BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Salah satu agenda reformasi keuangan negara adalah adanya pergeseran dari pengganggaran tradisional menjadi pengganggaran berbasis kinerja. Dengan basis kinerja ini, arah penggunaan dana pemerintah tidak lagi berorientasi pada input, tetapi pada output. Perubahan ini penting dalam rangka proses pembelajaran untuk menggunakan sumber daya pemerintah yang makin terbatas, tetapi tetap dapat memenuhi kebutuhan dana yang makin tinggi. Penganggaran yang berorientasi pada output merupakan praktik yang telah dianut luas oleh pemerintahan modern di berbagai negara. Pendekatan penganggaran yang demikian sangat diperlukan bagi satuan kerja instansi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada publik. Salah satu alternatif untuk mendorong peningkatan pelayanan publik adalah dengan mewiraswastakan pemerintah. Mewiraswastakan pemerintah (enterprising the government) adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik. Ketentuan tentang penganggaran tersebut telah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang selanjutnya disebut UU Keuangan Negara Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut UU Perbendaharaan Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja di lingkungan pemerintah. Dengan Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang Perbendaharaan Negara tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip-prinsip pokok yang tertuang dalam kedua undang-undang tersebut menjadi dasar penetapan instansi pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan Badan
Layanan Umum (BLU). BLU ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Klasifikasi organisasi dibedakan menjadi dua, yaitu organisasi bisnis dan organisasi non bisnis. Organisasi non bisnis di Indonesia terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok non kepemerintahan dan kepemerintahan. Contoh organisasi non kepemerintahan adalah universitas, lembaga swadaya masyarakat, dan lain-lain. Sedangkan kepemerintahan adalah pemerintah pusat/daerah, departemen, dan lain-lain. Badan layanan umum adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, tujuan BLU adalah meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip eknomi dan produktivitas dan penerapan praktik bisnis yang sehat. Praktik bisnis yang sehat artinya berdasarkan kaidah manajemen yang baik mencakup perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan pertanggungjawaban. Badan layanan umum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kementrian Negara, lembaga non kementrian, atau lembaga Negara yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan secara mandiri. Hal ini dimaksudkan agar tujuan badan layanan dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang dicita-citakan dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut UUDNRI 1945.
Diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 69 ayat (7) UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. PP tersebut bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik oleh Pemerintah, karena sebelumnya tidak ada pengaturan yang spesifik mengenai unit pemerintahan yang melakukan pelayanan kepada masyarakat yang pada saat itu bentuk dan modelnya beraneka macam. Jenis BLU disini antara lain rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain. Badan layanan umum dibentuk adalah bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk memberikan pelayanan, badan layanan umum melakukan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan Negara berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, serta penerapan praktik bisnis yang sehat. Kegiatan yang dilakukan oleh badan layanan umum sebagai unit kerja kementrian Negara, lembaga non kementrian, atau lembaga Negara untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan. Oleh karena itu, badan layanan umum merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementrian Negara, lembaga non kementrian, atau lembaga Negara sehingga status badan hukum badan layanan umum tidak terpisahkan dari instansi induk. Sehubungan tidak terpisahnya, menteri, pimpinan lembaga non kementrian, lembaga Negara bertanggungjawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikan kepada badan layanan umumdari segi manfaat layanan yang dihasilkan.
Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pola Pengelolaan Keuangan BLUD, yang selanjutnya disingkat PPK-BLUD adalah pola pengelolaan keuangan
yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk
menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada Rencana Bisnis dan Anggaran. Dokumen Perencanaan dan penganggaran BLUD disebut Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA). Sebagai organisasi dengan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD, dituntut untuk merencanakan dan menganggarkan kegiatan yang “fit” dengan sistem akuntansi yang digunakannya. Accrual basis dalam akuntansi BLUD berdampak pula terhadap dokumen anggaran yang dibuat. Dalam RBA menyajikan informasi-informasi keuangan secara komprehensif mencakup proyeksi
laporan keuangan
dan kinerja keuangan tahun berjalan. Tentunya
Penyusunan RBA akan lebih praktis jika dihubungkan dengan teknologi informasi (TI) yang mendukung dan mengakomodir data-data yang diperlukan mengingat kompleksitas informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan RBA. Dalam Renstra Bisnis memuat informasi mengenai visi, misi, strategi dan kebijakan organisasi yang kemudian dijabarkan
dengan langkah-langkah tahunan yang dirumuskan
dalam RBA berupa program kerja dan kegiatan tahunan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pembuatan RBA harus memperlihatkan urutan sasaran-sasaran strategis organisasi (corporate) seperti yang termuat dalam Renstra. RBA unit kerja BLUD dibuat berbasis akuntansi biaya dengan indikator kinerja yang diukur berdasarkan target kinerja (input, output,outcome) . Penerapan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah, tentunya memiliki implikasi penting bagi sistem akuntansi dan keuangan organisasi. Termasuk pula dalam proses penganggaran sebagai salah satu elemen dalam pengelolaan keuangan. Prinsip transparansi dan akuntabilitas publik yang diusung sebagi prinsip penting yang harus dikedepankan, menuntut Badan Layanan Umum Daerah dengan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) mereformasi sistem dan designing
re-
pola-pola keuangan lembaga dengan dukungan infrastruktur dan Teknologi
Informasi (TI) sebagai senjata ampuh dalam menciptakan informasi termasuk informasi akuntansi dan keuangan untuk mewujudkan peningkatan akuntabilitas dan trust dari masyarakat. Dengan pola pengelolaan keuangan BLUD, prinsip transparansi, akuntabilitas responsibilitas dan independensi menjadi hal yang sangat
penting untuk
diperhatikan.
