KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NASI DARI BEBERAPA VARIETAS BERAS
SETYA PUTRI LARASATI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
ABSTRACT Larasati Setya Putri. Physicochemical Properties (Cooking Quality) and Sensory Characteristics (Eating Quality) of Several Cultivated Rice Varieties. Under Direction of Leily Amalia and Bram Kusbiantoro. The physicochemical properties and sensory characteristics were studied for six varieties namely IR42, Inpara 3, Ciherang, Inpari 1, Inpari 2, and Inpari 6 Jete. Physicochemical parameters measured were amylose content (AC), in vitro digestibility of starch, gel consistency, amilography, water uptake ratio (WUR), and volume expansion. The sensory data on cooked rice obtained by scoring, hedonic, ranking test, and Quantitative Descriptive Analysis (QDA). The result showed that AC of varieties ranged from 18.87 to 28.60%. The highest digestibility of strach was found in Inpari 6 Jete. On the other hand, Inpari 6 Jete had the lowest gelatinization temperature. The gel consistency of six varieties were range from 32.25 to 86.25 mm. The WUR and volume expansion of all varieties were not significant. Scoring test showed that the colour of cooked rice from all varieties studied was white. The most favorite cooked rice was recorded in Inpari 6 Jete. Ranking test for aroma of cooked rice showed that inpara 3 was the most fragrant. There ware significant correlations between AC and some physicochemical properties and also sensory characteristics. AC was positively correlated with volume expansion (r=0.430, p<0.05) and the colour of cooked rice (r=0.752, p<0.01). On the other hand, AC was negatively correlated with gel consistency (r=-0.766, p<0.01), in vitro digestibility of starch (r=-0.633, p<0.01), glossy of cooked rice (r=-0.805, p<0.01), aroma (r=-0.502, p<0.05), and texture of cooked rice (r=-0.929, p<0.01).
Keyword: rice quality, physicochemical, sensory characteristics.
RINGKASAN Setya Putri Larasati. Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Nasi dari Beberapa Varietas Beras. Dibimbing oleh Leily Amalia dan Bram Kusbiantoro. 2012. Beras bagi masyarakat Indonesia merupakan bahan pangan pokok sehari-hari. Selama ini, SNI beras giling hanya memuat sifat fisik saja, tetapi belum menampung cita rasa, sifat tanak dan sifat gizi dari beras. Selain itu, informasi kandungan gizi maupun sifat fisikokimiawi beras umumnya hanya dijumpai pada beras dengan pengolahan yang berbeda atau hanya terbatas pada label beras dengan varietas unggul, sedangkan beras yang beredar di pasaran sangat beragam jenis dan varietasnya. Varietas beras yang berbeda memiliki karakteristik yang berbeda pula. Oleh karena itu, perlu adanya informasi lebih rinci mengenai kandungan zat gizi, sifat fisikokimia, serta organoleptik beras dengan varietas yang berbeda. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sifat fisikokimia dan organoleptik nasi dari beberapa jenis varietas beras. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: (1) Menganalisis kandungan zat gizi enam varietas beras secara proksimat, (2) Melakukan analsis daya cerna pati secara in vitro, (3) Mengidentifikasi kadar amilosa enam varietas beras, (4) Melakukan analisis fisikokimia beras yang meliputi: uji amilografi beras, uji konsistensi gel, serta menentukan nisbah pengembangan air (NPA) dan nisbah pengembangan volume (NPV), dan (5) Mengevaluasi sifat organoleptik/sensori secara deskriptif nasi dari enam varietas beras dengan tingkat kepulenan yang berbeda. Penelitian ini menggunakan enam varietas beras dengan tingkat kepulenan yang berbeda (pera, pulen, dan sangat pulen). Analisis yang dilakukan meliputi analisis proksimat, daya cerna pati, kadar amilosa, sifat fisikokimia (uji amilografi, uji konsistensi gel, nisbah penyerapan air dan nisbah pengembangan volume), serta uji organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan meliputi uji skoring (warna, kilap, aroma, dan kepulenan), hedonik (penerimaan umum), ranking (aroma), dan QDA (Quantitative Descriptive Analysis) untuk atribut aroma dan rasa. Data yang diperoleh dianalisis dengan Microsoft Excel 2007 dan diolah secara statistik dengan program SPSS 16 for windows. Hasil analisis proksimat menunjukkan kadar air beras yang diuji berada pada kisaran 9-12%, kadar abu dari 0.4-0.5%, protein 7-8%, lemak 0.5-0.9% dan karbohidrat 78-82%. Daya cerna pati enam varietas beras berkisar antara 75.92% (IR42) - 86.36% (Inpari 6 Jete). Uji kadar amilosa menunjukkan varietas Inpari 6 Jete dan Inpari 2 merupakan beras beramilosa rendah; Inpari 1 dan Ciherang merupakan beras beramilosa sedang; dan IR42 dan Inpara 3 merupakan beras beramilosa tinggi. Berdasarkan suhu gelatinisasi, beras yang dianalisis dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1) suhu gelatinisasi rendah: Inpari 6 Jete; dan 2) suhu gelatinisasi tinggi: IR 42, Inpara 3, Inpari 1, Ciherang, dan Inpari 2. Viskositas maksimum enam varietas beras berkisar antara 2675.20 - 3366.40 cP. Viskositas maksimum IR42 tidak terukur. Viskositas balik dari sampel yang dianalisis berkisar antara 1324.80 – 2860.80 cP. Viskositas balik IR42 tidak dapat terdeteksi karena viskositas puncak IR42 tidak terbaca. Berdasarkan uji konsistensi gel, diketahui Ciherang dan Inpari 2 bertekstur nasi empuk, Inpari 1 dan Inpari 6 Jete remah, sedangkan Inpara 3 dan IR42 sangat remah. NPA sampel yang dianalisis berada pada kisaran ± 2 dan NPV berada pada kisaran
±3. Hal ini menunjukkan bahwa ketika beras dimasak menjadi nasi, beras akan menyerap air dua kali bobot beras dan mengembang tiga kali volume beras. Hasil uji skoring menunjukkan bahwa seluruh sampel memiliki warna nasi yang tergolong putih. Nasi yang paling berkilap adalah varietas Inpari2 dan yang paling kusam adalah IR42. Seluruh sampel memiliki aroma agak wangi sampai netral. Inpari 2 memiliki tingkat kepulenan yang paling tinggi sedangkan IR42 memiliki tingkat kepulenan terendah (pera). Uji hedonik menunjukkan varietas Inpari 6 Jete merupakan varietas yang paling disukai sedangkan IR42 merupakan sampel yang paling tidak disukai. Berdasarkan uji ranking aroma enam varietas beras didapatkan hasil berturut-turut (mulai dari yang paling wangi hingga tidak wangi/netral) adalah Inpara 3, Inpari 2, Ciherang, Inpari 1, IR42, dan Inpari 6 jete. Hasil uji QDA menunjukkan bahawa Inpari 6 jete memiliki atribut aroma cereal dan pandan; Ciherang memiliki atribut aroma creamy, pandan, dan sweety; Inpara 3 memiliki atribut aroma cereal, creamy, pandan, dan sweety; Inpari 1 memiliki atribut aroma, yaitu cereal, creamy, dan pandan; Inpari 2 memiliki atribut aroma buttery, cereal, dan pandan; sedangkan IR42 memiliki atribut aroma cereal dan sweety. Aroma yang paling berpengaruh dalam pembagian kelompok berdasarkan uji PCA adalah aroma cereal sedangkan untuk atribut manis dan asin sama-sama memiliki pengaruh yang sama besar dalam pembagian kelompok varietas beras berdasarkan rasa. Analisis korelasi antar variabel menunjukkan kadar amilosa secara signifikan berbanding lurus dengan NPV (r=0.430; p<0.05), dan warna nasi (r=0.752; p<0.01) tetapi berbanding terbalik dengan konsistensi gel (r = -0.766; p<0.01), daya cerna pati (r = -0.663; p<0.01), kilap (r = -0.805; p = <0.01), aroma (r = -0.502; p = <0.05), dan kepulenan nasi (r = -0.929; p = <0.01). Konsistensi gel berbanding lurus dengan daya cerna pati (r = 0.419; p<0.05), kilap (r = 0.492; p<0.05), aroma (r = 0.674; p<0.01), dan kepulenan (r = 0.701; p<0.01) tetapi berkorelasi negatif dengan warna nasi (r = - 0.755; p<0.01). NPV berkorelasi signifikan negatif dengan kepulenan nasi (r = -0.437; p<0.05). Daya cerna pati berkorelasi signifikan positif dengan kilap (r = 0.862; p<0.01), aroma (r = 0.617; p<0.01) dan kepulenan nasi (r = 0.822; p<0.01) tetapi memiliki hubungan signifikan negatif dengan warna nasi (r = -0.451; p<0.05). Analisis korelasi antar variabel juga menunjukkan warna nasi berbanding terbalik dengan aroma (r = -0.429; p<0.05) dan kepulenan nasi (r= -0.557; p<0.01). Kilap nasi berkorelasi positif dengan aroma (r = 0.468; p<0.05) dan kepulenan nasi (r = 0.939; p<0.01), sedangkan aroma nasi berkorelasi signifikan positif dengan tingkat kepulenan nasi (r = 0.648; p<0.01).
KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NASI DARI BEBERAPA VARIETAS BERAS
SETYA PUTRI LARASATI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul
: Karakteristik Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Nasi dari Beberapa Varietas Beras
Nama
: Setya Putri Larasati
NRP
: I14070056
Menyetujui :
Dosen Pembimbing 1
Dosen Pembimbing 2
Leily Amalia, S.TP., M.Si NIP. 19721209 2005 01 2004
Dr. Bram Kusbiantoro, MS. NIP. 19610424 198603 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Bismillahhirrahmanirrahim. Alhamdulillah atas segala nikmat, kemudahan, petunjuk, dan berbagai hal yang telah Allah SWT limpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Nasi dari Berbagai Varietas Beras”. Penulisan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan doa dari berbagai pihak. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: 1. Bapak dan Ibu (Puji Hartono dan Peni Sugesti), Mas Jati, dan Titis atas segala dukungan, kasih sayang, perhatian, dan doa kepada penulis selama ini. 2. Leily Amalia, S.TP., M.Si selaku dosen pembimbing yang bersedia meluangkan
waktunya
untuk
membimbing,
memberikan
saran,
dan
mengarahkan penulis dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan skripsi. 3. Dr. Bram Kusbiantoro, MS. selaku dosen pembimbing yang telah mengizinkan pelaksanaan penelitian ini, meluangkan waktu, membimbing, memberikan saran, dan mengarahkan penulis sehingga penelitian ini dapat terlaksana. 4. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MS. selaku dosen pemandu seminar dan penguji atas saran dan kritik serta masukan yang bermanfaat bagi skripsi ini. 5. Prof. Ir. Ahmad Sulaiman, MS, PhD. selaku dosen pembimbing akademik selama menempuh masa kuliah. 6. Mbak Wage, Mita, Mbak Ina, Reni, Karlina, Gusti, Afdol, mbak Yani, Muti, fadhil, Linayanti, Yanti, serta seluruh teman-teman Pondok Rizki yang senantiasa memberikan semangat, motivasi dan bantuan kepada penulis. 7. Mbak Amy, mbak Sinta, mbak Zahara, mbak Sera, mbak Desi, pak Budi, pak Jaja, pak Prihadi, pak Kamijo, pak Husein, dan bu Dyah atas bantuan, saran, masukan, dan bimbingan selama di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. 8. Risa, Andina, Indin, Kila, Andra, Ezri, Taufik, Ifdal, dan Emir yang telah meluangkan waktunya untuk membantu pelaksanaan penelitian ini. 9. Rekan-rekan pembahas, Ayunda, Riza, Suprapti, dam Susi. Terimakasih atas saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini. 10. Keluarga besar Luminare, adik-adik GM 45, 46, dan 47 untuk semua kisah selama kuliah.
11. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran membangun untuk memperbaiki dan menyempurnakan usulan penelitian ini selanjutnya. Besar harapan penulis agar usulan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya penulis pribadi dan semua pihak yang membutuhkan. Amin.
Bogor, Februari 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta, 6 November 1989. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Puji Hartono dan Peni Sugesti. Penulis menyelesaikan pendidikan TK pada tahun 2000 di TK An-Nur, Tambun, Bekasi. Penulis kemudian menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Wonoenggal, Grabag, Purworejo pada tahun 2001. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 10 Purworejo dan lulus pada tahun 2004. Pendidikan selanjutnya ditempuh penulis di SMA Negeri 2 Purworejo dan lulus tahun 2007. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di jurusan Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, FEMA. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan seperti Racana Pramuka IPB (Surya Tirta Kencana dan Inggita Puspa Kirana) periode 2008-2009 sebagai sekretaris I (kerani). Penulis juga aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) periode 2009-2010 sebagai staf divisi Peduli Pangan dan Gizi (PPG). Selain itu, penulis juga aktif di majalah Emulsi (Majalah Pangan dan Gizi IPB) sebagai reporter periode 2009-2010 dan IMPEMA (Ikatan Mahasiswa Peminat Ekologi Manusia) cabang Bogor divisi RPM (Riset dan Pengembangan Masyarakat). Selain itu, penulis juga pernah mengikuti berbagai kepanitiaan, seperti Pesta Siaga Pramuka Tanggap Flu Burung, Bonjour (2008), Journalistic Fair, Latihan Gabungan Pramuka Perguruan Tinggi se-Indonesia, Masa Perkenalan Fakultas HERO 45 dan Departemen Gizi Masyarakat NUTRIENT 45 (2009), Gizi Bhakti Masyarakat (Desa Situgede, Desa Petir dan Desa Neglasari), SUSHI Day, Seminar Gizi Nasional SENZASIONAL, ECOSYSTEM, dan lain-lain. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa Petir, Bogor. Penulis juga malaksanakan Internship Dietetik (ID) di RSUD Cibinong. Penulis pernah bekerja sebagai pengajar di bimbingan belajar Intelectual Community di Jakarta. Penulis pernah dua kali menerima dana hibah dari DIKTI pada Program Kreativitas Mahasiswa pada tahun 2008 dan 2009. Selain itu, selama perkuliahan penulis pernah menerima beasiswa BBM, PPA (Peningkatan Prestasi Akademik), dan KSE (Karya Salemba Empat). Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana gizi, penulis menyusun skripsi yang berjudul Karakterisasi Sifat Fisiskokimia dan Organoleptik Nasi dari Beberapa Varietas Beras, dibawah bimbingan Leily Amalia, S.TP, Msi. dan Dr. Bram Kusbiantoro, MS.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................. i DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vi PENDAHULUAN Latar Belakang ......................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3 Tujuan Umum ...................................................................................... 3 Tujuan Khusus..................................................................................... 3 Kegunaan Penelitian ................................................................................ 4 TINJAUAN PUSTAKA Beras ....................................................................................................... 5 Struktur Beras...................................................................................... 5 Penggilingan Padi Menjadi Beras ........................................................ 5 Jenis-jenis Beras ................................................................................. 7 Sifat Fisik Beras ....................................................................................... 7 Sifat Fisikokimia Beras ........................................................................... 10 Amilosa pada Beras........................................................................... 10 Sifat Kimia dan Kandungan Gizi Beras .............................................. 11 Uji Deskripsi Sensori .............................................................................. 13 Quantitative Descriptive Analysis ....................................................... 14 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 15 Bahan dan Alat....................................................................................... 15 Metode Penelitian .................................................................................. 16 Analisis Proksimat ............................................................................. 16 Kadar Air ....................................................................................... 16 Kadar Abu ..................................................................................... 16 Kadar Protein ................................................................................ 17 Kadar Lemak................................................................................. 18 Kadar Karbohidrat ......................................................................... 19 Analisis Kadar Amilosa ...................................................................... 19 Analisis Daya Cerna Pati ................................................................... 20
Karakteristik Sifat Fisikoimia Beras .................................................... 21 Uji Amilografi Beras....................................................................... 21 Uji Konsistensi Gel ........................................................................ 22 Penentuan NPA dan NPV Nasi ..................................................... 22 Karakterisasi Sifat Organoleptik Beras............................................... 23 Penyiapan Contoh Nasi ................................................................ 23 Uji Hedonik ................................................................................... 23 Uji Ranking ................................................................................... 23 Uji Deskriptif Analisis (Quantitative Descriptive Analysis/QDA) ..... 23 Rancangan Percobaan ...................................................................... 27 Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 27 PEMBAHASAN Analisis Proksimat .................................................................................. 29 Kadar Air ........................................................................................... 29 Kadar Abu ......................................................................................... 29 Kadar Protein..................................................................................... 30 Kadar Lemak ..................................................................................... 31 Kadar Karbohidrat ............................................................................. 32 Kadar Amilosa ........................................................................................ 32 Daya Cerna Pati in vitro ......................................................................... 33 Sifat Fisikokimia Beras ........................................................................... 35 Uji Amilografi ..................................................................................... 35 Uji Konsistensi Gel............................................................................. 36 Nisbah Penyerapan Air (NPA) ........................................................... 37 Nisbah Pengembangan Volume (NPV) .............................................. 38 Sifat Organoleptik................................................................................... 39 Uji Skoring ......................................................................................... 39 Uji Hedonik ........................................................................................ 40 Uji Ranking ........................................................................................ 41 Quantitative Descriptive Analysis ....................................................... 42 Seleksi Panelis.............................................................................. 42 Pelatihan Panelis .......................................................................... 43 Penentuan Nilai Flavor Standar..................................................... 44 Uji QDA ......................................................................................... 45 Korelasi Antar Variabel........................................................................... 49
Korelasi antar Sifat Fisikokimia .......................................................... 49 Korelasi antara Sifat Fisikokimia dan Organoleptik ............................ 51 Korelasi antar Sifat Organoleptik ....................................................... 52 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................ 54 Saran ..................................................................................................... 55 DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 56 LAMPIRAN................................................................................................. 62
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
1. Komposisi beras dari berbagai cara pengolahan .................................... 12 2. Kandungan zat gizi nasi dari beras giling per 100 gram .......................... 13 3. Larutan uji untuk deskripsi penentuan rasa dasar ................................... 24 4. Larutan uji untuk uji segitiga rasa dasar .................................................. 24 5. Flavor (aroma) standar untuk panelis...................................................... 25 6. Larutan flavor standar pada tahap pelatihan ........................................... 25 7. Hasil analisis proksimat enam varietas beras ......................................... 29 8. Hasil analisis daya cerna pati enam varietas beras ................................ 33 9. Hasil analisis kadar amilosa enam varietas beras ................................... 34 10. Data amilografi enam varietas beras..................................................... 35 11. Uji konsistensi gel enam varietas beras ................................................ 37 12. Nisbah penyerapan air dan pengembangan volume enam varietas beras .................................................................................................... 38 13. Mutu organoleptik skoring nasi ............................................................. 39 14. Frekuensi distribusi dan skor organoleptik uji hedonik .......................... 41 15. Frekuensi distribusi dan skor organoleptik uji ranking ........................... 42 16. Persamaan dalam penentuan nilai flavor aroma ................................... 44 17. Bahan-bahan yang digunakan sebagai flavor standar........................... 44 18. Persamaan dalam penentuan nilai flavor standar atribut rasa ............... 45 19. Konsentrasi larutan standar rasa dasar................................................. 45 20. Hasil uji QDA atribut aroma................................................................... 46 21. Hasil uji QDA atribut rasa ...................................................................... 46 22. Total keragaman yang dapat dijelaskan pada atribut aroma ................. 47 23. Komponen matrik korelasi pada atribut aroma ...................................... 47 24. Total keragaman yang dapat dijelaskan pada atribut rasa .................... 48 25. Komponen matrik korelasi pada atribut rasa ......................................... 49 26. Korelasi antar variabel yang dianalisis .................................................. 53
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
1. Struktur biji beras ................................................................................. 6 2. Kurva standar amilosa ........................................................................ 32 3. Karakteristik sifat sensori enam varietas beras................................... 47 4. Scatterplot dari dua komponen utama pada atribut aroma ................. 48 5. Scatterplot dari dua komponen utama pada atribut rasa .................... 49
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
1. Analisis statistik kadar air ................................................................... 62 2. Analisis statistik kadar abu ................................................................. 63 3. Analisis statistik kadar protein ............................................................ 64 4. Analisis statistik kadar lemak .............................................................. 65 5. Analisis statistik karbohidrat ............................................................... 66 6. Analisis statistik daya cerna pati in vitro ............................................. 67 7. Analisis statistik kadar amilosa ........................................................... 68 8. Hasil analisis amilografi Ciherang....................................................... 69 9. Hasil analisis amilografi Inpara 3 ........................................................ 71 10. Hasil analisis amilografi Inpari 1 ....................................................... 73 11. Hasil analisis amilgrafi Inpari 2 ......................................................... 75 12. Hasil analisis amilografi Inpari 6 Jete................................................ 77 13. Hasil analisis amilografi IR42 ........................................................... 79 14. Analisis statistik uji konsistensi gel ................................................... 81 15. Analisis statistik nisbah penyerapan air ............................................ 82 16. Analisis statistik nisbah pengembangan volume ............................... 82 17. Analisis statistik uji skoring ............................................................... 83 18. Analisis statistik uji hedonik .............................................................. 83 19. Analisis statistik uji ranking ............................................................... 83 20. Form uji QDA tahap seleksi panelis ................................................. 84 21. Form uji QDA tahap pelatihan panelis uji konsistensi aroma ............ 86 22. Form uji QDA tahap pelatihan panelis uji intensitas aroma ............... 87 23. Form uji QDA tahap pengujian atribut rasa ....................................... 88 24. Form uji QDA tahap pengujian atribut aroma.................................... 89 25. Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut buttery ..................... 90 26. Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut cereal ...................... 90 27. Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut creamy .................... 90 28. Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut pandan .................... 91 29. Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut sweety ..................... 91 30. Lampiran hasil analisis PCA uji QDA atribut aroma .......................... 92 31. Lampiran hasil analisis PCA uji QDA atribut rasa ............................. 93
PENDAHULUAN Latar Belakang Undang-undang RI Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa pemenuhan pangan merupakan hak asasi bagi setiap individu. Oleh karena itu, terpenuhinya kebutuhan pangan di dalam suatu negara merupakan hal yang mutlak harus dicapai. Pangan sebagai kebutuhan pokok terpenting, memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung dengan kondisi kesehatan, kecerdasan dan produktivitas sumber daya manusia. Selain itu, pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk Indonesia merupakan fondasi kuat untuk pembentukan kualitas manusia dan menjadi pilar bagi pembangunan ekonomi dan sektor lainnya, serta merupakan wahana untuk memenuhi hak asasi setiap manusia atas pangan. Beras merupakan salah satu makanan pokok dari hampir setengah populasi dunia (Childs 2004). Lebih dari 50% penduduk dunia tergantung pada beras sebagai sumber kalori utama (FAO 2004; Childs 2004). Sekitar 90% beras dunia tumbuh dan dikonsumsi di Asia (Tyagi et al. 2004). Hampir 1.750 milyar jiwa dari sekitar tiga milyar penduduk Asia, termasuk 200 juta penduduk Indonesia, menggantungkan kebutuhan energi dari beras (Andoko 2008). Beras merupakan tanaman pangan nomor satu dunia (Itani et al. 2002) dengan nutritional
diversification
dan
membantu
dalam
mengurangi
kemiskinan
(Otegbayo et al. 2001). Bangsa Indonesia telah menjadi bangsa terbesar yang mengonsumsi beras di dunia. Bagi masyarakat Indonesia, beras merupakan bahan pangan pokok sehari-hari. Beras dijadikan sumber karbohidrat dan energi utama hampir di seluruh daerah di Indonesia karena mudah didapat, memiliki rasa enak dan dapat dikombinasikan dengan bahan pangan lain. Beras sebagai bahan pangan pokok menyumbangkan sekitar 40-80% energi dan 45-55% protein dalam rata-rata menu rakyat Indonesia. Di bidang ekonomi, beras merupakan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat Indonesia, sebagai indeks kestabilan ekonomi, dan landasan utama kebijakan pangan pemerintah. Beras sebagai contoh beras merah juga dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional, yaitu bahan pangan yang mengandung satu atau lebih komponen pembentuk, yang mempunyai fungsi fisiologis tertentu dan bermanfaat bagi kesehatan (Widjayanti 2004).
