HUBUNGAN ANTARA SELF-DISCLOSURE ONLINE DENGAN PENGGUNAAN INTERNET BERMASALAH PADA REMAJA PENGGUNA SITUS JEJARING SOSIAL FACEBOOK Luthfi Fauzie Fakultas Humaniora Universitas Bina Nusantara Jakarta, Jl. Kemanggisan Ilir III No.45 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat, Telp 021-5327630/fax 021-5332985,
[email protected]
Esther Widhi Andangsari Fakultas Humaniora Universitas Bina Nusantara Jakarta, Jl. Kemanggisan Ilir III No.45 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat, Telp 021-5327630/fax 021-5332985,
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara self-disclosure online dengan penggunaan internet bermasalah pada remaja pengguna situs jejaring sosial Facebook. Subjek dari penelitian ini berjumlah 335 orang remaja pengguna Facebook dengan rentang usia 14-18 tahun. Tingkat self-disclosure online pada penelitian ini diukur menggunakan Revised Self-Disclosure Scale (RSDS) yang diadaptasi oleh Blau (2011) dan diadaptasi oleh peneliti. Penggunaan internet bermasalah diukur menggunakan Online Cognitive Scale yang dikembangkan oleh Davis, Flett, & Besser (2002) yang kemudian diadaptasi oleh peneliti. Hasil dari penelitian dianalisa menggunakan analisis korelasi yang menghubungkan dua variabel tersebut berdasarkan skor ratarata. Hasil analisa menunjukkan self-disclosure online berhubungan dengan penggunaan internet bermasalah pada remaja pengguna Facebook (F = 24.478; p < 0.05). Korelasi antar kedua variabel signifikan. Taraf siginifikansi sebesar 0.000, (p < 0,05). Kedua variabel memiliki hubungan dan Korelasinya adalah korelasi positif. nilai korelasi rendah r = 0.260. Dapat disimpulkan bahwa perilaku self-disclosure online yang tinggi pada penggunaan situs jejaring sosial Facebook oleh remaja maka semakin tinggi pula penggunaan internet bermasalah yang mereka alami.
Kata Kunci: Self-disclosure online, Situs Jejaring Sosial Facebook, Penggunaan Internet Bermasalah, Remaja
CORRELATION AMONG SELF-DISCLOSURE ONLINE WITH PROBLEMATIC INTERNET USE IN ADOLESCENTS FACEBOOK USERS Luthfi Fauzie Fakultas Humaniora Universitas Bina Nusantara Jakarta, Jl. Kemanggisan Ilir III No.45 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat, Telp 021-5327630/fax 021-5332985,
[email protected]
Esther Widhi Andangsari Fakultas Humaniora Universitas Bina Nusantara Jakarta, Jl. Kemanggisan Ilir III No.45 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat, Telp 021-5327630/fax 021-5332985,
[email protected]
ABSTRACT
This research is done in order to observe the correlation between online self-disclosures to problematic internet use on adolescent who use the Facebook. The subject amounts of this research are 335 adolescent Facebook user with the age range from 14 to 18 years old. The level of online self-disclosures itself in this research was measured using Revised Self Disclosure Scale (RSDS) which was developed by Blau (2011) and adapted by writer/researcher in completing the research. The problematic internet use was measured using the Online Cognitive Scale theory which was developed by Davis, Flett, & Besser (2002) and then the theory is being used by the writer in completing the research. The result of the research then is being analyzed using the correlation analysis that connects those two variables based on their average score. The analysis result showed that online self disclosure is related to problematic internet use on adolescent who are using Facebook (F=24.478; p < 0.05). The correlation between those two variables is significant. The significant position is on higher level that is 0.000, (p < 0,05). Those two variables have connections and its correlation is positive. Lower correlation score is r = 0.260. The conclusion of this research is that the high activity of online self-disclosure from the usage of the Facebook by adolescent indicates the higher point of problematic internet use which occurs to them.
Key words: Self-disclosure online, Facebook social network site, problematic internet use, adolescent.
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Internet (interconnected computer networks) didefinisikan sebagai jaringan komputer tanpa batas yang menjadi penghubung pengguna komputer satu dengan pengguna komputer lainnya dan menghubungkan komputer pada sebuah wilayah ke wilayah lain di seluruh pelosok dunia. Angka pertumbuhan pengguna Internet di Indonesia didominasi oleh anak muda dari kelompok umur 15-30 tahun. Di masingmasing kota yang disurvei oleh MarkPlus Insight, sekitar 50 persen hingga 80 persen dari pengguna Internet merupakan remaja (tekno.kompas.com, 2011). Pertumbuhan pesat pengguna Internet pada remaja disebabkan karena para remaja mempunyai waktu luang yang lebih banyak dibanding para pekerja, dan menjamurnya warnet dapat memfasilitasi masyarakat yang tidak mempunyai internet di rumah (Kompas.com, 2009). Perkembangan internet sampai hari ini membawa Indonesia berada pada peringkat teratas dalam penggunaan internet untuk social media, termasuk forum dan blog. Sebanyak 83% pengguna internet Indonesia mengunjungi social networking site saat online (dailysocial.net, 2012). Social Networking Site (SNS), atau situs jejaring sosial didefinisikan sebagai suatu layanan yang memungkinkan setiap individu untuk membangun hubungan sosial melalui dunia maya, situs jejaring sosial digunakan sebagai fasilitas bagi individu untuk menjalin hubungan dengan individu lainnya yang memungkinkan mereka untuk bersama-sama membangun atau memperluas jaringan sosial mereka, menunjukkan koneksi seseorang dan memperlihatkan hubungan yang ada antar
penggunanya.
