27 HASIL
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Kawasan arboretum Anggori di buka sejak tahun 1959 pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Saat itu pihak pemerintah Kolonial Belanda mempunyai tujuan membuka kawasan tersebut sebagai tempat untuk mendatangkan jenis-jenis pohon untuk ditanam . tahun 1962 pemerintah Kolonial Belanda kembali ke negaranya kemudian menyerahkan kawasan Arboretum Anggori kepada pemerintah Indonesia melalui Universitas Cenderawasih (UNCEN) yang salah satu Fakultasnya berada di Manokwari (Fakultas Pertanian UNCEN). Akan tetapi pemerintah Kolonial Hindia Belanda tidak menyerahkan SK sehingga pemerintah Republik Indonesia (RI) melakukan pembayaran hak ulayat tanah kepada masyarakat setempat. Setelah penerbitan sertifikat tanah untuk kawasan Arboretum ini terbit pemerintah RI melakukan pengoleksian jenis-jenis endemik dan komersial untuk ditanam. Beberapa jenis komersial antara lain damar (Agathis labillardieri Warb), jati (Tectona grandis L), pinus (Pinus merkusii Jungh) bintanggur (Calophyllum inophyllum L), cempaka (Elmerillia papuana Linn), dan merbau (Intsia bijuga Kuntze). Status Kawasan
Kawasan Arboretum Anggori mulai dikelola oleh pemerintahan Indonesia pada tahun 1962, yang dikelola oleh UNCEN dan masih menggunakan hutan tersebut sebagai kebun percobaan bagi mahasiswa UNCEN. Namun pada perkembangannya, hutan tanaman ini terkesan tidak terawat dengan baik, sehingga pihak Universtas Negeri Papua (UNIPA) melalui Fakultas Kehutanan mengambil alih kawasan dan mengelolanya hingga saat ini. Luas dan Batas Wilayah
Hutan pendidikan UNIPA Anggori terletak di bagian Timur Kelurahan Amban Distrik Manokwari Barat, Kabupaten Manokwari Propinsi Papua Barat. Jarak kawasan ii dengan Kampus Unipa tidak terlalu jauh ± 2,5 km ke arah Timur. Secara administrasi batas hutan Pendidikan Anggori adalah sebagai berikut :
28 Sebelah Timur
: Berbatasan dengan KampungAipiri
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Meja Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Kampung Cabang Dua
Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Lautan Pasifik
Secara astronomi Hutan Pendidikan Anggori terletak antara koordinat 1340 BT dan 0057 LS. Luas Hutan Pendidikan Anggori secara keseluruhan 112,2 Ha yang terdiri dari areal jenis tanaman Industri atau perkebunan buah-buahan seluas 25 Ha, koleksi tanaman kehutanan seluas 10 Ha, dan sisa areal tersebut terdiri dari Hutan Alam yang ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan seluas 86,2 Ha. Iklim, Tanah dan Topografi
Berdasarkan data 5 tahun terakhir (2005-2009) yang diambil dari Stasiun Bada Meteorologi dan Geofisika tergolong tinggi dengan tipe iklim A dengan ratarata Curah Hujan per Tahun antara 174.2-216 mm. Sedangkan untuk pengukuran suhu antara 28-320 C dan kelembaban udara antara 79-100 %. Untuk jenis tanah yang ada di hutan Pendidikan Anggori berdasarkan pada peta 1:20.000 adalah jenis tanah Mediternian coklat dengan bahan induk batu kapur dan podsolik merah campuran dengan bahan induk batuan sedimen. Hutan Pendidikan Anggori Unipa mempunyai topografi datar sampai bergelombang dengan kemiringan yang bervariasi mulai dari 1-20% dan terletak pada ketinggian 40-80 m dpl. Identifikasi Model Arsitektur Pohon Jenis P. pinnata Forster
Hasil pengamatan pola pertumbuhan batang, cabang, dan tipe pembungaan, pohon jenis P. pinnata Forster teridentifikasi mempunyai model arsitektur pohon Koriba. Adapun identifikasi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini :
29
Batang bercabang
Pembungaan terminal yang berfungsi baik
Ada perbedaan jelas batang & cabang
Konstruksi modular dengan cabang plagiotropik sedikit
Aksis vegetatif heterogen
Percabangan akrotoni
Pertumbuhan simpodial
Bercabang dengan satu cabang utama membentuk Pokok Module sama pada bagian pangkal tetapi berbeda pada bagian ujungnya,
Model arsitektur pohon Koriba
Gambar 3 Identifikasi Model Arsitektur Pohon P. pinnata Forster
30 Model arsitektur pohon P. pinnata Forster adalah Koriba, mempunyai ciriciri batang bercabang, poliaksial, aksis vegetatifnya tidak ekuivalen (heterogen) tetapi selalu mempunyai perbedaan yang jelas antara batang dan cabang. Aksis vegetatif heterogen terdiferensiasi dalam bentuk aksis orthotropik dan plagiotropik. Percabangan akrotoni. Pohon dengan konstruksi modular, cabang plagiotropiknya sedikit, module umumnya mempunyai pembungaan terminal yang berfungsi baik. Pertumbuhan simpodial, konstruksi modular, modul sama pada bagian pangkal tapi berbeda pada bagian ujungnya, bercabang dengan satu cabang utama membentuk pokok (trunk) (Halle et al. 1978). Anakan pohon jenis P. pinnata Forster memiliki pertumbuhan simpodial dapat dilihat pada Gambar 4 (a), dan pada Gambar 4 (b) cabang plagiotropik yang sedikit dengan satu cabang membentuk pokok (trunk), di bawah ini :
(a)
(b)
Gambar 4 (a). Anakan pohon P. pinnata Forster dengan pertumbuhan simpodial (b). Pohon P. pinnata Forster dengan cabang plagiotropik sedikit, satu cabang membentuk pokok (trunk) teridentifikasi sebagai model arsitektur pohon Koriba.
