Kerapatan (gram/cm3)
Sifat Mekanik (Kuat Tekan) Beras 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
Varietas Beras
Gambar 2. Kerapatan enam varietas beras Berdasarkan hasil pengukuran massa dan volume setiap varietas beras (data massa dan volume setiap varietas beras dapat dilihat pada lampiran), beras ketonggo merupakan beras ketan putih yang memiliki volume paling besar dibandingkan dengan varietas beras lainnya yaitu 0.025 cm3. Sementara itu, varietas beras pulen yaitu cimelati dan ciherang memiliki volume yang cukup besar dibandingkan dengan volume beras setail, HIPA – 4 dan IR 42. Beras cimelati dan ciherang memiliki volume 0.02 cm3, sedangkan setail, HIPA – 4 dan IR 42 memiliki volume 0.015 cm3. Beras setail memiliki volume yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan beras ketonggo. Sementara, kedua varietas itu termasuk dalam kategori yang sama yaitu kategori beras ketan. Diasumsikan bahwa kedua varietas tersebut mendapat perlakuan penanaman yang sama, maka dapat dipastikan bahwa perbedaan ukuran volume beras ketonggo dan setail lebih disebabkan oleh faktor genetik. Secara umum, semakin pulen varietas beras maka ukuran volumenya semakin besar. Berdasarkan hasil pengukuran kerapatan (Gambar 2), varietas beras pera (HIPA - 4 dan IR 42) memiliki kerapatan paling besar dibandingkan dengan varietas beras lainnya yaitu 1.145 gram/cm3 untuk HIPA - 4 dan 1.296 gram/cm3 untuk IR 42. Sementara itu, beras ketonggo merupakan varietas beras yang memiliki kerapatan paling kecil yakni 0.903 gram/cm3. Setail, cimelati dan ciherang memiliki kerapatan yang hampir
sama yaitu 1.069 gram/cm3 untuk setail, 1.125 gram/cm3 untuk cimelati dan 1.064 gram/cm3 untuk ciherang. Berkaitan dengan hasil pengukuran kuat tekan (sifat mekanik), beras setail dan IR 42 memiliki nilai kuat tekan paling besar, masing-masing : 45.69x106 N/m2 dan 44.89x106 N/m2. Beras cimelati dan ciherang (pulen) memiliki nilai kuat tekan lebih kecil, yaitu 38.53x106 N/m2 untuk cimelati dan 38.62x106 N/m2 untuk ciherang. Sedangkan beras ketonggo memiliki nilai kuat tekan paling kecil, yaitu 26.40 x106 N/m2. Pada pengamatan nilai kuat tekan, dua varietas beras ketan yaitu setail dan ketonggo memiliki perbedaan nilai kuat tekan yang sangat besar (Gambar 3). Berdasarkan teori yang telah disampaikan pada tinjauan pustaka, yang menyatakan bahwa perbedaan sifat fisik disebabkan oleh genetik beras dan perlakuan pra dan pasca panen beras. Diasumsikan bahwa perlakuan pra maupun pasca panen pada kedua jenis beras ketan adalah sama, maka penyebab perbedaan nilai tersebut adalah faktor genetik yakni dengan adanya selaput luar pada kulit beras setail (yang berwarna hitam) yang secara genetik membuat beras ketan hitam menjadi lebih elastis. Nilai kuat tekan di atas dapat digunakan sebagai landasan pada teknik penyimpanan pasca panen. Beras ketan putih (ketonggo) bersifat mudah pecah sehingga jangan ditumpuk terlalu banyak. Sementara itu, beras HIPA – 4 dan IR 42 (pera) dapat ditumpuk lebih banyak sampai batas tertentu untuk mengefektifkan ruang penyimpanan.
