I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Resin komposit merupakan salah satu material yang paling populer dalam dunia kedokteran gigi karena sifat estetisnya yang sangat baik, kekuatan yang adekuat, dan kemampuannya dalam berikatan dengan dentin atau email. Kepopuleran resin komposit berhubungan dengan tingginya tuntutan pasien akan restorasi sewarna gigi (Tuncer dkk., 2013). Menurut Powers dan Sakaguchi (2006) resin komposit adalah salah satu bahan restorasi yang bisa digunakan untuk menggantikan struktur gigi yang hilang, juga untuk mengoreksi warna serta bentuk gigi. Annusavice (2004) mengatakan bahwa resin komposit terdiri dari matriks resin, bahan pengisi, bahan pengikat dan inisiator. Saat ini resin komposit telah diklasifikasi menjadi beberapa kelompok, klasifikasi resin komposit pertama kali di perkenalkan oleh Lutz dan Phillips (Yew, 2011). Klasifikasi ini berdasarkan ukuran rata-rata partikel pengisinya. Resin komposit dikelompokan menjadi macro-filler (besar partikel antara 0,1-100 µm), micro-filler (besar partikel 0,04 µm) dan hybrid (besar partikel bervariasi). Menurut Dewi dkk. (2012) bahan resin komposit jenis hybrid (hibrida) saat ini sering digunakan karena kehalusan permukaanya yang lebih baik dari jenis resin komposit partikel kecil, estetik setara dengan komposit berbahan mikro untuk penggunaan restorasi anterior dan kekuatan kompresif yang tinggi hampir
1
sama dengan sifat wear resistance amalgam, karena itu resin komposit jenis hibrida dapat digunakan sebagai restorasi anterior. Keunggulan lainnya adalah warna yang mirip struktur gigi, shrinkage (penyusutan material) yang rendah, absorbsi cairan rendah, dapat dipoles tekstur permukaannya, serta abrasi dan ketahanan pemakaian sama dengan struktur gigi. Dewi dkk. (2012) juga mengatakan resin komposit ini dapat mengalami perubahan warna selama pemakaian. Resin komposit yang diklasifikasikan sebagai resin komposit hibrida mengandung partikel koloidal silika dengan ukuran yang bervariasi, antara 1µm hingga 5µm dengan muatan bahan pengisi mendekati 75% dari beratnya. Komposit hibrida dibuat untuk mengurangi kelemahan dari sifat komposit mikrofil (kekuatan mekanis yang rendah) dan komposit makrofil (estetis yang buruk dan pemakaian yang berkepanjangan) (Yew, 2011). Mikrohibrid merupakan generasi kedua dari resin komposit hibrida, pengembangan ini dimaksudkan agar resin komposit mikrohibrid memiliki kehalusan permukaan seperti resin komposit mikrofil serta kekuatan yang tinggi. Hal ini menjadikan resin komposit mikrohibrid sebagai pilihan banyak dokter gigi. Seperti yang dilaporkan oleh Ibrahim dkk. (2009) bahwa resin komposit jenis mikrohibrid merupakan tipe yang umum digunakan karena estetisnya yang baik, terutama di klinik gigi HUSM, Kelantan. Teknologi nano telah banyak dikembangkan saat ini. Pengembangan resin komposit dengan partikel berukuran nano menjadi alternatif dari resin komposit mikrohibrid yang telah banyak digunakan. Tidak seperti partikel resin
2
komposityang bahan pengisinya berukuran dari satu sampai beberapa mikron, partikel nano dibuat dalam tingkatan molekular. Resin komposit nanofil memiliki bahan pengisi dengan ukuran antara 0,1 hingga 100nm. Bahan resin ini memiliki beberapa keunggulan seperti meningkatnya jumlah bahan isian sehingga ruangan yang kosong menurun dalam matriks resin dan terjadi peningkatan ikatan antara gigi dan material restoratif serta peningkatan kekuatan material dan ketahanannya (Park dkk., 2010). Firiyani dkk. (2012) mengatakan resin komposit nano partikel memiliki kelebihan, diantaranya estestis dan hasil setelah dipolis yang lebih baik dari resin komposit