I. Pendahuluan
Fibrosis hati progresif merupakan salah satu komplikasi penyakit hati kronik yang dapat meningkatkan angka mortalitas. Penentuan derajat fibrosis dapat menjadi prediktor tingkat mortalitas terkait komplikasi penyakit hati kronik. Selain itu, data derajat fibrosis juga diperlukan para klinisi sebagai salah satu panduan sebelum memulai terapi pada kasus infeksi Hepatitis B dan Hepatitis C. Penilaian histopatologi dari hasil biopsi hati perkutaneous merupakan baku emas dalam penentuan derajat fibrosis. Namun demikian, modalitas diagnostik ini memiliki keterbatasan, seperti tindakan invasif yang dapat berkomplikasi perdarahan, adanya variabilitas interobserver, dan kemungkinan sampling error. Karakter invasif dari tindakan biopsi hati juga menjadi hambatan bagi pasien untuk cenderung tidak melakukan tindakan tersebut. Saat ini, beberapa biomarker telah diaplikasikan sebagai alternatif noninvasif. FibroScan, FibroTest dan Fibrometer telah banyak direkomendasikan sebagai moda diagnostik lini pertama untuk penentuan derajat progresifitas fibrosis. .Transient elastography (Fibroscan) bekerja berdasarkan pengukuran sonografik. Kekakuan jaringan hati ditentukan dengan pengukuran kecepatan
vibrasi
gelombang sonograf elastik yang melewati lapisan di jaringan hati. Kecepatan laju gelombang tersebut selanjutnya akan berkorelasi dengan derajat fibrosis jaringan hati. Transient elastography ini dapat mendeteksi fibrosis mulai dari derajat awal (early fibrosis) hingga stadium yang sudah lanjut (advanced fibrosis).1,2 Namun demikian, di Indonesia, aksesibilitas sentra pelayanan kesehatan terhadap fasilitas alat transient elastography (Fibroscan) masih sangat terbatas, terutama pada rumah sakit di daerah perifer. Sehingga diperlukan suatu metoda penentuan derajat fibrosis yang dapat menjadi alternatif terhadap Fibroscan sangat diperlukan. Saat ini terdapat beberapa metode, berbasis skoring data serum marker ,untuk sebagai prediktor derajat fibrosis, seperti FIB-4, APRI score (Aspartate Transaminase to Platelet Ration Index), FibroIndex. Fornindex, dan Hepascore. Pada review ini akan dibahas validasi perbandingan hasil skor FIB-4 dengan hasil Transient elastography (Fibroscan), pada pasien dengan penyakit hati kronik. Skor FIB-4 memformulasikan hasil perhitungan dengan mengambil variabel usia, nilai Aspartate Transaminase (AST), hitung trombosit, dan nilai Alanin transaminase (ALT). Selanjutnya, nilai ini dibandingkan dengan skor Metavir (F0-F4) sebagai penentuan stadium histologis.
II. Ilustrasi Kasus Laki-laki, 53 tahun datang ke Poli Hepatologi RSCM membawa hasil pemeriksaan HbsAg (+) . Pasien diperiksa HbsAg hasil (+) saat akan donor darah di PMI, bulan Maret 2014. Di Poli 1
Hepatologi RSCM, didapatkan klinis pasien tenang, tidak ada ikterik, demam dan nyeri perut. Nafsu makan baik, BAB dan BAK tidak ada keluhan. SGPT 29,Hbe Ag (+) SGOT 35, GGT 36, ALP 78. Hb 14,9 L. 5030 Tr 217000. PT 11,5/11,7. aPTT 50/32,9. Albunin 4,2/Globulin 3,7. Bilirubin T/D/I 0,41/0,17/0,24. AFP 3,9. Pada bulan Mei 2014) HBV DNA 1,07x 105 IU/ml atau 6,23X105 copies/ml. USG abdomen menunjukkan hasil early cirrhosis, dan Fibroscan menunjukkan hasil F2-F3 (stiffness 9,6 kPa). Pasien sedang dalam terapi Telbivudine 1x600 mg saat ini masuk bulan ke -5. Pasien saat ini dalam surveilans HCC, sehingga dilakukan evaluasi pemeriksaan AFP dan Ultrasound per 6 bulan. Permasalahan pada pasien ini, jika modalitas diagnostik Fibroscan tidak tersedia, apakah perhitungan skor FIB-4 dapat menjadi alternatif pemeriksaan Fibroscan dalam penentuan derajat fibrosis?
