HUBUNGAN KEMAMPUAN MANAJERIAL APARAT PEMERINTAH DESA DENGAN PEMBANGUNAN DESA (Studi pada Desa-desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara)
TESIS
Oleh: FAHRI AZHARI NIM. 067024009/SP
Program Magister Studi Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk: Pertama, mengetahui tingkat kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Kedua, mendeskripsikan tingkat pembangunan desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Ketiga, menjelaskan dan menganalisis hubungan kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dengan pembangunan desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Populasi dan sampel penelitian ini adalah seluruh Kepala Desa beserta perangkat-perangkatnya di Kecamatan Stabat yang berjumlah 30 responden. Data primer penelitian diperoleh melalui penyebaran kuisioner. Analisis data secara deskriptif analitis dan statistik korelasi product moment. Hasil penelitian menunjukkan: Pertama, kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa yang diukur melalui indikator kemampuan pengelolaan struktur organisasi, kemampuan memperoleh dukungan lingkungan, kemampuan pelaksanaan tugas (performance) dan kemampuan leadership secara umum disimpulkan cukup baik. Kedua, tingkat pembangunan desa yang diukur melalui adanya partisipasi masyarakat, adanya perimbangan peran pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan, adanya kemandirian masyarakat serta peningkatan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan disimpulkan cukup baik. Ketiga, hubungan antara kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dengan tingkat pembangunan desa-desa yang berada di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat berdasarkan pengujian statistik menunjukkan angka korelasi sebesar angka korelasi sebesar 0,728. Ini berarti kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa memiliki hubungan yang kuat dengan pembangunan desa di lingkungan Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah disampaikan kepada Allah swt, atas kehendak-Nya dan izin-Nya penelitian yang berjudul: "Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa dengan Pembangunan Desa (Studi pada Desa-desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara)", dapat diselesaikan. Salawat dan salam disampaikan kepada Rasulullah saw yang membawa pencerahan kehidupan bagi umat manusia. Penelitian ini merupakan persyaratan untuk mendapatkan gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Inti bahasan penelitian ini adalah mengkaji kemampuan manajerial
Kepala
Desa
beserta
perangkat-perangkatnya
dalam
pembangunan desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Atas rampungnya penelitian ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada pihak-pihak yang turut serta memberikan andil dan dukungan. 1. Pertama sekali ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat ibu Prof.Dr.Ir. T. Chairun Nisa B. MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Atas dedikasi beliau, penulis
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU Medan. 2. Ucapan terima kasih selanjutnya penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Ketua Program Studi Pembangunan Univesitas Sumatera Utara. 3. Ucapan terima kasih tidak luput disampaikan kepada kedua pembimbing tesis ini, Drs. Kariono, M.Si. (Pembimbing I) dan Drs. Agus, M.Si (Pembimbing II). 4. Terima
kasih
khusus
penulis
sampaikan
kepada
ayahanda
(Drs. H. Surya Djahisa, M.Si) dan ibunda (Hj. Khairul Bariah) serta kakanda (Ir. Hj. Gumala Ulfa) atas cinta dan kasih sayang yang telah diberikan, begitu juga saudara-saudara penulis. Mereka semua tidak pernah bosan memberikan dorongan semangat sekaligus mendoakan penulis agar dapat menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU. 5. Teman-teman di jurusan Studi Pembangunan satu angkatan, temanteman sejawat di Kantor Pemkab Langkat yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya, penulis menyampaikan penghargaan setinggitingginya atas dorongan dan semangat untuk terus belajar, bekerja dan berprestasi.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Penelitian ini masih membutuhkan kritik dan saran yang berharga dari semua kalangan. Akhirnya, dengan senantiasa mengharap ridha dan rahmat Allah swt, semoga penelitian ini membawa berkah bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Amin ya rabbal ‘alamin. Medan, Pebruari 2008 Penulis,
FAHRI AZHARI NIM. 067024009/SP.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Fahri Azhari
Tempat Lahir
: Jakarta
Tanggal Lahir
: 8 Agustus 1983
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Kewarganegaraan
: Indonesia
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Belum Menikah
Golongan Darah
:B
Alamat
: Jl. Perkutut Komp Pemda No. 2 Stabat
Nomor HP
: 0811600164/ 081973400200/ 061-77000767
Nama Orang Tua
: Ayah
= Drs. H. Surya Djahisa, M.Si Ibu
= Hj. Khairul Bariah
Status dalam keluarga
: Anak Kandung (anak ke II)
Jumlah bersaudara
: 1 (satu) orang kakak (Ir. Hj. Gumala Ulfa)
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .......................................................................................... DAFTAR ISI ....................................................................................................... DAFTAR TABEL ................................................................................................ vii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................
x xi
BAB 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6
I PENDAHULUAN ................................................................. Latar Belakang ............................................................................ Perumusan Masalah ................................................................... Tujuan Penelitian ....................................................................... Kegunaan Penelitian ................................................................... Kerangka Pemikiran.................................................................... Hipotesis .....................................................................................
1 1 9 10 11 11 12
LANDASAN TEORETIS........................................................... 2.1 Manajemen Pengolaan Sumber Daya Manusia...................... 2.1.1Pengertian Manajemen........................................................ 2.1.2Manajemen Sumber Daya Manusia .................................... Fungsi Manajemen Pengembangan SumberDaya Manusia........
13 13 13 15 23
BAB
2.1.3
II
ii v
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
2.2 Manajemen Pemerintahan...................................................
28
2.3 Kemampuan Aparat Pemerintahan .....................................
33
2.4 Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa..............
35
2.4.1
Kemampuan Pengelolaan Struktur Organisasi .......38
2.4.2
Kemampuan Memperoleh Dukungan .....................
2.4.3
Kemampuan Pelaksanaan Tugas (Performance) ....43
2.4.4
Kemampuan Kepemimpinan (Leadership)
40
Pemerintahan...........................................................
44
2.5 Pembangunan Desa .............................................................
46
2.6 Aparat Pemerintahan Desa..................................................
51
2.7 Hubungan Kemampuan Manajerial dengan
BAB
BAB
III
IV
Pembangunan Desa .............................................................
53
METODE PENELITIAN ...........................................................
58
3.1 Lokasi dan Jadual Penelitian ..............................................
58
3.2 Jenis dan Pendekatan Penelitian .........................................
59
3.3 Populasi dan Sampel ...........................................................
60
3.4 Definisi Operasional Variabel.............................................
61
3.5 Sumber Data........................................................................
64
3.6 Teknik Pengumpulan Data..................................................
64
3.7 Analisis Data .......................................................................
65
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...........................
66
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................
66
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
4.2 Karakteristik Responden .....................................................
72
4.3 Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintahan Desa ..........
76
4.3.1
Kemampuan Pengelolaan Struktur Organisasi .......76
4.3.2
Kemampuan Memperoleh Dukungan .....................
4.3.3
Kemampuan Pelaksanaan Tugas (Performance) ....82
4.3.4
Kemampuan Kepemimpinan (Leadership).............
87
4.4 Tingkat Pembangunan Desa ...............................................
92
4.4.1
Partisipasi Masyarakat ............................................
4.4.2
Perimbangan Peran Masyarakat dengan
79
92
Pemerintah ..............................................................
95
4.4.3
Kemandirian Masyarakat ........................................
98
4.4.4
Taraf Hidup Masyarakat .........................................
100
4.5 Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintahan Desa dengan Tingkat Pembangunan Desa.....................................................................................102
BAB
V
4.6 Pembahasan Penelitian........................................................
106
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................
108
5.1 Kesimpulan .........................................................................
108
5.2 Saran-saran..........................................................................
109
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................110
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR TABEL
Tabel
Judul
Halaman
3.1
Jadwal Pelaksanaan Penelitian………………………………………..
58
4.1
Luas Wilayah, Jarak ke Kantor Camat, dan Jenis Penggunaan Tanah di Kecamatan Stabat Dirinci Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2006……………………………………………………………..
67
Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Tingkat Kepadatan Penduduk di Kecamatan Stabat Dirinci Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2006……………………………………………………………..
68
Banyaknya Penduduk, Rumah Tangga dan Rata-rata Jiwa per Rumah Tangga di Kecamatan Stabat Dirinci Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2006…………………………………………
69
Banyaknya Penduduk Menurut Agama yang Dianut di Kecamatan Stabat Dirinci Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2006……………..
70
Banyaknya Tenaga Kerja yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan di Kecamatan Stabat Dirinci Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2006……………………………………………………………..
71
Banyaknya Industri Menurut Jenisnya di Kecamatan Stabat Dirinci Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2006……………………..
72
4.7
Distribusi Responden Berdasarkan Umur…………………………..
73
4.8
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.........................
74
4.9
Distribusi Responden Berdasarkan Suku/Etnis…..........................
75
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
4.10
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan................
75
4.11
Hubungan kerjasama antara Kepala Desa dengan Perangkatperangkatnya……………………………………………………………
77
Pemberdayaan Perangkat-perangkat Desa yang Dilakukan Oleh Kepala Desa…………………………………………………………….
79
Pelaksanaan Diskusi yang Diselenggarakan Kepala Desa bersama Masyarakat untuk Menentukan dan Menyelesaikan MasalahMasalah yang Berkaitan dengan Pembangunan…………………….
80
4.14
Sikap Keterbukaan antar Sesama Aparatur Pemerintahan Desa….
81
4.15
Sikap Saling Percaya antar Sesama Aparatur Pemerintahan Desa..
82
4.16
Tingkat Tanggungjawab Kepala Desa dan Perangkatperangkatnya dalam Melaksanakan Tugas …………………………
84
4.17
Tingkat Motivasi Kepala Desa dan Perangkat-perangkatnya dalam Bekerja Keras……………………………………………………
84
Sikap Kepala Desa dan Perangkat-perangkatnya terhadap Pekerjaan yang Ditekuni………………………………………………
85
Prestasi Kerja Kepala Desa dan Perangkat-perangkatnya………….
87
4.12
4.13
4.18
4.19
4.20 Kerjasama yang Dilakukan antara Kepala Desa beserta Perangkat-perangkatnya dengan Masyarakat……………………….
89
4.21
90
Keadilan Kepala Desa dalam Pembagian Tugas…………………….
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
4.22 Suasana Kerja di Lingkungan Pemerintahan Desa………………….
91
4.23 Peluang Masyarakat Berpartisipasi dalam Pembangunan………….
93
4.24 Keterlibatan Masyarakat Desa dalam Berperan Melaksanakan Program Pembangunan Desa…………………………………………
94
4.25 Perimbangan Peran antara Masyarakat dan Pemerintah dalam Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan Desa………………..
96
4.26 Demokratisasi dalam Operasionalisasi Pembangunan Desa……
97
4.27
98
Keaktifan Masyarakat dalam Kegiatan Pembangunan Desa………
4.28 Kemandirian Masyarakat Desa dalam Melaksanakan Pembangunan yang Dilakukan Bersama Aparat Pemerintahan Desa……………………………………………………………………...
99
4.29 Kesempatan Kerja Masyarakat di Lingkungan Desa……………….
101
4.30 Kemampuan Masyarakat Desa dalam Memenuhi Kebutuhan Rumah Tangga………………………………………………………….
102
4.31
103
Rangkuman Hasil Analisis Korelasi Product Moment……………….
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Judul
Halaman
Kerangka Pemikiran Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintahan Desa dengan Pembangunan Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat .........................................
2.1
12
Masalah Pokok dalam Bidang Pengembangan SDM di Indonesia ......................................................................................
18
2.2
Komponen-komponen Strategis dalam Perencanaan SDM ..............
20
2.3
Tujuan Organisasi berdasarkan Aspek Input, Proses dan Output ...............................................................................................
23
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Judul
Halaman
1
Kuisioner Penelitian..........................................................................
115
2
Profil/Karakteristik Responden.........................................................
118
3
Tabulasi Jawaban Responden tentang Kemampuan Manajerial .........................................................................................
4
Tabulasi Jawaban Responden tentang Tingkat Pembangunan Desa ..................................................................................................
5
119
120
Hasil Analisis Korelasi Product Moment antara Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintahan Desa dengan Tingkat Pembangunan Desa ...........................................................................
121
6
Peta Administrasi Kecamatan Stabat ................................................
122
7
Daftar Riwayat Hidup Peneliti..........................................................
123
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dengan memberikan
kesempatan
dan
keleluasaan
kepada
daerah
untuk
menyelenggarakan otonomi daerah. Terbitnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, semakin menguatkan posisi daerah dalam upaya meningkatkan kemampuan di segala bidang, karena semua yang menyangkut kemajuan daerah diserahkan pengelolaan sepenuhnya kepada daerah, terutama Kabupaten dan Kota sebagai titik berat otonomi daerah. UU No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah secara normatif mengatur tentang desa sebagai unit organisasi pemerintah terendah, yang sebelumnya pada UU No. 5 Tahun 1979 bercorak sentralistik. Pergeseran perubahan yang menonjol pada UU No. 22 Tahun 1999 maupun UU No. 32 Tahun 2004, terletak pada filosofi yang digunakan, yaitu keanekaragaman dalam kesatuan sebagai kontra konsep dari filosofi keseragaman yang digunakan dalam UU No. 5 Tahun 1979. Dalam kerangka otonomi daerah, salah satu komponen yang masih perlu dikembangkan adalah wilayah pedesaan. Eksistensi desa memiliki arti
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
penting dalam proses pembangunan pemerintahan dan kemasyarakatan, karena desa memiliki “hak otonomi”, yaitu hak untuk mengatur dan mengurus secara bebas rumah tangganya sendiri berdasarkan asal-usul dan adat istiadat masyarakat setempat. Dengan demikian, pembangunan pedesaan menuju terciptanya desa yang mandiri tidak dapat dilakukan secara uniform dan stereotifikal untuk seluruh bangsa/negara. Merujuk pada konsep pengembangan development from bellow, yang menekankan proses penyelenggaraan pembangunan pada optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam dan keahlian setempat, maka konsepsi pembangunan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk. Hal ini berarti surplus wilayah dikembalikan ke wilayah untuk mendiversifikasi ekonomi wilayah. Meskipun konsep wilayah lebih luas maknanya dibanding definisi desa, pusat perhatian konsep ini tetap menekankan pada elemen terkecil suatu wilayah untuk mengembangkan ekonomi wilayah yang lebih luas, dimana desa merupakan elemen terkecil dari sistem wilayah. Salah satu bentuk dari aplikasi konsep development from bellow adalah agropolitan development, sebagai konsep pembangunan wilayah yang memiliki basis perekonomian pertanian. Prasyarat yang dibutuhkan dalam implementasi konsep pembangunan ini adalah sistem pemerintahan yang demokratis dan tidak terlalu sentralistik. Prasyarat tersebut sejalan dengan apa yang dilakukan oleh bangsa Indonesia, terutama di era otonomi daerah seiring dengan pemberlakuan UU No. 32 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Untuk mewujudkan kemandirian pelaksanaan pembangunan yang berbasis pada wilayah pedesaan, dituntut keterlibatan sosiokultural yang ada dalam masyarakat. Hal ini semakin membuka peluang bagi masyarakat desa untuk memanfaatkan nilai-nilai budaya serta pranata sosial setempat demi mewujudkan keberhasilan pembangunan di desanya masing-masing. Melalui otonomi desa, terbuka kesempatan yang luas untuk mengetahui sumber daya, masalah, kendala serta memperbesar akses setiap warga desa untuk berhubungan langsung dengan pemimpinnya, atau sebaliknya bagi pemimpin dapat mengetahui kebutuhan desa secara tepat. Pembangunan desa dengan demikian merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan dari masyarakat, oleh masyarakat serta untuk masyarakat desa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan taraf kehidupan yang layak. Karakteristik pembangunan desa memiliki sifat yang multidimensional menyangkut seluruh aspek kehidupan masyarakat di desa. Dari sudut pemerintahan, pembangunan desa dioperasionalisasikan melalui berbagai sektor dan program yang saling terkait dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat dengan bantuan dan bimbingan pemerintah. Pada realitasnya, mayarakat desa sampai saat ini tetap memiliki berbagai keterbatasan sumber daya, baik sumber daya manusia, sumber daya alam, maupun sumber daya modal. Kerjasama yang dibangun antara pemerintah dengan mayarakat akan menciptakan pola hubungan yang serasi dalam proses pelaksanaan pembangunan di pedesaan.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Pembangunan pedesaan, identik dengan pembangunan di sektor pertanian, karena sebagian besar mata pencaharian penduduk bergerak di sektor pertanian, meskipun dalam prakteknya di lapangan, karakteristik budaya masyarakat pedesaan di Indonesia sangat beragam. Mubyarto (2000), membagi tipologi desa berdasarkan mata pencahariannya, yakni desa persawahan, desa perkebunan, desa perternakan, desa industri kecil dan menengah, desa jasa dan perdagangan, serta desa perladangan. Fenomena yang sama juga dijumpai di wilayah Kabupaten Langkat. Berdasarkan data statistik, wilayah Kecamatan Stabat yang menjadi lokasi penelitian, sebagian besar masyarakatnya bergerak di sektor pertanian, yakni terdapat sekitar 41,72% (BPS Kecamatan Stabat dalam Angka, 2007:19). Secara tradisional, peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi dipandang pasif dan bahkan hanya dianggap sebagai unsur penunjang semata (Todaro, 1998:432). Fenomena ini dijumpai dalam sejarah pembangunan di Indonesia selama pemerintahan Orde Baru, yang menjadikan sektor pertanian sebagai sektor pendukung proses industrialisasi. Peranan sektor pertanian dianggap sebagai sumber tenaga kerja dan sumber bahan baku murah demi perkembangan sektor-sektor industri yang diharapkan mampu mengejar ketertinggalan ekonomi yang
dialami oleh
bangsa Indonesia. Akibat dari marginalisasi konsep pembangunan wilayah pedesaan selama pemerintahan Orde Baru, menimbulkan berbagai masalah bagi masyarakat desa yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Beberapa persoalan yang dihadapi masyarakat di pedesaan antara lain kurangnya sarana dan prasarana, banyaknya pengangguran, kualitas gizi yang masih rendah, aparatur desa belum berfungsi dengan baik, lokasi desa yang terisolisasi dan terpencar, keterampilan penduduk yang rendah, tidak seimbangnya antara jumlah penduduk dengan luas wilayah pertanian, kemiskinan,
ketimpangan
distribusi
pendapatan,
ketidakseimbangan
struktural ataupun keterbalakangan pendidikan dan lain sebagainya. Hal menonjol dilihat dari aspek pemerintahan adalah pelaksanaan organisasi pemerintahan desa yang belum secara optimal berjalan dengan baik, sehingga pertumbuhan dan perubahan sosial di desa relatif lambat, bahkan kemacetan sistem tidak dapat dihindarkan. Untuk melakukan perubahan sosial masyarakat desa, dibutuhkan perencanaan yang baik dalam pembangunan desa yang mampu mengangkat serta mengembangkan potensi lokal masyarakat di pedesaan. Dalam perencanaan pembangunan desa, pemerintah desa dalam hal ini Kepala Desa mempunyai peran penting dan strategi dalam perencanaan bersama dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dalam UU No. 32 Tahun 2004, memungkinkan setiap desa memiliki sebuah lembaga yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa. Lembaga ini bisa berupa lembaga adat atau lembaga kemasyarakatan desa yang ditetapkan dengan peraturan desa. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 64 Tahun 1999, disebutkan bahwa lembaga kemasyarakatan ini merupakan mitra pemerintah desa dalam
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
aspek perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan yang bertumpu pada masyarakat. Konsep perencanaan pembangunan di wilayah pedesaan menjadi demikian penting, karena akan menentukan arah pembangunan di suatu desa. Selain itu, menjadi kewajiban pemerintah desa untuk menampung aspirasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa. Aspirasi masyarakat
dapat
ditampung
dengan
cara
melibatkan
Badan
Permusyawaratan Desa dalam proses perencanaan pembangunan desa bersama
pemerintah
desa,
yaitu
Kepala
Desa
beserta
perangkat-
perangkatnya. Untuk mencapai hasil maksimal pembangunan, dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan hingga selesainya pembangunan, yang kata kuncinya diperlukan pengelolaan secara sistematik. Dalam konteks ini, sistem manajemen pemerintahan sebagai perangkat integral dan melekat dengan pengelolaan pembangunan desa berfungsi untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat. Seiring dengan itu, aspek kemampuan aparat pemerintahan
desa
sebagai
penentu dan penyelenggara menajemen
pemerintahan desa harus dapat menciptakan nilai keadilan dalam proses pembangunan desa. Nilai keadilan itu berkaitan dengan pemenuhan hal-hak warga negara yang harus terlayani secara menyeluruh oleh pemerintah desa. Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan dan pembangunan desa dibutuhkan kemampuan manajerial aparat pemerintah desa yang handal
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
dalam usaha memberikan kepuasan bagi masyarakat melalui pelaksanaan pembangunan desa sesuai tujuan keberadaan institusi pemerintahan sebagai organisasi publik. Secara empirik penerapan fungsi-fungsi manajemen pemerintahan pada desa-desa di wilayah Kecamatan Stabat, belum berjalan secara optimal. Fenomena ini dapat dilihat dari pembuatan Daftar Usulan Rencana Proyek (DURP) yang seharusnya direncanakan oleh pemerintah desa dan BPD atas usul masyarakat desa, ternyata hanya dibuat oleh Kepala Desa dan aparat kecamatan. Proses pelaksanaan pembangunan juga tidak mengikutsertakan masyarakat. Pelaksana kegiatan dilakukan Kepala Desa dan aparat kecamatan tanpa mempertimbangkan aspek kepentingan masyarakat desa. Begitu pula pada aspek pengawasan hasil pembangunan, tidak pernah diperiksa oleh BPD, tetapi diperiksa oleh pihak kecamatan. Dengan demikian sejauh ini pelaksanaan pembangunan desa masih didasarkan atas kemauan dan keinginan Kepala Desa dan pihak kecamatan, belum atas dasar pertimbangan keinginan dan kemauan masyarakat desa. Fenomena di atas menguatkan asumsi bahwa kemampuan manejerial aparat pemerintah desa dalam mengelola manajemen permintahan desa masih sangat rendah, bahkan aktivitas manajemen tidak dilaksanakan oleh aparat
pemerintah
desa.