Situs
jejaring
sosial
memungkinkan
penggunanya
untuk
mendefinisikan profil secara online, terhubung dengan individu lain dalam jaringan sosial dunia maya, dapat secara cepat melakukan pemberitahuan tentang suatu kegiatan (notification), dan melakukan pengaturan privasi. Pola interaksi dalam situs jejaring sosial
seperti
Facebook,
Twitter,
LinkedIn,
dan
MySpace
memiliki
fungsi
menghubungkan individu dengan lingkungan sosialnya. (Boyd & Ellison, 2007; Gotta, 2008; Beer, 2008, dalam Dashgupta, 2010).
Popularitas situs jejaring sosial dikalangan remaja diseluruh dunia tidak diragukan lagi. Dari survey yang dilakukan Goodstein (2007), didapatkan bahwa pengguna aktif terbanyak situs jejaring sosial memiliki rentan usia 14-19 tahun dengan presentase 40,5%. Sebagai contoh, Facebook telah menjadi sarana interaksi sosial bagi banyak kalangan dari anak-anak, remaja hingga dewasa dari seluruh dunia (Zarghooni, 2007). Menurut penelitian Fogel dan Nehmed (2009) masing-masing situs jejaring sosial memiliki tingkat kepercayaan yang berbeda. Penelitian tersebut menemukan bahwa Facebook membangun derajat kepercayaan lebih besar dibanding dengan situs jejaring sosial lainnya (Fogel & Nehmed, 2009 dalam Kisielevich, Ang, & Last 2011). Data pengguna Facebook di Indonesia yang dirilis Kominfo pada tahun 2012 menyebutkan pengguna Facebook di Indonesia mencapai angka 46,9 juta pengguna (kominfo.go.id). Melalui survey statistik pada situs socialbakers.com (2012) Jakarta merupakan kota kedua di dunia setelah Bangkok yang memiliki jumlah pengguna Facebook terbanyak yaitu, 11.658.760 (socialbakers.com, 2012). Penelitian ini mengacu pada data yang dimiliki Komnas Perlindungan Anak pada tahun 2009, menyebutkan sekitar 53% dari total pengguna Facebook di Indonesia adalah remaja berusia di bawah 18 tahun. Menurut Castiglione (2008 dalam Blau, 2011) remaja memiliki kecenderungan mengikat diri kedalam dunia maya sebagai wujud eksistensi dunia nyata. Ditinjau dari tugas perkembangan pada masa remaja menurut Gunarsa dan Gunarsa (2006) memiliki tugas penting untuk mampu bergaul. Hal ini memberikan implikasi bahwa remaja harus mulai menjalin relasi dan berinterkasi dengan orang lain dalam mengungkapkan diri (selfdisclosure). Self-disclosure memainkan peran sentral dalam memelihara, mengembangkan dan membangun kedekatan hubungan pertemanan (Altman & Taylor,1973 dalam BreketBojmel & Shahar, 2011). Pengungkapan informasi pribadi kepada pihak lain disebut sebagai self-disclosure (Archer, 1980 dalam Breket-Bojmel & Shahar, 2011). Informasi pribadi mencakup antara lain keinginan, opini, status hubungan, membicarakan masalah kesehatan, mengungkap rahasia pribadi seperti pengalaman memalukan juga termasuk sebagai self-disclosure (Schiffrin & Falkenstern, 2012).
