DAMPAK TEKNOLOGI SISTEM USAHATANI INTEGRASI KAKAO DAN KAMBING TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI DI KABUPATEN DONGGALA SULAWESI TENGAH Heni Sulistyawati PR dan Lintje Hutahaean Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK Tolok ukur dari keberhasilan introduksi teknologi adalah tingkat adopsi petani terhadap teknologi yang diintrodksikan. Mendasari hal tersebut perlunya kajian yang bertujuan: (1) mengetahui tingkat adopsi dan difusi inovasi teknologi pertanian; (2) mengetahui manfaat dan masalah dalam penerapan inovasi teknologi pertanian; (3) mengetahui dampak inovasi teknologi pertanian terhadap produktivitas dan pendapatan usahatani. Survei dampak hasil pengkajian dilakukan pada bulan September-Oktober tahun 2009 di desa Tondo dan Jonooge, kecamatan Sirenja, kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan metode survei. Data dianaisis secara deskriptif dan persamaan matematis. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa (1) tingkat adopsi dan difusi teknologi sistem usahatani integrasi kakao dan kambing masih rendah. Tingkat adopsi teknologi perbaikan budidaya kakao sekitar 36,84% dan tingkat difusi 34,25%, sedangkan tingkat adopsi teknologi pengelolaan kambing dan hijauan pakan hanya 31,63% dan tingkat difusi masih 26,25%. Namun demikian, introduksi teknologi memberikaan manfaat dari sisi penyediaan input dilakukan secara kelompok dan telah bermitra dengan swasta, kotoran ternak dimanfaatkan menjadi pupuk dan merupakan peluang usaha pupuk organik, kambing dikandangkan sehingga tidak merusak tanaman kakao dan kotoran ternak tidak mengganggu lingkungan. Introduksi teknologi meningkatkan produktivitas kakao 11,44%, sedangkan pendapatan usahatani kakao meningkat 3,55%. Dampak teknologi pengelolaan kambing dan hijauan pakan yaitu adanya perkembangan jumlah kepemilikan kandang dan ternak. Kata Kunci: adopsi, dampak, integrasi, kakao, kambing PENDAHULUAN Kabupaten Donggala merupakan produsen kakao utama propinsi Sulawesi Tengah, dengan luas pertanaman kakao + 42.407 ha atau 54% dari luas tanaman kakao di Sulawesi Tengah, dengan produktivitas rata-rata 300-600 kg/ha/th, lebih rendah dibanding produktivitas kakao nasional yang mencapai 932,94 kg/ha/thn dan potensi produksi kakao 2-3 ton/ha/th. Di samping itu, kualitas produknys juga rendah (grade 3) sehingga harga jualnya rendah. Rendahnya produktivitas kakao tersebut antara lain karena teknik produksi yang belum intensif meliputi bahan tanam, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, pemangkasan, dan naungan. Sementara itu, rendahnya mutu produksi kakao selain karena tidak dilakukan fermentasi juga karena terjadi serangan hama penggerek buah kakao (PBK, Conopomorpha cramerella) dan busuk buah.