31 Deskripsi Pohon P. pinnata Forster
Deskripsi P. pinnata Forster tumbuhan berupa pohon, takikan batang bergetah, getah tidak putih mengental atau melimpah, tidak berwarna krem atau kuning, getah berwarna merah, daun majemuk menyirip tunggal tanpa anak daun di ujung, batang berwarna cokelat kemerahan, banir berukuran besar (Lekitto et al 2008). Pohon P. pinnata Forster mempunyai ciri antara lain, perawakan pohon berukuran besar dengan tinggi bebas cabang 6-36 m, dan tinggi keseluruhannya 2149 m. Daun majemuk menyirip genap, kedudukan daun tersusun spiral, anak daun 3-8 pasang, bentuk jorong memanjang, tepi daun bergigi. Bunga berbentuk malai, biasanya di ujung tangkai daun Batang utama silindris, kadang berlekuk, dan berbuncak. Berbanir besar dengan ketinggian banir 0.85-4 m. Permukaan batang licin, bopeng, berwarna kemerahan seperti karat, coklat keabu-abuan atau keputihan. Percabangan dengan pertumbuhan condong ke atas. Getah pohon berwarna merah. (Lekito et al 2008; Sudarmono 2000). Ciri spesifik yang dapat dilihat pada P. pinnata Forster antara lain, daun P. pinnata Forster majemuk menyirip genap dengan anak daun jorong memanjang dan tepi daun yang bergigi. tinggi akar banir dari permukaan tanah, dan permukaan batang pohon dapat dilihat pada Gambar 5 (a), (b), dan (c) di bawah ini :
(a)
(b)
(c)
Gambar 5 (a) Daun P. pinnata Forster, (b) Tinggi akar banir pohon mencapai ketinggian 4 m dari permukaan tanah, (c) Permukaan batang pohon
32 Identifikasi Model Arsitektur Pohon Jenis K. pinnatum Merr
Hasil pengamatan pola pertumbuhan batang, cabang, dan tipe pembungaan, pohon jenis K. pinnatum Merr teridentifikasi mempunyai model arsitektur pohon Roux. Adapun identifikasi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini : Batang bercabang Sering dengan pembungaan lateral
Ada perbedaan jelas batang & cabang Bukan konstruksi modular
Aksis vegetatif heterogen Percabangan akrotoni
Monopodium ortotropik Pertumbuhan & percabangan kontinu Percabangan plagiotropik bukan karena aposisi
Cabang dapat bertahan lama (Long Lived)
Monopodial atau simpodial karena substitusi
Model arsitektur pohon Roux
Gambar 6 Identifikasi model arsitektur pohon K. pinnatum Merr
33 Model arsitektur pohon K. pinnatum Merr adalah Roux, mempunyai ciri-ciri batang bercabang, poliaksial, aksis vegetatifnya tidak ekuivalen (heterogen) tetapi selalu mempunyai perbedaan yang jelas antara batang dan cabang. Aksis vegetatif heterogen (terdiferensiasi dalam bentuk aksis ortotropik dan plagiotropik. Percabangan akrotoni. Bukan konstruksi modular, seringkali dengan pembungaan lateral. Pokok monopodium ortotropik. Pohon dengan pertumbuhan dan percabangan kontinu. Percabangan plagiotropik bukan karena aposisi. Cabang dapat bertahan lama (Long-lived). Pola percabangan pohon K. pinnatum Merr plagiotropik bukan karena aposisi dan mempunyai cabang yang dapat bertahan lama (Long-Lived) selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 7 (a) dan (b) di bawah ini :
(a)
(b)
Gambar 7 (a) Pola percabangan pohon K. pinnatum Merr plagiotropik bukan karena aposisi, (b) Cabang pohon K. pinnatum Merr dapat bertahan lama (Long-Lived) teridentifikasi sebagai model arsitektur pohon Roux.
34 Deskripsi Pohon K. pinnatum Merr
Deskripsi K. pinnatum Merr, tumbuhan berupa pohon, takikan batang bergetah, getah tidak putih mengental atau melimpah, getah tidak berwarna merah, menjadi berwarna hitam bila teroksidasi, daun majemuk, permukaan batang kasar, batang umumnya beralur, duduk anak daun berseling (Lekitto et al. 2008). Pohon K. pinnatum Merr mempunyai ciri pohon berukuran sedang sampai besar. Tinggi bebas cabang 22-42 m, dengan tinggi keseluruhan mencapai 26-49 m. Batang utama berbentuk silindris, tidak berlekuk, kadang-kadang berbuncak dan berpilin, berbanir sedang dengan tinggi 0.53-1.25 m. Permukaan batang kasar, mengelupas kotak atau persegi empat, beralur, warna coklat sampai coklat keabuan. Batang tidak bergetah merah, dengan bagian dalam keras warna kuning jingga. Daun majemuk bersirip ganjil, kedudukan daun spiral, anak daun 10-16 pasang, bentuk bulat telur lanset mengelompok di ujung ranting, ujung daun meruncing atau lancip, tepi rata. Letak bunga pada ketiak daun. Ciri daun K.
pinnatum Merr majemuk bersirip ganjil, ujung daun
meruncing atau lancip, tepi daun rata bentuk bulat telur lanset dan ciri batang pohon dapat dilihat pada Gambar 8 (a) dan (b) di bawah ini :
(a) (b) Gambar 8 (a) Daun K. pinnatum Merr, (b) Batang utama K. pinnatum Merr bentuk silindris tidak berlekuk, mempunyai alur, warna coklat hingga coklat keabuan.
