I. PENDAHULUAN Peran teknologi pascapanen sangat penting dalam usaha agribisnis karena dapat meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Komoditas pertanian yang belum diolah umumnya memiliki nilai tambah yang rendah, mudah rusak, daya simpannya relatif pendek, konsistensi mutu dan tingkat keamanannya sulit dijamin. Tingkat pendapatan pelaku agribisnis, khususnya petani dan pengolah hasil pertanian skala kecil-menengah masih tergolong pada tingkat ekonomi lemah. Penguasaan teknologi maupun sarana pendukung produksi yang dimiliki petani sebagian besar masih tergolong tradisional. Kemampuan petani dalam mengakses dan mengadopsi teknologi baru juga masih lemah, demikian pula kemampuan daya beli untuk mengadakan peralatan sebagai pendukung proses produksi. Ketersediaan teknologi pascapanen yang sesuai dengan kebutuhan pelaku agribisnis khususnya petani/ kelompok tani dan pengolah hasil pertanian skala kecilmenengah masih terbatas, baik kesesuaian dalam hal kompleksitas teknologi, kapasitas produksi maupun nilai investasi. Dalam upaya tersebut, diperlukan inovasi baik dalam aspek teknologi pascapanen maupun dalam penerapan teknologi. BB-Pascapanen diharapkan dapat berperan dalam melakukan inovasi tersebut, sehingga kebutuhan inovasi teknologi pascapanen untuk petani/ kelompok tani dan pengolah hasil pertanian skala kecil - menegah dapat terpenuhi. Menteri Pertanian sangat mengharapkan peran Badan Litbang Pertanian untuk menghasilkan terobosan inovasi teknologi layak terap bagi para pengguna (petani dan pengusaha agribisnis) dan kebijakan yang mampu mengatasi permasalahan mendasar pembangunan sektor pertanian. Hal ini juga menjadi perhatian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian sebagai salah satu institusi di bawah Badan Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Litbang Pertanian. BB-Pascapanen sebagai institusi yang diberi mandat melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan pascapanen, diharapkan dapat berperan dalam menyediakan teknologi dan memberikan masukan kepada Departemen Pertanian, baik rekomendasi teknologi pascapanen maupun dalam hal kebijakan pengembangan agroindustri. Penerapan suatu teknologi pascapanen di lapangan membutuhkan biaya yang relatif besar. Penerapan teknologi tersebut membutuhkan faktor pendukung, seperti gedung untuk penempatan unit pengolahan, gudang penyimpanan (beberapa produk memerlukan pendingin), pembentukan kelembagaan tata niaga dan promosi, serta keuangan mikro. Hal ini tidak mungkin dibiayai sepenuhnya oleh anggaran BB-Pascapanen. Oleh karena itu, kerjasama dengan Direktorat Teknis terkait, seperti Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, Pemerintah Daerah, Mitra Swasta dan stakeholder lainnya menjadi faktor yang sangat esensial dan merupakan keharusan. Sejalan dengan kebijakan Badan Litbang Pertanian bahwa paradigma penelitian bukan lagi “penelitian dan pengembangan”, “tetapi penelitian untuk pengembangan” (research for development) telah mewarnai kegiatan penelitian yang dilakukan oleh BB-Pascapanen yang lebih mengutamakan kegiatan penelitian yang bersifat terapan dan diimplementasikan langsung di lapangan. Sebagian besar kegiatan pengembangan dilaksanakan di sentra produksi bahan baku, bekerjasama dengan pemerintah daerah, BPTP, kelompok tani dan swasta/koperasi, sehingga proses inovasi teknologi dan diseminasi dapat berjalan paralel, dengan sendirinya akan mempercepat proses penyampaian inovasi teknologi ke pengguna. Keuntungan lain, dengan adanya sharing pendanaan dan sumberdaya lainnya dari
mitra kerjasama akan mempercepat kinerja pencapaian sasaran, karena adanya sinergisme dari berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengembangan agroindustri. Inovasi teknologi yang dihasilkan oleh BB-Pascapanen pada tahun 2007 beberapa diantaranya merupakan teknologi yang siap untuk diimplementasikan di lapangan baik melalui tahap pengkajian oleh BPTP maupun dilakukan dalam bentuk kerjasama penelitian pengembangan antara BPTP dengan BB-Pascapanen. Sebagian dari teknologi pascapanen tersebut dapat diter-
apkan dalam skala rumah tangga, sebagian lagi harus diterapkan dalam skala kelompok tani/gapoktan atau usaha kecil –menengah agar tercapai skala ekonominya.
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
II. PROGRAM PENELITIAN A. VISI DAN MISI Visi Sebagai institusi yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam penelitian dan pengembangan teknologi pascapanen pertanian, BB-Pascapanen menetapkan visinya sejalan dengan visi pembangunan pertanian dan visi Badan Litbang Pertanian. Visi BB-Pascapanen dirumuskan berdasarkan kajian orientasi masa depan (future oriented), perubahan paradigma pembangunan pertanian, serta kebutuhan institusi yang profesional. Visi BB-Pascapanen dirumuskan sebagai berikut : Menjadi institusi litbang utama dan andalan nasional dalam inovasi teknologi pascapanen pertanian. Untuk mewujudkan visi yang telah dirumuskan, maka disusun misi sebagai suatu kesatuan gerak dan langkah dalam mencapai visi. Dalam merumuskan misi ada 2 (dua) kepentingan yang menjadi bahan pertimbangan, yaitu: (1) kepentingan internal (competence quality dan commitment growth) dan, (2) kepentingan eksternal (masyarakat/ stakeholders). Misi yang dirumuskan berkaitan erat dengan lembaga, karena keberhasilan organisasi akan diukur dari keberhasilan misinya. Misi Dalam mewujudkan visi tersebut, BB-Pascapanen melaksanakan misi sebagai berikut : 1. Menciptakan inovasi teknologi pascapanen pertanian dalam rangka peningkatan daya saing dan nilai tambah hasil pertanian, diversifikasi pangan dan keamanan pangan; 2. Melakukan pengembangan dan penyebarluasan inovasi teknologi dan rekomendasi Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
kebijakan pascapanen pertanian sesuai dinamika kebutuhan pengguna; 3. Membangun jaringan kerjasama nasional dan internasional dalam rangka peningkatan penguasaan IPTEK, peran dan citra BB-Pascapanen; 4. Mengembangkan sistem kelembagaan dan kompetensi sumberdaya untuk meningkatkan kinerja institusi agar mampu memberikan pelayanan prima. B. TUJUAN DAN SASARAN Dalam jangka menengah (tahun 20052009) visi dan misi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian dijabarkan ke dalam tujuan dan sasaran penelitian dan pengembangan pertanian. Tujuan Sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian, BB-Pascapanen dalam lima tahun menetapkan tujuan penelitian dan pengembangan pascapanen pertanian sebagai berikut : 1. Menghasilkan dan mengembangkan inovasi teknologi pengolahan untuk mendukung tumbuhkembangnya agroindustri di perdesaan yang akan memacu aktivitas ekonomi perdesaan, menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 2. Menghasilkan dan mengembangkan inovasi teknologi pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas pertanian unggulan melalui perbaikan mutu, pengembangan produk, pemanfaatan produk samping dan limbah. 3. Menghasilkan dan mengembangkan inovasi teknologi untuk merevitalisasi sumber-sumber pangan tradisional dan pemanfaatan sumber pangan baru dalam meningkatkan diversifikasi pangan.
4. Menyediakan data base dan konsep kebijakan untuk rekomendasi penyusunan standar mutu, keamanan pangan dan harmonisasi standar mutu. Sasaran Sasaran yang ingin dicapai oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian baik yang dijabarkan dalam sasaran tahunan maupun sasaran akhir rencana strategis yaitu : 1. Tersedia dan berfungsinya paket teknologi pengolahan pangan untuk mendukung diversifikasi pangan. 2. Tersedia dan berfungsinya paket teknologi pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah, perbaikan mutu dan peningkatan daya saing produk. 3. Tersedia dan berfungsinya, serta diadopsinya model agroindustri perdesaan berbasis inovasi teknologi pengolahan. 4. Tersedianya data base dan konsep kebijakan untuk rekomendasi penyusunan standar mutu, keamanan pangan dan harmonisasi standar mutu. C. PENCAPAIAN TUJUAN DAN SASARAN PROGRAM Sejalan dengan Program Utama Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Badan Litbang Pertanian dan Tupoksi BB-Pascapanen, maka BB-Pascapanen memfokuskan pada Program Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Nilai Tambah Pertanian khususnya Subprogram Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian sebagai landasan utama Program Penelitian dan Pengembangan Pascapanen yang akan dilaksanakan selama periode 2005-2009. Rincian masing-masing Program Utama Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian periode 2005-2009 adalah sebagai berikut :
1. Program Penelitian Teknologi Pascapanen dan Pengembangan Produk untuk Peningkatan Daya Saing dan Nilai Tambah Hasil Pertanian Ruang lingkup program ini meliputi inovasi komponen teknologi, perakitan komponen teknologi, dan scaling-up teknologi sampai menjadi suatu model agroindustri dengan peningkatan nilai tambah dan daya saing. Program ini diarahkan untuk menghasilkan inovasi teknologi pascapanen bagi pengembangan agroindustri skala kecilmenengah dan perdesaan. 2. Program Pengembangan Teknologi Mendukung Diversifikasi Pangan Ruang lingkup program ini meliputi penelitian dan pengembangan teknologi untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan melalui diversifikasi produk, khususnya pangan berbahan baku non-beras. Sasaran yang ingin dicapai adalah keragaman produksi dan konsumsi pangan masyarakat. Program ini juga diarahkan untuk mengangkat bahan pangan tradisional dan sumber pangan lokal menjadi bahan pangan yang bermutu dengan citra tinggi. 3. Program Penelitian Mendukung Peningkatan Keamanan Pangan Ruang lingkup program ini meliputi identifikasi kontaminan dan mutu produk pertanian, pengembangan sistem mutu, pengembangan teknik-teknik analisis mutu yang efektif dan rekomendasi teknologi untuk menekan kontaminan pada produk pertanian. Faktor keamanan pangan berkaitan dengan tercemar tidaknya pangan oleh cemaran mikrobiologis, logam berat dan bahan kimia yang membahayakan kesehatan. Untuk dapat memproduksi pangan yang bermutu baik dan aman bagi kesehatan, tidak cukup hanya mengandalkan pengujian akhir di laboratorium saja, tetapi juga diperlukan adanya penerapan sistem jaminan Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
mutu dan sistem manajemen lingkungan atau penerapan cara produksi pangan olahan yang baik (GMP-Good Manufacturing Practices) dan penerapan analisis bahaya dan titik kendali kritis (HACCP-Hazard Analysis and Critical Control). 4. Program Penelitian dan Pengembangan Berbasis Kemitraan dan Keperluan Pembangunan Pertanian Berdasar Permintaan Ruang lingkup program ini meliputi kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi pascapanen atas dasar permintaan stakeholder atau mitra. Mitra dapat berasal dari instansi pemerintah (pusat dan daerah), badan usaha (BUMN, BUMD, dan swasta), koperasi dan kelompok tani. Kegiatan berbentuk kerjasama penelitian atau kerjasama pengembangan untuk tujuan komersialisasi maupun dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Kerjasama penelitian dapat dimulai dari penelitian dasar, penelitian terapan sampai pada scale up. Kerjasama pengembangan diarahkan pada pengembangan teknologi di lapangan sehingga menjadi suatu Model Agroindustri yang operasional. Jenis komoditas menjadi objek penelitian maupun pengembangan dapat berasal dari komoditas unggulan maupun non unggulan tergantung dari permintaan mitra dan stakeholder.
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
5. Pengembangan Sistem Informasi, Komunikasi, Diseminasi, dan Umpan Balik Inovasi Teknologi Pascapanen Ruang lingkup program ini meliputi kegiatan penyampaian inovasi teknologi pascapanen yang dihasilkan kepada pengguna (petani, pengusaha, dan direktorat teknis) melalui promosi, publikasi, gelar teknologi, ekspose, pameran, temu bisnis, meningkatkan perolehan HaKI dan melakukan komersialisasi teknologi hasil penelitian. Termasuk di dalamnya kegiatan pem-binaan, pendampingan, dan koordinasi dalam rangka pelaksanaan kegiatan Prima Tani.
III. HASIL KEGIATAN PENELITIAN A. P R O G R A M P E N E L I T I A N TEKNOLOGI PASCAPANEN DAN PENGEMBANGAN PRODUK UNTUK PENINGKATAN DAYA SAING DAN NILAI TAMBAH HASIL PERTANIAN 1. Teknologi Sistem Pengeringan - Penyimpanan Bawang Merah Peningkatan produksi bawang merah saat ini belum sepenuhnya dapat memberikan keuntungan bagi petani. Penanganan pascapanen bawang merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi petani. Kesalahan dalam penanganan dan penyimpanan bawang dapat mengakibatkan tingginya kehilangan hasil se-
lama penyimpanan (20-40%), umur simpan pendek, umbi bawang cepat rusak/busuk, bertunas dan berakar. Sehingga upaya petani untuk mendapatkan harga bawang merah yang lebih baik tidak dapat tercapai. Untuk mengatasi masalah ini telah diperoleh model teknologi sistem pengeringan - penyimpanan bawang merah kapasitas 5-10 ton yang dilengkapi dengan sistem pengaturan aerasi udara (ballwindow), tungku pemanas, blower penghisap dan ventilasi udara (Gambar 1). Sistem pengaturan suhu dan kelembaban udara di dalam ruang pengeringan dan penyimpanan bawang merah dapat berfungsi dengan baik.
Gambar 1. Model skematik sistem pengeringan - penyimpanan (instore drying) bawang merah
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Gambar 2. Model bangunan pengering-penyimpanan (instore drying) bawang merah : (a) tungku pemanas dan (b) susunan bawang merah dalam instore drying Berdasarkan pengamatan terhadap umbi bawang merah selama proses pengeringan 9 hari dan penyimpanan 14 minggu menunjukkan bahwa perlakuan pengeringan dan penyimpanan dalam instore drying dengan bentuk gedengan menghasilkan mutu fisiko-kimia umbi bawang merah yang terbaik. Karakteristik mutu umbi bawang merah yang dihasilkan adalah kadar air 83,05%; kadar abu 0,67%; VRS 1,76%; susut bobot 22,28%; kerusakan 10,38% dan warna (L = 24,16; a = 15,55; b = 13,24). Pada penyimpanan secara konvensional, susut bobot umbi bawang merah mencapai 25,95% dan kerusakannya sebesar 14,13%). Pada tahun 2008 akan diterapkan teknologi sistem instore drying di sentra produksi bawang merah di Brebes. Pelaksanaan percobaan akan dilakukan bersama Gapoktan di Desa Tengguli, Kec. Tanjung, Kab. Brebes. Kapasitas instore drying yang akan diterapkan diperbesar menjadi 15-20 ton, disesuaikan dengan kapasitas produksi kelompok tani. 2. Pemanfaatan Minyak Jarak sebagai BahanBakar Pengganti Minyak Tanah Ketersediaan cadangan minyak bumi Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
yang semakin terbatas, dan meningkatnya kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) sehingga berdampak tingginya harga BBM. Kelangkaan dan harga yang relatif tinggi dari minyak tanah perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah karena sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat. Salah satu alternatif dengan memanfaatkan minyak nabati (plant/vegetable oil) yang bahan bakunya tersedia secara lokal, mudah didapat dan terpulihkan (renewable) untuk pengganti minyak tanah. Penelitian pemanfaatan minyak jarak pagar sebagai alternatif pengganti minyak tanah dilaksanakan selama dua tahun (2006 – 2007). Kegiatan penelitian pada tahun 2006 mencakup (a) karakteristik sifat fisiko-kimia minyak jarak pagar, (b) pengujian minyak jarak pagar pada kompor minyak tanah, dan (c) proses transesterifikasi minyak jarak pagar pada skala laboratorium. Pada tahun 2007, kegiatan penelitian diarahkan untuk menghasilkan (1) teknologi proses transesterifikasi minyak jarak pagar menjadi bahan bakar pengganti minyak tanah skala 20 l/proses, (2) teknologi proses degumming minyak jarak pagar, dan (3) teknologi pengolahan briket bungkil biji jarak pagar.
