EVALUASI LINGKUNGAN PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI BALI PADA PETERNAKAN RAKYAT DI DESA PENGADANGAN KECAMATAN PRINGGASELA KABUPATEN LOMBOK TIMUR-NTB
SKRIPSI BAIQ TUTIK YULIANA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN Baiq Tutik Yuliana. D14063113. 2010. Evaluasi Lingkungan Pemeliharaan Peternakan Sapi Bali pada Peternakan Rakyat di Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur-NTB. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr. Pembimbing Anggota : Ir. Sudarsono Jayadi, M.Sc.Agr. Desa Pengadangan hampir seluruh penduduknya bekerja sebagai petaniternak dan rata-rata memiliki jumlah ternak antara 1 sampai 3 ekor. Desa ini memiliki potensi dalam penyediaan Hijauan Makanan Ternak (HMT), pemanfaatan limbah pertanian, keadaan topografi dan luas daerah guna mendukung pengembangan peternakan sapi Bali. Kondisi tersebut sangat potensial namun tidak didukung oleh keadaan Sumber Daya Manusia (SDM). Hal tersebut menjadi permasalahan yang menarik untuk dikaji. Manajemen lingkungan pemeliharaan sangatlah penting dalam peningkatan produktivitas ternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi aspek teknis pemeliharaan (pengetahuan pemuliabiakan, makanan ternak, tata laksana, kesehatan ternak, kandang dan peralatan) dari peternakan sapi Bali rakyat di Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur-NTB. Penelitian ini menggunakan 80 orang peternak sebagai responden dan 196 ekor sapi Bali untuk dilakukan pengukuran. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data yang dikumpulkan meliputi keadaan umum daerah Pengadangan, karakteristik peternak responden sebagai tenaga kerja, jumlah dan komposisi sapi Bali, aspek pengetahuan pemuliabiakan, pakan ternak, tata laksana, kesehatan ternak, serta kandang dan peralatan. Perolehan nilai dari sub-sub aspek dari aspek pengetahuan pemuliabiakan yang diamati yaitu perbandingan jantan dan betina (14,3%), sistem perkawinan (75%), pemilihan pejantan yang digunakan (58,2%) dan pemilihan betina yang digunakan (41,8%) memberikan hasil chi-square yang sangat nyata (P<0,01). Sub aspek kelahiran per induk setiap tahun (99,4%) dan jarak beranak (94,3%) serta jumlah perkawinan untuk menjadi bunting (96,7%) memperlihatkan perhitungan chisquare mempunyai nilai yang tidak nyata (P>0,01). Perolehan nilai dari sub-sub aspek dari aspek makanan ternak menunjukan sub aspek pemberian konsentrat (2%), usaha pengawetan makanan ternak (2%), pemberian mineral (25,2%), pemberian air minum (49,8%), serta penanaman hijauan makanan ternak (60,3%). Hasil chi-square menunjukkan nilai yang sangat nyata (P<0,01). Sub aspek jumlah hijauan yang diberikan (94%) dan jenis hijauan yang diberikan (79%), menunjukkan hasil chisquare tidak nyata (P>0,01). Seluruh sub aspek dari aspek tata laksana menunjukkan hasil chi-square yang sangat nyata (P<0,01). Pemanfaatan kotoran (18,2%), pengetahuan tentang usaha peternakan (27,5%), pencatatan (28%), pengetahuan reproduksi (36,5%), kebersihan ternak (49,4%) dan pemanfaatan tenaga kerja (68,4%). Perolehan nilai dari sub-sub aspek dari aspek kesehatan ternak yaitu sub aspek vaksinasi (6,1%), pengetahuan tentang obat-obat ringan (11,6%) dan pengetahuan tentang penyakit (39,1%) memberikan hasil chi-square yang sangat nyata (P<0,01). Sub aspek kematian ternak
(92%), usaha dan tanggapan terhadap sapi yang sakit (83%) dan tindakan terhadap kematian sebesar (74,7%), mendapatkan nilai chi-square yang tidak nyata (P>0,01). Perolehan nilai dari sub-sub aspek dari aspek kandang dan peralatan menunjukan sub aspek kebersihan kandang (38,7%), kontruksi kandang (41%) dan peralatan kandang (63%) bahwa nilai chi-squarenya adalah sangat nyata (P<0,01). Sub aspek penilaian kandang (95%) dan lokasi kandang (77,6%) memperoleh nilai chi-square yang tidak nyata (P>0,01). Keseluruhan aspek mempunyai rataan sebesar 90,82 sedangkan rataan nilai pengharapannya adalah 185 sehingga nilai chi-squarenya menjadi sangat nyata (P<0,01). Disimpulkan bahwa baru sebesar 51,66% faktor penentu komoditi sapi potong yang diterapkan oleh peternak rakyat sapi Bali di Pengadangan berdasarkan rekomendasi Dirjen Peternakan (1983). Kata-kata kunci : Sapi Bali, Lingkungan Pemeliharaan, Aspek Teknis, Desa Pengadangan.
ii
ABSTRACT The Environmental assessment of Balinese Cattle Living Condition on Traditional Farming at Pengadangan Rural Area, East Lombok- NTB. Yuliana, B. T, B. P. Purwanto, and S. Jayadi Mostly, people at Pengadangan rural area work as stock farmer and the average of cattle is one to six. The major potential was forage, usage of agricultural waste, topographic, and rangy area to support development on Bali Cattle. The aims of this research were carried to evaluate the aspect technique of maintenance. This research were using 80 farmer as respondents and 196 Bali cattle were measured. Data used primer and secondary data. Data was collected including description of area and characteristic of farmers, Bali cattle composition, breeding awareness, feeding, management, animal health, house and equipments. The result of this reaserch showed that the total of all aspects was 454,09 and the expected value was 885. The calculation of chi-square showed significant different (P<0,01). From this research, can be conclude that 260% the determinant factors which have been applicated in Pengadangan Rural Area is suitable with the directory of Animal Science. The highest aspect technique was breeding awareness. Then, it followed by house and equipments, animal health, feeding and the last was management. Keywords : Bali Cattle, Environmental assessment, Pengadangan Rural Area
EVALUASI LINGKUNGAN PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI BALI PADA PETERNAKAN RAKYAT DI DESA PENGADANGAN KECAMATAN PRINGGASELA KABUPATEN LOMBOK TIMUR-NTB
BAIQ TUTIK YULIANA D14063113
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul
: Evaluasi Lingkungan Pemeliharaan Peternakan Sapi Bali pada Peternakan Rakyat di Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur-NTB
Nama
: Baiq Tutik Yuliana
NIM
: D14063113
Menyetujui,
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
(Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr) NIP: 19600503 198503 1 003
(Ir. Sudarsono Jayadi, M.Sc.Agr.) NIP: 19660226 199003 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 21 Oktober 2010
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Baiq Tutik Yuliana. Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Juli 1987 di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Penulis merupakan anak ke tiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Lalu Amir dan Ibu Baiq Kismawati. Pendidikan dasar ditempuh di SD Negeri 5 Wanasaba-Aikmel, Kabupaten Lombok Timur dan diselesaikan di SD Negeri Impress Na’e-Bima, Kota Bima pada tahun 2000. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SMP Negeri 1 Raba, Kota Bima dan pendidikan lanjutan atas diselesaikan pada tahun 2006 di SMA Negeri 1 Bima, Kota Bima-NTB. Status mahasiswa pada Jurusan Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor diperoleh melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2006. Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif pada Badan Eksekutif Mahasiswa Peternakan (BEM-D) pada tahun 2007 dan 2008, Famn Al-An’am pada tahun 2008, Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI Wilayah II) pada tahun 2007-2009, ISMAPETI Pusat pada tahun 2008-2010, Forum Mahasiswa Indonesia Tanggap Flu Burung (FMITFB) pada tahun 2007-2008, Forum Komunikasi Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasional (FKPKHN) pada tahun 2007-2008. Penulis juga pernah terlibat pada Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2008. Tahun 2010 penulis berkesempatan menjadi finalis Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS XXIII) di Bali.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas besarnya limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi yang berjudul “Evaluasi Lingkungan Pemeliharaan Peternakan Sapi Bali pada Peternakan Rakyat di Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur-NTB” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penyusunan skripsi ini merupakan wujud peran aktif dan kontribusi penulis dalam dunia peternakan. Skripsi ini disusun dengan harapan dapat memberi informasi atau gambaran mengenai aspek teknis pemeliharaan peternakan sapi Bali di Desa Pengadangan dan menjadi bahan pertimbangan dalam perbaikan manajemen pemeliharaan sapi Bali sehingga mampu meningkatkan produksi sapi potong di peternakan rakyat serta dapat meningkatkan pemeliharaan yang baik untuk para peternak di Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur-NTB. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran, sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Akhir kata semoga karya ini bermanfaat dalam bidang pendidikan umumnya dan peternakan khususnya.
Bogor, Oktober 2010 Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ....................................................................................................
i
ABSTRACT .......................................................................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN .... ...........................................................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................................
v
RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................
vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................
vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ..............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
xii
PENDAHULUAN .............................................................................................
1
Latar Belakang ....................................................................................... Tujuan ....................................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................
3
Peternakan Sapi Potong Rakyat ............................................................. Sapi Bali ................................................................................................. Faktor Penentu Komoditi Ternak Sapi Potong ...................................... Pengetahuan Pemuliabiakan ....................................................... Makanan Ternak ......................................................................... Tata Laksana .............................................................................. Kesehatan Ternak ....................................................................... Kandang dan Peralatan ...............................................................
3 5 7 7 9 11 12 13
MATERI DAN METODE .................................................................................
15
Lokasi dan Waktu ................................................................................. Materi ..................................................................................................... Ternak ......................................................................................... Peralatan .................................................................................... Prosedur .................................................................................................. Persiapan Kuesioner .................................................................. Survei dan Wawancara .............................................................. Pengamatan ............................................................................... Rancangan Percobaan dan Analisis Data .............................................. Rancangan .................................................................................. Analisis Data .............................................................................. Analisis Deskriptif .......................................................... Analisis Statistik ............................................................. Peubah .......................................................................................
15 15 15 15 15 15 15 16 17 17 17 17 18 18
Struktur Kepemilikan Ternak ........................................ Pengetahuan Pemuliabiakan ........................................... Makanan Ternak ............................................................. Tata Laksana ................................................................... Kesehatan Ternak ........................................................... Kandang dan Peralatan ...................................................
18 18 19 19 19 19
HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................
25
Keadaan Umum Lokasi .......................................................................... Karakteristik Peternak Responden ........................................................ Umur Responden ....................................................................... Tingkat Pendidikan ................................................................... Kepemilikan Ternak dan Komposisi Sapi Bali ..................................... Faktor Penentu Komoditi Peternakan Sapi Bali (Sapi Potong) ............ Pengetahuan Pemuliabiakan ....................................................... Makanan Ternak ......................................................................... Tata Laksana .............................................................................. Kesehatan Ternak ....................................................................... Kandang dan Peralatan ...............................................................
25 27 27 28 29 30 32 38 44 48 50
KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................
54
Kesimpulan ............................................................................................ Saran .......................................................................................................
54 54
UCAPAN TERIMA KASIH ..............................................................................
55
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
57
LAMPIRAN ......................................................................................................
62
ix
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman Faktor Penentu Aspek Pengetahuan Pemuliabiakan Ternak Sapi Potong ....................................................................................................
20
2.
Faktor Aspek Makanan Ternak Penentu Ternak Sapi Potong ...............
21
3.
Faktor Penentu Aspek Tata laksana Ternak Sapi Potong .... ..................
22
4.
Faktor Aspek Kesehatan Ternak Penentu Ternak Sapi Potong .............
23
5.
Faktor Penentu Aspek Kandang dan Peralatan Ternak Sapi Potong ......
24
6.
Mata Pencaharian Penduduk Pengadangan ............................................
26
7.
Jumlah Ternak di Kecamatan Pringgasela Dirinci Per Desa dan Jenisnya ...................................................................................................
26
Jumlah Populasi Ternak di Desa Pengadangan Dirinci Berdasarkan Dusun dan Jenisnya ................................................................................
27
9.
Umur dan Pendidikan Peternak Responden di Desa Pengadangan ........
29
10.
Rataan Komposisi Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Pengadangan
30
11.
Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Teknis Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan ...............................
31
Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Pengetahuan Pemuliabiakan Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan (80 Responden)..............................................................................................
33
Penerapan Aspek Pengetahuan Pemuliabiakan Sapi Bali di Desa Pengadangan ...........................................................................................
37
Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Makanan Ternak Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan (80 Responden)..............................................................................................
39
15.
Penerapan Aspek Makanan Ternak Sapi Bali di Desa Pengadangan .....
43
16.
Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Tata Laksana Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan (80 Responden) .....
44
17.
Penerapan Aspek Tata Laksana Sapi Bali di Desa Pengadangan ..........
47
18.
Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Kesehatan Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan (80 Responden) ....
48
19.
Penerapan Aspek Kesehatan Ternak Sapi Bali di Desa Pengadangan ..
50
20.
Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Kandang dan Peralatan Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan (80 Responden)..............................................................................................
51
Penerapan Aspek Kandang dan Peralatan Sapi Bali di Desa Pengadangan ...........................................................................................
53
8.
12.
13. 14.
21.
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Interaksi antara Peternak dan Ternaknya ............................................
28
2.
Wawancara dengan Peternak ..............................................................
29
3.
Perkawinan Alam Teratur pada Sapi Bali ...........................................
34
4.
Kelahiran Sapi Bali .............................................................................
35
5.
Indukan Sapi Bali Bunting dan Pedet .................................................
35
6.
Indukan Sapi Bali Bunting ..................................................................
36
7.
Pejantan Sapi Bali ...............................................................................
36
8.
Calon Indukan Sapi Bali .....................................................................
36
9.
Penimbangan Hijauan yang Akan Diberikan pada Ternak .................
40
a-e. Jenis Hijauan dan Limbah Pertanian yang Dijadikan Makan Ternak oleh Peternak di Pengadangan ................................................
40
11.
Batang Pisang Sebagai Pakan dan Sumber Air untuk Sapi Bali .........
42
12.
a dan b. Lahan dan Pematang Sawah yang Dimanfaatkan untuk Menanam Rumput Gajah ....................................................................
42
13.
Sapi Bali yang Kotor ...........................................................................
45
14.
Indukan Sapi Bali yang Dipergunakan untuk Membajak Sawah .......
45
15.
Pemanfaatan Kotoran Menjadi Gas Bio dan Kompos ........................
46
16.
Contoh Kandang yang Baik ................................................................
51
17.
Kandang yang Ada di Peternakan Sapi Bali Rakyat Desa Pengadangan ..............................................................................................................
51
10.
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1.
Halaman Kuesioner Evaluasi Teknis Pemeliharaan Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur-NTB ..........................................................................................
63
Hasil Penilaian Aspek Pengetahuan Pemuliabiakan di Desa Pengadangan ........................................................................................
67
3.
Hasil Penilaian Aspek Pakan Ternak di Desa Pengadangan ...............
70
4.
Hasil Penilaian Tata Laksana di Desa Pengadangan ...........................
73
5.
Hasil Penilaian Aspek Kesehatan Ternak di Desa Pengadangan .........
76
6.
Hasil Penilaian Aspek Kandang dan Peralatan di Desa Pengadangan
79
7.
Peta Lokasi Penelitian ..........................................................................
82
2.
PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan sapi merupakan sumberdaya lokal masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB) yang berkembang menjadi kebudayaan dan memberikan sumbangan terhadap kesejahteraan masyarakat pedesaan serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Populasi sapi menempati urutan pertama, sekitar empat kali lipat dibandingkan populasi kerbau, enam kali lipat dibandingkan populasi kuda, dan sekitar dua kali lipat dari populasi kambing (Pemerintah Provinsi NTB, 2009). Peternakan sapi memiliki peran signifikan dan strategis dalam membangun perekonomian masyarakat pedesaan di NTB. Populasi ternak sapi pada tahun 2008 mencapai 546.114 ekor, dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 6,41% setiap tahunnya. Berdasarkan wilayah penyebarannya, sebanyak 48% ternak sapi dipelihara di Pulau Lombok dan 52% di pelihara peternak di Pulau Sumbawa. Jenis sapi di wilayah NTB beraneka ragam dimulai dari sapi ras Bali, Hissar, Simmental, Brangus, Limousin, Frisian Holstein dan sapi-sapi hasil persilangan dari berbagai jenis tersebut. Jenis sapi yang paling banyak dipelihara oleh peternak rakyat di NTB adalah jenis sapi Bali. Hal tersebut karena sapi Bali merupakan ternak asli Indonesia, sehingga paling mampu bertahan pada daerah tropis dan kemampuannya dalam memanfaatkan pakan berkualitas rendah. Pola pengembangan peternakan sapi Bali yang diterapkan di Pulau Lombok berupa sistem kelompok kandang kolektif. Penerapan pengembangan peternakan dengan sistem tersebut berdasarkan pertimbangan kultur pemeliharaan sapi di Pulau Lombok yang lebih intensif. Ternak sapi dipelihara dalam kandang siang dan malam, luas lahan relatif sempit dibandingkan dengan Pulau Sumbawa dan jumlah pemilikan sapi relatif kecil antara 2-3 ekor. Hal yang sama terjadi di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) Kecamatan Pringgasela tepatnya di Desa Pengadangan. Hampir seluruh penduduk bekerja sebagai petani-ternak dan rata-rata memiliki jumlah ternak yang tidak banyak antara 1-3 ekor. Namun potensi daerah sangat besar dalam pengembangan peternakan terutama dalam penyediaan Hijauan Makanan Ternak (HMT) dan pemanfaatan
limbah pertanian yang berlimpah serta keadaan topografi dan luas daerah pun masih sangat mendukung dalam pengembangan peternakan sapi Bali. Kondisi Sumber Daya Alam (SDA) tersebut berpotensi untuk dikembangkan namun tidak didukung oleh keadaan Sumber Daya Manusia (SDM). Hal tersebut menjadi menarik untuk dikaji, sehingga penelitian ini mencoba untuk menganalisis kinerja usaha peternakan sapi Bali rakyat melalui evaluasi lingkungan pemeliharaan guna mengidentifikasi perbaikan budidaya dan faktor-faktor pendukung maupun penghambat pengembangan usaha ternak sapi Bali rakyat. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi aspek lingkungan teknis pemeliharaan (pengetahuan pemuliabiakan, pakan ternak, tata laksana, kesehatan ternak, serta kandang dan peralatan) dari peternakan sapi rakyat di Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur-NTB.
