BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kanker adalah penyakit yang muncul akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker dalam perkembangannya. Sel-sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga dapat menimbulkan kematian. Menurut data WHO (World Health Organization) tahun 2008 menyatakan bahwa kanker adalah penyakit penyebab utama kematian di dunia, diantaranya kanker paru paru, kanker lambung, kanker hati, kanker kolon dan kanker payudara. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dan dua pertiga dari penderita kanker di dunia berada di negara-negara berkembang seperti Indonesia. World Health Organizationmenyatakan bahwa pada tahun 2030 akan terjadi lonjakan penderita kanker di Indonesia sampai tujuh kali lipat (Anonim, 2008).Yayasan Kesehatan Payudara Jakarta(YKPJ) RS. Kanker
Dharmais
menyebutkanbahwa kanker payudara merupakan penyebab kematian nomor 2 untuk perempuan di Indonesia (Anonim, 2009). Pengembangan terapi bertarget molekuler perlu diupayakan untuk menjamin efektivitas dan dapat mengurangi ketoksikan pada sel normal. Pilihan target terapi adalah melalui penghambatan pada protein yang terlibat dalam proses signalling yang mengarah pada pertumbuhan dan perkembangan sel kanker serta pada protein-protein yang terlibat pada mekanisme resistensi terapi kanker. Berbagai strategi telah dilakukan dalam penemuan antikanker salah satunya dengan mengisolasi senyawa aktif dari bahan alam. Beberapa antikanker yang telah
1
berhasil dikembangkan dari bahan alami misalnya vinkristin dan vinblastine dari Vinca rosea, kolkisin dari tumbuhan krokus, senyawa taxan dari tumbuhan Taxus (Baguley, 2002). Selanjutnya, perillil alkohol merupakan salah satu contoh monoterpen yang memiliki potensi, selain memiliki aroma yang nyaman, beberapa laporan mengenai studi in vitro menemukan kemampuan penghambatan proliferasi beberapa sel kanker seperti kanker paru-paru (Xu et al., 2004), kanker payudara (Yuri et al., 2004), dan kanker kolon (Bardon et al., 2002). Salah satu golongan terpenoid yang didapat dari bahan alam adalah terpineol. Terpineol dapat dihasilkan dari berbagai tanaman seperti kayu putih (Melaleuca leucadendra), pinus (Pinus sp.) dan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) (Arifta et al, 2010). Terpineol juga dapat disintesis dari α-pinene dari kandungan terpentin yang diambil dari ekstrak getah pohon pinus (Pinus merkusii) (Aquirre et al., 2005). Terpineol dapat disintesis menjadi senyawa alfa terpineol dilaporkan sebagai senyawa alam yang berpotensi sebagai antikanker. Sintesis alfaterpineol dari P.merkusii yang tumbuh di Indonesia berhasil dilakukan oleh Budiman (2010). Senyawa
alfa
terpineol
terbukti
menghambat
pertumbuhan
dan
menginduksi apoptosis pada sel tumor melalui mekanisme penghambatan aktivitas NF-kB. Pemberian alfa terpineol pada sel MCF-7 selama 6 jam dapat menurunkan beberapa NF-kB dan gen lain yang sejenis (Hassan et al, 2010). Mekanisme faktor transkripsi NF-kB dapat menekan aksi pro apoptosis TNFα. NF-kB juga mempunyai peranan dalam meningkatkan matalo proteinase yang akan memacu invasi dan metastasi kanker. Berdasarakan hal tersebut, adanya penghambatan NF-
2
