BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PENDIDIKAN AGAMA ISLAM NONFORMAL DAN KESEHATAN MENTAL LANSIA A. Tinjauan Tentang Pendidikan Agama Islam Non Formal 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Nonformal Menurut Zakiyah Daradjat adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu peserta didik menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.1 Tayar Yusuf mengartikan Pendidikan Agama Islam nonformal sebagai usaha sadar generasi tua untuk pengetahuan, kecakapan, dan ketrampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia bertaqwa kepada Allah SWT.2 Sedangkan menurut A.Tafsir, Pendidikan Agama Islam nonformal adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.3 Jadi, Pendidikan Agama Islam nonformal adalah upaya mendidik agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life (pandangan dan sikap hidup) seseorang. Dalam pengertian ini terwujud dalam bentuk: Pertama Segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau suatu lembaga untuk membantu seorang/sekelompok peserta didik dalam menanamkan dan menumbuh-kembangkan ajaran Islam dan nilai-nilai Islam. Kedua, Segenap fenomena/peristiwa perjumpaan antara dua orang/lebih yang dampaknya ialah tertanamnya atau tumbuh kembangnya ajaran Islam dan Islam nilai-nilainya pada salah satu atau beberapa pihak.4 1
Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), Cet 1, hlm. 130. 2 Ibid. 3 Ibid. 4 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan PAI di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 37.
14
15 Ruang lingkup pendidikan Agama Islam nonformal ini meliputi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara; hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan mahluk lain dan lingkungannya.5 Adapun ruang lingkup bahan pelajarannya meliputi tujuh unsur pokok yaitu; Keimanan, Ibadah, Al-quran, Akhlak, Muamalah, Syari’ah, dan Tarikh.6 Berangkat dari pengertian di atas maka menurut hemat penulis bahwa pengertian pendidikan agama Islam nonformal adalah segala usahausaha atau tindakan-tindakan dan kegiatan ditujukan untuk meningkatkan kualitas dalam beragama baik dalam bidang tauhid (akidah), bidang peribadatan (syari’ah), bidang akhlak, dan bidang kemasyarakatan pada umumnya. Dapat diketahui bahwa pengertian Pendidikan Agama Islam nonformal tidaklah terlepas dari pengembangan sub sistem pendidikan nasional sebagai wahana pembinaan dari lembaga pendidikan secara keseluruhan. Karena pada dasarnya sebuah Panti adalah termasuk kategori pendidikan non-formal. Pendidikan agama Islam nonformal bukanlah suatu proses yang dapat terjadi dengan cepat dan dipaksakan, tetapi berjalan secara berangsur-angsur,
wajar,
sehat
dan
sesuai
dengan
pertumbuhan,
kemampuan dan keistimewaan umur yang sedang dilalui oleh lansia.7 Manusia sebagai peserta didik tidak pula ditentukan atau dibatasi umurnya. Berarti, manusia disuruh belajar sepanjang hayatnya.8 Dengan azas pendidikan seumur hidup atau lebih dikenal dengan istilah life long
5
Endang Saifudin Anshari, Kuliah al-Islam PAI di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajawali, 1992), hlm.2. 6 H.M. Chabib Thoha, Abdul Mu’ti, PBM-PAI di Sekolah; Eksistensi dan Proses BelajarMengajar Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo dan Pustaka Pelajar, 1998), Cet.1, hlm. 183. 7 Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Buan Bintang, 1982), hlm. 69-70. 8 Erwati Aziz, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003), hlm. 42.
16 education.9 Berkaitan dengan hal ini Az-Zarnuji dalam kitab Ta'lim alMuta'allim, sebagaimana Rasulullah saw. bersabda yang artinya “Tuntutlah ilmu pengetahuan dari ayunan sampai keliang lahat (kubur)” .10 Berangkat dari sabda Rasul di atas, bahwa pendidikan Agama Islam nonformal yang bersumber dari ajaran wahyu dan diterapkan Rasul saw. telah lama mengenal konsep pendidikan seumur hidup. Konsep ini pula yang diterapkan dalam sistem pendidikan Islam. Bentuk konsep pendidikan tanpa batas usia.11 Setiap individu dibebankan kewajiban untuk menerima pendidikan sepanjang hayatnya. Dengan kata lain, selagi manusia mempunyai nafas kehidupan, ia senantiasa diminta untuk belajar, bahkan ketika nafas sudah hampir keluar dari badanpun masih diperintahkan untuk mengajarinya melalui talqin (mengajar manusia yang pasif). Lansia adalah orang yang sudah tua, pikun, tenaga berkurang, menurunnya ketahanan tubuh dan biasanya tumbuh uban di kepalanya atau mereka yang telah menjalani siklus kehidupan di atas usia 65 tahun. Oleh karena itu pendidikan yang dilakukan menyesuaikan dari pribadi dengan pemahaman keagamaannya masing-masing sehingga dalam pendidikan agama Islam non formal pada peserta didik (warga panti) memerlukan kecermatan di dalam memilih metode, materi dan kesabaran dari pendidik serta lebih menitikberatkan pada pendidikan ke arah individual dan dikombinasi secara klasikal. 2. Tujuan Pendidikan Agama Islam Nonformal Tujuan pendidikan Agama Islam non formal adalah : a. Pendidikan Agama Islam nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
9
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm.
233. 10
Az-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim, (Surabaya: Maktabah Syaikh Muhammad bin Ahmad Nabhan wa Auladihi, t.th.), hlm. 36. 11 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 108.
