FENOMENA SHOUSHIKA DI ANTARA SISTEM PENDIDIKAN JEPANG DAN PERSAMAAN JENDER Oslan Amril, S.S., M.Si. Dosen Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Bung Hatta E-mail:
[email protected]
Abstract Shoushika is a state of the declining number of births in Japan. This situation affect the availability of the number of reproductive age who are human resource of a nation. The two main causes of shoushika phenomena are the instability of one’s income and increasing number of parasite singles. Both of these influence each other, if a person experiences instability in earnings, then he or she tends to stay single and have no children, many of them are still dependent on their parents, in other words parasite singles phenomenon will not occur if one does not experience instability in terms of finacial income. Another causes is the increasing number of women who pursue higher education and their participation in the labor market is considered as the reason for the marriage delay resulted in a continued decline in the number of births. This matter as if creates the perception that the progress of women in education and employment become the factors that caused a decline in the number of births. Key word: shoushika, higher education
Hal lain yang tidak bisa disangkal
1. Pendahuluan Kedudukan
dan
peran
kaum
adalah kontribusi kaum perempuan Jepang
perempuan di Jepang dewasa ini telah jauh
dalam
kehidupan
dan
Jepang
dewasa
berubah, perubahan ini terjadi terutama
ekonomi
setelah berakhirnya Perang Dunia II.
signifikan. Selain kedudukan dan peran
Kaum perempuan Jepang sekarang telah
perempuan di sektor publik, mereka pun
menggunakan hak-hak yang telah mereka
memiliki hak-hak pribadi dalam kehidupan
miliki dalam berbagai segi kehidupan.
domestik di rumah tangga yang didukung
Mereka berpartisipasi aktif di bidang
penuh oleh konstitusi, seperti
politik, ekonomi, pendidikan, kebudayaan,
pemilikan harta, hak atas warisan dari
dan sebagainya. Bahkan jabatan menteri
orang tua yang seimbang dan setara
luar negeri yang dianggap cukup prestisius
dengan saudara laki-lakinya, hak untuk
pernah dipegang oleh seorang perempuan
menentukan
Jepang.
digunakan setelah menikah, hak untuk
nama
pertumbuhan ini
keluarga
menceraikan suaminya kalau
sangat
dalam
yang
hal itu
1
mereka inginkan, sampai kepada hak
Jepang, karena berpengaruh besar terhadap
untuk menentukan berapa jumlah anak
berkurangnya
yang akan dilahirkannya daqlam ikatan
kelahiran,
perkawinan.
membawa perubahan sosial yang cukup
Hal yang tidak bias disangkal di sini
secara
dan
drastis
pada
akhirnya
angka akan
besar pula.
adalah bahwa perubahan-perubahan yang terjadi berkat adanya reformasi pendidikan yang berkesinambungan yang dilakukan
2. Reformasi Jepang
sejak masa Meiji sampai perubahan yang signifikan yang dilakukan setelah Perang Dunia II. Berkat jalan yang terbuka lebar untuk menempuh pendidikan setara kaum pria,
kaum
perempuan Jepang
lebih
memilki kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam masyarakat yang antara lain diwujudkan dengan terjun ke dunia kerja. Selanjutnya dengan semakin terbukanya kesempatan melanjutkan pendidikan ke tingkat pendidikan tinggi dan semakin terbukanya
kesempatan
perempuan
Jepang
kerja,
kaum
cenderung
menikmatinya dengan cara memanjangkan masa lajangnya dan menunda pernikahan. Hal ini yang kemudian disebut bankonka. Bankonka atau penundaan pernikahan merupakan masalah yang umum terjadi pada negara industri maju. Pada gilirannya kecenderungan gejala bankonka dewasa ini akan berpengaruh pada penundaan untuk melahirkan anak atau sedikitnya anak yang dilahirkan. Hal inilah yang disebut dengan shoushika. Shoushika
akan memberikan dampak
Sistem
Pendidikan
Pada masa Meiji sekitar tahun 1872, atas keputusan Kaisar Jepang dimulailah pelaksanaan
suatu
sistem
pendidikan
modern di Jepang. Sistem ini ternyata tidak lebih dari sistem yang disusun untuk mempertahankan situasi kelas sosial ketika itu. Setelah menempuh 4 tahun pendidikan dasar wajib, akan ditentukan 3 jurusan lanjutan yang bias ditempuh seseorang. Pertama pendidikan elit yang dikhususkan untuk mendidik pemimpin politik, kedua pendidikan umum yang ditujukan untuk mempersiapkan orang-orang yang akan memimpin dunia usaha, serta yang ketiga adalah pendidikan yang khusus ditujukan untuk
menghasilkan
kalangan
militer
profesional. Ini semua membentuk suatu sistem
yang
pendidikan
tergantung
yang
diikuti,
pada
arah
menentukan
kedudukan seseorang dalam masyarakat, dan
juga
mengungkungnya
dalam
kedudukan tersebut. Dengan cara demikian, selama bagian kedua abad ke-19, sistem pendidikan ini telah menggantikan sistem feodal,
tetapi
keduanya
sama
saja
besar pada perubahan komposisi penduduk 2
berakibat
ditetapkannya
kedudukan
seseorang disamping potensinya untuk memperoleh kemajuan yang disesuaikan dengan latar belakangnya.
