Hubungan Antara Dimensi-Dimensi Loneliness dan Penggunaan Social Network Sites pada Dewasa Muda di Indonesia Maulia Pijarhati Muhammadin & Mellia Christia Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan korelasi pada dimensi-dimensi loneliness yakni social loneliness, romantic emotional loneliness dan family emotional loneliness dengan penggunaan social network sites atau yang disingkat SNS seperti jumlah kepemilikan akun SNS, frekuensi penggunaan SNS serta durasi dalam mengakses SNS. Studi yang dilakukan merupakan studi kuantitatif. Partisipan merupakan dewasa muda, sejumlah 125 orang. Loneliness diukur dengan Social and Emotional Loneliness Scale for Adults (SELSA) versi yang telah diadaptasikan ke Bahasa Indonesia. Pengukuran penggunaan SNS diperoleh dari data penggunaan SNS seperti jumlah akun, frekuensi dan durasi penggunaan SNS yang dilaporkan oleh partisipan. Hasil utama penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi-dimensi loneliness tersebut dengan jumlah kepemilikan akun SNS, frekuensi penggunaan SNS serta durasi dalam menggunakan SNS. Hubungan yang tidak signifikan ini dapat diartikan bahwa peningkatan pada social loneliness, romantic emotional loneliness, dan family emotional loneliness tidak diikuti dengan perubahan pada jumlah kepemilikan akun SNS, frekuensi penggunaan SNS serta durasi penggunaan SNS. Kata Kunci: dewasa muda, family emotional loneliness, loneliness, social loneliness, romantic emotional loneliness, social network sites
The Correlation between Loneliness’s Dimensions and Social Network Sites Usage within Early Adults in Indonesia Abstract This study was conducted to prove the correlational relationship between loneliness’s dimensions which are social loneliness, romantic emotional loneliness, and family emotional loneliness, and social network sites or SNS usage as in numbers of SNS account being used, SNS usage’s frequency and duration. This study uses a quantitative method. The participants were 125 people on their early adulthood. Social loneliness, romantic emotional loneliness and family emotional loneliness were measured using the Social and Emotional Loneliness Scale for Adults (SELSA) that was adapted to Bahasa Indonesia. SNS usage such as mentioned above were measured by usage self-report items within the questionnaire. The main result shows that there is no correlation relationship between the loneliness’s dimensions and the number of SNS accounts being used, the SNS usage’s frequency and duration. This indicates that increase within the social loneliness, romantic emotional loneliness and family emotional loneliness scores won’t be followed by changes of the number of SNS account being used nor the frequency and duration of the SNS usage. Keywords: early adulthood, family emotional loneliness, loneliness, romantic emotional loneliness, social loneliness, social network sites
PENDAHULUAN Dewasa ini, penggunaan internet pada masyarakat Indonesia dirasa mengalami peningkatan. Masyarakat baik dari berbagai jenjang usia, tingkatan ekonomi maupun sosial,
Hubungan Antara..., Maulia Pijarhati Muhammadin, FPSI UI, 2014
sudah dapat mengakses internet baik dari perangkat yang dimiliki pribadi maupun yang disewakan dan dibayar sesuai dengan durasi penggunaan. Di antara berbagai fungsi yang disajikan oleh Internet, social network sites menjadi salah satu fungsi internet yang diminati oleh masyarakat Indonesia. Tak heran jika kini pengguna social network sites ditemukan dari siswa-siswi tingkatan Sekolah Dasar hingga lansia yang sudah ada pada usia pensiun. Pada tahun 2013, terdata bahwa sejumlah 95% dari pengguna internet di Indonesia menggunakan koneksi internet yang dimiliki untuk terhubung dengan social media (Kemkominfo, 2013). Dua situs jejaring sosial yang paling banyak diakses oleh masyarakat Indonesia adalah Facebook dan Twitter. Indonesia sendiri menempati peringkat ke 4 pengguna situs Facebook terbanyak di seluruh dunia, dengan 65 juta masyarakat Indonesia sebagai pengguna facebook aktif. Sedangkan pada situs Twitter, Indonesia juga berada pada peringkat 5 besar pengguna terbanyak situs tersebut dengan menyumbangkan 19,5 juta pengguna dari total 500 juta pengguna global Twitter (Kemkominfo, 2013). Internet merupakan salah satu dari dari layanan online dimana individu dan kelompok dapat berkomunikasi, memperoleh hiburan, mengedukasi dan saling memberikan informasi (Koomen, 1997). Seiring perkembangan teknologi pun, internet juga turut mengalami perkembangan pada berbagai hal seperti fungsi, media, dan lainnya. Dari sejumlah kegiatan yang ditawarkan oleh internet, hasil penelitian Pew Project on the Internet and American Life (2002), ditemukan bahwa bersosialisasi dengan orang lain adalah salah satu kegunaan internet yang paling populer. Banyak manfaat yang didapat dari penggunaan internet. Bagi remaja dan masyarakat dewasa, Internet menjadi sarana pencari informasi dan rekreasi utama karena internet dapat menyediakan cara yang sangat mudah dan cepat untuk dapat terhubung dengan berbagai informasi ataupun berkomunikasi dengan siapapun di seluruh dunia (Ko, Yen dkk, 2010). Kraut membuat social augmentation hypothesis yang menyarankan bahwa komunikasi menggunakan internet memperbesar kapasitas sosial seseorang dengan menyediakan kesempatan tambahan untuk interaksi sosial sehari-hari dan melaluinya individu dapat memperbesar jaringan sosial (dalam Bessière dkk, 2008). Dilaporkan juga bahwa internet dapat meningkatkan ikatan sosial individu karena internet memberikan lahan untuk hubungan sosial yang kemungkinan kurang berkembang di dunia nyata (dalam Dittman, 2003). Internet juga dinyatakan sebagai tempat yang ideal untuk menemukan kelompok degan ketertarikan yang mirip (dalam Dittman, 2003).