Gambar 3. (A) Alat press hidraulik kapasitas 5 kg bahan/batch, (B) Minyak jarak pagar kasar, (C) Unit peralatan proses transesterifikasi minyak jarak kapasitas 20 l minyak/ proses, setara 60 l minyak/hari atau 48 l metil ester kasar/hari, dan (D) Metil-ester kasar sebagai alternatif pengganti minyak tanah, dengan kinerja sebagai berikut : lama mena) Teknologi proses transesterifikasi mindidihkan satu liter air 6-10 menit, konsumsi yak jarak pagar pada skala 20 l/proses bahan bakar (ME) 13,9-22,3 l/menit, nyala api Proses transesterifikasi minyak jarak kontinyu berwarna merah-kuning kebiruan. pagar pada skala 20 l/proses, dengan perKinerja ini umumnya mendekati kinerja timbangan kapasitas tersebut sesuai untuk minyak tanah. memenuhi kebutuhan bahan bakar rumah Pada pengujian dengan kompor tangga untuk skala kelompok tani. Hasil uji sumbu menunjukkan bahwa kinerja pada menunjukkan bahwa proses transesterifikasi kompor sumbu pita lebih baik dibanding telah dapat menghasilkan rendemen metilkompor sumbu bundar, namun keduanya ester kasar 74,17% - 98,92%. Lamanya total menunjukkan kinerja lebih rendah dibandwaktu per proses 140 menit, sehingga dalam ing minyak tanah dan komponen sumbunya satu hari diproses maksimal 60-70 liter mincenderung cepat habis karena pembakaran yak jarak pagar. Karakteristik fisiko-kimia tersebut. Hasil pengujian pada lampu min(kadar FFA, bilangan asam, densitas, titik yak relatif lebih baik dibanding kompor, nyala dan viskositas) dari metil-ester kasar dengan lama nyala 36 menit – 6,5 jam dan yang dihasilkan memenuhi standar untuk sumbu pitanya relatif lebih tahan lama. Hal bahan bakar pengganti minyak tanah. ini disebabkan konstruksi lampu minyak Hasil uji keragaan pada lampu minlebih tertutup dibanding kompor sumbu. yak menunjukkan bahwa metil-ester kasar Total biaya produksi metil-ester kasar dari yang terbaik, dihasilkan dari perlakuan nisminyak jarak Rp. 26.984,08/liter sehingga bah mol 7 (metanol):1 (minyak) atau nisbah masih belum kompetitif dibandingkan harga bobot 3,4 (minyak) : 1 (metanol), dengan minyak tanah. lama reaksi 85 menit pada suhu 60-65 oC. Pengujian pada kompor tekan menunjukkan bahwa metil ester tersebut dapat digunakan
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
b) Teknologi proses degumming Proses pemurnian (degumming) minyak jarak pagar dengan filtrasi membran berukuran 0,01 mm mampu menurunkan kadar fosfolipid dalam minyak jarak pagar. Perlakuan terbaik yang memberikan rejeksi fosfolipid tertinggi adalah filtrasi selama 4 menit dengan backflush selama 2 detik dengan rejeksi fosfolipid sebesar 25,47%. Perlakuan backflush mampu me-recovery dan meningkatkan fluks. Perlakuan terbaik yang menghasilkan fluks tertinggi adalah filtrasi selama 2 menit dengan backflush selama 6 detik, dengan fluks sebesar 8,42 l/m2. jam. Selain itu, mikrofiltrasi minyak jarak dan perlakuan backflush mampu merejeksi logam kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan besi (Fe) serta meningkatkan kejernihan dan color difference. Perlakuan yang memberikan rejeksi kalsium tertinggi adalah filtrasi selama 2 menit dengan backflush selama 6 detik sebesar 73,01%. Perlakuan yang menghasilkan rejeksi magnesium tertinggi adalah filtrasi selama 4 menit dengan backflush selama 6 detik sebesar 59,27%. Perlakuan yang memberikan rejeksi besi tertinggi adalah filtrasi selama 4 menit dengan backflush selama 2 detik sebesar 86,44%. Perlakuan yang dapat meningkatkan kejernihan minyak paling tinggi adalah filtrasi selama 2 menit dengan backflush selama 2 detik sebesar 153,02%. Perlakuan yang menghasilkan color difference tertinggi adalah filtrasi selama 2 menit dengan backflush selama 6 detik sebesar 7,58. Namun demikian, mikrofiltrasi minyak jarak dengan membran berukuran 0,01 mm belum mampu untuk menurunkan bilangan asam dan FFA. Pengujian minyak jarak hasil degumming menunjukkan bahwa pada kompor semawar, diperlukan campuran dengan minyak tanah 50% agar kompor dapat menyala dan mendidihkan air, namun lama nyala relatif singkat dan tidak kontinyu. Pada kompor bertekanan (buatan Jerman), kinerjanya jauh lebih baik yaitu (a) lama 1 Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
liter air mendidih 13-14 menit, (b) warna api biru kemerahan, (c) nyala api lancar/ tidak tersendat dan kontinyu rata-rata 3 jam 25 menit. Pada lampu minyak, minyak jarak hasil degumming hanya bisa digunakan jika dicampur dengan minyak tanah. Campuran 20% minyak tanah dan 80% minyak degumming dapat memberikan nyala 5 jam 2 menit, relatif tidak berbeda jika campurannya masing-masing 50% yaitu 5 jam 52 menit. c) Teknologi pengolahan briket bungkil jarak pagar Bungkil jarak pagar merupakan hasil samping dari pengepresan minyak jarak. Pada kegiatan ini telah dirakit unit proses pencetak briket berkapasitas 4 briket per batch, dengan ukuran briket : tinggi 6 cm dan diameter 4 cm. Perekat yang digunakan dalam pembuatan briket adalah tepung tapioka dan gaplek ubi-kayu. Karakteristik briket yang dihasilkan sebagai berikut : kadar air briket 1,75-2,5% (standar maksimum 6%), kadar abu 5,75-6,5% (standar maksimum 9%) dan rata-rata kerapatan/densitas briket diatas 1,0 g/cm3 (standar minimum 1,0). Hal ini menunjukkan bahwa besar tekanan pada pencetakan briket cukup optimal yaitu pada 37 Mpa. Kerapatan briket dengan perekat tepung gaplek 1,13-1,16 g/cm3, lebih tinggi dibandingkan dengan perekat tepung tapioka. Keragaan nyala api briket pada tungku menunjukkan warna kuning kemerahan dengan nyala kontinyu sampai semua briket terbakar. Lama nyala briket (5 buah briket) adalah antara 2 jam 7 menit - 2 jam 17 menit dan waktu yang diperlukan untuk mendidihkan 1 liter air adalah 7 - 30 menit. Kadar zat menguap pada briket bungkil biji jarak cukup tinggi jika dibandingkan dengan briket arang. Kadar zat menguap briket arang komersial sebesar 16.14 %, sedangkan kadar zat menguap briket bungkil biji jarak antara 77.15 % - 78.98 %. Tingginya kadar zat menguap karena tidak dilakukan
proses pengarangan (karbonisasi), sehingga menyebabkan terbentuknya asap yang lebih banyak selama pembakaran. Ketahanan tekan bungkil biji jarak berkisar antara 0,88-1,54 kg/cm2 untuk briket dengan perekat tapioka dan 5,29-1,01 kg/cm2 untuk briket dengan perekat gaplek. Nilai ini masih lebih tinggi dibandingkan briket arang komersial (0,46 kg/cm2). Briket bungkil biji jarak dengan perekat tapioka menghasilkan nilai kalor antara 3.849 - 4.538 kal/g, sedangkan briket dengan perekat gaplek menghasilkan nilai kalor 3.821 - 4.658 kal/g. Jika dibandingkan dengan nilai kalor briket arang komersial (6.819 kal/g) maka nilai ini jauh lebih rendah. Hal ini wajar mengingat kadar karbon terikat pada briket arang jauh lebih besar dan kadar zat menguapnya jauh lebih kecil, sehingga nilai kalor yang dihasilkan briket arang pun jauh lebih tinggi. Hasil analisis biaya menunjukkan bahwa harga jual briket, layak pada kisaran Rp 4.163,4 – Rp 4.250,9 / kg. 3. Mikroenkapsulasi Oleoresin Jahe Sebagai Perisa (Flavouring Agent) Produk Makanan dan Minuman Pengolahan lebih lanjut jahe menjadi oleoresin atau minyak jahe berpeluang untuk memberikan nilai tambah yang lebih besar. Oleoresin merupakan salah satu bentuk ekstraktif rempah yang memiliki karakter aroma dan rasa yang alami karena kandungan minyak atsiri dan resinnya. Oleoresin bersifat sensitif terhadap cahaya, panas dan oksigen sehingga mempunyai masa simpan yang terbatas. Bentuknya yang berupa cairan kental dan lengket menyulitkan penanganan oleoresin. Mikroenkapsulasi memberikan solusi bagi permasalahan tersebut. Bahan aktif dengan mikro-enkapsulasi akan terlindung dari pengaruh lingkungan yang merugikan selama penyimpanan maupun selama pengolahan. Mikroenkapsulasi juga dapat meng-konversi cairan menjadi bubuk padatan sehingga memudahkan penanganan dan pengemasannya. 10
Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan kondisi mikroenkapsulasi oleoresin jahe dengan karakteristik mikrokapsul yang memadai. Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian tahap pertama menyangkut penentuan komposisi bahan pengkapsul dan persentase oleoresin dalam campuran bahan pengkapsul; dan penelitian tahap kedua tentang penentuan kondisi mikroenkapsulasi (spray drying). Mikrokapsul dengan karakteristik terbaik dicobakan sebagai perisa sirup jahe. Bahan pengkapsul yang dicobakan terdiri atas maltodekstrin, gum arab dan natrium kaseinat dalam tiga variasi kombinasi (4:2:0, 4:1:1, 4:0:2); dan persentase oleoresin dalam campuran bahan pengkapsul terdiri atas empat taraf (5, 10, 15 dan 20%). Kondisi spray drying yang dikaji berupa laju alir umpan (15 ml/menit dan 20 ml/menit) dan suhu inlet (160, 170, dan 180°C). Karakteristik mikrokapsul yang diamati berupa total oil, oil retention, surface oil, kadar air, profil minyak atsiri jahe sebelum dan sesudah mikroenkapsulasi serta struktur mikrokapsul. Dari hasil penelitian ini telah diperoleh komposisi bahan pengkapsul dan kondisi spray drying yang memberikan efisiensi mikroenkapsulasi yang tinggi. Konsentrasi bahan pengkapsul di dalam suspensi umpan 20% memberikan keragaan spray drying yang baik. Komposisi bahan pengkapsul yang memberikan karakteristik mikrokapsul terbaik adalah kombinasi maltodekstrin-gum arab-natrium kaseinat (4:0:2) dengan persentase oleoresin 10%. Kombinasi suhu inlet dan laju alir umpan terbaik adalah 170°C dan 15 ml/menit. Pada kondisi tersebut mikrokapsul memiliki total oil 2,19%, efisiensi mikroenkapsulasi 92,1%, surface oil 0,1550% dan kadar air 1,85%. Penambahan natrium kaseinat dalam campuran bahan pengkapsul berkontribusi pada peningkatkan efisiensi mikroenkapsulasi sehingga dapat mensubstitusi penggunaan gum arab yang relatif lebih mahal. Keberadaan natrium kaseinat dalam campuran Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Gambar 4. (A) Oleoresin jahe dan (B) Mikrokapsul oleoresin jahe bahan pengkapsul juga mengurangi kadar surface oil sehingga pemakaiannya dapat mengurangi resiko oksidasi minyak pada permukaan kapsul. Produk yang diperoleh dari campuran bahan pengkapsul memiliki kadar air terendah yang dikehendaki dalam mikroenkapsulasi karena akan memberikan kestabilan simpan yang baik. Suhu inlet dan laju alir umpan tidak berpengaruh pada total oil dan efisiensi mikroenkapsulasi, sedangkan surface oil dan kadar air dipengaruhi oleh suhu inlet dan laju alir umpan. Mikrokapsul dengan karakteristik terbaik telah dicobakan sebagai perisa sirup jahe dan diuji tingkat kesukaannya. Hasil uji tingkat kesukaan sirup jahe menunjukkan bahwa mikrokapsul memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai perisa minuman. Rasa dan aroma sirup jahe yang menggunakan perisa mikrokapsul tidak berbeda dengan sirup yang menggunakan perisa sari jahe segar dan oleoresin. Kekentalan dan penampilan sirup mikrokapsul lebih disukai daripada sirup jahe yang menggunakan perisa sari jahe segar dan oleoresin. 4. Produksi Rhamnosidase dari Aspergillus sp Kendala dalam pengolahan jeruk siam adalah munculnya rasa pahit pada jus jeruk. Pemicunya adalah prekusor senyawa limonin dan naringin pada jeruk segar. Kedua senyawa tersebut menjadi aktif akibat Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
pengaruh pemanasan dan oksidasi. Pada proses pembuatan jus jeruk, naringin/limonin dapat terekstrak dari jaringan buah dan kulit jeruk. Tingginya konsentrasi naringin pada buah jeruk dapat mengganggu penerimaan konsumen karena rasa pahit yang ditimbulkannya. Salah satu alternatif untuk menghilangkan rasa pahit adalah dengan menggunakan enzim. Beberapa enzim dapat menghilangkan rasa pahit pada jus jeruk, salah satunya adalah enzim rhamnosidase. Rhamnosidase (EC 3.2.1.40) merupakan kompleks enzim dari naringinase. Enzim rhamnosidase dapat dihasilkan dari kapang Aspergillus sp. dan Penicillium sp. Enzim rhamnosidase komersial sangat sulit diperoleh di Indonesia, harus diimpor dan harganya sangat mahal. Ruang lingkup penelitian ini meliputi produksi rhamnosidase skala laboratorium dengan melakukan optimasi pada suhu dan pH kultivasi. Kisaran suhu yang digunakan 25-30°C dengan pH 5-8. Suhu optimum enzim kasar ditentukan dengan mengukur aktivitas enzim pada berbagai suhu dengan kisaran 30-60°C (selang suhu 10°C). pH enzim ditentukan dengan mengukur aktivitas enzim pada berbagai pH dengan kisaran 3-7 pada kondisi suhu optimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi proses optimal produksi rhamnosidase dari Aspergillus sp. RH-ase-H diperoleh pada suhu 37,5ºC dan pH 6,5. Sedangkan untuk 11
Penicillium sp. RH-ase-A adalah suhu 25ºC dan pH 5. Enzim rhamnosidase dari Aspergillus sp. RH-ase-H mempunyai karakteristik : suhu optimum 50oC dan pH optimum pada pH 4. Sedangkan enzim rhamnosidase dari Penicillium sp. RH-ase-A pada suhu optimum 40°C dan pH 5. Kemampuan rhamnosidase yang dihasilkan oleh Penicillium sp. RH-ase-A dalam menghidrolisis naringin tidak sebesar pada enzim yang dihasilkan oleh Aspergillus sp. RH-ase-H. Kemampuan tertinggi enzim rhamnosidase dari Aspergillus sp. RH-ase-H dalam menghidrolisis naringin terjadi pada media jus siap saji hingga mencapai 50,01% pada konsentrasi enzim 30% yang setara dengan 27,8 U/ml pada suhu 20oC dan waktu kontak 3 jam. Enzim rhamnosidase dari Aspergillus sp Rhaase-H mempunyai kemampuan yang cukup besar dalam menghidrolisis naringin, enzim ini juga mampu bekerja pada suhu tinggi sehingga cocok digunakan dalam aplikasi pada industri pangan khususnya proses pembuatan jus jeruk. 5. Teknologi Pengolahan Sayuran Kering Siap Santap Produksi sayuran yang potensial dan memiliki konsumen terbesar di Indonesia (wortel, bayam, sawi dan kubis) mencapai 2,4 juta ton (BPS, 2005). Sayuran merupakan bahan pangan yang mudah rusak atau busuk. Di Indonesia tingkat kehilangan hasil sayuran baik kualitas maupun kuantitas mencapai 25-40%. Kondisi ini menuntut usaha penanganan pascapanen sayuran yang baik untuk menekan kehilangan hasil, menjaga kualitas nutrisi yang dimiliki sayuran serta menjamin keamanannya. Teknologi yang dapat mengurangi kerusakan dan kebusukan sayuran sangat diperlukan selain dalam upaya untuk memperpanjang masa simpannya atau untuk menyelamat-kan keberlimpahan sayuran pada saat panen raya. Selain itu, perubahan gaya hidup yang
12
menginginkan segala sesuatu yang serba cepat menuntut tersedianya bahan pangan siap santap (dalam bentuk keripik/snack) yang dapat langsung dimakan. Teknologi pengolahan sayuran segar menjadi produk sayuran kering siap santap merupakan salah satu alternatifnya. Penelitian diawali dengan persiapan bahan baku sayuran, meliputi pemilihan bahan baku sayuran, pemotongan, pengirisan dan pencucian. Wortel diiris dengan ketebalan ± 5 mm, sedangkan buncis hanya dipotong ujungnya. Pada wortel dan buncis dengan pembumbuan kering kemudian dilakukan steam blanching selama 5-10 menit dan digoreng dengan variasi suhu (60-70°C, 70-80°C, dan 80-90°C) sampai diperoleh produk wortel dan buncis kering lalu diberi bumbu dengan cara penaburan. Pada pembumbuan basah, wortel dan buncis dicelupkan (deeping) dalam adonan bumbu selama 5-10 menit kemudian digoreng dengan perlakuan variasi suhu yang sama sampai didapatkan produk wortel dan buncis kering. Sebelumnya dilakukan perendaman dalam larutan CaCl2 (1000 ppm, selama 30’). Setelah itu produk sayuran kering dilakukan karakterisasi sifat fisiko-kimia dan sensori/ organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pembumbuan basah dengan suhu penggorengan vakum (80-90)°C menghasilkan karakteristik produk buncis kering yang paling baik, yaitu memiliki kadar air (6,328%), vitamin C (0,433 mg/100g bb), dan TBA (0,158%). Selain itu perlakuan pembumbuan basah dan suhu penggorengan vakum (60-70)°C menghasilkan produk wortel kering dengan karakteristik yang paling baik, yaitu kadar protein (7,370%), FFA (0,473 %), vitamin A (302,248 ppm), dan kadar serat (8,768%). Hasil analisis sifat sensori menunjukkan bahwa produk buncis kering dengan perlakuan pembumbuan basah, suhu penggorengan vakum (80-90)°C dan produk wortel kering dengan perlakuan pembumbuan basah, suhu penggorengan vakum (60-70)°C Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
paling disukai oleh panelis. 6. Teknologi Pembekuan Cepat Puree dan Irisan Buah Mangga Arumanis Teknologi pembekuan merupakan salah satu alternatif preservasi buah mangga untuk mengatasi masalah ketersediaan buah mangga diluar musim panen, yang berlangsung selama sekitar 6 bulan. Irisan mangga segar yang dibekukan ini merupakan produk intermediate, yang selanjutnya dapat diolah lebih lanjut menjadi produk lain seperti puree, sari buah dan sebagainya. Pada pembekuan cepat, laju penguapan panas berjalan sangat cepat dan suhu supercooling relatif rendah. Pembekuan cepat puree dan irisan buah mangga arumanis dilakukan dengan menggunakan metode pencelupan langsung ke dalam nitrogen cair. Dengan titik didih yang mencapai suhu -195,8°C, nitrogen cair mempunyai kemampuan membekukan bahan organik jauh lebih singkat dibandingkan dengan pendingin berbahan amoniak maupun freon. Puree dikemas terlebih dahulu dengan plastik polietilen sebelum dibekukan, sedangkan irisan buah mangga arumanis berbentuk kubus dengan ukuran 2x2x2 cm direndam terlebih dahulu dalam 1000 ppm CaCl2 selama 15 menit. Puree dan irisan buah mangga dicelupkan ke dalam nitrogen
Gambar 5. Produk sayuran kering siap santap : (a) buncis kering dan (b) wortel kering
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
cair dengan menggunakan pencelup yang terbuat dari bahan stainless steel. Waktu pencelupan untuk puree mangga berkisar 50-70 detik, sedangkan waktu pencelupan untuk irisan buah mangga berkisar 30-50 detik. Puree dan irisan beku buah mangga arumanis disimpan di dalam freezer pada suhu -30°C selama 6 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa puree mangga yang dikemas dengan plastik polietilen ketebalan 0,06 mm dan dibekucepatkan dengan pencelupan langsung ke dalam nitrogen cair selama 70 detik menghasilkan karakteristik puree yang terbaik setelah disimpan selama 6 bulan yaitu dengan kandungan vitamin C (30,97 mg/100 g); total asam (0,40%); pH (4,8); TSS (13°Brix); kecerahan (54,18); Hue (99,04°H); kekentalan (1780 cp) dan total mikroba (1,6 x 103 koloni/ mL). Sedangkan untuk irisan buah mangga arumanis, pencelupan ke dalam nitrogen cair selama 40 detik menghasilkan karakteristik irisan beku buah mangga arumanis terbaik stelah disimpan selama 6 bulan, yaitu dengan kandungan vitamin C (37,67 mg/100g), total asam (0,38%); pH (4,23); TSS (13,33 °Brix); kecerahan (55,61); Hue (90,15°H); dan total mikroba (2,3 x 102). Kedua produk tersebut sampai penyimpanan selama 6 bulan masih dapat diterima oleh panelis. 7. Penelitian Teknologi Pengolahan Minyak Dedak Padi (Rice Bran Oil) Potensi dedak padi di Indonesia cukup besar mengingat produksi padi nasional mencapai 54.454.937 ton (pada tahun 2006). Dedak padi merupakan salah satu produk samping dari penggilingan padi. Pada proses penggilingan padi yang berkadar air 14% akan dihasilkan rendemen beras berkisar 57-60%, sekam 18-20% dan dedak sebanyak 8-10%. Di dalam dedak terdapat minyak dedak padi dengan kandungan nutrisi berupa tocopherol, tocotrienol dan oryzanol. Nutrisi tersebut merupakan antioksidan alami yang 13
membantu melawan radikal bebas pada tubuh, terutama penyakit kanker. Senyawa ini lebih aktif dibandingkan vitamin E dalam melawan radikal bebas dan dipercaya sangat efektif untuk menurunkan kolesterol pada darah, kolesterol pada liver dan menghambat waktu menopause. Berdasarkan kandungan nutrisinya, minyak dedak padi berpeluang diproses lebih lanjut untuk meningkatkan nilai tambahnya dalam bentuk food suplement. Teknologi pembuatan minyak dedak padi dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi pengadukan dengan pelarut. Pelarut dipisahkan dari minyak dedak padi dengan menggunakan rotavapor. Pelarut yang diujicobakan adalah heksan, etanol 70% dan etanol 96% dengan lama pengadukan 3 jam, 6 jam dan 9 jam. Pengemasan dan penyimpanan dilakukan pada produk minyak hasil ekstraksi dengan pelarut heksan dan lama pengadukan 6 jam sebagai perlakuan terbaik. Pengemasan menggunakan botol kaca dan botol plastik masing-masing 2 jenis, gelap dan bening dengan jumlah sampel minyak sebanyak 50 ml per botol kemudian disimpan selama 3 bulan. Analisis fisiko-kimia dilakukan setiap bulan untuk melihat perubahan mutu minyak dedak. Parameter yang diamati meliputi rendemen minyak dedak, nilai FFA, vitamin E, kadar air dan warna. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa teknologi produksi minyak dedak yang dihasilkan menggunakan metode pengadukan selama 6 jam dengan pelarut heksan dan dikemas dalam botol kaca gelap menghasilkan mutu fisiko-kimia minyak dedak padi yang terbaik. Minyak dedak padi yang dihasilkan mempunyai karakteristik: rendemen (11,89%), kadar asam lemak bebas (FFA) (15,77%), kadar air (5,67%) dan Vitamin E (5,67 mg/100 g).
