1
Hubungan antara Rejection Sensitivity dan Self-monitoring pada Dewasa Muda yang Memiliki Hubungan Romantis Dwi Putri Martania, Sri Fatmawati Mashoedi, Andi Supandi Suaid Koentary Sarjana Reguler Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok Jawa Barat 16424 Email:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai hubungan antara rejection sensitivity dan selfmonitoring pada dewasa muda yang sedang menjalani hubungan romantis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur rejection sensitivity adalah Rejection Sensitivity Questionnaire yang sudah melalui proses adaptasi, sedangkan self-monitoring diukur menggunakan Revised Self-Monitoring Scale yang diambil dari hasil adaptasi pada penelitian yang dilakukan oleh Yustisia (2012). Partisipan pada penelitian ini berjumlah 130 dewasa muda yang sedang memiliki pacar. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa rejection sensitivity berkolerasi secara negatif dengan self-monitoring (r = -0,346; p < 0,01). Hasil ini menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat rejection sensitivity yang dimiliki oleh individu, semakin rendah tingkat self-monitoring yang dimilikinya. Kata Kunci: dewasa muda, hubungan romantis, Rejection Sensitivity, Self-monitoring
The Correlation Between Rejection Sensitivity and Self-monitoring in Romantic Relationship of Young Adults Abstract This research was conducted to find the correlation between rejection sensitivity and self-monitoring among young adults who were currently in romantic relationships. This research used the quantitative approach. Rejection sensitivity was measured using Rejection Sensitivity Questionnaire which have been through a process of adaptation and Self-monitoring is measured using the Revised Self-Monitoring Scale adopted from previous reserch by Yustisia in 2012. The participant of this research are 130 young adults who were currently in a relatioship. The main result of this research showed a negative correlation between rejection sensitivity and self-monitoring (r = -0,346; p < 0,01). These results indicate that the higher rejection sensitivity of one’s owned, the lower his/her self-monitoring. Keywords: Rejection Sensitivity, romantic relationship, Self-Monitoring, young adult
Pendahuluan Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, sehingga melakukan interaksi dan membentuk hubungan dengan sesamanya. Salah satu hubungan yang dapat terbentuk antarmanusia adalah hubungan romantis. Di Indonesia, bentuk perwujudan hubungan romantis dapat ditemui dalam hubungan pacaran (courtship). Bagi individu yang berada pada
Hubungan antara…, Dwi Putri Martania, FPsi UI, 2014
2
tahapan usia dewasa muda, memiliki hubungan romantis merupakan tugas perkembangan utama (Erikson, 1959 dalam Groves, 2010). Hal ini penting karena hubungan romantis berfungsi untuk mengembangkan hubungan interpersonal individu pada hubungan heteroseksual, bahkan pernikahan (Wisnuwardhani & Mashoedi, 2012). Tidak heran jika banyak usaha yang dilakukan individu untuk menjaga keberlangsungan hubungan romantisnya. Timbulnya konflik dalam hubungan romantis dapat mengakibatkan berakhirnya hubungan tersebut. Keputusan pasangan atau pacar untuk mengakhiri hubungannya merupakan suatu bentuk tindakan penolakan yang dapat terjadi dalam hubungan romantis (Ayduk, Downey & Kim, 2001). Berakhirnya hubungan romantis dapat memicu timbulnya stres, gangguan secara fisik dan mental (Dwyer, 2000) serta menimbulkan rasa kesepian (Brehm dkk, 2002). Bahkan bagi beberapa orang, hanya dengan membayangkan dirinya berada dalam kondisi stres, terganggu secara fisik dan mental serta kesepian dapat memicu rasa cemas yang sangat tinggi. Hal ini dapat ditemui pada individu yang memiliki tingkat Rejection Sensitivity tinggi. Rejection Sensitivity merupakan suatu kecenderungan bagi individu untuk merasa cemas bahwa dirinya akan memperoleh penolakan dari orang lain sehingga muncul tindakan untuk mengantisipasi penolakan tersebut (Downey & Feldman, 1996 dalam Downey & Romero-Canyas, 2005). Individu dengan tingkat rejection sensitivity tinggi memiliki pola pikir yang stabil dan kosisten serta selalu berorientasi pada penolakan. Pola pikir ini timbul dari hasil belajarnya terhadap berbagai pengalaman, terutama pengalamannya ditolak di masa lalu. Pola pikir ini akan berpengaruh terhadap tingkah laku yang ditunjukan, dimana tingkah lakunya cenderung bersifat antisipatif terhadap penolakan. Downey dan Feldman (1996, dalam Marbach, 2009) mengatakan bahwa hubungan romantis pada individu dengan tingkat Rejection Sensitivity tinggi cenderung tidak tahan lama dan bersifat membahayakan. Hal ini terjadi karena individu dengan Rejection Sensitivity tinggi cenderung melakukan tindakan kekerasan pada pasangannya dengan maksud agar pasangannya tidak pergi meninggalkannya. Pola pikir pribadi yang berperan besar dalam pengendalian tingkah laku menjadikan individu cenderung mengabaikan lingkungan sosialnya dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan tingkah laku orang lain. Individu yang kurang mempedulikan petunjuk-petunjuk sosial merupakan individu dengan tingkat Self-monitoring rendah. Self-monitoring menjelaskan tentang kemampuan individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang lain dengan cara mengendalikan tingkah lakunya baik verbal maupun non-verbal (Snyder, 1974). Individu dengan
Hubungan antara…, Dwi Putri Martania, FPsi UI, 2014
3
tingkat Self-monitoring rendah kurang mempedulikan berbagai petunjuk sosial yang sebenarnya dapat menjadi pedoman bagi individu untuk menunjukan tingkah laku yang tepat untuk dilakukan. Berdasarkan cara pengendalian tingkah laku yang sama ditunjukan oleh individu dengan tingkat rejection sensitvity tinggi dan self-monitoring rendah, peneliti menduga bahwa terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut.
