I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kondisi kebersihan gigi dan mulut merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya karies gigi (Suwelo, 2005). Kebersihan rongga mulut dapat dilihat berdasarkan ada atau tidaknya deposit organik, materia alba, plak gigi, pelikel, sisa makanan dan kalkulus (Eley dan Manson, 2004). Anak usia 10-12 tahun berada pada periode gigi bercampur dimana gigi desidui dan gigi permanen secara bersama-sama terdapat di dalam rongga mulut (McDonald dan Avery, 2000). Usia ini anak bersikap kooperatif yaitu, anak mengalami peningkatan kemampuan dalam berinteraksi yang akan memudahkan dalam berkomunikasi dan mengalami peningkatan kemampuan untuk belajar dan menerapkan keterampilan, serta kemampuan interpretatif untuk mengenali penyebab dan pengaruh dari suatu masalah (Rooney dkk., 2010). Umumnya kebersihan gigi dan mulut anak-anak lebih buruk dibandingkan orang dewasa. Anak-anak lebih sering mengkonsumsi makanan dan minuman yang banyak mengandung gula dan karbohidrat, tetapi jarang membersihkannya setelah makan atau minum sehingga dapat menyebabkan karies gigi (Nurhidayat dkk., 2012). Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan kondisi rongga mulut dimana komposisi bakteri berubah sesuai dengan perubahan lingkungannya. Apabila terdapat karies, bakteri Streptococcus mutans dan Lactobacilli yang awalnya bakteri flora normal rongga mulut menjadi bakteri patogen (Brooks dkk., 2001).
1
2
Plak merupakan lapisan tipis, tidak berwarna, mengandung bakteri, melekat pada permukaan gigi dan selalu terbentuk di dalam mulut (Hamsar, 2006). Setiap 1 mg plak dalam keadaan basah mengandung kurang lebih 1011 bakteri. Sekitar 70%-80% dari plak adalah mikrobial dan sisanya matriks ekstraseluler, sekitar 20% matriks ekstraseluler dari massa plak yang terdiri dari bahan organik dan anorganik yang berasal dari saliva, cairan sulkus gingiva dan produk bakteri (Eley dan Manson, 2004). Pembentukan plak pada permukaan gigi ditandai dengan peningkatan jumlah bakteri perintis yang menjadi flora yang lebih kompleks (McDonald dan Avery, 2000). Plak berperan penting dalam menyebabkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Akumulasi plak pada rongga mulut akan menyebabkan inflamasi yang menyerang jaringan lunak dan jaringan pendukung gigi yang disebabkan adanya mikroorganisme (Putri dkk., 2014). Pencegahan pembentukan plak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara mekanis dan kimiawi. Pencegahan secara mekanis dapat dilakukan menggunakan sikat gigi dan dental floss, sedangkan secara kimiawi menggunakan pasta gigi dan obat kumur (Eley dan Manson, 2004). Kontrol plak secara mekanis mempunyai
kelemahan,
karena
sangat
tergantung
dari
individu
yang
melakukannya, terutama dibagian interproksimal (Vahabi dkk., 2011). Kontrol plak secara kimiawi berkumur dengan bahan antibakteri mulai digunakan sebagai penunjang kontrol plak secara mekanis (Vahabi dkk., 2011). Pemanfaatan herbal semakin meningkat seiring dengan adanya slogan ‘back to nature (kembali ke alam)’. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menguji efektivitas obat-obatan herbal tradisional bagi kesehatan manusia termasuk sifat
3
antibakteri tumbuhan tertentu (Anonim, 2013). Keuntungan penggunaan obat tradisional adalah mudah diperoleh, lebih aman digunakan dalam jangka waktu panjang, efek samping yang ditimbulkan sangat kecil dan bahkan beberapa jenis tanaman tertentu tidak menimbulkan efek samping sama sekali. Menurut Solikin (2007) baru sekitar 11% tanaman di Indonesia diketahui manfaatnya, sehingga masih banyak jenis tanaman yang belum diketahui potensi kegunaannya hingga saat ini. Salah satu tanaman yang perlu digali potensi kegunaannya adalah kentang (Solanum tuberosum L.) Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman famili Solanacea, memiliki umbi yang dapat dikonsumsi dan sumber utama energi karena memiliki kandungan karbohidrat dan protein yang tinggi (Samadi, 2007). Di Indonesia kentang menjadi salah satu tanaman holtikultura yang dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi bagi para petani (Ulfa, 2013). Berdasarkan warna kulit dan umbinya, kentang memiliki tiga golongan yaitu kentang merah, kentang putih dan kentang kuning. Salah satu varietas kentang kuning adalah Granola, varietas ini merupakan varietas yang umum ditanam di Indonesia (Gustianty, 2008; Laily, 2010). Pemanfaatan kentang di Indonesia pada umumnya digunakan sebagai campuran dalam masakan dan diolah menjadi berbagai produk diantaranya mashed potato, keripik, kentang goreng, kentang rebus dan tepung. Pemanfaatan tersebut menghasilkan produk samping yang banyak dibuang yaitu bagian kulit kentang, karena dianggap tidak berguna lagi (Pannu dkk., 2014; Ruimassa dkk., 2003).
