1
HUBUNGAN ANTARA FOLLOWERSHIP DAN LEADER MEMBER EXCHANGE (LMX) PADA PERSONIL TENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN LAUT (TNI-AL). The Relationship between Followership and Leader Member Exchange among The Indonesian Navy’s Personnel Nia Whardani Pembimbing: Bertina Sjabadhyni FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONESIA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara Followership dengan Leader Member Exchange (LMX) di Tentara Nasional Indonesia yang bertanggung jawab atas operasi laut di wilayah Republik Indonesia (RI). Followership didefinisikan sebagai suatu kapasitas dan keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu dengan tujuan untuk berpartisipasi dalam memenuhi tujuan bersama (Kelley, 1992). Followership merupakan variabel multidimensional yang memiliki dua dimensi, yaitu active engagement dan independent critical thinking yang diukur melalui instrumen dari Kelley (1992) kuesioner Power of Followership Style (PFS) yang telah didaptasi oleh peneliti. Sedangkan LMX merupakan variabel multidimensional, memiliki empat dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi dan respek terhadap profesi (Liden dan Maslyn, 1998) yang diukur melalui LMXMDM dalam the Indonesian Quality of Work Life Questionnaire (IQWiQ) (Radikun, 2010). Sampel dalam penelitian ini mencakup 285 Personil TNI-AL dengan menggunakan accidental sampling. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang postif dan signifikan antara Followership dengan LMX Personil TNI-AL (r=0.321, p>0,01, one tailed). Kata Kunci: Followership; Leader Member Exchange; Personil, TNI-AL. ABSTRACK This research was conducted to find the the relationship between followership with Leader Member Exchange (LMX) among the Indonesian’s navy who are responsible for naval operations in Republic of Indonesia. Followership is defined as the capacity and willingness to do a certain behaviour in order to fullfil the collective goal (Kelley, 1992). Followership is a multidimensional variable thas has two dimensions, the active engagement (AE) and independent critical thinking (ICT) that was measured using the instrument of Kelley (1992) named The Power of Followership Style (PFS) Scale that has been adapted by the researcher. Meanwhile, LMX is multidimensional variable that consists of four dimensions which are contribution, loyalty, affection, and professional respect (Lieden and Maslyn, 1998). LMX is measured through LMX-MDM in Indonesian Quality of Work Life Questionnaire (IQWiQ) (Radikun, 2010). The sample in this research included 285 personnel of Indonesian Navy using accidental sampling. The main result of this research showed that there was a positive and significant correlation between followership and LMX (r = 0.321; p>0.01, one tailed). Keywords: Followership; Leader Member Exchange; Personnel; The Indonesian Navy. Universitas Indonesia
HUbungan Antara ..., Nia Whardani, FPsi UI, 2013
2
1. Pendahuluan Kepemimpinan merupakan salah satu istilah populer. Sebagian besar subyek, mata kuliah atau kelas (course) di universitas, tema seminar, topik presentasi, dan publikasi yang bergerak di bidang bisnis setidaknya pernah memakai istilah kepemimpinan (Brown, 2003 dalam Vugt et al., 2008). Kepemimpinan adalah tema yang tidak dapat dihindari (unavoidable theme) dalam lingkungan sosial dan tidak diragukan lagi merupakan isu yang penting dalam ilmu sosial (Vugt et al., 2008). Kepemimpinan pada hakikatnya menggambarkan hubungan antara atasan dengan pengikut dan bagaimana seorang atasan mengarahkan pengikut akan menentukan sejauh mana pengikut mencapai tujuan atau harapan atasan (Locander et al., 2002 dalam Yammarino et al., 1993). Hal ini membuat atasan menjadi bagian yang sangat kritikal sehingga terkadang pengikut menjadi elemen yang sedikit terabaikan. Follett (1949) merupakan orang yang kali pertama fokus pada followership sebagai peran yang spesial dan interdependent dalam konteks supervisor-subordinat.
