang secara bersama-sama mengarah pada pencapaian tujuan; masing-masing komponen merupakan suatu sistem tersendiri dan disebut subsistem. commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Kepemimpinan Gibson L. dan James (1996), kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan mempunyai kaitan yang erat dengan motivasi. Hal tersebut dapat dilihat dari keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung kepada kewibawaan, dan juga pimpinan itu dalam menciptakan motivasi dalam diri setiap orang bawahan, kolega, maupun atasan pimpinan itu sendiri. Fungsi kepemimpinan dalam suatu organisasi, tidak dapat dibantah merupakan suatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Oleh karena itu, memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktivitas organisasi secara keseluruhan. Berdasarkan teori kepemimpinan, namun dalam pembahasan disini hanya akan disinggung sebagian saja yang dinilai memiliki relevansi kuat dengan pokok permasalahan yang ada. Teori sifat misalnya, mengadopsi pendapat Keith Davis yang merumuskan empat sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yakni : Kecerdasan, artinya pemimpin harus memiliki kecerdasan lebih dari pengikutnya, tetapi tidak terlalu banyak melebihi kecerdasan pengikutnya. commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, artinya seorang pemimpin harus memiliki emosi yang stabil dan mempunyai keinginan untuk menghargai dan dihargai orang lain. Motivasi diri dan dorongan berprestasi, sehingga pemimpin akan selalu energik dan menjadi teladan dalam memimpin pengikutnya. Sikap-sikap hubungan kemanusiaan, dalam arti bahwa pemimpin harus menghargai dan memperhatikan keadaan pengikutnya, sehingga dapat menjaga kesatuan dan keutuhan pengikutnya (Gibson L. dan James, 1996)
2) Insentif Gibson L. Dan James (1996), insentif (imbalan) adalah sesuatu yang meningkatkan frekuensi kegiatan seorang pegawai. Sesuatu dinamakan imbalan atau bukan, tergantung pada keseluruhan pengaruh terhadap perilaku pegawai. Jika kinerja seorang pegawai diikuti oleh sesuatu dan kinerja lebih sering terjadi di saat kemudian setelah sesuatu, maka sesuatu tersebut disebut imbalan. Imbalan dalam pekerjaan memungkinkan sebuah kinerja akan diulang pada waktu yang akan datang. Sistem imbalan (reward system) merupakan sebuah metode atau cara-cara memberikan reinforcement terhadap kontribusi individu dengan kemampuan dan kinerjanya dalam pekerjaan. Tujuan akhirnya adalah untuk membangun lingkungan tempat kerja yang diarahkan pada perilaku kerja karyawan yang prima, untuk mencapai hasil yang membuat sesuatu menjadi berbeda. Untuk mewujudkannya harus dilakukan kajian ulang terhadap sistem imbalan yang sudah ada untuk
commit to user
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengembangkan instrumennya.
Pengaruh imbalan terhadap keputusan
seseorang sebagai berikut : 1. Kepuasan imbalan adalah merupakan fungsi dari banyak imbalan yang diterima dan berapa banyak menurut perasaan individu yang bersangkutan harus diterima. 2. Perasaan individu tentang kepuasaan dipengaruhi oleh perbandingan apa yang terjadi pada kerja mereka dengan orang lain. 3. Kepuasan dipengaruhi oleh rasa puas pegawai dengan imbalan intrinsik dan ekstrinsik. 4. Orang berbeda dalam imbalan yang mereka inginkan dan segi pentingnya imbalan yang berbeda untuk mereka. 5. Beberapa imbalan ekstrinsik memuaskan karena imbalan tersebut mengarah pada imbalan lain. Imbalan instrinsik adalah imbalan yang dinilai di dalam dan dari diri mereka sendiri serta berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan. Sedangkan imbalan ekstrinsik ialah berasal dari pekerjaan. Ada beberapa kriteria ukuran (indikator-indikator)
tentang
imbalan
intrinsik
dan
ekstrinsik
yang
dikemukakan oleh Gibson L. Dan James (1996), sebagai berikut : a. Instrinsik a.
Penyelesaian
b.
Pencapaian/prestasi
b. Ekstrinsik a.
Finansial (gaji dan upah serta tunjangan)
b.
Antar pribadi
commit to user
25
perpustakaan.uns.ac.id
c.
digilib.uns.ac.id
Promosi
Sasaran utama proses pemberian imbalan adalah untuk menarik orang-orang menjadi anggota organisasi, mempertahankan mereka untuk tetap datang bekerja, dan memotivasi mereka untuk berprestasi tinggi. Proses pemberian imbalan tertentu harus dibahas jika ingin mencapai sasaran. Yaitu harus ada imbalan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar, orang membandingkan antara imbalan yang mereka terima dan imbalam yang diterima orang lain dan perbedaan individual dalam pilihan jenis imbalan merupakan masalah yang penting dipertimbangkan. Untuk itu, selain pengetahuan tentang imbalan yang tepat, seorang pimpinan juga harus mampu memilih jenis-jenis imbalan yang berarti bagi pegawai, karena sebuah imbalan dapat menimbulkan reaksi yang berbeda. Sebagai contoh, ajakan makan di luar bagi orang yang bekerja seluruh waktunya berada di jalan, ajakan tersebut bukan merupakan sebuah imbalan. Lain halnya bagi orang yang tidak pernah makan di luar dan ia harus menyiapkan makanannya sendiri. Untuk itu perlu dipertimbangkan jenis-jenis imbalan yang akan diberikan sesuai situasi dan kondisi organisasi.
3) Struktur Organisasi Struktur Organisasi adalah sistem formal tentang hubungan tugas dan wewenang yang mengendalikan bagaimana tiap individu bekerjsama dan mengelola sumberdaya yang tersedia untuk mewujudkan tujuan. Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur Organisasi menggambarkan commit to user
26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Struktur Organisasi sebagai bentuk formalitas untuk mencapai koordinasi diantara pola-pola interaksi yang terdapat atau terjadi di antara para warga organisasi. Struktur organisasi antara lain: (a) merumuskan dan menetapkan bagaimana tugastugas dialokasikan, (b) menetapkan siapa harus lapor dan bertanggung jawab kepada siapa, (c) merumuskan mekanisme koordinasi dan pola interaksi yang harus ditaati oleh anggota organisasi. Struktur organisasi terdiri dari tiga komponen atau unsur-unsur : (a) kompleksitas yang berkaitan dengan peragaman atau diferensiasi dalam organisasi, (b) formalisasi yang berkaitan dengan tingkat banyaknya aturan-aturan regulasi, dan prosedur untuk mengatur dan mengarahkan perilaku para pegawai, (c) sentralisasi yang menyangkut lokasi pada satu pengambilan keputusan (Gibson L. dan James 1996).
2. Kompetensi a. Pengertian Kompetensi Kompetensi dapat didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan sikap, yang diperlukan bagi seorang individu untuk bekerja secara efektif dalam lingkungan kerja tertentu. Kompetensi; (1) professional, (2) Sosial, dan (3) konseptual. Kompetensi Profesional adalah kompetensi pengetahuan khusus dan keterampilan aktivitas kerja, pengetahuan tentang proses dan teknologi, pasar dan pesaing atau produksi dan jasa. Kompetensi sosial dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk berkomunikasi commit to user
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan bekerja dengan orang-orang; ini adalah fitur individu dan kemampuan untuk beradaptasi di lingkungan sosial. Kompetensi konseptual meliputi berpikir sistematis, kemampuan untuk situasi model dengan menggunakan spektrum yang luas dari pengetahuan dan pengalaman dan pemahaman yang jelas tentang proses ke depan (Leonardo da Vinci Pilot Projects, 2007). Selanjutnya kompetensi didefinisikan oleh Spencer and Spencer (1990) dalam Dharma S. (2002) sebagai “an underlying characteristic’s of an individual which is causally related to criterion-referenced effective and or superior performance in a job or situasion”. Atau karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam pekerjaannnya yaitu; (1) underlying characteristic’s mengandung arti bahwa kompetensi adalah bagian kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan, (2) causally related berari bahwa kompetensi adalah sesuatu yang menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja, (3) criterion-referenced
mengandung
arti
bahwa
kompetensi
sebenarnya
memprediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik, diukur dari kriteria atau standar yang digunakan. Berangkat dari pengertian tersebut kompentensi seorang individu merupakan sesuatu yang melekat dalam dirinya yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kinerjanya. Sesuatu yang dimaksud bisa menyangkut motif, konsep diri, sifat, pengetahuan maupun kemampuan/keahlian. Kompentensi individu yang berupa kemampuan dan pengetahuan cenderung kelihatan karena ada dipermukaan dan bisa dikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan. Sedangkan watak, konsep diri dan motif kompentensi dapat diperoleh pada saat commit to user
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
proses seleksi dan lebih bersifat tersembunyi dan sulit dikembangkan, meskipun berperan sebagai sumber kepribadian. Mardikanto (2007), menyatakan bahwa kompetensi juga dapat diartikan sebagai deskripsi pekerjaan yang berkaitan dengan kebutuhan keterampilan dan perilaku agar seseorang dapat berperan secara efektif . Akan tetapi Bertoncelj. A, dan Kovač. D, (2008), menuliskan pendapat dalam penelitiannya bahwa definisi dari istilah dan konsep kompetensi tidak jelas. Hal ini didasarkan atas beberapa pendapat ahli, diantaranya; menurut Ruth (2006), tergantung pada apakah seseorang adalah seorang psikolog, ahli teori manajemen, SDM pengelola, pendidik atau politikus, dibutuhkan tekanan yang berbeda. Maka Hoffman (1999) menyatakan bahwa "bergeser sesuai dengan konteks penggunaan dan kebutuhan pengguna". Perspektif yang berbeda definisi kompetensi dapat direkapitulasi. Dari sudut pandang praktis yang berguna pembedaan dibuat oleh Boon dan Van der Klink (2001), yang mendefinisikan kompetensi dalam tiga perspektif yang berbeda: kompetensi sebagai karakteristik individu; kompetensi sebagai karakteristik organisasi; dan pengertian tentang kompetensi sebagai alat untuk menyusun dan memfasilitasi komunikasi antara pendidikan dan pasar tenaga kerja. Konsep kompetensi individual secara luas digunakan pada pengelolaan sumber daya manusia (misalnya Boyatzis, 1982; Schroder, 1989; Burgoyne, 1993). Namun demikian menciptakan definisi yang tepat masih merupakan masalah banyak diskusi. Kebanyakan penulis pada kompetensi individu merujuk ke set keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang individu agar mampu melakukan pekerjaan tertentu. Praktisi manajer, ketika mendiskusikan kompetensi individu sebagian besar berkaitan dengan commit to user
29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kinerja, memenuhi tugas-tugas,
meningkatkan efisiensi dan meningkatkan
produksi. Terlepas dari masih belum jelasnya istilah dan konsep kompetensi, dalam penelitian ini akan mengambil dasar teori yang dikemukakan oleh Spencer and Spencer (1993) yang mengemukakan bahwa kompetensi dapat dibagi atas 2 (dua) kategori yaitu “threshold competencies” dan “differentiating compentencies”. Threshold competencies adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat
melaksanakan pekerjaannya. Tetapi tidak
untuk
membedakan individu berkinerja tinggi atau rata-rata. Sedangkan “differentiating competiencies” adalah faktor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah.
Pada penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen atau untuk mengetahui hubungan dan pengaruh faktor pendorong (driving forces) perilaku awal santri yang belum memiliki komptensi agribisnis sehingga terbentuk perilaku baru santri yang diwujudkan dalam bentuk kompetensi agribisnis yang telah dikuasai santri akan menggunakan threshold competencies yaitu perilaku-perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan (masa lalu, sekarang dan akan datang) dan tugas pekerjaan agar dapat melaksanakan tugasnya. Kerlinger F.N. (2006) mengemukakan terdapat golongan pengamatan perilaku yang disebut perilaku menurut ingatan atau perilaku menurut cerapan/persepsi. Pada pengukuran perilaku menurut ingatan atau cerapan biasanya pengamat dibekali dengan suatu sistem pengamatan dalam wujud suatu skala dan memintanya untuk menaksir satu pilihan atau lebih, sementara objek tersebut tidak sungguh-sungguh hadir. commit to user
30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perilaku baru santri yang terbentuk dalam wujud kompetensi agribisnis yang dimiliki santri akan diukur berdasarkan sejumlah kemampuan khusus santri di Ponpes Al Ittifaq Ciwidey-Bandung, sebagai berikut : pertama; berdasarkan kepada Dasar Kompetensi Kejuruan Dan Kompetensi Kejuruan Untuk Sekolah Menengah Kejuruan Pada Bidang Studi Keahlian Agribisnis Dan Agroteknologi Di Program Studi Keahlian Agribisnis Produksi Tanaman Dengan Kompetensi Keahlian Agribisnis Tanaman Pangan Dan Hortikultura. Kedua; didasarkan pada kompetensi agribisnis yang harus dikuasai petani dari Damihartini dan Jahi (2005) dalam laporan penelitiannya bahwa kompetensi agribisnis yang harus dikuasai petani dibagi menjadi 3 kompetensi, yaitu (a) Kompetensi teknis petani sebagai juru tani, yaitu petani harus mempunyai kemampuan teknis sebagai jurutani; (1) bercocoktanam, (2) perlakuan benih/bibit, (3) pemupukan, (4) pengairan, (5) pengendalian hama dan penyakit, (6) panen dan pasca panen, (b) kompetensi khusus petani sebagai manajer, yaitu peran manajer dalam uasahatani menuntut petani harus mampu berusaha mengambil keputusan. Kemampuan mengambil keputusan yang harus dikuasai oleh petani sebagai manajer, yaitu; (1) menentukan varietas benih unggul, (2) menentukan jenis tanaman yang diusahakan, (3) mengembangkan jiwa wirausaha, (4) meningkatkan keuntungan terus menerus dari usahataninya, (5) mengidentifikasi faktor penghambat dan pendukung, (6) memilih informasi yang dibutuhkan, dan
(c) kompetensi
agribisnis yang harus dikuasi, yaitu petani agribisnis dituntut mampu bertanggungjawab dalam hal; (1) merencanakan biaya produksi, (2) pemilihan komoditas, (3) penggunaan sumberdaya lahan secara efisien, (4) menggunakan teknologi baru secara efisien, dan (5) mampu menghitung keuntungan. commit to user
31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ketiga; berdasarkan standar kompetensi agrbisnis santri yang telah ditetapkan oleh Pondok Pesantren Al Ittifaq Ciwidey Kabupaten Bandung, yaitu kompetensi yang diharapkan dapat dicapai tidak berorientasi kepada hasil akan tetapi pada proses dan etos kerja. Keempat; Menurut Suparta, (2001) perilaku agribisnis dapat diukur dari: (1) aspek perilaku teknis produksi; (2) aspek perilaku manajemen agribisnis, yakni: perencanaan agribisnis, pemanfaatan sumber daya agribisnis, meningkatkan efisiensi, meningkatkan produktivitas, senantiasa memperbaiki mutu hasil, melakukan perekayasaaan teknis produksi, melakukan fungsi kelembagaan agribisnis, dan selalu mengutamakan ketepatan dan kecepatan pelayanan; dan (3) aspek perilaku hubungan system agribisnis, yakni: melakukan hubungan kebersamaan dan saling ketergantungan dengan perusahaan agribisnis lainnya, melakukan kerjasama secara harmonis, dan aktif melakukan komunikasi informasi agribisnis,
Kelima; contoh pembuatan kuesioner
kompetensi dari Handbook of Competence Standards (Leonardo da Vinci Pilot Projects, 2005-2007).
b. Teknik dan Alat Ukur Kompetensi Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003 tanggal 21 Nopember 2003 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil, tentang batasan metode dan alat ukur tersebut adalah sebagai berikut: 1) Wawancara Perilaku merupakan metode yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang perilaku pegawai. Wawancara perilaku dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara terstruktur dan didasarkan pada indikator commit to user
32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perilaku yang terdapat pada setiap tingkat kompetensi dari standar kompetensi jabatan yang bersangkutan. Waktu yang diperlukan untuk wawancara antara 60 (enam puluh) sampai dengan 120 (seratus dua puluh) menit dan dilakukan oleh sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang asessor. Jumlah pertanyaan yang terdapat dalam wawancara perilaku sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) pertanyaan untuk setiap tingkat kompetensi. Selama proses wawancara perilaku direkam dengan tape recording. 2) Kuesioner merupakan metode yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang perilaku pegawai. Kuesioner dibuat dengan menggunakan daftar pernyataan dan didasarkan pada indikator perilaku yang terdapat pada setiap tingkat kompetensi dari standar kompetensi jabatan yang bersangkutan. Waktu yang diperlukan untuk pengisian kuesioner antara 60 (enam puluh) sampai dengan 90 (sembilan puluh) menit dengan jumlah sekurang-kurangnya terdiri dari 5 (lima) kuesioner untuk setiap tingkat kompetensi. 3) Psikotes merupakan metode untuk mengukur perilaku memperoleh
informasi
tentang
kemampuan
dalam
pegawai guna hal
kecerdasan,
penyesuaian diri, dan sikap perilaku kerja termasuk minat dan bakat dalam suatu bidang pekerjaan. Pengukuran kompetensi dengan menggunakan metode ini dilakukan oleh psikolog. 4) Assessment Center merupakan metode untuk mengukur perilaku pegawai oleh tim penilai dengan menggunakan serangkaian teknik yang komprehensif dan terintegrasi berupa simulasi, latihan-latihan dan bermain peran, serta apabila dipandang perlu dilakukan psikotes. Pengukuran kompetensi dengan commit to user
33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menggunakan metode ini dilakukan oleh instansi yang mempunyai Assessment Center. 5) Analisis Kasus merupakan metode untuk membahas kasus-kasus tertentu dan memberikan pendapat dalam menghadapi permasalahan tersebut. Metode ini digunakan untuk mengukur kemampuan dalam menangani tugas-tugas yang spesifik untuk memahami permasalahan, kemampuan melakukan sintesis atas permasalahan dan kemampuan menyelesaikan permasalahan disesuaikan dengan standar jabatan yang ditetapkan oleh assesor. Waktu yang diperlukan untuk analisis kasus antara 60 (enam puluh) sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) menit dengan jumlah sekurang-kurangnya 1 (satu) kasus. 6) Presentasi merupakan metode untuk menyampaikan suatu informasi atau permasalahan di hadapan orang lain. Metode ini digunakan untuk memperoleh kemampuan meyakinkan pendengarnya, kemampuan komunikasi lisan, kemampuan menyesuaikan diri dan kompetensi interaksi sosial lain yang sejenis. Lamanya presentasi antara 30 (tiga puluh) sampai dengan 60 (enam puluh) menit dengan jumlah sekurang-kurangnya 1 (satu) topik.
3. Agribisnis a. Pengertian Agribisnis Agribisnis oleh Soekartawi (2005) dijelaskan dari unsur kata yang membentuknya, yaitu “Agri” yang berasal dari kata agriculture (pertanian) dan bisnis yang berasal dari kata “bisnis” (usaha). Jadi agribisnis adalah usaha dalam bidang pertanian. Baik mulai dari produksi, pengolahan, pemasaran atau kegiatan lain yang berkaitan. Lebih spesifik commitMenurut to user Eviyati (2005) dalam Jurnal
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
AGRIJATI 1 (1), Desember 2005, Agribisnis peternakan mencakup semua kegiatan yang dimulai dengan pengadaan dan penyaluran sarana produksi, produksi usahatani/ternak dan pemasaran produk usaha tani/ternak atau hasil olahannya. Kegiatan ini mempunyai hubungan yang erat sehingga gangguan pada salah satu kegiatan akan berpengaruh terhadap kelancaran seluruh kegiatan dalam bisnis. Saragih (2000) dalam Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol 2, No.1/Feb. 2000, 1-9, Sistem agribisnis tidak sama dengan sektor pertanian. Sistem agribisnis jauh lebih luas daripada sektor pertanian yang dikenal selama ini. Sistem agribisnis terdiri dari tiga subsistem utama, yaitu: Pertama, subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness) yang merupakan kegiatan ekonomi yang menyediakan sarana produksi bagi pertanian, seperti industri dan perdagangan agrokimia (pupuk, pestisida, dll), industri agrootomotif (mesin dan peralatan), dan industri benih/bibit. Kedua, subsistem usahatani (onfarm agribusiness) yang merupakan kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan oleh subsistem agribisnis hulu untuk menghasilkan produk pertanian primer. Termasuk ke dalam subsistem usahatani ini adalah usaha tanaman pangan, usaha tanaman hortikultura, usaha tanaman obat-obatan, usaha perkebunan, usaha perikanan, usaha peternakan, dan kehutanan. Ketiga, subsistem agibisnis hilir (down-stream agribusiness) yang berupa kegiatan ekonomi yang mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara maupun produk akhir, beserta kegiatan perdagangan di pasar domestik maupun di pasar internasional. Kegiatan ekonomi yang termasuk dalam subsistem agibisnis hilir ini antara lain adalah industri pengolahan makanan, commit to user
35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
industri pengolahan minuman, industri pengolahan serat (kayu, kulit, karet, sutera, jerami), industri jasa boga, industri farmasi dan bahan kecantikan, dan lain-lain beserta kegiatan perdagangannya. Disamping ketiga subsistem di atas, diperlukan subsistem keempat sebagai bagian dari pembangunan sistem agribisnis. Subsistem keempat ini dikenal sebagai subsistem penunjang. Subsistem penunjang adalah seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga transportasi, lembaga pendidikan, dan lembaga pemerintah (kebijakan fiskal dan moneter, perdagangan internasional, kebijakan tata-ruang, serta kebijakan lainnya). Mardikanto (2007) menjelaskan bahwa pengembangan manajemen agribisnis harus dimulai dengan langkah-langkah berikut : (1) analisis keadaan lingkungan eksternal dan internal, (2) menetapkan komoditas unggulan dan kegiatan lain yang dibutuhkan, dan (3) pengembangan keunggulan bersaing yang lestari. Dengan memperhatikan langkah-langkah yang harus dilakukan terdapat lima pokok kegiatan yang harus dilakukan dalam pengembangan usaha agribisnis yaitu rekayasa teknologi, rekayasa sosial, rekyasa finansial, rekayasa hukum dan rekayasa kelembagaan. Santri di ponpes dalam hubungannya dengan pengelolaan agribisnisnya, harus memiliki kemampuan-kemampuan berupa kemampuan personal yang tinggi oleh para pelaku agribisnis adalah sebagai berikut : (1) kemampuan manajerial, (2) kemampuan teknis, (3) kemampuan menerapkan teknologi, (4) kemampuan menjamin mutu, dan (5) kemampuan menemukan pasar bagi produk agribisnis yang diproduksinya (Gumbira dkk; 2001). Lebih commit to user
36
perpustakaan.uns.ac.id
lanjut
ditambahkan
digilib.uns.ac.id
oleh
Soekartawi
(2005),
yaitu
kemampuan
untuk
berkompetisi. Kemampuan penerapan dalam kegiatan sehari-hari dalam melakukan pekerjaan adalah penting dilakukan, karena dapat mempengaruhi tingkat kinerja dan keberhasilan dari suatu usaha yang dijalankan. Kemampuan individu mengelola suatu usaha dalam hal ini kemampuan agribisnis tanaman hortikultura dataran tinggi yang dialkuakn oleh para santri di Ponpes Al Itifaq CiwideyBandung dapat dilihat dari beberapa indikator atau faktor-faktor yang mempengaruhi agribisnis. Rahardi dan Hartono (2003), mengemukakan usaha agribisnis dapat mengalami pasang surut karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Untuk itu, para pelaku usaha harus memperhatikan dan mempunyai kemampuan dengan baik untuk faktor-faktor ini agar tidak mengalami kegagalan dalam berusaha. Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi agribisnis dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut, yaitu :
(1) Faktor internal, usaha dibidang agribisnis
dipengaruhi oleh lokasi usaha, skala usaha, modal, petani/peternak dan bibit tanaman/ternak, dan (2) Faktor eksternal, agribisnis juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti pasar, teknologi, kondisi ekonomi nasional, dan kebijakan pemerintah. b. Kompetensi Agribisnis Tanaman Pangan Dan Hortikultura Salah satu acuan yang dijadikan dasar dalam menentukan kompetensi agribisnis santri di Ponpes Al Ittifaq Ciwidey Bandung yaitu diambil dari dasar kompetensi kejuruan dan kompetensi kejuruan untuk sekolah menengah kejuruan pada Bidang Studi Keahlian Agribisnis dan Agroteknologi di Program Studi commit to user
37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keahlian Agribisnis Produksi Tanaman dengan Kompetensi Keahlian Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura, selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13 (Anonimous, 2001). Pada penelitian ini sebagai indikator-indikator pencapaian kompetensi agribisnis santri diambil dari; 1) Damihartini dan Jahi (2005) yang menginformasikan bahwa kompetensi agribisnis yang harus dikuasai petani dibagi menjadi 3 kompetensi, yaitu (a) Kompetensi teknis petani sebagai juru tani, yaitu kompetensi teknis petani sebagai jurutani; (1) bercocoktanam, (2) perlakuan benih/bibit, (3) pemupukan, (4) pengairan, (5) pengendalian hama dan penyakit, (6) panen dan pasca panen, (b) kompetensi khusus petani sebagai manajer, yaitu peran manajer dalam uasahatani menuntut petani harus mampu berusaha mengambil keputusan. Kemampuan mengambil keputusan yang harus dikuasai oleh petani sebagai manajer, yaitu; (1) menentukan varietas benih unggul, (2) menentukan jenis tanaman yang diusahakan, (3) mengembangkan jiwa wirausaha, (4) meningkatkan keuntungan terus menerus dari usahataninya, (5) mengidentifikasi faktor penghambat dan pendukung, (6) memilih informasi yang dibutuhkan, dan (c) kompetensi agribisnis yang harus dikuasi, yaitu petani agribisnis dituntut mampu bertanggungjawab dalam hal; (1) merencanakan biaya produksi, (2) pemilihan komoditas, (3) penggunaan sumberdaya lahan secara efisien, (4) menggunakan teknologi baru secara efisien, dan (5) mampu menghitung keuntungan,
commit to user
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Suparta (2001), menambahkan bahwa ciri nilai-nilai perilaku agribisnis berkebudayaan industri yang diharapkan terbentuk adalah: tekun, ulet, kerja keras, berani, hemat, cermat, disiplin, ide/gagasan dan menghargai waktu.