Hubungan Antara..., Maulia Pijarhati Muhammadin, FPSI UI, 2014
Disamping dampak positif penggunaan internet, terdapat pula dampak negatif, salah satunya yakni studi oleh Wales (dalam Anderson, 2000) yang menemukan bahwa terdapat beberapa universitas yang melaporkan peningkatan kegagalan akademik yang terhubung dengan penggunaan internet secara berlebihan. Pada penelitian lain (dalam Anderson, 2000) ditemukan bahwa penggunaan internet yang lebih lama dapat diasosiasikan dengan menurunnya keterlibatan sosial dan meningkatnya depresi. Studi ini menyarankan bahwa penggunaan internet dapat menjadi pengganti dari berbagai aktivitas sosial lainnya. Siswa yang mengembangkan hubungan mereka melalui internet dapat mengganti hubungan dengan orang lain yang lebih nyata, dengan suatu hal yang kurang nyata. Disamping itu, terdapat pula resiko-resiko lain di internet berupa kejahatan seperti kekerasan online dan cyber bullying yang merupakan salah satu bentuk kekerasan online (dalam Guan & Subrahmanyam, 2009). Morahan-Martin dan Schumacher melakukan beberapa studi terkait loneliness dengan penggunaan internet (dalam Dittman, 2003). Dari studi yang mereka lakukan, ditemukan bahwa mahasiswa pengguna internet (pathological users) memiliki angka loneliness yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakan internet. Pada studi lain dari tim peneliti yang sama, dinemukan bahwa mereka yang mengoperasikan internet dan menggunakan e-mail memiliki tingkat loneliness yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan oleh perasaan bahwa mereka mendapatkan dukungan emosional melalui penggunaan internet. Partisipan pengguna internet dari penelitian ini menyatakan bahwa mereka pribadi yang cenderung tertutup, dan merasa lebih diterima pengguna internet lainnya dibandingkan yang tidak (dalam Dittman, 2003). Penelitian lain menemukan bahwa penggunaan internet memicu loneliness pada seseorang. Field, Diego, dan Kaplan (2000) menemukan bahwa peningkatan penggunaan internet berkorelasi dengan lemahnya ikatan sosial (Dittman 2003). Berbagai definisi berbeda dari loneliness disajikan oleh para peneliti (dalam Peplau & Perlman, 1984). Peplau & Perlman (1982) menyatakan adanya 3 elemen penting yang ada pada loneliness yakni hasil dari kurangnya hubungan sosial, sifatnya subjektif dan berupa pengalaman yang tidak menyenangkan (dalam Sekarsari, 2009). Terdapat dua konsep utama untuk memahami loneliness yakni perspektif unidimensional yang lebih melihat kepada intensitas rasa loneliness disamping penyebab yang beragam dan yang kedua, melihat konsep multidimensional yang melihat bahwa berbagai bentuk loneliness tidak dapat diukur secara imbang dengan konteks yang menyeluruh (Dittman, 2003).
Hubungan Antara..., Maulia Pijarhati Muhammadin, FPSI UI, 2014
Seiring perkembangan social network sites di internet, para peneliti juga mulai melakukan penelitian-penelitian terkait social network sites. Dikatakan bahwa penggunaan media menyediakan latar belakang yang cukup penting untuk perkembangan sosial, emosional, dan kognitif (dalam Pempek, Yermolayeva & Calvert, 2009). Situs-situs jejaring sosial memfasilitasi komunikasi melalui informasi yang dapat ditampilkan pada profil online seseorang termasuk foto dan minat dan profil ini dapat diakses oleh anggota situs lainnya serta dapat berkomunikasi melalui aplikasi komunikasi yang disediakan situs tersebut maupun situs lainnya. Bentuk interaksi seperti ini yang menarik bagi remaja dan para dewasa muda karena kebutuhan mereka akan pertemanan dan umpan balik kelompok (Pempek, Yermolayeva & Calvert, 2009). Selain hal-hal tersebut di atas, faktor budaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan social network sites. Hal ini dikemukakan dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan (Kim, dkk, 2011; Dou, 2011; Jackson & Wang, 2013). Penelitian terkait penggunaan SNS dan loneliness pada mahasiswa telah sebelumnya dilakukan di Amerika dengan dasar kebudayaan individualis. Masyarakat Amerika dengan budaya individualisme cenderung kurang memberikan usaha dalam hubungan di dunia nyata, dan lebih berinvestasi terhadap perkembangan diri yang dapat direalisasikan melalui selfpromotion pada akun SNS mereka serta mendapatkan banyak teman karenanya. (Jackson & Wang, 2013). Beberapa penelitian yang mengomparasikan penggunaan SNS pada masyarakat dengan budaya individualisme tinggi dan rendah sudah dilakukan seperti pada Cina (Jackson & Wang, 2013), Korea (Kim, dkk, 2011) dan Jepang (Dou, 2011). Jackson dan Wang (2013) mengungkapkan bahwa pada masyarakat Cina, masyarakat lebih memberikan banyak perhatian pada hubungan-hubungan di dunia nyata seperti dengan kekerabatan dengan keluarga, teman maupun kelompok sehingga menyisakan waktu yang lebih sedikit untuk membentuk hubungan melalui SNS karena mereka anggap kurang penting. Qiu, dkk (dalam Jackson & Wang, 2013) juga menemukan bahwa pengguna SNS di Korea Selatan memiliki jumlah teman yang lebih sedikit pada SNS mereka namun hubungannya lebih dalam. Indonesia juga merupakan salah satu negara dengan kolektivisme yang kental, dengan skor individualism lebih rendah dibandingkan negara-negara Asia Timur tersebut. Namun pada kenyataannya, Indonesia justru menduduki posisi lima besar terkait penggunaan SNS yang paling luas di dunia, yakni Facebook (Menkominfo, 2013). Pada kebudayaan individualis, individu mengompensasikan hubungan melalui SNS karena rendahnya usaha yang mereka
Hubungan Antara..., Maulia Pijarhati Muhammadin, FPSI UI, 2014
lakukan untuk menjalin berbagai bentuk hubungan di dunia nyata, yang kemudian mengarah kepada loneliness yang mereka alami (Jackson & Wang, 2013). Jika dilihat dari hubungan yang telah ditemukan, maka terdapat sebuah kontradiksi. Pada satu sisi, masyarakat dengan skor individualis yang tinggi cenderung menggunakan SNS secara berlebihan, karena melalui SNS mereka dapat memenuhi kebutuhan individualis mereka untuk mempromosikan diri dan kemudian memperoleh lebih banyak teman melaluinya. Masyarakat individualis yang cenderung kurang hidup berkelompok, memiliki tendensi untuk menjadi lebih lonely terkait hubungan mereka di dunia nyata karena lebih memfokuskan diri pada hubungan-hubungan yang terjalin melalui online. Mereka lebih banyak memiliki teman online, namun hubungan persahabatan yang dimiliki tidak mendalam. Berkebalikan dengan masyarakat individualis, masyarakat kolektivis lebih mementingkan relasi mereka di dunia nyata, sehingga tidak terlalu menganggap penting penggunaan SNS. Jika dibandingkan, jumlah teman online masyarakat individualis lebih banyak daripada jumlah teman online masyarakat kolektivis. Masyarakat kolektivis cenderung hidup berkelompok, sehingga mereka akan selalu memiliki kelompok yang mereka anggap sebagai asal mereka. Di sisi lain, masyarakat Indonesia yang memiliki skor individualis yang sangat rendah, ditemukan sebagai salah satu negara yang memberi sumbangan user terbanyak pada beberapa situ SNS populer dunia. Padahal masyarakat Indonesia yang juga tergolong kolektivis, jika dilihat latar belakang budayanya maka seharusnya menjadi masyarakat yang lebih mementingkan kontak sosial dengan lingkungan sekitarnya dibandingkan penggunaan SNS. Pentingnya kontak sosial masyarakat Indonesia seharusnya membuat masyarakat memiliki tingkat loneliness yang lebih rendah. Oleh karena itu, muncul pertanyaan: Apakah terdapat hubungan antara loneliness dengan penggunaan SNS di Indonesia? Untuk menemukan hubungan antara loneliness dan penggunaan social network sites tersebut, peneliti akan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode pengumpulan data self-report. The Social and Emotional Loneliness Scale for Adults atau SELSA (DiTomasso & Spinner, 1993) akan digunakan untuk mengukur tiga tipe loneliness yakni terkait keluarga, hubungan romantis, dan hubungan sosial. Pertanyaan terkait penggunaan social network sites juga akan diberikan. Responden dari penelitian ini adalah mahasiswa yang sudah menginjak usia dewasa awal sesuai dengan teori tahapan perkembangan psikososial Erik Erikson yakni dari usia 20 hingga 30 tahun.
