1 HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA MENTAL (MENTAL WORKLOAD) DAN KELELAHAN (FATIGUE) TERHADAP MOTIVASll KERJA SALES PROMOTION GIRL/ MALE (SPG/ SPM) PT. PASA...
HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA MENTAL (MENTAL WORKLOAD) DAN KELELAHAN (FATIGUE) TERHADAP MOTIVASll KERJA SALES PROMOTION GIRL/ MALE (SPG/ SPM) PT. PASARAYt\ TOSERSAJAYA
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat Dalam Meraih Gelar Sarjana Psikologi (S,Psi.)
FAKULTAS PSIKOL.OGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (!JIN) SYARIF HIDAYATULU~H JAKARTA
1428 H/ 2007 M
HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA MENTAL (MENTAL WORKLOAD) DAN KELELAHAN (FATIGUE) TERHADAP MOTIVASI KERJA SALES PROMOTION GIRL/ MALE (SPG/ SPM) PT. PASARAYA TOSERSAJAYA
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Psikologi (S,Psi.)
Oleh : AHMAD SUBEKTI MUBAROK NIM: 101070023053
Di Bawah Bimbingan : Pembimbing I
airul Gani Psi.
Drs. Abdul Rahman NIP. 150 293
FAKUL TAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF JAKARTA
HIDJl~YATULLAH
M.Si
PENGESAHAN PANIT!A UJIAN Skripsi yang berjudul "Hubungan Antara Beban Kerja Mental (Mental Workload) dan Kelelahan (Fatigue) Terhadap Motivasi KEirja SPG/ SPM PT. Pasaraya Tosersajaya" telah diujikan dalam Sidang Munaqasah Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 27 Februari 2007 telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Sidang Munaqasah Pembantu Dekan/
Dekan/
Ora.
Hartati M.Psi .215.938
Penguji I
0
. Sofiand Zakaria M. Psi. T
Pembimbing I
Ors. Ase
J
aerul Gani Psi ..
Ors. Abdul Rahrna NIP.1502
MOTTO "Kami tidak membebani seseorang melaink«ln menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran d1ln mereka tidak dianiaya" (QS. Al-Mu'minun :62)
Maha Suci Allah atas cin-raNya, Maha Besar Kasih sayangNya. Karya ini ku persembahkan untuk yang ter:sayang dan dicintai Allah Umi dan Abi, Kakak-kakakku yang dirahmc1ti Allah.
ABSTRAKSI (A) (B) (C) (D) (E)
(F) (G)
(H)
Fakultas Psikologi Jurusan Psikilogi
Februari 2007 Ahmad Subekti Mubarak Hubungan Antara Beban Kerja Mimtal (Mental Workload) Dan Kelelahan (Fatigue) Terhadap Motivasi Kerja Sales Promotion Girl/ Male (SPGI SPM) PT. Pasaraya Tosersajaya xvii+ 121 halaman Mentai workload adalah penilaian karyawan tentang efek yang timbul dari beban atensi (antara kapasitas kerja karyawan dan tuntutan kerjanya) ketika sedang melakukan suatu tugas tertentu. Ketika kapasitas kerja karyawan dan tuntutan kerja tidak s13imbang, maka akan menimbulkan efek fatigue tarhadap karyawan. Dalam bekerja karyawan mempunyai motivasi yang berbeda-beda dalam memenuhi kebutuhannya. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, maka motivasi yang diperlukan harus besar. Namun ketika faktor mental workload dan fatigue mempengaruhi motivasi karyawan, maka optimalisasi hasil akan berkurang dari kadar pengaruh yang diberikan. Jenis penelitian ini adalah korelas1onal. Teknik sampling yeng digunakan adalah sampel random sampling (n = 64). Data dikumpulkan dengan menggunakan Kuesioner dan diolah menggunakan prosedur statistik Multiple Regresi dan Path Analysis. Sampel penelitian ini adalah karyawan Sales Promotion Girl/ Male (SPG/ SPM) yang telah bekerja selama 1 (satu tah~1n) di PT. Pasaraya Tosersajaya, yang bergerak dalam bidang ritel. Analisa data ketiga variabel menggunakan perhitungan l
ABSTRACTION (A) (B) (C) (D) (E) (F)
(G)
February 2007 Ahmad Subekti Mubarak Correlation Between Mental Workload And Fatigue to Motivation Work of Sales Promotion Girl/ Male PT. Pasaraya Tosersajaya Mental workload is the employees evaluation of the attentional load margin (between their motivated capacity and the current task demand) while achieving adequate task performance in a missionrelevant context. When capacities work uneven job demand and employees, hence will generate effect fatigue to employees. In working the employees have motivation which different each other in fulfilling his requirement. To get result gratifying, hence motivate that is needed have to be big. But when factor mental workload and fatigue influence employees' motivation, hence optimal result will decrease from given influence rate. Type of this Research is correlational. Technique of Samplirig used is sample random sampling (n 64). Data collected by using quEistionary and processed to use statistical prncedure of multiple regressions And Path Analysis. Sample of this Research is employe13s of Sales Promotion Girl/ Male (SPG/ SPM) what have worked during 1 (one year) [in) PT. Pasaraya Tosersajaya, moving in the field of retell. Analyze third data of variable use calculation of correlation of product moment from Pearson. Data processing conducted constructively the statistical program of SPSS/PC + version of 11.5. Result obtained indicates that, 1). There are positive correlation causal and significant between Mental Workload by Fatigue (r = 0,615), 2). There are negative correlation causal and significant between Fatigue with Motivation Work (r = -0,617), 3). And there are negative correlation causal and significant between Mental Workload with Motivation Work (r -0,358). Result hereinafter find that Mental Workload correlate causal either through direct (R2 0, 128) and also indirectly through Fatigue (R2 0,380), with Motivation Work. Enlist reading: 45 (1956-2004) + 3 journal+ 3 scripts+ 2 thesis+ 5 internet.
=
=
=
(H)
Psychology Faculty Psychology Majors
=
KATA PENCJANTAR Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. Yang Maha Kuasa pemt'eri karunia tiada henti, puji syukur yang tak henti alas segala nikmat yang telah diberikan dan atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam kepada Baginda Rasulullah Al-Anbiyc:1 wal Mursaliin Muhammad SAW, keluarganya, sahabat dan para pengikutnya yang tetap istiqomah di jalan-Nya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan, baik secara moril maupun materiil dari semua pihak oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Oekan Fakultas Psikologi, lbu Hj. Ora. Netty Hartati, M. Si., Pernbantu Oekan I bagian akademik,lbu Hj. Ora. Zahrotun Nihayah, M. Si., dan seluruh dosen serta staf Fakultas. Terima kasih alas ilmunya, bimbingan dan motivasi serta pelayanan yang dengan tulus ikhlas diberikan kepada penulis dari pertama kali silaturahim hingga selesai skripsi ini. 2. Bapak Ors. Asep Haerul Gani, Psi. selaku pembimbing I dan Bapak Ors. Abdul Rahman Saleh, M. Si, selaku pembimbing II, yang sudah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberi arahan serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. 3. Bapak Hendro Sasongkobowo,SH., Bapak Amin dan sel1Jruh staff HRO PT. Pasaraya Tosersajaya dan SPG/ SPM PT. Pasaraya1 Tosersajaya. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untul< mengadakan penelitian ini. 4. Perpustakaan Fakultas Psikologi dan Perpustakaan Utarna UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UPI YAI, UI, Perpustakaan Nasional dan Trisakti.
5. lbu Solecha, S.Ag. Selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas kesabaran, bimbingan, motivasi, pengetahuan dan kasih sayang yang diberikan selama ini kepada mahasiswa/i kelas D. 6. Bunda yang dicintai Allah Hj. Hapsoh,alm. dan Ayahanc!a H. Romdhoni,alm. yang sudah membimbing anak-anaknya dengan warisan harta kasih sayang, semangat, dan ilrnu. Semangat yang luar biasa yang ditanamkan dalam diri anak-anakmu dengan mengorbankan waktu dan tenaganya untuk memberikan kasih sayang yang tulus dan ikhlas sebagai penggerak hidup yang diserahkan seluruhnya dari Allah
swr kepada
penulis dalam mengenyam pendidikan dan mengarungi kehidupan. lbunda dan Ayahanda saya mencintaimu saya akan mBmbahagiakanmu dan memberikan yang terbaik untukmu. Terima kasih, ya Allah lindungilal1 dan sayangilah kedua orangtuaku, terimalah keduanya disisi-Mu sebagaimana mereka menerimaku dengan kasih sayangnya, Amin. 7. Kakak-kakakku yang dicintai Allah Hj. Azizah,S.Ag. & Syafi'i, H. Shopal Jamil & Ka Nani, Sholahuddin & Eche, Megawati, Zulaiha & Abanri Asli, lr.Fathul Qorib & Ka Levi, Mashuri & Teteh, Syahroni, SE., Rumiyati, SE. & Abang Wisnu, yang telah memberikan kasih sayang dan curahan moril
serta materil. Terima kasih, moga selalu menjadi kelLJarga sakinah, mawaddah, warahmah. Dan 15 ponakanku yang lucu dan imut yang selalu memberikan keceriaan dan semangat pada penulis. 8. K.H. Jamhari Abdul Jalal, Le. Pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah II Bogar dan Para Alumni lkatan Keluarga Besar Pondok Pesantren Darunnajah Cipining (IKPDC). Semoga Tarbiyatul /slamiyah menjadi dakwah yaumiyah dalam diri. 9. Mamah dan Ayah (Rio), Terima kasih telah memberikan pencerahan orientasi hidup yang selama ini penulis cari. Moga menjadi amal yang terus mengalir tiada henti sebagai amc:I jariyah, dan terus berlangsung silaturahim ini dengan ridho Allah.