427
Tidak adanya lembaga ekonomi petani yang tangguh juga menyebabkan para petani mendapat kesulitan dalam memperoleh input dan modal serta dalam memperoleh jaminan harga kakao yang memadai (Bakhri et al., 2004). Peningkatan kesejahteraan petani kakao juga dapat dicapai dengan melakukan diversifikasi usaha yang berbasis pada komoditas kakao, yaitu integrasi kakao + kambing + hijauan pakan ternak serta melalui upaya pengelolaan lahan berbasis teknologi konservasi dan pemanfaatan air. Tumpangsari antara kakao dengan usaha ternak kambing sangat tepat karena kulit buah kakao dapat digunakan sebagai pakan ternak. Selain itu kotoran kambing dapat digunakan sebagai bahan baku produksi bahan organik (pupuk kandang) sehingga penggunaan input pupuk kimia diharapkan dapat ditekan dan produk kakao yang dihasilkan bisa diarahkan kepada produk organik. Permintaan produk-produk organik di pasaran internasional cukup banyak sehingga akan meningkatkan daya saing produk kakao tersebut (Munier et al., 2005) Mendasari hal tersebut, untuk mendorong kemajuan petani kakao di kabupaten Donggala maka pada tahun 2005-2007 BPTP Sulawesi Tengah telah melakukan pengkajian pengembangan sistem usahatani integrasi kakao dan kambing. Guna mengevaluasi pengkajian maka dilakukan studi yang bertujuan untuk: (1) mengetahui tingkat adopsi dan difusi inovasi teknologi pertanian; (2) mengetahui manfaat dalam penerapan inovasi teknologi pertanian; (3) mengetahui dampak inovasi teknologi pertanian terhadap produktivitas dan pendapatan usahatani. METODOLOGI Studi ini merupakan evaluasi adopsi dan dampak dari kegiatan pengkajian teknologi sistem usahatani integrasi kakao dan kambing kakao di kabupaten Donggala yang telah dilakukan BPTP Sulawesi Tengah, tahun 20052007 di desa Tondo dan Jonooge Kecamatan Sirenja. Paket teknologi anjuran yang diterapkan pada saat kegiatan pengkajian, terdiri dari dua komponen teknologi yaitu(1) penggunaan bahan/alat; dan (2) cara pengolahan. Kelompok yang dibina saat pengkajian yaitu 2 (dua) kelompok, 1 (satu) kelompok di desa Tondo dengan jumlah 20 orang dan 1 (satu) kelompok di desa Jonooge dengan jumlah 20 orang. Petani responden dikelompokkan menjadi dua yaitu petani peserta dan petani non peserta. Petani peserta yang dimaksudkan dalam hal ini adalah petani yang telah dibina oleh peneliti dan penyuluh pada saat pengkajian. Sebaliknya petani non peserta adalah petani yang melakukan usahatani kakao dan beternak kambing yang tidak dibina oleh peneliti dan penyuluh. Jumlah petani responden sebanyak 39 petani peserta dan 10 petani non peserta, sehingga jumlah responden secara keseluruhan sebanyak 49 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei pada bulan September-Oktober 2009. Jenis data yang dikumpulkan meliputi: (1) karakteristik petani; (2) penerapan teknologi; (3) manfaat; (4) produktivitas; (5) pendapatan usahatani; dan (5) masalah dalam penerapan masing-masing komponen teknologi. Data yang terkumpul kemudian ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif yang selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel-tabel. Tingkat adopsi
428
diukur dengan cara teknik skoring berdasarkan bobot skor dan persentase dari masing-masing komponen teknologi yang diterapkan petani (Santoso et al., 2005), menggunakan rumus: Nilai skor =
P ------------- X BS ∑ BS
Keterangan: P = Persentase petani yang menerapkan teknologi; BS = Bobot skor; dan ∑ BS = Total bobot skor
Komponen teknologi secara terinci dijelaskan seperti pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Teknologi perbaikan budidaya kakao di kecamatan Sirenja, kabupaten Donggala, 2005-2006 Komponen Teknologi Pemangkasan
