V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Masalah Tahapan identifikasi masalah bertujuan untuk mengetahui masalah serta kebutuhan yang diperlukan agar otomasi traktor dapat dilaksanakan. Studi pustaka dilakukan untuk mengetahui masalah serta hal-hal yang diperlukan. Berdasarkan studi pustaka, masalah yang paling penting dalam otomasi adalah pengendalian sistem kemudi secara otomatis. Hal ini sangat diperlukan agar traktor mampu bergerak sesuai dengan lintasan yang diharapkan. Penentuan posisi traktor secara otomatis pun merupakan hal yang penting agar traktor mampu mengenali posisinya sendiri, sehingga mampu bergerak ke posisi yang diinginkan. Sistem penentuan posisi telah banyak dikembangkan, baik penentuan posisi secara lokal maupun secara global menggunakan GPS. Pengendalian kecepatan kerja traktor merupakan hal penting lainnya agar hasil kerja traktor maksimal. Pengaturan kecepatan kerja dapat dilakukan salah satunya dengan kombinasi pengaturan pedal akselerator dan sistem pengereman. Pengontrolan pedal akselerator diperlukan untuk mengatur kecepatan putaran mesin traktor. Sistem pengereman diperlukan untuk menurunkan kecepatan kerja terutama ketika lahan olahan memiliki kontur yang beragam. Hal penting lainnya dalam proses otomasi traktor adalah pengontrolan sistem kopling. Hal ini disebabkan karena pedal kopling punya peran penting dalam perubahan kombinasi porseneling serta kontrol gerak tidaknya traktor. Proses penghentian traktor menggunakan kopling sangat penting terutama ketika hal-hal yang tidak diharapkan terjadi. Hasil kinerja traktor terutama pengolahan tanah sangat bergantung pada pengaturan ketinggian impemen traktor. Pengolahan tanah yang terlalu dalam akan menyebabkan traktor slip, sedangkan kedalaman yang terlalu rendah akan menyebabkan kurang optimalnya hasil pengolahan tanah. Berdasarkan hal tersebut, maka pengontrolan implemen melalui kontrol tuas implemen sangat penting agar kedalaman olah sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan masalah-masalah yang terjadi, maka pada penelitian ini
sistem
kontrol aktuator dibatasi pada 5 komponen aktuator yaitu : sistem kontrol stir kemudi,
54
sistem kontrol pedal kopling, sistem kontol pedal akselerator, sistem kontrol pedal rem dan sistem kontrol tuas implemen. Pengukuran Gaya Awal Pengukuran gaya awal diperlukan untuk menentukan spesifikasi yang diperlukan pada proses perancangan. Pengukuran gaya awal dilakukan pada 5 komponen aktuator yang akan dikontrol. Pengukuran dilakukan menggunakan timbangan pegas. Contoh pengukuran gaya yang dibutuhkan untuk menggerakkan mekanisme dapat dilihat pada Gambar 38.
Timbangan Pegas
Gambar 38 Contoh pengukuran gaya untuk memutar stir kemudi Gaya yang dibutuhkan untuk memutar stir kemudi dengan landasan roda beton adalah sebesar 1.5 kgf atau setara dengan 14.7 N. Gaya yang dibutuhkan untuk menarik pedal kopling adalah sebesar 13 kgf atau setara dengan 127.4 N. Besarnya nilai tersebut dikarenakan pedal kopling dilengkapi dengan pegas, sehingga semakin jauh ditarik, gaya yang dibutuhkan pun semakin besar. Gaya yang dibutuhkan untuk menarik pedal akselerator adalah sebesar 6 kgf = 58.86 N. Pedal akselerator dipilih sebagai aktuator yang dikontrol dibandingkan dengan tuas akselerator tangan dikarenakan kemudahan dalam pembuatan mekanisme kontrol serta gaya yang dibutuhkan pun tidak terlalu besar. Gaya yang dibutuhkan untuk menarik pedal rem adalah sebesar 8 kgf = 78.48 N. Gaya tersebut merupakan gaya yang dibutuhkan untuk menarik gabungan pedal rem kanan dan rem kiri. Gaya terakhir yang diukur adalah gaya yang dibutuhkan untuk menarik tuas implemen. Berdasarkan hasil