17 b. Pendidikan Agama Islam nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional. c. Pendidikan Agama Islam nonformal meliputi kecapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan kesetraan, serta pendidikan lain yang ditujuakan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. d. Satuan Pendidikan Agama Islam nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. e. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandari, usaha mandiri, dan/ melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. f. Hasil Pendidikan Agama nonformal dapat dihargai serta dengan hasil program pendidikan agama Islam nonformal setelah proses penetian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah yang atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. g. Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan agama Islam nonformal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) , ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.12 Adapun tujuan pendidikan agama Islam nonformal menurut Muhaimin
yaitu
untuk
meningkatkan
keyakinan,
pemahaman,
penghayatan dan pengalaman ajaran agama Islam pada lansia, sehingga mereka menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.13 Tujuan yang dimaksud di sini artinya setelah pendidikan agama Islam nonformal dilakukan diharapkan lansia dengan sendirinya akan menjadikan agama sebagai pedoman dan pengendalian tingkah laku, sikap serta perbuatannya dalam kehidupan sehari-hari. Apabila ajaran agama telah masuk menjadi bagian dari pribadi lansia yang telah terdidik itu,
12
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, " tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Penjelasannya, (Bandung: Citra Umbara, 2003), hlm. 14-15. 13 Muhaimin, et.al., Paradigma Pendiidkan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 78.
18 maka dengan sendirinya para lansia akan mematuhi segala larangan dan mengerjakan segala perintah-Nya. Dengan mendasar pada tujuan pendidikan agama Islam nonformal di atas, maka bisa pahami bahwa proses pendidikan yang dilakukan supaya para lansia semakin dekat kepada Allah dan lebih tekun beribadahnya, sehingga mereka menikmati sisa hidupnya di panti dengan ketentraman lahir batin untuk mencapai kebahagiaan serta meninggal dengan Khusnu al-Khatimah. Karena pendidikan agama Islam nonformal merupakan bagian dari kegiatan pendidikan agama Islam nonformal, maka tujuan pendidikan ini lebih lanjut sama dengan tujuan pendidikan agama yang menurut Hery Noer Ali dan Munzier mencakup beberapa hal yang di antaranya: a. Agama Islam menyeru manusia agar beriman dan bertaqwa. b. Agama Islam menekankan amal shaleh dan menetapkan bahwa iman selalu diwujudkan dengan amal shaleh tersebut c. Agama Islam menekankan pentingnya berakhlak yang mulia.14 Pada
intinya
tujuan
pendidikan
agama
Islam
nonformal
sebagaimana di atas tidak lain, untuk lebih meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang telah diajarkan oleh pendidik
kepada peserta didik (warga panti) supaya
terhindar dari gangguan jiwa (depresi, takut, cemas) 3. Materi dan Metode pendidikan Agama Islam Nonformal a. Materi pendidikan Agama Islam Nonformal Pada dasarnya materi pendidikan agama Islam nonformal meliputi; akidah, syari’ah, dan akhlak. Untuk lebih jelasnya, berikut penulis sajikan rincian masing-masing item. 1) Akidah Akidah atau keimanan dalam Islam merupakan hakekat yang meresap ke dalam hati dan akal, bukan sekedar semboyan yang 14
Hery Noer Aly dan Munzier, Watak Pendidikan Islam¸(Jakarta: Friska Agung Insani, 2000), hlm. 138-140.
19 diucapkan karena akidah merupakan akar dan pokok agama Islam. Akidah Islam terefleksikan dalam rukun iman yaitu iman kepada Allah SWT, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir serta qadha dan qadar.15 Sayyid Abul A’la al-Maududi, dalam bukunya “Toward Understanding Islam” mengemukakan beberapa pengaruh iman terhadap mental seseorang yaitu: a) A believer in this kalima can never be narrow minded or shriveled in outlook. b) This belief produces in man the highest degree of self-respect and self-esteem. c) This belief makes man virtuous and upright.16 Artinya: a) Orang yang percaya kepada kalimat atau pernyataan ini (percaya kepada Allah) tidak akan mempunyai pandangan yang sempit dan picik. b) Kepercayaan
ini
menumbuhkan
sifat
penghargaan
dan
penghormatan pada diri sendiri. c) Kepercayaan (tauhid) ini membuat manusia menjadi baik (shaleh) dan adil (jujur). Dari keterangan di atas, jelaslah bahwa betapa pentingnya pendidikan agama Islam bagi lansia, karena iman yang di realisasikan dalam bentuk ajaran agama merupakan unsur terpenting dalam kesehatan mental lansia dan sebagai pengendali sikap, ucapan, tindakan dan perbuatannya dalam kehidupan seharihari.
15
Yusuf Qardhawi, Masyarakat Berbasis Syari’at Islam (Akidah, Syari’ah, Akhlak), (Solo: Era Intermedia, 2003), hlm. 19. 16 Sayyid Abul A’la al-Maududi, Toward Understanding Islam, (Kuwait: International Federation of Student Organization, 1992), hlm. 74-75.
20 2) Syari’ah Syari’ah dalam Islam berhubungan erat dengan amal lahir (nyata) dalam rangka mentaati peraturan dan hukum Allah, guna mengatur hubungan antara manusia dengan Allah dan mengatur pergaulan hidup antara sesama manusia.17 Perwujudan dan adanya hubungan antara manusia dengan Tuhannya adalah dengan komunikasi kalbu melalui ibadah shalat, dzikir dan do’a-do’a, maka penulis menjelaskan tentang arti pentingnya shalat wajib bagi kesehatan mental khususnya bagi lansia serta pengertian dzikir dan do’a-do’a. Shalat adalah kewajiban harian yang sudah jelas bilangannya yakni lima kali sehari semalam, telah ditentukan waktu dan jumlah rakaatnya, demikian pula rukun-rukunnya, yakni dimulai dari takbiratul ihram lantas di akhiri dengan salam.18 Shalat juga merupakan satu di antara sekian banyak ajaran-ajaran Islam yang mampu menjadi terapi dan menjaga kesehatan fisik dan psikis (mental) seseorang.19 Seperti Firman Allah SWT surat al-Ankabut ayat 45 menjelaskan tentang manfaat shalat.