2
Menurut Damardjati dan Purwani (1991), sifat-sifat yang menentukan mutu beras antara lain: 1) sifat fisik dan sifat giling, 2) cita rasa dan mutu tanak, dan 3) nilai gizi. Standar Nasional Indonesia (SNI) beras giling hanya memuat sifat fisik saja, tetapi belum menampung cita rasa, mutu tanak dan nilai gizi dari beras. Hal ini disebabkan adanya perbedaan preferensi konsumen dalam hal cita rasa, mutu tanak dan nilai gizi beras yang dikonsumsi, sehingga sulit untuk distandarkan secara nasional. Konsumen di setiap daerah mempunyai preferensi yang berbeda-beda terhadap mutu beras. Penampilan beras dan cita rasa serta kepulenan nasi merupakan faktor utama pilihan konsumen. Penampilan beras, cita rasa, dan kepulenan nasi dapat direpresentasikan oleh sifat fisikokimia beras (Damardjati 1997). Varietas beras sangat beragam. Bila dilihat dari masing-masing daerahnya, diantaranya terdapat beras varietas Cianjur, beras Solok, dan beras Banyuwangi. Berdasarkan jenis dikenal adanya beras Rojolele, beras Bulu, beras IR, beras Cisadane dan lain-lain. Beras dengan berbagai varietas ini memiliki komposisi yang berbeda-beda pula, terutama kandungan amilosaamilopektin beras tersebut. Perbedaan komposisi ini sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah pertanian, pemupukan, lingkungan tempat tumbuhnya dan iklim. Masing-masing varietas beras memiliki karakteristik yang berbeda dan unik seperti flavor, warna, zat gizi dan komposisi kimia (Yang et al. 2010). Banyaknya varietas padi yang ada di pasaran mempengaruhi preferensi konsumen dalam memilih beras untuk disantap sebagai nasi. Hal ini disebabkan karena masing-masing varietas padi memiliki sifat fisikokimia yang berbeda satu dengan lainnya. Komposisi kimia beras berbeda-beda tergantung pada varietas dan cara pengolahannya. Menurut Yadav et al. (2007), perbedaan varietas menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam hal morfologi, fisikokimia, maupun cooking properties. Informasi karakteristik fisik dan kimia termasuk kandungan zat gizi pada makanan mulai diperhatikan oleh masyarakat. Pencantuman label tentang kandungan gizi makanan juga sudah menjadi aturan yang wajib dipenuhi oleh para produsen makanan. Informasi tersebut menjadi sangat penting karena memiliki kegunaan dan manfaat yang berbeda-beda bagi setiap orang. Meskipun demikian, informasi kandungan gizi maupun sifat fisikokimiawi beras umumnya hanya dijumpai pada beras dengan pengolahan yang berbeda atau terbatas pada label beras varietas unggul, sementara beras yang beredar di pasaran
3
sangat beragam jenis dan varietasnya. Sebagai contoh, dalam daftar komposisi bahan makanan (DKBM) kandungan gizi beras hanya terbatas pada beras pelita, atau dengan kata lain semua kandungan gizi pada semua beras dianggap sama. Oleh karena itu, perlu adanya informasi akan kandungan zat gizi, dan sifat fisikokimiawi beras pada varietas yang berbeda. Banyak aspek yang menentukan preferensi masyarakat akan beras, salah satunya aspek budaya. Indonesia merupakan negara dengan beragam suku bangsa yang juga memiliki keragaman kesukaan/preferensi terhadap sifat beras. Beberapa suku bangsa suka akan beras yang lebih pulen, lebih pera, atau beras wangi (aromatik). Selain itu, konsumen mulai memperhatikan tidak hanya dari segi beras/nasi yang menyumbangkan kandungan karbohidratnya saja, tetapi juga sudah mulai memperhatikan atau memilih-milih beras yang sesuai dengan preferensi mereka. Hal ini disebabkan pembangunan ekonomi telah menjadikan kemampuan perekonomian masyarakat meningkat sehingga mampu membeli jenis makanan yang sesuai dengan selera atau preferensinya meskipun dengan harga yang lebih tinggi. Oleh karena itu, diperlukan adanya informasi mengenai penilaian organoleptik/sensori menjadi penting karena penilaian organoleptik sangat menentukan penerimaan konsumen akan beras masak (nasi). Tujuan Penelitian
Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis sifat fisikokimia dan organoleptik nasi dari beberapa jenis varietas beras. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1.
Menganalisis kandungan gizi secara proksimat dari enam varietas beras yang berbeda.
2.
Mengidentifikasi kadar amilosa enam varietas beras dengan tingkat kepulenan yang berbeda.
3.
Melakukan analsis daya cerna pati in vitro terhadap enam varietas beras.
4.
Melakukan analisis karakteristik fisikokimia beras yang meliputi uji amilografi
beras,
uji
konsistensi
gel,
serta
menentukan
nisbah
4
pengembangan air (NPA) dan nisbah pengembangan volume (NPV) dari enam varietas beras. 5.
Mengevaluasi sifat organoleptik/sensori secara deskriptif nasi dari enam varietas beras dengan tingkat kepulenan yang berbeda.
6.
Mempelajari korelasi antar variabel, khususnya hubungan antara kadar amilosa dengan sifat fisikokimia maupun organoleptiknya.
Kegunaan Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah menambah informasi data DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) dan memberikan informasi tambahan mengenai sifat fisik dan kimia beberapa varietas kepada masyarakat tentang kandungan beras (baik sifat fisik maupun kimia) sebagai pertimbangan bagi masyarakat dalam memilih beras dengan cita rasa yang baik dari segi fisik dan dari segi gizi. Selain itu, dapat digunakan di bidang industri terkait pangan dalam memilih varietas dan menentukan cara pengolahan beras yang sesuai dengan karakteristik produk olahan beras yang diinginkan. Manfaat lain yang dapat diambil adalah sebagai bahan kajian dan informasi kepada instansi pemerintah untuk menentukan mutu beras dan mengembangkan varietas baru yang sesuai dengan preferensi konsumen. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat membuat deskripsi sifat-sifat sensori beberapa padi di Indonesia sehingga pemerintah atau peneliti pertanian dapat mengembangkan varietas-varietas baru dengan sifat unggul.
TINJAUAN PUSTAKA Beras Beras merupakan hasil proses pasca panen dari tanaman padi yaitu setelah tangkai dan kulit malainya dilepaskan dan digiling. Berdasarkan kelompok spesies padi yang telah dibudidayakan terdapat dua kelompok utama yaitu Oryza sativa yang berasal dari Asia dan Oryza globerima yang berasal dari Afrika Barat. Kini di dunia lebih banyak dikenal dua kelompok varietas padi Oryza sativa yaitu : Japonica dan Indica (Winarno 1984). Padi Japonica banyak ditanam di daerah Jepang, Korea, dan negaranegara subtropis, sedangkan padi Indica banyak ditanam di daerah tropis (khususnya Asia Tenggara). Perbedaan antara kedua padi tersebut salah satunya yaitu karakteristik pemasakan. Japonica bersifat lebih cepat lembek setelah pemasakan, sebaliknya Indica lebih tahan terhadap pemasakan (Grist 1975). Hal ini berkaitan dengan sifat nasi yang dihasilkan. Nasi dari beras Japonica memiliki tekstur yang lebih lengket dan lembek dibandingkan nasi dari beras Indica. Struktur Beras Gabah adalah bulir padi yang telah rontok dari malainya, terdiri dari satu bagian yang dapat dimakan disebut “caryopsis” dan satu bagian lagi yang merupakan struktur kulit yang disebut sekam. Bagian sekam mencapai 18 hingga 28 persen dari bobot gabah. Gabah yang dikupas akan menghasilkan beras pecah kulit (brown rice). Apabila beras pecah kulit tersebut disosoh maka akan diperoleh beras gilling (milled rice). Beras merupakan satu-satunya jenis bijibijian yang sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk biji utuh (Winarno 1984). Bagian butir beras (brown rice) terdiri dari lapisan pericarp, testa atau tegmen, lapisan aleuron, endosperm, dan embrio (Juliano 1972). Struktur gabah dapat dilihat pada Gambar 1. Penggilingan Padi menjadi Beras Penggilingan (milling) menunjukkan keseluruhan proses pengolahan gabah hingga menjadi beras yaitu meliputi proses pembersihan, penghilangan sekam, kulit ari dan proses pemisahan beras yang dihasilkan berdasarkan ukurannya (Luh 1991). Pengolahan padi menjadi beras di Indonesia dapat dibedakan atas tiga cara, yaitu secara tradisional yang ditumbuk dengan tangan,
6
dengan
mesin
penggilingan
secara
kecil-kecilan
serta
dengan
mesin
penggilingan pada perusahaan padi komersil (Winarno 1984).
Gambar 1. Struktur biji beras (Grist 1975)
Pengupasan kulit gabah (hulling) bertujuan untuk menghilangkan sekam dengan kerusakan pada lapisan dedak yang minimum, bila memungkinkan tanpa adanya kepatahan pada beras pecah kulit yang dihasilkan (Araullo et al. 1976). Beras yang telah kehilangan sekam ini masih mengandung lapisan dedak (pericarp) yang menyelaputi endosperm. Bila lapisan dedak dan aleuron telah dihilangkan maka beras ini disebut beras sosoh. Pada proses penyosohan terjadi pengupasan kulit yang berwarna perak dan lapisan dedak atau sebagian besar lapisan-lapisan beras pecah kulit yang digiling (Grist 1975). Derajat sosoh dinyatakan dalam persen dan menyatakan tingkat kehilangan dari lembaga dan lapisan kulit ari luar maupun dalam. Pada sistem grading beras yang tetapkan oleh USDA, beras giling dibagi empat grade yaitu beras giling sempurna (well milled), beras giling cukup sempurna (reasonably well milled), beras giling ringan (lightly milled) dan beras kurang tergiling (under milled) (Luh 1991).
7
Jenis-Jenis Beras Jenis-jenis beras sangat beragam. Menurut Winarno (2004) beberapa cara penggolongan beras yang banyak diterapkan dan dipraktekkan yaitu: (1) berdasarkan varietas padi, sehingga dikenal adanya beras Bengawan Solo, Celebes, Sintanur, dan lain-lain, (2) berdasarkan asal daerah, sehingga dikenal adanya beras Cianjur, beras Garut, dan beras Banyuwangi, (3) berdasarkan cara pengolahan, sehingga dikenal adanya beras tumbuk dan beras giling, (4) berdasarkan tingkat penyosohan, sehingga dikenal beras kualitas I atau beras kualitas II, (5) berdasarkan gabungan antara sifat varietas padi dengan tingkat penyosohan. Berdasarkan ukuran dan bentuk beras, dalam standarisasi mutu beras di pasaran internasional dikenal empat tipe ukuran panjang beras, yaitu biji sangat panjang (>7 mm), biji panjang (6.0-6.9 mm), biji sedang (5.0-5.9 mm), dan biji pendek (<5 mm). Berdasarkan bentuknya yang ditetapkan berdasarkan nisbah panjang/lebar, beras dibagi atas empat tipe, yaitu lonjong (slender), sedang (medium), agak bulat (bold), dan bulat (round) (Darmadjati dan Purwani 1991). Berdasarkan kandungan amilosa, beras (nasi) dapat dibagi menjadi empat golongan yaitu: (1) beras dengan kadar amilosa tinggi (25-33%); (2) beras dengan kadar amilosa menengah (20-25%); (3) beras dengan kadar amilosa rendah (9-20%); beras dengan kadar amilosa sangat rendah (<9%). Beras ketan praktis tidak ada amilosanya (1-2%), sedangkan beras yang mengandung amilosa lebih dari 2% disebut beras biasa atau beras bukan ketan. Beras dengan kadar amilosa rendah mempunyai sifat nasi yang pulen, tidak terlalu basah maupun kering, sedangkan beras dengan kadar amilosa tinggi mempunyai sifat nasi yang keras, kering, dan pera (Khush & Cruz 2000). Sifat Fisik Beras Sifat-sifat yang termasuk kedalam sifat fisik beras antara lain suhu gelatinisasi, konsistensi gel, penyerapan air, kepulenan, kelengketan, kelunakan, dan kilap nasi (Damardjati dan Purwani 1991). Menurut Winarno (1997), suhu gelatinisasi adalah suhu pada saat granula pati pecah dengan penambahan air panas. Beras dapat digolongkan menjadi tiga kelompok menurut suhu gelatinisasi, yaitu: suhu rendah (55-69oC), sedang (70-74oC), dan tinggi (>740C) (Khush & Cruz 2000).
8
Menurut Winarno (2008), bila suspensi pati dalam air dipanaskan, suspensi pati yang keruh seperti susu tiba-tiba mulai menjadi jernih pada suhu tertentu. Terjadi translusi larutan pati diikuti pembengkakan granula. Bila energi kinetik molekul-molekul air menjadi lebih kuat daripada daya tarik-menarik antarmolekul pati didalam granula, air dapat masuk kedalam butir-butir pati. Penyerapan akan semakin intensif seiring dengan meningkatnya suhu pemanasan sehingga menyebabkan granula membesar hingga pada suatu titik pembesaran granula pati bersifat irreversible (tidak dapat kembali kebentuk semula) (Winarno 2008). Semakin meningkat suhu pemanasan, semakin meningkat pengembangan granula. Pembesaran granula pati menyebabkan peningkatan viskositas larutan pati secara bertahap. Setelah pembesaran pati mencapai maksimal, granula pati akan pecah sehingga pemanasan lebih lanjut akan menurunkan viskositas larutan pati dan kurva amilografi membentuk sebuah puncak viskositas (Parker 2003). Adanya
fraksi
amilosa
dalam
granula
pati
akan
membatasi
perkembangan granula dan mempertahankan integritas granula. Semakin tinggi kadar amilosa pati, semakin kuat ikatannya, viskositas puncak merupakan ukuran dari kekuatan pengentalan pati, maka sifat pengental pada pati lebih dominan ditentukan oleh kandungan amilopektinnya (Greenwood 1979). Pati memiliki gugus hidroksil yang jumlahnya sangat banyak. Hal ini yang menyebabkan
kemampuan
menyerap
airnya
sangat
besar,
sehingga
menyebabkan granula pati membengkak. Peningkatan viskositas terjadi karena air yang awalnya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan kini berada di dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak dengan bebas lagi (Winarno 1997). Menurut Swinkel (1985), peningkatan viskositas terjadi akibat friksi yang lebih besar dengan semakin membengkaknya granula dan keluarnya eksudat granula kedalam larutan. Bila pati telah mendingin, energi kinetik tidak lagi cukup tinggi untuk melawan kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk bersatu kembali. Molekul-molekul amilosa berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan
cabang
amilopektin
membentuk
jaring-jaring
mikrokristal
dan
mengendap. Proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi ini disebut retrogradasi. Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: karakteristik granula, terdapatnya komponen protein, lemak, dan juga gula pada tepung.
9
Menurut Juliano (1972), hubungan suhu gelatinisasi dengan waktu pemasakan beras menunjukkan bahwa peningkatan suhu gelatinisasi akan memperlama waktu pemasakan beras menjadi nasi. Dengan kata lain, suhu gelatinisasi berkorelasi positif dengan waktu yang dibutuhkan untuk menanak nasi. Beras yang memiliki suhu gelatinisasi rendah akan menyerap air dan mengembang pada suhu yang lebih rendah dibandingkan beras yang memiliki suhu gelatinisasi tinggi. Kadar amilosa sebanding dengan suhu gelatinisasi, dimana adanya kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar amilosa maka semakin tinggi suhu gelatinisasi. Pati beramilosa tinggi mempunyai struktur yang lebih rapat (tighly bound structure) sehingga sukar mengembang (Greenwood 1979). Keadaan ini menyebabkan diperlukan suhu gelatinisasi yang lebih tinggi agar terjadi pengembangan granula. Amilopektin mempunyai struktur bercabang yang sangat efektif untuk mencegah pecahnya granula akibat proses gelatinisasi. Oleh karena itu, granula menjadi lebih mudah pecah yang mengakibatkan turunnya suhu gelatinisasi. Suhu awal gelatinisasi yang tergolong tinggi sementara kadar amilosa yang
rendah
dapat
disebabkan
adanya
lemak
yang
mempengaruhi
pengembangan granula pati. Degradasi lemak dengan karbohidrat akan membentuk glikolipid yang mengikat granula, sehingga diperlukan suhu pemanasan yang lebih tinggi untuk memecah granula pati tersebut. Selain itu, lamanya penyimpanan juga dapat mempengaruhi peningkatan gula reduksi sehingga granula pati akan terhalangi untuk mengalami pengembangan. Hal ini menyebabkan waktu yang diperlukan untuk mendegradasi pati menjadi lebih lama (Agrasasmita 2008). Menurut Winarno (2008), adanya gula berpengaruh terhadap kekentalan gel yang terbentuk, gula akan menurunkan kekentalan. Hal ini disebabkan gula akan mengikat air, sehingga pembengkakan butir-butir pati terjadi lebih lambat, akibatnya suhu gelatinisasi lebih tinggi. Adanya gula akan menyebabkan gel lebih tahan terhadap kerusakan mekanik. Perubahan komposisi kimia selama penyimpanan disebabkan oleh kegiatan enzim dalam biji yang masih aktif setelah padi dipanen. Umumnya, selama penyimpanan gabah atau beras terjadi peningkatan gula reduksi dan terjadi penurunan gula nonreduksi. Perubahan tersebut sangat dipengaruhi oleh suhu, sedangkan pengaruh kandungan airnya kecil. Pada suhu 5oC kandungan
10
gula relatif tidak berubah, sedangkan pada suhu 25oC penurunan kadar gula berlangsung dengan cepat (Barber 1972). Viskositas balik mencerminkan tingkat kemampuan asosiasi atau retrogradasi molekul pati (amilosa beras) pada proses pendinginan. Sifat ini penting untuk mengetahui apakah nasi/produk pada suhu kamar atau setelah dingin akan mengembang (mekar) atau menyusut volumenya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan ini antara lain kadar amilosa, panjang rantai polimer, dan tingkat dispersi molekul pati. Viskositas balik pasta pati diukur berdasarkan selisih antara viskositas dingin (pada 500C) dengan viskositas puncak pasta. Menurut Luh & Liu (1980), varietas beras dengan kadar amilosa tinggi (diatas 22%) umumnya mempunyai viskositas balik yang tinggi (viskositas puncak yang rendah) dan beras yang mengandung pati dengan kadar amilosa rendah umumnya mempunyai viskositas balik rendah (viskositas puncak relatif tinggi). Little & Dawson (1990) mengatakan bahwa selama pemasakan beras akan terjadi pengembangan graula pati. Pengembangan ini menyebabkan permukaan butir beras menjadi retak. Tertahannya pengembangan pati beras disebabkan oleh adanya pembatas dari komponen bukan pati karena kandungan lemak, protein, mineral, dan dinding sel yang berpengaruh terhadap kualitas pemasakan nasi. Sifat Fisikokimia Beras Amilosa pada Beras Amilosa adalah polisakarida yang terdiri dari glukosa yang membentuk rantai linier dan memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen atau untuk mengalami retrogradasi. Struktur yang lurus ini membuat amilosa dapat dihidrolisis sempurna oleh satu enzim saja yakni α-amilase, sedangkan amilopektin merupakan polimer gula sederhana yang memiliki cabang serta mempunyai ukuran molekul yang lebih besar dibandingkan amilosa. Oleh karena itu untuk menghidrolisis amilopektin diperlukan dua enzim yaitu α-amilase dan α(1-6) glukosidase. Rantai lurus dan sifat hidrofilik amilosa menyebabkan molekul ini cenderung membentuk susunan paralel satu sama lain melalui ikatan hidrogen. Hal ini menyebabkan affinitas amilosa terhadap air menurun. Kadar amilosa merupakan salah satu kriteria penting dalam sistem klasifikasi beras. Beras berkadar amilosa sedang mempunyai sifat nasi pulen,
11
tidak terlalu basah maupun kering, sedangkan beras berkadar amilosa tinggi mempunyai sifat nasi yang keras, kering, dan pera. Penggolongan ini didasarkan pada kemampuan amilosa untuk berasosiasi kembali dengan sesamanya membentuk struktur yang kaku (Winarno 1997). Sampel beras yang memiliki kandungan amilosa rendah biasanya memiliki nisbah penyerapan air (NPA) yang lebih rendah dibandingkan dengan yang memiliki kandungan amilosa tinggi. Hal ini disebabkan perbedaan gugus aktifnya. Amilosa mempunyai gugus hiroksil yang bersifat polar (hidrofilik) dan mempunyai afinitas yang cukup besar terhadap air. Hal ini menyebabkan kemampuan daya serap air meningkat (Juliano 1979). Oleh karena itu, nasi yang pera akan lebih banyak menyerap air untuk mengembang. Pada proses pemasakan beras menjadi nasi, amilosa mempunyai kemampuan lebih mudah menyerap air, tetapi lebih mudah pula melepaskannya. Sebalikanya, amilopektin merupakan polimer glukosa yang mempunyai rantai cabang dan sulit menyerap air, tetapi lebih sukar melepaskanya. Kandungan amilosa, varietas beras, dan waktu pemasakan mempunyai korelasi positif terhadap penyerapan air (Darmadjati dan Purwani 1991). Menurut Bergman et al. (2004), granula pati dapat mengembang jika menyerap air. Air membentuk hidrat melalui ikatan hidrogen. Kemampuan penyerapan air dan pengembangan volume terbatas karena molekul-molekul pati sendiri saling berikatan melalui ikatan hidrogen. Apabila dipanaskan, energi panas dapat memecah ikatan hidrogen sehingga kemampuan pati dalam mengikat air semakin meningkat dan mengakibatkan pati dapat mengembang lebih besar. Sifat Kimia dan Kandungan Gizi Beras Beras sebagai bahan pangan disusun oleh pati, protein, dan unsur lain seperti lemak, serat kasar, mineral, vitamin, dan air dengan distribusi tidak merata. Lapisan terluar beras kaya akan komponen non pati seperti protein, lemak, serat, abu, pentosan, dan lignin sedangkan bagian endosperm kaya akan pati (Juliano 1972). Karbohidrat utama dalam beras adalah pati dan hanya sebagian kecil merupakan pentosan, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Pati beras berkisar antara 85-90% dari berat kering beras. Kandungan pentosan berkisar antara 2.02.5%, dan gula 0.6-1.4% dari beras pecah kulit.
