Mekanisme terbentuknya plak dan kalkulus Faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan plak adalah oral hygiene dan faktor-faktor pejamu seperti diet dan komposisi serta laju aliran saliva. Penumpukan plak lebih sering terjadi pada fraktur, pit dan fisur permukaan gigi, di bawah restorasi yang overhanging dan di sekitar gigi yang erupsinya tidak teratur (crowding) dan daerah interproksimal gigi. Proses pembentukan plak
1. Tahap pembentukan pelikel gigi
Pembentukan pelikel gigi pada permukaan gigi merupakan fase awal dari pembentukan plak. Beberapa saat setelah pembersihan gigi terbentuk lapisan tipis dari protein saliva, sebagian besar glikoprotein, disimpan pada permukaan gigi (baik itu pada restorasi dan gigi tiruan). Lapisan ini, disebut pelikel saliva didapat, yang tipis (0,5 μm), lembut, tidak berwarna dan transparan. Melekat pada permukaan gigi dan dapat dihilangkan hanya dengan gesekan ringan. Terdapat elektrostatik antara hidroksiapatit dan komponen saliva seperti glikoprotein. Pada awal pembentukan pelikel masih terbebas dari bakteri. Permukaan gigi atau restorasi atau gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL) akan dibalut oleh pelikel glikoprotein yang berasal dari saliva dan cairan sulkular, begitu juga dari produk sel bakteri dan pejamu dan debris. Pelikel berfungsi sebagai barier protektif yang akan bertindak sebagai pelumas permukaan dan mencegah desikasi (pengeringan) jaringan. Pelikel juga membatasi difusi dari produk asam dari hasil pemecahan glukosa. Pelikel ini juga mampu mengikat ion organik yang lain seperti fluoride yang dapat meningkatkan remineralisasi. Pelikel juga mengandung antibakteri antara lain Ig G, Ig A, Ig M, komplemen dan lisosim. Pelikel gigi terbentuk pada permukaan yang juga menyediakan substrat yang mendukung akumulasi bakteri pada bentukan plak. 2. Kolonisasi awal pada permukaan gigi Setelah gigi dilapisi oleh pelikel, permukaan gigi akan ditempeli oleh bakteri. Bakteri yang pertama mendominasi adalah bakteri fakultatif gram-positif seperti Actinomyces viscosus dan Streptococcus sanguis. Perlekatan bakteri pada pelikel dibantu oleh adhesin, yaitu molekul spesifik yang berada pada permukaan bakteri. Adhesion akan berinteraksi dengan reseptor pada pelikel gigi. Massa plak kemudian akan mengalami pematangan bersamaan dengan pertumbuhan bakteri yang telah melekat, maupun kolonisasi dan pertumbuhan spesies lainnya. Kemudian terjadi perubahan ekologis pada biofilm, yaitu peralihan dari lingkungan yang awalnya aerob dengan spesies bakteri fakultatif gram-positif menjadi lingkungan yang miskin oksigen dimana mikroorganisme anaerob gram-negatif yang dominan. 3. Kolonisasi sekunder Kolonisasi sekunder ini memasukkan plak pada bagian belakang bentukan dari plak utama dan mengambil keuntungan dari perubahan lingkungan yang terjadi sebagai hasil dari pertumbuhan dan metabolisme plak utama. Pertama-tama, pda proses ini, terdapat sisa ruang intersisial dibentuk oleh interaksi bakteri dengan gram negatif kokus seperti jenis Neisseria dan Veilonella. Kedua, setelah 4-7 hari sebagai tanda pembentukan plak yaitu adanya inflamasi gingiva yang terus berkembang. Selama proses ini kondisi lingkungan akan berubah secara bertahap sehingga menyebabkan perubahan selektif yang lebih jauh. Hal ini termasuk pembukaan sulkus gingiva yang merupakan bagian dari pertumbuhan bakteri yang lebih dalam ditandai dengan aliran cairan dari sulkus gingiva. Ini merupakan hasil penyediaan nutrisi dari serum yang lebih dalam. Hal ini memungkinkan bakteri lain yang memilki kebutuhan metabolisme berbeda untuk masuk kedalam plak dan ini termasuk gram negatif rods seperti jenis Prevotella, Porphyromonas, Capnocytophaga, Fusobacterium dan Bacteroides. Setelah 7-14 hari kompleksibilitas dari plak semakin meningkat lebih jauh dengan adanya gambaranbakteri motil seperti Spirocaeta dan vibros. Interaksi bakteri yang lebih jauh mengakibatkan perbedaan jumlah dan jenisnya. Interaksi yang menimbulkan perlekatan bakteri pengkoloni sekunder ke bakteri pengkoloni awal dinamakan koagregasi. Pada stadium akhir pembentukan plak, yang dominan adalah koagregasi diantara spesies gram-negatif, misalnya koagregasi Fusobacterium nucleatum dengan Porphyromonas gingivalis.
Terjadi kolonisasi sekunder dimana mikroorganisme semakin bervariasi dan membentuk sebuah ekosistem biofilm. Terjadi perlekatan yang lebih kompleks antara bakteri satu dengan bakteri yang lain. Perlekatan berupa interaksi stereokemikal yang sangat spesifik dari molekul-molekul protein dan karbohidrat yang berada pada pada permukaan sel bakteri dan interaksi yang kurang spesifik yang berasal dari tekanan hidrofobik, elektrostatis dan Van Der Waals. 4. Maturasi plak Dalam waktu 2 minggu plak menjadi matur. Plak yang matur merupakan kumpulan yang penuh dengan segudang jenis bakteri indigenous dan ini membuat kesulitan jenis bakteri exogenous untuk berkolonisasi.