2
TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong Rakyat Struktur industi peternakan untuk semua komoditas ternak domestik sebagian besar (60-80%) tetap merupakan usaha rakyat. Rahmanto (2004) menyatakan bahwa pengusahaan ternak sapi potong rakyat dilihat dari sistem pemeliharaannya terbagi kedalam dua pola, yaitu yang berbasis lahan (landbase) dan yang tidak berbasis lahan (non landbase). Pola pemeliharaan yang bersifat landbase memiliki ciri-ciri sebagai berikut 1) pemeliharaan ternak dilakukan di padang-padang pengembalaan yang luas dan tidak dapat digunakan sebagai lahan pertanian, sehingga pakan ternak hanya mengandalkan rumput yang tersedia dipadang pengembalaan tersebut 2) pola ini umumnya terdapat di wilayah yang tidak subur, sulit air, bertemperatur tinggi, dan jarang penduduk seperti Pulau Sumbawa (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagian Kalimantan dan sebagian Sulawesi 3) teknik pemeliharaan dilakukan secara tradisional, kurang mendapat sentuhan teknologi dan 4) pengusahaan tidak bersifat komersial, tetapi cenderung bersifat sebagai simbol status sosial. Pola pemeliharaan yang bersifat non landbase memiliki ciri-ciri sebagai berikut 1) pemeliharaan ternak lebih banyak dikandangkan dengan pemberian pakan dalam kandang 2) terkait dengan usahatani sawah atau ladang sebagai sumber hijauan pakan ternak 3) pola ini umumnya dilakukan pada wilayah padat penduduk seperti di Jawa, Sumatra, dan pulau sebagian di NTB (Pulau Lombok), Kalimantan, dan Sulawesi dan 4) pengusahaan pada pola non landbase relatif lebih intensif dibandingkan dengan pola landbase dengan tujuan umumnya untuk tabungan dan sebagian lagi untuk tujuan komersial. Skala pemilikan ternak pada pola landbase pada umumnya lebih besar dibandingkan dengan pola non landbase. Studi yang dilakukan Ilham et al. (2001) menunjukkan bahwa peternak di lombok-NTB dan di Jawa Timur yang menerapkan pola non landbase umumnya mengusahakan ternak dengan skala kepemilikan di bawah 5 ekor, bahkan lebih dari 50 persen peternak hanya memiliki skala usaha di bawah 5 ekor. Usaha peternakan sapi potong rakyat memiliki posisi dan sangat peka terhadap perubahan (Yusdja et al., 2001). Menurut Azis (1993), karakteristik usaha peternakan rakyat dicirikan oleh kondisi sebagai berikut 1) skala usaha relatif kecil
2) merupakan usaha rumah tangga 3) merupakan usaha sampingan 4) menggunakan teknologi sederhana dan 5) bersifat padat karya dengan basis organisasi kekeluargaan. Tentang karakteristik usaha peternakan tradisional (peternakan rakyat) telah banyak diungkap oleh para ahli. Keragaman usaha rakyat ini akan terungkap dalam tiga dimensi yaitu, dari sisi petani sebagai pengelola, ternak yang diusahakan, dan dari segi motivasi serta cara pengusahaannya. Menurut Birowo (1973) dan Mubyarto et al. (1975) usaha ternak tradisional memiliki ciri-ciri sebagai berikut 1) diusahakan oleh sebagian besar petani dalam skala kecil sebagai usaha keluarga, 2) rendahnya tingkat keterampilan peternak dan kecilnya modal usaha, 3) belum memanfaatkan bibit unggul dan kecilnya jumlah ternak yang produktif, 4) cara penggunaan ransum tidak efisien dan tidak disediakan secara khusus, 5) kurang memperhatikan usaha pencegahan penyakit, 6) motivasi pengusahaannya belum bersifat komersial dan sebagian masih berfungsi melayani pekerjaan mengolah tanah, pengangkut hasil pertanian, penghasil pupuk, dan kurang memperhatikan nilai korbanan dan keluaran. Dengan karakteristik tersebut tujuan usaha ternak tradisional ditekankan pada maksimalisasi keuntungan materi sehingga mengakibatkan respon terhadap stimulus yang dibuat oleh harga sangat rendah (Suradisastra, 1977 dan Sabrani, 1979). Meskipun permintaan terhadap daging dan ekspor ternak meningkat, namun produksi tidak akan beranjak naik (Mubyarto, 1974). Atmadilaga (1974) mengungkapkan bahwa peningkatan permintaan terhadap daging yang disebabkan oleh perbaikan tingkat ekonomi dan sadar gizi penduduk, memang meningkatkan penawaran ternak dipasaran, tetapi melalui pengurasan populasi yang ada. Pengurasan dimaksudkan tingkat pemotongan ternak melebihi tingkat pertambahan populasi. Wharton (1969) mengemukakan beberapa kriteria menerangkan konsepsi petani subsisten (melakukan beberapa kegiatan atau pekerjaan yang terintegrasi) sebagai berikut : 1). Kriteria ekonomi : a) Petani subsisten adalah petani yang mengkonsumsi sebagian besar produksi yang dihasilkannya. Tingkat subsistensi petani dapat ditentukan dari nisbah produksi yang dijual terhadap produksi total. b) Pemanfaatan tenaga kerja keluarga dan masukan dari lingkungan sendiri adalah ciri umum petani subsisten. Karenanya integrasi petani dengan dunia
4
luar, dapat diketahui dari nisbah tenaga kerja yang disewa atau nisbah masukan yang dibeli, c) Tingkat pemanfaatan teknologi umumnya masih rendah, yang ditunjukkan oleh pemanfaatan alat-alat dan cara berproduksi yang tradisional, d) Petani subsisten dapat dikenal dari tingkat pendapatan dan taraf hidupnya yang masih rendah dan miskin. Secara relatif, tingkat hidupnya mengalami perbaikan dengan sangat lamban, dan e) Kemampuan petani subsisten dalam mengambil kepustusan umumnya sangat terbatas. Kendala yang dihadapi petani misalnya adalah penguasaan lahan yang sempit, sistem penguasaan lahan, kurangnya alternatif pilihan yang dimiliki petani dan keluarganya. 2). Kriteria sosio-kultural : Sistem komoditi yang menyangkut proses produksi, konsumsi dan distribusi tidak lepas dari ketergantungan sosial budaya yang dihadapai petani. Pemilikan aset yang masih terkaitan dengan simbol status dan kebiasaan konsumsi yang fanatik mempunyai pengaruh besar dalam pengelolaan usahataninya. 3). Kriteria pembangunan : Petani subsisten kurang peka dan tanggap terhadap introduksi inovasi baru, dan proses adopsi berjalan sangat lamban. Petani cenderung melestarikan cara-cara berproduksi yang telah membudaya dan takut menanggung resiko sebagai konsekuensi dari penerapan ide-ide baru. Sapi Bali Asal Usul Sapi Bali Sapi Bali adalah banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi sejak berabad-abad yang lalu (Hardjosubroto, 1994). Ada dua pendapat mengenai asal usul sapi Bali. Payne dan Hodges (1997) menyatakan bahwa sapi Bali sebenarnya subfamili dengan sapi-sapi lain yaitu famili Bovinae, tapi berlainan genus karena sapi Bali termasuk genus Bibos sedangkan sapi-sapi lain termasuk genus Bos. Menurut Hardjosubroto (1994), sapi Bali termasuk satu famili dengan sapi lain yaitu Bovinae, genus Bos dan sub genus Bibovine. Sapi-sapi yang termasuk dalam subgenus Bibovine tersebut adalah Bibos gaurus, Bibos frontalis dan Bibos sondaicus, jadi dengan Bos taurus dan Bos indicus berbeda genusnya sehingga perbedaan ini diduga
5
sebagai penyebab perkawinan sapi Bali dengan Bos taurus dan Bos indicus menghasilkan anak jantan yang umumnya steril. Sapi Bali diduga berasal dari Pulau Bali walaupun sapi Bali banyak juga di temukan di Sulawesi, Pulau Lombok, Timor dan dalam jumlah kecil ditemukan di beberapa daerah lain di Indonesia. Sejumlah kecil sapi Bali juga ditemukan di Malaysia dan Philipina, dan juga ditemukan di Semenanjung Cobourg di sebelah Utara Australia (Kirby, 1979). Karakteristik Sapi Bali Warna bulu sapi Bali adalah merah bata, tetapi pada jantan dewasa warna tersebut berubah menjadi warna kehitaman. Perubahan warna bulu menjadi hitam terlihat mulai umur 51 minggu mengikuti pola warna tertentu dengan empat titik awal perubahan yaitu leher bawah, hidung, tengkuk dan carpus. Selanjutnya secara lamban perubahan warna tersebut menyebar ke belakang dan akhirnya mencapai bawah perut dan kaki belakang (Haryana, 1989). Tanda-tanda khusus sapi Bali murni menurut Hardjosubroto (1994), adalah warna putih pada belakang paha, pinggiran bibir atas dan pada kaki bawah mulai dari tarsus dan carpus sampai pinggir atas kuku. Bulu pada ujung ekor hitam, bulu pada bagian dalam telinga putih. Terdapat garis hitam yang jelas di bagian atas punggung mulai dari belakang gumba sampai ekor. Jika sapi Bali jantan dikastrasi, empat bulan kemudian warna hitam tersebut berangsur-angsur berubah menjadi merah bata kembali mulai dari belakang ke depan dan akan menjadi merah bata sempurna setelah lebih kurang satu tahun (Haryana, 1989). Dibandingkan dengan sapi Madura dan sapi Ongole, sapi Bali merupakan ternak yang sangat potensial untuk dikembangkan karena memiliki kelebihankelebihan antara lain mempunyai daging berkualitas baik dengan dengan kadar lemak rendah (kurang lebih 4% ) (Payne dan Hodges, 1997), warna lemak pada daging cenderung kuning dan lebih lembut jika dibandingkan dengan sapi lain (Kirby, 1979). Persentase karkas yang tinggi yaitu 55,85%-60,80% (Soehadji, 1991) dengan rasio karkas daging/tulang 6,5:1 (Payne dan Hodges, 1997). Sapi Bali juga mempunyai fertilitas yang tinggi yaitu 83-86% (Pastika dan Darmadja, 1976; Darmadja 1980). Sapi Bali dapat memanfaatkan pakan kualitas rendah (Martojo, 1990), masa estrus yang lebih panjang (Kirby, 1979), angka kebuntingan yang tinggi
6
(Sastradipradja, 1990) dengan rata-rata tingkat kebuntingan 90-100%. Angka kelahiran sapi Bali juga tinggi yaitu 72,6%-92,6% (Soehadji, 1991) dan memiliki daya adaptasi yang tinggi dengan lingkungan yang kritis. Sapi Bali merupakan ternak tipe kerja dan potong yang cocok untuk digunakan sebagai tenaga kerja di petakpetak sawah yang kecil. Sapi Bali lebih mudah dilatih dari pada sapi Ongole dan kondisi badannya lebih cepat pulih setelah dipakai kerja jika dibandingkan dengan bangsa sapi lain dan hanya sedikit mempengaruhi produksinya. Sapi Bali mempunyai beberapa kelemahan antara lain sapi Bali murni sangat rentan terhadap penyakit Jembrane dan penyakit ingus akut (MCF) yang diduga ditularkan melalui domba sehingga menghambat perkembangan populasi sapi Bali di daerah-daerah yang mempunyai populasi domba yang tinggi (Martojo, 1990). Angka kematian anak tinggi, berkisar antara 20% sampai 50% (Wirdahayati dan Bamualim 1990). Rataan produksi susu induk sapi Bali rendah walaupun telah diberikan pakan tambahan. Berlawanan dengan sapi-sapi lain yang menghentikan aktivitas reproduksinya untuk pertumbuhan anaknya, sapi Bali mengalami estrus setelah kurang lebih 3 bulan postpartum (Talib et al., 1998). Penurunan bobot badan induk yang banyak (±53 kg) pada masa menyusui mengakibatkan anak pada kelahiran berikutnya mempunyai bobot lahir yang kecil (kurang lebih 10 kg) sehingga tingkat kematian tinggi (Talib et al., 1998). Pertumbuhan sapi lamban dan bobot badan dewasanya rendah jika dibandingkan dengan bangsa sapi Bos indicus maupun Bos taurus (Kirby, 1979). Faktor Penentu Komoditi Ternak Sapi Potong Pengetahuan Pemuliabiakan Nilai pemuliaan sangat penting terutama untuk menilai keunggulan seekor pejantan yang akan digunakan sebagai sumber semen. Pelaksanakan seleksi, biasanya diusahakan untuk memilih ternak yang mempunyai nilai pemuliaan yang paling tinggi dari semua ternak untuk dijadikan tetua. Hal ini diharapkan dapat menghasilkan kemungkinan rata-rata performa tertinggi pada keturunan dari orang tua yang diseleksi. Jika diketahui dengan pasti nilai pemuliaan dari tiap-tiap ternak, maka usaha untuk memberikan peringkat ternak menurut nilai pemuliaan yang sesungguhnya dapat dilakukan dengan efisien. Pendugaan yang akurat dari nilai
7
pemuliaan akan menghasilkan urutan peringkat yang akurat juga (Falconer, 1981; Warwick et al., 1987). Memperoleh bibit sapi Bali yang baik mutunya dengan menerapkan teknik pemuliaan dan pemurnian sapi Bali melalui kegiatan : pembentukan populasi dasar, uji penampilan, uji keturunan, pemanfaatan pejantan unggul melalui inseminasi buatan dan embrio transfer (Soehadji, 1990). Untuk pemilihan calon pejantan uji performa dapat dilakukan pada setiap periode yaitu : saat lahir, disapih, umur setahun, pubertas, dan pasca pubertas. Uji performa dilakukan dengan memilih individu-individu yang menunjukkan prestasi di atas nilai pertumbuhan tubuh dan perkembangan reproduksi rata-rata. Seleksi terus menerus pada setiap periode terhadap calon pejantan dan keturunannya, maka akan dihasilkan pejantan-pejantan unggul. Cara ini dapat dilakukan dengan biaya yang lebih murah, waktu lebih cepat, dan lebih sederhana. Seleksi pejantan yang unggul dan berhak mendapatkan sertifikat seperti halnya di negara yang telah maju peternakannya, perlu dilanjutkan dengan uji keturunan (Martojo, 1990). Estrus dan siklus estrus merupakan suatu kejadian fisiologis pada hewan betina yang dimanifestasikan dengan memperlihatkan keinginan kawin. Internal antara awal timbulnya satu periode estrus ke awal periode estrus berikutnya pada hewan yang tidak bunting dan normal disebut siklus estrus (Toelihere, 1985). Selanjutnya dinyatakan bahwa terdapat perbedaan lama periode estrus maupun siklus estrus pada berbagai jenis ternak. Pada ternak sapi, panjangnya siklus estrus antara 18 sampai 24 hari (rata-rata 21 hari) dengan lama estrus antara 18-19 jam. Sapi Bali birahi pertama kali pada umur 395 hari (13 bulan), dikawinkan pertama kali pada umur 490,5 hari (±16 bulan ) (Sutedja et al., 1976). Lama birahi rata-rata 34 jam dengan masa kebuntingan 286±15 hari, selang beranak 528±155 hari dan dikawinkan kembali 242,45 hari (±8 bulan) setelah melahirkan (Darmadja, 1980). Sedangkan lama bunting 284,87±0,33 hari, selang kawin setelah beranak 125, 99±5,97 hari dengan selang beranak 400,88±6,24 hari (Ardika, 1995). Dari penelitian Ardika (1995) didapatkan selang kawin setelah beranak secara nyata dipengaruhi oleh kelompok pejantan dan lokasi, musim kelahiran yang berhubungan dengan ketersediaan pakan. Induk-induk sapi yang melahirkan pada musim kemarau mempunyai selang kawin yang lebih pendek dibandingkan dengan sapi-sapi yang melahirkan pada musim hujan.
8
Makanan Ternak Siregar (1996) mengungkapkan bahwa pakan ternak terdiri dari hijauan dan konsentrat yang dapat diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup dan produksinya. Hijauan diartikan sebagai bahan pakan ternak yang kandungan serat kasar atau bahan yang sulit dicerna relatif tinggi. Secara umum penggolongan hijauan pakan ternak adalah rumput-rumputan, leguminosa dan limbah pertanian. Rumput terbagi menjadi dua yaitu rumput alam dan rumput kultur. Rumput alam umumnya tumbuh sendiri tanpa perawatan, contohnya ialah rumput lapang, rumput sawah, rumput gunung, dan rumput hutan. Rumput kultur yaitu jenis rumput yang memang sengaja ditanam dan dipelihara dengan tambahan pupuk serta pemangkasan pada waktu-waktu tertentu. Contoh rumput kultur antara lain King grass (rumput raja), Pennisetum purpureum (rumput gajah), Brachiaria ruzizinensis (rumput ruzi), Panicum maximum (rumput benggala), Euchlena mexicana (teosinte), Setaria spacelata (rumput padi), Setaria splendida, Paspalum dilatatum (rumput Australia), dan lain-lain. Legunimosa dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan penampakannya yaitu leguminosa berbentuk pohon, semak dan merambat. Leguminosa berbentuk pohon relatif besar dan bercabang banyak contohnya ialah kaliandra, Grilicidia sepium (gamal), Sesbania grandiflora (turi), Sesbania sesban (jayanti, sunda), dan Leucaena leucocephala (petai cina). Leguminosa semak tidak begitu tinggi, contohnya antara lain Stylosanthes sp (stylo), Cajanus cajan (kacang gude), Clitoria tenatea (bunga telang), dan lain-lain. Leguminosa merambat adalah leguminosa yang tidak mempunyai batang kuat, contohnya ialah Macroptilium atropurpureum (siratro) Centrocema pubescens (centro), Calopogonium muconoides (puero) dan lain-lain (Wina, 1992). Leguminosa pada umumnya mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi sehingga dapat dipakai sebagai sumber protein terhadap ruminansia yang diberi rumput. Gamal atau lirik sidia (Gliricidia sepium (jacq.) Kunth ex Walp.) dikenal dengan sinonim G. Maculata (Kunth ex Walp.). Jenis ini termasuk kedalam suku polong-polongan (leguminosae) yang berbunga kupu-kupu. Sebagai pakan yang banyak digunakan, daun gamal mengandung 3-5% N, 13-30% serat kasar, 6-10% abu, dan sedikit karoten dengan kecernaan 48-77% (Sutarno, 1993). Umur tanaman,
9
musim, dan genotipe sangat berpengaruh terhadap kualitas pakan. Kandungan N tertinggi terdapat pada daun yang paling muda. Semakin bertambah umur, kadar N menurun, sedangkan serat kasar meningkat. Bau yang tidak sedap menyebabkan kurang disukai ternak. Gamal merupakan tanaman leguminosa yang peranannya dapat menggantikan lamtoro dalam campuran pakan ternak. Gamal dilaporkan mempunyai tingkat degradasi yang lebih tinggi dari lamtoro. Gamal mengandung senyawa fenolat yaitu kumarin (senyawa sekunder). Bahan yang tergolong limbah pertanian antara lain jerami padi, daun jagung, daun kacang-kacangan, daun ubi jalar, daun sorgum dan pucuk tebu. Sedangkan bahan pakan yang tergolong pakan konsentrat adalah bahan pakan yang kandungan serat kasar atau bahan yang sulit dicerna relatif rendah. Bahan pakan konsentrat diantaranya dedak padi, bungkil kelapa, polar, bungkil kelapa sawit, tepung jagung, tepung gaplek, onggok, ampas tahu, dan ampas bir (Wina, 1992). Menurut survei Lebdosoekoyo (1982), pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak ruminansia baru sekitar 39% dari potensinya. Selebihnya dibuang, dibakar, atau untuk keperluan nonpeternakan. Limbah pertanian belum dimanfaatkan secara optimal disebabkan waktu panen yang tidak kontinu, hanya pada bulan-bulan tertentu saja. Oleh karena itu, untuk persediaan sepanjang tahun maka harus dilakukan pengawetan pada waktu musim panen. Limbah pertanian di luar Jawa dan Madura hanya sebagian kecil saja yang digunakan untuk hijauan pakan ternak ruminansia. Hal ini dikarenakan masih besarnya potensi sumber hijauan di luar Jawa dan Madura. Pengawetan HMT yang sudah lama dikenal oleh para peternak adalah jenis silase dan hay. Silase (silage) adalah hijauan pakan ternak yang diawetkan dengan cara peragian atau fermentasi asam laktat. Hijauan masih dalam keadaan segar dapat diberikan kepada ternak tanpa mengganggu proses pencernaannya dan tidak menimbulkan efek negatif lainnya. Proses fermentasi asam laktat itu disebut dengan proses ensilase atau ensilage. Pengawetan dengan cara silase merupakan alternatif yang paling sesuai untuk menjaga ketersediaan pakan ternak yang berlebihan pada musim hujan. Cara silase ini dapat pula mengolah sekaligus mengawetkan limbah pertanian. Hijauan yang baik untuk pembuatan silase adalah daun jagung, daun shorgum, leguminosa, dan rumput-rumputan berupa rumput alam dan rumput kultur.