Tinjauan Teoritis Rejection Sensitivity Rejection Sensitivity merupakan suatu kecenderungan bagi individu untuk merasa cemas bahwa dirinya akan memperoleh penolakan dari orang lain sehingga muncul tindakan untuk mengantisipasi penolakan tersebut (Downey & Feldman, 1996 dalam Downey & RomeroCanyas, 2005). Rasa cemas akan penolakan timbul dari hasil dinamika pada sistem kognitif dan afektif individu yang terjadi karena hasil belajarnya terhadap pengalaman (Romero-Canyas & Downey, 2005). Secara spesifik, pengalaman yang dimaksud adalah ketika individu berada dalam situasi yang memungkinkan terjadinya penolakan terhadap dirinya seperti misalnya saat meminta bantuan dari orang lain (Levy, Ayduk & Downey, 2001). Perbedaan tingkat Rejection Sensitivity (RS) sangat bergantung dari hasil belajar individu mengenai aktivitas interpersonal yang telah dilaluinya. Downey dan Feldman (1996) menekankan bahwa timbulnya RS dapat diprediksi dari pengalaman yang diperolehnya di masa kecil. Pada penelitian lain menambahkan bahwa perbedaan tingkat RS tidak hanya sekedar dipengaruhi oleh pengalaman di masa lalu, namun lebih tepatnya oleh pengalaman penolakan yang terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja (McLachlan, Zimmer-Gembeck, & McGregor, 2010 dalam Bernstein & Benfield, 2013). Selain itu dalam konteks hubungan romantis, jenis kelamin juga berpengaruh terhadap perbedaan tingkah laku yang ditunjukan oleh individu dengan tingkat RS tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Downey dan Feldman (1996 dalam Regan, 2011) menunjukan bahwa laki-laki akan cenderung menunjukan sikap cemburu, curiga, dan membatasi pasangannya untuk bergaul dengan orang lain, sedangkan perempuan akan bersikap tidak adil karena selalu menyalahkan pasangannya dan tidak mendukung pasangannya.
Hubungan antara…, Dwi Putri Martania, FPsi UI, 2014
4
Individu dengan tingkat RS tinggi dan rendah dapat dibedakan dari ciri-ciri yang dimilikinya. Individu dengan High Rejection Sensitivity (HRS) akan cenderung bertindak sangat waspada terhadap tanda-tanda timbulnya penolakan pada dirinya (Downey & Feldman, 1996). Levy, Ayduk dan Downey (2001) mengatakan bahwa individu dengan HRS akan cenderung merasa cemas dan berpikir mengenai respon orang lain yang ambigu sebagai tanda-tanda timbulnya penolakan pada dirinya. Pada umumnya, tindakan yang dilakukan oleh individu dengan HRS berupa tindakan yang penuh dengan amarah, bersifat putus asa, berupa penarikan diri, cemburu, dan berbagai bentuk usaha yang tidak wajar untuk mengontrol tingkah laku orang lain (Downey & Feldman, 1996). Orientasi nya terhadap penolakan sangat kuat sehingga individu tidak dapat menerima penjelasan alternatif mengenai tingkah laku ambigu yang dilakukan orang lain pada dirinya. Dengan begitu, tidak jarang tindakan waspada yang dilakukannya membuat individu menerima ‘false alarm’ atau salah menginterpretasikan tingkah laku orang lain (Levy, Ayduk & Downey, 2001). Berbeda dengan individu yang termasuk dalam kategori Low Rejection Sensitivity (LRS) yang cendrung memiliki rasa cemas terhadap penolakan lebih rendah jika dibandingkan dengan individu dengan HRS (Regan, 2001). Tindakan negatif yang dilakukan oleh individu dengan HRS juga mungkin dapat ditemui pada individu dengan LRS, namun intensitas dan frekuensinya cenderung lebih rendah. Variabel Rejection Sensitivity ini dapat diukur dengan menggunakan Rejection Sensitivity Questionnaire (RSQ) yang dirumuskan oleh Downey dan Feldman pada tahun 1996 di Amerika Serikat. Perumusan alat ukur ini dilakukan dari hasil wawancara terbuka dengan 20 mahasiswa. Pada proses wawancara, partisipan diberikan 30 gambaran interaksi antar individu dan diminta untuk mendeskripsikan perasaannya dan juga menggambarkan ekspektasi terhadap peristiwa yang akan terjadi dari hasil interaksi tersebut. Hasil jawaban partisipan dikelompokan ke dalam dua kategori yang dijadikan subskala pada alat ukur ini yaitu degree of anxiety and concern about the outcome dan expectations of acceptance or rejection. Gambaran interaksi dengan hasil wawancara yang tidak dapat dikategorikan ke dalam dua bagian tersebut dieliminasi, sehingga tersisa 18 gambaran interaksi yang menjadi item dari RSQ. Dengan begitu, alat ukur Rejection Sensitivity Questionnaire tersusun dari 18 item dengan masing-masing item mencakup dua pertanyaan yaitu a dan b yang merupakan subskala dari alat ukur ini, sehingga total keseluruhan menjadi 36 item.
