HUBUNGAN ANTARA LONELINESS DAN COGNITIVE DISTORTION PADA REMAJA AWAL PENGGUNA FACEBOOK DI JABODETABEK Syerlie July Anggita Bina Nusantara,
[email protected]
Rani Agias Fitri Bina Nusantara,
[email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian, ialah ingin mengetahui hubungan antara loneliness dengan cognitive distortion pada remaja awal pengguna Facebook. Teknik pengambilan sampling yang dipilih adalah nonprobability sampling. Dengan mendapat 146 remja awal dengan kriteria laki-laki dan perempuan yang berusia 12 – 15 tahun. Untuk mempermudah dalam penyebaran, lokasi yang dipilih adalah yang berdomisili di Jabodetabek. Metode penelitian yang dipilih peneliti untuk penelitian ini adalah kuantitatif. Alat ukur Loneliness yang digunakan adalah UCLA Loneliness Scale Version-3 ( Russel, 1996) dan kemudian alat ukur Cognitive Distortion menggunakan Cognitive Distortion Scale (Briere, 2001). Hasil penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel dengan terbentuknya nilai 0.001. Berdasarkan correlation antar variable bernilai 0,271 dengan hubungan yang rendah. (SJA)
Kata Kunci : Loneliness, Cognitive Distortion, Facebook
Abstrack
The Purpose of study to know relationship between loneliness with cognitive distortion on early adolescent Facebook users. Technique sampling is nonprobability sampling. By gaining 146 early adolescents with criteria men and women aged 12-15 years. To facilitate the deployment, the location chosen is domiciled in Jabodetabek. This research method is a method of quantitative analysis of statistical data. Loneliness measuring instrument used is UCLA Loneliness Scale-Version 3 (Russell, 1996) and then measuring instrument Cognitive Distortion is Cognitive Distortion Scale (Briere, 2001). The results of this study is a significant relationship between the two variables with the formation of the value of 0.001. Based on the correlation between variables is worth r : 0.271 with low correlation. (SJA)
Key word : Loneliness, Cognitive Distortion, Facebook
PENDAHULUAN
Seiring perubahan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi penggunaan internet terus berkembang, demikian pula yang terjadi di Indonesia. Media internet memiliki berbagai jenis jejaring sosial, namun Facebook adalah situs yang paling populer, dengan lebih dari 600 juta pengguna di seluruh dunia (Carlson, 2011). Pengguna Facebook di Indonesia sendiri didominasi oleh remaja dari kelompok umur 12-15 tahun (tekno.kompas.com). Hal ini didukung oleh survey yang dilakukan oleh peneliti di bulan Maret 2014 pada remaja berusia 12-15 tahun, dimana jejaring sosial yang sering mereka gunakan untuk berinteraksi dengan teman atau lingkungan adalah Facebook. Kelompok remaja yang berumur 12 – 15 tahun tersebut termasuk kedalam kelompok remaja awal. Dalam masa transisi ini, remaja berada dalam masa perubahan dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik, psikis, maupun secara sosial (Santrok, 2003). Pada masa transisi ini remaja mencoba segala alternatif serta menjajaki berbagai pilihan dan salah satunya ialah Facebook. Penggunaan Facebook merupakan sebagai sarana dalam pencarian identitas. Situs seperti Facebook memberikan beragam kesempatan untuk mengembangkan hubungan yang positif. Membentuk dan memelihara pertemanan dan hubungan selama remaja berpengaruh besar terhadap pembentukan identitas (Reid, G. G. & Boyer, W.; 2005). Keaktifan dalam penggunaan Facebook dapat berdampak positif, namun juga dapat berdampak negatif. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa selain kenyamanan dan kemudahan mendapat akses, internet merupakan sarana yang lemah untuk pertukaran informasi, terutama yang bersifat emosional dan afektif, dan menurunkan kualitas hubungan interpersonal serta menyebabkan kondisi psikologis yang negatif (Hu, Mu, 2007). Menurut Johannah Cornblatt (newsweek.com), situs-situs jejaring sosial seperti Facebook dan MySpace dapat memberikan rasa palsu koneksi yang akhirnya meningkatkan loneliness. Loneliness atau kesepian didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang diinginkan dan jenis hubungan sosial yang dimiliki (Taylor, Peplau & Sears, 2012). Berdasarkan penelitian, semakin lama penggunaan internet menyebabkan penurunan yang signifikan dalam keterlibatan sosial, dan meningkatnya loneliness serta depresi (Hu, Mu, 2007; Lee,2012). Internet meningkatkan level loneliness, karena penggunaan internet telah mengambil waktu yang seharusnya digunakan dalam aktivitas sosial dan mendorong terjadinya isolasi sosial (Seepersad, S., 2004). Terkadang hal ini lah yang membuat sebagian orang masih selalu merasakan loneliness meskipun mereka dikelilingi oleh ratusan teman yang online bersamanya (Lee, 2012) Kondisi-kondisi yang telah dipaparkan sebelumnya juga terjadi pada remaja pengguna Facebook, dimana aktivitas penggunaan Facebook telah menyita waktu remaja untuk berinteraksi secara offline dengan orang di sekitarnya. Menurut Machie (2012), remaja pengguna Facebook menghabiskan waktu hampir setengah menit untuk memeriksa akun Facebook setelah bangun tidur, dan 28% memeriksa akun Facebook sebelum beranjak dari tempat tidur dan sebelum tidur. Hal ini mengindikasikan bahwa remaja tidak dapat terlepas dalam penggunaan Facebook di kesehariannya.
Penggunaan Facebook tidak hanya menyebabkan terjadinya loneliness, tetapi juga dapat menyebabkan terjadinya cognitive distortion. Cognitive distortion terjadi ketika seseorang memiliki konsep-konsep negatif mengenai diri dan dunia ini sebagai cetakan mental atau skema-skema kognitif (Navid,JS 2005). Kecenderungan untuk menafsirkan atau mendistorsi makna dari peristiwa dengan cara yang konsisten dengan pandangan negatif dari diri, lingkungan, dan masa depan adalah penyimpngan pemikiran yang biasa disebut cognitive distortion. Beck, Rush, Shaw, dan Emery (dalam HuanHuan, L. & Su, W., 2012) mengemukakan bahwa cognitive distortion dideskripsikan sebagai kesalahan berpikir dalam menginterpretasi situasi, dimana di dalamnya termasuk fokus pada hal tertentu saja (selective abstract focusing), terlalu menggeneralisasi (overgeneralization), personalisasi (personalization), berpikir tentang kejadian buruk yang menimpa (catastrophic thinking), dan pemikiran semua atau tidak sama sekali (all or nothing thinking) Loneliness merupakan pengalaman subjektif yang mempengahruhi pikiran yang kurang memuaskan dari yang diharapkan (Hu, Mu, 2007) hat tersebut berkaitan dengan cognitive distortion merupakan kesalahan
berfikir dalam menginterpretasi situasi (HuanHuan, L. & Su, W., 2012). Selain itu, loneliness juga dapat menyebabkan berbagai macam emosi negatif sehingga padat menyebabkan kesalahan berfikir berupa kecemasan, ketidakbahagiaan, ketidakpuasan, menyalahkan diri sendiri (Anderson, 1994). Kesalaan berfikir yang mengakibatkan kecemasan, ketidakbahaiaan, ketidakpuasan dan menyalahkan diri termasuk kedalam cognitive distortion. Terkait dengan penggunaan Facebook, dapat terjadi kesalahan berpikir berupa rumination, yaitu ketika remaja awal selalu terfokus pada Facebook dan kurang memperhatikan peristiwa-peristiwa yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Bentuk kesalahan dalam berpikir berupa negative self appraisal dapat terjadi ketika remaja awal telah memiliki penilaian yang negatif tentang diri sehingga akhirnya menggunakan Facebook untuk memperoleh respon positif dari orang lain, sedangkan bentuk dari all or nothing thinking dapat berupa asumsi yang dimiliki oleh remaja awal bahwa dirinya tidak berharga tanpa Facebook, atau merasa tidak ada yang mencintainya saat offline.
