HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian Berdasarkan pengambilan data selama penelitian yang berlangsung mulai pukul 06.00 sampai pukul 16.00 WIB, data yang diperoleh menunjukkan bahwa suhu lingkungan berkisar antara 23,7 – 33,7 oC, kelembaban udara antara 55 – 96%, THI (Temperature Humidity Index) antara 73,18 – 83,86. Nilai pengukuran yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan rataan nilai optimum untuk kenyamanan sapi perah. Menurut West (2003), ternak sapi perah membutuhkan temperatur nyaman 13-18 oC atau THI (Temperature Humidity Index) < 72, THI > 72 sapi mengalami stres dan THI > 84 memungkinkan kematian pada sapi perah. Sementara McNeilly (2001) menyatakan bahwa zona termoneutral (ZTN) berada pada suhu lingkungan 13 – 25 oC dan kelembaban relatif (Rh) 50 – 60%. Gambar 3 dan 4 menunjukan pola perubahan kondisi iklim mikro yang berfluktuasi pada lokasi penelitian. Pada gambar tersebut, suhu lingkungan (Ta) dan THI mengilustrasikan pola perubahan yang baku yaitu pola parabolik. Berdasarkan nilai THI yang didapat yaitu berkisar antara THI 72- 84, menunjukkan bahwa sapi mengalami cekaman panas, hal ini seperti yang telah di laporkan oleh (Amir, 2010 dan Yani, 2007).
06.00
12.00 Waktu Pengamatan (WIB)
Gambar 3. Rataan Pola Perubahan Suhu Lingkungan pada Lokasi Penelitian
16.00
06.00
12.00
16.00
Waktu Pengamatan (WIB) (a) Kelembaban udara (Rh)
06.00
12.00
16.00
Waktu Pengamatan (WIB) (b)Temperature Humidity Index (THI) Gambar 4. Rataan Pola Perubahan Lingkungan Mikro: (a) Kelembaban Udara dan (b) Temperature Humidity Index (THI)
Menurut Yani (2007), suhu udara dalam kandang berasal dari suhu udara lingkungan yang naik pada pagi sampai siang hari dan menurun kembali pada sore hari. Pada pukul 09.20 WIB, suhu udara dalam kandang memiliki kecenderungan meningkat dari posisi dekat lantai menuju posisi dekat atap karena panas matahari
17
yang diterima atap dihantarkan ke dalam kandang sehingga semakin dekat dengan atap suhu udara semakin tinggi. Suhu udara dan kelembaban menyebabkan perubahan keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi dan keseimbangan tingkah laku ternak. Iklim mikro disuatu tempat yang tidak mendukung bagi kehidupan ternak membuat potensi genetik seekor ternak tidak dapat ditampilkan secara maksimal (McNeilly, 2001). Pengaruh Suhu dan Kelembaban Udara terhadap Suhu Rektal (Tr) Suhu rektal merupakan salah satu parameter dari pengaturan suhu tubuh yang lazim digunakan karena kisaran suhunya relatif lebih konstan dan lebih mudah dilakukan pengukurannya daripada parameter suhu tubuh lainnya. Dari hasil pengukuran di lapang, suhu rektal berkisar antara 38,13 – 39,7 oC. Rataan suhu rektal ini masih tergolong pada suhu normal bagi sapi perah, seperti yang dinyatakan Schutz et al. (2009) sebesar 38,2 – 39,1 oC, tetapi ternyata telah telah terjadi cekaman panas pada saat suhu rektal melebihi suhu 39,2 oC. Hasil penelitian Purwanto et al. (1993) serta Kendall et al. (2006) melaporkan bahwa pada suhu lingkungan 30 oC serta 32,2 oC, suhu rektal dapat mencapai lebih dari 39,8 oC serta 40 oC. Kondisi suhu rektal yang tinggi tersebut, mengindikasikan fungsi tubuh bekerja secara ekstra untuk mencapai keseimbangan panas yang baik dengan pelepasan panas. Untuk mengetahui suhu rektal sapi perah dapat digunakan hasil simulasi ANN berdasarkan suhu dan kelembaban udara di sekitar kandang sapi perah tersebut. Pengaruh Suhu Dan Kelembaban Udara terhadap Suhu Kulit (Ts) Rataan suhu permukaan kulit sapi perah selama pengamatan bervariasi antara 31,97 – 36,55 oC. Rataan suhu rektal ini masih tergolong pada suhu normal sapi perah yang dipelihara dalam lingkungan mikro yang nyaman yaitu berkisar antara 33,5 – 37,1 oC (Tucker et al., 2008). Disamping itu sapi perah yang diamati adalah sapi perah yang sudah lama beradaptasi terhadap lingkungan panas dan dipelihara selalu dikandangkan sehingga tidak terkena langsung radiasi panas matahari.
