HIKMAH CERITA MUSA AS DAN KHIDIR AS (Studi Analisis Hubungan Guru dan Murid dalam Perspektif AlQur’an Surat Al-Kahfi Ayat 60-82)
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruaan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Disusun oleh: M. Masrur Fuad 08470120
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAAN UNIVERSITAS ISLAM SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2015
MOTTO
Artinya 1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1], 5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. QS Al-Alaq 1-5.1 [1] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.
1
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran Departemen Agama RI, Syaamil Al-Qur’an Terjemah Perkata, (Bandung: Sygma, 2008) hal, 597
V
VI
KATA PENGANTAR
˵Ϯό˵˴ϧϭ˴ ͉ ˶ Ϊ˴Ϥ ˴Ϩδ˶ ˵ϔϧ˸˴ Ε Ϧ Ύ έ˶ ϭ˸ή˵η Ϧ Ϋ ϩ δ˸ ˴ϧϭ˴ δ˸ ˴ϧϭ˴ ͉ϥ˶· ˸ϣ ˸ϣ ˵ ˴Ό ˸ή˵˶ϔϐ˸˴Θ ˸ό˴ ˸˴ϧ ͋ϴγ˴ ˵Ϫ˵Ϩϴ ˵ϩΪ˵Ϥ ˴ ϟ˸ ˶Ύ ˶ϭ˴ ˶ ˶ͿΎ ˶Θ ˶Ϳ ˸Τ ˶Α ˴Τ ْ َ َوأ.ُي ﻟَﮫ ْ ُﻀ ﱠﻞ ﻟَﮫُ َو َﻣﻦْ ﯾ َ ﻀ ِﻠ ْﻠﮫُ ﻓَﻼَ َھﺎ ِد ِ َﻣﻦْ ﯾَ ْﮭ ِﺪ ِه ﷲُ ﻓَﻼَ ُﻣ،أَ ْﻋ َﻤﺎﻟِﻨَﺎ ُﺷ َﮭ ُﺪ أَنْ ﻻَ إِﻟَﮫَ إِﻻﱠ ﷲ ْ َﺷ ِﺮ ْﯾ َﻚ ﻟَﮫُ َوأ .ُﺳ ْﻮﻟُﮫ َ ََو ْﺣ َﺪهُ ﻻ ُ ﺷ َﮭ ُﺪ أَنﱠ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ًﺪا َﻋ ْﺒ ُﺪهُ َو َر Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpakhan rahmat, nikmat iman, islam dan kesehatan. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkepada junjugan kita Nabi agung Muhammad SAW yang kita tunggu syafaatnya di hari akhir, dan menuntun manusia dari jalan yang gelap menuju jalan yang terang, dan bahagia dunia dan akhirat. Penyusun skripsi ini merupakan kajian tentang Hikmah Cerita Musa dan Khidir (Studi Analilis Hubungan Guru dan Murid dalam Perspektif Al-Qur’an surat Al-kahfi Ayat 60-82). Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan sekripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penyusun mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dekan fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan kalijaga Yogyakarta bapak, Dr. H. Tasman, MA. 2. Ketua Jurusan bapak Dr. Subiyantoro, M.Ag dan sekertaris Jurusan bapak Zaenal Arifin M.Si, Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 3. Ibu Sri Purnami S.PSI. selaku penasehat akademik yang senang hati telah memberikan masukan guna terselesaikannya perkuliah penulis dengan baik. 4. Bapak Dr. Ahmad Arifi, M.Ag selaku pembimbing sekripsi yang rela meluangkan waktu dan tenaganya untuk mengoreksi, memberikan bimbingan dan arahan, masukan serta nasehat kepada penulis guna terselesaikan sekripsi ini. 5. Bapak Drs. H. Magun Budianto, M.S.I sebagai penguji I, dan Bapak Muhammad Qowim, S.Ag, M.Pd selaku penguji II, saya hanya bisa berterimakasih atas waktu yang diluangkan untuk menguji skripsi saya dan mebantu untuk memberi masukan dan bimbingan. 6. Seluruh dosen dan karyawan prodi Kependidikan Islam dan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 7. Abah dan ibu serta adikku yang sangat aku cintai yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, kesabaran serta dorongan moral dan material yang tiada hentinya kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini. 8. Dan untuk istri ku tercinta serata anakku tersayang “ M. Yazdan Waziful Khalil” yang selalu menemani penulis dikala susah dan senang dan memberi motifasi dukuangan dan semangat setiap harinya.
VII
9. Tak lupa kepada teman temanku Pasca, Niam, Agus, Pardi, Ari, dan sahabat yang tidak bisa aku sebutkan satu-satu namanya kalian motivasiku. 10. Keluarga besar IKAMMAM JOGJA, KPMRT JOGJA yang selalu memberikan ispirasi untuk terus berjuang dalam susah maupun senang. 11. Keluarga Fudsal Tarbiah dan teman-teman yang selalu memotifasi untuk melanjutkan kejenjang berikutnya. Semoga penulis bisa melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi, Amin 12. Dan semua pihak yang ikut berjasa dalam menyusun skripsi ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Semoga amal baik yang telah kalian berikan dapat diterima di sisi Allah SWT dan di catat sebagai amal ibadah. Amin Akirnya hanya kepada Allah SWT penulis berharap dan berdoa semoga skripsi ini dapat memberikan banyak manfaat bagi pembaca dan pecinta ilmu, serta dapat memberikan sumbangan bagi khazanah ilmu pengetahuan serta jadi amalan bagi penulias bada khususnya, dan bagi pembaca dan pengamalnya pada umumnya. Amin Yogyakarta, 03 Juni 2015 Penyusun
M. Masrur Fuad NIM. 08470120
VIII
ABSTRAK M. Masrur Fuad, Hikmah Cerita Musa AS dan Khidir AS (Studi Analilis Hubungan Guru dan Murid dalam Perspektif Al-Qur’an surat Al-kahfi Ayat 6082). Skripsi. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015. Penelitian ini berdasarkan fenomena bahwa Sebagaimana diketahui bahwa nilai etika pada zaman sekarang sudah makin tidak dipedulikan. Ada kecenderungan seorang murid tidak menghargai gurunya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum. Barangkali pengaruh kebudayaan luar yang hedonis tersebut menjadi penyebab semuanya. Sehingga tujuan penelitian ini adalah : (1). Mengetahui tentang hubungan guru murid saat ini; (2). Mengetahui hubungan guru murid dalam surat Al-Kahfi ayat 60 sampai 82; (3). Mengetahui hikmah hubungan guru murid dalam surat Al-Kahfi ayat 60 sampai 82 dan implementasi dalam Pendidikan Islam. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau bisa dikatakan library Research dengan pendekatan deskriptif-analisis. Metode yang digunakan adalah tafsir tahlili hasil penelitian merupakan sudut pandang dari penafsiran atau paradigma yang dianut penafsir mengenai surat Al-Kahfi ayat 60-82. Dalam proses menganalisa dan membahas penelitian ini dengan mengumpulkan bahan referensi yang ada kaitannya dengan judul. Hasil penelitian ini adalah: (1) hubungan guru dan murid: (a) hubungan guru dan murid yang berdasar relasi bapak dan anak (b) hubungan guru-murid yang mendasarkan pada relasi dokter dan pasien; (2) hubungan guru dan murid menurut surat Al-Kahfi ayat 60-82: (a) guru adalah sahabat bagi muridnya (b) mendasarkan pada sifat saling pengertian; (3) hikmah hubungan guru-murid dalam surat al-kahfi ayat 60-82: (a) teguran Allah kepada Musa AS memperingatkan kepada orang yang ber ilmu untuk tidak sombong. (b) Musa AS membulatkan tekan mencari hamba Khidir AS, dan menentukan tujuan, niat yang kuat dan bekal secukupnya (c) kode etik permohonan menjadi murid, untuk menunjukan keseriusan murid menuntut ilmu. merasa bodoh di hadapan guru, untuk menghormati guru (d) sifat tawadhuk, merendah di hadapan guru supaya diberi sebagian dari ilmu guru (e) tidak berfikir untuk mengungguli ilmu gurunya, untuk menjaga ke tawadhuan murid (f) guru melahkukan tes minat bakat murid, untuk mengetahui potensi murid (g) murid harus sabar menghadapi ujian dari gurunya, karna kesabaran akan menentukan keberhasialan dalam menuntut ilmu (h) guru melahkukan kontrak belajar, agar bisa dijadikan hukum dalam proses mengajar (i) guru memperingatkan murid yang salah sesuai kesalahannya (j) cepat memintak maaf, ketika seorang murid bersalah harus cepat memintak maaf pada gurunya dengan memperlihatkan kesungguhanya dalam bertobat (k) melubangi perahu, seharusnya seorang guru berusaha mengajarkan kepada murid-muridnya mengenai bagaimana caranya membantu orang-orang lemah (l) pembunuhan anak yatim, seorang guru harus bisa membunuh karakter buruk muridnya (m) Pembangunan dinding, memberikan kesan bahwa seorang guru hendaknya ikhlas dalam perjuangannya, sehingga ia dapat berbuat adil terhadap muridnya, apapun kedudukan sosialnya.
IX
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................ HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ............................. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................... HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. HALAMAN MOTTO .............................................................................. HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................. HALAMAN KATA PENGANTAR ........................................................ HALAMAN ABSTRAK .......................................................................... HALAMAN DAFTAR ISI .......................................................................
BAB I
I II III IV V VI VII IX X
: PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F. G.
BAB II
Latar Belakang Masalah........................................................... Rumusan Masalah ................................................................... Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... Tinjauan Pustaka ..................................................................... Landasan Teori ........................................................................ Metode Penelitian .................................................................... Sitematika Pembahasan ...........................................................
1 11 12 13 17 29 32
: GURU DAN MURID DALAM PENDIDIKAN
A. Tugas dan Tanggung Jawab Guru............................................ 33 B. Hak dan Kewajiban Murid ...................................................... 42 C. Hubungan Guru dan Murid ..................................................... 51 BAB III : SEPUTAR PENAFSIRAN SURAT AL-KAHFI AYAT 60-82 A. Al-Qur’an Surat Al-kahfi ayat 60-82 ...................................... 1. Pengertian Secara Umum .................................................... 2. Munasabah .......................................................................... B. Asbabun Nuzul ........................................................................ C. Seputar Penafsiran Surat Al-kahfi ayat 60-82 ......................... 1. Episode I (60-64) Perjalanan Musa AS dengan ditemani Yusa’ bin Nuh Untuk mencari khidir AS ............................ 2. Episode II (65-70) Pertemuan Pertama antara Musa AS dengan Khidir AS ............................................................... 3. Episode III (71-77) Perjalanan Musa AS dan Khidir AS .... 4. Episode IV (78-82) Perpisahan Antara Musa AS dan Khidir AS............................................................................