10
Hay adalah hijauan pakan ternak yang diawetkan melalui pengeringan agar dapat disimpan lama sehingga dapat digunakan pada musim kemarau. Jenis hijauan yang baik untuk hay adalah hijauan pakan ternak yang bertekstur halus, lunak dan tidak mempunyai batang yang keras seperti rumput alam, rumput kultur Setaria sp, Brachiaria mutica, Brachiaria brizantha, leguminosa Centrosema pubescens, Desmodium intortum dan lain-lain. Pemberian mineral pada ternak juga dibutuhkan. Mineral berperan penting dalam proses fisiologis ternak, baik untuk pertumbuhan maupun pemeliharaan kesehatan. Beberapa unsur mineral berperan penting dalam penyusunan struktur tubuh, baik untuk perkembangan jaringan keras seperti tulang dan gigi maupun jaringan lunak seperti hati, ginjal, dan otak. Unsur mineral makro seperi Ca, P, Mg, Na, dan K berperan penting dalam aktivitas fisiologis dan metabolisme tubuh, sedangkan unsur mineral mikro seperti besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), mangan (Mn), dan kobalt (Co) diperlukan dalam sistem enzim (McDowell, 1985). Semua mineral esensial baik mikro maupun makro sangat penting untuk kehidupan ternak. Kekurangan salah satu atau lebih mineral tersebut akan mengganggu sistem fisiologis ternak dan menyebabkan penyakit yang disebut defisiensi mineral. Fe dan Cu mempunyai sifat yang sama dalam sistem pembentukan darah, yaitu Fe sebagai pembentuk hemoglobin dan Cu sebagai pembentuk seruloplasmin. Bila ternak mengalami defisiensi Fe maka absorpsi Cu dan Pb, yang merupakan mineral nonesensial, meningkat sehingga ternak akan mengalami gejala toksisitas Cu atau Pb (Chung et. al, 2004). Tata Laksana Menurut Santoso (1995) pencatatan pada peternakan mutlak dilakukan karena merupakan data berharga untuk menilai perkembangan suatu usaha peternakan, untuk menentukan kebijaksanaan dan tatalaksana yang harus diambil dan dikerjakan selanjutnya. Hal ini dilakukan pula untuk mengungkapkan serta menelusuri latar belakang sejarah atau silsilah ternak yang dipelihara. Mempelajari catatan, seleksi dapat dilakukan lebih efektif dan efisien, penjualan produk dapat tercapai tidak jauh dari yang diharapkan, dan ramalan terhadap keadaan di masa mendatang akan tergambar.
11
Catatan yang perlu dibuat pada usaha peternakan sapi potong adalah catatan mengenai kesehatan ternak, perkawinan atau berahi, penyapihan, kebutuhan pakan, penjualan dan silsilah. Pencatatan penting yang berkaitan dengan data produksi suatu perusahaan peternakan sapi daging adalah : 1. Data produktivitas pedet 2. Data produktivitas pejantan 3. Data produktivitas induk. Data produktivitas pedet biasanya tercantum mengenai tetuanya, data kelahirannya, data penyapihanya, data produksi sampai umur 1-2 tahun dan data penjualannya. Data produktivitas pejantan mencakup identitasnya, jumlah pedet yang dihasilkan melalui induk yang dikawininya termasuk jenis kelamin pedet dan catatan prestasi pedet yang dihasilkan. Data tersebut biasanya dicatat pertahun sehingga akan tampak prestasi pejantan tersebut dalam peranannya untuk memproduksikan anak. Data produktivitas induk disusun lebih lengkap, biasanya mencakup data individual induk, data produksi total dari pedet-pedet yang dihasilkannya sampai disapih dan indeks produksinya. Catatan tersebut akan memperlihatkan prestasi induk, sampai kapan dipertahakan di perusahaan, bagaimana prestasi pedet yang dihasilkannya, serta kemungkinan dihasilkannya pedet untuk replacement (bibit pengganti). Kesehatan Ternak Wiltbank (1978) menyatakan ada empat masalah pada reproduksi yang dihadapi ternak sapi potong yaitu a) lama bunting yang panjang b) interval dari lahir sampai estrus pertama yang panjang c) tingkat konsepsi yang rendah d) kematian anak dari lahir sampai sapih yang tinggi dan bervariasi. Kematian ternak dipengaruhi oleh banyak faktor yang antara lain seperti makanan kurang, iklim dan keadaan daerah serta penyakit yang berjangkit. Kejadian keguguran dan lahir mati pada sapi Bali adalah sebesar 3,65% (Pastika dan Darmadja, 1976). Kematian sebelum dan sesudah disapih pada sapi Bali berturutturut adalah 7,03% dan 3,59% (Darmadja dan Sutedja, 1976). Menurut Sumbung et al. (1978) persentase kematian pada umur dewasa sebesar 2,7%.
12
Kandang dan Peralatan Fungsi Kandang. Menurut Rasyid dan Hartati (2007), fungsi kandang adalah 1) Melindungi ternak dari perubahan cuaca atau iklim yang ekstrem (panas, hujan dan angin) 2) Mencegah dan melindungi ternak dari penyakit 3) Menjaga keamanan ternak dari pencurian 4) Memudahkan pengelolaan ternak dalam proses produksi seperti pemberian pakan, minum, pengelolaan kompos dan perkawinan 5) Meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja. Pemilihan lokasi. Beberapa pertimbangan dalam pemilihan lokasi kandang antara lain Rasyid dan Hartati (2007) a) Tersedianya sumber air, terutama untuk minum, memandikan ternak dan membersihkan kandang b) Dekat dengan sumber pakan c) Transportasi mudah, terutama untuk pengadaan pakan dan pemasaran d) Areal yang ada dapat diperluas. Letak bangunan. Menurut Rasyid dan Hartati (2007), letak bangunan yang baik adalah a) Mempunyai permukaan yang lebih tinggi dengan kondisi sekelilingnya, sehingga tidak terjadi genangan air dan pembuangan kotoran lebih mudah b) Tidak berdekatan dengan bangunan umum atau perumahan, minimal 10 meter c) Tidak menggangu kesehatan lingkungan d) Agak jauh dari jalan umum e) Air limbah tersalur dengan baik. Konstruksi.
Konstruksi kandang harus kuat, mudah dibersihkan, mempunyai
sirkulasi udara yang baik, tidak lembab dan mempunyai tempat penampungan kotoran beserta saluran drainasenya. Kontruksi kandang harus mampu menahan beban benturan dan dorongan yang kuat dari ternak, serta menjaga keamanan ternak dari pencurian. Penataan kandang dengan perlengkapannya dapat memberikan kenyamanan pada ternak serta memudahkan kerja bagi petugas dalam memberi pakan dan minum, pembuangan kotoran dan penanganan kesehatan ternak (Rasyid dan Hartati, 2007). Desain konstruksi kandang sapi potong harus didasarkan pada agroekosistem wilayah setempat, tujuan pemeliharaan dan status fisiologis ternak. Model kandang sapi potong di dataran tinggi, diupayakan lebih tertutup untuk melindungi ternak dari cuaca yang dingin, sedangkan untuk dataran rendah yaitu bentuk kandang yang lebih
13
terbuka. Tipe dan bentuk kandang dibedakan berdasarkan status fisiologis dan pola pemeliharaan. Hal ini dibedakan menjadi kandang pembibitan, penggemukan, pembesaran, kandang beranak/menyusui, kandang pejantan, kandang paksa dan lainlain (Rasyid dan Hartati, 2007).
14
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di daerah peternakan Sapi Bali rakyat di Desa Pengadangan yang terdiri dari delapan Dusun yaitu Dusun Gubuk Timuk, Dusun Bawak Paok, Dusun Gubuk Jero, Dusun Gubuk Semodek, Dusun Kwang Sawi, Dusun Tibu Petung, Dusun Sukatain dan Dusun Timba Nuh yang berada di Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur-Nusa Tenggara Barat pada bulan Februari sampai Maret 2010. Materi Ternak Ternak yang digunakan adalah Sapi Bali (murni dan tidak murni) sebanyak 196 ekor yang terdiri atas Sapi Bali pedet, dara, induk dan jantan. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pita ukur, timbangan gantung, peternak sebagai responden dan kuesioner yang digunakan untuk mengetahui keterampilan peternak dan lingkungan pemeliharaan Sapi Bali. Prosedur Persiapan Kuesioner Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data. Kuesioner disusun untuk mengetahui karakteristik peternak dan keterampilan teknis peternak dalam mengelola usaha beternak sapi potong. Aspek teknis tersebut meliputi 1) Pemuliaan dan reproduksi 2) Pakan ternak 3) Tata laksana 4) Kesehatan ternak serta 5) Kandang dan peralatan. Setiap aspek terdiri dari sub aspek seperti yang ditampilkan pada Tabel 1 sampai 5. Survei dan Wawancara Sebelum penelitian dimulai terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan berupa survei untuk menginventarisasi peternak rakyat yang ada di Desa
Pengadangan. Berdasarkan penelitian pendahuluan, diperoleh satu kelompok ternak yang menjadi leader atau pioneer berkembangnya usaha peternakan di Desa Pengadangan. Pemilihan Desa Pengadangan sebagai tempat responden karena populasinya yang tinggi dibandingkan desa lain yang berada di wilayah Kecamatan Pringgasela. Pemilihan sampel dipilih secara acak oleh pemangku desa (pengurus kantor desa) Pengadangan. Sampel diambil mewakili setiap peternak di dusun, kemudian wawancara dilakukan kepada setiap responden. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner atau daftar pertanyaan yang disusun berdasarkan kriteria faktor penentu ternak sapi potong sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 1 sampai 5. Pengamatan Pengamatan langsung pada objek penelitian dilakukan bersamaan dengan wawancara. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai keterampilan teknis peternak. Pengukuran langsung di lapangan yaitu : 1. Lingkar dada (LD) dan panjang badan untuk mengetahui bobot badan ternak berdasarkan (Guntoro, 2002) : Rumus Bobot Badan (BB) Sapi Bali Sapi Jantan : BSB = (P x L²) : 11045 Sapi Betina : BSB = (P x L²) : 11050 Lingkar dada diukur dengan cara melingkarkan pengukur sekeliling rongga dada di belakang sendi Os scapula, sedangkan panjang badan diukur mulai dari benjolan bahu (tuberosity of humerus) sampai tuber ischii. Lingkar dada dan panjang badan diukur menggunakan pita ukur (cm). 2. Umur sapi dilihat dari pertumbuhan gigi. 3. Makanan ternak (pakan) pakan hijauan diukur dengan mengunakan timbangan pada saat peternak akan memberikannya pada ternak. Timbangan yang digunakan adalah timbangan gantung.
16
Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan Penelitian ini menggunakan metode survei. Metode survei adalah metode informasi (data) dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Ukuran sampel atau jumlah peternak responden sapi Bali yang diambil dalam penelitian sebanyak 80 peternak dari 8 dusun, masingmasing diambil 10 sampel peternak setiap dusun sebagai responden. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari semua responden melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner atau daftar pertanyaan yang disusun berdasarkan kriteria faktor penentu sapi potong (Direktorat Jendral Peternakan, 1983). Teknik observasi yaitu pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung ke lapangan untuk mengetahui fenomena atau gejala yang ada pada objek-objek penelitian dan pengukuran langsung di lapangan (pengukuran lingkar dada, pengukuran panjang badan, penimbangan hijauan yang di berikan peternak dan melihat umur dari gigi sapi). Data sekunder diperoleh dari kelompok ternak setempat, Kantor Desa, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi NTB, Badan Klimatologi Kabupaten Lombok Timur. Data yang dikumpulkan meliputi keadaan umum daerah Pengadangan, karakteristik peternak responden sebagai tenaga kerja, jumlah dan komposisi sapi Bali, aspek pengetahuan pemuliabiakan, pakan ternak, tata laksana, kesehatan ternak, serta kandang dan peralatan. Analisis Data 1. Analisis Deskriptif Analisis deskiptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik peternak responden dengan bantuan tabulasi frekuensi. Karakteristik peternak yang diamati meliputi umur, pendidikan, kepemilikan ternak, keterampilan dan teknis beternak.
17
2. Analisis Statistik Hasil uji chi-square digunakan untuk membandingkan nilai hasil pengamatan dengan nilai harapan faktor penentu ternak sapi potong (sapi Bali) menurut Direktorat Jendral Peternakan (1983). Bentuk persamaan menurut Walpole (1995) adalah sebagai berikut :
Keterangan : oi = Nilai Pengamatan ei = Nilai Harapan χ² = Chi-kuadrat Peubah 1. Struktur Kepemilikan Ternak Populasi ternak dihitung berdasarkan satuan ternak sapi potong. Komposisi ternak yang diamati adalah : a). Anak Sapi (pedet) yaitu sapi jantan atau betina yang berumur kurang dari 1 tahun, dihitung sama dengan 0,25 satuan ternak. b). Sapi dara yaitu, sapi betina yang berumur lebih dari 1 tahun dan belum pernah beranak, dihitung sama dengan 0,50 satuan tenak. c). Sapi dara, yaitu sapi jantan yang berumur lebih dari 1 tahun dan kurang dari 2 tahun yang belum dikawinkan, dihitung sama dengan 0,50 satuan tenak. d). Sapi jantan dewasa yaitu sapi yang telah berumur ≥2 tahun, dihitung dengan 1,00 satuan ternak. e). Sapi indukan yaitu sapi yang telah beranak dan berumur ≥2 tahun, dihitung dengan 1,00 satuan ternak. 2. Pengetahuan Pemuliabiakan Peubah yang diamati meliputi perbandingan pejantan dengan betina, sistem perkawinan, kelahiran per induk setiap tahun, jarak beranak, jumlah perkawinan
18
untuk menjadi bunting, pemilihan pejantan yang digunakan, serta pemilihan betina yang digunakan. 3. Makanan Ternak Peubah yang diamati meliputi jumlah hijauan yang diberikan, jenis hijauan yang diberikan, pemberian konsentrat, pemberian mineral, pemberian air minum, penanaman hijauan makanan ternak, serta usaha pengawetan makanan ternak. 4. Tata Laksana Peubah yang diamati meliputi pencatatan, kebersihan ternak, pemanfaatan tenaga kerja, pemanfaatan kotoran sapi, pengetahuan reproduksi dan pengetahuan tentang usaha peternakan. 5. Kesehatan Ternak Peubah yang diamati meliputi vaksinasi, pengetahuan tentang penyakit, usaha dan tanggapan terhadap sapi yang sakit, kematian ternak, serta tindakan terhadap kematian. 6. Kandang dan Peralatan Peubah yang diamati meliputi penilaian kandang, lokasi kandang, kontruksi kandang, kebersihan kandang dan peralatan kandang.
19
Tabel 1. Faktor Penentu Aspek Pengetahuan Pemuliabiakan Ternak Sapi Potong No. 1.
Faktor Penentu Perbandingan jantan dengan
Alternatif Jawaban
Nilai
a)
< 10 ekor
35
b)
> 10 ekor
5
a)
Inseminasi Buatan (IB)
40
b)
Kawin alam yang teratur
30
c)
Kawin alam yang tidak
10
betina
2.
Sistem perkawinan
teratur 3.
Kelahiran per induk setiap
a)
1,5
40
b)
1,5
30
c)
> 1, 5
10
a)
12-14 bulan
40
b)
15-17 bulan
35
c)
> 17 bulan
10
a)
I kali
30
b)
2-3 kali
20
c)
> 3 kali
10
a)
Berdasarkan keturunan
35
tahun
4.
5.
Jarak beranak
Jumlah perkawinan untuk menjadi bunting
6.
Pemilihan pejantan yang digunakan
7.
Pemilihan Betina yang
(silsilah) b)
Berdasarkan berat badan
20
c)
Sembarang pejantan
10
a)
Berdasarkan keturunan
35
digunakan
(silsilah) b)
Berdasarkan berat badan
20
c)
Sembarang induk betina
10
Sumber: Direktoral Jendral Peternakan (1983)
20
Tabel 2. Faktor Penentu Aspek Makanan Ternak Sapi Potong No. Faktor Penentu 1. Jumlah hijauan yang
a)
diberikan
2.
3.
4.
Jenis hijauan yang diberikan
Pemberian konsentrat
Pemberian mineral
Alternatif Jawaban Lebih dari cukup (≥ 10% bobot
Nilai 50
badan) b)
Cukup (10% bobot badan)
30
c)
Kurang (≤ 10 bobot badan)
10
a)
Rumput unggul + leguminosa
50
a)
Rumput+limbah pertanian
40
b)
Rumput unggul
30
c)
Rumput lapangan
10
a)
Selalu
50
b)
Kadang-kadang
30
c)
Tidak ada
1
a)
Campuran mineral pabrik
50
b)
Garam dapur+kapur+tepung
30
tulang
5.
6.
Pemberian air minum
Penanaman hijauan makanan
c)
Garam dapur
20
d)
Tidak memberikan
1
a)
Selalu tersedia
20
b)
Kadang-kadang
10
c)
Tidak ada
1
a)
Cukup untuk memenuhi
40
ternak
7.
Usaha pengawetan makanan
kebutuhan sapi Bali b)
Sebagai tambahan
20
c)
Tidak ada
1
a)
Selalu
40
b)
Kadang-kadang
20
c)
Tidak pernah
1
ternak
Sumber: Direktoral Jendral Peternakan (1983)
21
Tabel 3. Faktor Penentu Aspek Tata Laksana Ternak Sapi Potong No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Faktor Penentu Pencatatan
Kebersihan ternak
Pemanfaatan tenaga kerja
Pemanfaatan kotoran
Pengetahuan reproduksi
Alternatif Jawaban
Nilai
a)
Lengkap
30
b)
Kurang lengkap
20
c)
Tidak ada
1
a)
Baik
20
b)
Cukup
10
c)
kurang
5
a)
Dipekerjakan
25
b)
Tidak dipekerjakan
15
c)
Dipekerjakan dalam keadaan bunting
5
a)
Seluruhnya
20
b)
Sebagian
10
c)
Tidak ada
1
a)
Baik
40
b)
Sedang
30
c)
kurang
10
a)
Baik
40
b)
Sedang
30
c)
Kurang
10
Pengetahuan tentang usaha peternakan
Sumber: Direktoral Jendral Peternakan (1983)
22
Tabel 4. Faktor Penentu Aspek Kesehatan Ternak Sapi Potong No. 1.
2.
3.
Faktor Penentu Vaksinasi
Pengetahuan tentang penyakit
Usaha dan tanggapan terhadap
Alternatif Jawaban a)
Selalu
20
b)
Kadang-kadang
10
c)
Tidak ada
1
a)
Baik
15
b)
Cukup
10
c)
Kurang
5
a)
Melaporkan pada
kerbau yang sakit
petugas b)
4.
5.
6.