1. a. b. c. 2.
Pembentukan Kalkulus Kalkulus adalah masaa terkalsifikasi yang terbentuk dan menempel pada permukaan gigi dan jaringan keras lain seperti restorasi dan gigi tiruan yang tidak dapat hilang dengan menyikat gigi saja. Kalsulus adalah plak yang terkalsifikasi. Adapun teori yang berkaitan dengan mineralisasi kalkulus, yaitu sbb. Pengendapan mineral disebabkan peningkatan derajat kejenuhan iom-ion kalsium dan fosfat secara local, dengan cara sbb. Peningkatan pH saliva menyebabkan pengendapan kalsium fosfat dengan jalan menurunkan konstanta pengendapan. pH bias meningkat akibat hilangnya CO2 dan oleh pembentukan ammonia oleh bakteri plak dental atau oleh degradasi protein sewaktu stagnasi. Protein koloid dalam saliva mengikat ion-ion kalsium dan fosfat dan mempertahankan larutan yang sudah jenuh terutama dengan garam-garam kalsium fosfat. Fosfatase yang dilepas plak gigi, sel-sel epitel yang deskuamasi atau bakteri mengendapkan kalsium fosfat dengan jalan menghidrolisis fosfat organic dalam saliva yang akan meningkatkan konsentrasi ion-ion fosfat bebas. Agen benih (seeding agent) menginduksi fokus lokal kecil terkalsifikasi, yang kemudian akan membesar dan menyatu membentuk massa terkalsifikasi. Bakteri pada Gingiva Pembentukan komunitas biofilm dimulai dengan interaksi bakteri dengan gigi, yang kemudian dilanjutkan oleh interaksi fisik dan fisiologis antara berbagai spesies yang ada dalam massa microbial. Bakteri yang ada dalam biofilm plak sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang diperantarai oleh pejamu. Kesehatan periodonsium merupakan suatu keseimbangan, dimana populasi bakteri bedampingan dengan pejamu tanpa menimbulkan kerusakan yang tidak terperbaiki oleh bakteri maupun jaringan pejamu. Terganggunya keseimbangan tersebut akan mengakibatkan gangguan pada pejamu maupun bakteri biofilm dengan akibat terjadinya kerusakan terutama pada jaringan ikat periodonsium. Pada periodonsium sehat, bakteri yang mendominasi adalah spesies bakteri gram-positif yaitu anggota genus Streptococcus spp. dan Actinomyces spp., beberapa spesies gram-negatif yaitu Prevotella intermedia, Fusobacterium nucleatum serta spesies Capnocytophaga, Neisseria dan Veillonella, juga sedikit spiroketa dan bakteri batang motil lainnya. Pada periodonsium yang telah mengalami peradangan, bakteri yang dominan adalah bakteri Prevotella intermedia disertai S. sanguis, S. mitis, A. viscosus, A. naeslundii, Fusobacterium nucleatum, Veillonella parvula dan spesies Haemophilus dan Camphylobacter. Peran Saliva
Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang melapisi seluruh jaringan rongga mulut. Menurunnya pH air ludah (kapasitas dapar / asam) dan jumlah air ludah yang kurang menunjukkan adanya resiko terjadinya karies yang tinggi. Dan meningkatnya pH air ludah (basa) akan mengakibatkan pembentukan karang gigi. Saliva diproduksi secara berkala dan susunannya sangat tergantung pada umur, jenis kelamin, makanan saat itu, intensitas dan lamanya rangsangan, kondisi biologis, penyakit tertentu dan obat-obatan. Manusia memproduksi sebanyak 1000-1500 cc air ludah dalam 24 jam, yang umumnya terdiri dari 99,5% air dan 0,5 % lagi terdiri dari garam-garam , zat organik dan zat anorganik. Unsur-unsur organik yang menyusun saliva antara lain : protein, lipida, glukosa, asam amino, amoniak, vitamin, asam lemak. Unsur-unsur anorganik yang menyusun saliva antara lain : Sodium, Kalsium, Magnesium, Bikarbonat, Khloride, Rodanida dan Thiocynate (CNS) , Fosfat, Potassium. Yang memiliki konsentrasi paling tinggi dalam saliva adalah kalsium dan Natrium.
patogenesis gingivitis dan periodontitis 1. MEKANISME PERTAHANAN GINGIVA 1.1. Deskumasi Epitel dan Keratinisasi Secara kontiniu pada epitel berlangsung proses pembaharuan epitel, yang dimulai dari daerah basal menuju ke permukaan luar. Proses ini diikuti oleh deskuamasi epitel yang paling superfisial. Di samping itu, dengan proses keratinisasi terjadi pembentukan lapisan keratin atau parakeratin pada lapisan superfisial dari epitel gingiva. Deskuamasi epitel dalam rangka pembaharuan sel dan pembentukan keratin tersebut merupakan mekanisme pertahanan gingiva yang paling sederhana. 1.2. Cairan Sulkular Keberadaan cairan sulkular atau cairan sulkus gingiva sebenarnya masih dipertanyakan, apakah suatu transudat yang secara kontiniu diproduksi, atau merupakan eksudat inflamasi. Komposisi cairan sulkular adalah : • Elemen seluler : bakteri, sel epitel deskuamasi, limfosit (leukosit polimorfonuklear/LPN, limfosit dan monosit ) • Elektrolit : kalium, natrium, dan kalsium • Bahan organik : karbohidrat dan protein • Produk metabolik dan produk bakterial : asam laktat, urea, hidroksiprolin, endotoksin, substansi sitotoksik, hidrogen sulfida, dan faktor antibakterial. • Enzim : β glukuronidase, yang merupakan enzim lisosomal;dehidrogenase asam laktat yang merupakan enzim sitoplasmik; kolagenase, yang bisa diproduksi oleh fibroblas atau LPN, atau diekskresi oleh bakteri; posfolipas, suatu enzim lisosomal tetapi yang bisa juga diproduksi oleh bakteri.