14
B. P R O G R A M PENGEMBANGAN TEKNOLOGI M E N D U K U N G DIVERSIFIKASI PANGAN 1. Teknologi Pengolahan Ubikayu dan Ubijalar untuk Diversifikasi Konsumsi Pangan Ketahanan pangan pokok sering diidentikkan dengan ketersediaan dan kecukupan beras. Namun pada kenyataannya lebih dari enam tahun terakhir untuk mencukupi kebutuhan beras nasional, selalu harus dipenuhi dengan melakukan impor. Untuk mengatasi hal tersebut perlu upaya diversifikasi pangan, dengan menggali sumber karbohidrat lokal berbasis serealia dan umbi-umbian. Penelitian teknologi pengolahan ubikayu dan ubijalar untuk diversifikasi konsumsi pangan diarahkan untuk menghasilkan (1) teknologi pengolahan beras artificial bentuk mutiara dari ubikayu dan/atau ubijalar, (2) teknologi pengolahan tepung ubijalar termodifikasi, dan (3) teknologi pengolahan mi bergizi dari ubijalar. a) Teknologi pengolahan beras artificial bentuk mutiara dari ubikayu dan atau ubijalar Tahapan pengolahan beras artificial bentuk mutiara dari ubikayu dan/atau ubijalar meliputi : (a) persiapan bahan baku, berupa pembuatan tepung ubi kayu, tepung ubijalar, dan pati ubijalar, sedangkan pati ubikayu (tapioka) diperoleh dari pasar; (b) pembuatan beras artificial; (c) penentuan waktu pemasakan beras artificial; (d) penentuan formulasi terbaik berdasarkan uji organoleptik; dan (e) analisis sifat fisik beras artificial. Teknologi pengolahan beras artificial yang dihasilkan berupa formulasi beras artificial yang juga disebut sebagai ’Rasbi’ atau beras ubi. Formula terbaik yang dihasilkan adalah formula tepung:pati = 70:30 untuk ubikayu dan 80:20 untuk ubijalar. KeungLaporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Gambar 6. Produk beras artificial (Rasbi) : (a) Rasbi instan ubikayu (metode goreng), (b) Rasbi instan ubikayu (metode beku), (c) Rasbi instan ubijalar (metode goreng), dan (d) Rasbi instan ubijalar (metode beku) gulan beras artificial yaitu (a) mengandung serat pangan yang cukup tinggi (kadar serat pangan larut dan tidak larut beras artificial dari ubikayu sebesar 7,19 dan 9,97%, dan dari ubijalar sebesar 8.17 dan 11.24%), (b) beras artificial mempunyai kandungan karbohidrat dan abu yang lebih tinggi dibandingkan dengan beras giling, dan (c) beras artificial selain berfungsi sebagai sumber energi, juga berfungsi untuk menjaga kesehatan, dan mencegah obesitas. b) Teknologi pengolahan tepung ubijalar termodifikasi Sebagian besar produk olahan pangan menggunakan bahan baku tepung terigu, yang ketersediaannya harus diimpor. Di sisi lain, di Indonesia terdapat banyak sumber umbi-umbian yang dapat diolah menjadi pati atau tepung diantaranya ubijalar, tetapi memiliki banyak kelemahan dibandingkan tepung terigu. Tepung umbi-umbian tidak memiliki gluten seperti halnya terigu, sehingga produk olahannya tidak mengembang, tekstur keras dan beraroma khas umbi yang kadang-kadang tidak disukai oleh konsumen. Melalui pengolahan tepung ubijalar termodifikasi diharapkan dapat memperbaiki karakteristik mutu tepung dan produk olahannya. Tepung ubijalar termodifikasi dibuat melalui proses fermentasi, sifatnya lebih mengembang, tekstur lebih lembut dan tidak Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
beraroma khas umbi. Pengolahan tepung ubijalar termodifikasi melalui proses fermentasi akan terjadi perombakan substrat glukosa dan menghasilkan asam laktat yang mempunyai peranan dalam merombak struktur sel pati sehingga tekstur lebih halus, serta menghasilkan senyawa volatil. Aroma senyawa volatil dapat berfungsi menutup aroma khas umbi yang kurang disukai oleh konsumen. Penelitian ini terdiri dari 2 sub kegiatan yaitu : pembuatan isolat Bakteri Asam Laktat (BAL), dan optimalisasi teknologi pembuatan tepung ubijalar skala laboratorium. Tahap pembuatan isolat Bakteri Asam Laktat dilakukan melalui : 1) tahap seleksi Bakteri Asam Laktat unggul dan pemeliharaan bakteri asam laktat dari berbagai strain, dan 2) Tahap pembuatan starter / “ragi” untuk fermentasi ubijalar. Optimalisasi teknologi pembuatan tepung ubijalar termodifikasi dilakukan melalui pengupasan, perajangan, perendaman (fermentasi), pengepresan, pengeringan dan penepungan. Varietas ubijalar yang digunakan pada tahap penelitian ini adalah varietas ubijalar jenis berdaging umbi putih (varietas Mangan lokal Leuwiliang), kuning (varietas/ galur Muara) dan merah (varietas Retok). Prosedur pelaksanaan adalah memasukkan ubijalar segar ke dalam air dan diinokulasi dengan starter/ “ragi” bakteri asam laktat 10 %. Selanjutnya diinkubasi dan diamati pada lama perendaman 0, 12, 24 dan 36 jam. 15
Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisikokimia dan sifat fungsional tepung. Sifat fisik tepung meliputi derajat putih dan tingkat kehalusan, rendemen dan sifat amilografi, pH air rendaman dan gelembung O2 yang dihasilkan. Serta uji organoleptik (aroma, warna, tekstur dan kesukaan). Teknologi pengolahan tepung ubijalar termodifikasi yang dihasilkan berupa bakteri asam laktat Lactobacillus brevis dan L. casei sebagai isolat unggul untuk bahan starter pembuatan tepung. Formula starter yang menggunakan bahan pembawa tepung ubijalar, ditambah susu skim 15% dan isolat L. casei atau tanpa susu skim tapi menggunakan isolat L. brevis untuk memperbaiki karakterisik tepung ubijalar. Perbaikan karakteristik tepung yang dihasilkan adalah sifat fisik lebih putih, lebih halus, menghasilkan flavor segar harum, tekstur produk olahan lebih mengembang dibanding isolat lainnya dan tanpa melalui proses fermentasi. Lama fermentasi yang optimal diperlukan 24 jam. c) Teknologi pengolahan mi bergizi dari ubijalar Mi merupakan produk pangan yang sangat digemari masyarakat Indonesia baik di perkotaan maupun di perdesaan. Produk mi sangat potensial dijadikan makanan pokok alternatif pengganti beras untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras, karena mi memiliki keunggulan yaitu: praktis dalan penyiapan dan penyajiannya, serta luasnya cakupan konsumennya. Produk mi yang beredar saat ini di masyarakat pada umumnya berbahan baku tepung terigu. Kebutuhan tepung terigu tidak dapat dipenuhi dengan produksi di dalam negeri, karena iklim di Indonesia tidak mendukung untuk budidaya gandum sebagai bahan tepung terigu. Kebutuhan tepung terigu selama ini dipenuhi dari impor, sehingga ketergantungan produk mi terhadap impor terigu sangat besar dan juga membebani devisa negara
16
cukup besar. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dikembangkan produk pangan mi dengan berbasis sumber karbohidrat lokal yang cukup banyak tersedia di Indonesia, baik dari golongan serealia maupun umbi umbian. Ubikayu dan ubijalar mempunyai prospek yang baik untuk diolah menjadi mi sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap mi. Penelitian ini dilaksanakan melalui : (1) karakterisasi sifat fisikokimia bahan baku ubijalar dengan beberapa varietas; (2) pembuatan tepung dan pasta ubijalar; dan (3) proses pembuatan mi dari tepung dan pasta ubijalar. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa mi ubijalar dengan bahan baku tepung ubijalar dan tapioka (perbandingan 80:20), dan pasta ubijalar dan tapioka (perbandingan 70:30) mempunyai komposisi kimia yang tidak jauh berbeda. Mi dari pasta ubijalar menunjukkan penampakan lebih baik, sedangkan nilai beta karotin lebih tinggi mi dari tepung ubijalar. Daya serap air mi dari pasta ubijalar lebih baik yaitu berkisar antara 53,89-55,08% dan kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) berkisar 15,03-16,41%. Secara umum, mi ubijalar dapat diterima oleh panelis. Berdasarkan analisis finansial, produk mi ubijalar layak untuk dikembangkan.
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
2. Teknologi Pengolahan Beras Beriodium u n t u k M e n g a t a s i Kekurangan Iodium di Daerah Miskin dengan Pangan Pokok Beras Defisiensi iodium merupakan masalah gizi yang prevalensinya saat ini cenderung meningkat di Indonesia maupun di dunia. Akibat gangguan kekurangan iodium (GAKI) yang paling serius antara lain adalah kerusakan otak pada fetus yang sangat mempengaruhi perkembangan neurointelektual. Kebutuhan iodium pada orang dewasa sebanyak 150 µg/hari (Untoro, 1999). Kebutuhan iodium bagi tubuh untuk hidup sehat adalah sebesar 50 µg/hari. Untuk orang hamil perlu penambahan 25 µg lagi dan selama menyusui perlu penambahan sebesar 50 mikrogram. Kebutuhan iodium sehari-hari untuk dapat mencegah penyakit gondok adalah sebanyak 0,05-0,08 µg atau 0,001 µg per kilogram berat badan. Komponen utama dari beras ialah karbohidrat (85-90%, berat kering), yang mayoritas adalah pati. Pati terdiri dari amilosa dan amilopektin, dan senyawa ini dapat berikatan dengan iodium. Fortifikasi iodium pada beras memiliki keunggulan dibandingkan pada garam dapur yang se-
lama ini dilakukan, karena jumlah konsumsi beras per kapita jauh lebih besar sehingga kadar iodium yang diperlukan pada beras sangat kecil. Pengolahan beras beriodium dilakukan dengan cara pengkabutan fortifikan ke dalam ruang penyosoh sewaktu proses penyosohan berlangsung. Fortifikan terpilih pada proses pengolahan beras beriodium adalah potasium iodat + bahan pengikat (dextrosa 0.04% dan sodium bikarbonat 0,006%). Kegiatan penelitian ini dimulai pada tahun 2006. Hasil penelitian tahun 2006 menunjukkan bahwa penggunaan fortifikan iodat yang direkomendasikan sebesar 2 ppm. Dari fortifikasi tersebut, konsentrasi iodium yang masih ada pada beras sebesar 1,214 ppm dan pada nasi sebesar 1,041 ppm (tanpa dicuci terlebih dahulu). Kualitas beras yang dihasilkan cukup baik dengan komposisi beras kepala mencapai 80,28%, beras patah 19,38%, dan menir 0,34%. Warna beras yang dihasilkan lebih putih dan bersih. Pada tahun 2007 telah dihasilkan model produksi beras beriodium skala RMU kapasitas 7 kuintal/jam. Implementasi teknologi pengolahan beras beriodium dilakukan bekerjasama dengan BPTP Nusa
Gambar 7. (A) Unit peralatan proses pengolahan beras beriodium, (B) Beras beriodium yang keluar dari alat penyosoh, dan (C) Beras beriodium dalam kemasan Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
17
Tenggara Barat dan penggilingan padi (PP) Saudara Karya, di Desa Tanah Mah, Kecamatan Sakra, Kabupaten Lombok Timur. Uji coba produksi beras beriodium telah dilakukan sebanyak 2,5 ton. Hasil uji preferensi konsumen menyatakan bahwa 90% panelis dapat menerima dengan baik produk beras beriodium. Beberapa panelis penderita penyakit gondok di Puskesmas Desa Sambelia Kecamatan Selong, Lombok Timur merasakan adanya perubahan, ketegangan di sekitar mata dan leher yang dirasakan menjadi lebih longgar dan tidak sakit, setelah mengkonsumsi beras beriodium selama satu bulan. Biaya fortifikasi beras beriodium cukup murah (Rp. 3/kg beras), jauh lebih murah bila dibandingkan dengan fortifikasi iodium pada garam karena kandungan iodium yang direkomendasikan pada garam lebih besar (80 ppm). Oleh karenanya Dinas Kesehatan Lombok Timur berharap adanya kerjasama dalam mensosialisasi-kan produk beras beriodium ini, terutama dalam bentuk Program Beras Raskin, karena pada umumnya kekurangan iodium terjadi pada masyarakat miskin. 3. Teknologi Pemanfaatan Kacang-kacangan untuk Produk Tempe Kebutuhan kedelai untuk tempe dan keperluan pangan lainnya terus meningkat, namun hal ini belum dapat diimbangi oleh produksi di dalam negeri sehingga kebutuhannya harus dipenuhi dengan impor. Pemanfaatan aneka kacang, seperti kacang tunggak untuk memproduksi pangan olahan setara tempe merupakan salah satu upaya untuk menekan peningkatan kebutuhan kedelai, khususnya untuk daerah-daerah yang memiliki potensi/sentra aneka kacang non kedelai. Kegiatan penelitian ini dilakukan sejak tahun 2006 dan mengambil lokasi di DI Yogyakarta yang merupakan daerah yang memiliki potensi produksi kacang tunggak yang cukup tinggi. Karakteristik fisik/kimia 18
kacang tunggak di tiap daerah berbeda sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1. Pada tahun 2006 telah dilakukan modifikasi teknologi untuk mendapatkan produk setara tempe kedelai. Salah satu modifikasi yang dilakukan adalah cara pengupasan kacang tunggak dengan menggunakan alat pengupas tipe abrasif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tempe kacang tunggak dapat diterima dengan baik oleh kelompok masyarakat yang menjadi obyek penelitian di Bogor dan D.I. Yogyakarta. Penelitian dilanjutkan pada tahun 2007 dengan mengambil lokasi penelitian di NTB yang juga merupakan daerah yang memiliki potensi/ produksi kacang tunggak tinggi, khususnya daerah Lombok Barat dan Tengah. Pada tahun 2007 dilakukan inovasi teknologi produksi tempe kacang tunggak yang mampu mengurangi lamanya waktu yang diperlukan untuk mempersiapkan proses fermentasi. Penambahan asam laktat 0,6% pada proses pemasakan dapat mempersingkat waktu produksi tempe dari 3 hari menjadi 1 hari. Kualitas tempe yang dihasilkan melalui metode konvensional relatif tidak berbeda dibandingkan dengan tempe hasil modifikasi dengan penambahan asam laktat, baik dari segi tekstur, kekompakan, aroma, warna, maupun rasa. Inovasi lebih lanjut ditempuh dengan mengembangkan tempe kacang tunggak praktis yang memungkinkan proses fermentasi dilakukan di rumah tangga. Hasil uji preferensi di dua daerah, yaitu Mataram dan Bogor memperlihatkan respon kesukaan yang cukup tinggi terhadap produk tempe kacang tunggak yang diujikan, masing-masing 70% dan 69%. Sedangkan minat responden untuk membeli tempe di dua daerah masing-masing 96% dan 89% (harga < Rp. 5000). Produksi tempe kacang tunggak secara ekonomi layak dikembangkan. Harga jual tempe kacang tunggak sekitar 17% lebih tinggi dari harga jual tempe kedelai. Proses pembuatan tempe mulai dari Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Tabel 1. Sifat fisik dan komposisi kimia kacang tunggak lokal
perendaman sampai fermentasi ternyata mampu menurunkan kandungan zat anti nutrisi (tanin) sebesar 32,89%. Kadar tanin dalam biji kacang tunggak dan tempe masing-masing sebesar 0,383% dan 0,257%. Kualitas tempe kacang tunggak dapat dilihat dari penurunan senyawa anti gizinya, yaitu tanin. Senyawa phenolik p-caumaric terdeteksi pada kacang tunggak maupun tempe, tetapi ferrulic acid hanya terdeteksi pada tempe. Ferrulic acid yang terkandung dalam tempe mampu menurunkan tekanan darah dan kandungan glukosa darah. Sedangkan senyawa p-caumaric acid mampu melemahkan zat nitrosamine yang menjadi salah satu zat penyebab kanker yang mungkin terdapat dalam makanan. Dengan adanya senyawa tersebut diharapkan dapat menjadi keunggulan tersendiri bagi tempe kacang tunggak.
Gambar 8. Produk tempe kacang tunggak Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
4. Penerapan Teknologi Pascapanen Mendukung Ketahanan Pangan di Papua Untuk mendukung program Badan Litbang Pertanian dalam pembangunan pertanian di Papua, telah dilakukan kegiatan penelitian identifikasi potensi, masalah, kendala dan status penerapan teknologi pascapanen terhadap pengolahan bahan baku lokal untuk mendukung ketahanan pangan di Papua. Kegiatan ini ditujukan untuk merumuskan kebijakan yang diperlukan dalam penerapan teknologi pascapanen dengan memperhatikan kondisi sosial budaya dan kebijakan otonomi khusus daerah Papua. Kegiatan penelitian telah dimulai sejak tahun 2006 dan diperoleh rumusan kebijakan pengembangan empat komoditas, yaitu padi, sagu, ubi jalar, dan gembili. Dari empat komoditas tersebut, tiga diantaranya yaitu sagu, ubi jalar dan gembili dipilih untuk diamati lebih lanjut peluang pengembangan produknya. Pada tahun 2007 kegiatan penelitian dilanjutkan dengan sasaran merumuskan kebijakan penerapan teknologi pascapanen yang diperlukan untuk mendukung peningkatan citra pangan lokal dan diversifikasi pola pangan masyarakat Papua berbasis sagu, ubi jalar, dan gembili. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahapan, yaitu: a) uji coba penerapan teknologi pengolahan sagu; dan b) karakterisasi fisiko-kimia ubi jalar dan gembili lokal. 19
Dari kegiatan penelitian diperoleh hasil bahwa kebijakan pengembangan sagu, ubi jalar dan gembili dapat dilakukan dengan prioritas kebijakan sebagai berikut: a) Sagu : (1) Memberdayakan unit usaha sagu yang sudah ada, (2) Diversifikasi produk, fortifikasi dan promosi, (3) Perencanaan pewilayahan hutan sagu, (4) Penyuluhan penanganan pascapanen sagu kepada masyarakat; b) Ubi Jalar : (1) Peyuluhan teknologi pengolahan, (2) Meningkatkan kinerja aparat pemerintah daerah dalam pengembangan budidaya, (3) Perbaikan akses transportasi, (4) Optimasi pemanfaatan produksi melalui teknologi pascapanen pengolahan dan penyimpanan; c) Gembili : (1) Optimalisasi produksi gembili melalui perluasan areal dan teknik penanganan dan peyimpanan hasil, (2) Memperluas jaring pemasaran dan promosi, (3) Peningkatan penyuluhan dan pelatihan budidaya dan penanganan hasil gembili untuk aparat pemerintah dan pengusaha, (4) Melakukan penataan sistem kelembagaan produksi/pengolahan dengan melibatkan lembaga masyarakat adat yang ada. Pengembangan produk sagu telah lebih maju dibandingkan ubi jalar dan gembili. Oleh karena itu, untuk pengenalan teknologi pengolahan sagu sudah dapat mulai diterapkan teknologi pembuatan mi sagu di Papua. Hasil uji preferensi konsumen menunjukkan bahwa 75-90% responden mengatakan suka akan sajian makanan mi sagu dengan bumbu mi goreng. Teknologi mi sagu juga diminati oleh pengusaha dari lembaga swadaya masyarakat yang telah mengadakan peralatan pembuatan mi sagu dan mendapat pelatihan dari tim peneliti BB-Pascapanen. Dalam upaya pengembangan usaha, Dinas Pertanian TPH telah menyepakati akan menunjuk kooperator, membantu peralatannya dan menerima konsep kelembagaan produksi plasma-inti seperti yang direkomendasikan dari penelitian ini. 20
Karakterisasi fisiko-kimia 20 jenis ubijalar asal Wamena menunjukkan beberapa jenis ubi jalar, yaitu Saworawo, Wamena Salosa dan Wortel Kuning memiliki rendemen pati masing-masing mencapai 17,6%, 13,8% dan 17,6%. Jenis ubi jalar ini berpeluang untuk dikembangkan sebagai industri produk setengah jadi (pati/ tepung), yang selanjutnya dapat menjadi rantai pemasok produk olahan makanan lainnya, seperti biskuit atau cookies. Pada kegiatan ini juga telah dikenalkan tiga jenis produk olahan ubi jalar, yaitu biskuit, klepon dan bubur ubi jalar. Hasil uji preferensi menyimpulkan bahwa panelis dapat menerima ketiga bentuk produk tersebut. Sebagai gambaran peluang keberhasilan usaha bagi ketiga jenis produk tersebut, hampir 83,9% panelis bersedia membeli makanan jajanan biskuit ubi jalar, sedangkan untuk klepon dan bubur masing-masing 71,0% dan 61,5%. Aneka produk olahan ubi jalar disajikan pada Gambar 9 dan 10.