(45 : )ﺍﻟﻌﻨﻜﺒﻮﺕﺒﺮ ﺍﻟ ﱠﻠ ِﻪ ﹶﺃ ﹾﻛﻭﹶﻟ ِﺬ ﹾﻛﺮ ﻨ ﹶﻜ ِﺮﺍﹾﻟﻤﺎ ِﺀ ﻭﺤﺸ ﻋ ِﻦ ﺍﹾﻟ ﹶﻔ ﻰﻨﻬ ﺗ ﻠﻮ ﹶﺓِﺇ ﱠﻥ ﺍﻟﺼ … Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatanperbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain) … (QS. Al-Ankabut: 45)20 Ayat tersebut menunjukkan bahwa orang yang menjalankan shalat dengan khusu’ artinya menghayati serta mengerti apa yang diucapkan akan banyak memperoleh manfaat, antara lain
17
Zuhairini, dkk., op. cit., hlm. 61. Yusuf al-Qardhawi, Karakteristik Islam Kajian Analitik, (Surabaya: Risalah Gusti, 2000), hlm. 216. 19 M. Sholeh dan Imam Musbikin, Agama sebagai Terapi (Menuju Ilmu Kedokteran Holistik), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 195. 20 Soenarjo, dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 1989), hlm. 635. 18
21 ketenangan hati, perasaan aman dan terlindung, serta berperilaku baik (menjauhkan diri dari perbuatan keji dan mungkar). Kita sebagai umat Islam hendaklah terbiasa dalam melaksanakan shalat karena shalat mempunyai nilai-nilai utama yaitu jalinan hubungan yang erat antara makhluk dengan khaliknya serta mendidik seorang muslim senantiasa memusatkan usaha, pikiran, akal, pikiran dan perjuangan pada titik tujuan yang mendatangkan keberhasilan, keberuntungan dan kebahagiaan yaitu mendapat keridhaan Allah.21 Shalat juga merupakan ibadah yang pertama kali akan dihisab atas setiap muslim di hari kiamat. Selain bimbingan shalat, ada pula bimbingan dzikir dan do’a-do’a. dzikir memiliki makna mengingat segala keagungan dan kasih sayang Allah SWT. yang telah diberikan kepada kita, sambil mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.22 Apabila seorang muslim membiasakan diri mengingat Allah (berdzikir), maka ia akan merasa bahwa ia dekat dengan Allah dan berada dalam perlindungan dan penjagaan-Nya. Dengan demikian, akan timbul pada dirinya perasaan percaya pada diri sendiri, teguh, tenang, tenteram, dan bahagia.23 Firman Allah SWT:
(152 : )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ.... ﻢ ﺮ ﹸﻛ ﻲ ﹶﺃ ﹾﺫ ﹸﻛ ﻭِﻧ ﺮ ﻓﹶﺎ ﹾﺫ ﹸﻛ Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu … (WS. Al-Baqarah: 152)24 Kata-kata dzikir yang kita dengar sehari-hari dapat juga berarti do’a atau pengharapan, tahmid, syukur dan pengagungan serta sanjungan kepada Allah SWT. Pengertian ini diambil dari praktek shalat, seperti kita ketahui, sehabis shalat setiap orang 21
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Grafindo Persada, 2003),
hlm. 263. 22
Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 236. 23 M. Ustman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, (Bandung: Pustaka, 1997), hlm. 35. 24 Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 38.
22 disunahkan berdzikir. Dzikir seusai shalat ini adalah membaca tasbih, tahmid dan takbir, masing-masing tiga puluh tiga kali. Di samping itu juga dibaca istighfar, tahlil dan do’a-do’a. Do’a dan juga membaca al-Qur’an merupakan rangkaian dari arti dzikir. Dengan demikian maka tujuan utama pendidikan atau pengajaran pada lansia bertujuan supaya para lansia selalu ingat pada Allah Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan nikmat sampai kita tak dapat menghitung berapa banyaknya. Melalui dzikir ketenangan jiwa akan diperoleh karena manusia sadar akan dirinya ingat kepada Allah, serta merasa Allah mengetahui, mendengar dan memperhatikan do’anya. Mengingat Allah juga dapat membersihkan pikiran dari bayang-bayangan negatif yang akan menghantui diri manusia. Hal itu berarti dapat mencegah seseorang dari gangguan jiwa (gelisah, cemas, takut, depresi). Adapun bimbingan do’a yang dimaksud dalam skripsi ini adalah do’a yang dibaca sehari-hari dan mudah untuk dihafal oleh para lansia, seperti: do’a untuk kesejahteraan hidup di dunia akhirat, do’a mohon ampun untuk diri pribadi dan orang tuanya, do’a sebelum dan sesudah makan, do’a sebelum dan sesudah tidur dan do’a-do’a lainnya. Diharapkan dengan memberikan pendidikan agama Islam yang berupa shalat, dzikir, do’a-do’a dan ibadah lainnya kepada lansia supaya dapat membangkitkan perasaan bahagia dan kenyamanan serta meningkatkan nilai spiritual agama mereka.25 Selain itu juga bertujuan untuk memberi bekal supaya para lansia senantiasa ingat kepada Allah sehingga mereka memperoleh kedekatan diri kepada Allah serta ketenangan jiwa. Ditinjau dari
25
M. Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits (al-Hadits wa ‘Ulum an-Nafs), (Jakarta: Pustaka al-Husana Baru, 2004), hlm. 300.