Kematian ternak
Tindakan terhadap kematian
Pengetahuan obat-obatan ringan
Nilai
20
Berusaha mengatasi secara tradisionil
15
c)
dibiarkan
1
a)
Tidak ada
15
b)
Seekor
10
c)
Dua ekor atau lebih
5
a)
Melaporkan pada petugas
15
b)
Dikubur
10
c)
Di makan
1
a)
Selalu
25
b)
Kadang-kadang
15
c)
Tidak pernah
1
Sumber: Direktoral Jendral Peternakan (1983)
23
Tabel 5. Faktor Penentu Aspek Kandang dan PeralatanTernak Sapi Potong No. 1.
2.
3.
4.
5.
Faktor Penentu Penilaian kandang
Lokasi kandang
Kontruksi kandang
Kebersihan kandang
Peralatan kandang
Alternatif Jawaban
Nilai
a)
Ada
10
b)
Alakadarnya
6
c)
Tidak ada
1
a)
Terpisah dari rumah dengan jarak ≥ 5 m
10
b)
Terpisah dekat dengan rumah dengan jarak 1-4 m
6
c)
Bersatu dengan rumah
1
a)
Baik
10
b)
Sedang
6
c)
kurang
2
a)
Baik
10
b)
Sedang
6
c)
kurang
1
a)
Lengkap
10
b)
Kurang
6
c)
Tidak ada
1
Sumber: Direktoral Jendral Peternakan (1983)
24
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Kecamantan Pringgasela merupakan salah satu kecamatan di Lombok Timur yang mempunyai luas wilayah 134,25 km² dengan ibukota Kecamatan adalah Desa Pringgasela. Adapun batas-batas Kecamatan Pringgasela adalah Kecamatan Sembalun di sebelah Utara, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Suralaga, di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Masbagik, dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Aikmel. Jumlah penduduk Kecamatan Pringgasela sebanyak 48.342 jiwa (Badan Pusat Statistik/BPS, 2008). Kecamatan Pringgasela memiliki 4 (empat) buah desa yaitu Desa Rempung, Pringgasela, Jurit dan Pengadangan. Jika dilihat dari segi luas wilayah, desa yang memiliki proporsi wilayah terluas adalah Desa Pengadangan yang mencapai 72,05% dari total luas wilayah kecamatan atau sekitar 96,73 km². Desa Pengadangan sendiri terdiri dari delapan dusun diantaranya Dusun Gubuk Timuk, Dusun Bawak Paok, Dusun Gubuk Jero, Dusun Semodek, Dusun Sukatain, Dusun Tibu Petung, Dusun Kwang Sawi dan Dusun Timba Nuh. Desa Pengadangan mempunyai topografi sebagai wilayah yang termasuk dataran tinggi, ketinggian desa mencapai 400-700 dpl dan termasuk desa yang mempunyai ketinggian yang paling tinggi diantara desa-desa yang ada di Kecamatan Pringgasela. Suhu udara di Desa Pengadangan terjadi antara 20-28ºC. Desa Pengadangan dipimpin oleh seorang Kepala Desa (Kades). Dusun di Pengadangan masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Dusun (Kadus). Desa Pengadangan mempunyai satu Kades dan delapan Kadus. Jumlah penduduknya sebanyak 13.631 jiwa. Mata pencaharian penduduk Desa Pengadangan didominasi sebagai petani, petani ternak dan buruh tani. Pendidikan di Desa Pengadangan penduduknya lebih banyak lulus SD, diikuti lulusan SMP, selanjutnya lulusan SMA, diikuti buta huruf dan tidak tamat SD, serta Sarjana. Sangat terlihat stratifikasi pendidikan penduduknya masih sangat rendah. Sebagian besar penduduk Pengadangan menggunakan bahasa daerah untuk percakapan sehari-hari sehingga dalam wawancara responden, peneliti mengalami sedikit kesulitan dalam berkomunikasi. Tabel 6. Memperlihatkan sumber pendapatan masyarakat Pengadangan.
Tabel 6. Mata Pencaharian Penduduk Pengadangan No 1 2 3 4 5 6 7 8
Dusun
696
472
Buruh Tani 189
28
Tukang Kayu 7
898
420
192
26
599
282
105
504
254
913
Petani Peternak
Gubuk Timuk Bawak Paok Gubuk Jero Gubuk Semodek Kuang Sawi Tibu Petung Gubuk Sukatain Timba Nuh Jumlah
Pedagang
Pengrajin Guru 21
9
8
13
10
14
15
11
8
144
20
3
4
6
453
397
20
12
5
5
764
355
173
14
6
2
4
895
351
279
27
5
1
2
884
424
273
25
9
10
7
6153
3011
1752
174
65
67
51
Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa/BPMD (2009)
Perkembangan terus terjadi pada usaha peternakan sapi Bali rakyat di Pengadangan. Data Kecamatan Pringgasela seperti terlihat pada Tabel 7 mencatat total populasi ternak sapi di Kecamatan Pringgasela pada tahun 2008 mencapai 3.611 ekor. Desa Pengadangan mempunyai posisi ke dua setelah Desa Pringgasela. Tabel 7. Jumlah Ternak di Kecamatan Pringgasela Dirinci Per Desa dan Jenisnya No
Desa
Kuda
Kambing
(ekor)
Sapi (ekor)
Kerbau (ekor)
ekor)
1
Rempung
20
14
0
36
2
Pringgasela
15
1476
0
46
3
Jurit
14
698
0
32
4
Pengadangan
8
3611
0
104
Jumlah
57
5799
0
218
Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa/BPMD (2008)
26
Pada tahun 2009 seperti yang terlihat pada Tabel 8 bahwa terjadi peningkatan populasi sapi di Pengadangan hingga mencapai 4.176 ekor. Jumlah ternak bertambah dari tahun 2008. Tabel 8. Jumlah Populasi Ternak di Desa Pengadangan Dirinci Berdasarkan Dusun dan Jenisnya No 1 2 3 4 5 6 7 8
Dusun Gubuk Timuk Bawak Paok Gubuk Jero Gubuk Semodek Kuang Sawi Tibu Petung Gubuk Sukatain Timba Nuh Jumlah
Kuda (ekor) 4 0 0 0 1 0 0 0 5
Sapi (ekor) 372 385 383 452 606 489 847 642 4176
Kerbau (ekor) 3 0 0 0 0 0 0 0 3
Kambing (ekor) 34 18 5 7 21 185 53 11 334
Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa/BPMD (2009)
Karakteristik Peternak Responden Umur Responden Berdasarkan Tabel 9 ditunjukkan bahwa peternak responden yang melakukan usaha peternakan sapi Bali rakyat mempunyai umur terkecil adalah 19 tahun dan umur tertua adalah lebih dari 67 tahun. Manalu (2008) menyatakan bahwa umur petani-ternak adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usaha tani. Umur dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam melihat aktivitas seseorang dalam bekerja dimana dengan kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal. Nuraeni dan Purwanta (2006) menyatakan bahwa umur di bawah 20 tahun belum bisa dikatakan usia produktif karena dikategorikan dalam usia sekolah, sedangkan umur di atas 55 tahun tingkat produksinya telah melewati titik optimal dan akan menurun seiiring dengan bertambahnya umur. Peternak responden di Pengadangan yang mempunyai usia produktif sebanyak 73,75%. Rasyaf (1995) dalam Nuraeni dan Purwanta (2006) menyatakan bahwa umur produktif berada diantara umur 25-55 tahun. Sehingga dari segi usia peternak responden, usaha
27
peternakan rakyat sapi Bali di Pengadangan kemungkinan lebih bisa berkembang lagi. Gambar 1 menunjukan interaksi antara peternak dan ternaknya.
Gambar 1. Interaksi Peternak dan Ternaknya Tingkat Pendidikan Tabel 9 menunjukkan bahwa sebesar 60% dari jumlah peternak responden tidak pernah mengenyam pendidikan baik setara SD atau sejenisnya. Selanjutnya sebesar 28,75% responden lulusan SD, lulusan SMA sebesar 7,5%, lulusan SMP sebesar 3,75% serta tidak ada peternak responden yang belajar di tingkat universitas dan berprofesi sebagai peternak. Pendidikan adalah kegiatan yang sangat penting untuk membantu dalam memajukan usaha yang ingin dijalani baik skala kecil, menengah maupun industri. Menurut Manalu (2008), tingkat pendidikan formal yang dimiliki petani-ternak akan menunjukkan tingkat pengetahuan serta wawasan yang luas untuk petani-ternak, penerapan apa yang diperolehnya untuk kemudian dapat meningkatkan usahatani-ternaknya. Pendidikan yang masih relatif rendah di tingkat peternak responden di Pengadangan menjadi indikasi perkembangan peternakan yang lamban. Hasil penelitian Syaf (1993) mengatakan semakin tinggi pendidikan peternak maka curahan jam kerja akan semakin besar, karena apabila peternak mempunyai pendidikan yang cukup baik maka peternak tersebut akan lebih mudah menerima dan mencoba metode baru dalam pemeliharaan ternak seperti pemberian hijauan, melakukan pencatatan produksi dan inseminasi buatan. Agar perkembangan peternakan sapi Bali rakyat di Pengadangan terus meningkat, perlu adanya campur tangan pemerintah untuk menempatkan tenaga penyuluh tetap yang proaktif di Pengadangan. Gambar 2 menunjukan wawancara dengan peternak mengenai peternak sebagai tenaga kerja, termasuk pendidikan yang pernah ditempuh.
28
Gambar 2. Wawancara dengan Peternak Tabel 9. Umur dan Pendidikan Peternak Pesponden di Desa Pengadangan No
Uraian
1.
Umur (tahun)
2.
≤19 20-34 (muda) 35-50 (sedang) 51-66 (tua) ≥67 Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA Universitas
Jumlah Peternak Orang % 1 16 43 19 2
1,25 20 53,75 23,75 2,5
48 23 3 6 0
60 28,75 3,75 7,5 0
Kepemilikan Ternak dan Komposisi Sapi Bali Responden Tabel 10 memperlihatkan bahwa peternak responden di Pengadangan memelihara sapi Bali mulai dari sapi indukan dan pejantan, sapi dara jantan dan betina, serta sapi pedet jantan dan betina. Total pedet yang di pelihara sebesar 7,82% dengan jumlah pejantan sebesar 4,87% dan betina sebesar 2,95%. Total sapi dara dipelihara sebesar 12,87%, dengan rincian pejantan sebesar 5,91% dan betina sebesar 6,96%. Komposisi sapi Bali pedet dan dara betina yang dipelihara sebesar 9,91% menandakan bahwa peternak di Pengadangan kurang memperhatikan replacement stock atau biasa disebut ternak pengganti. Nadjib (1985) mengungkapkan bahwa jumlah anak sapi betina sebagai pengganti indukan afkir sebaiknya berjumlah 2025% dari total sapi betina dewasa.
29
Total indukan dan pejantan yang dipelihara sebesar 79,31%, dengan jumlah pejantan 6,96% dan indukan sebesar 72,35%. Jumlah persen indukan yang dipelihara peternak responden cukup baik karena jumlah indukan sangat menentukan dalam perkembangan pemuliabiakan di suatu usaha peternakan. Tabel 10. Rataan Komposisi Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Pengadangan Kelompok Ternak
Ekor
Jumlah ST
%
Pedet Jantan
28
7
4,87
Betina
17
4.25
2,95
Jantan
17
8,5
5,91
Betina
20
10
6,96
Induk
104
104
72,35
Pejantan
10
10
6,96
196
143,75
100
Dara
Dewasa
Jumlah
Usaha ternak sapi di NTB sebagian besar peternakan rakyat, dengan skala kepemilikan 2-5 ekor. Berbagai sistem pemeliharaan yang dilakukan petani-ternak mulai dari sistem tradisional (digembalakan) hingga sistem yang lebih intensif yaitu dikandangkan. Perlakuan dan perawatan ternak sangat bergantung pada biaya dan tenaga, serta pengalaman yang dimiliki peternak (Panjaitan et al., 2003). Hal yang sama terjadi di peternak rakyat Desa Pengadangan, jumlah keseluruhan sapi yang dipelihara oleh peternak responden adalah sebanyak 196 ekor dan setara dengan 143,75 Satuan Ternak (ST). Potensi luas wilayah, kepadatan penduduk, dan potensi daerah untuk menghasilkan pakan, dapat mendukung peternak meningkatkan jumlah ternak yang dipelihara. Faktor Penentu Komoditi Peternakan Sapi Potong (Sapi Bali) Faktor penentu ternak sapi potong merupakan indikator untuk melihat pengetahuan dan keterampilan teknis beternak sapi Bali dari peternak. Pengetahuan terhadap aspek teknis beternak meliputi lima aspek sesuai standar penilaian
30
Direktorat Jendral Peternakan (1983) yaitu 1) Pengetahuan Pemuliabiakan, 2) Pakan ternak, 3) Tata laksana, 4) Kesehatan ternak,
serta 5) Kandang dan peralatan.
Teknis pemeliharaan sapi Bali di Pengadangan banyak dipengaruhi oleh kultur sosial penduduknya. Wharton (1969) mengungkapkan sistem komoditi yang menyangkut proses produksi dan konsumsi tidak lepas dari ketergantungan sosial budaya yang dihadapi petani. Pemilikan aset yang masih terkait dengan simbol status dan kebiasaan konsumsi yang fanatik mempunyai pengaruh besar dalam pengelolaan usahataninya. Tabel 11 menunjukan bahwa penerapan aspek teknis dari yang tertinggi hingga terendah berturut-turut adalah aspek pengetahuan pemuliabiakan (68,7%), diikuti aspek kandang dan peralatan (62,6%), aspek kesehatan hewan (51,6%), aspek pakan ternak (38,7%) serta terakhir aspek tata laksana (36,7%). Capaian aspek pengetahuan pemuliabiakan lebih tinggi dibandingkan dengan aspek yang lain mungkin disebabkan oleh pengalaman beternak para peternak yang rata-rata lebih dari sembilan tahun sehingga secara pengalaman walaupun tidak menempuh pendidikan yang tinggi peternak mampu mengetahui kapan ternak birahi, siap kawin, calon jantan yang baik calon induk yang baik dan lain-lain. Tabel 11. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Teknis Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan Nilai
No
Aspek
1.
Pengetahuan Pemuliabiakan
171,74** ± 10,58
250
68,7
2.
Pakan Ternak
135,35** ± 29,86
300
45,1
3.
Tata Laksana
64,14** ± 21,3
175
36,7
4.
Kesehatan Ternak
51,57** ± 9,32
110
46,9
5.
Kandang dan Peralatan
31,29** ± 8,87
50
62,6
454,09
885
260
Total Keterangan
Pengamatan
Harapan Pengamatan (%)
: ** : sangat nyata (P<0,01)
Keseluruhan aspek mempunyai total sebesar 454,09 sedangkan total nilai pengharapannya adalah 885 sehingga baru sebesar 260% faktor penentu komoditi sapi potong yang diterapkan oleh peternak responden sapi Bali di Pengadangan berdasarkan rekomendasi Direktorat Jendral Peternakan (1983).
31
Pengetahuan Pemuliabiakan Pengamatan aspek pengetahuan pemuliabiakan meliputi 1) Perbandingan pejantan dengan betina, 2) Sistem perkawinan, 3) Kelahiran per induk setiap tahun, 4) Jarak beranak, 5) Jumlah perkawinan untuk menjadi bunting, 6) Pemilihan pejantan yang digunakan, serta 7) Pemilihan betina yang di gunakan. Perolehan nilai dari sub aspek yang diamati yaitu pada sub aspek perbandingan jantan dan betina, sistem perkawinan, pemilihan pejantan yang digunakan dan pemilihan betina yang digunakan memberikan nilai yang sangat nyata (P<0,01). Perbandingan sapi Bali jantan dengan betina pada peternak responden di Pengadangan tidak ideal. Hasil pengamatan yang diperoleh untuk perbandingan jantan dan betina adalah 14,3% sangat jauh dari nilai harapan. Menurut Ditjennak (1990) perbandingan antara betina dan jantan dalam populasi yang ideal adalah 85% betina dengan 15% jantan. Hasil nilai dari sub aspek sistem perkawinan yang diterapkan mendapatkan nilai sebesar 75%. Hasil chi-square menunjukkan bahwa nilai tersebut belum dapat dikatakan baik. Namun hasil tersebut, menunjukkan bahwa peternak responden di Pengadangan cukup mempunyai kesadaran dalam penerapan sistem perkawinan pada ternaknya. Pemilihan pejantan dan betina yang digunakan oleh peternak responden di Pengadangan adalah berdasarkan berat badan. Hasil pengukuran langsung baik jantan maupun betina. Hasil pengukuran berat ratarata betina adalah 322 kg dan berat rata-rata jantan adalah 395 kg. Nilai pengamatan yang diperoleh untuk pejantan sebesar 58,2% sedangkan betina sebesar 41,8%. Sub aspek kelahiran per induk setiap tahun dan jarak beranak serta jumlah perkawinan untuk menjadi bunting mempunyai nilai pengamatan sebesar 99,4%, 94,3% dan 96,7%. Nilai pengamatan tidak jauh berbeda dengan nilai harapan sehingga pada perhitungan chi-square menunjukan bahwa ketiga aspek diatas mempunyai nilai yang sangat tidak nyata (P>0,01). Pada sub aspek kelahiran per induk pertahun mempunyi nilai yang paling tinggi. Hal ini berbanding lurus dengan jumlah sapi yang ada di Pengadangan yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Hidayat (2010), kemampuan sapi Bali menghasilkan anak dalam setahun berkisar 80-86%, dengan kematian anak yang relatif rendah, yaitu berkisar 1,87%. Kemampuan reproduksi sapi Bali sangat baik, sapi betina dikawinkan pertama kali pada umur 2-2,5 tahun.
32
Sub aspek jarak beranak juga mempunyai kisaran persen nilai pengamatan tidak jauh dengan nilai harapan yaitu nilai jarak beranak rata-rata dari sapi Bali yang dipelihara peternak responden di Pengadangan antara 12-14 bulan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Hidayat (2010) bahwa jarak melahirkan anak sapi potong berkisar 12-14 bulan, tergantung dengan cara pengelolaannya. Sub aspek pengetahuan pemuliabiakan yang terakhir adalah aspek jumlah perkawinan untuk menjadi bunting yaitu peternak di Pengadangan rata-rata mengawinkan ternaknya sebanyak satu kali sudah menjadi bunting. Hal ini dikarenakan peternak masih menggunakan kawin alam yang teratur. Hidayat (2010) melaporkan bahwa indeks kebuntingan sapi Bali kira-kira 1,2 yang artinya sapi betina menjadi bunting setelah dikawinkan 1,2 kali (paling tidak sekali). Peternak responden di Pengadangan pernah mencobakan Inseminasi Buatan, namun sering terjadi kegagalan bunting dan keguguran sehingga IB kurang diminati di kalangan peternak. Tabel 12. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Pengetahuan Pemuliabiakan Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan (80 Responden) No 1.
Uraian Perbandingan jantan dengan
Nilai Pengamatan
Harapan
Pengamatan (%)
5** ± 0
35
14,3
betina
2.
Sistem perkawinan
30** ± 2,75
40
75
3.
Kelahiran per induk setiap
39,75 ± 1,57
40
99,4
tahun
4.
Jarak beranak
33 ± 4,02
35
94,3
5.
Jumlah perkawinan untuk
29 ± 3,01
30
96,7
20,37** ± 3,87
35
58,2
14,62** ± 5,01
35
41,8
menjadi bunting
6.
Pemilihan pejantan yang digunakan
7.