Peranan cairan sulkus sebagai mekanisme pertahanan ada 3 yaitu : 1. Aksi membilas 2. Kandungan sel protektif 3. Memproduksi enzim 1.3. Leukosit pada Daerah Dentogingival Leukosit dijumpai dalam sulkus gingiva yang secara klinis sehat, meskipun dalam jumlah yang sedikit. Leukosit tersebut berada ekstravaskular di jaringan dekat ke dasar sulkus. Komposisi leukosit pada sulkus gingiva yang sehat adalah : • 91,2 % LPN • 8,5-8,8 % sel mononukleus : terdiri dari 58 % limfosit B, 24 % limfosit T, dan 18 % fagosit mononukleus Leukosit yang dijumpai dalam keadaan hidup dan memiliki kemampuan memfagositosa dan membunuh. Dengan demikian lekosit pada daerah dentogingival tersebut merupskan mekanisme protektif utama melawan serangan plak ke sulkus gingiva. 1.4. Saliva Sekresi saliva bersifat protektif karena jaringan mulut dalam keadaan yang fisiologis. Pengaruh saliva terhadap plak adalah : • Aksi pembersihan mekanis terhadap permukaan oral • Menjadi buffer bagi asam yang diproduksi bakteri • Mengontrol aktivitas bakterial Faktor – faktor antibakterial Saliva mengandung berbagai bahan anorganik dan organic. Bahan – bahan organicnya meliputi ; ion, gas, bikarbonat, natrium, kalium, posfat, kalsium, fluor, ammonia, dan karbondioksida. Kandungan organiknya antara lain adalah lisosim, laktoferin, mieloperoksidase, laktoperoksidase, aglutinin ( seperti glikoprotein, mucin, β2-makroglobulin, fibronektin ) dan antibody. Antibodi saliva Saliva mengandung banyak antibody, terutama immunoglobulin A. antibody saliva disintesis secara local terbukti dari tidak bereaksinya antibody saliva terhadap strein bakteri yang khas pada usus. Banyak bakteri yang terdapat dalam saliva yang dibalut oleh IgA, dan deposit bacterial pada permukaan gigi mengandung IgA dan IgG. Diduga Ig yang ada pada saliva parotis dapat menghambat perlekatan spesies Streptococcus ke sel-sel epitel. Beberapa peneliti melaporkan adanya peningkatan konsentrasi enzim saliva pada waktu berjangkitnya penyakit periodontal. Enzim dimaksud adalah hialuronidase, lipase, β-gluronidase, kondroitin sulfatase, dekarboksilase asam amino, katalase, peroksidase, dan kolagenase.Enzim proteolitik yang ada dalam saliva dihasilkan oleh pejamu maupun bakteri. Enzim-enzim tersebut berperan dalam memulai dan berkembangnya penyakit periodontal. Untuk melawan enzim tersebut, saliva mengandung : o Antiprotease yang mengahambat protease sistein seperti katepsin o Antileukoprotease yang mengahambat elastase Lekosit Kandungan lekosit saliva yang terutama adalah lekosit morfonukleus dengan jumlah yang
bervariasi antar individu, antar waktu dalam sehari, dan meningkat dalam gingivitis. Lekosit mencapai rongga mulut dengan jalan migrasi menembus sulkus gingiva. Lekosit saliva yang hidup dinamakan orogranulosit, dan laju migrasi ke rongga mulut dinamakan laju migrasi orogranulosit 2. RESPON SEL INFLAMASI 2.1. Sel-sel yang terlibat Sel-sel yang terlibat ada 5 yaitu : 1. Sel Mast 2. Netrofil (Leukosit Polimorfonuklear) 3. Makrofag 4. Limfosit 5. Sel plasma 2.2. Respon Umum Sel Inflamasi Apabila terjadi serangan bakteri, sel-sel inflamasi akan merespon serangan tersebut dengan jalan migrasi khemotaksis dan berkumpul pada daerah tertentu dimana sel-sel tersebut akan memfagositosa bakteri dan komponen bacterial atau menyingkirkan jaringan yang telah rusak. Sebagian sel-sel tersebut seperti limfosit T dan B membelah diri dan bertambah jumlahnya dengan jalan blastogenesis. Sel-sel lain melepas produk vasoaktif, sedangkan sel-sel lain menghasilkan substansi seperti sel-sel plasma dan makrofag yang menyebabkan atau membantu lisis sel –sel pejamu yang lainnya atau destruksi tulang alveolar. 2.3. Respon Khas dari Sel Mast Sel mast akan mengalami degranulasi akibat reaksi hipersensitif tipe anafilaksis, yaitu bilamana antigen bereaksi dengan antibody imunoglobulin E (IgE). Pada waktu sel ini degranulasi maka granul sitoplasmiknya akan melepas histamin, slow-reacting substance of anaphylaxis (SRS-A), heparin, eosinofil chemotactic factor of anaphylaxis, dan bradikinin ke jaringan gingival. Dilepas pula interleukin yang efeknya meningkatkan aktivitas kolagenase, dan heparin (yang terkandung di granul lainnya) yang efeknya meningkatkan resorpsi tulang dengan jalan memperhebat efek hormon paratiroid. 