Hubungan antara…, Dwi Putri Martania, FPsi UI, 2014
5
Self-Monitoring Self-monitoring merupakan sebuah konsep psikologis yang mengukur perbedaan tingkat kemampuan individu dalam mengendalikan dan mengelola presentasi diri yang ditunjukkan dalam bentuk tingkah laku serta ekspresi secara verbal maupun non-verbal (Snyder, 1979). Dalam teori SM dikatakan bahwa terdapat dua sumber informasi yang dapat membantu individu untuk menampilkan bentuk presentasi dirinya, yaitu informasi yang bersifat eksternal (orang lain atau lingkungan) dan informasi yang bersifat internal (keyakinan atau pemikiran diri sendiri) (Snyder & Gangestad, 1982). Snyder (1974) mengutarakan tentang lima target sosial yang menjadi acuan bagi individu dalam melakukan Self-monitoring yaitu: a. Dapat mengkomunikasikan keadaan emosi secara tepat agar dapat menekankan bentuk presentasi diri. b. Dapat mengkomunikasikan keadaan emosi yang fleksibel (berubah-ubah) walaupun tidak sesuai dengan kondisi diri. c. Dapat menyembunyikan kondisi emosi yang tidak sesuai dengan situasi tertentu. d. Dapat menunjukan bahwa individu benar-benar mengalami keadaan emosi yang dianggap wajar dalam situasi tertentu. e. Dapat menunjukan bahwa individu mengalami emosi tertentu walaupun kenyataannya tidak merasakan emosi apapun. Baron, Branscombe dan Byrne (2008) mengatakan bahwa teori self-monitoring membedakan manusia berdasarkan kemampuannya mengendalikan tingkah laku yang didasari oleh petunjuk sosial seperti misalnya tingkah laku orang lain (High Self-monitoring) atau berdasarkan faktor internal seperti keyakinan, pendirian dan minat (Low Self-monitoring). Briggs dkk (1980) mengatakan bahwa HSM memiliki tiga ciri utama yaitu sangat memperhatikan bentuk tingkah laku yang wajar dilakukan dalam kondisi tertentu, peka terhadap petunjuk-petunjuk sosial dan juga dapat melakukan regulasi diri. Dilihat dari bentuk tingkah lakunya, HSM berpedoman pada tingkah laku orang lain ketika menentukan tindakan yang tepat dalam situasi tertentu (Leone, 2006). Berbeda dengan LSM yang cenderung mengendalikan tingkah lakunya berdasarkan pengetahuan yang telah diperolehnya dari pengalaman (Snyder, 1974). Tingkah lakunya merefleksikan pola pikir dan pemahaman pribadi serta cenderung tidak memberikan perhatian pada situasi dan dinamika interpersonal (Snyder, 1979 dalam Oner, 2002).
Hubungan antara…, Dwi Putri Martania, FPsi UI, 2014
6
Dalam interaksi sosial, LSM akan cenderung berusaha untuk mempengaruhi orang lain agar dapat menerima sudut pandang dari dirinya (Dobosh, 2005). Dalam konteks hubungan romantis, perbedaan keduanya juga dapat ditemukan. Bentuk hubungan yang dimiliki oleh HSM cenderung bersifat jangka pendek dan memiliki tingkat komitmen yang lebih rendah dibandingkan dengan LSM (Snyder & Simpson, 1987 dalam Brehm dkk, 2002). Berbeda dengan HSM yang cenderung lebih sering berganti-ganti pasangan, LSM merasa segan untuk mengakhiri hubungan romantisnya (Oner, 2002). LSM lebih memilih untuk menghabiskan waktu dengan pasangannya dalam bentuk aktivitas apapun dan mengharapkan hubungan yang aman dimana keduanya dapat saling menerima satu sama lain (Leone, 2006). Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa hubungan yang dimiliki oleh HSM didasari oleh prinsip activity-based (fokus pada bentuk kegiatan), sedangkan LSM memiliki hubungan yang didasari oleh prinsip person-based (fokus pada diri) (Snyder, Gangestad & Simpson, 1983 dalam Leone & Hawkins, 2006). Variabel Self-monitoring dapat diukur menggunakan alat ukur Self-Monitoring Scale (SMS) yang dirumuskan pertama kali oleh Snyder (1974) dan berisikan 41 item dengan pilihan jawaban benar dan salah. Alat ukur ini mengalami beberapa revisi diantaranya direvisi oleh Briggs, dkk (1980) yang melakukan faktor analisis terhadap item-item pada SMS dan juga Lennox dan Wolfe (1984) yang menghasilkan alat ukur baru dengan nama Revised SelfMonitoring Scale (RSMS) serta berisikan 13 item. Dewasa Muda Masa dewasa muda merupakan masa peralihan dari usia remaja dan memasuki tahap usia dewasa (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Rentang usia dewasa muda bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh budaya. Menurut Sarwono (2000), dewasa muda merupakan individu yang masih sangat produktif dan memiliki rentang usia 19-40 tahun. Pengelompokan usia dewasa muda juga dikemukakan oleh Makhfudli dan Efendi (2009) yang mengutip Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro bahwa rentang usia dewasa muda adalah 18-25 tahun. Rentang usia dewasa muda juga dikemukakan oleh Arnett (2004) yaitu individu yang berada pada rentang usia 18-25 tahun. Menurutnya, dewasa muda merupakan masa dimana individu mengalami masa percobaan (experimentation) dan penjelajahan (exploration) terhadap dirinya seperti menentukan pilihan dalam karir, identitas dan gaya hidup. Arnett juga menyebutkan bahwa bahwa terdapat lima ciri utama dari dewasa muda yaitu The age of identity
Hubungan antara…, Dwi Putri Martania, FPsi UI, 2014
7
exploration (pencarian jati diri), The age of instability (perubahan dalam pengambilan keputusan terutama dalam hal karir dan percintaan), The most self-focused age of life (fokus pada diri sendiri), The age of feeling in-between (Masa peralihan), The age of possibilities (harapan untuk masa depan). Percintaan merupakan topik utama yang menjadi fokus bagi individu pada masa dewasa muda. Hal ini dinyatakan oleh Erikson (1959 dalam Papalia, Olds & Feldman, 2009) bahwa Virtue atau nilai utama yang dimiliki oleh dewasa muda adalah cinta dan pokok pikiran utama yang dimiliki dalam kehidupannya adalah mengenai intimasi. Arnett (2004) juga mengatakan bahwa percintaan yang terjadi pada masa dewasa muda mengalami peningkatan dalam hal intimasi. Intimasi merupakan komponen utama yang penting untuk dimiliki dalam suatu hubungan romantis (Simpson dkk, 2003 dalam Stephanou, 2013). Berdasarkan penyataan diatas, tidak heran bahwa memiliki hubungan yang romantis dengan orang lain merupakan tugas perkembangan utama pada masa usia dewasa muda (Erikson, 1959 dalam Groves 2010). Hubungan romantis dapat dipahami sebagai hubungan antar individu yang melibatkan perasaan