50 Kuat tekan (x 106 N/m2)
HASIL DAN PEMBAHASAN
40 30 20 10 0
Varietas Beras
Gambar 3. Kuat tekan enam varietas beras
7
Namun demikian, perlu penelitian lanjutan untuk mengetahui batas penumpukan minimum dan maksimum sehingga pemanfaatan ruang penyimpanan lebih efektif akan tetapi tidak merusak biji beras. Struktur mikro Beras Berdasarkan hasil karakterisasi struktur mikro dengan Tabletop Microscope, semua varietas beras menunjukan struktur mikro biji yang berbentuk bongkahan-bongkahan tidak beraturan. Pada Gambar 4, dapat dilihat secara mikro bahwa ternyata bongkahan-bongkahan beras yang besar tersusun dari bongkahan-bongkahan yang lebih kecil. Setiap bongkahan terbungkus oleh selaput bening yang menyusun bongkahan-bongkahan menjadi lebih rapat dan rapi sehingga bongkahan yang sudah diselaputi, terlihat halus. Hasil penelitian pada perbesaran 4000X dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Struktur mikro beras pada perbesaran 500X, 1000X dan 2000X dapat dilihat pada lampiran),
Bongkahan
Selaput
Pori
Cimelati
Bongkahan
Selaput Pori
Ciherang
Bongkahan
Bongkahan
Selaput
Selaput Pori
Pori
Ketonggo HIPA - 4 Bongkahan
Selaput Bongkahan
Selaput
Pori Pori
Setail IR 42
Gambar 4. Struktur mikro enam varietas beras dengan menggunakan Tabletop Microscope pada perbesaran 4000x
8
Setiap varietas beras memiliki ukuran bongkahan yang berbeda-beda. Hasil pengamatan struktur mikro yang disertai pengukuran bongkahan, ukuran bongkahan terkecil yang masih bisa di ukur berkisar antara 1-2 µm. Varietas beras ketonggo merupakan varietas beras yang memiliki ukuran bongkahan paling kecil (pada pengukuran bongkahan-bongkahan terkecil) yaitu 0.87 µm, selanjutnya, setail (1.07 µm), IR 42 (1.87 µm), ciherang (2.21 µm), cimelati (2.22 µm), dan HIPA – 4 (2.67 µm). Dengan demikian, secara umum (pada pengukuran bongkahan-bongkahan terkecil), varietas beras pera memiliki ukuran bongkahan paling besar, sedangkan, varietas beras ketan memiliki ukuran bongkahan paling kecil. Pada penelitian ini juga, didapatkan data ukuran bongkahan yang lebih besar, ukuran bongkahan tersebut berkisar antara 3-6 µm. Semetara itu, Ukuran bongkahan terbesar yang terukur berkisar pada 35-40 µm. Pori-pori dari setiap varietas beras terlihat dengan sangat jelas pada Gambar 4. Pori tersebut berfungsi sebagai saluran untuk absorpsi cairan dari lingkungan ke dalam beras, semakin kecil pori pada suatu varietas beras, maka kecepatan absorpsi cairan ke dalam beras akan semakin besar. Selain itu, ukuran pori suatu varietas beras dapat menentukan nilai kuat tekannya, semakin besar ruang pori dan semakin besar nilai porositas suatu varietas beras maka varietas beras tersebut akan semakin rapuh sehingga nilai kuat tekannya akan semakin kecil. Pada penelitian ini, ukuran pori setiap varietas beras belum bisa di nyatakan dengan pasti. Namun demikian, dengan pengamatan langsung pada gambar yang ditampilkan di atas, kerenggangan struktur bongkahan pada setiap kategori beras dapat dibedakan dengan baik. Varietas beras ketan (ketonggo dan setail) memiliki struktur paling renggang dibandingkan dengan struktur beras lainnya, sedangkan varietas beras pulen (cimelati dan ciherang) lebih renggang dibandingkan varietas beras pera (HIPA – 4 dan IR 42). Hasil pengamatan struktur mikro ini diperkuat dengan hasil pengukuran kerapatan beras seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa semakin pulen suatu varietas beras maka nilai kerapatannya semakin kecil.