Studi terhadap remaja menunjukan bahwa self-disclosure lebih dalam terjadi pada saat seseorang berada dalam kondisi online dibandingkan offline (Barak & Bloch, 2006; McCoyd & Schwaber Kerson, 2006 dalam Blau, 2011). Hal tersebut dikarenakan lingkungan mempengaruhi seseorang dalam mengungkapkan dirinya (Werner, Altman & Brown, 1992 dalam Greene, Derlega & Matthews 2003). Saat dalam kondisi online seseorang melakukan pengungkapan diri lebih banyak daripada kondisi tatap muka (Suler, 2004). Merangkum dari beberapa penelitian didapatkan bahwa gambaran perilaku selfdisclosure online yang tinggi terdapat dalam penggunaan sosial media (Rosson, 1999, Ben-Ze'ev, 2003; Tidwell & Walther, 2002 dalam Joinson & Paine, 2005). Davis, Flett, & Besser (2002) menyebutkan bahwa semakin tinggi intensitas seseorang mengungkapkan informasi pribadi secara online, yang dicirikan dari penggunaan situs jejaring sosial yang berlebihan, maka semakin tinggi pula penggunaan internet bermasalah yang mereka alami. Karakteristik Internet yang tidak menghadirkan kontak fisik dikombinasikan dengan komunikasi tekstual pada situs jejaring sosial Facebook dapat dengan cepat mengubah batasan pada diri seseorang menjadi lebih terbuka pada pihak lain yang belum dikenal dengan baik. Mereka merasa bahwa mereka telah berbagi pikiran yang sama dengan orang lain yang mereka temui di internet melalui Facebook. Ketika berinteraksi melalui komunikasi tekstual dalam ruang lingkup online seseorang dapat berpikir lebih jauh dari apa yang sebenarnya mereka hadapi atau mereka peroleh. Hal tersebut merupakan pengaruh faktor kognitif dimana hal ini dapat berdampak pada kondisi diri remaja lebih merasa diterima dalam lingkungan online sehingga remaja
mengalami
penggunaan internet bermasalah yang dicirikan melalui keinginan yang tinggi untuk melakukan komunikasi dalam bentuk tekstual melalui interaksi sosial dalam situs Facebook. Pada studi terhadap remaja di Israel, Blau (2011) menemukan bahwa self-disclosure online berkorelasi dengan problematic internet use (PIU) atau dalam penelitian ini disebut sebagai penggunaan internet bermasalah. Penggunaan internet bermasalah memiliki gejala perilaku dalam menggunakan internet dengan regulasi suasana hati yang
tidak adaptif, penggunaan secara kompulsif, menikmati aktivitas online, lebih suka memilih berinteraksi secara
online, dan mengalami hal-hal negatif melalui internet
(Caplan, 2005 dalam Debernardi, 2012). Pew Research Center (2007) menemukan antara 10% – 15% pengguna internet mengalami masalah terkait penggunaan internet bermasalah (Kim & Davis, 2008). Secara umum penggunaan internet bermasalah merujuk pada dorongan yang besar dalam melakukan aktifitas untuk berkomunikasi secara online dengan orang lain (Davis, Flett, & Besser, 2002). Kebutuhan berkomunikasi dan bersosialisasi dapat berlangsung lewat internet namun di sisi lain juga dapat menurunkan tingkat kualitas hubungan seseorang dalam dunia nyata dan penggunaan internet bermasalah dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan sehari-hari. (Young, 1998; Davis, Flett, & Besser, 2002). Dari pemaparan latar belakang masalah diatas penelitian ini berusaha melihat hubungan antara perilaku self-disclosure online yang ditampilkan di situs jejaring sosial Facebook dengan penggunaan internet bermasalah. Adapun subjek dalam penelitian ini adalah remaja pengguna situs jejaring sosial Facebook.
Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian Dengan penjelasan latar belakang dan dan identifikasi masalah diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, apakah terdapat hubungan positif antara perilaku self-disclosure online dengan penggunaan internet bermasalah pada remaja pengguna Facebook? tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan positif antara perilaku self-disclosure online dengan penggunaan internet bermasalah pada remaja pengguna Facebook.
METODE PENELITIAN Teknik Sampling dan Desain Penelitian Populasi dari penelitian ini adalah remaja di wilayah Jakarta dan aktif sebagai pengguna Facebook. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik accidental nonprobabilty sampling. Metode nonprobability sampling melibatkan pemilihan responden berdasarkan kesediaan dan ketersediaan mereka dalam memberikan respon dan tidak ada jaminan bahwa setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang
sama untuk menjadi sampel (Shaughnessy & Zechmeister, 2006). Pengambilan sampel accidental yaitu berdasarkan kebetulan, siapa saja yang ditemui peneliti dan cocok digunakan sebagai sumber data, maka dijadikan responden penelitian (Shaughnessy & Zechmeister, 2006). Paradigma penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kuantitatif non-eksperimental. Pengumpulan data sampel dilakukan dengan menggunakan kuesioner (skala Likert) sebagai instrumen penelitian. Desain ini dipilih peneliti, karena dianggap mampu menjawab tujuan dari penelitian ini. Sementara teknik analisis yang digunakan adalah analisis korelasional.
Hipotesis Penelitian H0 : Tidak Terdapat hubungan positif antara self-disclosure online dengan penggunaan internet bermasalah pada remaja pengguna situs jejaring sosial Facebook. Ha : Terdapat hubungan positif antara self-disclosure online dengan penggunaan internet bermasalah pada remaja pengguna situs jejaring sosial Facebook.
Alat Ukur Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan dua jenis kuesioner self report, yaitu Revised Self-disclosure Scale dan Online Cognitive scale.