Pemilihan betina yang digunakan
Keterangan : ** : sangat nyata (P<0,01)
33
Tabel 13 memperlihatkan sub aspek perbandingan jantan dengan betina tidak diambil berdasarkan jumlah sapi yang dimiliki peternak responden melainkan hasil blok dari keseluruhan jumlah sapi yang ada di Pengadangan. Hasil blok yang dimaksud adalah data sekunder total jumlah sapi baik jantan maupun betina dari Kantor Desa. Pengolahan data kembali dilakukan dengan cara menghitung kembali jumlah ternak jantan dan jumlah ternak betina, kemudian dibandingkan jumlah dari total jantan dengan total betina sehingga di peroleh data seperti yang tampak pada Tabel 13. Perbandingan ternak sapi jantan dengan betinanya lebih dari 10 ekor. Seperti yang sudah dijelaskan perbandingan yang ideal antara jumlah betina dengan pejantan adalah 85% : 15%. Sistem perkawinan pada ternak potong yang dipelihara secara intensif pada umumnya menggunakan perkawinan alam yang teratur dan Inseminasi Buatan (IB). Sebanyak 96,25% peternak responden menggunakan kawin alam teratur, sebanyak 2,5% mengawinkan ternaknya secara IB dan 1,25% mengawinkan secara kawin alam yang tidak teratur. Perkawinan secara IB dapat membantu dalam perbaikan performa ternak, tapi peternak di Pengadangan lebih suka menggunakan kawin alam teratur yang mempunyai resiko yang relatif kecil. Wharton (1969) menyampaikan bahwa kriteria petani-ternak rakyat adalah takut menanggung resiko sebagai konsekuensi dari penerapan ide-ide baru. Sistem perkawinan IB di Pengadangan membutuhkan 2 hingga 5 kali suntik untuk sapi betina dapat bunting sehingga memaksa peternak mengeluarkan dana untuk kawin kembali, sehingga peternak di Pengadangan lebih suka memilih cara perkawinan alam yang teratur dibanding IB. Gambar 3 menunjukkan Perkawinan alam teratur oleh sapi Bali.
Gambar 3. Perkawinan Alam Teratur pada Sapi Bali Sumber : BPTP NTB
Peternak responden di Pengadangan mempunyai pesentase kelahiran ternak per tahun yang kurang dari 1,5 tahun mencapai 97,5%, mencapai 1,5 tahun sebesar
34
2,5% dan tidak ada ternak yang melahirkan lebih dari 1,5 tahun. Kesadaran tinggi dalam pengadaan anakan setiap tahunnya sangat tinggi. Gambar 4 menunjukkan induk sapi Bali yang melahirkan anakannya kembali kurang dari 1,5 tahun.
Gambar 4. Kelahiran Sapi Bali Jarak beranak antara 12-14 bulan oleh peternak responden di Pengadangan mencapai 80%. Terlihat pada Gambar 5, indukan yang telah bunting kembali. Usia pedet yang berada pada Gambar 5 adalah 1 tahun, sedangkan usia kandungan indukan adalah 8 bulan. Jarak beranak 15-17 bulan mencapai 20%, tidak ada ternak di Pengadangan yang mempunyai jarak beranak lebih dari 17 bulan. Hal ini dimungkinkan karena peternak di Pengadangan sudah cukup tahu mengenai ciri-ciri sapi yang birahi. Pencirian peternak di Pengadangan terhadap sapi Bali yang birahi yaitu 1) Suka jalan kiri-kanan (tidak tenang), 2) Menaiki sapi yang lain, 3) Keluar cairan (keluar cairan bening pada vulva bagian luar), 4) Kemaluannya bengkak (vulva membengkak dan berwarna lebih kemerahan dari biasanya), 6) Tidak mau makan (nafsu makannya turun).
Gambar 5. Indukan Sapi Bali Bunting dan Pedet Sebanyak 90% peternak responden mengatakan bahwa hanya dalam satu kali perkawinan alam, ternak mereka sudah menjadi bunting. Gambar 6 menunjukan sapi Bali yang bunting hasil dari kawin alam yang teratur. Sebanyak 10% peternak
35
responden yang menyatakan ternak mereka dapat bunting setelah 2-3 kali melakukan perkawinan. Peternak yang melakukan perkawinan sebanyak 2-3 kali biasanya karena menggunakan perkawinan secara IB atau peternak melakukan perkawinan terhadap ternaknya terlalu dini (terlalu dekat dari jarak beranak) sehingga menyebabkan kegagalan bunting pada indukan.
Gambar 6. Indukan Sapi Bali Bunting Pemilihan pejantan dan betina yang digunakan oleh peternak responden di Pengadangan adalah sebanyak 91,25% pejantan dan 46,25% betina yang memilih berdasarkan berat badan. Sebanyak 3,75% pejantan dan 53,75% betina yang dipilih peternak responden berdasarkan sembarang pejantan dan betina. Peternak responden menggunakan sembarang pejantan karena pada saat sapi betina birahi, tidak tersedia pejantan yang baik di sekitar dusun peternak responden. Peternak juga menggunakan sembarang indukan disebabkan pada saat pembelian bibit indukan. Betina yang baik harganya terlampau mahal sehingga peternak membeli calon indukan yang sesuai dengan modal yang dimiliki. Sebanyak 5% jantan dan 0% betina berdasarkan silsilah (genetik). Gambar 7 dan 8 menunjukan pejantan dan indukan yang digunakan berdasarkan bobot badan sapi.
Gambar 7. Pejantan Sapi Bali
Gambar 8. Calon Indukan Sapi Bali
Pejantan yang berdasarkan silsilah biasanya diperoleh peternak dari bantuan pemerintah setempat. Peternak di NTB dan termasuk peternak yang berada di Pengadangan sangat susah menemukan atau mencirikan ternak berdarah murni sapi
36
Bali. Umumnya ternak sapi Bali yang berada di NTB adalah sapi Bali yang mempunyai darah yang bercampur dengan jenis sapi lainnya atau dapat dikatakan tidak murni lagi. Tabel 13. Penerapan Aspek Pengetahuan Pemuliabiakan Sapi Bali di Desa Pengadangan Jumlah Peternak No
Uraian Orang
%
1 Perbandingan jantan dengan betina a)
< 10 ekor
0
0
b)
> 10 ekor
80
100
2 Sistem perkawinan a)
Inseminasi Buatan (IB)
2
2,5
b)
Kawin alam yang teratur
77
96,25
c)
Kawin alam yang tidak teratur
1
1,25
3 Kelahiran per induk setiap tahun a)
< 1,5
78
97,5
b)
1,5
2
2,5
c)
> 1,5
0
0
4 Jarak beranak a)
12-14 bulan
64
80
b)
15-17 bulan
16
20
c)
> 17 bulan
0
5 Jumlah perkawinan untuk menjadi bunting a)
1 kali
72
90
b)
2-3 kali
8
10
c)
> 3 kali
0
0
6 Pemilihan pejantan yang digunakan
7
a)
Berdasarkan keturunan (silsilah)
4
5
b)
Berdasarkan berat badan
73
91,25
c)
Sembarang pejantan
3
3,75
Pemilihan Betina yang digunakan a)
Berdasarkan keturunan (silsilah)
0
0
b)
Berdasarkan berat badan
37
46,25
c)
Sembarang induk betina
43
53,75
37
Makanan Ternak Pengamatan pada aspek makanan ternak meliputi 1) Jumlah hijauan yang diberikan, 2) Jenis hijauan yang diberikan, 3) Pemberian konsentrat, 4) Pemberian mineral, 5) Pemberian air minum, 6) Penanaman hijauan makanan ternak, serta 7) Usaha pengawetan makanan ternak. Tabel 14 menunjukan sub aspek yang memiliki nilai pengamatan yang mendekati nilai harapan adalah jumlah hijauan yang diberikan yang mencapai 94% dan jenis hijauan yang diberikan yang mencapai nilai 79%. Hasil chi-square pada kedua sub aspek tersebut sangat tidak nyata (P>0,01). Peternak di Pengadangan memberikan ternaknya hijauan rata-rata lebih dari 10% bobot badan. Hal ini dikarenakan peternak memberikan ternaknya 100% hijauan. Blakely dan Bade (1985) menyatakan bahwa pemberian pakan yang berlebih menyebabkan pubertas yang lebih awal dan tidak mengganggu fertilitas ternak, tetapi tidak ekonomis. Sedangkan untuk jenis hijauan yang diberikan mendapatkan nilai sebesar 79%. Hijauan dan limbah pertanian yang paling sering digunakan dan diberikan oleh peternak responden di Pengadangan adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum), batang pisang, jerami padi, daun gamal dan rumput lapang. Tabel 14 memperlihatkan urutan nilai pengamatan yang rendah adalah pemberian konsentrat mencapai nilai 2%, usaha pengawetan makanan ternak mencapai 2%, pemberian mineral mencapai 25,2%, pemberian air minum mencapai 49,8%, serta penanaman hijauan makanan ternak mencapai 60,3%. Kelima sub aspek diatas dapat dikatakan mempunyai nilai pengamatan yang relatif kecil, sehingga hasil chi-square menunjukkan nilai yang sangat nyata (P<0,01). Pada sub aspek pemberian konsentrat, mendapatkan nilai pengamatan yang sangat jauh dari nilai harapan. Hal tersebut disebabkan karena peternak tidak mengenal pakan penguat atau biasa yang dikenal dengan istilah konsentrat. Sub aspek pengawetan makanan ternak mempunyai persen pengamatan yang sama dengan sub aspek pemberian konsentrat yaitu 2%. Penyebab rendahnya nilai pengamatan yang didapat oleh sub aspek usaha pengawetan makanan ternak yaitu introduksi teknologi di Pengadangan sangat berjalan lambat. Padahal teknologi pakan sebenarnya telah banyak ditemukan baik oleh balai penelitian maupun oleh perguruan tinggi, namun peternak responden belum memanfaatkannya. Banyak
38
faktor yang berperan sebagai penyebab ketidakberdayaan peternak ruminansia melakukan penerapan teknologi dalam hal penyediaan pakan, faktor tersebut berperan secara sendiri atau interaksi satu sama lain. Skala usaha pemilikan ternak umumnya pada peternakan rakyat sangat rendah, permodalan sangat terbatas, pemilikan akan peralatan dan fasilitas pendukung sangat minim, pengetahuan dan keterampilan sering sekali kurang memadai (Hasnudi et al., 2004). Tabel 14. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Makanan Ternak Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan (80 Responden) No.
Uraian
1.
Jumlah hijauan yang diberikan
2.
Jenis hijauan yang diberikan
3.
Pemberian konsentrat
4.
Nilai Pengamatan
Harapan Pengamatan (%)
47 ± 9,59
50
94
39,5 ± 5,25
50
79
1** ± 0
50
2
Pemberian mineral
12,6** ± 15,4
50
25,2
5.
Pemberian air minum
9,95** ± 5,26
20
49,8
6.
Penanaman hijauan
24,12** ± 12,65
40
60,3
1,2** ± 2,1
40
2
makanan ternak 7.
Usaha pengawetan makanan ternak
Keterangan : ** : sangat nyata (P<0.01)
Tabel 15 menunjukan bahwa peternak responden di Pengadangan memberikan hijauan pada ternaknya sebanyak 91,25% yang memberikan lebih dari 10% bobot badan, 5% yang memberikan sebesar 10% bobot badan, dan sebanyak 3,75% responden yang memberikan kurang dari 10% dari bobot ternak. Pemberian hijauan yang cukup tinggi yang dilakukan oleh peternak responden di Pengadangan akibat dari tidak adanya pemberian pakan penguat atau konsentrat. Kebutuhan energi untuk ternak potong berkisar 60-70% total digestible nutrient (TDN) (Abidin, 2002). Sapi Bali yang ada di Pengadangan diberikan 100% hijauan dan limbah pertanian, sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk kebutuhan energi sudah mencukupi kebutuhan ternak sapi yang ada di Pengadangan. Hijauan yang diberikan sebesar 10% bobot badan dan kurang dari 10% bobot badan biasanya dilakukan oleh
39
peternak yang dititipkan sapi. Terlihat pada Gambar 9, peternak responden melakukan penimbangan pada hijauan yang akan diberikan pada ternak sapi mereka.
Gambar 9. Penimbangan Hijauan yang Akan Diberikan pada Ternak Hijauan yang diberikan kepada Sapi Bali di Pengadangan adalah rumput gajah, jerami segar, batang pisang, daun gamal dan rumput lapang. Tampak pada Gambar 10 a sampai e, jenis hijauan dan limbah pertanian yang digunakan sebagai pakan sapi Bali. Komposisi pemberian berbeda-beda oleh masing-masing peternak responden. Terlihat pada Tabel 15, sebanyak 92,5% responden yang memberikan jenis hijauan berupa campuran rumput unggul dengan limbah pertanian, 3,75% responden yang memberikan campuran rumput unggul dengan leguminosa, 2,5% responden yang memberikan ternaknya rumput lapang dan sebesar 1,25% responden yang memberikan ternaknya hanya rumput unggul. Jenis rumput unggul yang diberikan adalah rumput gajah, sedangkan untuk jenis leguminosa yang diberikan dan dikenal oleh peternak rakyat pengadangan adalah daun gamal.
10 a. Rumput Lapang
10 b. Rumput Gajah
10 d. Daun Gamal
10 c. Cacahan Batang Pisang
10 e. Jerami Padi
Gambar 10 a-e. Jenis Hijauan dan Limbah Pertanian yang Dijadikan Makan Ternak oleh Peternak di Pengadangan
40
Peternak responden di Pengadangan tidak mengenal pakan konsentrat, sehingga terlihat pada Tabel 15 yaitu 100% responden tidak ada yang memberikan ternaknya konsentrat. Laporan hasil penelitian Pamungkas et al. (1994) menyatakan bahwa pada umumnya sapi dipelihara oleh peternak bermodal kecil (skala usaha pemeliharaan kecil) dan di dalam pemeliharaannya tanpa disertai dengan pemberian pakan konsentrat. Hal ini tentunya selama periode pertumbuhan ternak dapat mengalami kekurangan gizi. Sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat dan juga terlambatnya umur pubertas (Vandeplassche, 1982). Penambahan mineral bertujuan untuk meningkatkan kinerja mikroba rumen sehingga menghasilkan enzim yang dapat mencerna pakan, baik yang mudah larut maupun yang sulit larut. Georgievskii et al, (1981) melaporkan bahwa suplementasi mineral sulfur dapat meningkatkan ketersediaan N dan pemanfaatan N oleh mikroba untuk diubah menjadi protein seluler. Peternak responden di Pengadangan kurang memperhatikan pentingnya mineral bagi ternak, sehingga dapat dilihat pada Tabel 15 sebanyak 55% peternak responden tidak memberikan ternaknya mineral, sebanyak 10% responden yang memberikan ternaknya mineral komersil, sebanyak 35% responden yang memberikan ternaknya mineral dalam bentuk garam dapur. Pemberian atau penyediaan air minum ternak di kandang oleh peternak responden di Pengadangan tidak dilakukan. Sebesar 1,25% responden yang selalu menyediakan air didalam kandang secara ad libitum. Sebesar 91,25% peternak kadang-kadang memberikan ternaknya air minum dan sebesar 7,5% responden yang tidak pernah memberikan ternaknya air minum. Kadang kala pemberian air minum dilakukan ketika ternak akan dimandikan. Ternak digiring ke pematang sawah atau sungai terdekat untuk dimandikan sekaligus pemberian minum. Peternak responden di Pengadangan tidak menyediakan air minum pada kandang. Sumber air minum didapatkan dari hijauan, selain itu peternak responden memberikan batang pisang yang telah dipotong kecil-kecil. Batang pisang mempunyai kadar air yang cukup tinggi untuk diberikan pada ternak sapi mereka. Gambar 11 menunjukan batang pisang yang digunakan sebagai pengganti air minum ternak di Pengadangan. Cara pemberian dilakukan dengan memotong batang pisang menjadi potongan-potongan kecil sehingga memudahkan sapi untuk memakannya.
41
Gambar 11. Batang Pisang Sebagai Pakan dan Sumber Air untuk Sapi Bali Penanaman hijauan makanan ternak mempunyai persentase pengamatan cukup tinggi yaitu 60,3% namun belum dapat dikatakan sesuai dengan harapan. Penanaman yang dilakukan sesuai untuk memenuhi kebutuhan ternaknya sebanyak 32,5%, yang menanam hanya sebagai tambahan pakan ternak saja sebesar 55%, dan yang tidak menanam sama sekali sebesar 12.5%. Peternak responden di Pengadangan pada umumnya masing-masing mempunyai tempat penanaman hijauan atau rumput unggul (rumput gajah). Peternak responden yang tergabung dalam kelompok ternak mempunyai lahan yang cukup luas untuk penanaman hijauan makanan ternak. Biasanya lahan diperoleh dari bantuan pemerintah. Peternak responden yang tidak tergabung dalam kelompok ternak, biasanya menanam hijauan di pinggiran atau pematang sawah masing-masing. Gambar 12 a dan b menunjukkan lahan dan pematang sawah yang dijadikan areal penanaman rumput gajah.
