Jurnal Natural Vol. 12, No. 2, 2012
HIV Genotype Analysis from HIV Infected Patients in East Java Area Yulia Sari Ismail1, Soetjipto2, Eddy Bagus Wasito3, Nasronudin4 1
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh 2 Departemen Biokimia Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya 3 Departemen Mikrobiologi Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya 4 Lembaga Penyakit Tropis (Institute of Tropical Disease), Universitas Airlangga, Surabaya
Abstract: Human Immunodeficiency Virus type 1 (HIV-1) has been known to cause Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disease and has been alaso divided into several subtypes (A, B, C, D, F, G, H, J, K) and Circulating Recombinant Form (CRF). Different characteristics of subtype of the virus and its interaction with host can affect the severity of the disease. This study was aimed to analyze HIV-1 genotypes circulating in HIV/AIDS patients from the East Java region descriptively. Information from this research was expected to complement the data of mocular epidemiology of HIV in Indonesia. This study used blood plasma from patients who had been tested to be HIV positive who were seeking treatment or are reffered to the Intermediate Care Unit of Infectious Disease (UPIPI) Dr. Soetomo Hospital Surabaya from various area representing the East Java regions. Plasma was separated from blood samples by centrifugation for use in the the molecular biology examination including RNA extraction, nested PCR using specific primer for HIV gp120 env gene region, DNA purifying, DNA sequencing, and homology and phylogenetic analysis. Based on the nucleotide sequence of the HIV gp120 env gene, it was found that the most dominant genotypes in East Java belonged to one group of Circulating Recombinant Form (CRF), namely CRF01_AE and CRF3x_01B, which has been also found in Southeast Asia. In the phylogenetic tree, most of HIV samples (30 samples) were in the same branch with CRF01_AE and CRF3x_01B, except one sample (HIV40) was in the same branch with subtype B. Keywords: HIV, AIDS, molecular biology examination, genotype
A2, A3, A4, B, C, D, F1, F2, G, H, J, dan K (Taylor et al, 2008). Antara suatu subtipe dengan subtipe lainnya dapat terbentuk rekombinan yang disebut CRF (Circulating Recombinant Form) dan hingga sekarang telah ditemukan 43 CRF (Lihana et al., 2009). Atas dasar semakin tingginya prevalensi penyakit AIDS di masyarakat yang disebabkan oleh HIV ini, maka diperlukan pemeriksaan genotipe DNA agar dapat dilakukan usaha yang lebih efisien sehingga pencegahan dan pemberantasan penyakit AIDS dapat lebih berhasil. Untuk itu diperlukan diagnosis penderita AIDS yang tepat dan kemudian dilakukan pemeriksaan genotipe virus penginfeksi tersebut untuk usaha/tindakan pencegahan selanjutnya. Informasi genetik ini akan memberikan tambahan yang kuat untuk data standar epidemiologi untuk menentukan pola penyebaran virus. Epidemiologi molekuler menyokong epidemiologi klasik dalam hal sumber impor virus diketahui dengan mengkonfirmasi genotipe virus yang didapat dengan genotipe virus yang telah diketahui beredar dalam suatu negara.
PENDAHULUAN Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan salah satu jenis penyakit yang paling ditakuti di dunia saat ini. Penyakit yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh seseorang ini disebabkan oleh kuman HIV (Human Immunodeficiency Virus). Situasi epidemi HIV/AIDS di dunia terus mengkhawatirkan. Prevalensi kasus AIDS di Jawa Timur sebesar 9.80 per 100.000 populasi, dengan jumlah kumulatif 3540 kasus di provinsi tersebut. Kini peringkat Jawa Timur sebagai daerah dengan jumlah kasus dan penyebaran HIV/AIDS naik dari urutan ketiga menjadi urutan kedua di bawah DKI Jakarta (Depkes RI, 2010). Telah diketahui ada dua jenis HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. Penyebab utama AIDS di dunia saat ini mayoritas adalah HIV-1. Jenis ini dibagi atas tiga kelompok yaitu grup M (main), grup O (outlier) dan grup N (new/non-M, non-O). Grup M tersebar luas dan merupakan penyebab tersering epidemi HIV/AIDS di seluruh dunia. Grup M dibagi atas beberapa subtipe yang hingga saat ini telah dikenali beberapa subtipe yaitu A1,
23
HIV Genotype Analysis from HIV Infected Patients in East Java Area (Yulia Sari Ismail, dkk)
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi data mengenai jenis genotipe HIV di Jawa Timur, sehingga mata rantai penularan penyakit HIV/AIDS dapat lebih dikendalikan baik di tingkat nasional, regional maupun global. Jenis genotipe virus HIV ini dapat juga dilaporkan kepada WHO untuk melengkapi data epidemiologi molekuler virus HIV yang telah ada di WHO. Genom HIV terdiri atas gen yang menyandikan protein struktural virus di antaranya yang utama adalah gen gag, pol dan env. Sekuens env cukup tinggi variasinya. Berbagai grup dan subtipe HIV yang berbeda secara genetik telah dikarakterisasi berdasarkan sekuens dari gen env. Sehingga, env adalah daerah sasaran utama untuk mempelajari genotipe yang terkait dengan epidemiologi, sebagaimana ia dapat menyediakan informasi tentang semua sirkulasi genotipe di suatu wilayah geografis tertentu (Pieniazek, 1998). Dalam penelitian ini dipakai gen env gp120 HIV-1 sebagai targetnya karena mempunyai regio yang tinggi variabilitasnya (V) dan regio yang konstan (C). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara deskriptif genotipe HIV-1 yang bersirkulasi pada pasien HIV/AIDS dari wilayah Jawa Timur. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis genotipe HIV yang paling dominan di Jawa Timur. 2. Menganalisis kekerabatan (phylogenetic analysis) HIV di Jawa Timur.