Introduksi Pemangkasan bentuk dilakukan saat tanaman umur 2-3 tahun. Pemangkasan pemeliharaan dilakukan setiap bulan atau setelah panen antara, membuang cabang-cabang air. Pemangkasan produksi dilakukan 2 kali setiap tahun setelah panen raya. Pemupukan Pemupukan dilakukan 2 kali setahun dengan dosis pupuk urea 200 gram/pohon, sp36 100 gram/pohon, kcl 150 gram/pohon/6 bulan, dan bokashi (dari kotoran kambing) 1-2 kg/pohon/6 bulan Pengendalian Hama Pengendalian Hama PBK dan penggerek batang dengan sarungisasi, semut Penyakit dan hitam, jamur Beauveria bassiana. Pengendalian penyakit kanker batang dan Sanitasi akar dengan fungisida. Sanitasi dilakukan dengan pembersihan kebun secara rutin, sehingga lahan terlihat bersih dari gulma, sampah daun dan kulit buah kakao Penanaman Pohon Naungan Penanaman penaung jenis gamal, hijauan pakan, tanaman penutup jenis dan Rehabilitasi Tanaman leguminosa. Rehabilitasi kakao dewasa dengan sambung samping dan sambung pucuk Sumber: Munier et al.(2005) dan Munier et al. (2006)
Tabel 2. Teknologi pengelolaan kambing dan hijauan pakan di kecamatan Sirenja kabupaten Donggala, 2005-2006 Komponen Teknologi Kandang Pakan
Introduksi • Pembuatan kandang sehat (model panggung, sirkulasi udara dan lubang kompos). • Pengandangan semi intensif, pagi dilepas malam dikandangkan • Pemberian pakan tambahan 60% rumput alam + 20% gamal + 20% kulit buah kakao (KBK). • Pemberian pakan tambahan 50% rumput alam dan rumput unggul + 30% leguminosa + 20 % KBK • Pembuatan pupuk kompos dari kotoran kambing. • Pembuatan pupuk dari limbah KBK dan hijauan pakan ternak. •Pemanfaatan pupuk kompos •Pemanfaatan pupuk fermentasi KBK dan hijauan pakan ternak
Pembuatan Pupuk dari Kotoran Ternak Pemanfaatan Pupuk dari kotoran ternak pada tanaman kakao Sumber : Munier et al. (2005) dan Munier et al. (2006)
HASIL DAN PEMBAHASAN Adopsi dan Difusi Teknologi Perbaikan Budidaya Kakao Tingkat adopsi dan difusi perbaikan budidaya kakao disajikan pada Tabel 3. Komponen teknologi pemangkasan tanaman kakao yang diitroduksikan adalah teknologi pemangkasan bentuk untuk TBM (tanaman yang menghasilkan) dan teknologi pemangkas pemeliharaan/produksi untuk TM (tanaman menghasilkan). Frekuensi pemangkasan cabang-cabang air setiap selesai panen antara dan pemangkasan setiap selesai panen raya sudah diterapkan sekitar 40,82% petani peserta dan 30% petani non peserta.
429
Frekuensi pemupukan anjuran 2 (dua) kali per tahun telah diterapkan sebanyak 26,53% petani peserta dan 40% petani non peserta. Pemupukan spesifik lokasi dengan dosis 200 gram Urea, 100 gram SP36, dan 150 gram KCL hanya diterapkan petani peserta dan non peserta sekitar 10%. Pengendalian hama PBK dan penggerek batang menggunakan sarungisasi hanya diterapkan sebagian kecil petani, dengan alasan sulit diterapkan, lagipula kakao kurang berbuah. Begitu juga halnya dengan semut hitam sulit didapat, dan kalah dengan semut merah/semut lokal. Pengendalian hama penggerek batang dengan jamur Beauveria Bassiana hanya dilakukan saat pengkajian, setelah itu tidak lagi dilakukan karena jamur tersebut sulit didapat. Sebaliknya pengendalian penyakit kanker batang dan akar dilakukan dengan fungisida, namun sudah menurun tingkat serangannya. Sanitasi kebun kakao sangat perlu dilakukan yang merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan serangan hama dan penyakit. Sebagian petani peserta (36,73%) dan petani non peserta (40%) telah menerapkan cara sanitasi yang benar, dan sebagian lagi belum sepenuhnya, bahkan ada yang tidak menerapkan dengan alasan kebun tidak lagi produktif dan buahnya kurang, menyebabkan petani tidak termotivasi merawat kebunnya. Tabel 3. Nilai skor tingkat adopsi dan difusi teknologi perbaikan budidaya kakao di desa Tondo dan Jonooge kecamatan Sirenja, 2009 Komponen Teknologi
