Penerapan Kontrol Optimal LQG Pada Sistem Kontrol Cascade PI&P Untuk Pengendalian Temperatur Steam di Superheater Prayunanta Ahusda1), Katherin Indriawati2) 1) Jurusan Teknik Fisika - ITS, Surabaya 60111, email:
[email protected] 2) Jurusan Teknik Fisika - ITS, Surabaya 60111, email:
[email protected] Abstrak – Kontrol cascade PI&P (Propotional Integral dan Propotional) untuk mengendalikan temperatur uap air pada superheater mempunyai keterbatasan dalam hal mengatasi gangguan pada pengukuran dan gangguan proses pada plant. Gangguan tersebut mengakibatkan: perubahan variabilitas temperatur steam dan menurunkan effisiensi thermal pada plant boiler. Pada makalah ini dituliskan hasil penelitian tentang penambahan kontrol LQG (Liniear Quadratic Gaussian) pada kontrol cascade PI&P. Karakteristik kontrol LQG dipengaruhi dari nilai bobot Q dan R pada indeks performansi. Nilai bobot tersebut mempengaruhi gain controller, dimana strategi mentuning gain controller dilakukan pada saat proses plant sedang berjalan. Hasil tuning didapatkan nilai bobot Q yang terbaik adalah 0,1 dan R adalah 1. Penambahan kontrol LQG menghasilkan perubahan variabilitas temperatur sebesar ± 1,18oC; kenaikan indeks performansi IAE (Integral Absolute Error) dari 0.708859 menjadi 0.463045 dan daya turbin meningkat sebesar 1,26 KW pada saat penurunan beban proses pada superheater. Kata Kunci Kunci: Kontrol LQG, Kontrol cascade, superheater.
kontrol tersebut, maka pilihan dari beberapa kontrol yang dapat memenuhi keterbatasan tersebut adalah kontrol optimal LQG. Pada penelitian ini, dilakukan studi tentang bagaimana menerapkan kontrol optimal tersebut kedalam kontrol cascade PI&P tanpa membongkar ulang struktur yang sudah ada sehingga dapat mengoptimalkan performansinya. Untuk mengetahui keberhasilan kontrol LQG yang akan diterapkan pada kontrol berjenjang PI&P, maka dilakukan simulasi plant dengan menggunakan software simulink pada matlab. Plant yang dimodelkan adalah superheater yang terdapat pada PT. KDM
II. DASAR TEORI 2.1. Superheater dan Desuperheater Superheater adalah tempat sementara untuk memanaskan steam dengan perubahan kenaikan temperatur dari kondisi saturated vapor menjadi superheated vapor di dalam suatu sistem boiler. Perubahan temperatur steam pada superheater dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: perpindahan panas secara konveksi, radiasi, kombinasi kedua-duanya (radiasi dan konveksi) dan konduksi (Nag, P.K., 2002).
I. PENDAHULUAN Dalam dunia industri power plant seperti di PT. Kaltim Daya Mandiri (KDM) yang menghasilkan daya maksimum sebesar 35MW, sistem pengendalian proses sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan variabel proses antara lain temperatur, tekanan, laju aliran massa, laju aliran volume, dan level. Pada boiler HRSG (Heat Recovery Steam Generator, jenis water tube: fluida yang dialirkan pada pipa), ada tiga jenis heatexchangers yaitu economizer, evaporator, dan superheater. Plant yang berpengaruh pada generator steam atau boiler adalah superheater, karena pada superheater proses penyerapan panas mencapai 40% panas total pada boiler (Nag, P.K., 2002). Salah satu variabel yang dikendalikan pada superheater adalah temperatur steam. Hal ini menjadi sangat penting karena temperatur steam yang dikeluarkan oleh superheater sangat berpengaruh pada effisiensi thermal pada power plant dan daya kerja pada turbin. Sistem kontrol pengendalian temperatur steam superheater dengan desuperheater pada umumnya adalah menggunakan PI&P yang berjenjang (cascade control). Namun demikian, struktur kontrol ini mempunyai keterbatasan dalam hal mengatasi gangguan pada pengukuran dan gangguan proses pada plant. Penyebab gangguan pada pengukuran dan gangguan proses pada plant dapat berupa: tidak meratanya aliran gas turbin dan burner yang dikarenakan sifat dari molekul gas panas yang ringan (dapat bergerak bebas) sehingga menyebabkan tidak meratanya gas panas yang digunakan untuk memanaskan pipa superheater; aliran steam yang turbulent dikarenakan kekasaran pipa; dan kesalahan pengukuran dikarenakan sifat alamiah pada error pengukuran. Ketiga hal tersebut menyebabkan perubahan variabilitas temperatur steam, menurunkan effisiensi thermal pada plant boiler dan turunnya daya kerja turbin (Codrons, B., 2003). Keterbatasan kontrol berjenjang PI&P dikarenakan tidak mempunyai kemampuan dalam hal mengestimasi variabel keadaan dan menyaring noise, sehingga kurang optimal dalam hal memperkecil perubahan variabilitas temperatur. Dari keterbatasan