1O. Teman-teman seperjuanganku Tazkiya Learning Center (TLC) (Andhie Kamaruzzaman, Yudhi Syarif, Jamali, Yusuf Hidayat, Eer Herawati, Siti Zakiyah, Rita Sahara, Bebi Fikri Sanusi, dan Abdul Karim M), My cfepok's team (Ubay, Ibun, Nila, Febby, Oink), sahabat Dhe-Dhe lmoet (BaiQ,
Diah, Wiwid, Yunita, Yuli Safitri, Endah, Reres, Samrah, Aya, Ade, Babeh, Enoey, Fitri, Hilman, lip, Asnari, Zambiq, Ary,dkk) dan teman-teman angkatan 2001 lainnya, terima kasih alas kasih sayang dan kebersamaannya mari kita menuju kesuksesan bersama, semoga silaturahim kita tetap kuat. 11. Teman-teman IMAMUPSI, FP21, LOK, BEMF Psikologi, Komunitas Bahasa, dan adik-adik kelasku (angkatan 2002, 2003, 2004). Terima kasih atas persaudaraan yang terjalin, berjuang terus saudaraku!!! 12. Teman-temanku, Rosaeni, Mas Deli, Ka' Agus, Reres, Ely, Eka Munifah, Maria Dewi, Yeyen, terima kasih alas referensi dan bantuannya. 13. Keluarga Besar Pondok Pesantren Hypnotherapy Gg. Bacang, terima kasih untuk sharing ilmunya dan semoga bermanfaat bagi penulis serta masyarakat. 14. Seluruh pihak terkait yang telah memberikan spirit yan9 tidak dapat penulis sebutkan satu persatu baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga menjadi amal ibadall yang bisa mernbawa kebaikan dunia akhirat.
4.4 Hasil Tambahan...................................................................
102
4.4.1 Perbedaan tingkat mental workload berdasarkan jenis kelamin, Usia, pendidikan, status pernikahan, lama kerja dan lantai gedung.......................................
102
4.4.2 Perbedaan tingkat faiigue berdasarkan jenis kelamin, Usia, pendidikan, status pernikahan, lama kerja dan lantai gedung........... ...................................... ...... ....
Gambaran Umum Respanden Berdasarkan .Jenis Kelarnin
Tabel 4.2
Gambaran Umum Respanden Berdasarkan Usia
Tabel 4.3
Gambaran Umum Respanden Berdasarkan Pendidikan
Tabel 4.4
Gambaran Umum Respanden Berdasarkan Status Pernikahan
Tabel 4.5
Gambaran Umum Respanden Berdasarkan Masa Bekerja
Tabel 4.6
Sebaran Sampel Penelitian
Tabel 4.7
Narmalitas Mental Workload
Tabel 4.8
Narmalitas Fatigue
Tabel 4.9
Narmalitas Mativasi Kerja
Tabel 4.10
Nilai Uji Hamogenitas
Tabel 4.11
Nilai Uji Linearitas
Tabel 4.12
Statistik Deskriptif Penyebaran Skar Responden
Tabel 4.13
Klasifikasi Skar Skala Mental Workload
Tabel 4.14
Klasifikasi Skar Skala Fatigue
Tabel 4.15
Klasifikasi Skar Skala Mativasi Kerja
Tabel 4.16
l<arelasi Antar Variabel
Tabel 4.17
Nilai R hitung Mental Workload dengan Fatigue
Tabel 4.18
Nilai R hitung Fatigue dengan Mativasi Kerja
Tabel 4.19
Nilai R hitung Mental Workload dengan Motivasi Kerja
Tabel 4.20
Nilai Perbedaan Antar Dua Variabel
Tabel 4.21
Multiple Regresi
Tabel 4.22
Independent Sampel T-Test Berdasarkan Jenis l<elamin
Tabel 4.23
Uji F tingkat Mental Workload Berdasarkan Usia
Table4.24
Uji F Tingkat Mental VVorkload Berdasarkan Pendidikan
Table 4.25
Independent Sampel T-Te1:>t Berdasarkan Status Pernikahan
Table 4.26
Uji F Tingkat Mental Workload Berdasarkan Lama E3ekerja
Table4.27
Uji F Tingkat Mental Workload Berdasarkan Lantai Gedung
Table4.28
Independent Sampel T-Test Berdasarkan Jenis Kelemin
Table 4.29
Uji F tingkat Fatigue Berdasarkan Usia
Table 4.30
Uji F Tingkat Fatigue Berdasarkan Pendidikan
Table 4.31
Independent Sarnpel T-Test Berdasarkan Status Pernikahan
Table4.32
Uji F Tingkat Fatigue Berdasarkan Lama Bekerja
Table4.33
Uji F Tingkat Fatigue Berdasarkan Lantai Gedung
DAFTAR C:iAMBAR Gambar2.1
Motivasi sebagai Pembangkit Dorongan
Gambar2.2
Maslow's Need Hierarchy
Gambar2.3
lstilah Ekspektansi Dipandang dari Sudut Perspektif Manajerial
Gambar 2.4
Model Ekspektansi
Gambar2.5
Ciri-ciri Orang yang Termotivasi
Gambar 2.6
Model Pemprosesan lnformasi dari Wickens&Hollands (2000)
Gambar2.7
Perbedaan Sumber-sumber untuk Persepsi dan Sumbersumber yang Tersedia untuk Menyeleksi S1Jatu Tindakan
Gambar2.8
Kerangka Konseptual Relasi antar Variabel yang Mempengaruhi Performa Manusia dan Beban Kerja
Gambar 2.9
Sifat Tujuan dan Dinamika Proses Tujuan Mempengaruhi Performa
Gambar 2.10
Relasi antara Beban Tugas dan Penentuan Beban Kerja
Gambar 2.11
Bagan Kerangka Berpikir Hubungan antara Mental Workload dan Fatigue Terhadap Motivasi Kerja
Gambar 3.1
Paradigma Rancangan Penelitian
Gambar4.1
Scatterplot Mental Workload
Gambar4.2
Scatterplot Fatigue
Gambar4.3
Scatterplot Motivasi Kerja
LAMPI RAN Lampiran 1
Deskripsi Statistik Korelasi
Lampiran 2
Linearitas
Lampiran 3
Normalitas
Lampiran 4
Regresi
Lampiran 5
Homogenitas
Lampiran 6
Reliability Mental Workload Scale
Lampiran 7
Reliability Fatigue Scale
Lampiran 8
Reliability Motivasi Kerja Scale
Lampiran 9
Validitas Item Mental Workload
Lampiran 10
Validitas Item Fatigue
Lampiran 11
Validitas Item Motivasi Kerja
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah
Perusahaan-perusahaan yang berkembang dalam bidang bisnis rite! di Indonesia semakin berkembang pesat, ditunjang dari masyarakat Indonesia yang konsumtif terhadap kebutuhan sehari-hari. Perkembangan perusahaan ritel menjadi sangat kompetitif untuk dapat menarik customer sebanyakbanyaknya dengan berbagai tawaran produk dan pelayanan terbaik yang dimiliki perusahaan. Hal ini terbukti dengan muncul berbagai perusahaan rite! di Indonesia yang semakin kuat dari pengusaha rite! dunia dan lokal untuk membuka usaha seperti Carrefour (Perancis), Seibu (Jepang), Mark&Spencer (inggris), Giant (Hero Group), Makro (Belanda), Matahari, Pasaraya, Cilandak Town Square, TOSERBA, Factory Outlet (Majalah Manajemen 4/2003) dan bahkan perusahaan ritel kecil yang masuk ke pelosok lingkungan masyarakat seperti lndoMart, AlfaMart, dan lain-lain.