4. Pengembangan Masyarakat a. Community development (pengembangan masyarakat) Perserikatan Bangsa-bangsa mendefinisikan community development sebagai proses yang merupakan usaha masyarakat sendiri yang diintegrasikan dengan otoritas pemerintah guna memperbaiki kondisi sosial ekonomi dan kultural komunitas, mengintegrasikan komunitas ke dalam kehidupan nasional dan mendorong kontribusi komunitas yang lebih optimal bagi kemajuan nasional. Lebih lanjut Soetomo (2006) mengemukakan beberapa prinsip umum yang harus ada dalam community development sebagai berikut : a. Fokus perhatian ditujukan pada komunitas sebagai suatu kebulatan b. Berorientasi kepada kebutuhan dan permasalahan komunitas c. Mengutamakan prakarsa, partisipasi dan swadaya masyarakat. Dengan demikian melalui community development
sebagai proses untuk
meningkatkan kondisi kehidupan yang memberikan fokus perhatian pada komunitas sebagai satu kesatuan kehidupan bermasyarakat, guna merealisasikan tujuan tersebut cenderung lebih mengandalkan pada pemanfaatan dan pendayagunaan energi yang ada dalam kehidupan komunitas itu sendiri. b. Pemberdayaan (Empowerment) Ife J. (2002) menyatakan bahwa konsep pemberdayaan memiliki hubungan erat dalam dua konsep commit pokok, yakni to user: konsep power (daya) dan konsep
39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
disadvantaged (ketimpangan). Pengertian pemberdayaan dapat dijelaskan dengan menggunakan empat perspektif, yaitu : pluralis, elitis, strukturalis dan poststrukturalis. a. Pemberdayaan masyarakat ditinjau dari prespektif pluralitis. Pemberdayaan merupakan proses untuk menolong individu dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung agar mereka dapat bersaing secara lebih efektif dengan kepentingan-kepentingan lain. Upaya pemberdayaan yang dilakukan adalah menolong mereka dengan pembelajaran, menggunakan keahlian dalam melobi, menggunakan media yang berhubungan dengan tindakan politik dan memahami bagaimana bekerjanya sistem. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat agar dapat bersaing secara wajar sehingga tidak ada yang menang atau kalah. Untuk itu, pemberdayaan masyarakat adalah upaya kelompok atau individu bagaimana bersaing di dalam peraturan. b. Pemberdayaan masyarakat ditinjau dari prespektif elitis. Pemberdayaan
merupakan
suatu
upaya
untuk
bergabung
dan
mempengaruhi kalangan elit seperti para pemuka atau tokoh masyarakat, pejabat, orang kaya dan lain-lain. Selain itu, juga untuk membentuk aliansi dengan kalangan elit serta melakukan konfrontasi dan mengupayakan perubahan pada kalangan elit. Upaya ini dilakukan mengingat masyarakat menjadi tak berdaya karena adanya power dan kontrol yang kuat dari para elit terhadap media, pendidikan, partai politik, kebijakan publik, birokrasi dan parlemen. c. Pemberdayaan masyarakat ditinjau dari prespektif strukturalis. commit to user
40
perpustakaan.uns.ac.id
Pemberdayaan
digilib.uns.ac.id
merupakan
suatu
agenda
perjuangan
yang
lebih
menantang, karena tujuan pemberdayaan dapat dicapai apabila bentuk-bentuk ketimpangan struktural dieliminasi. Umumnya, masyarakat menjadi tidak berdaya lantaran adanya sebuah struktur sosial yang mendominasi dan menindas mereka baik karena alasan kelas sosial, gender, ras atau eknik. Berdasarkan perspektif strukturalis ini, pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai suatu proses pembebasan, perubahan struktural secara fundamental serta berupaya menghilangkan penindasan struktural. d. Pemberdayaan masyarakat ditinjau dari prespektif post-strukturalis. Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007) menyatakan bahwa pemberdayaan adalah “proses menjadi” bukan “proses instan”. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan: penyadaran, pengkapasitasan dan pendayaan. Tahap pertama adalah penyadaran. Pada tahap ini target yang hendak diberdayakan diberi “pencerahan”
dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka
mempunyai hak untuk memiliki “sesuatu”. Program-program yang dapat dilakukan pada tahap ini misalnya memberikan pengetahuan yang bersifat kognisi, belief, dan healing. Prinsip dasarnya adalah membuat target mengerti bahwa mereka perlu diberdayakan dan proses pemberdayaan itu dimulai dari dalam
diri
mereka
sendiri.
Setelah
menyadari,
tahap
kedua
adalah
pengkapasitasan. Inilah yang sering disebut capacity building atau dalam bahasa sederhana memampukan atau enabling. Untuk diberi daya atau kuasa, yang bersangkutan harus memiliki kemampuan. Proses capacity building terdiri dari tiga jenis, yaitu: manusia, organisasi dan sistem nilai. Pengkapasitasan manusia diartikan sebagai pemberian kapasitas kepada individu atau kelompok manusia commit to user
41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk menerima daya atau kekuasaann yang akan diberikan. Pengkapasitasan organisasi dilakukan dalam bentuk restrukturisasi organisasi yang hendak menerima daya atau kapasitas tersebut. Pengkapasitasan organisasi diibaratkan menyiapkan medium sebelum meletakkan sediaan. Pengkapasitasan ketiga adalah sistem nilai. Setelah manusia dan wadahnya dikapasitaskan, sistem nilaipun demikian. Sistem nilai adalah aturan main, dalam cakupan organisasi sistem nilai berkenaan dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, sistem dan prosedur, peraturan koperasi dan sejenisnya. Tahap ketiga adalah pemberian daya. Pada tahap ini, kepada target diberikan daya, kekuasaan, otoritas atau peluang. Pemberian ini sesuai dengan kualitas kecakapan yang telah dimiliki. Konsep
pemberdayaan
tidak
hanya
mengarah
secara
individual
(individual self empowerment), tetapi juga secara kolektif (collective self empowerment). Semua itu harus menjadi bagian dari aktualisasi diri (self actualization) dan koaktualisasi eksistensi manusia dan kemanusiaan, dengan perkataan lain manusia dan kemanusiaanlah yang menjadi tolok ukur normatif, struktural, dan substansi (Hikmat; 2006)
c. Pemberdayaan Masyarakat di Lingkungan Masyarakat Pesantren Pondok pesantren (Ponpes) dalam bacaan teknis merupakan suatu tempat yang dihuni oleh para santri. Dibandingkan dengan lingkungan pendidikan parsial yang ditawarkan sistem pendidikan sekolah umum di Indonesia sekarang ini, pondok pesantren mempunyai kultur yang unik. Karena keunikannya, ponpes digolongkan ke dalam subkultur tersendiri dalam masyarakat Indonesia. Lima ribu lebih Ponpes yang tersebar di enam puluh delapan ribu desa, merupakan bukti tersendiri untuk menyatakannya commitsebagai to user sebuah subkultur. Keunikan ini
42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pula pada gilirannya dapat menghasilkan nilai ekonomis yang sangat besar bila dikelola secara profesional (Faozan, 2006). Lebih lanjut Faozan (2006), menyatakan pondok pesantren dengan berbagai harapan dan predikat yang dilekatkan padanya, sesungguhnya berujung pada tiga fungsi utama yang senantiasa diemban, yaitu: Pertama, sebagai pusat pengkaderan pemikir-pemikir agama (Center of Excellence). Kedua, sebagai lembaga yang mencetak sumber daya manusia (Human Resource). Ketiga, sebagai lembaga yang mempunyai kekuatan melakukan pemberdayaan pada masyarakat (Agent of Development). Ponpes juga dipahami sebagai bagian yang terlibat dalam proses perubahan sosial (Social Change) di tengah perubahan yang terjadi. Ponpes dalam keterlibatannya dengan peran, fungsi, dan perubahan yang dimaksud, memegang peranan kunci sebagi motivator, inovator, dan dinamisator masyarakat. Hubungan interaksioniskultural antara pesantren dengan masyarakat menjadikan keberadaan dan kehadiran institusi pesantren dalam perubahan dan pemberdayaan masyarakat menjadi semakin kuat. Namun demikian, harus diakui belum semua potensi besar yang dimiliki Ponpes tersebut terkait dengan kontribusi pesantren dalam pemecahan masalah-masalah sosial ekonomi umat. Ghazali (2002) menyatakan fungsi pondok pesantren sebagai lembaga sosial menunjukan keterlibatan pesantren dalam menangani masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat (pemberdayaan masyarakat). Lebih lanjut Nahrawi (2008), sebagai wadah pendidikan manusia yang berbasis keagamaan, pesantren berfungsi dan berperan sangatlah multiple. Satu sisi sebagai lembaga keagamaan dan pendidikan; sisi lain adalah lembaga pencetak kader umat sekaligus lembaga sosial (pengembangan masyarakat). commit to user
43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Pemberdayaan Masyarakat Pondok Pesantren Melalui Pemberdayaan Ekonomi Pemberdayaan pengetahuan
dan
berarti
menyediakan
keterampilan
bagi
sumber
masyarakat,
daya, untuk
kesempatan, meningkatkan
kemampuan mereka, dalam menentukan masa depannya sendiri dan dalam berpartisipasi serta memengaruhi kehidupan masyarakatnya (Ife; 2002). Berangkat dari pengertian tersebut maka ponpes sangat berpeluang untuk berperan dalam mengembangkan kelembagaannya sebagai bagian dari unit pengembangan masyarakat di lingkungannya (intern dan ekstern). Ponpes sebagai lembaga unik yang berada di perdesaan mempunyai potensi yang luar biasa untuk dikembangkan kearah lembaga ekonomi mikro yang berbasis rakyat, seperti home industry, pertanian berbasis agribisnis dan agroindustri, dan berbagai bentuk ekonomi mikro lainnya. Sebagaimana diketahui bahwa kegagalan sistem perekonomian Indonesia ialah adanya kebijakan pemerintah mengenai sistem ekonomi konglomerasi. Sistem ekonomi berbasis konglomerasi ini kenyatannya hanya menguntungkan orang atau kelompok yang telah memiliki kemampuan dan akses ekonomi sehingga hanya merekalah yang untung. Sementara itu, masyarakat yang tidak memiliki kemampuan dan akses, tidak dapat melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi yang dapat menguntungkan usahanya. Setelah kegagalan sistem ekonomi konglomerasi, maka harapan ekonomi itu ditumpahkan ke lembagalembaga rakyat yang sudah teruji dan lulus dalam sejarah kehidupan masyarakat dan berbangsa. Ternyata, yang justru tahan di tengah badai krisis ekonomi adalah lembaga-lembaga ekonomi mikro yang berbasis rakyat. Industri kelas menengah commit to user
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kecil seperti home industri dan sektor pertanian (agribisnis) justru memiliki daya tahan ketika berhadapan dengan krisis ekonomi. Ponpes, kenyatannya adalah lembaga potensial untuk bergerak ke arah ekonomi berbasis rakyat sebagaimana kekuatan yang dimilikinya. Jika Ponpes hanya menjadi penonton, di era yang akan datang maka lembaga-lembaga ekonomi mikro lain boleh jadi akan lebih dulu bergerak ke arah kemajuan. Oleh karena itu, kiranya diperlukan analisis yang cermat untuk melakukan penguatan kelembagaan ekonomi khsususnya agribisnis agar tidak salah melangkah. Sasaran akhir dari pemberdayaan ekonomi Ponpes adalah kemandirian pesantren, lebih khusus lagi kompetensi yang harus dimiliki oleh para santri mengenai kompetensi dalam beragribisnis (Faozan, 2006).
e. Potensi Diri/Kompetensi Para Santri Hubungannya Dengan Pemberdayaan Masyarakat Agribisnis di Pondok Pesantren Kompetensi/Potensi diri merupakan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas secara efektif dan merupakan refleksi dari kinerja yang dilakukan seseorang dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaannya (Boyatzis; 1982). Dalam hubungannya dengan pengelolaan agribisnis oleh santri di ponpes, kemampuankemampuan yang harus dimilki berupa kemampuan personal yang tinggi oleh para pelaku agribisnis adalah sebagai berikut : (1) kemampuan manajerial, (2) kemampuan teknis, (3) kemampuan menerapkan teknologi, (4) kemampuan menjamin mutu, dan (5) kemampuan menemukan pasar bagi produk agribisnis yang diproduksinya (Gumbira dkk; 2001). Lebih lanjut (Soedijanto; 2004) mengatakan secara umum kualitas SDM yang diperlukan untuk mendukung pembangunan sistem dan usahacommit agribisnis meliputi : (1) penguasaan iptek to user
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terutama bioteknologi, (2) memiliki karakter refresif, (3) memiliki rasa kebersamaan dan kerja sama, dan (4) beriman dan bertaqwa.
Setiap pelaku
(santri) yang mengelola agribisnis di ponpes perlu dibekali kemampuankemampuan tersebut yang didapat baik melalui pendidikan formal maupun non formal seperti pendidikan dan latihan (Diklat), kursus-kursus, dan kunjungan atau studi banding mengenai agribisnis sebagai pembinaan dan pengembangan sumberdaya manusia (SDM) ponpes. Faozan (2006), masalah kualitas SDM sebetulnya bukan hanya masalah Ponpes saja, tetapi dalam skala yang lebih luas, yakni masyarakat Indonesia secara umum. Data tentang Human Development Index (HDI) yang disajikan United Nations for Development Program (UNDP) menunjukkan bahwa peringkat kualitas SDM di Indonesia tahun 2000 berada pada urutan 109. Peringkat Indonesia itu hanya satu tingkat lebih tinggi dari Vietnam yang menempati urutan 110, namun sangat jauh berbeda dengan sesama negara anggota ASEAN lainnya. HDI Singapura berada di urutan 22, Brunai Darussalam berada di urutan 25, Malaysia berada di urutan 56, serta Thailand dan Philipina berada di urutan 67 dan 77.9 Sementara itu, pada tahun 2000, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai angka yang sangat mengkhawatirkan, sekitar 38,5 juta jiwa. Jumlah ini mengalami kenaikkan 1,1 juta jiwa bila dibanding tahun 1999. Salah satu penyebab utama meningkatnya jumlah pengangguran tersebut adalah terbatasnya kemampuan sektor riil dalam menyerap jumlah tenaga kerja yang semakin membesar. Secara objektif harus diakui bahwa angka 38,5 juta jiwa pengangguran tersebut, sebagian di antaranya adalah komunitas alumni Ponpes. Kondisi ini sudah barang tentu bukan semata commit to user
46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kesalahan para santri, tetapi akan lebih baik bila dilihatnya secara komprehensif, yakni dengan melihat bagaimana SDM pengelola lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Pesantren. SDM di sini tentu saja tidak hanya meliputi kemampuan dasar akademis, tetapi juga kemampuan skil individual-kolektif. Perpaduan antar kemampuan akademis dan skill individual-kolektif inilah yang pada saatnya sangat menentukan terhadap kualitas suatu produk. Pesantren sebagai sebuah center of excellence, seharusnya melengkapi kurikulum dan metodologinya tidak hanya pada satu kemampuan, yaitu mencetak pemikir-pemikir agama, tetapi sekaligus praktisi-praktisi sosial dan ekonomi dengan basis agama. Untuk keperluan inilah berbagai ilmu dan kemampuan terapan sangat dibutuhkan. Lebih jauh, apabila seorang santri telah lulus dari pesantren, maka ia akan terjun di masyarakat sebagai seorang juru dakwah (ustadz). Pekerjaan juru dakwah cenderung banyak bersentuhan dengan masyarakat sehingga dapatlah dikatakan profesi mereka sebagai Community Development
Worker (CD) di
bidang keagamaan. Tentunya akan lebih komprehensip apabila para juru dakwah dibekali selain ilmu keagamaan juga dibekali dengan berbagai ilmu dan keterampilan
dibidang
lainnya
seperti
ilmu
kewirausahaan,
khususnya
pengetahuan dan ketarmpilan dalam mengelola agrbisnis. Hal ini berhubungan dengan sasaran pada umumnya berada di perdesaan dimana masyarakatnya sebagian besar bermata pencahariaan sebagai petani. Peran tersebut merupakan implemetasi dari salah satu peran ponpes sebagai lembaga yang mempunyai kekuatan melakukan pemberdayaan pada masyarakat (Agent of Development) Khususnya dalam mencetak praktisi ekonomi dan ponpes sangat berkepentingan karena potensi ekonomi yang melekat pada ponpes adalah santri, commit to user
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
atau murid atau siswa. Analisis potensi diri ini harus dipahami, bahwa para santri tersebut sering mempunyai potensi/bakat bawaan, seperti kemampuan membaca al-Qur’an, kaligrafi, pertukangan, dan sebagainya. Bakat bawaan ini sudah seharusnya selalu dipupuk dan dikembangkan. Karena itulah, ada baiknya bila dalam Ponpes diterapkan penelusuran potensi/bakat dan minat santri, kemudian dibina dan dilatih. Dengan demikian, dalam Ponpes tersebut perlu juga dikembangkan Wadah/Kelompok Apresiasi Potensi Santri (WAPOSI), wadah semacam ini, mungkin sudah ada di beberapa Ponpes, tinggal bagaimana mengaturnya supaya produktif. Perlu juga ditambahkan, penggalian potensi diri santri-murid ini merambah pada potensi-potensi, semisal politisi, advokasi, jurnalistik, kompetensi agribisnis, dan seterusnya. Karenanya, untuk ke depan wajah Ponpes menjadi semakin kaya ragam dan warna.
f. Ukuran dan Tingkat Keberhasilan Pemberdayaan Suharto
(2004)
menjelaskan
tentang
keberhasilan
pemberdayaan
masyarakat dapat dilihat dari indikator-indikator keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan dan kekuasaan. Indikator kemampuan tersebut meliputi (1) kemampuan ekonomi, (2) kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan (3) kemampuan kultural dan politis. Sedangkan indikator kekuasaan meliputi : (1) kekuasaan di dalam (power within), (2) kekuasaan untuk (power to), (3) kekuasaan atas (power over), dan (4) kekuasaan dengan (power with). Ketiga aspek indikator kemampuan apabila dikaitkan dengan indikator dimensi kekuasaan dapat dirangkum seperti yang terdapat di tabel 1. dan penjelasnnya berikut :
commit to user
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 1. Indikator Keberdayaan Jenis hubungan Kekuasaan 1. Kekuasaan di dalam Meningkatkan kesadaran dan keinginan untuk berubah
2. Kekuasaan untuk Meningkatkan kemampuan individu; meningkatkan kesempatan untuk memperoleh akses
3. Kekuasaan atas Perubahan pada hambatan-hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat rumahtangga, masyarakat dan makro; Kekuasaan atau tindakan individu untuk menghadapi hamabatanhambatan tersebut 4. Kekuasaan dengan Meningkatnya solidaritas atau tindakan bersama dengan orang lain untuk menghadapi hambatan-hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat rumah tangga, masyarakat dan makro.
Kemampuan Ekonomi Evaluasi positif terhadap kontribusi ekonominya Keinginan memiliki kesempatan ekonomi yang setara Keinginan memiliki kesamaan hak terhadap sumber yang ada pada rumahtangga dan masyarakat. Akses terhadap pelayanan keuangan mikro Akses terhadap pendapatan Akses terhadap assetaset produktif dan kepemilikan rumah tangga. Akses terhadap pasar Penurunan beban dalam pekerjaan domestic, etrmasuk perawatan anak. Kontrol atas penggunaan pinjaman dan tabungan dan keuntungan yang dihasilkannya Kontrol atas pendapatan aktivitas produktif keluarga yang lainnya Kontrol atas aset produktif dan kepemilikan keluaarga Kontrol atas alokasi tenaga kerja keluarga Bertindak sebagai model peranan bagi orang lain terutama dalam pekerjaan public dan modern Mampu member gaji terhadap orang lain Tindakan bersama menghadapi deskriminasi pada akses terhadap sumber (termasuk hak atas tanah,), pasar dan deskriminasi gender pada konteks ekonomi makro.
Kemampuan Mengakses Manfaat Kesejahteraan Kepercayaan diri dan kebahagiaan Keinginan memiliki kesejahteraan yang setara Keinginan membuat keputusan mengenai diri dan orang lain Keinginan untuk mengontrol jumlah anak. Keterampilan, termasuk kemelekan huruf Status kesehatan dan gizi Kesadaran mengenai dan akses terhadap pelayanan kesehatan repsroduksi Ketersediaan pelayanan kesejahteraan publik
Kemampuan Kultural dan politis Assertiveness dan otonomi Keingina untuk menghadapi subordinasi gender termasuk tradisi budaya, diskriminasi hukum dan pengucilan politik Keinginan terlibat dalam proses-proses budaya, hokum dan politik
Kontrol atas ukuran konsumsi keluarga dan aspek bernilai lainnya dari pembuatan keputusan keluarga termasuk keputusan keluarga berencana Aksi individu untuk mempertahankan diri dari kekerasan keluarga dan masyarakat
Aksi individu dalam menghadapi dan mengubah persepsi budaya kapasitas dan hak wanita pada tingkat keluarga dan masyarakat Keterlibatan individu dan pengambilan peran dalam proses budaya, hukum dan politik.
Penghargaan tinggi terhadap dan peningkatan pengeluaran untuk anggota keluarga Tindakan bersama untuk meningkatan kesejahteraan publik
Peningkatan jaringan untuk memperoleh dukungan pada saat krisis Tindakan bersama untuk membela orang lain menghadapi perlakuan salah dalam keluarga dan masyarakat Partisipasi dalam gerakangerakan menghadapi subordinasi gender yang bersifat kultural, politis, hokum pada tingkat masyarakat dan makro.