Gambar 1. Boiler HRSG Sistem HRSG yang terdapat di PT. Kaltim Daya Mandiri (KDM) mempunyai dua buah superheater yang terpasang secara seri yaitu superheater primary dan superheater secondary (lihat gambar 1). Input yang diberikan pada superheater tersebut adalah berupa steam yang berasal dari steam drum dengan tekanan sebesar 91bar dan temperatur sebesar 305oC, dimana steam tersebut masih dalam kondisi saturated vapor. Setelah melewati superheater primary, maka kondisi saturated vapor berubah menjadi superheated vapor, dengan tujuan mengurangi dan menghilangkan kandungan air pada steam sehingga dicapai kondisi kering. Superheater primary mendapatkan gas panas yang berasal dari sisa hasil pembakaran gas turbin (exhaust gases) dengan temperatur sebesar 552oC, sedangkan superheater secondary mendapatkan gas panas dari burner dengan temperatur sebesar 850oC dan juga mendapatkan sisa hasil gas panas turbin setelah melewati superheater primary. Ada tiga variabel proses yang dapat mempengaruhi temperatur steam keluaran superheater, yaitu temperatur dan laju aliran massa steam yang menuju ke superheater primary yang berasal dari keluaran steam drum serta fenomena perpindahan
panas dari flue-gas ke steam yang berasal dari burner dan sisa pembakaran gas turbin. Dari dua pengaruh tersebut, maka variabel yang dimanipulasi adalah temperatur steam superheater dan besarnya aliran volume flue-gas (Benyo,I., 2006). Umumnya laju volume perpindahan flue-gas sulit dikendalikan, dikarenakan besarnya ruangan dalam boiler, sehingga diputuskan pengontrolan temperatur steam superheater dilakukan dengan memanipulasi temperatur steam keluaran superheater sekunder, yaitu menggunakan desuperheater (Benyo,I., 2006 dan Nag, P.K., 2002) . Cara kerja kontrol dengan desuperheater adalah dengan menginjeksikan air ke dalam pipa diantara dua jenis superheater (superheater primary dan superheater secondary), dimana air yang diinjeksikan tersebut berasal dari economizer, sehingga terjadi pencampuran antara massa steam dengan massa air. Pada proses pencampuran ini dimungkinkan terjadinya kesetimbangan massa dan kesetimbangan energi, serta dimungkinkan juga adanya perpindahan panas pada dinding-dinding pipa yang dipengaruhi oleh panas dari burner dan sisa pembakaran dari gas turbin. Jika temperatur steam pada superheater tidak terkontrol, maka pada boiler mempunyai dampak negatif yaitu (Benyo,I., 2006) : jika temperatur steam terlalu tinggi (berkisar antara 580oC – • 660oC ), maka panas temperatur tersebut dapat membahayakan permukaan dinding bolier dan masukan pada turbin. • Jika temperatur steam terlalu rendah (berkisar antara 380oC – 300oC ), maka dapat menurunkan cycle efficiency. • Jika adanya perubahan temperatur steam yang terlalu cepat, maka dapat mempengaruhi permukaan material boiler. Gambar 2 mengambarkan rusaknya material pipa superheater yang disebabkan oleh perubahan temperatur steam yang terlalu tinggi dan terlalu cepat. Gambar tersebut didapatkan dari web–site yang berkaitan dengan permasalahan temperatur steam pada superheater.
sedangkan pencarian harga optimal kalman filter dilakukan dengan memperlakukan sistem bersifat stokastik, yaitu dengan mendapatkan index performansi kesalahan minimum yang terkecil, atau dituliskan: ∞
J=
1 (x T Qc x + u T Rc u ) dt 2 ∫0
(1)
Real plant : ẋ = Ax + Bu + Gw ; y = cx Keterangan : u=Sinyal kontrol input; y=Output proses; w =gangguan proses; v=gangguan pengukuran (white noise); A=Matrik plant; B=Matrik kontrol input; C=Matrik pengukuran; K =Peguatan umpan balik (Regulator); K f = Penguatan filter kalman.