12
Protein sebagai penyusun terbesar kedua setelah pati, mempunyai ukuran granula 0.5-5 µm terdiri dari 5% fraksi albumin (larut dalam air), 10% gobulin (larut dalam garam), 5% prolamin (larut dalam alkohol), dan 80% glutelin (larut dalam basa). Fraksi protein yang paling dominan adalah glutelin, yang bersifat tidak larut dalam air, sehingga dapat menghambat penyerapan air dan volume pengembangan butir pati selama pemanasan (Juliano 1972). Menurut Juliano (1972), seperti pada serealia lain, kandungan lemak tertinggi beras terdapat dalam lembaga dan lapisan aleuron yang terkumpul dalam butiran lemak. Kadar lemak dari beras pecah kulit berkisar antara 2.43.9%, sedangkan pada beras giling berkisar 0.3-0.6%. Lemak tersebut ada dalam bentuk trigliserida (lipid netral) dan dalam asam lemak bebas (lipid) polar. Asam-asam lemak utama dalam beras adalah asam palmitat, oleat, dan linoleat. Fraksi utama lemak beras adalah asam oleat dan palmitat. Vitamin yang terdapat pada beras dalam bentuk tiamin, riboflavin, piridoksin, masing-masing berturut-turut 4 ug/g, 0.6 ug/g, dan 50 ug/g. Kandungan vitamin ini biasanya lebih tinggi pada beras pecah kulit daripada sosoh, kadar riboflavin dalam beras rendah dan vitamin C tidak ada. Tabel 1 Komposisi beras dari berbagai cara pengolahan Beras Pecah Kulit Beras Giling Beras Pratanak Komposisi Kadar air (%) 12.0 12.0 10.3 Kalori/100g (kkal) 360 363 369 Protein (%) 7.5 6.7 7.4 Lemak (%) 1.9 0.4 0.3 77.4 80.4 81.3 Ekstrak N-Bebas (%) Serat (%) 0.9 0.3 0.2 Abu (%) 1.2 0.5 0.7 Thiamin (mg/100g) 0.34 0.07 0.44 Riboflavin (mg/100) 0.05 0.03 Niacin (mg/100g) 4.7 1.6 3.5 (Sumber : Adair et al. 1973)
Beras sebelum dikonsumsi harus diolah terlebih dahulu melalui proses penanakan untuk menjadi nasi yang dapat dilakukan dengan penanakan dan pengukusan. Nasi menyumbangkan 60-80% kalori dan 45-55% protein pada menu masyarakat Indonesia (Purwani et al. 2007). Komposisi beras dari berbagai cara pengolahan dapat dilihat pada Tabel 1 dan kandungan zat gizi nasi dari beras giling per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 2. Mutu tanak merupakan mutu atau kualitas nasi akibat adanya perubahan fisikokimia dari beras menjadi nasi. Sifat umum yang dapat digolongkan dalam pengertian mutu tanak adalah pengembangan volume, nisbah penyerapan air,
13
stabilitas pratanak, waktu tanak, dan sifat viskositas tepung. Akan tetapi, dalam penerapan kriteria mutu tanak dan pengolahan digunakan sifat-sifat fisik dan kimia yang dapat diukur secara objektif. Sifat beras yang digunakan sebagai kriteria mutu tanak dan pengolahan beras adalah kadar amilosa, uji alkali untuk menduga suhu gelatinisasi, kapasitas penyerapan air pada suhu 700C, dan sifat amilografi (Damardjati dan Purwani 1991). Tabel 2. Kandungan Zat Gizi Nasi dari Beras Giling per 100 gram Jumlah (dalam 100 gram nasi) Zat Gizi Air (g %) 57.00 Energi (Kalori) 178.00 Protein (g %) 2.10 Lemak (g %) 0.10 Karbohidrat (g %) 40.60 Kalsium (Ca) (mg %) 5.00 Pospor (P) (mg %) 22.00 Besi (Fe) (mg %) 0.50 Vitamin B1 (mg %) 0.02 (Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI 1995).
Mutu tanak di Indonesia belum merupakan kriteria yang berlaku dalam penetapan mutu beras, tetapi di pasaran internasional khususnya di Amerika Serikat, mutu tanak merupakan salah satu persyaratan mutu beras, terutama hubungannya dengan industri pengolahan beras. Mutu tanak dan sensori lebih ditentukan oleh sifat-sifat genetis varietas dan kondisi-kondisi pertanaman seperti pemupukan, jenis tanah, dan iklim, sehingga sifat ini dimasukkan dalam kriteria dari deskripsi varietas yang akan dilepas. Faktor yang mempengaruhi karakteristik mutu beras secara umum dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yaitu : sifat genetik, lingkungan dan kegiatan prapanen, perlakuan panen, dan perlakuan pasca panen. Masing-masing faktor tersebut mempengaruhi beras secara dominan, misalnya mutu tanak dan sensori nasi terutama ditentukan oleh faktor genetik dan sedikit dipengaruhi oleh faktor penyimpanan (Damardjati 1995). Uji Deskripsi Sensori Uji deskripsi sensori adalah metode analisis sensori dimana atribut sensori suatu produk atau bahan pangan diidentifikasi, dideskripsikan dengan menggunakan panelis yang dilatih khusus untuk tujuan ini. Menurut metode Von & Akesson (1986), data yang dihasilkan dari analisis ini diperoleh dengan asumsi yang menjadi dasar dalam analisis sensori parametrik yaitu atribut sensori yang dievaluasi dianggap kontinyu sebagai intensitas dan dapat dirata-ratakan.
14
Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Quantitative Descriptive Analysis (QDA) merupakan salah satu analisis sensori deskriptif yang digunakan untuk menggambarkan karakteristik suatu produk (komoditas) secara matematis (Zook & Pearse 1988). Metode ini menggunakan panelis yang telah melalui serangkaian prosedur seleksi dan pelatihan. Data QDA harus dapat ditampilkan dalam bentuk yang mudah dimengerti, berupa grafik majemuk jaring laba-laba (spider web) atau menggunakan Multivariate Analysis dengan aplikasi teknik Principal Component Analysis (PCA).
METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dari bulan September sampai Desember 2011. Analisis proksimat, daya cerna pati in vitro, kadar amilosa, uji amilografi, konsistensi gel, nisbah penyerapan air dan pengembangan volume serta uji organoleptik (hedonik, skoring, dan ranking) dilakukan di Laboratorium Flavor Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Adapun uji Quantitative Descriptive Analysis (QDA) dilakukan di laboratorium organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah enam varietas beras dengan kadar amilosa yang berbeda, yaitu beras pera (IR-42 dan Inpara 3), beras pulen (Inpari 1 dan Ciherang), dan beras sangat pulen (Inpari 6 Jete dan Inpari 2). Bahan utama ini diperoleh dari Kebun Percobaan Sukamandi BB Padi, Subang. Sampel gabah yang diperoleh dikeringkan terlebih dahulu kemudian disosoh. Beras sosoh tersebut kemudian disimpan dalam cold storage sebelum dianalisis lebih lanjut. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat dan kimia antara lain larutan HCl 0.01 N, K2SO4, larutan H2SO4 pekat, larutan H3BO3, indikator metil merah 0.2%, metilen blue 0.2%, larutan NaOH-Na2S2O3, larutan HCl 0.02 N, heksana, larutan glukosa standar 0.2 mg/ml, larutan HClO4 9.2 N, larutan NaOH 1 N, larutan amilosa, etanol 95%, larutan iodine, larutan KI, larutan KOH 0.2 N, akuades, dan thymol blue 0.025%. Bahan yang digunakan untuk uji organoleptik antara lain sukrosa (1%, 2% dan 4%), asam sitrat (0.04% dan 0.08%), NaCl (0.2% dan 0.4%), kafein (0.05%, 0.1%, 0.2%), flavor pandan, 1% γ-nonalactone, propilen glikol, acethyl-2-thiazole, 10% diacethyl, 1% γ-undecalacton, dan 0,1% trimethyl pyrazine, Alat-alat yang digunakan antara lain neraca analitik, cawan alumunium, oven, desikator, labu kjedahl, batu didih, gelas erlenmeyer, cawan porselein, tanur, kertas saring, labu soxhlet, gelas ukur, alat destilasi, spektrofotometer, water bath, batang pengaduk, amalgamotor, kertas grafik, bowl, amilograf, dan alat-alat gelas. Alat-alat yang digunakan untuk uji organoleptik antara lain cawan, botol, alat tulis dan scoresheet.
16
Metode Penelitian Analisis Proksimat Kadar Air Metode Oven (AOAC 1995) Kadar air diukur dengan metode oven biasa karena kandungan bahan volatil pada sampel rendah dan sampel tidak mengalami degradasi pada suhu 105ºC. Berikut merupakan diagram alir analisis kadar air dengan metode oven. Cawan alumunium kosong dikeringkan dalam oven dengan suhu 105°C selama 15 menit. Cawan didinginkan dalam desikator selama 5 menit atau sampai cawan tidak terasa panas. Cawan yang telah dingin kemudian ditimbang dan dicatat beratnya. Dimasukan sampel sebanyak 3 gram ke dalam cawan. Cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C sampai beratnya konstan (perubahan berat tidak lebih dari 0.003 gram) selama 16 jam. Cawan diangkat dan didinginkan di dalam desikator, kemudian ditimbang berat akhirnya. Kadar air dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Kadar air (% b/b) = 100% Keterangan: x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g) y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g) a = berat cawan kosong (g) Kadar Abu (AOAC 1995) Cawan porselin dipanaskan dalam tanur selama 15 menit. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator. Setelah dingin, cawan ditimbang dan dicatat beratnya. Sampel dimasukkan sebanyak 5 g ke dalam cawan. Sampel diabukan di dalam tanur hingga diperoleh abu berwarna putih dan beratnya konstan.
17
(Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap yaitu pada 400°C dan 550°C) Cawan diangkat kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan:
Kadar Abu (% b/b) 100%
Keterangan: W1 = Berat sampel (g) W2 = Berat abu (g) Kadar Protein Metode Mikro Kjeldahl (AOAC 1995) Sampel ± 0,2 g (kira-kira dibutuhkan 3-10 ml HCl 0,01N/0,02N). Sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml. Kemudian pada sampel ditambahkan 2 gram K2SO4, 50 mg HgO, 2 ml H2SO4 pekat, dan batu didih. Sampel didestruksi selama 1-1.5 jam hingga jernih kemudian didinginkan. Kepada sampel ditambahkan 2 ml air yang dimasukkan secara perlahan kedalam labu dan didinginkan kembali. Dimasukkan cairan hasil dekstruksi (cairan X) ke dalam alat destilasi dan labu dibilas dengan air. (Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi) Diletakkan Erlenmeyer 125 ml berisi 5 ml H3BO3 dan 2 tetes indikator (Methylen red : Methylen blue = 2:1) di ujung kondensor alat destilasi dengan ujung selang kondensor terendam dalam larutan H3BO3. Ditambahkan 10 ml NaOH-Na2S2O3 dan dilakukan destilasi hingga larutan dalam erlenmeyer ± 50 ml. Larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan HCl 0.02 N. (Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari hijau menjadi abu-abu/agak pink muda). Prosedur yang sama dilakukan juga untuk penetapan blanko. Perhitungan: Kadar N (%)
, 100%
Kadar protein (%) = % N x 5.95
18
Keterangan: Vs = Volume HCl untuk titrasi sampel (ml) Vb = Volume untuk titrasi blanko (ml) C = Konsentrasi HCl (N) W = Berat sampel (mg) Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995) Labu lemak yang telah bebas lemak dikeringkan di dalam oven. Labu lamak kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel dibungkus sebanyak 5 g dalam kertas saring. Sampel kemudian ditutup dengan kapas yang bebas lemak. Sampel dimasukan ke dalam alat ekstraksi soxhlet dan dipasang kondensor dan labu pada ujung-ujungnya. Dimasukkan pelarut heksana ke dalam alat dan sampel refluks selama 5 jam. Setelah itu, pelarut didestilasi dan ditampung pada tempat lain. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C sampai diperoleh berat tetap. Pindahkan labu lemak ke desikator untuk didinginkan, lalu ditimbang dan dicatat beratnya. Perhitungan: Kadar Lemak (% b/b)
100%
Keterangan: W1 = Berat sampel (g) W2 = Berat lemak (g)
Kadar Karbohidrat by difference (AOAC 1995) Pengukuran kadar karbohidrat menggunakan metode by difference. Berikut adalah perhitungan kadar karbohidrat by difference. Kadar karbohidrat (% bk) = 100% - (protein + lemak + abu) (% bk)
19
Analisis Daya Cerna Pati In vitro (Muchtadi et al. 1992 yang Dimodifikasi) Dibuat suspensi sampel dalam aquades (1%). Suspensi sampel kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 30 menit pada suhu 90°C. Setelah itu, sampel didinginkan dan diambil sebanyak 2 ml kedalam tabung reaksi. Sebanyak 3 ml aquades dan 5 ml buffer Na-Fosfat 0.1 M juga ditambahkan ke dalam tabung reaksi. Sampel dalam tabung reaksi kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 15 menit, dan didinginkan. Setelah dingin, ke dalam tabung reaksi ditambahkan larutan enzim amilase yang telah dilarutkan dalam buffer Na-Fosfat 0.05 M dan diinkubasikan kembali pada suhu 37°C selama 30 menit. Sampel dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain Setelah itu, ke dalam tabung reaksi ditambahkan 2 ml pereaksi dinitrosalisilat (Pereaksi dinitrosalisilat dibuat dengan melarutkan 1 gram 3.5-dinitrosalisilat, 30 gram Na-K tartarat, dan 1.6 gram NaOH dalam 100 ml aquades) Larutan tersebut dipanaskan pada suhu 100°C selama 10 menit sampai terbentuk warna oranye. Warna merah oranye yang terbentuk lalu diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm. Dihitung kadar maltosa campuran reaksi menggunakan kurva standar maltosa murni yang diperoleh dengan mereaksikan larutan maltosa standar dengan pereaksi dinitrosalisilat menggunakan prosedur seperti di atas.
Daya cerna pati beras dihitung sebagai berikut: % Daya cerna pati =
100%
Keterangan: a = kadar maltosa sampel setelah reaksi enzimatis b = kadar maltosa pati murni setelah reaksi enzimatis
20
Analisis Kadar Amilosa a. Pembuatan Kurva Standar Amilosa (Juliano 1971 yang dimodifikasi) Pembuatan kurva standar : amilosa kentang ditimbang sebanyak 40 mg kemudian dimasukkan kedalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1N. Selanjutnya amilosa kentang dipanaskan larutan dalam waterbath (T=95oC) selama 10 menit. Labu takar diangkat dan didinginkan selama 1 jam kemudian ditepatkan sampai tanda tera dengan aquadest sampai volumenya 100 ml. Selanjutnya dipipet masing-masing larutan 1, 2, 3, 4, dan 5 ml dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Kedalam masing-masing labu takar tersebut ditambahkan larutan iod sebanyak 2 ml, ditambahkan aquadest secukupnya, kocok dan tambahkan asam asetat 0.5 sebanyak masing-masing 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ml. Masing-masing labu diencerkan lagi dengan aquadest sampai volumenya 100 ml (hingga tanda batas) dikocok, lalu didiamkan selama 20 menit. Intensitas warna larutan yang terbentuk diukur dengan Spektrofotometer UV Visible pada panjang gelombang 620 nm. Blanko untuk pengukuran di buat dengan prosedur yang sama tetapi sampel tidak digunakan. b. Pengukuran Kadar Amilosa Sampel Beras Dimasukkan 100 mg tepung beras (duplo) dengan kehalusan 100 mesh kedalam labu takar 100 ml. Ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1N, kemudian dipanaskan labu ukur dalam water bath (suhu 95oC) selama 10 menit sampai semua bahan menjadi gel, didinginkan selama 1 jam. Setelah dingin, ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades, dan dikocok. Larutan kemudian dipipet sebanyak 5 ml lalu dimasukkan kedalam labu takar 100ml. 2 ml larutan Iod dan 1 ml asam asetat 0.5 N ditambahkan, ditera sampai volumenya 100 ml, dikocok dan dibiarkan selama 20 menit. Larutan berwarna biru jernih kemudian diukur absorbans larutan dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 620 nm.
21
Kadar amilosa dihitung dengan rumus : Kadar Amilosa (%)
100%
Keterangan : A = absorbansi sampel pada panjang gelombang 620 nm S = slope kemiringan pada kurva standar FP = faktor pengenceran, yaitu 0.002 W = berat sampel (gram) Analisis Fisikokimia Beras Uji Amilografi Beras (Bhattacharya 1979) Uji amilografi bertujuan untuk mengetahui suhu gelatinisasi suspensi tepung beras. Berikut adalah diagram alir untuk uji amilografi beras. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dilarutkan dengan 10 ml air destilata. Sampel tersebut dimasukkan ke dalam bowl. Lengan sensor dipasang dan dimasukkan ke dalam bowl dengan cara menurunkan head amilograf. Suhu awal termoregulator diatur pada suhu 20°C atau 25°C. Switch pengatur diletakan pada posisi bawah sehingga pada saat mesin dihidupkan suhu akan meningkat 1.5°C setiap menit. Mesin amilograf dihidupkan. Diatur pena pencatat pada skala kertas amilogram pada saat suspensi mencapai suhu 30°C. Setelah pasta mencapaisuhu 95°C, mesin dimatikan.
Parameter analisis amilograf terdiri dari: 1. Suhu awal gelatinisasi, yaitu suhu pada saat kurva mulai naik 2. Suhu pada puncak gelatinisasi, yaitu suhu pada saat nilai maksimum viskositas dapat dicapai 3. Viskositas maksimum pada puncak gelatinisasi dinyatakan dalam Centipoise.
22
Uji konsistensi gel (Cagampang et al. 1973). Tepung beras sebanyak 100 mg ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sampel ditambahkan 0.2 ml etanol 95% yang mengandung 0.025% thymol blue dan 2 ml KOH 0.2N. Tabung dikocok dengan vortex lalu dimasukkan ke dalam penangas air 100°C selama 8menit (setelah divortex langsung dimasukan). Tabung diangkat, dibiarkan selama 5 menit, dan didinginkan (menggunakan air es) selama 15 menit. Tepung yang telah menjadi pasta ini kemudian dibaringkan diatas kertas milimeter selama (minimal) 1 jam untuk kemudian diukur panjang lelehannya.
Penentuan Nisbah Penyerapan Air (NPA) dan Nisbah Pengembangan Volume (NPV) (Suismono et al. 2003). Sampel beras ditimbang sebanyak 8 gram dalam tabung kaca beralas kawat kasa yang telah diketahui bobotnya. Tinggi beras diukur. Dimasukkan tabung ke dalam penangas air 100°C selama 30 menit. Tabung kemudian diangkat dan dibiarkan selama 1 jam. Tinggi dan bobot nasi diukur. Perhitungan: NPA =
Bobot nasi − Bobot beras Bobot beras
NPV =
Volume nasi Volume beras
V
= π × r2 × h
Keterangan
:
V
= Volume nasi (cm3)
π
= 3.14
r
= jari-jari silinder (cm)
h
= tinggi nasi dalam silinder (cm)
23
Karakterisasi Sifat Organoleptik Beras Penyiapan Contoh Nasi Beras yang akan dimasak ditimbang (sekitar 200 g), kemudian dicuci sampai air cuciannya tampak jernih (3-4 kali). Beras yang telah dicuci ditirskan dan dimasukkan ke dalam panci rice cooker, kemudian air ditambahkan dengan perbandingan beras: air=1:1.5. Panci dimasukkan kedalam rice cooker dan diatur posisinya supaya tepat. Rice cooker ditutup sampai terdengar klik pengunci. Masukkan stop kontak dan tombol ditekan sehingga lampu ”cooking” menyala. Setelah tombol nyala (sekitar 35-40 menit) pemanasan dibiarkan (”warm”) selama 15 menit. Nasi diaduk hingga merata, kemudian disajikan ke panelis. Uji Hedonik Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan/kesukaan akan nasi beras. Pengujian ini menggunakan 30 panelis semi terlatih. Panelis menilai produk secara subyektif dan spontan tanpa membandingkan contoh satu sama lain. Uji Ranking Pada uji ranking, panelis diminta mengurutkan contoh-contoh yang diuji berdasarkan perbedaan tingkat aroma/wangi nasi dengan memberi nomor urut. Pengujian ini menggunakan sebanyak 30 panelis semi terlatih. Contoh yang paling wangi diberi nomor urut tertinggi (nilai 1) seterusnya hingga contoh yang kurang/tidak wangi diberi nomor urut terendah. Uji Deskriptif Kuantitatif (Quantitative Descriptive Analysis /QDA) Uji atau analisis QDA terdiri dari beberapa tahap yang akan dilalui oleh panelis. a. Seleksi panelis terlatih Orang yg mengerti sifat organoleptik nasi, mengerti ilmu penilaian organoleptik, dan bersedia dilatih. Calon panelis berjumlahnya 35 orang mahasiswa IPB. X
24
X Calon panelis diseleksi untuk mengetahui kepekaan sensori calon panelis.
Rasa
Aroma
Uji Deskripsi rasa dasar penelis diminta untuk menentukan rasa dari sampel (manis, asin, asam, pahit) (Tabel 3)
Uji Segitiga
penelis diminta untuk membedakan sampel berdasarkan konsentrasi (Tabel 4)
Skor/jumlah soal dijawab benar
Uji Deskripsi Aroma penelis diminta untuk menentukan flavor-flavor yang ada dalam larutan (Tabel 5)
Uji Segitiga
penelis diminta untuk membedakan antara dua flavor yang mirip yaitu, sweet dengan vanillin, pandan dengan cereal, dan creamy dengan buttery.
Skor/jumlah soal dijawab benar
≤ 80%
≥80%
≤ 60%
≥60%
Tolak
Terpilih
Tolak
Terpilih
Meilgaard et al. (1999) Tabel 3 Larutan uji untuk deskripsi.penentuan rasa dasar (Watts et al. 1989) Rasa Dasar Manis Asam Asin Pahit
Larutan Uji Sukrosa 1% Asam sitrat 0.04% NaCl 0.2% Kafein 0.05%
Tabel 4 Larutan uji untuk uji segitiga rasa dasar Rasa dasar Manis Asam Asin Pahit
Konsentrasi Larutan uji Sukrosa : 2% dan 4% Asam sitrat : 0.04% dan 0.08% NaCl : 0.2% dan 0.4% Kafein : 0.1% dan 0.2%
25
Tabel 5 Flavor (aroma) standar untuk panelis Flavor Standar Sweet Vanilin Pandan Cereal Creamy Buttery
Komponen* Gamma undecalacton Vanilic Ekstrak daun pandan Acetyl-2-thiazole Gama-nonalacton Diacetyl
*Dalam pelarut propilen glikol (PG)
b. Pelatihan Tujuan dari tahap pelatihan adalah melatih kepekaan sensorik panelis terhadap atribut rasa dan aroma. Berikut adalah diagram alir proses pelatihan panelis. Panelis Dilatih pengenalan bahasa flavor (flavor lexicon), pengenalan skala (intensitas, dan pelatihan penilaian sampel (Stone dan Sidel 2004) jenis uji ranking, larutan yang digunakan pada Tabel 6. Dilatih berulang-ulang sampai panelis konsisten selama 1-6 minggu (Poste et al. 2002) atau 40 hingga 120 jam (Meilgaard et al. 1999) Berikut adalah tabel yang menunjukkan larutan flavor standar pada tahap pelatihan. a
No 1
Deskripsi Pandan
2
Creamy
3
Cereal
4
Buttery
5
Sweet
Tabel 6 Larutan flavor standar pada tahap pelatihan Komponen 1% flavor pandan dilarutkan dalam PG kemudian masing-masing diambil 10 µL, 75 µL, dan 200 µL dilarutkan dalam 10 ml PG 1% γ-nonalactone dilarutkan dalam PG kemudian masing-masing diambil 100µL, 300µL, dan 500µL dilarutkan lagi dalam 2 ml PG Masing-masing sebanyak 10µL, 50µL, dan 100µL acetyl-2-thiazole dilarutkan dalam 10 mL PG 10% diacetyl dilarutkan dalam PG kemudian masing-masing diambil 50 µL, 100µL, dan 200µL dilarutkan dalam 10 ml PG 1% γ-undecalacton dilarutkan dalam PG kemudian masing-masing diambil 10 µL, 75µL, dan 200µL dilarutkan dalam 10 ml PG
Keterangan : PG = propilen glikol a = Arkanti (2007)
Selain mengenal atribut rasa dan aroma, panelis juga berlatih untuk menilai intensitas rasa dan aroma pada standar dengan meranking rasa dan aroma berdasarkan intensitasnya. Tahap ini dilakukan sebanyak 3 kali atau setelah kepekaan sensori panelis konsisten.
26
c. Penentuan nilai acuan flavor (aroma) standar dan rasa dasar Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi flavor dan rasa dasar yang kemudian akan digunakan sebagai acuan (reference) pada tahap pengujian QDA.