Bobot Skor*)
Tingkat Adopsi Jml petani Persen Nilai mengadops tase (%) Skor **) i
Jml petani mengadopsi
Tingkat Difusi Persen Nilai Skor**) tase (%)
Pemangkasan Frekuensi Pemangkasan 50 20 40,82 5,10 3 30,00 Cara Pemangkasan 50 32 65,31 8,16 5 50,00 Pemupukan Frekuensi Pemupukan 40 13 26,53 2,65 4 40,00 Jenis dan Dosis Pupuk 60 5 10,20 1,53 1 10,00 Pengendalian Hama Penyakit dan Sanitasi Cara Pengendalian H/P 50 13 24,49 3,06 3 30,00 Cara Sanitasi 50 5 36,73 4,59 4 40,00 Rehabilitasi Tanaman dan Pohon Naungan Rehabilitasi Tanaman 50 12 32,65 4,08 5 50,00 Penanaman Pohon 50 18 61,22 7,65 3 30,00 Naungan/Konservasi Total 400 36,84 Keterangan : *) Bobot skor masing-masing komponen teknologi dinilai berdasarkan imbangannya terhadap produktivitas; **) Nilai skor=persentase/total skor x bobot skor yg bersangkutan
3,75 6,25 4,00 1,50 3,75 5,00 6,25 3,75 34,25
Rehabilitasi tanaman kakao dewasa yang dianjurkan yaitu dengan cara sambung samping dan sambung pucuk atau okulasi. Sebagian petani peserta (32,65%) dan petani non peserta (50%) telah menerapkan teknik sambung samping/sambung pucuk, sebagian petani tidak menerapkan karena cara sambung samping tingkat keberhasilan tumbuh relatif kecil (20%) dan sambungan banyak gagal sehingga tidak berlanjut. Penanaman pohon penaung pada tanaman kakao yang dianjurkan menggunakan gamal yang berfungsi mengurangi sengatan sinar matahari pada daun tanaman kakao. Sebagian besar petani peserta (61,22%) telah menanam pohon penaung, penaman hijauan pakan dan tanaman penutup, sebagian petani yang tidak menerapkan karena tidak memiliki ternak, dan lahannya merupakan
430
lahan datar. Tingkat difusi penanaman pohon penaung dan konservasi telah diterapkan 30% petani non peserta pengkajian. Adopsi dan Difusi Teknologi Perbaikan Budidaya Kakao Tingkat adopsi dan difusi perbaikan budidaya kakao disajikan pada Tabel 4. Kandang sehat sesuai syarat teknis introduksi LRPI, BPTP, dan Pemda Donggala dan swadaya petani peserta pengkajian sebanyak 32 kandang, 12 kandang di desa Tondo dan 20 kandang di desa Jonooge. Namun jumlah kandang yang masih memenuhi syarat teknis sebanyak 26 kandang, sementara 6 kandang lagi kondisinya rusak dan tidak digunakan lagi. Sedangkan petani non peserta yang sudah mengadopsi kandang sehat sebanyak 30%. Tabel 4. Nilai skor tingkat adopsi dan difusi teknologi pengelolaan kambinghijauan pakan di kecamatan Sirenja, 2009 Komponen Teknologi
Bobot Skor*)
Tingkat Adopsi Persen Jml petani tase (%) mengadopsi
Nilai Skor **)
Tingkat Difusi Persen Jml petani tase (%) mengadopsi
Nilai Skor **)
Kandang Kandang sehat 50 26 53,06 6,63 3 30,00 3,75 Pengandangan semi 50 26 53,06 6,63 5 50,00 6,25 intensif Pakan Rumput alam + gamal 50 14 28,57 3,57 4 40,00 5,00 + KBK Rumput alam + 50 10 20,41 2,55 1 10,00 1,25 rumput unggul + leguminosa + KBK Pembuatan Pupuk Kompos 50 14 28,57 3,57 3 30,00 3,75 Fermentasi KBK + 50 10 20,41 2,55 1 10,00 1,25 Hijauan Pakan Pemanfaatan Pupuk Kompos 14 28,57 3,57 3 30,00 3,75 Fermentasi KBK + 50 10 20,41 2,55 1 10,00 1,25 Hijauan Pakan 50 Total 400 31,63 26,25 Keterangan : *) Bobot skor masing-masing komponen teknologi dinilai berdasarkan imbangannya terhadap produktivitas; **) Nilai skor=persentase/total skor x bobot skor yg bersangkutan
