I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang tidak merata baik dalam lingkup regional maupun sektoral. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mengurangi ketimpangan dan ketidakmerataan di dalam pembangunan ini adalah mengetahui setiap peran sektoral. Peran sektoral ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pendapatan bagi pembangunan suatu wilayah. Sektor transportasi adalah sektor yang berperan penting dalam pembangunan di Indonesia. Sektor ini termasuk dalam pembangunan infrastruktur yang berfungsi untuk mendukung seluruh aspek dan kegiatan pembangunan. Suatu studi oleh World Bank (1994) menyatakan bahwa elastisitas Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap infrastruktur di suatu negara berkisar antara 0,07 hingga 0,44. Artinya, peningkatan ketersediaan infrastruktur sebesar 1 persen akan berdampak terhadap pertumbuhan PDB sebesar 7 persen hingga 44 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa pembangunan infrastruktur berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Peran vital infrastruktur bagi Indonesia tercermin pada target pembangunan ekonomi nasional Indonesia yang dilakukan Bappenas dengan asumsi pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,6 persen per tahun diperlukan investasi untuk jalan, listrik, telepon dan air minum dalam 5 tahun (2005-2009) dengan total sebesar Rp. 690 triliun. Sektor transportasi juga merupakan bagian penting dari kegiatan produksi dan
2
berperan dalam mendistribusikan barang dan jasa. Untuk meningkatkan kinerja sektor transportasi ini diperlukan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian maupun pengawasan akan setiap program pembangunan, sehingga dapat terwujud jasa transportasi yang lancar, aman, handal, dengan tarif yang terjangkau oleh masyarakat umum (Dinas Infokom Jatim, 2008). Pengembangan
transportasi
sangat
penting
dalam
menunjang
dan
menggerakkan dinamika pembangunan, karena transportasi berfungsi sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah. Keberhasilan pembangunan ini dipengaruhi oleh peran transportasi sebagai urat nadi kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Sistem jaringan transportasi dilihat dari segi efektivitas, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan tepat mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, rendah polusi serta dari segi efisiensi dalam arti beban publik rendah dan utilitas tinggi. Kereta api memiliki nilai lebih dari transportasi lain jika dilihat dari kapasitas angkutnya yang banyak, biaya polutan rendah, dan harga yang terjangkau. Tabel 1 menunjukkan bagaimana perbandingan transportasi kereta api dengan transportasi yang lain, dilihat dari sisi kapasitas angkut, konsumsi BBM, dan beban biaya polutan. Perbandingan kapasitas angkut kereta api cukup besar dengan alat transportasi lainnya, begitu juga dengan beban biaya polutan yang dikeluarkan.
3
Tabel 1. Perbandingan Moda Kereta Api dengan Moda Lainnya Tahun 2009 Moda Kapasitas Konsumsi Konsumsi Beban Biaya Transportasi Angkut BBM/KM BBM/KM/Orang Polutan (Orang) (Liter/KM) (L/KM/ORG) (US$ Juta) 1500 3 0,002 60 Kereta Api 40 0,5 0,0125 16300 Bus 500 40 0,05 900 Pesawat Terbang 1500 10 0,06 2600 Kapal Laut Sumber: Rencana Kerja Kementrian Perhubungan, Tahun 2009. Dalam meningkatkan pergerakan manusia dan barang sampai pelosok tanah air, maka diperlukan dukungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi yang memadai. Transportasi perkeretaapian ini merupakan pilihan terbaik karena merupakan transportasi yang memiliki peranan penting dalam melayani pergerakan penumpang dan barang. Kereta api juga dikatakan sebagai instrumen vital bagi negara dalam meraih kemajuan perekonomian. Kereta api menjadi transportasi yang handal, yang dapat dikatakan sebagai urat nadi transportasi. Hal ini terlihat dari kondisi di banyak negara yang memperhatikan perkembangan dan terus membangun kereta api. Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong. Rangkaian kereta atau gerbong tersebut relatif besar sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Kereta api terbukti dapat memberikan manfaat yang besar dibandingkan transportasi yang lain, yang dilihat dari kemampuannya yaitu dalam menghemat biaya pemeliharaan, menghemat energi, dan mengurangi polusi (RIPN, 2010).
4
Indonesia telah memiliki landasan hukum yang baru untuk melakukan perubahan besar perkeretaapian nasional. Penggerak utama dari revitalisasi perkeretaapian nasional adalah terbitnya Undang-Undang Perkeretaapian Nomor 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992. Undang-Undang ini ibarat gerbang masuk untuk memperbaiki pembangunan Indonesia melalui sektor transportasi khususnya kereta api. Pembangunan perkeretaapian ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, akan tetapi dilakukan secara bersama oleh pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan sektor swasta. Tujuan akhir pembangunan perkeretaapian adalah meningkatkan pangsa pasar kereta api dalam mobilitas perekonomian nasional sehingga dapat berfungsi sebagai tulang punggung sistem logistik dan distribusi nasional di dalam perekonomian Indonesia ke depan. Perkeretaapian nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992, bahwa perkeretaapian adalah ranah ekonomi yang harus diselenggarakan oleh para pelaku ekonomi secara efisien dan profesional. Peningkatan peran kereta api ini pada waktunya akan menciptakan sistem transportasi yang terintegrasi, yang merupakan keterpaduan dan integrasi kereta api dengan transportasi jalan raya, angkutan laut, dan udara. Untuk itu akses jalan kereta api ke pelabuhan untuk angkutan barang dan ke lapangan terbang untuk angkutan penumpang harus dibangun. Peningkatan peran kereta api dalam perekonomian juga dapat dilakukan dengan membangun interaksi jaringan kereta api dengan kawasan industri, sentra pertanian, wilayah pertambangan, dan kawasan ekonomi lainnya.