Mobilitas dan akses terhadap dunia diluar rumah Pengetahuan mengenai proses hukum, politik dan kebudayaan Kemampuan menghilangkan hamabtan formal yang merintangai akses terhadap proses hukum, politik dan kebudayaan
Sumber : Suharto, 2004. Penjelasan dan pengukuran tingkat keberdayaan dari tabel indikator keberdayaan, sebagai berikut : commit to user
49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Kebebasan mobilitas : kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, ke rumah tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian. 2. Kemampuan membeli komoditas kecil : kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras, minyak tanah, minyak goreng, bumbu); kebutuhan dirinya (minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, shampo). Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta izin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri. 3. Kemampuan membeli komoditas besar : kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier seperti ; lemari pakaian, TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di atas, poin tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta izin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri. 4. Terlibat dalam pembuatan-pembuatan keputusan rumah tangga : mampu membuat keputusan secara sendiri maupun bersama suami/istri mengenai keputusan-keputusan
keluarga,
misalnya
mengenai
renovasi
rumah,
pembelian kambing untuk diternak, memperoleh kredit usaha. 5. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga : responden ditanya mengenai apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang (suami, istri, anak-anak, commit to user
50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mertua) yang mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya; yang melarang mempunyai anak; atau melarang bekerja di luar rumah. 6. Kesadaran hukum dan politik : mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintah desa/kelurahan; seorang anggota DPRD setempat; nama seorang presiden; mmengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris. 7. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes : seseorang dianggap berdaya jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes, misalnya terhadap suami yang memukul istri; istri yang mengabaikan suami dan nak-anaknya; gaji yang tidak adil; penyalahgunaan bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi atau pegawai pemerintah. 8. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga : memiliki rumah, tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya. Huraerah (2008), mengemukakan bahwa sebuah proses pemberdayaan seharusnya dilakukan untuk meningkatkan
derajat keberdayaan masyarakat
sampai kepada tingkat keberdayaan masyarakat yang optimal. Secara bertingkat, keberdayaan masyarakat menurut Susiladiharti dalam Huraerah (2008) dapat digambarkan sebagai berikut : a. Tingkat keberdayaan pertama adalah terpenuhinya kebutuhan dasar (basic needs). b. Tingkat keberdayaan kedua adalah penguasaan dan akses terhadap berbagai system dan sumber yang diperlukan. commit to user
51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Tingkat keberdayaan ketiga adalah dimilikinya kesadaran penuh akan berbagai potensi, kekuatan dan kelemahan diri dan lingkungan. d. Tingkat keberdayaan keempat adalah kemampuan berpartisipasi secara aktif dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi lingkungan yang lebih luas. e. Tingkat keberdayaan kelima adalah kemampuan untuk mengendalikan diri dan lingkungannya. Tingkatan kelima ini dapat dilihat dari keikutsertaan dan dinamika masyarakat dalam mengevaluasi dan mengendalikan berbagai program dan kebijakan institusi dan pemerintahan. Untuk mewujudkan derajat keberdayaan masyarakat tersebut, perlu dilakukan langkah-langkah secara runtun dan simultan, antara lain : (1) meningkatkan suplai kebutuhan-kebutuhan bagi kelompok masyarakat yang paling tidak berdaya (miskin), (2) upaya penyadaran untuk memahami diri : potensi, kekuatan, dan kelemahan, serta memahami lingkungannya, (3) pembentuan dan penguatan institusi, terutama institusi di tingkat lokal, (4) upaya penguatan kebijakan, dan (5) pembentukan dan pengembangan jaringan usaha/kerja.
5. Perubahan Perilaku Dalam Proses Penyuluhan Salah satu potensi sumberdaya yang dimiliki oleh Pondok Pesantren adalah potensi santri, jamaah dan masyarakat sekitar pondok yang umumnya bermata pencaharian sebagai petani. Potensi sumberdaya lainnya adalah potensi sumberdaya alam berupa lahan dan usahatani di sekitar pesantren. Untuk itu sangat tepat apabila ponpes melakukan kegiatan pengembangan agribisnis. Ponpes dalam melaksanakan kegiatan dapat berupa pengelolaan commitagribisnisnya to user
52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
usahatani tanaman pangan, tanaman perkebunan dan hortikultura, perikanan dan peternakan, serta dapat mengikutsertakan beberapa santrinya yang dianggap mampu untuk ikut mengelola kegiatan agribisnis. Manfaatnya bagi para santri, selain mendapatkan ilmu yang berharga mengenai usaha pertanian untuk bekal masa depannya juga para santri tersebut dibebaskan dari biaya pendidikan bahkan menerima uang saku (Hadi, 2000). Berdasar penelitian yang telah dilakukan (Isnawati, 2007), tersedianya potensi baik SDM maupun SDA-nya belum ditunjang oleh daya dukung perilaku manajemen agribisnis yang andal. Suparta (2001) mengemukakan bahwa ciri-ciri perilaku manajemen agribisnis yang sudah terbentuk adalah : adalah: (1) tekun, ulet, kerja keras, hemat, cermat, disiplin dan menghargai waktu; (2) mampu merencanakan dan mengelola usaha; (3) selalu memegang teguh asas efisiensi dan produktivitas, (4) menggunakan teknologi terutama teknologi tepat guna dan akrab lingkungan, (5) mempunyai motivasi yang kuat untuk berhasil, (6) berorientasi kepada kualitas produk dan permintaan pasar, (7) berorientasi kepada nilai tambah, (8) mampu mengendalikan dan memanfaatkan alam, (9) tanggap terhadap inovasi, (10) berani menghadapi risiko usaha, (11) melakukan agribisnis yang terintegrasi maupun quasi integrasi secara vertikal, (12) perekayasaan harus menggantikan ketergantungan pada alam sehingga produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang diminta pasar, dan (13) professional serta mandiri dalam menentukan keputusan. Mardikato T. (2007), menyatakan bahwa dalam perkembangannya, pengertian tentang penyuluhan tidak sekadar diartikan sebagai kegiatan penerangan, yang bersifat searah (one way) dan pasif. Tetapi, penyuluhan adalah commit to user
53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
proses aktif yang memerlukan interaksi antara penyuluh dan yang disuluh agar terbangun
proses
perubahan
“perilaku”
(behaviour)
yang
merupakan
perwujudan dari: pengetahuan, sikap, dan ketrampilan seseorang yang dapat diamati oleh orang/pihak lain, baik secara langsung (berupa: ucapan, tindakan, bahasa-tubuh, dll) maupun tidak langsung (melalui kinerja dan atau hasil kerjanya). Kegiatan penyuluhan dengan demikian tidak berhenti pada “penyebarluasan informasi/inovasi”, dan “memberikan penerangan”, tetapi merupakan proses yang dilakukan secara terus-menerus, sekuat-tenaga dan pikiran, memakan waktu dan melelahkan, sampai terjadinya perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh penerima manfaat penyuluhan (beneficiaries) yang menjadi “klien” penyuluhan”. Para santri dan manajemen agribisnis di pesantren adalah petani pengelola agribisnis atau pelaku utama, maka sesuai Undang-Undang RI No. 16 tahun 2006, tentang Sistem Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Pasal 5, poin 1 dan 2 menyatakan bahwa, sasaran utama penyuluhan yaitu pelaku utama dan pelaku usaha. Karena pesantren adalah pelaku utama dan pelaku usaha agribisnis maka dapat direkomendasikan penyuluhan dengan pendekatan “penyuluhan sistem agribisnis”, yang: (a) tujuan penyuluhannya jelas kearah peningkatan perilaku agribisnis, (b) metode dan media komunikasi harus lebih beragam dan jelas polanya untuk memenuhi kebutuhan sasaran, (c) materi penyuluhannya lengkap mencakup aspek teknis produksi, aspek manajemen agribisnis, dan aspek hubungan (komunikasi) sistem agribisnis. Kegiatan penyuluhan masuk ponpes yang melakukan kegiatan agribisnis ditujukan agar commit to user
54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
para santri pelaksana agribisnis dapat membentuk perilaku baru (menguasai kompetensi agribisnis).
B. Kerangka Berpikir Salah satu potensi sumberdaya yang dimiliki oleh Pondok Pesantren adalah potensi santri, jamaah dan masyarakat sekitar pondok yang umumnya bermata pencaharian sebagai petani. Potensi sumberdaya lainnya adalah potensi sumberdaya alam berupa lahan dan usahatani di sekitar pesantren. Untuk itu sangat tepat apabila ponpes melakukan kegiatan pengembangan agribisnis. Kegiatan agribisnis pondok pesantren dapat melakukan pengelolaan usahatani tanaman pangan dan hortikultura, tanaman perkebunan, perikanan dan peternakan. Pondok Pesantren mengikutsertakan beberapa santrinya yang dianggap mampu dan mempunyai minat untuk ikut mengelola kegiatan agribisnis. Manfaatnya bagi para santri, selain mendapatkan ilmu yang berharga mengenai usaha pertanian (kompetensi agribisnis) untuk bekal masa depannya juga para santri tersebut dibebaskan dari biaya pendidikan bahkan menerima uang saku (Hadi, 2000). Pengelolaan kegiatan pemberdayaan para santri di Ponpes merupakan tanggungjawab pengelola ponpes dalam kaitan ini tentunya para kiyai atau ustadz. Peran mereka baik secara langsung ataupun tidak langsung masih mewarnai dan dibutuhkan dalam mewujudkan tercapainya keberdayaan para santri. Ponpes dalam mewujudkan keberdayaan para santri tersebut dicapai melalui upaya-upaya penyelenggaraan berbagai kegiatan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan tersebut yaitu dengan menerapkan model pemberdayaan. Model commitmenjadi to user wadah dan sarana yang dapat pemberdayaan ini diharapkan dapat
55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
merubah perilaku awal santri (tidak memiliki komptensi agribisnis) sehingga dapat terbentuk perilaku baru santri yang menguasai kompetensi agribisnis. Notoatmodjo, S. (2010) menyebutkan bahwa perilaku itu terbentuk di dalam diri seseorang dari dua faktor utama yakni : stimulus merupakan faktor dari luar diri seseorang tersebut (faktor eksternal), dan respon merupakan faktor dari dalam diri orang yang bersangkutan (faktor internal). Faktor eksternal atau stimulus adalah merupakan faktor lingkungan, baik lingkungan fisik dan non fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Sedangkan faktor internal yang menentukan seseorang tersebut merespon stimulus dari luar adalah perhatian, pengamatan, sikap, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa tujuan pemberdayaan ini salah satunya adalah pencapaian kompetensi agribisnis. Kompetensi agribisnis santri tersebut tentunya tidak datang atau terbentuk begitu saja, kondisi ini pasti berlangsung berdasarkan hasil proses perencanaan dan mengikuti strategi-strategi pelaksanaan yang telah dirancang dengan matang. Tercapainya kompetensi agribisnis santri ini sudah pasti dipengaruhi dan berhubungan dengan karakteristik individu santri sebagai faktor pendorong terbentuknya perilaku baru santri , baik itu aspek internal maupun eksternal. Oleh karena itu dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah;
(1) mempelajari hubungan faktor
pendorong yang mempengaruhi pencapaian kompetensi agribisnis santri, dan (2) menemukan, menganalisa dan mengidentifikasi hubungan dan pengaruhnya. Dari paparan tersebut di atas untuk mengetahui gambaran hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, maka diperlukan pengkajian yang akan dilakukan di Pondok Pesantren Al Ittifaq Ciwideycommit to user
56
perpustakaan.uns.ac.id
Bandung.
digilib.uns.ac.id
Kerangka berpikir tersebut dapat dilihat pada gambar 4, sebagai
berikut :
Faktor-Faktor Pendorong Perilaku Santri
Aspek Individual: Kemampuan (Pengetahuan dan Keterampilan) Aspek Organisasi : Kepemimpinan Imbalan Struktur organisasi Aspek Psikologis :
Kompetensi Agribisnis Santri
Kompetensi teknis santri sebagai juru tani/pelaksana Kompetensi khusus santri sebagai manajer Kompetensi agribisnis yang harus dikuasi Nilai-Nilai
Belajar Sikap Motivasi
Gambar 3. Kerangka Berpikir Penelitian
commit to user
57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Al Ittifaq CiwideyBandung, Kampung Ciburial RT. 02/RW 10, Desa Alam Endah, Kecamatan Ranca Bali, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian ditetapkan berdasarkan purposive sampling. Pertimbangan penetapan lokasi penelitian ini dikarenakan alasan-alasan, sebagai berikut : a) Pondok pesantren Al Ittifaq meruapakan satu-satunya pondok pesantren di Propinsi Jawa Barat yang melaksanakan pemeberdayaan para santrinya melalui kegiatan usaha agribisnis yang langsung dilaksanakan oleh para santri dan telah lebih dari 10 tahun. b) Pondok pesantren Al Ittifaq salah satu pesantren perintis kegiatan ekonomi produktif sektor pertanian yang telah berhasil dan merupakan ponpes model untuk program LM3 Nasional (Kementerian Pertanian RI.). c) Agribisnis yang dilaksanakan oleh Ponpes Al Ittifaq salah satu komoditasnya adalah tanaman holtikultura dataran tinggi, di mana kegiatannya dimulai dari budidaya, pengolahan hasil dan pemasaran. d) Terdapat santri pelaksana agribinis telah berpengalaman minimal 12 bulan sebagai pelaksana/petani, dan
telah melakukan rotasi untuk kegiatan-
kegiatan agribisnis seperti budidaya, pengolahan hasil dan pemasaran. e) Terdapat pembagian kelompok-kelompok usaha agribisnis, mulai dari kelompok budi daya, pengolahan hasil dan pemasaran. commit to user
58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
f) Para santri tidak dipungut biaya pendidikan maupun biaya hidup selama mengikuti proses belajar di pesantren. Waktu dan jadwal penelitian dapat dilihat pada lampiran 1.
B. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kasus, sedangkan metodenya yaitu deskriptif-analisis. Arikunto S. (2003), menyatakan bahwa penelitian kasus adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu. Selanjutnya data dan informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuisioner. Setelah data diperoleh kemudian hasilnya dipaparkan secara deskriptif dan pada akhir penelitian
dianalisis untuk menguji
hipotesis
yang diajukan pada awal
penelitian ini (Effendi, 2003).
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah para santri di pondok pesantren Al Ittifaq Ciwidey Kabupaten Bandung. Para santri tersebut selain belajar ilmu agama, juga belajar dan melakukan kegiatan agribisnis hortikultura atau sayuran dataran tinggi mulai dari kegiatan budidaya, pengolahan hasil dan pemasaran. Santri tersebut berjumlah 65 orang.
commit to user
59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel jenuh (sensus).
Semua responden yang berada dalam populasi
dijadikan sebagai sampel (Nazir M., 2007)
D. Instrumen (Alat Pengumpul Data)
Alat pengumpul data penelitian ini berbentuk angket, dengan tingkat pengukuran interval. Tentang hal ini, ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu salah satunya dengan menggunakan Rating Scale. Riduwan (2008) menyatakan bentuk rating scale lebih fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran sikap saja, tetapi untuk mengukur persepsi responden terhadap gejala atau fenomena lainnya. Tabel 2. Contoh Tabel Rating Scale
No. 1.
Pernyataann Tentang…………… ..........................................................
INTERVAL JAWABAN 4 3 2 1 BS B KB TB 4 3 2 1
Keterangan : BS
= Benar Sekali
B
= Benar
KB
= Kurang Benar
TB
= Tidak Benar
E. Data dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan baik primer maupun sekunder, kuantitatif maupun kualitatif pada penelitian ini serta sumber datanya, dapat dilihat pada tabel 3. berikut :
commit to user
60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 3. Rincian Ragam Data dan Sumber Data Data Yang Diperlukan Data Pokok: 1. Indivudu 2. Psikologis 3. Organisasi 4. Kompetensi Agribisnis
Pr
Kl
Sumber Data
√ √ √
√ √ √
Responden Responden Responden
√
√
Responden
Data Pendukung: 1. Profil Pesantren 2. Profil Agribisnis 3. Model-model pemberdayaan Keterangan : Pr – Primer,
Sifat Data Sk Kn
Sk – Sekunder,
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Kn – Kuantitatif,
Manajemen Pesantren Dokummen Santri
Kl – Kualitatif
F. Validitas dan Realibilitas Instrumen
1) Uji Validitas Instrumen Uji validitas instrument penelitian dilakukan melalui pengujian validitas isi, konstruksi, dan selanjutnya dilakukan uji validitas butir total (Purwanto, 2007). Korelasi butir dengan total menunjukan sumbangan butir terhadap totalnya. sebuah butir dinyatakan valid apabila berkorelasi tinggi dengan totalnya. Korelasi butir dengan total dihitung dengan menggunakan rumus Korelasi Pearson Product Moment (Arikunto S., 2007). Perhitungan dilakukan dengan menggunakan alat bantu program statistik SPSS 16 dan Microsoft Exel. Interprestasi hasil uji coba validitas instrumen penelitian dengan dengan teknik analisis korelasi butir-total disajikan pada lampiran 5. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat beberapa butir intsrumen commit to user
61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang setelah dilakukan analisis dinyatakan tidak valid, yaitu pada variabelvariabel; (a) X1, yaitu; butir no. 4, 16, 17, (b) X2, yaitu; 1, 9, 11, 14, 15, (c) X3, yaitu; 10, 18, 24, dan (d) Y, yaitu; 2, 14, 23, 38, 40, 41, 42. Dengan demikian ke-18 butir intstrumen yang terdapat pada variable X1, X2, X3 dan Y tersebut dihilangkan/dieliminir (Sugiyono, 2008), dengan dasar pertimbangan bahwa semua butir yang dinyatakan tidak valid, sudah terwakili oleh butir-butir yang valid sebagai indikator variabel. Berdasarkan proses pengujian validitas instrumen penelitian di atas, maka keseluruhan instrumen penelitian yang digunakan telah memenuhi persyaratan valid. Artinya, instrumen telah dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.
2) Uji Reliabilitas Instrumen Mardikanto (2001) mengemukakan untuk menguji ketelitian instrumen, biasanya diperlukan uji-coba terhadap obyek yang memiliki karakteristik serupa dengan populasi yang akan diteliti. Dalam hubungan ini, sasaran ujicoba dapat merupakan sub-populasi yang akan diteliti, tetapi tidak termasuk sampel yang akan diteliti; atau diambil di luar populasi yang bersangkutan. Salah satu tekniknya yaitu menggunkan Uji Cronbach Alpha, diterapkan untuk menguji instrumen dengan alternatif jawaban per butir pertanyaan > 2 (lebih dari dua). Ketelitian instrumen, dapat dilihat dari "koefisien korelasi Cronbach Alpha" dari data yang diperoleh yaitu jika > 0,75. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan alat bantu program SPSS 16 dan Microsoft Exel. Interprestasi hasil uji reliabilitas instrumen penelitian dapat dilihat pada lampiran 6. Hasil perhitungan Alpha Cronbach menunjukkan bahwa instrumen penelitian untuk variabel commit to userX1, X2, X3 dan Y seluruhnya
62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
reliable, karena masing-masing nilai Alpha Cronbachhitung yang diperoleh dari perhitungan lebih besar dari nilai Alpha Cronbach minimal (Uyanto.S.S, 2009). Dengan demikian, instrumen penelitian telah memenuhi persyaratan reliabel, yang berarti bahwa instrumen bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.
G. Analisis Data 1. Analisis Statistik Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis satistik non parametrik. Suparman (1990) menyatakan bahwa metoda non parametrik diaplikasikan tanpa harus mengetahui distribusi populasi data tersebut dan begitu juga bila bisa diaplikasikan pada data ordinal, maka metoda tersebut bisa diaplikasikan pada data interval dan rasio (metoda yang bisa diaplikasikan pada ukuran yang lebih rendah, maka berlaku pada skala yang lebih tinggi). Statistik non parametrik yang akan digunaan untuk menganalisa hubungan antara variabel X dan variabel Y, yaitu menggunakan Koefisien Korelasi Kendal Tau. Sedangkan untuk uji signifikasi koefisien korelasi digunakan uji z. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah individual (X1), organisasi (X2), dan psikologis (X3) sedangkan variabel terikatnya adalah kompetensi agribisnis (Y). a. Sugiyono (2007), dalam mencari hubungan digunakan teknik statistik Koefisien Korelasi Kendal Tau. Rumus Koefisien Korelasi Kendal Tau, sebagai berikut :
commit to user
63
perpustakaan.uns.ac.id
τ
=
digilib.uns.ac.id
ΣA–ΣB N(N-1) 2
Keterangan :
τ = Koefisien korelasi Kendal Tau yang besarnya (-1<τ<1) A = Jumlah rangking atas B = Jumlah rangking bawah N = Jumlah anggota sampel b. Walpole R.E. (1995), pengujian lanjutan yaitu uji signifikasi koefisien korelasi Kendal Tau, menggunakan uji z dengan rumus, sebagai berikut :
rτ-0 z=
1 (N-1)
Kaidah keputusan : jika zhitung > ztabel berarti signifikan, sebaliknya zhitung < ztabel berarti tidak signifikan dengan α = 0,05 pada kurva normal.
2. Hipotesis Pengujian hipotesis diawali dengan penetapan hipotesis nol (Ho) yang menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan, sedangkan hipotesis alternatif (HA), menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan. Adapun perumusan hipotetsis (Ho) dan (HA), secara keseluruhan sebagai berikut :
commit to user
64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
− (H0): τ=0 tidak terdapat hubungan signifikan antara Variabel Individu (X1),
Variabel Organisasi (X2) dan Variabel Psikologis (X3) dengan Variabel Kompetensi Agribisnis (Y) − (HA):τ≠0
terdapat hubungan yang signifikan antara Variabel Individu (X1), Variabel Organisasi (X2) dan Variabel Psikologis (X3) dengan Variabel Kompetensi Agribisnis (Y).
Hubungan antar variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
X1 (X1.1 dan X1.2
τ 1
X2 (X2.1, X2.2 dan X2.3
τ
Y
2
X3 (X3.1, X3.2 dan X3.3
τ 3
Gambar 4. Hubungan Antar Variabel Bebas (X) dan Terikat (Y).
3. Alat Bantu Penghitungan Seluruh tahapan uji analisis statistik dan uji hipotesis baik itu analisis Koefisien Korelasi Kendal Tau, maupun Uji z dilakukan dengan menggunakan alat bantu komputer dengan Program SPSS 16 dan Microsoft Exel.
4. Analisis Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti (Sugiyono, 2008). Proses commit to user
65
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
analisis data pada penelitian ini meliputi data dari Variabel Individu (X1), Variabel Organisasi (X2), Variabel Psikologis (X3), dan Variabel Kompetensi Agribisnis (Y). Pengolahan data selanjutnya yaitu melalui tabulasi dan pengelompokkan berdasarkan kategori tertentu. Hasil analisis statistik deskriptif penelitian ini akan ditampilkan dalam bentuk tabel. Analisis statistik deskriptif dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut : a. Penyajian data variabel X1, X2, X3, dan Y dengan metode tabulasi b. Penentuan interval nilai untuk masing-masing variabel yang akan dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelas kriteria sebagai berikut : (1) sangat rendah, (2) rendah, (3) tinggi, dan (4) sangat tinggi. c. Penentuan interval kelas digunakan rumus, sebagai berikut :
Interval Kelas = =
Nilai Tertinggi – Nilai Terendah 4
H. Definisi Operasional Variabel Secara operasional variabel perlu didefinisikan yang bertujuan untuk menjelaskan makna variabel penelitian. Singarimbun (1987) memberikan pengertian tentang definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberikan petunjuk bagaimana variabel itu diukur. Pada penelitian ini variabel penelitiannya terdiri dari dua variabel yaitu tiga variabel bebas dan satu varibel terikat, sebagai berikut : a. Variabel Individual (X1), yaitu berupa unsur-unsur yang memiliki fungsi commit to user membentuk kemampuan seorang santri. Selanjutnya kemampuan tersebut
66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
akan diukur atas aspek pengetahuan (X1.1) dan keterampilannya (X1.2) dengan menggunakan tingkat pengukuran interval dan skala pengukuran rating scale (tabel 2). Sedangkan indikator-indikator pengetahuan dan keterampilan dapat dilihat pada kisi-kisi instrument (lampiran 2). b. Variabel Organisasi (X2), yaitu suatu alat, sistem dan pola kerjasama yang dibentuk sebagai wadah dan sarana dalam kegiatan agribisnis santri dan saling berhubungan untuk mencapai tujuan bersama. Aspek organisasi ini akan diukur melalui faktor kepemimpinan (X2.1), imbalan (X2.2) dan struktur organisasi (X2.3) dengan menggunakan tingkat pengukuran interval dan skala pengukuran rating scale (tabel 2). Selanjutnya faktor organisasi ini akan diukur melalui indikator-indikator yang terdapat pada kisi-kisi instrument (Lampiran 2). c. Variabel Psikologis (X3), yaitu suatu kondisi kejiwaan seorang santri yang berpengaruh dan dapat membangkitkan dorongan dari dalam dan dari luar dirinya yang berhubungan dengan lingkungan kerja pada kegiatan agribisnis. Faktor psikologis ini akan diukur melalui aspek-aspek motivasi (X3.1) , proses belajar (X3.2) dan sikap (X3.3) dengan menggunakan tingkat pengukuran interval dan skala pengukuran rating scale (tabel 2), di mana idikator-indikator pengukurannya dapat dilihat pada kisi-kisi instrument (Lampiran 2). d. Variabel Kompetensi agribisnis Santri (Y), merupakan perilaku baru santri berupa keseluruhan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai, yang diperlukan bagi seorang santri untuk bekerja secara efektif pada usaha agribisnisnya. Kompetensi agribisnis ini akan diukur melalui aspek-aspek
kompetensi
teknis
santri
sebagai
juru tani/pelaksana,
commit to user kompetensi khusus santri sebagai manajer, kompetensi agribisnis yang harus
67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dikuasi dan nilai-nilai menggunakan tingkat pengukuran interval dan skala pengukuran rating scale (tabel 2). Indikator-indikator komptensi agribisnis tersebut dapat dilihat pada kisi-kisi instrument (lampiran 2).
commit to user
68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Profil Ponpes Al Ittifaq 1. Lokasi Ponpes Al Ittifaq Ponpes Al-Ittifaq berada dikaki Gunung Patuha dengan ketinggian 2.200 meter dari permukaan laut, berhawa sejuk karena berada ditofografi dataran tinggi wilayah Bandung Selatan. Wilayah tersebut termasuk pada wilayah administratif Kabupaten Bandung Selatan, dengan Ibukota Kabupaten, yaitu Soreang. Lokasi tepatnya yaitu di Kampung Ciburial RT. 02/RW 10, Desa Alam Endah yang berada pada ketinggian 1.200-1.500 meter dari permukaan laut, Kecamatan Ranca Bali, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Jarak Pondok Pesantren ke Kota Kecamatan ± 7 Km, dan ke Kota Kabupaten ± 29 KM, sedangkan ke Kota Propinsi (Bandung) ± 40 KM.