Aroma/flavor yang diketahui konsentrasinya Panelis diminta memberikan penilaian sesuai intensitas yang diterima oleh indera penciuman panelis menggunakan unstructured scale sepanjang 15 cm. Hasil yang didapat kemudian ditransformasi ke dalam skala 0 - 100 dan dimasukkan dalam Persamaan Moskowitz (Persamaan 1) sehingga diperoleh nilai flavor standar dan konsentrasinya. Analisis dilakukan tiga kali ulangan untuk melihat kekonsistenan panelis. Persamaan Moskowitz (1983):
Log SI = Log K + n (Log Pi) …………………. Persamaan 1 Keterangan: SI
= Perkiraan intensitas terdeteksi, Sensory Intensity
PI
= Konsentrasi, Physical Intensity
Log K
= Konstanta
N
= kemiringan garis
d. Pengujian (Tahap Orientasi) Panelis diberikan pengarahan tentang apa yang harus dilakukan selama pengujian. Panelis diminta menuliskan terminologi atribut rasa dan aroma nasi.
Diskusi tentang definisi terminologi atribut yang diberikan setiap panelis.
Semua panelis memiliki persepsi yang sama terhadap atribut rasa dan aroma nasi. (Tahap pengembangan score sheet)
27
Atribut-atribut yang telah disetujui oleh panelis selanjutnya digunakan dalam pengembangan score sheet. Panelis berlatih memberikan penilaian intensitas terhadap setiap atribut rasa. Penilaian intensitas dilakukan dengan membandingkan intensitas contoh dengan standar yang disediakan (menggunakan skala garis). Latihan juga dilakukan untuk mendapatkan nilai terhadap konsentrasi standar yang akan diuji. (Tahap pengujian) Panelis diminta memberikan penilaian intensitas terhadap setiap atribut rasa dan aroma nasi. Penilaian intensitas dilakukan dengan membandingkan intensitas contoh dengan standar yang disediakan (menggunakan skala garis). Skala garis yang digunakan mengacu pada Watts et al. (1989) dengan skala garis sepanjang 15 cm untuk mempermudah transformasi data.
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat kali ulangan. Terdapat enam jenis sampel sebagai perlakuan, yaitu varietas Ciherang, Inpara 3 Inpari 1, Inpari 2, Inpari 6 Jete, dan IR42. Model yang digunakan adalah sebagai berikut:
! ;
dimana:
= Pengaruh perbedaan jenis varietas beras (i) terhadap sifat fisik dan kimia beras pada ulangan ke-j
= Nilai tengah perlakuan = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i
!
= Galat percobaan dari perlakuan ke-i pada pengamatan ke-j
"
= Banyaknya jenis varietas beras
j
= Banyaknya ulangan Pengolahan dan Analisis Data Data hasil analisis sifat fisik dan kimia beras diolah dengan menggunakan
Microsoft Excel for Windows, kemudian dianalisis secara statistik menggunakan program SPSS 16.0 dengan uji ragam (ANOVA) untuk melihat pengaruh berbagai jenis varietas beras terhadap variabel sifat fisik dan kimia beras. Jika terdapat perbedaan, maka dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan untuk mengetahui pengaruh berbagai jenis varietas beras terhadap hasil analisis fisik dan kimia yang dilakukan pada taraf uji 5% (berbeda nyata). Uji Korelasi Pearson
28
digunakan untuk mengetahui hubungan antara jenis varietas beras dengan sifat fisik dan kimia beras. Data diolah menggunakan SPSS 16.0. Hasilnya dianalisis secara deskriptif. Data hasil uji hedonik dan uji ranking ditabulasikan dalam suatu tabel dalam program Micrososft Excel for Windows yang selanjutnya diolah menggunakan SPSS 16.0 secara deskriptif, sedangkan untuk uji organoleptik pada QDA, nilai respon setiap panelis dalam skala garis (0-15 cm) ditransformasikan ke dalam nilai dengan skala 0-100. Analisis data secara statistika dilakukan terhadap data QDA dengan menggunakan metode Multivariate Analysis teknik PCA (Principal Component Analysis). PCA adalah suatu analisis yang dapat mengurangi data yang komplek menjadi data yang mudah diinterpretasikan. Prinsipnya adalah transformasi berbagai dimensi ke dalam sistem koordinat dengan dimensi yang lebih sedikit (Esbensen et al. 1994).
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Proksimat Menurut Juliano (1979), proksimat beras adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengetahui kadar komponen tertentu dalam beras secara estimasi. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat pada beras. Hasil analisis proksimat dapat dilihat pada tabel 7.
Varietas Ciherang Inpara 3 Inpari 1 Inpari 2 Inpari 6 Jete IR 42
Tabel 7 Hasil analisis proksimat enam varietas beras Kadar Kadar Kadar Air Kadar Abu Kadar Karbohidrat Protein Lemak by difference (%)* (%bk)* (%bk)* (%bk)* cd d b b a 11.84 0.54 8.01 0.74 78.87 c e b a a 11.77 0.55 8.09 0.89 78.70 b c a b c 9.76 0.50 7.49 0.67 81.58 d a ab b ab 12.00 0.41 7.75 0.73 79.11 d b ab c b 11.97 0.45 7.69 0.50 79.39 a c a a c 9.42 0.50 7.49 0.91 81.68
Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada Uji Duncan (P>0.05) *Hasil rata-rata dari 4 ulangan
Kadar Air Kadar air merupakan salah satu parameter yang sangat berpengaruh dalam proses penyimpanan beras. Kadar air dinyatakan dalam persen bobot basah pada seluruh tingkatan mutu beras. Kadar air beras yang diuji berada pada kisaran 9-12%. Badan Standarisasi Nasional (1999) menyaratkan kadar air beras untuk keadaan pangan dalam negeri maksimal 14% untuk semua kelas mutu. Berdasarkan hal tersebut, maka semua sampel yang dianalisis telah memenuhi standar yang ditetapkan. Beras yang memiliki kadar air yang tinggi akan memicu terjadinya kerusakan akibat proses kimia, biokimia, maupun mikrobiologis. Hal ini dapat menyebabkan mutu beras menjadi turun. Kadar air >14% merupakan titik kritis bagi pertumbuhan kapang. Kapang merupakan salah satu mikroorganisme yang paling sering menyebabkan kerusakan pada serealia, termasuk beras (Hoseney 1998). Kadar Abu Abu merupakan residu anorganik yang diperoleh dengan pengabuan (pemanasan suhu tinggi, >450oC) atau dengan destruksi komponen organik
30
(C2H2O) dengan asam kuat. Residu anorganik ini terdiri dari bermacam-macam mineral yang komposisi dan jumlahnya bergantung pada jenis bahan pangan dan metode analisis yang digunakan (Indrasari et al. 2008). Hasil analisis terhadap enam varietas beras menunjukkan kadar abu dari seluruh sampel berada pada kisaran 0.4-0.5%. Menurut Haryadi (2008), kisaran kadar abu beras sosoh adalah 0.3-0.9 %bk. Kadar abu pada beras dipengaruhi oleh derajat penyosohan dan kandungan unsur hara dalam tanah. Menurut Juliano (1972), distribusi mineral yang terkandung pada beras yang sudah disosoh adalah sekitar 28% dari total mineral yang terkandung pada beras pecah kulit. Kandungan mineral terbesar ditemukan pada bagian dedak yaitu 51% dari total mineral yang terkandung dalam beras pecah kulit. Proses penyosohan adalah proses yang paling mempengaruhi kandungan mineral pada beras giling yang dikonsumsi seharihari. Kandungan mineral pada beras sebagian besar ditemukan pada bagian dedak dan embrio yang hilang pada saat proses penyosohan. Kadar Protein Protein adalah salah satu gizi makro yang berperan dalam proses pembentukan biomolekul. Protein adalah suatu senyawa yang sebagian besar terdiri atas unsur nitrogen. Jumlah unsur ini dapat digunakan sebagai dasar penentuan kadar protein dalam beras. Unsur nitrogen yang terikat dalam bentuk matriks dilepaskan melalui proses destruksi dan diukur jumlahnya. Berdasarkan hasil analisis (Tabel 7) dapat diketahui bahwa protein varietas beras yang dianalisis berada pada kisaran 7-8%. Menurut Daftar Komposisi Bahan Makanan, kadar protein beras per 100 gram adalah 7.3%. Sedangkan menurut Haryadi et al. (1990), kadar protein beras adalah 7.3 – 10.2% dan maksimal mencapai 14% (Juliano 1972). Meskipun jumlah protein dalam beras tergolong kecil atau relatif rendah yaitu kurang lebih 8% pada beras pecah kulit dan 7% pada beras giling, mutu dari protein ini tergolong tinggi karena kandungan lisin yang relatif tinggi yaitu ±4% dan protein dapat menghasilkan kalori sebesar 40-80% kalori. Nilai cerna protein beras sekitar 96.5% untuk biji gabah dan 98% untuk beras giling. Protein beras juga cukup lengkap susunan asam aminonya, kecuali tryptophane. Beras mengandung protein sekitar 7% lebih rendah daripada gandum, tetapi lebih tinggi dari jagung, mudah dicerna dan memiliki rasa yang enak (Erwidodo et al. 1996).
31
Menurut Burks & Helm (1994) protein beras bersifat antialergi sehingga dapat digunakan sebagai bahan makanan untuk bayi yang mengalami obesitas dan alergi terhadap makanan. Menurut Wang et al. (1999) protein beras dapat menggantikan protein yang berasal dari daging atau susu dan kedelai. Asam amino protein beras lebih baik dibandingkan asam amino protein kedelai untuk anak berusia 2-5 tahun. Kadar protein pada beras giling sangat dipengaruhi oleh derajat sosoh dan kondisi tanah tempat beras ditanam. Beras yang tumbuh pada tanah yang kaya akan unsur nitrogen cenderung memiliki kadar protein yang tinggi (Juliano 1972). Di Indonesia, beras menyumbang 38% terhadap total kecukupan protein (Indrasari et al. 1997). Kadar Lemak Menurut Sudarmadji et al. (1997), lemak adalah suatu golongan senyawa yang bersifat tidak larut air tapi larut dalam pelarut organik. Pelarut yang umum digunakan untuk mengukur kadar lemak adalah heksana, dietil eter, dan petroleum eter. Metode pengukuran lemak yang digunakan pada analisis ini adalah metode Soxhlet. Berdasarkan hasil analisis (Tabel 7), dapat diketahui bahwa sampel yang dianalisis memiliki kadar lemak pada kisaran 0.5-0.9%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Widowati et al. (2008) dimana kadar lemak beras <1%. Menurut Juliano (1979), kadar lemak beras pecah kulit berkisar antara 2.4-3.9%, sedangkan pada beras giling berkisar antara 0.3-0.6%. Dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan (Direktorat Gizi 1995), kadar lemak beras rata-rata 0.7%. Penelitian yang dilakukan oleh Resureccion et al. (1979) pada beras pecah kulit IR 32 menemukan bahwa kadar lemak beras yang sudah mengalami penyosohan dan penggilingan hanyalah sekitar 17% dari total keseluruhan yang terdapat pada beras pecah kulit tersebut. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa kandungan lemak terbesar pada beras pecah kulit terdapat pada bagian dedak (51%). Kandungan lemak beras dipengaruhi oleh varietas, derajat kematangan biji, kondisi penanaman, dan metode ekstraksi lemak. Menurut Juliano (1972) asam lemak penyusun beras terutama adalah palmitat (16:0), oleat (18:1), dan linoleat (18:2). Perbedaan varietas memberikan perbedaan komponen asam lemak.
32
Kadar Karbohidrat Karbohidrat merupakan zat gizi utama yang terdapat pada beras. Karbohidrat dalam serealia termasuk beras sebagian besar terdapat dalam bentuk pati. Penentuan kadar karbohidrat dalam analisis proksimat dilakukan secara by difference. Total jumlah kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat beras adalah 100%. Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 7) dapat diketahui bahwa kadar karbohidrat sampel beras yang dianalisis berada pada kisaran 78-82%. Berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan, kadar karbohidrat beras berada pada kisaran 78%. Kadar Amilosa Kadar amilosa merupakan parameter utama yang sangat menentukan cooking and eating quality dari beras/nasi (Dipti et al. 2002). Pengukuran kadar amilosa pada beras dilakukan berdasarkan prinsip iodine-binding (pengikatan iodine) dimana amilosa akan berikatan dengan iodine pada pH rendah (4.5-4.8) menghasilkan kompleks berbentuk heliks yang berwarna biru. Intensitas warna biru ini kemudian diukur menggunakan spektrofotometer. Semakin tingi intensitas warna terukur, maka kadar amilosa akan semakin tinggi (Juliano 1979). Pengukuran kadar amilosa pada penelitian ini menggunakan metode Juliano (1971). Metode ini terdiri dari dua tahap yakni tahap pembuatan kurva standar dan tahap penetapan sampel. Pembuatan kurva standar dilakukan menggunakan amilosa murni. Persamaan regresi yang dihasilkan adalah # 0.250( 0.004 (R=0.999) Kurva standar yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2. 0.600 y = 0.250x + 0.004 R² = 0.999
Absorbansi
0.500
0.509
0.400
0.403 0.305
0.300 0.206
0.200 0.106
0.100 0.000 0
0.5
1
1.5
2
Konsentrasi (mg) Gambar 2 Kurva standar amilosa
2.5
33
Kurva standar tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar amilosa sampel. Berikut adalah tabel yang menunjukkan hasil pengukuran kadar amilosa terhadap enam sampel beras. Tabel 8 Hasil analisis kadar amilosa enam varietas beras Varietas Kadar Amilosa (%) d Ciherang 22.74 f Inpara 3 28.60 c Inpari 1 22.18 b Inpari 2 19.03 a Inpari 6 Jete 18.87 e IR 42 26.92 Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada Uji Duncan (P>0.05) *Hasil rata-rata dari 4 ulangan
Berdasarkan hasil uji pada Tabel 8, dapat diketahui bahwa kadar amilosa yang diteliti berkisar antara 18.87% (Inpari 6 Jete) sampai 28.60% (Inpara 3). Berdasarkan hasil analisis variansi (ANOVA), diketahui bahwa perbedaan kadar amilosa dari 6 varietas beras berbeda nyata. Hasil uji lanjut Duncan menujukkan semua varietas berbeda nyata pada taraf 5% dengan varietas lainnya. Menurut Juliano (1994), perbedaan kadar amilosa beras dipengaruhi oleh varietas, suhu udara lokasi penanaman, dan kadar N dalam tanah. Berdasarkan kadar amilosanya (Khush & Cruz 2000) beras dapat dikelompokkan menjadi: beras beramilosa rendah (18.87-19.03%), yaitu varietas Inpari 6 Jete dan Inpari 2; amilosa sedang (22.18-22.74%), yaitu varietas Inpari 1 dan Ciherang; dan amilosa tinggi (26.92-28.20%), yaitu varietas IR42 dan Inpara3. Daya Cerna Pati in vitro Karbohidrat dari pati yang akan diserap oleh tubuh harus diubah terlebih dahulu menjadi komponen-komponen penyusunnya yaitu glukosa. Enzim yang dibutuhkan untuk melakukan tugas tersebut adalah α-amilase yang dihasilkan oleh kelenjar saliva dan pankreas. Namun, enzim α-amilase yang berasal dari kelenjar saliva akan diinaktivasi oleh pH rendah dalam lambung sehingga tidak terlalu berperan dalam proses pencernaan pati. Enzim α-amilase yang berasal dari pankreas akan berperan memecah pati pada usus halus dengan bantuan dari enzim glukoamilase dan α-dextrinase. Selain itu, pada bagian ini juga akan
34
terjadi pemecahan disakarida menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase (Bernard 2005). Daya cerna pati merupakan kemampuan pati yang dapat dicerna dan diserap di dalam tubuh. Daya cerna pati pada penelitian ini dianalisis menggunakan spektrofotometer. Daya cerna pati (in vitro) ditentukan dengan menghitung jumlah maltosa yang terbentuk akibat hidrolisa pati oleh enzim αamilase. Hasil analisis daya cerna pati in vitro dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil analisis daya cerna pati enam varietas beras Daya Cerna Pati (%)* Varietas b Ciherang 82.92 b Inpara 3 83.20 b Inpari 1 83.61 c Inpari 2 85.07 d Inpari 6 Jete 86.36 a IR 42 75.92 Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada Uji Duncan (P>0.05) *Hasil rata-rata dari 4 ulangan
Daya cerna pati in vitro beras yang diteliti berada pada kisaran 75-86%. Kandungan pati dan amilosa berpengaruh terhadap daya cerna pati. Masih terdapat perbedaan pendapat diantara ilmuwan mengenai kandungan pati dan amilosa kaitannya dengan kecepatan daya cerna pati. Sebagian ilmuwan berpendapat bahwa amilosa dicerna lebih lambat dibandingkan amilopektin (Powell et al. 2002).
Hal ini dikarenakan amilosa merupakan polimer gula
sederhana dengan rantai lurus tidak bercabang. Rantai lurus yang menyusun amilosa ini menyebabkan ikatan yang solid sehingga tidak mudah tergelatinisasi. Oleh karena itu, amilosa lebih sulit dicerna dibandingkan amilopektin yang memiliki struktur bercabang dan terbuka. Jika dilihat dari mekanisme kerja enzimatis, amilosa dapat dihidrolisis hanya dengan saru enzim saja yaitu α-amilase sedangkan amilopektin memerlukan dua jenis enzm. yakni α-amilase dan α-(1-6) glukosidase karena mempunyai rantai cabang. Selain itu, berat molekul amilopektin lebih besar dibandingkan amilosa sehingga berdasarkan pertimbangan ini maka amilopektin memerlukan waktu yang lebih lama untuk dicerna dibandingkan dengan amilosa (Lehninger 1982).
35
Sifat Fisikokimia Beras Uji Amilografi Uji amilografi digunakan untuk melihat sifat dari gelatinisasi pati beras yang diteliti (sifat pati). Beberapa parameter yang diamati antara lain suhu gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi (pada saat granula pati pecah), viskositas pada suhu 50oC, dan viskositas balik. Suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat kurva mulai menaik. sedangkan suhu puncak gelatinisasi diukur pada saat puncak maksimum viskositas tercapai. Viskositas maksimum adalah besarnya viskositas pada saat titik puncak gelatinisasi. Hasil analisis amilografi enam varietas beras dapat dilihat pada Tabel 10.
Sampel Ciherang
Tabel 10 Data amilografi beberapa varietas beras Suhu Gelatinisasi Granula Pati Pecah Viskositas Waktu Waktu Suhu °C Suhu °C Visk. Cp 50°C cp Balik cp (Menit) (menit) 13
78.5
20
93.7
3456.00
6316.80
2860.80
Inpara 3
12
75.2
20
94.3
2675.20
4729.60
2054.40
Inpari 1
14
80.3
19
93.8
3244.80
5356.80
2112.00
Inpari 2
13
78.4
19
93.7
2982.40
4307.20
1324.80
Inpari 6 Jete
11
68.9
21
94.1
3366.40
5696.00
2329.60
IR42
12
74.8
-
-
-
-
-
suhu
dimana
granula
Suhu
gelatinisasi
merupakan
pati
mulai
mengembang secara irreversible dalam air panas bersama dengan hilangnya bentuk kristal pati. Berdasarkan Tabel 10, suhu gelatinisasi beras yang diamati berkisar antara 68.9-80.3OC. Berdasarkan suhu gelatinisasinya, beras dapat digolongkan menjadi tiga jenis yaitu beras dengan suhu gelatinisasi rendah (55-69oC), suhu gelatinisasi sedang (70-74OC), dan suhu gelatinisasi tinggi (>74OC) (Khush & Cruz 2000). Oleh karena itu, berdasarkan suhu gelatinisasinya, sampel beras yang dianalisis dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1) suhu gelatinisasi rendah: Inpari 6 Jete; dan 2) suhu gelatinisasi tinggi: IR 42, Inpara 3, Inpari 1, Ciherang, dan Inpari 2. Menurut Juliano (1972), suhu gelatinisasi berpengaruh terhadap lama pemasakan. Beras yang memiliki suhu gelatinisasi tinggi membutuhkan waktu pemasakan yang lebih lama daripada beras dengan suhu gelatinisasi rendah.
36
Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa Inpari 6 Jete memiliki waktu pemasakan yang paling singkat dibandingkan dengan lima varietas lainnya. Berdasarkan hasil analisis (Tabel 10), viskositas maksimum beras yang dianalisis berkisar antara 2675.20 - 3366.40 cP. Viskositas yang tinggi menunjukkan kemampuan granula pati dalam menyerap air juga tinggi. Tabel 10 juga menunjukkan bahwa viskositas maksimum IR42 tidak terukur. Suhu viskositas maksimum yang tidak terukur diduga karena suhu maksimum viskositas beras tersebut lebih besar dari 93OC. Karena setelah suhu 93OC tercapai maka amilograf akan mempertahankan suhu ini selama 20 menit. Akibatnya, varietas beras yang memiliki suhu viskositas maksimum lebih dari 93OC tidak akan memiliki puncak pada kurva dan suhunya tidak dapat terukur (Agrasasmita 2008). Viskositas balik mencerminkan tingkat kemampuan assosiasi atau retrogradasi molekul pati (amilosa beras) pada proses pendinginan. Sifat ini penting untuk mengetahui apakah nasi/produk pada suhu kamar atau setelah dingin akan mengembang (mekar) atau menyusut volumenya. Viskositas balik pasta pati diukur berdasarkan selisih antara viskositas dingin (pada 500C) dengan viskositas puncak pasta. Berdasakan hasil analisis (Tabel 10), dapat diketahui viskositas balik dari sampel yang dianalisis berkisar antara 1324.80 – 2860.80 cP. Viskositas balik tertinggi dimiliki oleh Ciherang. Sedangkan terendah dimiliki oleh Inpari 2. Viskositas balik IR42 tidak dapat terdeteksi karena viskositas puncak IR42 tidak terbaca. Uji Konsistensi Gel Pati di dalam butiran beras yang dimasak akan mengembang dan membentuk gel yang kental. Konsistensi gel berkorelasi positif dengan kekerasan (tekstur) nasi (Tabel 11). Tabel 11 menunjukkan bahwa konsistensi gel bervariasi tiap varietas. Konsistensi gel enam varietas yang diuji berkisar antara 32.25 – 86.25 mm. Panjang lelehan gel tertinggi dimiliki oleh varietas Ciherang, yaitu sebesar 86.25 mm (tipe konsistensi gel lunak). Hal ini menunjukkan bahwa Ciherang memiliki tekstur nasi empuk sedangkan panjang lelehan terendah dimiliki oleh varietas IR42 mm (tipe konsistensi gel keras).sehingga IR 42 memiliki tekstur nasi sangat remah.