X
65 69 71 76 77 77 83 94 101
BAB IV
: HIKMAH HUBUNGAN GURU DAN MURID DALAM SURAT AL-KAHFI AYAT 60-82 DAN IMPLEMENTASINYA DALAM DUNIA PENDIDIKAN ISLAM
A. Hubungan Guru dan Murid dalam Surat Al-Kahfi ayat 60-82. 110 B. Hikmah Hubungan Guru dan Murid dalam surah Al-Kahfi ayat 6082 dan Iplementasinya dalam Pendidikan Islam...................... 119 BAB V A. B. C.
: PENUTUP Kesimpulan .............................................................................. 131 Saran ........................................................................................ 134 Penutup .................................................................................... 134
XI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Islam sebagaimana diketahui adalah pendidikan yang dalam pelaksanaannya berdasar pada ajaran Islam. Karena ajaran islam berdasar AlQuran, Al-Sunnah, pendapat ulama serta warisan sejarah, maka pendidikan Islam pun berdasarkan pada Al-Quran, Al-Sunnah, pendapat ulama serta warisan sejarah tersebut.1 Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan memegang peranan yang menentukan terhadap eksistensi dan perkembangan masyarakatnya. Pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu merupakan konsepsi pendidikan yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis atau wawasan yang bersumber dari kitab suci Al-Quran atau hadis, baik dilihat dari segi sistem, proses dan produk yang diharapkan maupun dari segi tugas pokoknya untuk membudayakan manusia agar bahagia dan sejahtera.2 Abdul Rachman Saleh menulis perkataan Athiyah Al-Abrasyi dalam bukunya Pendidikan Agama dan Keagamaan, memberikan defenisi Pendidikan Islam adalah usaha sadar untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan segala potensi yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepadanya agar
1
Abuddin Nata, Pendidikan dalam Pespektif Al-Quran, (Jakarta: UIN Jakarta Press, cet 1, 2005) hal. 15. 2 Ibid, hal 4
1
2
mampu mengemban amanah dan tanggung jawab sebagai khalifah Allah SWT di bumi.3 Dalam tahap selanjutnya terjadi polarisasi pemikiran dan keilmuan antara yang Islami (Qur’ani) dan yang sekular (tidak Qur’ani). Seperti di tuturkan oleh Noerhadi Djamal, hal ini di sebabkan oleh adanya berbagai anggapan mengenai dikotomi ilmu agama dan ilmu umum. Namun demikian sebab yang barangkali lebih dahulu adalah pengaruh arus besar pemikiran barat yang sekular yang melanda dunia Islam dan pemikir muslim di hampir semua bagian dunia Islam.4 Kita bisa melihat budaya barat yang memiliki kecenderungan bebas nilai. yang begitu mengabaikan sisi etika. Padahal posisi etika sebenarnya sangat penting, khususnya dalam dunia pendidikan. Contoh kongkritnya adalah etika hubungan guru dan murid yang dalam pendidikan Islam klasik mendapat porsi yang cukup besar. Sebagaimana diketahui bahwa nilai etika pada zaman sekarang sudah makin tidak dipedulikan. Ada kecenderungan seorang murid tidak menghargai gurunya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum. Barangkali pengaruh kebudayaan luar yang hedonis tersebut menjadi penyebab semuanya. Sehingga pada akhirnya manusia menjadi pemuja kenikmatan yang mengakibatkan mereka semaunya sendiri dalam bertindak asalkan dirinya puas. Kaitannya dengan hal ini bahwa hubungan guru dengan siswa atau anak didik dalam proses belajar mengajar
3
Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, (PT Gemawindu Pancaperkasa, 2000) cet 1 h 2. 4 Ahamad Tafsir, Epistemologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Jati, 1995) hal.27
3
adalah merupakan faktor yang sangat menentukan dan ikut mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan, dan sempurnanya metode yang dipergunakan, namun jika hubungan guru murid tidak harmonis maka dapat menciptakan suatu keluaran yang tidak di inginkan.5 Akan tetapi sebagaimana dikemukakan di atas dalam sejarahnya hubungan guru murid dalam islam ternyata sedikit demi sedikit mulai berubah, nilai-nilai ekonomi sedikit demi sedikit mulai masuk, yang terjadi sekarang adalah : a. Kedudukan guru dalam Islam semakin merosot. b. Hubungan guru murid semakin kurang bernilai kelangitan, atau penghormatan murid terhadap guru semakin menurun. c. Harga karya mengajar semakin menurun.6 Menurut Achmadi dalam bukunya Islam sebagai paradigma ilmu pendidikan mengtakan bahwa pijakan awal berkenaan dengan pendidikan Islam adalah bahwa faktor yang secara eksplisit membedakan ilmu pendidikan Islam dengan ilmu-ilmu lainnya ialah faktor nilai.7 Pendidikan islam sebagai tawaran alternatif tidak cukup memadai. Karena konsepnya masih tercampur dengan gelombang besar pemikiran pendidikan sekaligus budaya dari barat yang telah mapan dan mengakar.
5
Sardiman AM, Interaksi dan Motifasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1988)
hal.144 6
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1994), hal. 77 7 Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media 1992), hal. 7
4
Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, ditulis dengan bahasa arab, ditransfer secara berkesinambungan (tawatur). Membacanya dinilai ibadah, diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas. Ia merupakan bukti kebenaran risalah Nabi Muhammad SAW, sekaligus menjadi petunjuk bagi umat manusia, memiliki berbagai keistimewaan, antara lain susunan bahasanya yang unik, mengandung makna-makna yang dapat difahami bahasanya.8 Semakin jauh manusia meneliti ilmu-ilmu yang terkandung dalam AlQur’an semakin kelihatan bahwa kemampuan manusia sangatlah terbatas dan semakin sadar bahwa ketidaktahuannya mengenai rahasia-rahasia keagungan ayatayat Allah SWT. Masing-masing orang dapat memahami Al-Qur’an sesuai dengan kapabilitas-kapasitas dan ilmu pengetahuannya. Tidak dapat dipungkiri, bahwa Al-Qur’an merupakan susunan bahasa yang tidak terlepas dari kaidah gramatikal bahasa verbal-konvensional, akan tetapi AlQur’an mempunyai kelebihan gaya bahasa yang bervariasi dan mengandung daya i’jaz. Diantara gaya bahasa Al-Qur’an itu adalah menyampaikan pesan ilahiah dengan kisah. Hal ini di tegaskan oleh Mahmud Zahran bahwa Al-Qur’an yang berisi 114 surat itu mengandung masalah-masalah aqidah, ibadah, mu’amalah dan kisah. Cerita
atau
kisah
adalah
salah
satu
metode
Al-Qur’an
untuk
menyampaikan berbagai ide, berbagai aktifitas kelakuan pola manusia dalam masyarakat dan konsekwensi-konsekwensi perbuatan baik dan buruk kepada
8
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 2002), Hal. 75.
5
manusia agar berpikir. Kisah mempunyai spesifikasi lebih leluasa untuk mengutarakan gagasan-gagasan, ide-ide dan pesan dengan tidak memberatkan pembaca sehingga tidak merasa jemu dan bosan.9 Kisah-kisah Al-Qur’an istimewa karena tujuannya yang luhur, maksud yang mulia dan target yang tinggi. Kisah Al-Qur’an mencakup pembahasan tentang akhlak yang dapat mensucikan jiwa, memperindah akhlak, menyebarkan hikmah dan keluhuran budi, juga mencakup metode pengajaran dan pendidikan yang bervariasi. Kisah dalam Al-Qur’an mengambil bentuk yang bermacammacam, dialog, hikmah dan ungkapan atau menakut-nakuti dan peringatan, sebagaimana terkandung dalam sebagian besar sejarah rasul-rasul serta kaumnya, bangsa-bangsa dan para penguasanya, kisah kaum yang mendapat petunjuk dan kisah yang sesat. Hal tersebut menjadi contoh dan mendorong manusia untuk mengagungkan dan merenungkannya.10 Semua kisah ini diceritakan dengan perkataan yang jelas, uslub yang kokoh, lafadz yang indah dan penuh daya pikat untuk menunjukkan kepada manusia menuju akhlak yang mulia, iman yang benar dan ilmu yang bermanfaat. Kisah tersebut dikemas dalam penjelasan yang paling baik, metode yang paling lurus, sehingga menjadi contoh teladan serta menjadi salah satu metode pengajaran dan menjadi lentera bagi jalan hidup manusia.11
9
Muslim Ahmadi, “Simbolisme Kisah Al-Qur’an Al-Karim: Studi Penafsiran Simbolis Kisah Nabi Sulaiman dalam Al-Qur’an”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2001, Hal. 7. 10 Muhammad A. Khalafullah, Al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah, terjemah. Zuhairi Misrawi dan Anis Maf tukhin ( Jakarta: Paramadina, 2002), Hal. 159. 11 Jad al-Maula, Qasas Al-Qur’an ( Beirut: Dar al-Jail, 1998), Hal. 3.