Hubungan Antara..., Maulia Pijarhati Muhammadin, FPSI UI, 2014
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan korelasi antara dimensidimensi loneliness dengan penggunaan SNS yang dalam penelitian ini didefinisikan sebagai jumlah kepemilikan akun SNS, frekuensi penggunaan SNS dan durasi penggunaan SNS. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terkait penggunaan social network sites di Indonesia. Selain itu, diharapkan bahwa penelitian ini juga dapat dijadikan acuan untuk penelitian-penelitian terkait penggunaan social network sites yang dapat terus berkembang di masa mendatang. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menurunkan tingkat loneliness pada dewasa muda, melalui pengendalian individu terhadap penggunaan social network sites masing-masing.
TINJAUAN TEORITIS Loneliness Loneliness sudah menjadi materi diskusi pada filsuf, teologis dan penulis semenjak beberapa abad silam namun studi ilmiah terkait loneliness yang dapat ditelusuri baru ada selama lima dekade terakhir ini. Berbagai peneliti mengulas konsep loneliness, sehingga berbagai sudut pandang ditemukan. Konsep loneliness pertama kali disinggung melalui teori psikoanalitik klasik oleh Fromm-Reichmann pada 1959. Sekitar 30 tahun belakangan ini berbagai makna definitif dari loneliness mulai berkembang (DiTomasso, Brannen, & Best, 2004). Perlman & Peplau (1982) menyantumkan dua belas definisi loneliness yang diajukan oleh ilmuwan bidang sosial. Dari definisi-definisi tersebut, Perlman & Peplau (1982) menemukan adanya kesepakatan terkait cara pandang ilmuwan terkait loneliness, yakni adalah bahwa loneliness merupakan hasil dari kurangnya hubungan sosial seseorang, merupakan hasil dari pengalaman subjektif, dan bukan merupakan persamaan dari isolasi sosial subjektif dan pengalaman loneliness tidak menyenangkan dan menekan perasaan individu. Definisi loneliness yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah loneliness menurut Weiss (dalam Perlman & Peplau,1982) yang menyatakan bahwa: Loneliness is caused not by being alone but by being without some definite needed relationship or set of relationships… Loneliness appears always to be a response to the
Hubungan Antara..., Maulia Pijarhati Muhammadin, FPSI UI, 2014
absence of some particular type of relationship or, more accurately, a response to the absence of some particular relational provision. Weiss (1973) Sesuai definisi di tersebut, dapat dilihat bahwa merupakan kondisi ketika individu kekurangan hubungan tertentu yang dibutuhkan dan loneliness selalu menjadi hasil dari ketidak-hadirannya suatu relational provision atau yang selanjutnya akan disebut social provision tertentu. Weiss (dalam DiTomasso & Spinner, 1997) mengidentifikasi enam social provision atau ketentuan sosial dikarenakan menurutnya, jenis hubungan yang berbeda akan membutuhkan ketentuan-ketentuan yang berbeda pula. Enam ketentuan sosial tersebut diantaranya: keterikatan (attachement), tuntunan (guidance), opportunity for nurturance, integrasi sosial (social integration), seseorang yang dapat dipercaya (reliable alliance), dan reassurance of worth. Menurut Weiss (dalam Oulette, 2001) terdapat dua dimensi loneliness, yakni: Emotional loneliness dan Social loneliness. a) Emotional Loneliness Pada DiTomasso dkk (2004), disebutkan bahwa emotional loneliness
merupakan
loneliness yang diakibatkan oleh kurangnya attachment pada hubungan intim, seperti pada hubungan romantis serta pada hubungan orang tua dan anak. Ketentuan sosial yang pada emotional loneliness ada pada kategori security, yakni diantaranya adalah keterikatan (attachment), tuntunan (guidance), opportunity for nurturance (dalam Oulette, 2001). Seiring berkembangnya konsep ini, emotional theory sering dihubungkan dengan konsep attachment (Oulette, 2001). Kekurangan pada pemenuhan kategori security akan mengakibatkan peningkatan pada emotional loneliness (Oulette, 2001). DiTomasso dan Spinner (1993) mengembangkan alat ukur yang membagi dua emotional loneliness menjadi lebibh spesifik, yakni romantic emotipnal loneliness dengan family emotional loneliness yang dikhususkan untuk dewasa. •
Romantic Emotional Loneliness: Romantic Emotional Loneliness merupakan loneliness yang akan dialami individu
ketika mereka kekurangan hubungan intim dalam bentuk hubungan romantis. Dalam social
Hubungan Antara..., Maulia Pijarhati Muhammadin, FPSI UI, 2014
provisions, attachment yang biasanya ditemukan pada hubungan romantis (Oulette, 2001). Ditemukan bahwa rendahnya tingkat attachment dapat diasosiasikan dengan tingkat romantic emotional loneliness yang lebih dan merupakan prediktor yang paling sesuai dalam memprediksikan tingkat romantic emotional loneliness (DiTomasso & Spinner, 1997). Walaupun DiTomasso dan Spinner (1997) juga menemukan bahwa integrasi sosial merupakan prediktor romantic loneliness, kontribusi dari integrasi sosial lebih kecil. •
Family Emotional Loneliness: Pada family emotional loneliness, individu mengalami loneliness ketika kurangnya