Lokasi Ponpes Al Ittifaq Ciwidey Bandung Sumber: Buku Entrepreneur Organik (2009)
Gambar 5. Ponpes Al Ittifaq Dalam Peta commit to user 69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Rancabali adalah salah satu kecamatan yang menjadi basis ekonomi pertanian Kabupaten Bandung bersama dengan dua kecamatan terdekat, yakni Pangalengan, Ciwidey dan Pasir Jambu. Alam agrarisnya berpijak pada perkebunan, hutan produksi dan konservasi. Salah satu kawasan Rancabali terdapat Desa Alamendah dengan satu dusunnya yang terkenal menawan yaitu Ciburial. Kata Ciburial itu sendiri adalah cermin alam yang subur. Orang Sunda menyebut kawasan tanah pegunungan yang penuh dengan sumber mata air sebagai ngaburial, air selalu mengalir dalam jumlah besar dan mencukupi pemenuhan hajat hidup warganya. Dari kata ngaburial itulah kemudian dieja baku menjadi Cibural. Ciburial ini adalah representasi dari sebuah pesona kehidupan desa yang memiliki kesuburan dan keindahan alam. Cermin itu kemudian disematkan kepada dusundusun sekitar Ciburial yang tak kalah menawan. Maka disebutlah Desa Alamendah (alam yang indah) untuk menggambarkan beberapa dusun disekitar itu (Mansur F., 2009).
2. Sejarah Singkat Ponpes Al Ittifaq Pondok Pesantren Al-ittifaq berada di bawah yayasan Al-Ittifaq, saat ini dipimpin oleh KH. Fuad Afandi. Ponpes Al Ittifaq didirikan pada tanggal 1 Pebruari 1934 (16 Syawal 1302 H) oleh KH. Mansyur atas restu Kanjeng Dalem Wiranata Kusumah. Pada awalnya Pondok Pesantren Al-Ittifaq tergolong pada jenis pondok pesantren Salafiyah yang masih menerapkan tadisi-tradisi (kultur) konvensional (kolot) sebagai warisan penjajah Belanda. Sistem pendidikan yang diterapkan pada commit to user 70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
waktu itu cukup kolot yaitu para santri diharamkan untuk belajar menulis latin, tidak diperbolehkan mengenal pejabat pemerintah karena dianggap penjajah, tidak diperbolehkan membuat rumah dari tembok, tidak boleh ada peralatan elektronik seperti Load Speaker, Radio, Televisi, dan sejenisnya, serta tidak diperbolehkan membuat toilet di dalam rumah. Pada 1953 kepemimpinan diteruskan oleh H. Rifai hingga wafatnya pada tahun 1970.
Pengelolaan ponpes yang seadanya menyebabkan perkembangan
ponpes amat sangat lamban, bahkan cenderung berjalan ditempat. Selain itu adanya sosial budaya saat itu yang masih tertutup, salah satunya dikarenakan adanya keengganan untuk membuka diri terhadap kemajuan yang datang dari luar ponpes serta belum tergalinya potensi daerah dikarenakan ketiadaan sumberdaya manusia (SDM) yang berpendidikan formal dan tinggi. Periode berikutnya kepemimpinan Pondok Pesantren Al-Ittifaq diteruskan oleh KH. Fuad Afandi sampai sekarang. Dengan estafet kepemimpinan tersebut telah mengubah kiblat ponpes yang semula kolot dan tradisional menjadi ponpes yang visioner. Di bawah kepemimpinan beliau ponpes setahap demi setahap beranjak membuka diri serta orientasi ponpes juga ikut dirombak disesuaikan dengan perkembangan lingkungan di luar ponpes. Pondok Pesantren Al-Ittifaq telah membuktikan keberhasilannya dalam memberdayakan para santrinya. Indikator keberhasilan dapat dibuktikan yaitu dengan banyaknya para alumni Pondok Pesantren Al-Ittifaq yang telah menjadi guru mengaji, pedagang, dan bahkan tidak sedikit yang telah membuka pesantren baru di daerah asalnya. Di wilayah Kecamatan Rancabali saja terdapat ± 36 DKM commit to user 71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(Dewan Kemakmuran Mesjid) merupakan alumni santri Pondok Pesantren AlIttifaq. Selain dari interen ponpes, beberapa penghargaan telah didapat oleh ponpes misalnya dari pemerintah berupa penghargaan Kalpataru Lingkungan Hidup (Anonimous, 2009).
a. Proses Belajar di Ponpes Al Ittifaq Proses belajar dan kegiatan-kegiatan ponpes tidak saja dalam hal syari’ah islam, akan tetapi sudah mulai diajarkan pengetahuan dan keterampilan serta kegiatan-kegiatan diantaranya di bidang usaha pertanian (agribinis). Pelatihan keterampilan yang diajarkan di Pondok Pesantren Al-Itifaq kepada santrinya tidak hanya dibidang usaha tani (agrbisnis) saja, akan tetapi meliputi berbagai bidang keterampilan sesuai minat dari para santri. Bidang keterampilan selain agribisnis, diantaranya pertukangan bangunan, kayu, dan elektronik. Bahkan pada saat ini sedang dikembangkan keterampilan di bidang pengobatan (kesehatan) berdasarkan sunah nabi (thibunnabawi), yaitu pengobatan dengan metode bekam dan akufuntur. Pada tahap berikutnya Yayasan Ponpes Al Ittifaq mulai mengembangakan sayapnya yang semula hanya sampai pada tahap lembaga ponpes biasa (salafiyah), akan tetapi sekarang sudah diarahkan pada tingkat yang lebih tinggi lagi yaitu ponpes sebagai lembaga pendidikan (khalafiyah). Pondok Pesantren Al-ittifaq sebagi sebuah lembaga pendidikan memiliki visi, yaitu; Ikhlas dalam pelayanan untuk menegakkan syi’ar Islam melalui da’wah bil hal”. Sedangkan misi yang diembannya, yaitu : (1) membentuk pribadi dan masyarakat yang berakhlak mulia melalui pengalaman nilai-nilai Islam, (2) mengembangkan pelayanan program yang commit to user 72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terpadu, terarah dan berkesinambungan, dan (3) membentuk perilaku yang berprestasi, berfikir strategis serta bertindak efektif, efisien melalui pengembangan pendidikan yang komprehensif bagi kelayakan. Proses pendidikan di Pondok Pesantren Al-Itifaq di bagi menjadi dua kelompok, yaitu; (1) Santri Salafiyah, adalah santri yang khusus menimba ilmu keagamaan saja. Mereka ini datang dari berbagai pelosok nusantara dan mayoritas diantaranya berasal dari golongan ekonomi rendah, fakir miskin dan anak yatim piatu. Santri Salafiyah ini selama berada di pesantren tidak dipungut biaya, baik untuk biaya pendidikan, pondokan, makan dan minum. Biaya-biaya tersebut dipenuhi oleh santri dari hasil usaha pertanian (agribisnis) yang mereka kelola sepanjang tahun, bahkan apabila terdapat kelebihan dari biaya-biaya tersebut para santri tersebut masih mendapat uang jajan, keperluan sehari-hari, uang transfortasi pulang kampung setahun sekali dan pakaian hari raya serta keperluan buku tulis dan kitab-kitab yang dikaji di pondok, (2) Santri Khalafiyah, adalah santri yang mengikuti pendidikan formal, seperti TK, MI, MTs, dan MA. Pada Santri Khalafiyah ini pihak Pondok Pesantren Al-Itifaq mengenakan biaya pendidikan sesuai tingkatan sekolah yang sedang diikutinya. Bagi mereka tidak diwajibkan untuk terjun langsung mengikuti program pesantren dalam bidang ekonomi produktif. Tenaga pendidik sebagai komponen sumberdaya manusia yang dimiliki dan bertugas sebagai tenaga pengajar di Ponpes Al Ittifaq khusus untuk Salafiyah, biasa dipanggil dengan sebutan ustadz apabila dia laki-laki, sedangkan ustadzah apabila commit to user 73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dia wanita. Jumlah ustadz dan ustadzah di Ponpes Al Ittifaq pendidik dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4. Keadaan Sumber Daya Manusia (SDM) Ustadz dan Ustadzah Ponpes Al Ittifaq
Komponen SDM 1. Ustadz 2. Ustadzah Jumlah
Tingkat Pendidikan SLTP SLTA S1 (orang) (orang) (orang) 6 8 2 5 6 1 11 14 3
Jumlah (orang) 16 12 28
b. Prinsip-Prinsip Pengembangan Ponpes Al Ittifaq Prinsip pengembangan pendidikan di Pondok Pesantren Al-Itifaq yaitu berdasarkan kepada prinsip INPEKBI (Ilahi, Negeri, Pribadi, Ekonomi, Keluarga, Birahi, dan Ilmihi). Arti dari prinsip INPEKBI ini dapat dijelaskan sebagai berikut; (1) Illahi, yaitu dalam melaksanakan pengembangan agribisnis maka harus diridhoi oleh Allah SWT., (2) Negeri, yaitu harus bersandarkan dan mengikuti peraturanperaturan yang telah di tetapkan oleh pemerintah sehingga semua kegiatan-kegiatan maupun tindakan-tindakan yang jalankan tersebut menjadi legal dan diakui oleh Negara, (3) Pribadi, yaitu berdasarkan kepada kepribadian yang luhur, (4) Ekonomi, yaitu semua kegiatan usaha yang kelola harus menghasilkan keuntungan (ekonomi produktif), (4) Keluarga, semua usaha yang dijalankan harus berlandaskan kepada sifat kekeluargaan, (5) Birahi, yaitu bila santri sudah dewasa, siap untuk dinikahkan dan diberi tempat tinggal, dan (6) Ilmihi, yaitu dikarenakan proses belajar di pondok pesantren tidak ada batasan waktu bagi santri untuk berlatih dan mondok di Pondok commit to user 74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pesantren Al-Itifaq ini, serta dalam menerapkan ilmu dan teknologi yang berkembang untuk meningkatkan produksi. Upaya menjaga kesesuaian eksternal, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Itifaq, KH. Fuad Afandi mempunyai prinsip-prinsip kepemimpinan yaitu sebgai berikut : 1) Meyakinkan, yaitu bagi siapa saja yang ingin berhasil dalam memimpin haruslah dapat meyakinkan. Meyakinkan masyarakat yang akan diajak berubah yaitu terhadap pentingnya sebuah perubahan, karena hanya dengan adanya perubahan tujuan dapat tercapai. Untuk dapat meyakinkan dibutuhkan sikap-sikap bijak dari seorang pemimpin, yaitu : (1) pengorbanan, (2) kesabaran, (3) tidak emosional, dan (4) butuh waktu lama, paling tidak sekitar 4 tahun. 2) Menggalang, yaitu untuk memobilisasi perubahan haruslah dilakukan dengan aksi penggalangan. Penggalangan oleh seorang pemimpin lebih mengena apabila pemimpin tersebut terjun langsung ke lapangan. Contohnya nyata yang telah dilakukan oleh KH. Fuad Afandi di Kampung Ciburial yaitu pada saat penggalangan masyarakat Kampung Ciburial untuk memasang listrik di rumahnya. Tujuan penggalangan ini yaitu sebagai alat promosi yang efektif bagi masyarakat yang belum mau menerima pemasangan listrik. Penggaalangan ini dapat diterapkan dengan dua tahap, yaitu : (1) secara lisan, dan (2) dengan empiris. Apabila dengan lisan sudah tidak membuahkan hasil yang optimal, maka dapat ditempuh dengan cara uji coba yaitu agar masyarakat dapat merasakan adanya kemudahan, kenyamanan, dan kepraktisan setelah mencoba menikmati adanya listrik di rumah. commit to user 75
perpustakaan.uns.ac.id
3) Menggerakkan,
digilib.uns.ac.id
seorang
peminpin
haruslah
punya
keyakinan
dapat
menggerakkan masyarakat yang dipimpinnya. Falsafah yang dianut oleh KH. Fuad Afandi dalam menggerakkan santri dan masyarakat setempat untuk menggeluti agribisnis didapat dari beberapa pepatah, diantaranya; (1) pepatah Arab “Malam menjerit, siang jadi prajurit, (2) pepatah Jawa “ Malam diwejang, siang ke ladang”. Kedua falsafah tadi diterjemahkan dan dijadikan acuan oleh KH. Fuad Afandi untuk pergerakkannya sehingga menjadi sebuah slogan “Sekarang dibicarakan, besok kerjakan”. 4) Memantau, seorang pemimpin dikatakan dapat bertindak arif dan bijaksana apabila dalam kepemimpinannya tidak pernah lalai untuk melakukan pemantauan (monitoring). Pemantauan sangat diperlukan terutama pada saat-saat awal proses belajar. Azas saling percaya tentunya perlu dipertahankan, akan tetapi hal itu tidak menjadikan tindakan pemantauan menjadi terabaikan. Setiap manusia, baik sebagai individu maupun mahluk sosial mempunyai kepentingan pribadi, kebutuhan, kelemahan, dan tanggungjawab pribadi maupun keluarga. 5) Melindungi, seorang pemimpin selain harus punya rasa simpati kepada masyarakat yang dipimpinnya, lebih penting lagi harus dapat mengembangkan rasa empatinya. Seorang anak manusia yang berusaha sudah pasti suatu waktu akan mengalami kegagalan usahanya, padahal ia telah mengikuti semua petunjuk yang diterimanya. Kegagalan tersebut dapat disebabkan oleh sesuatu yang tidak terduga atau di luar kemampuan manusia untuk mengendalikannya. Di sinilah simpati dan empati pemimpin harus ditunjukan, agar seseorang yang tengah mengalami kegagalan usahanya tidak semakin terpuruk karena pemimpin yang commit to user 76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diharapkannya dapat membantu malah turut mempersalahkannya. Dalam keadaan demikian seseorang perlu pelindung, untuk itu seorang pemimpin dapat memainkan perannya sebagai pelindung di tengah masyarakat.
B. Profil Agribisnis Pondok Pesantren Al-Itifaq Sejak 1970, KH. Fuad Afandi mencoba untuk memadukan antara kegiatan keagamaan dengan kegiatan usaha pertanian (agribisnis) Pondok Pesantren AlItifaq, sesuai dengan potensi alam yang ada di sekitar pesantren. Kegiatan usaha pertanian (agribisnis) berlangsung hingga saat ini, bahkan menjadi tulang punggung kegiatan pesantren. Manfaat yang dirasakan oleh para santri dengan mengikuti kegiatan-kegitan ekonomi produktif yang dikembangkan oleh Pondok Pesantren Al-Ittifaq diantaranya adalah para santri tidak perlu lagi mengharapkan kiriman dari orang tua baik berupa uang, perbekalan kebutuhan sehari-hari maupun untuk membeli buku tulis dan kitab-kitab yang diperlukan selama menjalani pendidikan di pesantren. Karena semua kebutuhan para santri selama mondok di Pondok Pesantren Al-Ittifaq telah dipenuhi oleh pihak pengelola pondok sebagai bagian dari pendapatan yang dihasilkan oleh para santri dari kegiatan usaha agribisnisnya. Manfaat lainnya yaitu para santri memperoleh dua ilmu sekaligus yaitu; pertama memdapatkan ilmu agama yang diperoleh sebagai tujuan utama mengikuti pembelajaran dipesantren, dan kedua mendapatkan pengalaman empiris beragribisnis yang sangat berharga
commit to user 77
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bagi masa depan para santri sendiri setelah nantinya terjun ke dalam lingkungan masyarakat luas dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Sedangkan manfaat bagi Pondok Pesantren Al-Ittifaq sendiri dengan adanya kegiatan usaha ekonomi produktif yang telah dilakukan ini mempunyai multiple effect terhadap; (1) internal ponpes, yaitu kelangsungan proses pendidikan di ponpes. Selain sebagai sarana untuk pemenuhan kebutuhan warga pesantren, juga dapat menekan biaya produksi sehingga produk yang dihasilkan dapat mempunyai nilai keunggulan kompetitif dan komparatif serta menjadi laboratorium bagi penumbuhkembangan jiwa mandiri dan wirausaha santri. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan oleh Pondok Pesantren Al-Ittifaq, yaitu mencetak santri yang berakhlak mulia, mandiri dan berjiwa usaha, dan (2) eksternal ponpes, yaitu kegiatan ini juga menguntungkan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Hal ini disebabkan karena usaha di ponpes selain melibatkan para santri juga melibatkan masyarakat setempat, baik dalam produksi suatu komoditi maupun dalam perkembangan Koperasi Pondok Pesantren dan Balai Mandiri Terpadu Baitul Maal Wattamwil (BMT). Unit-unit agribisnis yang saat ini dilakukan oleh Pondok Pesantren Al-Ittifaq mencakup berbagai bidang usaha, sebagai berikut : 1. Proses produksi, berupa; Memproduksi sayuran dataran tnggi untuk memenuhi permintaan pasar tradisional maupun pasar modern dan supermarket (pasar swalayan). Jumlah komoditi yang di produksi Pondok Pesantren Al-Ittifaq ± 25 jenis sayuran, diantaranya; buncis, kentang, bawang daun, tomat, cabe keriting, cabe hijau, commit to user 78
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
paprika, sawi putih, jeruk limau, kol putih. Kol merah, daun mint, lobak, labu parang, pucuk labu, kapri, jagung semi, bawang ganda bawang kucai, labu siam, daikon, seledri, kacang merah, kacang endul, wortel, dan lain-lain. Mengembangkan usaha peternakan, diantaranya; penggemukkan sapi dan domba serta pemeliharaan sapi perah. 2. Pengolahan hasil sayuran sehingga komoditi tersebut dapat diterima oleh pasar swalayan dengan standar tertentu. Sebelum dikirim ke pasar swalayan sayuran tersebut dilakukan pengolahan terlebih dahulu melalui beberapa tahapan, yaitu; (1) sortasi, (2) grading, (3) packing, (4) wrifing, dan (5) labeling. 3. Pemasaran, hasil produksi sayuran dari Pondok Pesantren Al-Ittifaq telah dapat memenuhi permintaan pasar-pasar seperti; Pasar tradisional dinataranya Pasar Induk Caringin Bandung Pasar modern, seperti; Makro, diamond, Superindo Pasar swalayan, seperti; Hero Supermarket, Yogya, Giant. Hotel-hotel 4. Membuat dan mengembangkan bahan dasar pembuatan kompos untuk pupuk organik, yang siap pakai. Bahan dasar tersebut berupa MFA (Microorganisme Fermentasi Alami). MFA ini dapat mematangkan kompos dalam tempo satu minggu. MFA ini juga telah diperdagangkan secara meluas dengan kode MFA. Lokasi pembuatan (pabrik pengolahan) MFA ini bertempat di Garut-Jawa Barat. Komoditi usaha agribisnis di Pondok Pesantren Al-Ittifaq dan sekitarnya adalah komoditi-komoditi sesuai permintaan pasar, baik pasar tradisonal, pasar commit to user 79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
modern, maupun pasar swalayan. Untuk menjamin tidak adanya komplain dari pihak-pihak mitra dikarenakan adanya keterlabatan pasokan maupun kulitas pasokan dibawah standar maka pihak Pondok Pesantren Al-Ittifaq telah melakukan upaya-upaya antisipasi agar perputaran usaha agribisnis yang dikelola tidak terhenti. Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan, tiga cara yaitu: (1) manajemen mutu, yaitu dengan selalu memperhatikan dan mempertahan kualitas, kuantitas dan kontinuitas, (2) untuk menjamin tidak kekurangan dan terlambatnya pasokan dilakukan dengan cara memberlakukan toleransi produksi sebesar 20 %. Hal ini untuk mengantisipasi adanya gangguan produksi karena faktor alam yang sulit diprediksi, dan (3) mengetatkan suplai barang, hal ini penting dilakukan agar tidak terjadi kompalin dikemudian hari dengan adanya kelebihan suplai, karena akan berakibat pada adanya komplain dari pihak pasar swalayan kepada Pondok Pesantren Al-Ittifaq. Upaya lainnya untuk memenuhi permintaan pasar yang telah disepakati bersama di dalam MOU (kontrak kerja), yaitu dengan bekerjsama dengan kelompokkelompoktani yang ada di wilayah Desa Alam Endah. Kelompok-kelompoktani tersebut dikoordinasikan oleh Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Alif. Para santri dalam mengelola agribisnisnya berada di bawah bimbingan para kiyai dan ustadz. Yayasan Ponpes Al Ittifaq Ciwidey Bandung dalam rangka mengefektifkan pengelolaan santri yang beragribinis telah membentuk unit-unit sebagai penunjang dan wadah kegiatan usaha agribisnis, Unit-unit tersebut adalah; (1) pengurus inti unit agribisnis, (2) Pusat Inkubator Agribisnis (PIA), (3) pelatihan, (4) kerjasama dan kemitraan, dan (5) kelompok kerja. Pengelompokan ini commit to user 80
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
disesuaikan dengan minat, tingkat pendidikan dan keterampilan khusus yang dimiliki para santri.