Fleksibilitas diberikan dalam rangka pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa. Kepada BLUD juga diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga profesional non PNS serta kesempatan, pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya. Tetapi sebagai pengimbang, BLUD dikendalikan secara ketat dalam perencanaan dan penganggarannya, serta dalam pertanggungjawabannya.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 menyatakan bahwa RBA (Rencana Bisnis dan Anggaran) harus disusun berbasis kinerja dan sesuai dengan konsep akuntansi biaya. Pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2004 telah dijelaskan secara garis besar dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004. Kemudian pada Tahun 2006 yang penganggaran kinerja
konsep
tertuang dalam regulasi penyusunan APBD dalam Permendagri
Nomor 13 Tahun 2006 dan revisinya, Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan termasuk pula tertuang dalam Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Proses perencanaan dan penganggaran
menjadi hal yang paling penting dalam
menentukan arah organisasi untuk menjalankan aktivitas-aktivitas demi mencapai tujuan organisasi. Perencanaan yang dibuat tentunya harus selaras dengan visi, misi dan strategi organisasi sebagai arahan utama yang telah ditentukan sebelumnya. Perencanaan merupakan langkah organisasi menentukan kegiatan yang tepat dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Penganggaran merupakan rencana Rencana Bisnis dan Anggaran keuangan yang secara sistematis menunjukkan alokasi sumber daya manusia, material, dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk guna pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari penggunaan dana dan pertanggungjawaban kepada publik. Sebagai organisasi yang akan menerapkan praktik bisnis yang sehat tentunya BLUD menerapkan pola-pola perencanaan dan penganggaran dengan menjadikan efisiensi dan produktivitas sebagai hal yang paling utama. Pengelolaan secara praktik bisnis secara sehat menuntut BLUD untuk lebih efektif dan efisien dalam pengalokasian sumber daya yang dimilikinya. Peranan penganggaran
menjadi kunci utama dalam mengendalikan aktivitas operasional organisasi. Perlu perubahan paradigma
dalam penyusunan anggaran BLUD. Dari pola lama, yang hanya menjadikan
anggaran sebagai daftar belanjaan dalam menghabiskan alokasi dana menjadi anggaran kinerja yang memperhitungkan hasil yang bernilai tambah bagi organisasi. Output yang disajikan dalam dokumen anggaran tidak hanya sekedar formalitas pengisian dokumen namun menjadi janji yang harus ditepati yang nantinya digunakan sebagai dasar untuk penilaian kinerja. Sehingga
dalam penyusunan anggaran
perlu
dipertimbangkan secara matang dengan proses logic model di dalamnya. Alokasi dana yang dimiliki bukan serta merta menjadi sesuatu yang harus dihabiskan seperti fenomena yang terjadi selama ini, melainkan sesuatu yang harus di manage sebaik-baiknya. Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi
sejauhmana
kebijakan
pimpinan
dijalankan
dan
sampai
sejauhmana
penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut. Dalam kaitannya dengan akuntabilitas publik, pengawasan merupakan salah satu cara untuk membangun dan menjaga legitimasi warga masyarakat terhadap kinerja pemerintahan dengan menciptakan suatu sistem pengawasan yang efektif, baik pengawasan intern (internal control) maupun pengawasan ekstern (external control). Di samping mendorong adanya pengawasan masyarakat (social control).
Dalam Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah dijelaskan pengawasan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah hanya dilakukan oleh dewan pengawas. Namun, dalam realitanya lembaga pengawasan seperti BPK, DPRD ( masyarakat), Inspektorat Daerah serta BPKP melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Jadi kalau kita simak ketentuan peraturan-peraturan yang mengatur badan layanan umum daerah ( BLUD ) yang masih berlaku yaitu mengenai pola pengelolaan keuangan dan pengawasannya terdapat norma kabur dan norma konflik. Norma konflik dimaksud karena adanya tumpang tindih dalam hal pengawasan dimana lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Norma Kabur dimaksud Karena adanya kekaburan dalam hal pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah, dimana dalam pengaturan pendapatan Badan Layanan Umum Daerah terkait dengan penetapan status Badan Layanan Umum Daerah. Konflik norma dan adanya norma kabur dapat menyebabkan timbulnya berbagai benturan dalam pelaksanaan suatu peraturan hukum yang akhirnya menimbulkan keraguraguan atau ketidak pastian hukum dalam penyelenggaraan pengelolaan keuangan oleh badan layanan umum daerah (BLUD ). 1.2.Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah tersebut maka rumusan masalah yang akan dibahas yaitu: 1. Bagaimanakah kewenangan badan layanan umum daerah ( BLUD ) dalam hal pertanggungjawaban pengelolaan keuangan ?
2. Bagaimanakah tujuan hukum terhadap pelaksanaan pengawasan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah (BLUD ) ? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah sesuatu yang ingin dicapai melalui proses penelitian. Tujuan penelitian ini dapat disusun dalam bentuk tujuan umum dan tujuan khusus.1 Tujuan umum (het doel van het onderzoek) adalah untuk pengembangan ilmu pengetahuan hukum terkait dengan paradigma sience as a process ( ilmu sebagai proses). Dengan paradigma ini ilmu pengetahuan tidak akan pernah berhenti (final) dalam penggaliannya atas kebenaran di bidang masing-masing. Tujuan khusus (het doel in het onderzoek) yaitu mendalami permasalahan hukum secara khusus yang tersirat dalam rumusan permasalahan penelitian yaitu hukum keuangan Negara mengenai kewenangan badan layanan umum daerah ( BLUD ) dalam hal pertanggungjawaban pengelolaan keuangan dan tujuan hukum terhadap pelaksanaan pengawasan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah ( BLUD ). 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk memahami dan mendalami tentang aspek-aspek hukum berkaitan dengan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah ( BLUD ) dan pelaksanaan pengawasan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah (BLUD). 1.3.2. Tujuan Khusus
1
Anonim, 2007, Buku Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Tesis dan Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar, hal. 30
Tujuan khusus dalam penelitian yang penulis lakukan ini adalah untuk mengkaji secara mendalam mengenai ; 1) Kewenangan badan layanan umum daerah ( BLUD ) dalam hal pertanggungjawaban pengelolaan keuangan. 2) Tujuan hukum terhadap pelaksanaan pengawasan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah ( BLUD ). 1.4. Manfaat Penelitian Dalam penelitian yang penulis lakukan berharap dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. 1.4.1 Manfaat Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat positif bagi perkembangan ilmu hukum khususnya bidang hukum keuangan negara. 1.4.2 Manfaat Praktis Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berupa masukan-masukan bagi badan layanan umum dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dari masukan-masukan dan sumbangan pemikiran dimaksud diharapkan adanya jaminan kepastian hukum berkaitan dengan pengelolaan keuangan pada badan layanan umum. 1.5. Orisinalitas Penelitian. Berkaitan dengan penelitian ini, dijumpai adanya beberapa penelitian, antara lain : Pertama, Izzi Safir dalam tesis yang berjudul “perancangan sistem informasi akuntansi pada RSUD Karanganyar sebagai badan layanan umum “,Tahun 2008 pada Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta, Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam tesis tersebut yaitu bagaimana system informasi akuntansi yang diterapkan pada RSUD Karanganyar sebagai instansi pemerintah untuk menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum. Pada penelitian ini, pembahasan dibatasi pada system planning, system analisis, dan system design pada sistem informasi akuntansi. Dalam tesis tersebut membahas tentang perancangan sistem informasi akuntansi dengan menggunakan pendekatan system development life cycle dalam rangka rumah sakit daerah menjadi badan layanan umum. Kedua, Sri Wahyuni dalam tesis yang berjudul “manajemen konflik dalam merespon perubahan kebijakan ( studi kasus penerapan pengelolaan keuangan badan layanan umum ) “ Tahun 2010 pada Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta,. Dalam tesis tersebut rumusan masalah yang dibahas mengenai bagaimana penerapan pengelolaan keuangan badan layanan umum yang khususnya yang terkait dengan manajemen keuangan dan pola pelayanan serta mengkaji resolusi konflik terhadap permasalahan yang dihadapi. Kesimpulan dalam tesis tersebut dibahas mengenai bahwa penerapan PK BLU UNS belum optimal karena timbul konflik antar unit kerja yakni antara Fakultas dan Universitas dalam hal pemahaman dan pelaksanaan manajemen keuangan modern sesuai dengan prinsip-prinsip PK BLU. Konflik antar individu yakni antar sesama pegawai dalam hal beban tugas, pola pelayanan dan pemberian remunerasi.
