IDENTIFIKASI FENOMENA MENTAL ACCOUNTING: ANTARA EVALUASI SEGREGASI DAN INTEGRASI Supramono Theresia Woro Damayanti Staff Pengajar FEB-UKSW Salatiga
Abstract Mental accounting refers to the tendency for people to separaete their money into separate account based on a variety of subjective criteria, like the source of the money and intent for each account. People that has mental accounting is often not consisten in decision making. This research aimed to identify mental accounting phenomenon based on how to evaluate a decision, whether segregation or integration evaluation. Using experimental question and 170 respondents by snowball sampling, this study showed that there is no mental accounting in Thaler’s case (1985) and Kahneman and Tversky’s case (1984) but in case of Tversky and Kahneman (1981) show the occurence of mental accounting phenomenon. Key Words: mental accounting, decision making, segregation and intergration
1.
PENDAHULUAN
Secara mental seseorang cenderung memilah pendapatan dan pengeluaran kedalam rekeningrekening tertentu misalnya pendapatan rutin versus hadiah, pengeluaran kebutuhan pokok versus kebutuhan untuk bersenang-senang/rekreasi yang dapat membawa implikasi negatif. Pendapatan rutin yang diperoleh dari kerja keras cenderung dibelanjakan dengan hati-hati, sementara pendapatan yang diperoleh dari hadiah, tunjangan, bonus lebih cepat habis dibelanjakan. Hal ini melanggar Expected Utility Theory, seharusnya seseorang dalam membelajakan uangnya tidak tergantung dari mana uang tersebut berasal. Kondisi tersebut oleh Richard Thaler (1980) disebut sebagai fenomena Mental Accounting yang ide dasarnya berpijak pada Prospect Theory yang dikembangkan Kahneman and Tversky (1979). Thaler dan Shefrin (1981) mendefinisikan mental accounting sebagai perilaku ekonomi bilamana seseorang menggolongkan masukan dan keluaran
1
berdasarkan pos-pos atau rekening tertentu seperti halnya model akuntansi. Thaler memberi ilustrasi sebagai berikut: Mr. dan Mrs. J memiliki tabungan $15,000 untuk kepentingan membeli rumah impian dan untuk liburan. Mereka berharap dapat rumah tersebut dalam waktu lima tahun. Bunga tabungan pertahun 10%. Mereka baru saja membeli mobil seharga $11,000 yang didanai dari pinjaman dengan bunga 15%. Mr dan Mrs J pada contoh diatas secara mental memilah pengeluaran kedalam rekening pengeluaran untuk kepentingan membeli rumah dan membeli mobil baru. Mr dan Mr J memiliki uang dalam bentuk tabungan dengan memperoleh bunga rendah (10%) dan disisi lain bersedia meminjam uang dengan membayar bunga yang jauh lebih tinggi (15%), sehingga mengalami kerugian dan secara ekonomi dikatakan bertindak tidak rasional. Seharusnya Mr dan Mrs J menggunakan tabungannya untuk membeli mobil, dan kemudian mengembalikannya ke rekening tabungan seperti layaknya mereka mengangsur pinjaman dengan bunga sebesar 15%. Kondisi mental accounting juga dapat terjadi terhadap cara seseorang mengevaluasi suatu keputusan apakah menyatukan rekening (integrasi) memilah rekening (segregasi) atas suatu transaksi. Seperti yang ditunjukan percobaan sederhana yang dilakukan oleh Kahneman and Tversky (1984) sebagai berikut ini; Kondisi A kehilangan tiket pertandingan senilai $10, sedangkan kondisi B kehilangan uang senilai $10. Meskipun A dan B kehilangan dua hal yang bernilai sama, ternyata keputusan yang diambil berbeda. 88% partisipan yang kehilangan uang akan tetap membeli tiket sedangkan yang kehilangan tiket hanya 46% yang akan melakukan hal yang sama. Hasil percobaan menunjukan bahwa individu kurang berminat membeli tiket setelah kehilangan tiket daripada setelah kehilangan uang dalam jumlah yang sama dengan harga tiket. Membeli tiket lagi menjadi kurang menarik karena dimasukan dalam rekening yang sama untuk pos pengeluaran tiket sehingga merasa mengeluarkan uang lebih banyak, sementara kehilangan uang tidak demikian halnya karena diberlakukan pada rekening yang berbeda, bahkan ada kemungkinan kehilangan uang dimasukan sebagai rekening sunk cost sehingga tidak mempengaruhi pengambilan keputusan berikutnya dalam hal pembelian tiket. Hasil ini mendukung kondisi mental accounting karena mengeluarkan sejumlah uang yang sama menghasilkan pengembilan keputusan keuangan berbeda.
