HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN USAHATANI CABAI SEBAGAI DAMPAK DARI PEMBELAJARAN FMA (STUDI KASUS DI DESA SUNJU KECAMATAN MARAWOLA PROVINSI SULAWESI TENGAH) Herman Subagio dan Conny N. Manoppo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK Untuk melaksanakan intensifikasi cabai merah diperlukan rakitan teknologi yang mudah diadopsi petani dalam artian secara teknis mudah diterapkan, secara ekonomis menguntungkan, secara sosial budaya dapat diterima dan tidak merusak lingkungan. Sejalan dengan itu, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang saling berhubungan dengan usahatani cabai. Penelitian bertujuan mengidentifikasi hubungan karakteristik petani dengan usahatani cabai sebagai dampak dari pembelajaran FMA. Penelitian dilakukan melalui survei di desa Sunju Kecamatan Marawola Provinsi Sulawesi Tengah. Unit analisis adalah populasi petani cabai yang terlibat dalam pembelajaran lewat FMA (Demplot), yaitu sebanyak 20 orang. Variabel peubah yang diamati meliputi: umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota dalam keluarga, pengalaman berusahatani cabai, dan luas kepemilikan lahan. Variabel usahatani adalah: perencanaan, pelaksanaan dan, evaluasi usahatani tanaman cabai. Data yang dikumpulkan ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor karakteristik petani yang berhubungan dengan usahatani cabai adalah: (a) umur petani berkorelasi negatif dengan perencanaan nilai koefisien korelasi -0,519; (b) pendidikan berkorelasi positif dengan kegiatan perencanaan usaha tani dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,519; serta (c) luas kepemilikan lahan berkorelasi negatif dengan pelaksanaan kegiatan usaha tani dengan nilai kofisien korelasi sebesar -0,648. Umur petani dikategorikan muda yaitu sebesar 60%. Rata-rata tingkat pendidikan petani di Desa Sunju adalah 9,8 tahun. Besarnya jumlah anggota dalam keluarga antara 2 - 6 orang atau rata-rata 3.8 orang. Besarnya jumlah anggota keluarga berada pada kategori sedang (3-4 orang) yaitu sebesar 65%. Pengalaman berusahatani cabai yang dimiliki oleh petani di Desa Sunju dikategorikan rendah yaitu sebesar 75%. Kisaran pengalaman petani dalam usahatani cabai 2-30 tahun atau ratarata 11 tahun. Kata kunci: Faktor, Hubungan, Dampak, Usahatani
PENDAHULUAN Cabai merah merupakan komoditas perdagangan, sehingga pengusahaan ditingkat petani bersifat komersial yang dicirikan hasil produksinya sebagian besar ditujukan untuk permintaan pasar. Oleh karenanya, dalam usahatani cabai merah petani semestinya menggunakan teknologi anjuran dan varietas yang disukai konsumen. Petani harus bisa memperkirakan kapan sebaiknya tanaman cabai diproduksi sehingga petani dapat menjadwalkan waktu tanam. Beberapa
323
keuntungan dapat diperoleh dari usahatani cabai secara intensif, yaitu adanya peningkatan produksi sehingga mampu memenuhi permintaan untuk skala nasional maupun ekspor ; peningkatan pemanfaatan sumberdaya lahan baik lahan perkarangan, lahan kering/tegalan kebun maupun lahan sawah; peningkatan pemanfaatan tenaga kerja dan bahan baku yang tersedia seperti pupuk kandang, jerami padi; peningkatan konsumsi sayuran sebagai sumber vitamin untuk kebutuhan hidup setiap individu manusia; peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani serta keluarganya; serta dapat meningkatkan kesuburan tanah pasca panen cabai bila dirotasi dengan komoditas alternatif lain (Lukmana. 