1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setiap orang memiliki keinginan untuk memperoleh pekerjaan yang cocok dengan dirinya sendiri. Adanya keraguan seseorang yang muncul ketika memilih pekerjaan, menyebabkan dirinya tidak dapat memastikan pekerjaan yang sesuai dengan keinginan dan pengalaman. Hal tersebut membuat setiap orang perlu merenungkan dengan baik kemampuan yang seharusnya dimiliki. Adanya lulusan-lulusan yang tidak sesuai dengan kualifikasi perusahaan yang ada di Indonesia, dapat dikarenakan pemilihan jurusan kuliah yang kurang sesuai dengan kemampuan. Oleh karena itu diperlukan kemantapan karir, minimal mulai dari Sekolah Menengah Atas (selanjutnya disebut SMA), individu memiliki gambaran pekerjaan yang dicita-citakan, dan dapat memilih jurusan kuliah yang nantinya akan menjadi karirnya masing-masing. Berdasarkan adanya tuntutan pekerjaan-pekerjaan tersebut, seorang remaja, khususnya siswa SMA, seharusnya mulai merencanakan dan mulai mempersiapkan dirinya untuk dapat menentukan karir yang akan dipilihnya yang ditandai dengan individu dapat memilih jurusan kuliah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi pengangguran dan tenaga kerja berkualitas rendah, yang dikarenakan salah memilih jurusan kuliah tersebut. Kenyataannya memang masih banyak individu yang belum mampu menentukan pilihan karirnya saat masih sekolah maupun sudah lulus sekolah. Dapat dilihat dari Badan Pusat
1
2
Statistik (BPS), menyatakan bahwa Tingkat
Pengangguran Terbuka
(selanjutnya disebut sebagai TPT) pada Agustus 2015 sebesar 6,18 persen naik dari 5,94 persen pada Agustus 2014. Statistik menunjukkan, dari total 114 angkatan kerja yang bekerja hingga Agustus 2015, sebanyak 34,31 juta orang masuk kategori pekerja tidak penuh. Apabila dirinci, pekerja tidak penuh tersebut terbagi lagi menjadi pekerja dengan status setengah pengangguran sebanyak 9,74 juta orang dan pekerja paruh waktu 24,57 juta orang. Tingkat partisipasi angkatan kerja dengan demikian sebesar 65,76 persen, turun dibandingkan dengan per Agustus 2014 yang sebesar 66,6 persen. Bulan Februari tahun 2014 pekerja di Sektor Jasa Kemasyarakatan sebanyak 930 ribu orang (5,03 persen), dan Sektor Perdagangan sebanyak 840 ribu orang (3,25 persen). Pengangguran di Indonesia adalah satu hal yang masih harus diperhatikan, karena banyak persoalan di negara ini terkait pengangguran yang berakar dari pendidikan dan pemutusan hubungan kerja. Berdasarkan penuturan Razali Ritongga, Direktur Statistik kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS (CNN Indonesia, 05/11/15) dapat disimpulkan bahwa pengangguran di Indonesia banyak disebabkan oleh adanya penurunan daya serap tenaga kerja dan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (selanjutnya disebut PHK). Tidak dipungkiri apabila banyak tenaga kerja yang mengalami PHK lalu menganggur karena kemampuan yang dimiliki tidak sesuai dengan harapan perusahaan.