Kondisi
ini,
dapat
menyebabkan
kualitas
pengelolaan manajemen pemerintah desa yang menunjang keberhasilan pembangunan desa menjadi rendah. Padahal pembangunan desa yang
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
merupakan keterpaduan antar berbagai kebijakan pemerintah dengan partisipasi serta swadaya gotong-royong masyarakat, perlu didukung dengan kemampuan aparatur pemerintah dalam menciptakan iklim keterpaduan yang serasi dan berkesinambungan dalam memanfaatkan segala sumber daya di desa untuk didayagunakan dalam pelaksanaan program pembangunan desa. Dalam kaitan itu, implikasi tingkat keberhasilan pembangunan desa, yang diukur dari tingkat taraf hidup masyarakat, ternyata masih sangat rendah. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa juga terlihat sangat rendah serta kurangnya kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri dalam menjaga dan melestarikan hasil-hasil pembangunan desa. Atas dasar kondisi objektif di atas, salah satu kunci keberhasilan organisasi pemerintah desa dalam melaksanakan pembangunan desa, terletak pada kemampuan manajerial aparat pemerintah desa. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut seberapa besar hubungan kemampuan manajerial aparat pemerintah desa dengan pembangunan desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi masalah pokok penelitian ini adalah "apakah terdapat hubungan antara kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dengan pembangunan desa di
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat?". Secara rinci yang menjadi masalah penelitian ini diuraikan dalam poin-poin pertanyaan berikut: 1. Bagaimana kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat? 2. Bagaimana tingkat pembangunan desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat? 3. Apakah terdapat hubungan kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dengan pembangunan desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui, menjelaskan dan menganalisis hubungan antara kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dengan pembangunan desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Secara rinci tujuan penelitian ini dijabarkan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui tingkat kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. 2. Untuk mendeskripsikan tingkat pembangunan desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. 3. Untuk menjelaskan dan menganalisis hubungan kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dengan pembangunan desa di Kecamatan
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Stabat Kabupaten Langkat.
1.4 Kegunaan Penelitian 2. Secara akademis, hasil penelitian ini berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam studi pembangunan dan pemerintahan di wilayah pedesaan yang mandiri dan mempertimbangkan kualitas taraf hidup masyarakat. 3. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat, dalam meningkatkan kinerja aparatur pemerintahan desa melalui kemampuan
manajerial
dalam
menunjang pembangunan desa. 4. Hasil penelitian ini juga berguna bagi para peneliti yang berminat pada kajian sejenis.
1.5 Kerangka Pemikiran Bila digambarkan kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada skema di bawah ini:
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintahan Desa (X) • Kemampuan pengelolaan struktur organisasi • Kemampuan memperoleh dukungan lingkungan • Kemampuan pelaksanaan tugas (performance) • Kemampuan leadership
Tingkat Pembangunan Desa (Y) • • • •
Partisipasi masyarakat Perimbangan peran Kemandirian masyarakat Taraf hidup masyarakat
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintahan Desa dengan Pembangunan Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat
1.6 Hipotesis Terdapat hubungan positif dan signifikan antara kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dengan pembangunan desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
BAB II LANDASAN TEORETIS
2.1 Manajemen Pengembangan Sumberdaya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Kegiatan manajemen menurut George R. Terry (1993:9), adalah untuk mencapai tujuan, dilakukan oleh individu-individu yang menyumbangkan upaya yang terbaik melalui tindakan-tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tindakan ini meliputi pengetahuan tentang apa yang harus mereka lakukan, menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami bagaimana mereka harus mengukur efektivitasnya. Selanjutnya menetapkan dan memelihara kondisi lingkungan yang memberi respon ekonomis, psikologis,
sosial,
politis
dan
sumbangan-sumbangan
teknis
serta
pengendaliannya. Bila manajemen disebut sebagai kegiatan, maka pelaksanaannya disebut manajing dan orang yang melakukannya disebut manajer. Individu yang menangani tugas-tugas operasional seluruhnya bersifat manajerial. Kemampuan manajerial harus sesuai dengan sifat-sifat manajemen sebagai suatu proses. Proses itu menjadi panduan dari kegiatan yang dilakukan secara menyeluruh. Manajemen sebagai suatu proses sosial, artinya adanya proses hubungan antara manajer dengan bawahan. Dari penjelasan ini, istilah
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
manajemen berhubungan dengan usaha untuk mencapai tujuan tertentu dengan jalan menggunakan sumber-sumber yang tersedia dalam organisasi dengan cara sebaik mungkin. Karena organisasi mengandung unsur sekelompok manusia, maka unsur terpenting dalam manajemen adalah kelompok manusia (Sarwoto, 1991:47). Secara umum, manajemen diartikan kemampuan bekerja dengan orang lain untuk menentukan, menginterpretasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia atau kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan (leading) dan pengawasan (controlling) (Handoko, 1991:10). Untuk mencapai tujuan, seorang manajer bekerja dengan orang lain dengan cara mengatur, menggerakkan dan mengarahkan segala jenis pekerjaan. Itulah sebabnya manajemen disebut juga sebagai seni yang menggerakkan dan mengarahkan orang lain melalui cara yang persuasif tanpa tekanan (Hasibuan, 2007:1-2). Menurut Handoko (1991:12), manajemen bukan hanya ilmu atau seni, tetapi kombinasi dari keduanya. Kombinasi ini tidak dalam proporsi yang tetap, tetapi dalam proporsi yang bermacam-macam. Pada umumnya para manajer efektif mempergunakan pendekatan ilmiah dalam membuat keputusan, namun di pihak lain dalam banyak aspek perencanaan, kepemimpinan, komunikasi dan segala sesuatu yang menyangkut unsur
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
manusia, bagaimanapun juga pendekatan artistik (seni) tidak dapat diabaikan.
2.1.2 Manajemen Sumberdaya Manusia Masalah sumber daya manusia (SDM) di satu pihak dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan kerja manusia dalam melakukan berbagai macam kegiatan dalam masyarakat. Di lain pihak, pengembangan SDM berhubungan erat dengan usaha peningkatan taraf hidup. Yang sering ditekankan adalah pada aspek pertama, yaitu peningkatan kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan tertentu dengan asumsi bahwa aspek kedua akan terpenuhi dengan sendirinya (Simanjuntak, 1982:9). Pengembangan adalah setiap usaha untuk memperbaiki pelaksanaan pekerjaan yang sekarang maupun yang akan datang, dalam memberikan informasi yang mempengaruhi sikap atau menambah kecakapan. Dengan kata lain pengembangan adalah setiap kegiatan yang dimaksud untuk mengubah perilaku-perilaku yang terdiri dari pengetahuan, kecakapan dan sikap (Moekijat, 1991:8). Manajemen pengembangan SDM dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek kuantitas dan kualitas. Aspek kuantitas menyangkut jumlah SDM (penduduk), sedangkan aspek kualitas menyangkut mutu SDM, yakni kualitas fisik
maupun
kualitas
nonfisik
(kecerdasan
dan
mental).
Untuk
meningkatkan kualitas fisik dapat diupayakan melalui program peningkatan
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
kesehatan dan gizi, sedangkan untuk meningkatkan kualitas kecerdasan dan mental ditempuh melalui pendidikan dan pelatihan. Secara makro, pengembangan SDM (human resources development) diartikan sebagai proses peningkatan kualitas atau kemampuan manusia dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Proses peningkatan ini mencakup perencanaan, pengembangan dan pengelolaan SDM. Secara mikro, pengertian SDM dalam lingkungan unit kerja (organisasi atau lembaga) yang dimaksud adalah tenaga kerja, pegawai (employee). Berdasarkan itu, pengembangan SDM secara mikro adalah proses perencanaan pendidikan, pelatihan dan pengelolaan pegawai/karyawan untuk mencapai hasil yang optimal. Proses pengembangan SDM itu terdiri dari perencanaan (planning), pendidikan dan pelatihan (education and training) dan pengelolaan (management) (Notoatmodjo, 1998:2-3). Menurut Simanjuntak (1982:9-10), pengembangan SDM sesuai dengan perkembangan susunan masyarakat dan ekonomi, dimulai dari keluarga, yakni untuk mengasah kemampuan kerja seseorang agar perlu ditingkatkan secara khusus. Tingkatan kedua pengembangan SDM adalah pendidikan dan pelatihan formal. Orang dididik atau dilatih bukan saja untuk memperoleh pengetahuan tertentu, melainkan juga untuk meningkatkan kemampuan
kerja
serta
penghasilannya.
Tingkatan
ketiga
dari
pengembangan SDM adalah lingkungan organisasi melalui penerapan prinsip-prinsip manajemen.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Prinsip pertama dari manajemen adalah peningkatan efisiensi penggunaan sumber-sumber yang digunakan dalam produksi, seperti waktu, modal, bahan-bahan dan tenaga kerja. Peningkatan produktivitas kerja pegawai merupakan tujuan utama dari manajemen personalia. Produktivitas seseorang dapat ditingkatkan hanya bila kebutuhan fisik minimumnya sudah terpenuhi. Implikasinya adalah penerapan upah minimum dan pembinaan syarat-syarat kerja di instansi/lembaga. Setidaknya, ada dua masalah pokok dalam bidang pengembangan SDM di Indonesia yang perlu ditangani secara baik. Pertama, kurangnya pengembangan (underdevelopment) SDM menyangkut berbagai aspek, antara lain individualitas, etika, pengetahuan, keterampilan, bakat, apresiasi terhadap
bekerja
secara
tekun.
Kedua,
kurangnya
pencurahan
(underutilization) SDM. Pencurahan yang rendah terhadap SDM ini dapat dilihat dari gejala pengangguran yang bersifat terbuka, orang bekerja dengan jumlah jam kerja yang minim meskipun ia dapat bekerja lebih lama, orang yang bekerja cukup lama tetapi mendapat upah di bawah layak, penempatan seseorang dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan pendidikannya (tidak sesuai dengan prinsip the right man on the right job). Dua masalah pokok pengembangan SDM di Indonesia, dapat dilihat pada skema berikut:
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Individualitas Etika Kurang Pengembangan
Pengetahuan Keterampilan Bakat Apresiasi Bekerja Secara Tekun
Dua Masalah Pokok dalam bidang SDM
Kemampuan Bekerja Upah/Pendapatan
Kurang Pencurahan
Penempatan Pekerja yang sesuai Bidang Pendidikan
Tenaga Kerja Wanita & Usia Lanjut Gambar 2.1. Masalah Pokok dalam Bidang Pengembangan SDM di Indonesia (Sumber: Hidayat, 1982:83) Di samping pengembangan, dibutuhkan juga perencanaan SDM yang baik. Perencanaan dalam hal ini berarti teknik atau cara mencapai tujuan untuk mewujudkan maksud dan sasaran tertentu yang telah ditentukan sebelumnya (Sanusi, 2000:9). Perencanaan SDM berarti serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi permintaan (demand) dan lingkungan pada organisasi di waktu yang akan datang, serta untuk
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
memenuhi kebutuhan-kebutuhan tenaga kerja yang ditimbulkan oleh kondisi-kondisi tersebut. Secara lebih rinci Notoatmodjo mengatakan: Perencanaan sumber daya manusia berarti mengestimasi secara sistematik permintaan (kebutuhan) dan suplai tenaga kerja dari suatu organisasi di waktu yang akan datang. Perencanaan sumber daya manusia di suatu organisasi adalah sangat penting, bukan saja bagi organisasi itu sendiri, tetapi juga bagi tenaga kerja yang bersangkutan dan bagi masyarakat (Notoatmodjo, 1998:13). Salah satu definisi klasik tentang perencanaan SDM mengatakan bahwa perencanaan pada dasarnya merupakan pengambilan keputusan sekarang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa depan (Rivai, 2005:37). Ini berarti, yang menjadi fokus perhatian dalam perencanaan SDM adalah langkah-langkah tertentu yang diambil oleh pihak manajemen guna lebih menjamin bahwa dalam organisasi tersedia SDM yang tepat untuk menduduki berbagai kedudukan, jabatan dan pekerjaan yang tepat pada waktu yang tepat pula. Perencanaan SDM terdiri dari enam komponen, yaitu perencanaan ketenagakerjaan, proyeksi ketenagakerjaan, proyeksi ketenagakerjaan dalam kaitannya dengan perencanaan jabatan, proyeksi dan struktur kesempatan kerja menurut klasifikasi jabatan, perhitungan produktivitas tenaga kerja menurut lapangan usaha dan perencanaan kebutuhan pokok. Dari model itu dapat digambarkan komponen strategis dalam perencanaan SDM sebagai berikut:
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Perencanaan Ketenagakerjaan Proyeksi Ketenagakerjaan Perencanaan Ketenagakerjaan dalam Kaitannya dengan Perencanaan Pendidikan
Komponen Strategis dalam Perencanaan SDM
Proyeksi dan Struktur Kesempatan Kerja menurut Klasifikasi Jabatan Perhitungan Produktivitas Tenaga Kerja menurut Lapangan Usaha Perencanaan Kebutuhan Pokok
Gambar 2.2. Komponen-komponen Strategis dalam Perencanaan SDM (Sumber: Hidayat, 1982:83) Perencanaan
dan
Pengembangan
SDM
yang
terarah
disertai
pengelolaan yang baik akan menghemat penggunaan sumber daya alam (SDA), atau setidak-tidaknya pengolahan dan pemakaian SDA dapat secara efektif dan efisien. Pengembangan SDM akan mendorong pencapaian hasil secara optimal, sekaligus merupakan bentuk investasi (human investment). Berdasarkan itu, pengembangan SDM merupakan suatu keniscayaan dalam sebuah organisasi/instansi. Namun demikian, dalam pelaksanaan perlu mempertimbangkan
faktor-faktor
internal
(yang
datang
dari
dalam
organisasi) maupun faktor eksternal (yang datang dari luar organisasi).