1995). Untuk melaksanakan intensifikasi cabai merah diperlukan rakitan teknologi yang mudah diadopsi petani dalam artian secara teknis mudah diterapkan, secara ekonomis menguntungkan, secara sosial budaya dapat diterima dan tidak merusak lingkungan. Sejalan dengan itu, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang saling berhubungan dengan usahatani cabai. METODOLOGI Kajian ini merupakan riset deskriptif, yaitu kegiatan penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan, merinci, dan membuat deskripsi terhadap suatu gejala atau obyek yang diteliti (Mardikanto, 2001). Sevilla et al. (1993) menyatakan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang. Informasi yang dikumpul meliputi: karakteristik petani seperti umur, pendidikan, jumlah anggota dalam keluarga, pengalaman usahatani dan luas kepemilikan lahan. Penelitian dilaksanakan pada Maret - Juli 2011. Lokasi penelitian bertempat di Desa Sunju Kecamatan Marawola Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa desa Sunju merupakan lokasi pembelajaran FMA. Populasi penelitian adalah petani cabai yang terlibat dalam pembelajaran FMA yang dilakukan oleh BPTP (demplot). Pengambilan sampel dilakukan dengan sengaja (purposive sampling) pada petani cabai yang terlibat dalam pembelajaran FMA. Teknik pengambilan sampel dengan sampel acak sederhana (simple random sampling) terhadap 20 orang petani (responden). Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner. Data sekunder diperoleh dari Dinas atau instansi terkait. Data yang diperoleh ditabulasi terlebih dahulu, kemudian dianalisis. Untuk mengetahui hubungan antar variabel, digunakan uji korelasi Pearson (Slamet. 1993), dengan rumus: ∑ xy rxy = √ (∑ x2) (∑y2) Keterangan: = Korelasi antar variabel x dan y rxy x = (X1 – X) y = (Y1 – Y)
324
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani Karakteristik petani adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh seseorang petani yang ditampilkan melalui pola pikir, pola sikap dan pola tindakan terhadap lingkungannya (Mislini, 2006). Ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh petani meliputi beberapa faktor atau unsur-unsur yang melekat pada diri seseorang dapat dikatakan sebagai karakteristik petani. Pengkategorian responden dari masing-masing indikator dilakukan dengan teknik analisis deskriptif (Arikanto, 1998). Analisis deskriptif diharapkan dapat mampu menggambarkan karakteristik petani yang melaksanakan usahatani cabai di Desa Sunju Kecamatan Marawola Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah. Proporsi responden berdasarkan distribusi karakteristik petani yang berusahatani cabai di Desa Sunju Kecamatan Marawola Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah disajikan pada Tabel 1. Umur Tabel 1 menunjukkan bahwa umur responden dikategorikan muda yaitu sebesar 60%. Umur petani di Desa Sunju ini bervariasi antara 30 sampai dengan 57 tahun dan rata-rata umur mereka adalah 39 tahun. Berdasarkan umur, petani cabai di Desa Sunju tergolong usia produktif. Diharapkan dalam usia ini, petani mampu melaksanakan pekerjaan terutama dalam pengelolaan usahatani cabai serta dapat mengembangkan potensi yang mereka miliki. Menurut Mappiare (1983), ada kecenderungan bagi seseorang yang berusia tiga puluh lima tahun ke atas untuk lebih memantapkan dirinya dalam bekerja, berkenaan dengan semakin tingginya biaya hidup yang perlu dikeluarkan. Tabel 1. Deskripsi Karakteristik Petani Cabai di Desa Sunju Kecamatan Marawola Kab. Sigi Provinsi Sulawesi Tengah Karakteristik Petani Umur (Tahun) Tingkat Pendidikan (tahun) Jumlah anggota Keluarga (orang) Pengalaman Berusahatani (tahun)