2.4. Respon Khas dari Netrofil Neutrofil atau leukosit polimorfonuklear penting dalam pertahanan pejamu melawan cedera dan infeksi, dan juga berperan penting dalam penyakit periodontal. Sel ini melalui proses khemotaksis akan menuju daerah yang mengalami cedera atau infeksi lalu menelan (fagositosis) dan akhirnya mencerna dan membunuh mikroorganisme serta menetralisis substansi toksik lainnya. Selain bersifat protektif, neutrofil bisa pula menyebabkan kerusakan pada jaringan pejamu. Granulnya mengandung substansi yang dapat membunuh, mencerna dan menetralisir mikroorganisme dan atau produknya. Granulnya juga mengandung lisosim, hidrolase asam, mieloperoksidase, kolagenase I dan III, katepsin D, katepsin G, elastase, dan laktoferin. Bila neutrofil abnormal, misalnya cacat khemotaksis, defisiensi daya adhesinya, dan kurangnya granul tertentu dapat menyebabkan penyakit periodontal yang lebih parah. 2.5. Respon Khas dari Makrofag
Sel ini berdsifat fagositik, dan aktivitasnya diperhebat oleh reseptor permukaan terhadap bagian Fc dari imunoglobulin G. bersama-sama dengan limfosit T, makrofag akan memproses antigen bagi limfosit B. Pada lesi inflamasi, makrofag dibentuk dengan jalan diferensiai monosit yang diangkut oleh darah ke daerah lesi. Sel mononukleus tertarik ke sisi yang terinflamasi oleh limfokin (substansi yang dilepas oleh limfosit) ) dan (IFN-atau sekarang sering disebut sitokin, misalnya interferon- factor komplemen (misalnya C5a). makrofag juga mensekresikan IL-1, IL6, ), insulin-like growth (TNF-IL-8, IL-10, tumor necrosis factor- , dan factor-faktor stimulator, inhibitor dan, dan IFN-factor, IFN- pertumbuhan lainnya. Makrofag juga memproduksi prostaglandin, cyclic adenosine monophosphate (cAMP), dan kolagenase sebagai respon terhadap stimulasi dari endotoksin bakteri, kompleks imun, atau limfokin/interleukin. Kolagenase yang berasal dari makrofag diduga berperan penting dalm proses penghancuran kolagen pada periodonsium yang terinflamasi. 2.6. Respon Khas dari Limfosit Ada 3 tipe limfosit yaitu limfosit T atau sel T yang berasal dari timus dan berperan pada imunitas yang diperantai sel, limfosit B atau sel B yang berasal dari hati, limfa, dan sumsum tulang, merupakan precursor sel plasma dan berperan pada imunitas humoral, dan sel natural killer (sel NK) dan sel killer (sel K). sel T terdiri dari banyak subset diantaranya yaitu (1)sel-T, penolongpenginduksi (helper-inducer T cells), disingkat dengan sel T>, yang membantu respon seluler sel B berdiferensiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibody, dan (2)sel T supresor-sitotoksik (suppressor-cytotoxic T cells), disingkat dengan , yang menstimulasi aktivitas mikrobisidal selsel imunitas. Selsel T T> melepas IL-4 dandapat melepas IL-2 dan IFN-g, sedangkan sel T IL5. Sel B biasanya dikenali dari imunoglobulinpada permukaan selnya, yang biasanya berupa IgM atau IgD. Imunoglobulin permukaan ini bertindak sebagai reseptor bagi antigen. Sel NK ditandai dari tidak adanya reseptor dan imunoglobulin permukaan. Interaksi antara antigen dengan makrofag, yang dinamakan pemrosesan antigen, akan menyebabkan pengaktifan sel NK. 3. SISTEM KOMPLEMEN Sekuens aktivasi komplemen adalah rangkaian gerbong kereta dan mirip dengan system koagulasi darah. Setelah salah satu komponen dari system komplemen diikat oleh bagian fc dari antibodi dalam kompleks antigen-antibodi, komponen lain dari system dari komponen bereaksi dalam sekuens yang berurutan. Secara umum, setiap komplemen yang teraktivasi akan membelah komponen-komplemen berikutnya menjadi fragmen, sampai seluruh rangkaian terselesaikan 3.2. Aktivasi system komplemen jalur langsung Jalur klasik/langsung diaktifkan oleh reaksi antigen dengan antibodi(dulu dikenal sebagai polisakarida) seperti dekstran, dinding sel jamur dan ragi, beberapa virus, parasit, dan substansi lain yang merupakan activator memulai sekuens komplemen dengan jalan mengaktifkan secara langsung komponen ketiga dari komplemen (C3) tanpa memulai rangkaian dari komponen C1. jalur alternative dimulai dengan pembelahan C3 setelah konversi proaktivator C3. sekuens selanjutnya setelah aktivasi C3 adalah serupa sengan pada jalur klasik: C5, C6, C7, C8, dan C9. 3.3. Aktivasi sistem komplemen jalur alternative Antibodi IgG, IgA, IgE teragregasi, endotoksin, lipo-oligosakarida seperti dekstran, dinding sel jamur dan ragi, beberapa virus, parasit, dan substansi lainnya yang merupakan aktivator memulai sekuens komplemen dengan mengaktifkan secara langsung komponen ketiga dari komplemen