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Faktor-faktor internal yang dimaksud adalah misi dan tujuan organisasi; strategi pencapaian tujuan; sifat dan jenis kegiatan dan jenis teknologi yang digunakan. Sedangkan faktor eksternal yang dimaksud adalah kebijaksanaan pemerintah; sosio-budaya masyarakat serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tenaga kerja atau pegawai baru dalam sebuah lembaga/instansi merupakan salah satu faktor produksi (input) yang mesti diolah sehingga menghasilkan keluaran (output) yang memadai. Pegawai baru yang belum mempunyai keterampilan dan keahlian perlu dilatih, sehingga menjadi pegawai yang terampil dan ahli. Apabila dilatih serta diberikan pengalaman dan motivasi, maka pegawai tersebut akan menjadi matang. Proses inilah yang disebut dengan pengolahan sumber daya manusia (Rivai, 2005:1). Alasan utama pentingnya pengembangan kualitas SDM dalam suatu organisasi/instansi terutama karena peran strategis SDM sebagai pelaksana fungsi-fungsi organisasi, yaitu perencanaan, pengorganisasian, manajemen staf, kepemimpinan, pengendalian dan pengawasan serta sekaligus berfungsi sebagai pelaksana operasional organisasi seperti pemasaran, produksi, perdagangan, industri, keuangan dan administrasi. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut sangat bergantung pada seberapa besar kualitas SDM dalam organisasi itu. Demikian pentingnya peran strategis pengembangan dan peningkatan kualitas SDM sejalan dengan tuntutan era
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
globalisasi. SDM yang berkualitas akan sangat menentukan maju mundurnya organisasi di masa mendatang. Tanpa adanya unsur manusia (man) dalam organisasi, tidak mungkin sebuah organisasi bergerak maju dan berjalan menuju yang diinginkan. Dengan begitu, yang dimaksud dengan SDM dalam hal ini adalah seseorang yang siap, mau dan memberi sumbangan terhadap usaha pencapaian tujuan organisasi. Selain itu, SDM juga merupakan salah satu unsur masukan (input) yang bersama dengan unsur lainnya, seperti modal, bahan, mesin, dan metode/teknologi diubah melalui proses manajemen menjadi keluaran (output) berupa barang dan atau jasa dalam usaha mencapai tujuan organisasi sebagaimana tertera pada bagan berikut: TUJUAN ORGANISASI
-
MASUKAN Manusia Modal Bahan Mesin Teknologi Pemasaran
PROSES - Perencanaan - Pengorganisasian
-
Penstafan Kepemimpinan Penggerakan Pengendalian
KELUARAN - Barang berkualitas - Jasa berkualitas - Layanan berkualitas - Pelanggan
Gambar 2.3. Tujuan Organisasi berdasarkan Aspek Input, Proses dan Output (Sumber: Rivai, 2005:7)
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
2.1.3 Fungsi Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia SDM perlu dikelola secara baik dan profesional agar tercipta keseimbangan antara kebutuhan SDM dengan tuntutan serta kemajuan organisasi. Keseimbangan itu merupakan kunci sukses bagi organisasi agar dapat berkembang dan tumbuh secara produktif dan wajar. Perkembangan organisasi sangat tergantung pada produktivitas tenaga kerja yang terdapat dalam organisasi. Bila pengembangan SDM dilaksanakan secara profesional, diharapkan SDM dapat bekerja secara lebih produktif. Pengelolaan dan pengembangan SDM
ini
dimulai
penempatan
sesuai
dari
sejak
dengan
perekrutan, kemampuan,
seleksi,
pengklasifikasian,
penataran/pelatihan
dan
pengembangan karir. Dengan demikian, masalah manusia merupakan faktor utama sebagai modal usaha yang perlu diperhatikan oleh organisasi. Lembaga atau organisasi yang dinamis dan berkembang selalu menghadapi berbagai perubahan karena semakin kompleks dan rumitnya pekerjaan. Perubahan ini menunjukkan pertumbuhan, perluasan dan pembebanan tanggungjawab. Menurut Desler (1995:297), pengembangan pegawai adalah upaya untuk meningkatkan prestasi pegawai pada saat sekarang atau di masa depan memberikan pengetahuan merubah sikap atau meningkatkan keterampilan, dalam hal ini mencakup program-program dalam organisasi seperti kursus, bimbingan dalam pekerjaan dan rotasi
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
penugasan, serta program-program profesional seperti seminar yang diselenggarakan oleh manajemen atau universitas. Sasaran yang diharapkan dari pengembangan SDM itu antara lain pekerjaan yang dilakukan dapat lebih cepat dan lebih baik; penggunaan bahan dapat lebih hemat; penggunaan peralatan/mesin diharapkan lebih tahan lama; angka kecelakaan diharapkan dapat diperkecil; tanggungjawab diharapkan menjadi lebih besar serta kelangsungan organisasi dapat lebih terjamin di masa mendatang. Tujuan organisasi akan tercapai dengan baik, apabila pegawai dapat mempertahankan tugas-tugasnya dengan efisien, oleh karena itu untuk meningkatkan kemampuan kerja pegawai, organisasi harus menjalankan usaha-usaha mengembangkan pegawainya. Tujuan pengembangan pegawai adalah untuk memperbaiki efektifitas kerja pegawai dalam mencapai hasilhasil kerjanya yang telah ditetapkan. Perbaikan efektifitas kerja dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pengetahuan kerjanya, keterampilan maupun upaya meningkatkan pengetahuan pegawai itu sendiri terhadap bidang tugasnya. Melalui pengembangan SDM, efektifitas kerja dapat lebih ditingkatkan bilamana SDM yang ada telah sesuai dengan kebutuhan organisasi. Selain itu, Standar Operating Prosedure (SOP) sebagai pedoman kerja telah dimiliki yang meliputi suasana kerja kondusif, tersedia perangkat kerja sesuai dengan tugas masing-masing, adanya jaminan keselamatan kerja, semua sistem telah
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
berjalan dengan baik, dapat diterapkannya secara baik fungsi organisasi, penempatan SDM telah dihitung berdasarkan kebutuhan dan beban kerja (Rivai, 2005:49). Tidak dapat disangkal bahwa peningkatan efektifitas kerja seluruh pegawai dalam organisasi termasuk dalam organisasi pemerintahan mutlak dijadikan sasaran perhatian manajemen. Perhatian dan usaha demikian penting disebabkan oleh alasan berikut: a. Penelitian dan pengalaman banyak orang menunjukkan bahwa potensi pegawai tidak selalu sepenuhnya dapat digali dan dimanfaatkan. Artinya biasanya terdapat kesenjangan antara kemampuan efektif ril dengan kemampuan potensial. b. Selalu terjadi perubahan dalam proses produksi barang dan atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi, baik karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun karena perubahan tuntutan konsumen dalam arti mutu, kuantitas dan bentuk yang sesuai dengan perkembangan zaman. c. Bentuk, jenis dan intensitas persaingan antara berbagai organisasi yang mungkin saja meningkat dan adakalanya berkembang tidak sehat, terutama apabila makin banyak lembaga yang menghasilkan barang atau jasa yang sejenis (Rivai, 2005:49-50). Dengan demikian, jelas terlihat bahwa terdapat kaitan yang sangat erat antara peningkatan efektifitas dengan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Selain itu, dengan adanya pengembangan SDM, produktivitas akan dapat lebih ditingkatkan apabila tersedia data tentang pengetahuan, pekerjaan, pelatihan yang telah diikuti oleh pegawai. Mengingat sasaran pembinaan pegawai adalah produktifitas yang optimal, maka kegiatan yang dilaksanakan harus mencerminkan unsur-unsur yang dapat menjamin tercapainya hasil secara optimal.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Pentingnya manajemen memberikan perhatian pada produktivitas kerja ini disebabkan oleh alasan-alasan berikut: a. Organisasi sebagai produsen yang menghasilkan produk dan jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang selalu terjadi perubahan, baik karena tuntutan kebutuhan/permintaan konsumen yang berubah-ubah seiring dengan perkembangan pengetahuan teknologi maupun karena tuntutan kualitas, mode situasi dengan perkembangan zaman. b. Ragam produk dan jasa yang dihasilkan lembaga semakin banyak yang memerlukan pengetahuan dan teknologi yang beragam pula, sehingga memerlukan keahlian SDM yang berbeda dan beragam. c. Pesaingan yang semakin ketat antar lembaga yang menghasilkan produk dan jasa sejenis. d. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas kerja SDM dapat ditingkatkan melalui upaya peningkatan kepuasan kerja, motivasi kerja dan pengetahuan SDM (Rivai, 2005:50). Berdasarkan itu, fungsi pengembangan SDM selain meningkatkan efektivitas kerja juga dapat mendorong peningkatan produktivitas organisasi. Senada dengan itu, Flippo (1995:210), mengatakan bahwa manfaat pengembangan SDM pada setiap organisasi adalah: a. Produktifitas semakin bertambah dipandang dari sudut jumlah dan mutu b. Semangat kerja semakin meningkat c. Pengawasan semakin berkurang d. Kecelakaan kerja semakin berkurang e. Stabilitas dan fleksibilitas organisasi semakin bertambah Sedangkan menurut Handoko (2003:85), beberapa alasan mengapa pengembangan SDM itu perlu dilaksanakan: a. Dapat mengurangi ketergantungan pada penarikan tenaga kerja yang baru b. Lowongan pekerjaan lebih memungkinkan dipenuhi terlebih dahulu secara internal c. Semakin besar rasa keterkaitan pegawai terhadap lembaga
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
d. Cara efektif untuk menghadapi tantangan yang dihadapi oleh organisasi
2.2. Manajemen Pemerintahan Secara umum manajemen pemerintahan adalah pengendalian dan pemanfaatan semua faktor dan sumber daya sesuai perencanaan (planning) hingga evaluasi yang diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu tujuan tertentu. Sebagaimana manajemen yang dipraktekkan di sektor swasta, maka manajemen pemerintahan ditempatkan pada posisi yang sama, yakni harus memiliki orientasi kepada siapa jasa publik itu diberikan. Dalam manajemen pemerintahan dikenal tiga aktor, yaitu pelanggan, produser dan pengatur pelayanan (service arranger). Apabila produser merangkap sebagai pengatur, maka produser selain memproduksi juga memasarkan dan mendistribusi jasa kepada pelanggan dan pelanggan secara langsung menerima pelayanan dari produser (pemerintah). Sejalan dengan itu, Ndraha (1997:73-86) berpendapat bahwa pemerintah berfungsi sebagai pembuat, penjual dan distibutor, sementara rakyat adalah pemesan, pembeli, penerima produk-produk pemerintahan. Hubungan antara pemerintah dan yang diperintah pada situasi seperti ini diibaratkan hubungan produser dengan konsumer dan disebut hubungan transaksional maupun transformasional.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Fungsi
pemerintah
bukan
hanya
semata
melakukan
aktivitas
pelayanan, tetapi juga menjamin bahwa pelayanan yang diberikan berkualitas, dalam pengertian sesuai dengan tuntutan kebutuhan pelanggan atau berorientasi pada kepentingan publik. Orientasi manajemen pemerintah harus memperhatikan aspirasi masyarakat sebagai pelanggannya dan menempatkan kepentingan masyarakat sebagai kepentingan pertama yang harus dilayani. Manajemen pemerintahan perlu membangun sistem kualitas terpadu, perubahan budaya (culture change) yang berorientasi pada kepentingan masyarakat serta menjadikan kualitas pelayanan sebagai suatu kebutuhan (the way of life), sehingga dapat menghasilkan pelayanan yang berkualitas. Manajemen pemerintahan seperti ini diharapkan dapat memenuhi tuntutan yang berkembang. Pemerintahan desa sebagai satuan pemerintahan dalam struktur ketatanegaraan terendah, secara operasional menjadi komponen terdepan yang berhadapan langsung dengan aktivitas kehidupan masyarakat. Tuntutan dan
kebutuhan
masyarakat
secara
prosedural
disampaikan
melalui
pemerintahan desa, selanjutnya secara struktural diteruskan kepada pemerintah tingkat atasnya (pemerintah kecamatan). Demikian pula sebaliknya, berbagai kebijaksanaan dan program yang diimplementasikan pemerintah dijabarkan melalui satuan pemerintahan sampai pada tingkat desa yang langsung berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Pemerintahan desa menyandang tugas dan kewajiban ganda atau dwi fungsi pemerintahan. Terhadap pemerintah, ia bertindak sebagai wakil masyarakat, dan terhadap masyarakat ia bertindak selaku wakil dari pemerintah. Fungsi tersebut, menempatkan pemerintahan desa sebagai penghubung
antara
pemerintah
dan
masyarakatnya.
Dalam
upaya
melaksanakan tugasnya, institusi pemerintah menurut Katz (dalam Ndraha, 1987:113) "memerlukan dukungan struktur (organisasi) seperti dasar hukum, tata kerja, biaya, fasilitas, personil dan sebagainya, serta dukungan lingkungan yang berfungsi sebagai masukan dalam pelaksanaan tugas". Dukungan struktur organisasi ini, meliputi: (1) kemampuan menyiapkan sarana bagi pelaksanaan tugas, (2) kemampuan memelihara pola perilaku organisasi, dan (3) kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan mengendalikan lingkungan yang bersangkutan. Sebagai unit pemerintahan terendah, pemerintahan desa mempunyai otonomi dalam arti berhak dan berwenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan, juga mempunyai tugas lain sebagai bagian dari segenap wewenang dan kewajibannya, yaitu hak atas pelaksanaan tugas dekonsentrasi, desentralisasi dan tugas pembantuan yang dibebankan oleh pemerintah tingkat atasnya. Hal ini diikuti pula dengan tanggungjawab pemerintahan
desa
dalam
memanage
dan
mengarahkan
aparat
organisasi
kemasyarakatan sebagai organisasi yang berdiri sendiri, yang tumbuh atas
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
keinginan rakyat, menjadi harapan besar sehingga dapat berperan dalam membantu pemerintahan desa dalam mengelola pembangunan desa. Organisasi masyarakat yang bersifat lokal, Lembaga Masyarakat Desa (LMD), merupakan wahana partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan yang fungsinya memadukan berbagai kegiatan pemerintah serta swadaya gotongroyong masyarakat. Dalam menerapkan manajemen pemerintahan desa, perlu diterapkan prinsip responsivness, yakni sikap keterbukaan dan transparan dari aparat pemerintahan agar masyarakat
mudah memperoleh data dan informasi
tentang kebijaksanaan, program dan kegiatan yang akan, sedang dan sudah dijalankan sehingga muncul sikap partisipasi masyarakat dalam perumusan atau
perencanaan,
pelaksanaan,
pengawasan
dan
pengendalian
kebijaksanaan publik yang terkait dengan dirinya. Selain itu, perlu diterapkan prinsip akuntabilitas, yang menuntut aparat pemerintah untuk mampu mempertanggungjawabkan kebijaksanaan, program dan kegiatan yang dilaksanakan termasuk pula yang terkait erat dengan pendayagunaan ketiga komponen, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumberdaya manusia. Selanjutnya perlu diterapkan prinsip responsibilitas, yang menuntut aparat pemerintah mendasarkan setiap tindakannya pada aturan hukum, baik yang terkait dengan lingkungan eksternal (masyarakat luas) maupun yang berlaku di lingkungan internal.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Kinerja aparat pemerintahan dapat dikatakan baik apabila telah mampu merealisasikan dan mempertanggungjawabkan seluruh kebijakan, program dan kegiatan sesuai dengan misinya selama waktu tertentu dalam memenuhi tuntutan dan kepentingan masyarakat. Sedangkan manajemen yang berhasil mengelola organisasi adalah mampu mewujudkan lembaga pemerintahan yang berkinerja tinggi. Ciri-ciri organisasi berkinerja tinggi menurut Siagian (1995:27-29), adalah: a. Mempunyai arah yang jelas untuk ditempuh. Arah tersebut tercermin pada visi yang dimiliki para manajer dalam organisasi tentang mau kemana organisasi akan dibawa di masa depan. b. Selalu berupaya agar dalam organisasi tersedia tenaga-tenaga berpengetahuan dan berketerampilan tinggi disertai oleh semangat kewirausahaan. c. Membuat komitmen yang kuat pada suatu rencana aksi strategis, yaitu rencana aksi yang diharapkan membuahkan keuntungan finansial yang memuaskan dan menempatkan organisasi pada posisi yang bersaing serta dapat diandalkan. d. Memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya efektivitas dan produktivitas yang meningkat. e. Membuat komitmen yang mendalam pada strategi yang telah ditentukan dan berupaya bersama seluruh komponen organisasi lainnya agar strategi tersebut membuahkan hasil yang maksimal. Aparatur pemerintahan dikatakan memiliki kinerja yang tinggi apabila memiliki ciri-ciri, memiliki visi yang memuat kejelasan tujuan yang ingin dicapai, kualitas sumberdaya manusia yang handal, adanya komitmen terhadap rencana aksi strategis, dan kesadaran akan pentingnya efektivitas dan produktivitas yang tinggi. Keseluruhan upaya tersebut, diharapkan dapat mewujudkan kualitas manajemen pemerintahan.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
2.3 Kemampuan Aparat Pemerintahan Kemampuan aparat pemerintah sangat terkait dengan kualitas dari Sumber Daya Manusia (SDM). Kemampuan pemerintah daerah menurut Strauss dan Stayle (1980:299), adalah: (1)mengidentifikasi masalah-masalah pembangunan dan kesempatan; (2)mengidentifikasi atau membuat kemungkinan pemecahan masalahmasalah pembangunan; (3)membuat keputusan dan memecahkan konflik; (4) memobilisasi sumber daya dan; (5)memanage programprogram pembangunan dan proyek pembangunan menjadi kriteria penting satu program untuk fungsi desentralisasi pembangunan untuk organisasi regional atau organisasi daerah harus disesuaikan dengan kemampuan agen-agen pelaksana. Kemampuan (ability) merupakan kapasitas seorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan ini terdiri dari kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan untuk mengerjakan kegiatan mental, sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecakapan, kekuatan dan keterampilan. Kemampuan yang berhubungan dengan tugas dan pekerjaan adalah kesanggupan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan secara sungguh-sungguh dan memberi
hasil
yang
baik.
Kemampuan
merupakan
keterampilan,
pengetahuan, dan mental bekerja seseorang yang didukung dengan kondisi fisik yang baik. Berdasarkan ini, unsur utama kemampuan aparatur adalah pengetahuan
dan
keterampilan
yang
diperoleh
dari
pendidikan,
keterampilan, atau pengalamannya selama bekerja.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Untuk meningkatkan kemampuan seorang pegawai dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan membentuk dan menambah pengetahuan tentang sesuatu dengan lebih cepat dan tepat. Sedangkan pelatihan akan membentuk keterampilan kerja (Simanjuntak, 1982:144). Nawawi (2000:67), berpendapat “peningkatan kemampuan dan kemahiran kerja dapat ditempuh dengan jalan menambah pengetahuan dan latihanlatihan bagi para personil melalui penataran, tugas belajar, latihan kerja di lingkungan sendiri atau di lingkungan lain dan di dalam atau di luar negeri”. Lebih lanjut Nawawi (2000:67), menambahkan peningkatan kemampuan kerja pegawai diarahkan untuk: 1. Memungkinkan tenaga kerja yang tersedia dipergunakan secara berdaya guna dan berhasil guna. 2. Menciptakan hubungan kerja yang menyenangkan dan produktifitas dalam kerangka mencapai tujuan. 3. Meningkatkan perkembangan tenaga kerja sampai batas kemampuan maksimal masing-masing dan sesuai pula dengan perkembangan cara dan peralatan kerja yang terbaru dan terbaik.
2.4 Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintahan Desa Kemampuan manajerial secara umum merupakan kemampuan manajer suatu organisasi dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Millet (dalam Todaro, 1998), mengatakan seorang manajer harus memiliki empat kemampuan pokok dalam menajalankan tugas-tugasnya, yaitu: (a) the ability to see an
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
enterprise as a whole; (b) the ability to make decisions; (c) the ability to delegate authority; dan (d) the ability to command loyalty. Seorang manajer harus mampu melihat organisasi sebagai satu keseluruhan (the ability to see an enterprise as awhole). Maksudnya, manajer dengan segala pengetahuan yang dimilikinya, harus dapat memandang seluruh unsur yang ada dalam organisasi sebagai satu kesatuan, serta dapat mempersatukan komponen organisasi atau individu-individu yang ada dan yang berpotensi bersama-sama bekerja untuk tujuan organisasi. Seorang manajer harus mampu mengambil keputusan-keputusan (the ability to make decisions) guna mengatasi segala permasalahan yang timbul, dengan demikian ia dapat membuat alternatif-alternatif dan selanjutnya memilih alternatif yang terbaik guna memecahkan permasalahan yang dihadapi. Manajer
harus
memiliki
kemampuan
untuk
melimpahkan
atau
mendelegasikan wewenang (the ability to delegate authority), artinya tidak semua pekerjaan dapat dilakukan oleh seorang manajer mengingat beban kerja yang berat, terlebih bagi manajer yang berada pada level puncak (top level manager). Selain itu, seeorang manajer harus memiliki kemampuan untuk menanamkan kesetiaan (the ability to command loyalty), artinya harus mampu memelihara loyalitas bawahan, baik terhadap atasannya maupun terhadap organisasi. Aparatur pemerintah yang memiliki kemampuan manajerial, adalah aparatur pemerintah yang mampu menerapkan fungsi-fungsi manajemen
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
pemerintahan, sehingga dapat melayani, mengayomi serta menumbuhkan prakarsa dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan memiliki kepekaan, baik terhadap pandangan maupun aspirasi yang hidup dalam masyarakat.
