1
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (2013), pada tahun 2008 terhitung 7,6 juta kematian (13% dari seluruh angka kematian di dunia) disebabkan oleh kanker. Data dari GLOBOCAN (2008) menunjukkan bahwa di dunia, insidensi kanker payudara pada wanita adalah 23% dari keseluruhan insidensi kanker. Angka kematian wanita disebabkan oleh kanker payudara ini mencapai 13,9% dari keseluruhan angka kematian yang disebabkan oleh kanker. Di Indonesia, insidensi kanker payudara pada wanita terhitung 19,2% dari keseluruhan insidensi kanker dan angka kematian wanita karena kanker ini mencapai 25,5% dari keseluruhan angka kematian yang disebabkan oleh kanker. Metode pengobatan yang digunakan untuk kanker payudara yang biasa dilakukan yaitu radioterapi, kemoterapi/hormonterapi, dan masektomi (Gullick dan Schwab, 2001; McCartney dan Turkington, 2002). Menurut McCartney dan Turkington (2002), radioterapi dan masektomi merupakan metode pengobatan kanker secara lokal. Kedua metode tersebut tidak dapat mengobati kanker yang telah mengalami metastasis. Kemoterapi menjadi pilihan utama untuk mengobati kanker payudara baik lokal maupun yang telah bermetastasis. Obat-obatan yang biasa digunakan dalam kemoterapi kanker payudara antara lain sejenis daunorubicin, doxorubicin, taxane paclitaxel, docetaxel, tamoxifen (Yezhelyev et al., 2006), epirubicin, cisplantin, cyclophosphamide, docetaxel, fluorouracil, gemcitabine, methotrexate, mitomycin, dan mitoxantrone (Liao et al., 2013). Dewasa ini immunoterapi dikembangkan sebagai pendamping kemoterapi.
1
2
Antibodi monoklonal yang biasa digunakan sebagai agen immunoterapi kanker payudara adalah Herceptin (trastuzumab) (McCartney dan Turkington, 2002). Catumaxomab digunakan sebagai agen immunoterapi pada kanker yang positif CD3 dan Epithelial Cell Adhession Molecule (EpCAM) (Scott et al., 2012). Menurut Liao et al. (2013), kemoterapi memberikan efek samping toksik terhadap tubuh dan tidak spesifik terhadap sel kanker. Pengobatan herbal dirasa memiliki efek samping toksisitas yang lebih rendah. Oleh karena itu, pengobatan herbal mulai dikembangkan baik sebagai adjuvan kemoterapi maupun mandiri. Pengobatan kanker yang biasa digunakan memanfaatkan sifat sitotoksik suatu senyawa. Protein RIP (Ribosome Inactivating Protein) dari daun Mirabilis jalapa L. (Protein MJ)
telah menunjukkan aktivitas sitotoksik secara in vitro pada
berbagai sel kanker (Ikawati et al., 2003; Ikawati et al., 2006), salah satunya terhadap sel T47D (Sismindari et al., 2010). RIP memiliki efek sitotoksik lebih tinggi pada sel kanker dibandingkan dengan sel non-kanker (Stirpe dan Battelli, 2006), begitu pula pada protein RIP dari daun M. jalapa (Sismindari et al., 2010). Akan tetapi, RIP memiliki stabilitas yang kurang baik ketika memasuki sel, sehingga mudah didegradasi. RIP membutuhkan metode sistem penghantaran obat yang tepat untuk meningkatkan stabilitas dan spesifisitasnya terhadap sel kanker (De Virgilio et al., 2010). Sistem penghantaran obat dengan nanopartikel dinilai memiliki potensi tinggi untuk meningkatkan stabilitas protein, meningkatkan durasi efek terapi dan dapat diaplikasikan tanpa injeksi (Florence, 1997). Nanopartikel kitosan diketahui memiliki mekanisme “hipotesis spons proton” sehingga dapat melindungi protein