Pengumpulan sampel darah dilakukan terus hingga jumlahnya minimal mencukupi sesuai perhitungan statistik, dan pada akhirnya diperoleh sampel darah dari 46 pasien. Selain mengambil sampel darahnya, juga dikumpulkan data lain dari pasien seperti umur, jenis kelamin, asal daerah, stadium penyakit, jumlah CD4, riwayat penyakit lain, grup infeksi, dan sebagainya. Selanjutnya dilakukan ekstraksi RNA virus HIV dari plasma darah yang sudah dikumpulkan menggunakan reagen QIAamp Viral Mini Kit dari Qiagen. Dalam penelitian ini yang menjadi gen target adalah env gp120. Untuk itu RNA HIV harus diubah dulu menjadi DNA dengan proses reverse trancription. Dengan menggunakan reagen OneStep RT-PCR dari QIAGEN dapat dilakukan proses reverse trancription dan amplifikasi PCR dalam satu tahap. Proses PCR putaran pertama (first round PCR) ini menggunakan primer khusus HIV yaitu ED5 forward dan ED12 reverse (Foley et al, 2001; Delwart et al, 1995). Dari proses first round PCR diperoleh amplikon berukuran 1200 bp. Untuk meningkatkan spesifitas gen yang dicari dan juga karena ukuran amplikon ini cukup besar sehingga dikuatirkan menyulitkan proses sekuensing DNA nantinya, maka dilakukan nested PCR. Terhadap produk PCR hasil first round PCR dilakukan second round PCR dengan reagen GoTaq Green dari Promega sebagai mastermix PCR menggunakan primer ES7x forward dan E125 reverse (Foley et al, 2001; Delwart et al, 1995) sehingga menghasilkan amplikon berukuran 300 bp. Proses PCR dilakukan berkali-kali untuk optimasi mencari suhu annealing yang tepat sehingga dihasilkan produk PCR yang baik. Terkadang proses PCR juga diulang terhadap sampel yang memberikan hasil negatif. Untuk melihat hasil PCR dilakukan elektroforesis sampel produk PCR pada gel agarose 2%, kemudian diamati dengan UV transiluminator (gelombang pendek = 254 nm). Gambaran pita-pita DNA pada gel difoto menggunakan kamera digital. Sebelum melakukan sekuensing DNA, maka produk PCR harus dimurnikan dulu. Proses pemurnian dilakukan menggunakan reagen QIAquick Purification Kit dari Qiagen. Apabila sampel hasil second round PCR memberikan hasil positif maka produk PCR tersebut yang dipakai untuk proses sekuensing, namun bila hasil second round PCR negatif maka yang dipakai untuk sekuensing adalah produk first round PCR. Terkadang ada juga pita DNA sampel yang tidak terlihat positif atau terlalu tipis pada first round PCR namun akan muncul setelah dilakukan second round PCR. Sebelum dimurnikan, produk-produk PCR yang positif/jelas pitanya dielektroforesis. Setelah itu di bawah sinar UV
MATERI DAN METODE Karena yang dikaji dalam penelitian ini adalah tipe virus HIV, maka sampel darah diambil hanya dari pasien yang telah positif terinfeksi virus HIV yang berobat ke Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI) RS Soetomo dan belum mendapat terapi ARV. Pasien dipilih secara acak dari berbagai daerah asal untuk mewakili beberapa daerah di Jawa Timur. Pengambilan sampel darah dilakukan oleh tenaga medis RSUD Dr. Soetomo yang sudah terlatih. Darah sampel ± 3 ml ditampung dalam tabung vacutube EDTA (untuk mencegah pembekuan). Kemudian sampel darah dibawa dalam cool box yang telah diberi icepack/es batu menuju laboratorium Hepatitis/AIDS Lembaga Penyakit Tropis (Tropical Disease Center/TDC) dalam waktu maksimal 6 jam setelah diambil. Di laboratorium, tabung sampel tersebut disentrifus untuk memisahkan plasma dari darah. Plasma yang diperoleh dipindahkan ke dalam microtube 2 ml lalu disimpan di suhu -80°C hingga saat digunakan.