18
Menurut Martini (2006), bahwa kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) melalui dua cara yaitu pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler. Pada saat suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat suhu rendah, suhu tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit keringat dan mempersempit pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh. Suhu tubuh merupakan perwujudan suhu organ-organ di dalam tubuh serta organ-organ di luar tubuh. Suhu tubuh diwakili oleh suhu rektal dan suhu diluar tubuh diwakili oleh suhu permukaan kulit. Pola perubahan suhu tubuh sesuai dengan pola perubahan suhu rektal, karena suhu rektal mempunyai pengaruh sebesar 86% terhadap suhu tubuh, sedangkan suhu kulit pengaruhnya sebesar 14% (McLean et al., 1983). Besarnya cekaman panas yang dicerminkan oleh nilai suhu tubuh sebagian besar dipengaruhi oleh besarnya nilai suhu rektal dan sebagian lagi sisanya oleh suhu kulit. Namun demikian, kulit berperan penting dalam menerima rangsangan panas atau dingin untuk dihantarkan ke susunan syaraf pusat dan diteruskan ke hipotalamus. Rangsangan suhu tersebut diteruskan ke pusat pengatur panas yang juga di hipotalamus untuk melakukan usaha-usaha penurunan produksi atau pengeluaran panas (Isnaeni, 2006). Penerapan Artificial Neural Network (ANN) Penerapan Artificial Neural Network metode pelatihan propagasi balik dilakukan terhadap data-data pelatihan dengan harapan kesalahan (error) terkecil sekitar 0.001. Setelah dilakukan iterasi berulang-ulang dihasilkan nilai kesalahan (error) yang semakin menurun dari setiap iterasi. Nilai kesalahan (error) yang terkecil pada output prediksi terhadap output target, padaYp1 (suhu rektal) dan Yp2 (suhu kulit)
yaitu setelah dilakukan iterasi sebanyak 800.000/25 (32.000 kali),
diperoleh nilai error pada suhu rektal sebesar 0,011435 dan pada suhu kulit sebesar 0,035597. Penurunan nilai error pada suhu rektal dan suhu kulit selama proses iterasi dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 5.
19
Tabel 2. Penurunan Nilai Error Berdasarkan Tahapan Iterasi untuk Suhu Rektal (Yp1) dan Suhu Kulit (Yp2) No
Tahap Iterasi ke
Error Yp1
Error Yp2
1
25
0,34674
0,823380
2
100
0,023144
0,295907
3
1000
0,023099
0,291108
4
100.000
0,017674
0,045818
5
500.000
0,011811
0,036245
6
600.000
0,011492
0,035946
7
700.000
0,011438
0,035742
8
800.000
0,011435
0,035597
Gambar 5. Proses Iterasi yang Menghasilkan Nilai Error Terendah untuk suhu rektal (yp1) dan suhu kulit (yp2) Validasi Hasil Artificial Neural Network (ANN) Validasi hasil ANN pada suhu rektal (Tr) dan suhu kulit (Ts) berdasarkan suhu dan kelembaban udara, dengan cara membandingkan data suhu rektal dan suhu kulit hasil perhitungan ANN dibandingkan dengan hasil pengukuran di lapang.
20
Validasi dilakukan pada kondisi suhu dan kelembaban udara yang sama antara data hasil penghitungan ANN dan data hasil pengukuran di lapang. Validasi dimulai setelah didapatkan nilai error terendah, kemudian dilakukan proses normalisasi kembali, yaitu normalisasi data input (x1, x2), data target (yt1, yt2) dan hasil prediksi perhitungan ANN (yp1, yp2). Proses dan hasil normalisasi data dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil validasi menunjukkan kecenderungan hasil penghitungan ANN mendekati hasil pengukuran lapang dengan nilai rataan persentase error yang rendah.yaitu yp1 = 0,50 % dan yp2= 1,12 %. Pada beberapa titik validasi terjadi perbedaan persentase error yang cukup besar, tetapi masih dalam batasan yang rendah (% error < 5 %). Hal tersebut dapat diartikan bahwa nilai prediksi sudah mendekati nilai aktualnya. Nilai persentase error yang rendah ini menunjukkan bahwa hasil penghitungan ANN memiliki akurasi yang tinggi sehingga dapat dijadikan acuan untuk pendugaan suhu rektal (Tr) dan suhu kulit (Ts) berdasarkan suhu dan kelembaban udara.