37
Hasil uji ANOVA pada konsistensi gel menunjukkan bahwa IR 42 tidak berbeda nyata dengan Inpara 3 (keras), serupa dengan Inpari 1 dengan Inpari Jete yang tidak berbeda nyata (sedang). Ciherang dan Inpari 2 berbeda dengan semua varietas lainnya. Tabel 11 Uji konsistensi gel enam varietas beras Panjang Gel (mm)* Tipe Konsistensi Gel Tekstur Nasi Varietas d Ciherang 86.25 Lunak Empuk a Inpara 3 38.25 Keras Sangat Remah b Sedang Remah Inpari 1 50.50 c Inpari 2 70.50 Lunak Empuk b Sedang Remah Inpari 6 Jete 52.00 a IR42 32.25 Keras Sangat Remah Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada Uji Duncan (P>0.05) *Hasil rata-rata dari 4 ulangan
Berdasarkan penelitian Suismono et al. (2003) sebagian besar beras Indonesia mempunyai nilai konsistensi gel 40 sampai 60 mm (nasi bertekstur sedang) dan sebagian lagi memiliki konsistensi gel lebih dari 60 mm (bertekstur lunak). Berdasarkan konsistensi gelnya. maka sampel beras yang dianalisis sebagian bertekstur lunak sampai sedang dan sebagian bertekstur keras. Faktor yang mempengaruhi konsistensi gel selain sifat genetik varietas adalah penyimpanan. Penyimpanan pada beras akan menunjukkan perubahan konsistensi gel dari pasta tepung. Rentang nilai gelnya diindikasikan menurun dan terjadi pengerasan gel bilamana beras disimpan beberapa bulan (Haryadi 2008). Selain itu, menurut Perez (1979), tingkat penggilingan berpengaruh terhadap konsistensi gel. Oleh sebab itu, sampel yang akan diukur tingkat konsistensi gelnya harus digiling pada tingkat penggilingan yang sama. Nisbah Penyerapan Air (NPA) Nisbah penyerapan air merupakan banyaknya air yang terserap pada saat penanakan. Penyerapan air berbeda-beda untuk setiap varietas beras dan menentukan kualitas dari nasi yang ditanak serta kepulenan nasinya. Nilai penyerapan air diperoleh dari perbandingan berat nasi dengan berat beras awal. Hasil analisis NPA dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 12 menunjukkan bahwa nisbah penyerapan air sampel yang dianalisis berada pada kisaran ± 2. Nisbah penyerapan air tertinggi sama-sama dimiliki oleh varietas IR42 dan Inpara3 (2.38). Sedangkan terendah dimiliki oleh varietas Inpari 6 Jete (2.09). Menurut Suismono et al. (2003) rata-rata nisbah
38
penyerapan air dari beras di Indonesia adalah 2.5 kali. Tabel 11 juga menunjukkan bahwa varietas yang diteliti tidak berbeda nyata antara satu dan lainya. Tabel 12 Nisbah penyerapan air dan pengembangan volume enam varietas beras Varietas NPA* NPV* a a Ciherang 2.22 3.48 a a Inpara 3 2.38 3.67 a a Inpari 1 2.34 3.51 a a Inpari 2 2.10 3.39 a a Inpari 6 Jete 2.09 3.33 a a IR42 2.38 3.65 Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada Uji Duncan (P>0.05)
*Hasil rata-rata dari 4 ulangan Nisbah Pengembangan Volume (NPV) Pengembangan volume nasi merupakan penambahan volume yang disebabkan penyerapan air oleh beras selama pemasakan dimana air membentuk hidrat yaitu air yang terikat yang sulit diuapkan setelah pemanasan berikatan dengan senyawa yang mengalami asosiasi. Jika suspensi pati dalam air dipanaskan, maka air akan menembus lapisan luar granula. Saat suhu meningkat, granula tersebut mulai menggelembung hingga volumenya menjadi lima kali lipat volume semula (Agrasasmita 2008). Tabel 12 menunjukkan hasil nisbah pengembangan volume untuk enam varietas beras yang dianalisis. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa nisbah pengembangan volume dari sampel beras yang dianalisis berada pada kisaran ±3. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suismono et al. (2003), yang menyatakan bahwa rasio pengembangan volume dari beras yang ada di Indonesia rata-rata 3.5 kali dari volume berasnya. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa nisbah pengembangan volume terbesar dimiliki oleh varietas Inpara 3, yaitu sebesar 3.67 sedangkan varietas Inpari 6 Jete memiliki nisbah pengembangan volume terendah, yaitu 3.33. Perbedaan nisbah pengembangan volume nasi disebabkan perbedaan kandungan amilosa beras. Selain itu, volume pengembangan nasi dapat disebabkan oleh perlakuan penggunaan alat masak dimana nasi yang dimasak dengan alat dandang volumenya lebih besar daripada nasi yang ditanak dengan rice cooker. Volume pengembangan yang lebih besar ini disebabkan karena
39
setelah diaron, nasi yang ditanak dengan dandang dapat mengembang lagi pada waktu dikukus, sedangkan pada rice cooker tidak. Sifat Organoleptik Uji Skoring Menurut Soekarto (1985), uji skoring merupakan salah satu pengujian yang termasuk kedalam uji skalar. Uji skoring disebut juga uji pemberian skor. Pemberian skor adalah memberikan angka nilai atau menetapkan nilai mutu sensorik terhadap bahan yang diuji pada jenjang mutu atau skala hedonik. Tingkat skala mutu ini dapat dinyatakan dalam ungkapan-ungkapan skala mutu yang telah baku. Parameter yang diamati pada uji skoring pada penelitian ini antara lain warna, kilap, aroma, dan tekstur/kepulenan beras setelah dimasak. Berikut adalah tabel yang menunjukkan frekuensi distribusi terhadap uji skoring pada paremeter warna. Tabel 13 Mutu sensori/organoleptik skoring nasi Varietas Ciherang Inpara 3 Inpari 1 Inpari 2 Inpari 6 Jete IR42
Skor Uji Organoleptik *) Warna Kilap Aroma Kepulenan 3.5 2.7 3.1 3.4 4.0 3.0 2.4 2.3 4.3 3.5 2.6 3.3 3.7 3.9 3.6 2.4 3.8 3.5 2.6 3.6 2.5 2.2 1.8 4.1
*) skor warna : 5= sangat putih, 4=putih, 3= agak putih, 2 = kusam, 1= sangat kusam skor kilap : 5 = sangat berkilap, 4= berkilap, 3= agak berkilap, 2= kusam, 1= sangat kusam skor aroma : 5 = sangat wangi, 4= wangi, 3= agak wangi, 2 = netral, 1=bau tidak enak skor kepulenan: 5= sangat pulen, 4=pulen, 3= sedang, 2 = pera, 1 = sangat pera
Berdasarkan hasil uji organoleptik dengan uji skoring atribut warna nasi terhadap 30 panelis, dapat diketahui seluruh sampel yang diuji memiliki warna putih. Skor tertinggi dimiliki oleh varietas Inpari1 (skor=4.3) sedangkan varietas Ciherang memiliki skor warna yang paling rendah (skor=3.5). Setengah dari jumlah panelis yang ada menilai varietas Ciherang memiliki warna agak putih. Menurut Haryadi (2008), warna nasi dipengaruhi oleh derajat sosoh, kandungan amilosa dan perubahan-perubahan selama penyimpanan beras. Derajat sosoh yang tinggi mengakibatkan semakin banyak kulit ari yang terlepas sehingga warna beras menjadi lebih putih.
40
Sifat
organoleptik
berikutnya
yang
diamati
adalah
kilap
beras.
Berdasarkan hasil uji organoleptik atribut kilap nasi dengan uji skoring terhadap 30 panelis (Tabel 13), nasi yang paling berkilap adalah varietas Inpari2 (skor=3.4) dan yang paling kusam (skor terendah) adalah varietas IR42 (skor=2.5). Menurut Haryadi (2008), nilai kilap berhubungan dengan kelekatan nasi yaitu kemampuan butir-butir nasi untuk saling melekat. Kelekatan nasi ditunjukkan oleh perbandingan kandungan amilopektin dengan amilosa beras. Beras yang mengandung amilosa rendah (<19%) nasinya lebih lengket dan kilapnya tinggi daripada beras yang memiliki kandungan amilosa tinggi. Hasil uji organoleptik skoring terhadap enam varietas beras (Tabel 13) pada parameter aroma menunjukkan seluruh sampel memiliki aroma agak wangi sampai netral. Skor tertinggi dimiliki oleh varietas Ciherang (skor=2.7) sedangkan terendah dimiliki oleh IR 42 (skor 2.2). Menurut Juliano (1994) aroma nasi dipengaruhi oleh varietas padinya. Selain dipengaruhi oleh varietas, aroma nasi juga dipengaruhi oleh lama penyimpanan. Beras yang tidak disosoh 100% akan berbau tidak enak (apek) setelah disimpan dalam waktu yang lama. Perubahan aroma selama penyimpanan lebih cepat daripada perubahan warnanya. Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kemunduran aroma adalah proses pengemasan yang baik yaitu digunakan jenis pengemas yang tidak memiliki tingkat porositas yang tinggi, suhu dan waktu penyimpanan, pemilihan jenis pelarut dalam proses ekstraksi, dan tingkat kepolaran. Aroma pada beras dapat bertahan dengan dilakukan coating (pelapisan) dengan menggunakan maltodekstrin (Haryadi 2008). Parameter
terakhir
yang
diuji
adalah
tekstur/kepulenan.
Tekstur
merupakan ciri sensori utama nasi yang menentukan tingkat penerimaan konsumen (Bergman et al. 2004). Hasil uji skoring terhadap enam sampel nasi dari 30 panelis (Tabel 13), menunjukkan bahwa varietas Inpari2 memiliki tingkat kepulenan yang paling tinggi dibandingkan dengan lima sampel lainnya (skor=3.9).
Varietas
yang
memiliki
tingkat
kepulenan
terendah
(pera)
berdasarkan uji skoring adalah varietas IR 42 dengan skor 1.8. Uji Hedonik Uji hedonik dalam penelitian ini dilakukan untuk menguji kesukaan panelis terhadap sampel yang diuji. Seperti pada uji skoring, jumlah panelis yang
41
menguji sebanyak 30 orang. Parameter yang diamati adalah penerimaan umum panelis terhadap sampel yang diberikan. Berikut adalah tabel yang menunjukkan hasil uji organoleptik hedonik terhadap enam sampel beras yang diuji. Tabel 14 Frekuensi distribusi dan skor organoleptik uji hedonik Penerimaan Umum (%) Varietas
Sangat Suka
Suka
Agak Suka
Biasa
Agak Tidak Suka
Tidak Suka
Skor Organoleptik*
Ciherang
6.7
40.0
16.7
20.0
16.7
0.0
4.0
Inpara 3
0.0
6.7
13.3
20.0
23.3
36.7
2.3
Inpari 1
3.3
36.7
23.3
23.3
13.3
0.0
3.9
Inpari 2
20.0
26.7
23.3
10.0
16.7
3.3
4.1
Inpari6Jete
3.3
43.3
30.0
16.7
3.3
3.3
4.2
IR 42
3.3
3.3
3.3
10.0
20.0
60.0
1.8
*) 6=sangat suka ; 5=suka; 4=agak suka; 3=biasa; 2=agak tidak suka; 1=tidak suka
Berdasarkan hasil uji hedonik terhadap enam sampel beras yang diujikan (Tabel 14), dapat diketahui varietas Inpari 6 Jete merupakan varietas yang paling disukai daripada varietas lainnya. Varietas Inpari 6 Jete memiliki skor organoleptik tertinggi (4.2) dimana sebanyak 3.33% panelis menyatakan sangat suka, 43.3% suka; 30.0% agak suka; 16.7% biasa; 3.3% agak tidak suka dan 3.3% panelis menyatakan tidak suka. Tabel 13 juga menunjukkan bahwa varietas IR42 merupakan sampel yang paling tidak disukai (skor=1.8). Hal ini dibuktikan lebih dari setengah dari jumlah panelis yang ada (60%) menyatakan tidak suka terhadap sampel ini. Tingkat kesukaan panelis terhadap beras yang diujikan diduga lebih disebabkan dari tingkat kepulenan nasi. Inpari 6 Jete merupakan nasi pulen, sedangkan IR42 merupakan nasi pera. Menurut Indrasari et al. (2008) beras beramilosa tinggi mempunyai tekstur pera dengan rasa nasi yang kurang enak. Uji Ranking Panelis pada uji ranking diminta mengurutkan contoh-contoh yang diuji berdasarkan perbedaan tingkat aroma/wangi nasi beras dengan memberikan nomor urut. Panelis yang digunakan pada uji ini sebanyak 30 panelis semi terlatih. Contoh yang paling wangi diberikan nomor urut tertinggi (nilai 1) seterusnya hingga contoh yang kurang/tidak wangi diberi nomor urut terendah. Tabel 15 menunjukkan frekuensi distribusi dan skor organoleptik uji ranking.
42
Tabel 15 Frekuensi distribusi dan skor organoleptik uji ranking Ranking (%) Varietas Skor Organoleptik* 1 2 3 4 5 6 Ciherang 30.0 13.3 10.0 10.0 13.3 23.3 3.3 2.9 Inpara 3 6.7 10.0 30.0 26.7 23.3 3.3 Inpari 1 13.3 26.7 23.3 23.3 6.7 6.7 3.6 Inpari 2 13.3 20.0 13.3 10.0 33.3 10.0 3.0 4.6 Inpari 6 Jete 23.3 20.0 20.0 23.3 10.0 3.3 IR 42 13.3 10.0 3.3 6.7 13.3 53.3 3.6 *) 1=paling wangi; 6=paling tidak wangi/netral
Berdasarkan hasil uji ranking (Tabel 15) didapatkan hasil berturut-turut (mulai dari yang paling wangi hingga tidak wangi/netral) adalah Inpara 3 (2.9), Inpari 2 (3.0), Ciherang (3.3), Inpari 1 (3.6), IR42 (3.6), dan Inpari 6 jete (4.6). Ketika uji ini dilakukan, sebagian besar panelis sukar menentukan aroma dari sampel. Hal ini disebabkan karena sampel yang digunakan bukanlah beras aromatik. Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Seleksi Panelis Tahap seleksi panelis bertujuan mendapatkan panelis yang dapat membedakan rasa dasar dan aroma sederhana. Menurut Rahayu (2001), syarat umum untuk menjadi panelis terlatih adalah mempunyai perhatian dan minat terhadap pekerjaan ini, mampu menyediakan waktu khusus untuk pelatihan, serta mempunyai kepekaan yang dibutuhkan. Panelis yang terpilih adalah panelis yang memiliki kemampuan sensori yang baik yang kemudian dilatih menjadi panelis terlatih dan digunakan untuk melakukan pengujian pada atribut-atribut sensori nasi yang telah ditentukan. Jumlah kandidat panelis yang mengikuti seleksi awal berjumlah 36 orang. Seleksi yang dilakukan meliputi uji deskripsi rasa dasar, uji deskripsi aroma, dan uji segitiga baik uji segitiga rasa maupun aroma. Kriteria kelulusan yang digunakan adalah 60% jawaban benar untuk uji segitiga (rasa dan aroma) dan 80% jawaban benar untuk uji penentuan rasa dasar dan uji deskripsi aroma (Meilgaard et al. 1999). Jumlah panelis terlatih pada uji QDA sebanyak 8-12 orang (Setyaningsih et al. 2010; Meilgaard et al. 1999) dan umumnya semakin banyak panelis semakin baik karena variasi antar individu dapat diseimbangkan (Arkanti 2007). Tahap ini diperoleh 11 orang panelis, tetapi 2 panelis mengundurkan diri pada
43
saat akan melakukan tahap pelatihan. Oleh karena itu, total panelis yang mengikuti uji ini sampai akhir hanya 9 orang. Pelatihan Panelis Menurut Heymann et al. (1993) tahap pelatihan panelis bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan
panelis
dalam
mengenali,
membedakan,
mendeskripsikan, dan menguantifikasikan atribut sensori yang terdapat dalam suatu produk dengan menggunakan bahasa flavor yang telah disepakati bersama. Pelatihan ini meliputi beberapa tahap, yaitu pengenalan sistem indera yang bertanggung jawab untuk membedakan rasa dan aroma, pelatihan bahasa flavor, dan pelatihan pengenalan dan penilaian skala. Tahap pelatihan sistem indera hanya dilakukan kepada 3 orang panelis yang bukan berasal dari jurusan Ilmu Gizi karena panelis lainnya telah mendapatkannya pada kuliah. Setiap panelis pada tahap pelatihan bahasa flavour diperkenalkan kapada flavor-flavor tertentu yang kemungkinan dimiliki oleh sampel beras berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arkanti (2007). Flavor-flavor yang digunakan antara lain pandan, cereal, sweet, buttery, dan creamy. Atribut rasa yang dikenalkan antara lain manis, asam, asin, dan pahit. Selain itu dilakukan juga focus group discussion (FGD)
untuk menyamakan
konsep atribut sensori sehingga dapat dikomunikasikan antar panelis satu dengan lainnya seperti pada tahap penetapan terminologi atribut sensori (Stone & Sidel 2004). Tahap pelatihan dan pengenalan skala meliputi uji ranking dan uji segitiga. Uji ranking bertujuan melatih kemampuan panelis dalam mengenali dan mengurutkan sampel berdasarkan intensitasnya, sedangkan uji segitiga untuk melatih panelis dalam membedakan sampel berdasarkan kemiripannya (Arkanti 2007). Uji ranking menggunakan skala garis (unstructured scale). Pelatihan pengenalan dan pelatihan skala hanya dilakukan terhadap atribut aroma. Larutan standar aroma yang digunakan untuk pelatihan dapat dilihat pada Tabel 6. Atribut rasa tidak dilatihkan karena berdasarkan hasil uji segitiga rasa intensitas semua panelis menjawab benar dari sejumlah set yang disajikan. Kelemahan dari pelatihan ini adalah pelatihan dilakukan selama 3 minggu selama 2 hari sekali selain hari minggu sesuai dengan tingkat kejenuhan panelis. Seharusnya pelatihan yang ideal dilakukan setiap hari.
44
Penentuan Nilai Flavor Standar Penentuan nilai flavor standar dilakukan untuk menentukan konsentrasi larutan standar yang akan digunakan pada saat pengujian QDA. Tahap ini dilakukan tiga kali ulangan untuk melihat kekonsistenan panelis dalam menentukan skala. Persamaan yang diperoleh dalam penentuan nilai flavor standar aroma, sebagai berikut. Tabel 16 Persamaan dalam penentuan nilai flavor standar aroma SI PI Persamaan Atribut 25.47 50** Log SI=0.819LogPI + 0.029 Buttery 50.00 100** 2 R = 0.988 79.32 200** 19.74 10** LogSI = 0.608LogPI + 0.682 Cereal 50.00 50** 2 R = 0.997 81.37 100** 22.22 100* LogSI = 0.747LogPI - 0.150 Creamy 50.00 300* 2 R = 0.999 74.27 500* 17.95 10** LogSI = 0.453LogPI + 0.811 Pandan 50.00 75** 2 R = 0.989 67.95 100** 19.40 10** LogSI = 0.435LogPI + 0.860 50.00 75** Sweet 2 R = 0.995
70.17 100**
Keterangan: * µl + 2 ml PG; ** µl + 10 ml PG Tabel 17 Bahan-bahan yang digunakan sebagai flavor standar Atribut Buttery
Cereal
Creamy
Pandan
Sweet
SI 25 50 75 25 50 75 25 50 75 25 50 75 25 50 75
Bahan Diacetyl
Acetytl-2-thiazole
γ-nonalacton
Flavor pandan
γ-undecalacton
PI 46.77** 109.65** 177.83** 15.14** 46.77** 93.32** 117.49* 302.00* 512.86* 19.95** 91.20** 223.87** 15.49** 70.79** 173.78**
Keterangan: * µl + 2 ml PG; ** µl + 10 ml PG
Persamaan garis yang diperoleh untuk setiap aroma kemudian digunakan untuk menghitung konsentrasi yang diperlukan membuat flavor standar dengan
45
nilai SI masing-masing 25, 50, dan 75. Konsentrasi yang diperlukan untuk membuat flavor standard bagi masing-masing atribut dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 18 Persamaan dalam penentuan nilai flavor standar atribut rasa SI PI* Persamaan Atribut
Manis
Asin
13.33
2.00
33.33
5.00
Log SI=0.98LogPI + 0.836
66.67
10.00
R = 0.9993
100.00
16.00
16.67
0.20
33.33
0.35
LogSI = 1.42LogPI + 2.197
56.67
0.50
R = 0.9945
100.00
0.70
2
2
Keterangan: * dalam %
Penentuan nilai standar untuk atribut rasa manis dan asin didasarkan pada standar umum yang terdapat pada Meilgaard et al. (1999). Persamaan garis untuk atribut rasa dapat dilihat pada Tabel 18. Konsentrasi larutan standar rasa dasar yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Konsentrasi larutan standar rasa dasar Atribut SI Bahan PI* 10 1.49 Manis Sukrosa 25 3.79 10 0.14 Asin NaCl 25 0.27 Keterangan: * gram dalam 100 ml air mineral
Uji Quantitative Descriptive Analysis Panelis pada uji deskripsi sensori kuantitatif menggunakan metode QDA menilai intensitas atribut rasa dan aroma enam varietas beras dengan membandingkannya dengan standar yang nilainya telah ditentukan saat pelatihan panelis. Adanya standar dengan berbagai intensitas pada setiap atribut membantu panelis untuk menggunakan skala dan menyamakan konsep dengan panelis lainnya (Arkanti 2007). Nasi diuji dengan penyajian langsung setelah nasi dimasak. Aluminium foil digunakan untuk meminimalisir kehilangan aroma. Panelis mengalami kesulitan dalam menentukan aroma yang ada dalam sampel beras yang diujikan. Oleh karena itu, panelis menyiasati dengan mencoba mencampurkan masingmasing aroma standar dan mencocokkannya dengan nasi yang diuji, sedangkan
46
pada atribut rasa, panelis tidak kesulitan dalam memberikan penilaian. Tabel 20 menunjukkan hasil uji QDA untuk atribut aroma.
Tabel 20 Hasil uji QDA atribut aroma Aroma Varietas Buttery Cereal Creamy Pandan Ciherang 0.00 0.00 10.36 11.04 Inpara 3 0.00 9.10 8.64 8.56 Inpari 1 0.00 10.56 10.56 8.02 Inpari 2 8.85 7.96 0.00 5.56 0.00 11.18 0.00 10.29 Inpari 6 Jete IR 42 0.00 13.51 0.00 0.00
Sweety 10.77 13.19 0.00 0.00 0.00 18.79
Berdasarkan tabel 20, dapat diketahui bahwa aroma buttery hanya dimiliki oleh Inpari 2. Inpara 3 merupakan varietas yang hampir memiliki semua jenis aroma, kecuali buttery. Tabel 21 Hasil uji QDA atribut rasa Intensitas Rasa Varietas Manis Asin Ciherang 7.61 9.95 Inpara 3 7.89 4.25 Inpari 1 6.58 9.33 Inpari 2 6.58 8.71 Inpari 6 Jete 9.74 6.52 IR 42 4.94 3.36
Hasil uji QDA untuk rasa dapat dilihat pada Tabel 21. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa IR42 merupakan varietas dengan intensitas rasa manis dan asin terendah. Menurut Darmasetiawan (2004), selain atribut manis dan asin, beras juga memiliki rasa gurih. Secara umum, hasil uji QDA dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil uji Quantitative Descriptive Analysis (QDA) selanjutnya diolah menggunakan program PCA (Principle Component Analysis) untuk mereduksi gugus data peubah ganda yang besar menjadi gugus peubah yang lebih kecil atau gugus peubah baru yang lebih sedikit. PCA digunakan pada penelitian ini secara khusus untuk melihat pola atau pengelompokkan sampel beras berdasarkan aroma dan rasanya.