23 kesehatan mental dzikir dan do’a dapat berfungsi untuk menjaga kesehatan mental. 3) Akhlak Akhlak adalah jamak dari khuluq yang berarti kebiasaan, perangai,
tabi’at,
watak,
dan
sopan-santun.
Akhlak
yaitu
kemampuan jiwa untuk melahirkan suatu perbuatan secara spontan, tanpa pemikiran atau pemaksaan.26 Sedang menurut Imam AlGhazali dalam kitab Ihya' Ulumuddin sebagai berikut:
ﻓﺎﳋﻠﻖ ﻋﺒﺎﺭﺓ ﻋﻦ ﻫﻴﺌﺔ ﰱ ﺍ ﻟﻨﻔﺲ ﺭﺍ ﺳﺨﺔ ﻋﻨﻬﺎ ﺗﺼﺪ ﺭ ﺍﻷ ﻓﻌﺎﻝ 27
ﺑﺴﻬﻮ ﻟﺔ ﻭﻳﺴﺮ ﻣﻦ ﻏﲑ ﺣﺎﺟﺔ ﺍﱃ ﻓﻜﺮ ﻭﺭﻭﻳﺔ
Artinya:"Akhlak adalah sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang menimbulkan segala perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan". Dengan demikian pendidikan mengenai akhlak ini bersifat fundamental dan sangat menentukan terhadap perbaikan kondisi kehidupan warga panti (lansia). Pembinaan akhlak bagi para lansia sangat penting, sebab dengan diberi materi akhlak mereka akan tahu dan mengerti bagaimana tata cara bergaul dengan sesamanya dengan pergaulan yang baik sesuai dengan etika dan norma Islam yang telah diajarkan oleh Rasulullah, seperti dalam sabdanya:
ﻴ ِﻪ ﻋ ﹶﻠ ُ ﻰ ﺍﷲ ﻠﷲ ﺻ ِ ﻮﻝﹸ ﺍ ﺭﺳ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ: ﻗﹶﺎ ﹶﻝﻨﻪ ﻋ ُ ﻲ ﺍﷲ ﺿ ِ ﺭ ﺮ ﹶﺓ ﻳﺮ ﻦ ﹶﺍﺑِﻰ ﻫ ﻋ 28
(ﻕ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ ِﻼ ﺧ ﹶ ﺢ ﹾﺍ َﻷ ﺎِﻟﻢ ﺻ ﻤ ﺗُ ﻷ ِﻌ ﹾﺜﺖﺎ ﺑﻧﻤﻢ ِﺍ ﺳ ﱠﻠ ﻭ
Artinya: “Dari Abi Hurairah r.a berkata bahwa Rasullah saw bersabda : Bahwasanya aku diutus Allah hany untuk menyempurnakan kebaikan akhlak (budi pekerti)”. (HR. Bukhari)
26
Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibu Miskawaih, (Yogyakarta: Belukar, 2004), hlm.
31. 27
Iamam al-Ghazali, Ihya' Ulumuddin, Juz III (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), hlm. 52 Jalaluddin Abdurrahman, Jami’ As Shaghir, Indonesia Dar Al Ihya Al Kuthub Al Arabiyah, tth, Juz .1 Hlm. 103. 28
24 Dari hadits di atas, bahwa nabi Muhammad saw. diutus Allah ke dunia ini tidak lain dengan tujuan untuk mengajarkan kepada semua umat manusia terutama umat Islam dengan akhlak yang baik yang sesuai dengan ajaran Islam. Dengan berakhlak baik dan terpuji maka hidup mereka akan menjadi tenang, tentram, damai, bahagia dan sejahtera. Dari uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa kesulitan yang dialami orang yang telah berusia lanjut merupakan kenyataan maka dalam pendidikan agama Islam nonformal yang baik dan tepat adalah dengan mengembangkan sikap sosial dan memahami orang yang dididik dengan kesabaran, karena orang yang dididik tersebut mempunyai banyak kekurangan, terutama dalam hal fungsi panca indera. Jadi, untuk mengurangi kesulitan dalam menyampaikan materi pendidikan agama Islam nonformal pada peserta didik (warga panti), salah satunya adalah memahami sikap orang yang dididik dan mengarahkan pada hal-hal yang lebih baik dengan pelan, agar mereka tidak kaku dan merekapun akhirnya dapat menyesuaikan diri dalam lingkungannya sehingga dapat menerima materi dari pendidikan agama Islam nonformal dengan baik dan diharapkan peserta didik (warga panti) mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari di panti. b. Metode Pendidikan Agama Islam Nonformal Sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam non formal diperlukan berbagai metode yang dapat mengantarkan menuju terlaksananya pendidikan dengan baik, sehingga peserta didik (warga panti) mampu mengembangkan diri dalam kehidupan, terutama dalam memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.29
29
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam dan Praktek Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 4.
25 Metode yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam non formal terhadap para lansia antara lain sebagai berikut: 1) Metode Ceramah Metode ceramah ialah sebuah bentuk interaktif, edukatif, melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap sekelompok
pendengar
(peserta
didik)
untuk
memperjelas
uraiannya dapat digunakan alat-alat bantu mengajar. Namun demikian media utama komunikasi interaksinya adalah bahasa lisan.30 Dalam pendidikan agama Islam, hampir semua bahan atau materinya dapat disampaikan dengan metode ceramah baik tentang akidah, syari’ah maupun akhlak. 2) Metode Tanya Jawab Metode Tanya jawab ialah cara penyajian materi dalam bentuk pertanyaan yang harus di jawab, terutama dari guru kepada peserta didik atau dapat juga dari peserta didik kepada guru. Dengan metode Tanya jawab, pengertian dan pemahaman materi dapat
diperoleh
lebih
mantap.