3
Jumlah Pengangguran Terbuka SMA pada bulan Agustus 2014 yaitu 1.962.786 orang, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Melalui angka tersebut masih dapat dikatakan bahwa daya serap siswa SMA untuk melanjutkan ke perguruan tinggi maupun bekerja masih rendah. Rendahnya daya serap siswa SMA tersebut bisa dikarenakan tuntutan dunia industri supaya memiliki kemampuan siap kerja yang tinggi, akan tetapi tidak semua siswa lulusan SMA memiliki kemampuan atau kesiapan untuk bekerja di dunia industri karena tidak ada penjurusan kerja seperti halnya di SMK yang siswa siswinya siap bekerja karena sudah spesifik dijuruskan ke bidang pekerjaan sesuai minatnya. Didukung oleh penuturan anggota Komisi E DPRD Jateng, Zen A. (Sindonews.com 18/5/15) disimpulkan bahwa siswa lulusan SMA, tingkat melanjutkan ke perguruan tinggi di bawah 50%, artinya masih banyak lulusan yang bingung melanjutkan bekerja atau kuliah. Mereka tidak punya kompetensi khusus, sehingga hal ini menjadi penyebab meningkatnya pengangguran baru. Penuturan tersebut menumbuhkan asumsi bahwa siswa SMA sebaiknya memiliki kompetensi yang dapat diasah melalui wadah organisasi sehingga mereka memiliki bekal, yang menjadi dasar untuk melanjutkan kuliah dan tidak menganggur setelah SMA. Zaman globalisasi yang semakin maju ini, banyak perusahaan semakin kompetitif dalam memenuhi tantangan yang muncul dari perkembangan zaman. Dampak dari hal tersebut, dunia kerja memiliki tuntutan yang tinggi dan banyak perusahaan yang selektif mencari tenaga kerja yang berkualitas. Berdasarkan hasil survey Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi
4
(Menristek Dikti), Prof. Dr. Moh. Nasir (9/9/15), menyatakan bahwa kualitas pendidikan dan daya saing lulusan perguruan tinggi di Indonesia masih jauh tertinggal, baik di level internasional, bahkan di tingkat ASEAN pun tidak jauh berbeda. Hal tersebut dikarenakan unsur Sumber Daya Manusia (SDM) di perguruan tinggi yang relatif terbatas kuantitas maupun kualitasnya (dnaberita.com). Berdasarkan hasil survey pra penelitian yang dilakukan kepada siswa kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta, diperoleh informasi bahwa, beberapa hal yang mungkin dipertimbangkan ketika seseorang memasuki pekerjaan dengan suatu bidang tertentu, yaitu kesesuaian bidang dengan kemampuannya, pendapatan, perolehan status sosial di lingkungan masyarakat melalui pekerjaan tersebut, gairah kerja, dan kesesuaian waktu kerja dengan pendapatannya. Adanya pandangan tersebut dapat memicu remaja untuk mengambil pemilihan jurusan kuliah yang tepat dan mendukung para siswa untuk memilih pekerjaan yang realistis. Ketika
seseorang
mulai
mempersiapkan
karirnya,
tidak
hanya
membutuhkan ilmu yang didapat selama bersekolah, namun juga dibutuhkan mentalitas kesiapan kerja, misalnya seperti pengalaman berorganisasi. Mentalitas kesiapan kerja merupakan salah satu indikator dari kematangan karir (Paramitha, 2008). Selanjutnya, mentalitas kesiapan kerja ini akan lebih diperjelas dengan tahap kematangan karir. Tahap perkembangan karir yang diajukan oleh Super (dalam Poh Li dkk, 2013) ada lima yaitu Fase pengembangan (Growth) dari saat lahir sampai usia kurang lebih 15 tahun,
5
anak mengembangkan berbagai potensi, pandangan khas, sikap, minat dan kebutuhan-kebutuhan yang dipadukan dalam struktur gambaran diri (selfconcept structure). Fase explorasi (Exploration) usia 15 sampai 24 tahun, individu mulai memikirkan berbagai alternatif jabatan, hanya saja belum mengambil keputusan yang mengikat. Pada fase ini kematangan karir mulai terbentuk yakni pada saat SMA. Fase pemantapan (Establishment) usia 25 sampai 44 tahun, individu tekun memantapkan diri melalui seluk beluk pengalaman selama menjalani karir tertentu. Fase pembinaan (Maintenance), usia 45 sampai 64 tahun, orang dapat menyesuaikan diri dalam penghayatan jabatannya. Fase kemunduran (decline stage), masa ketika individu sudah mulai pensiun dan menemukan pola hidup baru setelah melepaskan pekerjaan sebelumnya. Uraian tersebut menunjukkan bahwa usia remaja yang menduduki SMA adalah usia yang pas bagi mereka untuk melakukan eksplorasi karir. Eksplorasi karir, pencarian informasi dunia kerja, perencanaan karir dan pengambilan keputusan akan karir merupakan aspek-aspek kematangan karir (dalam Gonzales, 2008). Penting bagi remaja untuk melakukan eksplorasi, karena kegiatan ini dapat menambah wawasan untuk kemantapan karirnya dalam hal pemilihan jurusan kuliah guna meraih cita-cita atau pekerjaan yang diinginkan.