anak
laki-laki
sekolah kejuruan khusus. Sistem ganda dalam pendidikan Jepang ketika itu telah menimbulkan banyak
Selama masa pendidikan wajib 4 tahun, baik
memasuki universitas setelah menamatkan
anak
antara perempuan dan laki-laki. Sistem
perempuan memperoleh pengajaran secara
diskriminasi ini berlandaskan pada suatu
bersama, tidak ada diskriminasi dalam
sikap yang terungkapkan dalam pepatah
pelajaran-pelajaran
diberikan.
feodal yang berbunyi “pendidikan tak
Perbedaan mulai timbul di tingkatan
perlu bagi kaum wanita” yang berlanjut
pendidikan
lanjutan
maupun
kemungkinan bagi perlakuan diskriminasi
yang
anak
laki-laki
dalam versi baru yang berbunyi “tiada
ke
sekolah
memiliki pendidikan bagi kaum wanita
menengah (5 tahun) atau pendidikan
adalah suatu kebaikan”. Gagasan ini
keterampilan, sedangkan anak perempuan
merupakan pendukung yang praktis bagi
melanjutkan ke sekolah menengah khusus
ideologi resmi, yang beranggapan bahwa
bagi mereka (4 atau 5 tahun). Pada
isteri yang baik dan ibu yang bijaksana
tingkatan ini mulai terdapat perbedaan
ryousai
pelajaran yang diberikan.
menyesuaikan
melanjutkan
:
pendidikan
Sesudah
kenbo
adalah diri
mereka
dengan
yang
kehidupan
tahapan ini laki-laki boleh memilih salah
kaum pria secara setia dan patriotis
satu dari tiga jurusan : sekolah kejuruan
melaksanakan tugas negara.
khusus (3 atau 4 tahun); universitas (5
Walaupun pendidikan modern pada
tahun); atau sekolah menengah atas (3
zaman Meiji sangat diskriminatif terhadap
tahun)
diikuti oleh pendidikan
perempuan, namun bagaimanapun juga
universitas (3 tahun)-jurusan yang ketiga
telah memberikan dasar-dasar pendidikan
ini mendapat bantuan dari pemerintah. Di
modern bagi perempuan untuk periode
lain pihak perempuan hanya memperoleh
selanjutnya. Setelah berakhirnya Perang
kemungkinan satu saja, yaitu sekolah
Dunia II, sistem pendidikan Jepang telah
kejuruan khusus (3 atau 4 tahun). Di
dipaksa mengubah diri secara menyeluruh
Jepang pada waktu itu hanya terdapat dua
menjadi sebuah sistem yang lebih modern
buah sekolah kejuruan khusus 4 tahun bagi
dan demokratis, yang memperlakukan pria
perempuan yang mendapat bantuan dari
dan perempuan secara sederajat. Sistem
pemerintah. Hanya kasus yang khusus saja
demikian
perempuan diberikan kesempatan untuk
persyaratan resmi bagi adanya perlakuan
yang
memang
telah
menciptakan
sama antara pria dan wanita, meskipun 3
kenyataannya
tetap
mempertahankan
berbagai bentuk diskriminatif kualitatif. Tidak
lama
pendidikan
setelah
dijalankan
pendidikan
tinggi
tidak
jauh
perbedaannya, akan tetapi dalam bidang-
reformasi
bidang tertentu
masih didapati mata
1948
pelajaran yang secara umum dianggap
universitas-universitas kemudian tidak lagi
tidak cocok bagi perempuan. Selain itu
menutup pintu bagi perempuan seperti
hanya sedikit sekali terdapat calon-calon
yang
mahasiswi
mereka
tahun
ke
lakukan
pada
sistem
untuk
universitas
dimana
pendidikan sebelum perang. Setelah tahun
persaingan masuk masih sangat tinggi.