Gambar 3. Diagram blok LQG Estimator merupakan fungsi transfer estimasi dari proses plant yang akan dikendalikan dengan menyertakan filter kalman sebagai estimator variabel keadaan dan penyaring noise. Tujuan estimator adalah sebagai plant acuan untuk mengestimasi keadaan dengan sifat linier time invariant, artinya nilai parameter matrik A, B, C adalah tetap di semua waktu. Kelebihan estimator adalah dapat mengendalikan multivariabel input dan output pada plant yang saling berkaitan dalam satu kendali. Besarnya harga penguat regulator adalah: −1 (2) K = − Rc B T S Untuk mencari besarnya S dapat menggunakan persamaan Riccati: −1 (3) AT S + SA − SBRc B T S + Qc = 0
Gambar 2. Pecahnya permukaan pipa superheater yang disebabkan temperatur steam yang terlalu tinggi. (www.meic.com/Newsletters/1997/Summer97.htm)
2.2. Kontrol optimal LQG Kontrol optimal Linier Quadratic Gaussian (LQG) adalah teknik kontrol modern yang diimplementasikan dalam bentuk ruang dan waktu (state space). Pada awalnya state space digunakan untuk mendesain optimal regulator atau LQR. Seiring berjalannya waktu, kontrol LQR mengalami pengembangan yaitu dengan mengikutsertakan estimator optimal (fiter Kalman) yang berfungsi mengestimasi variabel keadaan dan menyaring noise (derau). Noise yang mempengaruhi kontrol LQG berupa white noise yang mempunyai spektrum frekuensi sama untuk berbagai frekuensi. Pengaruh noise pada controller menyebabkan tidak optimalnya sinyal kontrol pada aktuator, maka untuk mengoptimalkan input pada proses plant (u) diperlukan penguat controller regulator (K) dan penguat estimator kalman filter (Kf). Pencarian harga regulator dilakukan dengan cara seolah-olah sistem bersifat deterministik yaitu dengan metode LQR,
dengan asumsi : Qc ≥ 0, Rc > 0. Qc menentukan matrik keadaan dan Rc menentukan matrik kontrol. Sedangkan untuk menentukan penguatan filter kalman pada estimator adalah: −1 (4) K f = PC T R f Matrik P diperoleh dari persamaan Riccati sebagai berikut : −1 (5) 0 = PAT + AP − PC T R f CP + GQ f G T Dengan asumsi-asumsi matriks A dan B terkontrol, dan C teramati Qf ≥ 0, Rf > 0, maka filter kalman dijamin stabil asimtotik. Matrik Qf dan Rf adalah noise covariance, dengan noise proses w(t ) ~ (0, Qf) dan pengukuran n(t ) ~ (0,v2Rf) adalah white noise. 2.3. Sistem Kontrol Cascade. Metode sistem kontrol cascade adalah pengendalian sistem kontrol bertingkat yang digunakan untuk mengendalikan variabel keluaran plant yang saling mempengaruhi, dalam hal ini proses pertama mempengaruhi proses kedua. Untuk mereduksi disturbance yang ada pada setiap proses maka output keluaran pada setiap proses diumpanbalikkan seperti yang terlihat pada gambar 4.
Gambar 4. Diagram blok Superheater dengan menggunakan metode sistem kontrol cascade. Pada metode kontrol ini, terdapat dua controller yaitu : kontrol primer dan kontrol sekunder. Tujuan dipasangnya kontrol sekunder adalah untuk melemahkan sinyal disturbance (e1) pada output sistem proses satu yang dapat mempengaruhi proses selanjutnya, yaitu pada proses yang kedua. Sedangkan tujuan pada kontrol primer adalah melemahkan sinyal disturbance (e1 dan e2) pada output sistem proses kedua dan juga melemahkan sisa sinyal disturbance (forward path) yang menuju ke proses kedua.
III. PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN HASIL SIMULASI Langkah-langkah penelitian untuk merancang sistem kontrol PQG pada sistem kontrol bertingkat PI&P ditunjukkan pada gambar 5. Penjelasan secara singkat dari metodologi tersebut adalah sebagai berikut: • Pembuatan estimator Perancangan estimator dilakukan dengan menggunakan hukum kesetimbangan energi dan perpindahan panas. Variabel input pada estimator adalah temperatur steam yang dikeluarkan de-superheater dan temperatur flue-gas dari gas panas. Hal ini dikarenakan temperatur flue-gas mempengaruhi temperatur steam, sedangkan temperatur steam mempengaruhi effisiensi thermal dan daya kerja turbin. Di bawah ini adalah persamaan kesetimbangan energi pada temperatur steam yang dipengaruhi oleh temperatur flue-gas.
mst .c st
dTst _ out dt
Gambar 5. Diagram alur metodologi penelitian •
Mencari nilai Q dan R pada Regulator Besarnya nilai Q dipilih berdasarkan pada persamaan (1) atau persamaan indeks performansi minimum. Tabel 1 adalah kumpulan beberapa nilai Q yang mempengaruhi gain regulator (Kc) untuk mendapatkan nilai indeks performansi yang minimum. Dari hasil simulasi yang optimal, diperoleh nilai Q sebesar 0,1 dan R adalah [1 0;0 1], sehingga gain regulator sebesar 0,3042. Simulasi ini mampu menghasilkan temperatur steam pada superheater sekunder sebesar 490oC dan variabilitas yang lebih kecil dari sebelumnya. Tabel 1. Nilai Q dan Indeks performansi minimum (J)
= ṁ st .c st .(Tst _ in − Tst _ out ) + α st (T fg _ in − Tst _ in )
Q 1 0,6 0,4 0,23 0,1
(6) Dengan variabel input: Tst _ in dan T fg _ in , maka bentuk persamaan state space-nya adalah:
⎡ Tst _ in ⎤ ẋ1 = Ax1 + B.⎢ ⎥ ; Tst _ out = Cx1 ⎣T fg _ in ⎦
(7)
Setelah didapatkan matrik A, B, C maka matrik tersebut diletakan pada estimator. Tahap selanjutnya adalah tahap pencarian besarnya gain regulator dan filter Kalman pada kontrol LQG. Pencarian gain tersebut dilakukan dengan memasang estimator pada kontrol PI&P sampai didapatkan indeks performansi error minimum dari nilai Q dan R. Mencari nilai Q dan R pada filter kalman • Untuk mendapatkan tingkat redaman error yang optimal, pada filter Kalman didapatkan nilai Q yang berbeda-beda, dimulai dari 1 sampai 0,1. Dari beberapa nilai Q dan R, maka hasil simulasi yang optimal didapakan dengan menggunakan nilai Q sebesar 0,1 dan R sebesar 1, sehingga besarnya penguat filter kalman adalah 0,0235.
•
Kc 2,704 1,7024 1,1651 0,6862 0,3042
J 2,252 × 108 2,248 × 108 2,246 × 108 2,244 × 108 2,243 × 108
Pemasangan kontrol LQG pada kontrol PI&P Setelah tahap perancangan estimator terselesaikan dengan nilai gain regulator dan filter kalman yang optimal, maka kontrol LQG siap terpasang pada kontrol PI&P seperti yang ditunjukkan pada gambar 6.
Gambar 6. Diagram blok kontrol optimal LQG dengan menyertakan sistem kontrol PI&P yang ter-cascade pada superheater. Gambar 7 menjelaskan perbandingan respon awal temperatur steam dan laju massa pada superheater sekunder setelah penambahan kontrol LQG pada kontrol PI&P. Penambahan kontrol tersebut membuat respon temperatur steam pada saat awal mempunyai undershoot yang lebih kecil daripada menggunakan kontrol PI&P. Perbedaan respon tersebut dikarenakan kontrol LQG pada regulator yang dihasilkan dipengaruhi oleh nilai Q dan R, dimana nilai tersebut mempengaruhi variabilitas dan juga respon awal temperatur steam. Semakin kecil nilai Q maka semakin kecil pula indeks performansi-nya, sehingga secara tidak langsung berpengaruh juga respon awal temperatur steam yang dikeluarkan.
