I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang Pepaya merupakan salah satu komoditi buah penting dalam perekonomian Indonesia. Produksi buah pepaya nasional pada tahun 2006 mencapai 9.76% dari total produksi buah pepaya dunia atau 32.68% dari total produksi buah pepaya di Asia. Total produksi pepaya menempati urutan ke-9 produksi buah-buahan di Indonesia setelah pisang, jeruk, mangga, nenas, salak, rambutan, durian dan nangka. Produksi buah pepaya di Indonesia menurut data Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2009 mencapai 772 844 ton, meningkat sebesar 18.3 % dari tahun 2008 sebesar 653 276 ton. Sentra produksi di Jawa Timur, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Tengah dan Lampung (FAO, 2010). Pepaya yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah kultivar-kultivar dengan buah besar, antara lain Dampit, Bangkok, Jingga, dan Paris. Selain menyukai tipe pepaya berbuah besar, konsumen pepaya Indonesia lebih memilih buah yang berasal dari bunga hermafrodit dengan bentuk buah lonjong (elongata). Sejak tahun 1990-an, kultivar-kultivar dengan buah kecil dengan bobot kurang dari 1 kg/buah yang memiliki rasa manis mulai diusahakan dalam jumlah terbatas dan dipasarkan dengan harga lebih tinggi dari harga pepaya ukuran besar dengan bobot buah > 1 kg. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan pepaya secara umum adalah: produktivitas masih rendah, beberapa varietas unggul yang ada tidak disukai konsumen karena mutu buah belum optimum, kadar kemanisan rendah atau warna daging buah tidak menarik, varietas unggul yang bersifat genjah masih jarang dan benih bukan merupakan galur murni. Dilain pihak hal yang perlu diketahui oleh para peneliti untuk pengembangan pepaya di Indonesia saat ini adalah tantangan faktor iklim yang tidak menentu yang dapat mengakibatkan perubahan ekspresi seks bunga hermafrodit menjadi bunga pentandria yang dapat menurunkan produksi dan mutu buah. Selain itu meningkatnya serangan hama kutu putih (Paracoccus marginatus) dan penyakit antraknosa (Colletotrichum gloeosporoides), merupakan faktor lain yang perlu diatasi. Dari permasalahan umum yang dihadapi pada pengembangan pepaya di atas, upaya untuk meningkatkan mutu buah yang belum optimum dapat dipelajari
2
melalui penelitian dalam lingkup teknik budidaya tanaman. Faktor mutu, bentuk dan ukuran buah sangat menentukan nilai ekonomi buah pepaya. Penetapan mutu baku pepaya ekspor yang ketat menyebabkan ekspor buah pepaya dari Indonesia masih rendah dan baru mencakup ke negara-negara tetangga di Asia, karena pepaya produksi Indonesia jarang yang dapat memenuhi mutu baku tersebut. Pasar ekspor menuntut keseragaman buah (mutu, bentuk dan ukuran) dan kontinuitas ketersediaan. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2007) dan Direktorat Mutu dan Standardisasi (2009) ketentuan minimum yang harus dipenuhi buah pepaya untuk diperdagangkan ialah: buah utuh, penampilan segar, padat (firm), bebas dari (benda asing dan aroma asing, hama dan penyakit, memar, kerusakan mekanis) dan layak konsumsi. Ukuran buah < 1 kg termasuk ke dalam kode ukuran buah 6, 7, 8, 9, 10; dan ukuran buah > 1 kg termasuk ke dalam kode ukuran buah 1, 2, 3, 4, 5. Mutu buah pepaya digolongkan ke dalam tiga kelas, yaitu: kelas super, kelas A dan kelas B. Kelas super merupakan kelas pepaya bermutu paling baik yang mencerminkan ciri varietasnya dan bebas dari kerusakan yang mempengaruhi mutu dan penampilan buah secara umum. Kelas A merupakan kelas pepaya bermutu baik dengan tingkat kerusakan total maksimum 10% dari luas permukaan kulit dan tidak mempengaruhi mutu daging buah. Kelas pepaya B mentolerir penyimpangan faktor-faktor mutu seperti: penyimpangan bentuk, penyimpangan warna dengan kerusakan total maksimum 15% dari luas permukaan kulit dan tidak mempengaruhi mutu daging buah. Permasalahan mutu buah pepaya yang belum optimum disebabkan oleh beragamnya buah yang dihasilkan sehingga tidak memenuhi standar mutu SNI. Keberagaman buah pepaya tersebut meliputi bentuk buah (bulat dan lonjong) yang sangat dipengaruhi oleh ekspresi seks bunga, dan ukuran buah. Keberagaman mutu baik dari sisi penampilan (warna) dan kualitas kimia buah disebabkan oleh belum adanya ketentuan kriteria pemanenan (indeks kematangan buah) yang dapat dijadikan acuan. Permasalahan mutu buah yang pertama adalah bentuk buah terkait dengan sifat ekspresi seks tanaman. Ekspresi seks tanaman pepaya ditentukan oleh faktor genetik: ‘M1‘ yang dominan untuk sifat jantan, ‘M2‘ yang dominan untuk sifat hermafrodit, dan ‘m‘ yang resesif untuk sifat betina. Dengan demikian genotipe
3
tanaman jantan adalah ‘M1m’ dan tanaman hermafrodit ‘M2m’ yang keduanya heterosigot, genotipe tanaman betina adalah homosigot ‘mm’. Ekspresi seks tanaman menentukan bentuk buah yaitu: bentuk lonjong yang dihasilkan dari bunga hermafrodit dan bentuk buah membulat yang dihasilkan dari bunga betina. Permasalahan dalam mutu pepaya yang terkait juga dengan eskspresi seks tanaman ialah sifat penyerbukannya. Tanaman pepaya secara umum digolongkan ke dalam kelompok tanaman menyerbuk silang, walaupun dilaporkan ada beberapa kultivar yang menyerbuk sendiri. Menurut Cruden (1977); Frankel dan Galun (1977) pada bunga yang memiliki tingkat kematangan serbuk sari dan reseptivitas stigma yang terjadi bersamaan sebelum bunga membuka (kleistogami) dan ratio antara jumlah serbuk sari dengan jumlah ovul rendah memungkinkan terjadinya penyerbukan sendiri. Menurut Rodriguez et al. (1990) pepaya tipe Solo mempunyai stigma bunga hermafrodit dan bunga betina yang bersifat reseptif sebelum dan setelah bunga antesis sehingga memungkinkan persentase biji yang berasal dari penyerbukan sendiri tinggi. Paterson et al. (2007) mengemukakan bahwa walaupun tanaman pepaya hermafrodit melakukan penyerbukan sendiri, tetapi karena ukuran stigma bunga dan anter besar sehingga sangat besar kemungkinan tanaman pepaya melakukan penyerbukan silang. Hasil penelitian Damasceno Jr. et al. (2009) menggolongkan penyerbukan pepaya ke dalam penyerbukan sendiri yang bersifat fakultatif dengan tingkat penyerbukan silang rendah. Permasalahan kedua dalam mutu buah yaitu standar mutu yang belum terpenuhi karena belum adanya informasi yang memadai untuk menentukan kriteria pemanenan dan faktor yang mempengaruhinya sehingga belum dapat dihasilkan buah