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Gambar 9. Aneka produk olahan berbasis ubi jalar segar yang dikembangkan tim peneliti BB-Pascapanen : (a) bubur ubi jalar, (b) klepon, (c) pukis, (d) talam, (e) bubur biji salak, dan (f) kue kering/cookies
Gambar 10. Jenis olahan ubi jalar yang diperkenalkan pada kelompok masyarakat lokal di Wamena : (a) klepon, (b) bubur ubi jalar, dan (c) cookies/biskuit
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
21
Gambar 11. Produk mi berbasis pati/ sagu Karakterisasi sifat fisiko-kimia terhadap tiga jenis gembili asal Distrik Sota-Merauke mempunyai kandungan protein antara 4,8-6,8%; serat makanan 5,4-7,0% dan lemak 1,4-1,7%. Kandungan protein dan serat yang cukup tinggi, memberi gambaran gembili berpeluang dikembang-kan sebagai produk pangan yang bergizi. Hasil uji preferensi menyimpulkan bahwa umbi gembili mempunyai rasa cenderung kurang manis, tidak berair/mempur dan mempunyai kandungan serat, sehingga mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai produk pangan bergizi dengan berbagai variasi bentuk dan rasa. C. P R O G R A M P E N E L I T I A N MENDUKUNG PENINGKATAN KEAMANAN PANGAN 1. Teknologi Produksi Bakteriosin sebagai Biopreservatif untuk Mengendalikan Kontaminan Daging dan Produk Daging Daging merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan atau busuk. Sebagian pedagang terutama pedagang daging ayam sering mengguna-kan formalin untuk memper-panjang daya simpan produk daging. Keberadaan bakteri patogen pada daging seperti Escherichia coli, Salmonella sp. dan Listeria sp., selain mempercepat proses kerusakan/pem-busukan pada 22
daging, juga dapat menimbulkan penyakit bahkan kematian. Bakteriosin merupakan pengawet alami yang dapat digunakan untuk mengendalikan bakteri potogen tersebut, dan telah banyak diaplikasikan di luar negeri, tetapi secara komersial ketersediaannya masih sedikit dan harganya cukup mahal. Bakteriosin memiliki kelebihan antara lain: (1) non toksik, aman dikonsumsi manusia pada Acceptable Daily Intake (ADI) 2,9 mg/orang/hari, (2) mudah didegradasi enzim proteolitik, (3) tidak membahayakan mikroflora usus, (4) penggunaannya fleksibel dan dapat mengurangi penggunaan bahan pengawet kimia, (5) stabil pada rentang pH dan suhu yang cukup luas sehingga tahan terhadap asam dan basa, maupun kondisi panas dan dingin. Bakteriosin diproduksi dari bakteri asam laktat dan di Indonesia ketersediaan koleksi bakteri asam laktat cukup banyak, sehingga sangat potensial dikembangkan untuk produksi bakteriosin. Penelitian ini baru dimulai pada tahun 2007. Telah dihasilkan komponen teknologi produksi bakteriosin sebagai biopreservatif untuk mengendalikan Salmonella thypimurium, Listeria monocytogenes, dan Eschericia coli; dari isolat bakteri asam laktat SCG 1223 sebagai produser bakteriosin. Bakteriosin diproduksi pada skala 1 liter (skala laboratorium) menggunakan volume kerja 400 ml pada kondisi optimum pH 5, suhu 33,5°C, selama 9 jam masa inkubasi. Desain percobaan optimasi produksi bakteriosin tersebut menggunakan metode Response Surface Methodology (RSM) dengan variabel suhu, pH, dan lama inkubasi. Isolat produser bakteriosin ditumbuhkan pada media MRS pada suhu, pH dan lama inkubasi sesuai dengan metode RSM. Kultur yang sudah diinkubasi disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit. Fase cair jernih yang diperoleh selanjutnya disterilisasi dengan filter berdiameter 0,22 mm. Diagram alir proses produksi bakteriosin sebagaimana tercantum pada Gambar 12, sedangkan produk bakteriosin hasil penelitian disajikan Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
pada Gambar 13. Bakteriosin yang dihasilkan telah diaplikasikan sebagai biopreservatif pada daging sapi segar yang dilaksanakan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) milik Dinas Pertanian bidang Peternakan Kota Sukabumi, sedangkan aplikasi pada daging ayam dilaksanakan di Rumah Potong Ayam (RPA) PT Kartika Eka Dharma, Kebun Jeruk, Jakarta Barat, binaan Dinas Perikanan dan Peternakan Propinsi DKI Jakarta. Aplikasi bakteriosin dilakukan dengan menam-bahkan bakteriosin sebanyak 0-200 mg/g dan
menginokulasikan sebanyak 10 2 CFU/g mikroba patogen pada daging. Kemudian dilakukan pengemasan vakum dan penyimpanan di suhu ruang (27°–30°C) dan suhu dingin/refrigerator (10°–15°C). Hasil aplikasi di lapangan menunjukkan bahwa efektivitas penghambatan bakteriosin pada penyimpanan daging sapi pada suhu ruang (27°–30°C) sampai 18 jam relatif sama dengan nisin terhadap S.thypimurium dan E.coli dan kurang efektif terhadap L.monocytogenes, dan pada penyimpanan di suhu dingin (10°–15°C) sampai 30
Gambar 12. Diagram alir proses produksi bakteriosin Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
23
Gambar 13. Produk bakteriosin hari bakteriosin lebih efektif dibandingkan nisin untuk menghambat S.thypimurium dan L.monocytogenes namun sama efektif terhadap E.coli. Kemampuan daya hambat bakteriosin terhadap L.monocytogenes kurang efektif dibandingkan nisin dan lebih efektif terhadap S.thypimurium pada penyimpanan daging ayam di suhu ruang sampai 12 jam, baik bakteriosin maupun nisin tidak efektif menghambat E.coli, sedangkan pada penyimpanan di suhu dingin sampai 30 hari bakteriosin dan nisin efektif menghambat terhadap S.thypimurium dan L.monocytogenes namun tidak efektif terhadap E.coli. 2. Teknologi Penyimpanan Jagung untuk Mengendalikan Aflatoksin Dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2000-2004), kebutuhan jagung untuk bahan baku industri pakan, makanan dan minuman meningkat sebesar 10-15%/tahun. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi jagung tahun 2007 akan mengalami kenaikan menjadi 12.381.561 ton pipilan kering, kenaikan produksi itu diperkirakan terjadi karena peningkatan luas panen sekitar 3,11% atau 104.223 Ha. Produktivitas jagung secara nasional diperkirakan naik sebesar 3,40% atau sekitar 1,18 kuintal/Ha. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan jagung dan mengurangi ketergantungan terhadap jagung impor adalah dengan penanganan pascapanen yang baik se24
hingga kehilangan hasil selama kegiatan pascapanen dapat ditekan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Susut terbesar dan merupakan masalah yang paling serius dari kegiatan pascapanen jagung pada tahap penyimpanan, yang salah satu penyebabnya adanya gangguan biologis seperti proses respirasi yang tinggi, serangan serangga dan mikro-organisme. Aspergillus flavus adalah cendawan yang sering menyerang jagung, baik selama di lapangan maupun di tempat penyimpanan. Disamping dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan serta susut berat, pada kondisi yang sesuai A. flavus dapat memproduksi aflatoksin. Aflatoksin merupakan senyawa karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker hati pada manusia dan hewan ternak yang mengkonsumsinya secara berlebihan. Oleh karena itu WHO, FAO, dan UNICEF telah menetapkan batas kandungan aflatoksin dalam makanan sumber karbohidrat yang dikonsumsi, tidak lebih dari 30 ppb. Bahkan European Commission menetapkan batas maksimal total aflatoksin lebih rendah yaitu 4 ppb untuk produk serealia. Untuk merespon hal tersebut, pada tahun 2007 dilakukan penelitian untuk menghasilkan paket teknologi penyimpanan jagung untuk mengendalikan aflatoksin, paket teknologi informasi penunjang keputusan untuk menduga daya simpan jagung bebas aflatoksin, dan HACCP penanganan jagung. Identifikasi dimulai dari kegiatan panen, pengeringan sampai dengan penyimpanan. Pada setiap tahapan penanganan tersebut dilakukan pengamatan terhadap kandungan aflatoksin dan kadar airnya. Parameter yang diukur meliputi kandungan cendawan Aspergillus flavus, kandungan aflatoksin dan kadar air. Pengukuran kandungan aflatoksin menggunakan metode Thin Layer Chromatography (TLC), sedangkan untuk penyusutan menggunakan metode penimbangan bahan secara berkala pada sampel. Untuk penyimLaporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Gambar 14. (A) Penyimpanan jagung dengan gas CO2 dan (B) Hermetik panannya digunakan perlakuan CO2, pengeringan kedap udara, dan tanpa perlakuan (kontrol). Perlakuan penyim-panan CO2 dimaksudkan untuk mengham-bat proses respirasi jagung. Melalui cara tersebut akan dilihat pengaruh perlakuan konsentrasi CO2 terhadap laju pertumbuhan A. flavus, produksi aflatoksin dan penyusutan selama penyimpanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknologi penyimpanan jagung untuk mengendalikan aflatoksin tidak terlepas dari sistem manajemen penanganan yang baik dan dilakukan secara cepat tanpa penundaan. Penyimpanan dalam karung polyprophilene memiliki batas aman untuk disimpan sampai dengan dua bulan. Rata-rata kandungan aflatoksinnya masih aman yaitu <3 ppb untuk jenis aflatoksin B1, kerusakan fisik di bawah 5 %, serta kadar pati, kadar lemak dan kadar protein relatif stabil sampai penyimpanan 2 bulan. Cara penyimpanan seperti ini cocok untuk keperluan distribusi cepat atau jarak dekat. Penyimpanan hermetik (kedap), kandungan aflatoksin masih aman (< 3 ppb untuk jenis aflatoksin B1) sampai dengan 3 bulan dan kerusakan fisiknya masih di bawah 2 %, sedangkan kadar pati, kadar lemak dan kadar protein relatif stabil sampai penyimpanan 3 bulan, sehingga cara penyimpanan seperti ini cocok untuk penyimpanan benih jagung. Untuk penyimpanan jagung dengan perlakuan CO2, menunjukkan bahwa kerusakan fisiknya masih di bawah 2 % sampai penyimpanan 3 bulan dan kandungan aflatoksinnya masih dalam batas aman ( <3 ppb Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
untuk jenis aflatoksin B1). Kadar pati, kadar lemak dan kadar protein relatif stabil sampai penyimpanan 3 bulan, sehingga cara penyimpanan seperti ini cocok untuk keperluan penyimpanan biji jagung dalam jumlah besar dalam silo yang terbuat dari plat besi. Paket teknologi informasi untuk menduga daya simpan jagung telah berfungsi dengan baik. Hasil validasi pada model yang telah dirancang-bangun menunjukkan bahwa model sudah bisa menggambarkan kondisi yang sesungguhnya. Nilai MAPE (Mean Absolute Percentage Error) untuk penyusutan jagung adalah 5,318156. Telah disusun pula dokumen rencana HACCP untuk penanganan jagung. Identifikasi titik-titik kritis terjadinya kontaminasi pada jagung sejak jagung dipanen sampai pada saat penyimpanan telah dilakukan. Tahapan proses yang menjadi titik kritis pada proses pascapanen jagung adalah pada saat pemanenan (CC 1), sortasi (CCP 2), pengeringan (CCP 3), sortasi mutu (CCP 4) serta penyimpanan (CCP 5). Pada tahapan tersebut, diperlukan perhatian lebih dari petani ataupun pengumpul untuk menjaga mutu biji jagung agar terhindar dari kontaminasi, baik fisik, kimia maupun mikrobiologi seperti serangga dan jamur yang dapat menghasilkan aflatoksin yang sangat merugikan, sehingga menyebabkan penyusutan dan kerusakan pada jagung. Rencana HACCP ini akan diterapkan di tingkat petani dalam bentuk SOP (Standard Operational Procedure) yang bisa diikuti oleh petani pada setiap tahapannya. 25
3. Penelitian Formulasi dan Aplikasi Sanitizer pada Sayuran untuk Mengurangi Kontaminan Mikroba Sayuran yang diproduksi petani Indonesia dinilai belum cukup aman, selain itu penanganan pascapanen yang kurang baik mulai dari tingkat petani sampai pedagang mengakibatkan semakin menurunnya tingkat keamanan sayuran. Kontaminasi mikroba patogen pada produk pertanian terjadi pada beberapa titik mulai dari tahap produksi, panen, pengepakan, prosesing, distribusi dan pemasaran dimana terjadi paparan terhadap feses manusia atau hewan. Salah satu cara yang dapat digunakan dalam pengendalian kontaminan adalah dengan penggunaan sanitizer. Pemilihan jenis sanitizer didasarkan pada kemudahan dalam penggunaan dan nilai ekonomi dari sanitizer yang digunakan. Pada tahun 2007 telah dihasilkan model penanganan kontaminan mikroba pada produk sayuran segar berupa teknologi sanitizer yang diaplikasikan di STA Cipanas. Jenis sayuran yang diuji adalah selada, wortel dan tomat. Perbandingan antara sayuran dan larutan sanitizer = 1 : 5 untuk wortel dan tomat dan 1 : 10 untuk selada. Modifikasi formula sanitizer dilakukan menggunakan variasi konsentrasi asam asetat 0,5%, 1,0% dan 2% dengan konsentrasi NaOCl 100 ppm. Pengamatan dilakukan terhadap perubahan
jumlah mikroba, yang meliputi TPC, E. coli dan Salmonella pada setiap tahap perlakuan penanganan sayuran. Selain itu juga diukur kadar residu klorin pada akhir proses. Untuk mengetahui perubahan karakteristik mutu selama penyimpanan dilakukan pengamatan terhadap perubahan warna dan tekstur. Proses aplikasi sanitizer pada sayuran ditunjukkan pada Gambar 15. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula sanitizer dengan kombinasi natrium hipoklorit 100 ppm dan asam asetat 0,5-1% dengan lama perendaman 4 menit memberikan efektivitas yang tinggi terhadap mikroba. Sayuran yang telah disanitizer kadar total mikroba, E coli dan Salmonella-nya sudah di bawah ambang batas yang diijinkan untuk produk pangan yang dikonsumsi mentah. Demikian pula dengan kadar residu klorin masih di bawah ambang batas residu klorin untuk air minum. Hasil uji organoleptik, sayuran yang telah disanitizer masih bisa diterima oleh panelis. Berdasarkan analisis tekno ekonomi diketahui bahwa penanganan sayuran dengan teknologi sanitizer di STA dapat memberikan keuntungan. Penanganan sayuran segar dengan sanitizer di tingkat STA dapat dilaksanakan dengan menggunakan peralatan bak perendam dari stainless steel dengan kapasitas 250 liter dengan 4 buah bak peniris dengan kapasitas masing-masing 5 kg sayuran segar.
Gambar 15. Uji aplikasi sanitizer di PHO Pacet, Cipanas
26
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
D. PROGRAM PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BERBASIS KEMITRAAN DAN KEPERLUAN PEMBANGUNAN PERTANIAN BERDASAR PERMINTAAN 1. Pengembangan Teknologi Pengolahan Lada untuk MeningkatkanMutu dan Efisiensi Indonesia merupakan salah satu produsen lada utama di dunia. Pada tahun 2007, nilai ekspor lada putih mencapai US$ 52,1 juta dan lada hitam berkisar antara US$ 20 juta-US$ 30 juta (Bisnis Indonesia, 2008). Pengolahan lada putih dan hitam di tingkat petani masih dilakukan secara tradisional yang umumnya belum memperhatikan aspek kebersihan, konsistensi mutu, dan efisiensi pengolahan. Dengan demikian, mutu lada putih dan hitam yang dihasilkan di tingkat petani tersebut cenderung rendah dan bahkan tidak memenuhi mutu yang disyaratkan negara importir. Masalah utama yang sering dikeluhkan oleh importir rempah di Eropa terhadap produk lada Indonesia yaitu tingginya kadar kotoran dan kontaminasi mikroorganisme. Dalam upaya meningkatkan mutu dan daya saing lada Indonesia, telah dibangun model percontohan pengolahan lada di sentra produksi lada di Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Kegiatan penelitian ini dimulai pada tahun 2005 bekerjasama dengan FAO (Food and Agriculture Organization), IPC (International Pepper Community), Dinas Perkebunan dan BPTP Provinsi Kalimantan Timur, dengan pendanaan sebagian besar bersumber dari FAO (US $ 9 800). Pada tahun 2005 telah dirakit unit pengolahan lada di lapangan kapasitas 0,5 – 1,0 ton/hari. Pada tahun 2006 telah dihasilkan paket teknologi pengolahan lada putih di tingkat kelompok tani yang layak secara teknis dan mampu memenuhi standar ekspor (IPC), dan tahun 2007 dihasilkan Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
model teknologi pengolahan lada putih yang higienis di tingkat kelompok untuk meningkatkan mutu sesuai standar ekspor (IPC). Model teknologi pengolahan lada putih yang dibangun berkapasitas 0,5-1,0 ton. Pada bulan Juli 2007 telah dilakukan uji produksi lada putih dengan menggunakan bahan sebanyak 500 kg untuk sekali proses. Hasil uji coba pengolahan lada ini memberikan dampak positif bagi petani/ pengolah lada dari sisi peningkatan mutu produknya. Selain itu telah ada perusahaan yang bersedia menjadi mitra (PT Berdikari), baik sebagai pembeli lada hasil pengolahan atau memanfaatkan unit pengolahan tersebut. Hasil uji produksi model teknologi pengolahan lada putih menunjukan bahwa rendemen lada putih yang dihasilkan berkisar 19,63-20,62% dengan rata-rata 20,1%. Mutu lada hitam yang dihasilkan lebih baik dari pengolahan dengan alat pengering maupun penjemuran memenuhi standar mutu IPC baik WP-1 dan WP-2, kecuali kadar kotoran yang hanya memenuhi standar mutu IPC WP-2. Hasil analisis finansial pengolahan lada putih pada kapasitas 0,5 ton bahan baku yang baik menggunakan alat pengering maupun penjemuran layak untuk direalisasikan. Hasil analisis sensitivitas, pengolahan lada putih dengan alat pengering dapat mentolerir kenaikan harga bahan baku dan penurunan harga jual produk masing-masing sampai dengan 5%, sedangkan dengan penjemuran dapat mentolerir sampai dengan 7%. Pengolahan lada putih dengan penjemuran memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap perubahan harga (bahan baku dan produk) dibandingkan dengan alat pengering, sehingga alat pengering sebaiknya digunakan bila proses penjemuran tidak dapat dilakukan (cuaca kurang baik). Keunggulan teknologi pengolahan lada putih yang dikembangkan yaitu proses pengolahannya lebih cepat (7 hari) dibandingkan cara tradisional (14 hari), produk lebih higienis (Total Plate Count 27
Gambar 16. Pengolahan lada secara tradisional
Gambar 17. Pengolahan lada dengan teknologi inovasi BB-Pascapanen jauh lebih rendah), aroma/kadar minyak atsiri lada lebih tinggi (2,5-3%), dan produk yang dihasilkan lebih mengkilat, sehingga memenuhi syarat mutu dari IPC. 2. Penanganan dan Pengolahan Jeruk Mendukung Program Pengembangan Jeruk di Kalimantan Barat Dalam upaya mengantisipasi melimpahnya produksi jeruk siam Pontianak pada saat panen raya, BB-Pascapanen merekomendasikan inovasi teknologi pengolahan sari buah (jus) jeruk. Teknologi tersebut telah diimplementasi-kan di Citrus Center di kecamatan Tebas Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, bekerjasama dengan BPTP dan Pemda Provinsi Kalimantan Barat serta Pemda Kabupaten Sambas. Produk utama
28
sari buah yang dikembangkan adalah jus jeruk sari murni, jus jeruk siap saji dan konsentrat sari buah jeruk. Kendala utama pemanfaatan jus dari jeruk siam adanya rasa pahit, sehingga rasa pahit tersebut harus dieliminir agar produknya mudah diterima oleh konsumen. Penelitian penanganan dan pengolahan jeruk telah dimulai sejak tahun 2005. Pada tahun 2005 telah ditempatkan di lapangan unit penanganan segar dan pengolahan jus jeruk skala pilot, dan telah dihasilkan teknologi untuk pengurangan rasa pahit. Dalam tahun 2006, telah dilakukan optimalisasi line process pengolahan jus jeruk sari murni, dan telah diperoleh formulasi jus jeruk serta teknologi pemanfaatan limbah pengolahan jeruk (minyak kulit jeruk dan Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Gambar 18. Unit pengolahan jus jeruk siam pektin dari ampas/pulp). Kegiatan penelitian pada tahun 2007 diarahkan untuk mewujudkan model agroindustri pengolahan jeruk yang operasional di lapangan. Hasil kegiatan yang telah dicapai pada tahun 2007 adalah (1) terbentuknya kelembagaan yang mengelola model agroindustri pengolahan jeruk, (2) telah dilakukan uji preferensi dan uji pemasaran jus, (3) telah diketahui daya simpan jus jeruk, (4) teknologi pembuatan konsentrat skala laboratorium dengan menggunakan metode kombinasi penggunaan evaporator dengan membran. Dalam rangka uji preferensi dan pemasaran telah dilakukan produksi sekitar 18.000 cup (@110 cc) jus sari murni yang dilakukan di bawah pengawasan BPTP Kalbar. Daya simpan jus jeruk dapat mencapai 30 hari jika disimpan pada suhu suhu kamar, dan bisa lebih lama bila disimpan pada suhu dingin. Uji preferensi telah dilakukan di beberapa Hotel di Kabupaten Sambas dan Singkawang serta Instansi Pemerintah (Pemda). Hasil uji preferensi menunjukkan bahwa produk tersebut sangat diterima oleh konsumen. Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Unit pengolahan tersebut dikelola oleh Citrus Center dengan melibatkan kelompok tani, dan diharapkan selain berfungsi sebagai percontohan, unit pengolahan sari buah jeruk tersebut dapat beroperasi secara komersial. Produk jus jeruk tersebut telah dilaunching dengan nama Citrus Van Sambas. Penelitian pembuatan konsentrat dengan menggunakan teknologi membran telah dapat menghasilkan konsentrat yang bermutu tinggi dengan rendemen 7,8 - 10,3% dari buah segarnya. Konsentrat hasil penyaringan dengan membran UF menghasilkan kepahitan yang lebih rendah (kandungan limonin 13,31µg/L) dibandingkan dengan konsentrat yang disaring dengan membran Micro Filtrasi/MF (kandungan limonin 40,54 µg/L), namun dari segi warna dan padatan terlarut konsentrat dari filtrat MF lebih bagus sehingga mempunyai angka rekonsitusi (tingkat pengenceran) yang lebih tinggi. Jus hasil rekonsitusi telah diterima panelis dengan tingkat penerimaan mencapai 80%. Suhu evaporasi yang baik untuk pembuatan konsentrat adalah antara 60 - 700C. Konsentrat 29
hasil penyaringan dengan membrane UF, dan waktu evaporasi 600C dan 700C, mempunyai kandungan limonin kurang dari 40 µg/L sehingga memenuhi kualitas ekspor. 3. Pengembangan Teknologi Pengolahan Gula Cair dari Pati Kasava Dalam satu dekade terakhir ketersediaan gula menjadi masalah di Indonesia. Sebagai alternatif sumber gula, dilakukan pengembangan teknologi pengolahan gula cair dari pati kasava. Kegiatan penelitian berlangsung dari tahun 2005. Pada penelitian tahun 2005 telah diperoleh optimasi proses pembuatan glukosa cair. Untuk scaling up proses, telah dirancangbangun bioreaktor kapasitas 80 liter. Pada tahun 2006, telah dilakukan penyempurnaan teknologi produksi sirup glukosa, dan penerapan teknologi pengolahan sirup glukosa di sentra tapioka di Lampung. Keuntungan implementasi teknologi gula cair di sentra produksi tapioka dapat menghemat biaya pengeringan pati tapioka, karena bahan baku untuk produksi gula cair dapat berupa pati basah.
Pada tahun 2007 dilakukan uji produksi gula cair dari pati kasava kapasitas 250 liter dan dilakukan pemantauan mutu hasil produksinya. Berdasarkan analisis finansial, produksi sirup glukosa skala 250 liter perhari di pedesaan masih layak dikembangkan. Karakteristik sirup glukosa yang dihasilkan sebagai berikut : tidak berbau, manis, kadar air 20,05 %(b/b), kadar abu 0,20 %, gula reduksi 56,55 % (b/b), pati tidak terdeteksi, cemaran logam Pb tidak terdeteksi, Cu 0,78 mg/kg, Zn 2,64 mg/kg, As tidak terdeteksi dan cemaran mikroba TPC 1,7 x 102 koloni/ g, serta kapang 26 koloni/g. Sebagai tindak lanjut, untuk memperkenalkan produk gula cair di pedesaan dilakukan aplikasi gula cair untuk minuman aneka rasa, gula cetak, produk kembang gula (permen), dan jely. 4. Perbaikan Mutu dan Efisiensi Penyulingan Minyak Akar Wangi Salah satu masalah pengembangan minyak akar wangi di Indonesia adalah keterbatasan teknologi pengolahan yang berdampak pada rendahnya rendemen dan mutu minyak akar wangi yang dihasilkan.