Kemampuan
manajerial
diperlukan
untuk
menentukan
pencapaian tujuan pemerintahan dalam pembangunan, menurut Katz (dalam Ndraha, 1987:112), dilihat dari aspek kemampuan administratif, yakni kemampuan mencapai tujuan yang diinginkan melalui sistem-sistem pendukung pembangunan. Terkait dengan pemerintahan desa, seorang Kepala Desa harus memiliki kemampuan administratif sekaligus kemampuan manajerial, artinya kedudukan Kepala Desa adalah administrator sekaligus manajer dalam lembaga pemerintahan desa. Siagian (1995:27), mengatakan bahwa bentuk nyata dari kegagalan suatu organisasi mengkaitkan pencapaian tujuannya dengan pencapaian tujuan masyarakat luas terlihat dalam dua wujud. Pertama, masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap organisasi yang bersangkutan. Kedua, akibat hilangnya kepercayaan tersebut masyarakat tidak lagi memberikan dukungan kepada kebijaksanaan dan kegiatan organisasi tersebut. Menurut
Tjokroamidjojo
(1987:71),
sejalan
dengan
kemajuan
masyarakat, semakin luas dan rumitnya pembangunan, mengharuskan adanya aparatur pemerintah yang berdaya guna tinggi. Fungsi dan kedudukan Kepala Desa sangat kompleks dan luas, walaupun secara struktural hanya penyelenggara unit pemerintahan terendah, tetapi dituntut
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
memiliki kemampuan manajerial yang handal dalam mengatasi dan menyelesaikan berbagai masalah di wilayahnya sebagai akibat dari tuntutan serta kebutuhan masyarakat desa yang kian meningkat. Dalam kaitan tersebut, Kepala Desa dalam melaksanakan tugas diperlukan perangkat pemerintahan desa yang memiliki kemampuan manajerial yang memadai. Mengacu pada model manajerial yang dikembangkan Simamora (1995:16), terdapat dua versi, yaitu: (1) acuan kerja manajer lini berorientasi pada produktivitas, sedangkan manajer staf, mereka berbagi tujuan, nilai dan pandangan dengan manajer lini dalam mengambil keputusan yang berkesesuaian. (2) Manajer lini melaksanakan fungsi-fungsi kunci seperti evaluasi kerja dan pengembangan, karena manajer lini mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi maka dapat berperan sebagai pelatih. Sedangkan manajer staf melakukan interaksi dengan pimpinannya.
2.4.1 Kemampuan Pengelolaan Struktur Organisasi Struktur pada dasarnya, adalah ciri organisasi untuk mengendalikan atau membedakan semua bagiannya (Sedarmayanti, 2001:33). Adanya struktur untuk membedakan organisasi dalam mengendalikan perilaku anggotanya dalam menjalankan tugas. Di samping itu, struktur juga mempengaruhi perilaku dan fungsi kegiatan di dalam organisasi. Dengan demikian, untuk dapat menciptakan efektivitas dan efisiensi organisasi, diperlukan keputusan yang sarat dengan mendesain struktur organisasi.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Struktur meliputi berbagai aspek, salah satu dapat ditinjau dari sentralisasi dalam organisasi, sebagaimana dikemukakan Hall (1977:50) sebagai berikut: Aspek lain dari struktur, sentralisasi dengan berbagai cara untuk memformalkannya dalam sentralisasi yang tinggi dan mudah. Sentralisasi rendah ditunjukkan oleh fakta bahwa departemen akademik secara totalitas bebas memilih anggota fakultas berdasarkan pada penilaian mereka yang memiliki sejumlah kekuasaan minimal. Level administratif sentral, sentralisasi tinggi terjadi bilamana pengambilan keputusan tertahan atau dekat pada puncak organisasi. Berbeda dengan era Orde Baru, struktur pemerintahan desa di era reformasi, ditandai oleh suatu struktur yang otonom. Desa tidak lagi menjadi bawahan langsung kecamatan. Hal penting dari perubahan stuktur ini adalah terjadinya pemisahan fungsi legislatif dan eksekutif. Pemisahan ini menjadi tegas dengan tidak adanya klausul mengenai posisi Kepala Desa di institusi BPD. Dengan demikian pemerintahan desa dikontrol oleh BPD. Di era otonomi, BPD merupakan mitra dari pemerintahan desa, yang fungsinya mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa. Posisi dan fungsi BPD, pada dasarnya memungkinkan keterlibatan rakyat untuk mengambil bagian dalam proses pengambilan kebijaksanaan di desa. Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, Kepala Desa mendapat dukungan dari struktur organisasinya, sebagaimana menurut Ndraha (1991:143), sebagai unsur pimpinan dalam struktur pemerintahan desa,
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
sekretaris desa selaku unsur staf dan kepala dusun sebagai unsur pelaksana. Staf
berfungsi
mengefektifkan
fungsi
kepala
desa
dan
tugas-tugas
manajemen. Menurut Ndraha (2000:49), semakin modern masyarakat, semakin diversifikatif produk, semakin saling bergantung setiap orang pada orang lain dan semakin diperlukan kerjasama antar manusia.
2.4.2 Kemampuan Memperoleh Dukungan Lingkungan Kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa tidak berarti apaapa apabila tidak disertai dengan lingkungan, sistem nilai serta dukungan sumber daya yang kondusif. Keterkaitan (dukungan) lingkungan terhadap kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa (Kepala Desa dan perangkatnya),
terletak
pada
kenyataan
bahwa
pemerintahan
desa
merupakan tokoh-tokoh pilihan masyarakat desa. Dengan demikian, dukungan lingkungan terhadap pemerintahan desa meliputi beberapa hal, antara lain: a. Melalui sistem itu pemerintahan desa umumnya dan Kepala Desa khususnya diharapkan akseptabel dalam masyarakat, sebagai pemimpin lokal yang berasal dari daerah setempat dan dapat membawakan aspirasi masyarakat desa. b. Prosedur demokratis di tingkat desa dan diterapkan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan "grass roots planning". c. Karena Kepala Desa dan unsur pmerintahan desa lainnya berasal dari rakyat, maka harus ada perasaan bersama. Merasakan apa yang diinginkan masyarakat. d. Suasana yang demokratis yang membentuk iklim yang sehat bagi tumbuhnya prakarsa dan rasa tanggungjawab masyarakat dalam pembangunan desa, timbulnya rasa percaya diri untuk kemudian kemampuan itu berkembang.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
e. Penetapan dan penggerakan sumber-sumber daya yang ada agar dimanfaatkan guna meningkatkan kemampuan desa untuk berkembang secara mandiri. f. Peran pemerintah dalam membimbing pertumbuhan pembangunan di desa dalam hal merencanakan pembangunan desa, misalnya berlangsung dalam tiga tahap; yakni perencanaan untuk masyarakat, perencanaan bersama masyarakat dan perencanaan oleh masyarakat (Ndraha, 1991:145). Menurut Sedarmayanti (2001:93), organisasi perlu mengidentifikasi kekuatan seluruh sumber daya atau kekuatan yang dimiliki beserta kelemahannya. Identifikasi kelemahan dan kekuatan organisasi dilakukan dalam upaya menggali keunggulan bersaing (competitive advantage). Adapun dukungan lain dari keterkaitan lingkungan adalah adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Partisipasi dapat dianggap sebagai masukan bagi pembangunan. Di samping itu, partisipasi dapat menjadi tolok ukur untuk menilai apakah sebuah proyek yang bersangkutan merupakan proyek pembangunan desa atau bukan. Menurut Peter (dalam Ndraha 1991:103), jika masyarakat desa yang bersangkutan tidak berkesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan suatu proyek di desanya, maka pada hakekatnya bukanlah proyek pembangunan desa. Mubyarto (2000:35), mengatakan "partisipasi adalah kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri". Sedangkan Bryant dan White (dalam Ndraha 1991:102), menyebut dua macam partisipasi, yaitu partisipasi antara sesama warga atau anggota suatu perkumpulan yang
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
dinamakan partsipasi horizontal, dan partisipasi yang dilakukan oleh bawahan dengan atasan, antar klien dengan patron atau antar masyarakat sebagai suatu keselurahan dengan pemerintah yang dinamakan partisipasi vertikal. Keterlibatan dalam kegiatan seperti perencanaan dan pelaksanaan pembangunan disebut partisipasi dalam proses administratif. Upaya menggerakkan partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan cara-cara berikut: Pertama, proyek pembangunan desa dirancang secara sederhana dan mudah dikelola oleh masyarakat. Kedua, organisasi dan lembaga kemasyarakatan harus mampu menggerakkan dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Ketiga, adanya peningkatan peranan masyarakat dalam pembangunan (Ndraha, 1991:105).
2.4.3 Kemampuan Pelaksanaan Tugas (Performance) Kemampuan melaksanakan tugas adalah kemampuan untuk mencapai keluaran yang telah ditetapkan atau hasil yang hendak dicapai. Kemampuan melaksanakan tugas (performance) sebagaimana dikemukakan Ndraha (1991:113), terdiri dari kemampuan untuk merencanakan usaha mencapai tujuan dan kemampuan untuk melaksanakan rencana tersebut. Dalam kemampuan untuk merencanakan usaha tersebut termasuk kemampuan untuk menggali, menggerakkan dan mengkombinasikan masukan-masukan dari lingkungan dan menyiapkannya bagi sistem pelaksanaan tugas, karena
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
pelaksanaan tugas merupakan proses yang langsung berkaitan dengan pencapaian tujuan, maka sistem inilah yang penting. Pelaksanaan tugas berkaitan dengan kinerja. Kinerja menurut Mangkunegara (2000:67), adalah "hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya". Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tugas (performance) adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Davis (dalam Mangkunegara 2000:67), faktor kemampuan, terdiri dari kemampuan yang diperoleh dari pendidikan yang memadai dan terampil dalam menjalankan tugasnya, maka ia lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan, serta faktor motivasi yang terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). McClelland (dalam Mangkunegara
2000:8), mengemukakan enam
karakteristik pegawai yang memiliki motif berprestasi tinggi, yaitu: a. b. c. d.
Memiliki tanggungjawab pribadi yang tinggi. Berani mengambil resiko. Memiliki tujuan yang realistis. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuannya. e. Memanfaatkan umpan balik (feedback) yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukannya. f. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
2.4.4 Kemampuan Kepemimpinan (Leadership) Pemerintahan Tiap organisasi atau kelompok selalu memiliki pemimpin dan anggota. Jika dalam suatu kelompok tidak ada pemimpin, maka kegiatan yang dilakukan tidak akan terarah bahkan tidak akan dapat mencapai tujuan yang ditetapkan. Kepemimpinan melibatkan orang lain, oleh karena itu dimana ada pemimpin, pasti terdapat pengikut. Terry (1993:11), mengatakan kepemimpinan adalah interaksi antar anggota dalam suatu kelompok. Pemimpin adalah agen perubahan, dan orang yang lebih berpengaruh terhadap bawahannya. Usaha mempengaruhi suatu kelompok atau organisasi bukan pekerjaan yang mudah. Seorang pemimpin harus mampu mempengaruhi dan menghimbau bawahannya, dan harus memiliki keterbukaan terhadap pandangan-pandangan baru, tanggap atas keperluan bawahannya, serta mendukung pelaksanaan inovasi. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, maka pemimpin harus menjadi agen perubahan yang menerima ide-ide baru, tanggap terhadap kebutuhan bawahannya, dan menjadi fasilitator serta mampu melaksanakan ide baru yang disepakati. Stoner
(1982:53),
mengatakan
kepemimpinan
adalah
proses
mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas para anggota kelompok. Definisi ini menyangkut tiga implikasi penting. Pertama, kepemimpinan menyangkut orang lain (bawahan atau pengikut). Kesediaan mereka untuk menerima pembinaan dari pemimpin para anggota kelompok
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
membantu
menentukan
kepemimpinan
status,
tanpa
bawahan
semua
kualitas
seorang manager akan menjadi tidak relevan. Kedua,
kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang tidak seimbang diantara para pemimpin dan anggota kelompok. Para pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan para anggota kelompok, tetapi para anggota kelompok tidak dapat mengarahkan kegiatan pemimpin secara langsung, meskipun dapat juga melalui cara-cara tidak langsung. Ketiga, selain dapat memberikan pembinaan kepada bawahan atau pengikut, pemimpin juga dapat menggunakan pengaruh. Dengan kata lain pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan, tetapi juga mempengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya. Kegiatan pimpinan tidak terlepas dari faktor lingkungan, menurut Wexley dan Yulk (1992:85), untuk memantau pengumpulan informasi mengenai kegiatan unit organisasi, manajer memperhatikan perolehan informasi yang dibutuhkan untuk mengevaluasi kemajuan pekerjaan, kinerja, para bawahan secara individual, kualitas produk atau jasa, keberhasilan proyek atau program, peristiwa dalam organisasi yang mempengaruhi manajer unit, perhatian dari konsumen dan klien, kinerja para pemasok dan penjual, tindakan pesaing, serta perubahan-perubahan lain dalam lingkungan ekstemal,
seperti
kecenderungan
pasar,
kondisi
ekonomi,
kebijakan
pemerintah dan pengembangan teknologi. Pemantauan ini pula dapat mengetahui apakah kepemimpinan yang dilaksanakan efektif atau tidak.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
2.5 Pembangunan Desa Secara etimologi, pembangunan berasal dari kata "bangun", diberi awalan "pem" dan akhiran "an", guna menunjukkan perihal membangun. Kata bangun setidak-tidaknya mengandung empat arti. Pertama, dalam arti sadar atau siuman. Kedua, dalam arti bangkit atau berdiri. Ketiga, dalam arti bentuk. Keempat, dalam arti kata kerja, yakni membuat, mendirikan atau membina. Pembangunan meliputi pula segi anatomik (bentuk), fisiologik (kehidupan) dan behavioral (perilaku) (Ndraha, 1987:1). Pembangunan menurut Tjokroamidjojo (1987:2), adalah "usaha perubahan ke arah yang lebih baik yang dilakukan secara berencana dan bertahap”. Menurut Siagian (1988:31), pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building). Bhattacharya Administrative Organization for Development (dalam Ndraha 1991:72-73), memberi batasan pembangunan desa, sebagai proses usaha masyarakat desa yang bersangkutan dipadukan dengan usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, mengintegrasikan kehidupan masyarakat desa ke dalam kehidupan bangsa dan memungkinkan mereka untuk memberikan sumbangan sepenuhnya kepada kemajuan nasional. Berdasarkan definisi ini, pembangunan masyarakat desa dipahami sebagai
proses
kerjasama
pemerintah
dengan
masyarakat
dalam
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
memperbaiki kondisi ekonomi, sosial dan kebudayaan ke dalam integritas komunitas kehidupan bangsa. Proses tersebut meliputi dua elemen dasar, yaitu partisipasi masyarakat dan bantuan pelayanan teknis dari pemerintah. Proses tersebut diwujudkan dalam berbagai program yang dirancang untuk kepentingan masyarakat. Pembangunan sebagai usaha sadar dan terencana yang dilakukan untuk mencapai kondisi atau keadaan tertentu yang lebih baik dari sebelumnya, meliputi segala aspek kehidupan politik, ekonomi dan sosial budaya. Menurut Ndraha (1987:100), istilah pembangunan desa dapat saling dipertukarkan dengan istilah pembangunan batasan
pedesaan,
dalam
batasan-
pengertian pembangunan masyarakat, tentu saja pembangunan
pedesaan sebagai metode dapat juga diterapkan pada pembangunan masyarakat di daerah perkotaan. Ini juga yang dijadikan landasan pembangunan masyarakat di kota-kota seluruh Indonesia. Tujuan utama pembangunan desa, menurut Ndraha (1981:84), adalah: Pertama, meningkatkan taraf hidup masyarakat. (a) Pemerintah berhasil membangun berbagai fasilitas kehidupan masyarakat sebagai modal dan sarana penggerak masyarakat desa. (b) Pemerintah berhasil menggerakkan masyarakat (mobilisasi) dengan berbagai cara dan sarana seperti simulasi, perlombaan desa, penetapan-penetapan target dan mungkin melalui instruksi-instruksi. Kedua, menumbuhkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat desa, yang dimulai dari bobot yang rendah (partisipasi fisik) atau hanya beberapa orang saja yang tergerak kemudian meningkat sampai kepada bobotnya yang tertinggi (partisipasi bertanggungjawab), dimana setiap orang merasa tergerak untuk berpartisipasi. Ketiga, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri dan hidup dalam suasana sejahtera dengan lingkungannya.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Konteks peningkatan taraf hidup masyarakat lebih nyata apabila masyarakat desa telah memperoleh taraf hidup yang layak, dalam arti kebutuhan pokoknya (primary needs) bisa terpenuhi, mereka dapat menikmati kebutuhan pangan, sandang, dan papan serta pendidikan dan pelayanan kesehatan. Dalam konteks ini Ndraha (1981:31), menambahkan bahwa sejauh mungkin bersandar pada sumber-sumber setempat dan bergerak atas kekuatan sendiri, berdasarkan rasa percaya atas kekuatan sendiri, prakarsa, tekad untuk menolong diri sendiri dan rasa tanggungjawab. Kemudian adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, berupa: (1) partisipasi
dalam
aktivitas-aktivitas
bersama
dalam
proyek-proyek
pembangunan yang khusus. (2) Partisipasi sebagai individu di luar aktivitasaktivitas bersama dalam pembangunan Koentjaraningrat (1993:79). Pada tipe yang pertama, rakyat pedesaan diajak, dipersuasi, diperintahkan atau dipaksa dari wakil-wakil dari beraneka warna departemen atau pamong desa untuk berpartisipasi dan menyumbangkan tenaga atau hartanya kepada proyek-proyek pembangunan yang khusus dan biasanya bersifat fisik. Pada tipe yang kedua, tidak ada proyek aktivitas bersama yang khusus tetapi ada proyek-proyek pembangunan yang tidak bersifat fisik namun memerlukan partisipasi masyarakat atas dasar kemauan mereka sendiri. Kebutuhan adanya perimbangan peran (konsep keseimbangan dan partisipasi) antara masyarakat dengan pemerintah dalam mekanisme
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
pelaksanaan pembangunan desa untuk menciptakan sosok masyarakat yang mandiri, merupakan tujuan dan sasaran pokok pembangunan yang diidealkan. Konsep kemandirian sebagai wujud kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri dalam pembangunan desa, memiliki arti yang lebih luas dari sekedar perimbangan tanggungjawab pembiayaan pembangunan. Konsep mandiri berarti perimbangan kekuatan antara masyarakat pedesaan dan negara dalam menentukan arah dan tujuan perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat (Soetrisno, 1995:20). Menurut Ndraha (1981:31), kemampuan masyarakat desa untuk berkembang secara mandiri adalah kemampuan masyarakat desa untuk mengidentifikasikan kebutuhan dan masalah-masalah yang dihadapi, menyusun usaha untuk memenuhi kebutuhan serta memecahkan masalah tersebut. Bertumpu pada beberapa pandangan di atas, partisipasi tumbuh dan berkembang dengan sendirinya secara sukarela oleh masyarakat, dalam arti masyarakat desa telah berkemampuan dalam mengidentifikasikan berbagai kebutuhannya serta dapat mengolah sumber-sumber setempat bagi kepentingannya. Apabila masyarakat sudah mencapai kemandirian, maka akan melahirkan perubahan struktural serta memprakarsai perubahan dan pembaharuan seirama dengan arus kemajuan dan perkembangan zaman yang secara terus menerus. Kemandirian suatu masyarakat akan tampak apabila telah muncul prakarsa, swadaya serta kesediaan untuk siap menerima pembaharuan dan perubahan.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
2.6 Aparat Pemerintahan Desa Penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaran pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat. Dalam UU No. 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa desa tidak lagi merupakan wilayah administratif, bahkan tidak lagi menjadi bawahan atau unsur pelaksana daerah, tetapi menjadi daerah istimewa dan besifat mandiri yang berada dalam wilayah kabupaten sehingga warga desa berhak berbicara atas kepentingan sendiri sesuai dengan kondisi sosial budaya yang hidup di lingkungan masyarakatnya. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, di desa dibentuk Pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa, yang merupakan Pemerintahan Desa. Pemerintahan desa terdiri atas Kepala Desa atau yang disebut nama lain dan Perangkat Desa. Berdasarkan ini, yang termasuk aparat pemerintahan desa adalah Kepala Desa dan perangkat desa. 1. Kepala Desa Kepala Desa adalah warga desa yang dipilih oleh masyarakat desa yang kemudian diangkat dan dilantik menjadi Kepala Desa, yang mempunyai fungsi sesuai UU No. 32 Tahun 2004, sebagai berikut: a. b. c. d. e.
Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa. Membina kehidupan masyarakat desa. Membina perekonomian desa. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat desa. Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
f. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya.
2. Perangkat Desa UU No. 32 Tahun 2004 tidak menjelaskan secara rinci mengenai perangkat desa. Namun demikian yang dimaksud perangkat desa adalah: a. Unsur staf, yaitu unsur pelayanan kesekretariatan (Sekretaris Desa). b. Unsur pelaksana teknis, yaitu Kepala Urusan yang terdiri dari Kepala Urusan Pemerintahan, Kepala Urusan Pembangunan dan Kepala Urusan Pelayanan Umum. c. Unsur wilayah adalah Kepala Dusun, yang membantu Kepala Desa di wilayah bagian desa. Sedangkan
tugas
dan
fungsi
masing-masing
perangkat
desa
diserahkan kepada desa melalui Peraturan Desa untuk menyusunnya sendiri sesuai dengan adat istiadat serta kondisi daerah dan masyarakat desa setelah mendapat persetujuan Badan Perrmusyawaratan Desa (BPD). 2.7 Hubungan Kemampuan Manajerial dengan Pembangunan Desa Kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa memiliki arti penting dalam menunjang pembangunan desa. Pengembangan atau pembangunan pedesaan keberhasilannnya sangat ditunjang oleh pelaksanaan manajemen pemerintahan yang baik. Hal ini bermakna bahwa kemampuan
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
manajerial
aparat
pemerintahan
desa
dalam
mengelola
manajemen
pemerintahan yang berlangsung secara baik mulai dari aspek perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi, akan sangat bermanfaat dalam menunjang pembangunan desa. Mengingat pembangunan desa adalah sebuah aktivitas yang dilakukan masyarakat dan pemerintah secara bersama-sama, maka salah satu unsur pengelola pembangunan desa yang utama adalah aparat pemerintahan desa sebagai administrator pembangunan desa. Kapasitas aparat pemerintahan desa dalam hal ini kemampuan manajerial
harus
memadai,
mampu
memberikan
pelayanan
kepada
masyarakat secara maksimal. Pemerintahan desa yang sukses dalam penyelenggaraan
pembangunan
desa
adalah
mereka
yang
mampu
melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dalam upaya mencapai tujuan. Gagal atau
berhasilnya
pembangunan
desa
tergantung
dari
kemampuan
manajemen pemerintahan desa. Sumodiningrat (1996:146), mengatakan: Sistem kerja tradisional tidak cocok lagi dalam keadaan desa pada waktu ini. Penerapan manajemen pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa tidak dapat ditunda lagi. Pengurusan rumah tangga harus dilakukan sesuai dengan fungsifungsi manajemen, yaitu penerapan perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, koordinasi dan kontrol. Dengan penerapan sistem manajemen pemerintahan yang mantap, diharapkan dapat tercipta kepemimpinan di desa yang lebih sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemajuan masyarakat, yakni kepemimpinan yang mampu menumbuhkembangkan serta mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Dengan kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa, akan dapat mengantisipasi dan menterjemahkan berbagai program pembangunan sesuai tuntutan serta kebutuhan masyarakat dengan memanfaatkan sepenuhnya potensi dan sumber daya yang tersedia di desa. Kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dijabarkan melalui kerangka kerja manajemen pemerintahan. Ndraha (1999:8), menjelaskan kerangka kerja manajemen pemerintahan adalah penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam metodologi ilmu pemerintahan, yaitu: Proses pengolahan input untuk menghasilkan output sampai pada outcome. Input perencanaan adalah inovasi (aspirasi, tuntutan konsumer atau sovereign), sedangkan outputnya adalah rencana. Input pengorganisasian sumber-sumber adalah rencana dan outputnya adalah organisasi sumber daya. Input penggerakan adalah organisasi sumber daya dan outputnya adalah hasil (produk pemerintahan). Input evaluasi (pengawasan) berupa produk pemerintahan sedangkan outputnya adalah informasi tentang sejauhmana produk pemerintahan sesuai dengan tuntutan konsumen/sovereign. Informasi ini pada gilirannya menjadi masukan bagi para perencana, demikian seterusnya (siklus manajemen). Berdasarkan
pandangan
di
atas,
maka
yang
menjadi
aspek
kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa, antara lain: 1. Kemampuan
dalam
memimpin
dan
menggerakkan
organisasi
pemerintahan desa. 2. Kemampuan
mengkoordinasikan
kegiatan
dan
pelaksanaan
tugas
pemerintahan desa. 3. Kemampuan menerapkan prinsip manajeman pemerintahan desa yang berkaitan dengan pembangunan desa.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
4. Kemampuan
melahirkan
gagasan/ide
baru
untuk
kelancaran
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan desa. 5. Kemampuan menumbuhkan dukungan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa. Manulang (1982:54), mengatakan "kemampuan manajerial diperoleh dari upaya pengembangan diri melalui pendidikan dan pelatihan, sehingga diperoleh kesanggupan, kecakapan dan kekuatan dalam mengelola kegiatan manajemen". Sedangkan Ndraha (1981:51), melihat faktor lain yang dapat menumbuhkan kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa, yaitu: Pertama, penyediaan sarana teknis administrasi, berupa penyediaan alat-alat kelengkapan, seperti (a) barang-barang yang tahan lama, antara lain meja, kursi dan sebagainya yang lazim disebut inventaris; (b) barang-barang yang habis pakai seperti kertas, tinta dan sebagainya; (c) alat kelengkapan informatif berupa peta, struktur organisasi. Kedua, faktor pembinaan kepada aparat pemerintahan desa. Untuk menunjang pelaksanaan pembangunan desa pada khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya, diperlukan keterlibatan aktif seluruh rakyat bersama-sama dengan pemerintah. Dengan demikian peranan pemerintah sangat menentukan dalam arti sebagai pelopor, pembimbing dan penggerak bahkan sebagai teladan bagi masyarakat desa dalam setiap langkah dan gerak pembangunan desa. Oleh karena itu, diperlukan aparatur pemerintah yang berdaya guna tinggi dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah. Khususnya bagi aparatur pemerintahan desa yang
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
berhadapan dan berhubungan langsung dengan masyarakat. Berdaya guna tinggi dalam arti memiliki kemampuan manajerial yang memadai, sehingga pelaksanaan pembangunan dapat mencapai sasaran dan target yang telah ditentukan atau direncanakan secara terarah, terpadu, berdaya guna serta berhasil guna yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat sesuai hakekat pembangunan nasional. Dalam hubungan dengan pelaksanaan pembangunan desa, diperlukan aparat pemerintahan desa yang berkemampuan, berdedikasi, bersih dan berwibawa penuh rasa dan sikap pengabdian, yakni aparat pemerintahan desa beserta perangkatnya yang ada di desa. Kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dalam melaksanakan tugasnya mendapat dukungan dari dalam berupa struktur dan dari luar berupa dukungan lingkungan. Dengan kemampuan manajerial (administratifnya), pemerintah dapat melakukan berbagai hal dalam rangka mewujudkan hasil pembangunan desa.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
BAB III MOTODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Jadual Penelitian Penelitian ini dilakukan pada desa-desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan selama ±3 (tiga) bulan, yakni dari bulan Desember 2007 sampai dengan Pebruari 2008. Selama waktu itu, peneliti melakukan proses pengumpulan data, analisis data, pengkayaan materi serta penulisan laporan hasil penelitian. Tabel 3.1. Jadual Pelaksanaan Penelitian No
Pelaksanaan Kegiatan
1
Pengumpulan data
2
Identifikasi data
3
Pengelompokan data
4
Analisis data
5
Penulisan laporan penelitian
6
Konsultasi/bimbingan
7
Seminar hasil penelitian
8
Perbaikan laporan hasil penelitian
9
Sidang & penggandaan
Des 2007
Waktu Pelaksanaan Jan 2008 Peb 2008
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
3.2 Jenis dan Pendekatan Penelitian Berdasarkan bidang keilmuan, penelitian ini tergolong penelitian terapan dalam ilmu studi pembangunan. Jenis penelitian in adalah ex post facto, yakni penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi dan kemudian merunut ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut (Sugiyono, 2005:7). Sebagaimana dikatakan Kerlinger (1973), bila variabel bebas berbentuk atribut, maka penelitian yang dilakukan adalah ex post facto. Dilihat berdasarkan tempat penelitian, penelitian ini tergolong penelitian kancah (field research). Penelitian kancah paling sering dilaksanakan pada berbagai cabang ilmu pengetahuan, khususnya ilmu sosial. Semakin kompleks kancah, semakin banyak pula fenomena dan masalah yang dapat dipelajari. Penelitian kancah berhubungan dengan pranata dan budaya serta pengalaman hidup masyarakat, kelompok dan individu (Bungin, 2005:47). Dilihat berdasarkan tujuannya, penelitian ini tergolong pada penelitian
terapan,
yaitu
penelitian
yang
dilakukan
dengan
tujuan
menerapkan, menguji dan mengevaluasi kemampuan suatu teori yang diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah praktis (Sugiyono, 1998:2). Dilihat berdasarkan jenis datanya, maka penelitian ini tergolong penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif menurut Kuncoro (2004:1), adalah pendekatan ilmiah terhadap pengambilan keputusan yang berangkat dari data, selanjutnya diproses dan dimanipulasi menjadi informasi yang
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
berharga bagi masyarakat ilmiah. Pemrosesan dan manipulasi data mentah menjadi informasi yang bermanfaat inilah yang merupakan jantung dari analisis kuantitatif. Pendekatan penelitian adalah korelasional, yakni penelitian yang berusaha menghubungkan atau mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel lain (Ali, 2002:23). Untuk mengetahui besarnya hubungan variabel bebas (kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa) dengan variabel terikat (pembangunan desa) dilakukan pengujian statistik, yaitu untuk membantu peneliti melakukan generalisasi secara sahih dari data empirik yang telah dikumpulkan.
3.3 Populasi dan Sampel Subjek penelitian adalah Kepala Desa beserta perangkat-perangkatnya. Berdasarkan
itu,
maka
populasi
penelitian
adalah
seluruh
aparat
pemerintahan desa di lingkungan Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Berdasarkan data statistik Kecamatan Stabat dalam Angka (2007), jumlah seluruh desa di wilayah kecamatan Stabat terdapat 6 (enam) desa, yakni desa Banyumas, Pantai Gemi, Ara Condong, Kwala Begumit, Mangga dan Karangrejo. Masing-masing desa terdiri dari 5 (lima) orang aparat pemerintahan. Dengan demikian, total populasi penelitian adalah 30 orang. Mengingat jumlah populasi tidak mencapai 100, maka secara keseluruhan ditetapkan menjadi sampel, sebagaimana dikatakan Suharsimi Arikunto
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
(2002:112), "apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitan populasi". Sampel penelitian ini ditetapkan sebanyak 30 orang, berarti penelitian ini disebut juga penelitian sensus, yakni menetapkan semua anggota populasi menjadi sampel penelitian.
3.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas (independen variable) adalah kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa, diberi notasi X. Sedangkan variabel terikat (dependen variable) adalah pembangunan desa, diberi notasi Y. Variabel didefinisikan
kemampuan dengan
manajerial
kemampuan
aparat
aparatur
pemerintahan
pemerintah
desa
desa dalam
menerapkan fungsi-fungsi manajemen pemerintahan, sehingga dapat melayani, mengayomi serta menumbuhkan prakarsa dan partisipasi masyarakat
dalam
pembangunan
dan
memiliki
kepekaan
terhadap
pandangan maupun aspirasi yang hidup dalam masyarakat. Indikator kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa ini diukur melalui: (1) kemampuan pengelolaan struktur organisasi, (2) kemampuan memperoleh dukungan lingkungan, (3) kemampuan pelaksanaan tugas (performance), dan (4) kemampuan kepemimpinan (leadership).
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
1. Kemampuan pengelolaan struktur organisasi adalah kemampuan Kepala Desa melakukan kerjasama dengan seluruh perangkat-perangkat desa untuk melaksanakan fungsi pemerintahan dan pengambilan keputusan di tingkat desa. 2. Kemampuan memperoleh dukungan lingkungan adalah kemampuan Kepala Desa beserta perangkat-perangkatnya mendapatkan dukungan seluruh sumberdaya yang ada di tengah masyarakat secara kondusif dalam melaksanakan program pembangunan masyarakat desa. 3. Kemampuan pelaksanaan tugas (performance) adalah kemampuan Kepala
Desa
menggerakkan
beserta dan
perangkat-perangkatnya
mengkombinasikan
berbagai
untuk
menggali,
input
(masukan)
menjadi output (hasil) bagi pelaksanaan program pembangunan masyarakat desa. 4. Kemampuan kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan Kepala Desa beserta perangkat-perangkatnya mempengaruhi dan mengajak masyarakat desa untuk ikut berpartisipasi aktif dalam seluruh rangkaian program pembangunan masyarakat desa. Variabel pembangunan desa didefenisikan sebagai proses kerjasama pemerintah dengan masyarakat untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi kehidupan sosial, ekonomi dan kebudayaan masyarakat desa. Indikator variabel ini diukur melalui: (1) partisipasi masyarakat, (2)
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
perimbangan
peran
masyarakat
dan
pemerintah,
(3)
kemandirian
masyarakat, dan (4) taraf hidup masyarakat. 1. Partisipasi
masyarakat
adalah
kesediaan
masyarakat
desa
untuk
menyumbangkan tenaga, pikiran dan dana bagi pelaksanaan proyekproyek pembangunan fisik di wilayah desanya. 2. Perimbangan
peran
adalah
adanya
keseimbangan
peran
antara
masyarakat dan pemerintah dalam menentukan, melaksanakan dan mewujudkan
program-program
pembangunan
yang
berguna
bagi
kepentingan masyarakat desa. 3. Kemandirian masyarakat adalah prakarsa, swadaya serta kesediaan masyarakat desa untuk mengidentifikasikan kebutuhan dan masalahmasalah yang dihadapi, menyusun usaha untuk memenuhi kebutuhan serta
memecahkan
masalah
tersebut
secara
mandiri
dan
bertanggungjawab. 4. Taraf hidup masyarakat adalah terpenuhinya kebutuhan pokok (primary needs) masyarakat desa, berupa kebutuhan pangan, sandang dan papan serta pendidikan maupun pelayanan kesehatan.
3.5 Sumber Data Penelitian ini mengandalkan sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer diperoleh dari responden, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi maupun perpustakaan.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
3.6 Teknik Pengumpulan Data Data primer dijaring melalui penyebaran kuisioner. Pada kuisioner digunakan skala Likert yang diberi pilihan jawaban berkisar antara sangat setuju (SS); setuju (S); netral (N); tidak setuju (TS); dan sangat tidak setuju (STS). Dalam hal ini responden dapat memilih jawaban sesuai dengan kondisi objektif menurut persepsinya. Nilai persepsi responden ini diukur dengan memberikan nilai jawaban terhadap lima alternatif jawaban yang bergerak dari poin 5, 4, 3, 2 dan 1. Butir pertanyaan pada angket adalah butir pertanyaan positif (favourable). Nilai untuk butir positif adalah 5 untuk jawaban sangat setuju; 4 untuk jawaban setuju; 3 untuk jawaban sedang atau netral; 2 untuk jawaban tidak setuju; dan 1 untuk jawaban sangat tidak setuju. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui teknik checklist (membuat catatan-catatan) dari sejumlah data yang dibutuhkan dalam rangka mendukung objektifitas dan keakuratan penelitian ini.