6
Selain itu, Al-Qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan dan landasan hidup muslim sepanjang zaman. Maka dalam menginterpretasikan Al-Qur’an tidak boleh terbatasi oleh zaman tertentu, budaya tertentu dan latar belakang tertentu. Al-Qur’an merupakan mu’jizat yang elastis. Elastisitas Al-Qur’an ini juga didukung oleh kisah yang menuntut untuk dikaji apa yang ada dibalik kisah itu. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat Yusuf ayat 111
Artinya: “ Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelASkan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman” QS. Yusuf [18] ayat 111 Untuk itulah maka diperlukan kemampuan mengakomodir konsep-konsep tersebut dalam kerangka perbandingan dan menjadikannya sebagai pintu gerbang untuk memasuki konsep pendidikan yang murni Qur’ani. Oleh karena itu sudah saatnya kita kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW sebagai top reference dalam kita bertindak. Pada dasarnya Al-Qur’an adalah petunjuk bagi semua orang atau hudan lin nas dan petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa atau hudan lil muttaqin. AlQur’an bukanlah kitab undang-undang dan lebih lagi bukan buku sains dan tehnologi.12
12
A. Qodri A. Azizy, Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial (Mendidik Anak Sukses Masa Depan : Pandai dan Bermanfaat), (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), hal 89
7
Namun demikian ia mengandung konsep-konsep tata aturan yang masih terus relevan sepanjang zaman. Berpijak dari sini penulis ingin menggali konsep hubungan guru murid yang murni dari Al-Qur’an. Dalam hal ini adalah surat AlKahfi ayat 60 sampai 82. Dalam surat ini diceritakan dengan jelas proses pencarian ilmu Musa AS yang berguru pada Khidir AS. Dimana dalam berguru Musa AS harus memenuhi beberapa syarat yang diajukan oleh Khidir AS sebagai sebuah konsekwensi proses belajar mengajar. Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 60 sampai 82 yang dimaksud adalah sebagai berikut:
8
Yang artinya 60. Dan (ingatlah) ketika Musa AS berkata kepada muridnya13: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke Pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun". 61. Maka tatkala mereka sampai ke Pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. 62. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa AS kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini". 63. Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali". 64. Musa AS berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. 65. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami14. 66. Musa AS berkata kepada Khidir AS : "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" 67. Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku. 68. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" 69. Musa AS berkata: "Insya’Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun". 70. Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, Maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu". 71. Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir AS melobanginya. Musa AS berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu Itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu 13
Menurut ahli tafsir, murid Nabi Musa AS itu ialah Yusya 'bin Nun. Menurut ahli tafsir hamba di sini ialah Khidir AS, dan yang dimaksud dengan rahmat di sini ialah wahyu dan kenabian. sedang yang dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang yang ghaib seperti yang akan diterangkan dengan ayat-ayat berikut 14
9
kesalahan yang besar. 72. Dia (Khidir AS) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku". 73. Musa AS berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku". 74. Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, Maka Khidir AS membunuhnya. Musa AS berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena Dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar". 75. Khidir AS berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?" 76. Musa AS berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, Maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku". 77. Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, Maka Khidir AS menegakkan dinding itu. Musa AS berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu". 78. Khidir AS berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. 79. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. 80. Dan Adapun anak muda itu, Maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan Kami khawatir bahwa Dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. 81. Dan Kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). 82. Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang Ayahnya adalah seorang yang saleh, Maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya". QS Al-Kahfi ayat 60-82
Dari surat ini kita bisa mengambil beberapa pelajaran, khususnya yang menyangkut hubungan guru dan murid. Di satu sisi Musa AS sebagai murid memiliki kewajiban dan hak yang harus dipenuhi. Disisi lain Khidir AS sebagai seorang guru memiliki tanggung jawab penuh dalam menyampaikan ilmu kepada muridnya. Disinilah terjadi proses interaksi atau hubungan antara Musa AS dan
10
Khidir AS, yang nantinya akan dijadikan pijakan implementasi dalam dunia pendidikan Islam modern. Sebagimana disebutkan di atas bahwa di zaman yang makin berubah ini, nilai etika makin tersingkirkan. Banyak pelajar yang wataknya mulai bergeser menjauh dari watak yang seharusnya, yaitu penuh tawadhu dan sopan santun. Melalui surat Al-Kahfi ayat 60 sampai 82 seakan Allah SWT mengingatkan kembali pada kita tentang tata cara seorang pelajar dalam menuntut ilmu, dan juga tata cara seorang guru dalam menjalankan fungsinya sebagai pendidik. Atau dengan kata lain mengajarkan tentang hubungan guru murid yang baik. Yaitu sesuai dengan kisah Musa AS dan Khidir AS dalam proses belajar mengajar. Surat Al-Kahfi ayat 60 sampai 82 mengisyaratkan bagaimana seorang murid harus bersikap kepada gurunya. Dalam ayat ini digambarkan bagaimana Musa AS sebagai seorang murid berlaku amat tawadhu pada gurunya, Khidir AS, kendati dia termasuk orang yang pandai dan berilmu tinggi. Sampaisampai di saat Khidir AS mensyaratkan supaya dia jangan bertanya apapun, dia menurutinya, walaupun pada akhirnya musa melanggar perintah gurunya karena memang ilmunya yang belum setaraf dan juga daya kritisnya yang luar biasa. Pada hakekatnya memang harus diakui bahwa bagaimanapun, guru tetaplah lebih tahu dari sang murid sehingga ketika guru memerintahkan sesuatu pada murid, praktis seharusnya murid mentaatinya tanpa bantahan dan alasan. Karena pada akhirnya nanti murid akan tahu apa yang dikehendaki gurunya. Tentu saja disini harus berpijak pada kriteria guru yang sempurna.
11
Jika kita runut lebih jauh, tindakan Khidir AS yang memberikan syarat yang kelihatannya cukup ekstrim tersebut, sebetulnya mengandung banyak hikmah yang tinggi yaitu agar murid berfikir secara matang sebelum mengatakan sesuatu. Bukannya mengikuti ego dengan membanggakan ilmu yang dimiliki sehingga sampai mengabaikan perintah guru yang harus lebih diperhatikan. Ayat-ayat dalam surat Al-Kahfi ini juga mengandung pengertian tentang bagaimana idealnya seorang guru. Yaitu harus mumpuni dan menguasai dengan baik bidang keilmuannya, serta memiliki pengetahuan yang seluas mungkin. Hal ini dikarenakan betapa tingginya derajat seorang guru, ini dibuktikan dengan pemberian wewenang oleh Allah SWT untuk menyampaikan beberapa syarat kepada muridnya. Statemen ini megandung pengertian bahwa seorang guru haruslah profesional di bidangnya. Dan memiliki konsistensi yang tinggi terhadap ilmu dan cara dia bersikap. Lebih jauh lagi dialog-dialog antara Musa AS dan Khidir AS secara implisit memberitahukan pada kita tentang konsep-konsep diskusi yang baik. Musa AS kendati telah melanggar perintah Khidir AS, dia tidak serta merta di drop out dari pencarian ilmunya. Akan tetapi sebaliknya Khidir AS dengan bijaksana mempersilahkan Musa AS untuk terus mengikutinya sampai tiga kali pelanggaran yang dilakukan oleh Musa AS. Dari sini kita bisa mengamati, betapa indahnya hubungan antara Musa AS sebagai murid dan Khidir AS sang guru dalam surat Al-Kahfi ayat 60 sampai 82 ini. Kita bisa melihat Musa AS yang tawadhu kepada guru dan Khidir AS yang bijaksana dalam memberikan pelajaran.
12
Berdasarkan alasan-alasan di atas penulis beranggapan perlu kiranya diadakan penelitian terhadap surat Al-Kahfi ayat 60 sampai 82 tersebut. Oleh karena itu penulis mengajukan penelitian dengan judul “Hikmah Cerita Musa AS dan Khidir AS (Studi Analilis Hubungan Guru dan Murid dalam Perspektif Al-Qur’an surat Al-Kahfi Ayat 60-82”.
B. Rumusan masalah Dari latar belakang masalah sebagaimana yang penulis paparkan diatas, maka muncul permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimana hubungan guru dan murid dalam pendidikan ?
2.
Bagaimana hubungan guru dan murid dalam surat Al-Kahfi ayat 6082?
3.
Apa hikmah hubungan guru murid dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82 dan implementasi dalam Pendidikan Islam?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan yang ingin penulis capai dalam penelitian ini adalah: 1.
Mengetahui tentang hubungan guru murid saat ini.
2.
Mengetahui hubungan guru murid dalam surat Al-Kahfi ayat 60 sampai 82.
3.
Mengetahui hikmah hubungan guru murid dalam surat Al-Kahfi ayat 60 sampai 82 dan implementasi dalam Pendidikan Islam?
Sedangkan manfaat penelitian ini adalah:
13
1.
Hasil penelitian dapat memberikan sumbangan yang bernilai ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
2.
Penelitian ini dapat menghasilkan rumusan tentang hubungan guru murid dalam surat Al-Kahfi ayat 60 sampai 82.
3.
Secara pragmatis penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pendidikan terutama bagi guru dan murid. Sehingga diharapkan dapat menerapkan konsep tersebut pada diri masing-masing sesuai anjuran Al-Qur’an. Agar tercipta suasana yang kondusif dan menghasilkan sumber daya manusia yang berkepribadian luhur yang dijiwai keimanan dan ketakwaan. Sehingga nantinya akan tercipta kehidupan masyarakat aman, tenteram, dan damai dalam ridha-Nya.
D. Tinjauan Pustaka Sejauh pengetahuan penulis, dari beberapa literatur yang penulis baca terdapat beberapa skripsi dan penelitian tentang surat Al-Kahfi. Skripsi Istna Hidayatullah yang berjudul “ Kisah Musa dan Nabi Khidir dalam Al-Qur’an Surat Al-Kahfi : 66-82 ( Studi Kritis dengan Pendekatan Semiotika Roland Barthes )”. Sekripsi ini memfokuskan penelitian dari segi makna ideologi dari kisah Musa dan Khidir dalam surat Al-Kahfi 66-82. Makna tersebut merupakan makna konotif dari kisah tersebut. Kisah Musa AS dan Khidir AS merupakan representasi dari suatu karakter, gaya hidup bahkan epistimologi dari konteks masyarakat tertentu. Kisah ini seakan menggukuhkan fenomena dialektikal antara dua epistimologi ini yang berlangsung sejak zaman yunani kuno
14
hingga saat ini. Melalui kode-kode ysng ditampilkan dalam teks, keduanya memiliki kelemahan dan kelebihan, yang jika disatukan dapat menjadi potensi dan kekuatan baru dalam membangun peradaban baru manusia.15 Skripsi Abdul Jamil “ Metode Pendidikan Islam dalam Surat Al-Kahfi ayat 60 – 82 dan Implementasinya Dalam pendidikan Agama Islam (studi Terhadap Tafsir Al-Azhar ) ” sekripsi ini mengfokuskan untuk menganalisis surat Al-Kahfi ayat 60-82 yang menceritakan tentang interaksi Nabi Musa AS dengan Nabi Khidir AS dalam Tafsir Al-Azhar. Dan meneliti metode pendidikan yang terdapat pada ayat-ayat, dan merumuskan implementasinya dalam pendidikan agama islam disekolah.16 Peneliti selanjutnya adalah penelitian Eri Susanti “Studi Komparatif Faktor-Faktor Pendidikan dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 60-82 menurut Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah dan Hamka dalam Tafsir AlAzhar”. Penelitian ini fokuskan kepada penelaahan interaksi pendidikan dan anak didik yang tertuang dalam kisah Musa AS dan Khidir AS dalam surat Al- Kahfi ayat 60-8217 Skripsi moch Zaki Mubarok, Nilai Pendidikan dalam Surat Al-Kahfi ayat 60-82 dan Aplikasinya dalam Pandangan PAI. Penelitian ini memfokuskan pembahasanya pada aplikasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam 15
Istna Hidayatullah, “ Kisah Musa dan Nabi Khidir dalam Al-Qur’an Surat Al-Kahfi : 66-82 ( Studi Kritis dengan Pendekatan Semiotika Roland Barthes )” Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga 2004 16 Abdul jamil “ Metode Pendidikan Islam Dalam Surat Al-Kahfi ayat 60 – 82 dan ImplementASinya dalam Pendidikan Agama Islam (Studi Terhadap Tafsir Al-Azhar ) ” Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga 2007 17 Susanti Eri, Studi Komparatif Faktor-Faktor Pendidikan dalam Al-Qur’an Surat AlKahfi Ayat 60-82 Menurut Muhammad Qurais Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah Dan Hamka Dalam Tafsir Al-Azhar (fakultas tarbiyah, STAIN Ponorogo, 2011)
15
surat Al-Kahfi ayat 60-82 tersebut dalam dunia pembelajaran PAI, yaitu menceritakan tentang perjalanan Musa AS mencari ilmu dengan Khidir AS mempunyai nilai-nilai pendidikan akhlak berkaitan dengan bagaimana sikap seseorang pendidiknya. Sikap seorang murid terhadap pendidikannya sangat penting dalam proses pendidikan.18 Skripsi Moh. Toha Mahsun “Kisah Musa dan Khidir Dalam Surat AlKahfi (Studi atas Penafsiran Al-Qusyairi dalam Kitab Lataif Al-Isyarat”. Skripsi ini membahas tentang profil Al-Qusyairi dan bukunya tafsir Lataif Al-Isyarat. Dan pentingya pendidikan. Niat yang kuat, sikap sabar dalam menunut ilmu.19 Mayoritas kisah-kisah Al-Qur’an bukan kisah panjang. Bisa dilihat bahwa unsur kejadian atau peristiwa sering ditonjolkan dalam kisah-kisah yang dimaksudkan untuk memberikan ancaman atau peringatan. Kemudian, unsur tokoh tampak akan menonjol dalam kisah-kisah yang dimaksudkan untuk memberikan sugesti atau sebagai penyebar semangat dan ada saat tertentu untuk meneguhkan hati nabi dan orang-orang beriman. Adapun unsur dialog, akan sering muncul dan mendominasi bangunan kisah apabila yang dimaksud dan tujuan kisahnya adalah untuk mengadakan pembelaan atas dakwah Islam dan menentang perlawanan yang ditujukan kepada Allah SWT. Sebagaimana AlQur’an menginforfasikan dalam surat Al-Kahfi ayat 60 sampai dengan 82.