Menurut
Woods (2009) sinergi dari follower yang efektif dengan atasan yang efektif akan membuat organisasi tidak hanya mampu bersaing, tetapi juga unggul dari para kompetitornya. Pernyataan ini juga didukung oleh Kelley (1992), semakin seimbang hubungan tersebut (leadership-followership), semakin efektif berjalannya organisasi. Interaksi antara atasan dan pengikut adalah inti dalam konteks organisasi sehingga follower yang efektif dan atasan yang handal dibutuhkan terutama ketika organisasi ingin mecapai tujuannya (Woods, 2009). Seperti yang telah disebutkan di atas, salah satu faktor agar tercapainya efektivitas suatu organisasi adalah adanya keseimbangan hubungan antara atasan dan pengikut. Pada beberapa penelitian sebelumnya, sebagian besar fokus terhadap fungsi dan kontribusi atasan (Bjugstad et al., 2006; Vugt, 2008; Woods, 2009). Uniknya, dalam penelitian kali ini fokus utama adalah justru terletak pada komponen organisisasi yang selama ini jarang diperhitungkan oleh sebagian besar orang, yaitu pengikut. Followership secara garis besar memiliki dua dimensi seperti yang dikemukakan oleh Kelley (1992), yaitu keterikatan secara aktif (active engagement) dan pemikir kritis independen (independent critical thinking) yang lebih lanjut akan dibahas dalam bab 2. Mengetahui konsep followership yang dimiliki seorang pengikutnya adalah suatu hal yang penting dan perlu diketahui oleh seorang atasan. Jika atasan mengerti motivasi pengikut (dalam mengikuti arahan dari atasannya), atasan akan lebih baik dalam merespons mereka dan menghindari risiko kehilangan mereka (Kelley, 1992). Walaupun demikian, dengan Universitas Indonesia
HUbungan Antara ..., Nia Whardani, FPsi UI, 2013
3
memahami konsep followership saja belum lengkap tanpa mengetahui gejala yang terjadi antara atasan dan pengikut. Gejala ini salah satunya meliputi interaksi sosial antara atasan dan pengikut yang dapat diterangkan melalui teori Leader Member Exchange (LMX) dari Dansereau, Graen dan Haga (1975). Schriesheim, Castro, Zhou, dan Yammarino (2001) mengemukakan “subordinates with high LMX tend to invest increased levels of effort…providing an enhanced contribution to the unit and leader’s perfomance”. Peneliti mereplikasi penelitian Charles R. Woods pada tahun 2009. Woods (2009) mengatakan “the working premise is that it is not unreasonable to expect that certain followership styles are more in keeping with or even promote high LMX than others”. Dari hasil penelitian Woods (2009) dengan partispan karyawan swasta, ditemukan bahwa follower yang memiliki level keterikatan (engagement) yang tinggi dan level pemikiran kritis independen yang tinggi cenderung memiliki level LMX yang tinggi pula. Berangkat dari fenomena ini, penulis ingin membuat suatu penelitian replikasi dengan karakteristik partisipan yang berbeda. Penelitian ini dilakukan pada personil Koarmabar (Komando Armada Barat) TNI AL. Dari beberapa studi tentang followership dan LMX yang penulis ketahui, belum banyak studi yang dilakukan pada sampel SDM di Indonesia, terlebih lagi pada Tentara nasional Indonesia (TNI). Penelitian ini fokus pada situasi dan persepsi follower. Berdasarkan penjelasan di awal, pertukaran interaksi ini dapat dimediasi oleh peran dari follower (Schriesheim et al., 2001). Sehingga pendalaman tentang karakteristik follower sangat dibutuhkan dalam membahasa kualitas LMX. Pada penelitian ini, karakteristik follower akan didapat berdasarkan konsep followership dan peneliti tertarik meneliti tentang karakter follower tentara. Personil TNI AL didoktrin untuk memiliki nilai kepatuhan yang tinggi, sedangkan karyawan pada umumnya tidak ada doktrin kepatuhan. Asumsi peneliti, nilai kepatuhan ini memberikan dampak kepada tingginya level engagement. Di lain pihak, nilai kepatuhan ini juga memiliki kemungkinan berdampak pada rendahnya level independent critical thinking (ICT). Oleh karena itu, selain ingin melihat hubungan antara kedua variabel, peneliti juga ingin melihat bagaimana pengaruh dari masing-masing dimensi tersebut terhadap variabel LMX. Berdasarkan uraian dari latar belakang, permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan antara followership dengan LMX pada personil TNI AL?”, serta masalah tambahan “Berapa besar sumbangan masing-masing dimensi followership terhadap LMX pada personil TNI AL?”
Universitas Indonesia
HUbungan Antara ..., Nia Whardani, FPsi UI, 2013
4
2. Tinjauan Teori Pembahasan teoritik berikut ini berdasarkan pada pemikiran Robert E. Kelley dalam bukunya yang berjudul The Power of Followership (1992). Pada tahun 1988, Kelley membahas serta mengkristalisasi pemikirannya sampai kepada konsep follower baik yang efektif maupun yang tidak efektif dan hal ini didasari oleh dua dimensi yaitu active engagement dan independent critical thinking. Secara implisit, Kelley (1992) mengartikan followership sebagai suatu kapasitas dan keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu dengan tujuan untuk berpartisipasi dalam memenuhi tujuan bersama. Dari perspektif followership, dapat dikatakan bahwa seorang follower merupakan seseorang yang tahu apa yang akan dilakukan tanpa menunggu arahan serta mampu bertindak secara mandiri dan antusias dalam mencapai tujuan yang ditetapkan organisasi (Kelley, 1992). Kelley (1992) mengkategorikan follower menjadi dimensi active engagement (AE) dan independent critical thinking (ICT). Dimensi active engagement, dapat ditunjukan oleh individu ke dalam tingkah lakunya yang aktif dalam mengambil inisiatif untuk membuat suatu keputusan (Kelley, 1992). Sedangkan, follower yang memiliki independent critical thinking, mampu secara kritis mempertimbangkan dampak dari tindakan mereka, bersedia untuk menjadi kreatif dan inovatif, dan bahkan dapat melontarkan kritik yang membangun (Kelley, 1992) Variabel kedua dalam penelitian ini adalah Leader member exchange (LMX). LMX dapat didefinisikan dalam istilah sederhana sebagai hubungan antara atasan dan anggota kelompok, khususnya kualitas hubungan itu dan apa dampaknya pada outcome (hasil) dari suatu organisasi (Woods, 2009). Selebihnya, Graen dan Cashman (1975) mendefinisikan leader member exchange sebagai hubungan dua arah yang dinamis antara atasan dan karyawan dimana atasan akan memperlakukan karyawan secara berbeda sesuai dengan waktu dan kemampuan yang dimiliki oleh atasan tersebut. Peneliti mengacu pada definisi leader member exchange yang dirumuskan oleh Liden dan Maslyn (1998) dimana variabel tersebut memiliki empat dimensi, meliputi afeksi, loyalitas, kontribusi, dan respek profesi.