hubungan yang intim dengan caregiver (DiTomasso, Brannen & Best, 2004). DiTomasso dan Spinner (1997) menemukan bahwa guidance merupakan prediktor terbaik untuk family emotional loneliness. Pada mahasiswa yang merasa memiliki guidance yang lebih sedikit atau ada namun tidak sesuai, ditemukan memiliki tingkat family emotional loneliness yang lebih tinggi. Yang (2009) juga menemukan adanya korelasi negatif pada self-esteem dengan family emotional loneliness. b) Social Loneliness Tipe yang kedua adalah social loneliness, yang didefinisikan dengan hasil dari tidak cukupnya integrasi individu dalam jaringan sosial, yang diperlukan untuk menjalani tugas yang sulit dalam penerapan “jaringan sosial” dan “integrasi”. Namun demikian, Weiss hanya mengajukan bahwa social loneliness bersumber dari kurangnya jaringan sosial, tanpa mengajukan konsep teoritis yang mendasarinya (Oulette, 2001). Pada loneliness ini, ketentuan sosial yang perlu dipenuhi diantaranya social integration, reassurance of worth, dan sense of reliable alliance, yang dikategorikan dalam ketentuan terkait afiliasi pada (Oulette, 2001). Social Network Sites SNS merupakan salah satu portal yang mendukung aktivitas online para pengguna jasa internet, yang kini sangat marak digunakan. Boyd & Ellison (2007) mendefinisikan social network sites sebagai layanan berbasis web yang dapat membuat individu dapat membentuk profil publik maupun semi-publik dalam sistem yang dibatasi; melihat daftar dari pengguna lain yang dengan mereka individu memiliki hubungan, dan melihat dan menelusuri daftar koneksi mereka dan yang dibuat oleh individu lainnya dari sistem tersebut.
Hubungan Antara..., Maulia Pijarhati Muhammadin, FPSI UI, 2014
Penggunaan social network sites sendiri dapat dilihat melalui beberapa aspek yang sebelumnya telah digunakan dalam penelitian-penelitian terkait penggunaan social network sites dan internet lainnya seperti durasi penggunaan dalam rentang waktu tertentu, frekuensi penggunaan, aktivitas yang paling sering dilakukan melaluinya, serta jumlah akun yang dimiliki (Dittman, 2003; Andini, 2009; Jackson & Wang, 2013). Social Network Sites & Perbedaan Budaya Latar belakang budaya ditemukan mempengaruhi penggunaan SNS. Hofstede (1980) melakukan studi antar-bangsa terkait empat dimensi budaya yang telah diidentifikasi sebelumnya dengan dua dimensi terbentuk beberapa tahun setelahnya (Hofstede & Bond, 1988; Hofstede, Hofstede & Minkov, 2010). Dimensi-dimensi tersebut diantaranya (Hofstede, 2011) power distance, uncertainty avoidance, individualism vs collectivisim, masculinity vs Feminity, long term vs short term orientation, dan indulgence vs restraint, terkait pemuasan versus pengendalian terhadap hasrat individu untuk menikmati hidup. Menurut berbagai penelitian, dimensi yang paling penting dalam membedakan budaya antar bangsa adalah dimensi individualisme versus kolektivisme (dalam Jackson & Wang, 2013). Hasil penelitian terkait indeks masing-masing dimensi budaya tersebut yang kemudian dijadikan acuan penelitian-penelitian terkait latar belakang budaya dan penggunaan SNS terutama dengan skor individualisme (Kim, Soh, & Choi, 2010; Dou, 2011; Jackson & Wang, 2013). Penelitian-penelitian tersebut diantaranya membandingkan penggunaan SNS di Amerika dan di Asia Timur (Kim, Soh, & Choi, 2010; Dou, 2011; Jackson & Wang, 2013). Amerika Serikat memiliki skor individualisme yang cukup tinggi yakni mencapai nilai 91, yang mengindikasikan rendahnya integrasi individu pada kelompok-kelompok masyarakat. Jackson dan Wang (2013) menduga bahwa karena tingginya investasi individu terhadap diri mereka sendiri, individu menggunakan SNS sebagai media yang sesuai dalam mempromosikan diri sendiri. Dengan budaya seperti ini, individu individualis seperti masyarakat Amerika Serikat akan lebih banyak menggunakan waktunya untuk menggunakan SNS karena menganggap SNS itu penting, dan dapat memiliki lebih banyak teman melaluinya dibandingkan di dunia nyata. Individu dengan latar belakang individualis umumnya tidak ragu dalam menyuarakan pendapat, karena menganggap bahwa nilai individual mereka adalah hal yang paling penting (Dou, 2011).
Hubungan Antara..., Maulia Pijarhati Muhammadin, FPSI UI, 2014
Sedangkan pada umumnya masyarakat Asia Timur, memiliki skor individualisme yang sangat berbeda terutama Cina, dengan skor individualsme 18. Rendahnya skor individualisme ini mengindikasikan bahwa adanya ikatan yang kuat akan masyarakat terhadap kelompoknya. Jackson dan Wang (2013) yang mengomparasikan penggunaan SNS di Amerika Serikat dan Cina, melihat bahwa lebih besarnya investasi individu pada kelompoknya di masyarakat membuat penggunaan SNS pada masyarakat Cina tidak terlalu penting. Mereka memiilki jumlah teman yang cenderung lebih sedikit pada akun SNS mereka, dibandingkan teman mereka di dunia nyata. Qiu, Lin dan Leung (dalam Jackson & Wang, 2013) juga menemukan bahwa pengguna SNS di Korea Selatan cenderung mengekspresikan diri mereka melalui komunikasi non-verbal seperti dengan gambar, atau dengan icons. Latar belakang budaya juga ditemukan mempengaruhi gaya komunikasi individu. Hall (dalam Kim, Soh, & Choi, 2011) membedakan dua jenis gaya komunikasi yakni high context communication versus low context communication. Pada gaya komunikasi high context, individu cenderung berkomunikasi dengan lebih implisit, tidak langsung dan abstrak. Gaya komunikasi ini dominan pada masyarakat kolektivis. Sedangkan pada low context, individu cenderung lebih eksplisit dan langsung dalam berkomunikasi. Gaya komunikasi ini dominan ditemukan pada masyarakat individualis (Kim, Soh & Choi, 2010).