18
Moch Zakil Mubarok, Nilai-Nilai Pendidikan dalam Surat Al-Kahfi ayat 60-82 dan Aplikasinya dalam Pembelajaran PAI, (Fakultas Tarbiyah UIN Suanan Kalijaga Yogyakarta. 2005) 19 Skripsi Moh. Toha Mahsun “Kisah Musa dan Khidir Dalam Surat Al-Kahfi (Studi atas Penafsiran Al-Qusyairi dalam Kitab Lataif Al-Isyarat”. (Fakultas Usuluddin UIN Suanan Kalijaga Yogyakarta. 2009)
16
Selanjutnya, untuk lebih memperjelas bagaimana posisi kisah dalam hadis Nabawi al- Khalidy dalam kitabnya Ma’a Qasasi Al-Sabiqina Fi
Al-Qur’an
mengatakan, dalam mempelajari kisah-kisah masa lalu dalam Al-Qur’an harus bersandar pada hadis-hadis Nabi SAW. yang sahih dan tidak mempercayai cerita cerita bohong, riwayat israiliyat dan berita berita yang tidak jelas. Dalam kisah ini, kita mendapati bahwa Rasulullah SAW telah menjelaskan sebagian perincian dan memberi beberapa tambahan terhadap versi Al-Qur’an tentang kisah teman Musa AS. Hadits-hadits tentang kisah ini disebutkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasa’i , Ibnu Majah dan lain-lain.20 Sayyid Qutb berpendapat struktur kisah dalam Al-Qur’an sebagai fakta historis yang takterbantahkan. Maka untuk memahami kisah tersebut dilahkukan dengan jalan melihat kisah secara apa adanya dan menarik maksud yang yang terkandung di dalamnya, tanpa menafikkan proses terjadinya kisah, karena mungkin kisah yang belum tertangkap secara logis merupakan kekuasaan Allah SWT untuk mewujudkannya.21 Para mufassir sufi menjadikan kisah Musa AS dan Khidir AS sebagai dalil dan simbol untuk membedakan antara ilmu Bathin dan ilmu Syar’i22, antara zahir dan batin dan antara syari’at dan hakikat. Salah satu pendapat mufassir sufi, yaitu Ismail Haqi al-Burusawi dalam tafsirnya Ruh al-Bayan sebagaimana dikutip oleh Al-Khalidy bahwa, dalam menafsirkan ayat yang memuat kisah Musa AS dan 20
Shalah Abdul Fattah al-KHalidy, Ma’a Qasasi Al-Sabiqi na fi Al-Qur’an, terjemah. Setiawan Budi Utomo ( Jakarta: Gema Insani Press, 2000 ), Hal. 150 21 Sayyid Qutb, Al-tAShwir Al-fanni Al-qur’an ( Bairut: Dar Al-ma’rifah, 1956) 22 Ilmu yang dimiliki Nabi Musa AS, adalah ilmu syari’at, yaitu ilmu tentang hukum dan fatwa yang berkaitan urusan-urusan yang lahir baik dari perkataan atau perbuatan manausia, sedangkan ilmu Nabi Khidir AS, adalah ilmu tentang urusan yang bathin yang berkaitan dengan rahASia kejadian-kejadian yang ghaib.
17
Khidir AS ketika sampai pada ayat 65 ia berkata,” Kalaupun Allah SWT berfirman dari sisi kami’, padahal semua ilmu dari sisi-Nya, karena sebagian ilmu ada yang didapat melalui pengajaran, maka yang demikian itu tidak dinamakan ilmu ladunni. Adapun ilmu ladunni adalah ilmu yang diturunkan Allah SWT kedalam hati tanpa perantaraan seseorang dan bukan pula karena sebab external. Karena itu, para tokoh sufi mengkhususkan kata ilmu ladunni untuk ilmu batin dalam istilah mereka, yaitu ilmu yang berasal dari pengajaran Allah SWT, dari sisi-Nya tanpa perantara.23 Dari beberapa telaah pustaka yang ada di atas perbedaan penelitian yang saya teliti terletak pada hikmah kajian terhadap surat Al-Kahfi ayat 60 sampai 82 yang mengandung konsep hubungan guru dan murid, ikatan atau pertalian antara guru dan murid dalam suatu proses pendidikan dan pembelajaran, serta bagaimana implementasinya dalam Pendidikan Islam.
E. Landasan Teori 1. Pengertian Hikmah Secara etimologi kata hikmah merupakan masdar dari akar kata hakama-yahkumu-hikmatan berarti menjadi bijaksana. Dr. Nashir bin Sulaiman Al-‘Umar menyebutkan dalam bukunya hikmah tentang makna Al-Hikmah menurut ahli tafsir, yaitu sebagai berikut : Lafash hikmah tersebut dalam Al-Qur’an sebanyak dua puluh kali, dalam 19 ayat dan 12
23
Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, Ma’a Qasasi al-Sabiqina fi al-Qur’an, terjemah. Setiawan Budi Utomo ( Jakarta: Gema Insani Press, 2000 ), hal. 171.
18
surat. Di antara ahli tafsir terdapat perbedaan dalam mengartikan kata hikmah yang terdapat dalam ayat-ayat Allah SWT tersebut. Ar-Razi mengatakan, bahwa kata hikmah di dalam Al-Qur’an ditafsirkan ke dalam 4 Aspek : Pertama, bermakna pengajaran AlQur’an, seperti tersebut dalam surat QS.Al-Baqarah: 231 “Dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al-Kitab ( Al-Qur’an ) dan alhikmah, Allah memberikan pengajaran ( mau’izhah ) kepadamu dengan apa yang diturunkannya itu “. Kedua, bermakna pemahaman dan ilmu, seperti tersebut dalam firman-Nya : “Kami berikan kepadanya al-hikmah selagi dia masih kanak-kanak.” (QS.Maryam:12).“Dan sesungguhnya telah kami berikan hikmah kepada Luqman.” (QS.Luqman :12). Makna al-hikmah dalam kedua ayat di atas adalah pemahaman dan ilmu. Dalam ayat yang lain disebutkan : “Mereka itulah orang-orang yang telah kami berikan kepada mereka kitab, hikmah, dan nubuwwah.” (QS.Al-An’am : 89). Maksud kata hikmah di sini adalah pemahaman dan ilmu agama. Ketiga,
al-hikmah
bermakna
An-Nubuwwah.
Firman
Allah
:
“Sesungguhnya Kami telah berikan Al-Kitab dan hikmah ( Nubuwwah ) kepada keluarga Ibrahim. “ (QS.An-Nisa :54). “Dan kami berikan kepadanya hikmah (nubuwwah) dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan.” (QS.Shad:20). Keempat, Al-Hikmah bermakna Al-Qur’an yang mengandung keajaiban-keajaiban dan penuh rahasia, seperti tersebut dalam firman-Nya: “Barangsiapa yang dikaruniai hikmah, ia benarbenar telah dikaruniai kebajikan yang banyak.” (QS.Al-Baqarah:269)
19
Fairuz Abadi berkata, bahwa makna al-hikmah dalam Al-Qur’an meliputi empat aspek, yaitu : Pertama, nubuwwah dan risalah. Allah SWT berfirman : “Dan Allah SWT akan mengajarkan kepadanya AlKitab, hikmah, Taurat sera Injil…” (QS.Ali-Imran:4). Al-hikmah pada ayat di atas bermakna nubuwwah dan risalah. “Keudian Allah memberikan kepadanya ( Dawud ) pemerintahan dan hikmah ( nubuwwah ).” (QS.Al-Baqarah:251). Kedua, al-hikmah bermakna Al-Qur’an, tafsirnya, dan ta’wilnya. Firman Allah SWT: “Allah member karunia alhikmah kepada siapa yang Dia kehendaki.. “ (QS.Al-Baqarah:269). Ketiga, bermakna pemahaman yang mendalam dan faqih dalam perkara agama. Firman Allah SWT : “ Kami berikan kepadanya al-hikmah selagi ia masih kanak-kanak.” (QS.Maryam:12). Keempat, pengajaran dan peringatan. Allah berfirman: “ Mereka itulah orang-orang yang Kami berikan kepada mereka Kitab, hikmah dan kenabian.” (QS.Al-An’ am: 89). Kelima, hikmah bermakna ayat-ayat Al-Qur’an, perintah-perintah Nya dan larangan-larangan Nya. Firman Allah SWT : “Serulah ( manusia ) kepada jalan Rabbmu dengan cara hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” (QS.An-Nahl:125). Keenam, bermakna hujjah akal yang sesuai dengan hukum-hukum syar’i. 24
Dari pengertian diatas penulis menimpulkan pengertian hikmah dalam judul ini di artikan sebagai pengambilan manfaat atas terjadinya 24
http://mahad-ib.blogspot.com/2012/02/kamus-makna-al-hikmah-bijak-menurut-al.html. di akses pada tanggal 06 juli 2014 jam 2.00
20
peristiwa yang telah terjadi dalam suatu kisah yang bisa di manfaatkan dalam konteks kekinian.
