Journal of Health Promotion and Behavior (2016), 1(1): 32-41
The Effect of Peer Support Group on Depression and Quality of Life among People Living with HIV/AIDS in Kediri East Java Astika Rasyiid1,2), Ruben Dharmawan2), Supriyadi Hari Respati2) 1) Diploma
2) Public
III Midwifery of Tulungagung University, East Java Health Science Study Program, Postgraduate Program of Sebelas Maret University
ABSTRACT Background: People living with Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome or HIV/AIDs encounter such problems as society stigma and depression that can affect their quality of life in the term of physical, mental, and social health. Social support should be improved from individual, family, Peer Support Group (PSG), and government. PSG serves to help PLWHA feel not lonely, to give opportunity of seeing others, of sharing information about newest treatment and local support service, to reduce isolation, to improve social support, and to reduce stigma in order to achieve better quality of life and to reduce depression. The objective of research was to analyze the effect of KDS on depression and quality of life among PLWHA in Friendship Plus Peer Support Group in Kediri City. Subjects and Method: This study was an analytical observational study with cross sectional design. This was conducted at Friendship Plus Peer Support Group in Kediri, Indonesia in May to July 2016. The sample consisted of 60 subjects taken using simple random sampling. Technique of collecting data used was questionnaire, while analysis was carried out using Pearson’s Product Moment correlational and multiple linear regression tests. Results: The result of research showed that there was a statistically significant effect of Peer Support Group on the reduced depression in PLWHA (b= -0.60; 95% CI= -0.82 to 0.38; p<0.001). Depression was affected by family income of 88.8% (b= -8.68; 95% CI= 0.01; p=0.021) and education (b= -7.86; 95% CI= -14.05 to 1.67; p=0.014). There was a statistically significant effect of Peer Support Group on the improved quality of life among PLWHA (b=0.32; 95% CI= 0.09 to 0.53; p=0.005). Quality of life was affected by family income of 92.3% (b= 1.36; 95% CI= 0.01; p<0.001) and education (b=20.84; 95% CI= 14.75 to 26.93; p<0.001). Conclusion: This research concluded that there was an effect of peer support group on the reduced depression among PLWHA and there was an effect of peer support group the improved quality of life among PLWHA. Keywords: peer support group, depression, quality of life, PLWHA Correspondence: Astika Rasyiid. Diploma III Midwifery of Tulungagung University, East Java.
LATAR BELAKANG Virus HIV merupakan penyebab penyakit yang sangat mematikan sepanjang sejarah peradaban manusia, penyakit ini dikenal dengan nama AIDS yang dapat menular dan mematikan World Health Organization (WHO) menyatakan HIV/ AIDS dan 32
Tubercolosis (TB) sebagai wabah paling mematikan dan merupakan penyakit infeksi yang menjadi persoalan kesehatan masyarakat global dan tersebar hampir di seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Masalah tersebut mencakup angka kejadian e-ISSN: 2549-1172 (online)
Rasyiid et al./People Living with HIV/AIDs