Sehingga
segala
bentuk
kesalahpahaman dan kelemahan daya tangkap terhadap materi dapat dihindari semaksimal mungkin.31 3) Metode Demonstrasi Metode demonstrasi menggunakan
alat
peraga
yaitu
metode
(meragakan)
mengajar dengan to
show
atau
memperkenalkan atau mempertontonkan.32 Sedangkan
menurut
Usman
Basyiruddin,
metode
demonstrasi adalah salah satu teknik mengajar yang dilakukan oleh seorang guru atau orang lain yang dengan sengaja diminta atau peserta didik sendiri ditunjuk untuk memperlihatkan bagaimana
30
Zuhairini, dkk., Metode Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm. 74. Arief Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 141. 32 Tayar Yusuf, Saiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama Islam dan Bahasa Arab, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 49. 31
26 tentang suatu proses atau cara melakukan sesuatu. Misalnya demonstrasi tentang cara shalat yang benar dan sebagainya.33 4. Perbedaan Pendidikan Nonformal dan Formal Pendidikan non formal mempunyai perbedaan dengan pendidikan formal. Sudjana menjelaskan bahwa pendidikan nonformal mempunyai derajat keketatan dan keseragaman yang lebih longgar dibanding dengan tingkat keketatan dan keseragaman pendidikan formal. Pendidikan non formal memiliki bentuk
dan isi program yang bervariasi, sedangkan
pendidikan formal, pada umumnya, memiliki bentuk dan isi program yang seragam untuk setiap satuan, jenis dan jenjang pendidikan. Perbedaan ini pun tampak pada teknik-teknik yang digunakan dalam mendiagnosis, merencanakan, dan mengevaluasi proses, hasil dan dampak program pendidikan.Tujuan program sedangkan
tujuan
pendidikan nonformal
tidak seragam,
program pendidikan formal seragam untuk setiap
satuan dan jenjang pendidikan.34 Peserta didik (warga belajar) dalam program pendidikan nonformal tidak memiliki persyaratan ketat sebagaimana persyaratan yang berlaku bagi peserta didik pendidikan formal. Tanggung jawab pengelolaan dan pembiyaan pendidikan non formal dipikul oleh pihak yang berbeda-beda, baik pihak pemerintah, lembaga kemasyarakatan, maupun perorangan yang berminat untuk menyelenggarakan program pendidikan. Di pihak lain, tanggung jawab pengelolaan program pendidikan formal pada umumnya berbeda pada pihak pemerintah dan lembaga yang khusus menyelenggarakan pendidikan persekolahan. Dengan demikian, perbedaan antara kedua luhur pendidikan itu terdapat dalam berbagai segi, baik sitem maupun penyelenggaraannya.35
33
Usman Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 45. 34 Sudjana, Pendidikan Nonformal, Wawasan, Sejarah Perkembangan, Filsafat dan Teori Pendukung, Serta Asas, (Bandung: Falah Pruduction, 2004), hlm. 15. 35 Ibid., hlm. 16
27 Dengan demikian perkembangannya berbagai ragam program pendidikan nonformal, maka relatif sulit untuk mengidentifikasikan dan menganalisis secara cermat tentang dimensi-dimensi yang terdapat dalam setiap
komponen
pendidikan
penyelenggaraanya. Sedangkan
nonformal
untuk mengenali
dan
prosedur
komponen
dan
mekanisme penyelenggaraan program pendidikan non formal relative mudah
untuk dilakukan. Namun, upaya mempelajari berbagai cirri
pendidikan nonformal
terus dilakukan
oleh para pendidikan
dalam
mengenali perbedaan yang lebih jelas antara jalur pendidikan nonformal dan jalur pendidikan formal. Perbedaan Karakteristik Program-program36 Program Pendidikan Formal Program Pendidikan Nonformal 1. Jangka panjang dan dan 1. Jangka pendek dan khusus bertujuan memenuhi kebutuhan umum bertujuan membekali tertentu yang funsional dalam peserta didik dengan kehidupan masa kini dan masa kemampuan umum untuk depan. kehidupan masa depan.. menekankan 2. Hasil belajar akhir ditandai 2. Kurangnya pentingya ijazah, hasil belajar, dengan pengesahan berijazah atau tidak, dapat kemampuan ijazah. Ijazah diterapkan langsung dalam diperlukan untuk kehidupan di lingkungan memperoleh pekerjaan, pekerjaan atau dimasyarakat. kedudukan, dan atau Ganjaran diperoleh selama melanjutkan studi ke jenjang proses dan akhir program lebih tinggi. Ganjaran atas berwujud hasil, produk, keberhasilan terutama pendapatan dan keterampilan. diperoleh pada akhir program.
B. Tinjauan tentang Kesehatan Mental 1. Pengertian Kesehatan Mental Kondisi mental sangat menentukan dalam hidup ini, karena hanya orang yang sehat mentalnya sajalah yang dapat mengatasi kesukarankesukaran hidup atau rintangan-rintangan dalam hidup, merasa tentram,
36
Sudjana, op. cit., hlm. 29-30.