III. Formulasi Pertanyaan Klinis Apakah hasil skoring FIB-4 berkorelasi baik dengan hasil pengukuran transient elastography (Fibroscan) dalam penentuan derajat fibrosis hati pada pasien dengan infeksi Hepatitis B dan atau Hepatitis C?
IV. Pencarian Bukti Ilmiah Dalam menjawab pertanyaan klinis di atas, maka penulis memasukkan variabel index koefisien korelasi antara hasil FIB-4 dengan hasil Fibroscan, Hepatitis B dan atau Hepatitis C. Pencarian beberapa review ilmiah melalui PubMed, MEDLINE dan Cochrane dengan memasukkan kata kunci “FIB-4 AND Fibroscan AND Hepatitis B AND Hepatitis C AND Correlation AND Comparison dengan kategori telaah sistematis (systematic review) atau meta-analisis atau uji klinis, sehingga diperoleh 20 artikel. Pada pencarian ini, dilakukan seleksi artikel yang tersedia naskah lengkap dan dipublikasikan dalam 5 tahun terakhir sehingga didapatkan 9 artikel dengan naskah lengkap. Dari kesembilan artikel ini hanya 1 artikel yang menjawab pertanyaan klinis, sehingga artikel tersebut masuk dalam telaah kritis (critical appraisal) Artikel yang terpilih meerupakan satu-satunya artikel yang memiliki data korelasi perbandingan langsung antara skor FIB-4 dengan skor Fibroscan.. Artikel tersebut berjudul Correlation of Transient Elastography with APRI and FIB-4 in a cohort of patients with congenital bleeding disorders and HCV or HIV/HCV coinfection. Ditulis oleh Vidovic. N, dkk (Artikel diambil dariJOurnal of hemophilia Vol.16, 2010. P778-785),
2
Algoritma Pencarian Bukti Ilmiah
V, Telaah Kritis Dalam melakukan telaah kritis untuk artikel-artikel tersebut , digunakan metode telaah untuk jenis studi systematic review berdasarkan panduan telaah kritis dari Center of Evidenced Based Medicine (CEBM) Oxford, yang ditampilkan dalam lembar kerja (worksheet) menggunakan sitem check list yang diberikan bila di dalam systematic review tersebut terdapat poin yang diminta. Semakin lengkap daftar 3
checklist maka semakin baik systematic review tersebut. Pertanyaan yang mencakup dalam appraisal sheet tersebut adalah: 1. Bagaimana kerangka PICO yang digunakan pada systematic review ini? Komponen P (Patients/Population)
Deskripsi Pasien dengan infeksi Hepatitis B dan atau Hepatitis C
I (Intervention)
Perhitungan derajat fibrosis dengan FIB-4 dan transient elastography (Fibroscan)
C (Comparison)
Membandingkan korelasi hasil pengukuran FIB-4 dengan Fibroscan
O (Outcome)
Nilai korelasi FIB-4 terhadap hasil Fibroscan dalam penentuan derajat fibrosis
2. Apakah terdapat kemungkin beberapa studi tidak dimasukkan systematic review ini? Pada telaah kritis ini, digunakan pencarian bukti ilmiah dengan menggunakan MESH terms dan text words pada Medline, EMBASE, Cochrane dalam lima tahun terakhir. Namun demikian terdapat kemungkinan beberapa studi tidak diikutsertakan, oleh karena beberapa keterbatasan seperti pada studi – studi yang tidak dipublikasikan, dan pada studi yang dipublikasikan dengan bahasa selain bahasa Inggris. 3. Apakah kriteria yang digunakan untuk seleksi artikel telah sesuai? Seleksi artikel pada telaah kritis ini mencakup populasi pasien dengan infeksi Hepatitis B dan atau Hepatitis C yang memiliki data FIB-4 dan Fibroscan , serta memiliki data perhitungan korelasi antara kedua hasil tersebut. 4. Apakah studi-studi yang disertakan cukup valid untuk menjawab pertanyaan klinis? Dan apakah hasil yang didapatkan relatif sama antar studi? Berdasarkan pencarian MESH terms, dari 9 artikel, terdapat 1 artikel yang fokus menjawab pertanyaan klinis. Konsistensi hasil antar studi saat ini belum dapat ditentukan karena hanya ada 1 studi yang seusai dapat menjawab pertanyaan klinis 5. Bagaimana hasil studi dideskripsikan? Pada studi ini digunakan indeks korelasi, nilai kappa dengan nilai confidence interval 95%
