BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia selama hidupnya pasti mengalami fase sehat dan sakit. Menurut WHO (World Health Organization) dan UU No. 23 tahun 1992, sehat merupakan kondisi normal baik secara jasmani, rohani, dan sosial yang memungkinkan seseorang bisa melakukan aktivitas hidupnya dengan lancar, produktif dan tanpa gangguan, sedangkan sakit merupakan kondisi yang berlawanan dengan sehat, yaitu kondisi abnormal dari tubuh atau pikiran yang menyebabkan terganggunya aktivitas
seseorang
(http://assova.blogspot.com/2012/12/status-
kesehatan_8352.html,http://icecreamcocholate.blogspot.com/2012/11/defi nisi-sehat-dan-sakit.html). Sakit juga memiliki makna subjektif dan berkonteks kultural, yang merupakan perasaan tidak nyaman dari individu atau kelompok individu pada badannya (Suriyanto, 2010). Penyebab sakit pada manusia salah satunya adalah penyakit. Penyakit merupakan ketidakmampuan atau perubahan yang tampak dalam organ tubuh bila keseimbangan tubuh terganggu (Spector 1993:1) dan dapat timbul karena berbagai macam sebab. Penyakit muncul karena tidak seimbangnya lingkungan, serta disebabkan oleh agent (penyebab) yang berupa virus ataupun bakteri.
2
Kehadiran penyakit pada manusia, dapat disebabkan oleh banyak faktor, baik yang berasal dari lingkungan fisik, sosial-budaya, serta lingkungan biologi (Fauzi, 1997: 111- 126). Foster & Anderson (1986: 6364) menyatakan bahwa ada dua faktor penyebab penyakit, yaitu faktor personal dan faktor natural. Kedua faktor ini merujuk kepada konsep kausalitas (sebab-akibat) dari seluruh sistem-sistem medis (tidak hanya kausal, tetapi juga pada tingkah laku yang berhubungan dan bersumber pada suatu pandangan). Faktor personal terkait dengan adanya intervensi agen yang relatif aktif, baik makhluk supranatural atau bukan manusia (gaib atau dewa, hantu, roh leluhur, roh jahat), ataupun manusia lain (tukang sihir atau tenung). Kemudian faktor natural, tampak seperti model keseimbangan, yaitu sehat terjadi karena unsur-unsur dalam tubuh seperti panas, dingin, cairan tubuh dalam kondisi yang stabil, kemudian yin-yang (positif-negatif), berada dalam keadaan seimbang menurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan sosialnya. Apabila unsur-unsur tersebut terganggu keseimbangannya, maka timbullah penyakit. Penyakit pun dapat dibedakan berdasarkan kondisi panas dan dingin seperti teori Yin-Yang Cina (Lee dalam Fauzi, 1997: 102). Pengaruh panas dan dingin dapat berasal dari makanan, barang, udara, dan lingkungan psikologis. Keseimbangan tubuh pun akan terganggu apabila panas atau dingin yang masuk dalam tubuh berlebihan. Data yang dapat memberikan informasi mengenai penyakit manusia di masa lampau adalah tulang dan gigi (Fauzi, 1997:9). Penyakit yang diderita manusia, dapat meninggalkan tanda (marks) pada tulang
3
dan gigi. Tanda- tanda tersebut tampak pada bagian cranial (tengkorak) ataupun post-cranial (tulang selain tengkorak), yaitu pada tulang ekstrimitas atas1 dan tulang ekstrimitas bawah2. Tulang dan gigi juga sangat berguna untuk mengetahui umur, jenis kelamin, perbandingan seks (jenis kelamin), angka harapan hidup, aspek budaya, serta kesehatan manusia masa lampau yang terkait dengan penyakit (Sharer & Ashmore, 1979:339-341). Informasi lain yang dapat diketahui melalui pengamatan terhadap tulang dan gigi adalah perilaku budaya seperti mutilasi, deformasi, tindakan operatif, serta perilaku kremasi. Selain itu, informasi mengenai gizi manusia masa lampau pun dapat diketahui. Hal ini menunjukkan bahwa paleopatologi tulang dapat digunakan sebagai sumber untuk mempelajari adaptasi biokultural manusia pada suatu masa dan pada suatu tempat (Jacob, 1982:51). Manchester (1983:2) telah melakukan penelitian mengenai paleopatologi, dan mengelompokkan penyakit-penyakit tersebut menjadi beberapa jenis, yaitu: -