(C3) tanpa memulai rangkaian dari komponen C1. Jalur alternatif dimulai dengan pembelahan C3 setelah konversi proaktivator C3. Sekuens selanjutnya setelah aktivasi C3 adalah serupa dengan pada jalur klasik C5,C6,C7,C8,C9. 4. TIPE REAKSI IMUNITAS 1. Tipe I (anafilaksis) Pada reaksi anafilaksis antibody IgE melekat erat ke bagian Fc dari reseptor antibody yang terdapat pada sel mast dan leukosit basofilik. Antibody IgE pesensitisasi dinamakan antibody homositotropik karena mengikatkan diri pada sel pejamu tertentu, dalam hal ini sel mast dan leukosit basofilik. Reaksi anafilaksis terjadi apabila 2 antibody IgE yang melekat ke sel mast atau basofil bereaksi dengan antigen pesensitisasi melalui bagian Fab dari antibody. Reaksi antigen-antibodi menyebabkan dilepasnya substansi farmakologis aktif dari sel yang tersensitisasi. Substansi tersebut berpotensi menginduksi kerusakan jaringan pada penyakit periodontal. 2. Tipe II (reaksi sitotoksik) Pada rekasi tipe II antibody bereaksi secara langsung dengan antigen yang terikat erat ke sel. Antibody yang terlibat pada reaksi sitotoksik adalah IgG atau IgM. Disamping menyebabkan lisisnya sel, antibody sitotoksik bisa menyebabkan kerusakan jaringan dengan jalan meningkatkan sintesa dan pelepasan enzim lisosomal oleh leukosit polimorfonuklear yang telah dibalut antigen. Pada saat ini masih belum ada bukti mengenai pentingnya peranan reaksi sitotoksik pada gingivitis dan periodontitis. 3. Tipe III (reaksi kompleks imun/ arthus) Apabila antigen dalam level tinggi tidak disingkirkan, kompleks antigen-antibodi (IgG dan IgM) mengendap di dalam dan di sekeliling pembuluh darah halus dan dengan aktivasi komplemen yang berlangsung kemudian akan menyebabkan kerusakan jaringan pada daerah di mana terjadi reaksi. Perusakan jaringan adalah diakibatkan oleh pelepasan enzim lisosomal dari leukosit polimorfonuklear, aktivasi sel mast, aglutinasi platelet, pembentukan mikrotrombin, dan khemotaksis neutrofil. Reaksi tersebut dinamakan kompleks imun (immune complex) atau reaksi arthus (arthus reaction). Antigen bakteri pada gingival yang berasal dari gingival yang terinflamasi akan berkontak dengan cairan gingival/ sulkular yang mengandung antibody sehingga menimbulkan reaksi imun kompleks. Reaksi arthus buatan pada gingival monyet, menunjukan keadaan yang sama dengan yang terjadi pada manusia penderita periodontitis. Reaksi yang berulang-ulang akan menjurus ke pembentukan infiltrat inflamasi oleh makrofag, limfosit, dan sel-sel plasma yang kemudian diikuti oleh penghancuran kolagen dan resorpsi tulang osteoklastik. 4. Tipe IV (imunitas diperantai sel/ hipersensitivitas lambat) Imunitas diperantai sel/selular tidak melibatkan antibody, tetapi didasarkan pada interaksi antigen dengan permukaan limfosit T. Reaksi diperantai sel diduga melepas limfokin, sekarang disebut sitokin, seperti OAF (osteoclast activating factor) yang berperan mengaktifkan osteoklast. Imunitas diperantai sel yang diinduksi secara eksperimental pada monyet ditandai dengan penghancuran jaringan yang mencakup kehilangan tulang yang hebat, pengurangan jumlah fibroblas, dan degradasi kolagen. Diduga bahwa kehilangan tulang pada reaksi diperantai
sel adalah sebagai akibat langsung dari efek sel T atau aktivasi sel B yang meningkat. 5. SITOKIN 5.1. Pengertian Sitokin Sitokinin yaitu suatu seri protein dengan berat molekul rendah yang memperantarai interaksi kompleks antara limfosit, sel-sel inflamasi, dan elemen seluler lain di jaringan ikat serta membantu pengaturan dan perkembangan sel-sel efektor imunitas, komunikasi antar sel, dan mengarahkan fungsi efektor. 5.2. Sitokin IL-1 Terdiri dari IL-1α dan IL-1β. Merupakan sitokin pleotropik proinflamasi yang multifungsi. Aktivitas biologisnya memungkinkan bergeraknya sel-sel inflamasi ke sisi yang terinfeksi; meningkatkan resorpsi tulang; menstimulasi ke PGE2 yang dilepas monosit dan fibroblas; menstimulasi pelepasan metaloproteinase matriks yang mendegradasi protein matriks ekstraseluler; dan berpartisipasi dalam banyak aspek respon imun. IL-1 disekresi oleh monosit, makrofag, sel-B, fibroblas, netrofil, sel-sel epitel dan beberapa tipe sel lainnya yang distimulasi. Pada periodonsium tipe yang dominan adalah IL-1α yang diproduksi terutama oleh makrofag. 5.3. Sitokin IL-2 Interleukin yang terdiri atas IL-2α dan IL-2β ini pada mulanya diberi nama T-cell growth factor karena efeknya terhadap sel-T pengaktif mitogen atau antigen (sel-T dan sel TФ). IL-2 berperan pada respon imun, disamping menstimulasi aktivitas fungsional makrofag, memodulasi fungsi sel NK, dan menginduksi proliferasi sel NK. Sitokin ini disekresi oleh sel-T dan sel NK, dan meningkat jumlahnya pada peridontitis. 