kB akan meningkatkan peristiwa apoptosis pada kanker dan mencegah metastasi (Vaskivuo et al, 2002). Terapi yang diberikan pada pasien karsinoma duktus invasive payudara stadium III B adalah kemoterapi neoadjuvant. Pemberian kemoterapi diberikan secara multiagen yang dikenal sebagai regimen. Para ahli bedah onkologi di Indonesia menetapkan regimen kemterapi lini pertama adalah 5 FluorouracylAntarasiklin - Siklofosfamid (FAC) dengan agen utama adalah antrasiklin dengan angka objective responses rate pasca kemoterapi regimen ini berupa partial response dan complete response (CR/PR) sekitar 22%-40% (Anonim, 2009). Salah satu jenis antrasiklin yang digunakan sebagai first line terapi kanker payudara adalah doxorubicin.Doxorubicin merupakan salah satu obat kemoterapi berjenis antrasiklin yang termasuk dalam antibiotik antitumor yang berasal dari jamur Streptomyces (Skeel, 2007). Doxorubicin adalah agen kemoterapi yang umum dipakai untuk terapi kanker payudara, namun efektivitas penggunaan agen kemoterapi ini menjadi terbatas karena adanya efek toksik pada jaringan normal tubuh (Fimognari et al., 2006) dan munculnya masalah resistensi sel kanker (Smithet al, 2006).Toksisitas doxorubicin berkorelasi positif dengan dosis kumulatif yang diberikan sehingga efektivitas pemanfaatan doxorubicin terbatasi oleh dosis dan lama pemberian. Pengurangan dosis mampu mengurangi toksisitas dan efek samping doxorubicin. Oleh karenanya menjadi tantangan untuk memperbaiki aplikasi klinik agen kemoterapi kanker payudara, sehingga didapatkan terapi yang lebih efektif untuk sel kanker namun tidak toksik pada jaringan lain.
3
Aktivitas terapi dari doxorubicin berhubungan dengan proses interkalasi terhadap DNA, dengan menghambat topoisomerase II dan mencegah sintesis DNA dan RNA. Insidensi kardiotoksisitas rata-rata adalah 11%. Mekanisme doxorubicin dalam menginduksi apoptosis yaitu melalui kerusakan pada DNA mitokondria, kekacauan membran mitokondria, disfungsi mitokondria, dan pengurangan ATP, yang berkontribusi terhadap nekrosis. Disamping itu, dilaporkan bahwa doxorubicin juga dapat menginduksi degradasi dari IkB yang dimediasi oleh UPS. Ikkb adalah sebuah inhibitor dari Nuclear Transcriptional Factor Kappa-B (NFkB) (Shi et al, 2011). Mekanisme doxorubicin menginduksi NF-kB dan alfa terpineol dalam menghambat NF-kB menjadikan alasan yang tepat untuk mengkombinasikan kedua senyawa tersebut dalam menangani kejadian resistensi. Salah satu model sel kanker payudarayang telah mengalami resistensi terhadapagen kemoterapi doxorubicin adalah sel MCF-7. Sel kankerMCF-7 memiliki karakteristik overekspresi Pgp (Davis et al, 2003), mengekspresikan Her2, overekspresi Bcl-2dan tidak mengekspresikan caspase-3sehingga mampu menghindari apoptosis (Simsteinet al, 2010). Apoptosis merupakan suatu bentuk kematian sel tunggal yang dirancang untuk mengeliminasi sel inang yang tidak dikehendaki. Proses apoptosis berjalan secara terprogram melalui serangkaian kejadian yang melibatkan set produk gen yang bertanggung jawab dan terkoordinasi (Hanahan & Weinber, 2000). Kombinasi doxorubicindan alfa terpineol yang berasal dari getah pinus (Pinus merkusii) terhadap MCF-7 sebelumnya belum pernah dilaporkan. Dengan
4
kombinasi keduanya, alfa terpineol dapat dijadikan sebagai agen kemopreventif untuk meningkatkan aktivitas sitotoksik melalui peningkatan apoptosis sel. Selain itu, diharapkanpenggunaan kombinasi ini mampu menurunkan efek samping yang ditimbulkan oleh doxorubicin terhadap penderita kanker payudara. 1.2 Permasalahan 1. Apakah alfa terpineol 63% memiliki sifat sitotoksisitas pada sel MCF-7? 2. Apakah kombinasi alfa terpineol 63% dan doxorubicin bersifat sinergis dan mampu menurunkan viabilitas sel MCF-? 3. Apakah perlakuan senyawa alfa terpineol 63%, doxorubicin dan kombinasi keduanya dapat memicu peningkatan apoptosis sel MCF-7?