Penyakit Kongenital atau penyakit yang muncul pada saat lahir atau kelainan yang dengan sendirinya muncul pada saat kelahiran. Penyakit ini pun dibagi lagi menjadi dua sub-divisi, yaitu: •
Penyakit bawaan karena diturunkan secara genetis, dan
•
Penyakit yang disebabkan oleh obat atau penyakit maternal pada masa kehamilan
-
Penyakit yang berkembang atau diderita oleh seseorang semasa hidupnya. Pembagian penyakit ini yaitu:
4
•
Inflamasi3 yang disebabkan infeksi oleh bakteri, parasit, atau kontaminasi industri,
•
Luka- luka karena kecelakaan (trauma atau fracture),
•
Tumor4 (neoplastic atau disebut new growth),
•
Penyakit karena kemerosotan gizi, kekurangan dan kelebihan vitamin, serta penyakit ketahanan tubuh. Brothwell
(1972:133)
mengklasifikasi
penyakit
berdasarkan
modifikasi dari Fairbank (1951) serta Brockman (1948), meliputi: a. Inflamasi
tulang,
yakni
osteitis
dan
periostitis,
osteomyelitis,
tuberkulosis, sypilis, lepra, patek (penyakit karena spora atau frambusia, yang penularannya melalui kontak langsung), b. Tumor tulang, c. Penyakit sendi (Artritis atau rematik, yang terbagi menjadi rheumatoid arthritis dan osteoarthritis), d. Penyakit rahang dan gigi (karies gigi, periodontal, abses/bisul (kronis), hypoplasia, kista, odontomes), e. Deformasi5 (kelumpuhan kanak-kanak atau poliomyelitis, deformasi pinggul, dysplasia bawaaan), f.
Perubahan tulang terkait gangguan endokrin6 (hyperpituitarism yaitu gigantisme dan agromegaly, dwarfism),
g. Efek makanan pada tulang (rakhitis, osteomalaccia, dll), h. Perubahan tulang terkait gangguan darah, i.
Pengaruh
dari
osteoporosis),
asal
yang
tidak
diketahui
(penyakit
Paget,
5
j.
Kesalahan perkembangan bawaaan (achondroplasia, hydrocephaly, acrochepaly, microchepaly, kelainan bawaan lain),
k. Sinostosis7
dari
asal
yang
tidak
diketahui
(scapochepaly,
trigonochepaly, plagiochepaly). Ilmu yang mempelajari tentang penyakit disebut patologi, sedangkan ilmu yang mempelajari penyakit pada hewan dan manusia di masa lampau disebut dengan paleopatologi. Melalui studi paleopatologi dapat diperoleh data untuk mempelajari proses penyakit, kemudian data tersebut dapat digunakan pula untuk menjelaskan hubungan antara faktor geografis dan lingkungan terhadap terjadinya beberapa macam penyakit (Anderson, 1962:145). Ilmu ini juga berguna mengetahui kekunaan penyakit, distribusinya, frekuensi penyakit, dan juga evolusi penyakit (Indriati, 2001:286). Data mengenai penyakit manusia masa lampau tentunya dapat diketahui melalui penelitian pada rangka manusia mati, terutama rangka atau sisa-sisa manusia hasil temuan arkeologis. Pada situs arkeologis biasanya ditemukan artefak yang berkonteks dengan tulang dan gigi (rangka), namun seringkali laporan keduanya ditulis secara terpisah. Laporan artefak dilakukan oleh para ahli arkeologi, sedangkan laporan rangka (tulang dan gigi) dilakukan oleh ahli antropologi biologis atau ragawi. Hal ini tentunya menyebabkan hasil penelitian yang tidak terintegrasi dengan baik. Oleh karena itu, analisis dari keduanya harus terintegrasi apabila akan mempelajari budaya manusia masa lampau (Indriati, 2001:284), agar dapat memahami aspek-aspek kehidupan manusia secara menyeluruh. Berdasarkan hal ini, ilmu arkeologi