55
pengukuran, gaya yang dibutuhkan untuk menarik tuas implemen adalah sebesar 8 kgf = 78.48 N. Perancangan Sistem Kemudi Otomatis Traktor Proses perancangan merupakan proses yang sangat pentinga dalam rancang bangun. Pada proses ini dilakukan perhitungan serta penentuan spesifikasi unit pengontrol yang akan dibangun. Tahapan perancangan meliputi rancangan fungsional, analisis teknik, rancangan struktural serta rancangan sistem kontrol. Pada rancangan fungsional, dirancang beberapa unit berdasarkan fungsi untuk mengatasi masalah yang telah diidentifikasi pada proses identifikasi masalah. Unit-unit yang dirancang berdasarkan fungsinya meliputi: unit pengontrol stir kemudi yang berfungsi untuk mengontrol stir kemudi agar berputar kiri-kanan sesuai dengan yang diharapkan, unit pengontrol kopling yang berfungsi untuk mengontrol pergerakan pedal kopling sesuai dengan yang diperintahkan, unit
pengontrol pedal akselerator yang
berfungsi untuk menggerakkan pedal akselerator dalam rangka pengaturan kecepatan maju traktor, unit pengontrol pedal rem yang berfungsi untuk mengontrol pergerakan pedal rem agar sesuai dengan yang diharapkan, unit pengontrol tuas implemen yang berfungsi untuk mengatur tinggi lower link implemen yang berimplikasi pada kedalaman pengolahan serta unit penerima dan pengolah data GPS berfungsi untuk menerima data GPS dari satelit, kemudian mengolahnya sehingga menjadi acuan bagi pergerakan traktor. 1. Unit pengontrol stir kemudi Pada sistem kontrol stir kemudi, diameter puli pada motor DC pengendali berukuran 7.5 cm dan pada roda stir berukuran 15 cm. Hal ini dilakukan agar torsi yang digunakan untuk memutar roda stir kemudi dua kali lebih besar dibandingkan dengan torsi yang dihasilkan oleh motor DC. Pemilihan sistem transmisi puli-sabuk dilakukan agar stir mampu bergerak sesuai dengan putaran motor DC. Daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan mekanisme kontrol stir adalah sebesar 34.7 watt. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka motor DC yang digunakan dipilih berdasarkan ketersediaan di pasaran. Motor DC yang digunakan memiliki daya 36 watt.
56
Pada perancangan sistem, motor DC digerakkan dengan tipe kontrol on-off. Motor DC digerakkan oleh mikrokontroler melalui perangkat H-Bridge. Sensor yang digunakan sebagai feedback adalah sensor encoder dengan resolusi 10. Perangkat limit switch juga digunakan sebagai faktor pengaman, sehingga ketika roda bergerak ke sudut paling besar maupun paling kecil, badan roda akan menekan switch dan secara otomatis arus yang dialirkan terputus. 2. Unit pengontrol pedal kopling Pedal kopling dikontrol dengan menggunakan motor DC. Sistem transmisi daya yang digunakan adalah puli dan tali sling yang dihubungkan dengan batang penggerak pedal kopling. Pemilihan puli dan tali sling dilakukan karena sistem pedal kopling memiliki pegas, sehingga untuk menggerakkan pedal kopling ke posisi bawah (turun), motor akan memutar dan menarik tali sling. Pada proses pelepasanpedal kopling, motor hanya memutar untuk melepaskan tali sling, dan mekanisme pegas pada pedal akan mendorong pedal kopling ke posisi atas (naik). Puli yang digunakan pada mekanisme kontrol pedal kopling berdasarkan perhitungan berdiameter 7.44 cm.