Daya tarik yang luar biasa bagi pengusaha ritel adalah life style modern orang Indonesia, khususnya orang kaya Indonesia yang cenderung konsumtif. Dari data hasil Asian Target Market Survey (ATMS) yang
3
memiliki status dan identitas pribadi, dan sarana untuk mencapai tujuan yang diraih seseorang. Menemukan makna hidup dari pekerjaan inilah inti yang dicari oleh setiap orang.
Melalui pekerjaan memungkinkan orang dapat menyatakan diri secara objektif, sehingga ia dan orang lain dapat memandang dan memahami keberadaaan dan eksistensi terhadap lingkungan sekitar (Hegel, dan Anoraga, 2001 ). Sebagai bagian dari perjuangan untuk rnenunjukkan akan eksistensi seseorang, maka pekerjaan di bidang apa pun rnenuntut sesorang untuk bisa melaksanakannya secara optimal, sehingga produktivitas yang dihasilkan baik.
Perusahaan dengan mutu produk dan jasa bail< akan memperoleh Return On
Investment (ROI) yang lebih tinggi dari perusahaan dengan mutu produk dan jasa yang biasa, maka setiap bisnis perlu melakukan secara terus-menerus peningkatan nilai dari produk atau jasanya. lni merupakan langkah yang harus dilakukan seperti perusahaan-perusahaan rite! yang bergerak dalam bidang produk dan pelayanan (human service) kepada customer, yang dimana customer berhadapan langsung dengan pelayanan perusahaan. Peran besar secara langsung berada di tangan karyawan dalam memberikan efek terhadap customer untuk meningkatkan penjualan pmduk dan jasa perusahaan. Peter dan \Naterman (1982), dalam majalah Manajemen, April
4
2003) mengemukakan bahwa perusahaan yang unggul adalah perusahaan yang dekat dengan pelanggannya, tanggap terhadap mereka dan melayani mereka dengan baik.
Oalam melayani kebutuhan pelanggan, peran human service sangat menunjang pengembangan perusahaan rite! tersebut, karena merupakan sarana bagi customer untuk memperoleh informasi produk secara langsung dan memberikan pelayanan customer alas produk yang diminati, sehingga menjadikan suatu value tersendiri dari pelayanan jasa yan9 diberikan. Bagi perusahaan itu sendiri, human service mempunyai peran sebagai front liner, yang berhubungan langsung dengan customer, sehingga dapat memenuhi kebutuhan customer alas produk yang dibutuhkan dan dapat mernberikan penjelasan sec.ara langsung dari mutu dan fungsi produk yang diminati.
Fitzsimmons and Fitzsimmons (2001 ), menyebutkan bahwa seseorang yang merasa tidak puas akan suatu produk, rata-rata akan menceritakannya kepada sepuluh orang lainnya. Sementara orang yang puas rata-rata akan menceritakan kepada tiga orang lainnya mengenai pengalaman terhadap suatu produk. Biaya untuk mendapatkan seorang pelanggan baru biasanya lima sampai tujuh kali lebih besar dibandingkan biaya untul~ mernpertahankan pelanggan yang telah ada.
5
Datam rangka memperoteh pengetahuan yang cukup secara terus-menerus untuk meningkatkan nilai produk dan jasa petayanan, perusahaan harus mengetahui tingkat kepuasan dari petanggan yang ada maupun petanggan potensiat dengan produk atau jasa yang ditawarkan. Datam hat ini, perusahaan harus mengetahui dimensi mutu dari produk dan jasa petayanan yang paling penting bagi customer C:an dimensi yang bersedia dikorbankan oteh customer demi harga lebih murah. Tujuan utama dari kepuasan pelanggan adalah untuk membangun dan memperbaiki, serta mempertahankan loyalitas pelanggan terhadap perusahaan dan produk yang dihasilkannya. Kepuasan pelanggan sangat mempengaruhi keputusan untuk melakukan pembelian kembali suatu produk.
Perubahan-perubahan kebijakan karyawan yang terjadi di perusahaan atas perkembangan usaha bisnis ritel membawa akibat yaitu tuntutan yang lebih tinggi terhadap setiap individu untuk lebih meningkatkan kinerja mereka sendiri. Setiap orang dimanapun ia berada dalam suatu organisasi, lembaga sosial, ataupun perusahaan, ia akan mendapatkan beban kerja yang dituntut oleh perusahaan tempat ia bekerja. (Majalah Warta Ekonomi, Maret 2005)
Perkembangan persaingan dunia usaha rite! yang semakin kompetitif dengan harapan-harapan dan strategi tersebut akan menjadi suatu beban kerja yang tentunya diberikan kepada keryawan yang berkualitas (Slater, 1997 &
6
D'Aveni, 1994). Pelayanan seperti karyawan Sales Promotion Girl/Male (SPG/ SPM) terhadap customer untuk mendapat efek value positif yang sangat tinggi tentu bukan pekerjaan yang mudah. Karyawan harus memberikan performance yang baik, spirit kerja yang ekstra, senyum-salamsapa-sopan dan santun yang akrab terhadap customer dari berbagai macam kalangan dan kepribadian, standar attitude yang sesuai motto perusahaan, perhatian yang fokus, berdiri distand-nya masing-masing dan tentunya pengetahuan tentang produl< dan jasa yang itu membutuhkan pemikiran sistematis serta komunikatif (Hermawan Kartajaya, 2006). Hal ini dapat menjadi beban kerja yang dapat diatasi ketika kualitas standar karyawan memadai dan sesuai dengan motivasi kerja karyawan, tetapi jika tuntutan beban kerja berlebih (workload) dari yang seharusnya baik beban kerja fisik atau mental serta kurangnya motivasi kerja maka akan menjadikan kelelahan
(fatigue) secara fisik maupun mental dalam melakukan tu1;1as-tug:asnya. Seperti yang dikatakan oleh Grandjean (1993), kelelahan umumnya biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monotoni; intensitas dan lamanya kerja fisik; keadaan lingkungan; sebab-sebab mental; status kesehatan dan keadaan gizi.
Kelelahan menurut Kartono (1991 ), sering dikaitkan deng~in situasi yang membosankan dan kerja yang monoton. Gejala yang mengawali kelelahan ditandai dengan berkurangnya minat pada pekerjaan. Gejala kedua ditandai
7
dengan substraksi atau berkurangnya energi tubuh. Gejc:ta yang ketiga bertambahnya faktor pengerern, sehingga seseorang bosan, malas, kemudian tidak melakukan apapun. Lalu digabungkan tiga 9ejala tersebut timbullah kejemuan atau kebosanan dan kelelahan. Untuk mengatasinya, perlu diusahakan adanya variasi dalam bekerja, atau pergantian tugas. Selain itu, perlu penciptaan suasana kerja dengan mengatur cahaya dalam ruang kerja, alunan musik, maupun memperindah ruangan untuk mengurangi rasa bosan.
Apabila perusahaan tidak dapat mengatasi rasa kelelahan dan kebosanan, maka akibat yang ditimbulkan adalah menurunnya produktivitas dan rnotivasi kerja. Selanjutnya, kerusakkan meningkat, karena kelelahan mempunyai hubungan yang erat dengan kecelakaan dalam melaksanakan tugas (kecelakaan kerja).
Dalam Peraturan Perusahaan Rite! Pasal 1~~ Keselamatan dan Kese~iatan Kerja Nomor 1-2 : (1) Perusahaan wajib menyediakan tempat dan sarana kerja sesuai UU No.1Tahun1970. (2) Perusahaan mempunyai tanggung jawab untuk menjamin bahwa : a. Karyawan diberikan pelatihan secukupnya untuk mengerjakan pekerjaannya dengan aman.
b. Setiap kar_yawan diinformasikan tentang faktor-faktor kesehatan clan keselamatan yang berkenaan dengan pekerjaannya. c. Setiap karyawan telah memahami tindakan-tindakan preventif yang diperlukan.
Kinerja seorang karyawan akan baik bila dia mempunyai keahlian (skill) yang tinggi, bersedia bekerja karena digaji atau cliberi upah sesuai dengan perjanjian, mempunyai harapan (expectation) masa depan lebih baik. Mengenai gaji clan adanya harapan (expectation) merupakan hal yang menciptakan motivasi seorang karyawan bersedia melaksanakan kegiatan kerja dengan kinerja yang baik. Seorang yang sangat termotivasi, yaitu orang yang melaksanakan upaya substansial, guna menunjang tujuan-tujuan produksi kesatuan kerjanya, dan perusahaan di mana ia bekerja Seseorang yang tidak termotivasi, hanya memberikan upaya minimum dalam hal bekerja. Bila sekelompok karyawan dan atasannya mempunyai kinerja yang baik, maka akan berdampak pada kinerja perusahaan yang baik pula.