6
mengalami
perkembangan,
terutama
mengenai
diet
dan
nutrisi,
kesehatan dan penyakit, demografi, perilaku fisik dan gaya hidup. Rangka dan gigi memberi informasi mengenai stress pada kondisi fisiologis manusia, nutrisi dari segi ekologis, pola perilaku atau aktivitas, seperti penyakit-penyakit yang muncul pada manusia disebabkan dengan adanya
perilaku
domestikasi
hewan
serta
tumbuhan,
terjadinya
ketidakseimbangan lingkungan, kesehatan lingkungan yang kurang, serta faktor sosial ekonomi. Perkembangan studi arkeologi yang memberi pengertian mengenai variasi kondisi biologis dan perilaku manusia dikenal sebagai sub-disiplin bioarkeologi8 (Murti, 2011:2-3). Hal ini menegaskan bahwa studi mengenai tulang merupakan salah satu studi yang penting dalam arkeologi. Situs penguburan merupakan tempat yang sangat terkait dengan kematian (Fauzi, 1997:9). Pada beberapa wilayah Indonesia, situs penguburan ditemukan di tepi pantai. Salah satu situs tepi pantai yang dapat dijadikan objek penelitian adalah Situs Semawang yang terletak di Pantai Sanur, Bali. Situs Semawang terletak di Desa Semawang, Kecamatan Sanur, Kabupaten Badung, Bali. Terletak sekitar 10 meter di sebelah selatan Pantai Sanur, situs ini berada di tanah lapang yang ditumbuhi rumput dan kelapa. Sebelah barat, timur, dan selatan, berbatasan dengan rumahrumah penduduk, hotel, toko, dan kebun yang ditumbuhi kelapa, pisang, ubi, dan kacang. Secara geografis daerah ini terletak di pantai pada ketinggian 4 meter di atas permukaan laut. Tanahnya bercampur pasir
7
lepas, batu pasir, cangkang kerang, dan pecahan koral (Harkantiningsih, 1990:223-224). Rangka manusia yang ditemukan di Situs Semawang berjumlah 14 individu dan satu kantong temuan sisa-sisa hewan. Rangka yang ditemukan secara umum berkarakteristik Mongoloid9, namun terdapat individu yang diperkirakan Australomelanesid10. Keberadaan dua ras ini mungkin merupakan hasil dari migrasi manusia pada saat itu. Mongoloid secara sporadis menyebar dan banyak ditemukan jejaknya di sebelah barat dan utara Indonesia, sedangkan Australomelanesid terdapat di sebelah timur dan selatan Indonesia (Koesbardiati dan Suriyanto, 2007b:36). Pulau Bali sebagai pulau yang relatif berada di tengah jalur migrasi tersebut diperkirakan menjadi tempat bertemunya kedua ras tersebut dalam suatu rentang kehidupan (Putra, dkk. Tanpa Tahun). Temuan lain selain rangka manusia di Situs Semawang yaitu artefak berupa keramik. Pada situs ini, temuan keramik menjadi penting karena jumlahnya yang sangat banyak dan menunjukkan keramik yang berkualitas tinggi. Keramik-keramik tersebut kemungkinan terkait dengan budaya kubur masa lalu (Ambarwati dalam Koesbadriati et al, tanpa tahun), dan diperkirakan berasal dari China pada abad 10-14 M, dan muncul melalui hubungan perdagangan.
B. RUMUSAN MASALAH Kehidupan masa lampau menyajikan banyak hal yang dapat diketahui, salah satunya adalah mengenai kesehatan manusia yang dapat dilihat dari jejak-jejak penyakit yang tampak pada temuan-temuan
8
tulang dan giginya. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian khusus untuk mengetahui jejak penyakit pada komunitas penghuni Situs Semawang. Terkait dengan hal tersebut, penelitian ini kemudian didasarkan pada studi paleopatologi, dan permasalahan yang akan diteliti adalah: a. Apa sajakah penyakit-penyakit yang tampak pada sisa-sisa rangka dan gigi manusia di Situs Semawang, Bali? b. Bagaimanakah status kesehatan manusia Situs Semawang, Bali berdasarkan penyakit yang diketahui dari tulang dan gigi?