2.1 Hipotesis H0: “Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara skor total dan skor total leadermember exchange (LMX) pada personil TNI AL.” Ha: “Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara skor total dan skor total leadermember exchange (LMX) pada personil TNI AL.” Universitas Indonesia
HUbungan Antara ..., Nia Whardani, FPsi UI, 2013
5
3. Metode Populasi yang dituju dalam penelitian ini adalah komponen TNI AL. Pada penelitian ini, partisipan yang berjumlah 285 dibedakan menjadi personil lapangan dan personil nonlapangan, dimana 151 partisipan berasal dari personil lapangan dan 134 partisipan berasal dari non-lapangan. Karakteristik partisipan tersebut adalah personil TNI AL yang berpangkat bintara dan tamtama dengan masa mengabdi minimal 1 tahun. Hal ini didasarkan pada asumsi peneliti bahwa para personil yang sudah mengabdi selama 1 tahun sudah cukup mengenal atasannya dan sudah pernah mengenal baik mengenai seluk beluk pekerjaanya. Jenis pengambilan sampel pada penelitian ini adalah accidental sampling, dimana sampel dipilih berdasarkan tersedianya individu dan kesediaan individu tersebut untuk mengikuti penelitian (Kumar, 2005). Teknik sampling ini masuk ke dalam non-random/non probability sampling karena tidak semua orang di dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi partisipan penelitian. Selain itu jumlah pasti dari populasi tidak diketahui (Kumar, 2005). Instrumen dalam penelitian ini menggunakan skala sikap, yaitu sejumlah pernyataan tertulis yang jawabannya diisi sendiri oleh partisipan (Kumar, 1999). Untuk variabel followership, penelitian ini menggunakan alat ukur The Power of Followership Style (Kelley, 1992) yang terdiri atas 20 item. Dari hasil uji coba reliabilitas alat ukur followership diperoleh nilai Alpha Cronbach sebesar 0.890 dan indeks correlated item-total correlation di atas 0.2. Sementara itu, untuk pengukuran LMX, penelitian ini juga menggunakan instrumen skala sikap LMX (Radikun, 2010) yang terdiri atas 11 item. Nilai Alpha Cronbach dari hasil uji coba reliabilitas alat ukur LMX adalah sebesar 0.821 serta indeks correlated item-total correlation di atas 0.2. Untuk menjawab setiap item pada alat ukur followership, partisipan akan memilih jawaban yang paling menggambarkan dirinya melalui skala likert yaitu 6 poin. Semua item pada instrumen variabel followership bersifat positif terhadap dimensi (favourable). Sehingga, sistem skoring pada setiap item sama, yaitu pilihan “Sangat Tidak Sesuai” (STS) mendapat poin 1. Sebaliknya, untuk pilihan “Sangat Sesuai” (SS) mendapat poin 6. Pada alat ukur LMX, semua item bersifat positif (favourable). Sehingga, sistem skoring pada setiap item sama, yaitu pilihan “Sangat Tidak Setuju” (STS) mendapat poin 1. Sebaliknya untuk pilihan “Sangat Setuju” (SS) mendapat poin 4.
Universitas Indonesia
HUbungan Antara ..., Nia Whardani, FPsi UI, 2013
6
4. Hasil Berikut pemaparan gambaran umum partisipan berdasarkan data demografis: Karakteristik Kategori Usia 15-24 tahun 25-44 tahun 44-65 tahun Jenis Kelamin Pria Wanita Pendidikan Terakhir SLTA D3 S1 Jabatan Anggota KAUR Masa Kerja di Organisasi 1-2 tahun 3-10 tahun Lebih dari 10 tahun Masa Jabatan 1-2 tahun 3-10 tahun >10 tahun Pangkat Tamtama KLD KLS KLK Kopda Koptu Kopka Bintara Serda Sertu Serka Serma Pelda Peltu Lokasi Kerja Lapangan Kantor
N
Persentase (%)
46 216 23
16.1 75.8 8.1
270 15
94.7 5.3
280 2 3
98.2 .7 1.1
272 13
95.4 4.8
44 97 144
15.4 34.0 50.5
109 125 51
38.2 43.9 17.9
9 31 23 48 23 1
3.2 10.9 8.1 16.8 8.1 .4
76 27 18 22 5 2
26.7 9.5 6.3 7.7 1.8 .7
134 151
47.0 53.0
Universitas Indonesia
HUbungan Antara ..., Nia Whardani, FPsi UI, 2013
7
Berikut disajikan gambaran umum followership pada partisipan penelitian secara keseluruhan:
Followership
Mean
SD
74
10
Range Min Max 45
100
Berdasarkan hasil, diperoleh mean sebesar 74 dengan SD sebesar 10.49. Dari hasil standar deviasi dan mean total skor, tinggi atau rendahnya tingkat followership partisipan dapat dibuat menjadi tiga kategori. Kategori pertama yaitu kategori rendah yang berkisar antara 45-64, kategori kedua yaitu kategori sedang antara 64-84, dan kategori terakhir yaitu kategori tinggi antara 84-100. Dengan demikian, nilai followership yang diperoleh partisipan dalam peneltian ini adalah termasuk kategori sedang, karena nilai 74 berada di antara rentang 64-84. Selain itu, berikut disajikan gambaran followership berdasarkan data demografis: Karakteristik Rentang Usia 15-24 tahun 25-44 tahun 44-65 tahun Jenis Kelamin Pria Wanita Pendidikan Terakhir SLTA D3 S1 Jabatan Anggota KAUR Masa Kerja di Organisasi 1-2 tahun 3-10 tahun >10 tahun Masa Jabatan 1-2 tahun 3-10 tahun >10 tahun Pangkat Tamtama KLD KLS
Mean
SD
76 74 76 74 73
Range Min
Max
9 11 10
56 45 59
96 99 100
11 7
45 60
100 84
Sig .149
.843
.068 74 75 88
10 7 11
45 70 79
99 80 100
74 72
10 12
45 48
100 97
76 73 74
9 10 11
56 45 47
96 95 100
75 73 76
10 10 12
45 49 48
97 96 100
.402
.205
.101
.084 78 74
8 10
66 55
96 94 Universitas Indonesia
HUbungan Antara ..., Nia Whardani, FPsi UI, 2013
8
KLK Kopda Koptu Kopka Bintara Serda Sertu Serka Serma Pelda Peltu Lokasi Kerja Lapangan Kantor
69 74 74 87
10 12 12 .