cinta yaitu emosi yang sulit dipahami, membuat jantung berdetak cepat dan mampu menumbuhkan semangat serta ketertarikan yang kuat (Knox & Sporakowski, 1968 dalam Wisnuwardhani & Mashoedi, 2012). Wisnuwardhani dan Mashoedi (2012) mengatakan bahwa hubungan romantis memiliki fungsi penting dalam perkembangan interpersonal individu pada hubungan heteroseksual, dan juga pernikahan. Dengan begitu, individu tentunya berusaha untuk menjaga hubungan romantis agar dapat terus berlangsung hingga ke tahap pernikahan. Menjaga hubungan romantis tentunya tidak mudah, karena hubungan romantis menuntut adanya pengorbanan dan kompromi dari masing-masing individu yang menjalaninya (Papalia, Olds & Feldman, 2009). Dinamika Hubungan Antar Variabel Rejection Sensitivity merupakan suatu kecenderungan bagi individu untuk merasa cemas bahwa dirinya akan memperoleh penolakan dari orang lain sehingga muncul suatu tindakan antisipasi. Individu dengan tingkat Rejection Sensitivity tinggi akan memiliki pola pikir dan pemahaman yang konsisten pada setiap bentuk interaksi sosial yang dijalaninya. Pemahaman yang konsisten tersebut adalah berupa pemikiran bahwa orang lain akan kerap memberikan penolakan pada dirinya. Pola pikir ini merupakan hasil belajar sosial yang menetap dan dimiliki oleh individu, lalu kemudian akan berpengaruh pada tingkah lakunya. Individu menjadi pribadi
Hubungan antara…, Dwi Putri Martania, FPsi UI, 2014
8
yang cenderung tidak mempedulikan petunjuk sosial karena segala bentuk tingkah lakunya dikendalikan oleh pola pikirnya sendiri, bukan berdasarkan pengaruh orang lain. Individu yang menunjukan tingkah lakunya berdasarkan pola pikirnya sendiri dan cenderung tidak terpengaruh oleh petunjuk sosial merupakan ciri-ciri dari individu dengan tingkat Self-monitoring rendah. Self-monitoring mengukur perbedaan tingkat kemampuan individu dalam mengendalikan dan mengelola tingkah laku dan ekspresinya secara verbal maupun non-verbal. Menurut teori self-monitoring, terdapat dua sumber informasi yang dapat membantu individu untuk menampilkan dirinya, yaitu informasi yang bersifat eksternal (orang lain atau lingkungan) dan informasi yang bersifat internal (keyakinan atau pemikiran diri sendiri). Individu dengan tingkat self-monitoring rendah akan memilih informasi internal sebagai arahannya dalam bertindak. Segala bentuk tingkah laku yang ditunjukannya didasari oleh keyakinan dan pola pikirnya sendiri, bukan atas pengaruh dari keinginan orang lain. Berdasarkan pemaparan teori diatas, dapat dilihat bahwa terdapat persamaan cara pengendalian tingkah laku yang ditunjukan oleh individu dengan dengan tingkat Rejection Sensitivity tinggi dan Self-monitoring rendah. Dengan demikian, peneliti menduga bahwa individu dengan tingkat Rejection Sensitivity tinggi akan memiliki tingkat Self-monitoring rendah.
Metode Penelitian Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian korelasional karena hendak mengetahui hubungan antara rejection sensitivity dan self-monitoring. Kemudian, penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian kuantitatif dengan data perolehan berupa angka yang diolah menggunakan teknik statistik (Cohen-Swerdlik, 2009). Tipe penelitian ini juga dapat dikategorikan ke dalam jenis penelitian cross-sectional menurut klasifikasi tipe penelitian berdasarkan the number of contacts with the study population, tipe penelitian retrospective study design menurut klasifikasi tipe penelitian berdasarkan the reference period of the study, dan tipe penelitian non-eksperimental menurut klasifikasi tipe penelitian berdasarkan the nature of investigation (Kumar, 1999).
Hubungan antara…, Dwi Putri Martania, FPsi UI, 2014
9
Subjek yang dipilih dalam penelitian ini memiliki karakteristik dewasa muda yaitu berada pada rentang usia 18-25 tahun yang mencakup laki-laki dan perempuan, serta sedang menjalani hubungan romantis yang ditandai dengan kepemilikannya terhadap seorang kekasih atau pacar. Total keseluruhan partisipan yang diperoleh adalah 130 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah non-random sampling dan memilih bentuk accidental sampling Terdapat dua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel Rejection Sensitivity diukur menggunakan Rejection Sensitivity Questionnaire (RSQ) yang dirumuskan oleh Downey dan Feldman (1996). Terdapat dua subskala pada alat ukur ini yaitu tingkat kecemasan dan kekhawatiran terhadap perilaku orang lain terhadap dirinya (degree of anxiety and concern about the outcome), dan ekspektasi terhadap tindakan penerimaan atau penolakan dari orang lain terhadap dirinya (expectations of acceptance or rejection). Alat ukur ini memiliki 18 bentuk situasi yang menggambarkan interaksi antar individu, dimana pada setiap situasi tersebut terdapat 2 pertanyaan (subskala a dan b) sehingga secara keseluruhan terdapat 36 item dengan pilihan jawaban adalah 1 sampai 6. Kemudian, variabel kedua yaitu Self-monitoring merujuk pada kemampuan individu dalam mengendalikan dan mengelola presentasi diri yang ditunjukkan dalam bentuk tingkah laku serta ekspresi secara verbal maupun non-verbal. Variabel ini diukur menggunakan Revised Selfmonitoring Scale (RSMS) yang merupakan alat ukur hasil revisi yang dilakukan oleh Lennox dan Wolfe (1984) terhadap Self-Monitoring Scale (SMS) yang dirumuskan oleh Snyder (1979). Pada alat ukur RSMS terdapat 13 item dengan pilihan jawaban 1 sampai 6 dan terdapat 2 subskala, yaitu kepekaan terhadap ekspresi tingkah laku orang lain (sensitivity to the expressive behavior of others) dan kemampuan mengubah presentasi diri (ability to modify self-presentation). Kedua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini melalui proses uji coba terlebih dahulu dan adaptasi dilakukan oleh peneliti pada alat ukur RSQ, sedangkan alat ukur RSMS diambil dari hasil adaptasi yang dilakukan oleh Yustisia (2012). Adaptasi tersebut dilakukan dengan menerjemahkan seluruh item dan melakukan perbandingan kalimat pada alat ukur Lennox dan Wolfe (1984) dan Bachner-Melman, dkk (2009). Hal ini dilakukan karena BachnerMelman, dkk membuat kalimat pada alat ukur Lennox dan Wolfe menjadi lebih sederhana dan mudah dimengerti.