C. TUJUAN PENELITIAN Studi terhadap tulang merupakan salah satu bentuk penelitian yang dapat dikaitkan dengan studi arkeologis, yang dapat digunakan untuk merekonstruksi lingkungan fisik, cara hidup manusia, serta penyakit-penyakit masa lampau (Manchester, 1983:xi). Berdasarkan rumusan masalah yang akan diteliti, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi penyakit-penyakit yang diderita manusia Semawang, Bali berdasarkan jejak-jejak penyakit yang tampak pada sisa-sisa rangka dan gigi. b. Mengetahui pengaruh penyakit yang ditemukan terhadap kehidupan manusia Semawang, Bali pada masa lampau, khususnya terhadap status kesehatan manusia tersebut.
D. KEASLIAN PENELITIAN Penelitian mengenai penyakit pada rangka sudah dilakukan beberapa peneliti. Penelitian-penelitian tersebut yaitu,
9
1. Penelitian mengenai penyakit gigi pada rangka manusia Situs Gua Harimau pernah dilakukan oleh Senjaya (2012) dalam laporan penelitian yang berjudul Pesan dari Gigi-geligi dalam Laporan Penelitian: Perjalanan Panjang Peradaban OKU yang menyatakan bahwa penyakit gigi yang diderita manusia Gua Harimau adalah karies gigi, bruixsm, dan perubahan warna gigi karena menyirih. 2. Penelitian yang mencantumkan penyakit sebagai kajiannya pernah dilakukan oleh Akhmad Fauzi pada tahun 1997 untuk skripsi sarjana Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada yang berjudul Faktor-faktor yang Berpengaruh Dalam Kematian Komunitas Nelayan: Studi Berdasarkan Kesehatan Lingkungan di Situs Gilimanuk. Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor penyebab kematian yang didasarkan pada kesehatan lingkungan di Situs Gilimanuk. 3. Sementara itu, Delta Bayu Murti (2011) juga melakukan penelitian yang berkaitan dengan jejak patologis pada tengkorak dan gigi dari beberapa situs kubur di Nusa Tenggara melalui tinjauan bioarkeologis serta rekomendasi konservasinya, dalam thesis master Jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada yang berjudul Beberapa Patologi Pada Seri Tengkorak dan Gigi dari Situs Liang
Bua,
Lewoleba,
dan
Melolo:
Suatu
Bioarkeologis dan Rekomendasi Konservasinya.
Tinjauan
10
4. Peneliti-peneliti lain seperti A.A. Putu Santiasa Putra, Luthfi Hakim, dan Suryo Wicaksono juga melakukan penelitian terhadap rangka manusia Semawang, yang berjudul Rangkarangka Semawang: Australomelanesoid di antara Mongoloid. Penelitian
ini
membahas
Australomelanesoid
dan
mengenai ras
perkembangan
Mongoloid
yang
ras
terjadi
bersamaan, namun pada daerah yang berbeda di Bali. Penelitian
ini
menggunakan
indeks
cephalicus
(ukuran
tengkorak) untuk membedakan kedua ras tersebut dilengkapi dengan observasi modifikasi gigi sebagai patokan budaya. Penelitian-penelitian Semawang yang telah dilakukan memang didasarkan pada tinggalan berupa rangka manusia, namun studi secara terpadu seperti bioarkeologis, masih belum pernah dilakukan. Selain itu penelitian mengenai temuan rangkanya yang mengaitkan budaya, implikasi penyakit, dan status kesehatan juga belum pernah dilakukan.
E. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang bertujuan untuk melakukan penjajakan terhadap suatu data arkeologis, yang berasal dari rasa ingin tahu terhadap sesuatu, pengamatan data, dan kemudian data tersebut dihubungkan antara yang satu dengan yang lain sehingga diperoleh kesimpulan (Tanudirjo, 1988-1989:4). Metode penalaran yang digunakan adalah penalaran induktif, yang dimulai dari fakta-fakta atau gejala-gejala khusus yang kemudian disimpulkan sebagai gejala yang bersifat umum atau generalisasi empiris (Tanudirjo, 1988-1989:34). Data yang ada akan dideskripsikan dan
11
kemudian dianalisis untuk ditarik suatu kesimpulan yang terkait dengan tujuan dan permasalahan yang diajukan. Penelitian ini didasarkan pada studi patologi. Hal yang dilakukan yaitu mengkaji penyakit (kondisi patologis) yang terdapat pada sisa-sisa rangka dan gigi manusia yang ditemukan di Semawang, Bali. Tahapantahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu: a. Pengumpulan data Data yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni: •
Data primer yang digunakan yaitu temuan rangka dari Situs Semawang,
yang
saat
ini
tersimpan
di
Laboratorium
Bioantropologi dan Paleoantropologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pengamatan dilakukan terhadap rangka dan gigi, untuk mengetahui kondisi rangka dan penyakit-penyakit yang meninggalkan jejak pada tulang dan gigi. Rangka tersebut merupakan rangka dari 11 individu, yang merupakan hasil ekskavasi Balai Arkeologi Denpasar bersama dengan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional tahun 1988 dan 1990. •
Data sekunder yang digunakan sebagai data pendukung adalah literatur yang terkait dengan Situs Semawang, serta berbagai literatur mengenai osteologi, bioarkeologi, serta budaya manusia masa lampau pun digunakan, baik berupa buku, jurnal, artikel, dan laporan penelitian. Data ini nantinya sebagai data acuan untuk membantu membentuk interpretasi dan kesimpulan terhadap hasil pengamatan data primer.