28 bahagia, merasa berguna bagi dirinya maupun bagi lingkungan masyarakat. Kesehatan mental atau mental hygiene terdiri dari dua kata yaitu “mental dan hygiene”. Hygiene berasal dari bahasa Yunani “hygeia” yang artinya ilmu kesehatan, sedang mental berasal dari bahasa Latin “means” yang berarti jiwa, sukma, roh. Dengan demikian kesehatan mental adalah ilmu yang mempelajari tentang kesehatan jiwa atau mental.37 Kesehatan mental menurut M. Ustman Najati dalam kitab al-Hadits an-Nabawi wa Ilm an-Nafs yaitu
ﻣﻊ ﺣﺪ,ﺍﻟﺼﺤﺔ ﺍﻟﻨﻔﺴﻴﺔ ﻫﻰ ﺗﻜﻴﻒ ﺍﻻﻓﺮﺍﺩ ﻣﻊ ﺃﻧﻔﺴﻬﻢ ﻭ ﻣﻊ ﺍﻟﻌﺎﱂ ﻋﻤﻮﻣﺎ ﻭ,ﺃﻗﺼﻰ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺠﺎﺡ ﻭ ﺍﻟﺮﺿﺎ ﻭ ﺍﻻﻧﺸﺮﺍﺡ ﻭ ﺍﻟﺴﻠﻮﻙ ﺍﻻﺟﺘﻤﺎﻋﻰ ﺍﻟﺴﻠﻴﻢ 38 .ﺍﻟﻘﺪﺭﺓ ﻋﻠﻰ ﻣﻮﺍﺟﻬﺔ ﺣﻘﺎﺋﻖ ﺍﳊﻴﺎﺓ ﻭ ﻗﺒﻮﳍﺎ Artinya: Kesehatan mental adalah kemampuan adaptasi seseorang dengan dirinya sendiri dan dengan alam sekitar secara umum, sehingga ia merasa senang, bahagia, hidup dengan lapang, berperilaku sosial secara normal serta mampu menghadapi dan menerima berbagai kenyataan hidup. Menurut Zakiah Daradjat kesehatan mental yaitu terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berlandaskan keimanan dan ketakwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia dunia akhirat.39 Dari definisi kesehatan mental yang diuraikan Zakiah Daradjat, Seperti keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menurut beliau aspek agama harus masuk dalam kesehatan mental, karena agama memiliki peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Agama merupakan salah satu kebutuhan psikis manusia yang perlu dipenuhi oleh 37
Kartini Kartono dan Jenny Andari, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam¸ (Bandung: Mandar Maju, 1989), hlm. 3. 38 M. Ustman Najati, Al-Hadits an-Nabawi wa Ilm an-Nafs, (Mesir: Dar Asy-Syuruq, t.th), hlm. 271. 39 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1975), hlm. 13.
29 setiap orang yang merindukan ketentraman dan kebahagiaan. Kebutuhan psikis manusia akan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. tidak akan terpenuhi kecuali dengan agama. Berdasarkan uraian di atas, maka pengertian keseatan mental yang dipegang dan dipedomani dalam tulisan yang ditulis oleh Zakiah Daradjat yang berdasarkan atas kekuatan spiritual agama Islam. Hanya dengan kesehatan mental dalam arti yang sesungguhnya. Tanpa pengertian demikian, orang mungkin saja dapat memperoleh kondisi mental yang memadai tetapi itu dalam arti yang semu, karena kesehatan mental yang sesungguhnya adalah mencakup keseluruhan aspek kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Menurut pandangan Islam, mental yang sehat tidak hanya terhindar dari penyakit kejiwaan yang memiliki dimensi duniawi, melainkan juga mencakup dimensi ukhrawi. Ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan kesehatan mental antara lain:
ﻊ ﻣ ﺎﻧﹰﺎﻭﺍ ِﺇﳝﺍﺩﺰﺩ ﻴﲔ ِﻟ ﺆ ِﻣِﻨ ﺏ ﺍﹾﻟﻤ ِ ﻨ ﹶﺔ ﻓِﻲ ﹸﻗﻠﹸﻮﺴﻜِﻴ ﺰ ﹶﻝ ﺍﻟ ﻮ ﺍﱠﻟﺬِﻱ ﺃﹶﻧ ﻫ
(4 :)ﺍﻟﻔﺎﺗﺢ......ﻢ ﺎِﻧ ِﻬِﺇﳝ
Dialah yang telah menurunkan ketenangan kedalam hati setiap orang –orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah disamping keimanan mereka (yang telah ada). (QS. Al-Fath: 4)40 Dari keterangan diatas dengan tegas Allah SWT, menerangkan bahwa dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT maka akan tercurahlah ketenangan jiwa dalam hati. Sebab Allah adalah Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana yang dapat memberikan ketenangan jiwa kedalam hati orang yang beriman. 2. Ciri-ciri Mental yang Sehat Ada yang mengatakan bahwa yang menjadi syarat umum bagi kesehatan mental adalah tidak adanya konflik batin dan suksesnya penyesuaian
diri
dengan
lingkungannya,
sebagaimana
pendapat
behaviorisme sedangkan golongan psikoanalisa memberikan kriteria 40
Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 1059.
30 sejauhmana si aku (ego) dapat mempertahankan keakuannya menghadapi dua kekuatan yaitu ia yang primitif dan super ego yang terlalu idealistik.41 Sedangkan Syamsu Yusuf mengemukakan beberapa karakteristik atau manifestasi mental yang sehat sebagai berikut:42 3. Terhindarnya seseorang dari gejala-gejala gangguan jiwa dan penyakit jiwa 4. Dapat menyesuaikan diri 5. Memanfaatkan potensi semaksimal mungkin 6. Tercapainya kebagian pribadi dan orang lain. Menurut Rasmun, sikap mental yang sehat yaitu kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungan sebagai perwujudan keharmonisan fungsi mental dan kesanggupannya menghadapi masalah yang biasa terjadi, individu merasa puas dan mampu.43 Iman sebagai unsur terpenting dalam kesehatan mental yang direalisasikan dalam bentuk ajaran agama, maka dalam Islam prinsip pokok yang menjadi sumber kehidupan manusia adalah iman, karena iman itu menjadi pengendali sikap, ucapan, tindakan dan perbuatan.44 Amal shaleh sebagai ciri kesehatan mental, karena amal shaleh merupakan suatu dorongan (motivasi) atau kebutuhan yang sesuai dengan usaha preventif atau penjagaan diri dari gangguan kejiwaan dan sebagai perwujudan iman aktual yaitu sebagai bukti kualitas pribadi seseorang. Kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat akan tercapai apabila manusia
41
Elmira N. Sumintardja, dkk., Metodologi Psikologi islam¸(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 45. 42 Syamsu Yusuf, Mental Hygiene (Pengembangan Kesehatan Mental dalam Kajian Psikologi dan Agama), (Bandung: Bani Quraisy, 2004), hlm. 20. 43 Rasmun, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga untuk Perawat dan Mahasiswa Keperawatan, (Jakarta: Sagung Seto, 2001), hlm. 11. 44 Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1995), hlm. 11.