Dari uraian di atas bahwa tuntutan kerja karyawan di perusahaan rite! dengan turn-over yang tinggi memiliki beban kerja yang cukup banyak atas
pelayanannya kepada customer. Kondisi pekerja baik secara pisiv., psikis maupun emosional dalam lingkungan pekerjaan yang tidak nyaman (membosankan clan monoton) dapat mengganggu kinerja berupa munculnya
9
gejala kelelahan (faiigue) bagi pekerja dan berkurangnya motivasi kerja. Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian apakah terdapat hubungan antar beban kerja mental (mental workload) dan kelelahan (fatigue) terhadap motivasi kerja karyawan.
1.2.
ldentifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang yang telah penulis jabarkan di atas, terdapat intisari beberapa permasalahan yang ada, yaitu : 1. Apakah ada hubungan antara beban kerja mental (Mental workload) pada perkembangan persaingan dunia Rite!? 2. Apakah ada hubungan antara beban kerja mental (Mental Workload) pada peran konsumtif masyarakat dalam berbelanja? 3. Apakah ada hubungan antara beban kerja mental (Mental Workload) pada kesehatan kerja karyawan? 4. Apakah ada hubungan antara motivasi kerja karyawan pada loyalitas pelanggan (costumer) kepada perusahaan? 5. Apakah ada pengaruh beban kerja mental (Mental Workload) pada kelelahan (Fatigue) kerja karyawan? 6. Apakah ada hubungan kelelahan (Fatigue) pada motivasi kerja karyawan? 7. Apakah ada hubungan antara beban kerja mental (MerJtal workload) dengan Motivasi Kerja karyawan?
10
8. Apakah ada perbedaan antara beban kerja mental (Mental Workload) dan Motivasi Kerja dengan kelelahan (Fatigue) dan Motivasi Kerja? 9. Apakah ada hubungan yang signifikan secara langsunf1 atau tidak langsung (melalui Fatigue) antara Mental Workload dengan Motivasi kerja karyawan?
1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.3.1. Pembatasan masalah Untuk membatasi meluasnya permasalahan penelitian, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada masalah-rnasalah yang berkaitan dengan : 1. Hubungan antar beban kerja mental (mental workload) dan kelelahan
(fatigue) terhadap motivasi kerja Sales Promotion Girl/ Male ( SPG/ SPM) PT. Pasaraya Tosersajaya. · 2. Mental workload yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penilaian karyawan tentang efek yang timbul dari beban atensi (antara kapasitas kerja karyawan dan tuntutan l<erjanya) ketika sedang melal
11
pada pekerjaan yang sifatnya human service. Kemudian indikatorindikatornya adalah : kelelahan fisik, psikis maupun emosional. 4. Motivasi ketja yang dimaksud dalarn penelitian ini adalah suatu proses dirnana kebutuhan-kebutuhan rnendorong seseorang untuk rnelakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. L.alu indikator-indikatornya adalah : INSTRINSIK (faktor-faktor pendorong yang bersumber dari dalam diri): Prestasi yang diraih (achievement), Pengakuan orang lain (recognition), Tanggung jawab (responsibility), Peluang untuk maju (advencement), Kepuasan kerja itu sendiri (the work it self), Kemungkinan pengembangan karir (the possibility of growth).
EKSTRINSIK (faktor-faktor pendorong yang bersumber dari luar diri): Kompensasi, Keamanan dan keselamatan kerja, Kondisi kerja, status, Prosedur perusahaan, Mutu dari supervisi te.knis dari hubungan interpersonal. 5. Karyawan adalah semua orang yang terikat secara formal dalam suatu hubungan kerja tetap dengan perusahaan dan oleh karenanya menerima balas jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Perusahaan. Karyawan yang akan menjadi responden adalah Sales Promotion Girl/ Male (SPG/ SPM) yang bekerja di PT. Pasaraya Tosersajaya minimal 1 tahun, usia antara 18-40 tahun, dan pendidikan minimal SL TA. 6. penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan sampel sebanyak 100 orang.
12
1.3.2. Perumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang di atas, rnaka dapat di rumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah ada hubungan yang signitikan antara Mental workload dengan Motivasi Kerja l<aryawan? 2. Apal
3. Apakah ada hubungan yang signifil
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah:
13
1. Untuk mengetahui signifikansi hubungan antara Mental VVorkload dengan Motivasi Kerja karyavvan, Mental Workload dengan Fatigue, dan Fatigue dengan Motivasi Kerja karyawan. 2. Untuk mengetahui hubungan mental workload, dan Fatigue terhadap
Motivasi Kerja karyawan. 3. Untuk mendeskripsikan rnengenai hubungan antara Mental Workload,
Fatigue dan Motivasi Kei-ja karyawan. 4. Untuk mengetahui perbedaan antara Mental Workload terhadap Motivasi Kerja karyawan dengan Fatigue terhadap Motivasi Kerja karyawan. 5. Untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan secara langsung atau tidak langsung (melalui Fatigue) antara Mental Workload dengan Motivasi kerja karyawan.
1.4.2. Manfaat Penelitian Secara teoritis, penulis berharap bahwa dari penelitian yang penulis lakukan dapat bermanfaat, diantaranya sebagai berikut : 1. Pengembangan pengetahuan mengenai Mental workload, Fatigue dan
Motivasi Kerja dalam kajian Psikologi khususnya di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dapat dijadikan langkah awal dan motivasi bagi penelif:i selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian yang pFJnulis lakukan.
14
3. Dapat memperkaya khasanah ilmu psikologi khususnya dibidang
Psikologi lndustri dan Organisasi.
Secara praktis, penulis berharap peneli!ian ini dapat bermanfaat; diantaranya:
1. Diperoleh data tentang mental workload, fatigue dan rnotivasi kerja di lingkungan kerja karyawan. 2. Karyawan, agar dapat meningkatkan mo!ivasi kerja sehingga meningkatkan produk!ivitas kerja dan dapat menjadikan pengetahuan mental workload dan fatigue sebagai motivasi menjaga kesehatan fisik/ psikis serta dapat mengantisipasi strategi dari efek mental workload dan fatigue.
3. Perusahaan, agar dapat memberikan semangat dan mo!ivasi kepada karyawannya untuk dapat menjaga dan meningkatkan motivasi kerja guna tercapainya tujuan dan harapan perusahaan. Dengan cara; memberikan pela!ihan mengenai mental workload, memberikan suasana kondusif dalam bekerja sehingga kelelahan (fatigue) dalam bek13rja dapat teratasi.
1.5. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dalam membahas tema yang diteliti. penulis membagi dalam lima bab, dengan sistema!ika sebagai berikut:
15
Bab 1 : Merupakan pendahuluan yang terdiri dari : latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan ma.salah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab 2 : Merupakan landasan teori yang terdiri dari: Motivasi Kerja, menyangkut; Pengertian, Teori motivasi kerja, Manfaat Motivasi l<erja, dan Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi Kerja. Fatigue, menyangkut; Pengertian, burnout dan exhaustion, karakteristik fatigue, clan sinclrom fatigue. Beban Kerja Mental (Mental workload), menyangkut; Pengertian, Sistem pemprosesan informasi pada manusia, Proses terjadinya beban kerja. Kerangka berpikir. Hipotesis penelitian.
Bab 3 : Merupakan metodologi penelitian yang terdiri dari : jenis peneilitian; pendekatan penelitian dan metode penelitian, definisi variabel dan variabel operasinal , pengambilan sarnpel; populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, pengumpulan data; metode pengumpulan data, instrumen pengumpulan data, teknik analisa data dan prosedur penelitian; uji validitas item, uji reliabilitas, persiapan dan pelaksanaan penelitian.
Bab 4 : Presentasi dan analisa data yang terdiri dari : gambaran umum responden, presentasi data dan analisa data, pengujian hipotesis, dan hasil tambahan.
Bab 5 : Kesimpu!an, diskusi dan saran.