HIV/AIDS dan TB yang cenderung semakin meningkat dari tahun ke tahun dengan angka kematian yang tinggi. Selain peningkatan angka kematian, epidemi HIV/ AIDS saat ini telah melanda seluruh negara dan pada semua lapisan penduduk (Kusuma, 2011). Ketika individu dinyatakan terinfeksi HIV, sebagian besar menunjukkan perubahan karakter psikososial yaitu: hidup dalam stres, depresi, merasa kurangnya dukungan sosial, dan perubahan perilaku (Nasronudin, 2007). Data cases of HIV/AIDS in Indonesia reported thru' September 2014 sumber dari Directorate General CDC and EH Ministry of Health, Republic of Indonesia dilaporkan sejak pertama kali ditemukan di Indonesia yaitu dari tahun 1987 sampai dengan September 2014, HIV-AIDS tersebar di 381 (76%) dari 498 kabupaten/ kota di seluruh provinsi di Indonesia. Sampai dengan tahun 2005 jumlah kasus HIV yang dilaporkan sebanyak 859 dimana 112 diantaranya berakhir dengan kematian, dan tahun 2014 (22.869). Jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan September 2014 sebanyak 150,296 dan Jawa Timur menduduki urutan nomor 2 setelah DKI Jakarta (19.249). Sedangkan jumlah kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai dengan September 2014 sebanyak 55.799 orang. Jumlah AIDS terbanyak dilaporkan dari Papua (10.184), Jawa Timur (8.976), DKI Jakarta (7.477). Angka kematian (CFR) menurun dari 3.79% pada tahun 2012 menjadi 0.46% pada bulan September tahun 2014 (Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, 2014). Sedangkan menurut Dinkes Kabupaten Kediri pada tahun 2014 di Kediri tercatat sebanyak 615 penderita HIV/AIDS, 183 orang meninggal. Menurut Kusuma (2011) bahwa kualitas hidup ODHA dipengaruhi oleh karakteristik demografis. Berdasarkan surveilans kualitas hidup terkait kesehatan di Amerika e-ISSN: 2549-1172 (online)
Serikat dari tahun 1993-2002, didapatkan beberapa faktor yang menentukan kualitas hidup adalah jenis kelamin, umur, etnis atau ras, status pernikahan, pendidikan, penghasilan, status pekerjaan, asuransi kesehatan, serta faktor kesehatan. Selain itu terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pada pasien HIV yaitu infeksi, terapi antiretroviral, dukungan sosial, jumlah CD4, kepatuhan pengobatan, pekerjaan, gender, gejala, depresi dan dukungan keluarga (Disa et al., 2014). Menurut WHO kualitas hidup ODHA dipengaruhi oleh fisik, level ketergantungan ARV, lingkungan, dukungan sebaya dan spiritual. Dukungan sosial dapat membantu mengatasi masalah ODHA baik secara fisik atau psikologi. Oleh karena itu, peningkatan dukungan sosial perlu dilakukan baik dari individu pasien, keluarga, yayasan pemerhati ODHA, kelompok dukungan sebaya (KDS), dan juga pemerintah (Rozi, 2016). KDS adalah suatu kelompok di mana dua atau lebih orang yang terinfeksi atau terpengaruh langsung oleh HIV berkumpul dan saling mendukung. Anggota KDS adalah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan orang yang hidup dengan ODHA (OHIDHA), atau gabungan dari ODHA dan OHIDHA. Awalnya suatu kelompok dapat berupa gabungan ODHA dengan latar belakang yang berbeda dan adanya kebutuhan untuk membuat kelompok yang lebih spesifik, seperti kelompok khusus ODHA saja, atau dengan latar belakang tertentu (Waria, IDU, Perempuan, dan lainnya), atau gabungan ODHA dan OHIDHA (Mardhiati, dan Handayani, 2011). Pola dukungan KDS dimulai dengan pertemuan tertutup bagi ODHA untuk saling berbagi pengalaman, kekuatan dan harapan. Polapun berkembang dengan kegiatan belajar bersama hingga keterlibatan 33
Journal of Health Promotion and Behavior (2016), 1(1): 32-41