Petani peserta yang menerapkan teknologi pemberian pakan hanya sebesar 20,41%-28,57%, sedangkan petani non peserta pengkajian yang menerapkan sekitar 10%-40%. Pembuatan pupuk anjuran hanya diterapakan sekitar 20,41%-28,57% petani peserta, sedangkan petani non peserta pengkajian yang menerapkan sekitar 10%-40%. Petani peserta dan non peserta pengkajian yang membuat pupuk kompos dari kotoran kambing dan fermentasi KBK serta hijauan pakan, memanfaatkan pupuk tersebut untuk tanaman kakao. Menurut Kasdono (1990), tingkat adopsi diklasifikasikan sebagai berikut: adopsi rendah jika skor 0-44,99%, adopsi sedang jika skor 45-64,99%, adopsi tinggi jika skor 65-100%. Secara keseluruhan teknologi perbaikan budidaya kakao dan pengelolaan kambing dan hijauan pakan masih dikategorikan tingkat adopsi dan difusi rendah. Masih rendahnya tingkat adopsi dikarenakan produktivitas kakao dalam 2-3 tahun terakhir menurun yang disebabkan tanaman kakao semakin tua dan faktor alam, sehingga petani tidak termotivasi untuk menerapkan teknologi tersebut. Sumber informasi teknologi bagi petani non peserta pengkajian diperoleh dari petani peserta dan penyuluh lapangan. Menurut Rusidi (2000), proses adopsi suatu inovasi harus melalui tahapan kesadaran, minat/rasa tertarik, penilaian, mencoba-coba, dan menerapkan
431
inovasi yang mungkin saja tidak langgeng (discontinue). Hal ini berarti proses adopsi memerlukan tahapan yang panjang, sehingga agar penerapan inovasi itu langgeng (continue), diperlukan pendekatan-pendekatan tertentu. Manfaat dan Masalah dalam Penerapan Teknologi Perbaikan Budidaya Kakao dan Pengelolaan Kambing-Hijauan Pakan Manfaat penerapan teknologi disajikan pada Tabel 5. Dalam 2-3 tahun terakhir produktivitas kakao di lokasi pengkajian turun karena faktor alam dan umur tanaman sudah tua rata-rata 17 tahun ke atas dan tidak ada usaha rehabilitasi tanaman sehingga petani tidak termotivasi untuk menerapkan teknologi. Namun demikian teknologi perbaikan budidaya kakao dan pengelolaan kambing dan hijauan pakan dirasakan petani telah bermanfaat dalam penyediaan input/sarana produksi secara berkelompok, kelompok kerja, pemasaran secara bersama, kegiatan simpan pinjam, kemitraan usaha, peluang usaha dan perbaikan lingkungan. Kelembagaan kelompok tani yang dulunya kurang aktif, setelah adanya pengkajian maka kelompok tani tersebut menjadi lebih aktif dalam aktivitas usahataninya. Penyediaan input dan sarana produksi sebelum pengkajian masing-masing, setelah adanya pengkajian dikoordinir oleh kelompok, namun karena dalam 2-3 tahun ini produktivitas kakao menurun maka kegiatan yang dikelola secara berkelompok untuk sementara tidak bisa dilakukan. Kegiatan yang masih aktif adalah kemitraan dengan swasta dalam penyediaan sarana produksi pupuk dan kegiatan simpan pinjam, modal kelompok yang awalnya Rp. 1.000.000 telah berkembang menjadi Rp. 2.400.000 – Rp. 5.000.000. Pembuatan kandang sehat sesuai syarat teknis dan pengandangan semi intensif memberikan manfaat pada peningkatan pendapatan keluarga, dengan adanya teknologi pemanfaatan pupuk kompos dan fermentasi KBK dan hijauan pakan maka adanya peluang usaha pembuatan pupuk organik dengan harga Rp. 5.000 per karung. Selain itu dengan pengandangan semi intensif maka ternak kambing tidak berkeliaran bebas dan berpotensi merusak tanaman kakao, dan kotoran ternak tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan mengganggu lingkungan. Tabel 5. Manfaat teknologi perbaikan budidaya kakao dan pengelolaan kambing dan hijauan pakan di kecamatan Sirenja, 2009 Indikator Penyediaan input/ sarana produksi Kelompok kerja