2
3
dari degradasi di endosom (Taira et al., 2005). Kitosan dan pektin merupakan jenis nanopartikel yang memiliki sifat biokompatibel, biodegradabel, dan mukoadesif (Morris et al., 2010; Jana et al., 2011), sehingga aman digunakan sebagai media penghantaran obat. EpCAM merupakan antigen penanda sel kanker epitel baik primer maupun metastasis (Sieuwerts et al., 2009;). EpCAM memiliki ekspresi yang berlebih pada sel kanker payudara dibandingkan dengan ekspresinya pada sel epitel normal (Osta et al., 2004). Dengan pemberian antibodi anti EpCAM pada sistem penghantaran obat dimungkinkan dapat membawa RIP mencapai sasaran tanpa merusak sel normal. Antibodi anti EpCAM diintegrasikan pada nanopartikel yang mengemas RIP untuk membentuk pengembangan sistem penghantaran obat yang tertarget. Karakterisasi nanopartikel kitosan-pektin sebagai penutup luka telah dilakukan. Akan tetapi, nanopartikel tersebut tidak berfungsi sebagai penghantar obat, sehingga tidak membawa protein obat di dalamnya. Nanopartikel kitosanpektin tersebut juga tidak terkonjugasi dengan antibodi. Pembentukan nanopartikel kitosan-pektin dapat dilakukan melalui metode polielektrolit kompleks (PEC) (Birch dan Schiffman, 2014). Pengaruh sitotoksisitas nanopartikel kitosan-pektin terkonjugasi antibodi terhadap sel belum diteliti. Oleh karena itu, penelitian tentang preparasi, karakterisasi, dan uji sitotoksisitas nanopartikel kitosan-pektin terkonjugasi antibodi perlu dilakukan.
3
4
B. Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini antara lain: 1) Apakah protein MJ dapat diformulasikan dengan nanopartikel pektin penaut silang kitosan rantai sedang? 2) Apakah nanopartikel pektin penaut silang kitosan rantai sedang dapat dikonjugasikan dengan antibodi anti EpCAM? 3) Bagaimana efek sitotoksik protein MJ yang diformulasikan dalam sistem penghantaran obat melalui nanopartikel pektin penaut silang kitosan rantai sedang yang diintegrasikan dengan antibodi anti EpCAM pada sel kanker payudara T47D dan sel epitel normal (sel Vero)?
C. Tujuan Penelitian ini memiliki tujuan antara lain: 1) Mengemas protein MJ dengan nanopartikel pektin penaut silang kitosan rantai sedang. 2) Mengkonjugasikan antibodi anti EpCAM dengan nanopartikel pektin penaut silang kitosan
rantai
sedang
untuk
meningkatkan
keefektifan
dan
keefisiensian terapi kanker payudara. 3) Mempelajari efek sitotoksik protein MJ yang diformulasikan dalam sistem penghantaran obat melalui nanopartikel pektin penaut silang kitosan rantai sedang yang diintegrasikan dengan antibodi anti EpCAM pada sel kanker payudara T47D dan sel epitel normal (sel Vero).