Gambar 19. Unit pengolahan gula cair skala 250 liter dan produk olahan gula cair dari pati kasava
30
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Rendahnya mutu minyak yang dihasilkan dicerminkan oleh bau gosong dan kadar vetiverol yang rendah (< 50 %). Hal tersebut diduga akibat proses penyulingan yang tidak terstandar serta penggunaan tekanan tinggi dengan waktu yang sangat lama (± 24 jam). Untuk itu perlu dilakukan perbaikan mutu dan efisiensi penyulingan minyak akar wangi yang dapat menguntungkan dan dapat bersaing melalui perbaikan teknologi penanganan bahan baku dan proses penyulingannya, serta penyediaan unit alat penyuling yang standar dan tepat guna. Penelitian perbaikan mutu dan efisiensi penyulingan minyak akar wangi dilakukan melalui tahapan : 1) Evaluasi keragaan penyulingan minyak akar wangi di sentra produksi, 2) Pengujian teknologi proses penyulingan minyak akar wangi, dan 3) Penerapan teknologi proses penyulingan akar wangi di lapangan (Kecamatan Bayongbong dan Samarang, Kabupaten Garut). Evaluasi Keragaan Penyulingan Minyak Akar Wangi di Sentra Produksi Evaluasi keragaan penyulingan minyak akar wangi dilakukan di dua kelompok unit usaha minyak akar wangi (kooperator) yang berlokasi di Kecamatan Bayongbong dan Samarang, Kabupaten Garut. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan metoda RRA (Rural Rapid Appraisal). Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses penanganan bahan baku akar wangi di Kecamatan Samarang dan Bayongbong pada umumnya dilakukan secara sederhana tanpa pencucian dan perajangan serta masih menyertakan bonggol. Proses penyulingan umumnya dilakukan dengan sistem kukus bertekanan tinggi (4-5 bar). Alat penyuling yang digunakan umumnya dibuat dari bahan besi. Rendemen minyak akar wangi yang dihasilkan di kedua kecamatan tersebut masih relatif rendah (0,4 – 0,5 %) dengan warna minyak gelap dan berbau gosong.
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Pengujian Teknologi Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi Skala Laboratorium Pengujian teknologi proses penyulingan dilakukan dengan menggunakan alat penyulingan kapasitas 100 liter (± 3.500 g akar wangi) dengan kelengkapan tekanan uap yang dapat dikontrol. Metode penyulingan yang digunakan pada percobaan ini adalah penyulingan dengan sistem kukus dan uap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengujian proses penyulingan di laboratorium dengan menggunakan tekanan bertahap baik dengan sistem kukus maupun sistem uap dapat meningkatkan rendemen dan mutu minyak yang dihasilkan. Penanganan bahan dengan perajangan dan pengeringan selama 6 jam pada penyulingan sistem kukus dengan tekanan bertahap (0,5-2,0 bar) menghasilkan minyak akar wangi terbaik dengan karakteristik sebagai berikut : rendemen 2,22%, bobot jenis 1,0111 (standar SNI : 0,9780 – 1,0380), indeks bias 1,5218 (standar SNI : 1,5130 – 1,5280), bilangan asam 13,25 mg KOH/ml, bilangan ester 32,48, dan minyak mudah larut dalam alkohol. Pada penyulingan sistem uap, dengan menggunakan tekanan bertahap (1,0-3,5 bar) dan kepadatan bahan 0,09 kg/l menghasilkan minyak akar wangi terbaik. Karakteristik minyak yang dihasilkan sebagai berikut : rendemen 2,58 %, bobot jenis 1,0176, indeks bias 1,5214, bilangan asam 18,48 mg KOH/ ml,bilangan ester 41,20, dan minyak mudah larut dalam alkohol. Penerapan teknologi proses penyulingan akar wangi di lapangan Hasil percobaan terbaik yang diperoleh dari pengujian proses penyulingan pada skala laboratorium (kapasitas alat penyuling 100 liter), kemudian diterapkan di lapangan dengan menggunakan peralatan penyulingan dari petani produsen. Pengamatan yang dilakukan meliputi ren31
demen dan mutu minyak akar wangi yang terdiri atas, warna, bobot jenis, indeks bias, kelarutan dalam alkohol, bilangan ester, dan kadar vetiverol (SNI-06-2386-1991), serta kajian ekonomis (biaya pengolahan minyak akar wangi). Hasil uji coba penyulingan minyak akar wangi di lapangan (Kec. Samarang dan Bayongbong) dengan mengikuti metode penyulingan tekanan bertahap (0,5 - 3,5 bar dan 1-3 bar) hasil penelitian di laboratorium (dengan modifikasi sesuai dengan kondisi peralatan di lapangan) baik dengan metode kukus maupun uap dapat meningkatkan mutu minyak akar wangi dan memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Aroma minyak akar wangi yang dihasilkan berbau segar khas akar wangi (tidak gosong). Analisis finansial menunjukkan bahwa unit usaha penyulingan akar wangi sistem kukus maupun sistem uap dengan kapasitas produksi 480 ton akar wangi basah (50% wb) per tahun layak dikembangkan. 5. Teknologi Penanganan Pascapanen Mangga untuk Pemasaran Lokal dan Ekspor Ekspor mangga Gedong dan Arumanis ke Timur Tengah terkendala oleh tingginya biaya pengiriman. Selama ini pengiriman mangga dilakukan melalui transportasi udara. Pengiriman melalui transportasi laut menjadi alternatif pilihan, namun memerlukan waktu yang lama (28-30 hari), sedangkan daya simpannya terbatas. BB-Pascapanen bekerjasama dengan Direktorat P2HP, Direktorat Hortikultura, Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka dan Cirebon, serta pihak swasta (eksportir, shipping line, dan Asosiasi) pada tahun 2007 telah melakukan uji paket teknologi penanganan segar mangga skala bangsal dan re-uji paket teknologi penanganan segar mangga melalui trial statis ekspor. Mangga yang sudah dipetik kemudian disortasi dan grading dengan berat 200-250 gram, kemudian mangga
32
diberi perlakuan. Hasil pengujian paket teknologi penanganan hama lalat buah menunjukkan bahwa perlakuan Vapor Heat Treatment (VHT) selama 20-30 menit cukup efektif dalam membunuh telur lalat buah di dalam mangga dan mampu mempertahankan mutu mangga gedong selama penyimpanan. Mortalitas lalat buah B. dorsalis mencapai 100% pada pemanasan selama 30 menit untuk suhu diatas 43 oC, sedangkan pada suhu 46 o C tercapai pada pemanasan minimal selama 10 menit. Proses VHT pada mangga gedong memberikan pengaruh yang nyata pada laju respirasi, penurunan kekerasan, dan total populasi cendawan dan tidak berpengaruh nyata pada susut bobot, warna, total padatan terlarut, kadar air dan vitamin C serta hasil uji organoleptik. Pengujian paket teknologi penanganan segar mangga dipilih mangga pada derajat ketuaan 85%, bertangkai 10-15 mm, dan dilakukan perlakuan pelilinan 6% + benomyl 500 -1000 ppm + bahan pengkilat 0,125%, dengan pengemasan-pengepakan karton box (10x20x30) mm, dan adaptasi suhu 15°C selama 24 jam, serta suhu penyimpanan 8 dan 10°C. Perlakuan tersebut mampu mempertahankan kesegaran mangga sampai minggu ke-6. Hasil re-uji terhadap paket teknologi penanganan segar mangga melalui trial statis ekspor, diperoleh rekomendasi : mangga dipanen dengan derajat ketuaan 85% bertangkai 10-15 mm, diberi penambahan formulasi lilin ekspor, adaptasi suhu 15°C selama 24 jam dan disimpan pada suhu 8°C pada minggu ke-6 masih segar dengan tingkat kerusakan buah sebesar 20%.
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Gambar 20. Teknologi penanganan pascapanen mangga: (a) Vapor Heat Treatment (VHT) dan (b) penyimpanan pada suhu rendah E. PENGEMBANGAN S I S T E M INFORMASI, KOMUNIKASI, DISEMINASI, DAN UMPAN BALIK INOVASI TEKNOLOGI PASCAPANEN 1. Pengelolaan dan Pengembangan Publikasi Teknologi Pascapanen Pertanian Pada tahun 2007, telah dicetak jurnal, buletin, leaflet, poster dan pedoman teknis. Jurnal Pascapanen Volume III (2) dan volume IV (1) masing-masing berisi 6 naskah, sudah dicetak dan didistribusikan ke berbagai unit kerja dan perpustakaan. Naskah jurnal yang diterbitkan sebagian besar (80%) berasal dari BB-Pascapanen, sedangkan sisanya berasal dari Unit Kerja lain. Buletin Volume 2 dan volume 3 masing-masing berisi 10 naskah sudah selesai cetak. Telah dicetak pula poster sebanyak 39 dan 3 Roll Up Banner. Selain pencetakan leaflet baru, dilakukan pula pencetakan ulang terhadap 9 leaflet yang dibuat pada TA 2006. Pedoman teknis yang telah diterbitkan sebanyak 5 buah, yaitu : 1) Model Agroindustri Padi Terpadu, 2) Teknologi Pengolahan Mete, 3) Teknologi Pengolahan Pala, 4) Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Teknologi Pengolahan Daging, 5) Teknologi Pengolahan Lada yang masing-masing buku pedoman teknis tersebut dicetak sebanyak 500 eksemplar. Publikasi lainnya yang sudah diselesaikan adalah: kalender BB-Pascapanen 2007, Map Profil, Agenda 2007 dan Laporan Tahunan 2006. Kalender telah dicetak sebanyak 500 eksemplar dan dibagikan ke berbagai unit kerja lingkup Badan Litbang, Departemen Pertanian, Pemda, staf BB Pascapanen serta masyarakat umum yang hadir pada acara pameran serta tamu yang berkunjung ke BB-Pascapanen. Buku Agenda sudah dicetak sebanyak 200 eksemplar dan disebarkan ke pejabat lingkup Litbang Pertanian, Deptan serta beberapa Pemda. BB-Pascapanen juga telah membuat CD Profil Teknologi Pengolahan Puree Mangga dan Pengolahan Mi Sagu. Pemilihan kedua judul tersebut berdasarkan banyaknya permintaan dari beberapa daerah dan instansi di luar Badan Litbang Pertanian.
33
penelitian/ review dan 4 judul hal lain yang terkait dengan penelitian. Makalah ditulis dalam format jurnal pascapanen, sehingga makalah yang telah diseminarkan dapat dipakai sebagai bahan Jurnal Pascapanen. Pelaksanaan pameran a. Pameran Agrinex
Gambar 21. Leaflet cetakan baru tahun 2007
Pameran Agrinex tahun 2007 merupakan yang pertama kalinya diselenggarakan oleh Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor dan Sampurna Tbk. Pameran ini ditujukan untuk mempromosikan dan mengembangkan agribisnis Indonesia kepada para pengusaha, petani, lembaga permodalan dan institusi yang bergerak di bidang pertanian. Pameran Agrinex diselenggarakan di Jakarta Convention Center pada tanggal 16-18 Maret 200, diikuti oleh berbagai Departemen, instansi pemerintah non departemen, pengusaha, BUMN, Lembaga Permodalan, Lembaga Riset dan peserta lainnya yang bergerak di bidang pertanian. Pameran dibuka oleh Menteri Koordinator Ekonomi dan Keuangan (Dr. Budiono) yang didampingi oleh Men-
Gambar 22. Pedoman teknis cetakan tahun 2007 2. Promosi dan Komunikasi Hasil Penelitian Pascapanen Pertanian untuk Percepatan Adopsi Teknologi Pada tahun 2007, telah diselenggarakan seminar rutin sebanyak 12 kali dengan topik hasil penelitian, review hasil penelitian, metode baru dan hal-hal lain yang terkait dengan penelitian. Dalam seminar rutin tersebut disampaikan 32 judul makalah hasil
34
Gambar 23. Map, agenda, kalender BBPascapanen tahun 2007, laporan tahunan BB-Pascapanen tahun 2006, dan tas promosi BB-Pascapanen 2007
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
teri Pertanian (Dr. Anton Apriyantono). Dalam pameran tersebut, BB-Pascapanen menampilkan materi mengenai: (1) Model Agroindustri Padi Terpadu, (2) Teknologi Beras Iodium dan (3) Beras Rendah Indeks Glikemik. Disamping pameran, BB-Pascapanen juga berpartisipasi aktif mengirimkan peneliti untuk presentasi guna lebih mengenalkan teknologi hasil
penelitian dan pengembangan Pascapanen, diantaranya teknologi pembuatan beras beriodium dan beras indeks glikemik rendah. b. Agro and Food Expo Agro and Food Expo berlangsung pada tanggal 10-13 Mei 2007 bertempat di Semanggi Expo, Jakarta dan dibuka
Tabel 2. Judul makalah seminar rutin tahun 2007
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
35
Tabel 2. Judul makalah seminar rutin tahun 2007 (lanjutan)
36
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
oleh Menteri Pertanian. Peserta pameran umumnya adalah instansi pemerintah khususnya lingkup Departemen Pertanian, Dinas Pertanian sebagai perwakilan Pemda seluruh Indonesia serta swasta yang bergerak di bidang makanan/ minuman, alat mesin, dan sarana produksi pertanian. Materi yang ditampilkan oleh BB-Pascapanen adalah teknologi pengolahan jagung dan teknologi pengolahan jeruk siam, mi sagu, aneka jus buah (Jus Jeruk Citrus van Sambas, Jus Tomat dan Jus Jambu), olahan kacang tunggak, minyak kelapa murni, pewarna bunga kering Floraquid, dan pewarna bunga segar. Adapun materi yang banyak menarik minat pengunjung pameran yaitu: Aneka Jus Buah dan Aneka Olahan Kasava. Selain itu BB-Pascapanen juga menampilkan materi Model Agroindustri Padi Terpadu dan Aneka Pemanfaatan Tepung Kasava dalam bentuk poster dan display produk. Adapun produk yang ditampilkan antara lain: beras kristal, beras iodium, tepung beras, briket sekam, dedak awet, kompor sekam, tepung kasava, aneka olahan tepung kasava dan gula kasava. Selain dalam bentuk poster dan display produk, BB-Pascapanen juga berpartisipasi pada acara talk show ‘Peduli Pangan, Manfaatkan Singkong’ yang dipandu Dik Doang dengan menampilkan 2 peneliti sebagai nara sumber ahli, yaitu Dr. Sri Widowati dan Suyanti, BSc. Acara
talk show dihadiri : SIKIB (Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu), Direktur PT Wahyu Promocitra, wakil tiap Eselon I Deptan, wakil Eselon II Badan Litbang, Stand peserta Agro&Food Expo, Yayasan Autis Indonesia termasuk orang tua dengan anak autis, dan pengunjung Agro&Food Expo. c. Pameran pada Penas XII PENAS XII tahun 2007 diselenggarakan di Sembawa, Kab. Musi Banyuasin, Palembang. BB-Pascapanen menampilkan teknologi pengolahan jagung instan dengan produk tepung jagung instan, olahan dengan bahan tepung jagung instan; teknologi pengolahan ubi jalar dengan produk mi, kue kering dan tepung ubi jalar; teknologi pengolahan kasava dengan produk: tepung kasava, gula kasava, kue kasava untuk tema swasembada pangan. Pada tema bioenergi ditampilkan teknologi pengolahan minyak jarak dengan produk minyak jarak, metil ester dan briket kulit biji jarak serta pemanfaatan sekam sebagai bahan bakar alternatif dengan produk: kompor sekam, briket sekam, dan arang sekam. Dampak dari pameran tersebut adalah adanya permintaan teknologi pengolahan jeruk dan pelatihan teknologi pengolahan jarak pagar dari pihak swasta di Jambi. d. Pameran pada Pekan Agroinovasi II
Gambar 24. Peneliti sedang memberikan penjelasan dan presentasi pada pameran Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
37
Gambar 25. Suasana talk show ‘Peduli Pangan, Manfaatkan Singkong’ Dalam rangka peringatan ulang tahun Badan Litbang Pertanian ke 33 telah diselenggarakan Pekan Agroinovasi II yang dibuka oleh Menteri Pertanian. Pekan Agroinovasi II merupakan salah satu kegiatan promosi teknologi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian terbaru. Dalam pameran tersebut BB-Pascapanen menampilkan teknologi yang disesuaikan dengan tema pameran, materi yang ditampilkan adalah sebagai berikut: 1. Pada tema P2BN ditampilkan Model Agroindustri Padi Terpadu 2. Pada tema swasembada daging ditampilkan Bakteriosin sebagai pengawet alami dan teknologi pemerahan susu higienis 3. Pada tema bioenergi ditampilkan pemanfaatan minyak jarak sebagai pengganti minyak tanah, pemanfaatan sekam sebagai bahan bakar alternatif, dan bioetanol dari ubi kayu 4. Pada tema perbenihan ditampilkan teknologi Hermetic storage untuk benih padi, dan penyimpanan bawang merah 5. Pada tema diversifikasi pangan ditampilkan teknologi pengolahan jagung, pengolahan kasava, pengolahan sagu, teknologi pengolahan ubi jalar, teknologi pengolahan sukun, dan beras indeks glikemik rendah 6. Pada tema agribisnis ditampilkan teknologi pengolahan jeruk, teknologi 38
pengolahan puree, teknologi pengolahan cabai, pengolahan tomat, teknologi pengolahan mete, teknologi pengolahan lada, teknologi pengolahan kelapa, dan pengolahan cengkeh. e. Pameran Indonesia Sehat Pameran Indonesia Sehat yang bertajuk Indonesia Sehat Expo 2007: Pameran Kesehatan dan Gaya Hidup Sehat diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Departemen Kesehatan pada tanggal 24 - 27 Oktober 2007. Pameran dibuka oleh Wakil Presiden RI dan diikuti oleh berbagai instansi, baik instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun swasta. Materi yang ditampilkan oleh BB Pascapanen pada pameran Indonesia Sehat adalah : 1. Teknologi Pengolahan Mi Sagu yang menampilkan poster, produk mi sagu basah dan produk olahan mi sagu, yang merupakan produk makanan sehat untuk pencernaan dan memiliki indeks glikemik rendah. 2. Teknologi Pengolahan Jus Jeruk Siam yang menampilkan poster dan produk jus Citrus van Sambas. 3. Teknologi Pembuatan Beras Iodium yang menampilkan poster, dan contoh beras iodium yang dipromosikan sebagai alternatif cara pemenuhan Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
kebutuhan iodium bagi tubuh dengan cara konsumsi yang lebih mudah, enak dan dosisnya tercapai. 4. Beras indeks glikemik rendah yang menampilkan berbagai poster dan produk, sebagai promosi kepada masyarakat bahwa Indonesia tidak perlu mengimpor beras khusus tersebut. f. Pameran Hari Pangan Sedunia (HPS) Pameran Hari Pangan Sedunia tahun 2007 diselenggarakan di Lampung pada tanggal 5-8 Desember 2007 dengan tema “Melalui Peningkatan Produksi dan Mutu Produk Hewani Kita Tingkatkan Kecerdasan Bangsa”. Materi yang ditampilkan BB-Pascapanen adalah : Penerapan HACCP pada pengolahan susu, ayam tiren, teknologi pengolahan kefir, dan aneka olahan tepung kasava. Materi yang disampaikan BB-Pascapanen dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya peningkatan mutu susu dan karkas ayam melalui penanganan yang baik dan benar. Hal ini dilatarbelakangi oleh rendahnya mutu susu di tingkat peternak kecil dan banyaknya praktek yang tidak layak pada transportasi ayam, praktek penggelonggongan/penyuntikan air pada ayam, penggunaan formalin serta pengenalan teknologi penanganan karkas sejak pemotongan hingga konsumen. BB-Pascapanen bekerja sama dengan Balai PATP menyelenggarakan Temu Inovasi Teknologi yang dihadiri oleh perwakilan Dinas lingkup provinsi Lampung dan pihak swasta. Dalam acara temu bisnis tersebut disampaikan materi tentang penanganan pascapanen unggas. g. Promosi teknologi pengolahan tomat dan cabai di Kabupaten Garut Kegiatan promosi ini dilaksanakan BB-Pascapanen bekerja sama dengan Dinas Tanaman Pangan, HorLaporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
tikultura dan Perkebunan Kabupaten Garut dalam rangka menyampaikan hasil kegiatan penelitian teknologi pengolahan tomat dan cabai yang telah dilakukan di STA Bayongbong pada bulan Maret 2007 di halaman kantor Pemda Kabupaten Garut. Promosi dilakukan dalam bentuk pameran poster teknologi, peragaan rangkaian proses pengolahan, contoh produk dan leaflet. Dampak dari promosi, adanya respon yang tinggi dari pengusaha pada teknologi pengolahan jus tomat yang ingin diaplikasikan di Kabupaten Garut. Pada bulan Mei 2007, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Garut juga meminta BB-Pascapanen untuk menampilkan teknologi pengolahan cabai dan tomat pada acara Temu Wicara Dirjen Hortikultura dengan Petani Hortikultura Kabupaten Garut dan Revitalisasi Jeruk Garut. Pada acara temu wicara tersebut, BB-Pascpanen menampilkan poster dan produk Teknologi Pengolahan Cabai, Teknologi Pengolahan Tomat dan Degreening Jeruk. Dalam acara temu wicara, kelompok tani/asosiasi meminta bantuan BB-Pascapanen untuk mengadakan pelatihan pengolahan hasil hortikultura seperti terong, tomat dan antisipasi jika produksi jeruk melimpah. h. Pameran pada International Seminar on Essential Oil 2007 Seminar diselenggarakan oleh Departemen Perindustrian, Institut Pertanian Bogor dan Dewan Atsiri Indonesia diselenggarakan pada tanggal 7-9 November 2007 di Jakarta. Seminar bertema “Creating Value in Indonesian Essential Oil Business”. Dalam pameran, BB-Pascapanen menampilkan teknologi ekstraksi minyak melati, sintesis vanilin dari isoeugenol, penyulingan minyak nilam dan mikroenkapsulasi oleoresin jahe. Ditampilkan pula produk-produk minyak atsiri seperti minyak kayu manis, ylang39
ylang, akar wangi, melati, cengkeh, lada, balsam lada dan cengkeh serta mikrokapsul oleoresin jahe. Beberapa topik lain seperti kajian isolasi eugenol dari minyak daun cengkeh, tinjauan formulasi bahan pengkapsul serta aspek pindah masa dan panas dalam mikroenkapsulasi oleoresin jahe dengan metoda spray drying dan ekstraksi minyak bunga mawar ditampilkan dalam bentuk poster. i. Ekspose Hortikultura Kegiatan Ekspose Hortikultura diselenggarakan pada tanggal 23-25 November 2007, bertempat di lapangan Aldiron, Jl. Gatot Subroto, Jakarta. BB-Pascapanen berpartisipasi dengan menampilkan materi hasil penelitian pascapanen komoditas hortikultura, yaitu: Pengeringan sayuran dengan teknologi Far Infra Red (FIR), teknologi pengolahan jus jeruk Siam, teknologi pengolahan puree buah yang dilengkapi dengan produk jus buah, teknologi pengolahan cabai kering dan pengolahan tomat, serta teknologi pengolahan rempah dan aroma seperti: pengolahan lada dengan produk lada hitam, lada putih, pengolahan minyak atsiri dengan produk minyak nilam, minyak melati, balsam cengkeh. j. Promosi teknologi melalui BPTP Dalam upaya penyebarluasan teknologi pascapanen melalui jaringan BPTP, BB-Pascapanen telah mengirimkan poster, leaflet, dan display contoh produk pada acara : - Soropadan Agro Expo tanggal 11-15 Juni 2007, ditampilkan teknologi pengolahan pangan : antara lain teknologi terkait Agroindustri Padi Terpadu, pengolahan tepung kasava, pengolahan minyak kelapa murni di stand BPTP jawa Tengah. - Pekan Daerah Riau di Pelalawan tanggal 17-20 Juni 2007, ditampilkan teknologi pengolahan tepung kasava dan teknologi pengolahan nenas yang ditampilkan pada stand BPTP Riau. 40
- Pekan Daerah (PEDA) NTB di Mataram, tanggal 20-21 Juni 2007 ditampilkan teknologi pengolahan tempe kacang tunggak untuk mendukung stand BPTP NTB. Gelar Teknologi a. Gelar Teknologi Pengolahan Kacang Tunggak Gelar Teknologi Pengolahan Tempe Kacang Tunggak diadakan di Mataram, Kabupaten Lombok pada tanggal 21 Juni 2007. Acara tersebut dibuka oleh Kepala BPTP Nusa Tenggara Barat dan dihadiri 70 peserta yang terdiri dari Kelompok Tani kacang tunggak, pengrajin tempe, akademisi, aparat Pemda, ibu-ibu PKK dan pengusaha UKM. Tujuan gelar teknologi adalah untuk mensosialisasikan hasil penelitian BB-Pascapanen khususnya pemanfaatan kacang tunggak sebagai bahan baku tempe. Pemilihan lokasi Gelar Teknologi berdasarkan pertimbangan bahwa wilayah Nusa Tenggara Barat sebagai salah satu sentra produksi kacang tunggak yang berpotensi mengembangkan teknologi pengolahan tempe berbahan baku kacang tunggak. Pada acara diskusi, pihak Bappeda NTB dan Kelompok Tani menyatakan bersedia mendukung BB-Pascapanen untuk mengembangkan teknologi pengolahan tempe kacang tunggak di wilayah provinsi NTB. Selain pelaksanaan Gelar Teknologi tersebut, BB-Pascapanen juga diminta berpartisipasi pada Pameran yang diselenggarakan dalam rangka PEDA Provinsi NTB. b. Peragaan Teknologi/Temu Teknologi pada PENAS XII Selain seminar, pada PENAS XII BB-Pascapanen juga menampilkan teknologi dalam bentuk peragaan dan temu teknologi pemanfaatan sekam padi sebagai sumber energi alternatif, pengolahan jarak pagar, pengolahan buah-buahan, dan peragaan teknologi pengolahan ubi kayu menLaporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
jadi gula dan bioetanol. Temu teknologi tersebut dilaksanakan pada tanggal 8 dan 10 Juli 2007 di Aula Balai Penelitian Karet Sembawa. Temu Teknologi Pemanfaatan Sekam Padi sebagai Sumber Energi Alternatif dihadiri oleh 87 orang (petani dan penyuluh). Kegiatan ini merupakan satu rangkaian (seri) dengan topik Pengering Bahan Bakar Sekam (BBS). Sekam selain digunakan sebagai bahan bakar untuk pengering BBS, dapat juga diolah lebih lanjut menjadi briket arang. Teknologi Pengolahan Jarak Pagar merupakan seri kegiatan pengolahan jarak pagar menjadi bioenergi yang dilakukan BB-Pascapanen bersama BB-Mekanisasi. Topik yang disampaikan oleh BB-Pascapanen adalah Teknologi Pengolahan Jarak Pagar dan Bungkilnya sebagai Bahan Bakar Pengganti Minyak Tanah. Teknologi pengolahan buah-buahan yang disampaikan meliputi teori tentang prinsip pengolahan buah, terutama untuk mengatasi melimpahnya produksi dan turunnya harga pada saat panen raya, serta memanfaatkan peluang produk olahan buah di Indonesia yang masih terbatas. Peragaan Teknologi Pengolahan Ubikayu (kasava) menjadi gula dan bioetanol dilaksanakan di Blok Lumbung Bioenergi, dalam peragaan teknologi ini BB-Pascapanen menam-pilkan proses pembuatan glukosa dan bioetanol dari ubi kayu dilengkapi dengan contoh produk, leaflet, poster teknologi dan peragaan pembuatannya dengan bioreaktor oleh peneliti.