2. Pengertian Cerita Cerita adalah rangkaian peristiwa yang disampaikan, baik berasal dari kejadian nyata (non fiksi) ataupun tidak nyata (fiksi). kata dongeng berarti cerita rekaan tidak nyata, seperti: fabel (binatang dan benda mati), sage (cerita petualangan), hikayat (cerita rakyat), legenda (asal usul), mythe (dewa-dewi, peri, roh halus), ephos (cerita besar, mahabharata, ramayana, saur sepuh, tutr tinular). Metode bercerita berarti penyampaian cerita dengan cara bertutur. yang membedakan anatara bercerita dengan metode penyampaian cerita lain adalah lebih menonjol aspek teknis penceritaan lainnya. Sebagaimana phantomin yang lebih menonjolkan gerak dan mimik, operet yang lebih menonjolkan musik dan nyanyian, puisi dan deklamasi yang lebih menonjolkan syair, sandiwara yang lebih menonjol pada permainan peran oleh para pelakunya, atau monolog (teater tunggal) yang mengoptimalkan semuanya. jadi tegasnya metode bercerita lebih menonjolkan penuturan lisan materi cerita dibandingkan Aspek teknis yang lainnya. Disini kita mempelajari cerita dari Al-Qur’a, jadi kita harus mempunyai referensi yang lebih banyak untuk menerjemahkan kisah tersebut dengan benar.
21
3. Siapa Musa AS Kebanyakan ulama’ berpendapat bahwa Musa yang di sebut dalam ayat ini adalah Musa bin Imran, nabi dari Bani Israil. Yang mempunyai mu’jizat-mu’jizat yang nyata dan syari’at yang terang. Pendapat ini di dasarkan pada : a. Sesungguhnya Allah SWT tida menyebutkan nama Musa AS dalam kitab-Nya, kecuali Musa AS yang dituruni kitab Taurat itu. Maka dengan disebutkannya nama ini secara mutlak, bisa dipastikan bahwa yang di maksud adalah Musa AS pemilik Taurat. b. Sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh Al-Bukhori dan Muslim pada suatu jama’ah yang lain. Dari Sa’ad bin Jabir. “pernah saya berkata pada Ibnu Abbas ra, sesunguhnya Nauf Al-Bikaly bin Fudalah, anak dari istri Ka’ab salah seorang
sahabat Amirul-Mu’minim, Ali ra,
menyangka bahwa Musa AS sahabat Khidir AS itu bukanlah Musa AS bagi Bani Israil. Maka kata Ibnu Abbas, “ Berdustalah musuh Allah SWT itu”.
4. Siapa Khidir AS Al-Khidir adalah julukan guru Musa AS yang bernama Balya bin Malkan. Kebanyakan ulama’ berpendapat bahwa Balya adalah seorang nabi. Dan utuk itu para ulama’ mempunyai beberapa dalali yaitu: a. Firman Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 65 “ Yang telah kami berikan kepadanya
rahmat dari sisi kami. Rahmat disini yang dimaksut
22
adalah kenabian, berdasarkan firman Allah SWT : pada surat AzZukhruf ayat 32 “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat ( Nubuwwah) Tuhanmu”. b. Firman Allah SWT dalam suarat Al-Kahfi ayat 65 “ Dan yang telah kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi kami”. Dengan pernyataan ini, berarti Allah SWT telah mengajarkan kepada Khidir AS tanpa perantara
seorang
guru
dan
tanpa
bimbingan
dari
seorang
pembimbing. Padahal siapapun yang seperti itu halnya, maka diaalah (Khidir AS) seorang Nabi.25
5. Pengertian Hubungan Hubungan
dalam
kamus
besar
bahasa
Indinesia
adalah
sangkutpaut, ikatan, pertalian atau jaringan yang terwujud karena interaksi antara satu-satuan yang aktif.26
6. Pengertian Guru Dalam pengertian sederhana, guru adalah orang yang memberikan pengetahuan kepada peserta didik. Dari segi bahasa, kata guru berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang pekerjaannya mengajar. Dalam pandangan masyarakat jawa, guru dapat di lacak melalui akronim gu dan
25
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Thoha Putra cet I Vol 15 ) hal 344 26 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1989) hal 313
23
ru. Gu diartikan dapat digugu (dianut) dan ru berarti bisa ditiru (di jadikan teladan).27 Selanjutnya dalam konteks Pendidikan Islam banyak sekali kata yang mengacu pada pengertian guru, seperti kata yang lazim dan sering digunakan antara lain murabbi, muallim, dan muaddib. Imam Al-Ghazali dalam menunjuk pendidik sering menggunakan kata Al-Mu'allimin (Guru), Al-Mudarris (pengajar).28 Akan tetapi Hujjatul Islam tidak menjelaskan secara spesifik pengertian atau definisi pendidik atau guru. Hanya kata-kata tersebut di atas sering digunakan dalam kitab-kitabnya. Ketiga kata tersebut memiliki penggunaan sesuai dengan peristilahan pendidikan dalam konteks pendidikan islam. Disamping itu guru, kadang disebut melalui gelarnya, seperti Al-Ustadz.29 Dalam hal ini dibahas secara luas oleh Abuddin Nata, yakni kata Al-Alim (jamaknya ulama) atau muallim, yang berarti orang yang mengetahui dan kata ini banyak dipakai oleh ulama atau ahli pendidikan untuk menunjuk pada arti guru. Al-Mudarris yang berarti orang yang mengajar (orang yang memberi pelajaran) Namun secara umum kata almu’allim lebih banyak digunakan dari pada Al-Mudarris. Dan kata Almuaddib yang marujuk pada guru yang secara khusus mengajar di
27
Pudjawiyatna, dalam Hadi Supeno, Potret Guru, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995) hal. 26 28 Zainuddin dkk, Seluk- Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),hal. 50 29 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Tri Genda Karya, 1993), hal.167
24
istana. Sedangkan kata Ustadz untuk menunjuk kepada arti guru yang khusus mengajar di bidang pengetahuan agama Islam. Selain itu terdapat pula istilah Syaikh yang digunakan untuk merujuk pada guru dalam bidang tashawuf.30 Ada pula istilah kyai, yaitu suatu atribut bagi tokoh Islam yang memiliki penampilan pribadi yang anggun dan disungkani karena jalinan yang memadu antara dirinya sebagi orang alim, yang menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya.31 Adapun pengertian guru secara terminologi memiliki banyak arti, dalam pandangan tradisional, guru dilihat sebagai seseorang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan. Menurut pandangan para pakar pendidikan Islam sangat bervariasi dalam memberikan pengertian istilah guru. Menurut Ahmad Tafsir, bahwa pendidik dalam Islam sama dengan teori di barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik, baik potensi kognitif, afektif, maupun potensi psikomotorik.32 Sedangkan Zakiah Darajat, lebih memilih kata guru sebagai pendidik profesional, sebab secara implisit ia telah merelakan dirinya
30
Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru Murid (Studi Pemikiran TASawuf Al-Ghazali), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001). Hal. 41 31 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai), (Jakarta: LP3ES, 1982), hal. 55 32 Ahmad Tafsir, Imu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1994) hal. 74
25
menerima dan memikul sebagian tanggungjawab pendidikan yang terpikul dipundak para orang tua.33 Akan tetapi istilah guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat dari arti diatas, yakni semua orang yang pernah memberikan suatu ilmu atau kependidikan kepada seseorang atau sekelompok orang dapat disebut sebagai guru, misalnya guru silat, guru menjahit.34 Menurut Hadari Nawawi bahwa guru adalah orang yang mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah (kelas). Secara lebih khusus lagi, ia mengatakan bahwa guru berarti orang yang bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing. Artinya, guru tidak hanya memberi materi didepan kelas, tetapi juga harus aktif dan berjiwa kreatif dalam mengarahkan perkembangan murid.35 Guru menurut paradigma baru ini bukan hanya bertindak sebagai pengajar, tetapi juga sebagai motivator dan fasilitator proses belajar mengajar yaitu realisasi atau aktualisasi potensi-potensi manusia agar dapat mengimbangi kelemahan pokok yang dimilikinya.36 Sehingga hal ini berarti bahwa pekerjaan guru tidak dapat dikatakan sebagai suatu pekerjaan yang mudah dilakukan oleh sembarang orang, melainkan orang
33
Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000), cet. IV,
hal.37 34
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Islam Teoritis Dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), cet XIII., hal. 139 35 Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah Dan Pengelolaan Kelas Sebagai Lembaga Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1982), hal. 123 36 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21, (Jakarta: Pustaka AlHusna, 1988), cet.I., hal.86
26
yang benar-benar memiliki wewenang secara akademisi, kompeten secara operasional dan profesional. Berkaitan dengan profesionalisme Nabi telah mengajarkan untuk mengamanatkan suatu urusan kepada orang yang benar- benar ahli di bidangnya, sebab jika pemegang amanat bukan orang yang ahli bisa dipastikan hasil tidak tercapai dengan baik, bahkan akan mengakibatkan kerusakan, atau kegagalan total. Hal ini menunjuukkan dengan jelas pentingnya profesionalisme dalam bekerja, seperti halnya dalam pekerjaan seorang guru. Dengan demikian tersirat dengan jelas bahwa untuk menyandang predikat sebagai seorang guru tidaklah mudah, sebab predikat seorang guru hanya dapat dimiliki oleh orang-orang yang benar-benar memiliki wewenang secara mutlak.