35 Tinggi akar banir dan warna getah batang pohon K. pinnatum Merr dapat dilihat pada Gambar 9 (a) dan (b) di bawah ini :
(a) Gambar 9
(b)
(a) Berbanir sedang dengan ketinggian akar banir 0.50 meter, (b) Getah menjadi berwarna hitam bila teroksidasi, dengan bagian dalam keras warna kuning jingga.
Hasil Pengukuran Parameter Perimbangan Air
Parameter perimbangan air diukur selama 30 kali kejadian hujan. Total pengukuran curah hujan 857.7 mm. Jenis P. pinnata Forster dan K. pinnatum Merr mempunyai hubungan yang berbeda terhadap parameter perimbangan air. Hasil yang berbeda dari kedua jenis pohon disebabkan karena model arsitektur pohon yang berbeda. Nilai seluruh parameter perimbangan air dan analisisnya dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini :
36 Tabel 1 Hasil dan Analisis Pengukuran Parameter Perimbangan Air Jenis Pometia pinnata Forster dan Koordersiodendron pinnatum Merr di Lokasi Penelitian No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9.
Pometia pinnata Koordersiodendron Forster pinnatum Merr Model Arsitektur Pohon Koriba Roux Curahan Tajuk (mm) 747.87 769.54 Aliran Batang (mm) 5.53 4.06 Infiltrasi (ml/cm2/menit) 0.41 0.62 Kadar Air Tanah (%) 27.93 24.34 Kadar Air Batang (%) 48.64 53.77 Transpirasi (ml/gr/menit) 4.83 8.62 Dugaan Evaporasi (mm) 149.76 149.76 9 Garis Curahan tajuk, 9 Garis Curahan tajuk, Aliran batang, saling Aliran batang, saling berdekatan dengan berdekatan dengan Curah hujan Curah hujan Analisis Komponen Utama 9 Kadar air tanah & 9 Kadar air batang & Kadar air Batang Transpirasi saling saling berdekatan berdekatan 9 Menahan air pada 9 Menahan air pada tanah lebih tinggi batang lebih tinggi Hasil Penelitian
Curah Hujan
Jumlah Curah hujan 5 tahunan (2005-2009) dikumpulkan dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Rendani Manokwari yang merupakan stasiun BMG terdekat. Kawasan Manokwari tergolong Tipe A menurut Schmidt dan Ferguson. Jumlah rata-rata bulan basah sebanyak 9 bulan dan bulan kering sebanyak 3 bulan dengan hasil persentase 33.33 %. Selama penelitian, curah hujan diukur langsung di lokasi penelitian dengan menggunakan alat penakar hujan sederhana (ombrometer) dengan luas penampang 113.04 cm2. Pengukuran berlangsung selama 30 minggu mulai dari Bulan November 2009-Juni 2010. Total curah hujan selama 30 kali pengukuran berjumlah 857.7 mm dengan rata-rata 28.59 mm. Penyebaran curah hujan harian rendah terjadi pada bulan Februari 2010 dengan jumlah 4.6 mm. Penyebaran curah hujan harian tinggi terjadi pada bulan Maret 2010 dengan jumlah 146.3 mm. Pengukuran curah hujan di lokasi adalah pertama kali dilakukan dalam penelitian ini.
37 Penakar hujan sederhana (Ombrometer) dengan luas penampang 113.04 cm2 di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 10 di bawah ini :
Gambar 10 Alat penakar hujan sederhana (Ombrometer) yang diletakkan di lokasi penelitian, dengan luas penampang 113.04 cm2. Berdasarkan kategori hujan, dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kategori hujan rendah dengan ukuran < 5 mm, hujan sedang 5-20 mm, dan hujan tinggi yang mencapai > 20 mm (Aththorick 2000). Hasil pengukuran curah hujan selama 30 kali untuk hujan kategori rendah hanya terjadi 1 kali. Untuk hujan dengan kategori sedang terjadi sebanyak 18 kali, dan untuk kategori hujan tinggi > 20 mm terjadi sebanyak 11 kali. Curahan Tajuk
Hasil pengukuran curahan tajuk selama 30 kali kejadian hujan, model arsitektur pohon Roux jenis pohon K. pinnatum Merr memiliki nilai curahan tajuk lebih besar dibandingkan dengan model arsitektur pohon Koriba jenis pohon P. pinnata Forster. Besarnya nilai curahan tajuk K. pinnatum Merr 769.54 mm (89.67 %) (Lampiran 1). Jenis P. pinnata Forster mempunyai nilai curahan tajuk sebesar 747.87 mm (87.19 %) (Lampiran 1). Nilai curahan tajuk yang berbeda disebabkan karena model arsitektur pohonnya. Model arsitektur pohon Koriba mempunyai bentuk percabangan condong ke atas (orthotropik) sehingga memungkinkan air hujan akan mengalir
38 melalui percabangan setelah penjenuhan tajuk yang selanjutnya mengalir ke permukaan Batang. Peristiwa tersebut menyebabkan translokasi air hujan menjadi aliran batang lebih besar daripada curahan tajuk. Selain itu, tutupan tajuk yang lebih rapat menyebabkan air hujan lolos ke permukaan tanah menjadi sedikit. Akibatnya, nilai curahan tajuknya juga menjadi kecil. Sebaliknya, model arsitektur pohon Roux mempunyai nilai curahan tajuk yang lebih besar. Bentuk percabangan horizontal menyebabkan air hujan yang ditahan oleh tajuk pohon akan diteruskan ke lantai hutan. Faktor lain yang membedakan nilai curahan tajuk yaitu permukaan daun P. pinnata Forster sedikit kasar dan permukaan yang lebar sehingga memerlukan waktu lama untuk penjenuhan tajuk oleh air hujan. Sedangkan pada daun K. pinnatum Merr mempunyai permukaan daun yang licin dan kecil sehingga tidak memerlukan waktu lama untuk penjenuhan tajuk. Aliran Batang