c. Open House dan Ekspose Teknologi Pascapanen Open House dan Ekspose teknologi pascapanen merupakan rangkaian kegiatan Pekan Agro Inovasi II Badan Litbang Pertanian tahun 2007. Open house diselenggarakan pada tanggal 22-23 Agustus 2007, dan diawali dengan peran serta pada launching teknologi tanggal 20 Agustus 2007. Kegiatan Open House dimaksudkan untuk menunjukkan kepada masyarakat tentang keberadaan institusi BB-Pascapanen beserta aktivitasnya dan teknologi yang telah dihasilkan. Materi yang disampaikan berupa : profil BBPascapanen, hasil penelitian yang ditampilkan dalam bentuk poster teknologi dan produk, pelayanan laboratorium, dan kegiatan bangsal BB-Pascapanen. Teknologi yang sudah di-launching adalah: Teknologi pengolahan beras beriodium dan Citrus van Sambas, produk jus jeruk Siam hasil pengembangan Model Agroindustri Pengolahan Jeruk di Kab. Sambas provinsi Kalimantan Barat. Jus Jeruk Citrus van Sambas, merupakan salah satu hasil kerja sama Badan Litbang Pertanian (BB-Pascapanen dan BPTP Kalimantan Barat) dengan Pemerintah Daerah provinsi Kalimantan Barat dan Pemerintah Kab. Sambas. Jus jeruk Citrus van Sambas termasuk ke dalam tiga produk baru Badan Litbang Pertanian yang secara simbolis diluncurkan (launching) oleh Menteri Pertanian.
Gambar 26. Temu teknologi dan kunjungan Presiden RI di gerai BB-Pascapanen pada Penas XII Palembang Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
41
Pengelolaan HaKI Pada tahun 2007 telah didaftarkan beberapa teknologi untuk mendapatkan paten dan merk sebagai berikut : 1. Formula penghilang pahit pada jus dan konsentrat jeruk Siam dan aplikasinya dengan nomor pendaftaran S00200700110 2. Fortifikasi beras beriodium dengan nomor pendaftaran S00200700153 3. Kernelo (merk untuk kacang mete bermutu) dengan nomor pendaftaran D002007021020 4. Citrus van Sambas (merk untuk jus jeruk) dengan nomor pendaftaran D002007027334 3. Pengelolaan dan Pengembangan Perpustakaan Pascapanen Pertanian Pengelolaan perpustakaan bertujuan untuk memberikan pelayanan yang baik kepada para penggunanya. Pada tahun 2007 telah dilakukan perbaikan administrasi perpustakaan seperti penomoran buku yang disesuaikan dengan standar perpustakaan nasional, pembuatan katalog dan administrasi simpan pinjam. Penomoran, pembuatan katalog serta administrasi peminjaman buku dilakukan secara manual dan elektronik
atau sistem digital. Saat ini koleksi yang sudah diberi nomor dan dibuatkan katalog sebanyak 180 judul. Secara terus menerus dilakukan pemeliharaan dan pengembangan terhadap sistem perpustakaan digital yang meliputi: - Sistem untuk administrasi perpustakaan yang meliputi : Daftar anggota, Daftar koleksi, Daftar peminjaman, Penelusuran. - Informasi perpustakaan lain : berita, tata tertib, polling. Untuk memudahkan pengguna dalam melakukan pencarian dan peminjaman koleksi perpustakaan, telah dibuatkan sebuah X-Banner agar pengunjung lebih memahami apa yang harus dilakukan setelah memasuki ruang perpustakaan. Fasilitas yang disediakan untuk pengunjung perpustakaan berupa komputer yang dapat digunakan untuk pencarian data dan jurnal on-line science direct dari PUSTAKA, Pro Quest dan beberapa koleksi jurnal yang dirangkum dalam bentuk CD. Pada tahun 2007 telah dilengkapi perpustakaan dengan menambah 8 textbook baru, 1 jurnal ilmiah (Food Science), dan 1 publikasi semi ilmiah (Food Review) serta beberapa publikasi hasil pertukaran atau sumbangan instansi lain. Judul text book terbaru disajikan pada Tabel 3.
Gambar 27. Suasana penerimaan plakat sebagai tanda penyerahan jus jeruk Citrus Van Sambas untuk produksi komersial 42
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
4. Pengembangan Teknologi Jaringan Sistem Informasi (Website) Pengembangan teknologi informasi jaringan internet dan situs web dilakukan dalam rangka meningkatkan kegiatan sosialisasi dan promosi hasil penelitian BB-Pascapanen. Pada tahun 2007 telah dilakukan peningkatan kinerja jaringan sistem informasi (website) dan melakukan perubahan pewajahan situs web BB-Pascapanen. Kecepatan aksesibilitas jaringan internet ditempuh melalui pembaruan server dan provider dari BONET ke CBN, peningkatan jangkauan broadband menjadi 128 Kbps, penataan ulang konfigurasi jaringan, serta penerapan dua jenis koneksi melalui koneksi WiFi dan kabel. Hasil penataan ulang situs web, dapat mempercantik penampilan dan menambah content/isi yang diupdate/perbarui secara berkala baik berita maupun informasi teknologi pascapanen, info pascapanen dan agenda kegiatan BB-Pascapanen. Prosedur reportase dan pemberitaan dilakukan melalui mekanisme yang telah disepakati baik melalui jalur struktural maupun fungsional.
5. Pembinaan dan Penjaringan Mitra Kerjasama dalam Rangka Pemasyarakatan Teknologi Pembinaan dan penjaringan mitra kerjasama merupakan kegiatan pemasyarakatan dan pendayagunaan hasil penelitian untuk mempercepat adopsi teknologi oleh pengguna dalam pengembangan usaha agroindustri. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pembinaan dan pengawalan teknologi kepada mitra yang telah terjalin berdasarkan kesepakatan dalam MoU agar lebih berdaya guna dan berhasil guna serta menjalin kemitraan baru yang prospektif. Pembinaan dilakukan melalui pendekatan partisipatif dan pro-aktif melalui kegiatan pengawalan dan pendampingan teknologi serta komunikasi dan koordinasi kelembagaan dengan mitra dan pemangku kepentingan lainnya. 1. Pengembangan Teknologi Penanganan dan Pengolahan Jeruk di Citrus Center, Sambas, Kalimantan Barat dan Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan Kegiatan penelitian ini telah dilaksanakan sejak tahun 2006 dan telah
Gambar 28. Fasilitas dan koleksi perpustakaan digital BB-Pascapanen Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
43
menghasilkan formulasi awal mengurangi rasa pahit pada jus jeruk. Uji preferensi produk telah dilakukan di kantor lingkup Kab. Sambas, Kab. Singkawang, Kab. Pontianak dan Bogor. Pada tahun 2007 telah dilakukan pendampingan teknologi yaitu penyempurnaan formulasi dan desain label kemasan. Produk jus jeruk dalam desain kemasan ditampilkan pada Gambar 31. Selain itu, dilakukan pula pendampingan sosialisasi dan promosi produk di kantor-kantor dan hotel-hotel di wilayah Kab. Sambas dan Singkawang. Proses pengolahan jeruk masih dilakukan di Ruang Serbaguna Citrus Center, karena pembangunan gedung tempat pengolahan jeruk yang dibiayai Dinas Pertanian Propinsi masih dalam proses penyelesaian, diharapkan gedung pengolah dapat difungsikan pada bulan Februari 2008. Pengelolaan unit pengolahan jus jeruk ini selanjutnya diharapkan dapat dilakukan oleh Gapoktan Sumber Anugerah. Pada tahun 2008, BB-Pascapa-
nen secara bertahap akan mengurangi peran sebagai pendamping teknologi dan mengalihkan tugas pendampingan kepada BPTP Kalbar. Kerjasama pengembangan model agroindustri pengolahan jeruk siam antara BB-Pascapanen dan Dinas Pertanian Kabupaten Musi Rawas merupakan tindak lanjut permintaan Kepala Dinas Pertanian Kab. Musi Rawas. Unit pengolahan jus jeruk telah diadakan oleh Pemda Kab. Musi Rawas dan ditempatkan di Kelompok Tani Barokah sebagai pengguna teknologi, sedangkan pendampingan operasionali-sasi dan pembinaan teknologi dilakukan oleh BB-Pascapanen. Selain itu, BB-Pascapanen sedang menjajaki penggunaan teknologi pengolahan jeruk dengan Pemda Kab. Mamuju Utara (Sulawesi Barat), Kab. Muna (Sulawesi Tenggara) dan Nusa Tenggara Timur. 2. Scaling up Teknologi Pengolahan Minyak
Tabel 3. Koleksi text book terbaru BB-Pascapanen
44
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Gambar 29. Halaman utama situs web BB-Pascapanen
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
45
Gambar 30. (A) Koneksi internet menggunakan ISP CBN Wireless Access (Antena radio 5,8 GHz), (B) Switch 3Com tipe 4500 26-Port, dan (C) Konfigurasi jaringan LAN kantor BB-Pascapanen di Bogor Kelapa Murni (VCO) di PT Surya Alam Global, Medan dan Maluku Utara Kerjasama ini dimulai pada tahun 2006 dengan penandatanganan, kerangka acuan dan MoU pada tanggal 8 Agustus 2006. Pengadaan rangkaian proses pengolah VCO dibiayai oleh PT Surya Alam Global, rangkaian tersebut sudah ditempatkan di Medan, Sumatera Utara. Pada tahun 2007, BB-Pascapanen telah melakukan pendampingan dan pengawalan teknologi pengolahan minyak kelapa murni (VCO) berupa operasionalisasi proses pembuatan VCO dengan menggunakan pemanasan minimal, pengendalian mutu melalui proses dan lingkungan yang higienis serta penataan rangkaian proses untuk memberikan alur produksi yang efisien. 46
Untuk mengatasi limbah hasil pengolahan VCO, BB-Pascapanen menawarkan teknologi pembuatan arang tempurung, teknologi pembuatan pakan ternak dari ampas VCO dan teknologi pembuatan nata de coco. Pemanfaatan hasil samping diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan. BB-Pascapanen juga merancang pengiriman tenaga peneliti untuk memberikan pelatihan teknologi tersebut sebagai wujud dukungan terhadap PT Surya Alam Global. Saat ini PT Surya Alam Global sedang menjajaki kemungkinan untuk dapat bekerjasama dengan eksportir untuk pemasaran VCO di Malaysia. Kegiatan kerjasama penerapan teknologi pengolahan minyak kelapa murni (VCO) di Maluku Utara masih Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
dalam taraf pengadaan alat dan mesin serta pelatihan. Kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun 2007 adalah sosialisasi teknologi kepada Pemerintah Daerah Maluku Utara. 3. Pengembangan Model Pengolahan Lada Putih Skala UKM, Kalimantan Timur Kerjasama ini dimulai pada tahun 2005 bersama FAO dan IPC (International Pepper Community). Pada tahun 2006 kerjasama berlanjut dengan melibatkan Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur dan Dinas Perkebun-an Kabupaten Kutai Kartanegara, serta BPTP Kalimantan Timur, naskah kerjasama ditandatangani pada tanggal 16 Mei 2006. Pada tahun 2007 telah dilakukan koordinasi dengan pihak yang terkait dengan pengembangan teknologi pengolahan lada di Kalimantan Timur yaitu Dinas Perkebunan provinsi Kalimantan Timur sebagai mitra koordinasi kelembagaan di Pemda, BPTP Kaltim sebagai mitra dalam pengkajian sistem agribisnis lada, Dinas Perkebunan Kabupaten Kutai Kertanegara sebagai penyedia lokasi dan sebagian peralatan pengolahan, Kelompok Tani Mekar Jaya sebagai penyedia bahan baku lada serta PT. Berdikari sebagai mitra pasar yang juga berkontribusi dalam renovasi bangunan, sarana penjemuran dan sebagian peralatan prosesing. 4. Teknologi Pengolahan Puree Mangga dengan CV Promindo Utama, Cirebon Kerjasama dengan CV Promindo Utama telah dimulai sejak tahun 2004 dan MoU berakhir pada bulan Maret 2007. Sejak tahun 2005, CV Promindo Utama telah melakukan uji coba pemasaran puree mangga dan aneka buah lainnya seperti sirsak dan jambu kepada PT Sun Fresh dan PT Berry. BB-Pascapanen bersama CV Promindo telah melakukan analisis ekonomi dan estimasi laba/rugi untuk Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Gambar 31. Produk jus jeruk Citrus Van Sambas kegiatan usaha pengolahan puree mangga dan aneka buah lainnya. Hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa usaha produksi puree mangga dan buah-buahan lainnya memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat yaitu petani buah, buruh dan pemasok kemasan. Hasil estimasi laba/rugi menunjukkan, bahwa usaha pengolahan puree akan memberikan keuntungan dengan asumsi bahwa rangkaian proses produksi dapat berfungsi secara optimal tanpa adanya gangguan teknis yang berhubungan dengan kemampuan produksi baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Kerjasama mendatang dirancang untuk memasuki tahap uji kelayakan produksi dimana rangkaian proses dianggap telah siap untuk berproduksi secara optimal. Selama uji kelayakan produksi, analisis rugi/laba akan terus dilakukan untuk mengetahui apakah usaha pengolahan puree memberikan keuntungan secara nyata. 5. Perubahan (Addendum) Kesepakatan Kerja Sama Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengolahan Pasta Cabai dan Tomat, Garut
47
Gambar 32. Peralatan pengolahan VCO di PT Surya Alam Global Addendum kerjasama ini ditandatangani pada tanggal 30 Mei 2007, dengan adanya perubahan kegiatan, semula kegiatan difokuskan pada teknologi pengolahan pasta tomat dirubah menjadi teknologi pengolahan jus tomat. Berdasarkan addendum tersebut, BB-Pascapanen telah melakukan uji coba produksi, uji preferensi dan promosi jus tomat. Promosi produk telah dilakukan pada saat acara peringatan hari jadi kota Garut yang ke-195 serta acara Gelar Produk Pascapanen. Untuk menjamin mutu produk, telah dilakukan uji pendugaan umur simpan jus tomat (expire date) di laboratorium. Jus tomat disimpan dalam kemasan botol dan cup plastik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa jus tomat yang dikemas dalam botol memiliki umur simpan yang lebih panjang daripada jus yang dikemas dalam cup. Jus tomat yang dikemas dalam botol dan disimpan dalam lemari pendingin (7-15°C) memiliki masa simpan sekitar 21-44 minggu, sedangkan jus yang disimpan pada suhu ruang masa simpannya sekitar 5-8 minggu. Jus dalam cup yang simpan dalam lemari pendingin memiliki masa simpan 9-17 minggu, sedangkan pada suhu kamar berdaya simpan 3-4 minggu. Dalam upaya memenuhi syarat higienis proses produksi minuman, mitra kerjasama (pengusaha dan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebu48
nan Kab. Garut) akan merenovasi ruang produksi jus tomat. 6. Pengembangan Model Pengolahan Mete Terpadu Berkualitas Ekspor, Sampang, Madura Kerjasama pengolahan mete telah berlangsung sejak tahun 2005 dan mengalami perpanjangan hingga akhir 2007. Pembinaan dan pengembangan model agroindustri mete terpadu telah dilakukan di lokasi Kelompok Tani Mete Desa Ketapang Laok, Kecamatan Ketapang, Kab. Sampang melalui koordinasi dengan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sampang, Madura. Di lokasi tersebut telah diresmikan unit pengolahan hasil (UPH) kacang mete, sekaligus pencanangan uji produksi kacang mete. Unit pengolahan yang diadakan oleh mitra berupa kacip, pengempa ulir, pengukus, pengering dan bangunan pengolahan. Rangkaian proses telah berfungsi dan uji coba produksi telah dilakukan dengan peningkatan efisiensi proses dan mutu. Pada tahun 2007 telah dilakukan uji coba produksi dengan kapasitas 2-3 ton gelondong per bulan. Koperasi Setia Abadi di Kecamatan Ketapang Laok, Kab. Sampang telah melakukan uji coba pemasaran ke wilayah Kab. Sampang, dan Kab. Pamekasan dan sekitarnya. Dalam rangka Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
mendukung pemasaran, BB-Pascapanen telah mendesain label kemasan kacang mete dengan merek “Kernelo”. Merek dan logo “Kernelo” telah didaftarkan pada Ditjen HaKI dengan nomor D00 2007 021020, sedangkan IPRT dan Sertifikat halal masih dalam proses. Pelabelan SNI untuk Mete belum merupakan prioritas karena skala usaha dan pemasaran yang masih terbatas. Namun demikian, di masa yang akan datang, sertifikat SNI perlu diusahakan untuk antisipasi pemasaran yang lebih luas. 7. Pengolahan Minyak Nilam di Kabupaten Majalengka Kerjasama teknologi pengolahan minyak nilam sudah dilaksanakan di Kabupaten Majalengka sejak tahun 2004, kerjasama dilaksanakan antara BBPascapanen dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Majalengka dan Koperasi Tani Nilam Desa Cikondang. Unit penyulingan nilam milik BBPascapanen telah ditempatkan di Desa Cikondang. Selama tahun 2005-2006 produksi minyak nilam tidak dapat berjalan secara kontinyu, karena ketersediaan bahan baku di desa tersebut tidak dapat mendukung kelancaran proses produksi.