METODE PENELITIAN Hipotesis Penelitian (Ha): 1. Terdapat hubungan korelasi yang signifikan antara skor dari subtes Social Loneliness dalam Social and Emotional Loneliness Scale for Adults terhadap jumlah akun SNS yang dimiliki, frekuensi penggunaan SNS, dan durasi penggunaan SNS pada dewasa muda di Indonesia. 2. Terdapat hubungan korelasi yang signifikan antara skor dari subtes Family Emotional Loneliness dalam Social and Emotional Loneliness Scale for Adults terhadap jumlah akun SNS yang dimiliki, frekuensi penggunaan SNS, dan durasi penggunaan SNS pada dewasa muda di Indonesia.
Hubungan Antara..., Maulia Pijarhati Muhammadin, FPSI UI, 2014
3. Terdapat hubungan korelasi yang signifikan antara skor dari subtes Romantic Emotional Loneliness dalam Social and Emotional Loneliness Scale for Adults terhadap terhadap jumlah akun SNS yang dimiliki, frekuensi penggunaan SNS, dan durasi penggunaan SNS pada dewasa muda di Indonesia. Tipe dan Desain Penelitian Pada tipe pencarian informasi, penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian kuantitatif dimana informasi yang diperoleh didasarkan pengukuran variabel pada masing-masing partisipan yang memperoleh suatu skor yang berupa nilai angka, yang dikumpulkan untuk dianalisa secara statistik (Gravetter & Forzano, 2005). Skor angka dari penggunaan SNS dan loneliness pada penelitian ini akan dianalisa secara statistik. Pada desain penelitian, Gravetter dan Forzano (2009) menyatakan bahwa terdapat beberapa strategi penelitian dalam menyelidiki variabel-variabel serta hubungan diantaranya yakni penelitian eksperimental, non-eksperimental, quasi-eksperimental, korelasional dan deskriptif. Peneliti memilih untuk menggunakan strategi korelasional karena pada penelitian ini, peneliti bertujuan untuk melihat hubungan asosiasi yang ada pada kedua variabel yakni penggunaan SNS dan loneliness. Dari skor-skor yang didapat tersebut, diukur untuk mengidentifikasi pola dari hubungan yang ada antar variabel (mis. social loneliness dengan penggunaan SNS, family-emotional loneliness dengan penggunaan SNS dan romanticemotional loneliness dengan penggunaan SNS. Partisipan Penelitian Partisipan dalam penelitian ini memiliki karakteristik khusus, diantaranya: dewasa muda yakni masyarakat yang berusia 20 hingga 30 tahun, berdomisili di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), serta merupakan pengguna Social Network Sites yang minimal memiliki satu akun SNS. Dikarenakan jumlah populasi yang tidak diketahui secara lengkap, peneliti mengambil sampel dengan teknik non-probability sampling dimana metode samling akan didasarkan pada faktor-faktor seperti common sense, kemudahan, dengan adanya usaha untuk tetap mempertahankan kemampuan representatif akan populasi dan menghindari bias (Gravetter & Forzano, 2005). Peneliti memperoleh partisipan dengan menyebarkan link kuesioner online melalui group chat pada chat provider tertentu kemudian meminta anggota pada grup untuk
Hubungan Antara..., Maulia Pijarhati Muhammadin, FPSI UI, 2014
menyebarkan kembali link tersebut atau dengan kata lain dan dengan menyebarkan kuesioner hardcopy dengan teknik incidental sampling. Instrumen Penelitian Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat loneliness
adalah Social and
Emotional Loneliness Scale for Adults oleh Enrico DiTommaso, Cyndi Brannen & Lisa A. Best (1993) yang mengukur loneliness sebagai konstruk multidimensional yakni social loneliness sejumlah 14 item, family emotional loneliness dan romantic emotional loneliness dengan total 23 item. Alat ukur ini diadaptasikan dari teori loneliness yang diusung oleh Weiss (1973). Pada tahun 2009 alat ukur ini telah diadaptasikan ke Bahasa Indonesia oleh Kesya Andini dan telah menempuh uji psikometrik. Dari hasil uji psikometrik tersebut, dipakai sejumlah 35 item yang terdiri dari 14 item untuk social loneliness, 10 item untuk family emotional loneliness dan 11 item untuk romantic emotional loneliness. Untuk mengukur penggunaan SNS, pada kuesioner diberikan item terkait jumlah kemepilikan akun, frekuensi penggunaan SNS serta durasi penggunaan SNS. Metode Analisis Data Terkait pengolahan data yang dilakukan, peneliti menggunakan metode-metode analisis yakni metode statistika deskriptif, pearson product moment correlation dan independent ttest. Skor partisipan akan diperoleh meannya kemudian akan dilihat posisi mean pada rentang possible score dengan median sebagai batas tingkatan dimana mean dibawah 3.00 maka dikategorikan rendah dan di atas 3.01 dikategorikan sebagai tinggi, baik tingkat pada dimensidimensi loneliness maupun pada penggunaan SNS.
HASIL PENELITIAN Teknik statistik yang peneliti gunakan untuk menemukan hubungan antara dimensidimensi loneliness dan skor total penggunaan SNS adalah teknik Pearson Producy Moment Correlation. Berikut tabel yang merangkum hasil penghitungan korelasi.