47
Buttery 20.00
asin
15.00
cereal
CIHERANG
10.00 INPARA3
5.00 INPARI1
0.00
manis
INPARI2
creamy
INPARI6 JETE IR42
sweety
pandan
Gambar 3 Karakteristik sifat sensori enam varietas beras
Total keragaman pada atribut aroma yang dapat dijelaskan disajikan pada Tabel 22 sedangkan untuk komponennya pada Tabel 23. Scatterplot dari dua komponen utama (PC 1 dan PC 2) disajikan pada Gambar 4. Tabel 22 Total keragaman yang dapat dijelaskan pada atribut aroma Initial Eigenvalues Total % of Variance Cumulative % 1 2.2229 44.5 44.5 2 1.5727 31.5 75.9 3 0.8038 16.1 92.0 4 0.3349 6.7 98.7 5 0.0657 1.3 100.0 Extraction method: Principle Component Analysis Component
Extraction Sums of Squared Loadings Total % of Variance Cumulative % 2.2229 44.5 44.5 1.5727 31.5 75.9 0.8038 16.1 92.0 0.3349 6.7 98.7 0.0657 1.3 100.0
Tabel 23 Komponen matrik(a) korelasi pada atribut aroma Variabel Buttery Cereal Creamy Pandan Sweety
PC1 0.227 0.522 -0.561 -0.589 0.119
Component PC2 PC3 PC4 0.631 -0.518 0.298 -0.116 0.645 0.271 -0.243 0.001 0.783 0.233 0.271 -0.431 -0.689 -0.492 -0.195
PC5 0.438 0.474 0.109 0.583 0.481
Extraction method: Principal Component Analysis (a) 5 component extracted
Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui nilai kumulatif terbesar (syarat nilai kumulatif minimal 70% maksimal berada pada PC 3 (Supranto 2004)) yaitu 92.0% yang berada di PC 3. Oleh karena itu, variabel yang paling berpengaruh terhadap pengelompokan terdapat pada PC 3. Berdasarkan Tabel 23, dapat diketahui bahwa komponen yang paling berpengaruh terhadap pengelompokan
48
varietas beras berdasarkan aroma adalah variabel/aroma cereal. Hal ini dibuktikan dengan nilai PC yang paling besar. Gambar 4 menerangkan hubungan aroma antar varietas beras yang diuji. Gambar tersebut mengelompokkan Inpari 2 dan Inpari 6 Jete pada satu kelompok dengan aroma buttery sebagai penciri. Varietas Ciherang dan Inpara 3 juga terletak pada satu kelompok dengan penciri aroma creamy sedangkan varietas Inpari 1 dan IR42 masing-masing berada pada kelompok tersendiri. Inpari 1 dicirikan aroma pandan sedangkan IR42 dicirikan dengan aroma cereal dan sweety.
2 Inpari 2
Buttery
Dimensi 2 (75.9%)
1 pandan
Inpari 1
Inpari 6 Jete
0
cereal creamy
Ciherang sweety
-1
Inpara 3
IR42
-2 -2
-1
0 Dimensi 1 (44.5%)
1
2
Gambar 4 Scatterplot dari dua komponen utama pada atribut aroma
Hasil uji QDA untuk rasa juga dianalisis menggunakan PCA. Total keragaman pada atribut rasa yang dapat dijelaskan disajikan pada Tabel 24 sedangkan untuk komponen rasa pada Tabel 25. Scatterplot dari dua komponen utama (PC 1 dan PC 2) disajikan pada Gambar 5. Tabel 24 Total keragaman yang dapat dijelaskan pada atribut rasa Component 1 2
Total 1.1715 0.8285
Initial Eigenvalues % of Variance Cumulative % 58.6 58.6 41.4 100.0
Extraction method: Principle Component Analysis
Extraction Sums of Squared Loadings Total % of Variance Cumulative % 1.1715 58.6 58.6 0.8285 41.4 100.0
49
(a)
Tabel 25 Komponen matrik korelasi pada atribut rasa Component Variabel PC1 PC2 Manis 0.707 0.707 Asin 0.707 -0.707 Extraction method: Principal Component Analysis a 5 component extracted
Berdasarkan tabel 24 dan 25, dapat diketahui bahwa variabel manis dan asin memiliki nilai yang sama besar. Oleh karena itu, dapat dikatakan atribut manis dan asin tidak berpengaruh dalam pembagian kelompok varietas beras berdasarkan rasa.
1,5 INPARI6JETE INPARA3
Dimensi 2 (100%)
1,0
0,5
0,0
IR42
-0,5
CIHERANG INPARI2 INPARI1
-1,0 -2,0
-1,5
-1,0
-0,5 0,0 Dimensi 1 (58.6%)
0,5
1,0
Gambar 5 Scatterplot dari dua komponen utama pada atribut rasa
Gambar 5 menunjukkan pembagian kelompok beras berdasarkan rasa manis dan asin nasi. Berdasarkan gambar tersebut, dapat diketahui bahwa varietas Inpari 2, Inpari 1, dan Ciherang merupakan satu kelompok sedangkan IR42, Inpara 3, dan Inpari 6 Jete terletak pada kuadran yang saling terpisah. Korelasi Antar Variabel Korelasi Antar Sifat Fisikokimia Korelasi antar sifat fisikokimia dapat dilihat pada Tabel 26. Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa kadar amilosa berbanding terbalik dengan konsistensi gel (r = -0.766; p<0.01). Semakin tinggi kadar amilosa maka nilai konsistensi gel akan semakin rendah. Tabel 26 juga menunjukkan bahwa kadar
50
amilosa memiliki hubungan signifikan negatif dengan daya cerna pati (r = -0.663; p<0.01). Semakin tinggi kadar amilosa, maka penyerapan pati dalam tubuh akan semakin rendah. Menurut Behall & Hallfrich (2002), amilosa berstruktur linear mempunyai ikatan hidrogen yang lebih kuat dibandingkan dengan amilopektin, sehingga lebih sukar dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Menurut Rohman (1997), sifat fisikokimia yang nyata mempengaruhi pengembangan volume nasi adalah amilosa. Semakin tinggi kadar amilosa beras, maka tingkat pengembangan beras menjadi semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dimana kadar amilosa berbanding lurus/positif dengan nisbah pengembangan volume (NPV) (r = 0.430; p<0.05). Oleh karena itu, semakin tinggi kadar amilosa maka nisbah pengembangan volumenya akan semakin besar. Winarno (2008) mengemukakan bahwa kemampuan pati yang tinggi dalam menyerap air disebabkan jumlah gugus hidroksil didalam molekul pati sangat besar. Semakin tinggi kadar amilosa semakin tinggi daya serap air. Pada kadar amilosa tinggi yang terjadi akan cepat meningkat sehingga daya serap air yang dihasilkan akan tinggi. Beras dengan kandungan amilosa yang tinggi cenderung menyerap air lebih banyak bila ditanak dan mengembang lebih besar sehingga warnanya lebih putih, biasanya digunakan untuk membuat bihun (Haryadi 2008). Perbedaan jumlah penyerapan air beberapa varietas beras karena adanya perbedaan kadar amilosa. Hal ini menyebabkan perbedaan gugus aktifnya. Terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar amilosa maka semakin tinggi jumlah penyerapan airnya. Peristiwa ini terjadi karena amilosa mempunyai gugus hidroksil yang bersifat polar sehingga amilosa bersifat hidrofilik dan mempunyai afinitas yang cukup besar terhadap air. Hal ini menyebabkan kemampuan daya serap air meningkat serta memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar karena jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, sehingga kemampuan menyerap air semakin besar (Juliano 1979). Menurut Yadav et al. (2007) dan Danbaba et al. (2011) studi korelasi antara karakteristik fisikokimia dan mutu tanak menunjukkan hubungan signifikan positif antara kadar amilosa dan penyerapan air. Akan tetapi pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kadar amilosa dan penyerapan air. Hal ini disebabkan karena nilai nisbah penyerapan air antara satu varietas
51
dan varietas lainnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Tabel 26 juga menunjukkan bahwa konsistensi gel berbanding lurus dengan daya cerna pati (r = 0.419; p<0.05). Korelasi Antara Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Hasil korelasi antara sifat fisikokimia dan organoleptik dapat diamati pada Tabel 26. Apabila dibandingkan dengan sifat organoleptik nasi, dapat diketahui bahwa kadar amilosa memiliki hubungan signifikan positif dengan warna nasi (r = 0.752; p<0.01), tetapi berbanding terbalik dengan kilap (r = -0.805; p<0.01), aroma (r = -0.502; p<0.05) dan kepulenan (r = -0.929; p<0.01). Oleh karena itu, dengan kata lain semakin tinggi kadar amilosa, maka warna nasi akan semakin putih, tetapi nasi semakin tidak berkilap, aroma tidak terasa dan pera. Kadar amilosa berbanding terbalik dengan kepulenan beras sejalan dengan Haryadi (2008). Menurut Haryadi (2008) beras dengan kandungan amilosa tinggi menghasilkan nasi pera dan kering, sebaliknya beras dengan kandungan amilosa rendah menghasilkan nasi yang lengket dan lunak. Kadar amilosa yang berkorelasi positif dengan warna nasi dan berkorelasi negatif dengan kilap nasi pada penelitian sejalan dengan Juliano (1994) yang menyatakan bahwa nilai warna beras berkorelasi positif dengan kandungan amilosanya. Beras dengan kandungan amilosa yang tinggi cenderung menyerap air lebih banyak bila ditanak dan mengembang lebih besar sehingga warnanya menjadi lebih putih dan kurang berkilap. Menurut Haryadi (2008), nilai kilap berhubungan dengan kelekatan nasi yaitu kemampuan butir-butir nasi untuk saling melekat. Kelekatan nasi ditunjukkan oleh perbandingan kandungan amilopektin dengan amilosa beras. Beras yang mengandung amilosa rendah (<19%) nasinya lebih lengket dan kilapnya lebih tinggi daripada beras yang memiliki kandungan amilosa tinggi Kadar amilosa memiliki hubungan signifikan negatif dengan aroma nasi (Tabel 26). Hal tersebut sejalan dengan Juliano (1994) yang menyatakan bahwa beras yang mengandung amilosa sedang mempunyai nilai aroma nasi yang lebih tinggi daripada beras yang beramilosa tinggi. Berdasarkan Tabel 26 juga dapat diketahui bahwa konsistensi gel berbanding lurus dengan daya cerna pati (r = 0.419; p<0.05). Sedangkan bila dibandingkan dengan sifat organoleptik nasi, konsistensi gel berkorelasi positif dengan kilap (r = 0.492; p<0.05), aroma (r = 0.674; p<0.01), dan kepulenan (r =
52
0.701; p<0.01) tetapi berkorelasi negatif dengan warna nasi (r = - 0.755; p<0.01). Hal ini dipengaruhi oleh kadar amilosa yang berbeda dan kadar amilosa berkorelasi signifikan dengan sifat fisikokimia yang lain. Berdasarkan
penelitian
ini
juga
dapat
diketahui
bahwa
nisbah
pengembangan volume memiliki hubungan signifikan negatif dengan kepulenan (r = -0.437; p<0.05). Oleh karena itu, semakin tinggi pengembangan volume beras selama proses pemasakan menjadi nasi, maka nasi akan semakin pera. Daya cerna pati memiliki hubungan signifikan positif dengan kilap (r = 0.862; p<0.01), aroma (r = 0.617; p<0.01) dan kepulenan nasi (r = 0.822; p<0.01) tetapi memiliki hubungan signifikan negatif dengan warna nasi (r = -0.451; p<0.05). Korelasi Antar Sifat Organoleptik Korelasi antar sifat organoleptik dapat diamati pada Tabel 26. Tabel 26 menunjukkan bahwa warna nasi berbanding terbalik dengan aroma (r = -0.429; p<0.05)
dan kepulenan nasi (r= -0.557; p<0.01).
Sementara kilap nasi
berkorelasi positif dengan aroma (r = 0.468; p<0.05) dan kepulenan nasi (r = 0.939; p<0.01) sedangkan aroma berkorelasi signifikan positif dengan tingkat kepulenan nasi (r = 0.648; p<0.01). Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa hampir semua sifat organoleptik yang diamati memiliki hubungan yang signifikan dengan sifat fisikokimia. Hal ini menunjukkan bahwa sifat organoleptik yang diamati (warna, kilap, aroma, dan kepulenan) memiliki hubungan dengan kadar amilosa, sementara kadar amilosa memiliki hubungan dengan sifat fisikokimia lainnya.
Tabel 26 Korelasi antar variabel yang dianalisis X
Y Sifat Fisikokimia Amilosa Konsistensi Gel NPA NPV Daya Cerna Pati Sifat Organoleptik Warna Kilap Aroma Kepulenan
Amilosa Konsistensi Gel
1.00 -0.766** 0.383 0.430* -0.663**
1.00 -0.328 -0.274 0.419*
0.752** -0.805** -0.502* -0.929**
-0.755** 0.492* 0.674** 0.701**
Keterangan : * korelasi kuat (p<0,05)
NPA
NPV
Daya Cerna Pati
1.00 -0.020 -0.260
1.00 -0.375
1.00
0.307 0.269 -0.292 -0.390 -0.156 -0.249 -0.336 -0.437*
-0.451* 0.862** 0.617** 0.822**
**korelasi sangat kuat (p<0,01)
Warna
Kilap
Aroma
1.00 -0.356 1.00 -0.429* 0.468* 1.00 -0.557** 0.939** 0.648**
Kepulenan
1.00
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil analisis proksimat enam varietas beras (Ciherang, Inpara 3, Inpari 1, Inpari 2, Inpari 6 jete, dan IR 42) menunjukkan kadar air sampel berkisar antara 9.42-12.00%bb, kadar abu 0.41-0.55%bk, kadar protein 7.49-8.09%bk, kadar lemak 0.50-0.91%bk, dan karbohidrat berkisar 78.70-81.68%. Uji kadar amilosa menunjukkan varietas Inpari 6 Jete dan Inpari 2 merupakan beras beramilosa rendah (sangat pulen); Inpari 1 dan Ciherang merupakan beras beramilosa sedang (pulen); dan IR42 dan Inpara 3 merupakan beras beramilosa tinggi (pera). Daya cerna pati enam varietas beras berkisar antara 75.92% (IR42) hingga 86.36% (Inpari 6 Jete). Berdasarkan
suhu
gelatinisasi,
beras
yang
dianalisis
dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1) suhu gelatinisasi rendah: Inpari 6 Jete; dan 2) suhu gelatinisasi tinggi: IR 42, Inpara 3, Inpari 1, Ciherang, dan Inpari 2. Viskositas maksimum enam varietas beras berkisar antara 2675.20 hingga 3366.40 cP. Viskositas maksimum IR42 tidak terukur. Viskositas balik dari sampel yang dianalisis berkisar antara 1324.80 – 2860.80 cP. Viskositas balik IR42 tidak dapat terdeteksi karena viskositas puncak IR42 tidak terbaca. Berdasarkan uji konsistensi gel, diketahui Ciherang dan Inpari 2 bertekstur nasi empuk, Inpari 1 dan Inpari 6 Jete remah, sedangkan Inpara 3 dan IR42 sangat remah. NPA sampel yang dianalisis berada pada kisaran ± 2 dan NPV berada pada kisaran ±3. Hal ini menunjukkan bahwa ketika beras dimasak menjadi nasi, beras akan menyerap air dua kali bobot beras dan akan mengembang tiga kali dari volume beras. Hasil uji QDA menunjukkan Inpari 6 Jete memiliki atribut aroma cereal dan pandan; Ciherang memiliki atribut aroma creamy, pandan, dan sweety; Inpara 3 memiliki atribut aroma cereal, creamy, pandan, dan sweety; Inpari 1 memiliki atribut aroma, yaitu cereal, creamy, dan pandan; Inpari 2 memiliki atribut aroma buttery, cereal, dan pandan; sedangkan IR42 memiliki atribut aroma cereal dan sweety. Aroma yang paling berpengaruh dalam pembagian kelompok adalah aroma cereal. Atribut manis dan asin sama-sama memiliki pengaruh yang sama besar dalam pembagian kelompok varietas beras berdasarkan rasa. Hasil uji korelasi antar variabel menujukkan kadar amilosa berbanding terbalik dengan konsistensi gel, daya cerna pati, kilap, aroma dan kepulenan tapi berkorelasi positif dengan NPV dan warna nasi. Konsistensi gel berbanding lurus
55
dengan daya cerna pati, kilap, aroma, dan kepulenan tetapi berkorelasi negatif dengan warna nasi. NPV memiliki hubungan signifikan negatif dengan kepulenan. Daya cerna pati memiliki hubungan signifikan positif dengan kilap, aroma, dan kepulenan nasi tetapi memiliki hubungan signifikan negatif dengan warna nasi. Warna nasi berbanding terbalik dengan aroma dan kepulenan nasi. Sementara kilap nasi berkorelasi positif dengan aroma dan kepulenan nasi. Saran Varietas beras yang terdapat dipasaran sangat beragam. Oleh karena itu, karakteristik sifat fisikokimia dan organoleptik (cooking quality dan eating quality) perlu diketahui masyarakat agar mengetahui langkah/pengolahan yang tepat terhadap beras yang diolahnya untuk mendapatkan karakteristik yang diinginkan sesuai dengan preferensi masing-masing. Perlu dilakukan penelitian lebih banyak dan mendalam tentang sifat fisikokimia (cooking quality dan eating quality) dari varietas jenis lainnya dan preferensi masyarakat Indonesia terhadap beras agar standar mutu/SNI tidak terbatas pada sifat fisik beras saja.
DAFTAR PUSTAKA Adair C. R, C. N. Bollich, D. H. Bowman, T. H. Jodon, B. D. Webb and J. G. Atkins. 1973. Rice Breeding and testing Method in the United States. In Rice in the United States: Varieties and Production. US Dept. Agri. Handbook, 289 (revised) pp: 22-27. Andoko A. 2008. Budidaya Padi Secara Organik. Jakarta: Penebar Swadaya. Agrasasmita. 2008. Karakterisasi sifat fisikokimia dan indeks glikemik varietas beras beramilosa rendah dan tinggi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Method of Analysis of Association of Official Analytical Chemist. Ed ke-14. AOAC inc, Airlington. Arkanti L.W. 2007. Karakteristik Sifat Fisikokimia dan Sensori Beras Pandan Wangi, Morneng, dan BTN [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Arraulo E.V., D.B. De Padua, and M. Graham. 1976. Rice Post Harvest Technology. IDRC, Canada. Barber S. 1972. Milled rice and changes during ageing. In ‘Rice: Chemistry and Technology’, 1st edn, (D.F. Houston, ed.), Am. Assoc. Cereal Chem., St Paul, MN, U.S.A. pp 215-263. Behall K.M. and J. Hallfrisch. 2002. Plasma glucoce and insulin reduction after consumption of bread varying in amylose content. Eur. J. Clin. Nutr. 56(9):913-920. Bergman C.J. Bhattacharya,K.R. and Ohtsubo,K. 2004. Rice End-use Quality Analysis. In : Rice Chemistry and Technology (E. Champagne, ed.,2004).Third edition. American Association of Cereal Chemists. St.Paul, Minnesota. Bernard. 2005. Deskripsi Flavor, Sifat Fisikokimia, dan IG Beras Panjang dari Lahan Gembut Pasang Surut Aluh-aluh Kalimantan Selatan. [Skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Bhattacharya, K. R. 1979. Gelatinization Temperature of Rice Strach and Its Determination. Di dalam: Proceedings of The Workshop on Chemical Aspect of Rice Grain Quality. IRRI, Los Banos. Pp 232-247
57
BSN. 1999. RSNI Beras Giling. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Burks A. W., and Helm, R.M. 1994. Hypoallerginity of rice protein. In: Presented at the annual meeting of the American Association of Cereal Chemist, Nashville, TN. Cagampang C.D, C.M. Perez, and B.O.Juliano. 1973. A Gel Consistency Test for Eating Quality of Rice (Oriza sativa). J.Sc. Food Agric. 24:1589-1594. Child N.W.. 2004. Production and utilization of rice. Di dalam: Elaine T. Champagne (ed). Rice: Chemistry and Technology. American Association of Cereal Chemist, Inc.. Minnesota Danbaba N. Anounye, J.C. Gana A. S. Abo, M.E. and Ukwungwu, M.N. 2011. Grain quality characteristic of Ofada rice (Oryza sativa L.): cooking and eating quality. International Food Research Journal. 18: 629-634. Damardjati D.S. dan E. Y. Purwani. 1991. Mutu Beras. Dalam: Padi Buku 3. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Sukamandi. 4(4): 85-94 Darmadjati D.D. 1987. Prospek Peningkatan Mutu Beras di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Sukamandi. 4(4): 85-94 _______. 1995. Karakteristik Sifat Standarisasi Mutu Beras sebagai Landasan Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri Padi di Indonesia. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor. _______. 1997. Masalah dan Upaya Peningkatan Kualitas Beras Ditinjau Dari Aspek Pra dan Pasca Panen Dalam Menghadapi Era Globalisasi. Makalah Seminar Pasca Panen, Peningkatan Kualitas dan Pelayanan Masyarakat. Jakarta. 6 Mei 1997. Darmasetiawan G. 2004. Kualitas Citarasa Beras Cepat Saji dari Beras Aromatik. [Skripsi]. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Dipti S.S, S.T. Hossain, M.N. Bari and K.A. Kabir. 2002. Physicochemical and cooking properties of some fine rice varieties. Pakistan Journal of Nutrition 1 (4) : 188-190. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan. 1995. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata karya Akasara. Jakarta.
58
Erwidodo et al. 1996. Ketahanan Pangan Era Pasar Bebas. Puslit Sosial Ekonomi Pertanian dan Pengembangan Pertanian Deptan RI. Esbensen K. S. Schonkopf and T. Midtgaard. 1994. Multivariate Analysis in Practise. Wennergs Trykkeri, AS, Trondhem. FAO. 2004. Rice and human nutrition. www.rice2004.org [6 Januari 2012]. Greenwood C.T., 1979. Observation on The Structure of The Starch Granule. In : J.M.V. Blanshard and J.R. Mitchel (Eds). Polysacharides in Food. Butterwortks, London. Grist D.H. 1975. Rice. Formerly Agricultural Economist, Colonial Agricultural Service, Malaya. Longmans, Green and Co Ltd. London. Haryadi Y. Sugiono, dan T. Muchtadi. 1990. Teknologi Pengolahan Serealia. Bahan Pengajaran. PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor. Haryadi.
2008. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Heymann H., D.L. Holt, and MA. Cliff. 1993. Measured of flavor by sensory descriptive techniques . In: Menley, C.H. and C.T. Ho (ed). Flavor Measurement. Marcell Dekker, Inc., New York. Hoseney R.C. 1998. Principle of Cereal Science and Technology, 2nd ed. American Association of Cereal Chemists. Inc., St.Paul, Minnesota. Indrasari S.D., P. Wibowo, and D.S. Damardjati. 1997. Food consumption pattern based on expenditure level of rural communities in several parts in Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. Indrasari S.D., P. Wibowo, dan Aan A. Darajadjat. 2008. Kandungan Mineral Beras Varietas Unggul Baru. disampaikan pada seminar nasional padi. Sukamandi, 23-24 Juli 2008. Itani T., T. Masahiks, A. Eiks, and H. Toshroh. 2002. Distribution of amylose, nitrogen, and minerals in kernel with various characteristic. J. Agri Food Chem 50: 5326-5332. Juliano B.O. 1971. A Simplified Assay for Milled Rice Amylose Measurement. J. of Cereal Sci. Today. 16:334-336 _______. 1972. The rice caryopsis and its composition. In. : Rice, Chemistry and Technology. DF. Houston (ed). American Association of Cereal Chemist, Inc. St. Paul, Minnesota.
59
_______. 1979. Amylose Analysis in Rice. Di dalam: Proceedings of the Workshop on Chemical Aspect of Rice Grain Quality. IRRI, Los Banos, pp 252-259. _______. 1994. Rice In Human Nutrition. Collaboration IRRI and FAO. Rome. _______. 2004. Rice, Chemistry and Technology. Elaine T.C (ed). American Association of Cereal Chemist, Inc. St. Paul, Minnesota. Kush S and ND. Cruz. 2000. Rice grain quality evaluation procedures. In : Aromatic Rices. Oxford & IBH Pub. Co. Pvt. Ltd, New Delhi. Lehninger A.L. 1982. Principles of Biochemistry (dasar-dasar biokimia jilid 1) Terjermahan: M. Theawijaya. Jakarta: Erlangga. Little R.R. dan E.H. Dawson. 1990. Histology and Histochemistry Of Raw and Cooked Rice Kernels Food. Res. Vol 25: 611-622. Luh B.S. 1991. Rice Production. volume I. New York: Van Nostrand Reinhold. Luh B.S. and Liu, Y.K. 1980. Rice Flours in Baking. In : Rice Production and Utilization (B.S.Luh,ed.,1980) AVI Publishing Co.,Wesport, Connecticut.