Berdasarkan gaya yang dibutuhkan untuk
menarik pedal kopling, maka daya motor yang dibutuhkan untuk menggerakkan mekanisme pedal kopling adalah sebesar 55.26 watt. Motor DC yang digunakan dipilih dengan daya yang lebih besar untuk faktor keamanan serta ketersediaan di pasaran. Motor DC yang dipilih juga harus memiliki perangkat gearbox, hal ini dikarenakan konstanta pegas yang terdapat pada kopling ssangat besar, sehingga jika arus yang mengalir ke motor DC tanpa gearbox dihentikan, maka pegas akan mendorong batang penggerak, sehingga motor akan tertarik dan pedal kopling akan kembali ke posisi semula. Pada motor DC dengan gear-box, daya dorong pegas tidak mampu memutar gearbox, sehingga ketika arus yang mengalir dihentikan, pergerakan mekanisme pun berhenti. Berdasarkan hal tersebut, maka motor DC yang dipilih adalah motor DC yang dilengkapi gearbox berupa wormgear dengan daya sebesar 150 watt. Pada perancangan sistem, motor DC digerakkan dengan tipe kontrol on-off. Motor DC digerakkan oleh mikrokontroler melalui perangkat H-Bridge. Pedal kopling
57
hanya diset pada dua kondisi, sehingga kontrol yang dilakukan berbasis waktu. Motor digerakkan selama waktu tertentu berdasarkan kecepatan putar motor. Perangkat limit switch juga digunakan sebagai faktor pengaman, sehingga ketika pedal rem telah berada pada titik maksimum ataupun minimum, batang penggerak pedal akan menyentuh limit switch dan secara otomatis arus yang dialirkan terputus. 3. Unit pengontrol pedal akselerator Pedal akselerator dikontrol menggunakan motor DC. Sistem tuas pengungkit digunakan untuk mengontrol pedal akselerator, dengan tujuan mempermudah mekanisme sistem serta memperkecil tenaga yang dibutuhkan. Salah satu ujung batang pengungkit dihubungkan ke pedal akselerator, dan ujung lainnya dihubungkan ke tali sling. Sistem transmisi daya yang digunakan adalah puli dan tali sling. Berdasarkan proses perhitungan pada analisis teknik, diameter puli yang digunakan adalah sebesar 7.5 cm. Daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan mekanisme pengontrol pedal akselerator adalah 6.54 watt. Motor yang dipilih adalah motor DC dengan daya 30 watt. Motor yang dipilih memiliki daya yang lebih besar dikarenakan ketersediaan di pasar. Pergerakan motor motor DC dikontrol dengan tipe kontrol on-off. Motor DC dikontrol oleh mikrokontroler melalui perangkat H-Bridge. Sistem kontrol bekerja dengan sistem kontrol loop tetutup, dimana potensiometer yang dihubungkan ke poros motor menjadi umpan balik ke sistem. Perangkat limit switch juga digunakan pada mekanisme ini sebagai pengaman. 4. Unit pengontrol pedal rem Prinsip kerja mekanisme pengontrol pedal rem mirip dengan mekanisme pengontrol pedal kopling. Hal yang berbeda adalah konstanta pegas lebih kecil bila dibandingkan dengan konstaanta pegas pada pedal kopling. Hal tersebut menyebabkan gaya yang dibutuhkan pun semakin kecil. Diameter puli yang digunakan pada mekanisme kontrol pedal rem dirancang sebesar 6.4 cm, dan kebutuhan daya motor yang dibutuhkan untuk menggerakkan mekanisme pedal rem
58
adalah sebesar 28.52 watt. Motor DC yang dipilih memiliki daya sebesar 30 watt, hal ini dilakukan karena ketersediaan di pasaran. Tipe kontrol motor DC yang digunakan seperti halnya mekanisme kopling adalah kontrol on-off dengan sistem loop terbuka, yang berarti tidak ada sensor yang menjadi umpan balik ke sistem. Mekanisme hanya digerakkan dengan waktu tertentu berdasarkan kecepatan putaran motor. Limit switch digunakan pada mekanisme ini sebagai pengaman agar mekanisme berhenti ketika posisi maksimum dan minimum tercapai. 5. Unit pengontrol tuas implemen Tuas impelemen digerakkan menggunakan motor DC. Sistem transmisi daya yang digunakan berupa transmisi sproket – rantai. Hal ini dilakukan karena tuas impelemen digerakkan maju mundur tanpa adanya pegas, sehingga motor DC harus mampu menarik atau mendorong tuas agar bergerak ke posisi yang diharapkan. Tuas implemen dihubungkan ke salah satu mata rantai, sehingga untuk menarik tuas implemen ke depan (bawah), motor DC berputar searah jarum jam dan untuk mendorong mundur (naik) motor DC akan berputar berlawanan arah jarum jam. Berdasarkan analisis teknik, diameter sproket yang digunakan adalah 2.4 cm atau 14 gigi dengan no rantai yang digunakan adalah 25. Daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan mekanisme pengontrol tuas implemen adalah sebesar 16.88 watt. Motor yang dipilih memiliki daya 30 watt, hal ini dilakukan berdasarkan ketersediaan di pasaran serta faktor keamanan agar mekanisme dapat bekerja dengan sempurna. Tipe kontrol motor DC yang digunakan adalah kontrol on-off dengan sistem loop tertutup. Potensiometer yang dihubungkan ke poros motor DC digunakan untuk mengukur sudut yang dibentuk oleh motor DC dan dijadikan umpan balik ke sistem. Limit switch digunakan pada mekanisme ini sebagai pengaman agar mekanisme berhenti ketika posisi maksimum dan minimum tercapai. 6. Unit pembaca dan pengolah data GPS Pembacaan data posisi dilakukan dengan menggunakan RTK-DGPS Outback® S3 GPS Guidance and Mapping System. GPS tersebut dipilih dengan alasan ketelitian
59
yang mampu dicapai GPS tersebut sebesar 3 – 5 cm.