Hubungan Antara..., Maulia Pijarhati Muhammadin, FPSI UI, 2014
Tabel 3. Korelasi antara dimensi-dimensi loneliness dengan jumlah akun yang dimiliki Penggunaan SNS Jumlah kepemilikan akun
Frekuensi penggunaan SNS
Durasi penggunaan SNS
Dimensi-dimensi Loneliness Social Loneliness Romantic Emotional Loneliness Family Emotional Loneliness Social Loneliness Romantic Emotional Loneliness Family Emotional Loneliness Social Loneliness Romantic Emotional Loneliness Family Emotional Loneliness
r -.014 -.059 -.045 -.031 .128 .028 -.020 .102 -.043
Sig (p) .876 .516 .622 .729 .155 .759 .821 .259 .631
Uji korelasi yang dilakukan pertama adalah terkait jumlah akun yang dimiliki partisipan dengan dimensi-dimensi pada loneliness. Berdasarkan hasil uji korelasi dengan Pearson’s product moment, diperoleh r=-0,014 dengan p=0,876 pada social loneliness, r=0,059 dengan p=0,516 pada romantic emotional loneliness, dan r=-0,045 dengan p=0,622. Dari ketiga skor koefisien korelasi, seluruhnya p > 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa Ha 1 ditolak. Dari ketiga koefisien korelasi yang diperoleh, hubungan antara dimensi-dimensi loneliness dengan jumlah kepemilikan akun SNS tidak signifikan. Selanjutnya adalah uji korelasi terhadap dimensi-dimensi pada loneliness dengan frekuensi penggunaan SNS. Berdasarkan perhitungan dengan Pearson’s product moment, diperoleh r=-0,031 dengan p=0,729 pada hubungan frekuensi penggunaan dengan social loneliness, r=0,128 dengan p=0,155 pada romantic emotional loneliness, dan terakhir r=0,028 dengan p=0,759 pada hubungannya dengan family emotional loneliness. Ketiga koefisien korelasi yang diperoleh memilikin p > 0,05 yang berarti Ha 2 juga ditolak. Maka demikian, tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara dimensi-dimensi loneliness dengan frekuensi penggunaan SNS. Terakhir adalah uji korelasi antara dimensi-dimensi loneliness dengan durasi penggunaan SNS. Dari hasil uji korelasi didapatkan r=-0,020 dengan p=0,821 pada hubungan antara social loneliness dengan durasi penggunaan SNS, kemudian r=0,102 dengan p=0,259 pada hubungannya dengan romantic emotional loneliness dan r=-0,043 dengan p=0,631 pada hubungan durasi penggunaan SNS dengan family emotional loneliness. Dikarenakan seluruh p > 0,05, maka Ha 3 juga ditolak. Dengan ini, tidak ditemukan hubungan yang signifikan pada dimensi-dimensi loneliness dengan durasi penggunaan SNS.
Hubungan Antara..., Maulia Pijarhati Muhammadin, FPSI UI, 2014
KESIMPULAN Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya hubungan antara penggunaan social network sites dengan loneliness pada mahasiswa Indonesia, dari ketiga dimensi loneliness yakni social loneliness, romantic emotional loneliness, dan family emotional loneliness. Dari hasil yang didapat, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara penggunaan SNS yakni jumlah akun yang dimiliki, frekuensi penggunaan SNS dan durasi penggunaan SNS terhadap seluruh dimensi dari loneliness tersebut. Dengan kata lain, ketiga hipotesis null yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan SNS dengan social loneliness, romantic emotional loneliness, dan family emotional loneliness, diterima. Berdasarkan hasil ini, berarti kenaikan skor pada jumlah akun yang dimiliki, frekuensi penggunaan SNS serta durasi dalam penggunaan SNS pada dewasa muda Indonesia tidak mengindikasikan perubahan skor pada social loneliness, romantic emotional loneliness dan family emotional loneliness baik berupa kenaikan maupun penurunan. Namun pada penelitian ini ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat loneliness baik pada social loneliness, romantic emotional loneliness dan family emotional loneliness pada dewasa muda. Ditemukan pula perbedaan yang signifikan pada tingkatan jumlah kepemilikan akun SNS, frekuensi serta durasi penggunaan SNS. Berikut penulis akan paparkan lebih lanjut implikasi terhadap penemuan, pada subbab diskusi.
DISKUSI Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan SNS dengan tingkat loneliness dari ketiga dimensi yakni social loneliness, romantic emotional loneliness, dan family emotional loneliness. Berangkat dari hal ini, peneliti akan mengulas lebih lanjut terkait hasil yang didapatkan dari penelitian ini. Penelitian ini berawal dari berbagai penelitian yang menemukan bahwa penggunaan internet pada individu mempengaruhi tingkat loneliness mereka, diantaranya penelitian di Indonesia yang dilakukan pada tahun 2009 oleh Kesya Andini. Penelitian-penelitian tersebut menemukan hubungan yang signifikan terhadap penggunaan internet dengan loneliness. Hipotesa ini terbentuk dengan alur di mana penggunaan internet berhubungan loneliness pada individu dan mengganggu hubungan-hubungan yang terbentuk pada dunia nyata (Morahan-
Hubungan Antara..., Maulia Pijarhati Muhammadin, FPSI UI, 2014
Martin & Schumacher, 2003). Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk menguji hubungan loneliness dan penggunaan SNS sebagai salah satu layanan yang dihadirkan oleh internet, yang ditujukan untuk membangun jaringan sosial secara online. Mungkin yang membuat hubungan tidak signifikan adalah karena peneliti memfokuskan fungsi internet. Peneliti melihat adanya kemungkinan bahwa dari berbagai fungsi internet, SNS hanyalah satusatunya sehingga mungkin fungsi internet lainnya yang dapat memicu loneliness pada individu sehingga pada penelitian-penelitian terkait penggunaan internet dan loneliness. Hal pertama yang ingin peneliti bahas terkait hasil ini adalah terkait hubungan penggunaan SNS dan loneliness dengan latar belakang budaya. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi-dimensi loneliness dengan jumlah akun yang dimiliki, frekuensi dan durasi penggunaan SNS. Sebelumnya, beberapa penelitian mengindikasikan adanya hubungan latar belakang budaya dengan penggunaan SNS pada masyarakat (Kim, Soh, & Choi, 2010; Dou, 2011; Jackson & Wang, 2013). Pada masyarakat dengan latar belakang dimensi budaya kolektivis yang menilai keluarga dan kelompok lebih tinggi dibandingkan dirinya sendiri, ditemukan bahwa tingkat penggunaan SNS lebih rendah dikarenakan anggapan bahwa kerabat di dunia nyata itu lebih penting, sehingga kegiatan sosial lebih banyak dilakukan di dunia offline dibandingkan online. Jumlah teman yang dimiliki cenderung lebih sedikit, namun memiliki ikatan yang lebih kuat (Kim, Soh, & Choi, 2010; Jackson & Wang, 2013). Sedangkan pada masyarakat dengan latar belakang budaya individualis, individu cenderung menggunakan SNS sebagai media untuk mempromosikan diri melaluinya dan dari sana mereka dapatkan lebih banyak teman. Oleh karena itu, masyarakat individualis memiliki tingkat penggunaan SNS yang lebih tinggi dan dari penggunaan yang lebih tinggi inilah mereka beresiko untuk mengalami loneliness. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada masyarakat Indonesia, tidak terjadi pola yang serupa sehingga, pola tidak dapat diaplikasikan pada masyarakat Indonesia. Indonesia yang memiliki skor individualisme yang sangat rendah, ditemukan memiliki tingkat penggunaan SNS yang tergolong tinggi namun hal ini tidak berhubungan dengan tingkat loneliness mereka. Penggunaan SNS yang tinggi pada masyarakat Indonesia tidak memiliki hubungan signifikan dengan loneliness yang mereka alami. Hal ini mungkin saja terjadi karena tingginya kolektivisme pada masyarakat Indonesia sehingga penggunaan SNS yang tinggi tidak sematamata membuat masyarakat Indonesia menjadi lonely seperti halnya yang terjadi pada masyarakat dengan latar belakang individualistik.