12
b. Pengolahan data Tahap ini menitikberatkan pada pendeskripsian kondisi tulang dan gigi secara umum, identifikasi bentuk, usia mati individu dan jenis kelamin (Buzon et. al (2005) dan Jacob (1983b) (Murti, 2011:20-21)). Tahap ini terbagi menjadi: •
Deskripsi tulang dan gigi secara umum dan makroskopis, termasuk karakteristik bentuk atau jenis kondisi patologis. Pengamatan dimulai dari bagian cranial hingga post-cranial yang bertujuan untuk mengetahui kondisi tulang dan gigi serta abnormalitasnya.
•
Menentukan usia mati dan jenis kelamin Hal ini dilakukan untuk mengetahui komposisi penduduk masa lampau (demografi). Penentuan usia mati individu dilakukan dengan memeriksa erupsi gigi11, penyatuan epiphysis12 pada tulang panjang, penutupan sutura13 pada tengkorak, morfologi symphisis pubis14, dan auricularis pubis15. Penentuan jenis kelamin dilakukan dengan mengamati tulang panggul dan tulang tengkorak (Indriati, 2001:285). Identifikasi ini dilakukan secara makroskopis.
c. Analisis Data Analisis yang akan dilakukan pada penelitian ini berupa analisis osteologis yang mencakup analisis jenis kelamin, usia mati, dan penyakit atau kondisi patologis. Analisis ini dilakukan menggunakan deskripsi hasil pengamatan yang sudah dilakukan pada rangka dan gigi.
13
Tahap berikutnya, yaitu dititikberatkan pada determinasi penyakit. Setelah penyakit yang tampak pada rangka diketahui, langkah berikutnya yaitu menjelaskan masing-masing penyakit yang sudah diketahui, meliputi faktor penyebabnya (etiologi) serta proses penyakit tersebut menyerang manusia. Berdasarkan hasil penjelasan tersebut dapat diketahui peran penyakit-penyakit tersebut dalam kehidupan manusia, sehingga dapat diketahui dampak yang disebabkan penyakit terhadap status kesehatan manusia tersebut. d. Penarikan kesimpulan Tahap akhir penelitian adalah penarikan kesimpulan yang meliputi jenis-jenis penyakit yang diderita oleh manusia Semawang dan status kesehatannya. Penarikan kesimpulan ini diproyeksikan untuk dapat menunjukkan keterlibatan penyakit yang muncul dalam kehidupannya dan dapat menjawab status kesehatannya.