1.3 Tujuan 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sitotoksisitas alfa terpineol 63% dan doxorubicin serta kombinasi keduanya terhadap sel MCF-7 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui potensi sitotoksistas alfa terpineol 63% pada sel MCF-7. b. Mengetahui indeks kombinasi alfa terpineol 63% dan doxorubicin serta pengaruhnya terhadap viabilitas sel MCF-7. c. Mengetahui pengaruh perlakuan senyawa alfa terpineol 63%, doxorubicin dan kombinasi keduanya dalam pemacuan apoptosis sel MCF-7.
5
1.4 Manfaat Penelitian 1. Mengetahui potensi alfa terpineol untuk dikembangkan sebagai agen kokemoterapi dan pengatasan pada kanker payudara. 2. Melengkapi dan memperkaya data penelitian pengobatan kanker payudara khususnya doxorubicin yang memiliki potensi meningkatkan apoptosis melalui interaksi dengan alfa terpineol 3. Menjadi acuan penelitian lebih lanjut dalam pengembangan pengobatan kanker payudara.
1.5 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai eksplorasi senyawa alfa terpineol sebagai agen antikanker belum banyak dilakukan sebelumnya. Beberapa penelitian lain mengenai aktivitas antikanker dari senyawa alfa terpineol hingga penelusuran molekulernya : 1. Hassan et al. (2010) melaporkan bahwa alfa terpineol mampu menghambat pertumbuhan dan menginduksi kematian sel pada beberapa sel tumor melalui mekanisme yang melibatkan ativitas NF-ҡB. Pada sel HeLa alfa terpineol menghambat translokasi NF-ҡB ke nuklues yang diinduksi oleh TNFα pada time- dan dose-dependent manner. Perlakuan alfa terpineol pada sel MCF-7 selama 6 jam mampu menurunkan fungsi kerja NF-ҡB dan beberapa gen lainnya seperti IL-1β, IL1R1, IFNG, ITK, EGFR, AKT1S1, TNIK, TRFDD1, BAG1 dan BAG3. 2. Noor (2011) memperoleh nilai IC50 dari alfa terpineol 51% terhadap sel HeLa sebesar 80,78 µM atau dikonversikan menjadi sebesar 12,46 µg/ml.
6
3. Indrasetiawan (2011) juga melaporkan bahwa kemampuansitotoksik alfa terpineol 51% terhadap T47D dengan nilai IC50 sebesar 135 µM (20,82 µg/ml). Alfa terpineol juga mampu meningkatkan jumlah sel T47D pada fase G0/G1 dan penurunan jumlah sel pada fase G2/M secara siginifikan terhadap kontrol. 4. Candrasari (2012) melaporkan bahwa alfa terpineol 51% mempunya kemampuan sitotoksik terhadap sel MCF-7 dengan IC50 sebesar 33 µg/ml dan juga memicu terjadinya apoptosis sel MCF-7, disebabkan karena alfa terpineol mampu menurunkan ekspresi protein Bcl-2 yang merupakan protein yang menghambat terjadinya apoptosis dan meningkatkan ekspresi protein Bax (protein pro apoptosis). Peneltian ini merupakan penelitian baru untuk mengetahui efek pemberian alfa terpineol 63% pada aktivitas sitotoksik doxorubicin dan mengetahui nilai indeks kombinasi (CI) serta hubungan perlakuan kombinasi antara alfa terpineol dan doxorubicin secara in vitro terhadap sitotoksisitas dan apoptosis pada sel MCF-7, sebagaimana diuji dalam penelitian ini.
7