Hal ini bertujuan agar
simpangan yang terjadi akibat kesalahan pembacaan data GPS mampu dihindari. Data GPS yang telah dibaca kemudian diolah oleh komputer pengendali sehingga menghasilkan perintah yang dikirim ke mikrokontroler dan menggerakkan aktuator yang sesuai. Pembuatan Sistem Kemudi Otomatis Traktor Proses pembuatan sistem kontrol baik mekanik maupun elektronik dilakukan berdasarkan rancangan yang telah dibuat. Pemrograman sistem pada mikrokontroler dilakukan menggunakan Code Vision AVR. Hal ini dilakukan berdasarkan kemudahan dalam pembuatan dikarenakan lengkapnya library yang terdapat pada Software tersebut serta bahasa pemrograman yang digunakan berbasis bahasa pemrograman C. File yang telah dibuat kemudian di-compile dan didownload ke chip mikrokontroler. Pemrograman menggunakan Code Vision AVR dapat dilihat pada Gambar 39.
Gambar 39 Pemrograman sistem mikrokontroler menggunakan Code Vision AVR Rangkaian elektronik yang digunakan dibuat dalam 1 kotak kontrol agar memudahkan perangkaian. Rangkaian tersebut meliputi : mikrokontroler, RS232 – USB Converter, rangkaian H-Bridge, penurun tegangan output encoder dan LCD. Mikrokontroler berfungsi mengatur semua pergerakan aktuator sesuai dengan perintah
60
yang dikirimkan komputer pengendali. RS232 – USB Converter digunakan untuk mengkonversi sistem pengiriman dan pembacaan data dari komputer ke mikrokontroler. Rangkaian H-bridge merupakan rangkaian yang konfigurasi atau susunan 4 switch yang membentuk huruf H. pengaturan switch dilakukan untuk mengatur polaritas motor DC, sehingga motor dapat berputar searah jarum jam (clockwise) dan berlawanan arah jarum jam (counterclockwise). Output dari encoder memiliki tegangan 12 volt pada kondisi biner 1 sesuai dengan catu daya yang digunakan encoder. Input maksimal yang dapat diterima oleh mikrokontroler sebesar 5 volt, sehingga output encoder tersebut perlu diturunkan menggunakan rangkaian penurun tegangan output encoder. Rangkaian tersebut terdiri dari 2 buah resistor 420 Ω dan 580 Ω yang disusun seri. LCD digunakan untuk menampilkan informasi proses yang dikerjakan oleh mikrokontroler. Susunan rangkaian yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 40. Skema rangkaian secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7.
Mikrokontroler
Penurun Tegangan output encoder
Konverter RS232 - USB
Rangkaian H-Bridge
LCD
Gambar 40 Rangkaian elektronik yang digunakan dalam sistem kontrol Sumber tenaga listrik yang digunakan sistem kontrol bekerja adalah dua buah accu dikarenakan mekanisme kontrol kopling membutuhkan daya yang cukup besar sehingga tidak cukup jika tegangan yang digunakan 12 volt. Dua buah accu tersebut dirangkai seri sehingga menghasilkan tegangan 24 volt. Sistem isi ulang tenaga yang disediakan oleh traktor hanya untuk 1 accu, sehingga untuk sistem kontrol yang lainnya, motor DC diberi tegangan 12 volt. Encoder yang digunakan sebagai pengukur sudut yang dibentuk roda depan bertipe absolute rotary encoder. Tipe tersebut dipilih karena mampu mengetahui sudut 61
yang dibentuk tanpa perlu menggerakkannya terlebih dahulu. Encoder yang digunakan memiliki resolusi 360 per putaran, sehingga ketelitian yang dicapai adalah 10. Pada sistem yang dibuat, hanya 8 pin terendah yang digunakan, hal ini dikarenakan ketersediaan pin yang dimiliki oleh mikrokontroler serta sudut yang mungkin dibentuk oleh roda depan adalah 900. Encoder dipasang di pusat putaran roda depan. Sistem kontrol stir dapat dilihat pada Gambar 41. Motor DC 12 V Absolute encoder T-belt Stir kendali (a)
(b)
Gambar 41 Sistem kontrol stir ; (a) mekanisme dan (b) sistem pembacaan sudut putar roda depan Mekanisme kontrol pedal kopling dan pedal rem dibuat berdasarkan rancangan yang telah dibuat. Unit pengontrol pedal kopling yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 42 dan unit pengontrol pedal rem dapat dilihat pada Gambar 43.