31 beramal shaleh dan berakhlak mulia, karena dengan perilaku semacam itulah fitrah manusia yang asli itu terwujudkan dalam realitas kehidupan.45 Sedangkan takwa sebagai ciri kesehatan mental karena takwa merupakan tujuan pokok bagi segala bentuk kehendak, perilaku dan perbuatan keagamaan seseorang dalam rangka mencapai kebahagiaan lahir batin dan dunia akhirat. Keimanan dan ketakwaan dapat mengendalikan dan mengontrol perbuatan manusia agar tetap pada jalur yang telah digariskan oleh agama serta menjauhi larangan dan melaksanakan perintah Allah SWT.46 Kemudian pada tahun 1984 menyempurnakan batasan mental sehat dengan menambahkan elemen spiritual (agama) sehingga sekarang ini yang dimaksud dengan sehat tidak hanya sehat fisik, psikologis, dan sosial tetapi juga sehat dalam arti spiritual atau agama, empat dimensi sehat bio, psiko, sosial, spiritual.47 Dari uraian di atas jelas bahwa karakteristik atau ciri-ciri mental yang sehat mencakup empat dimensi, yaitu sehat biologis, sehat psikologis, sehat sosial, dan sehat spiritual. Dengan masuknya faktor agama ini menunjukkan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan mental. Oleh karena itu, dapat diambil kesimpulan bahwa orang sehat tidak sekedar sehat jasmani dan rohani saja, tapi juga sehat secara sosial dan sehat secara spiritual.
C. Tinjauan tentang Kesehatan Mental Lansia 1. Pengertian lansia Lansia mempunyai arti orang yang sudah tua, pikun, tenaga berkurang, menurunnya ketahanan tubuh dan biasanya tumbuh uban di
45
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm. 64. 46 Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila, (Bandung: Sinar Baru, 1988), hlm. 153. 47 Dadang hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1999), hlm. 28.
32 kepalanya serta sudah tidak produktif lagi.48 Yang dimaksud dengan lansia adalah mereka yang telah berumur 65 tahun ke atas. Usia lanjut merupakan suatu periode unik dan sulit dalam hidup kita.
49
Suatu tahap peralihan dalam arti bahwa baik pria maupun wanita
harus menyesuaikan diri pada semakin berkurangnya tenaga mental dan fisik. Masa ini adalah saat-saat untuk mensyukuri segala sesuatu yang sudah ia capai di masa lalu.50 Pada saat ini keadaan fisiknya sudah jauh menurun, bahkan ia mungkin sudah pensiun. Masa pensiun merupakan salah satu cobaan yang cukup berat karena ini menimbulkan perasaan tidak berguna lagi. Menurut Undang-undang Nomor 4 tahun 1965 lansia adalah suatu proses alami yang tidak dapat ditentukan oleh Tuhan YME. Umur manusia sebagai makhluk hidup terbatas oleh peraturan alam.51 Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, di mana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial. Sedikit demi sedikit sampai tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Sehingga kebanyakan orang, masa tua itu masa yang kurang menyenangkan. The Liang Gie menjelaskan bahwa proses penuaan sebagaimana mengutip dari Donald Roy Morse dan M. Lawrence Furst dalam buku ”Stess for Succes (1979)”, dapat dilihat dari tiga segi yaitu:52 1. Penuaan biologis 2. Penuaan psikologis 3. Penuaan sosiologis. Proses penuaan dapat dihambat dengan perilaku hidup yang sehat, makanan sehat, olah raga cukup, tidak merokok, dan berpikir positif.53 48
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 101. William Gladstone, Apakah Mental Anda Sehat, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994), hlm. 134. 50 Irwanto, dkk., Psikologi Umum, (Jakarta: Gramedia, 1989), hlm. 52. 51 Wahyudi Nugroho, Perawatan Lanjut Usia, (Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 1992), hlm. 14. 52 The Liang Gie, Strategi Hidup Sehat Terutama untuk Orang Usia Lanjut, (Yogyakarta: PUBIB, 1999), hlm. 13. 49
33 Melihat cara menghambat penuaan di atas maka jelas dengan mengamalkan ajaran agama Islam proses penuaan dapat dihambat, karena ajaran Islam penuh dengan peraturan yang dapat menjamin kebahagiaan pemeluknya. Sejak dari lahir sampai akhir hayat orang yang mengamalkan ajaran Islam yaitu memperbanyak amal shaleh, tekun beribadah dan rajin melaksanakan dzikrullah akan panjang umur serta tetap produktif (sehat jasmani dan rohani). 2. Ciri-ciri lansia Secara tradisional, keluarga merupakan sumber utama dari pertolongan bagi lansia, karena pada umumnya lansia mempunyai ciri khas antara lain: a. Keterbatasan
fungsi tubuh yang
berhubungan
dengan
makin
meningkatnya usia. b. Ketergantungan pada orang lain. c. Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, di antaranya setelah menjalani masa pensiun, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.54 Adapun ciri lain dari lansia dilihat dari segi keberagamaannya sebagai berikut: a. Meningkatkan kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan. b. Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat secara lebih sungguh-sungguh. c. Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia. d. Perasaan takut pada kematian ini berdampak pada peningkatakan pembentukan sikap keagamaan terhadap adanya kehidupan abadi atau akhirat.55
53
Su’dan, Al-Qur’an dan Panduan Kesehatan Masyarakat, (Jakarta: dana Bhakti Prima Yasa, 1997), hlm. 275. 54 http://www.e-psikologi.com/usia/160402.htm 55 Jalauddin, op.cit. hlm. 100.