METODE PENELITIAN Metode penelitian dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Menurut Sugiyono (2010) metode penelitian kuantitatif adalah metode yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk melihat populasi atau sample tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, dan analisis data bersifat kuantitatif atau statistik yang bertujuan menguji hipotesis yang sudah ditetapkan. Jenis penelitian yang di gunakan adalah deskriptif korelasional. Menurut Sugiono (2010) penelitian korelasional adalah penelitian yang bersifat menanyakan hubungan antara kedua variabel atau lebih. Peneliti tidak mengetahui besarnya populasi dan tidak dapat mendaftarkan siapa saja yang ada didalamnya sehingga teknik pengambilan sampling yang peneliti gunakan adalah Nonprobability Sampling (Gravetter & Forzano, 2012). Untuk mendukung penelitian, jenis teknik yang peneliti gunakan ialah Purposive Sampling. Sugiono (2010) menyatakan pengambilan sampel dalam teknik Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan sample yang disesuaikan dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya untuk melihat hubungan loneliness dengan cognitive distortion pada remaja awal pengguna Facebook, karena memiliki karakteristik/kriteria tertentu. Pada penelitian ini dalam memperoleh sampel, peneliti telah menetapkan kriteria yang telah ditentukan sesuai tujuan penelitian, yaitu remaja awal berusia 12 – 15 tahun, pengguna Facebook minimal 1 jam perh hari dan berdomisili di Jabodetabek. Pengumpulan data yang dipilih dalam penelitian ini adalah kuisioner. Menurut Sugiyono (2010), kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden. Dalam penelitian ini terdapat dua kuesioner yang digunakan, yaitu ULS-8 untuk mengukur loneliness dan cognitive distortion Scale untuk mengukur cognitive distortion. Pelaksanaan penelitian dimulai dengan menyiapkan fenomena yang berketerkaitan dengan judul penelitian, setelah itu peneliti melakukan survey kepada 50 remaja awal mengenai jejaring sosial facebook yang sering digunakan, dan dilanjutkan mengumpulkan teori-teori yang diperlukan penelitian ini.Sebagai persiapan pengambilan data, dilakukan uji keterbacaan (face validy) pada kuesioner yang digunakan, yaitu UCLA 8 dan cognitive distortion scale. Hal ini dilakukan pada tanggal 12 Juni hingga 17 Juni 2014 dengan memberikan kedua kuesioner tersebut pada 8 orang remaja awal. Dilanjutkan pada penyebaran kuisioner di SMPN 277 dan Gereja Bethel Indonesia. Terdapat nilai 2 item skor rendah dalam alat ukur ULS-8, yaitu item 3 dengan skor -0,103 dan item 7 dengan skor 0,165. Namun karna jumlah item yang terlalu sedikit menyebabkan peneliti hanya menghapus salah satu item terrendah yauitu item 3 dan mendapat skor validitas total 0,625. Sedangkan pada cognitive distortion scale, tidak ada butir item yang dihapus dikarenakan validitas yang sangat tinggi dengan skor 0,963.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari data yang diperoleh, peneliti membuat penilaian tingkatan tinggi dan rendahnya loneliness dan cognitive distortion remaja awal. 1.
Tingkat loneliness Responden
loneliness memiliki 9 pertanyaan
dalam kuisioner dengan 4 nilai skala dan dapat dihitung bahwa skor
rendah dan tingginya ialah ; Tabel (4.1)Tingkan loneliness Responden Kategori
Nilai
Prosentase
Rendah
9-22
41%
Tinggi
22-36
59%
Sumber : SPSS 22 Pada tabel tingkatan loneliness pada responden dapat disimpulkan bahwa lebih banyak responden yang merasakan kesepian tinggi dengan jumlah 59% daripada kesepian yang rendah yang mendapat jumlah 41%.
Diagram 1.5 Gambar Responden berdasarkan tingkat loneliness
2.
Tingkat cognitive distortion Remaja Awal
Cognitive distortion memiliki 40 pertanyaam dalam kuisioner dengan 5 nilai skala dan dapat dihitung bahwa skor rendah dan tingginya ialah ; Tabel (4.7) Tingkan cognitive distortion Responden Kategori
Nilai
Prosentase
Rendah
40-120
32,8 %
Tinggi
121-200
67,2%
Sumber : SPSS 22 Data diatas menunjukan bahawa responden mengalami cognitive distortion yang tergolong tinggi, dengan skor tinggi 67,2% dan responden dengan cognitive distortion rendah 32,8%.