Konflik
yang terjadi tersebut
disebabkan
ketidakjelasan kebijakan yang ditandai dengan belum tersusunnya PRGS dan ketentuan tarif, ketidakcocokan kepribadian atau sistem nilai ditandai dengan pola pikir yang konvensional, komunikasi kurang baik yang nampak dari kurangnya sosialisasi, dan kualitas individu yang diketahui dari pemahaman pegawai tentang PK BLU UNS. Ketiga,Viola Maya Sari, dalam skripsi yang berjudul “aspek hukum komersialisasi pada badan layanan umum rumah sakit dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan yang berfungsi sosial”, Tahun 2008 pada Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang. Dalam
skripsi tersebut menyoroti dan mendalami tentang problematika komersialisasi dan fungsi sosial rumah sakit Dr. M. Djamil Padang. Permasalahan yang penulis ambil dalam penulisan skripsi ini adalah mengenai aspek hukum komersialisasi yang diterapkan oleh rumah sakit Dr. M. Djamil Padang dan upaya-upaya yang dilakukan pihak rumah sakit agar aspek komersialisasi tersebut tidak mengurangi pelayanan kesehatan yang berfungsi sosial. Selain itu, penulis juga melihat permasalahan dalam hal kendala-kendala yang dihadapi pihak rumah sakit agar aspek komersialisasi dalam pelayanan kesehatan tetap berfungsi sosial. Keempat, Novita Sari Siregar, dalam tesis yang berjudul “ efektivitas organisasi badan layanan umum RSUD dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan “, Tahun 2011 pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dalam tesis tersebut rumusan masalah yang dibahas yaitu bagaimana hubungan antara perubahan status rumah sakit menjadi BLUD dalam penyelenggaran pelayanan kesehatan. Dalam tesis tersebut dibahas mengenai syarat-syarat perubahan status untuk menjadi BLUD yang nantinya berkaitan dengan efektivitas peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang berujung kepada kepuasan masyarakat. Karena baik buruknya suatu pelayanan public yang tidak terlepas dari efektivitas organisasi penyedia tersebut , oleh karena itu organisasi penyelenggara pelayanan harus mampu melaksanakan peningkatan kualitas pelayanan public yang berorientasi kepada kemudahan masyarakat mengakses produk pelayanan dan berujung kepada kepuasan public. Dengan demikian kajian mengenai ” Kewenangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Dalam Hal Pengawasan Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan
” yang
peneliti akan kaji dengan dengan permasalahan tersebut memang belum pernah dibahas sebelumnya, oleh karena fokus penelitian yang akan dibahas adalah pada hukum keuangan negara yang dititikberatkan mengenai pengelolaan keuangan badan layanan umum dan mengenai tujuan hukum pengawasan pengelolaan keuangan badan layanan umum.
1.6. Landasan Teoritik Teori adalah anggapan yang teruji kebenarannya atau pendapat atau cara atau aturan untuk melakukan sesuatu, atau asas atau hukum umum yang menjadi dasar ilmu pengetahuan atau keterangan mengenai suatu peristiwa atau kejadian. Kerangka teoritis merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, azas, keterangan sebagai satu kesatuan yang logis yang menjadi landasan, acuan dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan. Pada umumnya teori bersumber dari Undang-Undang, buku atau karya tulis bidang ilmu, dan laporan penelitian. Teori menjembatani harapan dan kenyataan. Dalam teori hukum positif, harapan itu tergambar dalam ketentuan undang-undang (das sollen), sedangkan kenyataan berupa perilaku (das sein). Landasan teoritik adalah landasan berpikir yang bersumber dari suatu teori yang sering diperlukan sebagai tuntunan untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam sebuah penelitian. Begitu pula landasan teori berfungsi sebagai kerangka acuan yang dapat mengarahkan suatu penelitian. Landasan teori berupa perangkat konsep, definisi, dan proposisi yang menyajikan gejala secara sistematik, dan merinci hubungan variabel-variabel untuk meramalkan dan menerangkan gejala tersebut. Teori berfungsi sebagai perspektif atau pangkal tolak dan sudut pandang untuk memahami alam pikiran subjek, menafsirkan, dan memaknai setiap gejala dalam rangka membangun konsep. Dalam penelitian masalah yang telah ditulis dalam rumusan masalah, akan menggunakan beberapa teori hukum seperti teori Negara hukum, teori kewenangan, teori pertanggungjawaban, teori pengawasan dan asas-asas umum pengelolaan keuangan Negara. 1.6.1. Teori Negara Hukum
Istilah rechtstaat (negara hukum) merupakan istilah baru, baik jika dibandingkan dengan istilah demokrasi, konstitusi, maupun kedaulatan rakyat. Para ahli telah memberikan pengertian tentang negara hukum. R. Supomo misalnya memberikan pengertian terhadap negara hukum sebagai negara yang tunduk pada hukum, peraturan-peraturan hukum berlaku pula bagi segala badan dan alat-alat perlengkapan negara. Negara hukum juga akan menjamin tertib hukum dalam masyarakat yang artinya memberikan perlindungan hukum, antara hukum dan kekuasaan ada hubungan timbal balik.2 Konsepsi negara hukum merupakan gagasan yang muncul untuk menentang absolutisme yang telah melahirkan negara kekuasaan. Pada pokoknya kekuasaan penguasa (raja) harus dibatasi agar jangan memperlakukan rakyat dengan sewenang-wenang. Pembatasan itu dilakukan dengan jalan adanya supremasi hukum, yaitu bahwa segala tindakan penguasa tidak boleh sekehendak hatinya , tetapi harus berdasar dan berakar pada hukum, menurut ketentuan hukum dan Undang-undang yang berlaku dan untuk itu juga harus ada pembagian kekuasaan negara khususnya kekuasaan yudikatif yang dipisahkan dari penguasa. Menurut M. Tahir Azhary, dalam kepustakaan ditemukan lima konsepsi negara hukum, yakni: 1) Negara Hukum Nomokrasi Islam yang diterapkan di negara-negara islam; 2) Negara Hukum menurut konsep Eropa Kontinental yang dinamakan rechtstaat. 3) Negara Hukum Rule of Law yang diterapkan di negara-negara Anglo Saxon. 4) Negara Hukum Socialist yang diterapkan di negara komunis.