Hubungan Antara..., Maulia Pijarhati Muhammadin, FPSI UI, 2014
Selanjutnya yang ingin peneliti bahas adalah terkait penggunaan terbesar pada SNS yang dimanfaatkan oleh dewasa muda, yang ditemukan pada penelitian ini adalah untuk mencari informasi dan untuk mengunggah post pribadi seperti update status, location checkin, post media, dan lainnya. Ditemukan bahwa ternyata sejumlah 39,2% dari sampel menggunakan SNS untuk mencari informasi sebagai fungsi SNS yang paling banyak digunakan. Berangkat dari hal ini dapat dilihat bahwa justru bagi mahasiswa Indonesia, SNS dimanfaatkan sebagai sumber informasi dibandingkan untuk bersosialisasi. Hanya ditemukan sejumlah 10,4% yang menggunakan SNS untuk berkomunikasi dengan kerabat. Maka, dapat kita lihat dari hasil ini bahwa kebanyakan dari mahasiswa pengguna SNS yang terlibat sebagai partisipan umumnya justru tidak menggunakan fitur utama dari SNS sebagai fungsi utama yang dimanfaatkan, yakni sebagai media jaringan sosial. Padahal Brandztæg & Heim (2009) menyatakan bahwa alasan paling penting atas penggunaan SNS adalah interaksi sosial. Kemudian, peneliti juga ingin membahas terkait tingkatan loneliness dan penggunaan SNS pada penelitian ini. Ditemukan perbedaan yang signifikan pada tingkat loneliness yang tinggi dan rendah pada masing-masing dimensi loneliness. Hal ini membuktikan bahwa populasi pada kedua tingkatan pada masing-masing dimensi tidak identik. Begitu pula pada uji signifikansi perbedaan tingkat jumlah kepemilikan akun SNS, frekuensi serta durasi penggunaan SNS, ditemukan perbedaan yang signifikan pada tingkatan item penggunaan SNS sehingga dapat dibuktikan hal yang sama yakni populasi pada kedua tingkatan pada jumlah kepemilikan akun SNS, frekuensi serta durasi penggunaan SNS tidak identik. Diskusi selanjutnya adalah terkait partisipan. Pertama, ditemukannya jumlah yang tidak berimbang antara partisipan perempuan dan laki-laki, dan persebaran yang tidak seimbang terkait usia mengingat rentang usia dewasa muda adalah 20 hingga 30 tahun sesuai dengan tahapan psikososial Erik Erikson. Tidak seimbangnya persebaran ini diakibatkan oleh teknik sampling yang keliru. Pada penelitian ini, peneliti juga menggunakan teknik sampling snowball sebagaimana memungkinkan partisipan untuk berasal dari lingkungan yang mirip atau bahkan sama, disamping penggunaan metode incidental sampling. Snowball merupakan teknik sampling yang seharusnya digunakan jika dibutuhkan partisipan dengan karakteristik yang mirip. Dikarenakan kekeliruan tersebut, persebaran partisipan sesuai jenis kelamin dan usia tidak merata. Seharusnya peneliti menggunakan teknik sampling incidental saja sehingga dapat diperoleh pemerataan partisipan baik dari segi jenis kelamin maupun usia agar didapatkan hasil yang representatif untuk mewakili skor loneliness dan penggunaan SNS pada dewasa muda di Indonesia.
Hubungan Antara..., Maulia Pijarhati Muhammadin, FPSI UI, 2014
Selanjutnya, peneliti melihat bahwa penelitian ini menyasar pada partisipan yang tidak sesuai dimana dibutuhkan partisipan dengan tingkat penggunaan SNS yang tinggi untuk melihat apakah penggunaan SNS yang tinggi mempengaruhi tingkat loneliness seseorang. Penelitian-penelitian sebelumnya menemukan bahwa terdapat hubungan antara tingkat penggunaan internet yang lebih tinggi dengan tingkat loneliness pada individu. Berangkat dari hal ini, kriteria partisipan penelitian seharusnya lebih spesifik pada mereka yang menggunakan SNS dengan lebih intens, seperti misalnya yang memiliki jumlah akun SNS lebih dari 5, frekuensi penggunaan SNS lebih dari sekali dalam sehari dan durasi penggunaan SNS yang lebih dari 6 jam. Selain itu, beberapa hal terkait penggunaan SNS menjadi kontrol dari karakteristik partisipan seperti misalnya lama menggunakan jasa situs social network. Kurangnya data kontrol seperti terkait hubungan romantis yang tengah dijalani, jarak dengan keluarga dan lainnya juga dicurigai memiliki andil pada hasil yang didapat. Terakhir adalah terkait penggunaan alat ukur SELSA pada penelitian ini. Pada penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan alat ukur ini, digunakan skala 7 dimana terdapat nilai netral diantara skor-skor yang disajikan (DiTomasso & Spinner, 1997; Andini, 2009; Cramer, Ofosu & Barry, 2000). Sedangkan pada penelitian ini, penelitian menggunakan skala 6 dengan tujuan untuk menghindari error jawaban rata pada pilihan netral. Ada dan tidaknya pilihan netral pada alat ukur ini mungkin mempengaruhi jawaban pada individu yang tidak pernah mengalami situasi yang dipaparkan pada item, terutama pada item subtes Romantic Emotional Loneliness. Kurangnya pendalaman terhadap situasi yang dipaparkan pada item mungkin mempengaruhi jawaban pada partisipan sehingga kurangnya pilihan jawaban membuat partisipan menjawab dengan hanya sekedar pilihan yang diberikan.