Aliran batang merupakan bagian hujan terintersepsi, berkumpul dan mengalir ke permukaan tanah melalui batang. Hasil pengamatan selama 30 kali kejadian hujan menunjukkan bahwa model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster mempunyai nilai aliran batang lebih tinggi dibandingkan dengan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr. Pohon P. pinnata Forster mempunyai nilai aliran batang 5.53 mm (0.64 % dari curah hujan) dengan rata-rata 0.18 mm (Lampiran 1). Aliran batang model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr mempunyai nilai aliran batang 4.06 (0.47 % dari curah hujan) dengan rata-rata 0.14 mm (Lampiran 1). Tingginya nilai aliran batang pada model arsitektur pohon Koriba karena pola percabangan pohonnya. Pola percabangan yang condong ke atas, memungkinkan air hujan yang tertahan oleh tajuk akan langsung mengalir ke cabang dan diteruskan ke batang. Tajuk model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster luasan penutupannya cukup besar. Akibatnya, air yang tertampung di tajuk pohon terus mengalir sampai ke batang juga tinggi. Perbedaan nilai aliran batang juga dipengaruhi oleh besarnya diameter batang. Artinya semakin besar diameter batang maka aliran batangnya juga makin tinggi. Diameter batang model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster lebih besar dibandingkan dengan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr. Tekstur
39 kulit permukaan batang kedua arsitektur pohon juga berbeda. Jenis P. pinnata Forster permukaannya lebih halus dibanding dengan K. pinnatum Merr. Keadaan ini menyebabkan nilai aliran batang model arsitektur pohon Koriba lebih tinggi dibanding dengan Roux. Infiltrasi
Hasil pengukuran selama 30 kali kejadian hujan, diperoleh bahwa laju infiltrasi terbesar adalah model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr dengan jumlah total 0.62 ml/cm2/menit dengan kisaran 0.008 – 0.028 ml/cm2/menit (Lampiran 1). Model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, mempunyai total laju infiltrasi 0.41 ml/cm2/menit dengan kisaran 0.004 – 0.024 ml/cm2/menit (Lampiran 1). Curah hujan tinggi menyebabkan penurunan laju infiltrasi ke dalam tanah. Faktor penjenuhan tanah merupakan sebab turunnya laju infiltrasi. Model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, lebih cepat aspek penjenuhan tanahnya. Akibatnya, kecepatan laju infiltrasi tanahnya lebih rendah. Sebaliknya, model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr, kecepatan laju infiltrasinya lebih cepat. Perbedaan laju infiltrasi disebabkan sifat-sifat tanah yang berada di bawah tegakan masing-masing model arsitektur pohon. Tanah yang berada di bawah tegakan model arsitektur pohon Koriba mempunyai kandungan pasir rendah dan liat yang tinggi. Berbeda dengan tanah yang berada di bawah tegakan model arsitektur pohon Roux, kandungan pasir lebih tinggi dibandingkan dengan sifat liatnya. Sifat tanah pasir yang tinggi lebih cepat meresapkan air dibandingkan sifat liat. Oleh karena itu, sifat tanah pasir kurang dapat menahan partikel air lebih banyak dibandingkan sifat tanah liat yang lebih besar mengikat partikel air. Kadar Air Tanah
Hasil pengukuran selama 30 kali kejadian hujan menunjukkan bahwa model arsitektur Koriba jenis P. pinnata Forster mempunyai kadar air tanah lebih tinggi dibandingkan dengan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr. Persen berat basah tanah di bawah tegakan jenis P. pinnata Forster rata-rata 27.93% dengan kisaran 23.82–35.59% (Lampiran 1) sedangkan jenis K. pinnatum 24.34% dengan kisaran 21.78 – 30.79% (Lampiran 1).
40 Persen kadar air tanah ada hubungannya dengan laju infiltrasi tanah. Bila laju infiltrasi tanah tinggi maka persen kadar air tanah rendah. Sebaliknya, persen kadar air tanah yang tinggi disebabkan oleh makin menurunnya laju infiltrasi. Jadi, tingginya persen kadar air tanah akan linier dengan penambahan curah hujan. Hal ini disebabkan tanah telah mencapai kodisi yang jenuh dengan air. Perbedaan persen kadar air tanah model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster dengan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr disebabkan oleh sifat tanah dan rata-rata luas penutupan tajuknya. Jenis tanah di bawah tegakan P. pinnata Forster dan K. pinnatum Merr adalah Podsolik. Tegakan P. pinnata Forster mempunyai tanah dengan persen Liat yang tinggi dan pasir rendah. Sedangkan jenis tanah K. pinnatum Merr mempunyai tanah dengan persen liat rendah dan pasir yang tinggi. Sifat tanah liat lebih banyak mengikat partikel air dibandingkan dengan sifat tanah berpasir. Selain itu, luas penutupan tajuk juga mempunyai peran dalam mempertahankan kadar air tanah dibawah tegakan masingmasing jenis pohon. Luas tutupan tajuk P. pinnata Forster lebih besar dibandingkan dengan K. pinnatum Merr. Dengan demikian, penguapan yang terjadi di bawah tegakan P. pinnata Forster lebih kecil dibandingkan penguapan yang terjadi di bawah tegakan K. pinnatum Merr. Oleh karena itu, tutupan tajuk berperan penting mengurangi tingkat penguapan air dari dalam tanah. Kadar Air Batang
Pengukuran kadar air batang dilakukan selama 30 kali setiap kejadian hujan. pengambilan sampel batang dilakukan dengan bor riap pohon setinggi dada. Aktivitas pengeboran dilakukan hingga bagian tengah pohon. Adapun kedalaman pengeboran untuk K. pinnatum Merr mencapai 18.2 cm, 19.3 cm, dan 21.0 cm. Sedangkan untuk P. pinnata Forster kedalaman bor 18.8 cm, 19.9 cm, dan 21.0 cm. Hasil pengukuran selama 30 kali kejadian hujan, diperoleh bahwa berat kayu K. pinnatum Merr lebih berat dibandingkan dengan P. pinnata Forster. Rata-rata persen berat kayu K. pinnatum Merr 53.77% dengan kisaran 48.66 – 60.34% (Lampiran 1), sedangkan P.