2
Pendapat Supomo dikutip oleh A. Mukthi Fadjar, 2004, Tipe Negara Hukum, Malang, Bayu Media dan In-TRANS, hal. 7
5) Negara Hukum Pancasila.3 Menurut Immanuel Kant ( 1724-1804) dan Friedrich Julius Stahl ada Empat unsur rechtstaat yaitu : 1. Adanya jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia 2. Adanya pembagian kekuasaan berdasarkan trias politika Montesquieu 3. Tindakan pemerintah berdasarkan undang-undang 4. Adanya peradilan adminitrasi Negara 4 Sedangkan menurut Philipus. M. Hadjon merumuskan elemen atau unsur-unsur negara hukum Pancasila yang Bertitik tolak dari falsafah Pancasila sebagai berikut: a. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan; b. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan Negara c. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.5 Konsepsi negara hukum dalam kajian teoritis dapat dibedakan dalam dua pengertian. Pertama, negara hukum dalam arti formal (sempit/klasik) ialah negara yang kerjanya hanya menjaga agar jangan sampai ada pelanggaran terhadap ketentraman dan kepentingan umum, seperti yang telah ditentukan oleh hukum yang tertulis (undang-undang), yaitu hanya bertugas melindungi jiwa, benda, atau hak asasi warganya secara pasif, tidak campur tangan dalam bidang perekonomian atau penyelenggaraan kesejahteraan rakyat, karena yang berlaku dalam lapangan ekonomi adalah prinsip laiesez faire laiesizealler.
3
Azhary, Muhammad Tahir. 2004. Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, Prenada media. Jakarta 4 Ibrahim R, 2010, Status Hukum Internasional dan Perjanjian Internasional Dalam Hukum Nasional: Permasalahan Teoritik dan Praktek, Universitas Udayana,Denpasar, hal 4 5 Philiphus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum terhadap Rakyat, Surabaya, Bina Ilmu, hal.98
Kedua, negara hukum dalam arti materiil (luas modem) ialah negara yang terkenal dengan istilah welfare state (walvaar staat), (wehlfarstaat), yang bertugas menjaga keamanan dalam arti kata seluas-luasnya, yaitu keamanan sosial (social security) dan menyelenggarakan kesejahteraan umum, berdasarkan prinsip-prinsip hukum yang benar dan adil sehingga hakhak asasi warga negaranya benar-benar terjamin dan terlindungi. Di negara-negara Eropa Kontinental, konsep negara hukum tersebut, selanjutnya dikembangkan oleh Immanuel Kant, Friederich Julius Stahl, Fichte, Laband, Buys dan lainlainnya, yang terkenal dengan istilah konsep rechtsstaat, sedangkan di negara-negara Anglo Saxon lahirlah konsep yang semacam, yang terkenal dengan konsep rule of law. Di Inggris ide negara hukum sudah terlihat dalam pemikiran John Locke, yang membagi kekuasaan dalam negara ke dalam tiga kekuasaan, antara lain dibedakan antara penguasa pembentuk undang-undang dan pelaksana undang-undang, dan berkait erat dengan konsep rule of law yang berkembang di Inggris pada waktu itu. Di Inggris dikaitkan dengan tugas-tugas hakim dalam rangka menegakkan rule of law.
Dalam padangan ahli hukum semestinya konsep rule of law ini dijadikan sebagai suatu konsep yang dapat diidentifikasi, di mana titik beratnya pada prosedur dan pengaturan pernbentukan serta penegakkan hukum. Di dalam konsep rule of law sendiri dikenal kewenangan diskresi yang pada hakekatnya tidak konsisten dengan ide rule of law. Oleh karena itu, kewenangan diskresi seharusnya dapat diuji dan dipandu oleh prinsip-prinsip hukum secara umum.
Perbedaan pokok antara rechtssiaal dengan rule of law ditemukan pada unsur peradilan administrasi. Di dalam unsur rule of law telah ditemukan adanya unsur peradilan administrasi, sebab di negara-negara Anglo Saxon penekanan terhadap prinsip persamaan dihadapan hukum (equality here the law) lebih ditonjolkan, sehingga dipandang tidak perlu
menyediakan sebuah peradilan khusus untuk pejabat administrasi negara. Prinsip equality before the law menghendaki agar prinsip persamaan antara rakyat dengan pejabat administrasi negara, harus juga tercermin dalam lapangan peradilan. Pejabat administrasi atau pemerintah atau rakyat harus sama-sama tunduk kepada hukum dan bersamaan kedudukannya dihadapan hukum.
Berbeda dengan negara Eropa Kontinental yang memasukkan unsur peradilan administrasi sebagai salah satu unsur rechtsstaat. Dimasukkannya unsur peradilan administrasi ke dalam unsur rechtsstaat, maksudnya untuk memberikan perlindungan hukum bagi warga masyarakat terhadap sikap tindakan pemerintah yang melanggar hak asasi dalam lapangan administrasi negara. Kecuali itu kehadiran peradilan administrasi akan memberikan perlindungan hukum yang sama kepada administrasi negara yang bertindak benar dan sesuai dengan hukum. Dalam negara hukum harus diberikan perlindungan hukum yang sama kepada warga dan pejabat administrasi negara.
Dari latar belakang dan dari sistem hukum yang menopang perbedaan antara konsep rechtsstaat dengan konsep the rule of law meskipun dalam perkembangan dewasa ini tidak dipermasalahkan lagi perbedaan antara keduanya. Karena pada dasarnya kedua konsep itu mengarahkan dirinya pada satu sasaran yang utama yaitu pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Meskipun dengan sasaran yang sama tetapi keduanya tetap berjalan dengan sistem hukum sendiri.
Konsep rechtsstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme sehingga sifatnya revolusioner sebaliknya konsep the rule of law berkembang secara evolusioner. Hal ini nampak dari isi atau kriteria rechtsstaat dan kriteria the rule of law. Konsep rechtsstaat bertumpu atas sistem hukum kontinental yang disebut civil lava atau modern Roman Law sedangkan konsep the rule of law bertumpu atas sistem hukum yang disebut common law.
Karakteristik civil law adalah administratif sedangkan karakteristik common law adalah judicial.
Salah satu asas penting Negara hukum adalah asas legalitas. Substansi dari asas legalitas tersebut adalah menghendaki agar setiap tindakan badan / pejabat administrasi berdasarkan undang-undang. Tanpa dasar undang-undang , badan / pejabat administrasi Negara tidak berwenang melakukan suatu tindakan yang dapat mengubah atau mempengaruhi keadaan hukum warga masyarakat.
Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan Negara hukum ( het democratish ideal en het rechtsstaats ideal ). Gagasan demokrasi menuntut agar setiap bentuk undang-undang dan berbagai keputusan mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat dan lebih banyak memperhatikan kepentingan rakyat. Gagasan Negara hukum menuntut agar penyelenggaraaan kenegaraan dan pemerintahan harus didasarkan pada undang-undang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar rakyat yang tertuang dalam undang-undang.6
Menurut Sjachran Basah, asas legalitas berarti upaya mewujudkan duet integral secara harmonis antara paham kedaulatan hukum dan paham kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip monodualistis selaku pilar-pilar yang sifat hakikatnya konstitutif.7 Penerapan asas legalitas menurut Indroharto, akan menunjang berlakunya kepastian hukum dan berlakunya kepastian hukum dan berlakunya kesamaan perlakuan.8
Secara teoritis dan yuridis, asas legalitas dapat diperoleh suatu badan / pejabat administrasi melalui atributif ( legislator ), baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Di Indonesia , asas legalitas yang berupa atributif pada tingkat pusat diperoleh dari MPR 6
Ridwan HR, 2002,Hukum Administrasi Negara ,Yogyakarta, UII Press, hal 68 Sjachran Basah, 1992,Perlindungan Hukum Terhadap Sikap Tindak Administrasi Negara, Bandung, Alumni, hal 2 8 Indroharto, 1992. Perbuatan Pemerintah Menurut Hukum Publik dan Hukum Perdata, Universitas Indonesia, Jakarta. 7
merupakan UUD dan dari DPR yang bekerja sama dengan pemerintah merupakan undangundang, sedangkan atributif yang diperoleh dari pemerintahan di tingkat daerah yang bersumber dari DPRD dan pemerintahan daerah adalah peraturan daerah.
Kedua sumber wewenang di atas disebut original legislator atau berasal dari pembuat undang-undang asli ( originale wetgever ). Atas dasar itulah terjadinya penyerahan suatu wewenang dari pembentuk undang-undang kepada badan / pejabat administrasi Indonesia. Selanjutnya , atas dasar atributif itu tindakan badan / pejabat administrasi Indonesia menjadi sah secara yuridis dan mempunyai kekuatan hukum mengikat umum karena telah memperoleh persetujuan dari wakil-wakilnya di parlemen.9
Penegasan Indonesia adalah Negara hukum yang selama ini diatur dalam penjelasan UUD 1945, dalam Perubahan UUD 1945 telah diangkat ke dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat 3 yang berbunyi sebagai berikut, “ Negara Indonesia adalah Negara hukum “. Konsekuensi ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, kebijakan, dan perilaku alat Negara dan penduduk harus berdasar dan sesuai dengan hukum. Bahkan, ketentuan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan dan arogansi kekuasaan , baik yang dilakukan oleh alat Negara maupun penduduk.
Dalam Negara hukum, hukumlah yang memegang komando tertinggi dalam penyelenggaraan Negara. Sesungguhnya, yang memimpin dalam penyelenggaraan Negara adalah hukum itu sendiri sesuai dengan prinsip the rule of law, and not of man.
Dalam paham Negara hukum yang demikian , harus dibuat jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Oleh karena itu, prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri, pada dasarnya berasal dari kedaulatan 9
S.F.Marbun,2001, Eksistensi Asas-asas Umum penyelenggaraan Pemerintahan Yang Layak Dalam Menjelmakan Pemerintahan Yang Baik dan Bersih di Indonesia, Unpad, Bandung, hal 22
rakyat. Oleh sebab itu, prinsip Negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat.
Prinsip Negara hukum tidak boleh ditegakkan dengan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar. Oleh karena itu, perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat yang diberlakukan menurut Undang-Undang Dasar ( constitutional democracy) yang diimbangi dengan penegasan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berkedaulatan rakyat ( democratische rechtsstaat ).10
Menyimak uraian di atas, badan layanan umum dibentuk untuk melaksanakan tugas operasional pelayanan publik seperti pelayanan kesehatan , pendidikan, pengelolaan kawasan, dan lisensi. Dengan kata lain, badan layanan umum sebagai badan-badan pemerintah dapat diketahui memiliki kewenangan atau tidak melalui peraturan perundang-undangan yang melandasi kewenangannya, karena Negara Republik Indonesia berdasarkan atas hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat ( 3 ) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan demikian, Indonesia sebagai sebuah Negara demokrasi yang mengakui kedaulatan rakyat yang sebagaimana diatur Pasal 1 ayat ( 2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam penyelenggaran pemerintahan dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah. Namun demikian, bahwa keberadaan badan layanan umum dalam hal pengelolaan keuangan diatur dalam Pasal 5 ayat ( 2 ) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
10
Jimly Asshiddiqie, 2004, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Universitas Indonesia, Jakarta, hal 56
Keuangan Badan Layanan Umum tersebut harus dikaitkan dengan konsep Negara Kesatuan yang ditegaskan pada Pasal 1 ayat ( 1 ) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1.6.2. Teori Kewenangan Kewenangan atau wewenang adalah suatu istilah yang biasa digunakan dalam lapangan hukum publik. Namun sesungguhnya terdapat perbedaan diantara keduanya. Kewenangan adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh Undang-undang atau legislatif dari kekuasaan eksekutif atau administratif. Karenanya, merupakan kekuasaan dari segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan atau urusan pemerintahan tertentu yang bulat. Sedangkan wewenang hanya mengenai suatu bagian tertentu saja dari kewenangan. Wewenang (authority) adalah hak untuk memberi perintah, dan kekuasaan untuk meminta dipatuhi. Berkaitan dengan hal ini , H.D. Van Wijk mendefinisikan sebagai berikut : 1. Atribusi adalah
pemberian wewenang pemerintahan oleh
pembuat undang-
undang kepada suatu organ atau badan pemerintahan. 2. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari suatu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya. 3. Mandat
terjadi ketika organ pemerintahan mengijinkan kewenangannya
dijalankan oleh organ lain atas namanya11
11
H.D. Van Wijk, 1994, Hoofdstukken van Administratief Recht, Utrecht, hal 129
Dalam teori beban tanggungjawab, ditentukan oleh cara kekuasaan diperoleh, yaitu pertama, kekuasaan diperoleh melalui attributie. Setelah itu dilakukan pelimpahan dan dilakukan dalam dua bentuk yaitu delegatie dan mandaat. Delegatie dilakukan oleh yang punya wewenang dan hilangnya wewenang dalam jangka waktu tertentu, penerima bertindak atas nama diri sendiri dan bertanggungjawab secara eksternal, sedangkan mandaat tidak menimbulkan pergeseran wewenang dari pemiliknya sehingga tanggungjawab pelaksanaan tetap berada pada pemberi kuasa.12 Sedangkan
Cara
memperoleh
kewenangan
menurut
F.A.M.