Revised self-disclosure scale
digunakan untuk mengukur self-disclosure online. Alat ukur ini dikembangkan oleh Blau (2011). Dalam penelitiannya Blau mengadaptasi alat ukur revised self-disclosure scale dari penelitian Leung (2002). Dalam penelitian Leung (2002) alat ukur ini memiliki lima dimensi, dalam mengukur self-disclosure dalam aplikasi messenger ICQ. Menurut Blau kedua dimensi lain yaitu amount dan valence kurang relevan dalam mengukur selfdisclosure online pada situs jejaring sosial. Sehingga Blau merevisi alat ukur dengan mempertahankan tiga dimensi yaitu, depth, honesty, & intent. Uji coba alat ukur revised self-disclosure scale menggunakan sembilan item, jumlah item yang sama juga digunakan pada saat pengambilan data lapangan. Online cognitive scale digunakan untuk mengukur penggunaan internet bermasalah. Alat ukur ini dikembangan oleh Davis, Flett, & Besser (2002). Alat ukur online cognitive scale
memiliki empat dimensi, yaitu loneliness/depression, social comfort, diminished impuls control, dan distraction. Alat ukur online cognitive scale memiliki 36 item. Ke-36 item tersebut digunakan pada saat uji coba dan jumlah yang sama juga digunakan pada saat pengambilan data lapangan. Untuk menguji validitas pada alat ukur ini peneliti menguji menggunakan content validity dan item validity. Validitas isi instrumen diketahui melalui pendapat seorang profesional (expert judgement). Setelah melakukan expert judgement peneliti melakukan uji keterbacaan kepada dua orang remaja yang peneliti temui., uji keterbacaan dimaksudkan untuk melakukan evaluasi meliputi penggunaan bahasa, struktur bahasa, dan kesesuaian yang dimiliki oleh alat tes tersebut. Cara untuk mengetahui validitas item yaitu dengan menggunakan teknik korelasi corrected item-total correlation dengan menggunakan program SPSS (Priyatno, 2008). Menurut Sugiyono (dalam Sujianto, 2009) bila korelasi tiap item positif dan besarnya 0,30 keatas, maka item tersebut merupakan konstruk yang kuat. Pengukuran reliabilitas alat ukur ini dengan menggunakan metode alpha cronbach’s. Peneliti menggunakan klasifikasi koefisien reliabilitas alat ukur menurut Triton (dalam Sujianto, 2009). Berikut adalah hasil uji reliabilitas pada versi uji coba dari alat ukur ini:
Variabel Revised self-disclosure scale (Facebook context) Online cognitive scale Sumber: Olah data SPSS 17.0
α
0,750 0,889
Berdasarkan tabel diatas, setelah uji coba terhadap 57 orang responden dilakukandapat dikatakan kedua alat ukur tersebut memiliki keajegan dan taraf kepercayaan yang baik.
Persiapan Penelitian Penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara selfdisclosure online dengan penggunaan internet bermasalah. Untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel itu, peneliti mencari alat ukur yang konstruk dan dimensinya sesuai. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua buah alat ukur, yaitu Revised Self-disclosure Scale dan
Online Cognitive Scale. Peneliti melakukan adaptasi terhadap kedua alat ukur ini dengan menerjemahkannya kedalam bahasa Indonesia dan melakukan penyesuaian pada susunan kata dan bahasa agar lebih bisa dimaknai oleh responden. Peneliti juga merubah skala sikap, pada Revised Self-disclosure Scale yang didalam penelitian Blau, memiliki 5 skala. Berdasarkan saran expert judgment untuk menghindari kecenderungan jawaban netral, maka skala di revisi menjadi 4. Pada alat ukur Online Cognitive Scale, peneliti melakukan revisi skala dari 7 pada versi asli menjadi 4 pada versi yang digunakan dalam penelitian ini, hal tersebut dilakukan karena pertimbangan, skala sikap harus memiliki pembeda sikap positif dan negatif. Rentang 7 terlalu samar dalam menentukan sikap positif dan negatif. Maka alat ukur Online Cognitive Scale dalam penelitian ini menggunakan 4 skala.
Pelaksanaan Penelitian Tahap uji coba alat ukur dilakukan selama periode 17 Desember 2012 dan 18 Desember 2012 dengan menyebarkan kuesioner dalam bentuk hardcopy. Kemudian dilanjutkan dengan pengambilan data lapangan dilaksanakan pada akhir minggu pertama bulan Januari yang di lakukan pada 8 Januari 2013 sampai 14 Januari 2013 di SMA Negeri 77 Jakarta. Penelitian dilakukan di institusi pendidikan karena target responden dalam penelitian ini adalah remaja dan institusi pendidikan merupakan tempat dimana populasi remaja
muncul sesuai dengan
karakteristik yang akan diteliti. Peneliti dibantu guru menyebarkan 350 kuesioner kepada murid – murid kelas 10, 11, 12. Dari 350 kuesioner yang disebar, peneliti hanya memperoleh 335 kuesioner, 10 kuesioner mengalami cacat data; tidak diisi lengkap; di isi namun dilewatkan di beberapa bagian dan 5 lainnya hilang atau tidak dikembalikan oleh responden.