7. Pengertian Murid kata murid diartikan sebagai orang yang menghendaki untuk mendapatkan
ilmu
pengetahuan,
ketrampilan,
pengalaman,
dan
kepribadian yang baik sebagai bekal hidupnya agar bahagia dunia akhirat dengan jalan belajar sungguh-sungguh. Disamping kata murid dijumpai istilah lain yang sering digunakan dalam bahasa arab, yaitu tilmidz yang berarti murid atau pelajar, jamaknya talamidz kata ini lebih merujuk pada murid yang belajar di madrasah. Kata lain yang berkenaan dengan murid adalah yang artinya pencari ilmu,
27
pelajar, mahasiswa. al-Muta'allim (pelajar), tholibul ilmi (penuntut ilmu pengetahuan). Betapa mulianya penuntut ilmu karena mereka adalah orang yang sedang berusaha belajar dan sekaligus mengamalkan akhlak terpuji dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini siterdidik dilihat sebagai seseorang (subjek didik), yang mana nilai kemanusiaan sebagai indifidu, sebagai makhluk sosial yang mempunyai identitas moral, harus dikembangkan untuk mencapai tingkatan optimal dan kriteria kehidupan sebagai manusia warga negara yang diharapkan. Secara teoritis subjek didik dilihat sebagai seorang yang harus mengembangkan diri, dan pada sisi lain ia memperoleh pengaruh, bantuan yang memungkinkan ia sampai berdiri sendiri atau bertanggung jawab sendiri.37 Sama halnya dengan teori barat, anak didik dalam pendidikan Islam adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik maupun psikologis untuk mencapai tujuan pendidikannya melalui lembaga pendidikan.38 H.M Arifin menyebut murid dengan manusia didik sebagai makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan atau pertumbuhan menurut fitrah masing-masing yang memerlukan bimbingan
37
Piet A Sahertian, Profil Pendidik Profesional, (Yogyakarta: Andi Offset, 1994), hal. 6 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis Dan kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Tri Genda Karya, 1993), hal. 177 38
28
dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal yakni kemampuan fitrahnya.39 Akan tetapi dalam literatur lain lebih jelas ditegaskan bahwa anak didik bukanlah hanya anak-anak yang sedang dalam pengasuhan dan pengasihan orang tua, bukan pula anak-anak dalam usia sekolah saja. Pengertian ini berdasar atas tujuan pendidikan, yaitu manusia sempurna secara utuh, yang untuk mencapainya manusia berusaha belajar terus menerus hingga akhir hayatnya.40 Dari berbagai pengertian di atas dapat penulis simpulkan mengenai pengertian murid yaitu setiap orang yang memerlukan ilmu pengetahuan yang membutuhkan bimbingan dan arahan untuk mengembangkan potensi diri, secara konsisten melalui proses pendidikan dan pembelajaran, sehingga tercapai tujuan yang optimal sebagai manusia dewasa yang bertanggung jawab dengan derajat keluhuran yang mampu menjalankan fungsinya sebagai khalifah di bumi. Dalam Islam yang landasan filosofisnya adalah Al-Qur’an memahami manusia dalam beberapa hal: Pertama, manusia adalah makhluk yang termulia. Kedua manusia adalah hewan berfikir, yang Ketiga manusia memiliki tiga dimensi yaitu badan, akal, dan ruh. Yang merupakan aspek yang harus dioptimalkan oleh tiap manusia. Keempat
39 40
hal. 113
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara, 1996)hal. 114 Hery Nur Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1994), cet II,
29
manusia mempunyai motifasi dan kebutuhan. Kelima, ada perbedaan perseorangan diantara manusia.41
8. Pengertian Al-Qur’an Al-Qur’an adalah mu’jizat yang diberikan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai bukti utama akan kenabian Muhammad SAW. Beliau diturunkan oleh Allah SWT untuk membebaskan manusia dari kegelapan menuju jalan yang terang, serta membimbing mereka menuju jalan yang lurus. Secara bahasa Al-Qur’an adalah masdar dari kata qura’a, yaqra’u, qira’atan, qur’anan, yang mempunyai arti bacaan. Setelah diuraikan satu demi satu kata di atas dapat di simpulkan bahwa menurut penulis yang dimaksud dari skripsi ini yang berjudul “ Hikmah Cerita Musa AS dan Khidir AS (Studi Analilis Hubungan Guru dan Murid dalam Perspektif Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 60-82)” adalah hubungan guru dan murid menurut al-kahfi ayat 60-82 dan hikmah apa yang dapat kita ambil dari cerita ini untuk diterapkan pada situasi saat ini.
F. Metode Penelitian Dalam rangka memudahkan penulis dalam mengkaji penelitian ini, maka penulis menggunakan metode, sebagai berikut: 1.
41
Jenis Penelitian
Omar At-Toumi As-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Cet I (Jakarta: Bulan Bintang, 1979) hal 102
30
Studi ini merupakan jenis penelitian pustaka (library research), yaitu menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data utama yang dimaksudkan untuk menggali teori-teori dan konsep-konsep yang telah ditentukan oleh para ahli terdahulu, mengikuti perkembangan penelitian dibidang yang akan diteliti, memperoleh orientasi mengenai topik yang dipilih, memanfaatkan data sekunder menghilangkan duplikasi penelitian.42 2. Sumber Data a. Sumber Data Primer Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari.43 Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah kitab-kitab tafsir klasik yaitu: terjemah Tafsir Al-Maraghi yang di tulis oleh Ahmad Mushthafa AlMaraghi. Sedangkan tafsir kontemorer adalah Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an yang di tulis oleh M. Quraish Shihab. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder adalah buku Sejarah Ilmu Laduni Perjalanan Nabi Musa AS Mencari Nabi Khidir AS. yang di tulis Muhammad Luthfi Ghozali. Kisah-Kisah Shohih Para Nabi 42
Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1982), Hal. 70 43 Saifudin Anwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), Hal. 91
31
dan Rasul Bagian 1. yang di tulis Dr. Umar Sulaiman AlAsyqor, data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari sumber penelitiannya.44 Sumber ini dapat berupa karya ilmiah dan buku-buku yang relevan dengan pembahasan skripsi, yaitu buku yang membahas hubungan guru dan murid. 3. Metode Analisa Data Untuk menganalisis skripsi ini digunakan metode Tafsir Tahlili45. Metode tafsir tahlili digunakan untuk menjelaskan kandungan ayat dari Q.S Al- Kahfi ayat 60 sampai 82 dari seluruh aspeknya. Adapun langkah-langkah yang di tempuh dalam tafsir ini menurut Al-Farmawy adalah sebagai berikut: "Mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang telah tersusun dalam mushaf. Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosa kata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Ia juga mengemukakan munasabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain. Begitu pula penafsir membahas mengenai Asbabun nuzul (latar belakang turunnya ayat) dan dalil-dalil yang berasal dari rasul, sahabat atau para tabi’in, yang kadang-kadang bercampur baur dengan pendapat para penafsir itu sendiri dan diwarnai oleh latar belakang pendidikannya. Dan sering pula bercampur baur dengan pembahasan kebahasaan dan lainnya yang di pandang dapat membantu memahami nash Al-Qur’an tersebut." 46
44
Ibid., 91 Yang dimaksud dengan Metode Tahliliy (Analisis) ialah menafsirkan ayat-ayat AlQur’an dengan memaparkan segala Aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. 46 Abdul Havy Al-Farmawy, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar,(ed. terj) Suryan A. Jamrah (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 12 45
32
Berpijak pada keterangan di atas, maka langkah yang ditempuh adalah: Pertama, mengemukakan Q.S. Al-Kahfi ayat 60 sampai 82 beserta arti kosakatanya, yang diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat tersebut. Kedua, mengemukakan munasabah (korelasi atau hubungan) antara ayat tersebut dengan ayat yang lainnya, yaitu ayat sebelum dan sesudahnya, serta munasabah antara surat Al-Kahfi dengan surat Al-Isra’ (surat sebelumnya) dan surat Maryam (surat sesudahnya). Ketiga, membahas
Asbabun
mengemukakan
nuzul
berbagai
dari
ayat
pandangan
tersebut.
penafsir
Keempat,
tentang
ayat
tersebut.47 Sehingga nantinya diketahui hubungan guru-murid dalam surat Al-Kahfi ayat 60 sampai 82.
G. Sistematika Pembahasan Skripsi ini dibagi menjadi lima bab, bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri dari tujuh sub bab dengan urutan sebagai berikut : latar belakang masalah yang dimunculkan, rumusan masalah yang merupakan penegasan lebih lanjut dari latar belakang masalah, tujuan yang igin dicapai dalam penelitian yang dilahkukan dan manfaat penelitian, tinjauan pustakan berisi penelusuran pustaka yang berkaitan dengan obyek penelitian dan landasan teori yang dipakai dalam penelitian ini, metode penelitian berisi cara-cara yang ditempuh dalam rangkaian
47
NAShrudin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hal. 32
33
penelitian dan terakhir adalah sitematika pembahasan berisi struktur dan turunan yang dibahas dalam skripsi. Kemudian pada bab dua, adalah membahas tentang bagaimana hubungan guru dan murid dalam pendidikan. Tentang tanggung jawab guru, hak dan kewajiban murid serta hubungan guru dan murid. Bab
tiga
dalam
bab
ini
dibahas
tentang
pengertian
secara
umum,munASabah, ASbabun nuzul, Tafsir ayat menurut Al-Maraghi dan Almisbah serta isi kandungan Surat Al-Kahfi ayat 60-82 Bab empat membahas tentang hubungan guru dan murid dalam surat AlKahfi ayat 60-82, dan apa hikmah hubungan guru dan murid dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82 dalam pendidikan islam. Bab lima adalah bab final dalam skripsi ini yang merupakan kesimpulan skripsi, saran dan penutup serta dilengkapi dengan daftar pustaka, biodata penulis serta lampiran-lampiran yang di perlukan.
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1.
Hubungan guru dan murid Tugas dan tanggung jawab guru : Guru sebagai pengajar, pemimpin kelas,
pembimbing,
supervisor,
motivator
pengatur dan
lingkungan,
konselor.
Etika
partisipan, guru:
perencana,
Bersifat
tidak
mengutamakan materi dalam mengajar, karena mencari keridhoan Allah SWT. Sifat Guru adalah : Kebersihan guru, baik jasmani maupun rohani, ihklas dalam pekerjaan, Suka pemaaf, Seorang guru merupakan seorang bapak, Harus mengetahui tabiat murid. Harus menguasai mata pelajaran. 2). Hak dan kewajiban murid : Dimudahkannya jalan bagi tercapainya ilmu pengetahuan kepada mereka serta adanya kesempatan belajar tanpa membedakan kaya dan miskin. Kewajiban Murid : membersikan hati sebelum menunutut ilmu, tujuan belajar untuk mencari ridho SWT wajib menghormati guru dan mencari ridho guru. Etika seorang murid : tawadhuk dan menjunjung tinggi etika. 3). Hubungan guru dan murid di dasari oleh dua sikap : sikap kasih sayang layangnya anak dengan orang tua, sikap saling membutuhkan layaknya dokter dan pasien
2. Hubungan guru dan murid menurut surat Al-Kahfi ayat 60-82 Hubungan ini di dasari oleh dua hubungan : guru adalah sahabat bagi muridnya, mendasarkan pada sifat saling pengertian. Etika guru menurut
131
132
surat Al-Kahfi ayat 60-82. Memahami potensi peserta didik, guru harus penuh tata krama, melahkukan kontrak belajar, mempersilahkan murid bertanya pada waktunya, menanggapi sikap kritis murid, menegur sesuai kesalahanya, seorang guru harus menjujung etika, guru harus profesional. Etika murid surat Al-Kahfi ayat 60-82 : murid mempunyai tekat yang kuat, sopan santun, rendah hati, tidak mudah tersinggung, komitmen dengan perintah guru, melaksanakan tugas dari guru, tidak banyak bertanya sebelum di persilahkan, langsung memintak maaf saat bersalah, siap menerima kosekuwensi bila melanggar kontrak pelajaran.