Eksplorasi,
merupakan
suatu
aktivitas
penting
dalam
perkembangan karir yang tidak akan pernah berhenti, yang mengarah pada perolehan informasi. Informasi yang diperoleh dapat berhubungan dengan banyak hal mengenai cita-citanya. Menggunakan informasi yang diperoleh
6
dari aktivitas eksplorasi, remaja mulai dapat mengembangkan minatnya. Remaja yang mempunyai cita-cita yang tidak realistis, dapat mengalami kegagalan dan akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi bertahan di mana ia menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Sebaliknya, remaja yang realistis tentang kemampuannya lebih banyak mengalami keberhasilan dari pada kegagalan. Hal tersebut akan meningkatkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang lebih besar (Hurlock, 2003). Kegiatan eksplorasi siswa dapat dilakukan salah satunya dengan mengikuti organisasi. Individu yang semasa pendidikannya aktif mengikuti organisasi, maka mereka dapat belajar untuk menghadapi konflik yang biasa dihadapi di dunia kerja (Partini, 2003). Demikian pun berlaku pada remaja yang semasa duduk di bangku SMA, apabila mereka aktif berorganisasi di sekolah maka cenderung dapat belajar untuk menghadapi hal-hal yang berkaitan dengan aspek kematangan karir Super (dalam Gonzales, 2008) yaitu mereka dapat terlatih mengambil keputusan dan memproses informasi yang biasa dihadapi di dunia kerja. Mengikuti organisasi memberi kesempatan bagi seorang siswa untuk memperluas wawasan (merupakan fase eksplorasi karir) serta mengembangkan
berbagai
potensi
pada
dirinya
(merupakan
fase
pengembangan karir). Dapat dikatakan bahwa aktif dalam organisasi merupakan suatu kegiatan penting yang seharusnya dilakukan oleh siswa SMA untuk meningkatkan kematangan karirnya. Siswa yang aktif dalam organisasi kemahasiswaan cenderung melibatkan diri dalam pelaksanaan berbagai acara maupun kegiatan yang diadakan oleh
7
organisasi lainnya. Demikian halnya pada siswa SMA, keterlibatan dalam organisasi di sekolah, seperti menjadi panitia di ajang suatu kegiatan akan memberi pengalaman menakjubkan dan pelajaran berharga untuk masa depan (Prisna, 2010). Prisna menyebutkan bahwa berorganisasi sewaktu remaja penting karena hal tersebut merupakan kesempatan untuk belajar mandiri, bertanggung jawab. Hal ini menjadi poin penting kematangan karir, karena mandiri dan bertanggung jawab merupakan komponen dari aspek kematangan karir (dalam Indriyana dan Salam, 2013). Pengertian organisasi kegiatan SMA tidak jauh berbeda dengan pengertian organisasi pada umumnya. Menurut Launa (dalam Leny dan Suyasa, 2006) organisasi kemahasiswaan kampus merupakan suatu wadah yang bergerak di bidang kemahasiswaan, yang didalamnya dilengkapi dengan perangkat teknis yang jelas dan terencana seperti struktur, mekanisme, fungsi, prosedur, program kerja, dan elemen lainnya yang berfungsi mengerahkan seluruh potensi yang ada dalam organisasi tersebut pada tujuan atau cita-cita akhir yang ingin dicapainya. Dapat disimpulkan bahwa Organisasi Kegiatan SMA adalah organisasi di sekolah yang bergerak di bidang kesiswaan, yang didalamnya dilengkapi dengan perangkat teknis yang jelas dan terencana seperti struktur, mekanisme, fungsi, prosedur, program kerja guna mencapai tujuan tertentu. Mengikuti Organisasi Siswa Intra Sekolah (selanjutnya disebut OSIS) membantu membentuk pribadi pada masing-masing anggotanya, membekali siswa untuk berusaha memahami sikap demokratis, dan memberi pengalaman
8
bagi siswa mengenai mekanisme kerja organisasi (dalam Kurniawati dan Roesminingsih. 