14
Bagan Alir Penelitian
Permasalahan
Pengumpulan Data
Primer : Rangka dari Situs Semawang
Sekunder : Pustaka (buku, laporan penelitian, jurnal)
Pengolahan Data: Identifikasi Tulang dan Gigi
Analisis Osteologis: Jenis kelamin, usia mati, abnormalitas pada tulang dan gigi
Status Kesehatan Manusia di Situs Semawang, Bali
15
Catatan Bab
1
Tulang ekstrimitas atas merupakan tulang yang membentuk alat gerak atas. Tulang-tulang tersebut yaitu tulang-tulang lengan dan tangan. Tulang-tulang tersebut yaitu humerus (tulang lengan atas), radius (tulang pengumpil), ulna (tulang hasta), carpal (tulang pergelangan tangan), metacarpal (tulang telapak tangan), phalanges (tulang jari-jari). Selain tulang-tulang tersebut, terdapat pula tulang bahu, yaitu scapula (tulang belikat), clavicle (tulang selangka), dan ribs (rusuk) (Bass, 1987:94). 2
Tulang ekstrimitas bawah merupakan tulang yang membentuk alat gerak bawah. Tulang-tulang tersebut yaitu tulang-tulang paha dan kaki. Tulangtulang tersebut yaitu femur (tulang paha), patella (tulang lutut), tibia (tulang kering), fibula (tulang betis), tarsal (tulang pergelangan kaki), metatarsal (tulang telapak kaki), phalanges (tulang jari-jari). Selain tulang-tulang tersebut, terdapat pula tulang pelvis (kelamin), yaitu tulang panggul (Bass, 1987:94). 3
Inflamasi tulang dapat juga disebut peradangan tulang. Dalam istilah umum kesehatan disebut osteitis. Hal ini merupakan kondisi tulang yang menjadi tebal, memperlihatkan pembentukan lapisan baru tidak teratur yang membungkus tulang asli; dan mungkin berlubang oleh beberapa bukaan yang memungkinkan banyak pengeluaran (Brothwell, 1981:128). Selain itu yang muncul sebagai reaksi organisme terhadap material asing atau patogen (penyebab penyakit), yang terjadi dalam jaringan yang mengalami cedera (Waldron,2009:12-13). 4
Tumor merupakan pertumbuhan baru dan pada dasarnya merupakan pembengkakan. Biasa disebut neoplasma. Tumor dibagi menjadi dua, yaitu primer (berasal dari jaringan yang sama dengan di mana dia ditemukan) dan sekunder (muncul pada jaringan yang berbeda dengan di mana dia ditemukan) atau dapat juga disebut jinak (tidak menyebar ke jaringan lain) dan ganas (menyebar ke jaringan lain). Tumor ganas terkadang menyebabkan kematian, sedangkan tumor jinak tidak selalu. Meskipun begitu, terdapat pengecualian, secara definisi tumor sekunder memang ganas, sedangkan tumor primer bisa jinak ataupun ganas (Waldron, 2009:168). Neoplasma pada dasarnya merupakan pertumbuhan tidak terkendali dari sel-sel jaringan. Banyak muncul dalam setiap jaringan tubuh, dalam setiap organ, dan dalam setiap individu tanpa pertimbangan usia, jenis kelamin, ras, status kesehatan, atau kelompok sosial (Manchester, 1993:71). 5
Deformasi dapat disebut sebagai perubahan bentuk (KBBI,2010). Dalam patologi deformasi merupakan perubahan bentuk yang terjadi pada tulang. Biasanya perubahan ini banyak dilakukan pada tulang tengkorak dan dilakukan secara sengaja. Bentuknya merupakan hasil dari penutupan sutura yang terlalu awal (Anderson, 1962:149).
16
6
Endokrin merupakan sistem kontrol kerja kelenjar yang menghasilkan hormon melalui sirkulasi darah untuk mempengaruhi organ-organ lain. Apabila kelenjar menghasilkan hormon berlebihan atau hormon yang dihasilkan kurang, maka hasilnya merupakan gangguan pada pertumbuhan (Brothwell, 1972:156). 7
Sinostosis merupakan penyatuan dari dua tulang. Kondisi dapat pula disebut bentuk tulang yang abnormal. Kelainan ini kemungkinan muncul pada saat kelahiran atau dapat pula karena terluka atau penyakit (Brothwell, 1972:169). 8