Sebelum Pengkajian Masing-masing
Kelompok kerja pemangkasan, sanitasi*) Simpan Pinjam Tidak ada adanya modal kelompok untuk simpan pinjam Pemasaran Masing-masing Secara berkelompok*) Kemitraan Usaha 0 Kemitraan dengan swasta dalam penyediaan pupuk Peluang Usaha Kotoran ternak tidak dimanfaatkan Kotoran ternak dimanfaatkan menjadi pupuk dan merupakan peluang usaha pupuk organik Lingkungan Kambing dilepas bebas sehingga Kambing dikandangkan sehingga tidak merusak tanaman kakao dan kotoran merusak tanaman kakao dan kotoran ternak mengganggu lingkungan ternak tidak mengganggu lingkungan Keterangan:*) Produksi kakao menurun sehingga kerja kelompok sementara tidak berja-
432
Tidak ada
Setelah Pengkajian Secara berkelompok
lan dan pemasaran masing-masing
Dalam penerapan teknologi perbaikan budidaya kakao dan pengelolaan kambing-hijauan pakan dihadapkan pada beberapa masalah seperti ketersediaan pupuk dan bahan organisme pengganggu tanaman (OPT), dan teknik rehabiltasi tanaman (sambung samping), hal ini tentu akan menghambat proses adopsi (Tabel 6). Tabel 6. Masalah penerapan teknologi perbaikan budidaya kakao dan pengelolaan kambing-hijauan pakan di kecamatan Sirenja, 2009 Indikator Pemupukan Bahan OPT Rehabilitasi Tanaman Pengelolaan Kambing dan Hijauan Pakan
Masalah dalam Penerapan Teknologi • Pemupukan anjuran spesifik lokasi tidak dapat diterapkan karena pupuk SP36 dan KCL ketersediannya terbatas pada saat dibutuhkan. • Predator semut hitam sulit didapatkan dan tidak efektif mengendalikan hama PBK karena kalah dengan semut merah • Jamur Beauveria bassiana sulit didapatkan • Teknik sambung samping anjuran BPTP persentase kerhasilan tumbuh hanya 20%. • Pembuatan kandang introduksi belum diadopsi oleh petani lain karena pemilikan ternak masih terbatas dengan jumlah pemilikan ternak rata-rata 2 ekor/kk. • Pakan tambahan dari kulit buah kakao (KBK) tidak diberikan pada ternak kambing karena keterbatasan KBK • Pupuk kompos hanya respon untuk tanaman kakao muda < 3 tahun, sedangkan rata-rata umur kakao 17 tahun
Dampak Teknologi Perbaikan Budidaya Kakao dan Pengelolaan Kambing dan Hijauan Pakan Terhadap Produktivitas dan Pendapatan Usaha Teknologi perbaikan budidaya kakao meningkatkan produktivitas 11,44%, dari 612 kg sebelum pengkajian menjadi 682 kg setelah pengkajian. Peningkatan produksi ini meningkatkan pendapatan usahatani kako 3,55%, dari Rp. 7.234.750 sebelum pengkajian menjadi Rp. 7.491.700 setelah pengkajian (Tabel 7). Tabel 7. Analisis usahatani kakao per ha sebelum dan sesudah pengkajian di Kecamatan Sirenja, 2009 Uraian Biaya Sarana Produksi (Rp) : Pupuk Bahan OPT Biaya Lain-lain Biaya Tenaga Kerja (Rp) : Pemupukan Pemangkasan Sanitasi Pengendalian OPT Panen dan Pasca Panen Total Biaya Produksi (Rp) Produksi (Kg/ha/tahun) Harga (Rp/kg) Nilai Produksi (Rp) Pendapatan
Sebelum Pengkajian
Sesudah Pengkajian
625.000 406.500 511.750
817.000 566.000 534.900
380.000 345.000 192.000 168.000 847.000 3.475.000 612 17.500 10.710.000 7.234.750
437.450 590.000 320.000 285.000 892.000 4.443.300 682 17.500 11.935.000 7.491.700
Tabel 8 memperlihatkan dampak teknologi pengelolaan kambing dan hijauan pakan yang didekati dengan melihat perkembangan jumlah kepemilikan kandang dan ternak. Jumlah ternak kambing betina yang bisa digulirkan ke anggota kelompok sebanyak 24 ekor, jumlah ini masih kecil harusnya sudah sekitar 88 ekor yang harus digulirkan ke anggota lain. Jumlah kambing introduksi sekitar 50% mati karena digigit anjing dan terserang penyakit kembung perut.