BAB2
LANDASAN TEORI 2.1. Motivasi Kerja Motivasi merupal
2.1.1. Pengertian Motivasi Kerja Untuk mempermudah pemahaman motivasi kerja, dibawah ini dikemukakan pengertian motif, motivasi dan motivasi kerja. Abraham Sperling (dalam Mangkunegara, 2002) mengemukakan bahwa motif di definisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari doron1ian dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri- Penyesuaian diri dikatakan untuk memuaskan motif. William J. Stanton (dalam Mangl
17
motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari moiifnya. Sedangkan motivasi dikatakan sebaga1 energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri (drive arousal). Dalam hubungannya dengan lingkungan kerja, Ernest L. McCormick (dalam Mangkunegara, 2002) mengemukakan bahwa motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubun9an dengan lingkungan kerja.
e--
Unsatisfied need
_...~ (~
~_L-(
Satisfied need
'---·---
*) Sumber : Mangkunegara (2002:94)
Gambar 2.1. Motivasi sebagai Pembangkit Dorongan
18
2.1.2. Teori Motivasi Kerja 1. Teori Kebutuhan (Maslow's Model) Model Maslow lni sering disebut dengan model hierarki kebutuhan. Karena menyangkut kebu!uhan manusia, maka teori ini digunakan untuk menunjukkan kebutuhan seseorang yang harus dipenuhi agar individu tersebut termotivasi untuk kerja. Menurut Maslow, pada umumnya terdapat hierarki kebutuhan manusia, yang dapat dilihat pada Gambar 2.2 :
Kebutuhan Aktualisasi
/
/r
I
Kebutuhan Harga Diri
/ ~utuhan
Sosial
~utuhan Keamanan
[?ebutuhan Fisik Sumber: Arep Ishak & Tanjung Hendri (2003:26)
Gambar 2.2. Mas/ow's Need Hierarcf1y
1. l<ebutuhan fisiologik (physiological needs), misalnya makanan, minuman, istirahaUtidur, seks. Kebutuhan inilah yang merupakan k•ebutuhan pertama dan utama yang wajib dipenuhi pertama-tama oleh tiap individu. Karena dengan terpenuhinya kebutuhan ini, orang dapat mempertahankan hidup dari kematian. Kebutuhan utama inilah yang mendorong setiap individu untuk melakukan pekerjaan apa saja, karena ia
19
akan memperoleh imbalan, baik berupa uang ataupun barang yanf;1 akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan utama ini. 2. Kebutuhan aktualisasi diri, yakni senantiasa percaya kepada diri sendiri. Pada puncak hirarki, terdapat kebutuhan untuk realisasi diri, atau aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut berupa k13butuhankebutuhan individu unluk merealisasi potensi yang ada pada dirinya, untuk mencapai pengembangan diri secara berkelanjutan, untuk menjadi kreatif.
2. Teori Penguatan (Reinforcement Theory) Teori ini dapat dirumuskan sebagai berikut: M=f(R&C) M = Motivasi 0
= frekuensi R =Reward (penghargaan) - primer/sekunder
f
C = Consequens (Akibat) - positif/negative Motivasi seseorang bekerja tergantung pada reward yang diterimanya dan punishment yang akan dialaminya nanti (Arep Ishak & Tanjung Hendri, 2003). Penguatan adalah segala sesuatu yang digunakan seorang pimpinan untuk meningkatkan atau mempertahankan tanggapan khusus inclividu. Jadi menurut teori ini, motivasi seseorang bekerja tergantung pada penghargaan yang diterimanya dan akibat dari yang akan dialaminya nanti. Teori ini
20
menyebutkan bahwa perilaku seorang di masa mendatang diben!uk oleh akibat dari perilakunya yang sekarang.
Jenis reinforcement ada empat, yaitu: (a) positive reinforcement (penguatan positif), yaitu penguatan yang dilakukan ke arah kinerja yang positif; (b) negative reinforcement (penguatan negatif), yaitu penguatan yang dilakukan karena mengurangi atau menghentikan keadaan yang tidak disukai. Misalnya, berupaya cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan karena tidak tahan mendengar atasan mengomel terus-menerus; (c) extinction (peredaan), yaitu tidak mengukuhkan suatu perilaku, sehingga perilaku tersebut mereda atau punah sama sekali. Hal ini dilakukan unl'Jk mengurangi perilaku yang tidak diharapkan; (d) punishment, yaitu konsekuensi yang tidak menyenangkan dari tanggapan perilaku tertentu.
Reward adalah pertukaran (penghargaan) yang diberikan perusahaan atau jasa yang diberikan penghargaan, yang secara garis besar terbagi dua kategori, yaitu: (a) gaji, keuntungan, liburan; (b) kenaikan pangkat dan jabatan, bonus, promosi, simbol (bintang) dan penugasan yang menarik.
Sistem yang efektif untuk pemberian reward (penghargaan) kepada para karyawan harus: (a) memenuhi kebutuhan pegawai; (b) dibandingkan dengan reward yang diberikan oleh perusahaan lain; (c) di distribusikan secara wajar
21
dan adil; (d) dapat diberikan dalam berbagai bentuk; (e) dikaitkan dengan prestasi.
3. Teori Harapan (Expectacy Theory) Teori ekspektansi menyatakan bahwa motivasi kerja dideterminasi oleh keyakinan-keyakinan individual sehubungan dengan hubungan upayakinerja, dan didambakannya berbagai macam hasil kerja, yang berka:tan dengan tingkat kinerja yang berbeida-beda. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa teori tersebut berlandaskan logika: "Oran~1-orang akan melakukan apa yang dapat mereka lakukan, apabila merek1:i berk19inginan untuk rnelakukannya". Vroom (dalam Winardi, 2002:109-110) berpendapat bahwa motivasi terhadap kerja merupakan hasil dari ekspektansi dikali instrumentalitas, dikali valensi.
Hubungan multiplikatif tersebut berarti bahwa daya tarik motivasional jalur pekerjaan tertentu, sangat berkurang, apabila salah satu di antara hal berikut: ekspektansi, instrumentalilas, atau valensi mendekati nol. Sc9baliknya agar imbalan tertentu memiliki sebuah dampak motivasional tinggi serta positif, berbagai hasil kerja, maka ekspektansi, instrumentalitas, dan valensi yang berkaitan dengan imbalan tersebut harus tinggi serta positif.
Moti.a'i - Ek'peklao.i'
lo.tcome~ 'Veten'i (M =E '-, 'V) J
22
Hubungan antara motivasi seseorang melakukan suatu l<e9iatan dengan kinerja yang akan diperolehnya yakni apabila motivasinya rendah jangan berharap hasil kerjanya (kinerjanya) bail<. Motivasi dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan pribadi seperti rasa tertarik atau memperoleh harapan. Orang-orang melaksanakan upaya kerja
Guna
Dan
·r@·.
Kinerja tugas
f--
111cnca.I?!!!.+
Hasil-hasil yang berhubungan [ dengan kcrja
-----
Ekspektansi
1nstrumentalis
["Valensi
Sumber: Schem1erhon et al (dalam Winardi, 2002:110)
Gambar 2.3.lstilah Ekspektansi dipandang dari sudut Perspektif Manajerial
Selain teori ekspektansi diatas, terdapat teori motivasi dengan model lain yang dirumuskan sebagai berikut:
I M={(E - P)} {(P - 0) V}
!
Penjelasannya adalah: M = Motivasi E
=Pengharapan (Expectation)
P = Prestasi (Performance) 0 = Hasil (Outcome) V = Penilaian (Value)
23
Secara sederhana, dalam teori ini, motivasi merupakan interaksi antara harapan setelah dikurangi prestasi, dengan kontribusi penrnaian yang dikaitkan dengan prestasi dikurangi hasil. Karena kebutuhan di atas rnerupakan generalisasi karena kenyataannya kebutuhan orang t:dak sama, maka dikenai The Expectacy JV/ode/ yan9 menyatakan. "Mc>tivasi adalah fungsi dari berapa banyak yang diinginkan dan berapa besar kemungkinan pencapaiannya" (lihat Gambar 2.3). Dari teori di alas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk meningkatkan motivasi, maka seorang manaj1ar harus (Arep Ishak & Tanjung Hendri, 2003:32-34):
1. Mengakui bahwa setiap karyawan memiliki kebutuhan yang be·beda dan preferensi yang berbeda pula. Tidak ada dua orang yang benar-benar memiliki kebutuhan yang sama. 2. Mencoba memahami kebutuhan utama seorang karyawan. Memahami apa yang dibutuhkan apalagi kebutullan L'lama karyawan, merupakan perilaku atasan yang dicintai bawahan. 3. Membantu seorang pegawai menentukan upaya mencapai kebutuhannya melalui prestasi. Hal ini tidak sulit jika dilakukan dengan ketulusan, bukan pamrih.
4. Teori Penetapan Tujuan Locke Suprihanto, dkk (2003:52-53) menyatakan bahwa teori penetapan tujuan
(goal-setting theory) ini merupakan suatu teori yang menyatakan bahwa
24
tujuan-tujuan yang sifatnya spesifik atau sulit cenderung menghasilkan kinerja (performance) yang lebih tinggi. Pencapaian tujuan dilakukan melalui usaha partisipasi. Meskipun demikian pencapaian tujuan bt3lum tentu dilakukan oleh banyak orang.