2014). Terdapat banyak organisasi di SMA Negeri 3 Surakarta salah satunya adalah OSIS, berfungsi menjadi perwakilan siswa, oleh karena itu pengurus terdiri dari para siswa yang dipilih dari semua siswa atas dasar kemampuan dalam memimpin. Kegiatannya pun rutin sepanjang tahun tanpa henti dengan kepengurusan seluruh anggota OSIS. Hal ini menunjukkan bahwa OSIS adalah organisasi inti dan wadah dari seluruh organisasi. Seturut dengan asumsi Kurniawati dan Roesminingsih (2014) OSIS dihadapan seluruh siswa adalah sebagai organisasi motor penggerak dan fasilitator kegiatan siswa secara keseluruhan, OSIS secara mandiri menyelenggarakan setiap kegiatan di sekolah dan sebagai daya tampung aspirasi semua siswa. Hasil wawancara peneliti dengan salah seorang anggota OSIS menunjukkan bahwa anggota OSIS SMA Negeri 3 Surakarta terdiri dari anggota aktif 16 subsie. Menurut tahapan perkembangan karir dari Super yang telah diuraikan di atas, siswa kelas XI SMA berada pada fase eksplorasi. Pada fase tersebut remaja seharusnya dapat merencanakan pemilihan jurusannya dari alternatif jurusan yang menjadi minatnya. Berdasarkan survey pra penelitian, beberapa siswa SMA kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta yang mengikuti organisasi dan siswa non subsie (tidak mengikuti organisasi apapun), mengakui bahwa mereka belum dapat menentukan jurusan kuliah yang nantinya akan berhubungan dengan karir mereka. Mereka pun belum memiliki gambaran mengenai hal-hal yang akan dipelajari di jurusan kuliah yang diinginkan. Hal
9
tersebut dapat menjadi pemicu bahwa proses kematangan karir seharusnya dikembangkan mulai dari SMA. Mereka juga menyebutkan bahwa karir yang diinginkan saat duduk di bangku Sekolah Dasar (usia berkisar antara 7 sampai 12 tahun) mulai berubah saat duduk di bangku SMA (usia berkisar antara 16 sampai 18 tahun). Perubahan tersebut belum disertai dengan kemantapan rencana karir dan mereka juga belum memiliki gambaran akan karir yang diinginkan. Sesuai dengan teori Santrock (2003), menjelaskan adanya perubahan keinginan karir pada masa anak-anak di usia remaja, dan sesuai teori Super yang telah dipaparkan diatas dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa perkembangan karir terjadi pada siswa siswi SMA yang ditandai dari timbulnya perubahan keinginan karir atau cita-cita, namun belum disertai keputusan yang mengikat yaitu keputusan memilih jurusan kuliah yang pada akhirnya
akan
menjadi
karirnya.
Perubahan
kejuruan
pada
remaja
menggambarkan proses tahapan karir pada periode tertentu melalui sebuah siklus perkembangan karir (Brown, 2002). Perkembangan karir akan berjalan sepanjang kontinum tahapan karir mulai dari awal hingga fase kemunduran (Dhillon dan Kaur, 2005). Kontinum yang dijalankan oleh individu dengan berbagai kegiatan tersebut dikenal dengan kematangan karir. Kematangan karir pada remaja SMA dapat diperlihatkan dengan adanya kemampuan siswa memiliki pilihan jurusan yang sudah ditentukan, terlibat dengan berbagai kegiatan untuk melakukan eksplorasi, memiliki pengetahuan akan alternatif pilihan jurusan yang menjadi minatnya, dan memiliki pengetahuan akan dunia
10
kerja (Lal, 2014). Oleh karena itu diperlukan persiapan-persiapan selama duduk di bangku SMA supaya jurusan yang dipilih oleh siswa siswi tepat sasaran dan sesuai keinginan karirnya. Ada pula siswa yang masih memiliki keaktifan rendah, sehingga cenderung lebih sulit untuk membangun mentalitas kesiapan kerja. Sejalan yang telah dikemukakan oleh Supardi dan Anwar (dalam Khadavi dan Kelly, 2011), bahwa individu yang tidak dapat menunjukkan sikap organisasi yang baik, akan sulit berkomunikasi dan mengaktualisasikan diri terhadap kondisi lingkungan. Hal tersebut menunjukkan tidak sedikit siswa yang menyatakan ketidaksediaannya untuk berperan aktif dalam organisasi, dengan kata lain siswa tersebut tidak mengikuti organisasi selanjutnya disebut siswa non subsie di SMA Negeri 3 Surakarta. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap individu memiliki kematangan karir yang berbeda-beda. Berdasarkan teori yang diajukan oleh Super diartikan bahwa kematangan karir merupakan keberhasilan individu untuk menjalankan tugas perkembangan karir sesuai dengan tahap perkembangan yang sedang dijalani,
meliputi
pengembangan
potensi
sesuai
minat,
pembuatan
perencanaan, pengumpulan informasi mengenai pekerjaan, dan pengambilan keputusan karir yang tepat berdasarkan pengalaman berorganisasi dan pemahaman mengenai karir yang dipilih. Peneliti menemukan ada beberapa siswa SMA Negeri 3 Surakarta yang mengikuti OSIS namun belum menemukan pilihan karirnya, walaupun demikian mereka mempertahankan keikutsertaan dalam anggota OSIS walaupun belum sejalan dengan cita-
11