commit to user 81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Analisis Data Penelitian 1. Karakteristik Responden Penelitian Pada penelitan tentang Identifikasi Perilaku Santri Pada Pengembangan Kompetensi Santri di Ponpes Al Ittifaq telah berhasil dikumpulkan data-data dari sebanyak 65 responden dengan menggunakan kuesioner. Karakteristik responden yang digali berupa; (1) umur, (2) pendidikan, dan (3) pengalaman usaha agribisnis, untuk jelasnya dapat dilihat pada lampiran 7. Dalam pengetahuan tentang kependudukan dikenal istilah karakteristik penduduk yang berpengaruh penting terhadap proses demografi dan tingkah laku sosial ekonomi penduduk. Karakteristik penduduk yang paling penting adalah umur dan jenis kelamin, atau yang sering juga disebut struktur umur dan jenis kelamin. Struktur umur penduduk dapat dilihat dalam umur satu tahunan atau yang disebut juga umur tunggal (single age), dan yang dikelompokkan dalam lima tahunan. Dalam pembahasan demografi pengertian umur adalah umur pada saat ulang tahun terakhir (Data Statistik Indonesia, 2010). Pendidikan merupakan faktor penting lainnya untuk dapat mengetahui perilaku seseorang dikarenakan pengaruh tingkat ataupun lama pendidikan yang telah ditempuhnya. Mardikanto (1993), menyatakan bahwa pendidikan petani pada
commit to user 81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
umumnya mempengaruhi cara dan pola pikir petani dalam mengelola usahatani. Pendidikan yang relatif tinggi menyebabkan petani lebih dinamis. Pengalaman beragribisnis adalah
proses belajar yang mengacu kepada
interaksi santri dengan kondisi eksternalnya, selanjutnya melaui perilaku aktif santri melakukan dan mengikuti kegiatan agribisnis, oleh karena itu pengalaman beragribisnis tersebut merupakan hasil yang diperoleh santri. Padmowihardjo dalam Djahi, A. (2005) mengemukakan bahwa pengalaman baik yang menyenangkan mapun yang mengecewakan berpengaruh kepada proses belajar seseorang. Distribusi karakteristik santri Ponpes Al Ittifaq yang dijadikan responden ditampilan pada tabel 5. Karakteristik responden meliputi karakteristik umur, pendidikan dan pengalaman beragribisnis. Tabel 5. Distribusi Karakteristik Responden Penelitian Jumlah (n)
Kategori 1. Umur Remaja < 18 tahun Dewasa ≥ 18 tahun 2. Pendidikan Rendah ( SD ) Sedang ( SLTP ) Tinggi ( SLTA ) 3. Pengalaman Agribisnis Belum berpengalaman ≤ 24 bulan Berpengalaman 25 - 43 bulan Sudah berpengalaman ≥ 44 bulan Keterangan :
%
Skor/Nilai ∑ X %
53 12
82 18
15802 298.2 3749 312.4
81 19
30 32 3
46 49 0.5
8935 297.8 9722 303.8 894 298.0
45 50 0.5
44 14 7
68 22 11
13083 297.3 4271 305.1 2197 313.9
67 22 11
n = Responden, ∑ = Jumlah, X = Rata-rata, % = Prosentase
commit to user 82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 5. menggambarkan bahwa karakteristik umur responden berada antara 12 – 24 tahun dengan rata-rata umur responden adalah 18 tahun. Kategori umur responden dibagi menjadi dua kategori yaitu; (1) kategori umur remaja, dan (2) kategori umur dewasa. Responden dengan kategori umur remaja sebanyak 53 orang (82 %) dan skor yang diperoleh sebesar 15.802 dengan rata-rata 298.2 (81%), sedangkan kategori umur dewasa 12 orang (18 %) dan skor yang diperoleh sebesar 3.749 dengan rata-rata 312.4 (19 %). Hasil perhitungan skor menunjukkan bahwa kategori umur dewasa memperoleh skor rata-rata tertinggi (312.4), fakta ini menujukkan bawa pada kategori umur dewasa (12) responden telah memasuki masa usia produktif, dimana mereka sudah berfikir masa depan. Berhadapan dengan kondisi psikologis seperti ini memaksa mereka untuk terus belajar dan mengembangkan berbagai kreatifitas sesuai dengan bakat, minat serta peluang yang ada. Kondisi ini menjadikan mereka terbuka dalam menerima masukan-masukan (adopsi-inovasi) yang memang sedang dibutuhkan. Soekartawi (1988) menyatakan, makin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut. Karakteristik pendidikan responden berada antara Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dengan rata-rata pendidikan responden adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Kategori pendidikan responden dibagi menjadi tiga kategori yaitu; (1) kategori pendidikan rendah setara dengan tingkat SD, (2) kategori pendidikan sedang setara dengan tingkat SLTP, dan (3) commit to user 83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kategori pendidikan tinggi setara dengan tingkat SLTA. Responden dengan kategori pendidikan SD sebanyak 30 orang (46 %) dan skor yang diperoleh sebesar 8.935 dengan rata-rata 297.8 (46 %), untuk kategori pendidikan SLTP 32 orang (49 %) dan skor yang diperoleh sebesar 9.722 dengan rata-rata 303.8 (50 %), sedangkan kategori pendidikan SLTA 3 orang ( 0,5 %) dan skor yang diperoleh sebesar 894 dengan rata-rata 298 (11 % ). Hasil perhitungan skor menunjukkan bahwa kategori pendidikan sedang (SLTP) dan tinggi (SLTA) memperoleh skor rata-rata tertinggi (303.8 dan 298), fakta ini menujukkan bawa pada kategori pendidikan sedang sampai tinggi, responden telah mempunyai pengetahuan, wawasan serta cara berpikir yang lebih luas. Tingkat pendidikan seseorang dapat merubah pola pikir, daya penalaran yang lebih baik, sehingga semakin lama seseorang mengeyam pendidikan akan semakin rasional. Secara umum santri yang berpendidikan tinggi akan lebih baik cara berpikirnya, sehingga memungkinkan mereka bertindak lebih rasional dalam mengelola usaha agribisnisnya. Mereka yang berpendidikan tinggi akan relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi. Begitu pula sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah, mereka agak sulit untuk melaksanakan adopsi inovasi (Soekartawi, 1988). Sedangkan menurut Hernanto dalam Mariana dan Sutarto (2006) tingkat pendidikan petani baik formal maupun non formal akan mempengaruhi cara berpikir yang diterapkan pada usahataninya yaitu dalam raisonalitas usahanya untuk memanfaatkan setiap kesempatan ekonomi yang ada. Karakteristik lama beragribisnis atau pengalaman beragribisnis responden berada antara kategori belum berpengalaman dan kategori sudah berpengalaman commit to user 84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan rata-rata pengalaman responden adalah cukup berpengalaman. Kategori pengalaman beragribisnis responden dibagi menjadi tiga kategori yaitu; (1) kategori belum berpengalaman, (2) kategori berpengalaman, dan (3) kategori sudah berpengalaman. Responden dengan kategori belum berpengalaman sebanyak 44 orang (68 %) dan skor yang diperoleh sebesar 13.083 dengan rata-rata 297,3 (67 %), untuk kategori berpengalaman 14 orang (22 %) dan skor yang diperoleh sebesar 4.271 dengan rata-rata 305,1 (22 %), sedangkan kategori sudah berpengalaman 7 orang (11 %) dan skor yang diperoleh sebesar 2.197 dengan rata-rata 313,9 (11 %). Hasil perhitungan skor menunjukkan bahwa kategori sudah berpengalaman memperoleh skor rata-rata tertinggi (313,9), fakta ini menujukkan bawa pada kategori berpengalaman (7) responden telah melakukan pengelolaan agribisnis dalam waktu yang cukup untuk mereka memahami dan mengerti seluk beluk berusaha agribisnis yang lebih baik . Semakin lama pengalaman seorang santri berada di lahan agrbisnis maka akan semakin berhati-hati juga pada setiap pengambilan keputusan harus berdasarkan perhitungan serta pengalaman yang telah dilaluinya dalam melakukan agribisnisnya, baik dalam hal mementukan komoditi yang harus diusahakannya maupun terhadap jumlah yang harus dihasilkannya. Dengan demikian santri tersebut sudah dapat memperhitungkan antara hasil komoditi yang harus diproduksi dengan kebutuhan dan permintaan pasar. Santri yang sudah berpengalaman sebagai petani dalam mengelola agribisnis akan berpengaruh kepada kompetensi dalam berausahatani. Hal ini sependapat dengan Padmowihardjo dalam Damihartini dan Jahi (2005) bahwa commit to user 85
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengalaman baik yang menyenangkan maupun yang mengecewakan berpengaruh terhadap proses belajar seseorang.
2. Deskripsi Ponpes dan Model Pengembangan Usaha Agribisnis di
Ponpes Al Ittifaq Gambaran dari upaya pemberdayaan santri di Ponpes Al Ittifaq CiwideyBandung , melalui kegiatan usaha agribisnis dapat dilihat pada gambar 6 berikut :
Yayasan Pondok Pesantren Al Ittifaq
Pengurus Inti Unit Agribisnis
Kiayi/Ustadz
PIA (Pusat Inkubator Agribisnis
Faktor-Faktor Pendorong Perilaku Santri (Internal dan Eksternal)
PelatihanPelatihan
Kerjasama/ Kemitraan
Kelompok Kerja
Kompetensi Agribisnis Santri
Gambar 6. Proses Pemberdayaan Santri di Pesantren Al Ittifaq Ciwidey-Bandung
a. Pengurus Inti Unit Agribisnis Pondok Pesantren Al-Ittifaq dalam melaksanakan kegiatan agribisnisnya melibatkan para santri. Tujuan adanya kegiatan agribinis yang dilaksanakan oleh Pondok Pesantren Al-Ittifaq yaitu; (1) agar para santri dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan berusahatani atau agribisnis, (2) melatih para santri untuk mempunyai etos kerja yang tinggi, tidak sekedar mengejar hasil akhir, (3) untuk meningkatkan kedisiplinan melalui kerja kelompok, (4) agar belajar dari pengalaman praktis langsung di lapangan, (5) untuk melatih dalam rangka bekerja sama (gotong commit to user 86
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
royong), dan (6) untuk membekali para santri apabila telah ada panggilan mukim (pulang kampung) agar dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya, disamping menjadi ustadz, dapat juga mengembangkan agribisnis. Yayasan Ponpes Al Ittifaq dalam rangka mencapai tujuan di atas, melalui pimpinannya, KH. Fuad Afandi mendirikan sebuah organisasi di luar lembaga yayasan Al Ittifaq. Dalam perkembangan selanjutnya organisasi tersebut diberi nama Pengurus Inti Unit Agaribisnis. Pengurus Inti Unit Agribisnis ini digunakan dan berfungsi sebagai : a) Lembaga resmi ponpes dalam pengembangan agribisnis yang berguna dan berfungsi untuk menjalin hubungan dengan berbagai pihak luar seperti; para steak holder, kelembagaan (pemerintah pusat dan pemda, BUMN, bank, penyuluhan dan perusahaan swasta) dan kesepakatan kontrak kerja (MOU). b) Sosial kontrak, bahwa agribisnis yang dikembangkan oleh Ponpes Al Ittifaq dapat mengikutsertakan masyarakat sekitar ponpes untuk seacara bersama-sama merubah kondisi ketertinggalan kepada pencapaian kemajuan-kemajuan budaya seperti yang telah dinikmati oleh masyarakat di luar Kampung Rancabali. c) Penyeimbang antara kepentingan masa depan kehidupan akhirat dan kepentingan masa kini semasa masih hidup di dunia. Dua kehidupan tersebut harus dicapai secara seimbang, yaitu mengejar keberhasilan secara ekonomi di dunia tidak lain hanyalah ditujukan sebagai penunjang beramal ibadah demi keselamatan di kehidupan masa depan di akhirat. d) Proses pembelajaran bagi seluruh warga Ponpes Al Ittifaq dan juga warga sekitar ponpes. commit to user 87
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e) Pengembangan organisasi dan manajemen unit agribisnis Ponpes Al Ittifaq. Untuk lebih jelasnya mengenai pengorganisasian usaha agribisnis di Pondok Pesantren Al-Ittifaq ini dapat dilihat pada Struktur Organisasi Usaha Agribisnis Pondok Pesantren Al-Ittifaq pada gambar berikut; PENGURUS INTI UNIT AGRIBISNIS Ketua KH. Fuad Afandi
Pendamping/PPL Ir. H. Muhtar Effendi
Wakil Ketua H. Dadan, M. M.Pd.
Sekretaris Hj. Neti Hasanah, S.Pd.
Sie. Usaha Tani H. Apep S.
Bendahara Hj. Sa’adah
Sie. Usaha H. Ahmad Sy.
Sie. Pemasaran Hj. Neneng S. Dede Madrais
Sie. LH Prof. Dr. Ana
Gambar. 7 : Struktur Organisasi Pengurus Inti Unit Agribisnis Al Ittifaq
f) Evaluasi terhadap keseluruhan kegiatan agribisnis yang dilaksanakan, yaitu mulai dari proses produksi, pengolahan hasil, pemasaran hasil produksi, sampai pada pengembangan bahan dasar pembuatan kompos untuk pupuk organik. Evaluasi ini dilakukan baik untuk agribisnis yang dilaksanakan oleh santri maupun yang dilaksanakan oleh masyarakat yang tergabung dalam wadah Koperasi Pondok Pesantren (Kompntren) Alif.
commit to user 88
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Terdapat beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Pengurus Inti Unit Agribisnis Ponpes Al Ittifaq, diantaranya : 1) Pelatihan, dilaksanakan baik untuk santri maupun masyarakat tani yang tergabung dalam Kopontren Alif, dan juga bagi lembaga-lembaga atau perusahaanperusahaan baik dari BUMN maupun swasta yang berkinginan melakukan kerjasama dalam penyelenggaraan pelatihan. 2) Penyuluhan kepada masyarakat. Ponpes Al Ittifaq telah meminta kepada Pemda untuk diberi seorang petugas PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) yang ditugaskan secara khusus di ponpes untuk membina agribisnis yang dilakukan oleh santri dan masyarakat tani yang tergabung dalam kopontren. 3) Penyelenggaraan usaha agribisnis.
b. Pelatihan Pelatihan yang dimaksud di sini adalah pelatihan bagi para santri, di mana mereka saat itu baru pertama kali akan terjun menjadi petani dalam upaya mendalami rangkaian kegiatan usaha sistem agribisnis yang akan dilaluinya secara rotasi. Kegaiatan pelatihan ini akan didapat oleh santri pada setiap permulaan mereka memasuki unit sistem usaha agribisnis yang dikelola oleh Ponpes Al Ittifaq. Setiap santri akan secara bergiliran menjalani kegiatan-kegiatan agribisnis sebagai berikut; proses produksi (bagian lapangan/di ladang), pengolahan hasil, dan pengemasan. Landasan yang dipakai oleh Ponpes Al Ittifaq dalam proses pembelajaran, khususnya pelatihan yang ditujukan untuk para santrinya adalah azas kemanfaatan, yaitu keseimbangan manfaat dunia dan manfaat di akhirat. commit to user 89
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Model pelatihan yang diterapkan oleh Ponpes Al Ittifaq untuk para santrinya yaitu pelatihan langsung di lapangan. Pelatihan langsung di lapangan ini diyakini lebih efektif karena para santri langsung dihadapkan pada keadaan sebenarnya. Model pelatihan ini merupakan penerapan dari proses pembelajaran metode AKOSA, yaitu : a) Alami; yaitu dengan bimbingan dari para mandornya, santri yang baru terjun di ladang atau sawah menjadi petani sebenarnya, langsung praktek misalnya mengolah tanah untuk tanaman yang akan dibudidayakannya. Pada pelatihan dengan metode ini peran mandor sangat penting, karena melalui para mandor inilah santri-santri mendapatkan pengetahuan dan keterampilan misalnya dalam hal bercocoktanam. b) Kemukakan; yaitu apabila ada hal-hal atau permasalahan yang dihadapi oleh santri, bisa langsung menanyakan kepada mandornya mengenai hal-hal yang belum dipahaminya atau terdapat kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukannya. Para mandor bisa langsung menjelaskan dan mendemonstrasikan pada saat itu dan di tempat tersebut tentang hal-hal perlu diperbaiki oleh santri. c) Olah; yaitu dalam hal ini para santri tidak perlu terlalu banyak menggunakan pikiran dalam mengolah materi yang diberikan oleh para mandornya. Semua pengetahuan dan keterampilan yang diberikan para mandor dapat langsung diterapkan pada saat dan waktu itu juga. d) Simpulkan; yaitu setalah para santri mempraktekan apa-apa yang telah diberikan oleh mandornya, meraka dapat secara langsung menyimpulkan apakah hasil yang didapat setelah mempraktekan adalah baik atau jelek. Penilaian hasil baik atau jelek ini dapat dilakukan dikarenakan terdapat hasil dari praktek mereka sendiri. commit to user 90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e) Aplikasikan atau terapkan; yaitu apabila dalam penilaian telah diyakini hasilnya baik, maka untuk seterusnya dapat diterapkan dalam praktek agribisnis lebih lanjut. Metode pelatihan yang diterapkan pada pelatihan santri ini adalah metode pelatihan untuk orang dewasa. Alasan penerapan adalah dikarenakan mereka sudah tidak waktunya lagi belajar di sekolah formal. Sebelum mereka menerjuni bidang ekonomi produktif tertentu, kepada mereka ditawarkan beberapa pilihan usaha yang bisa mereka kerjakan. Selain agribisnis, mereka dapat juga memilih pertukangan, perbengkelan, dan saat ini sedang dirintis dan dikembangkan di bidang kesehatan yaitu penyembuhan thibunabawi dengan teknik bekam dan akupuntur. Ponpes Al Ittifaq menganggap begitu penting transfer ilmu dan keterampilan melaui pelatihan ini, karena hanya dengan pelatihanlah dapat memadukan antara teori dan praktek. Diantara keduanya harus nyambung dan saling melengkapi. Sedangkan manfaat dari kegiatan pelatihan ini, yaitu : (1) santri dapat memahami dan mendapat berbagai pengetahun dan keterampilan disektor pertanian, khususnya usaha agribisnis, (2) memotivasi kerja dan kemauan, (3) menumbuhkan daya tarik usaha agribisnis yang akan ditekuninya, (4) mendorong dan melanggengkan minat dan kesenangan agar tumbuh terus, (5) mendapatkan imbalan baik berupa uang atau benda atau barang lainnya, dan (6) membuka akses komunikasi dengan fihak luar. Materi pelatihan disesuaikan dengan keberadaan santri pada saat itu, apakah sedang menekuni bidang teknik budidaya, teknik gradding, teknik pengemasan, teknik pemasaran ataukah manajemen agribisnis. Sedangkan Instruktur pelatihan diambil dari kalangan ponpes sendiri yaitu terdiri dari para mandor/ketua kelompok commit to user 91
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan penyuluh lapangan (PPL). Lama pelatihan disesuikan dengan tingkat kemampuan seorang santri dapat menyerap ilmu dan keterampilan yang diberikan oleh para mandornya sebagai pembimbing. Peran Ponpes Al Ittifaq dalam kegiatn pelatihan ini yaitu; a) menyediakan sarana dan prasarana; misalnya lahan garapan, peralatan, dan lainlain. b) menyediakan instruktur, yaitu mandor dan PPL c) pembiayaan dari Kopontren d) mengikutsertakan santri pada pelatihan-pelatihan yang diadakan diluar ponpes.
c. Pusat Inkubator Agribisnis (PIA) Suatu lembaga yang dibentuk oleh pesantren untuk menanggulangi ketidak mampuan santri dalam menekuni suatu bidang ekonomi produktif tertentu. Bila setelah diberikan kesempatan beberapakali dalam melaksanakan usaha agribisnis namun tetap tidak berhasil, maka santri tersebut harus masuk ke PIA. Maksud dan tujuan dimasukkan ke PIA, yaitu supaya diketahui penyebab ketidakmampuan atau ketidak berhasilan yang dialaminya tersebut. Sehingga diharapkan setelah menjalani serangkaian konsultasi dan diberikan solusinya dapat mengejar ketertigalannya dari santri-santri lainnya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh PIA ini adalah : a) Identifikasi masalah; yaitu untuk mengetahui latar belakang ketidakmampuan atau kegagalan yang terus menerus dialaminya. Apakah hal tersebut murni karena tidak adanya minat menerjuni bidang tersebut, ataukah dikarenakan adanya pengaruh commit to user 92
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lingkungan, atau bisa juga sebelum datang ke Ponpes memang sudah terpengaruh oleh narkoba. Adanya indentifikasi ini merupakan tahap awal dari serangkaian tindakan-tindakan yang perlu diambil untuk mengatasi dan mencari solusi masalah yang sedang dialami oleh santri yang masuk inkubasi. b) Evaluasi kinerja, yaitu melakukan evaluasi proses dan hasil dari berbagai sumber terutama dari para ustadz/dzah dan mandor yang dalam kesehariannya mengetahui dan memantau kegiatan-kegiatan dan pekerjaan yang dialakukan para santri di bawah tanggungjawabnya. c) Memilih alternatif pemecahan masalah; yaitu setelah dilakukannya tahap-tahap penggalian melalui proses konsultasi dengan para konseling (ustadz/dzah senior), dan diketahui akar pemasalannya. Selajutnya adalah mencari dan menemukan alternatif-alternatif pemecahan masalah. d) Menentukan solusi; (1) rotasi agribisnis (budidaya, pengolahan hasil, atau pemasaran), dapur, admisnistrasi, atau (2) adanya pengaruh lingkungan, dan (3) harus bimbingan khusus karena terdeteksi terkena narkoba. Ciri khas PIA Ponpes Al Ittifaq, adalah : (1) tidak ada kurikulum, (2) tidak ada batasan umur, dan (3) tidak satu bidang. Sedangkan manfaat dari adanya lembaga PIA ini adalah; (1) para santri yang telah gagal dalam agribisnisnya, tidak putus mengharap dari rahmat Allah SWT, (2) sosial kontrol, kalau tidak ditemukan kelainan dari sisi agribisnisnya, kerana telah dicoba dengan rotasi tetap saja tidak menunjukkan kemajuan, berarti ada faktor lain dari diri santri
diluar kegiatan
agribisnis seperti terkena narkoba atau adanya pengaruh lingkungan. commit to user 93
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Peran instsitusi ponpes dalam PIA, adalah (1) menyediakan para konselor atau pembimbing senior, dan (2) menyediakan sarana dan prasarana. Sedangkan masalah yang masih dihadapai oleh PIA Ponpes Al Ittifaq adalah : sarana dan prasarana yang belum memadai seperti tempat untuk pelatihan, sarana media LCD, dan lain-lain.
d. Kerjasama/Kemitraan Ponpes Al Ittifaq melaui Pengurus Inti Unit Agribisnis terus menerus meningkatkan kinerjanya. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menjalin kerjasama dan kemitraan dengan berbagai pihak di luar pondok pesantren. Tujuannya adalah menjalin silaturahmi dan memperlancar serta mempermudah dalam menjalankan usaha agribisnis. Jalinan kerjasama dan kemitraan yang digalang oleh ponpes telah banyak memberikan manfaat secara langsung mapun tidak langsung baik bagi lembaga ponpes maupun santri. Manfaat tersebut, diantaranya : a) lebih banyak komponen yang menendukung sebuah usaha yang sedang dijalankan maka keberhasilan akan semakin mudah untuk diraih. b) Kemudahan-kemudahan dalam mengakses informasi dan teknologi : contoh; manajemen Hero Supermarket meneydiakan tenaga ahlinya untuk melatih para santri agar dapat membuat produk yang sesuai standar misalnya tentang mutu pengemasan sayuran. c) Akses permodalan; modal yang diperoleh bisa datang dari pemerintah pusat dan daerah, BUMN, lembaga keuangan dan perusaan-perusahaan swasta.