Hubungan antara…, Dwi Putri Martania, FPsi UI, 2014
10
Berdasarkan hasil uji coba alat ukur, terdapat penghapusan item pada kedua alat ukur yang digunakan. Pada alat ukur RSQ total item yang digunakan untuk pengambilan item adalah 32 item dan menghapus item nomor 6a, 6b, 10a, dan 10b. Penghapusan item tersebut didasari oleh hasil expert judgement dan perhitungan internal consistency yang memiliki nilai koefisien di bawah 0,2 yaitu item dianggap kurang baik (Aiken dan Groth-Marnat, 2006). Pada alat ukur RSMS, penghapusan item dilakukan pada item nomor 12. Hal ini didukung oleh BachnerMelman, dkk (2009) yang mengatakan bahwa penghapusan item nomor 12 kerap dilakukan karena item tersebut mengurangi nilai reliabilitas alat ukur berdasarkan perhitungan statistik. Pada proses pengolahan data, peneliti menggunakan bantuan program statistik SPSS. Teknik statistik yang digunakan yaitu statistik deskriptif (skor rata-rata, skor maksimum dan minimum, frekuensi dan standar deviasi) dan juga teknik Korelasi Pearson untuk melihat hubungan antar variabel.
Hasil Penelitian Gambaran Umum Partisipan Penelitian Berdasarkan Data Demografis Data demografis yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin. Usia partisipan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berada pada rentang usia 18 hingga 25 tahun. Pemilihan rentang usia ini sesuai dengan karakteristik dewasa muda yang diungkapkan oleh Arnett (2004). Hasil data yang diperoleh dari penelitian ini menyatakan bahwa usia 20 tahun adalah usia yang paling banyak dan partisipan yang berusia 23 serta 24 tahun memiliki jumlah yang paling sedikit. Kemudian, hasil data yang diperoleh berdasarkan jenis kelamin menyatakan bahwa terdapat jumlah partisipan dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dari jumlah partisipan laki-laki. Jumlah partispan perempuan pada penelitian ini adalah 79 orang
dimana jumlah
tersebut lebih banyak daripada jumlah partisipan laki-laki yaitu sebesar 51 orang. Jumlah partisipan perempuan yang diperoleh dalam penelitian ini juga lebih banyak berada pada usia 20 tahun dan partisipan laki-laki berada pada usia 21 tahun.
Hubungan antara…, Dwi Putri Martania, FPsi UI, 2014
11
Gambaran Skor Partisipan Penelitian Hasil data yang diperoleh secara keseluruhan menyatakan bahwa skor RSQ paling rendah adalah 2,94 dan yang paling tinggi adalah 19,50 dengan mean sebesar 10,89 (SD = 3,44) seperti yang ditampilkan pada Tabel 1. Hasil perhitungan mean dilakukan pada nilai total skor RSQ yaitu skor rata-rata dari hasil perkalian setiap item a dan b pada masing-masing nomor item. Kemudian, hasil persebaran skor dari alat tes RSMS yang ditampilkan pada Tabel 2 menunjukan skor terendah yaitu 2,75 dan yang tertinggi yaitu dengan nilai mean sebesar 4,37 (SD = 0,62). Tabel 1. Persebaran Hasil Skor RSQ Total RSQ Total Responden Mean Skor Minimum Skor Maksimum
130 10,89 2,94 19,50
Standar Deviasi
3,44
Tabel 2. Persebaran Hasil Skor RSMS Total RSMS Total Responden Mean Skor Minimum Skor Maksimum
130 4,37 2,75 6,00
Standar Deviasi
0,62
Kemudian, gambaran persebaran skor partisipan juga dapat dilihat berdasarkan pembagian dimensi pada alat ukur. Pada alat ukur RSQ diperoleh nilai mean lebih tinggi pada dimensi Degree of anxiety and concern about the outcome, yaitu sebesar 3,42 seperti yang ditunjukan dalam tabel 3. Hasil ini menunjukan bahwa pada umumnya, partisipan memiliki tingkat kecemasan dan kekhawatiran yang tinggi terhadap perilaku orang lain terhadap dirinya, namun cenderung lebih rendah untuk memiliki tingkat ekspektasi terhadap tindakan penolakan. Tabel 3 Persebaran Hasil Skor Berdasarkan Dimensi Rejection Sensitivity Dimensi Mean N Degree of anxiety and concern about the outcome
3,42
130
Expectations of acceptance or rejection
2,96
130
Hubungan antara…, Dwi Putri Martania, FPsi UI, 2014
12 Pada alat ukur RSMS, nilai mean lebih tinggi yang diperoleh alah ukur RSMS terdapat pada
dimensi Sensitivity to the expressive behavior of others, yaitu sebesar 4,38. Hasil ini menunjukan bahwa umumnya partisipan cenderung memiliki kepekaan terhadap ekspresi tingkah laku orang lain dibandingkan dengan kemampuan mengubah presentasi dirinya. Tabel 4. Persebaran Hasil Skor Berdasarkan Dimensi Self-monitoring Dimensi Mean
N
Sensitivity to the expressive behavior of others
4,38
130
Ability to modify self-presentation
3,24
130
Hubungan antara Rejection Sensitivity dan Self-monitoring Perolehan nilai koefisien korelasi Pearson antara skor Rejection Sensitivity dan Selfmonitoring pada dewasa muda yang memiliki hubungan romantis adalah r = - 0,346, n = 130, p < 0,01 (one tailed). Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara variabel rejection sensitivity dan self-monitoring. Hubungan negatif yang dimaksud adalah semakin tinggi tingkat rejection sensitvity, semakin rendah tingkat selfmonitoring yang dimiliki oleh individu. Hasil perhitungan yang signifikasn juga menunjukan bahwa variabilitas pada skor self-monitoring dapat diprediksi dari hubungan yang dimilikinya dengan rejection sensitivity, sehingga hipotesis alternatif (HA) dapat diterima dan hipotesis null (H0) pun ditolak. Kemudian, hasil perhitungan coefficient of determination (r2) yaitu sebesar 0,119 menunjukan bahwa 11,9% variasi skor rejection sensitvity pada dewasa muda yang memiliki hubungan romantis dapat dijelaskan dari skor self-monitoring dan juga sebaliknya. Berdasarkan interpretasi nilai korelasi menurut Gravetter dan Wallnau (2007), dapat dikatakan bahwa kontribusi rejection sensitivity dalam menjelaskan variasi self-monitoring tergolong sedang. Walaupun begitu, masih terdapat sisa sebesar 88,1% yang merupakan varians lain yang menunjukan bahwa masih banyak faktor-faktor lain yang turut berkontribusi terhadap konstruk self-monitoring, meskipun hasil penelitian ini signifikan.