12 a. Lahan Tempat Menanam Rumput Gajah
12 b. Pematang Sawah Untuk Menanan Rumput Gajah Gambar 12 a dan b. Lahan dan Pematang Sawah yang Dimanfaatkan untuk Menanam Rumput Gajah
42
Tabel 15. Penerapan Aspek Makanan Ternak Sapi Bali di Desa Pengadangan No 1
2
3
4
5
6
7
Uraian
Jumlah Peternak Orang
%
Jumlah hijauan yang diberikan a)
Lebih dari cukup (≥ 10% bobot badan)
73
91,25
b)
Cukup (10% bobot badan)
4
5
c)
Kurang (≤ 10 bobot badan)
3
3,75
Jenis hijauan yang diberikan a)
Rumput unggul + leguminosa
3
3,75
b)
Rumput+limbah pertanian
74
92,5
c)
Rumput unggul
1
1,25
d)
Rumput lapangan
2
2,5
Pemberian konsentrat a)
Selalu
0
0
b)
Kadang-kadang
0
0
c)
Tidak ada
80
100
Pemberian mineral a)
Campuran mineral pabrik
8
10
b)
Garam dapur+kapur+tepung tulang
0
0
c)
Garam dapur
28
35
d)
Tidak memberikan
44
55
Pemberian air minum a)
Selalu tersedia
1
1,25
b)
Kadang-kadang
73
91,25
c)
Tidak ada
6
7,5
Penanaman hijauan makanan ternak a)
Cukup untuk memenuhi kebutuhan sapi bali
26
32,5
b)
Sebagai tambahan
44
55
c)
Tidak ada
10
12,5
Usaha pengawetan makanan ternak a)
Selalu
0
0
b)
Kadang-kadang
1
1,25
c)
Tidak pernah
79
98,75
43
Akibat sentuhan teknologi yang kurang dan rendahnya pendidikan yang ada pada peternak responden di Pengadangan serta ketiadaan penyuluh peternakan menjadi indikasi tidak adanya inovasi yang terjadi pada pemanfaatan limbah pertanian yang dihasilkan peternak. Wharton (1969) menyatakan bahwan kriteria petani-ternak dalam proses pembangunannya yaitu kurang peka dan tanggap terhadap introduksi inovasi baru, dan proses adopsi berjalan sangat lamban. Petani cenderung melestarikan cara-cara berproduksi yang telah membudaya. Sebesar 98,75% responden tidak ada yang mencoba melakukan usaha pengawetan makanan ternak dan sebesar 1,25% responden atau setara dengan satu orang responden yang kadang-kadang melakukan pengawetan makanan ternak. Tata Laksana Pengamatan pada aspek tata laksana meliputi 1) Pencatatan, 2) Kebersihan ternak, 4) Pemanfaatan tenaga kerja, 5) Pemanfaatan kotoran sapi, 6) Pengetahuan reproduksi dan 7) Pengetahuan tentang usaha peternakan. Tabel 16 memperlihatkan aspek tata laksana adalah aspek yang paling tidak mendapat perhatian dari peternak responden di Pengadangan. Keseluruhan sub aspek tata laksana menunjukkan persentase nilai pengamatan yang rendah. Semua sub aspek mendapatkan hasil chisquare yang menunjukkan nilai sangat nyata (P<0,01). Urutan dari aspek yang mempunyai persen harapan paling rendah sampai yang tertinggi adalah pemanfaatan kotoran (18,2%), pengetahuan tentang usaha peternakan (27,5%), pencatatan (28%), pengetahuan reproduksi (36,5%), kebersihan ternak (49,4%) dan pemanfaatan tenaga kerja (68,4%). Tabel 16. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Tata Laksana Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan (80 Responden) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Uraian Pencatatan Kebersihan ternak Pemanfaatan tenaga kerja Pemanfaatan kotoran Pengetahuan reproduksi Pengetahuan tentang usaha Peternakan
Keterangan
Pengamatan 8,4** ± 10,4 9,87** ± 5,73 17,1** ± 4,11
Nilai Harapan 30 20 25
Pengamatan (%) 28 49,4 68,4
3,63** ± 5,15 14,6** ± 9,13 11** ± 3,1
20 40 40
18,2 36,5 27,5
: ** : sangat nyata (P<0.01)
44
Pendidikan menjadi suatu hal yang penting untuk memajukan peternakan di Pengadangan, umur peternak responden di Pengadangan termasuk umur kerja produktif namun rendahnya pendidikan menjadi faktor penting yang dalam menjalankan suatu usaha peternakan. Sebagian besar peternak responden di Pengadangan tidak SD sehinggga tidak banyak peternak yang menerapkan pencatatan atau dokumentasi perkembangan pada ternaknya. Peternak yang biasa menerapkan pencatatan pada ternaknya adalah peternak yang sempat mengenyam pendidikan di tingkat SMP dan SMA. Kesadaran dokumentasi atau pencatatan pada ternaknya berbanding lurus dengan tingkat pendidikan yang diperoleh. Terlihat pada Tabel 17 sebanyak 63,75% peternak tidak melakukan pencatatan terhadap ternaknya. Peternak responden di Pengadangan secara umum membersihkan ternaknya pada saat peternak merasa ternaknya mulai kotor dengan membawa ternak ke tepi sungai untuk dimandikan. Terlihat pada Tabel 17 masih banyak peternak responden yang kurang menyadari kebersihan ternak yaitu sebanyak 45% peternak responden masih kurang peduli mengenai kebersihan ternak. Tampak pada Gambar 13 sapi Bali yang tidak terlalu diperhatikan dari segi kebersihannya.
Gambar 13. Sapi Bali yang Kotor Ternak yang dipelihara di Pengadangan pada umumnya masih digunakan untuk membantu membajak sawah, namun tidak sedikit pula peternak yang tidak memberikan ternaknya bekerja. Ternak yang dipekerjakan pada umumnya indukan yang sudah beranak lebih dari 2 kali.
Gambar 14. Indukan Sapi Bali yang Dipergunakan untuk Membajak Sawah
45
Ternak yang dipekerjakan dengan nilai nutrisi tubuhnya terpenuhi akan menambah performa yang baik pada ternak tersebut. Gambar 14 menunjukan indukan sapi Bali yang digunakan membantu membajak sawah petani-ternak di Pengadangan. Pemanfaatan kotoran oleh peternak responden di Pengadangan sangat rendah. Kotoran ternak rata-rata dibuang disaluran selokan yang berujung pada pengairan persawahan, ada pula yang dibuang langsung ke sungai. Terdapat beberapa peternak responden yang bergabung dalam kelompok ternak yang memanfaatkan kotoran ternak menjadi biogas (terlihat pada Gambar 15). Peternak responden yang tidak tergabung dalam kelompok ternak mengalami kesulitan dalam pemanfaatan kotoran menjadi biogas disebabkan karena kepemilikan yang masih skala kecil yaitu berkisar 2-3 ekor. Peternak yang tidak tergabung dalam kelompok ternak lebih memilih kotoran ternaknya dijadikan kompos saja, seperti yang terlihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Pemanfaatan Kotoran Sapi Menjadi Bio Gas dan Kompos Pengetahuan reproduksi peternak di Pengadangan cukup baik namun belum memenuhi nilai harapan. Peternak mengetahui proses reproduksi dari ternaknya. Pengetahuan dan pengalaman diperoleh dari cerita turun temurun dari orang tua yang dulunya juga memelihara sapi. Peternak menyebutkan ciri-ciri birahi ternaknya dengan istilah mereka masing-masing. Pengetahuan tentang usaha peternakan memiliki nilai yang relatif kecil. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Peternak hanya mampu menjelaskan mengenai tujuan usahanya. Menurut Mosher (1987) tujuan usaha tani-ternak adalah memperoleh keuntungan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik antara lain dengan memperoleh keuntungan dari usaha tani-ternaknya. Saat wawancara berlangsung kebanyakan peternak saat ditanyai untuk apa mereka beternak yaitu untuk menyambung hidup, menabung untuk keperluan kelak, keperluan anak sekolah. Kendala pengembangan yang dihadapi adalah tidak adanya pengetahuan
46
teknologi dalam pemanfaatan pengolahan pakan ternak dan modal yang sangat kecil, sehingga usaha peternakan rakyat walaupun terus berkembang dan jumlah ternak semakin bertambah tapi cenderung berjalan lambat. Tabel 17. Penerapan Aspek Tata Laksana Sapi Bali di Desa Pengadangan Jumlah Peternak No 1
2
3
4
5
6
Uraian Orang
%
Pencatatan a)
Lengkap
6
7,5
b)
Kurang lengkap
23
28,75
c)
Tidak ada
51
63,75
Kebersihan ternak a)
Baik
17
21,25
b)
Cukup
27
33,75
c)
kurang
36
45
Pemanfaatan tenaga kerja a)
Dipekerjakan
17
21,25
b)
Tidak dipekerjakan
63
78,75
c)
Dipekerjakan dalam keadaan bunting
0
0
Pemanfaatan kotoran a)
Seluruhnya
4
5
b)
Sebagian
15
18,75
c)
Tidak ada
61
76,25
Pengetahuan reproduksi a)
Baik
3
3,75
b)
Sedang
14
17,5
c)
kurang
63
78,75
0 3 78
0 3,75 97,5
Pengetahuan tentang usaha peternakan a) Baik b) Sedang c) Kurang
47
Kesehatan Ternak Pengamatan pada aspek kesehatan meliputi 1) Vaksinasi, 2) Pengetahuan tentang penyakit, 3) Usaha dan tanggapan terhadap sapi yang sakit, 4) Kematian ternak, serta 5) Tindakan terhadap kematian. Tabel 18 menunjukan bahwa nilai chisquare dari sub aspek vaksinasi, pengetahuan tentang penyakit dan pengetahuan tentang obat-obat adalah sangat nyata (P<0,01). Berturut-turut mulai dari nilai yang paling rendah adalah vaksinasi sebesar (6,1%), pengetahuan tentang obat-obat ringan sebesar (11,6%), dan pengetahuan tentang penyakit sebesar (39,1%). Ketiga sub aspek di atas masih kurang perhatian dari peternak responden di Pengadangan atau penerapan aspek belum sesuai seperti yang direkomendasikan Direktorat Jendral Peternakan (1983). Aspek usaha dan tanggapan terhadap sapi yang sakit, kematian ternak dan tindakan terhadap kematian mempunyai nilai chi-square yang sangat tidak nyata (P>0,01) dengan besar persen pengamatan berturut-turut dari yang tertinggi sampai terendah adalah kematian ternak sebesar 92%, usaha dan tanggapan terhadap sapi yang sakit sebesar 83% dan tindakan terhadap kematian sebesar 74,7%. Tabel 18. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Kesehatan Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan (80 Responden)
1.
Vaksinasi
Nilai Pengamatan 1,22** ± 1,41
2.
Pengetahuan tentang penyakit
5,87** ± 2,07
15
39,1
3.
16,6 ± 2,99
20
83
4.
Usaha dan tanggapan terhadap sapi yang sakit Kematian ternak
13,8 ± 2,57
15
92
5.
Tindakan terhadap kematian
11,2 ± 2,14
15
74,7
6.
Pengetahuan obat-obatan ringan
2,9** ± 4,9
25
11,6
No.
Uraian
Keterangan
Harapan 20
Pengamatan (%) 6,1
: ** : sangat nyata (P<0,01)
Tabel 19 menunjukan bahwa peternak responden di Pengadangan sebanyak 97,5% tidak pernak melakukan vaksinasi pada ternaknya. Sebesar 2,5% peternak responden yang kadang-kadang melakukan vaksinasi dan tidak ada peternak yang secara kontinu memberikan vaksin pada ternaknya. Vaksinasi merupakan tindakan memasukkan antigen yang telah dilemahkan ke dalam tubuh, untuk merangsang
48
kekebalan yang diharapkan dapat melindungi individu tersebut terhadap infeksi penyakit di dalam (Tizard, 2000). Sebanyak 85% peternak responden yang kurang pengetahuannya mengenai penyakit ternaknya. Sebanyak 15% yang mempunyai pengetahuan cukup mengenai penyakit ternaknya dan tidak ada peternak responden yang mengetahui secara jelas penyakit-penyakit yang terjangkit pada ternaknya. Usaha dan tanggapan terhadap sapi yang sakit oleh peternak responden di Pengadangan antara lain sebanyak 36% peternak responden yang melaporkan pada petugas kesehatan hewan jika mendapati ternaknya sakit. Sebanyak 63% yang berusaha mengobati ternaknya yang sakit secara tradisional dan sebesar 1,25% peternak responden atau setara dengan 1 orang yang membiarkan ternaknya yang sakit tanpa diberi pengobatan secara tradisionil atau melaporkan pada petugas kesehatan hewan. Kasus kematian ternak di Pengadangan tidak terlalu banyak, terlihat pada Tabel 19 bahwa sebesar 78,75% peternak responden tidak pernah mengalami kematian pada ternaknya. Sebesar 17,5% peternak responden pernah mengalami kematian ternak sebanyak 1 ekor. Sebanyak 3,75% peternak responden yang mengalami kematian ternak antara 2-3 ekor. Tindakan terhadap kematian pada ternak oleh peternak responden di Pengadangan yaitu sebesar 24% peternak responden melapor terlebih dahulu pada petugas kesehatan hewan. Sebanyak 76% peternak responden yang langsung mengubur ternaknya dan tidak ada peternak responden yang sengaja memakan ternak yang mati akibat sakit. Menurut Pastika dan Darmadja (1976) kematian ternak dipengaruhi oleh banyak faktor yang antara lain seperti makanan kurang, iklim dan keadaan daerah serta penyakit yang berjangkit. Kasus kematian ternak di Pengadangan pada umumnya bukan disebabkan oleh terjangkitnya penyakit pada ternak, namun kematian yang terjadi saat indukan melahirkan. Kejadian keguguran dan lahir mati pada sapi Bali adalah sebesar 3,65% (Pastika dan Darmadja, 1976). Pengunaan obat-obat ringan oleh peternak responden di Pengandang sangat jarang dilakukan.
Sebanyak 86% peternak responden tidak pernah memberikan
ternaknya berupa obat-obat ringan, sebanyak 14% yang kadang-kadang memberikan dan tidak ada peternak responden yang memberikan obat-obat ringan pada ternaknya secara kontinu.
49
Tabel 19. Penerapan Aspek Kesehatan Ternak Sapi Bali di Desa Pengadangan No 1
2
3
4
5
6
Uraian
Jumlah Peternak Orang %
Vaksinasi a)
Selalu
0
0
b)
Kadang-kadang
2
2,5
c)
Tidak ada
78
97,5
Pengetahuan tentang penyakit a)
Baik
0
0
b)
Cukup
12
15
c)
Kurang
68
85
Usaha dan tanggapan terhadap sapi yang sakit a)
Melaporkan pada petugas
29
36
b)
Berusaha mengatasi secara tradisionil
50
63
c)
Dibiarkan
1
1,25
Kematian ternak a)
Tidak ada
63
78,75
b)
Seekor
14
17,5
c)
Dua ekor atau lebih
3
3,75
Tindakan terhadap kematian a)
Melaporkan pada petugas
19
24
b)
Dikubur
61
76
c)
Dimakan
0
0
Penggunaan obat-obatan ringan a)
Selalu
0
0
b)
Kadang-kadang
11
14
c)
Tidak pernah
69
86
Kandang dan Peralatan Pengamatan pada aspek kandang dan peralatan meliputi 1) Penilaian kandang, 2) Lokasi kandang, 3) Kontruksi kandang, 4) Kebersihan kandang, dan 5) Peralatan kandang. Tabel 20 menunjukan bahwa nilai chi-square dari sub aspek kontruksi kandang, kebersihan kandang dan peralatan kandang adalah sangat nyata
50
(P<0,01). Sehingga dapat dikatakan untuk sub aspek kontruksi kandang, kebersihan kandang dan peralatan kandang, perlu mendapatkan perhatian yang lebih dari peternak responden di Pengadangan dan dapat dikatakan penerapan aspek belum sesuai seperti yang direkomendasikan Direktorat Jendral Peternakan (1983). Sub aspek penilaian kandang dan lokasi kandang memperoleh nilai chi-square yang sangat tidak nyata (P>0,01) dengan persentase pengamatan sebesar 95% untuk penilaian kandang dan 77,6% untuk lokasi perkandangan. Tabel 20. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Kandang dan Peralatan Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan (80 Responden) No.
Uraian
Nilai Harapan 10
Pengamatan (%) 95
1.
Penilaian kandang
Pengamatan 9,5 ± 1,5
2.
Lokasi kandang
7,76 ± 2,38
10
77,6
3.
Kontruksi kandang
4,1** ± 2,84
10
41
4.
Kebersihan kandang
3,87** ± 3,6
10
38,7
5.
Peralatan kandang
6,3** ± 1,6
10
63
Keterangan
: ** : sangat nyata (P<0.01)
Gambar 16. Contoh Kandang yang Baik Sumber : BPTP NTB
Gambar 17. Kandang yang ada di Peternakan Sapi Bali Rakyat Desa Pengadangan Peternak responden di Pengadangan kebanyakan sudah memiliki kandang sendiri untuk ternaknya. Sebanyak 82,5% peternak responden yang mempunyai kandang yang baik. Sebanyak 17,5% peternak responden yang memiliki kandang
51
alakadarnya dan tidak ada peternak responden di Pengadangan yang tidak mempunyai kandang untuk ternaknya. Kandang yang dimiliki oleh peternak responden yang tergabung dalam suatu kelompok ternak biasanya mempunyai kontruksi yang lebih baik dibandingkan dengan kandang ternak yang tidak tergabung dalam usaha kelompok ternak. Gambar 16 menunjukan contoh kandang yang baik. Gambar 17 menunjukan kandang yang dibangun oleh peternak di Pengadangan baik secara kelompok maupun individu. Lokasi perkandangan di Desa Pengadangan umumnya tidak dekat dengan rumah meski masih dilingkungan pekarangan namun penduduk setempat biasanya mempunyai pekarangan yang cukup luas sehingga kebanyakan dimanfaatkan untuk perkandangan ternaknya agar mudah untuk di jangkau. Sesuai dengan persyaratan impact point yang digunakan sebagai acuan lokasi perkandangan yang baik. Tabel 21 memperlihatkan bahwa lokasi penempatan kandang peternak responden di pengadangan antara lain sebanyak 48,75% peternak responden yang kandangnya terpisah dari rumah dengan jarak ≥5 m. Sebanyak 74,5% peternak responden yang kandangnya terpisah dekat dengan rumah dengan jarak 1-4 m. Sebanyak 3,75% peternak responden yang mempunyai kandang bersatu dengan rumah. Kontruksi kandang yang dimiliki oleh peternak responden di Pengadangan adalah sebanyak 60% peternak responden yang memiliki kandang yang masih kurang baik. Sebanyak 27,5% peternak responden yang memiliki kandang yang cukup baik. Sebanyak 12,5% peternak responden yang memiliki kontruksi kandang yang baik. Peternak responden di Pengadangan kurang memperhatikan kebersihan kandang. Terlihat pada Tabel 21 kebersihan yang baik hanya mencapai 18,75%. Peternak responden yang cukup memperhatikan sebanyak 23,75% dan yang tidak memperhatikan kebersihan kandang sebanyak 57,5%. Peralatan kandang merupakan alat pendukung dalam usaha peternakan. Menurut Hidayat (2010) yang termasuk dalam perlengkapan kandang adalah tempat pakan dan minum yang paling utama. Perlengkapan lain yang perlu disediakan adalah sapu, sikat, sekop, sabit dan tempat untuk memandikan sapi. Semua peralatan tersebut adalah untuk membersihkan kandang agar sapi terhindar dari gangguan penyakit sekaligus bisa dipakai untuk memandikan sapi. Sebanyak 11,25% peternak responden yang memiliki peralatan kandang yang lengkap. Sebanyak 85% peternak
52
responden yang memiliki peralatan kandang yang kurang lengkap dan sebanyak 3,75% peternak responden yang tidak memiliki peralatan kandang. Tabel 21. Penerapan Aspek Kandang dan Peralatan Sapi Bali di Desa Pengadangan No 1
2
3
4
5
Uraian
Jumlah Peternak Orang
%
Penilaian kandang a)
Ada
66
82,5
b)
Alakadarnya
14
17,5
c)
Tidak ada
0
0
Lokasi kandang a)
Terpisah dari rumah dengan jarak ≥ 5 m
39
48,75
b)
Terpisah dekat dengan rumah dengan jarak 1-4 m
38
47,5
c)
Bersatu dengan rumah
3
3,75
Kontruksi kandang a)
Baik
10
12,5
b)
Sedang
22
27,5
c)
kurang
48
60
Kebersihan kandang a)
Baik
15
18,75
b)
Sedang
19
23,75
c)
kurang
46
57,5
Peralatan kandang a)
Lengkap
9
11,25
b)
Kurang
68
85
c)
Tidak ada
3
3,75
53
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Nilai penerapan aspek pemeliharaan sapi Bali di Pengadangan masih relatif rendah dengan nilai
rata-rata pengamatan sebesar 51.66%. Sehingga penerapan
aspek pemeliharaan sapi Bali (sapi potong) pada peternakan rakyat di Pengadangan belum sesuai dengan nilai harapan pemeliharaan teknis yang berdasarkan Direktorat Jendral Peternakan (1983). Saran 1. Pengaktifan kembali tim penyuluh sehingga mempermudah peternak dalam edukasi pemeliharaan aspek teknis sapi Bali. 2. Dalam Pemeliharaan sebaiknya peternak menyediakan air untuk ternaknya di dalam kandang secara ad libitum. 3. Peternak diharapkan lebih memperhatikan kembali kebersihan sapinya, sebaiknya sapi dimandikan 1x seminggu. 4. Perlu pendamping (penyuluh) agar peternak mampu memanfaatan kotoran ternak menjadi sesuatu yang lebih bernilai (kompos, pupuk. bio gas dan briket). 5. Perlu pemdamping (penyuluh) agar peternak mampu memanfaatkan limbah pertaniannya menjadi pakan ternak (pengawetan makanan ternak).