24
HIV Genotype Analysis from HIV Infected Patients in East Java Area (Yulia Sari Ismail, dkk)
gelombang panjang (365 nm) gel yang mengandung pita DNA target dipotong, kemudian gel tersebut dilarutkan dengan buffer-buffer yang terdapat dalam kit QIAquick Purification sehingga didapat DNA murni. DNA yang telah dimurnikan tersebut lalu di-label dengan primer ES7x menggunakan proses PCR khusus untuk labelling. Setelah mendapat label, DNA dipresipitasi sesuai prosedur standar untuk sekuensing. Kemudian DNA siap dimasukkan ke mesin sekuensing ABI Prism 310 Genetic Analyzer untuk dirunut urutan nukleotidanya. Hasil dari sekuensing ini berupa elektroferogram yaitu diagram yang menunjukkan puncak-puncak yang mewakili suatu nukleotida. Terkadang ada sampel yang menghasilkan gambar elektroferogram yang bagus dengan puncak-puncak yang jelas, namun ada juga sampel yang elektroferogramnya jelek. Pada beberapa sampel perlu dilakukan sekuensing ulang untuk mendapatkan elektroferogram yang bagus. Dari 46 sampel didapat 31 sampel yang menghasilkan elektroferogram yang cukup baik. Sisa sampel yang lain ada yang hasil PCR-nya negatif sehingga tidak mungkin dilanjutkan ke proses sekuensing, dan ada pula sampel yang
hasil elektroforegramnya tidak baik. Dari sampel-sampel HIV yang telah berhasil disekuensing itu dilakukan analisis homologi dan pembuatan pohon filogenetiknya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini diperoleh sampel dari 46 penderita yang positif terinfeksi Human Acquired Immunodeficiency Virus (HIV) yang berobat atau dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya dari beberapa daerah di wilayah Jawa Timur. Karakteristik epidemiologis dan klinis subjek penelitian dapat dilihat dalam tabel 1. Dari ke-46 pasien yang positif terinfeksi HIV yang menjadi subjek dalam penelitian ini terdiri atas 30 orang laki-laki (65.22%) dan 16 orang perempuan (34.78%). Umur pasien berkisar antara 19 tahun hingga 56 tahun dengan rerata 34.39 tahun. Umur pasien laki-laki dalam kisaran 19 tahun sampai dengan 54 tahun, dengan rerata 34.47 tahun. Pasien perempuan mempunyai kisaran umur dari 25 tahun sampai dengan 56 tahun, dengan rerata 34.25 tahun.
Tabel 1. Karakteristik epidemiologis dan klinis subjek penelitian yang positif terinfeksi HIVdi wilayah Jawa Timur Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%) Gender Laki- laki (umur 19-54 tahun; rerata 34.39) 30 65.22 Perempuan (umur 25-56 tahun; rerata 34.25) 16 34.78 Daerah asal Surabaya Madura Gresik Sidoarjo Pasuruan Madiun Bojonegoro Banyuwangi Kediri Tuban Lumajang
25 4 4 2 2 2 2 2 1 1 1
54.35 8.70 8.70 4.35 4.35 4.35 4.35 4.35 2.17 2.17 2.17
Faktor risiko Penasun Homoseksual Heteroseksual
3 2 41
6.52 4.35 89.13
Derajat penyakit Stadium I Stadium II Stadium III Stadium IV
7 0 29 10
15.22 0 63.04 21.74
25
HIV Genotype Analysis from HIV Infected Patients in East Java Area (Yulia Sari Ismail, dkk)
Subjek dalam penelitian berasal dari beberapa daerah di wilayah Jawa Timur yang berobat atau dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya dari beberapa daerah di wilayah Jawa Timur seperti terlihat dalam tabel 1. Pasien dipilih secara acak dari berbagai daerah asal untuk mewakili beberapa daerah di Jawa Timur. Surabaya merupakan daerah asal yang paling dominan dari keseluruhan subjek penelitian yaitu 25 orang (54.35%). Subjek lainnya berasal dari daerah yang meliputi Madura (4 orang), Gresik (4 orang), Sidoarjo (2 orang), Pasuruan (2 orang), Madiun (2 orang), Bojonegoro (2 orang), Banyuwangi (2 orang), Kediri (1 orang), Tuban (1 orang) dan Lumajang (1 orang). Penularan penyakit HIV/AIDS dapat terjadi melalui berbagai metode transmisi penyakit, atau yang biasa disebut faktor risiko, yaitu pengguna narkotika suntik (penasun), perilaku heteroseksual atau hubungan seks bebas, seks sesama jenis atau homoseksual, dari ibu hamil kepada janin, transfusi darah, dan penyebab yang tidak diketahui. Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian ini, faktor risiko yang paling dominan adalah heteroseksual yaitu 41 kasus atau 89.13%, sedangkan faktor risiko lainnya yaitu penasun hanya 3 kasus dan homoseksual hanya 2 kasus (tabel 1). Sebagaimana dalam laporan yang dikeluarkan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) dalam simposium internasional di Padalarang, Jawa Barat pada 21 Oktober 2011 diungkapkan bahwa perilaku heteroseksual atau seks bebas kini menjadi penyebab utama dalam penyebaran HIV/AIDS di Indonesia. Pada tahun 2006, kecenderungan transmisi HIV/AIDS di Indonesia didominasi oleh penggunaan jarum suntik dengan 54.42% penyumbang kasus HIV/AIDS yang terlaporkan, sementara seks bebas atau heteroseksual 38.5%. Kondisi yang sebaliknya ternyata yang terjadi pada tahun 2011 dimana faktor risiko pengguna jarum suntik menurun menjadi 16.3%, sedangkan faktor risiko heteroseksual mencapai 76.3%. Hal ini berarti mayoritas penularan HIV/AIDS di Indonesia melalui seks bebas atau heteroseksual, demikian juga tampaknya yang terjadi di wilayah Jawa Timur. Dalam tabel 1 juga dapat dilihat karakteristik klinis penderita HIV/AIDS yang menjadi subjek penelitian ini. Penderita dengan manifestasi klinis stadium I berjumlah hanya 7 orang, penderita stadium III berjumlah 29 orang, dan penderita stadium IV berjumlah 10 orang. Pada penelitian kali ini tidak ditemukan penderita dengan stadium II. Tampak bahwa pasien HIV/AIDS di RSUD Dr. Soetomo Surabaya masih didominasi oleh pasien stadium
lanjut daripada pasien stadium awal. Hal ini mungkin disebabkan masih kurangnya kesadaran atau keberanian masyarakat untuk memeriksakan diri sejak dini, sehingga mereka baru berobat ke rumah sakit ketika kondisi penyakitnya sudah berat. Perlu adanya usaha pemerintah dan semua pihak untuk mengatasi masalah ini, misalnya dengan penyuluhan dan pemeriksaan gratis ke seluruh lapisan masyarakat. Karena yang dikaji dalam penelitian ini adalah tipe virus HIV, maka sampel darah yang diambil hanya dari pasien yang telah positif terinfeksi virus HIV yang berobat ke Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI) RSUD Dr. Soetomo dan belum mendapat terapi ARV. Keseluruhan pasien yang menjadi subjek penelitian ini telah diperiksa antibodi terhadap HIV menurut prosedur standar bagi pasien di UPIPI RSUD Dr. Soetomo, yaitu dengan pemeriksaan antibodi menggunakan 3 macam rapid test kit yaitu Oncoprobe, Triline dan SD HIV 1/2. Penggunaan tiga macam pemeriksaan seperti itu dimaksudkan untuk menghindari kesalahan dalam pembuatan diagnosis, mengingat diagnosis terinfeksi HIV merupakan diagnosis yang berdampak sangat luas, tidak hanya terhadap penderita namun juga terhadap lingkungan sekitarnya maupun demi upaya pengendalian yang dilakukan pemerintah. Deteksi DNA HIV dengan menggunakan teknologi PCR merupakan metoda pilihan untuk diagnosis infeksi HIV pada keadaan dimana deteksi antibodi memberikan hasil yang negatif atau masih meragukan (Panteleeff, 1999). Pada pemeriksaan PCR dalam penelitian ini digunakan pasangan-pasangan