sebelumnya. Resin komposit nano partikel dapat mengurangi pengerutan ketika polimerisasi dan mengurangi penyerapan air oleh matriks resin komposit. Penyerapan air dapat menyebabkan perubahan struktur resin yang diikuti dengan perubahan fisik, seperti perubahan warna.Fontes dkk. (2009) menunjukkan bahwa hampir tidak adanya perubahan warna secara visual pada resin komposit nano partikel setelah direndam dalam minuman kopi selama 7 hari. Material restorasi estetis haruslah terlihat yang mirip dengan gigi asli, sehingga perubahan warna merupakan penyebab utama untuk mengganti restorasi (Tuncer dkk., 2013). Diskolorasi pada restorasi estetis dapat disebabkan oleh faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang dapat menyebabkan diskolorasi diantaranya adalah sistem foto inisiator, sistem resin dan kualitas polimer serta tipe dari bahan filler (pengisi). Faktor ekstrinsik yang mungkin menyebabkan diskolorasi adalah adanya degradasi superfisial dan
3
absorbsi dari agen pewarna pada lapisan superfisial dari resin komposit (Rajkumar dkk.,2011). Santos dkk. (2003) dan Omata dkk. (2006) mengemukakan bahwa stabilitas warna pada tumpatan adalah sifat yang bergantung pada faktor seperti polimerisasi dari material dan kebiasaan pasien dalam mengkonsumsi makanan yang mengandung bahan pewarna, kebersihan mulut yang buruk dan penggunaan obat kumur. Pada beberapa studi telah dikatakan bahwa stabilitas warna pada resin komposit dapat dipengaruhi oleh ukuran partikel bahan pengisi, tipe minuman dan pH dari minuman tersebut (Rajkumar dkk., 2011). Pada saat material restorasi diletakkan dalam lingkungan mulut, secara konstan material tersebut terpapar oleh perubahan suhu dari makanan dan minuman yang berbeda suhunya. Perubahan suhu ini dapat memberikan efek yang tidak menguntungkan pada bagian margin dari restorasi (Tuncer dkk., 2013). Hal ini dapat menyebabkan microleakage (kebocoran mikro) pada tumpatan sehingga dapat meningkatkan pewarnaan pada tumpatan resin komposit. Perubahan warna restorasi resin komposit juga dapat disebabkan karena faktor-faktor yang berhubungan dengan perlakuan akhir pada permukaan bahan restorasi. Sejumlah peneliti sebelumnya melaporkan bahwa stabilitas warna resin komposit dapat dipengaruhi oleh tindakan polishing (pemolesan)
permukaan
yang berbeda. Pemolesan permukaan mempengaruhi berbagai aspek dari restorasi akhir, termasuk pewarnaan, akumulasi plak dan ketahanan terhadap keausan. Permukaan yang dipolis hingga licin berkilat (high-gloss) umumnya dianggap
4
lebih tahan terhadap pewarnaan dibanding permukaan lainnya (Gorraci dkk., 1996). Menurut Lu dkk. (2005) secara umum semakin kasar permukaan, semakin mudah material mengalami pewarnaan karena faktor ekstrinsik. Morfologi permukaan setelah pemolesanjuga berhubungan dengan ukuran bahan pengisi, bentuk dan muatannya dalam resin komposit. Lee dkk. (2002) mengatakan semakin besar partikel bahan pengisi maka semakin kasar permukaan setelah dipoles. Diskolorasi yang terjadi pada resin komposit yang belum dipolesmungkin berhubungan dengan resin-rich surface sehingga lapisan superfisial resin harus dihilangkan. Tekstur permukaan resin komposit juga dapat mempengaruhi sifat optical dari suatu material dengan mempengaruhi derajat penyebaran dan refleksi cahaya dari suatu material. Banyak penelitian terdahulu yang telah meneliti kopi sebagai minuman yang dapat memberikan pewarnaan pada gigi. Menurut Topcu dkk. (2009) kopi merupakan minuman yang paling menyebabkan perubahan warna pada resin komposit dibandingkan jus jeruk, jus wortel, Coca Coladan jus ceri. Kopi dapat menyebabkan pewarnaan pada resin komposit karena proses absorbsi dan adsorbsi zat warna kedalam fase organik pada resin komposit dikarenakan adanya monomer hidrofobik pada resin komposit. Ardu dkk. (2010) menyatakan bahwa salah satu kandungan kopi adalah tanin yang dapat menyebabkan warna kecoklatan pada kopi, hal ini sesuai dengan pernyataan Manuel dkk. (2010) yang mengatakan bahwa perubahan warna kecoklatan disebabkan oleh tanin yang dapat ditemukan pada teh, kopi dan minuman lainnya, hal ini juga dikemukakan oleh