4
Berdasarkan kerangka pertanyaan di atas , dapat disimpulkan bahwa telaah kritis ini memiliki validitas yang cukup baik. Namun demiikian terdapat beberapa kekurangan yaitu minimalnya jumlah studi yang fokus dapat menjawab petanyaan klinis. Pada satu studi yang ditelaah kritis ini, memiliki jumlah populasi 120 pasien dengan infeksi Hepatitis C, dari populasi tersebut dilakukan perhitungan skor FIB-4 dan pengukuran Fibroscan. Selanjutnya hasil dari kedua kelompok dibandingkan untuk menilai derajat korelasinya.
VI. Diskusi Fibrosis hati merupakan salah satu hasil dari suatu proses injuri akut atau kronik pada jaringan hati. Beberapa literatur menyatakan bahwa proses terbentuknya fibrosis hati terutama akibat proses inflamasi sebagai respon terhadap injuri parenkim hati. Fibrosis akan terjadi bersamaan dengan progresifitas injuri pada jaringan hati. Derajatnya dapat bervariasi mulai dari ringan hingga sirosis hati, suatu bentuk tahap akhir dari fibrosis parenkim hati. Pada bentuk sirosis hati terjadi distorsi morfologi parenkim hati, regenerasi hepatosit yang kacau, pembentukan nodul, dan perubahan vaskular. Selanjutnya, sirosis dapat meningkatkan risiko terjadinya gagal hati, hipertensi portal, dan karsinoma hepatoselular. Fibrosis hati merupakan hasil dari proses ketidakseimbangan antara sintesis matriks ekstraseluler dan degradasi. Sel-sel stelate hepatik dan sel Miofibroblast memegang peranan penting pada proses fibrosis hati. Sel stelate hepatosit berlokasi di ruang subendotelial antara sel hepatosit dan sel endotel sinusoid. Pada kondisi-kondisi patologis seperti inflamasi dan injuri, yang salah satunya dapat diakibatkan oleh infeksi virus Hepatitis B dan Hepatitis C , sel stelate hepatik akan teraktivasi menjadi bentuk yang proleferatif, α-smooth muscle actin-postive, myofibroblast-like cells yang meningkatkan regulasi sintesis kolagen. Selanjutnya, terjadi sintesis kolagen fibriler, peningkatan aktivitas kontraktil, sekresi faktor kemotaktik dan vasoaktif, peningkatan aktivitas migrasi dan sekresi matriks metalloproteinase, serta menghasilkan tissue inhibitors of metalloproteinase (TIMPs). Beberapa sitokin proinflamasi juga berperan dalam regulasi sel stelate hepatik, seperti Transforming Growth Factor (TGF)-β. TGF-β merupakan suatu sitokin yang sangat berperan besar dalam proses fibrosis, dengan meningkatkan ekspresi kolagen I dari sel stelate hepatik, meningkatkan transisi ke bentuk myofibroblast-like phenotypes, dan menginhibisi degradasi matriks ekstraseluler melalui ekspresi TIMPs. Sitokin profibrosis lainnya yang berperan yaitu Platelet derived Growth Factor. Aktivasi sel
5