Stroink
dan
J.G.Steenbeek melalui 2 (dua) cara yaitu dengan atribusi dan delegasi. Atribusi (atributie bevoegdheid) adalah berkenaan dengan penyerahan suatu wewenang baru, sedangkan delegasi ( delegatie bevoegdheid ) adalah menyangkut pelimpahan wewenang dari wewenang yang telah ada. Untuk wewenang mandat (mandaat bevoegdheid ) dikatakan tidak terjadi perubahan wewenang apapun, yang ada hanyalah hubungan internal.13 Menurut S.F. Marbun, wewenang mengandung arti kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik, atau secara yuridis adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum.14 Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar penyelenggaraan pemerintahan dan negara, khususnya dalam Negara hukum. Asas legalitas ini di dalam hukum adminitrasi mengandung makna, pemerintah tunduk kepada undang-
12
Ibrahim, R, 2005, Peranan Strategis Pegawai Negeri Untuk mewujudkan Pemerintahan yang Demokratis ( Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap, dalam bidang Ilmu Hukum Adminitrasi Negara pada fakultas Hukum Universitas Udayana tanggal 24 september 2005 ), Universitas Udayana, Denpasar, hal 9 13 Sadjijono, 2008, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Adminitrasi, Laksbang Pressindo, Yogyakarta,hal 59 14 S.F. Marbun, Peradilan Adminitrasi Negara dan Upaya Adminitrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1997, hal 154
undang dan semua ketentuan yang mengikat warga negara harus didasarkan pada undangundang. Oleh karena itu asas legalitas sebagai landasan kewenangan pemerintah. Dilihat dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan, bahwa secara teoritis pemerintah memperoleh wewenang melalui tiga cara yakni wewenang atribusi, wewenang delegasi, dan wewenang mandat. Wewenang atribusi adalah wewenang pemerintah yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan. Sedangkan wewenang delegasi adalah wewenang yang diperoleh atas dasar adanya pelimpahan wewenang. Serta wewenang mandat adalah pelimpahan wewenang yang pada umumnya dalam hubungan antara atasan dengan bawahan. 1.6.3. Teori Pertanggungjawaban Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang. Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan. Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik. 15 Mengenai persoalan pertanggungjawaban pejabat menurut Kranenburg, ada dua teori yang melandasinya yaitu: 15
Ridwan H.R.,2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 335-337.
a.
teori fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab ditujukan pada manusia selaku pribadi.
b.
teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang bersangkutan. Menurut teori ini tanggung jawab dibebankan kepada jabatan. Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau kesalahan ringan, dimana berat dan ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada tanggung jawab yang harus ditanggung.16
Responsibilitas (responsibility) merupakan konsep yang berkenaan dengan standar profesional dan kompetensi teknis yang dimiliki administrator (birokrasi publik) dalam menjalankan tugasnya. Administrasi negara dinilai responsibel apabila pelakunya memiliki standard profesionalisme atau kompetensi teknis yang tinggi. Sedangkan konsep responsivitas (responsiveness) merupakan pertanggungjawaban dari sisi yang menerima pelayanan (masyarakat). Seberapa jauh mereka melihat administrasi Negara (birokrasi publik) bersikap tanggap (responsive) yang lebih tinggi terhadap apa yang menjadi permasalahan, kebutuhan, keluhan dan aspirasi mereka. Pertanggungjawaban sebagai akuntabilitas (accountability) merupakan suatu istilah yang pada awalnya diterapkan untuk mengukur apakah dana publik telah digunakan secara tepat untuk tujuan di mana dana publik tadi ditetapkan dan tidak digunakan secara ilegal. Dalam perkembanganya akuntabilitas digunakan juga bagi pemerintah untuk melihat akuntabilitas efisiensi ekonomi program. Usaha – usaha tadi berusaha untuk mencari dan
16
Ibid, hal. 365
menemukan apakah ada penyimpangan staf atau tidak, tidak efisien apa tidak prosedur yang tidak diperlukan. Akuntabilitas didasarkan pada catatan/laporan tertulis sedangkan responsibilitas didasarkan atas kebijaksanaan. Akuntabilitas merupakan sifat umum dari hubungan otoritasi asimetrik misalnya yang diawasai dengan yang mengawasi, agen dengan prinsipal atau antara yang mewakil dengan yang diwakili. Dari segi fokus dan cakupannya, responsibility lebih bersifat internal sedangkan akuntabilitas lebih bersifat eksternal, Mohamad Mahsun juga membedakan akuntabilitas dalam arti sempit dan arti luas, akuntabilitas dalam pengertian yang sempit dapat dipahami sebagai bentuk pertanggungjawban yang mengacu pada siapa organisasi (atau pekerja individu) bertangungjawab dan untuk apa organisasi bertanggngjawab. 17 Sedangkan pengertian akuntabilitas dalam arti luas dapat dipahami sebagai kewajiban pihak pemegang amanah (agen) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan
dan
mengungkapkan
segala
aktivitas
dan
kegiatan
yang
menjadi
tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.18 Dengan
demikian
akuntabilitas
merupakan
kewajiban
untuk
memberikan
pertanggungajwaban atau menjawab dan menerangkan kinerja atas tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Miriam Budiarjo mendefinisikan akuntabilitas sebagai pertanggungjawaban pihak yang diberi kuasa mandat untuk memerintah kepada yang memberi mereka mandat Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui
17
Mohamad Mahsun,2006, Pengukuran Kinerja Sektor Publik , BPFE, Yogyakarta,
18
Ibid, hal. 83
hal 84
distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi. 19 Sedangkan Sedarmayanti mendefinisikan sebagai sebagai suatu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik.20 Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan yakni informasi tentang kebijakan proses pembuatan dan pelaksanaanya serta hasil – hasil yang dicapai.21 Transparansi menghendaki adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan preferensi publik. Transparansi pada akhirnya akan menciptakan horizontal accountability antara pemerintah daerah dengan masyarakat sehingga tercipta pemerintahan daerah yang bersih, efektif, efisien , akuntabel dan responsive terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat. 1.6.4. Teori Pengawasan Dalam Pasal 1 ayat ( 3 ) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu kekuasaan dan wewenang yang dimiliki oleh seorang pejabat atau suatu badan, harus berdasarkan atas undang-undang atau peraturan perundangan yang berlaku. Segala kekuasaan dan wewenang 19
Miriam Budiarjo, 1998,Menggapai Kedaulatan Rakyat, Mizan, Jakarta, hal.78 Sedarmayanti, 2005, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Membangun Sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas menuju Good Governance,Mandar Maju, Bandung ,hal. 20 21 Buku Pedoman Penguatan Pengamanan Program Pembangunan Daerah, Bappenas dan Depdagri 2002, hal.18 20