Batang Penggerak
Limit Switch
Motor DC 24 v
Puli
Gambar 42 Mekanisme kontrol pedal kopling
62
Limit switch
Batang penggerak rem
Puli
Gambar 43 Mekanisme kontrol pedal rem Potensiometer yang digunakan pada sistem kontrol akselerator memiliki nilai resistansi 10 kΩ. Potensiometer dihubungkan secara langsung ke poros motor DC penggerak, sehingga putaran motor akan memutar potensiometer sehingga terjadi perubahan resistansi dan tegangan yang kemudian dikonversi menjadi data digital oleh ADC internal mikrokontroler. ADC yang digunakan adalah ADC0 dengan resolusi 10 bit. Mekanisme kontrol pedal akselerator yang telah dibuat dapat dilihat pada Gambar 44. Motor DC 12 v
Pedal akselerator Batang penggerak
Potensiometer
Gambar 44 Mekanisme kontrol pedal akselerator Potensiometer yang digunakan pada sistem kontrol tuas implemen memiliki nilai resistansi 10 kΩ. Seperti halnya pada sistem kontrol pedal akselerator, potensiometer dihubungkan secara langsung ke poros motor DC penggerak menggunakan kopel. 63
Putaran motor akan memutar potensiometer sehingga terjadi perubahan resistansi dan tegangan yang kemudian dikonversi menjadi data digital oleh ADC internal mikrokontroler. ADC yang digunakan adalah ADC1 dengan resolusi 10 bit. Mekanisme kontrol tuas implemen yang telah dibuat dapat dilihat pada Gambar 45.
Tuas implemen
Motor DC 12 v
Potensiometer
Gambar 45 Mekanisme kontrol tuas implemen Sistem pembacaan dan pengolah data GPS dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman visual basic 6.0. Pada aplikasi tersebut beberapa informasi yang ditamplikan antara lain posisi real-time traktor serta jalur set-point, kecepatan maju traktor yang dhitung berdasarkan perubahan posisi traktor terhadap waktu, besar simpangan posisi traktor terhadap set point serta sudut yang terbentuk antara orientasi maju traktor dengan orientas lintasan. Pengambilan data GPS dilakukan dengan frekuensi sampling 5 Hz. Contoh pengolahan dan perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Tampilan sistem pembacaan dan pengolahan data GPS dapat dilihat pada Gambar 46. Unit pembaca dan pengolah data GPS dapat dilihat pada Gambar 47.
64
Gambar 46 Tampilan sistem navigasi traktor berdasarkan posisi GPS
Monitor GPS rover Komputer pengendali
Gambar 47 Unit penerima dan pengolah data GPS Secara umum tampilan traktor yang telah dilengkapi dengan mekanisme yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 48.
65
5 1
6
2
7 8
3
9
4
10
Keterangan : 1. GPS monitor
6. Modul kontrol
2. Komputer pengendali
7. Mekanisme implemen
3. Mekanisme kontrol stir
8. Antena GPS
4. Mekanisme kontrol kopling
9. Mekanisme kontrol akselerator
5. Antena radio GPS
10. Mekanisme kontrol rem
Gambar 48 Traktor yang telah dilengkapi mekanisme kontrol Pengujian Fungsional Uji fungsional dilakukan untuk menguji apakah unit-unit kontrol yang telah dibuat dapat bekerja dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Uji fungsional pada unit kontrol stir kemudi, pedal akselerator dan tuas implemen meliputi kalibrasi pembacaan sensor terhadap besaran yang diukur serta validasi sistem kontrol. Pada unit kontrol pedal kopling dan pedal rem, parameter yang diukur adalah waktu yang dibutuhkan agar posisi pedal bergerak naik ke posisi maksimum atau bergerak turun ke posisi minimum. Pada unit pembaca dan pengolah data, kalibrasi dilakukan untuk membandingkan jarak hasil pengolahan GPS antara dua titik dengan jarak yang sebenarnya. 1. Unit kontrol stir kemudi Proses kalibrasi untuk menentukan persamaan yang terbentuk antara sudut putar roda depan dengan hasil pembacaan encoder. Sudut putar 0 menunjukkan bahwa kondisi roda depan dalam keadaan lurus, nilai negatif menunjukkan bahwa roda
66
depan berputar ke kanan, serta nilai positif menunjukkan bahwa roda depan berputar ke kiri. Berdasarkan persamaan yang terbentuk, sudut putar 0 bernilai 136. Sudut maksimum yang dapat dibentuk kearah kanan adalah sebesar 37 0, sedangkan kearah kiri, sudut yang terbentuk sebesar 530. Proses validasi sistem kontrol stir dilakukan untuk mengetahui keakuratan sistem kontrol yang dibuat. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai error yang terbentuk terhadap set point yang diinginkan. Berdasarkan hasil uji validasi, maka error ratarata yang terbentuk adalah sebesar 0.6440. Simpangan sudut terbentuk dikarenakan meskipun motor penggerak telah dimatikan pada sudut yang sesuai, motor masih bergerak sedikit akibat momen inersia. Grafik kalibrasi dan validasi dapat dilihat pada Gambar 49.