pepaya yang bermutu optimum. Kriteria panen pepaya buah perlu dirumuskan, karena keragaman buahnya yang sangat tinggi yang terkait dengan ekspresi seks tanaman dan tipe penyerbukannya. Oleh karena itu, dari kedua permasalahan mutu dalam buah pepaya di atas tersirat bahwa bunga pepaya dan karakteristik penyerbukan bunganya sangat menentukan mutu buah pepaya. Tanaman pepaya mempunyai sifat pembungaan yang berbeda dengan tipe pembungaan tanaman buah lainnya. Pepaya tipe dioecious mempunyai ekspresi seks bunga betina (pistillate) pada pohon betina
4
dan bunga jantan (staminate) pada pohon jantan. Pepaya tipe gynodioecious mempunyai ekspresi seks bunga betina dan bunga hermafrodit pada pohon hermafrodit dan bunga jantan pada pohon jantan. Ekspresi seks bunga dan jenis pohon yang demikian, menyebabkan permasalahan dalam pemuliaan pepaya. Usaha perbaikan tanaman pepaya melalui pemuliaaan dengan persilangan konvensional akan menghasilkan tanaman hermafrodit yang bersifat heterozygot. Sifat ini akan menghasilkan ketidakseragaman bentuk buah. Buah yang dihasilkan dari bunga dan tanaman hermafrodit berbentuk lonjong dan buah dari bunga dan tanaman betina berbentuk membulat, yang akan mempengaruhi keseragaman buah yang menentukan mutu buah dan di beberapa lokasi sentra pepaya dapat mempengaruhi nilai ekonominya. Permasalahan dalam standar mutu buah pepaya terkait dengan persoalan penentuan stadia kematangan, penentuan umur petik dan waktu simpan buah yang terbaik untuk dikonsumsi. Umur petik buah pepaya di lapangan berdasarkan stadia kematangan menentukan mutu buah pepaya pada saat dikonsumsi. Herrero et al. (1988) mengemukakan bahwa perkembangan buah dipengaruhi oleh keberhasilan penyerbukan pada stigma sampai pembentukan biji pada buah dan banyak proses terjadi yang melibatkan interaksi antara bagian-bagian bunga jantan dan bunga betina. Jumlah serbuk sari dan bakal biji yang terbuahi akan menentukan perkembangan buah. Dari permasalahan yang terkait dengan mutu buah pepaya tersebut, maka perlu dilakukan penelitian yang dilengkapi dengan pengamatan morfologi bunga, ritme pertumbuhan bunga; viabilitas dan pertumbuhan tabung sari; penyerbukan bunga yang menentukan pembentukan dan perkembangan buah pepaya; serta karakter pematangan yang menentukan mutu buah pepaya. Melalui serangkaian penelitian
ini diharapkan dapat diketahui mekanisme penyerbukan bunga
sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk mengendalikan mutu buah pepaya.
Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini ialah mengetahui keragaan morfologi bunga, penyerbukan dan perkembangan buah untuk mengendalikan mutu buah pepaya IPB. Tujuan khusus dari penelitian ini ialah:
5
1. Memperoleh informasi tentang keragaan morfologi bunga pepaya. 2. Mengetahui fisiologi pembungaan pepaya IPB melalui viabilitas dan pertumbuhan tabung sari pepaya. 3. Mengetahui pengaruh penyerbukan terhadap pembentukan dan perkembangan buah pepaya. 4. Memperoleh informasi tentang stadia kematangan buah dan pengaruhnya terhadap mutu. 5. Mengetahui mutu buah pepaya IPB pada stadia kematangan tertentu. 6. Mengetahui umur petik dan waktu simpan untuk mendapatkan mutu buah optimum.