45 47 49 87
88 99 96 87
75 78 74 73 67 89
9 8 10 10 14 11
52 60 60 56 48 82
94 93 96 100 86 97 0.022
74 74
10 7
45 60
100 84
Berikut dipaparkan gambaran mean pada tiap dimensi Followership.
Dimensi
Mean
Active Engagement Independent Critical Thinking
41.24 33.15
Berdasarkan hasil, dimensi active engagement memiliki nilai mean lebih tinggi dibandingkan dengan dimensi independent critical thinking. Dapat dilihat juga bahwa nilai mean pada dimensi active engagement dapat digolongkan ke dalam kategori tinggi, sedangkan nilai dimensi independent critical thinking digolongkan ke dalam kategori sedang.
Berikut gambaran LMX pada partisipan penelitian secara keseluruhan
LMX
Mean
SD
2.73
.36
Range Min
Max
1.18
3.82
Dari gambaran LMX, diperoleh mean sebesar 2.73 dengan SD sebesar .36. Dilihat dari skala sikap partisipan terhadap kuesioner LMX yang terdiri dari 4 pilihan, nilai 2.73 dapat dikategorikan kedalam kelompok nilai yang sedang. Peneliti menggolongkan hasil penelitian berdasarkan 3 kategori, yaitu nilai 1-2 termasuk kedalam kategori nilai rendah, nilai 2-3 termasuk kedalam kategori nilai yang sedang dan nilai 3-4 termasuk kedalam kategori nilai yang tinggi. Universitas Indonesia
HUbungan Antara ..., Nia Whardani, FPsi UI, 2013
9
Berikut dipaparkan gambaran LMX berdasarkan data demografis: Karakteristik Rentang Usia 15-24 tahun 25-44 tahun 44-65 tahun Jenis Kelamin Pria Wanita Pendidikan Terakhir SLTA D3 S1 Jabatan Anggota KAUR Masa Kerja di Organisasi 1-2 tahun 3-10 tahun >10 tahun Masa Jabatan 1-2 tahun 3-10 tahun >10 tahun Pangkat Tamtama KLD KLS KLK Kopda Koptu Kopka Bintara Serda Sertu Serka Serma Pelda Peltu Lokasi Kerja Lapangan Kantor
Mean
SD
2.80 2.71 2.70
Range Min
Max
.37 .35 .34
2.18 1.18 1.82
3.73 3.82 3.36
2.73 2.70
.36 .31
1.18 2.27
3.82 3.36
2.72 3.32 2.75
.52 .35 .53
1.18 3.18 2.36
3.82 3.45 3.36
2.73 2.63
.36 .22
1.18 2.18
3.82 3.09
Sig .264
.763
.063
.297
.090 2.82 2.74 2.69
.33 .36 .36
2.18 1.73 1.18
3.64 3.73 3.82 .769
2.72 2.74 2.70
.37 .37 .30
1.18 1.64 2.18
3.64 3.82 3.64 .282
2.96 2.82 2.60 2.72 2.66 3.36
.22 .35 .48 .32 .23 .