commit to user 94
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d) Rekayasa teknologi; melalui kerjasama dengan berbagai lembaga penelitian dan universitas-universitas. e) Pelatihan di dalam negeri dan luar negeri; dari Badan SDM misalnya magang ke Jepang. Strategi dari Ponpes Al Ittifaq agar kerjasama menguntungkan yaitu dengan menerapkan azas saling pengertian dengan mitra bisnis, misalnya apabila kelebihan stok di pasar maka pihak Al Ittifaq dapat menurunkan harga atau apabila ada pesaing Al Ittifaq dapat meningkatkan kualitas. Apabila kualitas belum memenuhi standar Al Ittifaq meminta pihak mitra untuk melatih atau menyediakan sarana agar kualitas tetap terjaga alat untuk menyimpan sayuran agar tetap segar. Untuk menjamin kepastian hukum dalam hubungannya dengan kerjasama ini maka segala bentuk kerjasama telah dituangkan dalam bentuk kontrak kerjasama berupa MOU (memorandum of understanding). Barang-barang pesanan mitra dikirim sesuai dengan jumlah dan kualitas yang telah disepakati bersama, sedangkan pembayaranya dilakukan melalui transfer ke rekening. Komoditi-komoditi yang telah dikerjasamakan dengan pihak-pihak : a) Supremarket : Komoditas primadona; yang dimaksud dengan komoditas primadona yaitu komoditas yang tidak boleh tidak ada, ini artinya pada setiap pengiriman barang harus selalu ada, yaitu; buncis dan tomat Komoditas spesial : yang dimaksud dengan komoditas spesial yaitu tanamantanaman yang berasal dari jepang biasanya tanaman ini bukan untuk dimakan, commit to user 95
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hanya sebagai hiasan meja makan saja, seperti; siomak, pumak, sukini, dan lain-lain. b) Perhutani : Pohon pinus (Eukaliptus) dengan pohon sela seperti nangka, alpukat, petei, dan lain-lain. Pertama kali Ponpes Al Ittifaq melakukan kerjasama dan kemitraan yaitu dengan Hero Supermarket. Kerjasama ini sudah dimulai sejak 1990 sampai dengan saat ini dan pada perkembangan selanjutnya terus bertambah ke pasar modern dan hotel. Dari kerjasama dan kemitraan yang dijalin inilah Ponpes Al Itifaq mendapat banyak pelajaran berharga, khususnya pengalaman berbisnis yang profesional. Diantarnya persyaratan bisnis yang harus betul-betul diterapkan dan dijaga adalah tentang 3 K. Mansyur F (2009) menjelaskan dalam bukunya bahwa; 3 K itu ialah kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Fuad yang sekarang sudah fasih menjelaskan prinsip tersebut mengatakan “kita harus jeli soal barang dengan kuantitas bisa ditingkatkan menjadi kualitas. Kita juga harus bisa membedakan keduanya agar konsumen mendapat layanan sesuai dengan barang. Kalau barang masuk kuantitas jangan dicampur dengan yang berkualitas. Selain itu, yang lebih penting adalah melayani kehendak konsumen. Dalam bisnis tidak ada kata tidak untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang beragam. Pasar tidak mau tahu karena musim tidak sedang kondusif lantas kita meminta pemakluman atas ketidakmampuan kita. Kita sendiri yang harus bisa membaca problem dan menyelesaikan agar produk tetap ada, tetap kontinyu. Masalah yang pernah dihadapi oleh Ponpes
Al Ittifaq selama menjalani
kerjasama dan kemitraan dengan berbagai pihak dan steak holder, diantaranya; commit to user 96
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a) Kondisi alam, perubahan musim untuk saat ini sulit diprediksi. b) Sumber daya manusia (santri) yang trampil untuk menjamin produk tetap berkualitas karena tuntutan pasar yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Santri yang sudah terampil dalam satu bidang selalu pergi karena memang sudah waktunya meninggalkan ponpes. Sedangkan yang datang masih harus menjalani terlebih dahulu serangkaian pelatihan. c) Petani sebagai pemasok produk; para petani pemasok produk masih belum bisa konsisten dalam menjaga kualitas. Ini merupakan sikap dan masalah disiplin serta kenakalan para petani yang belum menyadari akibat dari perilakunya tersebut dapat berakibat fatal. Mereka belum berpikir terhadap resiko ke depan apabila terus menerus berperilaku mencapur kulaitas barang yang bagus dengan yang jelek. d) Seringnya terkena komplain, hal ini dikarenakan
adanya kelebihan atau
kekurangan pasokan, kondisi ini disebabkan pihak pondok pesantren belum menerapkan sistem toleransi yaitu melebihkan produk yang harus diproduksi. Akan tetapi saat ini sudah dilakukan perbaikan dengan menerapakan sistem toleransi sebanyak 20 %. Manfaat bagi santri yang menghasilkan produk agribisnis dengan adanya kerjasama dan kemitraan yang dijalin oleh ponpes dengan pihak-pihak supermarket, pasar modern, dan hotel baik secara langsung maupun tidak langsung, adalah; (1) hasil produk agribisnis santri telah tersedia pasar yang jelas, (2) proses pembelajaran sistem agrbisnis yang utuh, dan (3) memahami seluk beluk bisnis yang tidak terlepas dari adanya interaksi dengan pihak-pihak luar. commit to user 97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kerjasama yang telah terealisasi sampai saai ini, diantaranya; a. Institusi pemerintah, BUMN dan Swasta (Supermarket) : Pengembangan SDM
= pelatihan packaging dari Hero Supermarket
Bantuan permodalan 1. Hibah : Departemen Pertanian, Departemen Agama dan BUMN 2. Dana bergulir : Departemen Pertanian, Departemen Agama, Perhutani, dll. 3. Dana lunak berbunga rendah : BNI, BRI, Mandiri, PT INTI, Telkom Pengembangan sarana dan prasarana : Depantemen Perdagangan, BUMN dan Swasta b. Lembaga Penelitian/Universitas Lembaga penelitian : Balai Penelitian Sayur Mayur Lembang Universitas : UI, UNPAD, UNS, Gajahmada, IPB, ITB. Salah satu contoh adalah adanya kerjasama penelitian dari UI tentang air yang ada di daerah sekitar pesantren yang setelah diteliti ternyata kandungan unsur besi (Fe) terlalu banyak akan tetapi sangat baik untuk mengembangkan budi daya ikan koi karena sangat berpengaruh pada pembentukan warna ikan. c. Lembaga-lembaga lainnya Lembaga usaha : Hero Supermarket, Makro, Diamond, PT Jarum. Lembaga penyuluhan : 1. Ponpes merekrut penyuluh yang berstatus PNS, sehingga tidak perlu membayar gajinya. Tetapi hak-hak lainnya tetap dipenuhi oleh pihak pesantren, seperti; honor, transfortasi, dan ditambah bonus naik haji. commit to user 98
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Tugas-tugas : a. Mengamati segala sesuatu yang terjadi di lapangan b. Mengadakan pertemuan dengan santri sekali seminggu setiap rabu malam c. Menentukan pola dan pergiliran tanaman d. Menjadi penghubung antara pondok dengan dinas-dinas terkait e. Mengamati cuaca f. Menentukan obata-obatan g. Mengakses sumber-sumber dana yang tersedia 3. Manfaat bagi santri a. Tersedianya teknologi yang cocok bagi agribisnisnya b. Sebagai sumber tempat bertanya/konsultasi c. Fasilitator d. Motivator.
e. Kelompok Agribisnis Santri Pendidikan pertanian di Ponpes Al Ittifaq sangat penting. Paradigma inilah yang mendasari KH. Fuad Afandi menjadikan ponpesnya sebagai pencetak kaderkader santri yang mempunyai kemampuan agribisnis yang kompeten. Karena apabila tidak dilakukan segera, masyarakat akan berpikir, menjadi petani itu identik dengan kemiskinan. Dalam merealisasikan pendidikan pertanian yang modern secara terpadu ke depan, harus dimulai dengan tahapan yang paling memungkinkan yaitu membawa para santri langsung ke ladang memperaktekan usaha agribisnis.
commit to user 99
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Slogan sebagai penyemangat dan untuk memotivasi para santri dalam melaksanakan usahanya, KH. Fuad Afandi menghadirkan slogan pendorong semangat berusaha, yaitu; (1) “tidak boleh ada sehelai sampah yang ngawur”, (2) ”tidak boleh ada sejengkal lahan yang tidur, dan (3) tidak boleh ada sedetik waktu yang nganggur. Sedangkan falsafah Ponpes Al Ittifaq dan juga para santri dalam beragribisnis, adalah; (1) tonjolkan etos kerja jangan tonjolkan etos hasil, (2) disiplin yang tinggi, dan (3) siap untuk kerja keras. Ponpes Al Ittifaq dalam menggerakkan usaha agribisnisnya dengan mengikutsertakan para santri, untuk selanjutnya para santri tersebut dijadikan berkelompok yang bertanggungjawab terhadap usaha agribisnis tertentu. Tujuan Ponpes Al Ittifaq mengikutsertakan para santri dalam usaha agribisnis, adalah :
menggerakkan
santri
untuk
melakukan
sebuah
upaya
yang
saling
menguntungkan baik bagi santri mapun bagi ponpes
tanpa biaya santri bisa punya ilmu pengetahuan dan keterampilan
mengoptimalkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimilki oleh ponpes. Pengelompokkan para santri dalam melakukan usaha agribinisnya berupa
kelompok-kelompok kecil. Yang dimaksud dengan kelompok kecil di sini yaitu berdasarkan luas lahan usaha, di mana setiap 1 (satu) ha lahan usaha agribisnis minimal dikerjakan oleh 10 orang santri. Setiap kelompok kecil ini diketuai oleh seorang pimpinan yang biasa panggil dengan sebutan “mandor”. Mandor ini merupakan seorang santri senior yang paling tidak telah berpengalaman dalam usaha commit to user 100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
agribinis selama 5 (lima) tahun. Tugas yang diemban oleh seorang mandor adalah sebagai (1) manajer, (2) pelatih/pembimbing santri muda, (3) pengambil keputusan, (4) mengelola modal, dan (5) melakukan pelaporan dan evaluasi. Beberapa tugas yang dibebankan peda para mandor ini bertujuan, agar santri yang telah saatnya mukim atau pulang kampung mendapatkan keterampilan berusaha dan merupakan latihan kepemimpinan agar suatu saat bila diperlukan untuk bisa memimpin di masyarakat. Penentuan keanggotaan sebagai anggota kelompok agribisnis, ditentukan oleh pihak ustadz berdasarkan latar belakang pendidikan pada saat masuk di ponpes. Apabila pada saat seorang santri masuk di ponpes dengan latar belakang pendidikan setingkat SD dan SLTP, pada mereka ditawarkan untuk memilih keahlian yang paling diminatinya. Sebagai contoh apabila santri tersebut berminat ke bidang usaha agribisnis maka mereka akan ditempatkan oleh pihak ponpes melaui ustadz untuk terjun ke ladang atau bisa juga memilih pada unit pengolahan hasil dan pengemasan. Sedangkan santri yang berlatar belakang SLTA, tetapi santri dengan latar belakang pendidikan SLTA ini jumlahnya masih sedikit. Pada mereka ini diberikan tugas pekerjaan sebagai tenaga dibidang pengiriman dan pemasaran (marketing). Kelompok-kelompok santri yang melaksanakan agribisnis tersebut sampai sekarang belum terbentuk struktur organisasinya, meraka hanya mengenal struktur oraganisasi yang berada di atasnya atau yang menaungi usaha agribisnis yang dikelola ponpes, yaitu struktur organisasi Pengurus Inti Unit Agribisnis. Pengelompokan para santri didasarkan atas pembagian wilayah di mana ladang berada dan juga berdasarkan atas komoditi tertentu. Para santri sebagai anggota commit to user 101
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kelompok dapat mengajukan rotasi/roling untuk pindah ke kelompok lain dengan terlebih dahulu memberitahukan mandor/ustadzh. Manfaat yang diharapkan oleh ponpes dapat dinikmati oleh para santri nantinya, adalah (1) santri mempunyai kemampuan di bidang pertanian, (2) merupakan proses pembelajarn santri di dunia nyata, dan (3) bisa beragribisnis dan menghasilkan uang sehingga tidak perlu merepotkan orang tua dalam hal biaya pendidikan dan biaya hidup serta biaya keperluan sehari-hari. Komoditi
agribinis
yang
diusakana
adalah
komoditi
sayur-sayuran
(hortikultura) khas dataran tinggi, seperti : wortel, tomat, kentang, bawang, buncis, seledri, bawang kucai, stroberi, peter seli. kumak, retus, dan lain-lain. Pemilihan komoditi tergantung kepada permintaan yang paling banyak. Dalam bisnis hal ini mutlak harus dilakukan karena agar perputaran modal bisa cepat, dengan demikian keuntungan yang diperoleh dapat lebih maksimal. Pihak ustadz sebagai pengelola usaha agribinis santri yang berhubungan dengan Pusat Inti Unit Agribisnis, selalu membebani setip kelompok tersebut dengan target-target pencapaian produksi. Sebagai contoh, misalnya mendapat tugas untuk menanam wortel. Bagi mereka dibebani target hasil panen wortel untuk 1 litrer benih, diharuskan minimal menghasilkan 1 ton wortel. Apabila kelompok tersebut tidak mencapai target diberi sangsi berupa teguran dan pengurangan modal, apabila terus menerus tidak mencapai target ada evaluasi, apakah kegagalan tersebut disebabakan oleh tanah, SDM, atau cuaca/faktor alam. Sedangkan apabila
target tercapai,
kelompok tersebut akan mendapatkan uang jajan untuk memotivasi dan menumbuhkan saling bersaing mendapatkan uang jajan lebih banyak. commit to user 102
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Modal agribisnis mereka dapatkan dari kopontren berupa pinjaman. Besarnya modal berdasarkan komoditi yang diusahakan dan luas ladang. Sebagai patokan untuk besarnya modal yang bisa diperoleh oleh kelompok adalah sebesar ± Rp. 30.000.000,- untuk perhektar ladang. Akan tetapi apabila dalam perjalanan masih kurang bisa mengajukan tambahan modal. Mekanisme peminjaman modal kepada kopontren tidak langsung dari para mandor yang mewakili kelompok ke kopontren, akan tetapi peminjaman modal tersebut harus melalui ustadz. Dalam hal sistem pembayaran dapat dilakukan dengan menyicil dalam waktu setahun, bisa setiap minggu pada hari jumat, atau ada yang langsung setiap 3 bulan sekali atau per panen. Lahan atau ladang yang dikelola oleh para santri, yaitu dapat berupa; (1) lahan milik ponpes, (2) milik pribadi/ustadz, dan (3) sewa. Untuk lahan milik ponpes yang dijadikan lahan usaha agribisnis, maka sipemakai diwajibkan menyetor sebesar 20 % dari keuntungan yang didapat ke ponpes sebagai pemilik lahan. Sedangkan bagi lahan sewa milik orang-orang di luar ponpes, pada umumnya dikenakan biaya sebesar Rp. 5.000.000,- per ha per tahun. Hasil panen diperuntukkan bagi memenuhi permintaan baik supermarket, pasar modern, maupun Pasar Induk Caringin Bandung. Tugas kelompok ini hanya sebatas pada memproduksi barang, sedangkan untuk pengolahan hasil dan pengemasan sudah merupakan tugas kelompok lainnya lagi.
Hasil panen yang
diperuntukkan sebagai cicilan pinjaman modal ke kopontren yaitu dibayarkan dari sebagain hasil panen yang penjualannya ke supermarket. Sedangkan apabila terdapat sisa atau dengan grade rendah dan dijual ke pasar induk caringin, hasil penjualannya untuk keperluan santri dalam menuntut ilmu dan juga keperluah sehari-hari. commit to user 103
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pengelolaan hasil panen ini tidak dikelola langsung oleh kelompok, akan tetapi dikelola oleh para ustadz yang bertanggungjawab terhadap kelompok-kelompok agribisnis di bawah binaannya. Para ustadz ini oleh pihak ponpes diberi tanggungjawab untuk menjamin kehidupan (akomodasi, konsumsi, perlengkapan proses belajar, keperluan sehari-hari, uang jajan/tabungan dan pembelian baju serta transfortasi pada saat pulang kampung untuk hari raya) para santri. Strategi dari ustadz agar target tercapai; adalah dengan diberlakukannya
bonus dan sangsi,
monitoring atau pemantauan, dan diadakannya perlombaan-perlombaan yang ada hadiahnya. Masalah-masalah yang dihadapi oleh ponpes dalam mengelola agribisnis ini, adalah; (1) sulitnya dalam mengarahkan santri muda dan butuh waktu yang cukup lama; cara mengatasinya yaitu dengan bimbingan langsung dari ustadz dan pelatihanpelatihan, (2) kekurangan lahan; a) milik pesantren; dikelola dimana hasilnya sebesar 20 % distorkan ke pesantren, b) milik pribadi (ustadz), pengelolaan hasil langsung ditangani oleh ustadz bersangkutan karena ustadz tersebut bertanggungjawab terhadap biaya hidup, biaya mondok, buku-buku, kitab-kitab, kesehatan, transfortasi, dan biaya kebutuhan sehari-hari dari para santri yang berada di dalam bimbingannya, dan c) milik orang lain, disewa. 1 ha/th/Rp. 5.000.000,-, (3) kekurangan pembimbing, tidak sebanding dengan jumlah santri, dan (4) jarak lahan berjauhan sehingga kesulitan dalam mengontrol Bagi para santri muda dan yang baru masuk dalam kelompok, maka tugas dari mandornya untuk : (1) memberikan latihan-latihan, (2) menjaga kekompakan commit to user 104
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kelompok dengan cara setiap mandor selalu bersama-sama dalam segala hal, dan (3) memberikan pengarahan-pengarahan. Pelaporan yang dilakukan oleh kelompok agribisnis santri yaitu melalui para mandornya langsung ke ustazd yang menjadi penanggungjawabnya. Pelaporan tersebut bisa dalam bentuk : Lisan; kinerja mereka setiap hari dari mandor ke ustadz pad saat pengajaran Tertulis; modal, pembelian saprodi dan hasil panen. Pelaporan disampaikan ke ustadz setiap selesai panen. Dari laporan ini oleh ustadz diadakan evaluasi. Hasil evaluasi ini oleh ustadz akan dilaporkan ke pengurus inti unit agribisnis.
3. Deskripsi Data Penelitian. Data penelitian dikumpulkan dari 65 orang responden, dimana daftar nama responden dapat dilihat pada lampiran 7. Sebaran dan deskripsi data penelitian untuk masing-masing variabel ditampilkan pada lampiran 9 sampai dengan lampiran 11.
a. Variabel Individual Berdasarkan data penelitian yang telah dikumpulkan, diperoleh data penilaian responden terhadap variabel individual berupa ; (1) X1.1, yaitu; pengetahuan, dan (2) X1.2, yaitu; keterampilan. Sebaran data penelitian variabel individual (X1) secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 8. Deskripsi data penelitian berdasarkan tingkatan kategori disajikan pada tabel 6. commit to user 105
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 6. Distribusi Variabel Individual (X1) No. 1
2
Aspek Individu Pengetahuan (X1.1)
Kategori
Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat Tinggi Keterampilan Sangat rendah (X1.2) Rendah Tinggi Sangat Tinggi
(≤ 15,75) (15,76 - 22,51) ( 22,52 - 29,57) (≥ 29,78) (≤ 12,25) (12,26 - 17,51) ( 17,52 - 22,77) (≥ 22,78)
n
Skor
-
-
4 37 24 25 40
87 968 751 533 965
X
%
21,75 4,8 26,12 53,6 31,29 41,6 21,32 35,58 24,13 64,42
Keterangan : n = Responden X = Rata-rata % = Prosentase Hasil analisis data secara deskriptif yang disajikan pada tabel 6, menunjukkan bahwa sebagian besar (> 95 %) responden menyatakan cukup mempunyai kemampuan (pengetahuan dan keterampilan) untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan usaha agribisnis yang sedang dilaksanakannya. Berdasarkan hasil wawancara langsung dengan responden (santri pelaksana agribisnis dan mandor), pengetahuan dan secara khusus keterampilan usaha agribisnis yang mereka peroleh berasal dari pelatihan-pelatihan yang didapat langsung pada kondisi nyata (praktek lapang). Para santri mendapatkan bimbingan dan pelatihan langsung dari mandor, ustadz, PPL dan juga dari perusahaan, diantaranya dari Hero Supermarket untuk pengemasan sayuran agar sesuai dengan standar mutu yang diinginkan oleh pemesan.
commit to user 106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Variabel Organisasi Berdasarkan data penelitian yang telah dikumpulkan, diperoleh data penilaian responden terhadap variabel organisasi berupa ; (1) X2.1, yaitu; kepemimpinan, (2) X2.2, yaitu; imbalan, dan (3) X2.3, yaitu; struktur organisasi. Sebaran data penelitian variabel organisasi (X2) secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 9. Deskripsi data penelitian berdasarkan tingkatan kategori disajikan pada tabel 7. Tabel 7. Distribusi Variabel Organisasi (X2) No.
1
2
3
Aspek Kategori Organisasi Kepemimpinan Sangat rendah (≤ 9) (X2.1) Rendah (9,1 - 14,1) Tinggi (14,2 - 19,2) Sangat Tinggi (≥ 19,3) Imbalan Sangat rendah (≤ 7) (X2.2) Rendah (7,1 - 10,1) Tinggi (10,2 - 13,2) Sangat Tinggi (≥ 13,3) Struktur Sangat rendah (≤ 8) Organisasi Rendah (8,1 - 12,1) (X2.3) Tinggi (12,2 - 16,2) Sangat Tinggi (≥ 16,3)
n
Skor
-
11 30 24
83 577 550 107 372 345
XXX 13,83 17,48 21,15 9,73 12,40 14,38
1 7 35 22
8 82 523 393
8 0,8 11,71 8,15 14,94 51,99 17,86 39,07
6 33 26 -
% 6,86 47,69 45,45 13,06 45,42 42,15
Keterangan : n = Responden X = Rata-rata % = Prosentase Disamping faktor internal yang mempengaruhi santri dalam melaksanakan usaha agribisnisnya, terdapat faktor eksternal (lingkungan) yang dominan mempengaruhi kompetensi agribisnis santri. Tabel 7 menunjukkan bahwa > 90 % responden menyatakan bahwa faktor eksternal ini berperan dalam membentuk perilaku agrbisnis mereka. Faktor ekternal ini diantaranya yaitu berupa; (1) commit to user 107
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kepemimpinan; ustadz dan mandor, (2) imbalan; bersama-sama mengelola usaha agrbisnis selain mendapat pengalaman beragribisnis, juga menjadi jaminan bahwa selama berada di ponpes menjadi santri tidak perlu memikirkan lagi tentang biaya pendidikan dan biaya hidup, dan (3) struktur organisasi;
berupa pembagian-
pembagian jenis pekerjaan berdasarkan tingkat pendidikan santri, struktur sosial (ustadz dan santri), dan pengalaman dalam beragribisnis. c. Variabel Psikologis Berdasarkan data penelitian yang telah dikumpulkan, diperoleh data penilaian responden terhadap variabel psikologis berupa ; (1) X3.1, yaitu; motivasi, (2) X3.2, yaitu; belajar, dan (3) X3.3, yaitu; sikap. Sebaran data penelitian variabel psikologis (X3) secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 10. Deskripsi data penelitian berdasarkan tingkatan kategori disajikan pada tabel 8. Tabel 8. Distribusi Variabel Psikologis (X3) No. 1
Aspek Psikologis Motivasi (X3.1)
2
Belajar (X3.2)
3
Sikap (X3.3)
Keterangan : n = Responden X = Rata-rata % = Prosentase
Kategori Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat Tinggi Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat Tinggi Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat Tinggi
(≤ 21) (21,1 - 30,1) (30,2 - 39,2) (≥ 39,3) (≤ 14) (14,1 - 20,1) (20,2 - 26,2) (≥ 26,3) (≤ 12,25) (12,36 - 17,6) (17,7 - 22,95) (≥ 23,05)
n
Skor
-
-
1 29 34 1163 30 1236 5 97 30 737 30 853 25 503 40 979
X
%
29 36,34 36,35 19,4 24,57 28,43 20,12 24,48
1,15 46,0 48,87 5,75 43,7 56,50 33,94 66,06
commit to user 108
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 8 menunjukkan bahwa aspek psikologis santri yaitu karakteristik individu santri yang berasal dari luar (ekternal) berperan begitu penting dalam pencapaian kompetensi agribisnis para santri di Ponpes Al Ittifaq. Hasil penelitian menunjukkan pencapaian > 95 % pada nilai kategori tinggi dan sangat tinggi. Hal ini memberikan pemahaman untuk merubah perilaku awal santri yang belum memiliki kompetensi agribisnis ke perilaku baru yang menguasai komptensi agribisnis bahwa para santri diperlukan stimulus berupa; (1) motivasi; adanya harapan mendapatkan ilmu, baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan ekonomi produktif (agribisnis) untuk bekal hidup masa depan, (2) belajar; mengelola usaha agrbisnis merupakan proses pembelajaran dan
sarana dalam memperoleh pengalaman
berinteraksi dengan dunia di luar ponpes, dan (3) sikap; nilai yang ditanamkan oleh para ustadz kepada santrinya bahwa usaha agribinis yang meraka laksanakan tujuannya adalah tidak berorientasi pada pencapaian hasil akan tetapi pada penanaman nilai agar santri mempunyai etos kerja yang tinggi dan sifat pekerja keras.
d. Tingkat Kompetensi Agribinis Santri Berdasarkan data penelitian yang telah dikumpulkan, diperoleh data penilaian responden terhadap kompetensi agribinis santri yang terdiri dari ; (1) santri sebagai petani/pelaksana agribisnis, (2) santri sebagai manajer, (3) kompetensi yang harus dikuasai, (4) nilai-nilai. Sebaran data penilaian responden pada kompetensi agribisnis santri secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 11. Deskripsi data penelitian berdasarkan tingkatan kategori disajikan pada tabel 9.
commit to user 109
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 9. Distribusi Tingkat Kompetensi Agribisnis Santri (Y) Aspek Kompetensi Kompetensi Agribinis Santri
Kategori Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat Tinggi
(≤ 68) (68,1 – 102,1) (102,2 - 136,2) (≥ 136,3)
n
Skor
X
%
12 1105 92,1 15,48 53 6033 113,9 84,52 -
Keterangan : n = Responden X = Rata-rata % = Prosentase Hasil analisis data secara deskriptif yang disajikan pada tabel
9,
menunjukkan bahwa sebagian besar (> 80 %) responden berada pada kategori tinggi untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan usaha agribisnis yang sedang dilaksanakannya. Santri pelaksana agribisnis di Ponpes Al Ittifaq belum dapat mencapai tingkat kompetensi pada kategori sangat tinggi. Hal ini dapat dipahami karena para santri pelaksana agribinis di Ponpes Al Ittifaq mempunyai keterbatasanketerbatasan, diantaranya yaitu dikarenakan prioritas belajar mereka masih pada ilmu keagamaan. Kendala lainnya dalam pencapaian kompetensi agribisnis santri yang lebih tinggi lagi adalah keterbatasan waktu. Mereka hanya mempunyai waktu luang paling lama 4-6 jam saja, yaitu setelah menerima pelajaran pada waktu setelah shalat subuh (pagi), shalat duhur, dan shalat ashar. Sedangkan untuk dapat mencapai komptensi yang lebih tinggi lagi para santri membutuhkan lebih banyak lagi waktu untuk belajar, berlatih dan mererapkannya pada berbagai kegiatan usaha agribinis, diantaranya kegiatan budi daya tanaman, pengolahan hasil, pemasaran dan perannya sebagai seorang manajer dan pengambil keputusan (Anonimous, 2004) menyatakan commit to user 110
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bahwa tingkat penerapan kemampuan dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut; (1) curahan waktu untuk mengelola budidaya, (2) curahan waktu untuk mengolah produk, (3) curahan wakktu untuk memasarkan produk, dan (4) curahan waktu untuk mengakses modal, informasi dan teknologi.