LIMITASI Pada penelitian, kontrol yang dilakukan terhadap data yang diperoleh masih kurang baik terkait dimensi-dimensi loneliness dan penggunaan SNSnya. Hal-hal seperti hubungan romantis yang tengah dijalani, jarak dengan keluarga dan hal-hal lainnya terkait hubungan yang dimiliki kurang dikontrol melalui penelitian ini. Begitu pula pada penggunaan SNS juga kurang terkontrol seperti misalnya terkait lama kepemilikan akun SNS dan alasan menggunakan jasa SNS. Selanjutnya terkait sasaran partisipan, pada penelitian ini partisipan menggunakan SNS dengan intensitas menengah ke bawah sehingga lebih sulit ditemukan hubungan korelasi antara kedua variabel. Kemudian, pada penelitian ini ditemukan persebaran
Hubungan Antara..., Maulia Pijarhati Muhammadin, FPSI UI, 2014
partisipan yang tidak merata dari segi jenis kelamin, usia, dan domisili. Penggunaan teknik snowball sampling mempengaruhi homogenitas pada hasil yang diperoleh sehingga teknik ini bukanlah teknik yang tepat untuk penelitian ini. Terakhir terkait penggunaan SELSA, dalam penelitian ini dilakukan pengurangan jawaban pilihan dimana partisipan tidak dapat memilih jawaban netral karena tidak disediakan. Peneliti merekomendasikan untuk
SARAN Beberapa hal yang dapat peneliti sarankan terkait penelitian ini adalah pertama, perlunya pengkajian lebih dalam faktor-faktor yang mempengaruhi kedua variabel yang di sini yakni faktor-faktor seputar loneliness dari ketiga dimensi loneliness dan seputar penggunaan SNS dan menggunakannya sebagai data control. Selanjutnya, adalah untuk menyasar penelitian kepada mereka yang memiliki intensitas penggunaan SNS yang lebih tinggi agar dapat dilihat hubungannya dengan loneliness. Kemudian, seimbangkan proporsi karakteristik seperti persebaran jumlah perempuan dan laki-laki, usia, dan lainnya
agar
persebaran data lebih merata. Agar tidak terjadi sampling error, teknik sampling disesuaikan dengan tujuan penelitian. Jika ingin melihat kondisi menyeluruh pada populasi, maka dapat digunakan teknik sampling incidental sampling. Terkait alat ukur yang digunakan, pengujian kembali SELSA dengan skala tujuh (dengan nilai ‘netral’ pada nilai 4) dan dengan skala enam (tanpa nilai ‘netral’) dan dikomparasikan yang lebih valid dan reliabel. Pada penelitian mendatang, dapat dikaji lebih lanjut terkait hal ini seperti misalnya alasan mengapa individu tertarik untuk menggunakan SNS sebagai media pencari informasi, informasi seperti apa yang membuat SNS banyak digunakan untuknya, dan lainnya. Dapat juga diteliti hubungan penggunaan SNS dengan variabel psikologis lain yakni seperti misalnya dengan social support yang individu terima, self-disclosure, dan lain sebagainya. Penelitian mendatang lainnya juga dapat meneliti fungsi internet lainnya dan hubungannya dengan loneliness.
DAFTAR REFERENSI Anderson, K. J. (2001). Internet use among college students: An exploratory study. Journal of American College Health, 50(1), 21-26.
Hubungan Antara..., Maulia Pijarhati Muhammadin, FPSI UI, 2014
Andini, Kesya. (2009). Hubungan Loneliness dengan Internet Usage. (Skripsi, Universitas Indonesia, Fakultas Psikologi) Bessière, K., Kiesler, S., Kraut, R., & Boneva, B. S. (2008). Effects of Internet use and social resources on changes in depression. Information, Community & Society, 11(1), 4770. Boyd, Danah M. Ellison, Nicole B. (2008). Social Network Sites: Definition, History, and Scholarship. Journal of Computer-Mediated Communication 13:210-231. DOI: 10.1111/j/1083-6101.2007.00393.x DiTomasso, E. Spinner, B. (1993). The Development and Initial Validation of The Social and Emotional Loneless Scale for Adults (SELSA). Personal Individual Differences, 14(1):127-134. DiTommaso, E., Brannen, C., & Best, L. A. (2004). Measurement and validity characteristics of the short version of the social and emotional loneliness scale for adults. Educational and Psychological Measurement, 64(1), 99-119. DiTommaso, E., & Spinner, B. (1997). Social and emotional loneliness: A re-examination of Weiss' typology of loneliness. Personality and Individual Differences, 22(3), 417427. Dittmann, K. L. (2003). A study of the relationship between loneliness and Internet use among university students (Doctoral dissertation, Andrews University, School of Education). Dou, X. (2011). The Influence of Cultures on SNS Usage: Comparing Mixi in Japan and Facebook in the U.S. Public Relations Journal, 5(4):1-16. Guan, S. S. A., & Subrahmanyam, K. (2009). Youth Internet use: risks and opportunities. Current opinion in Psychiatry, 22(4), 351-356. Hofstede, G. (2011). Dimensionalizing Cultures: The Hofstede Model in Context. Online Readings in Psychology and Culture, 2(1). DOI: 10.9707/2307-0919.1014 Jackson, L. A., & Wang, J. L. (2013). Cultural differences in social networking site use: A comparative study of China and the United States. Computers in human behavior, 29(3), 910-921.
Hubungan Antara..., Maulia Pijarhati Muhammadin, FPSI UI, 2014
Kim, Y. Sohn, D. Choi, S.M. (2010). Cultural difference in motivations for using social network sites: A comparative study of American and Korean college students. Computers in Human Behavior 27:365-372. DOI: 10.1016/j.chb.2010.08.015 Koomen, K. (1997). The Internet and international regulatory issues. The International Information & Library Review, 29(3-4), 271-297. Morahan-Martin, J. Schumacher, P. (2003). Loneliness and social use of the Internet. Computers in Human Behavior, 19: 659-671. Peplau, L. A. (1982). Loneliness: A sourcebook of current theory, research, and therapy (Vol. 36). John Wiley & Sons Inc. Peplau, L. A. E., & Goldston, S. E. (1984). Preventing the harmful consequences of severe and persistent loneliness. Dalam Preventive Interventions to Reduce the Harmful Consequences of Severe & Persistent Loneliness, Feb, 1982, Santa Barbara, CA, US; This monograph emanated from a 3-day research planning workshop.. National Institute of Mental Health. Pempek, T. A. Yermolayeva, Y. A. Calvert, Sandra L. (2009). College students’ social network experiences on Facebook. Journal of Applied Developmental Psycholog,y 20:227-238. DOI: 10.1016/j.appdev.2008.12.010 Pew Internet and American Life. (2002). The Internet Goes to College. Diakses melalui http://www.pewinternet.org/files/oldmedia/Files/Reports/2002/PIP_College_Report.pdf.pdf pada 31 Oktober 2014. Ouellette, David M. (2001). The social network and attachment bases of loneliness. Diss. University of Virginia, 2001.
Hubungan Antara..., Maulia Pijarhati Muhammadin, FPSI UI, 2014