primer yang telah digunakan dan dipublikasikan dalam jurnal internasional (Foley et al, 2001; Delwart et al, 1995). Dari 46 sampel HIV yang berasal dari pasien yang positif terinfeksi HIV tersebut, pada pemeriksaan PCR terhadap gen env penyandi protein gp120 HIV didapatkan hasil pemeriksaan PCR positif sebanyak 34 sampel. Pada sampel dengan pemeriksaan antibodi terhadap HIV positif dan pemeriksaan PCR HIV positif, pada tubuh penderita tersebut masih mengandung RNA HIV, sehingga masih mempunyai potensi untuk menularkan virus HIV tersebut. Proses PCR dilakukan berkalikali untuk optimasi mencari suhu annealing (penempelan primer) yang tepat sehingga dihasilkan produk PCR yang baik. Terkadang proses PCR juga diulang terhadap sampel yang memberikan hasil negatif. Pada sampel yang hasil PCR-nya negatif dengan penggunaan pasangan primer dalam penelitian ini, kemungkinan terjadi perubahan/mutasi urutan
26
HIV Genotype Analysis from HIV Infected Patients in East Java Area (Yulia Sari Ismail, dkk)
nukleotida pada tempat melekatnya primer, sehingga primer tidak bisa melekat yang berakibat hasil PCR yang negatif. Pasangan primer dalam penelitian ini merupakan pasangan primer yang apabila dipakai PCR dan dapat memberikan amplifikasi nukleotida yang positif, maka setelah dilakukan sekuensing, urutan nukleotida yang didapat akan dapat digunakan untuk mengetahui genotipe HIV. Untuk mengetahui genotipe HIV, urutan nukleotida yang didapat pada penelitian ini kemudian dibandingkan dengan urutan nukleotida yang sudah dipublikasi. DNA HIV hasil amplifikasi PCR ini selanjutnya dimurnikan dan dilakukan sekuensing dengan menggunakan mesin sekuenser ABI-310. Hasil dari sekuensing ini berupa elektroferogram yaitu diagram yang menunjukkan puncak-puncak yang mewakili suatu nukleotida. Dalam penelitian ini, terkadang ada sampel yang menghasilkan gambar elektroferogram yang bagus dengan puncak-puncak yang jelas, namun ada juga sampel yang elektroferogramnya jelek. Pada beberapa sampel perlu dilakukan sekuensing ulang untuk mendapatkan elektroferogram yang bagus. Dari 34 sampel yang menghasilkan PCR positif didapat 31 sampel yang menghasilkan elektroferogram yang cukup baik. Sisa sampel yang lain ada yang hasil PCR-nya negatif sehingga tidak mungkin dilanjutkan ke proses sekuensing, dan 3 sampel yang PCR-nya positif tetapi hasil sekuensing elektroferogramnya jelek atau tidak dapat dibaca. Dari hasil sekuensing yang diperoleh, kemudian dilakukan analisis molekuler untuk mengetahui genotip HIV dan homologi urutan nukleotida yang didapat. Untuk mengetahui genotipe HIV, urutan nukleotida hasil sekuensing yang diperoleh dalam penelitian ini dibandingkan dengan urutan nukleotida genotipe HIV lain yang telah dipublikasi (Robertson, 1995; Antunes, 2003; Khamdi, 2009), kemudian dianalisis dan dibuat pohon filogenetik. Urutan nukleotida hasil sekuensing yang diperoleh dari sampel penderita HIV/AIDS ini dipakai untuk mengetahui adanya variasi genetik ataupun mutasi pada DNA HIV hasil PCR dalam penelitian ini. Telah dikemukakan bahwa identifikasi HIV-1 yang berbeda dalam env menyebabkan HIV dikelompokkan menjadi : M, N dan O. Kelompok M adalah yang paling sering dijumpai dan terbagi menjadi 9 subtipe/genotipe berdasarkan keseluruhan genom yang secara geografis berbeda (Robertson, 1995; Antunes, 2003; Khamdi, 2009), yaitu subtipe A, B, C, D, F, G, H, J dan K. Subtipe HIV ini selanjutnya dibagi lagi menjadi subsubtipe, yaitu antara lain A1, A2, F1 dan F2 (Antunes, 2003).