Hubungan antara…, Dwi Putri Martania, FPsi UI, 2014
13
Pembahasan Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang negatif antara rejection sensitivity dan self-monitoring pada dewasa muda yang memiliki hubungan romantis. Pada teori yang menjelaskan tentang rejection sensitivity, dikatakan bahwa tingkah laku yang dimiliki oleh individu dengan tingkat rejection sensitivity tinggi terbentuk dari hasil belajarnya terhadap pengalaman (McLachlan, Zimmer-Gembeck & McGregor, 2013). Tingkah laku yang ditunjukan cenderung bersifat antisipatif, karena individu tidak mau pengalamannya ditolak dimasa lalu dapat terulang kembali (Romero-Canyas & Downey, 2005). Dengan begitu, individu memiliki pola pikir yang kerap berorientasi pada penolakan dan tidak terpengaruh oleh petunjuk-petunjuk sosial yang ada disekitarnya. Tidak berbeda jauh dengan tingkah laku yang ditunjukan oleh individu dengan tingkat self-monitoring rendah. Tingkah lakunya juga cenderung tidak terpengaruh dengan petunjuk-petunjuk sosial yang ada disekitarnya karena bertindak sesuai dengan informasi yang bersifat internal atau atas keyakinan dan pemikirannya sendiri (Snyder & Gangestad, 1982). Faktor pengalaman juga berpengaruh kuat pada tingkah laku yang ditunjukan oleh individu dengan tingkat self-monitoring rendah (Snyder, 1974). Berdasarkan pemaparan mengenai ciri-ciri tingkah laku individu berdasarkan pengertian dari konsep rejection sensitivity dan self-monitoring tersebut, dapat diperoleh kesimpulan bahwa individu dengan tingkat rejection sensitivity tinggi akan memiliki tingkat self-monitoring yang rendah. Pemilihan sample pada penelitian ini, yaitu dewasa muda yang memiliki hubungan romantis, juga menjadi salah satu komponen penelitian yang tepat dalam mendukung hipotesis peneliti. Pada umumnya, hubungan romantis yang terjadi di usia dewasa muda merupakan bentuk hubungan yang kerap dipertahankan karena hubungan cenderung lebih serius dan dipersiapkan untuk ke tahap pernikahan. Sama halnya dengan yang dikatakan oleh Wisnuwardhani dan Mashoedi (2012) bahwa hubungan romantis memiliki fungsi penting dalam perkembangan interpersonal individu pada hubungan heteroseksual, dan juga pernikahan. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa hubungan romantis merupakan bentuk hubungan interpersonal yang dianggap penting di usia dewasa muda sehingga dapat memicu rasa cemas atau khawatir akan berakhirnya hubungan tersebut. Dengan begitu, pemilihan sample pada penelitian ini tepat karena dapat memunculkan stimulus berupa rasa khawatir terhadap penolakan dari pasangan untuk melanjutkan hubungan romantis yang sedang dijalaninya.
Hubungan antara…, Dwi Putri Martania, FPsi UI, 2014
14
Walaupun begitu, penelitian ini masih memiliki beberapa kekurangan. Salah satu bentuk kekurangan yang dapat ditemui adalah jumlah pemilihan data kontrol yang terlalu sedikit sehingga peneliti kurang bisa memperkaya hasil analisis dari perolehan data. Data kontrol yang digunakan dalam penelitian ini hanya usia dan jenis kelamin, sehingga tidak banyak analisis yang bisa diberikan terkait dengan konteks hubungan romantis, karakteristik usia dan juga kedua variabel penelitian. Selain itu, alat ukur Rejection Sensitivity Questionnaire (RSQ) dibentuk di Amerika Serikat dan memiliki item-item yang cukup sensitif terhadap budaya terutama bagi budaya di Indonesia. Terdapat beberapa gambaran interaksi yang sangat jarang terjadi di Indonesia seperti keadaan dimana individu meminta pacarnya untuk tinggal bersama dan juga meminta izin orang tua untuk tetap tinggal dirumah ketika sudah lulus kuliah. Di Indonesia, belum ada alat ukur yang digunakan untuk mengukur konsep rejection sensitivity sehingga adaptasi terhadap alat ukur ini pun perlu dilakukan agar item-itm menjadi lebih relevan. Setelah melakukan uji coba alat ukur RSQ terhadap populasi penelitian, ditemukan beberapa item yang memiliki nilai validitas yang kurang baik. Walaupun begitu, terdapat beberapa item yang diduga kurang cocok dengan budaya di Indonesia, namun ternyata memiliki nilai validitas yang cukup baik. Item tersebut berada dalam gambaran interaksi dimana individu meminta pacarnya untuk tinggal bersama dengannya. Peneliti menduga bahwa hal ini dapat terjadi karena pertisipan hanya diminta untuk membayangkan jika interaksi seperti itu terjadi pada dirinya, namun bukan kejadian yang sebenarnya. Meskipun demikian, partisipan lebih banyak menjawab ‘Sangat Khawatir’ pada pengukuran tingkat kekhawatiran dan juga lebih banyak menjawab ‘Sangat Tidak Sesuai’ terhadap pengukuran ekspektasi. Pada alat ukur ini, cukup sulit untuk melakukan eliminasi item berdasarkan nilai validitas. Eliminasi item yang sulit terjadi karena pada setiap nomor soal terdapat dua pertanyaan (a dan b) yang merupakan kedua dimensi dari alat ukur ini. Dengan begitu, jika pada salah satu nomor hanya terdapat satu item yang tidak valid maka eliminasi item sulit untuk dilakukan karena penggambaran interaksi menjadi tidak sempurna. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan perbaikan pada kalimat item berdasarkan hasil expert judgement. Alasan ini juga menjadi latar belakang dilakukannya uji coba alat tes sebanyak dua kali. Atas hasil adaptasi pada alat ukur RSQ, penelitian ini telah memberikan kontribusi berupa alat ukur yang valid dan reliabel untuk mengukur rejection sensitvity pada dewasa muda yang memiliki hubungan romantis di Indonesia.