ODHA lebih luas dalam penyebaran informasi dan advokasi yang terkait HIV, hal ini juga membantu dalam Strategi Rencana Aksi Nasional (SRAN) 2010-2014 yang tujuannya meningkatan mutu hidup ODHA (Rozi, 2016). Peran dukungan sebaya antara lain: membantu ODHA dan OHIDHA agar tidak merasa sendiri dalam menghadapi masalah, menyediakan kesempatan untuk bertemu orang lain dan berteman, menolong menjadi lebih percaya diri dan merasa kuat, berfungsi sebagai wadah untuk melakukan kegiatan, mempertemukan orang dari berbagai latar belakang yang berbeda, serta menambah saling pengertian dan toleransi, saling membantu berbagai sumber daya, ide, dan informasi misalnya tentang pengobatan terbaru atau layanan dukungan setempat, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang keadaan yang dihadapi anggota kelompok dengan memberi wajah yang manusiawi pada ODHA, memberi suara yang lebih kuat untuk melakukan perubahan (advokasi) (Mardhiati dan Handayani, 2011). Dukungan sebaya juga memiliki peran dalam mengurangi dampak sosial ekonomi HIV dan AIDS pada ODHA dan keluarganya. Program mitigasi dampak diberikan kepada mereka yang kurang beruntung yang membutuhkan dukungan. Penyediaan kesempatan pendidikan, pelayanan kesehatan, gizi, dan akses pada bantuan ekonomi merupakan komponen utama program ini untuk orang terinfeksi HIV yang kurang beruntung dan yang terdampak AIDS, anak yatim, orang tua tunggal, dan janda, untuk mendapatkan akses dukungan peningkatan pendapatan, pelatihan keterampilan, dan program pendidikan peningkatan kualitas hidup. Hal ini dilakukan melalui kerja sama antara Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan Nasional, dan dukungan sebaya. Kriteria penentuan 34
kebutuhan mitigasi perlu dikembangkan untuk mengidentifikasi program yang tepat bagi mereka yang memerlukan (lingkup, dana, lama dan sasaran) (Mardhiati dan Handayani, 2011). Di Kota Kediri terdapat 2 KDS yang aktif dalam kegiatan yang direncanakan Dinas Kesehatan, KPA, yayasan pemerhati ODHA ataupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) salah satunya adalah KDS Friendship Plus Kota Kediri. Informasi yang didapat dari koordinator KDS tersebut mengatakan bahwa kualitas hidup ODHA yang ada sekarang tidak bisa dikatakan baik atau buruk, hal ini karena individu yang berbeda-beda dari segi fisik atau psikologis, dan latar belakang pekerjaan atau aktivitas, serta perbedaan waktu kapan masalah akan terjadi. Hal ini serupa dengan penelitian Oktavia (2012 dalam Rozi, 2016) yang menyatakan bahwa ada perbedaan kualitas hidup ODHA diantaranya pada domain fisik, kemandirian, sosial, lingkungan, spiritual, serta kepatuhan pada ARV. Dukungan sosial yang diterima KDS juga tidak begitu saja tersedia. Hal ini karena beberapa keterbatasan seperti alat komunikasi, tempat tinggal, alat transportasi dan sebagainya dari anggota ODHA. Karena itu pertemuan KDS ini minimal 1 (satu) bulan sekali untuk membahas masalah yang ada. Dari sinilah kepercayaan, solidaritas mereka tumbuh untuk mendukung sesama. Sesuai program kerja Pemerintah pusat, Dinas Kesehatan Kota Kediri menganggap adanya KDS ini sangat membantu dalam mengurangi angka penularan HIV/ AIDS selain dengan pengobatan ARV. Oleh karena itu, dukungan sosial harus diberikan dalam implementasi penatalaksanaan pengobatan pada pasien ODHA dengan harapan dapat membuat peningkatan kualitas hidup ODHA. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelie-ISSN: 2549-1172 (online)
Rasyiid et al./People Living with HIV/AIDs