Gambar 8. Grafik perbandingan antar kontrol PI&P dengan penambahan kontrol LQG dalam keadaan steady. ( (a) Output pada superheater sekunder, (b) Output pada desuperheater, (c) massa steam ) Tabel 2. Indeks performance temperatur steam output PI&P +LQG improve IAE
0.708859
0.463045
34,67%
Gambar 7. Grafik perbandingan antar kontrol PI&P dengan penambahan kontrol LQG ( (a) Output pada superheater sekunder, (b) Output pada desuperheater, (c) massa steam ) Gambar 8 menggambarkan kondisi temperatur steam dan laju massa dalam keadaan steady. Terlihat penambahan kontrol LQG dapat memperkecil perubahan variabilitas temperatur steam daripada menggunakan kontrol PI&P. Perubahan variabilitas dapat terlihat pada gambar 9. Perubahan tersebut dikarenakan pada nilai gain regulator dan filter Kalman terdapat nilai Q dan R yang merupakan nilai besaran yang mempengaruhi indeks performansi minimum yang secara tidak langsung mempengaruhi kinerja kontrol untuk memperkecil variabilitas termperatur steam. Untuk mengetahui seberapa besar perbedaan nilai variabilitas temperatur, maka dapat menggunakan indeks performansi IAE ( Integral of the Absolute magnitude of the Error ) yang terdapat pada tabel 2.
Gambar 9. Perubahan variabilitas temperatur steam Tabel 3. Temperatur steam pada distribusi normal PI&P +LQG improve Mean 490,02 oC 489,96 oC Standart Dev 0,846 0,544 35,73% Variance 0,715 0,295 58,69% Gambar 9 menggambarkan perubahan variabilitas temperatur steam yang ditampilkan dengan grafik distribusi normal. Pada gambar tersebut, peluang mempertahankan nilai set point 490oC adalah 0,73 dibandingkan dengan kontrol PI&P yang memiliki peluang 0,47. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh effisiensi rankine dan effisiensi cycle dapat dilihat pada tabel 4.
Kontrol
PI&P
LQG
Tabel 4. Effisiensi rankine dan cycle Effisiensi Rankine & Wnet dan Q1 effisiensi Cycle η = 39,92% WT = 1277,29 kJ/kg Wp = 8,67 kJ/kg η cycle = 40,19% Q1 = 3178,83 kJ/kg H.R = 2,5050 kJ/kWs η = 39,91% WT = 1277.26 kJ/kg Wp = 8,67 kJ/kg η cycle = 40,18% Q1 = 3178,73 kJ/kg H.R = 2,5056 kJ/kWs
Karena massa steam yang dialirkan ke turbin sebesar 42,11 kg/s, maka daya yang hilang pada turbin : �P = � WT kJ/kg × 42,11 kg/s = 0,03 kJ/kg × 42,11 kg/s = 1,2633 kJ/s = 1.1974 BTU/s = 0.00126 MW Setelah perhitungan effisiensi rankine dan cycle, maka didapatkan penurunan effisiensi cycle dari 40,19% menjadi 40,18%. Selain itu juga diikuti hilangnya daya yang hilang pada turbin sebesar 0,00126 MW. Turunya daya tersebut dikarenakan turunya temperatur rata-rata dari 490,02oC menjadi 489,96 oC akibat penambahan kontrol LQG pada kontrol PI&P pada superheater. Gambar 10 menunjukkan hasil simulasi perubahan setpoint temperatur sebesar 470 oC, 480 oC, dan 490 oC. perubahan ini digunakan untuk mengetahui performa kontrol mengendalikan perubahan temperatur steam yang sesuai dengan setpoint. Perbedaan performa kontrol dalam mengendalikan temperatur, dapat diamati dari perubahan overshoot, undershoot, settling time dan menghitung indeks performansi berupa ITAE (Integral Time Absolute Error) pada tabel 5. Penggunaan indeks ini digunakan, karena indeks tersebut selain menghitung indeks error steady state, juga menghitung waktu yang dibutuhkan menuju keadaan steady pada saat perubahan setpoint. Performa kontrol yang terbaik akan menghasilkan nilai ITAE seminim mungkin.
