HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF2α Hasil penelitian didapatkan 13 dari 15 ekor domba (87,67%) menunjukan respon estrus dengan penyuntikan PGF2α. Onset estrus berkisar antara 47-96 jam dari penyuntikan kedua PGF2α dan lama estrus berkisar antara 22-45 jam. Data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF2α
No
Umur (ganti gigi seri)
Pengamatan Respon Estrus Hari ke*
Onset Estrus (jam, menit)
Lama Estrus (jam, menit)
1 2 3 4 5 (pukul) (pukul) (pukul) (pukul) (pukul) 1 I2 08.32 47.28 < 24 2 I2 08.35 47.25 < 24 3 I2 10.30 49.03 < 24 4 I1 10.53 09.04 49.53 22.49 5 I1 11.28 09.18 08.51 50.28 45.23 6 I2 11.30 50.03 < 24 7 I2 13.05 09.12 08.43 52.05 44.38 8 I1 13.44 52.44 < 24 9 I1 09.00 08.41 72.00 23.41 10 I1 09.07 13.31 72.07 28.24 11 I1 09.14 08.47 72.14 23.33 12 I2 10.50 73.05 < 24 13 I1 09.05 96.05 < 24 14 I2 15 I2 Rata-rata 60.25 31.18 SD 4,22 4.39 Ket: umur hewan ditandai dengan tanggalnya gigi seri (I1 untuk umur hewan ± satu tahun, I2 untuk hewan ± dua tahun), (*) dilakukan penyentikkan PGF2α yang kedua pada pukul 09.00.
Penyuntikan PGF2α dilakukan sebanyak dua kali. Hal ini dilakukan karena pada penyuntikan pertama domba memiliki fase yang berbeda, dengan disuntikkannya PGF2α maka domba yang sedang pada fase luteal akan mengalami lisisnya CL dan siklus folikuler dimulai kembali, sedangkan domba yang tidak sedang pada fase luteal penyuntikan pertama tidak berpengaruh karena PGF2α hanya berfungsi pada fase luteal, jika terjadi estrus pun dimungkinkan domba sudah mendekati fase folikuler. Hormon PGF2α berfungsi dengan baik melisiskan CL yang berumur lebih dari empat hari (Rizal & Herdis 2008) atau lima hari
(Plumb 1999). Penyuntikan kedua dengan selang waktu 11 hari karena dengan selang tersebut sudah bisa diperhitungkan bahwa domba berada pada fase luteal maka hormon akan berfungsi melisiskan CL sehingga terjadi estrus secara serentak. Respon estrus sebagian besar (53,3%) terjadi secara serentak pada hari ketiga pengamatan. Empat ekor domba mulai menunjukan gejala estrus pada hari keempat dan satu ekor mulai menujukkan gejala estrus pada hari kelima. Hal tersebut dimungkinkan karena fungsi dari hormon yang digunakan adalah melisiskan CL terlebih dahulu kemudian diikuti dengan sekresi hormon gonadotropin
untuk
proses
folikulogenesis
juga
dimungkinkan
karena
perkembangan CL yang berbeda-beda (Hafez & Hafez 2000). Lisisnya CL akan menimbulkan gejala estrus. Hal ini karena CL yang lisis akan memungkinkan sekresinya hormon gonadotropin untuk pertumbuhan folikel. Folikel yang tumbuh diikuti dengan peningkatan hormon estrogen akibat dari pematangan folikel (Hafez & Hafez 2000). Tingginya kadar hormon estrogen dalam darah memungkinkan terjadinya estrus (Rizal & Herdis 2008) yang diekspresikan dengan tanda-tanda estrus. Proses lisisnya CL diakibatkan karena kurangnya aliran darah yang menuju organ tersebut sebagai akibat dari fungsi hormon PGF2α terhadap pembuluh darah, yaitu sebagai vasokonstriktor (Toelihere 1977). Dengan konstriksinya otot pembuluh darah mengakibatkan aliran darah tidak sempurna terhadap organ reproduksi (ovarium) maka terjadi proses lisisnya CL (Campbell et al. 2004). Terdapat dua domba yang tidak menunjukkan gejala estrus. Hal tersebut dimungkinkan karena kurangnya dosis yang diberikan, status individu hewan, penyuntikan tidak pada fase luteal yang tepat, dan tidak terdapat CL dalam ovarium. Menurut Plumb (1999), penyuntikan dosis PGF2α pada sinkronisasi estrus adalah 8 mg IM pada hari ke lima dari fase luteal dalam siklus estrus.