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis lafazkan ke kehadirat Allah Subhanallahu Wa Ta’ala dengan karunia dan Rahmat-Nya yang telah melimpahkan nikmat tak terhingga dan hanya dengan pertolongan-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Bagus P Purwanto, M.Agr. selaku pembimbing utama dan Ir. Sudarsono Jayadi, M.Sc.Agr. selaku pembimbing anggota yang telah membimbing, memberi saran, mengarahkan mulai dari penyusunan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi ini. Kepada Ir. Afton Atabany, M.Si. dan Ir. Abdul Djamil Hasjmy, M.S. sebagai penguji sidang. Terima kasih kepada Ir. Dwi Djoko Setyono M.Si. selaku dosen pembimbing akademik, Dr. Rudi Afnan S.Pt,M.Sc.Agr. dan Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M.Si. sebagai penguji komprehensif dan panitia sidang, Iyep Komala, S.Pt. sebagai penguji seminar, Ir. Zulfikar Moesa, M.S. atas semua nasehat, motivasi dan bimbingannya. Ucapan banyak terima kasih Penulis sampaikan kepada Mamiq Laki Lalu Amir & Mamiq Bini Baiq Kismawati dan Abah Lalu Sulhan & Bunda Baiq Hayinah atas motivasi, doa, kasih sayang dan semua bantuan baik materi, moral dan spiritual. Terima kasih untuk kakak Penulis Baiq Tien Dianawati & suami Apid, Baiq Endang Mardiana, Baiq Ratna Utami Pratiwi & suami Fred Darmawan, Baiq Yuliati atas semua kebahagiaan, motivasi dan dukungannya selama penulis menjalani kuliah. Terima kasih untuk adik-adik Penulis Lalu Intaran Wira Jagat, Baiq Nurul Mustika Noviana, Baiq Deviya Wulandari, Lalu Kharisma Bramantia, Baiq Andriani Halimah, Rina, dan keponakan Penulis Nabila Hasna Taqiya yang sudah memberi semangat, perhatian dan pengertian. Kepada keluarga besar Desa Pengadangan, Bapak Nurahadi & keluarga, Kades, seluruh Kadus, kelompok ternak, para responden, dan seluruh peternak yang telah membantu selama Penulis menjalani Penelitian. Kepada Keluarga besar Bapak Nana Mahdi & Wiwik Mulyawati, Ndut dan Dea (Sindi) yang selalu siap sedia membantu Penulis, terima kasih atas seluruh bantuan yang telah diberikan. Ucapan terima kasih yang terdalam kepada Febriwendi Firdaus dan Windi Al Zahra telah menjadi orang-orang yang setia. Terima kasih teman-teman ISMAPETI
Ka Salim, Novia, Kang Alip, Riski, Boby, Aab, Simaw, Mba Suri, Ka duta, Ka Jefri, Icha, atas pengertian, bantuan dan perhatiannya. Teman-teman IPTP 43, Temanteman di asrama terutama asrama A2 lorong 2 Rieska, Eva-Evi, Ncum, Dina, Dini, Cubby, Buret Erni, Uti, dan Nna. Teman-teman Gentra Kaheman, Tim Basket TPB’06, kelas TPB B23-B24, dan teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas kesenangan dan kebahagiaan yang kita ciptakan bersama.
56
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka, Jakarta. Ardika, I. N.1995. Parameter fenotipik dan genetik sifat produksi dan reproduksi sapi Bali pada Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali (P3 Bali) di Bali. Thesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Atmadilaga, D. 1974. Beef production and trade in Indonesia. Seminar on Research and Animal Production Development in Indonesia. Directorat General of Animal Husbandry, Jakarta. Azis, A. M. 1993. Starategi Operasional Pengembangan Agroindustri Sapi Potong. Prosiding Agroindustri Sapi Potong. CIDES, Jakarta. Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD). 2009. Daftar isian potensi Desa/Kelurahan Pengadangan. Lombok Timur, NTB. Badan Pusat Statistik (BPS). 2008. Pringgasela district in figure. Statistics of Lombok Timur Regency with Regional Development Planning Board of Lombok Timur Regency. NTB. Birowo, A. T. 1973. Kebijaksanaan dan Strategi Pertanian Tanaman Pangan dalam Pelita II (1974-1979). Ditjen Pertanian dan Badan Pengendalian Bimas, Jakarta. Blakely, J. & D. H. Bade. 1985. The Science of Animal Husbandry. 4th Ed. Prentice Hall. Inc. A Division of Simon and Soluster. Engelwood Cliffs. New Jersey. USA. Chung, J., D.J. Haile, & M. Wessling-Resnick. 2004. Ferroportin-l is not upregulated in copper-deficient mice. J. Nutr. 134: 517-521. Darmadja, S. G. N. D. & P. Sutedja. 1976. Masa kebuntingan dan interval beranak pada sapi Bali. Proc. Seminar Reproduksi dan Performans Sapi Bali. Dinas Peternakan Daerah Tingkat I Bali. Denpasar. Darmadja, S. G. N. D. 1980. Setengah abad peternakan sapi tradisional dalam ekosistem pertanian di Bali. Disertasi. Universitas Padjajaran Bandung. Direktur Jenderal Peternakan. 1990. Upaya menciptakan kerangka landasan pembangunan peternakan menyongsong era lepas landas Pelita V. Disampaikan pada Seminar Nasional Peternakan. Mukernas I (SMAPET), Yogyakarta. Direktorat Jendral Peternakan. 1983. Pengembangan usaha peternakan melalui peningkatan koperasi. Rapat Kerja Tahun1982/83, Jakarta. Falconer, D. S. 1981. Introduction to Quantitative Genetic. 2nd Ed. Longman Scientie and Technical. London.
Georgievskii, V., B. N. Annenkov & V. T. Samokhin. 1981. Mineral Nutrition of Animal. Butter Worth, London. Guntoro, S. 2002. Membudidayakan : Sapi Bali. Kanisius, Yogyakarta. Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Gramedia Pustaka. Jakarta. Haryana, I. G. N. R. 1989. Beberapa aspek biologi reproduksi sapi bali jantan muda. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Hasnudi, I. Sembiring & S. Umar. 2004. Pokok-Pokok Pemikiran Bidang Peternakan. Fakultas Pertanian, Jurusan Peternakan. USU Repository, Medan. Hidayat. 2010. Beternak Sapi Bali. Penebar Swadaya, Jakarta. Ilham, N., B. Wiryono, I.K. Kariyasa, M. N. A. Kirom & Sri Hastuti. 2001. Analisis penawaran dan permintaan komoditas peternakan unggulan. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Kirby, G. W. M. 1979. Bali Cattle in Australia. World Animal Review. FAO. 31; 2429. Lebdosoekoyo, S. 1982. Pemanfaatan limbah pertanian untuk menunjang kebutuhan pakan ternak rumunansia. Prosiding pertemuan ilmiah ruminansia besar, Puslitbang Peternakan, Bogor. Manalu, H. 2008. Skripsi : Analisis usaha tani wortel (Studi Kasus : Desa Sukadame, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo). USU Repository, Medan. Martodjo, H. 1990. Perkembangan sapi Bali sepuluh tahun terakhir (1980-1990). Proc. Seminar Nasional Sapi Bali; Denpasar. 20-22 September Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Bali. McDowell, L.R. 1985. Nutrition of Grazing Ruminants in Warm Climates. Academic Press, Inc. Orlando, Florida. 756 pp. Mosher, A.T. 1987. Menggerakan dan Membangun Pertanian. Yasaguna, Jakarta. Mubyarto. 1974. Economic Aspects of Animal Husbandry in Indonesia. Economic and Finance in Indonesia. Vol.23. LPEM-Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Mubyarto, M. Munandar, Indriyo & Wismaji. 1975. Feasibility studi pilot proyek PUTP di Propinsi Bali, NTB, NTT dan SULSEL. Kerjasama antara Ditjen Peternakan dengan Lembaga Penelitian Ekonomi. Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Nadjib, H. 1985. Upaya meningkatkan produksi susu dengan perbaikan tatalaksana peternakan sapi perah. Prosiding Pertemuan konsultan Peternakan Sapi Perah
58
Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Pemerintah DT II Sukabumi dan Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nuraeni & Purwanta. 2006. Potensi sumber daya dan pendapatan usaha peternakan sapi perah di Kabupaten Sinjai. Jurnal Agrisistem 2 (1):8- 17. Pamungkas. D., Mariyono & A. Musofie. 1994. Eksistensi sapi perah dara dalam usaha peternakan sapi perah rakyat (studi kasus di Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan). Proc. Pertemuan lImiah Pengolahan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian Sapi Perah. Sub Balitnak Grati. Panjaitan, T. S., W. R. Sasongko, A. Muzani, Mashur & W. Arief. 2003. Manajemen Terpadu Pemeliharaan Sapi Bali. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat (BPTP NTB). NTB. Pastika, I. M, & S. G. N. D. Darmadja.1976. Performans produksi sapi Bali. Proc. Seminar Reproduksi dan Performans Sapi Bali. Dinas Peternakan Daerah Tingkat I Bali. Denpasar. Payne, W. J. & A., J Hodges, 1997. Tropical Cattle : Origin, Breeds and Breeding Policies. Blackwell Science. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2009. Blue print NTB : Bumi Sejuta Sapi. NTB Rahmanto, B. 2004. Analisis usaha peternakan sapi potong rakyat. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Peranian, DEPTAN. Rasyid, A. & Hartati. 2007. Perkandangan Sapi Potong. Pusat penelitian dan Pengembangan petern akan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Sabrani, M. 1979. Estimasi Elastisitas harga penawaran daging sapi di JABAR, DIY, dan JATIM. Lembaran LPP Thn. IX No. 3-4, Bogor. Santoso, U.1995. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta. Sastradipradja, D. 1990. Potensi internal sapi Bali sebagai salah satu sumber plasma nutfah untuk menunjang pembangunan peternakan sapi potong dan ternak kerja secara nasional. Proc. Seminar Nasional Sapi Bali Suradisastra, K. 1977. Peranan Sapi Potong dalam Usahatani di Kec. Kalijati dan Situraja. Lembaran LPP Thn.7 No.4, Bogor. Siregar, S. B.1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta. Soehadji, 1990. Pembangunan dan peternakan di Indonesia ditinjau dari segi perbaikan mutu ganetik. Proc. Seminar Nasional Sapi Bali; Denpasar. 20-22 September Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Bali.
59
Soehadji, 1991. Pembangunan dan Peternakan di Indonesia ditinjau dari segi perbaikan mutu ganetik. Seminar Sehari Bersama Pemuliaan Ternak. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor. Sumbung, F. P., J. T, Batosamma, B. R. Ronda, & S. Garantjang. 1978. Performans Reproduksi Sapi Bali. Proc. Seminar Ruminansia Besar. Ditjennak & P-4 dan Fapet IPB. Bogor. (85-88) Suradisastra, K. 1977. Peranan sapi potong dalam usahatani di Kecamatan Kalijati dan Situraja (Jawa Barat) dan Pancar serta Playen (Jawa Tengah). Lembaran LPP Th. 7 No. 4, Bogor. Sutarno, H. 1993. Pendayagunaan tanaman pakan pada lahan kritis. Seri Pengembangan PROSEA 4. Yayasan PROSEA UNESCO/ROSTSEA. MAB Indonesia. Jakarta. Sutedja, P. M. Kota, I. B. Mantra, & D. Darmadja. 1976. Beberapa performans pada sapi Bali, suatu progress report. Proc. Seminar Reproduksi dan Performans Sapi Bali; Denpasar, 5-6 April. Dinas Peternakan Daerah TK. I Bali. Hlm 4356. Thalib, C, S. Sivarajasingam, G. N. Hinch & A. Bamualim. 1998. Factor influencing preweaning ang weaning weingt of Bali (Bos sondaicus) calves. Proc of the 6th World Congress on Genetics Applied to Livestock Production. Tizard, I. 2000. Veteriner Immunology an Introduction. W. B. Sanders Company, Canada. Toelihere, M. R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa Bandung. Vandeplassehe. 1982. Reproduction Efficiency in Cattle: A. Guideline for Project in Developing countries. F.A.O. Rome. Warwick, E. J., M. Astuti, & W. Hardjosubroto. 1987. Pemuliaan Ternak. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Wiltbank, J. N. 1978. Management of heifer replacements and the bood cow herd through the calving and breeding period. In: Commercial Beef Cattle Production. Ed. C. C. O’Mary and I. A. Dyer. 2nd Ed. Lea and Febiger Philadelphia. (158-208). Wina, E. 1992. Nilai gizi Kaliandra, Gamal, dan Lamtoro sebagai suplemen untuk domba yang diberi pakan rumput gajah. Pros. Pengolahan dan Komunikasi Hasil-hasil penelitian Teknologi Pakan dan Tanaman Pakan. Balai Penelitian Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Cisarua, Bogor. Wirdahayati, R. B. & A. Bamualim.1990. Penampilan produksi dan struktur populasi sapi Bali di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur. Proc. Seminar Nasional Sapi Bali; Denpasar. 20-22 September Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Bali.
60
Wharton, C. R. J. 1969. Subsistence Agriculture and Economic Development. Aldine Publishing Company, Chicago. Yusdja, Y., H. Malian, B. Winarso, R. Sayuti, & A. S. Bagyo. 2001. Analisis kebijaksanaan pengembangan agribisnis komoditas unggulan peternakan. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
61
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Evaluasi Teknis Pemeliharaan Peternakan Sapi Bali Rakyat Di Desa Pengadangan Kabupaten Pringgasela Kabupaten Lombok Timur-NTB A. IDENTITAS RESPONDEN : Nama Peternak Alamat Kelompok Peternak Tanggal Kunjungan Umur Pengalaman Pendidikan B. KEPEMILIKAN TERNAK Kelompok Ternak Jumlah (Ekor)
Keterangan
1. Pedet Jantan Betina 2. Dara 3. Induk 4. Jantan
C. PEMULIAAN DAN REPRODUKSI 1. Perbandingan jantan dengan betina a) < 10 ekor b) > 10 ekor 2. Sistem perkawinan a) Inseminasi Buatan (IB) b) Kawin alam yang teratur c) Kawin alam yang tidak teratur 3. Kelahiran per induk setiap tahun a) < 1,5 tahun sekali b) 1,5 tahun sekali c) > 1, 5 tahun sekali 4. Jarak beranak a) 12-14 bulan b) 15-17 bulan c) > 17 bulan
63
5. Jumlah perkawinan untuk menjadi bunting a) I kali b) 2-3 kali c) > 3 kali 6. Pemilihan pejantan yang digunakan a) Berdasarkan keturunan (silsilah) b) Berdasarkan berat badan c) Sembarang pejantan 7. Pemilihan induk yang digunakan a) Berdasarkan keturunan (silsilah) b) Berdasarkan berat badan c) Sembarang induk betina D. MAKANAN TERNAK 1. Jumlah hijauan yang diberikan a) Lebih dari cukup (≥ 10% bobot badan) b) Cukup (10% bobot badan) c) Kurang (≤ 10 bobot badan) 2. Jenis hijauan yang diberikan a) Rumput unggul + leguminosa a) Rumput+limbah pertanian b) Rumput unggul c) Rumput lapangan 3. Pemberian konsentrat a) Selalu b) Kadang-kadang c) Tidak ada 4. Pemberian mineral a) Campuran mineral pabrik b) Garam dapur+kapur+tepung tulang c) Garam dapur d) Tidak memberikan 5. Pemberian air minum a) Selalu tersedia b) Kadang-kadang c) Tidak ada 6. Penanaman hijauan makanan ternak a) Cukup untuk memenuhi kebutuhan sapi bali b) Sebagai tambahan c) Tidak ada
64
7. Usaha pengawetan makanan ternak a) Selalu b) Kadang-kadang c) Tidak pernah E. TATA LAKSANA 1. Pencatatan a) Lengkap b) Kurang lengkap c) Tidak ada 2. Kebersihan ternak a) Baik b) Cukup c) kurang 3. Pemanfaatan tenaga kerja a) Dipekerjakan b) Tidak dipekerjakan c) Dipekerjakan dalam leadaan bunting 4. Pemanfaatan kotoran (kompos, gas bio, dll) a) Seluruhnya b) Sebagian c) Tidak ada 5. Pengetahuan reproduksi a) Baik b) Sedang c) kurang 6. Pengetahuan tentang usaha peternakan ( tujuan usaha peternakan sapi bali) a) Baik b) Sedang c) Kurang F. KESEHATAN 1. Vaksinasi a) Selalu b) Kadang-kadang c) Tidak ada 2. Pengetahuan tentang penyakit a) Baik b) Cukup c) Kurang
65
3. Usaha dan tanggapan terhadap sapi yang sakit a) Melaporkan pada petugas b) Berusaha mengatasi secara tradisionil c) dibiarkan 4. Kematian ternak a) Tidak ada b) Seekor c) Dua ekor atau lebih 5. Tindakan terhadap kematian a) Melaporkan pada petugas b) Dikubur c) Di makan 6. Penggunaan obat-obatan ringan a) Selalu b) Kadang-kadang c) Tidak pernah G. KANDANG DAN PERALATAN 1. Pemilikan kandang a) Ada b) Alakadarnya c) Tidak ada 2. Lokasi kandang a) Terpisah dari rumah dengan jarak ≥ 5 m b) Terpisah dekat dengan rumah dengan jarak 1-4 m c) Bersatu dengan rumah 3. Kontruksi kandang a) Baik b) Sedang c) kurang 4. Kebersihan kandang a) Baik b) Sedang c) kurang 5. Peralatan kandang a) Lengkap b) Kurang c) Tidak ada
66
Lampiran 2. Hasil Penilaian Aspek Pengetahuan Pemuliabiakan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Dusun Timba Nuh Bapak Dendi Amaq Khamarudin Inaq Ramli Amaq Herman Amaq Anggi Inaq Irun Amaq Kedah Sahni Amaq Majnin Amaq Adi Bawak Paok Amaq Anoar Amaq Maeni Amaq Saniah Amaq Surya Amaq Khusnul Amaq Maedi Amaq Rina Bapak Sahepuddin Amaq Masyuhur Amaq Dedi Tibu Petung Amaq Sari Amaq Nurmin Inaq Linawati Inaq Sucimah Amaq Rohman Amaq Masni Amaq Rijal Inaq Rosa Amaq Seha Amaq Ida Sukatain Amaq Lia Amaq Rahman Asrul Bapak Anoar Amaq Arni Inaq Nurfitri Amaq Hardini Amaq Nika Amaq Ahyar Amaq Serliana
1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
2 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
3 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
4 35 25 25 35 35 25 35 35 35 25
5 30 30 30 30 30 30 30 20 30 30
6 20 20 10 20 20 10 20 20 20 20
7 20 10 10 10 20 10 20 10 20 20
Jumlah 180 160 150 170 180 150 180 160 180 170
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
35 35 35 35 35 25 25 35 35 35