21
Tabel 3. Hasil Normalisasi Data dari Proses Iterasi: Data Input, Data Output dan iPersentase Error antara Target dan Prediksi Data Output Input
Suhu Rektal (Tr) Target Prediksi Error
SuhuKulit (Ts) Target Prediksi Error
Ta
Rh
0
( C)
(%)
(0C)
(0C)
23,70
96,00
38,25
38,43
0,48
32,01
32,08
0,22
24,00
96,00
38,40
38,50
0,27
31,97
32,36
1,20
24,35
94,00
38,56
38,47
0,22
32,21
32,45
0,74
25,00
88,00
38,15
38,31
0,42
33,59
32,44
3,42
25,45
90,00
38,27
38,56
0,75
32,93
33,14
0,63
25,80
82,67
38,13
38,17
0,09
32,82
32,72
0,31
26,17
80,33
38,33
38,13
0,52
32,62
32,84
0,67
26,67
82,67
38,27
38,46
0,50
33,35
33,51
0,47
27,20
84,00
38,65
38,68
0,07
34,95
34,08
2,48
27,60
77,67
38,43
38,41
0,05
33,67
33,90
0,68
28,10
74,00
38,54
38,34
0,52
33,98
33,98
0,01
28,67
72,33
38,83
38,44
1,01
34,60
34,31
0,85
29,00
71,00
38,85
38,50
0,89
33,86
34,48
1,82
29,30
73,67
39,23
38,79
1,11
35,29
34,89
1,14
29,60
76,00
39,70
39,06
1,62
35,16
35,30
0,40
30,03
67,00
38,61
38,72
0,28
35,04
34,92
0,36
30,87
61,00
38,64
38,60
0,12
34,49
35,07
1,68
31,15
60,00
38,44
38,63
0,48
35,13
35,16
0,08
31,60
59,00
38,78
38,68
0,26
36,06
35,39
1,85
31,80
60,33
38,59
38,83
0,62
35,01
35,64
1,79
32,10
57,00
38,74
38,69
0,13
36,49
35,57
2,52
32,50
58,33
38,82
38,89
0,19
36,35
35,93
1,16
32,80
55,00
38,90
38,78
0,31
35,61
35,91
0,85
33,20
55,00
38,63
38,91
0,72
36,55
36,12
1,16
33,30
55,00
38,60
38,90
0,78
35,70
36,19
1,38
(%)
Rataan Error
0,50
(0C)
(0C)
(%)
1,11
Keterangan : Target (Hasil pengukuran di lapang) Prediksi (Hasil perhitungan ANN)
22
Simulasi Pendugaan Suhu Rektal (Tr) dan Suhu Kulit (Ts) Simulasi adalah teknik penyusunan dari kondisi yang nyata dan kemudian melakukan percobaan pada model yang dibuat dari sistem. Simulasi dilakukan dengan memperhatikan parameter suhu dan kelembaban udara pada setiap kondisi mulai dari nilai minimum sampai nilai maksimum yang terukur di lapang. Simulasi dengan mengkombinasikan nilai input suhu dan kelembaban udara, sehingga didapatkan variasi nilai output suhu rektal dan suhu kulit. Contoh hasil simulasi menggunakan ANN dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil simulasi suhu dan kelembaban udara, apabila ingin mengetahui berapa respon fisiologis sapi perah pada suhu rektal (Tr) dan suhu kulit (Ts) sapi perah tersebut, tidak perlu mengukur langsung kepada ternaknya, tetapi cukup melihat suhu dan kelembaban udara yang terukur saat itu, kemudian disimulasikan dengan ANN. Hasil simulasi dapat digunakan untuk mengetahui tingkat respon fisiologis sapi perah (suhu rektal dan suhu kulit) terhadap perubahan suhu dan kelembaban udara yang berbeda-beda. Tabel 4. Contoh Hasil Simulasi ANN Perkiraan Suhu Rektal (Tr) dan Suhu Kulit (Ts) pada Suhu dan Kelembaban Udara yang Berbeda-beda Suhu udara (oC) 24 24 24 26 26 26 28 28 28 30 30 30 32 32 32 34 34 34
Kelembaban udara (%) 96 94 92 96 94 92 96 94 92 96 94 92 96 94 92 96 94 92
Suhu Rektal (oC) 39,11 38,86 38,68 39,11 38,86 38,68 39,60 39,28 39,05 39,99 39,63 39,35 40,30 39,91 39,59 40,54 40,13 39,80