Absorpsi air ke dalam beras Tabel 1. Karakterisasi absorpsi air enam varietas beras pada suhu 260 C Varietas Beras
Massa air beras jenuh (Me), (mg)
Waktu penyerapan air jenuh (menit)
Ketonggo
8.99
100
Setail
6.29
220
Cimelati
7.50
140
Ciherang
5.90
80
HIPA - 4
5.46
100
IR 42
5.10
60
Tabel 2. Karakterisasi absorpsi air enam varietas beras pada suhu 500 C Varietas Beras
Massa air beras jenuh (Me), (mg)
Waktu penyerapan air jenuh (menit)
Ketonggo
9.75
60
Setail
8.80
140
Cimelati
6.80
60
Ciherang
5.63
60
HIPA - 4
5.23
40
IR 42
5.33
40
Pada suhu 260 C, beras ketonggo memiliki massa air beras jenuh paling besar, yaitu 8.99 mg. Sementara itu, beras setail, cimelati, dan ciherang menunjukan nilai massa air beras jenuh yang sedang, masing-masing : 6.29 mg, 7.50 mg dan 5.90 mg. Sedangkan HIPA – 4 dan IR 42 menunjukan massa air beras jenuh paling kecil, yaitu 5.46 mg untuk HIPA – 4 dan 5.10 mg untuk IR 42. Seperti karakterisasi absorpsi air pada suhu 260 C, pengamatan absorpsi air pada suhu 500 C menunjukan bahwa varietas beras ketonggo merupakan varietas beras dengan nilai massa air beras jenuh paling besar, yaitu 9.75 mg. Varietas beras yang memiliki massa air beras jenuh yang cukup besar juga adalah beras setail, yaitu varietas beras yang termasuk dalam satu kategori dengan beras ketonggo, kategori beras ketan. Nilai massa air beras jenuhnya adalah 8.80 mg. Varietas beras pulen (cimelati dan ciherang) menunjukan nilai massa air beras jenuh yang sedang, cimelati (6.80 mg) dan ciherang (5.63 mg). Sedangkan varietas
9
jenuhnya paling kecil, yaitu ciherang (80 menit) dan IR 42 (60 menit). Pada Pengukuran waktu penyerapan air jenuh, suhu 500 C menunjukan bahwa beras setail membutuhkan waktu penyerapan air jenuh paling besar yaitu 140 menit. Selanjutnya, ketan putih (ketonggo) 60 menit. Beras pulen (cimelati dan ciherang) juga membutuhkan waktu penyerapan air yang sama yaitu 60 menit. Sedangkan beras pera (HIPA – 4 dan IR 42) hanya membutuhkan waktu penyerapan air jenuh sebesar 40 menit. Berdasarkan hasil analisis tersebut, perlakuan temperatur yang lebih besar berpengaruh dalam mempercepat proses penyerapan air jenuh. Pada beras ketonggo, perlakuan temperatur yang lebih tinggi (500 C) mempercepat waktu penyerapan air jenuh sebesar 40 % dari waktu semula, pada beras setail mempercepat 36.36 %, pada beras cimelati mempercepat 57.14 %, pada beras ciherang mempercepat 25 %, pada beras HIPA – 4 mempercepat 60 %, dan pada beras IR 42 mempercepat 33.33 %. Karakteristik absorpsi air ke dalam beras (massa air beras jenuh, waktu penyerapan air jenuh dan lainnya) dapat dilihat dengan lebih jelas pada Gambar (5-8), 10.00 9.00 8.00 M (Massa air dalam beras) (mg)