Onset estrus terjadi rata-rata 60 jam 25 menit setelah penyuntikan kedua PGF2α. Hasil tersebut masih pada kisaran normal, yaitu domba berada pada fase proestrus selama 2-3 hari atau 24-72 jam (Pineda & Dooley 2003). Onset tercepat adalah 47 jam 25 menit. Hal tersebut dimungkinkan karena ketika penyuntikan hormon PGF2α pada ovarium terdapat CL yang matang dan juga umur hewan yang cukup tua (Ismail 2009). Menurut Plumb (1999), estrus terjadi dua hari setelah penyuntikan kedua PGF2α dilakukan. Onset estrus yang terjadi diatas 3 hari dikarenakan mekanisme dari fungsi hormon yang cukup panjang, yaitu melisiskan CL terlebih dahulu baru merangsang sekresinya hormon gonadotropin untuk proses folikulogenesis dan juga dikarenakan perkembangan CL yang berbeda-beda (Hafez & Hafez 2000). Onset estrus paling lama adalah 96 jam 0.5 menit. Hal ini dimungkinkan karena perkembangan CL dari masing-masing individu berbeda-beda (Hafez & Hafez 2000). Perbedaan perkembangan CL akan berpengaruh terhadap fungsi dari hormon PGF2α, yaitu melisiskan CL yang telah berumur lebih dari empat hari (Rizal & Herdis 2008) dan menurut Plumb (1999), penyuntikan PGF2α dilakukan pada hari kelima dari fase luteal. Lamanya estrus terjadi rata-rata selama 31 jam 18 menit. Hasil tersebut masih berada pada kisaran normal, yaitu 24-36 jam (Hafez & Hafez 2000) dan 20 -36 jam (Pineda & Dooley 2003). Terdapat tujuh ekor domba yang memiliki waktu estrus kurang dari 24 jam. Menurut Ketutsutawijaya (2010), masa estrus domba biasanya kurang dari 24 jam.
Karakteristik Estrus Setelah Perlakuan Progesteron CIDR Hasil penelitian didapatkan bahwa 7 dari 10 ekor domba (70%) menunjukan gejala estrus setelah perlakuan progesteron CIDR. Onset estrus berkisar antara 22-73 jam sedangkan lama estrus berkisar antara 18-72 jam. Data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 2. Respon estrus domba 40% terjadi secara serentak pada hari kedua pengamatan. Waktu estrus yang cukup cepat dikarenakan selama pemasangan
implant progesteron CIDR sintesis hormon gonadotropin tetap terjadi sehingga terjadi penimbunan hormon di hipofise. Keberadaan dari hormon progesteron mencegah terjadinya sekresi hormon gonadotropin (Toelihere 1977). Dua ekor domba baru menunjukan gejala estrus pada hari ketiga dan ada satu ekor pada hari keempat. Hal tersebut dimungkinkan karena setelah pelepasan implant masih terdapatnya CL aktif yang merupakan penghasil progesteron (Hafez & Hafez 2000) sehingga berpengaruh terhadap waktu timbulnya gejala estrus yang berbeda-beda. Tiga ekor domba tidak menunjukkan gejala estrus. Hal tersebut dimungkinkan karena sedang bunting (Semiadi et al. 2003), masih adanya CL aktif, atau jumlah sekresi hormon gonadotropin tidak merangsang proses folikulogenesis sehingga tidak terbentuk folikel yang matang (Hafez & Hafez 2000). Tabel 2 Pengamatan karakteristik estrus kelompok progesteron No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Ket:
Pengamatan Respon Estrus Hari keOnset Estrus Lama Estrus Umur (jam, menit) (jam, menit) 1* 2 3 4 5 (pukul) (pukul) (pukul) (pukul) (pukul) I2 08.43 09.33 09.03 09.13 22.43 72.30 I2 09.06 09.16 08.39 23.06 47.33 I1 10.02 09.27 24.02 23.25 I2 15.03 09.27 29.03 18.24 I1 08.53 09.54 46.53 25.01 I2 09.46 08.43 47.46 22.57 I1 11.50 09.06 73.50 22.16 I0 I1 I1 Rata-rata 38.00 33.38 SD 7.18 7.48 umur hewan ditandai dengan tanggalnya gigi seri (I1 untuk umur hewan ± satu tahun, I2 untuk hewan ± dua tahun), (*) dilakukan pencabutan implant progesteron pada pukul 10.00
Hasil rata-rata onset estrus adalah 38 jam. Hasil tersebut masih berada pada kisaran normal, yaitu 2-3 hari (Pineda & Dooley 2003). Menurut Herdis dan Kusuma (2003), estrus terjadi 31 jam 83 menit setelah pencabutan CIDR. Domba yang menunjukan gejala estrus pertama tidak hanya dihari kedua dan ketiga, tetapi ada satu ekor pada hari keempat. Hal ini dimungkinkan karena status dari masingmasing individu berbeda baik dalam hal jumlah sekresi hormon gonadotropinnya