2
Thaler (1990) dan Davis (2003) berpendapat seseorang menggunakan mental accounting karena memungkinkan transaksi akan dievaluasi secara terpisah dari transaksi yang lain. Hal ini akan mengurangi beban koqnitif pengambil keputusan dan pengambilan keputusan lebih mudah. Karlsson (1998), Hoch dan Loewenstein (1991) menegaskan bahwa mental accounting dapat digunakan sebagai perangkat self control. Pernyataan ini telah dibuktikan oleh penelitian Siloy (2012). Terlepas adanya dampak positif dan negatif, mental accounting yang awalnya diarahkan untuk menjelaskan perilaku konsumen (Thaller, 1985; 2008) telah menarik banyak penelitian perilaku keuangan, antara lain dibidang tabungan, kredit dan manajemen hutang (Prelec & Loewenstein, 1998; Okada, 2001; Soman dan Chema, 2002); penyusunan anggaran sektor publik (Heyndels & Driesscehe, 1988), pengelolaan keuangan pribadi (Mike, 2011; Damayanti & Supramono, 2011) pasar perumahan (Almenbergy dan Karapetyan, 2009) dan
perilaku investor di pasar modal
(Odean 1998; Rokembach, 2004; Lim, 2006; Lakenkari;2009). Meskipun penelitian aplikasi mental accounting di berbagai bidang perilaku keuangan telah banyak dilakukan, namun penelitian mengenai bagaimana modus evaluasi, apakah evaluasi dilakukan secara integrasi atau evaluasi segregasi yang menunjukkan preferensi seorang dalam pengambilan keputusan yang melibatkan prinsip mental accounting seperti yang dilakukan oleh Chartterje, Hreth dan Min (2009) masih sangat terbatas. Oleh karena itu, masih terbuka ruang untuk melakukan penelitian kembali modus evaluasi tersebut yang mengangkat kasus klasik Mr. dan Mrs. J yang dilakukan Thaler (1985), kehilangan tiket pertandingan yang dilakukan oleh Kahneman and Tversky’s (1984) serta pembelian jaket dan kalkulator yang juga dilakukan oleh Tversky & Kahneman (1981) dengan menggunakan setting Indonesia.
2. METODE PENELITIAN Penelitian ini melibatkan 170 responden yang memiliki latar belakang sebagai tenaga pendidik dan berdomisili di Jawa Tengah. Responden tersebut terpilih karena ketersediannya mengisi angket yang disebar secara berantai atau dikenal pendekatan snowball sampling. Penelitian ini yang bertujuan untuk menguji kembali preferensi pengambilan keputusan yang melibatkan prinsip 3
mental accounting mengadopsi tiga instrumen klasik tentang mental accounting yang digunakan Thaler (1985), Kahneman and Tversky’s (1984) dan Tversky & Kahneman (1981). Thaler (1985) memberikan kasus tentang Mr. dan Mrs. J yang memiliki tabungan dengan bunga 10% senilai $15.000 untuk membeli rumah impian. Tetapi mereka membeli mobil baru senilai $11.000 secara kredit dengan bunga 15%. Contoh ini memberikan ilustrasi apakah seseorang dalam melakukan evaluasi keputusan dilakukan secara integrasi atau segregasi. Berdasarkan penelitian Thaler (1985), membuktikan bahwa terjadi kecenderungan evaluasi dilakukan secara segregasi yang terbukti dari keputusan yang diambil adalah membeli mobil baru dengan kredit dibandingkan dengan mengambil uang dari tabungan. Berdasar kasus Thaler (1985) diatas, dengan mengambil seting Indonesia, kasus yang sama disajikan dalam penelitian ini, yaitu: Misalnya anda memiliki uang tabungan senilai Rp 15 juta dengan bunga 6% pertahun dan saat ini anda sangat membutuhkan sepeda motor. Sepeda motor yang anda inginkan seharga Rp 12 juta. Sebuah perusahaan pembiayaan menawari anda untuk membeli sepeda motor yang anda inginkan secara kredit dengan bunga 15% pertahun.