tian guna mengetahui tentang “Pengaruh Kelompok Dukungan Sebaya Terhadap Depresi dan Quality of Life pada ODHA di Kota Kediri Tahun 2016”. SUBJEK DAN METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan crosssectional. Penelitian dilakukan di KDS Friendship Plus Kota Kediri selama 2 bulan pada bulan Mei-Juli 2016 sebanyak 60 orang subjek penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling. Kriteria inklusi: (1) Orang dengan HIV/ AIDS baik kelompok yang berisiko terjadi HIV/ AIDS seperti WPS, LSL, LBT, Waria maupun keluarga/ pasangan kelompok yang berisiko terjadi HIV/AIDS (2) Bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed consent (3) Sudah masuk kelompok KDS Friendship Plus Kota Kediri (4) Mengikuti kegiatan rutin yang akan diselenggarakan oleh panitia KDS Friendship Plus Kota Kediri pada bulan Juni 2016. Kriteria eksklusi meliputi: Orang dengan HIV/ AIDS yang belum masuk kelompok KDS Friendship Plus Kota Kediri. Pengolahan data menggunakan uji korelasi pearson product moment dan analisis multivariat dengan analisis regresi linier berganda. SUBJEK DAN METODE 1. Analisis univariat Karakteristik subjek penelitian di KDS Friendship Plus Kota Kediri, didapatkan hasil dari total 60 orang subjek penelitian bahwa sebagian besar berusia 20-35 tahun sebanyak 31 orang (51.7%), sebagian besar berjenis kelamin wanita sebanyak 33 orang (55%). Hampir seluruh dengan status perkawinan belum menikah atau janda atau e-ISSN: 2549-1172 (online)
duda sebanyak 47 orang (78.3%), sebagian besar berpendidikan tinggi (SMA dan perguruan tinggi) sebanyak 41 orang (68.3%), hampir setengah pegawai swasta sebanyak 17 orang (28.3%), sebagian besar responden memiliki pendapatan keluarga rendah (
12 bulan yaitu sebanyak 48 orang (80%), hampir seluruh dengan kriteria faktor risiko tinggi (WPS, LSL, LBT, Waria) sebanyak 50 orang (83.3%). Deskripsi KDS, depresi dan quality of life didapatkan hasil dari total 60 orang subjek penelitian bahwa sebagian besar responden mendapatkan KDS kuat yaitu sebanyak 37 orang (61.7%), hampir seluruh responden mengalami depresi berat yaitu sebanyak 45 orang (75%), sebagian besar responden dengan quality of life tinggi yaitu sebanyak 38 orang (63.3%). 2. Analisis Bivariat Tabel 1 Analisis bivariat korelasi Pearson Pengaruh KDS terhadap Depresi Variabel bebas r p KDS kuat Pendapatan keluarga (Rp/bulan) Pendidikan > SMA Lama sejak dinyatakan terinfeksi HIV oleh dokter (bulan) Umur (tahun)
-0.85
<0.001
-0.60
<0.001
-0.68
<0.001
-0.06
0.657
0.19
0.148
Bekerja
-0.16
0.226
Menikah
0.21
0.106
Perempuan
0.10
0.458
35
Journal of Health Promotion and Behavior (2016), 1(1): 32-41
Tabel 2 Analisis bivariat korelasi Pearson Pengaruh KDS terhadap Quality of Life Variabel bebas
r
p
KDS kuat
0.81
<0.001
Pendapatan keluarga (Rp/bulan)
0.62
<0.001
Pendidikan > SMA
0.83
<0.001
Lama sejak dinyatakan terinfeksi HIV oleh dokter (bulan)
0.25
0.056
Umur (tahun)
-0.20
0.123
Bekerja
0.21
0.110
Menikah
-0.18
0.172
Perempuan
-0.07
0.600
3. Analisis Multivariat Tabel 1 menunjukkan ada pengaruh KDS terhadap penurunan depresi ODHA dan secara statistik signifikan. ODHA dengan KDS yang kuat menurunkan depresi sebesar 0.60 unit lebih rendah daripada ODHA dengan KDS lemah (b=-0.60; CI 95% -0.82 s.d -0,38; p=<0.001). Ada pengaruh pendapatan keluarga ≥UMR terhadap penurunan depresi ODHA dan secara statistik signifikan. ODHA dengan pendapatan keluarga ≥UMR menu-
runkan depresi sebesar 8.68 unit lebih rendah daripada ODHA dengan pendapatan keluarga
Tabel 3. Hasil analisis regresi linier ganda Pengaruh KDS terhadap Quality of Life pada ODHA di KDS Friendship Plus Kota Kediri b CI 95% p Variabel independen Lower Upper Konstanta
9.33
-7.63
26.30
KDS kuat
0.32
0.09
0.53
0.005
Pendapatan keluarga (Rp/bulan)
1.36
0.01
0.01
<0.001
Pendidikan > SMA
20.84
14.75
26.93
<0.001
Lama sejak dinyatakan terinfeksi HIV oleh dokter (bulan)
-0.01
-0.08
0.08
0.980
Umur (tahun)
-0.02
-0.30
0.26
0.873
Bekerja
0.57
-0.56
1.63
0.278
Menikah
0.23
-4.12
4.56
0.916
Perempuan N observasi= 60 Adjusted R2= 92.3% p <0.001
-0.49
-3.38
2.39
0.732
36
0.275