5.4. Sitokin IL-4 Dulunya disebut BCGF-1 karena mengaktifkan sel-B, dan kemungkinan mencakup MIF . IL-4 ini berperan dalam aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi sel-B; pertumbuhan sel-T; fungsi makrofag; pertumbuhan sel mast; dan intesa IgE. Interleukin ini disekresikan sel-T>, dan jumlahnya pada periodonsium meningkat pada periodonsium meningkat menjadi periodontitis. 5.5. Sitokin IL-6 Menstimulasi sel plasma memproduksi imunoglobulin,dan bersama-sama dengan IL-1 mrngaktifkan produksi sel-T>. Diduga IL-6 berperan dalam resopsi tulang. IL-6 disekresi oleh sel-T>, makrofag, monosit, fibroblas, dan sel-sel endotel. Level IL-6 meningkat pada sisi gingiva yang terinflamasi, lebih tinggi pada periodontitis dibandingkan dengan pada gingivitis, dan lebih tinggi pada cairan sulkular pasien periodontitis refraktori. 5.6. Sitokin IL-8 Interleukin ini khemotaksis bagi netrofil dan meningkatkan adhesi netrofil ke sel-sel endotel. Disamping itu, IL-8 secara selektif menstimulasi aktivitas meraloproteinase matriks dari netrofil, sehingga turut berperan dalam penghancuran kolagen pada lesi periodontitis. Jumlahnya meningkat pada lesi periodontitis, dan levelnya dalam cairan sulkular adalah lebih tinggi pada penderita periodontitis dibandingkan dengan individu dengan periodonsium sehat. IL-8 disekresi oleh monosit sebagai respon terhadap LOS, dan tumor necrosis factor alpha (TNF-
α). 5.7. Sitokinin IL-10 Interleukin ini menghambat kemampuan pengenal antigen dari monosit. IL-10 yang disekresi oleh sel-T> akan ditekan oleh sel-T>,IFN–γ yang diproduksi oleh sel NK dengan diinduksi oleh IL-2. 5.8. Internefron (IFN) Terdiri atas IFN-α) IFN-β, dan IFN- γ adalah glikoprotein yang diproduksi oleh lekosit, fibroblas, dan limfosit T. IFN menimbulkan aktivitas antivirus, meningkatkan aktifitas makrofag, aktivitas dari sel-T dan sel NK. IFN-γ berperan dalam resorpsi tulang dengan menghambat proliferasi dan diferensiasi progenitor osteoklas. 5.9. Tumor Necrosis Faktor (TNF) TNF atau tumor necrosis factor yang terdiri atas TNF-α dan TNF-βmenyebabkan nekrosis tumor tertentu. TNF-α diproduksi oleh makrofag setelah distimulasi oleh bakteri gram-negatif, termasuk lipopolisakarida (LPS). TNF-β yang dulu dikenal dengan nama lymphotoxin (LT) diproduksi oleh sel-T. TNF-α dan TNF-β berperan dalam aktivasi osteoklas dan menstimulasinya untuk menyebabkan resorpsi tulang. TNF-α juga membantu lekosit untuk mengadhesi ke sel-sel endotel dan meningkatkan kemampuan fagositosis dan khemotaksisnya. Perubahan tersebut, bersama-sama dengan efeknya terhadap makrofag menujurus ke angiogenesis yang diinduksi makrofag, diduga berperan dalam perubahan vascular yang terlihat pada penyakit periodontal. 5.10. Prostaglandin E2 (PGE2) PGE2 adalah eikosanoid vasoaktif yang diproduksi monosit dan fibroblast. Prostaglandi E2 menginduksi resorpsi tulang dan sekresi metalloproteinase matriks. Level PGE2 adalah mengikat pada jaringan maupun cairan sulkular pada keadaan periodonsium yang terinflamasi. 6. INTERAKSI PEJAMU-BAKTERI PADA PENYAKIT PERODONTAL Plak dalam jumlah sedikit dapat ditolerir oleh individu yang sehat tanpa menimbulkan penyakit gingiva ata penyakit periodontal, hal mana karena peranan dari mekanisme pertahanan pejamu (host). Apabila bakteri tertentu yang ada didalam plak meningkat jumlahnya secara signifikan dan memproduksi faktor virulensi yang melampaui daya ambang individu, maka keadaan yang tadinya sehat akan beralih menjadi sakit. Penyakit bias juga timbul sebagai akibat penurunan kemampuan pertahanan pejamu. Keterpaparan terhadap antigen bakteri pada daerah sulkus gingiva dan di dalam jaringan gingiva akan menginduksi respon pejamu secara sistemik maupun local. Pada gingivitis dan periodontitis, respon imunitas tersebut mempunyai fungsi protektif maupun destruktif. Mekanisme keterlibatan bakteri subgingiva dalam patogenesis penyakit periodontal adalah bervariasi. Periodontopatogen (bakteri yang pathogen terhadap periodonsium) memiliki sejumlah faktor yang memungkinkannya menghancurkan periodonsium secara langsung, atau secara tidak langsung dengan jalan memicu respon pejamu. 7. MEKANISME KETERLIBATAN BAKTERI PATOGENIK DALAM PATHOGENESIS PENYAKIT GINGIVAL DAN PERIODONTAL 7.1. Invasi