3.7 Analisis Data Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah pengolahan dan analisis data. Data yang bersifat kualitatif dianalisis secara deskriptif analitis. Sedangkan data yang bersifat kuantitatif dianalisis dengan menggunakan statistik. Untuk menguji hipotesis penelitian, maka digunakan analisis
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
korelasi Product Moment, dengan bantuan software komputer Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 12,0.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Stabat merupakan satu di antara 20 (dua puluh) Kecamatan di wilayah administratif Kabupaten Langkat. Kecamatan ini terletak 030 45' – 040 00' Lintang Utara dan 980 15' - 980 00' Bujur Timur dan berada ±4 meter di atas permukaan laut. Secara keseluruhan, wilayah Kecamatan Stabat memiliki luas 9.124 hektar (91,24 Km2). Jarak antara Kantor Camat ke Kantor Bupati ±0,5 Km. Adapun batas-batas wilayah adalah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Secanggang 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Binjai 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Wampu 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang (Kecamatan Hamparan Perak). Dilihat berdasarkan pembagian wilayah, Kecamatan Stabat memiliki 10 desa/kelurahan. Adapun tanah di Kecamatan ini digunakan antara lain untuk lahan sawah, tanah kering dan bangunan/pekarangan. Secara rinci pembagian wilayah, dan jenis penggunaan tanah di Kecamatan Stabat dapat dilihat pada tabel berikut:
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.1 Luas Wilayah, Jarak ke Kantor Camat, dan Jenis Penggunaan Tanah di Kecamatan Stabat Dirinci Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2006
No
Nama Desa/Kelurahan
1
Banyumas
2
Kwala Bingai
3
Luas Wilayah (Km2)
Jenis Penggunaan Tanah Jarak ke Kantor Tanah Tanah Bangunan Camat (km) Sawah Kering /Pekaranga n
4,24
5,50
302
64
54
20,89
1,50
110
25
80
Sidomulyo
2,15
4,00
181
175
121
4
Pantai Gemi
4,20
5,00
73
1.831
150
5
Perdamaian
4,07
3,00
130
3.143
750
6
Stabat Baru
4,00
1,00
154
94
95
7
Ara Condong
4,02
4,50
245
89
87
8
Kwala Begumit
40,23
6,00
115
201
84
9
Mangga
3,50
12,00
230
137
90
10
Karangrejo Total
3,94 91,24
10,00
200 1.740
110 5.869
55 1.566
Sumber: BPS Kecamatan Stabat (2007) Berdasarkan data statistik di atas, desa/kelurahan terluas adalah Kwala Begumit sedangkan kelurahan terkecil adalah Sidomulyo. Tanah untuk lahan sawah terluas terdapat di desa Banyumas sedangkan tanah untuk lahan sawah paling sedikit terdapat di desa Pantai Gemi. Tanah kering terluas terdapat di kelurahan Perdamaian sedangkan lahan kering terkecil terdapat di desa Kwala Begumit. Untuk lahan bagunan/pekarangan terluas terdapat desa Perdamaian, sedangkan lahan bangunan/perakarangan terkecil terdapat di desa Banyumas.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Tingkat Kepadatan Penduduk di Kecamatan Stabat Dirinci Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2006
No
Nama Desa/Kelurahan
Jumlah Penduduk
(Km2)
Lakilaki
Perempuan
Total
Kepadatan Penduduk per Km2 (Jiwa)
4,24
2.477
2.391
4.868
1.148
20,89
6.308
6.808
13.116
628
Luas Wilayah
(Jiwa)
1
Banyumas
2
Kwala Bingai
3
Sidomulyo
2,15
2.359
2.267
4.626
2.152
4
Pantai Gemi
4,20
3.010
2.897
5.907
1.406
5
Perdamaian
4,07
7.331
7.288
14.619
3.592
6
Stabat Baru
4,00
6.111
5.996
12.107
3.027
7
Ara Condong
4,02
2.533
2.445
4.978
1.238
8
Kwala Begumit
40,23
4.602
4.514
9.116
227
9
Mangga
3,50
1.431
1.400
2.831
809
10
Karangrejo Total
3,94 91,24
4.433 40.595
4.324 40.330
8.757 80.925
2.223 887
Sumber: BPS Kecamatan Stabat (2007) Berdasarkan data statistik diketahui bahwa penduduk terbanyak terdapat di Kelurahan Perdamian sedangkan penduduk paling sedikit terdapat di desa Mangga. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat berada di kelurahan Perdamaian, sedangkan tingkat kepadatan penduduk terendah berada di desa Kwala Begumit.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.3 Banyaknya Penduduk, Rumah Tangga dan Rata-rata Jiwa per Rumah Tangga di Kecamatan Stabat Dirinci Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2006
No
Nama Desa/Kelurahan
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Rata-rata Anggota per Rumah Rumah Tangga (KK) Tangga (Jiwa) Jumlah
1
Banyumas
4.868
1.037
4,69
2
Kwala Bingai
13.116
2.039
6,43
3
Sidomulyo
4.626
967
4,78
4
Pantai Gemi
5.907
1.374
4,30
5
Perdamaian
14.619
3.209
4,56
6
Stabat Baru
12.107
2.281
5,31
7
Ara Condong
4.978
1.151
4,32
8
Kwala Begumit
9.116
2.151
4,24
9
Mangga
2.831
708
4,00
10
Karangrejo Total
8.757 91,24
2.037 16.954
4,30 4,77
Sumber: BPS Kecamatan Stabat (2007) Berdasarkan data statistik di atas, rumah tangga terbanyak terdapat di kelurahan Perdamaian, sedangkan jumlah rumah tangga terkecil terdapat di desa Mangga. Dilihat dari rata-rata jumlah anggota per rumah tangga, yang terbanyak terdapat di kelurahan Kwala Bingei, dan yang sedikit terdapat desa Mangga.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.4 Banyaknya Penduduk Menurut Agama yang Dianut di Kecamatan Stabat Dirinci Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2006
No
Nama Desa/ Kelurahan
Islam
Katolik
Kristen Hindu Lainnya
Budha Jumlah
1
Banyumas
4.858
0
0
0
10
4.868
2
Kwala Bingai
12.733
52
321
1
9
13.116
3
Sidomulyo
4.526
5
86
0
9
4.626
4
Pantai Gemi
5.898
0
0
0
9
5.907
5
Perdamaian
13.202
41
203
31
1.142
14.619
6
Stabat Baru
10.130
42
336
75
1.524
12.107
7
Ara Condong
4.970
0
8
0
0
4.978
8
Kwala Begumit
8.443
29
605
15
24
9.116
9
Mangga
2.826
0
0
0
5
2.831
10
Karangrejo Total
8.402 75.988
10 179
130 1.689
12 134
203 2.935
8.757 80.925
Sumber: BPS Kecamatan Stabat (2007) Dilihat dari penyebaran penganut agama, penganut agama Islam merupakan distribusi terbanyak di Kecamatan Stabat, disusul kemudian penganut agama Budha, Kristen dan Hindu. Selanjutnya dilihat dari jenis mata pencaharian masyarakat di Kecamatan Stabat sangat beragam, ada masayarakat yang bekerja di sektor pertanian, industri, perdagangan, jasa, angkutan dan lain sebagainya.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.5 Banyaknya Tenaga Kerja yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan di Kecamatan Stabat Dirinci Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2006
No
Nama Desa/ Kelurahan
1
Banyumas
2
Kwala Bingai
3
Pertanian Industri
Perdagangan
Jasa
Angkutan Lainnya Jumlah
332
21
70
337
50
178
988
1.690
63
253
540
115
303
2.964
Sidomulyo
197
3
30
197
9
523
959
4
Pantai Gemi
889
38
79
159
12
74
1.251
5
Perdamaian
1.605
69
266
497
81
433
2.951
6
Stabat Baru
933
76
131
236
73
944
2.393
7
Ara Condong
673
9
132
226
23
35
1.098
8
Kwala Begumit
257
44
389
964
116
214
1.984
9
Mangga
272
34
42
47
26
209
630
10
Karangrejo Total
304 7.152
12 369
891 2.283
433 3.636
133 638
151 3.064
1.924 17.142
Sumber: BPS Kecamatan Stabat (2007) Jenis pekerjaan masyarakat yang terbanyak berada di sektor lapangan usaha pertanian, disusul kemudian yang bekerja di sektor jasa dan perdagangan. Selanjutnya diikuti oleh jenis pekerjaan di sektor angkutan dan industri. Dalam lapangan usaha industri, di Kecamatan Stabat terdapat sejumlah industri, baik dalam kategori industri besar/sedang, industri kecil maupun industri rumah tangga.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.6 Banyaknya Industri Menurut Jenisnya di Kecamatan Stabat Dirinci Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2006
No
Nama Desa/ Kelurahan
Industri Industri Besar/sedang Kecil
Industri R. Tangga
Jumlah
1
Banyumas
0
0
0
0
2
Kwala Bingai
0
0
2
2
3
Sidomulyo
0
3
54
57
4
Pantai Gemi
0
0
21
21
5
Perdamaian
1
2
0
3
6
Stabat Baru
2
5
0
6
7
Ara Condong
0
8
0
11
8
Kwala Begumit
1
6
8
16
9
Mangga
0
2
17
19
10
Karangrejo Total
5 9
1 27
0 102
1 136
Sumber: BPS Kecamatan Stabat (2007) Jumlah industri besar/sedang di Kecamatan Stabat tedapat sebanyak 9 unit. Industri kecil berjumlah 27 unit sedangkan industri rumah tangga tedapat 102 unit. Penyebarannya yang terbanyak di desa Sidomulyo, disusul di desa Pantai Gemi, desa Mangga dan Kwala Begumit. Namun untuk desa Banyumas tidak terdapat satupun industri.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
4.2 Karakteristik Reponden Untuk mengetahui kondisi profil/karaktersitik Kepala Desa beserta perangkat-perangkatnya, dapat dilihat dari gambaran umum responden penelitian. Dalam pembahasan berikut dikemukakan sekilas tentang karakteristik responden yang diklasifikasi berdasarkan umur, jenis kelamin, suku/etnis dan tingkat pendidikan.
1. Umur Berdasarkan analisis deskriptif dari kuisioner yang dikumpulkan diperoleh keterangan bahwa responden termuda berumur 28 tahun, sedangkan responden tertua berumur 48 tahun. Bila dirata-ratakan umur responden penelitian berkisar 36,2 tahun. Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Umur Responden (Tahun)
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
28-30 31-33 34-36 37-40 41-43 44-46 47-49 Jumlah
Jlh. Responden (Orang) 2 10 6 5 5 1 1 30
Persentase (%) 6,70 33,30 20,00 16,70 16,70 3,30 3,30 100,00
Sumber: Data Primer (2007) Distribusi responden yang berumur antara 28-30 tahun berjumlah 6,7%; responden yang berumur antara 31-33 tahun berjumlah 33,3%;
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
responden yang berumur 34-36 tahun berjumlah 20%; responden yang berumur antara 37-40 tahun dan antara 41-43 tahun masing-masing berjumlah 16,7%; responden yang berumur antara 44-46 tahun dan 47-49 tahun masing-masing berjumlah 3,3%.
2. Jenis Kelamin Dilihat berdasarkan jenis kelamin, responden yang terbanyak adalah laki-laki, yakni berjumlah 80%, sedangkan perempuan berjumlah 20%. Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No.
Jenis Kelamin
1.
Laki-laki
2.
Perempuan Jumlah
Jlh. Responden (Orang) 24
Persentase (%) 80,00
6
20,00
30
100,00
Sumber: Data Primer (2007)
3. Suku/Etnis Dilihat berdasarkan suku/etnis, responden penelitian terdiri dari empat suku, yaitu Jawa, Melayu dan Batak. Distribusi responden yang terbanyak adalah bersuku Jawa, yakni berjumlah 63,33%; disusul kemudian suku Batak berjumlah 23,34%; sedangkan suku Melayu berjumlah 13,30%.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Suku/Etnis
1.
Jawa
Jlh. Responden (Orang) 19
2.
Batak
7
23,34
3.
Melayu
4
13,30
30
100,00
No.
Suku/Etnis
Jumlah
Persentase (%) 63,33
Sumber: Data Primer (2007) 4. Tingkat Pendidikan Pendidikan responden dalam hal ini terdiri dari SD, SLTP, SLTA dan Strata
Satu
(S1).
Responden
penelitian
ini
didominasi
oleh
yang
berpendidikan SLTP, yakni berjumlah 50%; sedangkan yang berpendidikan SLTA berjumlah 30%. Responden yang berpendidikan SD berjumlah 16,67% dan S1 berjumlah 3,33%. Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. 1. 2. 3. 4.
Tingkat Pendidikan SD SLTP SLTA Strata Satu Jumlah
Jlh. Responden (Orang) 5 15 9 1 30
Persentase (%) 16,67 50,00 30,00 3,33 100,00
Sumber: Data Primer 2007 4.3 Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintahan Desa Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan kemampuan manajerial adalah kemampuan Kepala Desa
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
beserta
perangkat-perangkatnya
dalam
menerapkan
fungsi-fungsi
manajemen pemerintahan sehingga dapat melayani, mengayomi serta menumbuhkembangkan
prakarsa
dan
partisipasi
masyarakat
dalam
pembangunan yang memiliki kepekaan, baik terhadap pandangan maupun aspirasi masyarakat. Indikator kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa ini diukur melalui: (1) kemampuan pengelolaan struktur organisasi, (2) kemampuan
memperoleh
dukungan
lingkungan,
(3)
kemampuan
pelaksanaan tugas (performance), dan (4) kemampuan kepemimpinan (leadership).
4.3.1 Kemampuan Pengelolaan Struktur Organisasi Dalam
menjalankan
roda
pemerintahan,
pola
hubungan
dan
kerjasama antara Kepala Desa dengan perangkat-perangkat harus berjalan sebaik mungkin. Hubungan kerjasama ini tercermin melalui interaksi dan komunikasi yang lancar sehingga menimbulkan sinergitas dan saling memahami antara seluruh komponen. Keadaan demikian sangat mendukung berlangsungnya kegiatan pemerintahan sebagaimana direncanakan untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan. Dalam usaha pencapaian tujuan organisasi, permasalahan yang dihadapi bukan hanya berkisar pada bahan mentah, alat-alat, gedung atau sarana fisik lainnya, melainkan juga menyangkut sumber daya manusia yang mengelola faktor-faktor produksi fisik tersebut. Makin besar suatu organisasi,
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
makin banyak SDM di dalamnya, sehingga besar kemungkinan timbul masalah menyangkut hubungan kemanusiaan. Permasalahan itu muncul karena kamajemukan dan beragam nilai yang dianut oleh para pegawai atau aparatur pemerintahan. Salah satu upaya untuk mengeliminir masalah tersebut adalah dengan melakukan hubungan manusiawi, sehingga dapat diketahui akar-akar masalah dan jalan keluar (way out) dari setiap permasalahan yang timbul. Tabel 4.11 Hubungan kerjasama antara Kepala Desa dengan Perangkatperangkatnya No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jawaban Responden Sangat Baik Cukup Baik Sedang Tidak Baik Sangat Tidak Baik Jumlah
Jlh. Responden (Orang) 4 18 7 1 0 30
Persentase (%) 13,30 60,00 23,30 3,30 0 100,00
Sumber: Data Primer (2007) Salah
satu
indikator
untuk
mengetahui
kemampuan
aparat
pemerintahan desa adalah kemampuan dalam pengelolaan struktur organisasi. Pengelolaan struktur organisasi adalah tata pergaulan, interaksi dan kerjasama antara Kepala Desa dengan perangkat-perangkatnya dalam melaksanakan
roda
pemerintahan.
Berdasarkan
jawaban
responden
diketahui bahwa hubungan kerjasama antara Kepala Desa dengan perangkatperangkatnya umumnya cukup baik, yakni dijawab sekitar 60% responden.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Selanjutnya responden yang menjawab sedang berjumlah 23,35%, yang menjawab sangat baik berjumlah 13,3%, sedangkan yang menjawab tidak baik berjumlah 3,3%. Selain pola hubungan kerjasama antara Kepala Desa dengan perangkat-perangkatnya, dapat juga dilihat pemberdayaan perangkatperangkat desa yang dilakukan oleh Kepala Desa. Berdasarkan jawaban responden, pemberdayaan perangkat-perangkat desa umumnya cukup baik, yakni dijawab sekitar 56,7% responden. Selanjutnya yang menjawab sedang berjumlah 23,3%, yang menjawab sangat baik berjumlah 13,3%, sedangkan yang menjawab tidak baik berjumlah 6,7%.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.12 Pemberdayaan Perangkat-perangkat Desa yang Dilakukan Oleh Kepala Desa No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jawaban Responden Sangat Baik Cukup Baik Sedang Tidak Baik Sangat Tidak Baik Jumlah
Jlh. Responden (Orang) 4 17 7 2 0 30
Persentase (%) 13,30 56,70 23,30 6,70 0 100,00
Sumber: Data Primer (2007)
4.3.2 Kemampuan Memperoleh Dukungan Lingkungan Kemampuan Kepala Desa beserta perangkat-perangkatnya untuk memperoleh dukungan segenap sumberdaya di tengah masyarakat secara kondusif
berfungsi
memperlancar
pelaksanaan
program-program
pembangunan bagi masyarakat desa. Upaya untuk memperoleh dukungan sumberdaya masyarakat itu dilakukan melalui diskusi, keterbukaan sertra menciptakan iklim saling percaya. Diskusi merupakan sarana bertukar pikiran atau pendapat, mengenai sesuatu hal yang aktual dan membutuhkan pemecahan masalah. Kegiatan diskusi pada masyarakat berujung pada penemuan solusi dari berbagai masalah kehidupan. Dalam hal ini masalah-masalah yang dihadapi masyarakat desa umumnya beragam. Itulah sebabnya, Kepala Desa di samping berperan sebagai administratur pemerintahan, juga berfungsi
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
sebagai pemecah masalah (problem solver) sosial kemasyarakatan di lingkungan desa. Kegiatan diskusi, terutama yang berkaitan dengan penemuan dan pencarian solusi masalah pembangunan di tingkat desa cukup intens dilakukan. Hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu indikator terciptanya dukungan kondusif dari segenap SDM bagi Kepala Desa dan perangkatperangkatnya dalam menjalankan roda pemerintahan. Berdasarkan data penelitian, sekitar 63,3% responden menjawab kegiatan diskusi cukup sering. Yang menjawab sedang berjumlah 16,7%, yang menjawab sangat sering berjumlah 10%, sedangkan yang menjawab jarang berjumlah 10%. Tabel 4.13 Pelaksanaan Diskusi yang Diselenggarakan Kepala Desa bersama Masyarakat untuk Menentukan dan Menyelesaikan MasalahMasalah yang Berkaitan dengan Pembangunan No.
Jawaban Responden
Jlh. Responden (Orang) 3 19
Persentase (%) 10,00 63,30
1. 2.
Sangat Sering Cukup Sering
3.
Sedang
5
16,70
4.
Jarang
3
10,00
5.
Tidak Pernah
0
0
30
100,00
Jumlah Sumber: Data Primer (2007)
Selain itu, sikap keterbukaan antar Kepala Desa beserta perangkatperangkatnya di lingkungan masyarakat desa menjadi salah satu indikator
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
diperolehnya dukungan masyarakat.
Menurut jawaban responden sikap
saling terbuka antar sesama aparatur pemerintahan desa berlangsung cukup baik, yakni dijawab sekitar 63,3%. Responden yang menjawab sedang berjumlah 20%, yang menjawab sangat baik berjumlah 6,7%, dan yang menjawab tidak baik berjumlah 10%. Tabel 4.14 Sikap Keterbukaan antar Sesama Aparatur Pemerintahan Desa No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jawaban Responden Sangat Baik Cukup Baik Sedang Tidak Baik Sangat Tidak Baik Jumlah
Jlh. Responden (Orang) 2 19 6 3 0 30
Persentase (%) 6,70 63,30 20,00 10,00 0 100,00
Sumber: Data Primer (2007) Selanjutnya, sikap keterbukaan ini akan menumbuhkan sikap saling percaya antar sesama aparatur pemerintahan desa. Sikap seperti ini dapat memudahkan aparatur pemerintahan desa melakukan kegiatan dengan penuh keikhlasan dan percaya diri. Selain itu, suasana kerja yang tenang dan nyaman akan dapat tercipta menuju kelancaran tugas-tugas di lingkungan pemerintahan desa.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.15 Sikap Saling Percaya antar Sesama Aparatur Pemerintahan Desa
1.
Sangat Baik
Jlh. Responden (Orang) 6
2.
Cukup Baik
15
50,00
3.
Sedang
6
20,00
4.
Tidak Baik
3
10,00
5.
Sangat Tidak Baik
0
0
30
100,00
No.