Diagram 1.5 Gambaran Tingkat cognitive distortion Responden Hubungan
yang dapat digunakan pada kondisi satu atau kedua variabel yang diukur adalah skala
ordinal (berbentuk ranking) atau kedua variabel adalah kuantitatif namun kondisi normal tidak terpenuhi. Skala yang digunakan dalam penelitian adalah Likert dan masuk kedalam Ordinal. Berdasarkan uji normalitas yang telah dibahas sebelumnya, data yang didapat merupakan data yang berdistribusi tidak normal. Oleh karena itu, analisa korelasi yang digunakan adalah analisa korelasi Sperman Rank Hasil dari perhitungan korelasi melalui software IBM SPSS Statistics (version 22) menunjukkan data sebagai berikut: Tabel 4.8 Corelation antara loneliness dan cognitive distortion Loneliness & Cognitive distortion Spearman's rho loneliness dan cognitive distortion
1
,271**
Sig. (2-tailed)
.
0,001
N
146
146
Correlation Coefficient
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Sumber : SPSS 22
Peneliti pun membuat analisa tambahan dengan mengkorelasikan variabel loneliness dan dimensi cognitive distortion. Dari penjelasan data SPSS 22 dapat disimpulkan bahwa korelasi yang terendah didapat antara lonelieness dengan dimensi preoccupution with danger dengan terbentuknya nilai 0,234 yang berarti menunjukan korelasi rendah. Sedangkan korelasi tertinggi didapat antara loneliness dengan self-blame dengan terbentuk nilai 0,308 yang berarti menunjukan korelasi yang memiliki hubungan sedang. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian yang didapat peneliti adalah terdapat hubungan antara loneliness dan cognitive distortion dengan nilai signifikansi 0.001 lebih kecil dari minimal signifikan ada hubungan dalam variable yaitu 0.05, dengan korelasi antar kedua variabel adalah 0,271 yang berarti memiliki hubungan yang rendah.
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa hal yang dapat dibahas untuk menjelaskan hasil keterhubungan antara variabel loneliness dan cognitive distortion pada remaja awal pengguna Facebook. Hubungan signifikan antara loneliness dan cognitive distortion pada remaja awal pengguna Facebook terjadi karena ketika subyek merasa kesepian, maka akan muncul kesalahan dalam berpikir pada terkait penggunaan Facebook. Sebaliknya ketika subyek memiliki kesalahan dalam berpikir terkait penggunaan Facebook, maka subyek akan mengalami kesepian. Apabila subyek merasa kesepian karena tidak mendapatkan respon yang diharapkan dari orang lain di Facebook, maka subyek akan menyalahkan dirinya sendiri atas peristiwa tersebut. Self-blame sendiri merupakan dimensi yang paling tinggi (r : 0,308) dibandingkan dimensi lain dalam cognitive distortion yang dikorelasikan dengan loneliness. Menurut Özodaşık (dalam Izgar, H., 2009) individu yang kesepian akan hidup dengan perasaan bersalah, merasa tidak berdaya dalam hubungannya dengan orang disekitarnya. Nilai korelasi yang tergolong rendah (r : 0,271) antara loneliness dan cognitive distortion dapat terjadi karena dalam penelitian ini tidak ditentukan bahwa subyek harus mengalami loneliness sebelum menggunakan Facebook. Individu yang mengalami loneliness kemudian menggunakan Facebook diasumsikan akan lebih rentan mengalami cognitive distortion daripada individu yang mengalami loneliness setelah menggunakan Facebook. Hal ini terjadi karena individu yang mengalami loneliness kemudian menggunakan Facebook dapat menjadi semakin loneliness karena tidak mendapatkan respon dari teman di Facebook seperti yang diharapkan, sehingga individu tersebut akan semakin tenggelam dalam kesalahan dalam berpikir (cognitive