4. Hasil Analisa Korelasi Kendal Tau (τ)
a. Hubungan Aspek Individual Dengan Pengembangan Kompetensi Agribinis Santri Dua karakteristik yang dapat mempengaruhi kompetensi individu (santri) yaitu berupa kemampuan yang terdiri dari pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan dan keterampilan dapat dengan mudah diketahui karena melekat pada diri seseorang dan cenderung kelihatan dipermukaan serta perilaku yang dapat diprediksi dalam berbagai keadaan dan tugas pekerjaan “underlying characteristic”. Pengetahuan dan keterampilan juga dapat menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja “causally related” Tabel 10. Daftar Hasil Perhitungan Korelasi τ, Harga z Hitung dan Harga z Tabel Untuk Variabel Individual Variabel Terikat Kompetensi Agribisnis Santri (Y)
Nilai τ
Harga z Hitung
- Pengetahuan (X1.1)
0,287**
1,91
- Keterampilan (X1.2)
0,376**
3,01
Variabel Bebas
Harga z Tabel
Variabel Individual (X1) 1,96
Keterangan : **) Signifikan pada taraf 0,01.
commit to user 111
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 10. menunjukkan hasil analisa korelasi Kendal Tau antara pengetahuan dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri diperoleh nilai korelasi τ sebesar 0,287 (Tabel 10). Nilai korelasi τ tersebut bermakna bahwa terdapat hubungan yang positif sebesar 0,287 antara pengetahuan dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri. Hal ini berarti semakin tinggi pengetahuan santri maka akan semakin tinggi kompetensi agribisnis yang dicapai oleh santri pengelola agrbisnis di Ponpes Al Ittifaq. Selanjutnya untuk mengetahui signifikasi korelasi
antara
pengetahuan dan pengembangan kompetensi agribisnis santri telah dilakukan uji z. Hasil uji zhitung diperoleh harga z sebesar 2,29 (Tabel 10). Dengan harga zhitung sebesar 2,29 dan dibandingkan harga ztabel 1,96, ternyata harga zhitung lebih besar dari ztabel atau ρ value 0,001<α =0,05. Dengan demikian makna dari hasil uji z tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara pengetahuan dan pengembangan kompetensi agribisnis santri sebesar 0,287 adalah signifikan. Hal ini dapat diartikan bahwa peningkatan pengetahuan yang diterima oleh santri pengelola agribisnis di Ponpes Al Ittifaq berpengaruh nyata terhadap pembentukan perilaku baru santri yang berwujud kompetnsi agrbisnis santri. Uji korelasi Kendal Tau antara keterampilan dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri diperoleh nilai korelasi τ sebesar 0,376 (Tabel 10). Nilai korelasi τ tersebut bermakna bahwa terdapat hubungan yang positif sebesar 0,376 antara keterampilan dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri. Hal ini berarti semakin tinggi keterampilan santri maka akan semakin tinggi kompetensi agribisnis yang dicapai oleh santri pengelola agrbisnis di Ponpes Al Ittifaq. commit to user 112
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selanjutnya untuk mengetahui signifikasi korelasi
antara keterampilan dan
pengembangan kompetensi agribisnis santri telah dilakukan uji z. Hasil uji zhitung diperoleh harga z sebesar 3,01 (Tabel 10). Dengan harga zhitung sebesar 3,01 dan dibandingkan harga ztabel 1,96, ternyata harga zhitung lebih besar dari ztabel atau ρ value 0,000<α =0,05. Dengan demikian makna dari hasil uji z tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara keterampilan dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri sebesar 0,376 adalah signifikan. Hal ini dapat diartikan bahwa keterampilan yang diterima oleh santri pengelola agribisnis di Ponpes Al Ittifaq berpengaruh nyata terhadap pembentukan perilaku baru yang diwujudkan dalam kompetnsi agrbisnis santri.
b. Hubungan Aspek Organisasi Dengan Pengembangan Kompetensi Agribinis Santri Organisasi dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu sistem atau alat yang dipakai oleh Ponpes Al Ittifaq untuk mencapai tujuannya, di mana organisasi ini merupakan faktor eksternal situasional berupa lingkungan (enviroment) yang berfungsi membentuk perilaku baru santri sebagai pengelola agrbinis dalam mencapai kompetensi agribisnis yang diharapkan. Dalam penelitian ini, faktor organisasi yang dibentuk oleh Ponpes Al Ittifaq akan diukur dari 3 (tiga) aspek, yaitu : (1) kepemimpinan, (2) imbalan, dan (3) struktur organisasi. Hasil perhitungan korelasi dapat dilihat pada tabel 11.
commit to user 113
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 11. Daftar Hasil Perhitungan Korelasi τ, Harga z Hitung dan Harga z Tabel Pada Variabel Organisasi (X2) Variabel Terikat
Nilai τ
Harga z Hitung
- Kepemimpinan (X2.1)
0,428**
3,42
- Imbalan (X2.2)
0,239
1,91
- Struktur Organisasi (X2.3)
0,463**
3,68
Variabel Bebas
Harga z Tabel
Variabel Organisasi (X2) Kompetensi Agribisnis Santri (Y)
1,96
Keterangan : **) Signifikan pada taraf 0,01.
Tabel 11.
menunjukkan hasil analisa korelasi Kendal Tau antara
kepemimpinan dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri diperoleh nilai korelasi τ sebesar 0,428 (Tabel 11). Nilai korelasi τ tersebut bermakna bahwa terdapat hubungan yang positif sebesar 0,428 antara kepemimpinan individu dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri. Hal ini berarti semakin berpengaruh kepemimpinan individu maka akan semakin tinggi kompetensi agribisnis yang dicapai oleh santri pengelola agrbisnis di Ponpes Al Ittifaq. Selanjutnya untuk mengetahui signifikasi korelasi antara kepemimpinan individu dan pengembangan kompetensi agribisnis santri telah dilakukan uji z. Hasil uji zhitung diperoleh harga z sebesar 3,42 (Tabel 11). Dengan harga zhitung sebesar 3,42 dan dibandingkan harga ztabel 1,96, ternyata harga zhitung lebih besar dari ztabel atau ρ value 0,000<α =0,05. Dengan demikian makna dari hasil uji z tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara kepemimpinan dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri sebesar 0,376 adalah signifikan. Uji korelasi Kendal Tau antara imbalan dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri diperoleh nilai korelasi τ sebesar 0,239 (Tabel 11). Nilai korelasi τ tersebut bermakna bahwa terdapat hubungan yang positif sebesar 0,239 commit to user 114
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
antara imbalan dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri. Hal ini berarti dengan adanya imbalan yang diperoleh para santri maka akan dapat menjadi motif untuk meningkatkan kompetensi agribisnis yang dicapai oleh santri pengelola agrbisnis di Ponpes Al Ittifaq. Selanjutnya untuk mengetahui signifikasi korelasi antara imbalan dan pengembangan kompetensi agribisnis santri telah dilakukan uji z. Hasil uji zhitung diperoleh harga z sebesar 1,91(Tabel 11). Dengan harga zhitung sebesar 1,91 dan dibandingkan harga ztabel 1,96, ternyata harga zhitung lebih kecil dari ztabel atau ρ value 0,010>α =0,05. Dengan demikian makna dari hasil uji z tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara imbalan dan pengembangan kompetensi agribisnis santri sebesar 0,287 adalah tidak signifikan. Selanjutnya setelah dilakukan uji korelasi Kendal Tau antara struktur organisasi dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri diperoleh nilai korelasi τ sebesar 0,463 (Tabel 11). Nilai korelasi τ tersebut bermakna bahwa terdapat hubungan yang positif sebesar 0,463 antara kepemimpinan dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri. Hal ini berarti semakin dirasakan keberadaan struktur organisasi dalam pengelolaan agribisnis maka akan semakin tinggi kompetensi agribisnis yang dicapai oleh santri pengelola agrbisnis di Ponpes Al Ittifaq. Selanjutnya untuk mengetahui signifikasi korelasi antara struktur organisasi dan pengembangan kompetensi agribisnis santri telah dilakukan uji z. Hasil uji z hitung diperoleh harga z sebesar 3,68 (Tabel 11). Dengan harga zhitung sebesar 3,68 dan dibandingkan harga ztabel 1,96, ternyata harga zhitung lebih besar dari ztabel atau ρ value 0,000<α =0,05. Dengan demikian makna dari hasil uji z tersebut menunjukkan bahwa
commit to user 115
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
korelasi antara struktur organisasi dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri sebesar 0,463 adalah signifikan. c. Hubungan Aspek Psikologis Dengan Pengembangan Kompetensi Agribinis Santri Variabel psikologis yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu karakteristik eksternal individu yang melekat pada aspek psikologisnya. Karakteristik eksternal individu tersebut berupa beberapa stimulus yang dapat berpengaruh terhadap perilaku pengembangan kompetensi agribisnis santri, yaitu; (1) motivasi, (2) belajar, dan (3) sikap. Tabel 12. Daftar Hasil Perhitungan Korelasi τ, Harga z Hitung dan Harga z Tabel Pada Variabel Psikologis Nilai τ
Harga z Hitung
- Motivasi (X3.1)
0,459**
3,67
Agribisnis
- Belajar (X3.2)
0,413**
3,30
Santri (Y)
- Sikap (X3.3)
0,352**
2,82
Variabel Terikat
Variabel Bebas
Harga z Tabel
Variabel Psikologis (X3) Kompetensi
1,96
Keterangan : **) Signifikan pada taraf 0,01.
Tabel 12. Menunjukkan hasil analisis korelasi Kendal Tau antara motivasi dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri diperoleh nilai korelasi τ sebesar 0,459 (Tabel 12). Nilai korelasi τ tersebut bermakna bahwa terdapat hubungan yang positif sebesar 0,459 antara motivasi santri dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri. Hal ini berarti semakin tinggi motivasi santri maka akan semakin tinggi kompetensi agribisnis yang dicapai oleh santri pengelola agrbisnis di Ponpes Al Ittifaq. Selanjutnya untuk mengetahui signifikasi korelasi antara motivasi santri commit to user 116
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri telah dilakukan uji z. Hasil uji zhitung diperoleh harga z sebesar 3,67 (Tabel 12). Dengan harga zhitung sebesar 3,67 dan dibandingkan harga ztabel 1,96, ternyata harga zhitung lebih besar dari ztabel atau ρ value 0,000<α =0,05. Dengan demikian makna dari hasil uji z tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara moti1vasi santri dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri sebesar 0,459 adalah signifikan. Uji korelasi Kendal Tau antara proses belajar dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri diperoleh nilai korelasi τ sebesar 0,413 (Tabel 12). Nilai korelasi τ tersebut bermakna bahwa terdapat hubungan yang positif sebesar 0,413 antara proses belajar santri dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri. Hal ini berarti dengan terjadinya proses belajar yang efektif maka akan menyebabkan semakin tinggi kompetensi agribisnis yang dicapai oleh santri pengelola agrbisnis di Ponpes Al Ittifaq. Selanjutnya untuk mengetahui signifikasi korelasi antara proses belajar dan pengembangan kompetensi agribisnis santri telah dilakukan uji z. Hasil uji zhitung diperoleh harga z sebesar 3,42 (Tabel 12). Dengan harga zhitung sebesar 3,42 dan dibandingkan harga ztabel 1,96, ternyata harga zhitung lebih besar dari ztabel atau ρ value 0,000<α =0,05. Dengan demikian makna dari hasil uji z tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara proses belajar dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri sebesar 0,376 adalah signifikan. Selanjutnya hasil uji korelasi Kendal Tau antara sikap dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri diperoleh nilai korelasi τ sebesar 0,352 (Tabel 12). Nilai korelasi τ tersebut bermakna bahwa terdapat hubungan yang positif sebesar 0,352 antara sikap santri dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri. Hal ini berarti semakin positif sikap commit to user 117
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
santri maka akan semakin tinggi kompetensi agribisnis yang dicapai oleh santri pengelola agrbisnis di Ponpes Al Ittifaq. Selanjutnya untuk mengetahui signifikasi korelasi
antara sikap dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri telah
dilakukan uji z. Hasil uji zhitung diperoleh harga z sebesar 2,82 (Tabel 12). Dengan harga zhitung sebesar 2,82 dan dibandingkan harga ztabel 1,96, ternyata harga zhitung lebih besar dari ztabel atau ρ value 0,000<α =0,05. Dengan demikian makna dari hasil uji z tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara sikap santri dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri sebesar 0,352 adalah signifikan.
B. Pembahasan Pondok Pesantren Al Ittifaq Ciwidey-Bandung selain membekali santrinya dengan ilmu syar’i (agama), juga dibekali dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman (empiris) dalam bidang ekonomi produktif praktis, diantaranya ilmu usaha agrbisnis. Tujuannya adalah sebagai upaya pemberdayaan santri baik dalam aspek ekonomi (karena latar belakang santri berasal dari keluarga miskin, duafa dan anak-anak yatim) dan memberikan kemampuan-kemampuan berupa kompetensi tertentu sesuai dengan minat, latar belakang pendidikan dan bakat yang dimiliki oleh para santri. Strategi yang dikembangkan oleh Ponpes Al Ittifaq dalam pengembangan usaha agrbisnisnya agar tujuan tercapai di mana usaha agrbisnis ponpes berhasil dilain pihak kompetensi agribinis juga dimiliki oleh santri, yaitu dilakukan dengan membentuk model pengembangan pemberdayaan santri.
Model pengembangan
tersebut, yaitu : (1) pembentukan Pengurus Inti Unit Agribisnis, (2) melakukan commit to user 118
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pelatihan-pelatihan praktis, (3) membentuk Pusat Inkubator Agribinis (PIA), (4) melakukan kerjasama/kemitraan, dan (5) membentuk kelompok-kelompok kerja agribisnis santri. Model pengembangan pemberdayaan ini merupakan wadah dan sarana proses belajar santri agar terjadinya perubahan perilaku, di mana pada awalnya santri tersebut tidak mempunyai kompetensi agribinis dapat berubah ke perilaku baru yang mengusai kompetensi agribisnis.
Hal ini sesuai dengan pernyataan
Notoatmodjo S. (2010) bahwa pengetahuan-pengetahuan akan menimbulkan kesadaran, dan akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh santri berasal dari proses pembelajaran berupa kegiatan pelatihan (memadukan teori dan praktek) dan bimbingan secara intensif baik dari para ustadz, PPL, maupun dari santri senior (mandor) sebagai ketua kelompok yang bertanggungjawab terhadap kemampuan para santri untuk menjadi pengelola agrbisnis yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai
serta dapat mengelola agrbisnis sampai berhasil.
Sedangkan pada proses pembelajaran yang diterapkan sudah tepat yaitu melalui model pembelajaran orang dewasa dan sekolah lapang dengan metode pembelajaran AKOSA (alami, kemukakan, olah dan aplikasikan). Materi pelatihan disesuaikan dengan keberadaan santri pada saat itu, apakah sedang menekuni bidang teknik budidaya, teknik gradding, teknik pengemasan, teknik pemasaran ataukah manajemen agribisnis. Sedangkan Instruktur pelatihan diambil dari kalangan ponpes sendiri yaitu terdiri dari para mandor/ketua kelompok dan penyuluh lapangan (PPL). Lama pelatihan disesuikan dengan tingkat kemampuan seorang santri dapat menyerap ilmu commit to user 119
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengetahuan dan keterampilan yang diberikan oleh para mandornya sebagai pembimbing. Menurut Hernanto dalam Mariana dan Sutarto (2006) tingkat pendidikan petani baik formal maupun non formal akan mempengaruhi cara berpikir yang diterapkan pada usahataninya yaitu dalam rasionalitas usahanya untuk memanfaatkan setiap kesempatan ekonomi yang ada. Proses pembelajaran yang tepat (model, metode, materi, lokasi dan instruktur yang tepat sasaran) dapat menjadi stimulus bagi tercapainya peningkatan kompetensi individu. Kurtlewin (1970) dalam Notoatmodjo S. (2010), mengemukakan bahwa apabila kekuatan-kekuatan pendorong meningkat, karena adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku. Stimulus ini berupa penyuluhan-penyuluhan atau informasi-informasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan. Misalnya seorang santri yang belum mempunyai kompetensi agribinis, dapat dinaikan dengan diberikannya kekuatan pendorong berupa; pelatihan-pelatihan, bimbingan dan meningkatkan kepercayaan santri bahwa dengan ikut mengelola usaha agribisnis yang dimiliki ponpes, dapat saling membantu antara ponpes dan santri dalam hal pemenuhan biaya pendidikan dan biaya hidup selama mereka menjadi santri. Untuk itu, santri merasa yakin pentingnya ikut mengelola usaha agribisnis, sehingga santri tersebut berkeinginan merubah perilakunya agar dapat berhasil dalam usaha agribirnisnya, untuk itu dia harus dapat meningkatkan kemampuannya dalam beragribisnis (meningkatkan kompetensi). Faktor kepemimpinan secara signifikan dapat menjadi stimulus terhadap pencapaian perilaku baru santri dalam pengembangan kompetnsi agrbisnis santri. Kepemimpinan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepemimpinan dari para commit to user 120
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kiyai, ustadz/dzah, dan mandor (santri senior yang bertanggungjawab pada usaha agrbisisnis). Fakta ini tentunya dapat diterima dikarenakan nilai-nilai yang masih dianut di sebagian besar ponpes bahwa para pemimpin ponpes yang terdiri dari para kiyai atau ustadz, tentunya bagi para santri mereka ini merupakan panutan yang harus tetap diturut dan digugu. Dalam pengembangan metode kepemimpinan, Ponpes Al Ittifak mempunyai prinsip-prinsip yang telah dikembangkannya sehingga diyakini prinsip-prinsip itulah yang berpengaruh terhadap perilaku para santrinya. Prinsipprinsip kepemimpinan yang menjadi pedoman di Ponpes Al Ittifaq tersebut yaitu; (a) meyakinkan, yaitu bagi siapa saja yang ingin berhasil dalam memimpin haruslah dapat meyakinkan. Meyakinkan masyarakat yang akan diajak berubah yaitu terhadap pentingnya sebuah perubahan, karena hanya dengan adanya perubahan tujuan dapat tercapai. Untuk dapat meyakinkan dibutuhkan sikap-sikap bijak dari seorang pemimpin, yaitu : (1) pengorbanan, (2) kesabaran, (3) tidak emosional, dan (4) butuh waktu lama, paling tidak sekitar 4 tahun, (b) menggalang, yaitu untuk memobilisasi perubahan haruslah dilakukan dengan aksi penggalangan. Penggalangan oleh seorang pemimpin lebih mengena apabila pemimpin tersebut terjun langsung ke lapangan. Tujuan penggalangan ini yaitu sebagai alat promosi yang efektif bagi masyarakat yang belum mau menerima adopsi inovasi. Penggaalangan ini dapat diterapkan dengan dua tahap, yaitu : (1) secara lisan, dan (2) dengan empiris, (c) menggerakkan, seorang peminpin haruslah punya keyakinan dapat menggerakkan masyarakat yang dipimpinnya, (d) memantau, seorang pemimpin dikatakan dapat bertindak arif dan bijaksana apabila dalam kepemimpinannya tidak pernah lalai untuk melakukan pemantauan (monitoring). Pemantauan sangat diperlukan terutama pada saat-saat awal proses belajar. Azas saling percaya tentunya perlu dipertahankan, akan tetapi hal commit to user 121
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
itu tidak menjadikan tindakan pemantauan menjadi terhapus. Setiap manusia, baik sebagai individu maupun mahluk sosial mempunyai kepentingan pribadi, kebutuhan, kelemahan, dan tanggungjawab pribadi maupun keluarga, dan (e) melindungi, seorang pemimpin selain harus punya rasa simpati kepada masyarakat yang dipimpinnya, lebih penting lagi harus dapat mengembangkan rasa empatinya. Seorang anak manusia yang berusaha sudah pasti suatu waktu akan mengalami kegagalan usahanya, padahal ia telah mengikuti semua petunjuk yang diterimanya. Kegagalan tersebut dapat disebabkan oleh sesuatu yang tidak terduga atau di luar kemampuan manusia untuk mengendalikannya. Di sinilah simpati dan empati pemimpin harus ditunjukan, agar seseorang yang tengah mengalami kegagalan usahanya tidak semakin terpuruk karena pemimpin yang diharapkannya dapat membatu malah turut mempersalahkannya. Dalam keadaan demikian seseorang perlu pelindung, untuk itu seorang pemimpin dapat memainkan perannya sebagai pelindung di tengah masyarakat. Dengan prinsip-prinsip kepemimpinan yang dikembangkan dan diterapkan oleh para kiyai dan ustadz/dzah kepada para santrinya telah mampu mempengruhi perilaku santrinya, khususnya dalam penelitian ini mempengaruhi pencapaian kompetensi agrbisnis santri. Faktor struktur organisasi yang efektif dan dirasakan kehadirannya dapat menjadi stimulus terhadap pencapaian perilaku baru santri dalam pengelolaan agribisnis, ternyata berpengaruh nyata terhadap pengembangan kompetnsi agrbisnis santri. Agribisnis yang dilakukan oleh para santri di Ponpes Al Itifaq berada di bawah suatu wadah berbentuk unit organisasi yang bernama Pengurus Inti Unit Agribisnis, struktur oraganisasinya dapat dilihat pada Gambar 7. Pengurus Inti unit Agribisnis ini mempunyai fungsi dan tujuan, sebagai berikut; (1) agar para santri dapat menguasai commit to user 122
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengetahuan dan keterampilan berusahatani atau agribisnis, (2) melatih para santri untuk mempunyai etos kerja yang tinggi, tidak sekedar mengejar hasil akhir, (3) untuk meningkatkan kedisiplinan melalui kerja kelompok, (4)
agar belajar dari
pengalaman praktis langsung di lapangan, (5) untuk melatih dalam rangka bekerja sama (gotong royong), dan (6) untuk membekali para santri apabila telah ada panggilan mukim (pulang kampung) agar dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya, disamping menjadi ustadz, dapat juga mengembangkan agribisnis. Kegiatan dari Pengurus Inti Unit Agribisnis Ponpes Al Ittifaq adalah menggerakkan dan mengkoordinasikan semua unit usaha agribisnis mulai dari produksi, pengolahan hasil, pengemasan produk sampai dengan pemasaran hasil. Dengan demikian keberadaan struktur organisasi yang jelas dalam struktur, fungsi, tujuan, pembagian tugas dan kegiatannya dapat merupakan satu aspek yang dapat meningkatkan kompetensi agrbisnis santri di Ponpes Al Ittifaq. Faktor imbalan yang diperoleh para santri pengelola agribisnis di Ponpes Al Ittifaq tidak berpengaruh nyata dan tidak dapat menjadi stimulus terhadap pencapaian perilaku baru santri terhadap pengembangan kompetensi agrbisnisnya. Bagi para santri pengelola agrbisnis di Ponpes Al Ittifaq, mendapat keuntungan dari hasil pengelolaan agribisnisnya bukanlah tujuan utama. Mereka melakukan kegiatan agrbisnis tersebut mempunyai tujuan utama yaitu selain belajar usaha agribisnis juga agar dapat membantu ponpes (kiyai dan ustadz/dzah) mengeloala usaha agrbisnis dan berahasil. Motif bagi mereka apabila usaha agrbisnis ponpes berhasil, tentunya meraka selain dapat membantu ponpes juga dapat menikmati keuntungan yaitu selama menjadi santri di Ponpes Al Ittifaq meraka tidak harus membayar biaya commit to user 123
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pendidikan dan biaya hidup. Sehingga bagi mereka, santri pengelola agribisnis di ponpes Al Ittifaq menganggap imbalan dalam bentuk uang tunai sebagai upah kerja pengelola atau hasil dari keuntungan usaha agribisnisnya menjadi tidak penting. Hal ini berbeda dengan karyawan atau pegawai suatu perusahaan (institusi), bahwa imbalan adalah merupakan motif untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan bagi mereka dalam bekerja (Riani AL. dkk). Faktor motivasi santri yang tinggi berpengaruh nyata dan dapat menjadi stimulus terhadap pencapaian perilaku baru santri terhadap pengembangan kompetnsi agrbisnis santri. Fakta ini didukung oleh pendapat Sudradjat (2008), yang mengemukakan bahwa motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Sebagian besar santri di Ponpes Al Ittifaq merupakan santri berlatar belakang dari keluarga du’afa, fakir miskin dan anak-anak yatim. Bagi mereka dapat menjadi santri di Ponpes Al Ittifaq dan dapat menuntut ilmu dengan tidak harus membayar biaya selama menjadi santri, baik biaya pendidikan maupun biaya hidup walaupun harus dibarengi dengan pergi ke ladang untuk bercocok tanam merupakan motivasi tersendiri yang tumbuh dari dalam diri santri (motivasi intrinsik). Motivasi intrinsik yang dapat diperoleh oleh para santri dalam kasus ini adalah berupa; (1) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (2) harga diri; (3) harapan pribadi; (4) kebutuhaan; dan (5) keinginan. Dengan adanya motif yang dapat diperoleh oleh dirinya apabila berada dilingkungan ponpes akan menjadi pendorong (driving force) untuk dengan sukarela, semangat tinggi dan commit to user 124