Hubungan antara…, Dwi Putri Martania, FPsi UI, 2014
15
Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan statistik, dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara rejection sensitivity dan self-monitoring pada dewasa muda yang memiliki hubungan romantis. Hubungan negatif yang dimaksud adalah semakin tinggi tingkat rejection sensitivity pada dewasa muda yang memiliki hubungan romantis, maka semakin rendah tingkat self-monitoring yang dimilikinya. Dengan demikian, hipotesis alternatif (HA) di dalam penelitian ini dapat diterima.
Saran Saran Metodologis
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti memiliki saran yang berkaitan dengan penelitian selanjutnya, yaitu: 1. Penelitian pada konteks hubungan romantis sebaiknya dapat memiliki jenis data kontrol yang lebih banyak dan bervariasi seperti durasi atau lamanya hubungan romantis tersebut dan jumlah pasangan sebelumnya. Data kontrol yang lebih bervariasi akan dapat memperkaya hasil analisis dalam penelitian. 2. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel rejection sensitvity, yaitu Rejection Sensitivity Questionnaire (RSQ), memiliki item-item yang sangat sensitif terhadap budaya. Pada proses adaptasi, beberapa item pada alat ukur ini pun dihapus karena tidak mencapai nilai validitas item yang baik. Walaupun begitu, masih ada beberapa item lain yang menggambarkan situasi yang dirasa kurang tepat untuk dapat terjadi di Indonesia. Dengan begitu, dalam penelitian selanjutnya sebaiknya dapat mengembangkan instrumen dengan item-item yang relevan dengan budaya lokal. 3. Penelitian mengenai konstruk rejection sensitivity dan self-monitoring merupakan bentuk penelitian yang dapat dilakukan dalam konteks hubungan interpersonal lainnya. Hubungan antar teman, pemimpin dan bawahannya atau bentuk hubungan lainnya yang memungkinkan timbulnya tindakan penolakan dari orang lain dapat menjadi konteks penelitian lanjutan yang cukup menarik. Pemilihan usia juga dapat divariasikan seperti misalnya pada usia remaja atau lanjut usia sekali pun. Belum banyak penelitian, terutama
Hubungan antara…, Dwi Putri Martania, FPsi UI, 2014
16
di Indonesia, yang menyertakan konstruk rejection sensitivity di dalamnya. Dengan begitu, masih cukup banyak peluang yang dimiliki oleh peneliti-peneliti untuk mengetahui lebih dalam mengenai konstruk ini. Saran Praktis
Penelitian mengenai hubungan antara rejection sensitivity dan self-monitoring dapat menambah pengetahuan mengenai perbedaan individu yang terlihat dari bentuk tingkah laku yang ditunjukannya. Kedua variabel penelitian ini memaparkan berbagai ciri-ciri tingkah laku individu berdasarkan kategori high dan low. Hal ini dapat berguna untuk mengetahui kecenderungan tingkat rejection sensitivity pada individu yang dapat diobservasi melalui ciri-ciri tingkah lakunya berdasarkan teori self-monitoring. Rejection sensitivity merupakan konsep psikologis yang dapat dikaitkan dengan fenomena kekerasan dalam pacaran. Atas hasil observasi terhadap ciri-ciri tingkah laku berdasarkan teori self-monitoring, individu dapat mengetahui kecenderungan seseorang untuk melakukan berbagai tindakan yang destruktif dalam menjalani suatu hubungan, terutama hubungan romantis sehingga tindakan kekerasan dalam pacaran pun dapat dicegah. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan atau tambahan pengetahuan bagi kegiatan terapi dan konsultasi mengenai hubungan romantis pada dewasa muda terutama yang berkaitan dengan kasus tindakan kekerasan dalam berpacaran.
Daftar Referensi Aiken, L. R., & Groth-Marnat, G. (2006). Psychological testing and assessment (12th ed). Boston, MA: Pearson Education Group Inc. Arnett, J. J. (2004). Emerging adulthood: the winding road from the late teens through the twenties. New York: Oxford University Press. Ayduk, Ozlem., Downey, Geraldine., Kim, Minji. (2001) Rejection Sensitivity and Depressive Symptoms in Women. Personality and Social Psychology Bulletin, 868-877. Bachner-Melman, R., Bacon-Shnoor, N., Zohar, A. H., Elizur, Y., & Ebstein, R. P. (2009). The Psychometric Properties of the Revised SelfMonitoring Scale (RSMS) and the Concern for Appropriateness Scale (CAS) in Hebrew. European Journal of Psychological Assessment Vol. 25, 8–15. Baron, R. A., Branscombe, N. R., & Byrne, D. (2008). Social Psychology (12th Ed.).