Bioarkeologi, menurut Buikstra merupakan multidisiplin ilmu, penelitian bioarkeologis yang menggabungkan ahli osteologis (ilmu tulang) dengan ahli lain yang menunjukkan berbagai macam topik, yaitu cara penguburan dan organisasi sosial, aktivitas sehari-hari dan mata pencaharian, paleodemografi (estimasi besarnya populasi dan kepadatan penduduk), pergerakan populasi dan hubungan genetis, serta makanan dan penyakit (Buikstra 1977, Buikstra 2006:xviii). Pada awalnya ilmu ini dipopulerkan oleh Grahame Clark pada tahun 1972 yang hanya mengacu pada sisa-sisa fauna. Kemudian semakin berkembang dengan banyak definisi, yang pada akhirnya saat ini mengacu pada definisi yang diberikan oleh Jane E. Buikstra. 9
Ras Australomelanesid merupakan ras yang memiliki ciri-ciri bentuk tengkorak dolichochepal (memanjang), memiliki tonjolan di bagian occipital (depresi pre-lambda), tampak prognatisma (rahang atas dan bawah menjorok ke depan/tonggos) dengan palatine yang lebar dan dalam, alat mastikasi (gigi-geligi, akar gigi) lebih kuat dan kekar serta ukuran dan bentuknya lebih besar, postur tubuh tinggi dan kekar (Widianto, 2009:75-76). 10
Ras Mongoloid merupakan ras yang memiliki ciri-ciri bentuk tengkorak brachychepal (bundar), atap tengkorak tinggi, dahi terlihat lebih vertikal, muka yang datar dan lebar, tidak memiliki tonjolan di bagian occipital (belakang) tengkorak, tidak tampak prognatisma, muka tergolong pendek dan sempit, alat mastikasi (gigi-geligi, akar gigi) mereduksi, sehinggga ukurannya relatif kecil, pada bagian incisornya mayoritas berbentuk sekop (shovel shape), postur tubuh ramping (Widianto, 2009:76-80). 11
Erupsi gigi merupakan proses munculnya gigi dalam rongga mulut. Saat lahir, gigi belum muncul. Hal ini diawali dengan pembentukan gigi. Pembentukan gigi terjadi di dalam ruang yang berupa kantung gigi. Penyerapan dan penurunan tulang di sekitarnya memungkinkan kantung gigi untuk berpindah melalui pertumbuhan rahang, untuk membawanya ke dalam posisi di busur gigi. Tulang di antara kantung gigi dan puncak alveolar (lubang gigi di rahang) diserap kembali dan mahkota gigi tumbuh ke atas. Akhirnya kantung gigi bertemu dengan permukaan tulang, dan mahkota gigi menembus mukosa (selaput) mulut muncul melalui gusi. Pertumbuhan gigi lebih lanjut dan pembentukan kembali tulang membawa mahkota ke bidang oklusal (permukaan), sedangkan jaringan lunak tumbuh di sekitarnya untuk membentuk manset gusi dan papila interdental (bagian gusi di antara gigi). ini adalah proses erupsi. Hal ini berkelanjutan, bahkan setelah gigi sudah di bidang oklusal, pembentukan dan pengembangan yang konstan diperlukan
17
untuk tetap di sana. Hal ini menunjukkan bahwa gigi benar-benar telah mengalami proses erupsi (Hilson, 2005:211). 12
Epiphysis merupakan bagian paling ujung dari tulang panjang, dan di antaranya dengan diaphyisis terdapat lapisan tulang rawan. Seiring dengan perkembangan usia, maka lapisan tulang rawan ini, akan mengeras. Setelah pengerasan ini sempurna, maka terjadilah penyatuan antara epiphysis dan diaphysis (Bass, 1987:15-16). 13
Sutura merupakan bentuk dari sambungan yang hanya terdapat pada tengkorak (Bass, 1987:292). Bentuknya bergerigi dan saling mengunci. Tulang-tulang pada tengkorak pada awalnya tidak saling menyambung. Sutura tersebut membentuk celah di antara tulang tengkorak sebelum usia 17 tahun, namun dia akan menyambung di usia tua dan terkadang menghilang (Ibid, 1987:31). 14
Symphysis pubis merupakan bagian diantara dua tulang pinggul yang menyatu di depan (Bass, 1987:193). Menurut Todd (1920) bagian muka shymphisis pubis akan mengalami metamorfosis yang teratur dari masa remaja hingga seterusnya. Dia membagi metamorfosis ini dalam 10 tahap, yaitu sejak umur 18- 50 tahun ke atas. Pada awalnya permukaan shymphisis kasar dan terdapat garis mendatar dan dipisahkan dengan dengan alur, kemudian kondisi ini berubah sejalan dengan bertambahnya usia hingga permukaannya menjadi tererosi dan menunjukkan pengerasan yang tidak teratur (Ibid, 1987:193-195). 15
Auricularis pubis dapat disebut pula sacroiliac articulation (Bass, 1987:292), merupakan sendi di antara sacrum dan illium pada tulang pelvis (panggul). Bentuknya berbeda pada pria dan wanita. Pada wanita bentuknya lebih tinggi (Ibid, 1987:202).