5
1.2. Perumusan Masalah Kereta api memiliki keunggulan dari alat transportasi lain, seperti kemampuannya dalam mengangkut penumpang dan barang dalam jumlah besar, hemat energi, hemat lahan, ramah lingkungan, tingkat keselamatan tinggi, dan adiktif terhadap perkembangan teknologi. Permasalahan perkeretaapian Indonesia menjadi latarbelakang pemerintah dalam melakukan revitalisasi perkeretaapian. Revitalisasi perkeretaapian adalah salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Hal ini dilakukan karena pemerintah mengetahui peran sektor kereta api dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 membuka peluang untuk membangun perkeretaapian nasional agar perkeretaapian lebih terbuka. Hal ini menjadi dasar bagi sektor transportasi untuk melakukan revitalisasi perkeretaapian. Hal ini tidak terlepas dari investasi untuk mewujudkan transportasi kereta api yang handal dan layak operasi diperlukan investasi yang relatif besar untuk meningkatkan daya saing dan daya dukung sarana dan prasarana perkeretaapian, baik melalui pembiayaan Pemerintah
(APBN)
maupun
swasta.
Pemerintah
bertanggungjawab
dalam
penyediaan transportasi baik melalui mekanisme pembiayaan APBN atau APBD, kerjasama Pemerintah dengan swasta maupun swasta sepenuhnya (RKDP, 2010). Penerapan kebijakan revitalisasi perkeretaapian bertujuan agar kinerja dari P.T. KA sebagai operator angkutan kereta api dapat lebih ditingkatkan, sehingga para produsen kereta api mendapat kepuasan yang lebih baik. Adanya revitalisasi perkeretaapian ini, maka diharapkan perhubungan antar satu tempat ke tempat lain dapat lebih maksimal, sehingga mobilisasi mengalami peningkatan. Hal ini akan
6
sangat membantu, baik dalam pemindahan barang, terpenuhinya kebutuhan konsumen kereta api, ini juga melihat semakin meningkatnya pengguna kereta api. Tabel 2. Jumlah Penumpang P.T. Kereta Api Tahun 2003 sampai 2007 Tahun Jumlah Penumpang (Orang) Jumlah barang (Ton) 9.872.414 171.236 2003 9.835.264 142.556 2004 9.283.116 151.934 2005 9.790.541 193.985 2006 9.360.510 406.191 2007 Sumber: Laporan laba rugi P.T. Kereta Api Indonesia, diolah. 2007 Kebijakan revitalisasi perkeretaapian ini akan terlaksana apabila pemerintah sudah terlebih dahulu mengupayakan penyelesaian ketidakseimbangan pasar angkutan. Kereta api adalah alternatif yang paling baik bagi angkutan darat jarak jauh baik penumpang maupun barang, dan untuk mobilisasi angkutan perkotaan maupun metropolitan. Pergerakan ekonomi di Indonesia yang belum efisien dapat terlihat pula dari sistem transportasi di Indonesia. Sampai saat ini Indonesia belum memiliki sistem transportasi yang efisien sehingga pergerakan orang dan barang sangat bergantung pada transportasi jalan. Investasi dari sektor pemerintah maupun swasta dalam meningkatkan pangsa pasar akan sangat membantu demi terciptanya transportasi yang baik dan efisien. Berdasarkan pemaparan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dampak dari penerapan kebijakan revitalisasi perkeretaapian terhadap perekonomian Indonesia, dilihat dari nilai tambah faktor produksi, distribusi pendapatan institusi, dan bagaimana keterkaitannya antar sektor produksi.
7
1.3. Tujuan Penelitian Kondisi
perkeretaapian
Indonesia
yang
menjanjikan
mengakibatkan
pemerintah mengeluarkan kebijakan perkeretaapian berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 melalui kebijakan revitalisasi perkeretaapian. Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak penerapan kebijakan revitalisasi perkeretaapian terhadap alokasi sumberdaya, pendapatan institusi, dan keterkaitannya antar sektor produksi.
1.4. Manfaat Penelitian Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pihak pemerintah, yang dapat dijadikan sebagai masukan sebagai pembuat kebijakan, juga mengkaji lebih jauh lagi setiap kebijakan yang telah dan akan diterapkan. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah untuk melihat kembali kinerja yang dilakukan, agar mengalami peningkatan khususnya bagi sektor perkeretaapian. Begitupun bagi pihak lain yang berkepentingan, berharap penelitian ini sedikit banyaknya membantu untuk mendapatkan informasi yang diperlukan terkait revitalisasi perkeretaapian.