Teknik Pengolahan Data Perhitungan data dilakukan berdasarkan hasil skor rata-rata self-disclosure online dan penggunaan internet bermasalah dari 2 buah instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu The Revised Self-disclosure Scale (Facebook Scale) untuk mengukur tingkat self-disclosure online dan Online Cognitive Scale untuk mengukur tingkat penggunaan internet bermasalah. Pada penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah metode statistik dengan menggunakan analisis korelasional. Tujuan dari penggunaan analisis korelasional adalah mengukur keeratan hubungan antara variabel X dan Y. dalam hal ini variabel yang diukur adalah tingkat self-
disclosure online dalam aktivitas situs jejaring sosial Facebook dan tingkat penggunaan internet bermasalah pada remaja. Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi, yaitu uji normalitas dan uji linear hubungan. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data normal. Penggunaan uji normalitas merupakan prasyarat untuk analisis statistik parametik. Asumsi yang harus dimiliki oleh data adalah bahwa data tersebut harus terdistribusi secara normal. Metode uji normalitas yang digunakan adalah melihat dari tabel kolmogorov-smirnov yang dihitung dengan bantuan peranti lunak SPSS 17.0. Selain itu, uji normalitas juga dilakukan dengan melihat grafik dari Normal P Plot test, juga dengan bantuan peranti lunak SPSS 17.0. Sedangkan uji linear hubungan adalah melihat hubungan antar variabel memiliki hubungan yang linear atau tidak. Pengolahan data dihitung dengan bantuan peranti lunak SPSS versi 17.0
HASIL DAN PEMBAHASAN Data Responden: Usia
Jenis Kelamin
Laki - laki 14 8 15 46 16 53 17 36 18 4 Total 147 Sumber: Olah data SPSS 17.0
Total
Presentase
20 97 122 88 8 335
6.0% 29.0% 36.4% 26.3% 2.4% 100%
Perempuan 12 51 69 52 4 188
Responden dalam penelitian ini, merupakan remaja berusia 14 sampai 18 tahun terdiri dari perempuan dan laki-laki. Selisih jumlah perempuan dan laki-laki dalam penelitian ini sebesar 12.2%. Status kenal (density) laki-laki dan perempuan terhadap teman Facebook. status kenal * jenis kelamin Jenis Kelamin Status Kenal
Total
laki-laki
perempuan
Ya
6.9%
7.5%
14.3%
Tidak
37%
48.6%
85.7%
147
188
335
Total Sumber: Olah data SPSS 17.0
Mayoritas remaja perempuan dan laki-laki dalam penelitian ini memiliki kecenderungan untuk memilih menerima permintaan teman dengan orang asing. Derajat kenal (density) pada remaja pengguna Facebook terhadap pengguna lainnya memiliki kaitan dengan self-disclosure online sebesar 0.042 (p < 0.05) hal ini menunjukan bahwa sebanyak 85.6% pengguna telah berbagi informasi dirinya kepada orang asing yang tidak dikenalnya dengan baik. Dalam penelitian ini uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel self-disclosure online dan penggunaan internet bermasalah. Teknik statistik yang digunakan teknik analisis korelasi Pearson.
Penggunaan Internet Bermasalah
Self-disclosure online
r
Sig.
0.260
0.000
Sumber : Olah data SPSS 17.0 Dapat dilihat bahwa signifikasi hubungan antara perilaku self-disclosure online pada situs jejaring sosial Facebook dengan penggunaan internet bermasalah sebesar 0.000 (p < 0,05). Berdasarkan temuan ini berarti H0 ditolak sementara Ha diterima. Dengan demikian dinyatakan terdapat hubungan positif antara perilaku self-disclosure online pada situs jejaring sosial Facebook dengan penggunaan internet bermasalah pada remaja. Ada hubungan yang signifikan antara perilaku self-disclosure online pada situs jejaring sosial Facebook dengan penggunaan internet bermasalah pada remaja. Tingkat korelasi perilaku self-disclosure online pada situs jejaring sosial Facebook dengan penggunaan internet bermasalah rendah (r = 0.260). Nilai korelasinya positif, yang berarti semakin tinggi salah satu variabel, semakin tinggi variabel lainnya.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1.
Hasil analisis diatas, membuktikan bahwa terdapat Self-disclosure online dalam situs Facebook, yang dicirikan dengan adanya pengungkapan informasi pribadi yang diukur melalui tiga dimensi, depth, honesty, dan intent menggunakan alat ukur The Revised self-disclosure scale (Blau, 2011).
2.
Hasil penelitian ini telah membuktikan pernyataan dalam penelitian Blau (2011) yang menyebutkan bahwa terdapat korelasi positif antara self-disclosure online dengan penggunaan internet bermasalah, yang artinya semakin tinggi intensitas seseorang mengungkapkan informasi pribadi secara online, semakin intim seseorang mengungkapkan dirinya secara online, semakin jujur dan terbuka dan sadar atas apa yang diungkapkan pada saat online yang dicirikan dari penggunaan situs jejaring sosial yang berlebihan disebabkan perasaan nyaman ketika berada pada lingkungan sosial dunia maya maka semakin tinggi pula penggunaan internet bermasalah yang mereka alami
yang dicirikan dari tingginya skor pada dimensi – dimensi
kesepian/depresi, kurang daya dalam mengontrol aktivitas penggunaan internet dan kecenderungan mengalami gangguan pada pekerjaan dan pada kehidupan sehari-hari.