e-ISSN: 2549-1172 (online)
Rasyiid et al./People Living with HIV/AIDs
yang tidak bekerja (b=0.02; CI 95% -1.08 s.d 1.04; p=0.971) Ada pengaruh ODHA yang sudah menikah terhadap peningkatan depresi dan secara statistik tidak signifikan. ODHA yang menikah meningkatkan depresi sebesar 1.45 unit lebih tinggi daripada ODHA yang tidak/belum menikah (b= 1.45; CI 95% -2.96 s.d 5.85; p=0.513). Ada pengaruh ODHA perempuan terhadap peningkatan depresi dan secara statistik tidak signifikan. ODHA perempuan meningkatkan depresi sebesar 0.30 unit lebih tinggi daripada ODHA laki-laki (b= 0.30; CI 95% -2.63 s.d 3.23; p=0.836). Adjusted R2= 88.8% mengandung arti bahwa secara bersama-sama variabel bebas di dalam model regresi linear ini mampu menjelaskan atau memprediksi variasi depresi dan menurunkan depresi sebesar 88.8%, sedangkan 11.2% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak ada dalam model regresi linear. Nilai p<0.001 dapat disimpulkan bahwa model regresi linear yang diestimasi layak digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel independen dengan variabel dependen Tabel 3 menunjukkan ada pengaruh KDS terhadap peningkatann quality of life pada ODHA dan secara statistik signifikan. ODHA dengan KDS yang kuat meningkatkan quality of life sebesar 0.32 unit lebih tinggi daripada ODHA dengan KDS lemah (b=0.32; CI 95%= 0.09-0.53; p=0.005). Ada pengaruh pendapatan keluarga ≥UMR terhadap peningkatan quality of life pada ODHA dan secara statistik signifikan. ODHA dengan pendapatan keluarga ≥UMR meningkatkan quality of life sebesar 1.36 unit lebih tinggi daripada ODHA dengan pendapatan keluarga
ODHA dan secara statistik signifikan. ODHA dengan pendidikan ≥SMA meningkatkan quality of life sebesar 20.84 unit lebih tinggi daripada ODHA dengan pendidikan <SMA (b=20.84; CI 95% 14.7526.93; p=<0.001). Ada pengaruh lama terinfeksi HIV terhadap peningkatan quality of life pada ODHA tetapi secara statistik tidak signifikan. Setiap peningkatan 1 bulan lama terinfeksi HIV meningkatkan quality of life sebesar 0.01 unit (b= 0.01; CI 95% -0.08 s.d 0.08; p=0.980). Ada pengaruh umur terhadap penurunan quality of life pada ODHA dan secara statistik tidak signifikan. Setiap peningkatan 1 tahun umur menurunkan quality of life sebesar 0.02 unit (b= -0.02; CI 95% 0.30 s.d 0.26; p=0.873). Ada pengaruh ODHA yang bekerja terhadap peningkatan quality of life pada ODHA dan secara statistik tidak signifikan. ODHA yang bekerja meningkatkan quality of life sebesar 0.57 unit lebih rendah daripada ODHA yang tidak bekerja (b= 0.57; CI 95% -0.56 s.d 1.63; p=0.278). Ada pengaruh ODHA yang sudah menikah terhadap peningkatan quality of life dan secara statistik tidak signifikan. ODHA yang menikah meningkatkan quality of life sebesar 0.23 unit lebih tinggi daripada ODHA yang tidak/belum menikah (b= 0.23; CI 95% -4.12 s.d 4.56; p=0.916). Ada pengaruh ODHA perempuan terhadap penurunan quality of life dan secara statistik tidak signifikan. ODHA perempuan menurunkan quality of life sebesar 0.49 unit lebih rendah daripada ODHA laki-laki (b= -0.49; CI 95% -3.38 s.d 2.39; p=0.732). Adjusted R2= 92.3% mengandung arti bahwa secara bersama-sama variabel bebas di dalam model regresi linear ini mampu menjelaskan atau memprediksi variasi quality of life dan meningkatkan quality of life 37
Journal of Health Promotion and Behavior (2016), 1(1): 32-41