Dikemukakan bahwa subtipe HIV yang berbeda dapat berbeda pula pada efek transmisi (penularannya), timbulnya resistensi obat maupun perogresifitas penyakit. Telah dikemukakan pula bahwa prevalen terbanyak adalah subtipe B (ditemukan di Amerika Utara dan Eropa), A dan D (Afrika), C (Afrika dan Asia). Subtipe tersebut membentuk cabang dalam pohon genetik yang menggambarkan keturunan dari kelompok M dari HIV-1. Koinfeksi dengan subtipe yang berbeda menyebabkan peningkatan circulating recombinant forms (CRFs). Pada tahun 2000, dibuat analisis global subtipe prevalen, yaitu: 47.2% infeksi di seluruh dunia adalah subtipe C, 26.7% adalah subtipe A/CRF02_AG, 12.3% adalah subtipe B, 5.3% adalah subtipe D, 3.2% adalah CRF_AE, dan sisanya 5.3% terdiri dari subtipe lain dan CRFs (Osmanov, 2000). Sebagian besar penelitian HIV-1 berfokus pada subtipe B, sedangkan sedikit yang lainnya berfokus pada subtipe lain (Perrin , 2003). Dari sekuens nukleotida HIV yang diperoleh dan sudah siap dianalisis (sebanyak 31 dari 34 sekuens yang diharapkan), dilakukan analisis molekuler filogenetik nukleotida HIV tersebut dan disusun pohon filogenetik dengan program komputer Clone Manager 6 Version 6.00, bersama 128 nukleotida HIV dengan berbagai subtipe referensi yang sudah dipublikasikan sebelumnya (http://www.hiv.lanl.gov). Hasil yang diperoleh, ternyata HIV dari penderita HIV/AIDS dalam penelitian ini sebanyak 30 sampel terletak dalam satu kelompok Circulating Recombinant Forms (CRFs), dan terutama CRF01_AE dan CRF3x_01B yang berasal dari Thailand dan Malaysia. Sedangkan 1 sampel, yaitu sampel HIV40 terletak dalam satu kelompok percabangan dengan subtipe B. Apakah satu sampel ini merupakan satu subtipe baru atau subtipe yang sama namun mengalami mutasi/delesi, perlu diteliti dan dianalisis lebih lanjut. Hasil analisis molekuler hasil 31 sekuensing HIV dari penelitian ini dilihat homologinya dalam bentuk multiple alignment nukleotida sepanjang 300 nukleotida. Hasil analisis molekuler dalam rangka menentukan subtipe HIV dalam bentuk pohon filogenetik dari nukleotida sepanjang 300 nukleotida (gen env gp120 regio V3) dari 31 sampel hasil penelitian ini dan subtipe HIV (A, B, C, D, F, G, H, I, J dan K) maupun berbagai CRF yang telah dipublikasikan, dalam bentuk suatu pohon filogenetik dari subtipe HIV ditampilkan pada gambar 1.
27
HIV Genotype Analysis from HIV Infected Patients in East Java Area (Yulia Sari Ismail, dkk) Ref.04_cpx.CY.94.CY032.AF049337 Ref.04_cpx.GR.91.97PVCH.AF119820 Ref.04_cpx.GR.97.97PVMY.AF119819 Ref.C.BR.92.BR025_d.U52953 Ref.31_BC.BR.04.04BR142.AY727527 Ref.31_BC.BR.02.110PA.EF091932 Ref.C.ET.86.ETH2220.U46016 Ref.07_BC.CN.05.XJDC6431_2.EF368372 Ref.07_BC.CN.05.XJDC6441.EF368370 Ref.07_BC.CN.97.97CN001.AF286226 Ref.C.IN.95.95IN21068.AF067155 Ref.08_BC.CN.97.97CNGX_6F.AY008715 Ref.08_BC.CN.98.98CN006.AF286229 Ref.C.ZA.04.SK164B1.AY772699 Ref.H.BE.93.VI991.AF190127 Ref.H.BE.93.VI997.AF190128 Ref.H.CF.90.056.AF005496 Ref.18_cpx.CM.97.CM53379.AF377959 Ref.18_cpx.CU.99.CU14.AY586541 Ref.27_cpx.CD.97.97CDKTB49.AJ404325 Ref.27_cpx.FR.04.04CD_FR_KZS.AM851091 Ref.01_AE.TH.90.CM240.U54771 Ref.01_AE.TH.93.93TH051.AB220944 Ref.33_01B.MY.05.05MYKL007_1.DQ366659 Ref.33_01B.MY.05.05MYKL045_1.DQ366662 Ref.34_01B.TH.99.OUR2478P.EF165541 HIV20 HIV38 