IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang
tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat. Peternak sapi perah di Ciater merupakan peternak yang sudah cukup berpengalaman dalam budidaya sapi perah. Usaha yang dilakukan merupakan usaha turun temurun dan melibatkan anggota keluarga peternak. Peternakan rakyat di Ciater berada pada ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Ciater mempunyai temperatur antara 19-24oC dengan rata-rata temperatur 21oC. Kondisi tersebut masih baik untuk produksi susu, namun apabila temperatur mencapai lebih dari 26oC maka produksi susu akan menurun sesuai dengan pendapat Hadisutanto (2008) suhu kritis untuk ternak sapi perah Fries Holland adalah 27ºC sedangkan temperatur yang optimal untuk sapi perah berkisar antara 10º-21ºC. Kelembaban sebesar 70-80%, apabila kelembabannya meningkat dapat mengakibatkan cekaman panas karena proses penguapan dari tubuh sapi dapat terhambat. 4.2.
Tatalaksana Pemberian Pakan Produksi susu yang dihasilkan oleh sapi perah sangat dipengaruhi oleh
kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. Pakan yang baik kualitas dan kuantitasnya, serta terpenuhinya kecukupan gizi sesuai dengan kebutuhan ternak akan menghasilkan produksi susu yang optimal.
34 Pakan yang diberikan di peternakan rakyat Ciater terdiri dari pakan hijauan, konsentrat dan pakan tambahan lainnya seperti ampastahu, ampas singkong, dan lain-lain. Pakan hijauan yang diberikan adalah rumput dan legume. Jenis rumputnya terdiri dari rumput lapangdengan proporsi yang paling banyak, rumput gajah, dan umbi-umbian sedangkan jenis legumnya terdiri dari glirisidia, desmodium, Arachis pintoi dan kaliandra. Rumput diberikan sebanyak 40 kg/ekor/hari dengan 3 kali pemberian yaitu pada pukul 07.00, 12.00 dan.17.00 WIB. Konsentrat dan pakan tambahan lainnya diberikan sebanyak 5-10 kg/ekor/hari pada pukul 05.00 dan 14.30 WIB.
4.3.
Pengaruh Pemberian Silase Biomassa Jagung terhadap Jumlah Produksi Susu Produksi susu riil dari sapi penelitian diukur setiap hari dengan cara
menjumlahkan susu yang dihasilkan pagi dan sore hari. Rataan produksi susu perekor sapi setiap hari dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 7. Produksi Susu Sapi Perah Fries Holland Hasil Perlakuan Pemberian Silase Biomassa Jagung Perlakuan Ulangan R1 R2 R3 R4 -1 -1 -------------------kg.ekor .hari ----------------1 7,27 12,11 15,63 14,93 2 11,49 15,97 9,72 10,55 3 13,70 13,32 13,99 10,72 4 8,51 10,88 10,86 10,82 12,48 12,56 11,76 Rata-rata Keterangan : R1 = 60% Silase biomassa jagung-0 + 40% Konsentrat R2 = 60% Silase biomassa jagung-1 + 10% Rumput + 30% Konsentrat R3 = 60% Silase biomassa jagung-2 + 20% Rumput + 20% Konsentrat R4 = 60% Silase biomassa jagung-3 + 30% Rumput + 10% Konsentrat
35 Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa rataan produksi susu tertinggi dicapai pada sapi yang mendapat perlakuan R3 yaitu 12,56 kg, sedangkan produksi susu terendah dicapai pada sapi yang mendapatkan perlakuan R1 yaitu 10,82 kg. Guna mengetahui sejauhmana pengaruh perlakuan terhadap produksi susu, maka dilakukan analisis ragam yang hasilnya disajikan pada Tabel 16 pada Lampiran 2. Berdasarkan Tabel 16. dapat diketahui bahwa perlakuan berupa jenis ransum yaitu R1 = 60% Silase biomasa jagung-0 + 40% Konsentrat; R2 = 60% Silase biomasa jagung-1 + 10% Rumput + 30% Konsentrat; R3 = 60% Silase biomasa jagung-2 + 20% Rumput + 20% Konsentrat; R4 = 60% Silase biomasa jagung-3 + 30% Rumput + 10% Konsentrat terhadap produksi susu riil harian sapi penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata (P< 0,05). Hal ini menunjukan bahwa perlakuan memberikan dampak yang sama terhadap produksi susu riil harian, dan memberikan petunjuk bahwa pemberian konsentrat secara digabung dengan