2.73 2.27 1.64 2.18 2.09 3.36
3.45 3.73 3.82 3.55 3.27 3.36
2.72 2.76 2.73 2.70 2.70 2.82
.40 .28 .28 .36 .28 .13
1.18 2.27 1.82 2.09 2.45 2.73
3.64 3.45 3.27 3.36 3.18 2.91
2.75 2.71
.33 .38
2.00 1.18
3.73 3.82
.384
Universitas Indonesia
HUbungan Antara ..., Nia Whardani, FPsi UI, 2013
10
Berikut dipaparkan gambaran mean pada tiap dimensi LMX:
Dimensi
Mean
Afeksi Kontribusi Loyalitas Respek profesi
2.90 2.58 2.46 2.93
Dapat dilihat bahwa nilai mean dimensi respek profesi adalah nilai meanyang tertinggi dengan nilai 2.93. Secara keseluruhan, nilai mean keempat dimensi tergolong ke dalam kategori sedang yang berkisar antara rentang 2-3. Hasil utama dari penelitian ini yaitu mengenai hubungan antara followership dan LMX pada personil TNI AL. Teknik statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara followership dan LMX yaitu teknik korelasi Pearson Product moment.Berikut hasil korelasi Pearson terhadap variabel Followership dengan LMX: Variabel
R
Sig (P)
Followership dengan LMX
.321
.000
Hasilnya, koefisien korelasi yang didapat yaitu r = 0.321 dan p = 0.000 yang berarti signifikan pada L.o.S 0.01 (one tailed). Hubungan yang signifikan ini membuat hipotesis alternatif diterima dan hipotesis nol ditolak sehingga diinterpretasikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara antara followership dan LMX atau dengan kata lain, tingginya skor followership diikuti oleh tingginya skor LMX pada personil TNI AL. Selain itu, peneliti juga melakukan perhitungan dengan menggunakan metode regresi untuk melihat hubungan antara dimensi-dimensi followership dengan LMX personil. Berikut hasilnya: Dimensi
Sig
Beta
Active Engagement
.000
.310
Independent Critical Thinking
.312
.065
Universitas Indonesia
HUbungan Antara ..., Nia Whardani, FPsi UI, 2013
11
Dari hasil perhitungan regresi, dapat dilihat bahwa tidak kedua dimensi followership memiliki korelasi yang signifikan terhadap variabel LMX, dengan koefisien signifikan p>0.01 (one tailed). Hasil perhitungan pada dimensi active engagement, didapatkan kesimpulan bahwa kedua dimensi tersebut memiliki hubungan yang searah dengan LMX pada personil TNI AL. Tidak sama halnya dengan dimensi independent critical thinking, yang tidak memiliki hubungan searah dengan LMX. Nilai beta yang sedemikian, mengandung arti bahwa setiap kenaikan active engagement satu satuan maka variabel LMX akan naik sebesar 0.310 dengan asumsi bahwa dimensi yang lain dari model regresi adalah tetap. Sementara itu setiap kenaikan independent critical thinking satu satuan maka tidak diikuti dengan naiknya variabel LMX. Hal Ini menunjukkan bahwa dimensi active engagement adalah satu-satunya dimensi followership yang memberikan sumbangsih terhadap dimensi LMX.
5. Diskusi Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara skor followership dengan skor LMX. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara followership dengan LMX (r=0.321, p<0.01, one-tailed). Dengan demikian, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Woods (2009) yang menyatakan bahwa semakin tinggi followership maka semakin tinggi LMX, karena dari hasil temuan penelitian Woods, didapatkan adanya hubungan yang positif antara kedua variabel tersebut. Dengan demikian, hal ini menandakan bahwa pada penelitian ini hipotesis null (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Hal ini juga menunjukkan bahwa bagaimana pun followership secara positif memiliki hubungan yang signifikan dengan LMX pada personil Armabar TNI AL. Dalam penelitian Woods (2009), diperoleh bahwa mean LMX dapat mengindikasikan tingginya skor followership. Mean LMX yang tinggi lebih diharapkan terdapat pada individu yang memiliki skor followership yang tinggi dibandingkan dengan individu yang memiliki skor followership yang rendah (Woods, 2009). Hal ini membuktikan bahwa hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Woods (2009), dimana pada penelitian ini didapatkan hasil gambaran bahwa kategori nilai mean dari variabel followership sama dengan kategori nilai mean LMX. Pada gambaran skor followership, rata-rata personil memiliki nilai mean 74 atau dengan kata lain skor ini tergolong sedang (berkisar antara 64-84). Tidak berbeda dengan
Universitas Indonesia
HUbungan Antara ..., Nia Whardani, FPsi UI, 2013
12
hasil gambaran LMX, dimana rata-rata personil memiliki nilai mean 2,73 atau dengan kata lain skor ini tergolong sedang (rentang 3-4). Berdasarkan gambaran mean pada setiap dimensi followership ditemukan bahwa nilai mean dimensi active engagement lebih tinggi dibandingkan dengan dimensi independent critical thinking. Hal ini dapat diartikan bahwa ternyata dari sekian sampel yang diperoleh, personil Armabar TNI AL memiliki karakter followership yang terlibat aktif di organisasi tempat ia bekerja. Dan karakter personil yang memiliki keterlibatan aktif dilihat lebih dominan dibandingkan dengan karakter personil yang memiliki pemikiran yang kritis. Berdasarkan tipe followership Kelley (1992), personil TNI AL merupakan tipe follower yang conformist, dimana level AE tinggi sedangkan level ICT tidak setinggi AE. Dari ciri-ciri yang dikemukakan oleh Kelley (1992), personil TNI AL memiliki karakteristik yaitu melakukan pekerjaan dengan sukarela dan