Jawaban Responden
Jumlah
Persentase (%) 20,00
Sumber: Data Primer (2007) Berdasarkan jawaban responden, sikap saling percaya di kalangan aparatur pemerintahan desa tumbuh cukup baik, dijawab sekitar 50% responden. Kemudian yang menjawab sangat baik dan sedang masingmasing berjumlah 20%. Sedangkan yang menjawab tidak baik berjumlah 10%.
4.3.3 Kemampuan Pelaksanaan Tugas (Performance) Seorang aparatur pemerintahan dituntut memiliki kemauan dan kesadaran yang tinggi untuk memajukan lembaga dimana ia bekerja. Upaya untuk memajukan lembaga itu salah satunya dapat diwujudkan melalui kerja keras dan bertanggungjawab dalam setiap tugas yang diamanahkan kepadanya. Kerja keras dan sikap bertanggungjawab itu merupakan cerminan dari perilaku seseorang dalam bekerja, yang bermula dari kesediaan dan kesadarannya untuk mentaati semua peraturan dan norma-norma yang ditetapkan oleh lembaga.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Dalam kaitannya dengan tanggungjawab yang dilakukan oleh Kepala Desa dan perangkat-perangkatnya, terutama menyangkut perannya sebagai pelaksana tugas pemerintahan di tingkat paling bawah, dibuktikan dengan disiplin kehadiran dalam berbagai kegiatan-kegiatan pemerintahan dan sosial kemasyarakatan lainnya. Tanggungjawab ini juga menyangkut perannya sebagai public figur di tengah masyarakat. Dengan demikian, tanggungjawab seorang
aparatur
pemerintahan
desa
bukan
hanya
sebagai
tenaga
administratur pemerintahan, tetapi juga sebagai pengabdi masyarakat. Ini berarti tanggungjawab itu bukan hanya ditunjukkan di dalam kantor, tetapi juga di tengah-tengah masyarakat terutama status sosialnya sebagai seorang public figur yang memiliki dedikasi dan loyalitas kepada masyarakat yang dipimpinnya. Berdasarkan
temuan
penelitian,
Kepala
Desa
dan
perangkat-
perangkatnya melaksanakan tugas dengan penuh tanggungjawab. Sikap bertanggungjawab dalam pelaksanan tugas, umumnya cukup tinggi yakni berjumlah 53,3%. Yang menjawab sedang berjumlah 26,7%; yang menjawab sangat tinggi berjumlah 16,7%, dan yang menjawab rendah berjumlah 3,3%.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.16 Tingkat Tanggungjawab Kepala Desa dan Perangkat-perangkatnya dalam Melaksanakan Tugas
1.
Sangat Tinggi
Jlh. Responden (Orang) 5
2.
Cukup Tinggi
16
53,30
3.
Sedang
8
26,70
4.
Rendah
1
3,30
5.
Sangat Rendah
0
0
30
100,00
No.
Jawaban Responden
Jumlah
Persentase (%) 16,70
Sumber: Data Primer (2007) Selanjutnya tanggungjawab ini akan melahirkan sikap kerja keras, giat, tekun dan bersungguh-sungguh dalam bekerja agar memperoleh hasil yang maksimal. Sikap kerja keras ini ditandai dengan adanya kemauan yang tinggi untuk terus melakukan penemuan baru, metode atau teknik baru dalam bekerja sehingga membawa hasil guna dan manfaat guna yang lebih positif bagi kemajuan pembangunan masyarakat desa. Tabel 4.17 Tingkat Motivasi Kepala Desa dan Perangkat-perangkatnya dalam Bekerja Keras No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jawaban Responden Sangat Tinggi Cukup Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Jumlah
Jlh. Responden (Orang) 1 21 7 0 1 30
Persentase (%) 3,30 70,00 23,30 0 3,30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Berdasarkan jawaban responden, sikap kerja keras dalam menjalankan tugas terindikasi cukup tinggi, berjumlah 70%, sedang berjumlah 23,3%, sangat tinggi dan sangat rendah masing-masing berjumlah 3,3%. Dalam kaitannya dengan performance (kemampuan melaksanakan tugas), Kepala Desa dan perangkat-perangkatnya melaksanakan amanah pekerjaan dengan rasa senang atau rasa suka yang tinggi terhadap bidang pekerjaan yang ditekuninya. Senang terhadap pekerjaan selanjutnya akan menumbuhkan sense of belonging dan sense of responsibilty dalam lingkungan pekerjaan. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 73,3% responden mengatakan cukup senang dengan pekerjaannya saat ini sebagai aparat pemerintahan desa. Sebanyak 20% responden menjawab sedang, dan selebihnya sebanyak 6,7% responden menjawab sangat senang dengan pekerjaannya saat ini. Tabel 4.18 Sikap Kepala Desa dan Perangkat-perangkatnya terhadap Pekerjaan yang Ditekuni No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jawaban Responden Sangat Senang Cukup Senang Sedang Tidak Senang Sangat Tidak Senang Jumlah
Jlh. Responden (Orang) 2 22 6 0 0 30
Persentase (%) 6,70 73,30 20,00 0 0 100,00
Sumber: Data Primer (2007)
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Selanjutnya untuk mengetahui secara rinci tentang pelaksanaan tugas (performance), dapat dilihat dari prestasi kerja Kepala Desa dan perangkatperangkatnya yang merupakan fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidak cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Prestasi kerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai hasil kerja yang dihasilkannya dan merupakan hal penting dalam upaya memajukan lembaga dimana ia bekerja. Untuk mengetahui apakah seseorang memiliki prestasi dalam bekerja dapat digunakan berbagai pendekatan. Salah satu metode yang mudah untuk melihat seseorang berprestasi dalam bekerja adalah dengan melihat kecakapan dan kemampuan dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang diembankan kepadanya. Instrumen penilaian kinerja karyawan antara lain apakah seorang aparatur pemerintahan desa bekerja secara baik, efisien, efektif dan produktif sesuai dengan tujuan lembaga.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.19 Prestasi Kerja Kepala Desa dan Perangkat-perangkatnya
1.
Sangat Tinggi
Jlh. Responden (Orang) 7
2.
Cukup Tinggi
16
53,30
3.
Sedang
5
16,70
4.
Rendah
2
6,70
5.
Sangat Rendah
0
0
30
100,00
No.
Jawaban Responden
Jumlah
Persentase (%) 23,30
Sumber: Data Primer (2007) Berdasarkan jawaban responden, hasil kerja mereka secara umum disenangi oleh masyarakat sehingga memotivasi mereka bekerja lebih baik di masa mendatang. Berdasarkan itu, prestasi kerja Kepala Desa dan perangkatperangkatnya umumnya cukup baik, terdapat sekitar 53,3%, prestasi kerja responden sangat tinggi terdapat sekitar 23,3%, sedang berjumlah 16,7% dan rendah berjumlah 6,7%.
4.3.4 Kemampuan Kepemimpinan (Leadership) Kompetisi global yang semakin tajam, mendorong organisasi atau lembaga pemerintahan secara kontiniu perlu menyempurnakan berbagai strategi meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas itu adalah dengan memperhatikan aspek leadership, yakni kemampuan mempengaruhi dan mempersuai masyarakat untuk
melaksanakan
kegiatan-kegiatan
yang
menunjang
program
pembangunan desa. Pentingnya pemeliharaan kualitas leadership ini antara
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
lain untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja (quality of work life) yang lebih baik. Dalam waktu yang sama perlu ditumbuhkan hubungan yang serasi dan harmonis antara aparatur pemerintahan desa dengan masyarakat desa yang dipimpinnya demi kepentingan bersama dalam memajukan sendi-sendi kehidupan masyarakat desa. Aspek kepemimpinan membutuhkan kerjasama yang baik antara pemimpin dengan yang dipimpin. Dalam paradigma sosiologi, kerjasama dianggap sebagai bentuk interaksi sosial yang pokok. Bahkan kerjasama merupakan proses utama yang memberi gambaran bahwa sebagian besar bentuk-bentuk interaksi sosial manusia didasari oleh adanya kerjasama. Kerjasama dalam hal ini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Kerjasama yang dilakukan antar semua pihak di lingkungan desa merupakan perwujudan dan pengakuan atas hak dan kewajiban semua pihak dalam upaya mewujudkan eksistensi masyarakat desa. Kerjasama ini akan terwujud apabila terbangun komunikasi yang baik dan adanya persetujuan dan kesamaan pandangan tentang tugas, kewajiban dan tanggungjawab antara pimpinan (Kepala Desa beserta perangkatperangkatnya) dengan bawahan (masyarakat desa secara luas).
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.20 Kerjasama yang Dilakukan antara Kepala Desa beserta Perangkatperangkatnya dengan Masyarakat No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jawaban Responden Sangat Baik Cukup Baik Sedang Tidak Baik Sangat Tidak Baik Jumlah
Jlh. Responden (Orang) 4 15 8 2 1 30
Persentase (%) 13,30 50,00 26,70 6,70 3,30 100,00
Sumber: Data Primer (2007) Berdasarkan jawaban responden kerjasasama yang dilakukan oleh Kepala Desa beserta perangkat-perangkatnya dengan masyarakat umumnya cukup baik, yakni dijawab sekitar 50% responden. Selanjutnya yang menjawab sedang berjumlah 26,7%, yang menjawab sangat baik berjumlah 13,3%, yang menjawab tidak baik berjumlah 6,7% dan yang menjawab sangat tidak baik berjumlah 3,3%. Selanjutnya pertumbuhan berbagai jenis dan ragam pekerjaan dewasa ini menghadirkan berbagai hubungan pegawai yang unik dengan pihak manajemen. Secara umum hubungan pegawai dibentuk oleh persepsi terhadap diskriminasi, atau kebalikan dari diskriminasi, yang mungkin saja dapat terjadi ketika penentuan pekerjaan, pemberian insentif dan lain sebagainya. Untuk mengatasi masalah diskrimisasi dan terciptanya potensi konflik internal organisasi maka perlu diwujudkan prinsip kerja berdasarkan keadilan.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Di lingkungan pemerintahan desa di Kecamatan Stabat, pembagian hak maupun kewajiban dilakukan secara distributif dan merata, sehingga tidak menimbulkan diskrimisasi dan gap antara sesama aparat pemerintahan desa. Prinsip keadilan kerja dalam hal ini dapat dilihat dari jawaban responden. Sebesar 53,3% responden menjawab Kepala Desa bersikap cukup adil dalam pembagian tugas. Selanjutnya yang menjawab sedang berjumlah 33,3%, yang menjawab sangat adil dan tidak adil masing-masing berjumlah 6,7%. Tabel 4.21 Keadilan Kepala Desa dalam Pembagian Tugas
1.
Sangat Adil
Jlh. Responden (Orang) 2
2.
Cukup Adil
16
53,30
3.
Sedang
10
33,30
4.
Tidak Adil
2
6,70
5.
Sangat Adil
0
0
30
100,00
No.
Jawaban Responden
Jumlah
Persentase (%) 6,70
Sumber: Data Primer (2007) Selain beban kerja, suasana kerja juga dapat mempengaruhi kepuasan seseorang dalam bekerja. Suasana kerja yang harmonis, rileks dan bebas dari konflik merupakan salah satu upaya menciptakan kepuasan kerja di kalangan aparatur pemerintahan desa. Kepala Desa harus mampu menciptakan kepemimpinan yang sejuk sehingga membawa suasana kerja yang kondusif serta menghindarkan konflik di lingkungan aparatnya. Berdasarkan temuan
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
penelitian, sekitar 50% responden menjawab bahwa suasana kerja di lingkungan pemerintahan desa cukup menyenangkan. Selanjutnya yang menjawab sedang berjumlah 26,7%, yang menjawab suasana kerja sangat memuaskan berjumlah sebesar 16,7%. Selebihnya masing-masing sekitar 3,3% menjawab suasana kerja tidak menyenangkan dan sangat tidak menyenangkan. Tabel 4.22 Suasana Kerja di Lingkungan Pemerintahan Desa
1.
Sangat Menyenangkan
Jlh. Responden (Orang) 5
2.
Cukup Menyenangkan
15
50,00
3.
Sedang
8
26,70
4.
Tidak Menyenangkan
1
3,30
5.
Sangat Tidak Menyenangkan
1
3,30
30
100,00
No.
Jawaban Responden
Jumlah
Persentase (%) 16,70
Sumber: Data Primer (2007)
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
4.4 Tingkat Pembangunan Desa Pembangunan desa dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai proses kerjasama
pemerintah
meningkatkan
kondisi
dengan
masyarakat
kehidupan
sosial,
untuk ekonomi
memperbaiki dan
dan
kebudayaan
masyarakat desa. Indikator variabel ini diukur melalui (1) partisipasi masyarakat, (2) perimbangan peran masyarakat dan pemerintah, (3) kemandirian masyarakat, dan (4) taraf hidup masyarakat.
4.4.1 Partisipasi masyarakat Secara institusional, Kepala Desa dan perangkat-perangkatnya patut memperhatikan dan memberikan jalan bagi masyarakat untuk berpartisipasi luas dalam melaksanakan program-program pembangunan di tingkat desa. Misalnya, memfasilitasi dan memberikan kesempatan bagi semua masyarakat untuk memberi saran, pendapat, ikut aktif mengambil peran dalam setiap kegiatan proyek pembangunan. Selain itu, Kepala Desa dan perangkatperangkatnya harus dapat menumbuhkan usulan dan arah pembangunan desa yang bersumber dari masyarakat sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan yang mendesak.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.23 Peluang Masyarakat Berpartisipasi dalam Pembangunan
1.
Sangat Terbuka
Jlh. Responden (Orang) 2
2.
Cukup Terbuka
16
53,30
3.
Sedang
11
36,70
4.
Tidak Terbuka
0
0
5.
Sangat Tidak Terbuka
1
3,30
30
100,00
No.
Jawaban Responden
Jumlah
Persentase (%) 6,70
Sumber: Data Primer (2007) Berdasarkan temuan penelitian, responden menjawab bahwa peluang masyarakat untuk ikut andil dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan desa umumnya cukup terbuka, yakni dijawab sekitar 53,3% responden. Responden yang menjawab sedang sekitar 36,7%, responden yang menjawab sangat terbuka sekitar 6,7% dan yang menjawab sangat tidak terbuka berjumlah 3,3%. Belakangan ini istilah management by objective (MBO) sangat familiar di lingkungan organisasi. Management by objective berarti manajemen berdasarkan sasaran. Metode ini mengacu pada pendekatan hasil yang melibatkan segenap orang dalam pengambilan keputusan untuk menentukan sasaran-sasaran yang hendak dicapainya berdasarkan prosedur. Dalam
konteks
menginformasikan
pembangunan tujuan
yang
desa,
Kepala
hendak
Desa
dicapai
harus
dalam
mampu
pelaksanaan
pembangunan di lingkungan desanya berdasarkan hasil terjemahan dari tujuan yang lebih tinggi (tujuan yang diarahkan dari Kecamatan dan
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Kabupaten). Kemudian masing-masing Kepala Desa diberi kebebasan berkreasi dalam pencapaian sasaran, memprediksi tantangan-tantangan dan bagaimana cara mengatasi tantangan itu. Dalam prosesnya, Kepala Desa tidak bisa melaksanakan kegiatan pembangunan itu secara sendiri, melainkan harus mengajak partisipasi masyarakat untuk ikut memainkan peran. Melalui metode seperti ini, setiap anggota masyarakat dapat menentukan sasaran spesifik, serta mengetahui secara tepat apa yang diharapkan dan apa yang mereka peroleh. Tabel 4.24 Keterlibatan Masyarakat Desa dalam Berperan Melaksanakan Program Pembangunan Desa No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jawaban Responden Sangat Tinggi Cukup Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Jumlah
Jlh. Responden (Orang) 8 15 7 0 0 30
Persentase (%) 26,70 50,00 23,30 0 0 100,00
Sumber: Data Primer (2007) Berdasarkan temuan penelitian, setiap anggota masyarakat cukup tinggi berpartisipasi mengambil peran melaksanakan program pembangunan desa, yakni dijawab sekitar 50% responden. Sekitar 26,7% responden menjawab sangat tinggi, dan selebihnya sekitar 23,3% menjawab sedang.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
4.4.2 Perimbangan Peran Masyarakat dengan Pemerintah Manajemen memegang peranan penting dalam pengelolaan suatu organisasi agar tercapai tujuan yang diinginkan. Setiap organisasi dewasa ini dihadapkan pada trend revolusioner, seperti akselerasi produk, perubahan teknologi, persaingan global, deregulasi, perubahan demografi serta kecenderungan-kecenderungan ke arah masyarakat jasa dan informasi. Trend-trend tersebut menuntut kemampuan organisasi untuk mampu bersaing. Dalam hal inilah dituntut adanya praktek manajemen sumber daya manusia yang tangguh. Administrasi mencakup dimensi tugas sekaligus dimensi manusia. Karena itu, jika organisasi ingin berhasil maka berbagai pekerjaan organisasi harus dilaksanakan. Hal ini menuntut adanya sejumlah orang dalam organisasi yang memberikan berbagai macam tingkat kepuasan dan atas dasar itu mereka harus melakukannya agar pekerjaan terlaksana dengan baik oleh semua personil. Jadi ada interaksi fungsional dalam administrasi antara manusia, pekerjaan yang dibagi, organisasi dan kepuasan dalam mencapai tujuan individu dan tujuan organisasi. Pemerintahan desa sebagai lembaga pemerintah terdepan yang berhadapan langsung dengan masyarakat di tingkat desa. Di dalamnya ditemukan ragam kepentingan dan keinginan untuk mencapai tujuan pembangunan. Sebagai suatu sistem, maka pemerintahan desa berkaitan dengan manusia atau masyarakat yang berbeda persepsi dan motivasinya,
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
yang tentu saja berimplikasi pada peran yang dimainkan oleh administrator. Untuk mengetahui bagaimana peran yang dimainkan aparat pemerintahan desa dalam sistem pembangunan desa, maka perlu adanya perimbangan peran antara pemerintah dan masyarakat desa. Aparat pemerintahan desa tidak
bisa
secara
otoriter
dan
monopoli
melaksanakan
kegiatan
pembangunan sesuai keinginan dan rencananya sendiri, melainkan harus melibatkan peran serta masyarakat dalam menentukan arah serta partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan pembangunan desa dimaksud. Tabel 4.25 Perimbangan Peran antara Masyarakat dan Pemerintah dalam Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan Desa
1.
Sangat baik
Jlh. Responden (Orang) 5
2.
Cukup baik
19
63,30
3.
Sedang
4
13,30
4.
Kurang baik
2
6,70
5.
Tidak baik
0
0
30
100,00
No.