433
Kandang introduksi sebanyak 32 kandang, kandang yang masih layak digunakan sebanyak 26 unit, sedangkan 8 unit kandang kondisinya rusak, dan tidak ada usaha untuk memperbaiki kondisi kandang, bahkan tidak ada penambahan jumlah kandang. Tabel 8. Dampak teknologi pengelolaan kambing dan hijauan pakan terhadap perkembangan jumlah kepemilikan kandang dan ternak di kecamatan Sirenja, 2009 Uraian Introduksi LRPI Introduksi BPTP Introduksi Pemda Kabupaten Donggala Digulirkan ke anggota kelompok Pribadi/Kelompok Total
Kambing jantan 3 9 4
Kambing Betina 18 54 16
Kandang 6 18 8
0 0 16
24 14 126
0 0 32
KESIMPULAN • Tingkat adopsi dan difusi teknologi sistem usahatani integrasi kakao dan kambing masih rendah, hanya 36,84% dan 34,25% masing-masing adopsi dan difusi teknologi budidaya kakao, serta 31,63% dan 26,25% masing-masing untuk adopsi dan difusi teknologi pengelolaan kambing dan hijauan pakan. • Walaupun tingkat adopsi dan difusi masih rendah, tetapi pengkajian telah memberikaan beberapa manfaat antara lain (1) penyediaan input/sarana produksi dilakukan secara kelompok; (2) kemitraan dengan swasta dalam penyedian pupuk; (3) kotoran ternak dimanfaatkan menjadi pupuk dan merupakan peluang usaha pupuk organik; (4) kambing dikandangkan sehingga tidak merusak tanaman kakao dan kotoran ternak tidak mengganggu lingkungan. • Introduksi teknologi perbaikan budidaya kakao meningkatkan produktivitas kakao 11,44% dan pendapatan usahatani kakao 3,55%. Sebaliknya teknologi pengelolaan kambing dan hijauan pakan berhasil menggulirkan kambing ke anggota kelompok sebanyak 24 ekor. DAFTAR PUSTAKA Bakhri, Syamsul, F.F. Munier, dan Asni Ardjanhar. 2003. Laporan Hasil Participatory Rural Appraissal Desa Tondo dan Jonooge Kecamatan Sirenja Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. BPTP Sulawesi Tengah, 2003 Kasdono. 1990. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi Petani Peserta PIRBUN X Kelapa Hibrida di PTP XI, Kabupaten Lebak Jawa Barat. Thesis Pasca Sarjana UGM Yogyakarta. Tidak diterbitkan. Munier, F.F, Asni Ardjanhar, Y. Langsa, D. Bulo, Syafruddin, M. Rusdi, Maskar, Saidah, Femmi N.F, Basrum, dan Y. Bunga. 2005. Laporan Hasil Pengkajian Pengembangan Sistem Usahatani Integrasi Kambing Kakao di Sulawesi Tengah. BPTP Sulawesi Tengah. 2005. Rusidi, H.. 2000. Sosiologi Pedesaan Dalam Pemahaman Aspek Sosial Budaya Masyarakat Bagi Perencanaan dan Penerapan Teknologi. . Makalah Disampaikan Pada Pelatihan Pemahaman Aspek Sosial Budaya Masyarakat Bagi Perencanaan dan Penerapan Teknologi. Universitas Padjajaran, Jatinangor, Bandung 28 Pebruari - 28 April 2000
434