Kahneman and Tversky’s (1984) melakukan eksperimen terhadap dua alternatif keputusan : A kehilangan tiket pertandingan senilai $10, sedangkan B kehilangan uangnya senilai $10. Meskipun A dan B kehilangan dua hal yang bernilai sama, ternyata keputusan yang diambil berbeda. 88% orang yang kehilangan uang akan tetap membeli tiket sedangkan yang kehilangan tiket hanya 46% yang akan melakukan hal yang sama. Hal ini menjelaskan bahwa kehilangan tiket dan membeli tiket yang baru diperlakukan satu rekening, sementara kehilangan uang dan membeli tiket yang baru diperlakukan dalam rekening yang berbeda sehingga dievaluasi secara segregasi. Kasus yang sama disajikan dalam penelitian ini, dengan menggunakan dua pertanyaan. Pertanyaan pertama yang diajukan adalah Suatu saat anda ingin menonton pertunjukan yang anda sukai dengan tiket seharga Rp 100.000,00, setelah anda membeli tiket beberapa saat kemudian anda menyadari bahwa tiket yang anda miliki hilang. Apakah yang akan anda lakukan? Sedangkan pertanyaan kedua dirubah yang hilang bukan tiket melainkan uang untuk membeli tiket, sebagai berikut 4
Jika ketika anda akan membeli tiket ternyata anda menyadari bahwa uang yang akan anda gunakan untuk membeli tiket ternyata hilang (Rp 100.000,00). Apakah yang akan anda lakukan? Tversky & Kahneman (1981) melakukan penelitian atas pembelian jaket senilai $125 dan kalkulator senilai $15. Seseorang mengatakan bahwa ditoko lain dengan jarak 20 menit menjual jaket seharga $120, orang lain mengatakan bahwa ditoko lain dengan jarak 20 menit menjual kalkulator seharga $10. Dua situasi ini sesungguhnya secara finansial menyatakan hal yang sama yaitu ketika membeli ketoko yang lain dengan jarak yang sama akan menghemat $5. Namun orang akan memandang hal ini berbeda karena ketika menghemat $5 dalam pembelian jaket dia hanya menghemat 4%, sedangkan ketika membeli kalkulator akan menghemat 33% dan hal ini dipandang lebih menarik tanpa mempertimbangkan upaya yang dilakukan ketika berpindah toko. Dengan menggunakan kasus yang sama, penelitian ini memberikan pertanyaan untuk pembelian jaket sebagai berikut Anda sedang berbelanja untuk mencari jaket, pada toko yang anda kunjungi (toko A) anda menemukan jaket yang anda inginkan dengan harga Rp 125.000,00. Teman anda memberi tahu bahwa di toko lainnya (toko B) yang berjarak 15 menit dari toko yang anda kunjungi saat ini, jaket yang sama memiliki harga Rp 120.000,00. Apa yang akan anda lakukan? Pertanyaan selanjutnya dirubah bukan untuk pembelian jaket namun untuk pembelian kalkulator. Anda ingin membeli kalkulator, di toko yang anda kunjungi (toko A) anda menemukan kalkulator memiliki harga Rp30.000,00. Teman anda memberi tahu bahwa di toko lainnya (toko B) yang berjarak 15 menit dari toko yang anda kunjungi saat ini, kalkulator yang sama memiliki harga Rp 25.000,00. Apa yang akan anda lakukan? Kasus tersebut di jabarkan kedalam lima buah pertanyaan yang bersifat eksperimen, dan masingmasing pertanyaan tersebut ditawarkan dua alternatif jawaban a dan b, dimana tiap responden diminta memilih salah satu alternatif jawaban yang menunjukkan preferensi keputusannya. Selanjutnya untuk kepentingan analisis preferensi keputusan respondentersebut berkenaan dengan tendensi terjadinya mental accounting digunakan cross-tabulation dan binomial test.
3. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 5
Analisis Data Dari 170 responden dalam penilitian ini 53.1% memiliki jenis kelamin perempuan dan 46.9% responden berjenis kelamin laki-laki. Sebagian besar reponden berusia antara 40-50 tahun yaitu sebanyak 59.4%. Berikut perlakuan responden atas uang berdasarkan kasus-kasus yang diberikan Kasus 1. Kasus Thaler (1985) Dengan mengadopsi kasus Thaler (1985), responden diberi dua alternatif pilihan yaitu membeli motor dengan mengambil uang di tabungan atau membeli motor secara kredit. Tabel 1 berikut menunjukkan pilihan atas kedua alternatif tersebut. Tabel 1. Pilihan Jawaban Kasus Thaler (1985) Kategori
Nilai Absolut
Nilai
Asymp.Sig
Prosentase Tabungan
125
74.1
Kredit
45
25.9
Total
170
100
0.000
Dari 170 responden, ternyata 74.1% memilih untuk membeli motor dengan mengambil uang di tabungan sedangkan 25.9% memilih untuk membeli motor secara kredit. Dengan nilai signifikansi 0.000 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara yang memilih membeli motor dengan mengambil uang di tabungan atau membeli motor secara kredit. Responden yang memilih untuk membeli motor dengan memanfaatkan uang tabungan memiliki alasan yang rasional sebab mereka telah melakukan integrasi atas evaluasi keputusan, yang ditunjukkan dengan mengevaluasi secara cermat antara dua alternatif yaitu mengambil uang ditabungan atau mengambil kredit untuk membeli sepeda motor. Sebaliknya, yang memanfaatkan kredit telah melakukan evaluasi keputusan secara segregasi sebab telah menganggap tabungan dan kredit sebagai rekening yang berbeda. Responden ini memiliki tabungan dengan memperoleh bunga rendah yaitu 6% tetapi memilih untuk meminjam uang dengan membayar bunga yang jauh lebih tinggi yaitu 15%, sehingga mengalami kerugian, sehingga terdapat fenomena mental accounting atas responden ini. Kasus 2. Kasus Kahneman and Tversky’s (1984) 6
Atas pertanyaan tentang kehilangan tiket, ternyata 23.6% responden akan membeli lagi tiket pertunjukan sedangkan 76.4% menyatakan pulang dan tidak jadi menonton pertunjukan. Namun, ketika yang hilang adalah uang untuk membeli tiket, 23.6% responden akan membeli lagi tiket pertunjukan sedangkan 76.4% menyatakan bahwa akan pulang dan tidak jadi menonton pertunjukan. Dari dua pertanyaan diatas, baik dalam kasus tiket yang hilang maupun uang yang hilang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara yang memilih membeli lagi tiket pertunjukan dengan yang menyatakan pulang dan tidak jadi menonton pertunjukan. Hal ini ditunjukkan dari nilai Asymp. Sig sebesar 0.000.