distortion). Semakin mudah bagi individu tersebut untuk berpikir mengkritik diri sendiri, menyalahkan diri sendiri, merasa tidak berdaya, putus asa, dan terokupasi dengan pemikiran bahwa lingkungan berbahaya untuknya. Selain itu, nilai korelasi yang rendah antara loneliness dan cognitive distortion pada remaja awal pengguna Facebook dapat terjadi karena jika dibandingkan dengan cognitive distortion, depresi memiliki keterkaitan yang lebih besar dengan loneliness. Pada beberapa penelitian atau literature loneliness sering dikaitkan dengan depresi. loneliness yang berkepanjangan dapat menyebabkan depresi (Izgar, H., 2009). cognitive distortion sendiri merupakan pemikiran irasional berlebihan yang dapat menyebabkan berbagai gangguan psikologis, seperti depresi (Nyarko, K. & Amissah, C. M.; 2014). Meskipun cognitive distortion berperan penting dalam perkembangan dan tetap terjadinya depresi (Singh, N., Yadav, R., Singh, G., & Dhiman, C.; 2011), namun cognitive distortion hanya menjadi indikator dari depresi. Ketika individu mengalami cognitive distortion, maka belum tentu mengalami depresi. Oleh karena itu diasumsikan hubungan antara loneliness dengan depresi akan lebih kuat daripada hubungan antara loneliness dan cognitive distortion. Tingginya subyek yang mengalami loneliness dapat terjadi karena belum lamanya subyek memiliki account Facebook dan aktif dalam menggunakannya. Berdasarkan survey yang dilakukan Dittmann (dalam Hu, Mu, 2007) pengguna jejaring sosial, seperti Facebook, yang baru akan rentan mengalami kesepian, dibanding dengan pengguna jejaring sosial lama. Hal ini dapat terjadi karena pengguna Facebook yang baru masih merasa senang menggunakan fitur-fitur dalam Facebook, sehingga selalu ingin mengakses Facebook.
Sebaliknya pengguna Facebook yang lama sudah merasa bosan dalam menggunakan Facebook, sehingga tidak meluangkan waktu yang lama untuk mengaksesnya dan tidak selalu terokupasi pada Facebook. Hanya lamanya waktu subyek menggunakan Facebook tidak dikontrol dalam penelitian ini, sehingga tidak dapat dinyatakan secara pasti. Berdasarkan penggolongan skor cognitive distortion, diperoleh hasil bahwa 62,7% subyek memiliki level cognitive distortion yang tergolong tinggi. Hal ini dapat terjadi karena pada masa perkembangannya remaja sedang mengalami egosentrisme. Egosentris pada remaja merujuk pada kesadaran bahwa dirinya adalah pusat perhatian lingkungan sosialnya, diikuti dengan pemikiran bahwa selain dirinya tidak ada seorang pun yang dapat memahaminya (F. Rahman, 2010). Kondisi egosentrisme pada remaja dapat membuatnya rentan mengalami cognitive distortion. Pemikiran bahwa selain dirinya tidak ada seorang pun dapat memahaminya dapat membuat remaja awal pengguna Facebook hanya mengandalkan pemikirannya sendiri tanpa adanya konfirmasi dengan lingkungan sekitar meskipun pikiran tersebut tidak rasional. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ellis & Harper pada remaja (dalam Kingsley & Christoper M, 2014) yang mengatakan bahwa semua yang dipikirkan hanyalah pikiran yang irrasional, tidak menggunakan cara pikir yang sehat. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah kurangnya literature, baik dalam penelitian maupun dalam uraian teoretis, yang secara langsung membahas keterkaitan antara loneliness dan cognitive distortion. Terlebih lagi belum ada literature yang membahas loneliness dan cognitive distortion dalam penggunaan internet, khususnya Facebook. Selain itu, data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah try out terpakai. Ini merupakan kelemahan penelitian ini kerna try out terpakai adalah metode yang digunakan dalam penelitian apabila sample yang digunakan untuk menguji reliabilitas dan validitas sama (Setiadi, Matindas, & Chairy, 1998). Menurut Setiadi, Matindas, & Chairy (1998) kekurangan dari data try out ialah data yang diperoleh dapat mengandung data bias atau kesalahan pengukuran karena alat yang dipakai bukan alat yang sudah baik reliabilitas dan validitasnya. Reliabilitas pada variabel loneliness pada penelitian ini memperoleh skor 0,602 dan bila di klasifikasikan dengan penilaian reliabilitas Guilfod & Frucher (dalam Neff, Turiel & Anshel, 2002) tergolong dalam nilai reliabilitas yang sedang. Sehingga, hal tersebut memperkuat asumsi peneliti bahwa data try out terpakai bisa mempengaruhi hubungan antara variabel dan mengakibatkan hubungan rendah (r : 0,271) antar variabel loneliness dan cognitive distortion. Alasan peneliti tetap menggunakan metode try out terpakai dikarenakan kertebatasan waktu yang berpapasan dengan jadwal libur anak sekolah SMP (Sekolah Menengah Pertama) di Jabodetabek. Selain penggunaan metode try out, faktor yang membuat hubungan antara loneliness dan cognitive distortion rendah adalah kegiatan ekstrakulikuler yang banyak diambil oleh remaja. Pada data kontrol terdapat kegiatan kesenian adalah akivitas ekstrakulikuler yang di pilih terbanyak. Hal ini dapat mengurangi fokus remaja terhadap Facebook dan mengurangi loneliness dan cognitive distortion. Oleh karna itu besar kemungkinan kegiatan kesenian mengakibatkan rendahnya hubungan antara kedua variabel.
Kelemahan lain dari penelitian ini adalah penyebaran kuesioner dalam penelitian ini tidak merata di Jabodetabek, karena hanya disebarkan di Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Depok. Belum ada data yang dapat mewakili daerah Jakarta Utara, Jakarta Barat, Tangerang, dan Bogor. Hal ini menyebabkan hasil penelitian belum dapat digeneralisasikan di seluruh wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Tangerang, dan Bogor.
Saran bagi peneliti selanjutnya yang berniat untuk meneili penelitian terkait, sebaiknya memperhatikan penyebaran diseluruh wilayah Jabodetabek, agar menyebar mewakili wilayah Jabodetabek. Berhubung penyebaran kuisioner sering kali bentrok dengan jadwal libur sekolah, disarankan peneliti melihat kembali jadwal libur agar dapat menyebar di wilayah yang ditargetkan. Terakhir, karna penelitian ini mengenai hubungan, akan lebih baik agar penelitian selanjutnya melihat pengaruh kepada kedua variabel.
REFERENSI
Briere, J. (2000). Cognitive Distortion Scale. Los Angeles: Psychological Assessment Resources.
Carlson, N. (2011). Facebook Has More Than 600 Million Users, Goldman Tells Clients. Business Insider. Diakses pada 28 Agustus 2014 dari http://www.businessinsider.com/facebook-has-more-than-600-million-usersgol.dman-tells-clients-20 11-1#ixzz3CQ6m0gfo
Christofides. E, Muise. A, & Desmarais, S. (2009). Privacy and Disclosure on Facebook: Youth and Adults’ Information Disclosure and Perceptions of Privacy Risks. Canada: Journal of Psychology
Cornblatt. (2013). Jejaring Sosial Justru Membuat kesepian. Newsweek, diakses pada Juni 2014 dari http://newsweek.com/152630/media-sosial-justru-buat-pengguna-merasa-kesepian/
Elizabeth, B. Hurlock. (2001). Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan
(Edisi 5). Jakarta : Erlangga
F. Rahman. (2010). Hubungan Egosentrisme dengan Kompetensi Sosial Remaja Siswa SMP Muhamadiah 22 Setiabudi Pamulang. Skripsi Psikologi. Universitas Islam Negri Syerif Hidayatullah Jakarta.