pinnata Forster 48.64% dengan kisaran 43.45 –
59.04% (Lampiran 1). Penyerapan air yang berbeda, disebabkan oleh kondisi kadar air tanah pada setiap kejadian hujan. Kadar air tanah yang tinggi menyebabkan kelembaban tinggi
41 dan suhu rendah dalam tanah. Suhu yang rendah dengan kelembaban tinggi mengakibatkan kurangnya penyerapan akar terhadap air. Model arsitektur pohon Koriba Jenis P. pinnata Forster memiliki persen kadar air tanah tinggi sehingga suhu tanah menjadi rendah dan kelembaban tinggi. Keadaan ini menyebabkan penyerapan menjadi lambat bila kadar air tanah sangat tinggi. Begitu juga sebaliknya, bila terjadi penurunan curah hujan, kadar air tanah menjadi rendah. Kondisi tersebut menyebabkan bobot kayu yang ringan karena ketersediaan air tanah lebih rendah. Model arsitektur pohon Roux Jenis K. pinnatum Merr, mempunyai kadar air batang lebih tinggi. Kadar air tanah yang rendah di bawah tegakan, memungkinkan akar untuk melakukan aktivitas penyerapan lebih tinggi. Sifat tanah di bawah tegakan ini lebih tinggi persen pasirnya, berdampak pada suhu yang optimum untuk penyerapan air pada setiap kejadian hujan. Tampilan fisik kayu jenis K. pinnatum Merr dapat dilihat pada Gambar 11 (a) dan P. pinnata Forster pada 11 (b) di bawah ini :
(a)
(a)
(b)
(b)
Gambar 11 (a) Tampilan fisik kayu jenis K. pinnatum Merr pada jari-jari 18.2, 21.0, dan 19.3 cm, (b) Tampilan fisik kayu jenis P. pinnata Forster pada jarijari 18.8, 21.0, dan 19.9 cm.
42 Transpirasi
Hasil pengukuran selama 30 kali kejadian hujan, laju transpirasi lebih tinggi terdapat pada jenis K. pinnatum Merr dengan total 8.62 ml/gr/menit (Lampiran 1). Jenis P. pinnata Forster mempunyai laju transpirasi lebih rendah dengan total 4.83 ml/gr/menit (Lampiran 1). Laju transpirasi berbeda dipicu oleh pengaruh cahaya, suhu, dan kelembaban yang terjadi di bawah tajuk pohon. Model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, mempunyai tutupan tajuk dan kerapatan pohon yang tinggi. Dua faktor tersebut turut membentuk suhu dan kelembaban, dimana suhu yang terbentuk lebih rendah dan kelembaban tinggi. Kondisi tersebut juga mempengaruhi laju transpirasi. Model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster mempunyai laju transpirasi lebih rendah dibanding dengan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr. Selama pengukuran di lapangan, suhu di bawah tegakan K. pinnatum Merr lebih tinggi dibanding dengan P. pinnata Forster. Rata-rata suhu pada pagi sampai siang hari 28-320C dengan kelembaban antara 73-85%. Sedangkan pada P. pinnata Forster suhu pagi hingga siang hari berkisar 27-300C dengan kelembaban rata-rata 83-90%. Bentuk permukaan daun K. pinnatum Merr lebih kecil, sedangkan P. pinnata Forster lebih besar. Meskipun demikian, pada K. pinnatum Merr, memiliki laju transpirasi lebih besar dibanding dengan P. pinnata Forster. Suhu yang tinggi pada tegakan K. pinnatum Merr dipengaruhi oleh luas tajuk yang lebih kecil. Kondisi ini mengakibatkan cahaya matahari lebih banyak masuk menembus permukaan dan lantai hutan. Akibatnya, suhu menjadi tinggi dan kelembabannya berkurang. Faktor inilah yang menyebabkan laju transpirasi K. pinnatum Merr tinggi. Sebaliknya, luas tajuk P. pinnata Forster lebih besar, mengakibatkan cahaya matahari yang lolos ke lantai hutan lebih kecil. Faktor tersebut menyebabkan suhu menjadi rendah dan kelembaban tinggi. Sehingga laju transpirasinya pun menjadi kecil. Evaporasi
Evaporasi merupakan proses perubahan molekul air di permukaan menjadi molekul uap air (gas) di atmosfer melalui kekuatan panas. Adapun tenaga
43 penggerak utama dari evaporasi adalah sinar matahari. Pengukuran evaporasi dilakukan dengan pendugaan dengan menggunakan rumus Penman-Mounteith. Adapun pendugaan ini adalah bertujuan untuk mengetahui penguapan yang terjadi di lokasi penelitian. Data-data penelitian menggunakan data sekunder, berupa data iklim diambil dari BMG Rendani Manokwari yang merupakan stasiun iklim terdekat. Data yang diperlukan dalam perhitungan terdiri dari suhu maksimum dan minimum harian, kelembaban maksimum dan minimum, kecepatan angin di atas 2 meter, dan lama penyinaran matahari harian. Hasil perhitungan pendugaan evaporasi lahan adalah 149.76 mm (Lampiran 2). Evaporasi di atas merupakan dugaan umum yang terjadi di lokasi penelitian. Namun pada dasarnya tingkat evaporasi setiap lahan yang ditumbuhi oleh vegetasi di atasnya adalah berbeda. Secara umum dapat digambarkan bahwa, evaporasi yang paling tinggi terjadi di bawah tegakan K. pinnatum Merr. Hal ini disebabkan oleh tutupan tajuk lebih kecil dibandingkan dengan P. pinnata Forster Olehnya, dari hasil penelitian diketahui bahwa kadar air tanah jenis K. pinnatum Merr lebih rendah dibandingkan dengan P. pinnata Forster. Total luas tajuk K. Pinnatum Merr 768.95 m2 dengan rata-rata 21.97 m2. P. pinnata Forster mempunyai luas total penutupan tajuk 1858.53 m2 dengan ratarata 33.19 m2. Luasan tajuk sangat mempengaruhi nilai evaporasi pada setiap lahan. Tajuk yang rapat mempunyai tingkat evaporasi rendah dibanding dengan tajuk yang rendah kerapatannya. Fungsi dari tajuk pohon selain mengurangi evaporasi lahan juga memberikan andil membentuk suhu dan kelembaban yang dihasilkan. Dengan demikian, suatu tingkat evaporasi akan berkurang jika mempunyai tutupan vegetasi yang tinggi. Sebaliknya tingkat evaporasi menjadi tinggi bila tutupan vegetasi di atasnya makin terbuka. Berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan dari BMG Rendani, lama penyinaran matahari sangat bervariasi. Akibatnya, angka ini juga turut mempengaruhi keberadaan pendugaan evaporasi yang ada di lapangan. Perhitungan pendugaan evaporasi dengan menggunakan persamaan Penman-Monteith meliputi suhu maksimum dan minimum harian, kelembaban maksimum dan minimum, kecepatan angin di atas 2 meter, dan lama penyinaran matahari harian.