4
5
D. Keaslian Penelitian Berbagai penelitian terdahulu telah mengilhami terbentuknya gagasan penelitian ini, antara lain: 1) Di Indonesia, protein mengandung RIP dari biji A. squamosa (Sismindari et al., 1998; Sismindari et al., 2001), dan C. papaya (Rumiyati et al., 2000; Rumiyati et al., 2003) telah diuji aktivitas N-glikosidase secara in vitro. 2) Penelitian efek sitotoksik RIP dalam protein total daun M. jalapa terhadap sel kanker HeLa dan Raji (Ikawati et al., 2003), MJ30 terhadap sel kanker T47D dan SiHa (Ikawati et al., 2006) dan MJC terhadap sel kanker HeLa, Raji, SiHa, NS-1, MCF-7, T47D, EVSA-T, WiDR, dan sel normal Vero (Sismindari et al., 2010) telah menunjukkan hasil yang menjanjikan sebagai alternatif terapi kanker. 3) RIP terkonjugasi antibodi monoklonal sebagai immunotoksin dan efek sitotoksiknya terhadap berbagai sel kanker telah menunjukkan hasil yang memuaskan (Lambert et al., 1985; Gadadhar dan Karande, 2013). Bouganin, RIP tipe 1dari Bougainveillea spectabillis Wild. terkonjugasi anti EpCAM sebagai immunotoksin telah teruji secara in vitro pada cell line VB6-845 dan in vivo pada mencit SCID model xenograft tumor manusia positf EpCAM (Cizeau et al., 2009). 4) Penelitian sistem penghantaran obat dengan immuno-nanoterapi yang telah dilakukan yaitu gen penyandi saporin, yaitu RIP tipe 1 dari Saponaria officinalis yang diformulasikan dalam immuno-nanoterapi. Antibodi yang digunakan adalah anti-FGF2 (Hoganson et al., 1998). Nanopartikel PLGA
5
6
yang dikonjugasikan dengan antibodi monoklonal sitokeratin juga telah menunjukkan prospektif lebih baik untuk pengembangan terapi kanker payudara (Kocbek et.al,2007). 5) EpCAM nanopartikel sebagai nanobiosensor telah berhasil digunakan pada sel adenokarsinoma kolon, Caco2 (Costa et al., 2012). EpCAM nanopartikel juga telah diteliti sebagai nanoprobe untuk mengamati proses pengenalan nanopartikel terhadap sel kanker payudara SK-Br3 (Chen et al., 2013) 6) Nanopartikel
kitosan
berkonjugasi
dengan
asam
thioglikolat
telah
menunjukkan potensi sebagai penghantar gen DNAse I yang berpotensi dengan uji sitotoksisitas dan uji uptake sel Caco-2 (Martien et al., 2007). Studi transfeksi nanopartikel kitosan thiolated sebagai penghantar gen reporter pSEAP telah berhasil diujikan pada sel Caco2 dan terbukti bahwa kitosan mampu membuka tight junction anta sel (Martien et al., 2008). Nanopartikel kitosan thiolated/pereduksi glutation (GSH) telah berhasil melindungi oligonukleotida dari degradase oleh DNAse I pada sel Caco2 sebagai evaluasi sistem penghantaran secara oral (Martien et al., 2011). Nanopartikel kitosan pembawa kurkumin telah menunjukkan potensi yang baik melalui uji sitotoksisitas terhadap sel T47D (Chabib et al., 2012). 7) Nanopartikel polikationik kitosan telah terbukti dapat digunakan sebagai penghantar protein BSA dengan TPP sebagai polianionik (Gan dan Wang, 2007) dan penghantar insulin dengan alginate sebagai polianionik (Zhang et al., 2011).
6
7
8) Preparasi dan karakterisasi nanopartikel kitosan-pektin sebagai penutup luka (Birch dan Schiffman, 2014) dan pengujian pelepasan obat nanopartikel kitosan-pektin sebagai penghantar antihistamin secara oral telah sukses dilakukan (Bawa, et al., 2011). Penelitian ini menggunakan nanopartikel kombinasi polisakarida kitosan rantai sedang sebagai matriks dan pektin sebagai penaut silang yang dikonjugasikan dengan antibodi anti EpCAM. Protein RIP MJ merupakan RIP tipe 1 dari daun M. jalapa yang digunakan sebagai obat yang diformulasikan dalam nanopartikel ini. Pada penelitian ini, nanopartikel diujikan pada sel model kanker payudara T47D. Efek yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan pemberian terapi pada sel epitel normal Vero. Bagan keaslian penelitian dapat diamati pada Gambar 1.