maupun proses dari folikulogenesisnya, juga dimungkinkan karena kandungan progesteron internal yang dihasilkan CL masih tinggi dalam darah (Hafez & Hafez 2000). Onset estrus tercepat adalah 22 jam 43 menit. Hal ini dimungkinkan karena selama pemasangan implant terjadi penimbunan hormon gonadotropin sehingga setelah implant dilepas terjadi sekresi dalam jumlah yang banyak maka proses folikulogenesis akan maksimal. Onset estrus domba terlama adalah pada hari keempat (73 jam 50 menit). Hal tersebut dimungkinkan karena hewan masih muda (ganti gigi seri 1) sekitar umur 1 tahun dan juga dimungkinkan masih terdapatnya CL yang aktif. Menurut Ismail (2009), onset estrus dipengaruhi oleh umur hewan dimana hewan muda lebih lambat estrus dibandingkan dengan hewan yang tua. Waktu rata-rata lamanya estrus adalah 33 jam 38 menit. Hasil ini masih berada pada kisaran normal, yaitu 24-36 jam (Hafez & Hafez 2000) dan 20-36 jam (Pineda & Dooley 2003). Pencabutan implant progesteron CIDR akan menurunkan kadar hormon progesteron dalam darah secara drastis dan merangsang sekresinya hormon gonadotropin untuk terjadinya folikulogenesis. Pada proses folikulogenesis disertai dengan produksi hormon estrogen, peningkatan hormon ini akan menimbulkan estrus yang diekpresikan dengan gejala estrus pada domba (Rizal & Herdis 2008).
Perbandingan Karakteristik Estrus Kelompok PGF2α dan Progesteron Perbandingan hasil parameter estrus dari kedua kelompok disajikan pada Tabel 3. Respon estrus pada kelompok PGF2α lebih banyak dibandingkan dengan kelompok progesteron (86,67% vs 70%). Menurut Lunstra dan Chirtenson (1981), respon estrus dengan pemberian hormon eksogen mencapai 60-100%. Meskipun demikian respon estrus yang diperoleh masih lebih rendah dibandingkan dengan hasil Suripta et al. (2000), pada penggunaan progesteron dapat mencapai 94,4% yang menggunakan MPA (mendroxy progesterone acetate).
Onset estrus pada penelitian ini lebih cepat pada kelompok progesteron dibandingkan dengan kelompok PGF2α. Hal tersebut disebabkan karena pada perlakuan implant progesteron CIDR berfungsi sebagai pencegah terjadinya sekresi hormon gonadotropin. Selama pemasangan implant sintesa hormon gonadotropin tetap berlangsung dan terakumulasi di hipofisa anterior (Rizal & Herdis 2008). Ketika implant dilepas maka akan terjadi sekresi hormon gonadotropin dalam jumlah yang banyak dan gejala estrus pun berlangsung lebih cepat. Tabel 3. Perbandingan penggunaan hormon PGF2α dan hormon progesteron Kriteria Respon Estrus (%) Onset Estrus (jam) Lama Estrus (jam)
Hormon PGF2α 86,67 60.25 ± 4,22a 31.18 ± 4,39 a
Hormon progesteron 70 38.00 ± 7,18 b 33.38 ± 7,48 a
Ket: huruf supersscrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05).
Pada pengamatan kelompok progesteron gejala estrus sudah terlihat pada hari kedua setelah pencabutan implant sedangkan pada kelompok PGF2α gejala estrus baru dapat dilihat pada hari ketiga setelah penyuntikan kedua, hal tesebut dikarenakan hormon PGF2α bekerja melisiskan CL terlebih dahulu untuk merangsang sekresi hormon gonadotropin kemudian diikuti oleh sekresi hormon gonadotropin, sedangkan pada hormon progesteron hanya mencegah terjadinya sekresi hormon gonadotropin sehingga terjadi akumulasi hormon selama pemasangan implant (Toilehere 1977). Onset estrus kelompok PGF2α berbeda nyata dengan kelompok progesteron (60 jam 25 menit vs 38 jam; P< 0,05). Lama estrus pada kelompok progesteron lebih lama dibandingkan dengan kelompok PGF2α, namun kedua hasil tersebut masih dalam kisaran normal. Hasil kedua kelompok tidak berbeda nyata (33 jam 38 menit vs 31 jam 18 menit; P> 0,05).