45 PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang dilakukan di lapangan selama 30 kali kejadian hujan menunjukkan hubungan yang berbeda antara model arsitektur pohon dengan parameter perimbangan air yang diukur. Hasil analisis biplot menggunakan analisis komponen utama dari kedua model arsitektur pohon mempunyai kecenderungan yang hampir sama. Hubungan model arsitektur pohon dengan parameter perimbangan air yaitu curah hujan, curahan tajuk, aliran batang, kadar air tanah, kadar air batang, transpirasi dan evaporasi adalah positif. Adapun untuk parameter infiltrasi hubungannya negatif. Parameter curahan tajuk dan aliran batang mempunyai garis lebih dekat dengan curah hujan, pada kedua model arsitektur pohon adalah sama. Perbedaan garis lain yang saling berdekatan pada kedua model arsitektur pohon adalah pada kadar air batang. Model arsitektur pohon Roux, garis kadar air batang lebih dekat dengan transpirasi. Garis yang saling berdekatan tersebut dapat diasumsikan bahwa model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr banyak menyimpan air pada batangnya. Hubungan garis kadar air batang dan transpirasi lebih dekat, disebabkan karena laju transpirasi model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr lebih tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan air yang ada di dalam tanah terserap ke bagian batang pohon, sehingga kadar air lebih banyak di simpan dalam batang pohon. Penyimpanan air tinggi pada batang pohon, merupakan strategi agar K. pinnatum Merr tidak mengalami cekaman atau stres karena kekurangan air akibat laju transpirasi menjadi lebih tinggi. Hubungan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr dengan seluruh parameter perimbangan air dapat dilihat pada Gambar 12 di bawah ini :
46
Parameter Perimbangan Air
1.00
EVAPORASI
0.75
0.50
0.25
INFILTRASI KA TANAH KA BATANG
0.00
ALIRAN BATANG CURAH HUJAN CURAHAN TAJUK TRANSPIRASI
-0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
Model Arsitektur Pohon
Gambar 12 Biplot analisis komponen utama hubungan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr terhadap parameter perimbangan air. Kadar air batang pada model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, lebih dekat dengan kadar air tanah. Garis yang berdekatan antara kadar air batang dengan kadar air tanah, diasumsikan bahwa model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster lebih banyak menyimpan air di dalam tanah. Kondisi ini diakibatkan karena tanah yang berada di bawah tegakan P. pinnata Forster lebih tinggi dan mampu menyimpan air lebih banyak. Kemampuan ini didukung oleh sifat tanah yang berada di bawah tegakan P. pinnata Forster. Selain itu, tutupan tajuk pohon P. pinnata Forster lebih rapat sehingga penguapan yang terjadi dari permukaan tanah lebih rendah. Tutupan tajuk rapat menyebabkan suhu rendah dan kelembaban tinggi. Keadaan tersebut mengakibatkan laju transpirasi lebih rendah, sehingga kadar air batang juga rendah. Faktor laju transpirasi rendah berdampak pada kurangnya serapan air pada batang, sehingga air lebih banyak tersimpan dalam tanah dibanding pada batang. Simpanan air dalam tanah sangat penting bagi pohon P. pinnata Forster saat transpirasi menjadi lebih tinggi. Keadaan tersebut sangat memungkinkan karena permukaan daun P. pinnata Forster lebih besar yang dapat
47 menyebabkan banyak kehilangan air. Penyimpanan air dalam tanah lebih tinggi merupakan strategi P. pinnata Forster untuk menghadapi cekaman kekeringan saat laju transpirasi lebih tinggi terutama saat musim kemarau. Oleh karena itu, hubungan antara kadar air batang dan kadar air tanah lebih dekat. Hubungan model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster dengan seluruh parameter perimbangan air dapat dilihat pada Gambar 13 di bawah ini : 1.0
EVA PO RA SI
Parameter Perimbangan Air
0.8 0.6 0.4 KA TA NA H
0.2 0.0
A LIRA N BA TA NG C URA H HUJA N C URA HA N TA JUK
INFILTRA SI
-0.2
KA BA TA NG TRA NSPIRA SI
-0.4
-0.3
-0.2
-0.1 0.0 0.1 0.2 Model Arsitektur Pohon
0.3
0.4
0.5