HIV5 HIV25 HIV6 HIV30 HIV14 HIV15 HIV18 HIV26 HIV33 HIV29 HIV42 HIV12 HIV16 HIV37 HIV2 HIV3 HIV1 HIV43 HIV10 HIV45 HIV4 HIV17 HIV35 HIV21 HIV34 HIV27 HIV13 HIV23 Ref.05_DF.BE.93.VI961.AF076998 Ref.05_DF.ES.99.X492.AY227107 Ref.05_DF.BE.x.VI1310.AF193253 Ref.12_BF.AR.97.A32879.AF408629 Ref.12_BF.AR.99.ARMA159.AF385936 Ref.12_BF.UY.01.01UYTRA1020.AY781128 Ref.17_BF.AR.02.AR02_ARG1139.EU581825 Ref.17_BF.BO.02.BO02_BOL119.EU581827 Ref.17_BF.PE.02.PE02_PCR0155.EU581828 Ref.F1.BE.93.VI850.AF077336 Ref.F1.FI.93.FIN9363.AF075703 Ref.F1.BR.93.93BR020_1.AF005494 Ref.39_BF.BR.03.03BRRJ103.EU735534 Ref.39_BF.BR.03.03BRRJ327.EU735536 Ref.39_BF.BR.04.04BRRJ179.EU735535 Ref.F1.FR.96.MP411.AJ249238 Ref.F2.CM.95.MP255.AJ249236 Ref.F2.CM.95.MP257.AJ249237 Ref.F2.CM.02.02CM_0016BBY.AY371158 Ref.F2.CM.97.CM53657.AF377956 Ref.K.CD.97.EQTB11C.AJ249235 Ref.K.CM.96.MP535.AJ249239 Ref.B.NL.00.671_00T36.AY423387 HIV40 Ref.B.FR.83.HXB2_LAI_IIIB_BRU.K03455 Ref.B.TH.90.BK132.AY173951 Ref.B.US.98.1058_11.AY331295 Ref.03_AB.BY.00.98BY10443.AF414006 Ref.03_AB.RU.97.KAL153_2.AF193276 Ref.28_BF.BR.99.BREPM12313.DQ085872 Ref.28_BF.BR.99.BREPM12609.DQ085873 Ref.28_BF.BR.99.BREPM12817.DQ085874 Ref.29_BF.BR.99.BREPM11948.DQ085871 Ref.29_BF.BR.01.BREPM16704.DQ085876 Ref.40_BF.BR.04.04BRRJ115.EU735538 Ref.40_BF.BR.04.04BRSQ46.EU735540 Ref.40_BF.BR.05.05BRRJ200.EU735539 Ref.42_BF.LU.03.luBF_05_03.EU170155 Ref.14_BG.ES.00.X605.AF450096 Ref.14_BG.ES.00.X623.AF450097 Ref.BG.DE.01.9196_01.AY882421 Ref.15_01B.TH.96.M169.DQ354120 Ref.15_01B.TH.99.99TH_MU2079.AF516184 Ref.15_01B.TH.99.99TH_R2399.AF530576 Ref.D.TZ.01.A280.AY253311 Ref.D.UG.94.94UG114.U88824 Ref.10_CD.TZ.96.96TZ_BF061.AF289548 Ref.10_CD.TZ.96.96TZ_BF071.AF289549 Ref.21_A2D.KE.91.KNH1254.AY945737 Ref.D.CD.83.ELI.K03454 Ref.21_A2D.KE.99.KER2003.AF457051 Ref.D.CM.01.01CM_4412HAL.AY371157 Ref.13_cpx.CM.04.04CM_632_28.DQ845387 Ref.13_cpx.CM.02.02CM_A1394.DQ845388 Ref.13_cpx.CM.96.1849.AF460972 Ref.A1.AU.03.PS1044_Day0.DQ676872 Ref.A1.KE.94.Q23_17.AF004885 Ref.A1.RW.92.92RW008.AB253421 Ref.A1.UG.92.92UG037.AB253429 Ref.35_AD.AF.05.05AF026.EF158043 Ref.35_AD.AF.05.05AF094.EF158040 Ref.02_AG.CM.99.pBD6_15.AY271690 Ref.02_AG.NG.x.IBNG.L39106 Ref.19_cpx.CU.99.CU29.AY588971 Ref.19_cpx.CU.99.CU38.AY588970 Ref.19_cpx.CU.99.CU7.AY894994 Ref.37_cpx.CM.00.00CMNYU926.EF116594 Ref.37_cpx.CM.97.CM53392.AF377957 Ref.22_01A1.CM.01.01CM_0001BBY.AY371159 Ref.36_cpx.CM.00.00CMNYU1162.EF087995 Ref.36_cpx.CM.00.00CMNYU830.EF087994 Ref.A2.CD.97.97CDKTB48.AF286238 Ref.A2.CY.94.94CY017_41.AF286237 Ref.16_A2D.KE.91.KNH1271.AY945736 Ref.16_A2D.KR.97.97KR004.AF286239 Ref.09_cpx.CI.00.00IC_10092.AJ866553 Ref.09_cpx.GH.96.96GH2911.AY093605 Ref.J.CD.97.J_97DC_KTB147.EF614151 Ref.J.SE.93.SE7887.AF082394 Ref.J.SE.94.SE7022.AF082395 Ref.11_cpx.CM.95.1816.AF492624 Ref.11_cpx.CM.96.4496.AF492623 Ref.11_cpx.CM.97.MP818.AJ291718 Ref.G.KE.93.HH8793_12_1.AF061641 Ref.G.PT.x.PT2695.AY612637 Ref.20_BG.CU.99.Cu103.AY586545 Ref.20_BG.ES.99.R77.AY586544 Ref.24_BG.CU.03.CB471.AY900575 Ref.23_BG.CU.03.CB347.AY900572 Ref.23_BG.CU.03.CB118.AY900571 Ref.24_BG.CU.03.CB378.AY900574 Ref.43_02G.SA.03.J11223.EU697904 Ref.43_02G.SA.03.J11243.EU697907 Ref.43_02G.SA.03.J11456.EU697909 Ref.G.BE.96.DRCBL.AF084936 Ref.G.NG.92.92NG083.U88826 Ref.06_cpx.AU.96.BFP90.AF064699 Ref.06_cpx.GH.03.03GH173_06.AB286851 Ref.06_cpx.EE.01.EE0359.AY535659 Ref.32_06A1.EE.01.EE0369.AY535660 Ref.25_cpx.CM.06.06CM_BA_040.EU693240 Ref.25_cpx.SA.03.J11233.EU697906 Ref.25_cpx.SA.03.J11451.EU697908