stelate berperan dalam pembentukan sentral-sentral bridging fibrosis pada lokasi jaringan hati yang mengalami regenerasi inkomplit. Inisiasi aktivasi sel stelate hepatik distimulasi oleh faktor lain seperti sinyal stress oksidatif (Reactive oxygen intermediates), apoptotic bodies, stimulus parakrin dari sel di sekitarnya seperti makrofag hepatik, lipopolisakarida, endotel sinusoid dan sel hepatosit. 3,4,5,6 Penilaian derajat fibrosis masih dengan pemeriksaan histopatologi dari biopsi hati merupakan baku emas. Namun demikian, prosedur tersebut bersifat invasif, dan dengan segala komplikasinya, cenderung untuk tidak dipilih oleh pasien. Saat ini terdapat beberapa alternatif noninvasif terhadap penilaian derajat fibrosis hati. Fibroscan merupakan suatu metode noninvasif penilaian derajat fibrosis hati dengan menggunakan vibrating-controlled transient elastography (VCTE) untuk menghasilkan shear waves yang diproyeksikan ke jaringan hati dan selanjutnya diukur kecepatannya dengan ultrasound. Teknologi ini pertama kali digunakan secara luas di Eropa sejak 2003. Selama prosedur tindakan Fibroscan, dilakukan pemancaran shear wave sebesar 50-Hz dari probe ultrasound. Kecepatan shear wave melewati jaringan hati dihitung dalam meter per detik, yang selanjutnya dikonversi ke bentuk pengukuran nilai liver stifness dalam kilopascal (kPa). Semakin tinggi nilai kPa menandakan semakin tinggi derajat fibrosis. Hasil diperoleh setelah melewati 10 pengukuran valid (successful) dengan rentang interkuartil /rasio median kurang dari 0,30. Namun demikian, di Indonesia, masih banyak sentra pelayanan kesehatan yang belum memiliki fasilitas Fibroscan, oleh karena itu diperlukan suatu metode alternatif penilaian derajat fibrosis, dengan yang bersifat noninvasif dan dapat diaplikasikan oleh klinisi di Indonesia, terutama yang bertugas di daerah perifer. Skor FIB-4 merupakan suatu modalitas untuk mengukur derajat fibrosis berdasarkan serum ALT, AST, platelet dan usia. FIB-4 dinilai dengan rumus [Usia (tahun) x AST (IU/l)]/ [Platelet count(x10 9 /l) x ALT (IU/l) ½]. Nilai FIB-4 dintrepretasikan jika FIB-4<1,45 maka fibrosis minimal atau tidak ada fibrosis. Jika FIB-4>3,25 menunjukkan fibrosis signifikan. Skor FIB-4 dapat memberikan hasil yang overestimasi pada kondisi Gilbert;s Syndrome dan memberikan hasil underestimation pada kondisi pasien usia muda dan pada kondisi kelainan proliferatif, seperti trombositosis esensial.7,8,9,14,15,16 Pada studi kohort Vidovic et al yang ditelaah kritis di EBCR ini, dilakukan suatu pengukuran korelasi antara hasil pengukuran Transient Elastography (Fibroscan) dengan hasil perhitungan skor FIB4. Dari total 174 pasien, yang dilakukan follow up selama 2 tahun, didapatkan hasil bahwa hasil skor FIB4 berkorelasi dengan hasil pengukuran transient elastography (TE). ( r=0,54; p <0,001). Pada studi ini, juga disebutkan bahwa derajat korelasi semakin kuat pada kasus infeksi Hepatitic C aktif dan kasus 6
koinfeksi hepatitis C dengan HIV (r = 0.67; P < 0.001 dan r = 0.60; P < 0.001, berturut-turut). Lebih lanjut lagi, prediksi terhadap kejadian fibrosis lanjut menghasilkan nilai kesesuaian >80% pada kombinasi perhitungan skor FIB-4 dengan skor APRI. 1 Pada studi ini dilakukan analisis kesesuaian untuk prediksi kejadian advanced fibrosis dan sirosis. Pada TE digunakan nilai cutoff > 9,5kPa. Pada FIB-4 digunakan cutoff nilai >3,25, sedangkan pada APRI digunakan cutoff >1. Hasil kesesuaian tertinggi didapatkan pada hasil TE dan APRI serta hasil APRI dan FIB-4 (concordance rate = 80.1%; k = 0.54, P < 0.01 dan 82.1%; k = 0.50, P < 0.01, berturut-turut). Kombinasi antara TE dengan FIB-4 pada penelitian ini disimpulkan bersifat kurang feasible. Kelemahan studi ini adalah tidak mengikutsertakan hasil histopatologi biopsi hati. Seluruh hasil perhitungan dibandingkan dengan hasil pengukuran TE, yang saat ini telah banyak digunakan untuk mengukur derajat fibrosis. 1