Memper-timbangkan kondisi di Desa Cikondang tersebut, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Majalengka mengajukan permohonan kepada BB-Pascapanen untuk mengalihkan unit penyulingan nilam ke Desa Panyindangan yang lebih kondusif sebagai salah satu sentra tanaman nilam. 8. Penjajakan Kerjasama Pemanfaatan Teknologi Pengolahan Mi Sagu dengan Pondok Pesantren Al-Qur’an wal Hadis di Kecamatan Bogor Barat Pesantren Al-Quran wal Hadis yang berlokasi di Kelurahan Situgede Kecamatan Kota Bogor Barat telah melakukan pengolahan mi sagu menggunakan teknologi dan rangkaian proses yang dikembangkan oleh BB-Pascapanen. Kerjasama yang berlang-sung merupakan kerja sama pinjam pakai alat pengolah mi sagu dalam skala rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan di dalam pesantren. Saat ini Pesantren Al-Qur’an wal Hadis berencana untuk mengembangkan lebih lanjut pengolahan mi sagu dalam skala yang lebih besar untuk tujuan komersial. BB-Pascapanen sebagai pemilik teknologi berperan sebagai pendamping dan pembina teknologi.
Gambar 33. Proses pembuatan jus tomat di STA Bayongbong, Garut
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
49
9. Perbaikan Mutu dan Efisiensi Penyulingan Minyak Akar Wangi di Kabupaten Garut Kerjasama ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan efisiensi penyulingan minyak akar wangi melalui perbaikan teknologi proses. Kegiatan ini dilakukan dengan memanfaatkan rangkaian proses yang dimiliki petani penyuling setempat. Kesepakatan kerja sama tertuang dalam MoU yang ditandatangani pada tanggal 15 Maret 2007 dan berakhir pada tanggal 31 Desember 2007. Cakupan kegiatan meliputi evaluasi keragaan teknologi penyulingan minyak akar wangi, penyempurnaan teknologi penyulingan berdasarkan input kajian evaluasi dan keragaan, uji coba produksi dan uji mutu minyak akar wangi. 10. Permintaan Koperasi Sarwamukti untuk Pengembangan teknologi penekanan tingkat TPC pada susu melalui penggunaan alat pemerahan susu model vakum. Kerjasama ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan kerjasama “Perbaikan Mutu dan Keamanan Pangan Susu di Tingkat Peternak dan Koperasi Susu” tahun 2004-2006 dan permintaan KUD Sarwamukti untuk dapat memanfaatkan alat perah sederhana. Pada tahun 2007, telah dilakukan uji coba pemerahan dengan alat perah sederhana. Laju pemerahan
dengan alat perah sederhana sedikit lebih rendah namun pemerahan ini berhasil menekan nilai Total Plate Count (TPC) susu (16.000 CFU/ml), sedangkan TPC susu yang diperah secara manual adalah 950.000 CFU/ml. Untuk meningkatkan laju pemerahan dan kemudahan pemakaian, BBPascapanen telah melakukan modifikasi alat perah sederhana yang meliputi (1) pembuatan tabung vakum yang merupakan terminal dari dua buah selang yang berasal dari keempat tabung penyedot susu, dan satu nepel yang berhubungan dengan satu buah pulsator; (2) pulsator yang terletak pada panci penampung susu digabungkan dengan bagian penyedot susu; dan (3) selang pada nepel di panci penampung susu terdiri atas satu selang dari tabung vakum dan satu selang dari pompa vakum. Alat yang telah dimodifikasi tersebut telah diujikan kembali di peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung. Hasil uji menunjukkan, bahwa waktu pemerahan dengan alat perah sederhana rata-rata meningkat menjadi 0,8 liter/menit. Saat ini alat perah ini digunakan oleh peternak sapi skala menengah dengan kepemilikan sapi sekitar 30 ekor. Peminjaman alat ini bertujuan untuk memberikan percontohan bagi peternak sapi, diharapkan pengopersian alat pemerah dapat menimbulkan minat
Gambar 34. (A) Peresmian unit pengolahan hasil kacang mete oleh Ka. BB-Pascapanen dan (B) Uji produksi kacang mete dicanangkan oleh Bupati Sampang (Drs. Fadilah Budiono) di Sampang 50
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
peternak lain dan pengelola susu untuk mengadopsi teknologi. Kerjasama pinjam pakai disertai dengan pendampingan dan pengawalan teknologi bagi sejumlah peternak sapi dan pengelola susu.
Gambar 35. Alat perah sederhana (1 buah carrier, 1 unit pompa vacuum, 1 unit wadah penampung susu kapasitas 20 liter, 1 set selang susu, 4 buah tabung penyedot susu)
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
11. Kerjasama Penanganan dan Penyimpanan Jagung untuk Mendukung Operasionalisasi Silo Jagung dengan Pemda Sragen dan FTP-UGM Rencana kerjasama ini dilatarbelakangi oleh masalah aflatoksin pada penyimpanan jagung di Desa Mojosari, Kec. Sumberlawang, Kabupaten Sragen. Di lokasi tersebut telah dibangun silo (Ditjen P2HP) untuk penyimpanan jagung berkapasitas 50 ton dengan pengering yang berkapasitas 7,5-10 ton/jam, namun dalam peng-operasiannya memerlukan dukungan teknologi pascapanen. BBPascapanen sebagai institusi yang mempunyai mandat di bidang penelitian dan pengembangan pascapanen diharapkan dapat memberikan kontribusi teknologi untuk mengatasi masalah tersebut. Rapat koordinasi antara BBPascapanen dengan Pemda Sragen, BPTP Jateng, Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM, pengusaha PT Rukun Makmur dan Gapoktan telah dilakukan guna membahas rencana kerjasama pada tahun 2008. Hasil rapat memutuskan bahwa BBPascapanen bersama FTP-UGM bertugas memberikan kontribusi teknologi pengendalian aflatoksin melalui penanganan prapanen dan pascapanen jagung. BPTP Jawa Tengah bertugas mengkaji teknologi yang akan diterapkan, sedangkan Pemda Kab. Sragen dan Gapoktan sebagai pihak pengguna teknologi. Kerjasama ini diharapkan dapat mendukung pengembangan agroindustri jagung di Sragen.
51
52
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
IV. KELEMBAGAAN BB-PASCAPANEN A. ORGANISASI
B. SUMBER DAYA MANUSIA
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 632/Kpts/OT.140/12/2003 tanggal 30 Desember 2003, BB-Pascapanen mempunyai 3 Bagian/ Bidang dan 7 Sub Bagian/ Seksi serta Kelompok Jabatan Fungsional yang saat ini baru mencakup peneliti dan teknisi litkayasa. Pengembangan Kelompok Jabatan Fungsional dalam waktu dekat mencakup Arsiparis, Pranata Komputer dan Pustakawan. Semakin luasnya jangkauan penelitian dan pengembangan, makin besar pula kebutuhan sumber daya, dana, sarana dan prasarana yang perlu dikembangkan. Oleh karena itu, BB-Pascapanen dalam kurun waktu tahun 2005-2009 akan meningkatkan kompetensi sumber daya yang dimiliki untuk dapat menghasilkan teknologi yang bermutu guna memberi keuntungan dan manfaat bagi petani dan pelaku agribisnis.
Untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya, BB-Pascapanen didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) sebanyak 142 tenaga yang terdiri dari 59 orang tenaga peneliti; 29 orang tenaga teknisi litkayasa dan 54 orang tenaga administrasi. Berdasarkan strata pendidikan terdiri atas 8 orang S3; 26 orang S2; 35 orang S1; 10 orang S0; 55 orang setingkat SLTA; 4 orang setingkat SLTP dan 4 orang setingkat SD. Status SDM BB-Pascapanen pada tahun 2007 ditunjukkan pada Tabel 4.
Gambar 36. Struktur organisasi BB-Pascapanen Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
53
Tabel 4. Sumber Daya Manusia (SDM) BB-Pascapanen TA. 2007
Pengembangan SDM SDM merupakan aset yang sangat berharga bagi suatu organisasi. Tujuan suatu organisasi tidak dapat tercapai tanpa didukung SDM yang handal. Oleh karena itu, BB-Pascapanen berupaya untuk dapat selalu meningkatkan kemampuan dan profesionalisme SDM yang dimilikinya, baik tenaga fungsional maupun administrasi. Upaya peningkatan kemampuan SDM dilakukan melalui training jangka pendek, training jangka panjang, magang, dan seminar. Kaderisasi tenaga peneliti akan terus diupayakan, agar pada saat tenaga peneliti yang ada sudah mencapai usia pensiun tugasnya dapat digantikan oleh tenaga peneliti yang lebih muda. Kaderisasi disiapkan sedini mungkin dan disesuaikan dengan kebutuhan BB-Pascapanen agar tidak terjadi stagnasi apabila terjadi alih tugas atau pensiun. BBPascapanen merencanakan sistem kaderisasi dalam bentuk kerucut, dimana tenaga peneliti yang berusia muda akan lebih banyak kuantitasnya daripada tenaga peneliti yang berusia tua. Saat ini, 6 orang peneliti sedang 54
menyelesaikan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, 4 orang melanjutkan studi S3 dan 2 orang melanjutkan studi S2. Dalam rangka mendukung programprogram utama BB-Pascapanen, perlu dilakukan pengembangan SDM fungsional maupun struktural baik kuantitas maupun kualitasnya dengan strategi : a) pelatihan jangka pendek sesuai bidang keahlian masing-masing peneliti/ staf struktural, b) pelatihan jangka panjang ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan c) merekrut tenaga yang berpendidikan S2 sesuai dengan kebutuhan tahun 2009-2013. Komposisi tenaga fungsional peneliti dengan litkayasa ditetapkan berdasarkan beban kerja setiap RPTP, yaitu setiap RPTP perlu didukung oleh 4 orang peneliti (1 orang S3, 1 orang S2 dan 2 orang S1) serta 3 orang teknisi litkayasa, sedangkan untuk tenaga struktural disesuaikan dengan kebutuhan. Rencana pengembangan SDM BB-Pascapanen tahun 2008-2013 tercantum pada Tabel 5.
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Tabel 5. Rencana pengembangan SDM tahun 2008 – 2013
Pelaksanaan Kegiatan Kepegawaian Pada Tahun 2007, BB-Pascapanen mendapat tambahan CPNS sebanyak 4 orang yang diangkat dari tenaga honorer dan 3 orang CPNS diangkat menjadi PNS. Disamping itu terdapat 2 orang diangkat menjadi pejabat fungsonal (1 orang peneliti dan 1 orang arsiparis) serta 5 orang peneliti mendapat kenaikan jabatan fungsional. Tiga orang peneliti yang dihentikan sementara dari jabatan fungsionalnya telah dapat diangkat kembali setelah yang bersangkutan memenuhi angka kredit yang ditetapkan berdasarkan jenjang fungsional peneliti. Pegawai BB-Pascapanen yang mengikuti pelatihan jangka pendek maupun panjang sebanyak 16 orang dengan rincian : 1. Sebanyak 9 orang mengikuti pelatihan jangka pendek, yaitu 7 orang mengikuti diklat fungsional peneliti pertama dan Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
2 orang mengikuti diklat fungsional non peneliti (pustakawan dan arsiparis). 2. Sebanyak 7 orang mengikuti pelatihan jangka panjang, yaitu 2 orang mengikuti program S2 (atas biaya pemerintah) dan 5 orang mengikuti program S3 (3 orang atas biaya pemerintah, 1 orang atas biaya sendiri, dan 1 orang atas biaya Australian Development Scholarships-ADS). Data selengkapnya disajikan dalam Tabel 6. Pada Hari Pangan Sedunia tahun 2007 terdapat 1 orang peneliti BB-Pascapanen (Dr. Sri Widowati,MAppSc) yang mendapat penghargaan ketahanan pangan karena berprestasi dalam bidang ketahanan pangan. Selain itu, terdapat 1 orang peneliti BB-Pascapanen (Dr. Imam Muhadjir, MSc) yang mendapat peng-hargaan gelar Profesor Riset yang pengukuhannya dilaksanakan pada tanggal 31 Juli 2007. 55
Tabel 6. Pengembangan SDM dalam bentuk training jangka pendek dan jangka panjang tahun 2007
56
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
C. FASILITAS PENELITIAN BB-Pascapanen memiliki fasilitas laboratorium analisis dan bangsal pengolahan hasil yang cukup memadai yang terletak di dua lokasi yaitu Bogor dan Karawang. Laboratorium Bogor merupa-kan laboratorium induk dengan akurasi tinggi yang memiliki kompetensi di bidang analisis kimia dan biokimia, pengujian mutu dan keamanan pangan, serta pengolahan produk aneka minuman, candy, dan baking dan dilengkapi dengan fasilitas pengolahan bidang teknologi kimia dan bioproses. Laboratorium BBPascapanen sudah mendapatkan Akreditasi dari KAN dengan nomor LP-366-IDN pada tanggal 27 Juli 2007 untuk beberapa ruang lingkup pengujian. Laboratorium Karawang me-miliki kompetensi di bidang pengujian mutu fisik dan pengolahan aneka tepung. Laboratorium Bogor a. Laboratorium Analisis Merupakan laboratorium utama (induk) BB-Pascapanen yang menangani aspek : - Kimia, mikrobiologi, fraksinasi, fermentasi, dan organoleptik - Analisis keamanan pangan untuk produk makanan dan minuman (juice, sari buah, campuran, dan produk turunannya, candy) - Analisis proksimat untuk analisis mutu produk minuman dan produk turunannya Fasilitas yang tersedia terdiri dari peralatan analisis dengan ketelitian tinggi untuk identifikasi struktur dan isolasi senyawa dan lain sebagainya.
nya dan produk formulasinya) - Bangsal pengolahan hasil ternak (daging: daging asap, sosis, dendeng, bakso, karage, nugget, abon dan kornet; susu pasteurisasi dan produk olahan susu) - Bangsal pengolahan tahu. - Bangsal pengolahan sari buah dan produk turunannya, pasteurisasi, dan canning (produk berbasis buah dan sayuran) - Bangsal pengolahan produk roti berbasis aneka tepung Laboratorium Karawang a. Laboratorium Analisis - Mendukung analisis sifat-sifat rheology dan sifat fisik bahan (aneka tepung) - Mendukung analisis proksimat hasil pertanian b. Bangsal Pengolahan Hasil - Bangsal pengolahan aneka tepung dan produk turunannya (proses kering dan basah) - Bangsal pengolahan beras - Bengkel perekayasaan D. SARANA PENDUKUNG Pada TA 2007 telah dilaksanakan pengadaan 3 unit kendaraan roda 2 merk Honda Fit S dan 1 unit kendaraan bermotor serbaguna untuk mendukung mobilitas pegawai BB-Pascapanen dalam melaksanakan tugasnya. Sampai dengan tahun 2007 BB-Pascapanen telah mempunyai 8 (delapan) unit kendaraan bermotor roda empat dan 5 (lima) unit kendaraan bermotor roda dua serta 1 (satu) unit kendaraan bermotor serbaguna seperti tercantum pada Tabel 7.
b. Bangsal Pengolahan Hasil - Bangsal pengolahan minyak atsiri (aneka minyak atsiri; produk derivat-
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
57
Tabel 7. Sarana pendukung kegiatan operasional BB-Pascapanen
E. PENGEMBANGAN SARANA DAN PRASARANA Pada tahun 2007 telah dilaksanakan pengadaan sarana dan prasarana, berupa pembangunan dan pengadaan peralatan kantor, meubelair serta buku ilmiah. Guna melengkapi kekurangan bangunan dan perbaikan/ pembuatan jalan aspal di lingkungan kantor BB-Pascapanen telah dibangun bangsal pengolahan proses kering berukuran 144 m2, pelapisan/ pembuatan jalan aspal 2.399,2 m2. Selain itu untuk menambah daya listrik di lingkungan kantor BB-Pascapanen dilakukan pemasangan daya listrik sebesar 53 KVA. Pengadaan peralatan terdiri dari : meubelair, peralatan pengolahan data (3 unit note book, 3 unit printer, dan 2 unit mesin faksimili), pendingin ruangan dan speaker mount sistem serta aksesories laboratorium untuk melengkapi fasilitas kerja bagi pegawai BB-Pascapanen agar dapat bekerja secara efektif dan efisien.
58
F. PENATAAN KELEMBAGAAN INTERNAL Institusi penelitian bersifat khas dan sangat berbeda dengan institusi teknis. Di dalam unit penelitian, selain kelembagaan struktural juga terdapat kelembagaan internal/fungsional yang juga mengelola sumberdaya dan memiliki SDM dengan jenjang kepangkatan yang tinggi khususnya pada kelembagaan fungsional penelitian, sehingga diperlukan pengaturan mekanisme kerja antara kelembagaan internal dan kelembagaan struktural di lingkup BB-Pascapanen. Pembentukan kelembagaan internal tidak untuk mempartisi dan memisahmisahkan peran, tetapi sebaliknya untuk membangun manajemen partisipasipatif dan kerjasama kemitraan internal antar peran agar mampu mewujudkan sasaran dan tujuan yang telah disusun dalam visi dan misi. Kelembagaan internal yang berbasis pada fungsi dibentuk untuk membantu Kepala BB-Pascapanen dalam menjalankan fungsi manajerialnya, khususnya guna menjamin pencapaian tujuan dan sasaran kegiatan operasional dengan keterbatasan perangkat Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
struktural dan sumberdaya yang ada. Untuk mempermudah dan kelancaran pelaksanaan kegiatan, BB-Pasca-panen telah menyusun draft Panduan Umum Organisasi dan Mekanisme Kerja Kelembagaan Internal. Draft Panduan Umum tersebut sudah dibahas dalam Rapat Kerja BB-Pascapanen pada tanggal 10 – 12 September 2007. Untuk mengembangkan profe-sionalisme dan etika penelitian dan pengembangan, BB-Pascapanen telah membentuk Kelompok Peneliti (Kelti) yang anggotanya memiliki berbagai disiplin keilmuan. Pada tahun 2005-2007, BB-Pascapanen telah memiliki empat kelti untuk mendukung tugas dan fungsinya penelitian dan pengembangan pascapanen pertanian. Nama keempat kelti tersebut adalah: Kelti Proses Fisik, Kelti Proses Kimia, Kelti Proses Biologi dan Kelti Pengelolaan Sistem Mutu. Berdasarkan evaluasi kinerja kelti selama ini dan dalam rangka meningkatkan kinerja peneliti, dirasa perlu untuk melakukan perubahan dan penyem-purnaan kelompok peneliti. Finalisasi kelembagaan kelti BB-Pascapanen dibahas oleh Tim yang terdiri dari Pejabat Struktural Bagian Tata Usaha, Bidang Progran dan Evaluasi, Para Ketua Kelti dan Peneliti Senior. Dari pertemuan-pertemuan tersebut akhirnya disepakati usulan penamaan Kelti di BB-Pascapanen yaitu: (1) Kelti Teknologi Penanganan Hasil Pertanian, dan (2) Kelti Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Kelompok Peneliti yang baru tersebut mulai berlaku pada awal tahun anggaran 2008. G. ANGGARAN Dana yang diperlukan BB-Pascapanen untuk melaksanakan tupoksinya berasal dari APBN dan kerjasama dengan instansi pemerintah maupun swasta. Guna mencapai keberhasilan program penelitian dan pengembangan pascapanen, dukungan dana merupakan komponen yang sangat penting. BB-Pascapanen berupaya mendapatkan dana Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
penelitian dari instansi/lembaga pemerintah maupun swasta melalui kerjasama penelitian dan pengembangan pascapanen. Anggaran berbasis kinerja adalah dasar dari pengembangan sistem penganggaran masa depan. Sasaran dan indikator pencapaian hasil dari program penelitian dan pengembangan pascapanen pertanian perlu dipersiapkan secara jelas dan terukur serta digunakan dalam monitoring dan evaluasi secara konsisten. Pada tahun 2007, BB-Pascapanen memperoleh dana sebesar Rp 13.425.273.000,, sedangkan realisasi sampai dengan 31 Desember 2007 sebesar Rp 12.621.143.527,(94,01%). Alokasi dan realisasi dana dapat dilihat pada Tabel 8. Selain bersumber dari DIPA, BB-Pascapanen juga mendapat dana penelitian dari Kementerian Ristek RI sebesar Rp 128.500.000,- untuk penelitian “Karakterisasi Mutu dan Pengaruh Proses Pratanak terhadap Indeks Glikemik Berbagai Varietas Beras Indonesia”, dan pendanaan dalam bentuk inkind dari mitra kerjasama, diantaranya : 1. Kerjasama dengan Pemda Kalbar, Pemda Sambas dan BPTP Kalbar untuk pengembangan teknologi penanganan dan pengolahan jeruk di Citrus Center, Sambas, Kalimantan Barat. 2. Kerjasama dengan PT. Surya Alam Global untuk Scaling-Up teknologi pengolahan minyak kelapa murni (VCO) di Medan Sumatera Utara. 3. Kerjasama dengan Disbun Provinsi Jawa Timur dan Dishutbun Kab. Sampang untuk pengembangan model pengolahan mete terpadu berkualitas ekspor di Sampang Madura.