Sampel
Sampel
Gambar 1. Pohon filogenetik model neighbour-joining dari sekuen env gp120 sampel HIV dan referensi
28
HIV Genotype Analysis from HIV Infected Patients in East Java Area (Yulia Sari Ismail, dkk)
KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini berdasarkan urutan nukleotida dari gen env gp120 HIV dapat disimpulkan bahwa genotipe HIV yang paling dominan di wilayah Jawa Timur terdapat dalam satu kelompok Circulating Recombinant Forms (CRFs) yaitu CRF01_AE dan CRF3x_01B yang juga banyak terdapat di berbagai negara Asia Tenggara. Dalam pohon filogenetik, 30 sampel HIV berada dalam satu percabangan kekerabatan dengan subtipe CRF01_AE dan CRF3x_01B, sedangkan 1 sampel HIV yaitu HIV40 berada dalam satu percabangan kekerabatan dengan subtipe B.
6.
Lihana RW, SA Khamdi, RM Lwembe, JG Kinyua, JK Muriuki, NJ Lagat, et al. 2009. HIV-1 subtype and viral tropism determination for evaluating antiretroviral therapy options : an analysis of archived Kenyan blood samples. BMC Infectious Disease 9 : 215.
7.
Osmanov S, C Pattou, N Walker, B Schwarlander, J Esparza and the WHOUNAIDS Network for HIV Isolation and Characterization. 2002. Estimated global distribution and regional spread of HIV-1 genetic subtypes in the year 2002. J Acquir Immune Defic Syndr. 29 : 184-190.
8.
Panteleeff DD, G John, R Nduati, D Mboringacha, B Richardson, et al. 1999. Rapid method for screening dried blood samples on filter paper for HIV type 1 DNA. Journal of Clinical Microbiology. 37 (2) : 350-353.
9.
Perrin L, L Kaiser, S Yerly. 2003. Travel and the spread of HIV-1 genetic variants. Lancet Infect Dis. 3 (1) : 22-27.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5.
Antunes R, S Figueiredo, IS Ba’rtolo, M Pinheiro, L Rosado, et al. 2003. Plasma samples from a pediatric population predominantly infected with HIV type 1 subtype G and BG recombinant forms. Journal of Clinical Microbiology. 41 (7) : 3361-3367.
Delwart EL, B Herring, AG Rodrigo, JI Mullins. 1995. Genetic subtyping of human immunodeficiency virus using a heteroduplex mobility assay. Genome Research. 4 : S202-S216.
10. Pieniazek D, J Baggs, DJ Hu, GM Matar, AM Abdelnoor, JE Mokhbat, M Uwaydah, et al. 1998. Introduction of HIV-2 and multiple HIV-1 subtypes to Lebanon. Emerg Infect Dis. 4 : 649-656.
Departemen Kesehatan RI. 2010. Laporan Triwulan I Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. Ditjen PPM & PL.
11. Robertson DL, B Hahn, P Sharp. 1995. Recombination in AIDS viruses. J Mol Evol. 40 (3) : 249-259.
Foley B, E Donegan, N Silitonga, FS Wignall, MP Busch, EL Delwart. 2001. Importation of multiple HIV type 1 strains into West Papua, Indonesia (Irian Jaya). AIDS Research and Human Retroviruses. Vol.17, No.17, pp.1655-1659.
12. Taylor BS, ME Sobieszczyk, FE McCutchan, SM Hammer. 2008. The Challenge of HIV-1 Subtype Diversity. New England Journal of Medicine 358;15:1590-602.
Khamdi SA, RW Lihana, S Osman, J Mwangi, J Muriuki, et al. 2009. Genetic diversity of HIV type 1 along the coastal strip of Kenya. AIDS Research and Human Retroviruses. 25 (9) : 919-923.
29