Kerangka Berpikir Pepaya merupakan salah satu buah tropika Indonesia yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi buah sumber gizi masyarakat. Buah pepaya mengandung vitamin A, vitamin C serta mineral terutama kalsium. Selain sebagai sumber gizi yang potensial, pepaya tergolong tanaman tidak bermusim, sehingga buah tersedia setiap saat harganya juga relatif murah dan terjangkau. Peran pepaya dalam menunjang pengembangan buah-buahan Indonesia dari lingkup teknik budidaya secara garis besar disajikan dalam kerangka pemikiran (Gambar 1). Berdasarkan hasil pengamatan PKBT-LPPM IPB (2004) maka tipe pepaya yang diinginkan produsen buah pepaya ialah: memiliki sifat pohon pendek (dwarf), masa pembungaannya genjah, produktivitas tinggi, warna daging buah jingga sampai merah, edible portion tinggi, rasanya manis dan tahan terhadap hama dan penyakit. Dalam rangka menunjang pengembangan pepaya, Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) IPB telah mengembangkan tiga kategori pepaya yang digunakan dalam penelitian. Genotipe pepaya yang dihasilkan diantaranya genotipe IPB 1, IPB 3 dan IPB 4 yang dikategorikan sebagai pepaya kecil; IPB 5, IPB 9 dan IPB 10 yang dikategorikan sebagai pepaya sedang serta IPB 2, IPB 7 dan IPB 8 yang dikategorikan sebagai pepaya besar. Pepaya genotipe IPB 1 merupakan pepaya berperawakan pendek dan buahnya berukuran kecil yang dikembangkan oleh PKBT IPB dari kultivar introduksi. Menurut Sujiprihati dan Suketi (2009) pepaya genotipe IPB 1 mempunyai bobot buah
6
605±167 g, panjang buah 14.1±1.6 cm, dan diameter buah 10.1± 0.7 cm. Pepaya genotipe IPB 2 adalah salah satu genotipe juga yang dikembangkan dari kultivar introduksi. Buah pepaya genotipe IPB 2 tergolong kategori pepaya berbuah besar, mencapai matang pada 150 hari setelah antesis dengan bobot buah 1 333.3 ± 280.4 kg/buah. Permasalahan penting dalam pengembangan mutu buah pepaya dapat dipelajari dari teknik budidaya. Permasalahan pertama yaitu dari sisi genotipe ekspresi seks tanaman yang menghasilkan variasi dalam karakter fisik buah (bentuk dan ukuran) dan karakter kimia buah (mutu). Dalam teknik budidaya, cara pembiakan yang efisien untuk tanaman pepaya adalah dengan penanaman benih, sehingga menghasilkan tanaman yang beragam terutama dalam ekspresi seks tanaman. Ekspresi seks tanaman sangat mempengaruhi mutu buah yang dihasilkan, terutama dalam bentuk dan ukuran buah. Permasalahan kedua pada tanaman pepaya yang terkait dengan rendahnya mutu buah karena kurangnya pengetahuan dan informasi tentang karakter pematangan dan pasca panen buah, sehingga belum ada standar atau indikator pemanenan yang dapat dijadikan acuan untuk melakukan pemanenan yang tepat. Belum adanya kriteria panen yang baku, menyebabkan penanganan pasca panen yang belum optimum untuk menghasilkan buah pepaya yang memenuhi standar mutu. Dari permasalahan yang ada tersebut, maka dilakukan studi pada pepaya. Permasalahan pertama tentang pembungaan pepaya yang unik ini diteliti dengan mempelajari karakter komponen-komponen bunga, karakter penyerbukan dan karakter masing-masing seks tanaman serta morfologi buah. Dalam studi ini juga dipelajari tentang berbagai pengendalian penyerbukan bunga yang melibatkan pepaya kategori buah kecil dan besar untuk memperoleh buah dengan bentuk, ukuran dan mutu konsumsi yang baik. Permasalahan kedua tentang karakter pematangan dan pasca panen buah dipelajari dengan studi stadia kematangan dan penyimpanan serta studi mutu buah pasca panen sehingga diharapkan diperoleh standar indikator panen buah pepaya.