biomassa jagung ketika dibuat silase (R2, R3, dan R4) maupun pemberian konsentrat yang terpisah (R1) memberikan respons yang relatif sama pada sapi perah laktasi. Perlakuan yang berpengaruh tidak nyata disebabkan karena nilai nutrient setiap ransum perlakuan relatif sama dan sudah memenuhi kebutuhan nutrient sapi penelitian. Hal ini sejalan dengan pendapat Owen (1979) bahwa dalam penyusunan ransum komplit, yang penting diperhatikan adalah kandungan nutrien dari ransum komplit itu sendiri. Agar ransum komplit dapat diberikan sebagai pakan tunggal tanpa adanya bahan tambahan lain, maka kandungan nutrien yang terdapat pada ransum komplit harus dapat mencukupi kebutuhan ternak. Total penggunaan silase biomassa jagung dengan konsentrat pada setiap ransum perlakuan perbandingannya adalah 60:40. Penambahan konsentrat pada
36 silase biomassa jagung sebagai ransum komplit dapat menutupi kekurangan atau ketidak seimbangan nutrien yang ada pada silase biomassa jagung. Penambahan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dari
ternak agar tidak terjadi adanya
defisiensi nutrien maupun kelebihan yang akan menyebabkan pemberian silase biomassa jagung menjadi tidak ekonomis. Hal ini selaras dengan pernyataan Hartadi, dkk. (1997), konsentrat merupakan bahan pakan yang digunakan bersama bahan pakan lainnya untuk meningkatkan keserasian gizi darikeseluruhan pakan. Pemberian konsentrat pada silase biomassa jagung, selain memberikan pengaruh positif juga meberikan pengaruh negatif terhadap berubahnya daya simpan dari ransum komplit itu sendiri. Kondisi yang asam pada silase biomassa jagung akan berubah dengan adanya penambahan konsentrat yang cenderung netral dan mempunyai kandungan nitrogen relatif tinggi. Adanya kandungan nitrogen yang cukup tinggi pada fermentasi silase biomassa jagung akan memberikan kesempatan pada bakteri proteolitik untuk berkembang dan merusak nutrien dari silase biomassa jagung tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Muijs(1983), bahwa kandungan protein kasar (PK) selama fermentasi akan mengalami penurunan. Penyebab terjadinya penurunan ini adalah karena adanya aktifitasmikroorganisme dan larut dalam air. Menurut Wallace dan Chesson (1995), clostridia proteolitik akan menfermentasi asam amino menjadi bermacammacam produk termasuk amonia, amina dan asam organik yang mudah menguap.
4.4.Dinamika Produksi Susu Setiap 10 Hari-an Guna melihat dinamika produksi susu sapi penelitian pada setiap ransum perlakuan, maka setiap sepuluh hari produksi susu dicari rataannya, seperti yang tersaji pada Tabel 9.
37 Tabel 8. Trend prod susu setiap 10 hari pengamatan Rataan Produksi Susu per-ekor pada setiap 10 hari pengamatan Ransum Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 --------------------------------- kg/ekor/hari -----------------------------R1 12,22 11,28 11,28 11,27 10,33 10,27 10,61 10,70 R2 12,73 11,67 12,40 12,67 12,57 12,35 12,89 12,81 R3 13,42 11,97 12,47 12,50 12,17 12,35 13,19 13,25 R4 11,10 11,19 11,41 11,82 11,91 11,74 11,84 12,44 Keterangan : R1 = 60% Silase biomassa jagung-0 + 40% Konsentrat R2 = 60% Silase biomassa jagung-1 + 10% Rumput + 30% Konsentrat R3 = 60% Silase biomassa jagung-2 + 20% Rumput + 20% Konsentrat R4 = 60% Silase biomassa jagung-3 + 30% Rumput + 10% Konsentrat
Berdasarkan Tabel 9. Produksi susu sapi yang mendapat ransum R1 terjadi penurunan yang lebih drastis dibandingkan sapi-sapi yang diberi ransum R2, R3 dan R4. Dinamika tersebut disamping dipengaruhi oleh periode laktasi juga dipengaruhi oleh kecukupan nutrien yang dikonsumsi. Ransum R1 terdiri atas campuran silase biomasa jagung dan konsentrat dimana konsentratnya diberikan secara terpisah. Gambaran kurva laju penurunan produksi susu selama penelitian dapat dilihat pada Ilustrasi 1 berikut.