beras pera (HIPA – 4 dan IR 42) menunjukan nilai massa air beras jenuh paling kecil yaitu HIPA - 4 (5.23 mg) dan IR 42 (5.33 mg). Nilai massa air beras jenuh setiap varietas beras ditentukan oleh struktur mikronya. Oleh karena itu, massa air beras jenuh yang berbeda-beda ini sesuai dan dapat dibenarkan karena berdasarkan pengamatan sebelumnya, setiap varietas beras menunjukan struktur mikro yang berbeda-beda juga. Beras ketan memiliki struktur mikro yang renggang, sehingga nilai massa air beras jenuhnya juga tinggi, sementara beras pera memiliki struktur mikro yang paling rapat dibandingkan dengan beras lainnya sehingga massa air beras jenuhnya paling kecil. Sementara itu, hasil pengukuran absorpsi air beras pada suhu 75 0C tidak dapat dianalisis dengan sempurna karena pada pengukuran absorpsi air suhu 75 0C, beras matang secara beruntun pada waktu 20-40 menit, setelah 60 menit ternyata beberapa butir beras sudah menjadi bubur. Struktur-struktur beras menjadi rusak sehingga pengukuran dihentikan pada waktu 60 menit. Oleh sebab itu, untuk analisis absorpsi pada suhu 75 0C tidak dapat dianalisis lebih lanjut. Perlakuan suhu yang lebih tinggi (500 C) pada varietas beras ketonggo, setail, dan IR 42 memperbesar nilai massa air beras jenuh. Besar persentase kenaikannya : ketonggo (8.45 %), setail (39.90 %), dan IR 42 (4.50 %). Sedangkan pada varietas beras cimelati, ciherang, dan HIPA – 4, perlakuan suhu yang lebih tinggi menyebabkan penurunan massa air beras jenuh. Besar persentase penurunannya : cimelati (9.33 %), ciherang (4.57 %), dan HIPA - 4 (4.21 %). Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa temperatur cukup berpengaruh pada massa air beras jenuh. Berkaitan dengan waktu yang dibutuhkan untuk proses penyerapan air sampai kondisi jenuh (waktu penyerapan air jenuh) pada suhu 260 C, beras setail dan cimelati membutuhkan waktu penyerapan air jenuh paling besar di bandingkan beras lainnya, kedua beras tersebut mencapai kondisi jenuh setelah perendaman selama 220 menit pada setail dan 140 menit pada cimelati. Sementara itu, beras ketonggo dan HIPA – 4 membutuhkan waktu penyerapan air jenuh yang sama yaitu 100 menit dan beras lainnya (ciherang dan IR 42) merupakan beras yang waktu penyerapan air
7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0
40 80 120 160 200 240
Waktu Perendaman (menit) Ketonggo Setail Cimelati Ciherang HIPA - 4 IR 42
Gambar 5. Massa air di dalam enam varietas beras selama proses perendaman, suhu air 260 C
10
0.00 -0.50
0
40
80
120
0
160
0
y = -0.0451x - 0.0983
60
80
-2 y = -0.011x - 0.113 y = -0.033x - 0.154
-2.00 -2.50
y = -0.046x - 0.024 y = -0.044x - 0.106 y = -0.0686x - 0.0367
-3.00
Ln MR
-1.50 Ln MR
40
-1
-1.00
y = -0.0916x + 0.0213
-3
y = -0.0289x - 0.1721 y = -0.066x - 0.218
-4
y = -0.0823x - 0.1088 y = -0.1195x + 0.0708
-5
-3.50
y = -0.1339x + 0.1936 -6
-4.00 Waktu Perendaman (menit) Ketonggo
Setail
Cimelati
Ciherang
HIPA - 4
IR 42
Gambar 6. Rasio massa air di dalam enam varietas beras selama proses perendaman, suhu air 260 C 12 10 M (Massa air dalam beras) (mg)
20
8 6 4 2 0 0
40 80 120 160 200 240
Waktu Perendaman (menit) Ketonggo Cimelati HIPA - 4
Setail Ciherang IR 42
Gambar 7. Massa air di dalam enam varietas beras selama proses perendaman, suhu air 500 C
Waktu Perendaman (menit) Ketonggo Cimelati HIPA - 4
Setail Ciherang IR 42