4
Apabila kulit kentang tidak dimanfaatkan secara optimal, maka kulit kentang dapat menimbulkan permasalahan dalam hal pembuangan maupun dampaknya terhadap sanitasi lingkungan. Pemanfaatan kulit kentang tidak hanya memberikan kesempatan untuk mengurangi masalah sanitasi lingkungan, tetapi juga memberikan keuntungan secara ekonomi maupun kesehatan (Al-Weshahy dan Rao, 2009). Beberapa penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa kulit kentang merupakan sumber serat makanan, kentang yang dikonsumsi bersama kulitnya akan meningkatkan masukan serat kasar bagi tubuh (Anggrahini dkk., 2000; Pannu dkk., 2014). Menurut Amanpour dkk., (2015) kulit kentang memiliki kandungan flavonoid, polifenol, quarcetin, antosianin dan katekin yang mempunyai aktivitas antibakteri. Zat aktif tersebut bekerja dengan merusak struktur dinding sel bakteri dan menghambat kerja enzim di dalam sel, sehingga metabolisme terganggu dan sel bakteri menjadi mati. Penelitian Pannu dkk., (2014) menunjukkan bahwa ekstrak daging kentang konsentrasi 5% sangat kuat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dengan zona hambat sebesar 21mm. Menurut Davis dan Stout (1971) sit. Salman dkk., (2014) daya antibakteri berdasarkan diameter zona hambat terbagi menjadi: sangat kuat (zona hambat lebih dari 20mm), kuat (zona hambat 10-20mm), sedang (zona hambat 5-10mm) dan lemah (zona hambat kurang dari 5mm). Ekstrak merupakan sedian pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian sebagian besar atau seluruh pelarutnya diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diolah sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
5
ditetapkan (Depkes RI, 1995). Hasil uji laboratorium ekstrak kulit kentang di LPPT UGM didapatkan total flavonoid ekstrak kulit kentang sebesar 29,47%.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan pemikiran di atas, maka timbul permasalahan: Bagaimana pengaruh berkumur larutan ekstrak kulit kentang (Solanum tuberosum L.) konsentrasi 5% terhadap akumulasi plak gigi pada anak usia 10-12 tahun? C. Keaslian Penelitian Pannu dkk., (2014) melakukan penelitian tentang aktivitas antibakteri dari ekstrak etanolik daging kentang konsentrasi 5% secara in vitro terhadap beberapa jenis bakteri gram positif, gram negatif dan jamur, salah satu bakteri yang diuji ialah Streptococcus mutans. Amanpour dkk., (2015) meneliti tentang aktivitas antibakteri dari ekstrak etanolik kulit kentang secara in vitro terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa. Sagita (2015) melakukan penelitian secara in vitro tentang pengaruh esktrak kulit kentang konsentrasi 5%, 10% dan 20% terhadap adhesi bakteri Streptococcus mutans. Sejauh sepengetahuan peneliti, penelitian mengenai pengaruh berkumur larutan ekstrak kulit kentang (Solanum tuberosum L.) konsentrasi 5% terhadap akumulasi plak gigi pada anak usia 10-12 tahun belum pernah dilakukan.
6
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berkumur larutan ekstrak kulit kentang (Solanum tuberosum L.) konsetrasi 5% terhadap akumulasi plak gigi pada anak usia 10-12 tahun. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1.
Bagi Pengetahuan : Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan ilmu pengetahuan dalam ilmu kedokteran gigi anak, khususnya memberikan informasi mengenai pengaruh berkumur larutan ekstrak kulit kentang (Solanum tuberosum L.) konsentrasi 5% terhadap akumulasi plak gigi.
2.
Bagi Masyarakat : Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai alternatif pencegahan akumulasi plak gigi pada anak usia 10-12 tahun dengan cara berkumur larutan ekstrak kulit kentang (Solanum tuberosum L.) konsentrasi 5%.