Kategori Muda (< 39) Sedang (39 – 52) Tua (>52) Rendah (< 9.8) Sedang (9.8 – 13.07) Tinggi (> 13.07) Rendah (< 3) Sedang (3- 4) Tinggi (> 4) Rendah (< 11) Sedang (11 – 14) Tinggi (> 14 )
Jumlah N % 12 60.0 7 35.0 1 5.0 13 65.0 6 30.0 1 5.0 2 10.0 13 65.0 5 25.0 15 75.0 0 0.0 5 25.0
Tingkat Pendidikan Pendidikan formal petani cabai di Desa Sunju Kecamatan Marawola bervariasi mulai dari Sekolah Dasar (SD) s/d Perguruan Tinggi, dengan kisaran lama pendidikan 6-17 tahun, atau rata-rata 9,8 tahun. Lama pendidikan ini
325
menggambarkan petani di Desa Sunju tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Rata-rata tingkat pendidikan formal yang dimiliki oleh petani di Desa Sunju dikategorikan rendah, yaitu sebesar 65.0 %. Umumnya pendidikan berpengaruh terhadap cara dan pola berpikir petani, sebab pendidikan merupakan suatu proses pengembangan pengetahuan, keterampilan maupun sikap petani yang dilaksanakan secara terencana, sehingga memperoleh perubahan-perubahan dalam peningkatan hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin berkembang pola berpikirnya sehingga dapat dengan mudah mengambil keputusan dalam melakukan sesuatu dengan baik termasuk keputusan dalam kegiatan usahatani cabai. Tingkat pendidikan berpengaruh juga terhadap adopsi inovasi teknologi, khususnya teknologi budidaya cabai. Petani yang berpendidikan tinggi lebih bisa membudidayakan cabai ke arah agribisnis, bukan sekedar pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Karena pendidikan dapat mendorong tumbuhnya kreatifitas sehingga mampu menangkap peluang atau kesempatan berusaha. Besarnya Jumlah anggota Keluarga Jumlah anggota keluarga berdampak negatif terhadap kemajuan usahatani apabila anggota keluarga tersebut tidak menyumbangkan tenaganya. Bagi anggota keluarga yang menganggur hanya akan menambah beban bagi keluarga. Akibatnya pengeluaran keluarga menjadi lebih banyak daripada pendapatan yang diperoleh dari usahatani termasuk usahatani cabai. Jumlah anggota dalam keluarga petani di Desa Sunju adalah 2-6 orang, atau rata-rata 3,8 orang. Jumlah anggota keluarga berada pada kategori sedang (3 – 4 orang) yaitu sebesar 65 %. Pengalaman Berusahatani Pengalaman berusahatani cabai yang dimiliki oleh petani di Desa Sunju dikategorikan rendah yaitu sebesar 75%. Kisaran pengalaman usahatani yang dimiliki oleh petani yaitu 2-30 tahun, atau rata-rata 11 tahun. Secara teoritis petani yang lebih berpengalaman dalam menangani usahatani cabai cenderung akan lebih selektif dalam memilih dan menggunakan jenis inovasi teknologi yang akan diterapkannya, daripada petani yang pengalamannya masih kurang (rendah). Pengalaman berusahatani memegang peranan penting dalam upaya mengefisienkan faktor-faktor produksi yang akan digunakan dalam kegiatan usahatani. Dari 20 responden, 5 orang (25%) memiliki pengalaman berusahatani cabai di atas 14 tahun. Meskipun pengalaman berusahatani cabai dikategorikan rendah, namun petani di Desa Sunju sudah terbiasa dengan kegiatan berusahatani lainnya misalnya padi sawah, sehingga petani tidak canggung dalam membudidayakan tanaman lainnya termasuk cabai. Analisis Korelasi antara Karakteristik Petani dengan Penerapan Usahatani Cabai Analisis korelasi bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor karakteristik yang berhubungan dengan penerapan usahatani cabai. Penerapan usahatani
326
cabai meliputi: perencanaan kegiatan usahatani, pelaksanaan kegiatan usahatani, dan evaluasi kegiatan. Korelasi antar variabel disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Analisis hubungan antara karakteristik petani dengan penerapan usahatani cabai Faktor Internal Umur Pendidikan Jumlah anggota keluarga Pengalaman usahatani Luas pemilikan lahan