Hubungan antara…, Dwi Putri Martania, FPsi UI, 2014
17
Boston: Pearson Education, Inc. Bernstein, M. A., & Benfield, J. A. (2013). Past Perspective Is Related to Present Relationships: Past-Positive and Negative Time Perspectives Differentially Predict Rejection Sensitivity. The Psychological Record , 615–628. Brehm, S. S., Miller, R. S., Perlman, D., & Campbell, S. M. (2002). Intimate Relationship. New York: McGraw-Hill. Briggs, S. R., Cheeks, J. M., & Buss, A. H. (1980). An Analysis of the SelfMonitoring Scale. Journal of Personality and Social Psychology , 679-686. Cohen, R.J. & Swerdlik, M.E. (2009). Psychological Testing and Assessment (7th ed). New York: McGraw-Hill. Dobosh, M. A. (2005). The Impact of Cognitive Complexity and Self-Monitoring on Leadership Emergence. Downey, G., & Feldman, S. I. (1996). Implications of Rejection Sensitivity for Intimate Relationships. Journal of Personality and Social Psychology Vol. 70, No. 6 , 1327-1343. Downey, G., Freitas, A. L., Michaelis, B., & Khouri, H. (1998) The Self-Fulfilling Prophecy in Close Relationships: Rejection Sensitivity and Rejection by Romantic Partners. Journal of Personality and Social Psychology Vol. 75, No. 2, 545-560. Downey, G., & Romero-Canyas, R. (2005). Rejection Sensitivity as a predictor of affective and behavioral responses to interpersonal stress: A defensive motivational system. Dalam K. D. Williams, J. P. Forgas, & W. Von Hippel, The Social Outcast: Ostracism, Social Exclusion, Rejection, and Bullying (p. Psychology Press). Dwyer, D. (2000). Interpersonal Relationship. London: Routledge. Goffman, E. (1959). The Presentation of Self in Everyday Life. New York: Doubleday. Gravetter, F. J., & Wallnau, L. B. (2007). Statistics for the Behavioral Sciences. New York: Thomson Wadsworth. Groves, S. S. (2010). The Role of Adult Attachment and Relationship Beliefs in Emerging Adults' Romantic Relationships. Romantic Relationship. Kaplan R. M. & Saccuzzo, D. P. (2005). Psychological Testing: Principles, Application and Issues (6th ed). California: Thomson Wadsworth. Kelliher, J. L. (2013). Personality, Rejection Sensitivity and Perceptions of Social Support Adequacy as Predictors of College Students’ Depressive Symptoms. (Tesis, Western Carolina University). Diambil dari http://libres.uncg.edu/ir/wcu/f/Kelliher2013.pdf Kim, J. (2004). Investigation of Self-presentation Among Low Self-monitors. (Disertasi, University of Maryland). Diambil dari ProQuest Dissertations and Theses database. (UMI No. 3139062) Kumar, R (1999). Research Methodology: A Step-by-Step Guide for Beginners.London: Sage Publications.
Hubungan antara…, Dwi Putri Martania, FPsi UI, 2014
18
Leary, M. P., Silver, S. E., Darby, B. M., & Schlenker, B. R. (1980). The Multidimensionality of Self-Monitoring. Lennox R. D., & Wolfe, R. N. (1984). Revision of the Self-Monitoring Scale. Journal of Personality and Social Psychology. 46, No. 6, 1349-1364. Leone, C. (2006). Self-Monitoring: Individual Differences in Orientations to The Social World. Journal of Personality . Leone, C., & Hawkins, L. B. (2006). Self-Monitoring and Close Relationships. Journal of Personality . Levy, S. R., Ayduk, O., & Downey, G. (2001). The Role of Rejection Sensitivity in People Relationship with Significant Others and Valued Social Groups. In M. R. Leary, Interpersonal Rejection (pp. 251-289). New York: Oxford University Press. Makhfudli., & Effendi, F. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas : teori dan praktik dalam keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Marbach, A. V. (2009). Rejection Sensitivity: Its Impact on Interpersonal Difficulties and Romantic Relationships. Behavioral Sciences and Public Health. McLachlan, J., Zimmer-Gembeck, M. J. & McGregor, L. (2013). Rejection Sensitivity in Childhood and Early Adolescence: Peer Rejection and Protective Effects of Parents and Friends. Journal of Relationship Research. 31-40. Mischel, W., & Shoda, Y. (1995). A Cognitive-Affective System Theory of Personality: Reconceptualizing Situations, Dispositions, Dynamics, and Invariance in Personality Structure. Psychological Review Vol. 102, No. 2 , 246-268. Oner, B. (2002). Self-Monitoring and Future Time Orientation in Romantic Relationship. The Journal of Psychology , 420-424. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development. New York: McGraw Hill . Regan, P. (2011). Close Relationship. New York: Routledge. Sarwono, S.W.(2000) Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang. Seniati, L, Yulianto, Aries, dan Setiadi, Bernadette N. (2011). Psikologi eksperimen. Jakarta: Indeks. Sharma, B.B. (2013). Role Taking in Rejection Sensitivity. International Journal of Advanced Research, Volume 1, Issue 3, 249-254. Snyder, M. (1974). Self-Monitoring of Expressive Behavior. Journal of Personality and Social Psychology , 526-537. Snyder, M. (1979). Self-monitoring Process. Dalam L. Berkowitz, Advances in Experimental Social Psychology (pp. 85-128). New York. Snyder, M., & Gangestad, S. (1982). Choosing Social Situations: Two Investigations on Self-monitoring Process. Journal of Personality and Social Psychology , 123-135. Snyder, M., & A., J. (1984). Self-Monitoring and Dating Relationships. Journal of Personality and Social Psychology , 1281-1291.
Hubungan antara…, Dwi Putri Martania, FPsi UI, 2014
19
Snyder, M., & Gangestad, S. (1985). "To Carve Nature at Its Joints": On the Existence of Discrete Classes in Personality. Psychological Review , 317-349. Snyder, M., & Gangestad, S. (1986). On the Nature of Self-Monitoring: Matters of Assessment, Matters of Validity. Journal of Personality and Social Psychology , 125-139. Stephanou, G. (2012). Romantic Relationships in Emerging Adulthood: PerceptionPartner Ideal Discrepancies, Attributions, and Expectations. Scientific Research: Psychology Vol. 3 No.2 , 150-160. Wigfield, A., & Ecless, J. S. (2000). Expectancy–Value Theory of Achievement Motivation. Contemporary Educational Psychology 25 , 68-81 Wisnuwardhani, D., & Mashoedi, S. F. (2012). Hubungan Interpersonal. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika. Young, B. J., Furman, W., & Laursen, B. (2011). Models of Change and Continuity in Romantic Experience. In F. D. Fincham, & M. Cui (Eds.), Romantic Relationship in Emerging Adulthood. New York: Cambridge University Press. Yustisia, D. (2012). Hubungan Antar Wajah Sosial dan Self-Monitoring pada Etnis Jawa dan Sunda. Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Hubungan antara…, Dwi Putri Martania, FPsi UI, 2014