Meilgaard M., GV. Civille, and BT Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques. CRC Press. New York. Muchtadi D, Palupi, N.S., dan Astawan, M. 1992. Metode Kimia Biokimia dan Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Bogor. Otegbayo B.O., F. Osamuel and J.B. Fashakin. 2001. Effect of parboiling on physico-chemical qualities of two local rice varieties in Nigeria, J. Food Technol Africa 6:130-132. Parker R. 2003. Introduction of Food Science. Delmar. Thomson Learning. United States of America. Perez C.M. and Juliano, B.O. 1979. Indicators of eating quality for non-waxy rices. Food Chem 4. 185-195 Poste L.M., DA. Mackie, G. Butler, and E. Larmond. 2002. Laboratory Methods for Sensory Analysis of Food. Canada Agriculture Research Center, Ottawa.
60
Powell, Holt, and J.C.B. Miller. 2003. International table of glycemic index and glycemic load value: 2002. Am. J. Clin. Nutr. 76: 5-56. Purwani E.Y., S. Yuliani, S. Dewi Indrasari, S. Nugraha, dan R. Thahir. 2007. SIfat Fisiko-Kimia Beras dan indeks glikemiknya. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan XVIII (1):59-66. Resureccion, A. Juliano, B.O. dan Tanaka, Y. 1979. Nutrient Content and Distribution in Milling Fractions of Rice Grain. J. Food. Sci. 30 : 475-481. Rohman. 1997. Evaluasi Sifat Fisiko-Kimia Pati Beras Ketan Hitam, Beras Ketan Putih, Beras Cianjur, dan Beras IR 36. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Setyaningsih Dwi, Apriyantono Anton, dan Sari Maya Puspita. 2010. Analisis Sensori untuk IndustriPangan dan Agro. Bogor : IPB Press. Setyono A. 2003. Meningkatkan Pendapatan Petani Melalui Perbaikan Penanganan Pasca Panen Padi. Pangan. 10:16-22. Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Suismono, A. Setyono, S.D. Indrasari,. P. Wibowo, dan I.Las. 2003. Evaluasi Mutu Beras Berbagai Varietas Padi di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. 41p. Soekarto S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Stone and Sidel. 2004. Sensory Evaluation Practicess. Elsevier Swinkle JJM. 1985. Sources od starch, its chemistry and physics. In : V. Beynum GMA. and JA. Roels (ed), Starch Conversion Technology. Marcel Dekker Inc., New York. Tyagi et al. 2004. Structural and functional analysis of rice genome. J Genet. 83: 79-99 Wang, M., N.S. Hettiarachychy, M. Qi, W. Burks, and T. Siebenmogen. 1999. Preparation and Fungtional Properties of Rice Bran Protein Isolate. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 47: 411-416.
Watts M., G.L. Yimaki. L.E. Jefery and L.G. Elias. 1989. Basic Sensory Methods for Food Evaluation. International Development Research Center. Ottawa.
61
Widjayanti E. 2004. Potensi dan Prospek pangan fungsional indigenous Indonesia: Potensi, Regulasi, Keamanan, Efikasi, dan Peluang Pasar. Bandung 6-7 Oktober 2004. Widowati S. B.A. Susila Santosa, dan A. Budiyanto. 2008. Karakteristik Mutu dan indeks glikemik beras beramilosa rendah dan tinggi. dalam B. Suprihatno et al. (Eds). Proiding Seminar Apresiasi Hasil Penelitian Padi Menunjang P2BN. Buku 2. BB Padi. Sukamandi. p. 759-773. Winarno. 1984. Padi dan Beras. Diktat Tidak Dipublikasikan. Pengembangan Teknologi Pangan. IPB. Bogor.
Riset
______. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia. ______. 2004. GMP dalam Industri Penggilingan Padi. Di dalam Lokakarya Nasional Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Padi, Perusahaan Umum Bulog Bekerjasama dengan Fateta IPB, Jakarta 2021 Juli. ______. 2008. Kimia Pangan dan Gizi, Edisi Terbaru. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Yadav R.B., B.S. Khatkar and B.S. Yadav. 2007. Morphological, physicochemical and cooking properties of some Indian rice (Oryza sativa L.) Cultivars. J Agricl Technol 3:203-210. Yang D.S., K.S. Lee and S.J. Kays. 2010. Characterization and discrimination of premium-quality, waxy, and black pigmented rise based on odor-active compounds. J. Sci Food Agric, n/a. doi: 10.1002/jsfa. 4126. Von S and C. Akesson. 1986. Correlating instrumental and sensory flavor data. Zook K.L. and H.J. Pearse. 1988. Quantitative Descriptive Analysis of Foods. In: Moskowits (ed.). Applied Sensory Analysis of Foods. CRC Press Inc., Florida.
LAMPIRAN Lampiran 1 Analisis statistik kadar air Descriptives
KADARAIR 95% Confidence Interval for Mean N 1 2 3 4 5 6 Total
Mean 4 4 4 4 4 4 24
Std. Deviation
11.8350 11.7700 9.7600 11.9975 11.9675 9.4150 11.1242
Std. Error
.10017 .10392 .11690 .05909 .10751 .13178 1.12123
Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
.05008 .05196 .05845 .02955 .05375 .06589 .22887
11.6756 11.6046 9.5740 11.9035 11.7964 9.2053 10.6507
11.9944 11.9354 9.9460 12.0915 12.1386 9.6247 11.5976
11.75 11.68 9.64 11.92 11.85 9.29 9.29
11.98 11.92 9.92 12.06 12.10 9.60 12.10
ANOVA
KADARAIR Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
28.714
5
5.743
.201
18
.011
Total
28.915
23
F
Sig.
514.922
.000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets KADARAIR
Duncan Subset for alpha = 0.05 VARIETAS
N
1
2
3
4
6
4
3
4
2
4
11.7700
1
4
11.8350
5
4
11.9675
4
4
11.9975
Sig.
9.4150 9.7600
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
1.000
.396
11.8350
.053
63
Lampiran 2 Analisis statistik kadar abu Descriptives
KADARABU 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
1
4
.5400
.03266
.01633
.4880
.5920
.50
.58
2
4
.5500
.00816
.00408
.5370
.5630
.54
.56
3
4
.4975
.01708
.00854
.4703
.5247
.48
.52
4
4
.4075
.02986
.01493
.3600
.4550
.37
.44
5
4
.4475
.01893
.00946
.4174
.4776
.42
.46
4
.5000
.02160
.01080
.4656
.5344
.48
.53
24
.4904
.05473
.01117
.4673
.5135
.37
.58
6 Total
ANOVA
KADARABU Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.059
5
.012
Within Groups
.009
18
.001
Total
.069
23
F
Sig.
22.716
.000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets KADARABU
Duncan Subset for alpha = 0.05 VARIETAS
N
1
2
3
4
4
4
5
4
3
4
.4975
6
4
.5000
1
4
.5400
2
4
.5500
Sig.
.4075 .4475
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
1.000
.879
.544
64
Lampiran 3 Analisis statistik kadar protein
Descriptives
KADARPROTEIN 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
1
4
8.0125
.24690
.12345
7.6196
8.4054
7.67
8.24
2
4
8.0875
.46407
.23203
7.3491
8.8259
7.79
8.78
3
4
7.4925
.06652
.03326
7.3867
7.5983
7.43
7.55
4
4
7.7475
.20271
.10136
7.4249
8.0701
7.53
8.01
5
4
7.6950
.11705
.05852
7.5088
7.8812
7.55
7.79
6
4
7.4875
.28040
.14020
7.0413
7.9337
7.18
7.74
24
7.7538
.33142
.06765
7.6138
7.8937
7.18
8.78
Total
ANOVA
KADARPROTEIN Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
1.284
5
.257
Within Groups
1.242
18
.069
Total
2.526
23
F
Sig.
3.720
.017
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets KADARPROTEIN
Duncan Subset for alpha = 0.05 VARIETAS
N
1
2
6
4
7.4875
3
4
7.4925
5
4
7.6950
7.6950
4
4
7.7475
7.7475
1
4
8.0125
2
4
8.0875
Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.215
.067
65
Lampiran 4 Analisis statistik kadar lemak Descriptives
KADARLEMAK 95% Confidence Interval for Mean N
Std. Deviation
Mean
Std. Error
Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
1
4
.7375
.04646
.02323
.6636
.8114
.69
.80
2
4
.8925
.06702
.03351
.7859
.9991
.83
.96
3
4
.6725
.03862
.01931
.6110
.7340
.63
.71
4
4
.7300
.03830
.01915
.6691
.7909
.68
.76
5
4
.4950
.02887
.01443
.4491
.5409
.46
.53
4
.9075
.01708
.00854
.8803
.9347
.89
.93
24
.7392
.14688
.02998
.6771
.8012
.46
.96
6 Total
ANOVA
KADARLEMAK Sum of Squares
df
Mean Square
F
Between Groups
.464
5
.093
Within Groups
.032
18
.002
Total
.496
23
Sig.
51.874
.000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets KADARLEMAK
Duncan Subset for alpha = 0.05 VARIETAS
N
1
2
3
5
4
3
4
.6725
4
4
.7300
1
4
.7375
2
4
.8925
6
4
.9075
Sig.
.4950
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.053
.622
66
Lampiran 5 Analisis statistik karbohidrat Descriptives
KARBOHIDRAT 95% Confidence Interval for Mean N
Std. Deviation
Mean
Std. Error
Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
1
4 78.8800
.31348
.15674
78.3812
79.3788
78.63
79.33
2
4 78.7025
.39373
.19687
78.0760
79.3290
78.15
78.99
3
4 81.5800
.13952
.06976
81.3580
81.8020
81.38
81.70
4
4 79.1150
.22293
.11147
78.7603
79.4697
78.80
79.32
5
4 79.3975
.24717
.12358
79.0042
79.7908
79.12
79.63
4 81.6825
.35883
.17941
81.1115
82.2535
81.25
82.07
24 79.8929
1.30062
.26549
79.3437
80.4421
78.15
82.07
6 Total
ANOVA
KARBOHIDRAT Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
37.370
5
7.474
1.537
18
.085
38.907
23
F
Sig.
87.534
.000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets KARBOHIDRAT
Duncan Subset for alpha = 0.05 VARIETAS
N
1
2
3
2
4
78.7025
1
4
78.8800
4
4
79.1150
5
4
3
4
81.5800
6
4
81.6825
Sig.
79.1150 79.3975
.074
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.188
.626
67
Lampiran 6 Analisis statistik daya cerna pati Descriptives
DAYACERNAPATI 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
1
4 82.9200
.69229
.34615
81.8184
84.0216
82.05
83.70
2
4 83.1950
.60583
.30292
82.2310
84.1590
82.60
83.88
3
4 83.6100
.91601
.45800
82.1524
85.0676
82.42
84.62
4
4 85.0725
.82387
.41193
83.7615
86.3835
84.07
86.08
5
4 86.3550
.62751
.31375
85.3565
87.3535
85.71
87.18
4 75.9150
.67806
.33903
74.8361
76.9939
75.09
76.56
24 82.8446
3.44985
.70420
81.3878
84.3013
75.09
87.18
6 Total
ANOVA
DAYACERNAPATI Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
264.080
5
52.816
9.653
18
.536
273.733
23
F
Sig.
98.487
.000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets DAYACERNAPATI
Duncan Subset for alpha = 0.05 VARIETAS
N
1
2
3
6
4
1
4
82.9200
2
4
83.1950
3
4
83.6100
4
4
5
4
Sig.
4
75.9150
85.0725 86.3550 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.223
1.000
1.000
68
Lampiran 7 Analisis statistik kadar amilosa Descriptives
KADARAMILOSA 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
1
4 22.7950
.13178
.06589
22.5853
23.0047
22.66
22.97
2
4 28.6000
.10328
.05164
28.4357
28.7643
28.48
28.72
3
4 22.1600
.13663
.06831
21.9426
22.3774
22.02
22.34
4
4 19.0900
.17739
.08869
18.8077
19.3723
18.91
19.31
5
4 18.6500
.28000
.14000
18.2045
19.0955
18.35
18.99
4 26.8200
.23889
.11944
26.4399
27.2001
26.56
27.12
24 23.0192
3.75485
.76646
21.4336
24.6047
18.35
28.72
6 Total
ANOVA
KADARAMILOSA Sum of Squares Between Groups
Mean Square
323.634
5
64.727
.641
18
.036
324.275
23
Within Groups Total
df
F
Sig.
1.818E3
.000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets KADARAMILOSA
Duncan Subset for alpha = 0.05 VARIETAS
N
1
5
4
4
4
3
4
1
4
6
4
2
4
Sig.
2
3
4
5
6
18.6500 19.0900 22.1600 22.7950 26.8200 28.6000 1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
1.000
1.000
1.000
69
Lampiran 8 Hasil analisis amilografi Ciherang Viscosity (cP)
Speed (RPM)
% Torque
Shear Stress 2 (D/cm )
Shear Rate (1/sec)
Temperatur 0 e ( C)
1
6,40
100,00
0,1
1,79
28,00
29,8
2
6,40
100,00
0,1
1,79
28,00
31,8
3
6,40
100,00
0,1
1,79
28,00
36,0
4
6,40
100,00
0,1
1,79
28,00
40,5
5
19,20
100,00
0,3
5,38
28,00
44,9
6
19,20
100,00
0,3
5,38
28,00
49,4
7
12,80
100,00
0,2
3,58
28,00
53,8
8
6,40
100,00
0,1
1,79
28,00
58,2
Minutes
9
0,00
100,00
-0,1
0,00
28,00
62,4
10
0,00
100,00
-0,1
0,00
28,00
66,6
11
0,00
100,00
-0,2
0,00
28,00
70,8
12
0,00
100,00
-0,1
0,00
28,00
74,7
13
12,80
100,00
0,2
3,58
28,00
78,5
14
32,00
100,00
0,5
8,96
28,00
82,6
15
128,00
100,00
2,0
35,84
28,00
86,6
16
435,20
100,00
6,8
121,86
28,00
90,2
17
1606,40
100,00
25,1
449,79
28,00
91,7
18
2720,00
100,00
42,5
761,60
28,00
92,8
19
3283,20
100,00
51,3
919,30
28,00
93,4
20
3456,00
100,00
54,0
967,68
28,00
93,7
21
3404,80
100,00
53,2
953,34
28,00
93,9
22
3289,60
100,00
51,4
921,09
28,00
94,0
23
3193,60
100,00
49,9
894,21
28,00
94,0
24
3104,00
100,00
48,5
869,12
28,00
94,0
25
3027,20
100,00
47,3
847,62
28,00
93,9
26
2982,40
100,00
46,6
835,07
28,00
93,9
27
2956,80
100,00
46,2
827,90
28,00
94,0
28
2931,20
100,00
45,8
820,74
28,00
93,9
29
2912,00
100,00
45,5
815,36
28,00
94,0
30
2886,40
100,00
45,1
808,19
28,00
94,0
31
2892,80
100,00
45,2
809,98
28,00
90,3
32
2931,20
100,00
45,8
820,74
28,00
85,5
33
3148,80
100,00
49,2
881,66
28,00
80,5
34
3852,80
100,00
60,2
1078,78
28,00
76,4
35
4441,60
100,00
69,4
1243,65
28,00
73,4
36
4864,00
100,00
76,0
1361,92
28,00
70,8
37
5158,40
100,00
80,6
1444,35
28,00
68,3
38
5427,20
100,00
84,8
1519,62
28,00
66,1
39
5625,60
100,00
87,9
1575,17
28,00
62,8
40
5824,00
100,00
91,0
1630,72
28,00
59,6
70
Minutes
Viscosity (cP)
Speed (RPM)
% Torque
Shear Stress 2 (D/cm )
Shear Rate (1/sec)
Temperatur 0 e ( C)
41
5990,40
100,00
93,6
1677,31
28,00
56,9
42
6131,20
100,00
95,8
1716,74
28,00
54,4
43
6227,20
100,00
97,3
1743,62
28,00
52,5
44
6291,20
100,00
98,3
1761,54
28,00
50,7
45
6316,80
100,00
98,7
1768,70
28,00
50,1
Brookfield Engineering Laboratories, Inc. Wingather V2.5 Ciherang 7,000
6,000
Viscocity (cP)
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
000 0
10
20
30
Time (Minutes)
40
50
71
Lampiran 9 Hasil analisis amilografi Inpara 3 Minutes
Viscosity (cP)
Speed (RPM)
% Torque
Shear Stress 2 (D/cm )
Shear Rate (1/sec)
Temperatur 0 e ( C)
1
19,20
100,00
0,3
5,38
28,00
29,6
2
19,20
100,00
0,3
5,38
28,00
31,9
3
12,80
100,00
0,2
3,58
28,00
36,1
4
19,20
100,00
0,3
5,38
28,00
40,6
5
19,20
100,00
0,3
5,38
28,00
45,1
6
32,00
100,00
0,5
8,96
28,00
49,6
7
32,00
100,00
0,5
8,96
28,00
54,1
8
25,60
100,00
0,4
7,17
28,00
58,5
9
25,60
100,00
0,4
7,17
28,00
62,8
10
25,60
100,00
0,4
7,17
28,00
67,0
11
25,60
100,00
0,4
7,17
28,00
71,2
12
51,20
100,00
0,8
14,34
28,00
75,2
13
76,80
100,00
1,2
21,50
28,00
79,4
14
166,40
100,00
2,6
46,59
28,00
83,5
15
364,80
100,00
5,7
102,14
28,00
87,2
16
992,00
100,00
15,5
277,76
28,00
90,3
17
1913,60
100,00
29,9
535,81
28,00
92,1
18
2483,20
100,00
38,8
695,30
28,00
93,5
19
2662,40
100,00
41,6
745,47
28,00
94,0
20
2675,20
100,00
41,8
749,06
28,00
94,3
21
2656,00
100,00
41,5
743,68
28,00
94,0
22
2617,60
100,00
40,9
732,93
28,00
94,2
23
2547,20
100,00
39,8
713,22
28,00
94,3
24
2508,80
100,00
39,2
702,46
28,00
94,3
25
2476,80
100,00
38,7
693,50
28,00
94,2
26
2457,60
100,00
38,4
688,13
28,00
94,0
27
2438,40
100,00
38,1
682,75
28,00
94,1
28
2425,60
100,00
37,9
679,17
28,00
94,2
29
2419,20
100,00
37,8
677,38
28,00
94,2
30
2393,60
100,00
37,4
670,21
28,00
94,3
31
2387,20
100,00
37,3
668,42
28,00
94,0
32
2393,60
100,00
37,4
670,21
28,00
94,0
33
2380,80
100,00
37,2
666,62
28,00
94,0
34
2361,60
100,00
36,9
661,25
28,00
90,5
35
2355,20
100,00
36,8
659,46
28,00
84,4
36
2425,60
100,00
37,9
679,17
28,00
78,5
37
2880,00
100,00
45,0
806,40
28,00
74,0
38
3347,20
100,00
52,3
937,22
28,00
70,2
39
3705,60
100,00
57,9
1037,57
28,00
66,6
40
3948,80
100,00
61,7
1105,66
28,00
63,4
72
Minutes
Viscosity (cP)
Speed (RPM)
% Torque
Shear Stress 2 (D/cm )
Shear Rate (1/sec)
Temperatur 0 e ( C)
41
4160,00
100,00
65,0
1164,80
28,00
60,5
42
4345,60
100,00
67,9
1216,77
28,00
58,0
43
4492,80
100,00
70,2
1257,98
28,00
54,9
44
4620,80
100,00
72,2
1293,82
28,00
51,9
45
4729,60
100,00
73,9
1324,29
28,00
50,3
Brookfield Engineering Laboratories, Inc. Wingather V2.5 Inpara 3 5,000 4,500 4,000 3,500
Viscocity (cP)
3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 500 000 0
10
20
30
Time (Minutes)
40
50
73
Lampiran 10 Hasil analisis amilografi Inpari 1 Minutes
Viscosity (cP)
Speed (RPM)
% Torque
Shear Stress 2 (D/cm )
Shear Rate (1/sec)
Temperature 0 ( C)
1
25,60
100,00
0,4
7,17
28,00
29,5
2
19,20
100,00
0,3
5,38
28,00
30,2
3
12,80
100,00
0,2
3,58
28,00
34,0
4
12,80
100,00
0,2
3,58
28,00
38,3
5
6,40
100,00
0,1
1,79
28,00
42,7
6
6,40
100,00
0,1
1,79
28,00
47,0
7
12,80
100,00
0,2
3,58
28,00
51,4
8
6,40
100,00
0,1
1,79
28,00
55,7
9
6,40
100,00
0,1
1,79
28,00
59,9
10
6,40
100,00
0,1
1,79
28,00
64,1
11
6,40
100,00
0,1
1,79
28,00
68,3
12
6,40
100,00
0,1
1,79
28,00
72,3
13
6,40
100,00
0,1
1,79
28,00
76,1
14
44,80
100,00
0,7
12,54
28,00
80,3
15
147,20
100,00
2,3
41,22
28,00
84,1
16
326,40
100,00
5,1
91,39
28,00
87,7
17
1356,80
100,00
21,2
379,90
28,00
90,7
18
2694,40
100,00
42,1
754,43
28,00
92,6
19
3244,80
100,00
50,7
908,54
28,00
93,8
20
3187,20
100,00
49,8
892,42
28,00
94,3
21
2822,40
100,00
44,1
790,27
28,00
94,3
22
2540,80
100,00
39,7
711,42
28,00
94,2
23
2368,00
100,00
37,0
663,04
28,00
94,2
24
2297,60
100,00
35,9
643,33
28,00
94,3
25
2208,00
100,00
34,5
618,24
28,00
94,2
26
2137,60
100,00
33,4
598,53
28,00
94,2
27
2073,60
100,00
32,4
580,61
28,00
94,3
28
2035,20
100,00
31,8
569,86
28,00
94,3
29
1990,40
100,00
31,1
557,31
28,00
94,4
30
1964,80
100,00
30,7
550,14
28,00
94,4
31
1945,60
100,00
30,4
544,77
28,00
94,1
32
1900,80
100,00
29,7
532,22
28,00
91,3
33
1875,20
100,00
29,3
525,06
28,00
85,6
34
2086,40
100,00
32,6
584,19
28,00
80,8
35
2950,40
100,00
46,1
826,11
28,00
76,7
36
3539,20
100,00
55,3
990,98
28,00
73,2
37
3923,20
100,00
61,3
1098,50
28,00
70,3
38
4198,40
100,00
65,6
1175,55
28,00
67,8
39
4428,80
100,00
69,2
1240,06
28,00
65,5
40
4652,80
100,00
72,7
1302,78
28,00
62,7
74
Minutes
Viscosity (cP)
Speed (RPM)
% Torque
Shear Stress 2 (D/cm )
Shear Rate (1/sec)
Temperature 0 ( C)
41
4793,60
100,00
74,9
1342,21
28,00
60,3
42
4915,20
100,00
76,8
1376,26
28,00
58,1
43
5036,80
100,00
78,7
1410,30
28,00
55,7
44
5171,20
100,00
80,8
1447,94
28,00
52,5
45
5356,80
100,00
83,7
1499,90
28,00
50,4
40
50
Brookfield Engineering Laboratories, Inc. Wingather V2.5 Inpari 1 6,000
5,000
Viscocity (cP)
4,000
3,000
2,000
1,000
000 0
10
20
30
Time (Minutes)
75
Lampiran 11 Hasil analisis amilografi Inpari 2 Minutes
Viscosity (cP)
Speed (RPM)
% Torque
Shear Stress 2 (D/cm )
Shear Rate (1/sec)
Temperature 0 ( C)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
19,20 19,20 6,40 0,00 6,40 19,20 19,20 19,20 19,20 19,20 25,60 25,60 76,80 172,80 352,00 947,20 2163,20 2841,60 2982,40 2803,20 2624,00 2470,40 2380,80 2304,00 2259,20 2227,20 2201,60 2156,80 2099,20 2080,00 2073,60 2080,00 2144,00 2489,60 2899,20 3219,20 3411,20 3539,20
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
0,3 0,3 0,1 0,0 0,1 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,4 0,4 1,2 2,7 5,5 14,8 33,8 44,4 46,6 43,8 41,0 38,6 37,2 36,0 35,3 34,8 34,4 33,7 32,8 32,5 32,4 32,5 33,5 38,9 45,3 50,3 53,3 55,3