7
Aktivitas RIP Protein/RIP dari tanaman di Indonesia
Protein dari biji A.squamosa menunjukkan aktivitas N-glikosidase dan DNAse melalui pemotongan DNA superkoil (Sismindari et al., 1998; Sismindari et al., 2001) Ekstrak gubal dari daun C.papaya menunjukkan aktivitas DNAse-like dan RNA N-glikosidase pada rRNA yeast (Rumiyati dkk, 2000) Fraksi protein dari daun C.papaya menunjukkan aktivitas sitotoksik pada sel HeLa (Rumiyati dkk, 2003)
Protein dari daun M.jalapa menunjukkan aktivitas sitotoksik terhadap sel HeLa dan Raji (Ikawati et al., 2003) MJ30 menunjukkan aktivitas sitotoksik terhadap sel T47D dan SiHa (Ikawati et al., 2006) MJC menunjukkan aktivitas sitotoksiknya terhadap sel HeLa, Raji, SiHa, NS-1, MCF-7, T47D, EVSA-T, WiDR, dan Vero (Sismindari et al., 2010)
Nanobiomedisin RIP sebagai immunotoksin
Immuno-nanopartikel lain
Gelonin dan PAP terkonjugasi tujuh macam antibodi monoklonal menunjukkan aktivitas sitotoksik terhadap 17 sel lymphoblastoid manusia dan satu sel lymphoblastoid kera (Lambert et al., 1985). Abrin terkonjugasi mAb F1G4 dan A9E4 sebagai domain ekstraseluler GnRH-R serta mAb VU1D9 sebagai antibodi anti EpCAM menunjukkan aktivitas sitotoksik spesifik terhadap sel MCF-7, HepG2, MCF10A dan KB (Gadadhar dan Karande, 2013). Bouganin terkonjugasi antibodi anti EpCAM menunjukkan aktivitas sitotoksik spesifik terhadap sel VB6-845 dan aktivitas rRNA N-glikosidase pada mencit SCID model xenograft tumor manusia positif EpCAM (Cizeau et al., 2009)
Nanopartikel kitosan sebagai penghantar obat
Nanopartikel terkonjugasi anti-FGF2 sebagai penghantar saporin (Hoganson et al., 1998)
Nanopartikel terkonjugasi mAb anti sitokeratin sebagai penghantar BSA (Kocbek et al., 2007)
Nanobiosensor terkonjugasi anti EpCAM pada sel Caco-2 (Costa et al., 2012)
Nanoprobe terkonjugasi anti EpCAM sebagai pengenal sel SK-Br3 (Chen et al., 2013)
Nanopartikel kitosan dengan penaut silang pektin
Penghantar gen DNAse I pada sel Caco-2 (Martien et al., 2013) Penghantar gen pSEAP pada sel Caco-2 (Martien et al., 2008)
Penghantar oral dan pelindung oligonukleotida dari DNAse I (Martien et al., 2011)
Penghantar kurkumin pada sel T47D (Chabib et al., 2012)
8
Formulasi, karakterisasi, dan uji pelepasan obat nanopartikel sebagai penghantar antihistamin secara oral (Bawa et al., 2011)
Formulasi, karakterisasi, dan uji sitotoksik nanopartikel terkonjugasi anti EpCAM sebagai penghantar protein MJ Penelitian lain
Penghantar BSA dengan polianionik TPP (Gan dan Wang, 2007) Penghantar Insulin dengan polianionik alginat (Zhang et al., 2011)
Gambar 1. Keaslian Penelitian
Formulasi dan karakterisasi nanopartikel sebagai penutup luka (Birch dan Schiffman, 2014)
Penelitian lain yang mendasari penelititan tesis Penelitian yang dilakukan dalam penelititan tesis
9
E. Manfaat yang Diharapkan Manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini antara lain: 1) Penggunaan pektin penaut silang kitosan rantai sedang sebagai bahan dasar nanopartikel untuk menghantarkan RIP yang aman, efektif, dan murah. 2) Penggunaan integrasi antibodi anti EpCAM dan nanopartikel sebagai sistem terapi tertarget yang efektif, aman, dan murah untuk terapi kanker payudara 3) Pengembangan teknologi yang memanfaatkan pektin dan kitosan sebagai salah satu kekayaan hayati Indonesia dapat memberikan nilai tambah bagi pemanfaatan pektin dan kitosan baik secara saintifik maupun ekonomis.
9