Fraering, J.M. & Minor, M.S. 2006. Virtual Community in Financial Institutions: Virtcomm Scale. Journal, diakses pada Tanggal 28 Agustus
2014 dari
Development of the
http://www.emeraldinsight.com/journals.htm?articleid=1567029. Gregory, R. J. (2007). Psychological Testing: History, Principles, and Application. Boston: Allyn and Bacon Hadi, Sutrisno. (2004). Metodologi Research Jilid 3. Yogyakarta : Andi. HuanHuan, L, & Su, W. (2013). The Role of Cognitive Distortion in Online Game Addiction among Chinese Adolecsence. China: Departemen of Psychology. Hu, Mu. (2007). Social Use of The Internet and Loneliness. Degree Doctor of Philosophy of The Ohio State University Izgar, H.. (2009). Facebook Addiction among University Students in Turkey: “Selcuk
University
Example”. Journal: Research Assistant. Turkey: Selcuk University Communication Faculty. Kingsley & Christoper M. (2014). Cognitive Distortion and Depression among Undergraduate Students. Rearch on Humanities and Social Sciences No.4 Vol.4. Kok, J. K., Lee, W. Y., Chong, S. L. (2015). Facebook Community and Disclosure Behaviours. International Journal of Social Science and Humanity, Vol. 5, No. 8.
Lee, B. W,. & Stapinski, L. A. (2012). Seeking Safety on the Internet: Relationship between social axiety and problematic internet use. Canada: Journal of Anxiety Disorders.
Marchie, S. (2012). The Atlantic. Is Facebook Making Us Lonely?, diakses pada April
2014 dari
http://www.theatlantic.com/magazine/archive/2012/05/is-facebook making-us-lonely/308930/ Mardiana Wati & A. R. Rizky. (2009). Facebook is?. Bandung: Yrama Widiya. McClatchy. (2011). Spending hours updating your status? You may be a Facebook addict.Woshington.Tribune Business News, diakses pada 29 Agustus 2014 dari http://eresources.pnri.go.id:2056/docview/875617984?pq-origsite=summon McIntire, R.W. (2005). Remaja dan Orang Tua. Yogyakarta: Kanisius
Navid, J. S., Rathus, S. A., Greene, B. (2005). Psikologi Abnormal. Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Neff, Turiel, & Anshel. (2002). Fundamental statistics in
psychology and education.
New York :
McGraw-Hill Newsweek (n.d.). (2012). Is the Internet Making Us Crazy? What the New Research Says, diakses pada April 2014 dari http://www.newsweek.com/internet-making-us-crazy-what-new-research-says-65593 Peplau, L. A., dan Perlman, D. (1982). Loneliness: A Sourcebook of Current Theory Research And Therapy. New York: John Wiley and Sons Ristianti, Amie. (2008). Hubungan Antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Identitas Diri Pada Remaja di SMA Pusaka 1 Jakarta. Jurnal Psikologi: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Santrock, J. W. (2002). Perkembangan masa hidup : life-span development. Jilid II.
(5th ed.). Jakarta :
Erlangga. Santrock, John W. (2003). Adolescence. Perkembangan Remaja. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
Sears. (1994). Psikologi Sosial Jilid 1, Edisi 5. Jakarta: Erlangga.
Seepersad, S. (2004). Coping with Loneliness: Adolescent Online and
Offline Behavior:
Departement of
Human and Community Development, University of Illinois: Journal Psychology & Behavior Setiadi, B., Matindas, R., & Chairy, L. (1998). Pedoman Penulisan Skripsi Psikologi.Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Reid, G. G. & Boyer, W. (2005). Social Network Sites and Young Adolascence Identity Development: Department of Educational Psychology and Leadership Studies. Canada: University of Victoria. Sugiono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif & RND. Bandung: Alfabeta
Sudjana, Nana. (2001). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru
Taylor, S. E., L.A. Peplau., D. O. Sears. (2012). Psikologi Sosial.(Edisi ke – 12). Jakarta:
Erlangga.
Tekno Kompas, (2009). Zuckerberg, Si Pembuat Facebook. Tekno Kompas, diakses pada 9 Mei 2014 dari http://tekno.kompas.com/read/2009/ 02/28/1243001 /zuckerberg.si.pembuat. facebook.
Wijaya, Adrianto M. (2010). Jurnal Sosial Media. Bandung: Universitas Nurpatio Bandung
RIWAYAT PENULIS
Nama
: Syerlie July Anggita S.Psi
Tempat, Tanggal, Lahir
: 16 Juli 1992
Menamatkan Pendidikan
: S1, Psikologi 2014
Pekerjaan
: ( Unit Manager) Prudential Life Insurance