5,38 5,38 1,79 0,00 1,79 5,38 5,38 5,38 5,38 5,38 7,17 7,17 21,50 48,38 98,56 265,22 605,70 795,65 835,07 784,90 734,72 691,71 666,62 645,12 632,58 623,62 616,45 603,90 587,78 582,40 580,61 582,40 600,32 697,09 811,78 901,38 955,14 990,98
28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00
29,9 32,0 36,2 40,7 45,0 49,5 53,9 58,2 62,4 66,5 70,7 74,6 78,4 82,4 86,2 89,8 91,9 93,1 93,7 93,9 93,9 93,9 93,7 93,7 93,7 93,8 93,8 93,8 93,8 93,8 90,6 87,2 82,9 79,0 76,1 73,7 71,4 69,3
76
Minutes
Viscosity (cP)
Speed (RPM)
% Torque
Shear Stress 2 (D/cm )
Shear Rate (1/sec)
Temperature 0 ( C)
39 40 41 42 43 44 45
3718,40 3872,00 4038,40 4147,20 4204,80 4230,40 4307,20
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
58,1 60,5 63,1 64,8 65,7 66,1 67,3
1041,15 1084,16 1130,75 1161,22 1177,34 1184,51 1206,02
28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00
65,6 62,2 59,6 57,8 56,4 55,2 50,1
Brookfield Engineering Laboratories, Inc. Wingather V2.5 Inpari 2 5,000 4,500 4,000
Viscocity (cP)
3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 500 000 0
10
20
30
Time (Minutes)
40
50
77
Lampiran 12 Hasil analisis amilografi Inpari 6 Jete Minutes
Viscosity (cP)
Speed (RPM)
% Torque
Shear Stress 2 (D/cm )
Shear Rate (1/sec)
Temperature 0 ( C)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
25,60 25,60 25,60 19,20 32,00 25,60 19,20 12,80 19,20 12,80 32,00 44,80 51,20 57,60 108,80 268,80 774,40 1984,00 2873,60 3244,80 3366,40 3321,60 3168,00 3059,20 2976,00 2867,20 2822,40 2777,60 2777,60 2764,80 2726,40 2720,00 2790,40 3129,60 3571,20 3929,60 4211,20 4531,20
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
0,4 0,4 0,4 0,3 0,5 0,4 0,3 0,2 0,3 0,2 0,5 0,7 0,8 0,9 1,7 4,2 12,1 31,0 44,9 50,7 52,6 51,9 49,5 47,8 46,5 44,8 44,1 43,4 43,4 43,2 42,6 42,5 43,6 48,9 55,8 61,4 65,8 70,8
7,17 7,17 7,17 5,38 8,96 7,17 5,38 3,58 5,38 3,58 8,96 12,54 14,34 16,13 30,46 75,26 216,83 555,52 804,61 908,54 942,59 930,05 887,04 856,58 833,28 802,82 790,27 777,73 777,73 774,14 763,39 761,60 781,31 876,29 999,94 1100,29 1179,14 1268,74
28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00
29,9 31,8 35,8 40,1 44,2 48,5 52,8 57,0 61,0 65,0 68,9 72,9 76,8 80,6 84,4 88,0 90,8 92,2 93,3 93,9 94,1 94,3 94,4 94,4 94,4 94,3 94,3 94,3 94,3 94,3 90,2 85,9 82,0 78,9 76,3 73,9 70,8 68,1
78
Minutes
Viscosity (cP)
Speed (RPM)
% Torque
Shear Stress 2 (D/cm )
Shear Rate (1/sec)
Temperature 0 ( C)
39 40 41 42 43 44 45
4729,60 4947,20 5120,00 5280,00 5408,00 5561,60 5696,00
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
73,9 77,3 80,0 82,5 84,5 86,9 89,0
1324,29 1385,22 1433,60 1478,40 1514,24 1557,25 1594,88
28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00
65,3 62,7 59,9 57,6 54,6 52,5 50,2
Brookfield Engineering Laboratories, Inc. Wingather V2.5 Inpari 6 Jete 6000.00
5000.00
Viscocity (cP)
4000.00
3000.00
2000.00
1000.00
0.00 0
10
20
30
Time (Minutes)
40
50
79
Lampiran 13 Hasil analisis amilografi IR42 Minutes
Viscosity (cP)
Speed (RPM)
% Torque
Shear Stress 2 (D/cm )
Shear Rate (1/sec)
Temperature 0 ( C)
1
0,00
100,00
0,0
0,00
28,00
29,7
2
12,80
100,00
0,2
3,58
28,00
31,8
3
0,00
100,00
-0,1
0,00
28,00
36,0
4
6,40
100,00
0,1
1,79
28,00
40,5
5
12,80
100,00
0,2
3,58
28,00
44,9
6
12,80
100,00
0,2
3,58
28,00
49,4
7
0,00
100,00
0,0
0,00
28,00
53,9
8
6,40
100,00
0,1
1,79
28,00
58,2
9
12,80
100,00
0,2
3,58
28,00
62,5
10
12,80
100,00
0,2
3,58
28,00
66,6
11
12,80
100,00
0,2
3,58
28,00
70,8
12
25,60
100,00
0,4
7,17
28,00
74,8
13
44,80
100,00
0,7
12,54
28,00
78,9
14
115,20
100,00
1,8
32,26
28,00
83,0
15
243,20
100,00
3,8
68,10
28,00
86,7
16
953,60
100,00
14,9
267,01
28,00
90,1
17
2220,80
100,00
34,7
621,82
28,00
92,1
18
3123,20
100,00
48,8
874,50
28,00
93,6
19
3539,20
100,00
55,3
990,98
28,00
94,3
20
3699,20
100,00
57,8
1035,78
28,00
94,2
21
3769,60
100,00
58,9
1055,49
28,00
94,3
22
3782,40
100,00
59,1
1059,07
28,00
94,5
23
3801,60
100,00
59,4
1064,45
28,00
94,6
24
3814,40
100,00
59,6
1068,03
28,00
94,2
25
3820,80
100,00
59,7
1069,82
28,00
94,3
26
3827,20
100,00
59,8
1071,62
28,00
94,4
27
3840,00
100,00
60,0
1075,20
28,00
94,4
28
3859,20
100,00
60,3
1080,58
28,00
94,3
29
3878,40
100,00
60,6
1085,95
28,00
94,2
30
3891,20
100,00
60,8
1089,54
28,00
94,2
31
3929,60
100,00
61,4
1100,29
28,00
91,9
32
3980,80
100,00
62,2
1114,62
28,00
87,6
33
4019,20
100,00
62,8
1125,38
28,00
83,1
34
4102,40
100,00
64,1
1148,67
28,00
79,5
35
4422,40
100,00
69,1
1238,27
28,00
76,3
36
4787,20
100,00
74,8
1340,42
28,00
73,6
37
5139,20
100,00
80,3
1438,98
28,00
70,3
38
5254,40
100,00
82,1
1471,23
28,00
66,8
80
Minutes
Viscosity (cP)
Speed (RPM)
% Torque
Shear Stress 2 (D/cm )
Shear Rate (1/sec)
Temperature 0 ( C)
39
5478,40
100,00
85,6
1533,95
28,00
63,7
40
5683,20
100,00
88,8
1591,30
28,00
60,9
41
5875,20
100,00
91,8
1645,06
28,00
58,4
42
6003,20
100,00
93,8
1680,90
28,00
56,0
43
6156,80
100,00
96,2
1723,90
28,00
53,8
44
6278,40
100,00
98,1
1757,95
28,00
51,9
45
6361,60
100,00
99,4
1781,25
28,00
50,0
Brookfield Engineering Laboratories, Inc. Wingather V2.5 IR 42 7,000
6,000
Viscosity (cP)
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
000 0
10
20
30
Time (minutes)
40
50
81
Lampiran 14 Analisis statistik uji konsistensi gel
Descriptives
KONSISTENSIGEL 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
1
4 86.2500
11.38347 5.69173
68.1364
104.3636
76.00
98.00
2
4 38.2500
2.06155 1.03078
34.9696
41.5304
36.00
40.00
3
4 50.5000
6.55744 3.27872
40.0657
60.9343
43.00
56.00
4
4 70.5000
7.85281 3.92641
58.0044
82.9956
60.00
79.00
5
4 52.0000
8.90693 4.45346
37.8271
66.1729
44.00
62.00
6
4 32.2500
2.98608 1.49304
27.4985
37.0015
29.00
36.00
24 54.9583
19.95316 4.07292
46.5329
63.3838
29.00
98.00
Total
ANOVA
KONSISTENSIGEL Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
8176.708
5
1635.342
980.250
18
54.458
9156.958
23
F
Sig.
30.029
.000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets KONSISTENSIGEL
Duncan Subset for alpha = 0.05 VARIETAS
N
1
2
3
6
4
32.2500
2
4
38.2500
3
4
50.5000
5
4
52.0000
4
4
1
4
Sig.
4
70.5000 86.2500 .265
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.777
1.000
1.000
82
Lampiran 15 Analisis statistik nisbah penyerapan air Descriptives
NPA 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
1
4 2.216867E0
.2143990 .1071995
1.875711
2.558024
2.0723
2.5301
2
4 2.376506E0
.1190175 .0595087
2.187123
2.565889
2.2651
2.5422
3
4 2.343374E0
.4893506 .2446753
1.564708
3.122040
1.7831
2.7831
4
4 2.102410E0
.1852182 .0926091
1.807686
2.397133
1.8554
2.2771
5
4 2.093374E0
.3812986 .1906493
1.486642
2.700105
1.8072
2.6386
6
4 2.376506E0
.3425268 .1712634
1.831469
2.921543
1.8675
2.5904
24 2.251506E0
.3051975 .0622982
2.122632
2.380380
1.7831
2.7831
Total
ANOVA
NPA Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
.353
5
.071
Within Groups
1.790
18
.099
Total
2.142
23
F
Sig. .709
.624
Lampiran 16 Analisis statistik nisbah pengembangan volume Descriptives
NPV 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
1
4 3.484375E0
.1643722 .0821861
3.222822
3.745928
3.2500
3.6250
2
4 3.671875E0
.3585816 .1792908
3.101292
4.242458
3.2500
4.0000
3
4 3.511458E0
.1564719 .0782360
3.262477
3.760440
3.3750
3.7333
4
4 3.388095E0
.2947127 .1473563
2.919141
3.857049
3.1429
3.7333
5
4 3.329044E0
.2700728 .1350364
2.899298
3.758790
2.9412
3.5625
6
4 3.646446E0
.2560411 .1280205
3.239028
4.053865
3.2941
3.8667
24 3.505216E0
.2627693 .0536375
3.394258
3.616173
2.9412
4.0000
Total
ANOVA
NPV Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
.372
5
.074
Within Groups
1.216
18
.068
Total
1.588
23
F 1.100
Sig. .394
83
Lampiran 20 Form uji organoleptik skoring, hedonik, dan ranking Nama Panelis : : Tanggal A. UJI SKORING Petunjuk : Amati dan cicipi sampel, kemudian tuliskan angka skor yang sesuai dengan penilaian* Anda. Kode Sampel
Warna
Kilap
Aroma
Kepulenan
742 878 636 522 481 383 Keterangan: Warna: 1= sangat putih 2= putih 3= agak putih (sedang) 4= kusam 5= sangat kusam (gelap)
Kilap: 1= sangat berkilap 2= berkilap 3= agak berkilap (sedang) 4= kusam 5= sangat kusam (gelap)
Aroma: 1= sangat wangi 2= wangi 3= agak wangi 4= netral (tidak wangi) 5= bau tidak enak
Kepulenan: 1= sangat pulen (lengket) 2= pulen 3= agak pulen (sedang) 4= pera 5= sangat pera (keras)
B. UJI RANKING Petunjuk: Hirup aroma dari contoh beras berikut, kemudian ranking (urutkan) berdasarkan intensitasnya (1 = paling wangi; 6 = tidak wangi/netral) Urutan Kode Contoh
1
2
3
4
5
6
C. UJI HEDONIK NASI Petunjuk
: Cicipi contoh, kemudian berikan tanda cek ( √ ) pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian Saudara. Kode Contoh
Penilaian 742 Sangat suka Suka Agak suka Biasa Agak tidak suka Tidak Suka
878
636
522
481
383
84
Lampiran 17 Hasil uji skoring Varietas
Warna 3,53 3,97 4,27 3,63 3,77 4,13
Ciherang Inpara 3 Inpari 1 Inpari 2 Inpari 6 Jete IR42
Skor Uji Organoleptik *) Kilap Aroma 3,13 2,73 3,00 2,43 3,47 2,60 3,73 2,43 3,47 2,60 2,54 2,23
Kepulenan 3,37 2,27 3,33 3,93 3,60 1,77
*) skor warna : 5= sangat putih, 4=putih, 3= agak putih, 2 = kusam, 1= sangat kusam skor kilap : 5 = sangat berkilap, 4= berkilap, 3= agak berkilap, 2= kusam, 1= sangat kusam skor aroma : 5 = sangat wangi, 4= wangi, 3= agak wangi, 2 = netral, 1=bau tidak enak skor kepulenan: 5= sangat pulen, 4=pulen, 3= sedang, 2 = pera, 1 = sangat pera
Lampiran 18 Hasil uji hedonik-penerimaaan umum
Varietas Ciherang Inpara 3 Inpari 1 Inpari 2 Inpari 6 Jete IR42
Tidak Suka 0 11 0 1 1 18
Agak Tidak Suka 5 7 4 5 1 6
Frekuensi Agak Biasa Suka 6 5 6 4 7 7 3 7 5 9 3 1
Suka 12 2 11 8 13 1
Skor Organoleptik*
Sangat Suka 2 0 1 6 1 1
4.00 2.30 3.93 4.13 4.17 1.80
*6=sangat suka; 5=suka; 4=agak suka; 3=biasa; 2=agak tidak suka; 1=tidak suka
Lampiran 19 Hasil uji ranking atribut aroma Varietas Ciherang Inpara 3 Inpari 1 Inpari 2 Inpari 6 Jete IR42
1 9 2 2 4 7 4
2 4 3 2 6 6 3
*1=paling wangi; 6=paling tidak wangi
Ranking 3 4 3 3 9 8 7 7 4 3 6 7 1 2
5 4 7 8 10 3 4
6 7 1 4 3 1 16
Skor Organoleptik* 3.33 2.87 3.60 3.03 4.57 3.60
85
Lampiran 20 Form uji QDA tahap seleksi panelis
UJI DESKRIPSI RASA DASAR Nama : Intruksi : Berikut disajikan 6 contoh larutan, Anda diminta menyatakan rasa yang berhasil Anda identifikasi, dengan cara: 1. Cicipilah satu sendok contoh selama 3 detik, lalu telan 2. Tuliskan rasa yang berhasi Anda identifikasi pada kolom respon 3. Minumlah seteguk air putih sebagai penetral 4. Istirahatkan selama 30 detik sebelum mencicipi contoh lain Kode 405 570 325 755 155 080
Respon ……………………………… ……………………………… ……………………………… ……………………………… ……………………………… ………………………………
UJI SEGITIGA RASA DASAR Instruksi: Berikut disajikan 5 set contoh uji yang masing-masing berisi 3 larutan contoh, Anda diminta menentukan salah satu contoh yang berbeda pada setiap set, dengan cara: 1. Cicipilah satu sendok contoh selama 3 detik, lalu telan 2. Tuliskan salah satu contoh yang berbeda dengan memberi tanda (X) pada kolom respon 3. Minumlah seteguk air putih sebagai penetral 4. Istirahatkan selama 30 detik sebelum mencicipi contoh lain Set Pengujian Kode Contoh Respon 012 I 600 444 716 II 144 308 961 III 551 026 836 IV 237 902 698 V 109 722
86
Lampiran 21 Form uji QDA tahap pelatihan panelis UJI KONSISTENSI AROMA Nama Panelis Tanggal Pengujian
: :
Tujuan : Melatih kemampuan panelis dalam mengenali dan mengurutkan sampel berdasarkan intensitasnya Instruksi: Beri penilaian Anda terhadap intensitas aroma dari 3 sampel dengan cara: 1. Buka tutup botol. Hirup aroma flavor sampel dari kiri ke kanan dengan cara mengibas-ngibaskan udara di atas botol kea rah hidung dengan tangan selama 5 detik. 2. Nyatakan penilaian Anda terhadap intensitas aroma dengan memberikan tanda (X) pada garis dan tuliskan kode sampel dibawah tanda (X). Penilaian dilakukan dengan mengurutkan sampel berdasarkan intensitasnya (uji ranking) dengan menggunakan skala garis (unstructured scale). 3. Selalu netralkan dan istirahatkan indra penciuman Anda setiap akan menghirup aroma flavor
Pandan Lemah
Reference
Kuat
Reference
Kuat
Reference
Kuat
Reference
Kuat
Reference
Kuat
Cereal Lemah
Cream Lemah
Buttery Lemah
Sweet Lemah
87
Lampiran 22 Form uji QDA tahap pelatihan panelis
UJI INTENSITAS AROMA (Penentuan Nilai Flavor Standar) Nama Tanggal Pengujian
: :
Intruksi : Di hadapan Anda terdapat 5 set aroma dengan masing-masing set terdiri dari 3 larutan flavor. Anda diminta membandingkannya terhadap satu reference yang nilai intensitasnya berada di tengah garis. Berikan penilaian Anda terhadap intensitas sensori yang berhasil Anda deteksi, dengan cara: 1. Buka tutup botol reference dan cium aromanya selama 3-5 detik. 2. Ciumlah sampel yang ada selama 5 detik, bandingkan aromanya dengan intensitas aroma flavor reference, kemudian beri penilaian terhadap aroma sampel dengan memberikan tanda (X) pada garis intensitas. 3. Beri jeda waktu 20 detik sebelum mencium flavor berikutnya. 4. Selalu netralkan dan istirahatkan indra penciuman Anda setiap akan menghirup aroma flavor
Pandan Lemah
Kuat
Cereal Lemah
Kuat
Cream Lemah
Kuat
Buttery Lemah
Kuat
Sweet Lemah
Kuat
88
Lampiran 23 Form uji QDA tahap pengujian atribut rasa PENGUJIAN ATRIBUT RASA MANIS Sampel : Nasi Nama :
Tanggal:
Di hadapan Anda terdapat sampel nasi dan disediakan 2 larutan reference sukrosa sebagai pembanding. Berilah penilaian intensitas rasa dengan membandingkan terhadap intensitas rasa larutan standard yang disediakan, dengan cara: 1. Cicipi larutan standard yang mempunyai intensitas terkecil terlebih dahulu selama 5 detik, kemudian lanjutkan ke standard dengan intensitas yang lebih tinggi 2. cicipi sampel yang ada selama 5 detik, bandingkan rasa dan intensitas rasa larutan standard yang diberikan dengan intensitas rasa sampel dengan memberi tanda berupa garis vertikal pada skala garis dan tuliskan kode sampel di bawah garis vertikal. 3. Setelah mencicipi satu sampel, netralkan lidah dengan meminum air tawar dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya. Atribut Rasa Manis
Lemah R1
R2
Kuat
PENGUJIAN ATRIBUT RASA ASIN Di hadapan Anda terdapat sampel nasi dan disediakan 2 larutan reference NaCl sebagai pembanding. Berilah penilaian intensitas rasa dengan membandingkan terhadap intensitas rasa larutan standard yang disediakan, dengan cara: 1. Cicipi larutan standard yang mempunyai intensitas terkecil terlebih dahulu selama 5 detik, kemudian lanjutkan ke standard dengan intensitas yang lebih tinggi 2. cicipi sampel yang ada selama 5 detik, bandingkan rasa dan intensitas rasa larutan standard yang diberikan dengan intensitas rasa sampel dengan memberi tanda berupa garis vertikal pada skala garis dan tuliskan kode sampel di bawah garis vertikal. 3. Setelah mencicipi satu sampel, netralkan lidah dengan meminum air tawar dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya. Atribut Rasa Asin
Lemah R1
R2
Kuat
89
Lampiran 24 Form uji QDA tahap pengujian atribut aroma
PENGUJIAN ATRIBUT AROMA Sampel Nama
: Nasi :
Tanggal :
Instruksi Di hadapan Anda terdapat sampel nasi. Disediakan pula 3 reference aroma standar sebagai pembanding. Baui sampel, beri tanda berupa garis vertikal pada skala garis dan tuliskan kode sampel di bawah garis vertikal. Setelah membaui satu sampel, netralkan penciuman dan istirahatkan selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya. Pandan
Tidak Ada Aroma R1
R2
R3
sangat kuat
R2
R3
sangat kuat
R2
R3
sangat kuat
R2
R3
sangat kuat
R2
R3
sangat kuat
Cereal
Tidak Ada Aroma R1 Creamy
Tidak Ada Aroma R1 Buttery
Tidak Ada Aroma R1 Sweety
Tidak Ada Aroma R1
90
Lampiran 25 Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut buttery 2.50 y = 0.819x + 0.029 R² = 0.988
Log Si
2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
Log Pi
Lampiran 26 Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut cereal 2.50 y = 0.608x + 0.682 R² = 0.997
Log Si
2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
Log Pi
Log Si
Lampiran 27 Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut creamy 2.00 1.80 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00
y = 0.747x - 0.150 R² = 0.999
0.00
0.50
1.00
1.50 Log Pi
2.00
2.50
3.00
91
Log Si
Lampiran 28 Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut pandan
2.00 1.80 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00
y = 0.453x + 0.811 R² = 0.989
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
Log Pi
Log Si
Lampiran 29 Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut sweety 2.00 1.80 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00
y = 0.435x + 0.860 R² = 0.995
0.00
0.50
1.00
1.50 Log Pi
2.00
2.50
92
Lampiran 30 Hasil analisis PCA uji QDA atribut aroma Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue Proportion Cumulative
Variable Buttery cereal creamy pandan sweety
2.2229 0.445 0.445
PC1 0.227 0.522 -0.561 -0.589 0.119
1.5727 0.315 0.759
PC2 0.631 -0.116 -0.243 0.233 -0.689
0.8038 0.161 0.920
PC3 -0.518 0.645 0.001 0.271 -0.492
0.3349 0.067 0.987
PC4 0.298 0.271 0.783 -0.431 -0.195
0.0657 0.013 1.000
PC5 0.438 0.474 0.109 0.583 0.481
Loading Plot of Buttery, ..., sweety
Scree Plot of Buttery, ..., sweety 2.5
Buttery
0.50
0.00 cereal creamy
Eigenvalue
pandan
1.5
1.0
-0.25 0.5
-0.50 sweety
-0.75 -0.75
0.0 -0.50
-0.25 0.00 First Component
0.25
0.50
1
2
3 Component Number
Score Plot of Buttery; ...; sweety INPARI2
2
Second Component
Second Component
2.0 0.25
1 INPA RI6 JETE
INPARI1
0 CIHERANG INPA RA 3
-1 IR42
-2 -2
-1
0 First Component
1
2
4
5
93
Lampiran 31 Hasil analisis PCA uji QDA atribut rasa Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue Proportion Cumulative
Variable manis asin
1.1715 0.586 0.586
PC1 0.707 0.707
0.8285 0.414 1.000
PC2 0.707 -0.707
Loading Plot of manis, ..., asin
Scree Plot of manis, ..., asin
0.8
1.2
manis
0.4
1.1 Eigenvalue
0.2 0.0 -0.2 -0.4
1.0
0.9
-0.6
asin
-0.8
0.8 0.0
0.1
0.2
0.3 0.4 0.5 First Component
0.6
0.7
0.8
1
2 Component Number
Score Plot of manis; ...; asin 1,5 INPARI6 JETE INPARA3
1,0 Second Component
Second Component
0.6
0,5
0,0
IR42
CIHERA NG
-0,5 INPARI2 INPARI1
-1,0 -2,0
-1,5
-1,0
-0,5 0,0 First Component
0,5
1,0