Gambar 10. Grafik perbandingan antar kontrol PI&P dengan penambahan kontrol LQG pada superheater sekunder dalam perubahan setpoint. ((a) temperatur steam output pada superheater-2; b) temperatur steam output pada de-superheater; c) laju massa steam pada superheater-2) Tabel 5. Perubahan setpoint antar kontrol spT_out PI&P +LQG (oC) o Undershoot : 457,8 C Undershoot : 470oC ts = 233,2 detik ts = 203,2 detik ITAE : 2,93 × 107 ITAE : 2,33 × 107 o Overshoot : 486 C Overshoot : 480oC ts = 138 detik ts = 114 detik ITAE : 1,5 × 107 ITAE : 1 × 107 o Overshoot : 494,8 C Overshoot : 490 oC ts = 181 detik ts = 151 detik ITAE : 2,34 × 107 ITAE : 1,89 × 107 Tabel 6. Improve perubahan setpoint antar kontrol spT_out (oC) Improve 470oC ts = 12,86%
Indeks Performance = 20,48% ts = 17,39% Indeks Performance = 33,33% ts = 16,57% Indeks Performance = 19,23%
480oC 490 oC
Gambar 11 menunjukkan respon perubahan keadaan steady temperatur steam pada saat ada perubahan beban atau parameter input pada superheater. Perubahan beban berupa input dari steam drum, gas turbin, dan burner. Tujuan dari uji perubahan beban dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kontrol temperatur steam pada superheater mempertahankan keadaan keluaran temperatur steam yang sesuai dengan setpoint. Pada gambar 16 terjadi perubahan steady yang berupa overshoot pada kontrol PI&P, sedangkan berupa undershoot pada penambahan kontrol LQG. Perbedaan ini dikarenakan adanya perubahan respon kontrol vavle membuka secara cepat, guna menjaga temperatur steam dalam keadaan steady. Overshoot temperatur steam dengan menggunakan kontrol PI&P, didapatkan sebesar 497oC dengan settling time sebesar 216detik, sedangkan undershoot dengan menggunakan penambahan kontrol LQG didapatkan sebesar 486oC dengan settling time sebesar 136,5 detik.
Gambar 11. Grafik respon temperatur steam saat perubahan beban input pada superheater ( (a) Output pada superheater sekunder, (b) Output pada desuperheater, (c) massa steam ) IV. KESIMPULAN Berdasarkan analisa data dan pembahasan hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa : Penambahan kontrol LQG pada kontrol PI&P menyebabkan pengurangan variabilitas temperatur steam dari ± 1,83 oC menjadi ± 1,18oC dengan kenaikan indeks performansi kontrol IAE dari 0.708859 menjadi 0.463045. Kontrol LQG dapat mempertahankan rata-rata temperatur steam sebesar 490,045oC pada saat penurunan beban parameter input yang berupa temperatur steam input, temperatur flue-gas, laju massa steam input, laju volume flugas, dan temperatur radiasi pada superheater, sehingga dapat menghasilkan penambahan daya pada turbin sebesar 0.00126 MW.
DAFTAR PUSTAKA [1] Azuma, A. 1975. Modeling and Simulation Of a Steam Power Station. Massachusetts : Master Of
Science in Mechanical Engineering, Massachusetts Institute of Technology. [2] Elmegaad, B. 1999. Simulation of Boiler Dynamics Dynamics. Ph.D. Thesis, Technical University of Denmark. Denmark. [3] Anderson, B.D.O., dan Moore, J.B. 1989. Optimal Control : Linier Quadratic Methods Methods. Englewood Cliffs, N.J. : Prentice Hall. [4] Codrons, B. 2003. LQG Control of Steam Temperatur in Power Plant Plant. Belgium : Laborelec s.c.r.l., Rodestraat 125, B-1630 Linkebeek. [5] Lewis, F.L. 1992. Applied Optimal Control & Estimation Estimation. Englewood Cliffs, N.J. : Prentice Hall. [6] Benyo, I. 2006. Cascade Generalized Predictive Control_Application in Power Plant Control Control. Oulu : Oulu University Press. [7] Nag, P.K. 2002. Power Plant Engineering, second edition edition. McGraw-Hill. [8] Singh, S.K. 2003. Industrial Instrumentation and control, second edition edition. McGraw-Hill. [9] Xavier, S.P.E., dan Babu. J, J.C. 2001. Principles of Control Systems Systems. S.Chand & Company Ltd.