senang hati tetapi kurang memiliki ide atau gagasan. Hasil ini sesuai dengan karakter TNI yang disebutkan dalam wawancara peneliti dengan salah seorang Kasubdis Disminpers Koarmabar TNI AL. Beliau menyatakan tingginya tuntutan seorang personil tentara untuk disiplin menjadikan ia sebagai seseorang yang patuh terhadap atasan. Asumsi peneliti, kepatuhan ini membuat para personil sedikit diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat, ide, atau gagasan sesuai dengan karakteristik follower yang memiliki level independent critical thinking yang tinggi. Sedangkan, kedisiplinan memungkinkan para personil memiliki tingkat keaktifan yang tinggi. Personil dengan tingkat kedisiplinan yang tinggi akan secara aktif menjalankan tugasnya sesuai waktu dan cara yang telah ditentukan dari pihak atasan, kelompok, atau organisasi. Keaktifan adalah salah satu karakter follower yang memiliki level active engagement yang tinggi (Kelley, 1992). Ditinjau dari data demografis, perbedaan mean yang signifikan hanya terlihat pada lokasi kerja dalam variabel followership (p=0.02, L.o.S <0.05). Hal ini mendukung asumsi peneliti yang didasari hasil wawancara dengan seorang Kasubdis Koramabar, dimana beliau menyatakan bahwa terdapat perbedaan karakter personil antara yang berada di lapangan dengan yang berada di kantor. Sedangkan, pada hasil gambaran data demografis variabel LMX, tidak terdapat satu pun karakteristik partisipan dengan perbedaan mean yang signifikan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan Kasubdis Disminpers Koarmabar TNI AL yang dilakukan di lokasi Markas Komando Armabar. Beliau menyatakan bahwa terdapat sistem rotasi antara personil lapangan dengan yang di kantor. Periode rotasi ini dapat berkisar antara 6 bulan sampai 1 tahun. Sehingga jika dikaitkan dengan hasil penelitian ini, tidak adanya perbedaan mean yang signifikan dapat disebabkan Universitas Indonesia
HUbungan Antara ..., Nia Whardani, FPsi UI, 2013
13
oleh adanya rotasi yang memungkinkan sebagian besar para personil telah merasakan bekerja baik di lapangan maupun di kantor. Secara lebih spesifik peneliti melakukan perhitungan regresi yang digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh dan prediksi dua atau lebih suatu variabel terhadap variabel lainnya. Pada penelitian ini, multiple regression digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing dimensi dari followership dan besaran sumbangannya terhadap LMX personil TNI AL. Berdasarkan hasil perhitungan regresi yang diperoleh, dimensi followership active engagement memiliki skor koefisien signifikan yang tinggi. Berbeda dengan dimensi independent critical thinking, yang memiliki skor koefisien signifikan jauh melebih batas L.o.S. Dari hasil perhitungan ini, dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan positif antara dimensi active engagement tetapi tidak berlaku untuk hubungan dimensi independent critical thinking. Kemudian dilihat dari kedua nilai Beta, dapat disimpulkan bahwa dimensi active engagement memberikan sumbangsih lebih besar terhadap dimensi independent critical thinking. Hal ini memiliki arti bahwa hasil dari perhitungan regresi pada penelitian ini kurang mendukung hasil penelitian Woods (2009) yang menemukan adanya hubungan yang positif antara active engagement dengan skor LMX dan sama halnya dengan dimensi independent critical thinking. Namun demikian, Woods (2009) memang menemukan adanya hubungan positif antara independent critical thinking dengan skor LMX, akan tetapi skor ini tidak sekuat hubungan antara dimensi active engagement dan LMX. Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur Power of Followership Style oleh Kelley (1992). Alat ukur tersebut secara orisinil menampilkan sejumlah item yang berupa pertanyaan yang terdiri atas dua kategori yaitu kategori active engagement dan independent critical thinking yang disusun secara acak. Dalam penelitian ini, alat ukur tersebut diadaptasi ke dalan bentuk berupa skala sikap dengan bahasa Indonesia yang telah teruji dan tervalidasi. Selama proses adaptasi, peneliti mengkonsultasikan dengan dosen statistik Fakultas Psikologi Universitas Indonesia yang ahli dalam pengadaptasian alat ukur. Berdasarkan arahan dari beliau, langkah awal yang dilakukan oleh peneliti adalah meminta bantuan kepada dua orang expert judgement untuk menerjemahkan item-item yang berbahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia oleh. Orang yang pertama memiliki keahlian dalam bahasa inggris dan mengerti konsep dan definisi masing-masing variabel yang akan diukur sedangkan orang yang kedua adalah orang yang ahli juga dalam berbahasa inggris tetapi tidak memiliki pengetahuan apapun tentang konsep serta definisi variabel yang akan diukur. Berhubung peneliti melakukan penelitian dalam ranah payung maka hasil terjemahan tersebut dipublikasikan Universitas Indonesia
HUbungan Antara ..., Nia Whardani, FPsi UI, 2013
14