citanya. Hal tersebut dikarenakan, mereka memandang bahwa dirinya mampu dan berkompeten untuk melanjutkan kuliah. Dapat dikatakan, ada hal-hal yang mempengaruhi kematangan karir yang berasal dari dalam dirinya sendiri, adapun faktor penting tersebut adalah self-esteem (Gottfredson dalam Levinson dkk, 1998). Self-esteem dapat diartikan sebagai evaluasi seseorang mengenai dirinya sendiri, sejauh mana mereka memandang bahwa dirinya baik, berkompeten, dan pantas akan suatu hal (Aronson, 2007). Hasil penelitian Amy Pravitasari (2014) mengenai hubungan self-esteem dan kematangan karir siswa kelas XI bahwa diperoleh hubungan
yang positif dan signifikan antara self-
esteem dengan kematangan karir. Berdasarkan fenomena yang ada dan telah diuraikan di atas, apabila aspek pada kematangan karir tidak terpenuhi oleh seorang individu namun individu dapat memperoleh gambaran karirnya sehingga sudah memiliki rencana kerja kedepan dan juga memiliki skor kematangan karir yang tinggi, hal ini menarik untuk diteliti. Lebih lanjut yang menarik untuk penulis teliti adalah terpenuhinya semua aspek kematangan karir yang ditunjukkan siswa dengan aktif berorganisasi. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap siswa kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta untuk mengetahui perbedaan kematangan karir pada siswa aktif berorganisasi yaitu anggota OSIS dan siswa yang tidak mengikuti organisasi atau disebut siswa non subsie ditinjau dari self-esteem tiap-tiap individu.
12
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut. 1. Apakah ada perbedaan kematangan karir pada siswa kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta yang mengikuti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan tidak mengikuti organisasi? 2. Apakah ada perbedaan kematangan karir pada siswa kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta yang mengikuti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan tidak mengikuti organisasi ditinjau dari self-esteem? 3. Apakah ada perbedaan self-esteem pada siswa kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta yang mengikuti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan tidak mengikuti organisasi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Hasil akhir yang ingin dicapai penulis dalam penelitian yang dilakukan, yaitu: a. Mengetahui perbedaan kematangan karir pada siswa yang mengikuti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan tidak mengikuti organisasi. b. Mengetahui perbedaan kematangan karir pada siswa yang mengikuti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan tidak mengikuti organisasi ditinjau dari self esteem.
13
c. Mengetahui perbedaan self esteem pada siswa yang mengikuti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan tidak mengikuti organisasi.
2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis 1) Memberikan kontribusi keilmuan yang bermanfaat dalam dunia psikologi mengenai kematangan karir pada siswa yang ikut organisasi dan tidak ikut organisasi yang ditinjau dari self esteem. 2) Menjadi bahan pembanding, pertimbangan, dan pengembangan bagi peneliti di masa yang akan datang di bidang dan permasalahan yang sejenis atau bersangkutan. b. Manfaat praktis 1) Bagi Guru a) Dapat memberikan semangat guru sebagai pembimbing siswa untuk selalu kritis dalam menemui masalah-masalah dalam pencapaian karir yang matang melalui kegiatan di sekolah. b) Dapat memberikan pengarahan kepada siswa siswa yang ikut dan tidak ikut organisasi dalam pencapaian jurusan kuliah. 2) Bagi Siswa a) Melalui penelitian ini dapat membantu siswa mengukur persiapan dan perencanaan dalam pencapaian jurusan kuliah.
14
b) Melalui penelitian ini dapat membantu siswa mengetahui tinggi rendahnya self esteem mereka dan diharapkan mampu tergugah untuk mematangkan karirnya. 3) Bagi Sekolah Terlaksananya penelitian ini menjadi pemicu seluruh personel sekolah dalam mengarahkan siswa kepada jurusan kuliah yang sesuai dengan kapasitas individu sehingga memperoleh lulusan yang berkualitas dan berguna untuk Negara Indonesia. 4) Bagi para peneliti Mendapatkan bekal tambahan bagi mahasiswa dan calon sarjana psikologi sehingga siap melaksanakan tugas di lapangan.