Tabel 1. Hasil perhitungan transient elastography (TE), Aspartate aminotransferase-to-paktelet ratio index (APRI) dan FIB-4 pada studi kohort oleh dan persentase pasien dengan fibrosis tahap lanjut sesuai dengan cut-off masing-masing untuk TE, (kPa), APRI (1,0) dan FIB-4 (3,25).
7
Tabel 2. Kesesuain prediksi kejadian advanced fibrosis/sirosis antara pengukuran dengan TE, APRI, dan FIB-4
Pada banyak studi lain juga disebutkan bahwa derajat fibrosis yang rendah seringkali sulit terdeteksi dengan transient elastography, di lain sisi derajat fibrosis yang tahap lanjut (>F3) sangat baik terdeteksi dengan transient elastography. Studi oleh Castera,dkk menyatakan bahwa derajat fibrosis hati > F3 pada 71% sampel populasi memiliki spesifisitas 93% (dengan nilai cutoff 9,5 kPa), namun demikian studi ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan (overlap) hasil yang cukup besar pada kasus fibrosis stadium awal. Skor FIB-4 memiliki kelemahan sulit untuk mendeteksi derajat fibrosis , namun dapat digunakan sebagai metode alternatif pada kasus advanced fibrosis. 11,12,13 Pada studi oleh Bonnard et al, dengan populasi 59 pasien dengan infeksi Hepatitis B, yang membandingkan performa FIB-4, APRI, Fibrotest, Fibrometer dan Fibroscan dalam mendeteksi Fibrosis F0F1 dari F2-F3-F4, menunjukkan hasil nilai Area Under Receiver Operating Characteristic (AUROC) 8
masing-masing berturut-turut 0,71, 0,61, 0,79, 0,82 dan 0,87; yang dibandingkan dengan hasil biopsi hati. Hasil ini menunjukkan bahwa angka FIB-4 dan Fibroscan memiliki hasil sensitivitas spesifisitas yang cukup baik dalam penilaian fibrosis. 2 Pada studi oleh Pichard et al, dengan mengikutsertakan 847 biopsi hati , yang membandingkan hasil pengukuran FIB-4 dengan biopsi hati dan Fibrotest, dinyatakan bahwa skor FIB-4 dapat mengidentifikasi pasien dengan severe fibrosis (F3-F4) dan sirosis dengan area under the receiver operating characteristic curve 0,85 (95% CI 0,82-0,89) dan 0,91 (95% CI 0,86-0,93), berturut-turut. Index FIB-4 < 1,45 memiliki negative predictive value 94,7% untuk mengeksklusi kondisi severe fibrosis dengan sensitivitas 74,#% . Index FIB-4> 3,25 memiliki positive predictive value untuk mengkonfirmasi adanya kondisi significant fibrosis (F3-F4) sebesar 82,1% dengan spesifisitas 98,2%. Pada studi ini 72,8% sampel biopsi hati memiliki kesesuaian derajat fibrosis sesuai hasil index FIB-4. Index FIB-4 juga memiliki korelasi yang tinggi dengan hasil Fibrotest pada skor <1,45 atau >3,25 (masing-masing kappa 0,561, P<0,01). Nilai FIB-4< 1,45 atau > 3,25 berkorelasi dengan hasil FibroTest berturut-turut 92,1 dan 76%. 21 Studi lain yang mengikutsertakan 847 pasien dengan infeksi HCV kronik yang menjalani biopsi hati, menyatakan bahwa FIB-4 dapat digunakan sebagai surrogate marker untuk memprediksi terjadinya advanced fibrosis. Namun demikian, seperti pada penggunaan surrogate marker lainnya, FIB-4 sulit untuk mendeteksi tahapan derajat fibrosis per individu. Sehingga dalam hal ini, direkomendasikan pengunaan kombinasi dari beberapa marker untuk dapat menutupi kekurangandari tiap metode pengukuran yang digunakan dan mengurangi kebutuhan untuk biopsi hati.17,18,19