Ilustrasi 1. Dinamika Produksi Susu setiap 10 hari pengamatan Berdasarkan Ilustrasi 1, pola produksi susu sapi yang diberi ransum R1 menurun drastis dibandingkan sapi-sapi yang diberi ransum perlakuan lainnya.
38 Walaupun semua ransum perlakuan mengandung nutrien ransum yang relatif sama. Hal ini memberi indikasi bahwa pemberian konsentrat yang digabung dengan biomasa jagung saat pembuatan silase lebih baik daripada pemberian konsentrat secara terpisah. Nutrien dari silase biomassa jagung dan konsentrat akan dipecah oleh mikroba yang dihasilkan ketika proses fermentasi, sehingga nutrien yang dikandung akan semakin banyak dan kualitas nutrisi silase biomassa jagung pun akan semakin baik. 4.5.
Pengaruh Pemberian Silase Biomassa Jagung terhadap Produksi Susu 4% FCM Produksi harian belum mencerminkan pengaruh yang sebenarnya karena
perbedaan kandungan lemak susu pada produksi pagi dan sore hari. Pengaruh perlakuan sebenarnya dapat diketahui dengan melakukan standarisasi produksi susu pagi dan sorehari ke produksi susu 4% FCM. Standarisasi dimaksudkan untuk menyamakan tingkat energi yang terdapat dalam susu. Hasil standarisasi produksi susu 4% FCM ditampilkan pada Tabel 10. Tabel 9. Produksi Susu 4% FCM Sapi Perah Fries Holland Hasil Perlakuan Pemberian Silase Biomassa Jagung Perlakuan Ulangan R1 R2 R3 R4 -1 -1 -------------------kg.ekor .hari ----------------1 7,82 12,00 15,88 15,55 2 12,35 15,82 9,87 10,99 3 14,72 13,19 14,21 11,16 4 8,43 11,06 11,32 Rata-rata 11,63 12,36 12,75 12,25 Keterangan : R1 = 60% Silase biomassa jagung-0 + 40% Konsentrat R2 = 60% Silase biomassa jagung-1 + 10% Rumput + 30% Konsentrat R3 = 60% Silase biomassa jagung-2 + 20% Rumput + 20% Konsentrat R4 = 60% Silase biomassa jagung-3 + 30% Rumput + 10% Konsentrat
39 Tabel 10. menunjukan bahwa perlakuan R1, R3, dan R4 dapat meningkatkan produksi susu yang dikoreksi 4% FCM sedangkan perlakuan R2 menunjukan penurunan. Perlakuan memberi hasil 11,63 Kg untuk R1; 12,36 untuk R2; 12,75 untuk R3; dan 12,25 untuk R4. Hal ini karena produksi susu lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan daripada sifat genetik. Sejalan dengan pendapat Damron (2003), yang menyatakan bahwa faktor lingkungan terutama pakan memegang peranan penting terhadap proses fisiologis dalam tubuh sapi perah sehingga pada gilirannya mempengaruhi produksi susu. Penurunan produksi susu pada perlakuan R2 lebih dikarenakan faktor genetik. Sapi penelitian pada perlakuan R2 (ulangan keempat) ini lebih rendah produksi susunya dibandingkan dengan sapi yang lainnya, rata-rata produksi hariannya hanya sebanyak 8, 51 Kg/hari. Disisi lain kadar lemak yang dihasilkan perlakuan R2 ini nilainya paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini dikarenakan formulasi yang terdiri 60% Silasebiomassa jagung-1 + 10% Rumput + 30% Konsentrat menunjukan imbangan rumput yang paling sedikit (10% rumput) jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Kandungan Kadar lemak susu dipengaruhi oleh konsumsi sapi perah terhadap pakan sumber serat kasar. Kadar lemak susu berasal dari serat kasar yang dicerna dirumen. Akibatnya, hasil perhitungan lebih lanjut antara produksi dan kadar lemak menampakkan bahwa produksi susu yang distandarisasi ke 4% FCM juga meningkat. Rumput dan silase biomasa jagung merupakan pakan sumber serat. Serat yang tinggi dalam pakan sapi akan meningkatkan persentase lemak lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian konsentrat. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh setiap perlakuan terhadap produksi susu maka dilakukan analisis keragaman dan hasilnya disajikan pada
40 Tabel 19 pada Lampiran 3. Berdasarkan Tabel 19. dapat diketahui bahwa perlakuan jenis ransum yaitu R1, R2, R3, dan R4 terhadap produksi susu 4% FCM menunjukan perlakuan memberikan berpengaruh yang tidak nyata (P<0,05). Hal ini menunjukan bahwa perlakuan memberikan dampak yang sama terhadap produksi susu 4% FCM harian, dan memberikan petunjuk bahwa pemberian konsentrat secara digabung dengan biomasa jagung ketika dibuat silase (R2, R3, dan R4) maupun pemberian konsentrat yang terpisah (R1) memberikan respons yang relatif sama pada sapi perah laktasi.
4.6.
Dinamika Produksi Susu 4% FCM Setiap 10 Hari-an Dinamika produksi susu 4% FCM setiap sepuluh hari pengamatan pada
setiap ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 10. Dinamika Produksi Susu 4% FCM setiap 10 hari pengamatan Rataan Produksi Susu 4% FCM pada setiap 10 hari pengamatan Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 -1 -1 ------------------------- kg.ekor .hari --------------------------R1 14,46 13,45 11,36 11,80 10,33 10,50 10,85 10,94 R2 13,02 11,76 12,25 12,38 12,18 12,10 12,63 12,56 R3 14,18 12,21 13,01 12,64 12,03 12,07 12,89 12,95 R4 12,25 12,35 11,37 11,79 12,26 11,99 12,09 12,70 Keterangan : R1 = 60% Silase biomasa jagung-0 + 40% Konsentrat R2 = 60% Silase biomasa jagung-1 + 10% Rumput + 30% Konsentrat R3 = 60% Silase biomasa jagung-2 + 20% Rumput + 20% Konsentrat R4 = 60% Silase biomasa jagung-3 + 30% Rumput + 10% Konsentrat
Berdasarkan Tabel 11. Produksi susu sapi yang mendapat ransum R1 terjadi penurunan yang drastis dibandingkan sapi-sapi yang diberi ransum R2, R3 dan R4. Dinamika tersebut disamping dipengaruhi oleh periode laktasi juga dipengaruhi oleh imbangan pakan sumber serat dengan konsentrat yang
41 dikonsumsi. Ransum R1 terdiri atas campuran silase biomasa jagung dan konsentrat dimana konsentratnya diberikan secara terpisah. Guna mempertegas kurva laju penurunan produksi susu selama penelitian disajikan Ilustrasi 2.
Ilustrasi 2. Dinamika produksi susu 4% FCM setiap 10 hari pengamatan Berdasarkan Ilustrasi 2, pola produksi susu 4% FCM sapi yang diberi ransum R1 menurun drastis dibandingkan sapi-sapi yang diberi ransum perlakuan lainnya. Walaupun semua ransum perlakuan mengandung nutrien ransum yang relatif sama.
Hal ini memberi indikasi bahwa pemberian konsentrat yang
digabung dengan biomasa jagung saat pembuatan silase lebih baik daripada pemberian konsentrat secara terpisah.