serta didiskusikan secara bersama-sama. Kesimpulan dari diskusi yang dipimpin oleh pembimbing skripsi peneliti adalah mengubah pertanyaan tersebut ke dalam pernyataan yang diawali dengan kata ‘saya’ untuk mempermudah partisipan dalam menjawab setiap item tersebut. Hasil diskusi lainnya yaitu mengubah skala 7 poin dengan rentang skala 0 (rarely atau jarang) sampai skala 6 (almost always atau hampir selalu) menjadi skala 6 poin dengan rentang 1 (sangat tidak setuju) sampai 6 (sangat setuju). Pertimbangan ini dilakukan karena peneliti menghindari adanya center tendency yang dilakukan oleh mayoritas orang Indonesia, yaitu mengisi kuesioner dengan skala yang paling tengah. Jika ada skala 0-6 maka ditakutkan sejumlah partisipan rata-rata akan mengisi di angka 3. Selesainya proses pengadaptasian, alat ukur ini kemudian diuji keterabacannya serta diujicobakan. Uji coba alat ukur ini menghasilkan koefisien reliabilitas yang cukup tinggi yaitu nilai koefisien Cronbach’s alpha sebesar 0.890, dimana menurut Kaplan & Saccuzzo (1993) batasan koefisien reliabilitas yang berkisar antara 0.7-0.8 terkait dengan tujuan pemakaian alat ukur ini yaitu penelitian. Dilihat dari indeks correlated item-total correlation dimana tidak ada yang kurang dari 0.2, menunjukkan bahwa validitas inter item tersebut sudah cukup baik. Dari hasil uji coba ini, peneliti tidak perlu melakukan revisi atau mengeliminasi item. Dari data field, peneliti menghitung kembali reliabilitas alat ukur tersebut dan mendapatkan hasil sebesar 0.781. Nilai koefisien Cronbach’s alpha ini memang menurun dibandingkan dengan nilai koefisien yang didapatkan dari hasil try out, akan tetapi rentang ini masih dalam kisaran alat ukur yang reliabel. Serta indeks correlated item-total correlation yang berada di atas 0.2 dapat dikatakan valid. Alat ukur LMX yang digunakan dalam penelitian ini merupakan alat ukur LMX yang diperoleh dari disertasi Radikun (2010). Alat ukur ini sudah valid dan reliabel dengan nilai validitas konstruk yang baik yaitu berkisar antara .72-.90 dan nilai reliabilitas koefisien Cronbach’s alpha sebesar .87 (Radikun, 2010). Peneliti melakukan uji coba sendiri dengan item yang tidak diubah sedikitpun kepada 30 partisipan pegawai negeri. Pertimbangan peneliti adalah penyebaran skala sikap pada karyawan swasta membutuhkan waktu perizinan yang cukup lama dengan birokrasi yang panjang. Sedangkan instansi pemerintah yang menjadi sasaran peneliti tidak perlu memakan waktu yang lama karena telah berlakukan reformasi birokrasi yang mengakibatkan perizinan menjadi lebih mudah dan cepat. Peneliti hanya membutuhkan satu hari untuk melakukan uji coba alat ukur ini. Hasil uji coba alat ukur LMX ini mendapatkan hasil yang cukup baik dengan koefisien reliabilitas Cronbach’s alpha sebesar 0.821 serta indeks correlated item-total correlation yang berada di atas 0.2 dan batas Universitas Indonesia
HUbungan Antara ..., Nia Whardani, FPsi UI, 2013
15
nilai minimal item tersebut dapat dikatakan valid. Ditinjau dari data field, peneliti menghitung
kembali reliabilitas alat ukur tersebut dan mendapatkan hasil sebesar 0.804. Sama seperti alat ukur followership, nilai koefisien Cronbach’s alpha ini memang menurun dibandingkan dengan nilai koefisien yang didapatkan dari hasil try out, akan tetapi rentang ini masih dalam kisaran alat ukur yang reliabel. Serta indeks correlated item-total correlation yang berada di atas 0.2 juga dapat dikatakan valid. Peneliti menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam melakukan penelitian ini. Kekurangan tersebut berdampak terhadap error of measurement sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian. Kekurangan ini adalah kurangnya persiapan peneliti dalam menghadapi partisipan dengan jumlah yang cukup besar. Pada saat melakukan administrasi alat ukur yang bertempat di GOR Koarmabar, peneliti memberikan instruksi yang kurang dipahami oleh partisipan sehingga harus melakukan pengulangan instruksi yang berkali-kali. Kemudian karena peneliti hanya melakukan sendiri pengadministrasian tersebut, saat pengumpulan terjadi kesalahan yang cukup fatal. Partisipan secara bergerombol mengumpulkan kuesioner tersebut dan langsung meninggalkan tempat. Kejadian ini membuat sebagian besar kuesioner tersebut tidak dapat diolah seperti adanya kuesioner dengan item yang tidak dijawab atau adanya jawaban yang sama dari item pertama hingga item terakhir, adanya halaman lembar pernyataan yang tidak ditandatangan, dan data partisipan yang tidak diisi atau tidak lengkap. Hal ini membuat peneliti melakukan diskusi untuk melakukan permohonan izin kepada salah seorang Mayor TNI AL agar mendapatkan lagi sejumlah partisipan dalam menutupi kekurangan jumlah kuesioner yang valid untuk dapat diolah. Permohanan izin ini dikabulkan sehingga peneliti melakukan pengadministrasian alat ukur sekali lagi kepada partisipan yang berbeda. Pengadministrasian kali ini, peneliti memberikan instruksi satu per satu dan melarang partisipan yang belum menyelesaikan data partisipan serta inform consent untuk membuka halaman selanjutnya. Kemudian setelah selesai mengisi kuesioner, peneliti memeriksa kuesioner yang dikumpulkan tersebut. Instruksi ini berdasarkan saran dari Mayor yaitu mengecek satu-satu kuesioner yang dikumpulkan dan melarang partisipan untuk meninggalkan tempat sebelum diperiksa secara keseluruhan. Jika ada
yang
terlewat,
partisipan
diminta
untuk
langsung
membenarkan.
Teknik
pengadministrasian ini juga diaplikasikan pada partisipan yang berada di kapal KRI Pattimura.