Dalam pencapaian tujuan yang partisipatif mempunyai dampak positif berupa timbulnya penerimaan (acceptance), artinya sesulit apapun apabila orang telah menerima suatu pekerjaan maka akan dijalankan dengan baik. Sementara itu dalam pencapaian tujuan yang partisipatif dapat pula berdampak negatif yaitu timbulnya superioritas pada orang·-orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi.
Teori Penetapan Tujuan Locke mengatakan bahwa tujuan dan maksud individu yang disadari adalah determinan utama perilaku. Perilaku orang akan terus berlangsung sampai perilaku i!u mencapai tingkat prestasi yang lebih tinggi. Menu rut teori ini, prestasi akan tergantung pada tingkat kesukaran tujuan, kerincian tujuan, dan kornitmen seseorang terhadap tujuan. Tujuan yang lebih sukar akan membuat orang frustrasi sehingga prestasinya juga rendah.
Kerincian tujuan akan mempengaruhi pemahaman seseorang terl1adap tujuan di mana seseorang lebih menyadari dan memahami tujuannya akan
25
berprestasi lebih baik. Sedangkan variabel komitmen terhadap tuj•..ian menyangkut keterlibatan seseorang terhadap tujuan. Seseorang yang memiliki komitmen tinggi bisa diharapkan akan berprestasi lebih baik.
Kemam;an=J
Motivasi
~
[
Usaha
r-..
....!
l Prcstasi
1--~~-+----. [Hasil3 j ___.
Hasil4
Sumber: Arep Ishak & Tanjung Hendri (2003:33)
Gambar 2.4. Model Ekspektansi
2.1.3. Manfaat Motivasi Kerja Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya.
26
Sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan membuat orang senang mengerjakannya. Orang pun akan merasa dihargai/diakui, hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan. Kinerjanya akan dipantau Oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi (Arep Ishak & Tanjung Hendri, 2003:16-17).
I Bekeria sesuai staudar ]
r-----·-J
I
Orang yang
~~te_rm_otivasi
I I
L
Senang bekerja
[
Merasa beha~
LBekeria ke;~
I
Sedikit pen)!awasan
CSC-marigat imng ti.nggi
J I
Sumber: Arep Ishak & Tanjung Hendri (2003:17)
Gambar 2.5. Ciri-ciri Orang yang Termotivasi
2.1.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Menurut Frederick Herzberg (dalam Masithoh, 1998:20) rnengembangkan teori hierarki kebutuhan Maslow menjadi teori dua faktor tentang motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut
27
dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor pemelihara (maintenance factor) yang disebut dengan disatisfier atau extrinsic motivation.
Faktor pemuas yang disebut juga motivator yang merupakan factor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri seseorang tersebut (kondisi intrinsik) antara lain:
1. Prestasi yang diraih (achievement) 2. Pengakuan orang lain (recognition)
3. Tanggungjawab (responsibility) 4. Peluang untuk maju (advancement) 5. Kepuasan kerja itu sendiri (the work it self) 6. Kemungkinan pengembangan karir (the possibility of growth)
Sedangkan faktor pemelihara (maintenance factor) disebut juga hygiene factor merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman dan kesehatan. Faktor ini juga disebut dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang merupakan tempat pemenuhan kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke dalam fal
1. Kompensasi 2. Keamanan dan keselamatan kerja 3. Kondisi kerja
28
4. Status 5. Prosedur perusahaan 6. Mutu dari supevisi teknis dari hubungan interpersonal di antara teman sejawat, dengan atasan, dan dengan bawahan.
2.2. Kelelahan (Fatigue) 2.2.1. Pengertian Kelelahan (Fatigue) lstilah " Kelelahan" pertama muncul pada abad 16 sebagai uraian dari tugas membosankan; suatu perasaan/pengerlian yang berlaku di dalam terminologi militer. Pada awal abad 19, pemakaiannya mulai bergeser. Hidup modern yang begitu cepat dan menggembirakan, dan teknologi-teknologinya khususnya pembuatan jalan kereta api -- yang merasa digusarkan antara kegembiraan dan ketakutan.
Pada tahun 1857, Dokter Perancis E. A. Duschene mengenali sakit yang dilaporkan oleh pengarah kereta sebagai "la maladie des mecaniciens"radang sendi disebabkan oleh getaran lokomotif. Sadan 'Penumpang' tidak bisa menghadapi beberapa jam dalam getarnn, otot melelahkan dan organ badan berhubungan dengan perasaan melelahkan. Minat baru di dalam hasil diagnosa "kelelahan dalam kereta api' dinyatakan manakala jalan kereta api
29
perusahaan lnggris menjadi bertanggung jawab untuk keselamatan alas mereka para penumpang pada tahun 1864.
Definisi fatigue menurut Chaplin (2000) dalam kamus lengkap psikologi adalah berkurangnya kemampuan untuk melakukan pekerjaan; satu perasaan subjektif, kelelahan setelah melakukan pekerjaan yang lama sekali atau setelah mengalami ketegangan syaraf yang lama. Menurut The Centers for Disease Central, AS, seperti yang dikutip oleh Harton() (2001) yang
dimaksud sindrom kelelahan kronis (CFS.I Chronic Fatigue Syndrom) adalah sebuah kondisi klinis yang merupakan rangkaian beberapa gejala pertanda kelelahan yang persisten sifatnya (www.Tempo.co.id).
Kelelahan manusia kini dikenali diseluruh dunia sebagai hal yang utama penyebab dari kecelakaan, khususnya dalam industri pengangkulan. Kelelahan tidak hanya fisik, llmu faal Victorian menghormati jiwa sebagai sesuatu yang bisa dilelahkan oleh overstimulation badan atau pikiran. Oleh karena itu, kelelahan bukan hanya fisik, tetapi juga mental.
Komisi Dewan Keselamatan Pengangkutan Eropa menggambarkan Kelelahan (Fatigue) sebagai "Kelelahan mengenai keseganan atau ketidakmampuan untuk melanjutkan suatu akti11itas, yang biasanya sebab aktivitas yang terlalu panjang dari pekerjaan yang tengah berlangsung". Dan definisi
30
dari pendapat Perpustakaan lnstitut Kesehatan Nasional Amerika Serikat menggambarkan Fatigue sebagai merasa keletihan, kelelahan, atau ketiadaan energi. Sinonim kelelahan adi;.lah keletihan; kel·esuan dan kelelahan itu sendiri. lnstitusi Kesehatan tersebut mengatakan bahwa kelelahan yang terjadi berbeda dari keadaan mengantuk sebagai suatu rasa kebutuhan untuk tidur, sedangkan kelelahan adalah suatu ketiadaan motivasi dan energi. Keadaan mengantuk dan kelesuan dapat dikatakan sebagai gejala dari kelelahan. Ditambahkan juga, kelelahan bisa merupakan tekanan emosional, kebosanan, atau kekurangan tidur.
Bagaimanapun juga, tidak ada tanda spesifik dari gejala psikologis yang serius ataupun kekacauan fisik. Karena kelelahan merupakan keluhan umum, kadang-kadang suatu penyebab yang serius mungkin tak terdeteksi. lnstitusi Perpustakaan Kesehatan Nasional meniberikan sekilas pemyebab yang umum terjadinya kelelahan : "
Kekurangan darah merah.
•
Kekacauan tidur, seperti kesulitan untuk tidur, atau narcolepsy.
•
Sakit berkelanjutan.
•
Suatu alergi yang memimpin kearah demam karena ah3rgi jerami.
•
Penggunaan alkohol.
"
Duka cita atau tekanan.
31
•
lnfeksi atau peradangan.
•
Gagal jantung.
•
Kencing manis.
•
Penyakit ginjal atau hati kronis.
•
Radang sendi.
"
Kekurangan gizi.
2.2.2. Perbedaan Burnout, Fatigue dan Exhaustion Burnout atau kejenuhan dan kebosanan yang memuncak kini semakin disadari sebagai suatu masalah serius yang mempengaruhi manusia. Menurut Sutjipto (2004), istilah burnout pertama kali diutarakan dan diperkenalkan pada masyarakat oleh Herberi Freudenberger pada tahun 1973, dengan definisi sebagai berikut : " .... a state of fatigue or frustration brought about by devotion to a cause, way of life, or relationship that failed to produce the axpected reward' (Freudenberger dan Richelson, 1980).