Gambar 8. Rasio massa air di dalam enam varietas beras selama proses perendaman, suhu air 500 C Jika diasumsikan bahwa beras berbentuk silinder ( ) maka berdasarkan grafik ln MR terhadap waktu (Gambar 6 dan 8), didapatkan nilai kecepatan absorpsi air ke dalam beras untuk setiap varietas dengan menggunakan persamaan (1). Pada suhu 260 C, beras IR 42 dan ciherang merupakan beras yang memiliki kecepatan absorpsi paling tinggi yaitu IR 42 (1.643x10-6 g/s) dan ciherang (1.111x10-6 g/s). Sedangkan varietas beras yang kecepatan absorpsinya paling kecil adalah beras setail yaitu 0.266x10-6 g/s. Kecepatan absorpsi beras ketonggo adalah 1.087x10-6 g/s. Kecepatan absorpsi air ke dalam beras ketonggo seharusnya mendekati kecepatan absorpsi air ke dalam beras setail (yang merupakan varietas beras ketan), karena kedua varietas beras tersebut termasuk dalam kategori yang sama, yakni kategori beras ketan. Kecepatan absorpsi air ke dalam beras setail dan ketonggo sangat jauh berbeda, dengan selisih nilai 0.821x10-6 g/s. Berdasarkan analisis sebelumnya, yakni analisis struktur mikro, varietas beras setail dan ketonggo merupakan dua varietas yang pori-porinya hampir sama (renggang) dibandingkan varietas beras lainnya sehingga kemampuan
11
menyerap dan menyimpan air juga akan sama. Dengan demikian, penyebab perbedaan nilai kecepatan absorpsi air ke dalam beras setail dan ketonggo bukan karena perbedaan struktur mikro dalam biji beras, akan tetapi lebih disebabkan oleh sifat mekanik dari kulit biji beras, yakni perbedaan kerapatan pada lapisan pembungkus biji beras. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, beras setail merupakan beras yang memiliki pembungkus biji berwarna hitam yang menyebabkan beras setail lebih rapat dan elastis. Seperti pada pengamatan suhu 260 C, kecepatan absorpsi air ke dalam beras pada suhu 500 C menunjukan bahwa varietas beras IR 42 merupakan varietas beras yang memiliki kecepatan absorpsi air paling besar, yaitu 3.213x10-6 g/s. Sedangkan varietas beras setail memiliki kecepatan absorpsi air paling kecil, yakni 0.676x10-6 g/s. Secara umum, hasil pengamatan kecepatan absorpsi air ke dalam beras sesuai dengan teori kontinuitas, dimana beras yang memiliki kerenggangan besar (pori besar) maka kecepatan absorpsi air ke dalam beras akan lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan absorpsi air pada varietas beras yang strukturnya rapat (pori kecil). Perlakuan temperatur yang lebih tinggi (500 C) dalam pengukuran absorpsi air ke dalam beras berpengaruh dalam memperbesar kecepatan absorpsi air ke dalam beras. Namun demikian, persentase kenaikan kecepatan absorpsi setiap varietas beras berbeda-beda. Pada suhu 260 C, varietas beras ciherang memiliki nilai kecepatan absorpsi kedua terbesar, akan tetapi nilai kecepatan absorpsi air pada suhu 500 C lebih kecil dari IR 42, HIPA – 4 dan ketonggo. Kenaikan kecepatan absorpsi air ke dalam beras pada suhu 500 C dibandingkan dengan kecepatan absorpsi air pada suhu 260 C : 102.21 % pada beras ketonggo, 154.14 % pada beras setail, 100 % pada beras cimelati, 78.31 % pada beras ciherang, 170.37 % pada beras HIPA – 4 dan 95.56 % pada beras IR 42. Nilai kecepatan absorpsi air ke dalam beras untuk setiap varietas beras dapat dilihat pada tabel (3).