sebesar 92.3%. Nilai p<0.001 untuk keseluruhan model mengandung arti, pengaruh keseluruhan variabel bebas dengan quality of life secara statistik signifikan. PEMBAHASAN 1. Pengaruh KDS Terhadap Depresi pada ODHA KDS adalah suatu kelompok dua atau lebih orang yang terinfeksi atau terpengaruh langsung oleh HIV berkumpul dan saling mendukung. Anggota KDS adalah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan orang yang hidup dengan ODHA (OHIDHA), atau gabungan dari ODHA dan OHIDHA. Awalnya berupa gabungan ODHA dengan latar belakang berbeda dan adanya kebutuhan untuk membuat kelompok yang lebih spesifik, seperti kelompok khusus ODHA saja, atau dengan latar belakang tertentu (Waria, IDU, Perempuan, dan lain-lain), atau gabungan ODHA dan OHIDHA. KP berperan mengoordinasi, mengakomodasi, aspirasi dan kebutuhan dari KDS yang dilayani, menumbuhkan kesadaran kritis, mengayomi, dan membimbing KDS dengan menjunjung nilai kesetaraan serta sebagai pelaku advokasi dengan melibatkan KDS dalam proses. Fungsi KP untuk mencegah / mengantisipasi terjadinya konflik antar KDS, memberikan dukungan kepada KDS, memberikan kesempatan kepada KDS untuk dapat tumbuh bersama secara sehat, memastikan pemakaian dana yang diberikan KP untuk digunakan semestinya, dan menjadi wadah dan saluran informasi untuk semua KDS yang dilayani (Mardhiati dan Handayani, 2011). KDS ini satu-satunya saluran untuk dapat menyalurkan isi hati, curahan emosional dan beban psikologis yang selama ini tidak dapat dilaksanakan atau diungkapkan oleh penderita kepada siapapun termasuk anggota keluarganya. Di Kota Kediri dan 38
sekitarnya kondisi penderita HIV/AIDS menyadari betul bahwa kelompok ini memiliki nasib yang sama, sama-sama menghadapi resiko kesakitan dan kematian yang sama, dan sama-sama tahu kalau samasama menderita HIV/AIDS, maka jika kelompok ini tidak saling memberikan dukungan, yang terjadi adalah penderita merasa tidak ada tempat lain yang dapat digunakan untuk meluapkan emosionalnya, tidak ada tempat untuk meminta dukungan dari penyakitnya, tidak ada lagi yang diharapkan mampu memberikan bantuan moril dan berbagai perasaan psikologis lainnya. Penelitian Yuniar (2013) bahwa KDS merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi kepatuhan terapi ARV. Sedangkan Alfiyyatur (2012 dalam Yuswanto et al., 2014) menyimpulkan KDS mempunyai tugas memberikan motivasi dan mendampingi ODHA. Tugas buddy atau KDS sebagai pendamping penderita ODHA adalah memberitahukan secara mendalam mengenai penyakit HIV/ AIDS (Mardhiati dan Handayani, 2011). Dukungan sebaya sangat dibutuhkan sekali, sehingga ODHA akan mampu menurunkan depresinya. Dalam hal ini peran dari dukungan sebaya adalah untuk mencapai mutu hidup yang lebih baik bagi ODHA dan OHIDHA. Secara teknis dilaksanakan dengan membantu ODHA dan OHIDHA agar tidak merasa sendiri dalam menghadapi masalahnya, menyediakan kesempatan untuk bertemu orang lain dan berteman, menolong menjadi lebih percaya diri dan merasa kuat, berfungsi sebagai wadah untuk melakukan kegiatan, mempertemukan orang dari berbagai latar belakang yang berbeda, serta menambah saling pengertian dan toleransi, saling membantu berbagi sumber daya, ide, dan informasi, misalnya tentang pengobatan terbaru
e-ISSN: 2549-1172 (online)
Rasyiid et al./People Living with HIV/AIDs