harus dijalankan dengan jelas, yaitu mencakup adanya tujuan, mengapa dan untuk apa organisasi, badan, lembaga itu dibentuk, tugas pokok apa yang akan diberikan/dibebankan kepada organisasi itu, fungsinya dan bagaimana pembidangan ruang lingkup serta kegiatankegiatan lainnya sebagai akibat pemidangan tersebut. Setiap badan dan lembaga negara dari bawah sampai ke atas, pusat dan daerah haruslah jelas. Menurut Musanef Kejelasan pengaturan tersebut menyangkut ”Sasarannya, tertib susunannya, hubungan kerja antara satu dengan yang laiinya, koordinasi dan komunikasi ke atas, ke samping, ke bawah dan ketentuan-ketentuan dan tata cara menyelenggarakannya atau secara singkat ditentukan ”Rule of the games’nya.”22 Pengertian pengawasan menurut Kamus Bahasa Indonesia karangan W.J.S Perwadarminta adalah suatu ”bentuk pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada pihak dibawahnya”. 23 Sedangkan menurut M. J. Manulang pengawasan diartikan suatu proses menetapkan pekerjaan apa yang telah dilaksanakan, menilai dan mengkoreksinya bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula. 24 Menurut Bagir Manan istilah pengawasan berkaitan sebagai suatu bentuk hubungan dengan sebuah lembaga yang mandiri, bukan hubungan internal dari entitas yang sama.25 Dalam bahasa Inggris, ada 2 ( dua ) istilah yang berkaitan dengan istilah pengawasan, yakni control dan supervision. Pengertian control menurut Black Law Dictionary yaitu the direct on indirect power the management and policies of a person or entry, wheter through ownership of voting securities, by contract , or otherwise ; the power of authority to manage, direct, or oversee ( the principal exercised control over the agent 26). Sedangkan pengertian
22
Musanep, 1985, Sistem Pemerintahan di Indonesia, Gunung Agung, Jakarta, hal. 175 W.J.S Poerwadarminta,1976, Kamus Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, hal. 104 24 M. J. Manulang, 1981, Dasar-dasar Manajemen, Gramedia, Jakarta, hal 26 25 JJ.H. Bruggink, 1996, Refleksi Tentang Hukum alih bahasa Arief Sidharta, PT. Citra Aditya, hal 23
147-157. 26
Bryan.A.Garner, Black Law Dictionary ( Seventh Edition), West Group, USA, hal. 330
supervision menurut Black Law Dictionary yaitu the act of managing, directing, or overseeing, persons or projects. 27 Mencermati pengertian pengawasan tersebut maka dapat dilihat beberapa unsur-unsur yang terkandung dalam pengawasan, antara lain : 1. Adanya aturan hukum 2. Adanya aparat pengawasan 3. Adanya tindakan dan objek pengawasan Bentuk dan isi pengawasan dilakukan semata-mata berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga pengawasan tidak berlaku atau tidak diterapkan hal yang tidak ditentukan atau berdasarkan undang-undang. Kegiatan pengawasan dalam rangka penegakan hukum tidaklah dapat dilakukan secara sewenang-wenang atau bertentangan dengan hukum. Dalam Negara hukum kekuasaan Negara dibatasi dan diatur oleh hukum termasuk alat-alat kelengkapan dalam rangka pengawasan harus berdasarkan peraturan perundang-undangan. 1.6.5. Asas-asas umum pengelolaan keuangan Negara Asas-asas umum dalam pengelolaan keuangan Negara28, yaitu : a. Asas tahunan yaitu membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu. b. Asas universalitas yaitu mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran. c. Asas kesatuan yaitu menghendaki agar semua pendapatan dan belanja Negara disajikan dalam satu dokumen anggaran. d. Asas spesialitas yaitu mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukkannya.
27 28
Ibid, hal. 1452 Sri Soemantri M, 1992, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni,Bandung, hal 15
e. Asas akuntabilitas yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawaban kepada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan f. Asas profesionalitas yaitu asas yang mengutamakan keahlian berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan g. Asas proporsionalitas yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan negara h. Asas keterbukaan dalam pengelolaan negara yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang pengelolaan Negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia Negara. i.
Asas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri yaitu asas yang memberikan kebebasan bagi badan pemeriksa keuangan untuk melaksanakan pemeriksaan keuangan Negara dengan tidak boleh dipengaruhi oleh siapa pun. Pengelolaan keuangan Negara merupakan seluruh kegiatan pejabat pengelolaan
keuangan Negara sesuai kewenangannya. Pejabat yang diberi tugas melakukan pengelolaan keuangan Negara harus memperhatikan dan menerapkan asas-asas hukum yang mendasari. Asas-asas pengelolaan keuangan Negara bukan merupakan kaidah umum atau norma hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, kecuali kaidah moral yang menjadi pedoman dalam pengelolaan keuangan Negara agar dapat menghasilkan pekerjaan terbaik sehingga tidak menimbulkan kerugian keuangan Negara. 1.7.
Metode penelitian
Dalam metode penelitian ini hal-hal yang perlu diketahui adalah jenis penelitian, jenis pendekatan masalah, sumber bahan hukum, teknik pengumpulan bahan hukum dan teknik analisis bahan hukum. 1.7.1.Jenis penelitian Penelitian hukum merupakan proses kegiatan berpikir dan bertindak logis, metodis, dan sistematis mengenai gejala yuridis, peristiwa hukum, atau fakta empiris yang terjadi, atau yang ada di sekitar kita untuk direkonstruksikan guna mengungkapkan kebenaran yang bermanfaat bagi kehidupan. Berpikir logis adalah berpikir secara bernalar menurut logika yang diakui ilmu pengetahuan dengan bebas dan mendalam sampai ke dasar persoalan guna mengungkapkan kebenaran. Metodis adalah berpikir dan berbuat menurut metode tertentu yang kebenarannya diakui menurut penalaran. Sistematis adalah berpikir dan berbuat yang bersistem, yaitu runtun, berurutan dan tidak tumpang tindih. Penelitian adalah merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodelogis, sistematis dan konsisten.29 Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif atau lingkup hukum dogmatik yang mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Norma hukum yang berlaku berupa norma hukum positif tertulis bentukan lembaga perundang-undangan ( undang-undang dasar ), kodifikasi , undang-undang, peraturan pemerintah dan sebagainya. Norma hukum tertulis bentukan lembaga peradilan serta norma hukum tertulis buatan pihak-pihak yang berkepentingan ( dokumen hukum, laporan hukum, kontrak dan rancangan undang-undang ).
29
Soerjono Soekanto, 1992, Penelitian Hukum Normatif,Rajagrafindo,Jakarta, hal 40
Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum teoritis atau dogmatik karena tidak mengkaji pelaksanaan atau implementasi hukum, penelitian hukum normatif hanya menelaah data sekunder. Fokus kajian hukum normatif adalah investarisasi hukum positif, asas-asas, dan doktrin hukum, penemuan hukum dalam kasus pidana ataupun perkara perdata, sistematik hukum, sinkronisasi hukum, perbandingan hukum, dan sejarah hukum. Tipe penelitian hukumnya adalah kajian komperehensif analitis terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Hasil kajian dipaparkan secara lengkap, terperinci, jelas, dan sistematis sebagai suatu karya ilmiah.