Tabel 2. Pilihan Jawaban Kasus Kahneman and Tversky’s (1984) Kategori
Nilai Absolut
Nilai
Asymp.Sig
Prosentase Tiket Hilang
Uang Hilang
Pulang
130
76.4
Beli Lagi
40
23.6
Total
170
100
Pulang
130
76.4
40
23.6
170
100
Tetap Beli Total
0.000
0.000
Dari dua pertanyaan diatas, matriks jawaban atas kehilangan uang dan kehilangan tiket adalah sebagai berikut: Tabel 3. Matrik Kasus Kehilangan Tiket Tiket hilang Beli Lagi Uang
Tetap Beli
Hilang
Pulang Total
Pulang
Total
18.82%
4.71%
23.53%
4.71%
71.76%
76.47%
23.53%
76.47%
100%
Ket: X2: 92.705, Asymp. Sig: 0.000
7
Matriks di atas menunjukkan bahwa 4.71% yang ketika kehilangan uang akan tetap membeli tiket pertunjukan, namun ketika yang hilang adalah tiket pertunjukkan maka memutuskan untuk pulang. Sebaliknya dengan prosentase yang sama yaitu 4.71% akan pulang ketika yang hilang adalah uang namun ketika yang hilang adalah tiket maka memutuskan untuk beli tiket lagi. Dari matrik diatas menunjukkan bahwa hanya 9.42% yang melakukan evaluasi keputusan secara segregasi. Namun, 90.58% responden melakukan evaluasi atas keputusan tidak secara terpisah, yang ditunjukkan dari jawaban yang konsisten ketika yang hilang adalah uang maupun tiket. Melihat tingkat signifikansi sebesar 0.000, maka terdapat kecenderungan konsistensi antara membeli lagi tiket pertunjukan dan pulang atau tidak jadi menonton pertunjukan baik jika yang hilang tiket maupun yang hilang adalah uang. Kasus 3. Kasus Tversky & Kahneman (1981) Dari pertanyaan pembelian jaket, 48% responden menyatakan tetap membeli di toko A sedangkan 52% menyatakan lebih memilih untuk membeli di toko B. Dalam kasus ini, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara yang menyatakan tetap membeli di toko A dan menyatakan lebih memilih untuk membeli di toko B yang ditunjukkan dari Asymp. Sig sebesar 0.591 (tabel 4). Tabel 4. Pilihan Jawaban Kasus Tversky & Kahneman (1981) – Pembelian Jaket Kategori
Nilai Absolut
Nilai
Asymp.Sig
Prosentase Toko A
81
48
Toko B
89
52
170
100
Total
0.591
Tidak ditemukannya perbedaan yang signifikan antara yang tetap membeli di toko A dan membeli di toko B, diduga disebabkan karena perbedaan harga di toko A dan di toko B relatif tidak berbeda. Selisih Rp 5.000 dalam pembelian jaket di toko A dan toko B hanya selisih 4% dianggap bukan selisih yang material sehingga bagi mereka tidak ada perbedaan antara membeli di toko A dan toko B. Dalam kasus yang ingin dibeli adalah kalkulator yang memiliki harga nominal barang lebih kecil dari jaket tetapi memiliki nilai keuntungan yang sama dengan jaket ketika dibeli ditoko lain yaitu sebesar Rp 5.000, ternyata 41% tetap akan membeli di toko A sedangkan 59% akan membeli di toko yang 8
lain yang memiliki harga lebih murah dengan Asymp. Sig sebesar 0.026. Hal ini menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara tetap membeli di toko A atau lebih memilih membeli di toko B dalam kasus pembelian kalkulator. Tabel 4. Pilihan Jawaban Kasus Tversky & Kahneman (1981) – Pembelian kalkulator Kategori
Nilai Absolut
Nilai
Asymp.Sig
Prosentase Toko A
70
41
Toko B
100
59
Total
170
100
0.026