VII. Kesimpulan 1. Hasil skor FIB-4 berkorelasi baik dengan hasil pengukuran transient elastography (TE). 2. FIB-4 dapat digunakan sebagai prediktor yang cukup baik untuk mendeteksi kasus advanced fibrosis atau sirosis 3. Skor FIB-4 memiliki kelemahan yaitu sulit mendeteksi derajat fibrosis, sehingga direkomendasikan untuk penggunaaan kombinasi beberapa metode noninvasif dalam evaluasi derajat fibrosis, sehingga dapat mengurangi kebutuhan pemeriksaan histopatologi biopsi hati. 4. Telaah kritis ini membutuhkan beberapa studi lainnya yang memiliki data nilai korelasi antara FIB-4 dan Fibroscan, sehingga dapat meningkatkan derajat validitas simpulan yang ditarik dari telaah kritis ini.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Fallatah H. Noninvasive Biomarkers of Liver Fibrosis: An Overview. J Advances in Hepatology. 2014; 1-15. 2. VidovicN, Lochowsky S, Goldmann G, Rockstroh J, Wasmuth C, Spengler U. Correlation of Transient Elastography with APRI and FIB-4 in a Cohort Patients with Congenital Bleeding Disorders and HCV or HIV/HCV Coinfection. Journal of Hemophilia . 2010; 16:778-775. 3. Bonnard P, Sombie R, Lescure F, Bougouma A, Baptiste J, Poynar T. Comparison of Elastography, Serum Markers Scores and Histology for The Assesement of Liver Fibrosis in Hepatitis B Virus (HBV)-Infected Patients in Burkina Faso. Am. J.Trop. Med. Hyg. 2010; 8:454458. 4. Mendeni M, Foca F, Gotti D, Ladisa N, Roldan E, Vavossari A. Liver Fibrosis: Concordance Analysis BetweenAPRI and FIB-4 Scores, Evolution and Predictors in a Cohort of HIV Patients without HCV and HBV Infection. Journal of The International AIDS Society.2010,13: 92. 5. Zhou K, Gao C, Zhao Y, Liu H, Zheng R. Simpler Score of Routine Laboratory Test Predicts Liver Fibrosis in Patients with Chronic Hepatitis B. Journal of Gastroenterology and Hepatology .2010; 25: 1569-1577. 6. Vecchi V, Soresi M, Colomba C, Mazzola G, Colleti P, Mineo M, Carlo P,. Transient Elastography: A Non Invasive Tool for Assessing Liver Fibrosis in HIV/HCV patients. World Journal of Gastroenterology. 2010; 16(41):5225-5232. 7. Poynard T, Perazzo H, Munteanu M, Lebray P, Moussali J, Tahbut D. Prognostic Value of Liver Fibrosis Biomarkers: A Meta Analysis. Journal of Gastroenterology and Hepatology. 2011; 7: 445-454. 8. Bernstein D. Use of Fibroscan for Noninvasive Assesements of Liver Disease. Journal of Gastroenterology and Endoscopy.2014;2 :1-2. 9. Sumida Y, Yoneda M, Hyogo H, Itoh Y Ono M, Fujii M, Fujii H. Validation of the FIB4 Index in a Japanese Nonalcoholic Fatty Livver Disease Population. BMC Gastroenterology . 2012; 1-9. 10. Izzo I, Biasi L, Mendeni M, Prestini K, Vavossari A, Foca E. The Use of Ultraosnography, Transient Elastography, APRI and FIB-4 to Measure Liver Steatosisand Fibrosis in HIV-Positive Patients Not Coinfected with Hepatitis Viruses With Hypertransaminasemia of Unknown Etiology on HAART. Journal of Infectious Disease. 2011; 5: 1-5.