Gambar 13 Biplot analisis komponen utama hubungan model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster terhadap parameter perimbangan Air Hasil biplot analisis komponen utama model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr terhadap parameter curahan tajuk, aliran batang, kadar air tanah, kadar air batang, transpirasi, dan evaporasi menunjukkan pola positif terhadap curah hujan yang tinggi. Artinya, bila curah hujan tinggi, maka akan diikuti oleh naiknya nilai curahan tajuk, aliran batang, kadar air tanah, kadar air batang, transpirasi dan evaporasi. Sedangkan infiltrasi, bila curah hujan tinggi menyebabkan penurunan laju infiltrasi air ke dalam tanah. Parameter curah hujan, curahan tajuk, dan aliran batang pada kedua model aritektur pohon memiliki keterkaitan yang sangat erat. Hal ini dapat diketahui dari dekatnya garis antara ketiga parameter dibandingkan dengan parameter lainnya. Parameter lain pada model arsitektur pohon Roux jenis pohon K. pinnatum Merr,
48 kadar air batang dan transpirasi memiliki kedekatan yang berarti mempunyai hubungan lebih erat, sedangkan parameter kadar air tanah memisah cukup jauh. Sebaliknya pada model arsitektur pohon Koriba, parameter kadar air tanah memiliki garis yang berdekatan dengan kadar air batang, sedangkan transpirasi memisah cukup jauh. Hubungan antar parameter curahan tajuk dan aliran batang dengan curah hujan tinggi dapat diterangkan bahwa, tajuk dan batang pohon merupakan wadah bagi air hujan. Semakin tinggi curah hujan, maka akan diikuti oleh tingginya curahan tajuk dan aliran batang. Sebaliknya, jika curah hujan rendah, maka curahan tajuk dan aliran batang juga rendah. Luasan tajuk dan diamater batang turut mempengaruhi tingginya nilai curahan tajuk dan aliran batang. Perbedaan nilai curahan tajuk dan aliran batang kedua model arsitektur pohon, dimana model aristektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster mempunyai luasan tajuk yang besar. Namun, karena pola percabangannya orthotropik dan tutupan tajuk yang rapat, maka nilai curahan tajuknya rendah. Demikian pula untuk aliran batang, diameter batang model arisitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster lebih besar sehingga mempunyai nilai aliran batang tinggi. Nilai tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh besarnya diameter batang, tetapi tekstur kulit batang pohon yang halus turut menentukan tingginya aliran batang. Sebaliknya model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr, mempunyai tutupan tajuk pohon lebih kecil dengan kerapatan tajuk yang rendah. Meskipun demikian, karena pola percabangannya adalah plagiotropik maka nilai curahan tajuknya tinggi. Nilai aliran batang model arsitektur Roux jenis K. pinnatum Merr lebih rendah, disebabkan diameter lebih kecil dan mempunyai tekstur kulit batang kasar dan beralur. Curah hujan tinggi memberikan pengaruh bagi kadar air tanah. Bila curah hujan meningkat akan diikuti oleh tingginya kadar air tanah. Keadaan tersebut dikarenakan laju infiltrasi tanah rendah, dimana tanah dalam kondisi telah jenuh dengan air. Sebaliknya bila curah hujan rendah, laju infiltrasi tinggi, sehingga kadar air tanah menjadi rendah. Kondisi demikian karena tanah belum mengalami kejenuhan terhadap air. Arsyad (2006) menyatakan bahwa, berkurangnya kadar air tanah dipengaruhi oleh aktivitas pertumbuhan vegetatif dan porositas tanah. Parameter kadar air tanah model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster,
49 mempunyai kedekatan dengan kadar air batang dibandingkan dengan parameter lainnya. Hal ini berarti, curah hujan tinggi sangat mempengaruhi kadar air tanah dan kadar air batang. Begitupun sebaliknya, menurunnya kadar air tanah, akan memberikan dampak berkurangnya serapan air pada batang. Hubungan yang erat antar kedua parameter tersebut dapat dijelaskan bahwa, tingginya kadar air tanah mempengaruhi serapan pada batang. Meskipun kadar air tanah tinggi, ternyata mengurangi daya serap akar terhadap air di bawah tegakan model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster. Serapan yang rendah tersebut selain dipengaruhi oleh kadar air tanah yang tinggi, juga oleh laju transpirasi yang rendah. Model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, dengan tajuk dan kerapatan pohon yang besar mengakibatkan kelembaban tanah tinggi dan suhu yang rendah. Keadaan ini mengakibatkan penguapan air rendah sehingga kadar air tanah menjadi tinggi. Hasil biplot analisis komponen utama model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, kondisi tersebut menyebabkan penyerapan kadar air batang juga menjadi tinggi. Namun karena laju transpirasi rendah, penyerapan kadar air batang juga menjadi rendah bila dibandingkan dengan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr. Parameter transpirasi hasil biplot analisis komponen utama model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, memisah dari parameter lainnya. Bentuk pertumbuhan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr, mempunyai pohon yang tinggi dengan kerapatan tajuk kecil. Keadaan ini menyebabkan suhu menjadi tinggi dan kelembaban rendah di bawah tajuk pohon. Faktor suhu dan kelembaban akan memicu proses penguapan air tanah ke udara. Disamping itu, laju transpirasi pada model arsitektur pohon Roux tinggi, sehingga mengurangi kadar air yang berada dalam tanah. Tingginya laju transpirasi berbanding lurus dengan penyerapan air oleh batang pohon. Pada biplot analisis komponen utama di atas dapat dilihat bahwa, parameter curah hujan tinggi pada model arsitektur pohon Roux berpengaruh pada serapan air batang dan transpirasi. Hubungan ini dapat dilihat dari dekatnya garis antara parameter kadar air batang dengan transpirasi. Hal ini berarti bahwa tingginya transpirasi menyebabkan tingginya kadar air batang pada model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr. Kadar air pada batang sangat diperlukan oleh pohon sebagai cadangan air