Pembahasan Berdasar kasus Thaler (1985), hanya sebagian kecil saja dari responden (25.9%) yang mengambil keputusan secara segregasi. Sementara 74.1% cenderung untuk melakukan integrasi dalam pengambilan keputusan. Hal ini menujukkan hanya sebagian kecil saja responden yang mengalami mental accounting. Evaluasi keputusan secara integrasi, menyebabkan seseorang mengambil keputusan secara rasional sebab mereka mengambil dahulu tabungannya untuk membeli sepeda motor dan kemudian mengembalikan ke dalam tabungan selayanknya mengangsur pinjaman dengan bunga 15%. Berbeda dengan responden yang mengalami mental accounting, mereka melakukan evaluasi keputusan secara segregasi sebab membedakan antara rekening tabungan dan membeli sepeda motor, sehingga akan mengalami kerugian sebab di satu sisi tabungannya hanya menghasilkan penghasilan bunga 6%, disisi lain kredit yang diambilnya menimbulkan biaya bunga 15% pertahun. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Chatterjee, Heath dan Min (2009) bahwa mental accounting dapat membawa dampak yang tidak baik dalam pengambilan keputusan dikarenakan transaksi akan dievaluasi secara terpisah dari transaksi yang lain. Sama halnya dengan kasus Thaler (1985), kasus Kahneman and Tversky’s (1984) hanya 9.42% yang melakukan evaluasi keputusan secara segregasi. Hal ini menunjukkan bahwa 90.58% responden untuk kasus Kahneman and Tversky’s (1984) melakukan evaluasi atas keputusan secara integrasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya sebagian kecil saja yang
melakukan evaluasi atas
keputusannya segregasi atau dengan kata lain hanya sebagian kecil saja yang mengalami mental accounting. 9
Berbeda dengan dua kasus sebelumnya, kasus Tversky & Kahneman (1981) menunjukkan bahwa sebagian besar responden melakukan evaluasi secara segregasi. Hal ini menunjukkan adanya fenomena mental accounting pada sebagian besar responden. Sebagian besar responden memandang
bahwa
mereka
akan
mengalami
penghematan
sebesar
16.67%
tanpa
mempertimbangkan bahwa mereka akan berupaya lebih karena harus berpindah ke toko yang lain. Seharusnya
jika
mereka
melakukan
pengambilan
keputusan
secara
integrasi
akan
mempertimbangkan antara upaya yang dilakukan untuk berpindah toko dengan penghematan yang terjadi. Hsee at al (1998) menjelaskan perilaku seseorang yang mengambil keputusan secara segregasi ini dalam The evaluability hypotesis. The evaluability hypotesis menjelaskan bahwa ketika ada dua alternatif yaitu alternatif “a hard-to-evaluate attribute” dan “an easy-to-evaluate attribute”, maka dalam evaluasi segregasi “a hard-to-evaluate attribute” akan memiliki dampak yang lebih kecil sehingga kurang dipertimbangkan dibandingkan dengan pengambilan keputusan integrasi. Biasanya alternatif yang dianggap “a hard-to-evaluate attribute” merupakan alternatif yang tidak memiliki nilai yang dapat dinyatakan secara moneter sedangkan alternatif yang dianggap “an easy-toevaluate attribute” merupakan alternatif yang memiliki nilai yang dapat dinyatakan secara moneter. Dalam kasus Tversky & Kahneman (1981), nilai dari upaya untuk beralih ke toko lain dalam rangka membeli barang yang lebih murah sebagai “a hard-to-evaluate attribute” sedangkan nilai penghematan uang dengan beralih toko dianggap sebagai “an easy-to-evaluate attribute”. Pengambilan keputusan secara segregasi menganggap bahwa nilai dari upaya untuk beralih ke toko lain dalam rangka membeli barang yang lebih murah dianggap sebagai “a hard-to-evaluate attribute” sehingga kurang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Hal yang berbeda terjadi jika pengambilan keputusan secara integrasi, mereka menganggap bahwa nilai penghematan uang dengan beralih toko dianggap memiliki dampak yang sama dengan nilai penghematan uang dengan beralih toko, sehingga dalam pengambilan keputusan lebih