34 Al-Qur’an selalu berupaya untuk mengarahkan manusia untuk tidak merasa takut terhadap hal-hal yang biasanya membangkitkan rasa takut bagi manusia, seperti mati dan jatuh miskin. Menurut M. Ustman Najati dalam kitab al-Qur’an wa Ilm Nafs,
ﻓﻬﻮ, ﺍﻧﻪ ﻳﻨﻈﺮ ﺇﱃ ﺍﳌﻮﺕ ﻧﻈﺮﺓ ﻭﺍﻗﻌﻴﺔ.ﺍﳌﺆﻣﻦ ﺍﻟﺼﺎﺩﻕ ﺍﻻﳝﺎﻥ ﻻ ﳜﺎﻑ ﺍﳌﻮﺕ ﻓﺎﺫﺍ ﺟﺎﺀ ﺃﺟﻠﻪ ﻓﻠﻦ, ﻭ ﺃﻥ ﻟﻜﻞ ﺍﻧﺴﺎﻥ ﺃﺟﻼ ﳏﺪﺩﺍ,ﻳﻌﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﺣﻘﻴﻘﺔ ﻻ ﻣﻔﺮ ﻣﻨﻬﺎ 56 .ﻳﺴﺘﻄﻴﻊ ﺃﻥ ﻳﺆﺧﺮﻩ Artinya: Orang mukmin yang benar-benar beriman tidak takut akan mati. Ia memandang kematian dengan pandangan yang realistis, sebab ia tahu bahwa kematian merupakan realitas yang tidak bisa dihindari dan setiap manusia mempunyai ajal yang telah ditentukan. Apabila ajalnya datang, ia tidak akan bisa menundanya. Sedangkan menurut Kalis (1963) dalam buku Invitation to the Psychology of Religion, berpendapat bahwa deeply religious people, who attended church most frequently, feared death the least. Irregular church attenders had the highest degree of death anxiety.57 Artinya: Orang yang religius yang sering mendatangi tempat beribadah, tingkat kecemasan matinya lebih rendah, sedangkan orang yang jarang mendatangi tempat beribadah tingkat kecemasan matinya lebih tinggi. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kematian tidak lain hanyalah perpindahan dari kehidupan yang fana kepada kehidupan yang abadi. Sehingga usia lanjut memang masa di mana kesadaran religius harus lebih ditingkatkan dan diperkuat karena dengan iman dan takwa kepada Allah para lansia mengganggap kematian bukan akhir tetapi merupakan permulaan baru menyongsong akhir kehidupan dengan tenang dan tentram. Dengan demikian, iman yang teguh merupakan senjata yang paling ampuh untuk melawan rasa takut dalam menghadapi kematian. 56
Usman Najati, al-Qur’an wa Ilm Nafs, (Mesir: Dar asy-Sruruq, t.th), hlm. 273. Raymond F. Paloutzian, Invitation to the Psychology of Religion, (America: Library of Congress, 1996), hlm. 257. 57
35 3. Kesehatan Mental lansia Di kalangan orang lansia, problem kesehatan mental juga perlu memperoleh perhatian problem yang umum terjadi adalah depresi, karena terjadinya penurunan sosial dan peran-peran sosial, dan kemungkinan adanya faktor genetik, depresi di kalangan lansia sering terjadi.58 Untuk itu sangatlah penting dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok pada lansia, adapun kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh lansia ialah beberapa kebutuhan pokok yang terdapat atau terasa oleh setiap orang, baik anak kecil, orang dewasa, maupun lansia, yaitu kebutuhan akan kasih sayang, rasa aman, harga diri, akan rasa bebas, sukses dan akan rasa tahu (mengenal), serta akan pentingnya peran agama.59 Apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, orang lansia akan merasa gelisah, cemas dan tidak enak. Sebaliknya jika terpenuhi akan menimbulkan rasa senang, riang bahagia, bebas, sukses dan optimis dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kesehatan mental lansia yang baik adalah sehat secara duniawi, ukhrawi, sa’adah dan spiritual. Karena itu mental sesuatu yang menyangkut batin dan watak manusia yang bukan bersifat badan ataupun tenaga, bukan hanya pembangunan fisik yang diperhatikan, melainkan juga pembangunan psikis. Bahwa mental yang berhubungan dengan pikiran, akal, dan ingatan harus dijaga dan dipelihara, karena dengan mental yang sehat tubuh juga sehat. Ketenangan hidup, ketenangan jiwa atau kebahagiaan batin tidak bergantung pada faktor-faktor keadaan sosial, ekonomi, politik, adat kebiasaan dan sebagainya. Karena kesehatan mentallah yang menentukan apakah orang akan mempunyai kegairahan hidup atau bersifat pasif dan tidak semangat.
58
Moeljono Notosoedirdjo, Latipun, Kesehatan Mental Konsep dan Penerapan, (Malang: UMM Press, 2002), hlm. 169. 59 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1982), hlm. 35.
36 Untuk itu hendaknya kita memperlakukan para lansia dengan perlakuan yang baik dan penuh kasih sayang, karena lansia dipandang tak ubahnya seorang bayi yang membutuhkan pemeliharaan, perawatan serta perhatian khusus dengan penuh kasih sayang sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan bahagia.