3. Hikmah Hubungan Guru-Murid Dalam Surat Al-Kahfi Ayat 60-82 dan Implementasi dalam Dunia Pendidikan : a.
Teguran Allah kepada Musa AS memperingatkan kepada orang yang ber ilmu untuk tidak sombong.
b.
Musa AS membulatkan tekan mencari hamba Khidir AS, dan menentukan tujuan, niat yang kuat dan bekal secukupnya.
c.
Kode etik permohonan menjadi murid, untuk menunjukan keseriusan murid menuntut ilmu. merasa bodoh di hadapan guru, untuk menghormati guru.
d.
Sifat tawadhuk, merendah di hadapan guru supaya diberi sebagian dari ilmu guru.
e.
Tidak berfikir untuk mengungguli ilmu gurunya, untuk menjaga ke tawadhuan murid.
133
f.
Guru melahkukan tes minat bakat murid, untuk mengetahui potensi murid.
g.
Murid harus sabar menghadapi ujian dari gurunya, karna kesabaran akan menentukan keberhasialan dalam menuntut ilmu.
h.
Guru melahkukan kontrak belajar, agar bisa dijadikan hukum dalam proses mengajar. suatu masalah harus bisa dilihat dari beberapa sisi, seorang murid dalam menilai suatu permasalahan jangan hannya berdasarkan keilmuan yang dimiliki tetapi harus melihat literatur yang lain.
i.
Guru memperingatkan murid yang salah sesuai kesalahannya, Ini mengindikasikan guru agar tidak menyalahkan muridnya secara langsung tapi harus mengeigatkan, pertama mengingatkan dengan lemah lembut, kedua menasehati dengan nada yang keras, ketiga menghukumnya dengan mengeluarkan dari sekolah.
j.
Cepat memintak maaf, ketika seorang murid bersalah harus cepat memintak maaf pada gurunya dengan memperlihatkan kesungguhanya dalam bertobat.
k.
Melubangi perahu, seharusnya seorang guru berusaha mengajarkan kepada murid-muridnya mengenai bagaimana caranya membantu orang-orang lemah.
l.
Pembunuhan anak yatim, seorang guru harus bisa membunuh karakter buruk muridnya.
134
m. Pembangunan dinding, memberikan kesan bahwa seorang guru hendaknya ikhlas dalam perjuangannya, sehingga ia dapat berbuat adil terhadap muridnya, apapun kedudukan sosialnya. B. SARAN Pada penelitian ini tentu saja masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penyusun menyarankan agar penelitian yang akan datang menjelaskan lebih mendetail membahas tentang hikmah kisah antara musa dan khidir yang terkandung dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82 ini dari berbagai sudut pandang para mufasirin semisal Sayid Kuttub, Hamka, atau tokoh-tokoh pembaharu islam, sehingga hikmak yang dikaji dapat lebih konteporer dan kontekstual untuk di terapkan dalam dunia pendidikan saat ini. Selain itu dapat juga di teliti tentang kumpulan ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki maksud dan pesan yang sama dengan kisah ini.
C. Penutup Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan Iman, sehat serta limpahan rahmat, taufiq dan hidayahnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan kesadaran yang sejujurnyapenulisan sekripsi ini masih banyak sekali kekurangan dan kelemahan serta masih jauh dari sempurna, karena terbatasnya cakrawala pemikiran penulis. Oleh karena kritik dan saran secara kontruktif sangat penulis harapkan akan menambah wawasan yang bermakna kepada penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya. Penulis hanya bisa
135
mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu secara matrial, moral, spiritual dan pada khususnya kepada penulis sebelum saya yang sudah saya kutib tulisanya. Penulis juga memintak maaf sebesar besarnya kepada pembaca bila kemudian didapati beberapa kekeliruan dalam menulis. Penulis hanya bisa berterimakasih dan memohon maaf atas kekurang yang penulisnlahkukan, ini semata-mata kekurangan penulis. Harapan penulis semoga tulisan sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi dunia pendidikan. AMIN AMIN YA RABBAL AALAMIN
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media 1992) Ayyub, Hasan, Etika Islam (Menuju Kehidupan Yang Hakiki), (Bandung: Tri Genda Karya, 1994). Ali, Hery Nur, Ilmu Pendidikan Islam, cet II. (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1994). Al-Abrasyi, Moh. Athiyah, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1970) Al-Ghulayani, Musthafa, Idhatu al-Nasihin, ed. Terj, (Pekalongan: Rajamurah, 1953). Al-Hasyimi, Abdul Hamid, Mendidik Anak Ala Rasulullah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2001) Al-KHalidy, Shalah Abdul Fattah, Ma’a Qasasi al-sabiqi na fi al-Qur’an, terjemah. Setiawan Budi Utomo ( Jakarta: Gema Insani Press, 2000 ) Al-Farmawy, Abdul Havy, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar,(ed. terj) Suryan A. Jamrah (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996). Al-Fahd, Majma’ Malik Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemah Maknanya Dalam Bahasqa Indonesia (Madinah: Thiba’ah Al-Mushaf As-Syarif, 1424) Al-Ghazali, Abu Hamid, Muktashar Ihya' Ulumuddin, (ed.terj: Irwan kurniawan), (Bandung: Mizan, 1997) _________________, Bidayatul hidayah, ed.terj: H.M. Ahmad Al-Hafidzi, (Surabaya: Bina Ilmu, 1982). Al-Maula, Jad, Qasas al-Qur’an ( Beirut: Dar al-Jail, 1998) Al-Maraghi, Ahmad Mustafa, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Thoha Putra cet I Vol 15). AM, Sardiman Interaksi dan Motifasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1988) Anwar, Saifudin Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998) Arifin, H.M. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,1996) Azizy, A. Qodri A, Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial (Mendidik Anak Sukses Masa Depan : Pandai dan Bermanfaat), (Semarang: Aneka Ilmu, 2003). Baidan, Nashrudin Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998). Burhanuddin, Tamyiz, Akhlak Pesantren, Pandangan K.H. Hasyim Asy’ari, (Yogyakarta : Ittaka Press, 2001). Darajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, cet. IV (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. II, Cet. IX, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997). Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren (Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai), (Jakarta: LP3ES, 1982). Djamarah, Syaiful Bahri, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000)
Efendi, Masri Singarimbun dan Sofyan Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1982). Fahmi, Asma Hasan, Sejarah Dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979). Ghozali, Muhammad luthfi, Sejarah ilmu laduni (perjalanan Nabi Musa as mencari Nabi Khidir as) (Semarang, Abshor, 2008). Hasan, Chaliyah, Dimensi-dimensi Psikologi Pendidikan, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1994). Husein, Abdul Razak, Hak Dan Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Fikahati Aneska, 1992). HS, Fakhrudin, Membentuk Moral Bimbingan Al-Qur’an, (Jakarta: Bina Aksara, 1990). Khalafullah, Muhammad Ahmad Al-fann Al-Qasas fi Al-Qur’an Al-Karim terjemahan Zuhairi miswari dan Anis Maftukhin ( Jakarta : Paradigma, 2002) _____________, Al-Qur’an bukan kitab sejarah, terjemah. Zuhairi Misrawi dan Anis Maf tukhin ( Jakarta: Paramadina, 2002), Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21, cet.I. (jakarta: Pustaka Al-Husna, 1988). Marimba, Ahmad D, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam cet. IV, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1980). Mujib, Muhaimin dan Abdul, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis Dan kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Tri Genda Karya, 1993). Nata, Abuddin, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru Murid (Studi Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001). Nasution, S, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994). Nawawi, Hadari, Organisasi Sekolah Dan Pengelolaan Kelas Sebagai Lembaga Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1982). NK, Rustiyah, Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem, (Jakarta: Bina Aksara, 1982). Omar At-Toumi, Falsafah Pendidikan Islam, Cet I (Jakarta: Bulan Bintang, 1979) Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidikan Islam Teoritis Dan Praktis, cet XIII. (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000). Purwadarminta, WJS Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta.: PT. Rineka Cipta,1994). Qutb, Sayyid Al-tashwir Al-fanni Al-qur’an ( Bairut: Dar Al-ma’rifah, 1956). Rofi’i, Ahmad Syadzali Dan Ahmad, Ulumul Qur’an I (Bandung: Pustaka Setia, 1997). Sadiman, Arief S, Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfatannya, (Jakarta: Rajawali, 1986). Sahertian, Piet A, Profil Pendidik Profesional, (Yogyakarta: Andi Offset, 1994). Sanusi, Kepemimpinan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Angkasa, 1990). Sabiq, Sayid, Unsur-unsur Dinamika Dalam Islam, (Jakarta: PT. Inter Masa 1990).
