1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun permintaan untuk Drug Delivery System atau sistem penghantaran obat semakin meningkat. Sistem penghantaran obat tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan metode penyaluran obat seperti topikal, enteral, dan parenteral, atau berdasarkan mekanisme penghantaran yaitu aktif dan pasif. Penghantaran obat secara pasif dikontrol oleh difusi molekul obat dari pembawa menuju target tergantung gradien konsentrasi dan mengambil keuntungan dari fisiologi atau respon alami tubuh. Penghantaran obat secara aktif melibatkan pelepasan trigger yang terkontrol dari molekul terapeutik (obat, gen, atau protein) menggunakan karakteristik kimia dari pembawa atau obat itu sendiri yang responsif terhadap stimulus lingkungan, atau menggunakan respon fisik dari pembawa terhadap stimulasi luar, serta dengan cara mengkombinasikan beberapa mekanisme yang digunakan sebagai pemicu (Arruebo, 2012). Banyak pembawa obat yang dijelaskan dalam literatur, salah satunya yaitu penggunaan polimer terutama polimer alam (Zhang dkk., 2008a; Bhattarai dkk., 2010). Polimer merupakan suatu rantai panjang molekul yang terdiri dari pengulangan banyak unit. Polimer dapat diklasifikasikan menjadi polimer alam dan polimer sintetis (Combe, 1992). Polimer alam menjadi perhatian para peneliti untuk digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai keperluan industri saat ini (Noerati dkk., 2007). Kitosan merupakan salah satu polimer alam yang sekarang banyak digunakan dalam farmasi serta bidang lain (Shanmugan dkk., 2005). Sifat
1
2
positif yang dimiliki kitosan membuat kitosan cocok menjadi polimer untuk penghantaran yang sangat baik dari senyawa makromolekul seperti peptida, protein, antigen, oligonukleotida, dan gen (Bhattarai dkk., 2010). Kitosan termasuk polimer yang dapat disintesis dari cangkang krustasea laut seperti udang (Dhewanto dan Kresnowati, 2002). Limbah udang telah dimanfaatkan dalam industri sebagai bahan dasar pembuatan kitosan di berbagai negara maju (Darmawan dkk., 2007). Indonesia sebagai negara maritim dan pengekspor
udang memiliki
potensi
penghasil
kitosan
sehingga
dapat
dikembangkan konsep industri untuk mengkonversi limbah cangkang udang menjadi kitosan (Dhewanto dan Kresnowati, 2002). Kitosan (β(1-4)-linked 2-amino-2-deoxy-D-glucan) adalah derivat kitin yang mengalami N-deacetylated(Shanmugan dkk., 2005; Bhuvaneshwari dkk., 2011). Kitin merupakan polimer polisakarida yang banyak ditemukan dalam material eksoskeleton krustasea, arthropoda, jamur, dan ragi (Esti dkk., 2013). Kitosan sudah banyak dikembangkan menjadi tissue engineering scaffold, pembawa obat dengan pelepasan yang terkontrol, dan lain-lain (Krajewska, 2005; Cunha-Reis dkk., 2007). Kitosan saat ini direkomendasikan digunakan dalam aplikasi medis dan farmasi karena memiliki sifat-sifat yang cocok untuk digunakan pada lingkup biomedis, seperti non-toksik, biokompatibilitas, dan biodegradasi (Kumar, 2000; Aranaz dkk., 2009; Bhuvaneswhari dkk., 2011). Salah satu parameter fisik yang mempengaruhi biodegradasi kitosan adalah porositas (Cunha-Reis dkk., 2007). Porositas merupakan keadaan terbentuknya pori yaitu rongga kecil pada benda padat (Depdiknas, 2011). Porositas terbentuk dari ruang yang tertinggal di
3
antara agregat yang kasar (Lian dkk., 2011, sit. Ghafoori dan Dutta, 1995). Hasil penelitian mengenai scaffold atau perancah dari kitosan, menunjukkan bahwa perancah dengan porositas tinggi terdegradasi lebih cepat (Cunha-Reis dkk., 2007). Porositas juga berperan pada sistem penghantaran obat, karena untuk mengontrol pelepasan molekul obat dapat dilakukan pembuatan material dengan pori yang terstruktur. Karakter struktur pori tersebut dapat mengontrol tingkat difusi dari adsorbsi atau enkapsulasi obat, gen, dan protein. Material dengan pori yang terstruktur dapat dikonfigurasi pada sistem nanopartikulasi (Arruebo, 2012). Saat ini kitosan juga telah banyak dikembangkan dalam ukuran nanopartikel (Tiyaboonchai, 2003; Nagpal dkk., 2010). Nanopartikel