Jawaban Responden
Jumlah
Persentase (%) 16,70
Sumber: Data Primer (2007) Berdasarkan temuan penelitian, sistem perimbangan peran antara masyarakat desa dengan pemerintah dalam pembangunan desa umumnya berjalan cukup baik, yakni dijawab sekitar 63,3% responden. Selanjutnya yang menjawab sangat baik terdapat sebesar 16,7% responden, yang menjawab sedang berjumlah 13,3% dan yang menjawab kurang baik berjumlah 6,7%.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Demokratisasi di lingkungan masyarakat desa juga perlu ditumbuhkan dengan memberi peran setiap anggota masyarakat dalam menikmati pembangunan. Mengenai hal ini dapat dilihat dari jawaban responden yang mengatakan bahwa demokratisasi dalam operasionalisasi pembangunan umumnya berjalan cukup baik, yakni terdapat 53,3%. Responden yang menjawab sedang berjumlah 26,7%, yang menjawab sangat baik berjumlah 16,7% dan yang menjawab tidak baik berjumlah 3,3%. Tabel 4.26 Demokratisasi dalam Operasionalisasi Pembangunan Desa No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jawaban Responden Sangat Baik Cukup Baik Sedang Tidak Baik Sangat Tidak Baik Jumlah
Jlh. Responden (Orang) 5 16 8 1 0 30
Persentase (%) 16,70 53,30 26,70 3,30 0 100,00
Sumber: Data Primer 2007
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
4.4.3 Kemandirian masyarakat Rasa bangga menjadi bagian dari anggota masyarakat desa karena tenaga dan kemampuannya sangat dibutuhkan oleh pemerintah dalam proses pembangunan merupakan salah satu indikator terciptanya pembangunan di lingkungan desa. Rasa bangga ini akan menciptakan tingkat kemandirian dalam memajukan desa. Keikutsertaan masyarakat dalam menjaga citra, melakukan kegiatan yang berguna bagi pembangunan desa dengan segala potensi yang dimiliki, baik tenaga, pikiran maupun dana merupakan salah satu wujud kemandirian masyarakat desa dalam proses pembangunan di lingkungan desa. Tabel 4.27 Keaktifan Masyarakat dalam Kegiatan Pembangunan Desa
1.
Sangat Aktif
Jlh. Responden (Orang) 5
2.
Cukup Aktif
17
56,70
3.
Sedang
7
23,30
4.
Tidak Aktif
1
3,30
5.
Sangat Tidak Aktif
0
0
30
100,00
No.
Jawaban Responden
Jumlah
Persentase (%) 16,70
Sumber: Data Primer (2007) Berdasarkan temuan penelitian, keaktifan masyarakat desa dalam melakukan kegiatan pembangunan desa umumnya cukup aktif, yakni terdapat sekitar 56,7%, yang menjawab sedang berjumlah 23,3%, yang menjawab sangat aktif berjumlah 16,7% dan yang menjawab tidak aktif berjumlah 3,3%.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Selanjutnya implementasi dari keaktifian melaksanakan kegiatan pembangunan desa ini dapat dilihat dari kemauan yang tinggi dari mayarakat dalam menggerakkan dan mewujudkan tujuan pembangunan desa. Sumber daya manusia merupakan faktor sentral dalam pengembangan desa. Manusia merupakan
faktor
strategis
dalam
semua
kegiatan
pembangunan.
Pengelolaan pembangunan desa didasarkan atas tujuan tertentu. Oleh karenanya kualitas sumber daya manusia yang dimiliki di lingkungan desa harus mampu dikelola dan dapat dimanfaatkan pemerintah dalam melaksanakan program-program pembangunan desa. Tabel 4.28 Kemandirian Masyarakat Desa dalam Melaksanakan Pembangunan yang Dilakukan Bersama Aparat Pemerintahan Desa No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jawaban Responden Sangat tinggi Cukup tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Jumlah
Jlh. Responden (Orang) 6 16 5 3 0 30
Persentase (%) 20,00 53,30 16,70 10,00 0 100,00
Sumber: Data Primer (2007) Berdasarkan
temuan
penelitian,
tingkat
kemandirian
dalam
mewujudkan tujuan pembangunan desa bekerjasama dengan aparat pemerintahan desa umumnya cukup tinggi, yakni terdapat sekitar 53,3%, selanjutnya yang menjawab sangat tinggi berjumlah 20%, yang menjawab sedang berjumlah 16,7%, dan yang menjawab rendah berjumlah 10%.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
4.4.4 Taraf Hidup Masyarakat Pendapatan
yang
diperoleh
seseorang
dalam
pekerjaan
yang
ditekuninya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sehari-hari. Untuk dapat memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga seharihari, seseorang harus bekerja. Kesempatan kerja yang luas harus dapat diciptakan sebagai ukuran keberhasilan pembangunan masyarakat desa. Dalam konteks ini, kualitas kehidupan masyarakat desa dapat dilihat dari kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan dasar (pangan, sandang dan papan, serta pendidikan dan kesehatan). Berdasarkan hasil penelitian, kesempatan kerja masyarakat umumnya cukup terbuka, yakni dijawab sekitar 66,7%. Selanjutnya sebesar 16,7% responden menjawab sedang, sebesar 10% responden menjawab sangat terbuka dan sebesr 6,7% responden menjawab kurang terbuka.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.29 Kesempatan Kerja Masyarakat di Lingkungan Desa
1.
Sangat terbuka
Jlh. Responden (Orang) 3
2.
Cukup terbuka
20
66,70
3.
Sedang
5
16,70
4.
Kurang terbuka
2
6,70
5.
Tidak terbuka
0
0
30
100,00
No.
Jawaban Responden
Jumlah
Persentase (%) 10,00
Sumber: Data Primer (2007) Dengan pekerjaan dan pendapatan yang diperolehnya, seseorang akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosialnya dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan dalam hidupnya. Dari pendapatan yang diterima perbulan, setelah digunakan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Berdasarkan temuan penelitian, sebesar 53,3% responden mengatakan masyarakat desa cukup mampu memenuhi kebutuhan keluarga perbulan. Sebesar 23,3% menjawab sedang, selanjutnya sebesar 16,7% menjawab sangat mampu, dan selebihnya sebesar 6,7% menjawab tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga setiap bulan.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.30 Kemampuan Masyarakat Desa dalam Memenuhi Kebutuhan Rumah Tangga No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jawaban Responden Sangat Mampu Cukup Mampu Sedang Tidak Mampu Sangat Tidak Mampu Jumlah
Jlh. Responden (Orang) 5 16 7 2 0 30
Persentase (%) 16,70 53,30 23,30 6,70 0 100,00
Sumber: Data Primer (2007)
4.5 Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintahan Desa dengan Tingkat Pembangunan Desa Setelah mendeskripsikan variabel kemampuan manajerial aparat pemerintahan desan dan tingkat pembangunan desa, maka selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis apakah terdapat hubungan positif dan signifikan antara kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dengan pembangunan desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Analisis data menggunakan teknik korelasi product moment, dengan menggunakan bantuan software komputer SPSS versi 12,0, dan hasilnya diperoleh kemampuan manajerial aparat pemerintaha desa memiliki hubungan signifikan dengan pembangunan desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.31 Rangkuman Hasil Analisis Korelasi Product Moment Tingkat Pembangunan
Variabel
Koefisien Korelasi
Signifikansi
0,930
0,000
Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintahan Desa
**Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed) Berdasarkan hasil pengujian statistik, diperoleh hubungan antara variabel kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dengan tingkat pembangunan desa yang menunjukkan angka korelasi sebesar 0,930. Sebagaimana dikatakan Sugiyono (1998:149), bahwa “interval koefisien korelasi antara 0,80 sampai dengan 1,00 dalam interpretasi uji korelasi, berarti hubungan antara variabel yang diteliti adalah sangat kuat”. Berdasarkan
itu,
bahwa
variabel
kemampuan
manajerial
aparat
pemerintahan desa memiliki hubungan yang sangat kuat dengan variabel tingkat pembangunan desa di lingkungan Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Begitu juga apabila dilihat dari sisi probabilitas yang menunjukkan angka 0,000. Hal ini berarti hubungan antara kedua variabel benar-benar signifikan karena jauh di bawah 0,05 pada tingkat kepercayaan 0,01 (α=1 %). Berdasarkan pengujian statistik, hipotesis yang menyatakan “terdapat hubungan positif dan signifikan antara kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dengan pembangunan desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat", dapat diterima. Artinya kemampuan manajerial yang ditampilkan Kepala Desa dan perangkat-perangkatnya secara positif dan sangat nyata memiliki hubungan dengan terjadinya pembangunan di tingkat desa-desa Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Semakin baik kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa, maka secara positif akan menyebabkan pembangunan desa menjadi meningkat. Sebaliknya, semakin rendah
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa, akan menyebabkan tingkat pembangunan desa menjadi rendah/menurun. 4.6 Pembahasan Penelitian Sebagaimana
telah
dijelaskan
pada
bab
sebelumnya,
dalam
pelaksanaan pembangunan desa diperlukan aparatur pemerintahan desa yang berkemampuan, memiliki dedikasi dan sikap pengabdian dalam melaksanakan tugas. Bagi Kepala Desa dan perangkat-perangkat yang berdapan
langsung
dengan
masyarakatnya,
dibutuhkan
kemampuan
manajerial dalam melaksanakan tugas. Dengan kemampuan manajerial, aparatur pemerintahan desan dapat melakukan berbagai hal dalam rangka mewujudkan hasil pembangunan desa. Dengan memiliki kemampuan manajerial yang memadai, pelaksanaan pembangunan dapat mencapai sasaran dan target yang telah ditentukan secara terarah, terpadu, berdaya guna serta berhasil guna yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat desa sesuai hakekat pembangunan nasional. Kemampuan manajerial yang dimiliki oleh aparatur pemerintahan desa akan dapat mengantisipasi dan menterjemahkan berbagai program pembangunan
sesuai
tuntutan
serta
kebutuhan
masyarakat
dengan
memanfaatkan sepenuhnya potensi dan sumber daya yang tersedia di desa. Kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dijabarkan melalui kerangka kerja manajemen pemerintahan. Oleh sebab itu, pada masa mendapat semakin dirasakan perlu adanya pembinanan dan pengelolaan
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
kemampuan manajerial Kepala Desa dan perangkat-perangkatnya melalui suatu mekanisme pendidikan dan pelatihan yang dilakukan secara kontiniu di tingkat Kecamatan maupun di tingkat Kabupaten. Tujuannya agar proses dan pola manajemen pembangunan desa dapat diarahkan, dikendalikan dan mencapai tujuan yang diharapkan. Meningat bahwa pembangunan desa merupakan aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat bekerjasama dengan pemerintah, maka salah satu unsur pengelola pembangunan desa yang utama adalah aparat pemerintahan desa sebagai administrator pembangunan desa. Ketidakmampuan Kepala Desa dan perangkat-perangkatnya dalam memahami sistem manajemen pemerintahan akan menimbulkan masalah bagi kelangsungan pembangunan desa di masa mendatang. Oleh karenanya, Kepala Desa dan perangkatperangkatnya perlu secara tegas memahami dan mengetahui secara konfrehensif dari mulai aspek perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi pembangunan, agar bermanfaat dalam menunjang pembangunan desa. Proses manajemen pembangunan desa ini tidak bisa dilakukan secara sepihak, yakni kemauan dan keinginan pihak Kepala Desa maupun pemerintahan di atasnya (Kecamatan), namun harus secara realistis memahami kebutuhan dan keinginan lokal masyarakat desa. Ini berarti, di samping
kemampuan
manajemen
juga
dibutuhkan
kemampuan
kepemimpinan (leadership). Untuk itu, Kepala Desa di samping sebagai kepala pemerintahan di tingkat desa juga berarti sebagai pemimpin yang
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
harus mengetahui, memahami dan meladeni kebutuhan dan menyelesaikan masalah yang ditemukan di kalangan masyarakat yang dipimpinnya. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan latar belakang masalah yang dikemukakan, yang dalam pengamatan empiris peneliti terjadi ketidaksesuaian antara kemampuan manajerial Kepala Desa dengan perangkat-perangkatnya. Namun setelah dilakukan penelitian, ternyata Kepala
Desa
beserta
perangkat-perangkatnya
memiliki
kemampuan
manajerial yang cukup memadai dilihat dari empat indikator, yakni (1) kemampuan pengelolaan struktur organisasi, (2) kemampuan memperoleh dukungan lingkungan, (3) kemampuan pelaksanaan tugas (performance), dan (4) kemampuan kepemimpinan (leadership). Boleh jadi, pengamatan empiris peneliti hanya dilihat dari permukaan saja, sehingga menimbulkan asumsi
bahwa
Kepala
Desa
dan
perangkat-perangkatnya
memiliki
kemampuan manajerial pemerintahan desa yang belum memadai. Namun setelah dilakukan penelitian ternyata asumsi peneliti terbantah. Kecuali itu, karena penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data, maka dirasakan temuan penelitian ini kurang menyentuh persoalan-persoalan secara detail. Bila didekati dengan pendekatan kualitatif mungkin hasilnya akan dapat menggali secara detail masalah-masalah yang berkaitan kemampuan manajerial aparatur pemerintahan desa serta masalah tingkat pembangunan di desa-desa Kecamatan Stabat. Berdasarkan ini, penelitian
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
lanjutan menyangkut variabel-variabel penelitian dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Di samping itu, untuk memahami lebih lanjut
mengenai
pembangunan
di
tingkat
desa,
dapat
digali
dan
dikembangkan melalui variabel-variabel lain yang relevan dengan proses pembangunan masyarakat desa.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan temuan penelitian, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut: 1. Kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa yang diukur melalui indikator kemampuan pengelolaan struktur organisasi, kemampuan memperoleh dukungan lingkungan, kemampuan pelaksanaan tugas (performance) dan kemampuan leadership secara umum disimpulkan cukup baik. 2. Tingkat pembangunan desa
yang diukur melalui adanya partisipasi
masyarakat, adanya perimbangan peran pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan, adanya kemandirian masyarakat serta peningkatan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan disimpulkan cukup baik. 3. Hubungan antara kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dengan tingkat pembangunan desa-desa yang berada di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat berdasarkan pengujian statistik menunjukkan angka korelasi sebesar angka korelasi sebesar 0,728. Ini berarti kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa memiliki hubungan yang kuat dengan pembangunan desa di lingkungan Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
5.2 Saran 1. Untuk semakin meningkatkan kualitas dan kinerja pelayanan administrasi pembangunan desa, maka disarankan kepada seluruh Kepala Desa beserta perangkat-perangkatnya dapat meningkatkan kemampuan manejerial, terutama dalam aspek kognisi, keterampilan dan kepemimpinan yang berguna bagi kelancaran pelaksanaan pelayanan pembangunan bagi masyarakat desa. 2. Untuk semakin menumbuhkan kesadaran dan partisipasi masyarakat yang tinggi dalam proses pembangunan desa, maka disarankan bagi Kepala Desa beserta seluruh perangkat-perangkat desa dapat menggali dan memahami kebutuhan masyarakat yang dirasakan mendesak dalam perencanaan dan implementasi program pembangunan.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. Sayuthi. Metodologi Penelitian: Pendekatan Teori dan Praktek. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 2002, edisi kelima, cetakan keduabelas. BPS Kecamatan Stabat. Kecamatan Stabat dalam Angka Tahun 2007, Stabat: BPS Kec. Stabat, 2007. Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005, cetakan kedua. Desler, et.al. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga, 1995. Flippo. Manajemen Personalia. Jakarta: Erlangga, 1995. Hall, Richard. Organization Structure and Process. New Jersey: PrenticeHall International Inc., 1977. Handoko, T. Hani. Manajemen. Yogyakarta: BPFE, 1991, edisi kedua, cetakan keempat. Hasibuan, Malayu S.P. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara, 2007, cetakan kesembilan. Hidayat. "Strategi Ketenagakerjaan dan Sumber Daya Manusia", dalam Prijono Tjiptoherijanto, M. Yasin, Bakir Hasan dan Djunaedi Hadisumarto (eds.), Sumber Daya Manusia, Kesempatan Kerja dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1982. Kerlinger, Fred N. Foundation of Behavioral Research. New York: Holt Rinehart and Winston, Inc., 1973. Koentjaraningrat. Masalah Kesukuan dan Integrasi Nasional. Jakarta: Universitas Indonesia, 1993. Kuncoro, Mudrajad. Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta: UPP AMP YPKN, 2004, edisi kedua.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Mangkunegara, A.A. Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga, 2000. Manullang, M. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982. Moekijat. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta, 1991. Mubyarto. Prospek Otonomi Daerah dan Perekonomian Indonesia Pasca Krisis Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media, 2000. Nawawi, Hadari. Manajemen Strategik, Organisasi Nonpropit Bidang Pemerintahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2000. Ndraha, Taliziduhu. Dimensi-dimensi Pemerintahan Desa. Jakarta: Bumi Aksara, 1991. _____________. Ilmu Pemerintahan, 2000.
Pemerintahan.
Jakarta:
Institut
Ilmu
_____________. Metodologi Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Rineka Cipta, 1997. _____________. Partisipasi Masyarakat Desa dalam Pembangunan Desa di Berbagai Desa. Yogyakarta: P3PK, 1981. _____________. Pembangunan Masyarakat: Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Jakarta: Bina Aksara, 1987. _____________. Pengantar Teori Pengembangan Manusia. Jakarta: Rineka Cipta, 1999.
Sumber
Daya
Notoatmodjo, Soekidjo. Pengembangan Sumberdaya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta, 1998. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, tentang Pemerintahan Desa. Rivai, Veithzal. Manajemen Sumberdaya Manusia Untuk Perusahaan: dari Teori ke Praktik. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005. Sanusi, Bachrawi. Pengantar Perencanaan Pembangunan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2000. Sarwoto. Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1991, cetakan kedelapan.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Sedarmayanti. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju, 2001. Siagian, Sodang P. Analisis serta Perumusan Kebijakan dan Strategi Organisasi. Jakarta: Gunung Agung, 1985. _____________. Manajemen Stratejik. Jakarta: Bumi Aksara, 1995. _____________. Proses Pengelolaan Pembangunan Nasional. Jakarta: Gunung Agung, 1988. Simamora, Henry. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE TKPN, 1995. Simanjuntak, Payaman J. "Perkembangan Teori di Bidang Sumber Daya Manusia", dalam Prijono Tjiptoherijanto, M. Yasin, Bakir Hasan dan Djunaedi Hadisumarto (eds.), Sumber Daya Manusia, Kesempatan Kerja dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,1982. Soetrisno, Loekman. Menuju Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta: Kanisius, 1995. Stoner, James AF. Managemen. New Delhi: Prentice-Hall of India, 1982, edisi kedua. Strauss, George dan Leonard L. Stayles. Personnel The Human Problems in Management. New Delhi: Prentice-Hall of India, 1980. Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta, 1998, cetakan kelima. _____________. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta, 2005, cetakan kedelapan. Sumodiningrat, Gunawan. Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Bina Pena Pariwara, 1996. Terry, George R. Prinsip-prinsip Manajemen, terjemahan J. Smith D.F.M. Jakarta: Bumi Aksara, 1993, cetakan kelima. Tjokroamidjojo, Bintoro. Pengantar Administrasi Pembanguan. Jakarta: LP3ES, 1987.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008
Todaro, Michael P. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, terjemahan Haris Munandar. Jakarta: Erlangga, 1998. Undang-undang Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004. Bandung: Fokus Media, 2004. Wexley, Kenneth N. dan Gery A. Yulk. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia, terjemahan Muhammad Shobaruddin. Jakarta: Rineka Cipta, 1992.
Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008. USU e-Repository © 2008