1.7.2. Jenis pendekatan masalah Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk mencari jawabannya sehingga memberikan jalan kemudahan dalam mencapainya. Dalam penelitian hukum normatif, ada beberapa jenis pendekatan yang dapat digunakan antara lain : a) Pendekatan perundang-undangan ( statute approach ) b) Pendekatan analisa konsep hukum ( analytical and conceptual approach ) c) Pendekatan sejarah ( historical approach ) d) Pendekatan kasus ( the case approach) e) Pendekatan fakta ( the fact approach ) f) Pendekatan frasa ( word & phrase approach ) g) Pendekatan perbandingan ( comparative approach )
Dalam penelitian mengenai pertanggungjawaban pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah ( BLUD ) dan tujuan hukum pengawasannya menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan sejarah dan pendekatan analisa konsep hukum. Dalam penelitian ini melihat dari permasalahan, maka penelitian ini akan menggunakan pendekatan perundang-undangan ( statute approach ) yaitu melihat peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan badan layanan umum ( BLU ) yaitu dengan mengkaji norma-norma yang tercantum dalam peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Pendekatan sejarah ( historical approach ) adalah pendekatan dengan mempelajari perkembangan dan asal-usul sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu, dan memperbandingkan antara hukum yang berbeda karena dibatasi karena perbedaan waktu yaitu menganalisa suatu perangkat daerah sebelum dan sesudah menjadi Badan Layanan Umum Daerah. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan analisa dan konsep hukum (analytical and conceptual approach ) yaitu menganalisa bahan hukum yang menyangkut sistem pertanggungjawaban pengelolaan keuangan Negara badan layanan umum dan menyangkut pengawasan sistem pertanggungjawaban keuangan badan layanan umum, dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut : 1) Mengidentifikasi sumber hukum yang menjadi dasar rumusan masalah 2) Mengidentifikasi pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang berasal dari sumber dari rumusan masalah. 3) Mengidentifikasi dan mengiventarisasi ketentuan-ketentuan normatif bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
4) Mengkaji secara komprehensif analitis bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan 5) Hasil kajian sebagai jawaban permasalahan dideskripsikan secara lengkap, terperinci, jelas, dan sistematis dalam bentuk laporan hasil penelitian karya tulis ilmiah. 1.7.3. Sumber bahan hukum Sumber bahan hukum penelitian ini berasal dari penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan adalah menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Bahan hukum primer adalah bahan yang isinya mengikat karena dikeluarkan oleh pemerintah contohnya berbagai peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, traktat. Sumber bahan sekuder adalah bahan-bahan yang isnya membahas bahan hukum primer contohnya buku, dan artikel serta bahan hukum tertier adalah bahan – bahan hukum yang bersifat menunjang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, contohnya kamus hukum.30 Dalam penelitian ini sumber bahan hukum yang dimaksud sebagai berikut: a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang memiliki kekuatan hukum mengikat karena dikeluarkan pemerintah antara lain : 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
30
Ashsofa Burhan, 1996, Metode Penelitian Hukum,PT. Reneka Cipta,Jakarta, hal 103
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional. 6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelola dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. 7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum 8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah 9. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal 10. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah 11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum 12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer meliputi buku-buku,literature,artikel,majalah,dan bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. c. Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu kamus hukum, kamus besar bahasa Indonesia, serta ensiklopedia dan sebagainya. 1.7.4. Teknik pengumpulan bahan hukum Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi pustaka yang meliputi bahan hukum primer yaitu perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan. sumber
sekunder yaitu buku-buku literatur ilmu hukum serta tulisan-tulisan hukum lainnya yang relevan dengan permasalahan. Studi pustaka dilakukan melalui tahap-tahap identifikasi pustaka sumber data, identifikasi bahan hukum yang diperlukan, dan inventarisasi bahan hukum (data) yang diperlukan tersebut. Data yang telah terkumpul kemudian diolah. Pengolahan bahan hukum umumnya melalui tahapan-tahapan sebagai berikut : a) Pemeriksaan bahan hukum Adalah pembenaran apakah bahan hukum yang terkumpul melalui studi pustaka, dokumen,wawancara, dan kuisioner sudah dianggap lengkap, relevan, jelas, tidak berlebihan, dan tanpa adanya kekurangan. b) Penandaan bahan hukum Adalah pemberian tanda pada bahan hukum yang diperoleh, baik berupa penomoran ataupun penggunaan tanda atau simbol atau kata-kata tertentu yang menunjukkan golongan atau kelompok atau klasifikasi bahan hukum menurut jenis dan sumbernya dengan tujuan untuk menyajikan bahan hukum secara sempurna, memudahkan rekonstruksi serta analisi bahan hukum. Bahan hukum sekunder berupa literature biasanya diberi tanda sumber bahan hukum ( penulis), tahun penerbitan, dan halaman sebagai tempat bahan hukum ditemukan. Bahan hukum sekunder berupa peraturan perundang-undangan yang biasanya diberi tanda nomor undang-undang, tahun penerbitan, judul undang-undang, pasal undang-undang, nomor lembaran Negara dan tahun penerbitan lembaran Negara. c) Penyusunan atau sistematisasi bahan hukum
Adalah kegiatan menabulasi secara sistematis bahan hukum yang sudah diedit dan diberi tanda dalam bentuk tabel-tabel yang berisi angka dan persentase apabila bahan hukum tersebut kuantitatif. Pengelompokan secara sistematis bahan hukum yang sudah diedit dan diberi tanda menurut kualifikasi bahan hukum dan urutan masalah apabila bahan hukum tersebut kualitatif. Penyusunan atau sistematis bahan hukum akan memberikan kemudahan analisis bahan hukum. 1.7.5. Teknik analisis bahan hukum Setelah bahan hukum diolah, penulis menguraikan bahan hukum secara deskriptif kualtatif yaitu dalam bentuk kalimat yang baik dan benar, sehingga mudah dibaca dan diberi arti (diinterpretasikan). Hasil analisis dijabarkan dalam bentuk uraian mengenai fenomena yang dihubungkan dengan teori, konsep, dan para pendapat sarjana sehingga diperoleh gambaran yang komprehensif mengenai substansi permasalahan. Dalam penelitian bahan hukum dianalisis dengan menggunakan teknik deskripsi, interpretasi, argumentasi, evaluasi, dan sistematisasi. 1) Teknik deskripsi adalah uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau proposisi hukum maupun non hukum 2) Teknik interpretasi adalah penggunaan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu hukum terutama penafsiran kontektualnya 3) Teknik argumentasi adalah penilaian yang didasarkan pada alasan yang bersifat penalaran hukum 4) Teknik evaluasi adalah penilaian tepat atau tidak tepat,benar atau salah terhadap suatu pandangan atau proporsi, pernyataan rumusan norma, keputusan baik yang tertera dalam bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
5) Teknik sistematisasi adalah upaya mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara peraturan perundang-undangan yang sederajad maupun yang tidak sederajad.