Sebelum ditemukannya elektron canggih, para pakar berpendapat bahwa bakteri tidak invasi secara aktif ke jaringan periodonsium. Namun dengan pemeriksaan mikroskop yang canggih, diketahui bahwa bakteri bisa invasi ke antara sel-sel epitel penyatu dan dinding epitel dari saku, dan diantara jaringan ikat. Actinobacilus actinomycetem comitans dapat melewati sel-sel epitel dan masuk ke jaringan ikat di bawahnya, sedangkan porphyromonas gingivalis dapat invasi ke antara sel-sel epitel. 7.2. Memproduksi Eksotoksin Beberapa bakteri plak memproduksi eksotoksin. Actinobacilus actinomycetem comitans dan camphy lobacter rectus memproduksi eksotoksin yang diberi nama leukotoksin yang dapat membunuh neutrofil, sehingga mengganggu mekanisme pertahanan antibakterial yang primer. 7.3. Peranan Kandungannya Beberapa bahan yang terkandung dalam bakteri gram positif maupun gram negatif seperti endotoksin,komponen permukaan bakteri, dan komponen kapsular diduga berperan pada penyakit periodontal. Endotoksin adalah substansi yang sangat toksik yang mempengaruhi jaringan secara langsung atau dengan jalan mengaktifkan respon pejamu. Berperannya endotoksin dalam penyakit periodontal adalah dirasakan pada kemampuannya: - Menyebabkan leukopenia - Mengaktifkan faktor XII (Faktor Hageman), yang mengganggu koagulasi intra vaskular - Mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur alternatif - Memicu fenomena shwartzman yang terlokaliser yang menyebabkan nekrosis jaringan - Memiliki efek sitotoksik terhadap sel seperti fibroblas - Menginduksi resorpsi tulang Peptidoglikan yaitu komponen dinding sel yang terdapat pada bakteri gram positif maupun gram negatif dapat mempengaruhi bebrbagai respon pejamu, termasuk aktivasi komplemen, aktivitas immunosupresif, stimulasi sistem retikulo endothelial, dan sifat-sifat mempotensikan immunitas. Disamping itu, peptidoglikan mampu menstimulasi resorpsi tulang, dan menstimulasi makrofag untuk menghasilkan prostaglandin dan kolagenase. 7.4. Memproduksi Enzim Bakteri Plak memproduksi enzym yang turut berperan pada penyakit periodontal. Enzym tersebut antara lain: Kolagenase, Hyaluronidase, Gelatinase, Aminopeptidase, Phospolipase dan Phospatase basa dan asam. Kolagenase berperan dalam degradasi kolagen. Phospolipase berperan dalam perusakan jaringan superfisial periodonsium. Hyaluronidase mampu mengubah permeabilitas gingiva. 7.5 Menghindar dari Sistem Imunitas Host Beberapa faktor bakteri turut membantu dalam menghindari dari pertahanan pejamu. Faktorfaktor tersebut mempengaruhi respon immunitas seluler maupun humoral. Faktor bakterial yang berperan dalam menghindari dari pertahanan pejamu adalah : - Menghambat leukosit polimorfonukleus - Leukotoksin - Inhibitor Kemotaksis - Mengurangi fagositosis dan pembunuhan intraseluler - Mengubah fungsi limfosit
- Endotoksisitas - Degradasi IgA, IgG - Fibrinolisin - Dismutasi peroksidase - Katalase Plak subgingival dapat terbagi dalam beberapa karakteristik : a. Tooth – Associated subgingival plaque Bakteri pada plak melekat di permukaan gigi pada sulkus gingiva dan poket periodontal. Mikroorganisme yang dominan ditemukan adalah bakteri batang gram positif, seperti streptococcus mitis, S.Sanguis, Eubacterium, Actinomyces viscosus. Plak ini tidak sampai ke epitel penghubung pada gingiva akan tetapi memiliki kemungkinan masuk ke sementum. Plak disertai dengan pembentukan kalkulus dan karies pada akar gigi. b. Connective Tissue – Associated subgingival plaque Plak ditemukan di space intercelluler pada stratum spinosum dan mengalami perpanjangan sampai ke epitel penghubung pada gingiva. Dapat memasuki epitel dan jaringan connective pada periodonsium. Plak ini biasanya diikuti dengan terjadinya gingivitis dan periodontitis. 8. Tahapan Phatogenesis Gingivitis Berdasarkan Gambaran Histopatologis dan Perubahan yang Terjafi pada Setiap Tahap Berdasarkan pengamatan histopatologi, gingivitis dibedakan atas tiga tahapan, yaitu: Tahap Inisial Tahap inisial (Initia lesion) merupakan respon inflamasi akut dengan kekhasan adanya infiltrasi netrofil. Tampak adanya perubahan vaskular, perubahan sel-sel epitel, dan degradasi kolagen. Perubahan inisial kemungkinan disebabkan oleh: 1. Tertariknya netrofil secara kemotaksis oleh kandungan bakteri. 2. Efek vasodilatasi yang diakibatkan oleh produk bakteri. 