Tabel 3. Kecepatan absorpsi air ke dalam enam varietas beras Kecepatan absorpsi air ke dalam beras, suhu 260 C (x10-6 g/s)
Kecepatan absorpsi air ke dalam beras, suhu 500 C (x10-6 g/s)
Ketonggo
1.087
2.198
Setail
0.266
0.676
Cimelati
0.797
1.594
Ciherang
1.111
1.981
HIPA - 4
1.063
2.874
IR 42
1.643
3.213
Varietas beras
Terlepas dari analisis perbandingan massa air beras jenuh, waktu yang dibutuhkan hingga penyerapan air jenuh dan kecepatan absorpsi air ke dalam beras, ada beberapa butir biji beras ketonggo (ketan) yang pecah, baik pada suhu air 26 0C maupun 50 0C ketika selang waktu 80 menit. Hal ini memberi penjelasan atas suatu kebiasan masyarakat yang merendam beras ketan sebelum dimasak. Peristiwa pecahnya beras ketan setelah direndam menunjukan bahwa penyerapan air oleh beras ketan mengakibatkan struktur-struktur beras menjadi rapuh sehingga setelah dimasak dan diolah, maka hasil olahannya menjadi rapuh atau renyah. Hal tersebut sesuai dengan tujuan perendaman beras pada kebiasaan masyarakat, dimana diharapkan agar hasil olahannya menjadi rapuh atau renyah. Berdasarkan penelitian ini, dapat direkomendasikan bahwa masyarakat cukup merendam beras ketan (ketan putih atau ketonggo) dengan waktu 100 menit saja karena hasil yang didapatkan sudah maksimal. Pengaruh temperatur terhadap massa air beras jenuh, waktu yang dibutuhkan sampai penyerapan air jenuh dan kecepatan absorpsi air (yang semuanya telah dijelaskan di atas) dapat dilihat dengan lebih jelas, pada Gambar 9-14.
12
45 M (Massa air dalam beras) (mg)
M (Massa air dalam beras) (mg)
40 35 30 25 20 15 10 5 0 0
60
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
120 180 240 300
0
Waktu perendaman (menit) Suhu 26 0C Suhu 75 0C
Waktu perendaman (menit)
Suhu 50 0C
Gambar 9. Massa air di dalam beras ketonggo selama proses perendaman, suhu air 260 C, 500 C, dan 750 C
Suhu 26 0C Suhu 75 0C
M (Massa air dalam beras) (mg)
M (Massa air dalam beras) (mg)
10 8 6 4 2 0 0
60 120 180 240 300
Suhu 50 0C
Gambar 11. Massa air di dalam beras cimelati selama proses perendaman, suhu air 260 C, 500 C, dan 750 C
14 12
60 120 180 240 300
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0
60
120 180 240 300
Waktu perendaman (menit)
Waktu perendaman (menit)
Suhu 26 0C Suhu 75 0C
Suhu 26 0C Suhu 75 0C
Suhu 50 0C
Gambar 10. Massa air di dalam beras setail selama proses perendaman, suhu air 260 C, 500 C, dan 750 C
Suhu 50 0C
Gambar 12. Massa air di dalam beras ciherang selama proses perendaman, suhu air 260 C, 500 C, dan 750 C
13
M (Massa air dalam beras) (mg)
25 20 15 10 5 0 0
60 120 180 240 300
Waktu perendaman (menit) Suhu 26 0C Suhu 75 0C
Suhu 50 0C
Gambar 13. Massa air di dalam beras HIPA - 4 selama proses perendaman, suhu air 260 C, 500 C, dan 750 C
40 M (Massa air dalam beras) (mg)
35 30 25 20 15 10 5 0 0
60 120 180 240 300
Waktu perendaman (menit) Suhu 26 0C Suhu 75 0C
Suhu 50 0C
Gambar 14. Massa air di dalam beras IR 42 selama proses perendaman, suhu air 260 C, 500 C, dan 750 C Pengaruh dari perlakuan suhu yang berbeda pada suatu varietas beras yang sama terlihat jelas pada pengukuran karakteristik absorpsi air ke dalam beras setail. Beras setail merupakan satu-satunya varietas beras yang tidak terlalu rusak pada perlakuan suhu 75 0C. Berdasarkan grafik tersebut dapat dipastikan bahwa perlakuan suhu yang lebih