rasional. Chatterjee, Heath dan Min (2009) juga mengemukakan bahwa mental accounting dapat membawa dampak yang tidak baik dalam pengambilan keputusan dikarenakan transaksi akan dievaluasi secara terpisah dari transaksi yang lain. Sementara itu, Bazerman at al (1999) menyatakan bahwa kecenderungan melakukan evaluasi secara terpisah ini disebut oleh sebagai The want/ should proporsition. The want/ should proporsition melihat adanya perbedaan antara apa yang seseorang inginkan dan apa yang seseorang pikir harus dilakukan. Bazerman at al (1999) berpendapat bahwa seseorang seringkali 10
tidak konsisten tentang apa yang dilakukan dengan apa yang seharusnya dilakukan. Dalam keputusan evaluasi segregasi, keputusan ini kehilangan keseimbangan antara alternatif yang dipilih dan cenderung mengarah pada apa yang ingin kita lakukan. Namun dalam pengambilan keputusan secara integrasi, seseorang cenderung untuk memilih alternatif apa yang seharusnya kita lakukan. Thaler (1990) dan Davis (2003) berpendapat seseorang menggunakan mental accounting karena akan mengurangi beban koqnitif pengambil keputusan dan pengambilan keputusan lebih mudah. Perbedaan evaluasi keputusan antara kasus Thaler (1985) dan kasus Kahneman and Tversky’s (1984) yang dilakukan secara integrasi sementara dalam kasus Tversky & Kahneman (1981) dilakukan secara segregasi, menunjukkan bahwa ketika seseorang dihadapkan pada dua hal dimana dua hal ini sama-sama memiliki nilai yang dapat dinyatakan secara moneter (mengambil uang ditabungan dan mengambil kredil dalam kasus Thaler (1985); membeli tiket dan kehilangan uang dalam kasus Kahneman and Tversky’s (1984)) maka seseorang memiliki kecenderungan untuk mengintegrasikan alternatif keputusan. Sedangkan jika seseorang dihadapkan pada dua alternatif dimana salah satu alternatif dianggap tidak memiliki nilai yang dapat dinyatakan secara moneter (penghematan dalam pembelian jaket/kalkulator dengan usaha untuk membeli ke toko lain dalam kasus Tversky & Kahneman (1981)) maka seseorang akan cenderung melakukan evaluasi keputusan segregasi. KESIMPULAN Mental accounting tidak terjadi dalam hal alternatif keputusan adalah sama-sama memiliki nilai yang dapat dinyatakan secara moneter (misalnya alternatif antara memilih menggunakan tabungan atau mengambil kredit; membeli tiket dan kehilangan uang) sebab evaluasi atas keputusan yang diambil dilakukan secara integrasi. Hal ini terjadi karena seseorang manganggap dua alternatif yang harus diambil bernilai sama. Namun, dalam hal alternatif keputusan salah satunya tidak memiliki nilai yang dapat dinyatakan secara moneter (misalnya penghematan dalam pembelian jaket/kalkulator dengan usaha untuk membeli ke toko lain) maka evaluasi atas keputusan yang diambil dilakukan secara segregasi sehingga dapat disimpulkan terdapat fenomena mental accounting. Evaluasi pengambilan keputusan yang dilakukan secara segregasi menimbulkan bias dalam pengambilan keputusan. Oleh sebab itu seseorang harus melakukan de-biasing dengan cara mengkonversikan setiap alternatif keputusan dalam nilai uang. Dengan demikian diharapkan akan terjadi perlakuan yang seimbang antar alternatif keputusan sehingga tidak terdapat “a hard-toevaluate attribute” yaitu alternatif yang tidak memiliki nilai yang dapat dinyatakan secara moneter 11
dan “an easy-to-evaluate attribute” yaitu memiliki nilai yang dapat dinyatakan secara moneter. Oleh sebab itu, evaluasi keputusan akan dilakukan secara integrasi.