Menurut Freudenberger seperti yang dikutip oleh Ningdyah (1999), burnout merupakan suatu keadaan lelah atau frustrasi yang terjadi, karena seseorang bekerja terlalu keras untuk mencapai harapan-harapannya, tanpa memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dirinya sendiri. Sedangkan Jenkins dan Baird seperti dikutip Sukmaningrum (2005), mendefinisikan burnout sebagai:
32
"Burnout adalah kondisi dimana seseorang mengalami kelelahan emosional dan tekanan psikologis akibat keterlibatan jangka panjang pada situasi interpersonal yang menuntut". Definisi burnout yang lebih luas diungkapkan oleh Pines dan Aronson (1988), mendefenisikan burnout sebagai:
"a state of physical, emotional and mental exhaustion caused by long term involvement in situations that are emotionally demanding". Dari definisi tersebut, burnout dipandang sebagai keadaan lelah, yang meliputi kelelahan secara fisik, emosional dan mental karena adanya keterlibatan jangka panjang dalam situasi yang menuntut keterlibatan emosi.
Sedangkan exhaustion dalam kamus lengkap psikologi aclalah satu kondisi metabolis yang terkuras habis, dengan ciri-ciri teramat lelah, kegiatan di bawah normal (underactiv1ty), dan kepekaan minimal terhadap perangsang; keadaan akhir dari sindrom adaptasi, dicirikan dengan pengurasan habishabisan secara metabolis (Chaplin, 2000).
Dari ketiga istilah tersebut, yaitu fatigue, burnout, dan exhaustion memiliki arti yang sama yakni kelelahan. Perbedaannya fatigue terjadi ketika seseorang merasa lelah sebelum pekerjaan atau tugasnya tersebut S•3lesai, dengan kata lain masih banyak pekerjaan atau tugas yang harus diselesaikan, tetapi tenaga yang dibutuhkan sudah habis. Burnout terjadi ketika seseorang merasa lelah akibat adanya tuntutan emosional dalam melakukan pekerjaan
33
atau tugas. Sedangkan exhaustion terjadi ketika seseorang merasa lelah setelah melakukan pekerjaan atau tugasnya, tetapi tidak ada hasilnya.
2.2.3. Karakteristik Fatigue Karakteristik-karakteristik fatigue yang akan diuraikan, masih ada hubungan dengan gejala-gejala yang timbul dari fatigue itu sendiri alas pemahaman secara fisik maupun mental (psikis). Karaxteristik tersebut adalah: •
Hilangnya kesiap-siagaan.
•
Kesukaran memelihara mata untuk tetap focus.
•
Sering menguap.
•
Hilangnya konsentrasi dan berpikir imajinasi.
•
'Mengapung' ketika berjalan diluar.
•
Berubah-ubah (emosi) tak menentu.
•
Memori kadarluasa.
2.2.4. Sindrom Fatigue Hampir seluruh penelitian mengenai fatigue, menggolongkan fatigue sebagai suatu sindrom dengan tiga jenis kelelahim, yaitu kelelahan emosional, fisik dan mental. (caputo, 1991, Pines, 1996).
34
a. Emosi Menurut Pines dan Arronson (seperti dikutip oleh Sutjipto, .2004), bahwa dalam sindrom fatigue, kelelahan emosional dapat ditunjukan oleh rasa bosan, mudah tersinggung, sinisme, perasaan tidak menolong, keluh kesah yang tiada henti, suka marah, gelisah, tidak perduli terhadap tujuan, tidak perduli dengan orang lain, merasa tidak memiliki apa-apa untuk diberikan, sia-sia, putus asa, sedih, tertekan, dan tidak berdaya.
b. Fisik Kelelahan emosional seringkali disertai dengan kelelahan fisik. lndividu yang mengalami fatigue biasanya merasa capek, susah bangun pagi untuk melakukan aktivitas atau susah tidur pada malam hari. Keleilahan fisik muncul sebagai hasil akhir kelelahan emosional dimana individu merasakan habisnya energi untuk menghadapi walaupun hanya 1 hari atau 1 orang lagi.
Menurut Pines dan Aronson, kebanyakan orang mengalami fatigue seperti emosi bertahap terhadap energi yang dimilikinya, dan kelelahan fisik yang dirasakan memang tidak terpisah dari kelelahan mental dan emosional yang menyertainya (dalam Caputo, 1991 ). Pines dan Arronson mengemukakan, bahwa seseorang yang mengalami fatigue biasanya merasa sakit kepala, demam, sakit punggung (rasa ngilu), rentan terhadap penyakit, tegang pada otot leher dan bahu, sering terkena flu, mual-mual, gelisah, dan perubahan
35
kebiasaan makan. Energi fisik dicirikan seperti energi yang rendah, rasa letih yang kronis, dan lemah.
c. Mental Orang yang mengalami kelelahan emosional biasanya juga merasakan berkurangnya kemampuan dalam memusatkan perhatiannya, memecahkan masalah, melakukan penilaian ataupun mengingat sesuatu. Kekurangan ini bukanlah kehilangan kemampuan kognilif yang sesungguhnya, tetapi secara emosional rnenimbulkan gangguan terhadap efektifitas kernampuan individu yang sesungguhnya.
Pines (1996) menyebutkan, bahwa kelelahan mental serin;:i ditandai oleh rendahnya konsep diri dan timbulnya sikap diri yang nerJatif terhadap semua hal yang terjadi dalam sualu hubungan, merasa tidak berharga, rasa benci, rasa gagal, tidak peka, sinis, kurang bersimpati dengan orang lain, cenderung masa bodoh dengan dirinya, pekerjaannya dan kehidupannya, acuh tak acuh, pilih kasih, selalu menyalahkan, kurang bertoleransi terhaclap orang yang ditolong, ketidakpuasan terhadap pekerjaan, merasa tidak cakap, merasa tidak kompeten, dan tidak puas dengan jalan hidup.
36
2.3 Beban Kerja Mental (Mental Workload) 2.3.1 Pengertian Beban Kerja Mental (Mental Workload) Beban kerja adalah istilah yang mencakup dimensi yang sangat luas tentang aktivitas manusia, tetapi istilah beban kerja mental (mental workload) dibatasi pada aktivitas mental yang utama saja, dimana koordinasi aktivitas fisik seperti kelelahan otot tidak diperhitungkan sebagai factor yang panting. Namun konsep tentang beban kerja mental itu sendiri rnasih sulit didefinisikan secara tepat karena sifatnya yang multidimensi dan multidisiplin.
Beban kerja mental umumnya dihubungkan dengan stressor dan efek-efek yang ditimbulkannya. Stressor itu sendiri dapat berasal dari aspek fisik (lingkungan kerja, pakaian, suhu, dll) atau dapat juga dari aspek-aspek psikologis dan organisasi (gangguan ritme circadian, tekanan personal, atau gaya manajemen). lni berarti sulit memisahkan antara beban kerja fisik dan beban kerja mental. Sama sulitnya seperti memisahkan aspeik kognitif dan emosional dai beban kerja mental (Singleton, 1989). Henry R Jex merumuskan bahwa beban kerja mental adalah penilaian operator tentang margin yang timbul dari beban atensi (antara kapasitas kerja operator dan tuntutan tugasnya) ketika sedang melakukan suatu tugas tertentu (dalam Hancock and Meshkati, 1988):
37
Mental workload is the operator's evaluation of the altentional load margin (between their motivated capacity and the current task demand) while achieving adequate task performanc€1in a missionrelevant context. (dalam Hancock and Meshkati, 1988: 11 )
Lebih lanjut Wickens & Hollands (2000) menegaskan konsep beban kerja mental sebagai "relationship between resources supply and task demand', hubungan antara kemampuan kerja dan tuntutan tugas. Artinya, beban kerja mental merupakan garnbaran tentang kesenjangan antara tugas definitive dengan pelaksanaannya dilapangan. Maka beban kerja mental dalam penelitian ini didefinisikan sebagai diskrepansi antara performa yang ditampilkan operator untuk melakukan suatu tugas, dibandingkan dengan tingkat performa sesuai tuntutan tugas. Dan karena pengukuran beban kerja mental dilakukan berdasarkan penilaian subyektif operator terhadap beban kerjanya, maka dikatakan bahwa penelitian ini mengukur p13rsepsi beban kerja mental.
Para disainer system menyadari bahwa optimalnya perforrna manusia bukanlah semata bicara tentang bagaimana mendisain sistem yang canggih. Yang terpenting adalah bagaimana mendisain system agar dapat mengoptimalkan sumber daya manusia, baik mental dan fisik, yang terbatas. Berikut ini diuraikan proses mental individu dalam mengolah informasi. Pemahaman akan proses ini akan membantu memperjelas pengertian tentang proses terjadinya beban kerja.
38
2.3.2 Sistem Pemprosesan lnformasi pada Manusia Model pemprosesan informasi manusia pertama kali diperkenalkan oleh Atkinson dan Shiffrin (1977). Dari sinilah konsep-konsep mengenai sensory memory, memori jangka pendek, memof"i jangka panjang, berikut prosesproses seperti encoding, retrieval, dan recall, pertama kali 1jiperkenalkan (Benyamin, Jr., Hopkins, Nation, 1987). Namun model pemprosesan informasi Atkinson & Schiffrin ini belum menjelaskan lebih detail tentang pemprosesan informasi pada aktivitas berpikir manusia yang kompleks. Untuk itu, sebagai kerangka pemikiran yang melandasi analisis dalam skripsi ini, digunakan model pemprosesan informasi manusia dari Wickens & Hollands (2000) sebagai berikut :
Gambar 2.6. Model Pemprosesan lnformasi dari Wickens&Hollands (2000)
39
Model ini menganalisis tahap-tahap pemprosesan informasi pada manusia dalam situasi yang lebih kompleks. Berikut diuraikan penjelasan tentang proses yang terjadi pada tiap-tiap tahapan disertai dengan contoh kasus. Wickens & Hollands mengambil contoh aktivitas supir truk saat mengendarai truk dijalan raya. Namun, untuk memperjelas pemahaman, penjelasan dalam skripsi ini menggunakan contoh aktivitas karyawan yang siap melayani konsumen.
Proses Penginderaan. Setiap informasi dan peristiwa dari iingkungan sekitar harus memperolel1 akses untuk mencapai otak agar bisa diproses. Karyawan harus melihat konsumen untuk tahu bahwa konsumen sudah masuk sekitar area pelayanan produk. Untuk itu property indera baik visual maupun pendengaran Uuga indera-indera lainnya) harus bekerja dengan baik dan menangkap seluruh informasi itu lalu menyampaikannya ke otak. lndera penerima ini terhubung erat dengan mernori jangka pendek manusia. Mekanisme kerja memori tipe ini temporer dan hanya mampu mempertahankan representasinya di otak sekitar 1 - 1,5 detik (untuk visual). Dan 2 - 4 detik (untuk pendengaran).
Persepsi. Proses penginderaan adalah penting namun kurang sesuai bagi efektifitas performa manusia. Data mentah dari indera yang disampaikan ke otak harus diinterpretasi, dan diberi makna, melalui tahapan yang disebut
40
persepsi. Setelah melakukan proses persepsi, penginderaan tadi dipahami karyawan sebagai tanda bahwa konsumen telah berada dibawah kendalinya.
Proses persepsi mempunyai dua karakter yang amat penting. Pertama, proses dilakukan secara langsung dan cepat (hanya butuh sedikit atensi). Kedua, proses dilakukan simultan baik oleh input-input dari indera (bottom-up
processing), dan oleh input-input dari memori jangka panjang yang berisi ekspektasi manusia tentang peristiwa apa yang terjadi (top down processing).
Kecepatan dan otomatisasi dari proses persepsi inilah yan1;1 membedakannya dari proses operasi kognitif. Ketika karyawan melillat sekitar area pelayanan terhadap konsumen tanpa diikuti perubahan suatu indikator tertentu, ini disebut operasi persepsi. Namun ketika dia telah menyadari bahwa perhatian tersebut tanpa perubahan indikator tertentu berarti ada error pada sistem perhatian tersebut, ini disebut operasi kognitif.
Persepsi sebagiannya ditentukan oleh stimulus yang datan9, dimana input dari lingkungan ini dianalisis lalu disampaikan oleh indera penerima melalui kanal-kanal syaraf informasi ke otak. lni sebabmya proses dinamakan
bottom-up proccessing. Ketika sumber-sumber data dari indera penerimanya amat sedikit, atau bekerja dengan lemah, proses persepsi dikendalikan oleh ekspektansi manusia atas peristiwa itu berdasarkan pengalamannya selama
41
ini, yang diambil dari memori jangka panjang. Proses persepsi ini dinamakan top-down proccessing (Rummelhart, 1977). Kedua proses baik bottom-up
maupun top-down bekerja sama dengan harmonis, sehingga menghasilkan kerja persepsi yang cepat dan akurat.
Kognisi dan Memori. Batas antara persepsi dan kognisi
s1~ringkali
kabur
karena keduanya punya efek yang sama terhadap tingkah laku (action). Satu hal yang membedakannya hanyalah bahwa pada proses kognisi dibutuhkan lebih banyak waktu, usaha mental atau perhatian. lni karena operasi kognitif (mengingat, menalar, mengkalkulasi, dsb) dilakukan dengan menggunakan working memory (Baddeley, 1986), suatu kumpulan informasi yang bisa
diaktifkan sewaktu-waktu. Cirinya adalah bahwa aktivitas ini dilakukan dengan sadar dan bersifat meminta informasi, sementara sumber-surnber yang tersedia amat terbatas (Norman & Bobrow, 1975). Karena sifat yang rentan, operasi working memory ini amat mudah diinterupsi atau diganggu aktivitas mental yang lain.
Beberapa data yang dibutuhkan dalam working memory kadang tersimpan di tempat yang lebih mapan, yaitu Long Term Memory (L TM). lnformasi yang tersimpan di sini biasanya adalah jenis informasi yang merupakan hasil belajar seseorang.
42
Seleksi Respon dan Eksekusi. Pemahaman akan situasi lingkungan yang
diperoleh melalui persepsi dan proses kognisi sesudahnya akan memicu tindakan berikut yaitu pemilihan respon. Ada perbedaan ant:sra pemilihan respon dengan pemilihan tindakan. Yang terakhir ini menunl.ut adanya koordinasi otot yang akan mengontrol gerak, untuk menyakinkan bahwa gerak yang diharapkan benar-benar tercapai. Yang sering teirjadi adalah seleksi respon tidak ditindaklanjuti dengan eksekusi yang baik dikarenakan berbagai keterbatasan, baik fisik si karyawan rnaupun perhatian yang ada disekitar.
Umpan Balik. Adanya pola berulang (loop) umpan balik di model ini
mengindikasikan bahwa eksekusi tindakan yang terpilih tadi telah dipelajari
(learned) konsekuensi-konsekuensinya oleh karyawan. Pilihan tindakantindakan itu akan mempengaruhi system dimana manusia ini berinteraksi. Sebaliknya, system dan lingkungan juga ikut memberikan andil dalam membentuk pilihan tindakan yang dieksekusi oleh manusia.
Atensi. Komponen terakhir dari model ini adalah atensi (attention). Banyak
operasi mental yang tidak berjalan secara otomatis melainkan memang sudah merupakan hasil seleksi. Kapasitas perhatian yang !Eirbatas ini menyebabkan karyawan harus mengembangkan strateginya masing-masing
43
untuk membagi perhatiannya pada beberapa operasi mental sekaligus (Gpher, 1993, Kahneman, 1973).
Demikian penjelasan tentang model pemprosesan informasi manusia menurut Wickens & Hollands. Selanjutnya beranjak pada pembal1asan mengenai bagaimana proses l
2.3.3 Proses Terjadinya Beban
Kt~rja
Beban kerja timbul !<arena adanya keterbatasan dalam kemampuan manusia memproses informasi yang dia terima. Dalam psikologi ini clil<enal dengan fenomena "battleneck theorj'. Limitasi dalam kemampuan atensi manusia menunjukkan adanya kemandegan (battleneck) dalam kemampuan memproses informasi. V'Jickens & Hollands (2000) menuturl
Atensi Sefel
•
Atensi Terfokus (Focused Attention). Pada waktu-waktu tertentu kita gaga! berkonsentrasi pada satu sumber informasi di lingkungan -
44
terkecuali kita memang sangat terdorong untuk melakukannya - manusia condong mudah terganggu konsentrasinya. Perbedaan antara gaga! menyeleksi dan atensi yang terfokus adalah pada kasus yang pertama, intensi mengerjakannya ada, hanya saja pilihan tindakannya tidak tepat. Pada yang kedua, kegagalan tadi disebabkan adanya stimulus yang lebih kuat dari tempat lain (Yantis, 1993). ~
Atensi yang Terbagi (divided attention). Ketika masalah terjadi pada atensi yang terfokus tadi, sebagian dari atensi kita secara tidak disengaja terarah pada stimuli yang tidal< kita harapkan untuk diproses. Sedangkan bila masalah itu terjadi pada atensi yang terbagi, kita ticlak mampu membagi atensi kita diantara berbagi stimuli itu, karena kita ingin mengerjakan semuanya. Artinya, batas kemampuan a!Emsi manusia dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk menampilkan time-share (bagi waktu) terhadap tugas-tugasnya dan kadang juga dapat menggambarkan daya integrasi seseorang memproses informasi dari banyak sumber sekaligus.