tinggi memang mempercepat proses penyerapan air ke dalam beras dan meningkatkan kecepatan absorpsi airnya. Secara umum hasil perlakuan suhu 75 0C tidak dapat dianalisis dengan sempurna seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Namun demikian, perlakuan pada suhu 75 0C memberi penjelasan penting untuk sistem penanakan nasi. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa pada perlakuan absorpsi air suhu 75 0C, beras matang secara beruntun pada waktu 20-40 menit, setelah 60 menit ternyata beberapa nasi sudah menjadi bubur sedangkan pada perlakuan suhu 26 0C dan 50 0C, tidak ada satu varietas beras pun yang matang. Oleh karena itu, maka dapat dinyatakan bahwa beras yang dimasak akan lebih cepat matang jika suhu perlakuan sekitar 75 0C. Pada perlakuan suhu 75 0C tersebut, beras ketan matang paling awal dibandingkan dengan beras lainnya, kemudian disusul oleh beras pulen dan pera. Proses beras menjadi matang pada perendaman suhu 75 0C sesuai dengan teori karena dengan suhu yang lebih besar, air untuk penanakan akan cepat mendidih, akibatnya beras akan semakin cepat matang. Terkait dengan analisis tersebut maka semakin besar suhu yang dipakai, beras akan semakin cepat matang, tentunya ada temperatur maksimum yang harus diperhatikan. Selain itu juga, harus memperhatikan faktor lainnya yakni banyaknya air yang digunakan dalam memasak dan lamanya penanakan. Pada penelitian ini, faktor banyaknya air yang digunakan dan lamanya penanakan teramati dengan jelas pada perendaman suhu 75 0C (catatan : pada setiap perlakuan suhu memakai air yang cukup banyak), beras menjadi bubur pada selang waktu 60 menit. Hal itu mengindikasikan bahwa dalam penanakan beras memang harus diperhatikan lamanya penanakan dan banyaknya air yang digunakan agar hasilnya lebih baik. Hubungan sifat mekanik (kuat tekan), struktur mikro dan absorpsi air ke dalam beras Kuat tekan, struktur mikro dan absorpsi air kedalam beras sangat berkaitan. Beras yang memiliki nilai kuat tekan yang besar, pada umumnya memiliki struktur mikro yang rapat. Perihal tersebut logis secara teori, karena dengan struktur yang renggang maka bongkahan menjadi lebih rapuh dan sangat mudah pecah jika diberi
14
beban. Misalnya, ketonggo dan IR 42, ketonggo memiliki struktur yang renggang maka nilai kuat tekannya paling kecil dibandingkan beras lainnya, yaitu 26.40x106 N/m2. Sementara IR 42 yang memiliki struktur rapat, maka nilai kuat tekannya cukup tinggi, yaitu 44.89x106 N/m2. Sementara itu, massa air beras jenuh sangat berhubungan dengan struktur mikro beras yang diukur. Beras dengan struktur yang renggang akan memiliki ruang untuk menampung air cukup besar, akibatnya massa air beras jenuh akan besar. Misalnya, ketonggo dan IR 42 pada perlakuan suhu 26 0C. Ketonggo yang memiliki struktur renggang, memiliki massa air beras jenuh sebesar 8.99 mg, sedangkan IR 42 yang memiliki struktur rapat menyerap massa air jenuh hanya sebesar 5.10 mg. Terkait dengan waktu penyerapan air jenuh dan kecepatan absorpsi air ke dalam beras, seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, beras