10
11. Stibbe K, Verveer C, Francke J, Hansen B, Zondervan P. Comparison of Noninvasive Assesement to Diagnose Liver Fibrosis in Chronic Hepatitis B and C Patients. Erasmus Journal of Medicine. 2011; 1: 7-14. 12. Carey E, Carrey W. Noninvasive Test for Liver Disease, Fibrosis and Cirrhosis: Is Liver Biopsy Obsolate?. Cleveland Clinic Journal. 2010; 7: 519-526. 13. Vecchi V, Giannitrapani L, Carlo L. Noninvasive Assesement of Liver Steatosis and Fibrosis in HIV/HCV and HCV infected Patients. Annals of Hepatology. 2013; 12: 740-746. 14. Shaikh S, Memon M, Ghani H. Validation of Three Noninvasive Markers in Asessing The Severity of Liver Fibrosis inChronic Hepatitis C. Journal of College of Physicians and Surgeons Pakistan.2009; 19:478-482. 15. Yang R, Kim H, Kim J. Noninvasive Parameters and Hepatic Fibrosis Scores in Children with Nonalcoholic Fatty Liver Disease. World Journal of Gastroenterology. 201; 18: 1525-1530. 16. Salem D, Serafy M, Obeida E, Akel W, Razki M. The Combination of Endoglin and FIB-4 Increase The Accuracy of Detection of Hepatic Fibrosis in Chronic Hepatitis C Patients. Journal of Gastroenterology. 2012; 2:62-67. 17. Cales P. Noninvasive Evaluation of Liver Fibrosis: Current Clinical Use and Next Perpective (Chronic Hepatitis C). Universite Anger. 2011:1-46. 18. Hassan S, Syed S, Kehar S. Review of Diagnostic Techniques of Hepatic Fibrosis. J Pak Med Assoc. 2014; 64:941-945. 19. Rath T, Roderfeld M, Wenzel C, Guler C. Comparison of Transient Elastography and Experimental Class I Fibrosis Markers for The Non-Invasive Asessement of Hepatic Fibrosis. AASLD Abstracts. 2012 20. Berenguer J. Zamora FX, Carrerro A, Von W. FIB-4 Outperforms Liver Biopsy in the Asessement of Prognosis in HIV/HCV Coinfections. GESIDA Study Group. 2014;1:1-13. 21. Pichard A, Mallet V, Nalpas B, Verkarre V, Nalpas A. FIB4: an Inexpensive and Accurate Marker of Fibrosis in HCV Infection. Comparison with Liver Biopsy and Fibrotest. Journal of Hepatology. 2007; 46: 32-36.
11
Korelasi Hasil Perhitungan Skor FIB-4 dengan Hasil Pengukuran Transient Elastography (Fibroscan) dalam Penentuan Derajat Fibrosis Hati
Evidence-Based Case Report
Oleh: M. Pasha 1006824402
Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM Jakarta, 2014
12