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-misbah, pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an Vol 7 (jakarta : Lentera Hati, 2002) ____________, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 2002), Sudjana, Dr. Nana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 2000). Sulaiman, Fathiyyah Hasan, Alam Pikiran Al-Ghazali Mengenai Pendidikan Dan Ilmu, (Bandung: CV. Diponegoro, 1986). Supeno, Hadi, Potret Guru, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995) Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1994) _______________, Epistemologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Jati, 1995) Ulwan, Abdullah Nasih, Pendidikan Anak Dalam Islam, Cet.II, (Jakarta: Pustaka Amani: 1999). ______________, Pendidikan Anak Menurut Islam, Kaidah-Kaidah Dasar, (ed.terj: Khalilullah), (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1992). Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional, cet.XIII (Bandung: PP. Remaja Rosda Karya, 2001). Zahran, Mahmud Qasas Min al-Qur’an ( Mesir: Dar al-Kitab al-Arabiyah, 1956). Zainuddin dkk, Seluk- beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991)
SEKRIPSI Abdul jamil “ metode pendidikan islam dalam surat Al-kahfi ayat 60 – 82 dan implementasinya dalam pendidikan agama islam (studi terhadap tafsir alazhar ) ” yogyakarta: fakultas tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga 2007 Istna Hidayatullah, “ kisah musa dan nabi khidir dalam Al-qur’an surat Al-Kahfi : 66-82 ( studi kritis dengan pendekatan semiotika roland barthes )” yogyakarta: fakultas ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga 2004 Muslim Ahmadi, “Simbolisme Kisah al-Qur’an al-Karim: Studi Penafsiran Simbolis Kisah Nabi Sulaiman dalam Al-Qur’an”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2001 Mustaqim Makki, Pandangan hamka dan Quraish shihab tentang ayat-ayat zakat (studi komparatif tafsir Al-Azhar dan tafsir Al- Mishbah( skripsi tidak diterbitkan, fakultas syari’ah, UIN Malang 2009) Moch Zakil Mubarok, Nilai-nilai pendidikan pendidikan dalam surat Alkahfi ayat 60-82 dan aplikasinya dalam pembelajaran PAI, (fakultas tarbiyah UIN suanan Kalijaga Yogyakarta. 2005) Susanti Eri, studi komparatif faktor-faktor pendidikan dalam Al-Qur’an sutar Al-Kahfi Ayat 60-82 Menurut Muhammad Qurais Shihab Dalam Tafsir AlMisbah Dan Hamka Dalam Tafsir Al-Azhar (fakultas tarbiyah, STAIN Ponorogo, 2011)
CURRICULUM VITAE DATA PRIBADI Nama Tempat, tanggal lahir Alamat Asal Alamat Tinggal Nama Ayah Nama Ibu Nama Istri Nama anak
: M. Masrur Fuad : Tuban, 31 Mei 1990 : Landean, RT 05 RW 03, Klotok, Plumpang, Tuban, Jatim. : Grojogan, RT 7 Wirokerten, Banguntapan, Bantul : M. Sholahuddin, S.Pdi : Siti Maisyaroh, S.Pdi : Erli Purwaningsih : M. Yazdan Waziful Khalil
RIWAYAT PENDIDIKAN 1. 1996-2002 : MI MAMBAUL ULUM LANDEAN 2. 2002-2005 : MTS AL-QUDSIYAH KLOTOK 3. 2005-2008 : MAN DENANYAR JOMBANG 4. 2008-2015 : UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA RIWAYAT PENDIDIKAN NON FORMAL 1. 2004-2005 : BINA INSAN CENDIKIAWAN TUBAN 2. 2005-2008 : LEMBAGA BAHASA ARAB INGGRIS JOMBANG RIWAYAT ORGANISASI 1. Ketua Umum IPNU-IPPNU ranting landean 2003-2005 2. Seksi keagamaan di Asrama MAKN Denanyar Jombang 2006-2007 3. Seksi Keagamana MAN Denanyar Jombang 2007-2008 4. Anggota Satuan karya Pramuka MAN Denanyar Jombang 2006-2007 5. Anggota Klub Basket MAN Denanyar Jombang 2006-2008 6. Guru TKA-TPA-TQA Margoyoso 2009-2011 7. Takmir Musholah Ledhok Timoho Yogyakarta 2009-2012 Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Yang bersangkutan
M. Masrur Fuad 08470120
a
ffi rfr&ffi
KEMENTERIAN AGAMA UNIVERSITAS IST,AM NEGERI SUNAN KATIIAGA
FAKULTAS TARBIYAH DAI{ KEGURUAN Alamat : Jl. Marsda Adisucipto, Telp. (027a).513056 yogyakaria 552g1
SERTIFIKAT Nomor : UIN.02lppL-KKN/p
p
.00.9 12430/2012
Diberikan kepada: Nama
M. Masrur Fuad
NIM
08470120
Jurusan/Program Studi Nama DPL
Kependidikan Islam Drs. M. Jamroh, M.Si.
yang telah melaksanakan kegiatan Praktik Pengalaman Lapanganl 13 Februari s.d. 19
(ppl, I) pada tanggal
Mei2012 dengan nilai:
81 (B+) Sertifikat
ini
diberikan sebagai bukti lulus PPL I sekaligus sebagai syarat untuk mengikuti PPL-KKN Integratif Fakurtas Tarbiyah dan Keguruan.
Yogyakarta,25 Mei2012
A.n. Dekan, PPL-KKN Integratif
15 199803 1 004
:f.J:;-/,!":;..*a/,1:*i{}!q-]:...Pa.rl*dJ..i;i;]'!"*:j;"".w*
,i€.rd*-"\.5;,*f':f'/;l;/4\j;".,e4,3f,;;,ri.i.:-{Y
/ MINISTRY OF RELIGIOUS AFEAIRS STA|E ISLAMIC UNIVERSITY SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
CENTER FOR LANGUAGE DEVELOPMENT
TE5T OT EHGLISH COHPETET{CE CERTIFTCATE No: UIN.02/L4IPI{.03 .21b4.47.9731201s
Herewith the undersigned certifies that:
: M. Masrur Fuad Date of Birth : May 3{, {990 : Male Sex Name
B
tookTOEC (Test of English Competence) held on June {9,20{5 by Center for Language Development of State lslamic University Sunan Kalijaga Yogyakarta and got the following result:
COI\MERTED SCORE Listening Comprehension Structure
& Written Expression
Reading Comprehension
Total Score Validity: 2 ywrs since the certificafe's fssued
June 19,2015
ffi'semdb#E8i fudodo, s.As., M.Ag. NtP. 19680915 199803 1 005
w
E-F$S:-
4+^-S-ll
Ad-Yl
o+rll ;;y-ll 6JljJ lSbJlS OE-i-
{*b
\r*XL ilaiilt Ay
6rS 4#jll &.IIl iptis J'Jiil UlN.02 I L4 I PM.03.2 I d.47.71 I 2015 :p'E;rll
it+ A;-rXt A*"i5Jl :S-* 6;1.11 .raii M. Mffirur Fud 111.
&,J*_r,Y.to;*l3g
gl."
p*Yl
.l)tJl zr '1,i
Tl
Y€3 a++_,rJl I,Jll Brlis
*
ldvl
-i$il ;3 cl 3l-,1i :3 t-r-^,Jl f**
t#tiSjl drlJ#'ill _t a{.lJl i;=6;iljl e3
;1.:-Yl
Y.\o:J::
etji
Y,ti_1S1.;53,;.
Dr. Sembodo Ardi Widodo, S.A \114-11o\11A.f'! ..o' , i,*L
ffi
O^ g+,3-i* ;:*J
ill
f<,
i,Jt*;rtg-'5Jt
oie
ffi tlirr7
Sffi Fv) 8,-- (-
*:zz a=XlE i;23 3 "x= ;1>f : >F3 j
1in1.,3,\'* -'. '7'*;t
w
dffi? \#*#: .
-f
v.-
-m
o L, *D
I
o G)
l\) (f c) {,t
o oE E7
a*1zz
.B
g
o o.
&o
(,r
$
g)
N
(Dt-g)=tD
z
I
.E fr qgil
q =l
x
{D
r a F
g,
=
es*
J<9,
ZT
-.1 :, 5 o 6' c} C} gl o = o o (tl Z $ o U'o U,o + + g, T m € x o o C,
€ o
(D
ff6
il=Ei rHcS*
a
't e.
E}
Ufr w -
t+
o a
=#sE!* >o "g
tY =x:r m(D CIE'
o
s
s *!* 6lr (Ji
,,l'
n
m
Cf
h!i
1z
rl cl Ei
tl* I
!n
I I
isat,
l< rc l8]
I
i
! I
si'
(g (c {tr =
7r g,
o
.D
zo Z ol
7i' ql
x oi9 i= is E a a, =lc ro tc rlf Ei* tl x $ is JG !o i= if ia b lr i0l i((}
fJt & o) (3 (} C) i\) (,I A
e,
t
ti,
{
4
C = g,
I
I
z=B
f
so" ls
I
g)
gj
fr (})
r lr rio o (f,
z o N} ru) =
C I
= $,
(f E
C)
c-
a trl h*
it
rJ '_l F{
F
TI
s
-( H
ts
6 O io -.1
i"
t^
(n
s N
ffi $&$+vH q."l+6ftSM
y
E:>n Z p l^ir.
oij/;
c) (n
-{
#ffi
ag Ufi
E=
s
sc r;;; ffi 3F ;fi ,H;
a* [i,$ =
mx
prv
'i{*t J,,s"d WY,
rt =L€F' lZ# =ffi rr
-r W*' >
gF=F
rr+
g E. 'u I
tEc f^X
-K<'
6f a 3 s: g' HE,frF
ffi b?.'
E E[ F= I EEFE
*€, f $$= H=
ft]
ffi 's$
n F
iS
"i E E .E, ff ga 3 ffi;rJ >> ol=rl }[gl T *r tr E -F 5E bh F tc F E' ,€,Hlp.ht#g P,&E1F 'EE ' I q tr b- H e; Wsk ro
6s'$EEB
I
f
#='. B r{d h
EB
t -l
Hf EB E =
rHe
&
ffi
}F{
,w :ffi
ls -N$
fn ,&. z
m
w ffi
a
tsg uo-
=>
si;il 999.D>*-9 Nr< boq,
-l.;1!ig*
-x -X
,g iH#il:E 5c@= =# Fr >zm€ Przrl-P
o E= LE
'r1
zz
*=E{ en
+oa r-. LCD-
*o-
q tI' HiFE Ft= wq> ;
FHZ+ ;8S € F jo.g5 7 3i-o3 -l 9=rfl= C J\-o,
D=l-u
.g=di saEq
$[Ea 3 E
"z
.D,r
5
J i(iQ
ry f:
1
w N}
oer P-n -
T
.o(Jt N) @
,r
o\
OJ
CI F q,
N) tJ1
o q co
oo)
= UO
x
o 3 o,
= o) Vr..
IA
{q) o :J
3 (, o -t N
o o @
+€
82 3o o
F
'?l
g
tl-
i
e
= ar
=T
=CD ft= rEr
-:= (ct J) oi(D
-< +
T' ct) -) a) =
o)
o 3 o J o g
o
2 o o =
$b
cd'
\"S
-ai.-
l 'rr "tu
P
H-{ i._ f!5.-
= = -sxu,LJ U,
(/\
6' I
CDUIStrcp }*A-- ri-l
ES e
-tr
=vl=3J
CO
e-
e t-
f ,:E
9.
T,
S$
E
E===E E$ j?co rD g e f: = XEi q,E il*E ====orGL=
q
N) -.Fr
-
E-E
J-;t
Ee ;E-== iu CD r\l
E=4
-.r Ed-I= (E! ,\t -r
o"EE
=
+2 =
=o) so-?
=A..E3 5Eo) /.\
*** -
.
-a -t ,3
-a!L iry
r
E;> X(a -r-I,
*< €.<
r'.: E
== =6
G*ts *33
g*.
rS !I
gl
--.s 9I-xr
A.
ffi
.-
t<
h,
CD EL
:
v
l\) O
o oo
c
!\c,utI
+
lJ
C9
* tFEffi H g+ s
=
*E e"*
E Q qd t
-
2. Ut
y;"i F=
= S
6=F
F
SS + += -j =E cDaA {. ...,r i$E
3
ps er
h-*a ittd *d
5F
}J
E
..-
=
E
l.
j
SE 'flA
=.: u H= O 5aE
F
l) .:p'=
Wr) I
{U I
I
L
t
ro n
[."*d
d
o = o =
I->
rt1
F1 q
U
u)
^ : O
@