Universitas Indonesia
HUbungan Antara ..., Nia Whardani, FPsi UI, 2013
16
6. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis pada bab sebelumnya, didapatkan kesimpulan jawaban atas permasalahan utama penelitian yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara followership dan LMX pada personil Koarmabar TNI AL. Dari hasil ini ditunjukkan bahwa semakin tinggi level followership maka semakin tinggi pula kualitas LMX pada personil Koarmabar TNI AL. Selain itu, peneliti juga mendapatkan hasil hubungan yang positif dan juga signifikan antara followership dan LMX pada personil Koarmabar TNI AL. Dengan kata lain, tingginya kapasitas followership personil akan diikuti oleh meningkatnya kualitas hubungannya dengan atasan yang bersangkutan. Kapasitas followership yang dimaksud adalah dimensi active engagement serta dimensi independent crtitical thinking. Agar hasil penelitian lebih mendalam, peneliti juga menganalisis besarnya sumbangsih dari masing-masing dimensi tersebut dengan kualitas LMX. Hasilnya adalah hanya dimensi active engagement yang memiliki sumbangsih terhadap LMX.
7. Saran 1. Metode pengambilan data sebaiknya dilengkapi dengan metode observasi dan wawancara untuk melengkapi hasil penelitian ini dan mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif dari partisipan. 2. Pada penelitian berikutnya, alat ukur dapat diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan teknik yang lain (misalnya, uji validitas dengan kriteria eksternal dan uji reliabilitas dengan test-retest) agar alat ukur lebih valid dan reliabel. 3. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada partisipan dengan jumlah yang lebih besar agar dapat dilakukan analisa yang lebih mendalam pada setiap faktor atau aspek dari kedua variabel. 4. Partisipan penelitian juga harus seimbang dari segi pangkat atau divisi agar hasilnya lebih merata dan lebih representatif. Oleh karena itu diperlukan adanya daftar personil dari setiap korp atau divisi. 5. Karakteristik partisipan pada penelitian berikutnya, diharapkan merupakan orang yang bekerja di perusahaan swasta atau yang memiliki sejumlah proyek agar dapat memunculkan kriteria Independent Critical Thinking.
Universitas Indonesia
HUbungan Antara ..., Nia Whardani, FPsi UI, 2013
17
DAFTAR PUSTAKA Bjugstad K., Thach E. C., Thompson K. J., and Morris, A. (2006). A Fresh Look at Followership: A Model for Matching Followership and Leadership Styles. Journal of Behavioral
and
Applied
Management
,
7,
304-319.
Retrieved
from
www.documbase.com/A-Fresh-Look-at-Followership.pdf, accessed by 30/09/2012 11:50 Dansereau, F., Graen, G., & Haga, W. (1975). A Vertical Dyad Approach to Leadership within Formal Organizations. Organizational Behavior and Human Performance. 13: 46-78. DOI: 10.1016/0030-5073(75)90005-7 Deluga, R. J. (1998). Leader-Member Exchange Quality and Effectiveness Ratings: The Role of Subordinate-Supervisor Conscientiousness Similarity. Group and Organization Management 23 (2): 189–216. DOI: 10.1177/1059601198232006 Follet, M (1949). The Essentials of Leadership. London: Management Publications Trust. Graen, G., & Cashman, J. F. (1975). A Role Making Model in Formal Organizations: A Developmental Approach (J. G. Hunt & L. L. Larson Eds.), Leadership Frontiers, pp. 143-165. DOI: 10.1177/105960118501000105 Kaplan, R. M., & Sacuzzo, D. P. (1993). Psychological Testing: Principles, Applications, and Issues (3rd Ed). California: Brooks/Cole Publishing Company. Kelley, Robert E. (1992). The Power of Followership. New York: Doubleday Business. Kumar, Ranjit. (2005). Research Methodology: A step-By-Step Guide for Beginners (2nd Ed.). London: SAGE Publication, Inc. Liden, R. & Maslyn, J. (1998). Multidimensionality of Leader-Member Exchange: An Empirical Assessment through Scale Development. Journal of Management, 24(1), 4372. DOI: 10.1177/014920639802400105 Radikun, T.B.S (2010). Reliability and Validity of Indonesian Quality of Work Life Questionnaire (unpublished part of the PhD project). Radboud University Nijmegen, the Netherlands. Schriesheim, C., Castro, S., Zhou, X., & Yammarino, F. (2001). The Folly of Theorizing 'A' But Testing 'B': A Selective Level-of-Analysis Review of The Field and A detailed Leader-Member Exchange Illustration. Leadership Quarterly, 12(4), 515. DOI: 10.1016/S1048-9843(01)00095-9 Vugt, M., Hogan, R., & Kaiser, R. (2008). Leadership, Followership, and Evolution: Some lessons from the past. American Psychologist, 63(3), 182-196. DOI: 10.1037/0003066X.63.3.182 Universitas Indonesia
HUbungan Antara ..., Nia Whardani, FPsi UI, 2013
18
Woods, Charles R. (2009). Followership As A Complement to Leadership: An Analysis of The Relationship Between Leader Member Exchange and Followership Types. Disertasi. Minnesota: Capella University Yammarino, F.J., W.D. Spangler & B.M. Bass (1993), Transformational leadership and performance: A longitudinal investigation, Leadership Quarterly, Vol.4, No.1, pp. 8110. DOI: 10.1177/10717919070130010501
Universitas Indonesia
HUbungan Antara ..., Nia Whardani, FPsi UI, 2013