Diskusi Terkait dengan penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan diskusi. 1.
Perbedaan temuan yang menunjukan bahwa terdapat self-disclosure online pada Facebook dalam penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan cara berinteraksi di situs jejaring sosial Facebook pada remaja Israel dan remaja Indonesia.
2.
Hasil dari pengumpulan sampel dalam penelitian ini memiliki ketidakseimbangan jumlah sampel pada usia dan jenis kelamin. Usia sampel dalam penelitian ini sangat bervariasi dengan modus pada usia 16 tahun sebesar 36.4% dan usia 18 tahun merupakan usia yang paling sedikit muncul yaitu dengan presentase sebesar 2.4%. Selisih antara laki-laki dan
perempuan sebesar 12.2% dimana jumlah perempuan lebih banyak n=188 dan jumlah laki-laki sebanyak n=147, maka secara keseluruhan, atas kelemahan berdasarkan ketidakseimbangan jumlah responden tersebut penelitian ini tidak dapat menghasilkan angka yang memuaskan dalam menggambarkan perbedaan jenis kelamin dan usia terhadap variabel self-disclosure online dan penggunaan internet bermasalah. 3.
Penelitian ini melihat derajat kenal seorang pengguna Facebook terhadap pengguna lainnya yang menjadi teman mereka di Facebook (density) dimana sebanyak 85.7% remaja menjawab bahwa mereka tidak mengenal dengan baik teman Facebook mereka. Hal ini mengindikasikan bahwa remaja memiliki keinginan yang tinggi dalam membuka diri kepada orang asing. Karakteristik remaja sebagai generasi digital menyebutkan bahwa remaja menginginkan kebebasan dalam segala hal yang mereka lakukan, mulai dari kebebasan untuk memilih dan berekspresi.
Saran 1.
Penelitian serupa setelah ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang jauh lebih banyakdibandingkan penelitian saat ini.
2.
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melihat kaitan antar berbagai jenis dan tipe aplikasi yang digunakan oleh pengguna internet dan dapat menggambarkan karakteristik penggunanya lebih jelas.
3.
Alat tes revised self-disclosure scale dalam penelitian ini merupakan alat ukur yang telah diadaptasi dan memiliki konteks dalam mengukur pengungkapan diri dalam situs jejaring sosial Facebook. Dalam keterbatasannya untuk mengukur suatu konteks, disarankan penelitian selanjutnya agar mengembangkan alat ukur ini agar memperkaya dimensidimensi yang telah disesuaikan dengan konteks budaya masyarakat Indonesia.
4.
Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar mendapatkan sampel penelitian yang lebih representatif, dalam penelitian ini populasi penelitian adalah remaja, dimana sampel diperoleh hanya pada satu wilayah di Jakarta, sampel dalam penelitian ini tidak dapat
menggambarkan remaja secara keseluruhan wilayah Jakarta. Variasi sampel penelitian selanjutnya harus lebih dapat menggambarkan mulai dari tingkat usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat sosioekonomi, dan budaya. 5.
Penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah ragam teknik validasi dari alat ukur sehingga taraf kepercayaan dari alat ukur ini semakin baik. Selain itu perlu juga disusun alat ukur baru yang telah mencantumkan norma pengukuran.
6.
Untuk penelitian selanjutnya disarankan, jika ingin mendapatkan jumlah sampel yang besar sebaiknya untuk menghemat anggaran agar melakukan survey kuesioner melalui internet atau menjalin kerjasama dengan organisasi atau instansi seperti LSM dan media massa.