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sungguh-sungguh mengelola agribisnis yang menjadi tanggungjawabnya. Kondisi psikologis demikian apabila secara terus menerus tetap berlangsung dalam jangka waktu cukup lama, tentunya baik disadari maupun tidak disadari akan dapat merubah perilaku awal ke pembentukan perilaku baru dalam wujud peningkatan kemampuan mengelola agribinisnya, sehingga kompetensinya tentang agribisnis akan semakin baik. Apalagi ditunjang dengan adanya motivasi ekstrinsik, yaitu dapat berupa; (a) jenis dan sifat pekerjaan yang cocok, karena pada umunya latar belakang para santri adalah lingkungan pedesaan dan pertanian; (b) adanya kelompok kerja dimana dia bergabung; (c) organisasi tempat bekerja, dengan adanya organisasi usaha agribisnis (Pengurus Inti Usaha Agribisnis Al Ittifaq) para santri akan merasa aman dan nyaman dalam melaksanakan pekerjaannya dikarenakan mereka merasa ada yang menaungi, melindungi dan bertanggungjawab terhadap usaha agribisnisnya; (d) situasi lingkungan yang cocok yaitu berada dilingkungan ponpes yang pada umumnya nyaman dan damai; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya. Dengan demikian motivasi yang tinggi dari para santri dalam mengelola agrbinisnya baik itu yang datang dari dirinya maupun dari lingkungannya ada hubungannya dengan pengembangan kompetensi agribisnis santri. Faktor proses belajar yang efektif diyakini berpengaruh nyata dan dapat menjadi stimulus terhadap pencapaian perilaku baru santri terhadap pengembangan kompetnsi agrbisnis santri. Proses belajar dan kegiatan-kegiatan ponpes tidak saja dalam hal syari’ah islam, tetapi sudah diajarkan pengetahuan dan keterampilan serta kegiatan-kegiatan ekonomi produktif diantaranya di bidang usaha pertanian (agribinis). Falsafah belajar di Ponpes Al Ittifaq adalah: (a) disiplin membagi waktu, commit to user 125
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
slogan yang dipakai anutan adalah falsafah jawa yaitu; “malam diwejang, siang ke ladang” . Di mana pembagian waktu belajarnya sebagai berikut : Pada malam hari, setelah menunaikan shalat magrib dan dan shalat isya terdapat waktu kosong ditambah setelah shalat isya terdapat juga banyak waktu luang digunakan oleh para ustadz/dzah untuk melakukan proses kegiatan pembelajaran ilmu keagamaan (syari’ah). Sedangkan pada pagi dan siang harinya pembelajaran ilmu keagamaan diberikan selama 1 (satu) jam setelah shalat Subuh, Dzuhur dan Ashar. Sisa dari waktu pagi hari sampai sore hari digunakan oleh para santri untuk ke ladang mengelola usaha agribinis, bagi santri pengelola agribinis. Waktu berangkat ke ladang pada pagi sampai siang hari dimulai pukul 07.00 pagi sampai dengan pukul 11.00 siang hari, yaitu menjelang dan persiapan untuk shalat dzuhur, dan begitu seterusnya sampai menjelang shalat magrib, sehingga waktu yang tersedia untuk bekerja/mengelola agribinis selama 4-6 jam sehari, (b) keseimbangan antara teori dan praktek. Keberhasilan yang telah dicapai oleh Ponpes Al Ittifaq khususnya dalam usaha agrbinis, telah melalui proses belajar yang panjang yaitu sejak ± tahun 1970 sampai sekarang. Dari pengalaman panjang tersebut, satu hal yang menjadi pegangan Ponpes Al Ittifaq dalam pengembangan agribinisnya yaitu menyeimbangkan antara teori dan praktek. Ponpes mendapat teori-teori tentang ilmu pertanian dan agribinis serta bisnis dari berbagai sumber, diantaranya; Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang, PPL, Balai Penelitian Sayur-Sayuran Lembang, serta berbagai perguruan tinggi, (c) metode belajar yang diterapkan khususnya untuk usaha agrbinis adalah metode pendidikan orang dewasa yaitu melalui pelatihan-pelatihan langsung di lokasi kegiatan dan disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan individu, dan commit to user 126
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(d) proses belajar di pondok pesantren tidak ada batasan waktu bagi santri untuk berlatih dan mondok di Pondok Pesantren Al-Itifaq ini, serta dalam menerapkan ilmu dan teknologi yang berkembang untuk meningkatkan produksi. Melalui keempat aspek belajar tadi, Ponpes Al Ittifaq telah berhasil mendidik para santrinya dalam usaha agribisnis. Fakta membuktikan bahwa terdapat hubungan antara dukungan proses belajar yang tepat dan efektif dengan pengembangan kompetensi agrbinis santri di Ponpes Al Ittifaq. van den Ban A.W. dan Hawkin H.S. (2005) menyatakan belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu, bahkan sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Orang perlu belajar untuk membuat perkiraan realistis mengenai pekerjaan apa saja yang dapat atau tidak dapat dikerjakannya. Faktor sikap yang positif
diyakini berpengaruh nyata dan dapat menjadi
stimulus terhadap pencapaian perilaku baru santri terhadap pengembangan kompetnsi agrbisnis santri. Sikap adalah pernyataan evaluatif
(baik yang menguntungkan
ataupun yang tidak menguntungkan) mengenai objek, orang ataupun peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan mengenai sesuatu. Sikap positif para santri terhadap usaha agribisnis yang lakukan oleh ponpes di mana mereka menjadi santri telah menjadikan usaha agribisnis ponpes berhasil. Sikap positif ini disebabkan para
santri
pengelola
agribisnis
telah
merasakan
keuntungan-keuntungan,
diantaranya; (a) memiliki pengetahuan dan ketermapilan usaha agribisnis, (b) memliki pengalaman bekerja untuk bekal hidup masa depan, (c) menambah wawasan keilmuan dan teknologi pertanian, (d) memiliki pengetahuan beroganisasi, dan (e) commit to user 127
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengetahui bagaimana caranya bekerja bersama-sama (bekerja dalam sebuah tim). Walgito B. (2009) menyatakan bahwa sikap seseorang terhadap objek sikap akan dipengaruhi oleh pengalaman langsung orang yang bersangkutan dengan objek sikap tersebut. Karena para santri tersebut bersentuhan langsung dengan objek sikap berupa usaha agribinis yang dilakukan ponpes dan telah merasakan keuntungan serta dapat memenuhi kebutuhannya, maka dapat dibuktikan sikap positif para santri tersebut mempunyai pengaruh nyata terhadap pembentukan perilaku baru santri yang diwujudkan dalam kompetensi agrbisnis santri. Kurt Lewin (1970) dalam Notoatmodjo S. (2010), menyatakan bahwa bila kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun. Dengan keadaan semacam ini jelas juga akan terjadi perubahan perilaku. Seperti fakta diatas, dengan motivasi tinggi, proses belajar tepat dan efektif dan sikap positif dapat menjadi kekuatan pendorong dan sekaligus menurunkan kekuatan penahan.
commit to user 128
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, dapat disimpulakan bahwa : 1. Deskripsi model pengembangan pemberdayaan santri di Ponpes Al Ittifaq Ciwidey Bandung, adalah; a) pembentukan Pengurus Inti Unit Agribisnis, yaitu pendirian sebuah organisasi di luar kelembagaan Yayasan Ponpes Al Ittifaq yang berfungsi dan berperan sebagai pengelola usaha agribisnis. b) melakukan pelatihan-pelatihan praktis langsung di lapangan/ladang (tempat usaha agribisnis) dan untuk memadukan keseimbangan penerapan antara teori dan praktek. c) membentuk Pusat Inkubator Agribisnis (PIA), yaitu sebuah unit konseling yang berfungsi sebagai tempat para santri yang belum berhasil dalam pencapaian kemampuan (kompetensi) agribinisnya ditempa secara khusus agar bisa menyusul kemampuan santri yang lain. d) melakukan kerjasama/kemitraan dengan berbagai lembaga dan instansi, tujuannya untuk mendapatkan berbagai akses seperti; pelatihan-pelatihan, permodalan, lahan usaha dan pemasaran hasil. e) membentuk kelompok-kelompok agribisnis santri, yaitu pembentukan commit to user kelompok kecil berdasarkan lokasi lahan atau jenis komoditas usaha yang 129
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dikelola oleh sebanyak 10 orang per 1 ha lahan agribisnis yang dipimpin oleh seorang mandor (ketua kelompok). Model pengembangan pemberdayaan ini merupakan wadah dan sarana proses belajar santri agar terjadinya perubahan perilaku, di mana pada awalnya santri tersebut tidak mempunyai kompetensi agribinis dapat berubah ke perilaku baru yang mengusai kompetensi agribisnis. 2. Tingkat kompetensi agribinis yang dapat dicapai oleh sebagian besar (> 80 %) santri pelaksana usaha agribisnis di Ponpes Al Ittifaq Ciwidey Bandung, baru berada pada tahap kategori tinggi. Diantara kendala yang dihadapi dan menjadi penghambat pembentukan perilaku baru santri dalam mencapai kompetensi agribisnis yang lebih tinggi lagi, adalah curahan waktu yang terbatas (4-6 jam/hari) untuk mengelola agribisnisnya, dan prioritas proses pembelajaran di ponpes adalah pengetahuan agama. 3. Perilaku santri dapat berubah karena dipengaruhi oleh adanya beberapa stimulus berupa faktor pendorong (driving force). Hasil penelitian ini mengidentifikasi bahwa terdapat beberapa faktor pendorong (driving force) yang mempunyai hubungan positif dan signifikan mempengaruhi perubahan perilaku awal santri yang belum mempunyai kompetensi agribisnis, selanjutnya dapat berubah menjadi perilaku baru yaitu dengan terbentuknya kompetensi agribisnis pada diri santri. Faktor-faktor yang teridentifikasi dapat merubah perilaku santri tersebut yaitu terdiri dari faktor; a) pengetahuan, b) keterampilan, c) kepemimpinan, d) struktur organisasi, e) motivasi, f) belajar, dan g) sikap.
commit to user
130
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sedangkan aspek imbalan walaupun terdapat hubungan positif akan tetapi tidak signifikan terhadap terbentuknya perilaku kompetensi agribisnis santri di Ponpes Al-Ittifaq Ciwidey Bandung.
B. Implikasi 1. Praktis a) Keberhasilan upaya pemberdayaan santri dalam bidang ekonomi produktif, khususnya usaha agribsinis yang dilakukan oleh Ponpes Al Ittifaq Ciwidey Bandung melalui strategi model pengembangan usaha agribinis, akan berkaitan erat dengan 5 (lima) aspek pengembanagn, yaitu; (1) Pengurus Inti Unit Agribisnis, (2) pelatihan, (3) Pusat Inkubator Agribinis (PIA), (4) kerjasama/ kemitraan, dan (5) kelompok agribisnis santri. b) Perubahan perilaku santri yang terjadi tentunya belumlah mencapai pada tingkatan maksimal, untuk itu bukan hanya perlu dipertahankan saja, akan tetapi perlu ditingkatkan agar jauh lebih baik lagi dengan upaya-upaya yang menyeluruh, sinergis dan berkelanjutan melalui latihan-latihan, penyuluhan, magang, menyediakan lebih banyak kesempatan untuk akses informasi dan teknologi melalui internet dan pemantapan manajemen organisasi kelompok agribisnis santri. c) Aspek imbalan merupakan sesuatu yang peka karena belum banyak diketahui oleh para santri mengenai pendistribusian hasil (pendapatan) hasil usaha agribinisnya. Untuk itu diperlukan strategi khusus dari pihak ponpes commit to user untuk membuka tabir pendistribusian hasil (pendapatan) usaha agribisnis
131
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang dikelola bersama untuk kepentingan bersama demi memenuhi kebutuhan
bersama.
Sebagai
jalan
tengahnya
adalah
melakukan
perhitungan dan pembukuan cash flow dan analisa usaha (analisa laba/rugi, R/C ratio, B/C ratio dan BEP), dapat segera diterapkan pada setiap kelompok agribinis santri.
2. Teori Teori perilaku, perubahan, dan pembentukan perilaku dalam kajian ini memungkinkan untuk dijadikan dasar dalam penyusunan metode penyuluhan. Metode penyuluhan dimaksud dapat berupa metode stimulus-respon, yaitu suatu kegiatan penyuluhan baik untuk individu maupun kelompok masyarakat diawali dengan pengidentifikasian perilaku dilihat dari faktor pendorong (driving forces) dan faktor penahan (restrining forces) dalam pembentukan perilaku barunya. Teknik penerapan metode stimulus-respon ini yaitu identifikasi perilaku individu atau kelompok masyarakat sebelum stimulus diberikan, selanjutnya setelah diberikan stimulus dalam jangka waktu tertentu dilakukan kembali identifikasi perilaku baru pada individu atau kelompok masyarakat tersebut. Tujuannya adalah untuk mengetahui faktor-faktor pendorong (driving forces) dan faktor penahan (restrining forces) dalam proses perubahan perilaku yang terungkap dan ditunjukkan oleh individu atau kelompok masyarakat tadi sebagai respon adanya stimulus yang diberikan. Kesimpulan kegiatan identifikasi perilaku (stimulus-respon), nantinya dapat dijadikan dasar perlakuan terhadap individu atau kelompok masyarakat tersebut dalam kegiatan penyuluhan atau pemberdayaan masyarakat setempat. commit to user
132
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Saran 1. Perlu pengembangan penelitian sejenis dengan variabel yang lebih luas dan mendalam mengingat masih terdapat variabel-variabel lain yang belum tercakup dalam penelitian ini yang mungkin bisa menjadi faktor pendorong pembentuk perilaku baru santri yang diwujudkan dalam kompetensi agribinisnya. 2. Kekuatan pendorong pembentuk perilaku baru untuk mencapai kompetensi agribisnis santri, tidak hanya sebatas perlu tetap dipertahankan, akan tetapi bahkan
masih
dapat
ditingkatkan
yaitu
dengan
mempertimbangkan
penggunaan strategi pengembangan (analisa SWOT) yang belum menjadi perhatian khusus dari pihak Ponpes Al Ittifaq Ciwidey-Bandung. Hal ini mengingat nilai kekuatan pendorong yang terungkap pada hasil penelitian ini masih belum optimal. Apabila kondisi ini diabaikan dikhawatirkan kekuatan pendorong tetap stagnan,
hal ini bisa memperlambat pencapaian target
kompetensi agribisnis santri yang sekaligus bisa berdampak pada keberhasilan usaha agrbisnis sebagai pilar utama upaya Ponpes Al Ittifaq Ciwidey-Bandung memberdayakan santrinya.
commit to user
133
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2008. Profil Pondok Pesantren Al Itifaq. Ciwidey-Bandung. Jawa Barat. __________, 2001. Dasar Kompetensi Kejuruan Dan Kompetensi Kejuruan Untuk Sekolah Menengah Kejuruan Pada Bidang Studi Keahlian Agribisnis Dan Agroteknologi Di Program Studi Keahlian Agribisnis Produksi Tanaman Dengan Kompetensi Keahlian Agribisnis Tanaman Pangan Dan Hortikultura. Proyek Pengembangan Sistem dan Standar Pengelolaan SMK. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. ___________, 2006. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Diperbanyak oleh Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian. Badan Pengembangan SDM Pertanian. Departemen Pertanian. ___________, 2003. Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003 tanggal 21 Nopember 2003 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil. Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia. Jakarta. ___________, 2010. Konsep dan Definisi Umur Penduduk. Data Statistik Indonesia. http://www.datastatistik-indonesia.com. ___________, 2004. Penyusunan Indikator Kemampuan. Jurnal Pengkajian Vol 2. Tahun 2004. Hal. 27-32. Pusat Pengkajian SDM Pertanian. Badan Pengembangan SDM Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Arikunto S., 2007. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Yogyakarta. Bertoncelj A. dan Kovac D., 2008. A Conceptual Model of Individual Competency Component as One of the Predictors of Success in Mergers and acquisitions. Zb. rad. Ekon fak. Rij. 2008. Vol. 26 sv. 2-215-217. Burnes B., 2004. Kurt Lewin and Complexity Theoris; Back to The Future ? Journal of Change Management. Vol. 4 No. 4. p. 309-325. December commit to user 2004. Routledge© 2004. Taylor & Frances Ltd.
134
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
da Vinci L. 2007. Strategical Individual Competencies. Catalogue Of Strategical Individual Competencies Leonardo Da Vinci Pilot Project The Development Of Strategical Individual Competencies In The Context European Integration (Lt/06/B/F/Pp-171003).© KTU-ISBN. _________, 2005-2007. Handbook of Competence Standards. Value of Work Project. Education and Culture. Danim, S., 2000. Metode Penelitian Untuk Ilmu-Ilmu Perilaku. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Damihartini, R.S. dan Jahi, A. 2005. Hubungan Karakteristik Pertani Dengan Kompetensi Agribisnis Pada Usahatani Sayuran di Kabupaten Kediri Jawa Timur. Jurnal Penyuluhan. Vol. 1 No.1 Sepetember 2005. Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan SPs IPB. Dharma, S. (2002). Paradigma Baru: Manajemen Sumberdaya Manusia. Amara Books. Yogyakarta. Faozan, A. 2006. Pondok Pesantren dan Pemberdayaan Ekonomi. Jurnal Ibda vol. IV No. 10 Jan-Jul 2006 hal. 88-102. P3M STAIN Purwokerto. Ghazali M.B., 2002. Pesantren Berwawasan Lingkungan. Penerbit CV. Prasasti. Jakarta. Gibson L, Jemes., 1994. Organisasi dan Manajemen. Erlangga. Jakarta. Gumbira, E., Said., Intan A.H. 2001. Manajemen Agribisnis. PT. Ghalia Indonesia Bekerjasama dengan MMA-IPB. Jakarta. Hadi A.P. 200 . Pemanfaatan Kelembagaan Pondok Pesantren Bagi Penyuluh Pertanian dan Pengembangan Agribisnis. Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Hikmat, H. 2006. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press. Bandung. Huraerah, A. 2008. Pengorganisasian Dan Pengembangan Masyarakat. Model Dan Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan. Humaniora. Bandung. commit to user
135
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Isnawati T, Rawendra R, Rustandi Y., 2007. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia melalui Pondok Pesantren : Studi Kasus di Pondok Pesantren Miftahul Huda-Tulungagung-Jawa Timur. Jurnal Agriektensia Vol. 6 No.2. Juli 2007. Hal 181-191. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Malang. Kerlinger F.N. 1973. Foundations of Behavioral Research. Second Edition. New York University. Holt Rinnehart and Winston Inc. New York. Jim Ife. 2002. Community Development, Commuity – base alternatives in an age of globalisation. 2nd Edition. Pearson Eucation Australia Pty Limited. Krisnamurti B. dan Fausia L., Langkah Sukses Memulai Agribisnis. Penebar Swadaya. Jakarta. Mansyur F., 2009. Entrepreneur Organik. Rahasia Sukses K.H. Fuad Afandi Bersama Pesantren dan Tarekat Sayuriahnya. Penerbit Nuansa Komplek Sukup Baru No.23 Ujung Berung-Bandung 40169. Bandung. Mardikanto T., 2001. Prosedur Penelitian, untuk penyuluhan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Prima Theresia Pessindo. Surakarta. ____________, 2007. Pengantar Ilmu Pertanian. Untuk Mahasiswa dan Peminat Pertanian. Pusat Pengembangan Agrobisnis dan Perhutanan Sosial. Sukoharjo. Solo. ____________, 2007. Sistem Penyuluhan Pertanian. Pusat Pengembangan Agrobisnis dan Perhutanan Sosial (PUSPA). Sukoharjo-Solo. Mariana A. dan Sutarto, 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Adopsi Inovasi Penggunaan Pupuk Majemuk Di Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo. M’Power. Jurnal Penyuluhan Pembangunan Dan Pengembangan Masyarakat. Program Studi Penyuluhan Pembangunan. Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Nahrawi H.A., 2008. Pembaharuan Pendidikan Pesantren. Gama Media. Yogyakarta. Nazir M., 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. commit to user
136
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Nyoman S., 2001. Perilaku Agribisnis dan Kebutuhan Penyuluhan Peternakan Ayam Pedaging (Desertasi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rahardi F., Cerdas Beragrobisnis (Mengubah Rintangan Menjadi Peluang Berinvestasi). Agro Media Pustaka. Depok. Rahardi F., Hartono R., 2003. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta. Sudrajat A. 2008. Teori-Teori Motivasi. Akhmad Sudrajat; All About Education. http://www.akhmadsudrajat.wordpress.com. Syamsuddin A. 2003. Psikologi Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. Riani A.L. dkk. Dasar-Dasar Kewirausahaan. UPT Mata Kuliah Umum. Sebelas Maret University Press. Surakarta. Riduwan, 2008. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Penerbit Alfabeta. Bandung. _______, 2009. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Penerbit Alfabeta. Bandung Robbins dan Stephen., 1990. Teori Organisasi. Struktur Desain dan Aplikasi. Arcan. Jakarta. Sajogyo dan Pujiwati Sajogyo. 2002. Sosiologi Pedesaan, Kumpulan Bacaan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Saragih, B., 2000. Agribisnis Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Dalam Era Millenium Baru. Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol 2, No.1/Feb. 2000, 1-9. Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor. Sinar Tani, 2009. Modul Agribisnis Menciptakan LM3 Sehat Berdaya Saing. Agri Penyuluh. http://wwwhttp://www.sinartani.com/.sinartani.com/agripenyuluh/dr.ato-soeprapto-modul-agribisnis-menciptakan-lm3-se-hatberdaya-saing-1241495695.htm. Singarimbun dan Efendi S., 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Indonesia. Soedijanto. 2004. Menata Kembali Penyuluhan Pertanian di Era Pembangunan Agribisnis. Departemen Pertanian. Jakarta. commit to user
137
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Soekartawi, 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Soetomo. 2006. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat. Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta Sofyandi H., Garniwa I., 2007. Perilaku Organisasional. Graha Ilmu. Yogyakarta. Sopiah, 2008. Perilaku Organisasional. Penerbit Andi. Yogyakarta. Sudjana., 2005. Metode Statistik. Tarsito. Bandung. Sudjana, 2003. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi bagi Para Peneliti. Edisi ke tiga cetakan ke tiga. Tarsito. Bandung. Suharto, E., 2004. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat. Relika Aditama. Suparman I.A., 1990. Statistik Sosial. CV. Rajawali. Jakarta. Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. CV. Alfabeta. Bandung. ________, 2002. Metode Penelitian Administrasi. Alphabeta. Bandung. ________, 2008. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. CV. Alfabeta Bandung. Triyanto, Dwi; Lilik Kristanto; Atik Catur B; dan Bukit Himawanti. 2006. Mengubah dari yang Kecil, Perspektif, Konsepsi dan Metode Membangun Komunitas. Penerbit Lindu Pustaka. Karanganyar. Uyanto, S.S., 2009. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Edisi 3. Graha Ilmu Yogyakarta. van den Ban A.W. & Hawkins H.S., 2005. Penyuluhan Pertanian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Wahyu, 1986. Wawasan Ilmu Sosial Dasar. Usaha Nasional. Suarabaya. Indonesia. Walgito, B., 2009. Psikologi Sosial (SuatutoPengantar). Penerbit Andi. Yogyakarta. commit user
138
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Walpole R.E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke 3. PT. Gramedia Jakarta. Jakarta. Wrihatnolo, Randy dan Riant Nugroho Dwidjowijoto. 2007. Manajemen Pemberdayaan, Sebuah Pengantar dan Panduan untuk pemberdayaan Masyarakat. PT Gramedia. Jakarta. Zubaedi. 2007. Wacana Pembangunan Alternatif, Ragam Perspektif Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat. Penerbit Ar Ruzz Media. Yogyakarta.
commit to user
139