5
Ruyter dkk. (1988) yang mengatakan bahwa teh dan kopi memiliki zat pewarna kuning, pada teh pewarnaan disebabkan adanya proses adsorbsi dari zat warna di permukaan material, pewarnaan ini dapat hilang dengan cara menyikat gigi, sedangkan pada kopi pewarnaan terjadi akibat proses adsorbsi dan absorbsi zat warna kedalam fase organik dari material. Menurut Al Kheraif dkk.(2013) proses absorbsi zat warna kopi kedalam fase organik dari material juga menyebabkan pewarnaan pada resin komposit lebih sulit dihilangkan. Banyak penelitian terdahulu yang juga menggunakan kopi sebagai bahan perendam resin komposit, namun banyak peneliti yang tidak menggunakan kopi panas (suhu 60˚C) untuk menghindari efek yang tidak diduga. Beberapa penelitian terdahulu telah menjelaskan bahwa kopi dengan suhu tinggi lebih menyebabkan pewarnaan pada resin komposit. Sebuah tes yang dilakukan oleh Asmussen (1981) melaporkan hasil perubahan warna pada resin komposit yang disimpan selama satu bulan dalam suhu 50˚C hingga 60˚C hampir sama dengan perubahan warna pada resin komposit yang di simpan selama dua belas bulan dalam suhu 37˚C. Hasil tes ini sesuai dengan hasil penelitian Tuncer dkk. (2013), hal ini bisa disebabkan oleh rendahnya pH dari kopi dengan suhu tinggi (60˚C), karena pH yang rendah dapat mempengaruhi integritas permukaan dan meningkatkan kemungkinan terjadi perubahan warna. Menurut Brown, dkk. (2008) dari 300 subjek lebih memilih meminum kopi dengan suhu 60+/- 8,3˚C untuk menghindari lidah yang terbakar. Rajkumar dkk. (2011) mengatakan bahwa panas dapat menyebabkan ekspansi dari fase polimer, ekspansi ini dapat meningkatkan diskolorasi pada resin
6
komposit. Bahan pengisi kaca memiliki koefisien ekspansi termalyang rendah sedangkan resin memiliki koefisien ekspansi yang tinggi, maka dari itu absorbsi yang berlebihan dari zat warna kopi dapat terjadi. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang, didapatkan permasalahan apakah terdapat perbedaan pewarnaan antara bahan resin komposit mikrohibrid dan nanofil setelah direndam dalam kopi dengan suhu 60˚C. C. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui stabilitas warna pada resin komposit mikrohibrid dan nanofil setelah direndam dalam kopi, seperti penelitian yang dilakukan oleh Al Kheraif dkk., ( 2013). Perbedaan dengan penelitian ini adalah penggunaan kopi 60°C sebagai media perendaman.Penelitian lain yang menngunakan resin komposit dan kopi 60°C sebagai media perendaman juga dilakukan oleh Rajkumar, dkk., (2011) perbedaan dari penelitian ini adalah jenis resin komposit yang digunakan. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pewarnaan antara bahan resin komposit mikrohibrid dan nanofil setelah direndam dalam kopidengan suhu 60˚C. E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini sebagai sumbangan ilmu pengetahuan dalam kedokteran gigi terutama pada bidang konservasi gigi, sehingga ilmu pengetahuan ini dapat dimanfaatkan oleh dokter gigi.
7
Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai bahan resin komposit yang paling tidak mengalami perubahan warna dikarenakan perendaman dalam kopi dengan suhu 60°C diantara dua bahan resin komposit (Mikrohibrid dan Nanofil).
8