7
PEPAYA Potensial sebagai buah utama Menunjang pengembangan buah-buahan Indonesia
MULTIFUNGSI PEPAYA
Buah manis, Sumber Vit A, Vit C, Kalsium Tersedia setiap saat, tanpa musim Harga relatif murah dan terjangkau
PEPAYA HASIL PEMULIAAN IPB Preferensi Konsumen Produktivitas dan Kualitas Tinggi Tiga Kategori Ukuran Buah (Kecil, Sedang, Besar)
Tantangan
BENTUK BUAH BETINA DAN HERMAFRODIT
MUTU BUAH
Buah Bervariasi
Standar Mutu
Sifat Ekspresi Seks Tanaman
Tipe Penyerbukan
Stadia Kematangan
Umur Petik
Morfologi Bunga dan Mekanisme Penyerbukan diketahui
Bentuk dan Keragaan Buah Optimum
Mutu Buah Optimum
MUTU BUAH SESUAI PREFERENSI
Indeks Panen Optimum
Gambar 1. Kerangka pemikiran
Waktu Simpan
8
Gabungan dari kedua studi di atas diharapkan bermanfaat untuk merakit kultivar pepaya yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Oleh karena itu untuk menunjang tujuan pengembangan pepaya dilakukan serangkaian penelitian yang digambarkan dalam alur penelitian (Gambar 2). Pada bagian awal disertasi yaitu pada bagian studi morfologi, pertumbuhan dan penyerbukan bunga pepaya, dilakukan tiga penelitian tentang: morfologi bunga, pertumbuhan tabung sari, dan penyerbukan bunga dan perkembangan buah pepaya. Hubungan antara daya berkecambah serbuk sari dan kecepatan pertumbuhan tabung sari dapat dijadikan parameter dugaan keberhasilan proses pembuahan pada pepaya. Pengaruh penyerbukan terhadap mutu buah pepaya diamati dengan melakukan percobaan penyerbukan pada buah hermafrodit dan betina genotipe IPB 3 (buah kategori kecil) dan pada buah hermafrodit genotipe IPB 2 (buah kategori besar). Percobaan penyerbukan dilakukan dengan melakukan modifikasi baik pada organ jantan (benang sari), organ betina (stigma) maupun pada keduanya. Morfologi Bunga, Penyerbukan dan Perkembangan Buah Pepaya
Studi Morfologi dan Fisiologi Pertumbuhan Bunga dan Buah Pepaya
Studi Mutu Buah Pepaya Mutu Buah Pepaya pada Stadia Kematangan Berbeda
Morfologi dan Pertumbuhan Bunga Pepaya
Mutu Buah Pepaya IPB
Viabilitas dan Pertumbuhan Tabung Sari Pepaya
Mutu Buah Pepaya pada Umur Petik dan Waktu Simpan Berbeda
Penyerbukan Bunga dan Perkembangan Buah Pepaya
Mekanisme Penyerbukan dan Mutu Buah Pepaya Gambar 2. Alur dan output penelitian pepaya
9
Pengamatan mutu buah pepaya untuk tujuan konsumsi segar dilakukan pada stadia kematangan IV (dari enam stadia kematangan buah pepaya) atau pada saat persentase warna kuning pada kulit buah 75%. Metode pengamatan pada percobaan sebelumnya mengenai mutu diterapkan pada percobaan untuk mengetahui mutu buah pepaya genotipe IPB 1, IPB 2A, IPB 3, IPB 3A, IPB 4, IPB 7, IPB 8, dan IPB 9. Diharapkan output penelitian ialah mengetahui mekanisme penyerbukan dan mutu buah pepaya berdasarkan pengetahuan morfologi bunga, penyerbukan, perkembangan buah serta mutu pada stadia kematangan dan waktu simpan buah. Dari hasil serangkaian penelitian ini diharapkan dapat menjadi jembatan peluang serta kesempatan untuk menghasilkan buah pepaya sebagai buah lokal yang memenuhi preferensi konsumen sehingga dapat menggeser buah-buahan impor yang sekarang memenuhi pasar buah di kota-kota besar Indonesia. Manfaat yang secara tidak langsung didapat adalah akan lebih banyak lagi petani menanam pepaya yang bermutu baik sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani.