BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan kesehatan mental penduduk dunia semakin meningkat seiring dengan laju modernisasi. Data World Health Organization (WHO) tahun 2000 menunjukkan angka gangguan mental yang semula 12% meningkat menjadi 13% di tahun 2001. WHO bahkan memprediksi angka gangguan jiwa penduduk dunia meningkat hingga 15% pada tahun 2015 (UNAIR, 2012). BPPK RI (2013) menyatakan bahwa indikator kesehatan jiwa meliputi gangguan jiwa berat, gangguan mental emosional serta cakupan pengobatannya. Gangguan jiwa berat yang dikenal dengan sebutan psikosis yaitu skizofrenia. Prevalensi psikosis tertinggi terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Aceh (masing-masing 2,27%), sedangkan prevalensi terendah terletak di Kalimantan Barat (0,07%). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman tahun 2014, jumlah penderita gangguan jiwa dengan rawat jalan terbanyak terletak di Puskesmas Kalasan. Puskesmas Kalasan merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang berada di Kabupaten Sleman. Jumlah pengunjung pasien gangguan jiwa di Puskesmas Kalasan selama 3 bulan terkahir yakni bulan April, Mei, Juli adalah 49, 98, 153 pengunjung, sedangkan total keseluruhan klien skizofrenia di Puskesmas Kalasan berjumlah 70 orang (Laporan Bulanan Puskesmas Kalasan, 2014). 1
2
Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh terganggunya kemampuan menilai realitas yang buruk. Gejala yang menyertai gangguan ini antara lain berupa halusinasi, ilusi, waham, gangguan proses berpikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya agresivitas atau katatonik (BPPK RI, 2013). Salah satu penyakit gangguan jiwa tersebut adalah skizofrenia dimana adanya keretakan kepribadian, keretakan atau disharmoni proses pikir, perasaan dan perbuatan (Maramis, 1986). Gejala dari skizofrenia tersebut adalah delusi/ waham, halusinasi, gaduh gelisah, tidak bisa diam, mondar-mandir, agresif, pikiran penuh curiga, menyimpan rasa permusuhan, afek datar/ tumpul, menarik diri, miskin pikir, apatis dan stereotype (Hawari, 2001). Halusinasi merupakan gejala yang paling utama khususnya pada skizofrenia dan gangguan jiwa pada umumnya. Halusinasi merupakan persepsi dari stimulus eksternal tanpa sumber dari dunia luar. Klien sering bertindak sesuai dengan persepsi dalam dirinya atau lebih memaksakan apa yang ada dalam dirinya dari pada kenyataan dari dunia luar (Schultz & Videbeck, 1998). Secara garis besar halusinasi dapat dibagi menjadi lima jenis, yaitu halusinasi
auditory
(pendengaran), halusinasi visual (penglihatan), halusinasi tactile (peraba), halusinasi gustatory (pengecap) dan halusinasi olfactory (penghidu) (Varcarolis & Jordan, 2010). Petugas kesehatan bagian psikologi Puskesmas Kalasan menyatakan bahwa beberapa keluarga yang merawat klien skizofrenia dengan halusinasi pernah dibawa kembali berobat ke Puskesmas Kalasan karena kekambuhan (relaps). Hal
3
ini menunjukkan bahwa pasien dengan penyakit skizofrenia dengan halusinasi memiliki resiko kekambuhan (relaps) yang tinggi. Keluarga berperan penting dalam penanganan dan mencegah kambuhnya penderita gangguan jiwa (Keliat, 1996). Keluarga adalah primary caregiver untuk penderita skizofrenia (Sudiyanto, 2009). Keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya. Keluarga adalah sistem, apabila gangguan terjadi pada salah satu anggota keluarga maka dapat berpengaruh pada seluruh sistem. Sebaliknya disfungsi keluarga dapat pula menjadi salah satu penyebab terjadinya gangguan jiwa pada anggota keluarga. Menurut Keliat (1996), salah satu faktor yang mempengaruhi kekambuhan (relaps) pada klien skizofrenia yaitu penanggung jawab klien (case manager) atau perawat puskesmas yang bertanggung jawab atas program adaptasi klien di rumah setelah klien pulang ke rumah. Salah satu tugas perawat dalam perencanaan klien pulang ke rumah harus dilaksanakan secara terstruktur, dimulai dari pengkajian saat klien masuk ke pelayanan kesehatan sampai klien pulang (Haiyati, et al., 2008). Pencapaian perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dapat diukur melalui Nursing Outcomes Classification (NOC). NOC adalah alat ukur mengenai status klien sebelum dan setelah dilakukan intervensi keperawatan. Standar kriteria hasil yang ada dalam NOC dikembangkan untuk mengukur hasil dari tindakan keperawatan yang digunakan pada semua area keperawatan, klien (individu), keluarga, caregiver, dan masyarakat (Moorhead, et al., 2013).
4
Lembar penilaian NOC yang digunakan untuk mengukur peran keluarga/ caregiver dalam merawat klien skizofrenia secara langsung adalah berbentuk checklist yang kemudian diisi oleh perawat atau pengamat dengan memberikan rating di suatu waktu. Checklist merupakan salah satu jenis instrumen untuk metode observasi (Arikunto, 2013). NOC harus mampu mengukur kelanjutan dari komponen Nursing Intervention Classification (NIC) yang telah dilakukan perawat saat berada di pelayanan kesehatan. Sebagai suatu instrumen, checklist NOC hendaknya valid dan reliabel. Sifat valid dan reliabel diperlihatkan oleh tingginya akurasi dan kecermatan hasil ukur (Azwar, 2013). Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan suatu instrumen (Arikunto, 2013). Reliabilitas berkaitan dengan hasil pengukuran dalam bentuk skor yang konsisten. Salah satu cara pengukuran terhadap reliabilitas suatu instrumen dapat menggunakan interrater reliability. Interrater reliability merupakan suatu metode untuk mengetahui reliabilitas suatu pengukuran yang dilakukan oleh 2 penilai (raters) atau lebih terhadap objek yang sama (Gwet, 2014). Sampai saat ini terdapat beberapa penelitian mengenai uji interrater reliability suatu alat untuk mengukur hasil tindakan keperawatan. Salah satunya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sri Idaini (2011) dengan judul “Inter-rater reliability of Health of Nations Outcome Scale (HoNOS) among mental health nurse in Aceh”. Hasil menunjukkan bahwa HoNOS dapat digunakan dalam penelitian masa depan dengan pengaturan yang sama. Terkait dengan penggunaan yang lebih luas di berbagai daerah, dianjurkan untuk menguji reliabilitas dan validitas dari HoNOS pada populasi penelitian yang lebih besar.
5
Berdasarkan hal ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul interrater reliability dari NOC ‘Caregiver Performance: Direct Care’. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk penilaian intervensi yang telah dilakukan perawat saat berada di Puskesmas Kalasan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana hasil interrater reliability dari NOC ‘Caregiver Performance: Direct Care’ pada keluarga dengan klien skizofrenia yang mengalami gejala halusinasi di Puskesmas Kalasan?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk menentukan interrater reliability dari NOC ‘Caregiver Performance: Direct Care’ pada keluarga dengan klien skizofrenia yang mengalami gejala halusinasi di Puskesmas Kalasan. 2. Tujuan Khusus a. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan interrater reliability dari NOC pengetahuan tentang proses penyakit. b. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan interrater reliability dari NOC pengetahuan tentang regimen pengobatan. c. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan interrater reliability dari NOC kepatuhan terhadap regimen pengobatan. d. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan interrater reliability dari NOC kinerja prosedur.
6
e. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan interrater reliability dari NOC bantuan dengan kebutuhan ADL penerima perawatan. f. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan interrater reliability dari NOC bantuan dengan kebutuhan IADL penerima perawatan. g. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan interrater reliability dari NOC pemberian dukungan emosional untuk penerima perawatan. h. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan interrater reliability dari NOC pengawasan status kesehatan penerima perawatan. i. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan interrater reliability dari NOC pengawasan perilaku penerima perawatan. j. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan interrater reliability dari NOC antisipasi kebutuhan penerima perawatan. k. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan interrater reliability dari NOC penghargaan positif tanpa syarat untuk penerima perawatan. l. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan interrater reliability dari NOC kompetensi memantau tingkat keterampilan pengasuhan. m. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan interrater reliability dari NOC keyakinan melaksanakan tugas-tugas yang diperlukan. n. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan interrater reliability dari NOC penyediaan lingkungan yang aman.
7
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Sebagai bahan masukan untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan memperkaya konsep mengenai interrater reliability dari NOC ‘Caregiver Performance: Direct Care’. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan mengenai interrater reliability dari NOC ‘Caregiver Performance: Direct Care’ dan mengasah kemampuan meneliti. b. Bagi Peneliti Lain Menjadi acuan sumber referensi untuk penelitian-penelitian lain mengenai interrater reliability pada NOC, terutama pada NOC ‘Caregiver Performance: Direct Care’. c. Bagi Perawat Puskesmas Kalasan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk penilaian intervensi yang telah dilakukan perawat saat berada di Puskesmas Kalasan. E. Keaslian Penelitian Peneliti belum pernah menemukan penelitian terkait interrater reliability dari NOC ‘Caregiver Performance: Direct Care’ di Indonesia. Beberapa penelitian yang telah meneliti mengenai reliabilitas suatu instrumen yaitu: 1. Sri Idaiani (2011) tentang Inter-rater reliability of Health of Nations Outcome Scale (HoNOS) among mental health nurses in Aceh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kesepakatan skala antara perawat jiwa yang akan
8
menggunakan alat ini di Indonesia. Penelitian ini melibatkan 55 pasien psikotik yang di rawat di sebuah rumah sakit jiwa di Aceh dan dievalusasi oleh 11 perawat kesehatan mental menggunakan instrument HoNOS. Uji statistik menggunakan intra-class correlation coefficient (ICC). Nilai ICC umumnya baik yaitu berkisar dari 0,8-0,9 antara perawat rumah sakit jiwa, perawat pusat kesehatan masyarakat, dan kombinasi keduanya. Persamaan penelitian ini adalah mengenai uji interrater reliability. Perbedaan penelitian ini adalah jenis instrumen, subjek penelitian, tempat penelitian dan uji statistik yang digunakan. Uji statistik yang akan digunakan oleh peneliti yaitu uji kappa. 2. Fatma Zaki Ramadani (2015) tentang Interrater Reliability: Checklist Keterampilan Tahap Interaksi Perawat-Klien Sebagai Framework Interaksi Perawat-Klien di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Tujuan penelitian ini untuk menilai dan menentukan interrater reliability dari checklist keterampilan tahap interaksi perawat-klien sebagai framework interaksi perawat-klien di PSIK FK UGM. Penelitian ini melibatkan 2 rater dengan jumlah sampel 103 mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan nilai kappa checklist sebesar 0.493, hasil ini termasuk kategori sedang, sedangkan percent agreement-nya 98%. Persamaan penelitian ini adalah mengenai uji interrater reliability dan uji statistik yang digunakan yaitu uji kappa. Perbedaan penelitian ini adalah jenis instrumen, subjek penelitian dan tempat penelitian. 3. Sarah E. Peyre et al. (2010) tentang Reliability of a Procedural Checklist as a High-Stakes Measurement of Advanced Technical Skill. Tujuan penelitian ini
9
adalah untuk mengetahui reliabilitas dari checklist keterampilan prosedural laparoscopic nissen fundoplication. Penelitian ini melibatkan 5 dokter bedah yang menggunakan 65 checklist prosedural untuk mengevaluasi keterampilan prosedural laparoscopic nissen fundoplication yang dilakukan oleh expert surgeon. Uji statistik menggunakan Fleiss kappa coefficients dan presentase agreement. Hasil penelitian menunjukkan presentase agreement dan kappa coefficients memperlihatkan tingkat reliabilitas yang tinggi (>80). Persamaan penelitian ini adalah mengenai uji interrater reliability dan uji statistik yang digunakan yaitu uji kappa. Perbedaan penelitian ini adalah jenis instrumen, subjek penelitian dan tempat penelitian.