merupakan partikel molekul dengan diameter 10-1000 nm dan tersusun dari polimer sintestis, alam, atau semi-sintetis (Nagpal dkk., 2010). Keuntungan kitosan dalam ukuran nanopartikel atau nanokitosan terutama dalam penghantaran obat karena mampu untuk meningkatkan enkapsulasi obat, farmakokinetik, bioavailabilitas, dan efektivitas terapi; aman; non-toksik; metode persiapan sederhana dan mudah; mudah dimodifikasi secara kimia; serta mempunyai efek pendukung absorbsi yang meningkatkan waktu kontak antara substrat dan membran sel (Tiyaboonchai, 2003; Kayser dkk., 2005). Material kitosansaat diaplikasikan dapat ditemukandalam bentuk serbuk, flake, dan gel, tetapi paling banyak sebagai gel berupa: bead, membran, coating, kapsul, fiber, hollowfiber, spons, dan perancah(Krajewska, 2005). Pembuatan membran merupakan salah satu bidang aplikasi kitosan yang sedang berkembang (Esti dkk., 2013).Kitosandapat direaksikan dengan agen crosslinking seperti
4
natrium sitrat dan natrium tripolifosfat, sehingga dapat membentuk membran artifisial, mikrosfer, bead, pembalut luka, dan nanopartikel (Sharma dkk., 2010). Kitosan juga dapat direaksikan dengan gelatin untuk pembuatan membran, karena gelatin dapat meningkatkan sifat kimia, fisik, dan biologis pada pembuatan membran kitosan. Gelatin juga merupakan polimer alam yang dapat mengalami biodegradasi dan biokompatibilitas (Tabata dan Ikada, 1998; Zhu dkk., 2006). Saat ini aplikasi membran dapat digunakan untuk memodulasi aktivitas pelepasan enkapsulasi obat. Membran permiabel yang membungkus obat dapat melepaskan molekul obat tersebut untuk periode waktu tertentu. Membran membentuk lapisan pembatas yang terbentuk di setiap sisi membran sehingga menjadi barrier difusi bidirectional antara lingkungan sekitar dengan obat di dalam membran. Jika pori yang dihasilkan dari membran semakin kecil, maka akan mencegah molekul yang lebih besar dapat masuk ke dalam membran, namun dapat membiarkan molekul obat yang kecil keluar secara perlahan (Santos dkk., 2008; Zhang dkk., 2008b). Porositas pada membran diduga dapat mempengaruhi aktivitas biodegradasi dan kemampuan dalam melepas molekul yang dikandungnya jika digunakan sebagai pembawa (Cunha-Reis dkk., 2007; Li dkk., 2011). Kajian porositas pada membran kitosan menggunakan nanokitosan atau kitosan nanopartikel perlu dilakukan, misalnya dengan perbedaan massa kitosan yang digunakan.
5
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan masalah yaitu: Apakah komposisi massa kitosan berpengaruh terhadap porositas membran nanokitosan-gelatin?
C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengaruh konsentrasi ataupun komposisi kitosan terhadap membran kitosan pernah dilakukan oleh Rohman dkk. (2009) dengan judul “Pengaruh Konsentrasi Kitosan Terhadap Karakter Membran Kitosan” tentang kajian sifat mekanik dan morfologi membran kitosan yang dipengaruhi oleh perbedaan pelarut kitosan yang digunakan; serta Esti dkk. (2013) dengan judul “Kajian Kapasitansi Membran Akibat Variasi Massa Kitosan” tentang kajian kapasitansi membran kitosan yang dipengaruhi oleh perbedaan massa kitosan yang digunakan. Perbedaan penelitian ini dengan kedua penelitian tersebut meliputi: penggunaan kitosan dengan massa yang berbeda sedangkan pada penelitian Rohman dkk. (2009) menggunakan pelarut yang berbeda, penggunaan nanopartikel kitosan, lebih spesifik mengamati objek porositas membran nanokitosan, dan pengambilan data mengenai porositas membran dilakukan dengan metode pengukuran volume atau massa jenis membran sedangkan pada penelitian Rohman dkk. (2009) melalui diameter pori pada membran yang dilihat dari SEM (Scanning Electron Microscopy).
6
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi massa kitosan terhadap porositas membran nanokitosan-gelatin.
E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh komposisi massa kitosan terhadap porositas membran nanokitosangelatin, serta memberikan tambahan pengetahuan di dalam dunia kedokteran dan kedokteran gigi terutama dalam pembuatan membran nanokitosan-gelatin.