1955, pendidikan bagi kaum perempuan
Baik mata pelajaran maupun persaingan
menunjukkan
yang
ketat sebenarnya secara efektif telah
Perbaikan
ini
menghalangi perempuan untuk memasuki
perempuan
untuk
beberapa bidang pendidikan tertentu. Juga
perkembangan
menggembirakan. merupakan
usaha
melepaskan diri dari sikap menerima yang
terdapat
keterlaluan
dan
universitas swasta untuk tetap memisahkan
pimpinan yang berasal dari masa lalu, dan
sekolah bagi pria dan wanita sebagai
dengan bebas mulai mengambil sikap
penghargaan terhadap sifat khusus yang
tanggung jawab atas pendidikan diri
dimiliki wanita.
sendiri. Suatu kecenderungan yang pasti
Dengan
kepada
kebijakan
kecenderungan
di
meningkatnya
antara
standar
bertambah kuat di masa mendatang. Harus
pendidikan perempuan, pada gilirannya
diakui pula bahwa perkembangan ini
akan meningkatkan pula keinginan kaum
berlandaskan pada proses pembebasan
perempuan untuk berpartisipasi dalam
kaum perempuan yang senantiasa terus
masyarakat dan mendorong perempuan
berkembang setelah berakhirnya perang.
untuk memasuki dunia kerja. Semakin
Perubahan-perubahan
tinggi
yang
cepat
pendidikan
perempuan,
maka
berlangsung di dalam sebuah masyarakat
persentase keinginan dan motivasi bekerja
industri telah mengakibatkan perubahan-
juga semakin tinggi
perubahan di lingkungan domestik dan kaum perempuan itu sendiri, sebagai akibatnya suatu kebutuhan baru untuk
3. Perubahan Pandangan Perempuan mengenai Perkawinan
belajar telah tumbuh bersamaan dengan
Di masa lalu perkawinan di Jepang
perbaikan dari segi materi dan tersedianya
disusun dalam kerangka struktur sosial
waktu senggang.
tradisional yang berkepentingan dalam
Walaupun
persentase
antara
menjaga
perempuan dan laki-laki yang melanjutkan
Dengan
keberlangsungan demikian
hal
suatu yang
Ie.
paling 4
fundamental dari dilangsungkannya suatu
masa lalu menjadi simbol utama pranata
perkawinan
anak
moral ideal. Melalui pendidikan dan
(terutama anak laki-laki). Di masa lalu
norma-norma yang berlaku ketika itu, anak
anak memiliki fungsi ekonomis, seperti
perempuan diberi keyakinan bahwa kekkon
diketahui bahwa di kalangan buke anak
wa onna no shiawase (kebahagian seorang
adalah jaminan bagi diterimanya kokudaka.
perempuan terletak pada perkawinan),
Sehingga
adanya
sehingga mereka dididik untuk menjadi
‘pasokan’ anak laki-laki di kalangan
isteri atau ibu rumah tangga yang baik
keluarga buke juga dikenal sistem yang
seperti tercermin dalam gambaran wanita
disebut
kalangan
ideal Jepang masa lalu ryousai kenbo
keluarga petani anak diharapkan akan
(isteri yang baik dan ibu yang bijaksana)
menjadi tenaga yang bisa diandalkan di
yang masih melekat erat dalam tradisi
lahan-lahan
masyarakat jepang setelah perang.
adalah
untuk
mekake
demikian,
hadirnya
menjamin
seido.
pertanian pada
Di
kelak.
akhirnya
Dengan
perkawinan
Dari
beberapa
pepatah
seperti
bukanlah menyangkut masalah pribadi,
urenokori (barang yang tidak laku), tou ga
tetapi lebih pada masalah keluarga (antara
tatsu (buah yang terlalu matang), yaitu
Ie yang satu dengan Ie yang lain. Di bawah
sebutan-sebutan mengejek yang digunakan
sistem Ie yang patriarkat dan mendapat
untuk menggambarkan perempuan yang
legalitas dalam undang-undang Meiji,
telah berumur 20an tapi belum menikah,
martabat individu tidak diakui selain
merupakan suatu gambaran nyata bahwa
martabat Ie.(Sato : 1999).
tidak ada pilihan kehidupan lain yang
Anak perempuan di masa lalu dididik
tersedia bagi perempuan kecuali menikah.
dan dibesarkan dalam situasi demikian,
Karena kalau tidak, mereka akan menjadi
dan sesuai dengan nilai-nilai Konfusianis
bahan pergunjingan. Kehidupan seorang
yang masih kuat, mereka menurut dan
perempuan Jepang yang sudah menikah
berbakti pada kehendak keluarga. Anak
hanya berpusat di sektor domestik rumah
perempuan tumbuh dalam lingkungan
tangga, mereka tidak berdaya dan secara
masyarakat
lahir bathin mereka bergantung pada suami.
yang
hidup
dengan
kepercayaan tradisional, bahwa para gadis
Dewasa
cepat atau lambat pada akhirnya akan
perkawinan
menikah,
kebanyakan
meninggalkan
lingkungan
ini
pandangan
telah kaum
tentang
berubah,
bagi
perempuan
Jepang
keluarga mereka, diserap oleh keluarga
menikah atau tidak sama saja. Perkawinan
suami, dan hanya bergantung kepadanya.
lebih
Perkawinan bagi perempuan Jepang di
ketimabang
merupakan masalah
wilayah keluarga.
pribadi Kaum 5
perempuan bisa menentukan sendiri kapan
populasi penduduk di Jepang. Kesempatan
menikah atau tidakmenikah. Pendidikan
pendidikan yang semakin besar bagi
telah
baru,
perempuan, telah memberikan keinginan
terutama bagi kaum perempuan, bahwa
yang semakin kuat untuk berpartisipasi
peran
ternyata
aktif dalam masyarakat antara lain aktif
menempatkan mereka pada posisi yang
berkarir dalam dunia kerja. Hal ini pada
tidak menguntungkan yaitu subordinasi
akhirnya menyebabkan kekuatan ekonomi
perempuan. Keberperanan perempuan di
perempuan
sektor
pandangan mereka tentang pernikahan.
memberikan
tradisional
publik
kesadaran
perempuan
adalah
suatu
usaha
meningkat
dan
merubah
melepaskan diri dari belenggu mitos-mitos
Setelah tahun 2000-an usia rata-rata
patriarki. Perubahan pandangan mengenai
menikah perempuan Jepang adalah 27,0
perkawinan
untuk
tahun dan pria 28,8 tahun, meningkat
masyarakat
dibanding tahun 1900-an yaitu 23,0 tahun
seperti di atas menyebabkan wanita muda
untuk perempuan dan 27,0 tahun untuk
Jepang
pria. Perubahan atau peningkatan usia
dan
berpartisipasi
kesempatan
aktif
dalam
cenderung
perkawinannya,
untuk
dan
menunda
menikmati
masa
menikah baik perempuan maupun pria
lajang lebih lama. Persentase perempuan
berbeda, tetapi usia menikah perempuan
Jepang yang masih hidup melajang di usia
mengalami perubahan besar dibandingkan
20-an tertinggi di dunia, sedangkan yang
dengan usia menikah kaum pria. Rata-rata
yang masih melajang di usia 40-an
usia pernikahan pertama juga berkaitan
persentasenya
jika
erat dengan tingkat pendidikan, makin
dibandingkan dengan negara maju lainnya.
tinggi tingkat pendidikan usia menikah
Jelas sekali di sini terlihat bahwa gerak
juga semakin tinggi. Secara keseluruhan
pernikahan
Jepang
tidak hanya usia menikah pertama yang
mengalami perubahan. Perkataan “tidak
meningkat tetapi kekkon tekireiki (umur
menikah” atau ‘belum menikah” seringkali
layak nikah) pun mengalami perubahan,
terdengar, dan latar belakangnya tidak lain
saat ini di Jepang menikah pertama di usia
adalah bankonka.
30-an atau 40-an sudah merupakan hal
lebih
kaum
rendah
perempuan
Pada gilirannya gejala bankonka akan berpengaruh
pada
untuk
Peningkatan umur pernikahan pertama
melahirkan anak atau sedikitnya anak yang
berpengaruh pada angka kelahiran, karena
dilahirkan.
penundaan
Hal
penundaan
yang biasa.
inilah
yang
disebut
pernikahan
juga
berarti
shoushika. Shoushika akan memberikan
penundaan waktu melahirkan anak dan
dampak besar pada perubahan komposisi
jumlah anak yang dilahirkan. 6
ternyata hanya 20,8% yang menjawab
4. Shoushika Shoushika adalah keadaan di mana
“ya” persentasenya ini jauh lebih rendah
angka fertilitas total berada di bawah
jika dibandingkan dengan jawaban yang
standar
untuk
diterima dari ibu-ibu di Amerika yaitu
mempertahankan jumlah penduduk, dan
67,8% bahkan lebih rendah dibandingkan
keadaan ini berlangsung terus menerus.
Korea
Menurut Yamazaki (2002) angka fertilitas
51,9%.
standar yang diperlukan adalah 2,1 jika
demikian? tekanan yang diterima seorang
berada di bawah 2,1 di masa yang akan
perempuan sebagai ibu sangat besar.
datang dikhawatirkan kekuatan sosial pun
Adanya
akan menurun.
(pembagian peranan secara jender) bahwa
yang
diperlukan
yang
persentasenya
Kenapa
seibetsu
mencapai
jawabannya
yakuwari
bisa
bungyo
Perubahan komposisi penduduk yang
ayah bertanggung jawab mencari nafkah
terjadi di Jepang seperti lebih disebabkan
sedangkan ibu bertanggung jawab di
oleh penurunan angka fertilitas secara
sektor domestik, yang meliputi perawatan,
drastis. Di antara negara-negara maju,
membesarkan dan mendidik anak serta
Jepang merupakan negara yang angka
pekerjaan-pekerjaan rumah tangga lain
fertilitas
totalnya
Rendahnya
angka
sangat
rendah.
tanpa ada yang membantu.
fertilitas
Jepang
Pekerjaan-pekerjaan
dalam
rumah
disebabkan karena meningkatnya jumlah
tangga yang tidak selalu bisa dinilai
orang yang tidak, belum menikah, dan
dengan uang, mengakibatkan pekerjaan
meningkatnya usia pernikahan pertama
rumah tangga cenderung dianggap sebagai
serta meningkatnya usia melahirkan.
kewajiban. Tanggung jawab dan peran ibu
Sebagai latar belakang yang bersifat
yang demikian berat untuk merawat,
sosial yang lain adalah karena adanya
membesarkan anak tercermin dalam kata-
kondisi di mana harapan wanita untuk
kata mitos “keberhasilan seorang anak
menyeimbangkan
domestik
adalah
pekerjaan
seorang anak adalah juga kegagalan ibu”.
manula dan
Mitos semacam ini merupakan suatu
seperti
pekerjaan
membesarkan
rumah tangga,
anak,
merawat
pekerjaan yang menghasilkan uang.
bentuk
keberhasilan
ibu,
kegagalan
tekanan tersendiri bagi kaum
Selain dari hal yang telah disebutkan di
perempuan sebagai seorang ibu. Kalau
atas, berdasarkan angket yang disebarkan
mendidik anak bukanlah sesuatu yang
ke ibu-ibu muda yang memiliki anak di
menyenangkan tentunya dapat menjadi
Jepang ditanyakan “apakah memiliki anak
salah satu faktor kenapa ibu-ibu muda
adalah sesuatu yang menyenangkan?”,
hanya mau melahirkan sedikit anak. 7
Dengan semakin berkembangnya ilmu kedokteran
dan
kesehatan,
usia produktif menanggung satu orang
membuat semakin panjang harapan hidup
manula, di era 1995 sampai tahun 2000,
orang Jepang, sebaliknya persentase rata-
4,8 orang usia produktif menanggung
rata
semakin
seorang manula, maka diperkirakan tahun
berkurang. Saat ini usia hidup laki-laki
2015 mendatang satu orang manula akan
Jepang adalah 77,64 tahun, sedangkan usia
ditanggung oleh 2,4 orang usia produktif.
angka
teknologi
pensiun. Kalau tahun 1970-an 9,7 orang
kematian
juga
hidup perempuan lebih panjang lagi
Dengan data ini bisa diperkirakan
mencapai 84,62 tahun. Dari data ini dapat
bahwa
di
masa
yang
akan
datang
diketahui bahwa harapan hidup manusia
kehidupan kaum muda Jepang yang masih
Jepang merupakan yang terpanjang di
produktif akan semakin berat.
dunia. Dengan
semakin
panjangnya
usia
5. Penutup
harapan hidup manusia Jepang yang
Shoushika. Rendahnya angka kelahiran
diikuti dengan gejala shoushika dengan
di Jepang disebabkan oleh rendahnya
sendirinya
menjadi
minat orang Jepang untuk menikah dan
“negara berpenduduk tua”. Gejala yang
memiliki anak. Faktor globalisasi ekonomi
sama juga dialami negara-negara Eropa
juga sangatlah erat kaitannya dalam hal ini.