Suhu Kulit (oC) 35,63 35,32 35,04 35,63 35,32 35,04 36,73 36,35 36,00 37,51 37,14 36,78 38,03 37,71 37,39 38,37 38,10 37,82
23
Berdasarkan hasil prediksi dari simulasi ANN menunjukkan bahwa semakin meningkat suhu udara, maka semakin meningkat pula suhu rektal dan suhu kulit sapi perah. Semakin meningkat kelembaban udara baik pada suhu yang sama atau pada suhu yang meningkat pula, mengakibatkan peningkatan suhu rektal dan suhu kulit. Hasil simulasi ANN ini juga dapat diperoleh korelasi antara suhu dan kelembaban udara dengan tingkat stress sapi berdasarkan suhu rektal dan suhu kulit. Menurut Schutz et al. (2009), bahwa suhu rektal sapi perah pada kondisi normal adalah 38,2 – 39,1 oC. Sementara menurut Tucker et al. (2008), bahwa suhu permukaan kulit sapi yang dipelihara dalam lingkungan mikro yang nyaman yaitu berkisar 33,5 – 37,1 oC. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sapi perah mengalami cekaman panas apabila suhu rektal lebih dari 39,1 oC atau suhu kulit lebih dari 37,1 oC. Berdasarkan hasil prediksi hasil simulasi ANN, perubahan kelembaban dan suhu udara sangat sensitif mempengaruhi suhu rektal dan suhu kulit pada sapi perah. Tingkat cekaman panas berdasarkan suhu rektal pada suhu dan kelembaban udara yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Suhu dan Kelembaban Udara pada Saat Sapi Perah Mulai Mengalami Cekaman Panas dengan Indikator Suhu Rektal dan Suhu Kulit Suhu Udara (oC) 22 - 25
Kelembaban Udara (%) > 49
Indikator Cekaman Panas -
26
> 96
Suhu rektal
27
> 94
Suhu rektal
28
> 92
Suhu rektal
29
> 90
Suhu rektal
30 - 34
> 88
Suhu rektal
31
> 92
Suhu rektal dan suhu kulit
32
> 90
Suhu rektal dan suhu kulit
33
> 88
Suhu rektal dan suhu kulit
34
> 86
Suhu rektal dan suhu kulit
Peningkatan kelembaban udara pada suhu udara yang sama dan suhu udara yang berbeda sangat mempengaruhi terhadap cekaman panas pada sapi perah. Pada saat suhu udara 22 – 25 oC, secara umum tidak terjadi cekaman panas walaupun
24
terjadi perubahan kelembaban udara, karena suhu rektal dan suhu kulit masih pada kisaran normal. Pada saat suhu udara 26 – 34 oC, sapi perah akan mengalami cekaman panas apabila terjadi peningkatan kelembaban udara pada suhu tersebut dengan indikator cekaman panas pada suhu rektal, tetapi selama kelembaban udara masih di bawah ambang batas maka sapi perah tersebut tidak mengalami cekaman panas, baik dari indikator suhu rektal atau suhu kulit. Peningkatan kelembaban udara pada suhu udara yang sama dan suhu udara yang berbeda sangat mempengaruhi terhadap perubahan suhu rektal dibandingkan perubahan suhu kulit. Cekaman panas dengan indikator suhu kulit mulai terjadi apabila suhu udara naik menjadi 31 oC dengan kelembaban udara di atas 92 %. Pada saat suhu udara yang tinggi yaitu 32 – 34 oC, akan terjadi cekaman panas dengan indikator suhu rektal dan suhu kulit, tetapi suhu rektal lebih sensitif dibandingkan suhu kulit.
25