Perencanaan NKK P -0.519** 0.009 0.519** 0.010 -0.092 0.350 -0.373 0.053 -0.172 0.234
Usahatani Cabai Pelaksanaan NKK P -0.153 0.259 0.039 0.435 -0.245 0.149 0.057 0.405 -0.648** 0.001
Evaluasi NKK P -0.176 0.228 0.354 0.063 -0.156 0.255 -0.289 0.108 -0.264 0.130
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa: 1. Variabel umur petani berhubungan negatif sangat nyata pada α 0.01 dengan perencanaan kegiatan usaha tani. Nilai koefisien korelasi variabel umur dengan perenacaan usahatani cabai adalah -0,519. Ini berarti semakin tinggi (tua) usia petani maka semakin rendah keterlibatannya dalam kegiatan perencanaan usaha tani. 2. Pendidikan berhubungan sangat nyata pada α 0.01 dengan kegiatan perencanaan usaha tani dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,519. Petani yang berpendidikan lebih tinggi adalah petani yang umurnya relatif lebih muda, sehingga berdasarkan hubungan tersebut, maka semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka semakin mereka terlibat dalam kegiatan perencanaan usaha tani. Dalam hal ini petani memiliki kesadaran dan kemampuan yang lebih tinggi dalam aspek perencanaan kegiatan usaha tani cabai. 3. Kepemilikan lahan berkorelasi negatif dengan pelaksanaan kegiatan usaha tani dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,648. Semakin besar luas kepemilikan lahan, maka semakin rendah keterlibatan petani cabai dalam melaksanakan kegiatan usahatani. Petani lebih banyak menggunakan tenaga dari luar. KESIMPULAN Karakteritik petani cabai di Desa Sunju Kecamatan Marawola Kabupaten Sigi dapat dideskripisikan sebagai berikut: 1. Umur petani dikategorikan muda yaitu sebesar 60%. Pendidikan formal bervariasi mulai dari Sekolah Dasar (SD) s/d Perguruan Tinggi, dengan kisaran 6-17 tahun, atau rata-rata 9,8 tahun. Jumlah anggota dalam keluarga antara 2-6 orang, atau rata-rata 3,8 orang. Jumlah anggota keluarga berada pada kategori sedang (3-4 orang) yaitu sebesar 65 %. Pengalaman berusahatani cabai yang dimiliki oleh petani di Desa Sunju dikategorikan rendah yaitu sebesar 75%. Kisaran pengalaman usahatani yang dimiliki oleh petani yaitu 2 s/d 30 tahun, atau rata-rata 11 tahun.
327
2. Umur petani berhubungan negatif sangat nyata pada α 0.01 dengan perencanaan kegiatan usaha tani. Nilai koefisien korelasi variabel umur dengan perenacaan usahatani cabai adalah -0,519. Pendidikan berhubungan sangat nyata pada α 0,01dengan kegiatan perencanaan usaha tani dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,519. Kepemilikan lahan berkorelasi negatif dengan pelaksanaan kegiatan usaha tani dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,648. DAFTAR PUSTAKA Arikanto, S.,1998. Manajemen Pelatihan. Jakarta : Rineka Cipta Lukmana, A. 1995. Agroindustri Cabai Selain Untuk Keperluan Pangan Dalam Agribisnis Cabai. Penebar Swadaya Mappiare. 1983. Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional Mardikanto, T. dkk. 2001. Prosedur Penelitian Penyuluhan Pembangunan. Surakarta: Prima Theresia Pressindo. Mislini, 2006. Analisis Jaringan Komunikasi pada Kelompok Swadaya Masyarakat. Kasus KSM di Desa Taman Sari Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. [tesis], Bogor; Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sevilla, CG, Oechave JA, Punsalan TG, et. al. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Tuwu A (Penerjemah). Jakarta : UI Press. Slamet. 1993. Analisis Kuantitatif Untuk Data Sosial. Solo: Dabara Publisher
328