MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada peternakan sapi rakyat di Kabupaten Takalar, Propinsi Sulawesi Selatan dan analisis hormon progesteron dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Temak Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin Makassar. Kegiatan penelitian berlangsung selama enam bulan yaitu mulai bulan Mei sampai November 2001 yang terdiri atas dua tahap : Tahap I : merupakan penelitian pendahuluan
-
Menentukan walctu pemberian PMSG dengan dosis 300 IU dan 500 IU dua hari sebelum pencabutan implan CIDR-B atau saat pencabutan implan CIDR-B
Tahap I1 :
-
-
Respons pemberian progesteron dan PMSG serta kombinasinya berdasarkan waktu pemberian hasil penelitian pendahuluan terhadap: akselerasi estrus post-partum, intensitas estrus dan peningkatan angka konsepsi. Analisis hormon progesteron untuk mengetahui efektifitas penggunaan hormon-hormon tersebut dan kondisi fisiologis reproduksi pada masing-masing ternak. Materi Penelitian
Penelitian ini menggunakan 23 ekor induk sapi Bali anestrus post-partum lebih dari tiga bulan, memiliki anatomi organ reproduksi yang normal, memiliki kondisi tubuh sehat dan telah beranak minimal satu kali. Pakan yang diberikan pada ternak selama penelitian adalah pakan yang tersedia di lokasi penelitian seperti jerami padi, rumput lapangan, rumput gajah, leguminosa serta dedak yang diberikan secara cukup dalam jumlah dan kualitas
diatas kebutuhan pokok. Preparat hormon yang digunakan adalah progesteron (Eazi-Breed CIDR-B)+ dan PMSG**. Untuk IF3 digunakan semen beku sapi Bali produksi BIB Singosari dengan motilitas pasca thawing lebih dari 50 %, serta seperangkat alat inseminasi. Pengambilan sampel darah menggunakan venoject dan komponen radioimmunoassay untuk analisis kadar hormon progesteron. Metode Penelitian
Kegiatan penelitian terdiri atas : I.
Seleksi ternak dan penentuan waktu pemakaian PMSG
11.
Perlakuan pemberian hormon progesteron, PMSG dan kombinasi hormon progesteron dengan PMSG. Untuk mengetahui efektifitas penggunaan hormon-hormon tersebut dan kondisi fisiologis reproduksi pada masingmasing
ternak,
dilakukan analisis hormon progesteron
dengan
pengambilan sampel darah pada setiap perlakuan. 111.
Pengamatan respons estrus : pemunculan, intensitas dan keserentakan timbulnya estrus
IV.
Inseminasi Buatan dan pemeriksaan kebuntingan hasil IB.
Penentuan Kondisi Ternak
Seleksi ternak dilakukan dengan melihat kondisi tubuh kurang sampai sedang (skor 2 clan 3 dari skala 1-5) mengacu pada JICA ( J q a n International
CooperationAgency) (1996), yaitu : 3
1 (sangat kurus) : lekukan di sekitar pangkal ekor, tulang pelvis dan tulang iga belakang tajarn dan mudah diraba, tidak ada jaringan lemak di pelvis atau daerah pinggul.
* Controlled Internal Drug Release-Bovine yang mengandung 1,9 gram progesteron, produksi Inter&,
Selandia Baru
** Folligon, produksi Intervet InternationalBY,Holland
a 2 (kurus) : sedikit jaringan lemak pada pangkal ekor, pelvis mudah diraba, ujung iga terasa dan bagian atas dapat diiaba dengan mudah. 3 (sedang) : tidak ada legokan di sekitar pangkal ekor dan jaringan lemak dapat diiaba dengan mudah pada seluruh bagian, pelvis dapat diraba dengan sentuhan, jaringan lemak yang melingkupi bagian permukaan tulang iga masih dapat diraba dengan sedikit tekanan di daerah ini.
a 4 (gemuk) : gumpalan lemak dapat dilihat di sekitar pangkal ekor, pelvis atau pinggul dapat diraba dengan menekannya, ujung iga sudah tidak dapat diraba lagi, tidak ada tekanan di sekitar daerah ini.
a 5 (sangat gemuk) : pangkal ekor tertutup oleh jaringan lemak yang tebal, tulang pelvis atau pinggul tidak dapat diraba lagi, ujung iga tertutup dengan jaringan lemak yang tebal. serta palpasi rektal untuk mendapat gambaran keadaan organ reproduksi ternak. Perlakuan Penelitian ini
dilakukan
dengan
menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan enam ulangan, berlangsung dalam dua tahap sebagai berikut: Tahap I, merupakan penelitian pendahuluan yang dijadikan sebagai dasar penentuan
waktu yang lebih baik dalarn penyuntikan
dikombinasikan dengan hormon progesteron.
PMSG
yang
Ternak yang terpilih diberi
perlakuan implan intravaginal progesteron (CIDR-B) selama sembilan hari dan diikuti pemberian PMSG melalui penyuntikan secara intra muskuler (im) pada masing - masing kelompok ternak perlakuan dengan dosis 300 IU dan 500 IU dua hari sebelum pencabutan dan sesaat setelah pencabutan CIDR-B (Tabel 1 ).
Hasil perlakuan terbaik yang diperoleh pada penelitian tahap I ( ditinjau dari aspek pemunculan dan intensitas estrus ) selanjutnya akan digunakan sebagai perlakuan I11 dan perlakuan IV pada penelitian tahap 11. Tabel 1. Perlakuan pada percobaan tahap I. Perlakuan (Horrnon dan waktu pemberiannya)
Banyaknya sapi (ekor)
I. Progesteron + 300 IU PMSG H-2
Progesteron intravagind 9 hari dan 300 IU PMSG 2 hari sebelum pencabutan progesteron
1
n.