dengan struktur renggang (pori besar) maka kecepatan absorpsi air kedalam berasnya bernilai kecil (sesuai dengan teori kontinuitas), sehingga waktu yang dibutuhkan untuk penyerapan air jenuh cukup lama. Misalnya pada suhu 26 0C, beras ketonggo yang memiliki struktur renggang memiliki kecepatan absorpsi air ke dalam beras sebesar : 1.087x10-6 g/s dengan waktu penyerapan air jenuh : 100 menit sementara, IR 42 yang memiliki struktur rapat memiliki kecepatan absorpsi air ke dalam beras sebesar : 1.64x10-6 g/s dengan waktu penyerapan air jenuh : 60 menit.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin pera suatu varietas beras maka sifat mekaniknya (kuat tekan) semakin besar. Nilai kuat tekan beras berturut-turut : ketonggo (26.40x106 N/m2), setail 6 2 (45.69x10 N/m ), cimelati (38.53x106 N/m2), ciherang 6 2 (38.62x10 N/m ), HIPA 4 (37.71x106 N/m2), dan IR 42 (44.89x106 N/m2). Beras merupakan struktur bongkahan-bongkahan kecil, berpori, yang membentuk bongkahan besar. Setiap bongkahan diselimuti dengan selaput bening. Beras-beras ketan (ketonggo dan setail) memiliki struktur yang renggang,
semakin pera suatu varietas beras maka strukturnya akan semakin rapat. Pada perlakuan suhu 26 0C, varietas beras ketan memiliki massa air beras jenuh cukup besar (ketonggo : 8.99 mg, setail : 6.29 mg). Beras-beras pulen menunjukan nilai massa air beras jenuh yang sedang (cimelati : 7.50 mg, ciherang : 5.90 gram), sedangkan varietas-varietas beras pera menunjukan massa penyerapan air jenuh paling kecil (HIPA – 4 : 5.46 mg, IR 42 : 5.10 mg). kecepatan absorpsi air ke dalam beras yang paling besar adalah IR 42 : 1.64x10-6 g/s, sedangkan varietas beras yang memiliki kecepatan absorpsi paling kecil adalah beras setail : 0.266x10-6 g/s. Ketonggo dan Setail merupakan jenis beras yang membutuhkan waktu penyerapan air jenuh paling besar (pada perlakuan suhu 26 0C, ketonggo : 100 menit, setail : 220 menit). Temperatur berpengaruh positip dalam mempercepat proses absorpsi air. Dibandingkan dengan suhu 26 0C, suhu 50 0C memperkecil waktu yang dibutuhkan sampai penyerapan air jenuh, dan meningkatkan kecepatan absorpsi air ke dalam beras. Besar penurunan waktu yang dibutuhkan sampai penyerapan air jenuh, ketonggo (40 %), setail (36.36 %), cimelati (57.14 %), ciherang (25 %), HIPA - 4 (60 %), IR 42 (33.33 %). Besar kenaikan kecepatan absorpsi air ke dalam beras, 102.21 % pada beras ketonggo, 154.14 % pada beras setail, 100 % pada beras cimelati, 78.31 % pada beras ciherang, 170.37 % pada beras HIPA – 4 dan 95.56 % pada beras IR 42. Saran Penelitian ini merupakan penelitian dasar untuk mengetahui absorpsi air dan informasi struktur dari enam varietas beras. Penelitian ini belum cukup untuk digunakan dalam pemodelan difusi air dari setiap kategori beras. Oleh karena itu, disarankan agar penelitian ini dapat dilanjutkan untuk mencari karakteristik air yang ke luar dari beras selama pengeringan. Sehingga diharapkan dapat dipakai dalam pemodelan difusi air beras untuk model waktu, temperatur dan banyaknya air penanakan yang efektif pada proses penanakan beras. Selanjutnya, kuat tekan beras pada posisi yang berbeda dapat diukur lagi untuk informasi tambahan bagi sistem