50 untuk menjaga kondisi di saat musim kemarau, dimana transpirasi akan tinggi. Keadaan ini juga sekaligus menghindari pohon dari cekaman kekurangan air. Karena serapan air pada batang tinggi, memberikan dampak rendahnya persen kadar air tanah model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr. Hubungan curah hujan dengan kadar air batang untuk kedua model arsitektur pohon memiliki kesamaan. Dimana setiap curah hujan tinggi akan diikuti oleh bertambahnya kadar air batang pada kedua model arsitektur pohon. Kondisi tersebut disebabkan oleh pengaruh kadar air tanah yang berada di bawah masingmasing model arsitektur pohon. Meskipun demikian terdapat perbedaan Kadar air batang kedua model arsitektur pohon. Model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster mempunyai kadar air batang yang rendah bila dibandingkan dengan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr. Kondisi ini ada hubungannya dengan kadar air tanah di bawah masing-masing tegakan. Kadar air tanah yang tinggi akan menyebabkan akar pohon menyerap air dalam tanah lambat. Daniel et al (1987) menyatakan tanah yang dingin dengan suhu rendah dan kelembaban tinggi dapat mengurangi penyerapan, karena tanah tersebut mengurangi permeabilitas akar dan gerakan air masuk kedalam akar. Kadar air tanah model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr rendah karena suhu yang tinggi mengakibatkan penyerapan yang tinggi pula. Pada biplot analisis komponen utama dapat dilihat bahwa garis kadar air batang lebih dekat dengan parameter transpirasi yang berarti mempunyai kedekatan hubungan antar kedua parameter tersebut. Sebaliknya, pada model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, kadar air tanahnya tinggi, menyebabkan suhu yang rendah di dalam tanah sehingga penyerapan menjadi lambat. Penyerapan yang lambat disebabkan karena transpirasi juga lebih kecil dibandingkan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr. Hasil biplot analisis komponen utama model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, garis kadar air batang lebih dekat dengan kadar air tanah, sedangkan parameter transpirasi memisah dari komponen lainnya. Faktor kadar air tanah akan turut membentuk suhu dan kelembaban dalam tanah yang mempengaruhi penyerapan akar terhadap air. Kadar air tanah yang tinggi di bawah tegakan model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, mengurangi daya
51 permeabilitas akar terhadap air. Kadar air tanah yang tinggi menyebabkan suhu dalam tanah menjadi rendah dan kelembaban tinggi. Proses transpirasi dan evaporasi merupakan mekanisme penguapan air pohon dan lahan ke atmosfer. Hasil biplot analisis komponen utama pada gambar 12 dan 13, bila curah hujan tinggi maka laju transpirasi meningkat. Laju transpirasi dikendalikan oleh intensitas cahaya matahari, suhu, kelembaban, dan faktor angin. Saat curah hujan tinggi, penyerapan air juga meningkat dan berimbas pada terbukanya stomata daun. Saat intensitas cahaya tinggi menyebabkan suhu tinggi, dan kelembaban menjadi rendah sehingga laju transpirasi meningkat. Kelembaban udara mempengaruhi situasi kandungan uap di udara. Bila kelembaban rendah, maka akan meningkatkan laju transpirasi. Olehnya, kebutuhan transpirasi juga ditentukan oleh kebutuhan udara terhadap air yang diuapkan melalui mekanisme transpirasi. Artinya, bila uap udara tinggi dimana suhu rendah dan kelembaban tinggi, laju transpirasi cenderung menurun. Sebaliknya, bila uap air di udara rendah dimana suhu tinggi dan kelembaban rendah, maka laju transpirasi akan meningkat. Kadar air dalam tanah juga turut mempengaruhi laju transpirasi, dimana bila kadar air tanah tinggi, maka laju transpirasi akan meningkat. Adanya perbedaan kandungan uap di udara dan di dalam daun menghasilkan penyerapan air dari dalam tanah. Kodisi ini akibat dari menurunnya kandungan air dalam apoplas daun sedangkan kondisi di dalam tanah kandungan airnya tinggi. Akibatnya penarikan air dari sel daun akan berlangsung cepat. Transpirasi menghasilkan gradien potensial air antara tanah dan daun pada pohon, sehingga terjadi kecenderungan air mengalir dari tanah ke tajuk pohon berlangsung cepat. Evaporasi pada dasarnya sama dengan transpirasi yaitu menguapkan sejumlah air ke udara. Hasil biplot analisis komponen utama diketahui bahwa bila curah hujan tinggi evaporasi akan meningkat. Tingginya evaporasi ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan, seperti suhu, kelembaban, cahaya, intensitas cahaya, lamanya penyinaran, dan banyaknya curah hujan. Saat suhu tinggi dan kelembaban rendah maka laju evaporasi meningkat. Jumlah air yang ada di permukaan tanah juga dapat meningkatkan evaporasi. Proses Evaporasi akan meningkat seiring dengan bertambahnya curah hujan. Bila kandungan air di udara rendah (suhu tinggi dan kelembaban rendah) maka laju evaporasi meningkat.