3. Aktivasi sistem pertahanan pejamu seperti sistem komplenen dari kinin dan jalur asam arahidonat Tahap Dini (early lesion) Ditandai dengan adanya infiltrat sel limfoid yang didominasi limfosit-T disertai kehilangan kolagen yang semakin banyak Tahap Mantap (Established lesion) Ditandai dari infiltrat yang didominasi oleh limfosit-B dan sel plasma. Kehilangan kolagen pada tahap ini semakin banyak. Perkembangan lesi dari inflamasi akut dengan dominasi limfoid (mula-mula sel-T dan sel-B) diduga diatur oleh sitokin yang bertanggung jawab atas penarikan, diferensiasi dan pertumbuhan tipe sel yang spesifik sesuai tahapan lesinya. Penyingkiran plak secara tuntas biasanya disertai redanya lesi gingivitis kronis tanpa ada kerusakan jaringan yang tersisa. 9. PENJALARAN INFLAMASI DARI GINGIVAL KE STRUKTUR PERIODONTAL PENDUKUNG (PERALIHAN GINGIVITIS MENJADI PERIODONTITIS) PATOGENESIS PERIODONTITIS
Penjalaran inflamasi dari gingiva ke struktur periodontal pendukung (atau peralihan gingivitis menjadi periodontitis) diduga sebagai modifikasi oleh potensi patogenik plak, atau oleh daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu yang dimaksud disini mencakup : aktifitas imunologis dam mekanisme yang berkaitan dengan jaringan lainnya seperti derajat fibrosis gingiva, kemungkinan juga lebar gingiva cekat, dan reaksi fibrogenesis dan osteogenesis yang berlangsung disekitar lesi inflamasi. Suatu sistem fibrin-fibrinolitik disebut-sebut sebagai berperan menghambat perluasan lesi. Jalur penjalaran inflamasi sangat penting artinya karena dapat mempengaruhi pola destruksi tulang pada penyakit periodontal. Inflamasi gingiva menjalar sepanjang bundel serat kolagen mengikuti lintasan pembuluh darah (malalui jaringan yang tersusun longgar disekitar pembuluh darah) sampai ketulang alveolar. Pada sisi interproksimal inflamasi menjalar melalui jaringan ikat longgar disekitar pembuluh darah, melewati serabut transeptal, untuk kemudian masuk ketulang alveolar melalui kanal pembuluh yang menembus krista septum interdental. Tempat dimana inflamasi menembus tulang adalah tergantung lokasi kanal pembuluh. Inflamasi bisa masuk keseptum interdental pada bagian tengah krista, pada sisi krista, atau pada sudut septum. Disamping itu inflamasi bisa masuk ketulang melalui lebih dari satu kanal. Setelah mencapai ruang sum-sum, inflamasi menuju keligamen periodontal. Dalam keadaan yang jarang, inflamasi menjalar langsung keligamen periodontal baru ketulang alveolar. Pada sisi vestibular dan oral, inflamasi dari gingiva menjalar sepanjang permukaan periosteal sebelah luar dari tulang, dan masuk sum-sum tulang melalui kanal pembuluh darah pada korteks sebelah luar. PROSES DESTRUKSI PERIODONTAL 10.1. Mekanisme Pembentukan Saku Periodontal Saku periodontal terjadi karena serabut kolagen yang berada persis apical dari epitel penyatu mengalami penghancuran. Ada dua kemungkinan mekanisme penghancuran kolagen tersebut: 1. kolagenase dan ensim lisosomal lain dilepas LPN dan makrofag menghancurkan kolagen 2. fibroblast memfagositosa serabut kolagen dengan cara: a. menjulurkan processus sitoplasmiknya ke perbatasan ligament periodontal-sementum b. meresorpsi fibril kolagen yang tertanam dalam sementum dan fibril matriks sementum. 10.2. Mekanisme resorpsi tulang alveolar Proses resorpsi tulang bisa berlangsung karena aktivitas sel-sel tertentu, mediator inflamasi seperti PGE2, dan ensim. Dua sel yang terlibat pada resorpsi tulang adalah: 1. osteoklas, yang menyingkirkan bahan mineral tulang 2. sel mononukleus (monosit), yang berperan dalam degradasi matriks organic tulang. peptidoglikan yang merupakan kompenen dinding sel bakteri pada bakteri gram negatif maupun bakteri gram positif juga mampu menstimulasi resorpsi tulang, dan menstimulasi makrofag untuk menghasilkan prostaglandin dan kolagenase yang dapat menghancurkan kolagen. Yang dapat menstimulasi terjadinya resorpsi tulang osteoklastik (disebabkan aktivitas osteoklas) antara lain: - endotoksin yang dilepas Bacterioides berpikmen-hitam - osteoclact activating factor yang sekarang ini termasuk sitokin IL-1
Pembentukan prostaglandin dari prekursornya, misalnya asam arahidonat, diatur oleh siklooksigenase yang mengubah asam lemak precursor prostaglandin menjadi endoperoksidase siklik. Ensim proteolitik yang turut berperan dalam resorpsi tulang antara lain: kolagenase dal hialuronidase. Disamping itu, resorpsi tulang bisa pula terjadi karena proses reaksi yang berlebihan atau sisi destruktif dari reaksi imunitas. Reaksi imunitas yang terlibat dalam resorpsi tulang adalah reaksi imun kompleks dan reaksi yang diperantarai sel (hipersensitivitas lambat).