59
60
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
61
V. EVALUASI DAN PERENCANAAN PROGRAM Kegiatan Program dan Evaluasi meliputi: Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan. Telah dilakukan penyempur-naan terhadap Renstra BB-Pascapanen 2005 – 2009. Penyempurnaan Renstra yang meliputi : program utama, matriks sasaran program per tahun, dan roadmap program penelitian dan pengembangan pascapanen pertanian periode 2005-2009. A. EVALUASI DAN PELAPORAN KEGIATAN TA. 2007 Kegiatan evaluasi dan pelaporan meliputi penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP), Monitoring dan Evaluasi (Monev), Penyusunan Laporan Bulanan dan Laporan Tahunan. Pada tahun 2007 telah dilaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan evaluasi kegiatan BB-Pascapanen, yaitu : Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) TA. 2006 dan SIMONEV Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) Instansi Pemerintah menjadi suatu kewajiban bagi setiap instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerin-tahan negara untuk mempertanggung-jawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta kewenangan pengelolaan sumberdaya. Laporan tersebut menjabar-kan kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan melalui Sistem Monitoring dan Evaluasi (SIMONEV) yang disampai-kan setiap bulan. LAKIP mencakup perencanaan kinerja yang komponennya meliputi: Sasaran (sasaran tahun berjalan), Program (Renstra), Kegiatan dan Indikator Kinerja. Berdasarkan hasil pengukuran kinerja dan capaian sasaran tahun 2006, terlihat bahwa seluruh kegiatan BB-Pascapanen yang terdiri dari 13 (tiga belas) kegiatan penelitian dan 1 (satu) kegiatan penyu-luhan dan penyebaran informasi hasil penelitian pascapanen memiliki nilai capaian kinerja yang baik dan capaian sasaran cukup baik. 62
Monitoring dan Evaluasi Kegiatan monev dilaksanakan sebanyak tiga kali dalam setahun meliputi: Monev ex-ante, on-going dan ex-post. Laporan Monev ex-ante, on-going maupun ex-post kegiatan BBPascapanen TA. 2007 memuat temuan yang perlu ditindaklanjuti oleh penanggungjawab kegiatan agar tujuan dan sasaran dapat dicapai secara efisien dan efektif. Laporan Bulanan dan Respon Terhadap Isu-isu Aktual Selama tahun 2007, telah disusun laporan bulanan kegiatan BB-Pascapanen yang disampaikan dalam Rapat Pimpinan (Rapim) lingkup Badan Litbang Pertanian. Laporan bulanan kegiatan berisi kemajuan penyerapan anggaran dan topik kegiatan yang menonjol pada periode bulan tersebut. Materi yang disampaikan untuk bahan Rapat Pimpinan selama tahun 2007 disajikan dalam Tabel 9. Disamping laporan bulanan, BB-Pascapanen juga menyampaikan laporan yang merespon isu-isu yang sedang aktual di masyarakat kepada Kepala Badan Litbang Pertanian dan Menteri Pertanian RI, diantaranya : 1. Survei penggunaan pemutih pada beras Dalam rangka merespon isu pemakaian pemutih pada beras tersebut, telah dilakukan penggalian informasi tentang klorin, dan survei terbatas dengan melakukan pengambilan sampel beras pada penggilingan padi di Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, Pasar Induk Johar Karawang dan Pasar Induk Jakarta serta Importir pada bulan April 2007. Survey ini penting untuk mendapatkan informasi yang utuh dan pemahaman yang memadai sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan dalam menangani masalah tersebut untuk mengurangi tindakan atau penanganan yang kurang tepat sehingga merugikan banyak pihak. Hasil survei ini dilaporkan kepada Kepala Badan Litbang Pertanian pada tanggal 2 Mei 2007. Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
63
Dari hasil survei dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kebenaran isu penggunaan pemutih yang mengandung klorin pada beras dapat diyakini berdasarkan data yang ada, tetapi kadarnya cukup rendah berkisar 1 – 2,4 ppm, kecuali beras impor berkisar 1 - 5,2 ppm. Sebagian klorin tersebut akan tercuci pada saat pencucian beras pada waktu memasak. 2. Kandungan klorin yang terdapat pada beras masih aman bila mengacu peraturan FDA 21 CFR 137.105 untuk penggunaan klorin sebagai bahan tam64
bahan pangan pada tepung-tepungan maksimum 45 ppm, tetapi bila mengacu peraturan FDA 21 CFR 173,300 untuk penggunaan klorin dioksida (ClO2) secara langsung untuk pangan maksimum 3 ppm (bila dikonversi kedalam bentuk unsur klor (Cl) maksimum 1,58 ppm). 3. Pemakaian pemutih yang mengandung klorin pada beras impor lebih tinggi dari beras di dalam negeri dan perlu mendapat perhatian yang serius. Kecenderungan pemakaian klorin dalam jumlah berlebihan pada beras impor peluangnya cukup besar, karena seLaporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
lain berfungsi sebagai pemutih, klorin tersebut juga dimanfaatkan sebagai desinfektan untuk memperpanjang masa simpannya. 4. Penggunaan klorin pada air minum (PAM) justru harusnya yang sangat dikuatirkan, karena dosis yang direkomendasikan beradasarkan Keputusan MenKes No.907/Menkes/SK/VII/2002 cukup tinggi, yaitu maksimum klorida (Cl) dalam air minum 250 mg/l (250 ppm). Bila digunakan untuk menanak nasi, konstribusi klorinnya sangat significant dibandingkan residu klorin pada beras. 5. Perlu ada sosialisasi penggunaan pemutih yang memenuhi persyaratan keamanan pangan meliputi jenis dan ambang batasnya. 6. Sudah saatnya mendapat perhatian serius penggunaan bahan aromatik sintetis pada beras, mengenai jenis yang dibolehkan dan ambang batasnya, karena kecenderungan penggunaan aromatik sintetis pada beras akhirakhir ini cukup besar. 2. Buah impor berformalin Penyalahgunaan formalin untuk pengawet makanan telah lama dilakukan oleh pelaku usaha produk pangan dan meresahkan masyarakat setelah Badan POM dalam tahun 2005 mengumumkan beberapa produk pangan seperti tahu, bakso, mi basah, karkas ayam dan ikan mengandung formalin yang berbahaya tersebut. Kasus serupa mencuat kembali pada bulan Juli 2007 yaitu dengan dikeluarkannya pelarangan produk pangan tertentu dari Cina oleh Badan POM RI karena mengandung formalin. Kecurigaan penggunaan formalin pada buah impor tersebut muncul setelah mengamati daya simpannya yang relatif lama dibandingkan dengan buah domestik sejenis meski dalam kondisi Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
ruangan (ambient). Hal tersebut bertentangan dengan karakteristik buah segar yang sangat mudah rusak (perishable). Buah dan sayuran impor yang diuji adalah apel, lengkeng, jeruk, durian, anggur, pear dan wortel. Pengambilan contoh dilakukan secara acak dari pasar swalayan dan pasar tradisional di wilayah Bogor dan sekitarnya. Contoh buah dan sayuran impor tersebut diangkut ke laboratorium BB-Pasca-panen menggunakan mobil berpen-dingin untuk dianalisis kandungan formalin dengan metode AOAC (2005) serta menggunakan alat HPLC dan gas kromatografi. Hasil analisis memperlihatkan bahwa sampel apel (asal Cina dan New Zealand), durian monthong (asal Thailand), pear (asal Thailand dan Cina), wortel (asal Cina), lengkeng (asal Thailand) mengandung formalin. Hasil analisis ini telah dilaporkan kepada Menteri Pertanian RI tanggal 26 September 2007. Mencermati hasil pengamatan terbatas tersebut disarankan : 1. Perlu langkah antisipatif dari Departemen Pertanian untuk melakukan survei yang lebih luas dan mendalam mengenai pemakaian bahan berbahaya (khususnya formalin dan sejenisnya) pada buah dan sayuran impor. 2. Diperlukan pembinaan pada pedagang buah dan sayuran impor terhadap penggunaan bahan-bahan yang berbahaya tersebut bila ternyata pemakaian formalin dilakukan di dalam negeri. 3. Departemen Pertanian bekerjasama dengan BPOM, Kepolisian untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran oleh pelaku usaha dalam rantai pemasaran produk pertanian segar.
65
B. PERENCANAAN DAN PENYUSUNAN PROGRAM Rencana operasional disusun setiap tahunnya dengan mengacu pada Renstra BB-Pascapanen dan kebijakan Badan Litbang Pertanian maupun Departemen Pertanian. Secara umum kegiatan perencanaan dan penyusunan program dapat dibagi dua yaitu: (1) Pelaksanaan kegiatan TA. 2007 dan (2) Perencanaan kegiatan TA. 2008. Berkaitan dengan perencanaan kegiatan TA. 2008 telah dilaksanakan seleksi dan evaluasi usulan kegiatan TA. 2008, koordinasi dan sinkronisasi program kegiatan dengan direktorat jenderal teknis, penyusunan Daftar usulan Pelaksanaan Anggaran (DUP), RKA-KL, dan DIPA TA. 2008. C. RAPAT KERJA BB-PASCAPANEN Rapat kerja (Raker) BB-Pascapanen TA. 2007 diselenggarakan pada tanggal 10 – 12 September 2007 di Auditorium II Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu-Bogor. Rapat tersebut dihadiri oleh 107 orang yang terdiri dari Kepala Badan Litbang Pertanian, Dirjen Pengolahan Hasil dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP), Kepala Pusbindiklat LIPI, General Manager Research & Development (R&D) PT Garudafood, Direktur CV Promindo (mitra kerjasama BB-Pascapanen) dan para pejabat struktural dan peneliti BBPascapanen. Selain itu, rapat juga dihadiri oleh pejabat eselon II lingkup Badan Litbang
Pertanian.Rapat kerja BB-Pascapanen pada tahun 2007 mengambil tema “Optimalisasi Sumberdaya dalam Rangka Peningkatan Kinerja BB-Pascapanen”. Rapat Kerja dibuka oleh Kepala Badan Litbang Pertanian. Penyampaian materi utama oleh pembicara tamu dimaksudkan untuk meningkatkan wawasan peneliti BB-Pascapanen sehingga dapat memenuhi kebutuhan stakeholders, dengan harapan dapat menjadi acuan dalam merencanakan program kegiatan penelitian dan pengembangan ke depan. Topik yang disampaikan terdiri dari : 1. Kebutuhan Teknologi Pascapanen dalam Mendukung Program Pengembangan Agribisnis Berawal dari Desa (Dirjen P2HP). 2. Permasalahan Fungsional Peneliti dan Pengelolaannya (Kepala Pusbindiklat Peneliti LIPI). 3. Model Research and Development di PT Garudafood (General Manager Corporae R & D Garudafood). 4. Pengalaman CV. Promindo Utama sebagai Mitra BB-Pascapanen dalam Mengelola Pabrik Mini Puree Mangga (Direktur CV. Promindo Utama).
Gambar 37. Pembukaan Rapat Kerja BB-Pascapanen TA.2007 oleh Ka. Badan Litbang dan para tamu undangan 66
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Gambar 38. Ka. Badan Litbang, Dirjen P2HP dan Pejabat eselon II meninjau poster dan produk hasil penelitian BB-Pascapanen
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
67
VI. PENUTUP Program penelitian dan pengembangan pascapanen diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah, daya saing produk pertanian dan memacu tumbuhnya agroindustri perdesaan; diversifikasi pangan; serta peningkatan mutu dan keamanan pangan. Dalam rangka diversifikasi pangan dan keamanan pangan telah dihasilkan berbagai inovasi teknologi diantaranya teknologi pengolahan mi berbahan baku ubikayu/ ubijalar, beras artificial dari ubikayu/ ubijalar, teknologi pengolahan beras beriodium, tempe kacang tunggak, formulasi sanitizer untuk menekan kontaminasi mikroba pada sayuran, dan unit pemerah susu untuk menekan total plate count pada susu sapi yang menyebabkan tidak diterimanya susu segar dari peternak. Dalam upaya meningkatkan nilai tambah dan memacu tumbuhnya agroindustri perdesaan telah dihasilkan berbagai model agroindustri/teknologi yang diimplementasikan langsung di lapangan bekerjasama dengan BPTP, pemerintah daerah, swasta/ koperasi dan kelompok tani. Kegiatan kerjasama pengembangan teknologi, launching produk, promosi, pameran dan gelar teknologi terus ditingkatkan kualitasnya, agar efektivitas kegiatan diseminasi dapat tercapai. Pada tahun 2007 telah diterbitkan berbagai publikasi ilmiah dan populer diantaranya jurnal, buletin, pedoman teknis, leaflet. Publikasi ilmiah dan populer ini disamping sebagai sarana penyampaian hasil penelitian dan inovasi teknologi, juga merupakan media untuk meningkatkan jenjang fungsional peneliti dan teknisi.
68
Difusi teknologi yang dihasilkan BB-Pascapanen telah mulai menunjukkan dampaknya. Beberapa Kabupaten antara lain Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Mamuju Utara, Kabupaten Tarakan, Kabupaten Muna, dan Kabupaten Timor Tengah Utara telah mulai mengadopsi teknologi pengolahan jeruk siam. Model teknologi pengolahan lada putih di Kalimantan Timur, juga telah diadopsi di Sri Lanka melalui kerjasama dengan FAO. FAO menganggap kerjasama tersebut berhasil. Pada tahun 2008, FAO memberikan hibah sebesar US$ 476.000 untuk tiga negara : Indonesia, sebesar US$ 228.500 dan sisanya Sri Lanka dan Vietnam, dalam rangka kegiatan perbaikan pengolahan lada untuk peningkatan mutu, nilai tambah dan pendapatan petani. BBPascapanen ditunjuk sebagai National Project Coordinator di Indonesia, dan tenaga ahli dari BB-Pascapanen juga diminta untuk membantu pelaksanaan kegiatan di Sri Lanka dan Vietnam. Dalam rangka meningkatkan kinerja BB-Pascapanen, telah dilakukan peningkatan kompetensi pegawai sesuai bidang tugas, penataan kelembagaan internal dan peningkatan sarana dan prasarana, penataan dan penambahan koleksi perpustakaan serta peningkatan kapasitas internet. Dengan demikian pelaksanaan kegiatan di BBPascapanen di masa mendatang akan lebih kondusif, dan diharapkan dapat memacu peningkatan kinerjanya.
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
DAFTAR PUSTAKA Budiyanto, A., M. Hadipernata dan S.I. Kailaku. 2007. Laporan Akhir Tahun Penelitian Teknologi Pengolahan Minyak Dedak Padi (Rice Bran Oil). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Halizah, W., E. Sukasih dan I. Agustinisari. 2007. Laporan Akhir Tahun Produksi Rhamnosidase dari aspergillus, sp. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Halizah, W., E.Y. Purwani., I. Agustinisari., Triyantini., H. Setianto., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Teknologi Pemanfaatan Kacang-Kacangan untuk Produk Tempe. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Haryadi, I., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Pembinaan Administrasi dan Pengelolaan Keuangan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Hidayat, T., N. Nurdjannah., S. Usmiati., N. Setyawan., Sugiarto., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Pengem-bangan Teknologi Pengolahan Lada untuk Meningkatkan Mutu dan Efisiensi. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Iriani, E,S., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Pengelolaan dan Pengembangan Perpustakaan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Iriani, E,S., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Pengelolaan dan Pengembangan Publikasi. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Irianto, G., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Pembangunan Sarana Prasarana Lingkungan Gedung. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Lubis, S., Sudaryono., R. Rachmat., Hernani., S. Yuliani., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Teknologi Pengolahan Beras Beriodium untuk Mengatasi Kekurangan Iodium di Daerah Miskin dengan Pangan Pokok Beras. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Misgiyarta., N. Richana., P. Martosuyono., A. Budiyanto., H. Herawati., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Pengembangan Teknologi Pengolahan Gula Cair dari Pati Kasava. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Mulyawanti, I., K.T. Dewandari., D. Amiarsi., Siswadi dan Kusdinar. 2007. Laporan Akhir Tahun Penelitian Teknologi Pembekuan Cepat Puree dan Irisan Buah Mangga Arumanis. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Mulyono, E., Risfaheri., Hernani., T. Hidayat., S.I. Kailaku., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Perbaikan Mutu dan Efisiensi Penyulingan Minyak Akar Wangi. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Nelly, M., D. Saefudin., Sumaryadi., Nurhayati., Y. Komalasari. 2007. Laporan Akhir Tahun Pembinaan Administrasi Pengelolaan Kepegawaian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
69
Nugraha, S., Yulianingsih., R. Thahir., B.A.S. Santosa., Suyanti., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Teknologi Sistem Pengeringan dan Penyimpanan Bawang Merah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Prabawati, S., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Pengembangan Teknologi Pascapanen Mendukung Primatani. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Prabawati, S., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Promosi dan Komunikasi Hasil Penelitian Pascapanen. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Risfaheri., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Koordinasi Program dan Teknologi Pascapanen Mendukung Program Departemen/Direktorat/Dinas Teknis. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Risfaheri., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Manajemen Kelembagaan Penelitian dan Pengembangan Pascapanen. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Sentot, M ., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Monitoring dan Pengawasan Pelaksanaan Program dan Kegiatan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Setyabudi, D.A., W. Broto., R. Rachmat., R. Hasbullah., S. Prabawati., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Teknologi Penanganan Pascapanen Mangga untuk Pemasaran Lokal dan Ekspor. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
70
Setyadjit., S. Prabawati., E. Sukasih., Suyanti., A.N.A. Syah., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Penanganan dan Pengolahan Jeruk Mendukung Program Pengembangan Jeruk di Kalimantan Barat. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Setyawan, N., Widaningrum., D.A. Setyabudi., M. Shaffah., Siswadi., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Teknologi Pengolahan Sayuran Kering Siap Santap. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Soemantri, A.S., Sudaryono., B.A.S. Santosa., D. Amiarsi., Hernani., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Teknologi Penyimpanan Jagung untuk Mengendalikan Aflatoksin. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Suismono., N. Richana., S. Widowati., Widaningrum., Misgiyarta., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Teknologi Pengolahan Ubikayu dan Ubijalar untuk Diversifikasi Konsumsi Pangan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Sumangat, J., S. Yuliani., N. Harimurti., M. Hadipernata., A.N.A. Syah., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Pemanfaatan Minyak Jarak sebagai Bahan Bakar Pengganti Minyak Tanah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Thahir, R., Yulianingsih., E.Y. Purwani., H. Setianto., A.S. Soemantri., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Penerapan Teknologi Pascapanen Mendukung Ketahanan Pangan di Papua. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Usmiati, S., T. Marwati., R. Sunarlim., Abubakar., C. Winarti., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Teknologi Produksi Bakteriosin sebagai Biopreservatif untuk Mengendalikan Kontaminan Daging dan Produk Daging. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Winarti, C., Abubakar., Misgiyarta., R. Nurjannah., Sugiarto., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Penelitian Formulasi dan Aplikasi Sanitizer pada Sayuran untuk Mengurangi Kontaminan Mikroba. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Yuliani, S., N. Harimurti dan S. Yuliani. 2007. Laporan Akhir Mikro-enkapsulasi Oleoresin Jahe sebagai Perisa (Flavouring Agent) Produk Makanan dan Minuman. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Laporan Tahunan BB-Pascapanen TA 2007
Yuliani, S., S. Prabawati., R. Rachmat., E. Wahyuni., B.E. Williyanto., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Pembinaan dan Penjaringan Mitra Kerjasama. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Yuliani, S., S. Prabawati., R.Rachmat., B.E. Williyanto., A. Junaidi., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Pengem-bangan Teknologi Jaringan Sistem Informasi (Website). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Yulianingsih., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Penyelenggaraan Rapat Kerja dan Sinkronisasi Program BB-Pascapanen. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Yulianingsih., dkk. 2007. Laporan Akhir Tahun Perencanaan dan Penyusunan Program Penelitian Pascpanen. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
71