Referensi Almenbergy, J. and Karapetyanz, A. (2009). Mental Accounting in the Housing Market, IFN Working Paper No. 798 Chatterjee, S.; Heath, T.B.; and Min,J.(2009) The Susceptibility of Mental Accounting Principle of Evaluation Mode Effects, Journal of Behavioral Decision Making, 22: 120 – 137 Bazerman, M. H., Moore, D. A., Tenbrunsel, A. E., Wade-Benzoni, K. A., & Blount, S. (1999). Explaining how preferences change across joint versus separate evaluations. Journal of Economic Behavior and Organization, 39, 41–58. Damayanti, T.W. dan Supramono (2011). Realitas Mental Accounting: Studi Pada Perlakuan Pendapatan Ekstra. Manajemen Usahawan Indonesia Vol. 40 No. 2, 139 -150 Davies, G. (2003). The Realities of Spending. Agent 2 (6), 22-27. Hoch, S. J., & Loewenstein, G. F. (1991). Time-inconsistent preferences and consumer self-control. Journal of Consumer Research, 17, 492-507. Heyndels, B and Driessche, F.V. (1988) Mental Acconting in Local Public Sector Budgeting : For The Flemis Minicipalitis, Eastern Economics Journal, Vol 24, No.4, 381-393 Hsee, C.K., Blount, S., Loewenstein, G.F., Bazerman, M.H., 1998. Preference reversals between joint and separate evaluations of options: A review and theoretical analysis, Ishikawa, T. and Ueda,K, (1984) The bonus payment system and Japanese personal savings, In M. Aoki (Ed.) The Economic Analysis of the Japanese Firm, Amsterdam: North Holland. Karlsson, N.(1988). Mental Accounting and Self Control, Göteborg Psychological Reports, 28, No. 2. Sweden: Göteborg University, Department of Psychology.
12
Kahneman, D., and A. Tversky. (1979). Prospect theory: An analysis of decision under risk. Econometrica 47 (March): 263-291. Kahneman, D. & A. Tversky (1984). Choices, values, and frames. American Psychologist, 39, 341-350. Lim, S. S(2006) Do Investors Integrate Losses and Segregate Gains? Mental Accounting and Investor Trading Decisions. Journal of Business, 79, no. 5, 2539-2573 Lindqvist, A. (1981). The saving behavior of households. Doctoral dissertation, The Stockholm School of Economics. Mike. (2010). Mental Accounting Dalam Pengelolaan Keuangan Rumah Tangga. Studi Pada Pegawai Negeri Sipil Guru Di Ambon, Thesis PPs MM UKSW, Salatiga Odean, T. (1998). Are investors reluctant to realize their losses. Journal of Finance, October:17751798. Okada, E. (2001) “Trade-ins, mental accounting, and product replacement decisions,” Journal of Consumer Research, March: 433-446. Prelec,D. & Loewentein, G. (1988). The Red and Black: mental Accounting of Saving and Debt, Marketing Science, 17, 4-28 Rockenbach, B(2004) . The behavioral relevance of mental accounting for the pricing of financial options, Journal of Economic Behavior & Organization, Vol. 53, 513–527 Shefrin, H. M., & Thaler, R. H. (1988). The behavioral life-cycle hypothesis. Economic Inquiry, 26, 609-643. Siloy, M. (2012). Mental Accounting : Perilaku Boros Vs Self Control. Thesis PPs MM, UKSW Soman, D. and Chema, A (2002). The Effect of Credit on Spending Decisions: The Role of the Credit Limit and Credibility, Marketing Science, 21,No.1, 32-53 Thaler, R. H (1980). 'Toward a positive theory of consumer choice', Journal of Economic Behavior and Organization, 1, 39-60.
13
Thaler, R. H., and H. M. Shefrin, 1981, An economic theory of self-control, Journal of Political Economy 89, 392-406. Thaler, R. H. (1985), 'Mental accounting and consumer choice', Marketing Science, 4,199-214. Thaler, R. H (1990). 'Saving, fungibility and mental accounts', Journal of Economic Perspectives, 4, 193-205. Thaler, R. H. (2008), 'Mental accounting and consumer choice', Marketing Science, 27,No.1, 15-25 Tversky, A., & Kahneman, D. (1981). The framing of decisions and the psychology of choice. Science, 211, 453–458.
14