REFERENSI Affan, H. (2010). Remaja Menjadi ‘Korban’ Facebook. Retrieved 15 Desember 2012, from : http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2010/02/100217_facebook.shtml Blau, I. (2011). Application Use, Online Relationship Type,Self-disclosure, And the Internet Abuse Among Children and Youth: Implications for Educational and Safety Programs. Journal Educational and Computing Research, 45(1), 95-116. Birnie, S.A., & Horvath, P. (2002). Psychological Predictor of Internet Social Communication. Journal of Computer-Mediated Communication, 7(4). Retrieved 26 Januari 2013 from: http://jcmc.indiana.edu/vol7/issue4/horvath.html Boyd, D.M., & Ellison, N. (2007). Social Network Sites: Definition, History, and Scholarship. Journal of Computer-Mediated Communication, 13 (1), 1-11. Bojmel, L.B., & Shahar, G. (2011). Emotional and Interpersonal Consequences of Self-disclosure in a Lived, Online Interaction. Journal of Social and Clinical Psychology, 30 (7), 733. Cardillo, M. (2001) Intimate Relationship: Personality Development Through Interaction During Early Life. Northwestern University. Retrieved 26 Januari 2013 from: http://www.personalityresearch.org/papers/cardillo.html Chen, Y.W., & Nakazawa, M. (2012). Measuring Patterns of Self-Disclosure in Intercultural Friendship: Adjusting Differential Item Functioning Using Multiple-Indicators,MultipleCauses Models. Journal of Intercultural Communication Research, 41(2), 131-151 Dashgupta, S. (2010). Social Computing : Concepts, Methodologies, Tools, and Applications. InformatIon Science Reference, NY: Hershey. Davis, R.A., Flett, G.L., & Besser, A. (2002). Validation of a New Scale for Measuring Problematic Internet Use: Implications for Pre-Employment Screening. Cyberpsychology & Behavior, 5 (4), 342-343. Debernardi. N.R. (2012). Problematic Internet Use: Exploring The Roles of Attachment and Social Competency.University of Missouri, Kansas City. ProQuest LLC. Dewi, R (2009, Maret 20). Pengguna Internet Indonesia Didominasi Remaja. Kompas. Jakarta. Retrieved 12 Desember 2012 from :
http://edukasi.kompas.com/read/2009/03/20/2028042/Pengguna.Internet.Indonesia.Dido minasi.Remaja Douglis, F. (2008). On Social Networking an Communication Paradigms. IEEE Internet Computing, 12(1), 4-6. doi:10.1109/MIC.2008.17. Retrieved 12 Desember 2012 from: http://www.computer.org/csdl/mags/ic/2008/01/mic2008010004.html Dunay, P., & Krueger, R. (2010). Facebook Marketing For Dummies. Indiana: Wiley Publishing.inc. Fogel, J., Nehmad, E. (2009). Internet Social Network Communities: Risk Taking, Trust and Privacy Concerns. Computers in Human Behavior. 25, 153-160. Retrieved 12 September 2012 from http://www.brooklyn.edu/pub/departments/bcurj/pdf/nehmad.pdf Goodings, L., Locke, A., & Brown, S.D. (2007). Social Networking Technology: Place and Identity in Mediated Communities. Journal of Community and Applied Social Psychology. 17, 463-476. Gotta, M. (2008). Reference Architecture For Social Network Sites. Retrieved 20 Januari, 2012 from: http://mikeg.typepad.com/perceptions/2008/07/reference-archi.html Greene, K., Derlega, V.J., & Mathews, A. (2006). Self-disclosure in Personal Relationship. In A. Vangelisti & D.Perlman (Eds.), Cambridge Handbook of Personal Relationships (pp. 409-427). New York: Cambridge University Press. Gunarsa, S.D., & Gunarsa, Y. (2006). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. Hurlock, E.B. (1990). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Indonesia Facebook Statistics. (2012). Retrieved September 2012 from http://www.socialbakers.com/facebook-statistics/indonesia Jamali, M., & Abolhassani, H. (2006). Different Aspects of Social Network Analysis. Hongkong In proc: International Conference on Web Intelligence. Joinson, A. N., Paine, C., Buchanan, T., & Reips, U.D. (2008). Measuring Self-disclosure Online: Blurring and Non-response to Sensitive Items in Web-based Surveys. Computers in Human Behavior. doi:10.1016/j.chb.2007.10.005 Kim, H .K & Davis, K. E. (2008). Correlates of Problematic Internet Use: Self-esteem, Sensationseeking, Subjective Values, and Unrealistic Optimism. Retrieved 20 November, 2012 from: http://citation.allacademic.com/meta/p_mla_apa_research_citation/2/3/1/9/0/pages231900 /p231900-7.php. Kisilevich, S., Ang, C., Last, M.,. (2011). A Large Scale Analysis of Patterns of Self-disclosure Among Users of Online Social Networks: A Russian Context. Knowledge and Information Systems Journal (KAIS). Springer-Verlag, in press. Kite, S.L., & Gable, R.K. (2008). Relationship of Gender, Grade Level, and School Demographics to Middle School Students Knowledge of Appropriate Behavior and Their Behaviors in Using Social Networks Sites. Retrieved 26 Desember 2012 from: http://www.jwu.edu/uploadedFiles/Documents/Academics/JWUGradCRESocialNetworki ngKitePVD.pdf Leung, L. (2002). Loneliness, Self-disclosure, and ICQ (“I Seek You”) Use. CyberPsychology & Behavior, 5, 241-251. Ma, H. K., Li, C. S., & Pow, J. W. C. (2011). The Relation of Internet Use to Prosocial and Antisocial Behavior in Chinese Adolescents. CyberPsychology Behavior and Social Networking, 14 (3), 23-130. Mesch, G. S., & Beker, G. (2010). Are Norms of Disclosure of Online and Offline Personal Information Associated with the Disclosure of Personal Information Online? Human