yang lebih dulu maju seperti, Perancis,
Seperti yang ditulis Satoshi Kawamoto
Swedia, Inggris, dan Jerman hanya saja
dalam Beyond Shoshika : Serious Effects
waktu yang dibutuhkan Jepang relatif lebih
of Low Fertility and Promotion of New
cepat. Perubahan komposisi penduduk di
Policies, banyak perusahaan menekan
negara-negara
lebih diakibatkan
jumlah pekerja regular dan menggantinya
menurunnya angka fertilitas secara drastis
dengan pekerja non-reguler yang dapat
bukan pada meningkatnya angka kematian.
diberhentikan sewaktu-waktu, sehingga
membuat
maju
Berkurangnya
Jepang
jumlah
yang
para pekerja kontrak ini tidak memiliki
dilahirkan dan diikuti oleh bertambahnya
pendapatan yang cukup dan terpaksa
jumlah orang berusia lanjut akan menjadi
menunda kesempatan pernikahan karena
problema
alasan finansial.
tersendiri
bagi
anak
masyarakat
Jepang. Seperti diketahui secara tidak
Masalah Jepang tentang komposisi
langsung kehidupan kaum usia lanjut di
penduduk yang tidak seimbang ini tentu
Jepang disokong oleh orang-orang yang
menimbulkan permasalahan lain yang
masih produktif yang berusia sekitar 15-65
tidak mudah dihadapi Jepang di masa yang
tahun dalam sistem tenaga kerja dan
akan datang. Masalah biaya kesehatan dan 8
dana pensiun juga dapat berimbas bagi
pekerjaan pelayanan publik di Jepang rata-
perekonomian Jepang. Pemerintah hingga
rata diisi oleh para lansia.
saat ini sedang kesusahan mengatasi hal tersebut.
Tidak
adanya
regenerasi
menimbulkan berkurangnya para pemuda yang seharusnya menjadi generasi harapan bangsa sekaligus menyusutnya jumlah usia produktif yang mampu menyumbang pajak bagi negara. Artikel newsvote.bbc.co.uk menyebutkan,
Pemerintah
Jepang
mengimpor tenaga kerja asing untuk bekerja di industri Jepang,
sehingga
tambahan pemasukan negara dari pajak penghasilan. Pemerintah menghimbau agar lebih banyak wanita dan pensiunan untuk kembali bekerja dalam rangka mengisi kekosongan di perusahaan. Dengan kata lain, para wanita Jepang yang telah berhenti bekerja setelah menikah dapat berkarir kembali di perusahaan. Banyak dari
mereka
yang
menginginkan
keseimbangan antara bekerja dan menjadi Ibu rumah tangga. Maka dari itu, akan semakin bertambah angka suami istri yang sama – sama bekerja di dalam sebuah keluarga. Selain itu, di Jepang banyak ditemui pemandangan dimana orang tua bekerja di masa pensiunnya. Selain demi menyukseskan program pemerintah, bagi mereka, bekerja supaya tidak menjadi beban bagi orang lain. Menjadi petugas kebersihan; pelayan loket karcis; petugas keamanan; menyeberangkan jalan; sopir taksi.
Maka, tidak perlu heran jika 9
Daftar Pustaka Imamura, Anne E., Re-imaging Japanese Women, University of California Press, Berkeley, 1996. Lebra, Takie Sugiyama, Japanese Women; Constraint and Fulfillment, University of Hawaii Press, Honolulu, 1984. Okamura Masu, Peranan Wanita Jepang (terjemahan Women’s Satus), Gajah Mada University Press & Yayasan Obor Indonesia, Yogyakarta, 1983. Satoo,
Nobuko (et.al), Ningenrashiku Ikiru Tokyo, 1999.
Joseigaku; Tame ni,
Sakato, Nihon no Josei Deeta Banku, Zaimusho, Tokyo, 2001. Simulya, Jenny, Masalah Shoushika Dewasa Ini : Suatu Tinjauan dari Perspektif Perempuan, Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia, 2005. Shinotsuka, Eiko, 20 Seiki no Nippon 8; Josei to Kazoku Kindaika no Jitsuzo, Tokyo, 1995. Yamazaki, (et. al) Gendai Shakai, Yamamura Shuppansha, Tokyo, 2002.
10