30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
20 20 10 20 20 10 20 10 20 20
180 180 170 180 180 160 170 170 180 180
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
35 25 25 35 35 35 35 35 25 25
30 30 30 30 30 20 30 30 30 30
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
20 20 20 20 20 10 20 20 20 20
180 170 170 180 180 160 180 180 170 170
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
35 35 35 35 35 35 35 35 35 35
20 30 30 30 30 30 30 30 30 30
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
170 180 180 180 180 180 180 180 180 180
67
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Gubuk Jero Amaq Sanimah Amaq Sanep Inaq Najib Bapak Sahrip Amaq Jaharudin Amaq Sahlep Amaq Anji Amaq Asipudin Bapak Nurahadi Amaq Ririn Gubuk Timuk Amaq Uwirsan Papuq Rini Amaq Adi Kumin Amaq Rianep Inaq Atun Salman Amaq Juminah Amaq Sidah Amaq Adi Amaq Aminudin Gubuk Semodek Amaq Juhaeni Amaq Sahuni Amaq Hukmi Amaq Anoar Amaq Samin Amaq Wahyu Amaq Nur Amaq Jiahman Amaq Isti Amaq Anwar
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
35 35 25 35 35 35 35 35 35 35
30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
20 20 20 20 20 35 20 20 35 20
10 20 10 10 10 20 20 10 20 10
170 180 160 170 170 195 180 170 195 170
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
30 30 30 30 30 30 30 30 30 40
40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
35 35 35 35 25 35 35 35 35 35
20 30 30 30 30 30 30 30 30 30
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
10 10 10 10 10 10 10 10 10 20
160 170 170 170 160 170 170 170 170 190
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
30 30 30 30 30 10 30 30 30 30
40 40 40 40 40 30 30 40 40 40
35 35 35 35 35 25 25 35 35 25
30 20 30 30 30 30 30 30 30 30
20 20 10 35 35 20 20 20 20 20
10 10 20 10 10 10 10 10 10 10
170 160 170 185 185 130 150 170 170 160
68
71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
Kuang Sawi Amaq Adnan Amaq Sri Inaq Firman Amaq Rita Amaq Kurniati Amaq Rofik Amaq Saniyah Sahrul Amaq Surya Bapak Sahlim
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
30 30 30 30 40 30 30 30 30 30
40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
35 35 35 35 35 25 35 35 35 35
30 30 30 20 30 20 30 20 30 30
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
170 170 170 160 180 150 170 160 170 170
RATAAN
5
30
39,75
33
29
20,37
14,62
171,74
SD
0
2,75
1,57
4,02
3,01
3,87
5,01
10,58
Keterangan : 1. Perbandingan jantan dengan betina 2. Sistem perkawinan 3. Kelahiran per induk setiap tahun 4. Jarak beranak 5. Jumlah perkawinan untuk menjadi bunting 6. Pemilihan pejantan yang digunakan 7. Pemilihan Betina yang digunakan
69
Lampiran 3. Hasil Penilaian Aspek Pakan Ternak No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Dusun Timba Nuh Bapak Dendi Amaq Khamarudin Inaq Ramli Amaq Herman Amaq Anggi Inaq Irun Amaq Kedah Sahni Amaq Majnin Amaq Adi Bawak Paok Amaq Anoar Amaq Maeni Amaq Saniah Amaq Surya Amaq Khusnul Amaq Maedi Amaq Rina Bapak Sahepuddin Amaq Masyuhur Amaq Dedi Tibu Petung Amaq Sari Amaq Nurmin Inaq Linawati Inaq Sucimah Amaq Rohman Amaq Masni Amaq Rijal Inaq Rosa Amaq Seha Amaq Ida Sukatain Amaq Lia Amaq Rahman Asrul Bapak Anoar Amaq Arni Inaq Nurfitri Amaq Hardini Amaq Nika Amaq Ahyar Amaq Serliana
1 50 50 50 50 10 50 50 50 50 50
2 40 40 30 40 10 40 40 40 40 10
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
4 1 1 1 1 1 50 1 1 1 1
5 1 10 10 1 1 10 10 1 10 10
6 20 1 20 40 1 40 20 1 40 1
7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Jumlah 114 104 113 134 25 192 123 95 143 74
50 50 50 30 50 50 50 50 50 50
40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
20 1 1 1 50 20 1 1 20 1
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
20 40 20 40 20 40 40 1 40 20
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
142 143 123 123 172 162 143 104 162 123
50 50 50 50 50 10 50 30 50 50
40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
20 20 50 1 1 1 1 1 1 20
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
40 20 40 20 20 1 1 20 20 40
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
162 142 192 123 123 64 104 103 123 162
50 50 30 50 50 50 50 50 50 50
40 40 50 40 40 40 40 40 40 40
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
20 20 20 20 20 1 1 1 20 20
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
20 1 40 1 20 1 20 1 40 1 40 1 40 1 40 1 1 1 40 20
142 162 132 142 162 143 143 143 123 181
70
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Gubuk Jero Amaq Sanimah Amaq Sanep Inaq Najib Bapak Sahrip Amaq Jaharudin Amaq Sahlep Amaq Anji Amaq Asipudin Bapak Nurahadi Amaq Ririn Gubuk Timuk Amaq Uwirsan Papuq Rini Amaq Adi Kumin Amaq Rianep Inaq Atun Salman Amaq Juminah Amaq Sidah Amaq Adi Amaq Aminudin Gubuk Semodek Amaq Juhaeni Amaq Sahuni Amaq Hukmi Amaq Anoar Amaq Samin Amaq Wahyu Amaq Nur Amaq Jiahman Amaq Isti Amaq Anwar
50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
50 40 40 40 40 40 40 50 40 40
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 50 20 20 20 1 1 1 1 20
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
20 40 40 40 40 40 20 40 40 20
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
133 192 162 162 162 143 123 153 143 142
50 50 50 50 50 50 30 10 50 50
40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
20 50 1 20 1 20 1 1 1 20
10 10 10 10 20 10 10 10 10 10
20 20 20 20 1 20 20 20 20 20
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
142 172 123 142 114 142 103 83 123 142
50 50 50 50 10 50 50 50 50 50
40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
20 20 1 50 1 1 1 1 50 1
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
20 20 20 40 20 20 20 20 40 20
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
142 142 123 192 83 123 123 123 192 123
71
71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
Kuang Sawi Amaq Adnan Amaq Sri Inaq Firman Amaq Rita Amaq Kurniati Amaq Rofik Amaq Saniyah Sahrul Amaq Surya Bapak Sahlim
50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
20 20 20 1 20 20 1 1 50 1
10 10 10 10 10 10 1 10 1 10
20 20 20 20 20 20 20 1 20 20
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
142 142 142 123 142 142 114 104 163 123
RATAAN
47
39,5
1
12,55
9,95
24,12
1,23
135,35
SD 9,59 5,25 0 Keterangan : 1. Jumlah hijauan yang diberikan 2. Jenis hijauan yang diberikan 3. Pemberian konsentrat 4. Pemberian mineral 5. Pemberian air minum 6. Penanaman hijauan makanan ternak 7. Usaha pengawetan makanan ternak
15,36
5,26
12,65
2,12
29,86
72
Lampiran 4. Hasil Penilaian Aspek Tata Laksana No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Dusun Bapak Dendi Amaq Khamarudin Inaq Ramli Amaq Herman Amaq Anggi Inaq Irun Amaq Kedah Sahni Amaq Majnin Amaq Adi Bawak Paok Amaq Anoar Amaq Maeni Amaq Saniah Amaq Surya Amaq Khusnul Amaq Maedi Amaq Rina Bapak Sahepuddin Amaq Masyuhur Amaq Dedi Tibu Petung Amaq Sari Amaq Nurmin Inaq Linawati Inaq Sucimah Amaq Rohman Amaq Masni Amaq Rijal Inaq Rosa Amaq Seha Amaq Ida Sukatain Amaq Lia Amaq Rahman Asrul Bapak Anoar Amaq Arni Inaq Nurfitri Amaq Hardini Amaq Nika Amaq Ahyar Amaq Serliana
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 5 5 10 5 5 10 10 5 10 5
3 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15
4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
6 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Jumlah 42 42 47 42 42 47 47 42 47 42
20 1 20 20 30 1 20 1 20 30
20 20 20 20 10 5 20 10 10 20
15 15 25 15 15 25 15 25 15 15
10 1 10 10 1 20 1 10 10 10
10 10 10 10 10 10 10 30 30 30
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
85 57 95 85 76 71 76 86 95 115
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
10 5 10 5 10 10 10 5 5 10
15 15 15 15 15 15 15 15 15 15
1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
10 10 10 10 10 10 10 10 10 30
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
47 42 47 42 47 47 47 42 42 76
1 20 1 30 1 1 1 20 20 20
5 5 5 20 10 5 5 10 5 5
25 25 25 15 25 15 15 15 15 15
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
10 10 30 10 10 10 10 10 10 10
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
52 71 72 86 57 42 42 66 61 61
73
Gubuk Jero 41 Amaq Sanimah 42 Amaq Sanep
20
5
15
20
10
10
80
20
5
15
10
10
10
70
43 Inaq Najib 44 Bapak Sahrip
20
20
15
1
30
10
96
20
10
25
10
40
10
115
45 Amaq Jaharudin 46 Amaq Sahlep
20
10
25
10
10
10
85
20
20
15
1
30
10
96
47 Amaq Anji 48 Amaq Asipudin
20
5
15
1
10
10
61
20
10
25
10
10
10
85
49 Bapak Nurahadi 50 Amaq Ririn
20
10
25
10
10
10
85
30
20
15
20
40
10
135
1
20
15
1
10
10
57
20
5
25
1
10
10
71
1
10
15
10
10
10
56
20
5
15
10
10
10
70
55 Inaq Atun 56 Salman
20
10
15
1
10
10
66
1
5
15
1
10
10
42
57 Amaq Juminah 58 Amaq Sidah
1
20
15
1
10
10
57
1
20
15
1
10
10
57
59 Amaq Adi 60 Amaq Aminudin
1
20
25
1
10
10
67
30
20
15
10
10
10
95
61 Amaq Juhaeni 62 Amaq Sahuni
20
5
15
1
10
10
61
1
10
15
1
10
10
47
63 Amaq Hukmi 64 Amaq Anoar
1
5
15
1
10
10
42
Gubuk Timuk 51 Amaq Uwirsan 52 Papuq Rini 53 Amaq Adi Kumin 54 Amaq Rianep
Gubuk Semodek
30
10
15
20
30
10
115
65 Amaq Samin 66 Amaq Wahyu
1
20
25
1
30
10
87
1
5
15
1
30
10
62
67 Amaq Nur 68 Amaq Jiahman
1
5
15
1
30
10
62
1
10
15
1
30
10
67
69 Amaq Isti 70 Amaq Anwar
1
10
15
1
10
30
67
1
5
15
1
10
10
42
74
71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
Kuang Sawi Amaq Adnan Amaq Sri Inaq Firman Amaq Rita Amaq Kurniati Amaq Rofik Amaq Saniyah Sahrul Amaq Surya Bapak Sahlim
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5 10 5 5 5 10 5 20 5 5
15 15 25 15 15 25 15 25 15 15
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
30 10 10 40 10 10 10 10 10 30
10 10 10 30 10 10 10 10 10 10
62 47 52 92 42 57 42 67 42 62
RATAAN
8,4
9,87
17,12
3,63
14,62
10,5
64,14
SD 10,43 5,73 4,11 Keterangan : 1. Pencatatan 2. Kebersihan ternak 3. Pemanfaatan tenaga kerja 4. Pemanfaatan kotoran 5. Pengetahuan reproduksi 6. Pengetahuan tentang usaha peternakan
5,15
9,13
3,14
21,3
75
Lampiran 5. Hasil Penilaian Aspek Kesehatan Ternak No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Dusun Bapak Dendi Amaq Khamarudin Inaq Ramli Amaq Herman Amaq Anggi Inaq Irun Amaq Kedah Sahni Amaq Majnin Amaq Adi Bawak Paok Amaq Anoar Amaq Maeni Amaq Saniah Amaq Surya Amaq Khusnul Amaq Maedi Amaq Rina Bapak Sahepuddin Amaq Masyuhur Amaq Dedi Tibu Petung Amaq Sari Amaq Nurmin Inaq Linawati Inaq Sucimah Amaq Rohman Amaq Masni Amaq Rijal Inaq Rosa Amaq Seha Amaq Ida Sukatain Amaq Lia Amaq Rahman Asrul Bapak Anoar Amaq Arni Inaq Nurfitri Amaq Hardini Amaq Nika Amaq Ahyar Amaq Serliana
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 10 5 5 5 5 5 5 5 5 5
3 15 15 15 15 1 15 15 15 15 15
4 15 15 15 15 15 10 10 15 15 15
5 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Jumlah 52 47 47 47 33 42 42 47 47 47
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5 5 5 5 5 5 5 5 10 5
15 20 20 20 20 15 20 20 20 20
15 15 15 15 15 10 15 15 15 15
10 15 15 15 15 10 15 15 15 10
1 1 1 1 15 1 1 1 1 15
47 57 57 57 71 42 57 57 62 66
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
15 15 15 15 15 15 15 15 15 15
10 15 10 5 15 15 15 15 15 15
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
1 1 1 1 1 15 1 1 1 15
42 47 42 37 47 61 47 47 47 61
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5 5 5 5 5 5 5 5 5 10
15 15 15 15 15 15 20 20 15 15
15 15 10 10 5 5 15 10 15 10
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
47 47 42 42 37 37 52 47 47 47
76
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Gubuk Jero Amaq Sanimah Amaq Sanep Inaq Najib Bapak Sahrip Amaq Jaharudin Amaq Sahlep Amaq Anji Amaq Asipudin Bapak Nurahadi Amaq Ririn Gubuk Timuk Amaq Uwirsan Papuq Rini Amaq Adi Kumin Amaq Rianep Inaq Atun Salman Amaq Juminah Amaq Sidah Amaq Adi Amaq Aminudin Gubuk Semodek Amaq Juhaeni Amaq Sahuni Amaq Hukmi Amaq Anoar Amaq Samin Amaq Wahyu Amaq Nur Amaq Jiahman Amaq Isti Amaq Anwar
1 1 10 10 1 1 1 1 1 1
5 5 5 10 10 5 5 5 10 15
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
15 15 15 15 15 15 15 10 15 10
15 15 15 15 15 15 15 15 15 10
15 15 15 1 1 1 1 1 1 15
71 71 80 71 62 57 57 52 62 71
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
20 15 15 20 15 15 15 15 15 15
15 15 15 15 15 15 15 10 15 15
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
52 47 47 52 47 47 47 42 47 47
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5 5 10 10 5 5 5 10 10 5
15 20 20 20 15 15 15 15 20 15
15 15 15 10 15 15 15 15 15 15
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
1 1 1 15 1 1 1 1 1 1
47 52 57 66 47 47 47 52 57 47
77
71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
Kuang Sawi Amaq Adnan Amaq Sri Inaq Firman Amaq Rita Amaq Kurniati Amaq Rofik Amaq Saniyah Sahrul Amaq Surya Bapak Sahlim
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5 5 5 5 5 10 5 5 5 10
15 15 15 15 15 20 15 15 20 20
15 15 15 15 15 15 15 15 15 10
15 15 15 10 10 10 10 10 10 10
1 1 1 1 1 15 1 1 1 15
52 52 52 47 47 71 47 47 52 66
1,22
5,87
16,63
13,75
11,18
2,92
51,57
SD 1,41 2,07 2,99 2,57 Keterangan : 1. Vaksinasi 2. Pengetahuan tentang penyakit 3. Usaha dan tanggapan terhadap kerbau yang sakit 4. Kematian ternak 5. Tindakan terhadap kematian 6. Pengetahuan obat-obatan ringan
2,14
4,85
9,32
RATAAN
78
Lampiran 6. Hasil Penilaian Kandang dan Peralatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Dusun Bapak Dendi Amaq Khamarudin Inaq Ramli Amaq Herman Amaq Anggi Inaq Irun Amaq Kedah Sahni Amaq Majnin Amaq Adi Bawak Paok Amaq Anoar Amaq Maeni Amaq Saniah Amaq Surya Amaq Khusnul Amaq Maedi Amaq Rina Bapak Sahepuddin Amaq Masyuhur Amaq Dedi Tibu Petung Amaq Sari Amaq Nurmin Inaq Linawati Inaq Sucimah Amaq Rohman Amaq Masni Amaq Rijal Inaq Rosa Amaq Seha Amaq Ida Sukatain Amaq Lia Amaq Rahman Asrul Bapak Anoar Amaq Arni Inaq Nurfitri Amaq Hardini Amaq Nika Amaq Ahyar Amaq Serliana
1 6 6 10 6 10 10 10 10 10 10
2 6 10 6 10 6 10 6 6 6 10
3 2 2 2 2 2 2 6 2 6 2
4 1 1 1 1 1 1 6 1 1 1
5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
Jumlah 21 25 25 25 25 29 34 25 29 29
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
10 10 10 10 10 6 10 10 10 10
10 10 10 10 10 6 10 10 10 10
10 10 10 10 10 6 10 10 10 10
10 10 10 10 10 6 10 10 10 10
50 50 50 50 50 34 50 50 50 50
10 10 10 10 6 10 10 10 10 10
1 6 6 6 6 6 6 6 6 6
2 2 6 2 2 2 2 2 2 6
6 1 6 6 1 1 1 1 1 1
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
25 25 34 30 21 25 25 25 25 29
6 10 10 10 6 10 10 10 6 10
6 6 6 6 6 10 10 10 6 6
6 2 2 2 2 2 2 2 2 2
10 10 1 10 1 1 1 1 1 1
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
34 34 25 34 21 29 29 29 21 25
79
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Gubuk Jero Amaq Sanimah Amaq Sanep Inaq Najib Bapak Sahrip Amaq Jaharudin Amaq Sahlep Amaq Anji Amaq Asipudin Bapak Nurahadi Amaq Ririn Gubuk Timuk Amaq Uwirsan Papuq Rini Amaq Adi Kumin Amaq Rianep Inaq Atun Salman Amaq Juminah Amaq Sidah Amaq Adi Amaq Aminudin Gubuk Semodek Amaq Juhaeni Amaq Sahuni Amaq Hukmi Amaq Anoar Amaq Samin Amaq Wahyu Amaq Nur Amaq Jiahman Amaq Isti Amaq Anwar
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
10 10 10 10 10 10 10 10 10 1
6 6 6 6 6 6 6 2 6 6
1 6 10 6 10 10 6 6 6 6
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
33 38 42 38 42 42 38 34 38 29
10 10 6 10 6 6 6 6 10 10
6 10 6 6 6 6 10 6 6 6
6 2 2 2 2 2 2 2 6 10
1 1 1 1 1 1 1 1 6 6
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
29 29 21 25 21 21 25 21 34 38
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
10 10 6 6 10 10 10 6 6 10
2 2 2 6 2 2 2 2 6 2
1 1 1 6 6 1 6 1 1 1
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
29 29 25 34 34 29 34 25 29 29
80
71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
Kuang Sawi Amaq Adnan Amaq Sri Inaq Firman Amaq Rita Amaq Kurniati Amaq Rofik Amaq Saniyah Sahrul Amaq Surya Bapak Sahlim
10 10 10 10 6 10 10 10 6 10
10 10 6 10 10 6 10 6 1 10
2 2 6 2 2 2 6 2 2 6
1 1 6 1 1 1 6 1 1 6
6 6 6 6 1 6 6 1 1 6
29 29 34 29 20 25 38 20 11 38
9,3
7,76
4,1
3,87
6,26
31,29
SD 1,52 Keterangan : 1. Penilaian kandang 2. Lokasi kandang 3. Kontruksi kandang 4. Kebersihan kandang 5. Peralatan kandang
2,38
2,84
3,6
1,64
8,87
RATAAN
81
Lampiran 7. Peta Lokasi Penelitian
Nama : Baiq Tutik Yuliana NRP
: D14063113 Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
82