Communication Research, 36 (4), 570-592. Blackwell Publishing Ltd. Retrieved 23 Desember 2012 from http://doi.wiley.com/10.1111/j.1468-2958.2010.01389.x Miftachul, A. (2012, April 18). Perilaku Pengguna Internet Indonesia Berdasarkan Hasil Survey IPSOS. Retrieved 27 Desember from: http://dailysocial.net/post/perilaku-penggunainternet-indonesia-berdasar-hasil-survei-ipsos Oblinger, D. (2003). Boomers, Gen-Xers, and Millennials: Understanding the New Students. Educause Review, 38 (4), 37–47. Retrieved Desember 2012 from: http://www.educause.edu/apps/er/erm03/erm034.asp. Papalia, D.E., Olds. S.W., & Feldman R. D. (2007). Human Development (10th Ed.). New York : McGraw Hill. Companies. Pew Internet and American Life Project (2006). Social networking sites and our lives. Retrieved November 22, 2012 from: http://www.pewinternet.org/~/media/Files/Reports/2011/PIP%20%20Social%20networki ng%20sites%20and%20our%20lives.pdf Sarwono,S. (2003). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Gravido Persada Santrock, J.W. (2003). Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Schiffrin, H., & Falkenstern, M. (2012). Online Self-disclosure Behavior. Encyclopedia of Cyber Behavior, 72(1), 873–884. Schouten, A. P., Valkenburg, P. M., Peter, J., & Antheunis, M. (2007). An Experimental Test of Processes Underlying Self-disclosure in Computer Mediated Communication. Retrieved 26 September 2012 from http://citation.allacademic.com/meta/p_mla_apa_research_citation/1/6/9/4/6/pages169465 /p169465-1.php Sihombing, S.O., & Pongtuluran, F.D. (2011). Pengidentifikasian Dimensi-dimensi Budaya Indonesia: Pengembangan Skala dan Validasi. Retrieved 28 Januari 2013 from http://www.academia.edu/1975261/Paper_Pengidentifikasian_DimensiDimensi_Budaya_Indonesia_Pengambangan_Skala_dan_Validasi Siregar, L. (2010). Embracing The Digital Life. Retrieved 12 September 2012 from: http://thejakartaglobe.com/culture/embracing-the-digital-life/354255 Shaughnessy, J.J., Zechmeister, E.B., & Zechmeister, J.S. (2006). Research Methods in Psychology, (7th Ed.). New York: McGraw-Hill. Sujianto, A.E. (2009). Aplikasi Statistik Dengan SPSS 16.0. Jakarta: Prestasi Pustaka. Suler, J. (2004). The Psychology of Text Relationships. In Online Counseling: A Manual for Mental Health Professionals (R. Kraus, J. Zack & G. Striker, Eds). London: Elsevier Academic Press. Retrieved 12 September 2012 from: http://wwwusr.rider.edu/~suler/psycyber/textrel.html Suler, J. (2004). The Online Disinhibition Effect. Cyberpsychology & Behavior, 7(3), 321–326. doi:10.1089/1094931041291295 Tapscott, D. (2009). Grown Up Digital: How The Net Generation Change Your World. New York, McGraw-Hill. Van Djik, Jan. (2006). The Network Society: Social Aspects of New Media. London: Sage Publications. Retrieved 12 September 2012 from: http://www.tlu.ee/~kpata/uusmeedia/TheNetworkSociety.pdf Wagstaff, J. (2010, May 31). About Facebook. The Jakarta Post. Jakarta. Retrieved 12 September 2012 from: http://www.thejakartapost.com/news/2010/05/31/about-Facebook.html Wahyudi, R. (2011, Oktober 28). Naik 13 Juta Pengguna Internet Indonesia 55 Juta Orang. Tekno.kompas.com. Jakarta. Retrieved 12 September 2012 from: http://tekno.kompas.com/read/2011/10/28/16534635/Naik.13.Juta..Pengguna.Internet.Ind onesia.55.Juta.Orang
Wang, H. (2004). Self-disclosure on Long Distance Friendship: a Comparison Between Face to Face and Computer Mediated Communication. San Diego State University, Spring Retrieved 12 September 2012 from: http://www.acsu.buffalo.edu/~hwang23/Research/JournalArticles/HuaWangMasterThesis .PDF Young. K. 2009. Online Social Networking: An Australian Perspective. The International Journal of Emerging Technologies and Society, 1 (7), 39-57. Zarghooni, S. (2007). A Study of Self-Presentation in Light of Facebook, Institute of Psychology, University of Oslo, Oslo, Page 24 Retrieved 12 September 2012. Zibriel, Z., & Supangkat, S. H. (2008). Ensiklopedia Nusantara Menggunakan Orientasi Web 2.0. e-Indonesia Initia-tive 2008 (EII2008) Konfrensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia, 69-70. Jakarta.
RIWAYAT PENULIS Luthfi Fauzie, lahir di Jakarta 6 April 1990. Anak ke-2 dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan Strata-1 Jurusan Psikologi di Universitas Bina Nusantara pada tahun 2013.