atau layanan dukungan setempat dan lainnya. Sebaliknya jika kelompok ini mampu menjalankan fungsinya dengan baik maka penderita merasa masih ada orang yang peduli dengan dirinya, masih ada harapan sebagai tempat mencurahkan isi hati dan perasaan, masih ada harapan yang akan memberikan bantuan dan perhatian. Manusia memiliki sisi psikologis dan fisiologis. Kebutuhan psikologis ini yang sangat utama bagi penderita HIV/ AIDS. Jika dukungan sebaya tidak berfungsi dengan baik maka penderita merasa sudah tidak ada harapan lagi, maka akan semakin menambah beban psikologisnya sehingga memicu timbulnya perasaan depresi. Hasil penelitian Pardita dan Sudibia (2014) ini berbanding terbalik dengan konsep mengenai dampak ekonomi bagi penderita HIV/ AIDS yang menyatakan bahwa epidemi HIV/ AIDS akan menimbulkan biaya tinggi, baik pada pihak penderita maupun pihak rumah sakit. Hal ini dikarenakan obat penyembuh yang belum ditemukan, sehingga biaya harus terus dikeluarkan hanya untuk perawatan dan memperpanjang usia penderita. Orang-orang yang terjangkit HIV/ AIDS akan mengalami perubahan keuangan akibat penyakitnya. Dana yang diperlukan untuk keperluan pengobatan dan perawatan semakin lama semakin besar, sementara penghasilan menetap atau bahkan mungkin semakin menurun. Kemungkinan besar akhirnya akan mengalami kesulitan untuk memperoleh dana. Perubahan ini dapat terjadi karena kehilangan mata pencaharian, habisnya tabungan, hilangnya sumber-sumber bantuan keluarga, dan lainlain, maka dari itu penelitian harus terus menerus dilakukan dan biaya lainnya sangat dibutuhkan seperti biaya untuk upayaupaya pencegahan. Mengalami perubahan secara signifikan karena dalam penelitian Pardita dan Sudibia (2014) responden pene-ISSN: 2549-1172 (online)
derita HIV AIDS menyatakan bahwa obat yang dikonsumsi membuat mereka bisa mengembalikan kondisi fisik menjadi normal kembali sehingga mereka bisa bekerja secara rutin untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Disamping itu, obat yang diberikan kepada penderita HIV AIDS oleh pemerintah dan bantuan asing adalah obat gratis, sehingga penderita HIV AIDS tidak perlu mengeluarkan biaya untuk memebeli obat ini. Hal ini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dan perhatian pemerintah beserta donator asing terhadap penderita HIV AIDS. American Psychological Assosiation (2005) pada Trilistya (2006) bahwa tingkat pendidikan berhubungan dengan depresi, yaitu gangguan depresi lebih sering terjadi pada orang yang berpendidikan rendah. Sedangkan pada penelitian ini depresi terjadi pada ODHA yang berpendidikan tinggi yaitu >SMA. Terinfeksi HIV AIDS merupakan jenis stresor berat bagi ODHA ditambah penyakit ini menyebabkan kematian maka jumlah stresor berat yang dialami lebih besar. Dengan beratnya stresor tersebut, maka setiap orang, tanpa memandang tingkat pendidikannya dapat mengalami depresi. Depresi yang terjadi dapat hilang dengan sendirinya atau memerlukan pengobatan tergantung pada individu masing-masing. 2. Pengaruh Kelompok Dukungan Sebaya Terhadap Quality of Life pada ODHA Hasil Yuswanto et al. (2014) bahwa KDS sangat berperan baik terhadap kualitas hidup ODHA. Peran KDS sangat membantu ODHA dalam menjalani perawatan dan pengobatan baik pada rawat jalan maupun rawat inap. Pada rawat jalan atau pengobatan di rumah, peran KDS dalam hal ini adalah memantau pemberian obat dan makanan, mengantar pada waktu pengobatan 39
Journal of Health Promotion and Behavior (2016), 1(1): 32-41
serta memberikan dukungan mental juga spiritual. Selain itu juga memberikan motivasi kepada ODHA untuk selalu berjuang melawan penyakitnya dan mengajak untuk melakukan kegiatan fisik yang dapat dilakukan sesuai kemampuannya. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Worthington dan Krentz (2005 dalam Kusuma, 2011) dimana status sosial ekonomi (penghasilan) merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi quality of life. Selain itu, hasil ini senada pula dengan penelitian Wig et al. (2006 dalam Kusuma, 2011) yang mendapatkan bahwa pendapatan/ penghasilan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi quality of life pasien HIV/AIDS. Pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh Nazir (2006 dalam Kusuma, 2011) juga mengungkapkan bahwa penduduk dengan penghasilan yang tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari mempunyai quality of life yang lebih buruk dibandingkan dengan penduduk dengan penghasilan yang mencukupi. ODHA yang mempunyai pendapatan keluarga yang mencukupi bukan hanya dapat menunjang untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari namun juga biaya pengobatan yang diperlukan terkait penyakit sehingga dapat menjaga derajat kesehatannya (Kusuma, 2011). Hal ini dapat mempengaruhi quality of life ODHA. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nirmal, et al. (2008 dalam Kusuma, 2011) dimana tingkat pendidikan merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi quality of life. Selain itu, hasil ini senada pula dengan penelitian Greeff, et al. (2009; Wig, et al., 2006 dalam Kusuma, 2011) yang mendapatkan bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi quality of life pasien HIV/AIDS. Pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh Nazir (2006; Lucas, et al.,2006; Afiyah, 2010 dalam Kusuma, 2011) juga mengungkapkan 40
bahwa individu dengan pendidikan rendah (di bawah SMA) memiliki quality of life yang kurang baik dibandingkan dengan individu yang berpendidikan tinggi. DAFTAR PUSTAKA Alfiyyatur R (2012). Peran Buddy Sebagai Pendamping ODHA. http://www. kom pas. com. Jakarta 2012. diakses 1302-2016. American Psychological Assosiation (200 5). What is Depression. http://www. apa.org/ppo/issues.htm. Depkes RI (2006). Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1987-2006. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Depkes RI. Disa NS, Parjo, Ariyani PD (2014). FaktorFaktor yangMempengaruhi Kualitas Hidup Penderita HIV yang Menjalani Rawat jalan di Care Support and Treatment (CST) Rumah Sakit Jiwa Daerah Sungai Bangkong Kota Pontianak. Universitas Tanjungpuran Pontianak. Kusuma H (2011). Hubungan Antara Depresi dan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS yang Menjalani Perawatan di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Depok: Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia. Mardhiati R, Handayani S (2011). Peran Dukungan Sebaya Terhadap Peningkatan Mutu Hidup ODHA Di Indonesia. Yayasan Spiritia bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, Ford Foundation, AusAID. http:// spiritia. or.id/diakses 14 Februari 2016. Nasronudin (2007). Penyakit Infeksi Di Indonesia Solusi Kini Dan Mendatang. Airlangga University Press, Surabaya. Pardita DPY, Sudibia IK (2014). Analisis Dampak Sosial, Ekonomi, dan Psikoe-ISSN: 2549-1172 (online)
Rasyiid et al./People Living with HIV/AIDs
logis Penderita Hiv Aids di Kota Denpasar Analisis Dampak Sosial, Ekonomi, dan Psikologis Penderita HIV AIDS Di Kota Denpasar. Jurnal Buletin Studi Ekonomi 19 (2): 193-199. Rozi RF (2014). Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup ODHA pada Kelompok Dukungan Sebaya Solo Plus di Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Salzer M (2002). Consumer-delivered services as a best practice in mental health
e-ISSN: 2549-1172 (online)
care and the development of practice guidelines. Psychiatric Rehabilitation Skills 6: 355-382. Trilistya S (2006). Tingkat Depresi Korban Tanah Longsor di Banjarnegara. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Yuniar Y (2013). Terapi Eksternal dan Kepatuhan Mengonsumsi ARV pada Penderita HIV/AIDS. Buletin Penelitian Kesehatan 4(2): 72-83.
41