Progesteron + 500 IUPMSG H-2
Progesteron intravagind 9 hari dan 500 IU PMSG 2 hari sebelum pencabutan progesteron
2
111. Progesteron + 300 IU PMSG H-0
Progesteron intravaginal9 hari dan 300 IU PMSG segera setelah pencabutan progesteron
1
IV. Progesteron + Progesteron intravaginal 9 hari 500 IU PMSG dan 500 IU PMSG segera setelah H-0 pencabutan progesteron Jumlah sapi percobaan (ekor)
2
Kelompok Perlakuan +
6
Tahap II, merupakan penelitian utama dimana ternak yang terpilih diberi perlakuan implan intravaginal progesteron (CIDR-B) selama sembilan hari dan diikuti pemberian PMSG melalui penyuntikan secara intra muskuler (im) pada masing-masing kelompok ternak perlakuan yaitu 300 IU dan 500 IU dengan waktu pemberian berdasarkan hasil penelitian tahap I (Tabel 2), Pengambilan Sampel Darah dan Analisis Hormon Pengambilan sampel darah dilakukan yaitu : 1) pada saat implan progesteron, 2) pencabutan implan progesteron, 3) pada hari pelaksanaan IB, 4) hari kesepuluh dan 5) hari keduapuluh setelah pelaksanaan IB untuk kelompok I,
111 dan IV.
Pada kelompok I1 pengambilan sampel darah dilakukan : 1)
sebelum penyuntikan PMSG, 2) pada hari pelaksanaan IB, 3) hari kesepuluh dan 5) hari keduapuluh setelah pelaksanaan IB.
Pengambilan darah dilakukan
melalui vena jugularis sebanyak 3 sampai 5 ml dengan bantuan venoject. Tabel 2. Perlakuan pada percobaan tahap I1 Kelompok Perlakuan
Perlakuan (Hormon dan waktu pemberiamya)
Banyaknya sapi (ekor)
I. Progesteron
Progesteron intravaginal 9 hari
6
II. PMSG
500 IU PMSG im
5
111. Progesteron + 300 IU PMSG H-2
Progesteron intravaginal9 hari dan 300 IU PMSG dua hari sebelum pencabutan progesteron
6
IV. Progesteron + Progesteron intravaginal9 hari 500 IU PMSG dan 500 IU PMSG dua hari seH-2 belum pencabutan progesteron Jumlah sapi percobaan (ekor)
6
23
Kemudian darah disentriks untuk mendapatkan plasmanya dan selanjutnya dianalisis.
Analisis hormon progesteron pada sampel tersebut
dilakukan dengan teknik radioimmunoassay (RIA), menurut prosedur IAEA (1984). Pengamatan Estrus
Pengamatan estrus dilakukan tiga kali dalam sehari yaitu pada pagi hari (pukul 05.00 sampai 06.00), siang hari (pukul 12.00 sampai 13.00) dan sore hari (pukul 17.OO sampai 18.00) setelah perlakuan, khususnya setelah pencabutan progesteron. Pengamatan estrus juga dilakukan terhadap ternak-ternak yang telah diinseminasi.
Inseminasi dan Pemeriksaan Kebuntingah Inseminasi dilakukan 12 jam setelah terlihat gejala estrus, terutama gejala diam bila dinaiki ternak lain, selain gejala seperti keluar lendir transparan dan keadaan vulva. Inseminasi dilakukan dua kali berselang 12 jam antara inseminasi pertama dan kedua. Pemeriksaan kebuntingan untuk menentukan hasil inseminasi pada penelitian ini dilakukan melalui palpasi rektal, dua bulan setelah diinseminasi untuk mengetahui respons konsepsi. Parameter yang Diamati Parameter yang diamati meliputi : 1. Persentase estrus, yaitu banyaknya ternak yang estrus dibagi jumlah ternak
yang diberi perlakuan dikali 100 %. 2. Kecepatan timbulnya estrus (hari) sesudah perlakuan, yaitu saat penghentian
perlakuan sampai gejala estrus terlihat. 3. Intensitas estrus, yaitu tingkat aktifitas tingkah laku estrus yang dibedakan
menjadi tiga tingkat (skor 1, 2, 3) tergantung dari kejelasan gejala estrus, yaitu : a. skor 3 : gejala diam dinaiki, menaiki, saling menaiki dan gejala estrus lainnya terlihat jelas (vulva dan tingkah laku) b. skor 2 : gejala diam dinaiki tidak terlihat, menaiki, saling menaiki dan gejala estrus lainnya terlihat cukup jelas c. skor 1 : sebagian besar gejala estrus tidak nampak kecuali gejala keadaan vulva. 4. Angka konsepsi (CR), yaitu jumlah ternak yang bunting pada IB pertama
dibagi jumlah semua ternak yang di IB dikali 100 % 5. Konsentrasi hormon progesteron.
Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik Rancangan
percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Untuk menguji pengaruh perlakuan terhadap kecepatan timbulnya estrus dilakukan analisis sidik ragam menggunakan program Statistical Analysis System (SAS), selanjutnya untuk mengetahui perbedaan nilai tengah antar perlakuan dilakukan uji Duncan pada a = 0,05, persentase estrus dan angka konsepsi (CR) diuji dengan analisis Khi-Kuadrat (Steel dan Torrie, 1993), sedangkan variabel intensitas estrus clan gambaran umum tentang konsentrasi hormon progesteron disajikan secara deskriptif berdasarkan nilai rataan yang diperoleh sebagai efek perlakuan dalam penelitian ini.