(a)
(b)
Gambar 49 Uji fungsional unit pengontrol traktor ; (a) Kalibrasi dan (b) validasi Berdasarkan proses validasi tersebut, maka uji respon dilakukan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan agar motor benar-benar dapat bergerak setalah diberi catu daya serta waktu yang dibuthkan untuk motor agar benar-benar berhenti setelah motor tidak dialiri catu daya. Uji respon dilakukan sebanyak 3 kali pada masingmasing arah putaran. Pada arah putaran kiri ke kanan, roda berada pada sudut 37 0 dan akan digerakkan ke set point -160, begitu juga pada arah putaran kanan ke kiri, stir akan digerakkan dari sudut -170 ke set point sudut 340. Grafik uji respon dapat dilihat pada Gambar 50.
67
Gambar 50 Grafik respon stir terhadap waktu Berdasarkan uji respon, maka motor baru akan bergerak ketika diberi catu daya selama 120 ms untuk putaran ke kanan dan 360 ms untuk putaran ke kiri. Motor baru akan berhenti ketika tidak ada arus yang mengalir selama 100 ms. Kecepatan sudut putar roda bagian depan kanan ke kiri adalah sebesar 23.630/s, sedangkan arah kiri ke kanan sebesar 24.83 0/s Berdasarkan hasil tersebut, secara umum motor akan mengalami overshoot sebanyak 30 jika sudut yang dibentuk cukup besar. Hal ini dikarenakan sistem kontrol masih berbentuk on-off sehingga kemungkinan overshoot terjadi. Untuk mengatasi hal tersebut, tipe kontrol yang sebaiknya digunakan adalah tipe kontrol bukan on-off seperti PID dan fuzzy logic. 2. Unit kontrol pedal kopling Waktu tempuh yang dibutuhkan unit kontrol untuk menggerakkan pedal kopling ke posisi minimum (turun) sebesar 2 detik sedangkan waktu tempuh yang dibutuhkan untuk menggerakkan pedal kopling ke posisi maksimum (naik) adalah sebesar 1 detik. Perbedaan waktu tersebut terjadi dikarenakan pada proses penurunan pedal kopling, pedal menekan pegas, sehingga gaya yang dibutuhkan lebih besar. Pada proses pedal kopling naik, pegas justru mendorong pedal ke posisi atas sehingga gaya lebih kecil dan waktu yang dibutuhkan lebih rendah.
68
3. Unit kontrol pedal akselerator Proses kalibrasi dilakukan dengan pembacaan nilai ADC pada setiap kecepatan putaran mesin (rpm), nilai-nilai yang dihasilkan digunakan untuk membuat persamaan konversi dari rpm mesin menjadi nilai ADC yang harus diinputkan ke mikrokontroler. Hasil kalibrasi menunjukkan bahwa perubahan nilai ADC bersifat polinomial terhadap perubahan persentase akselerasi. Waktu yang dibutuhkan unit untuk merubah kecepatan putaran mesin dari 1000 rpm menjadi 2500 rpm selama 0.34 detik. Uji validasi juga dilakukan pada sistem kontrol tuas akselerator untuk mengetahui besar error yang dihasilkan terhadap set point yang diinginkan. Rata-rata error yang dihasilkan adalah sebesar 2.71%. Hal ini dikarenakan motor masih bergerak meski arus sudah tidak mengalir dikarenakan adanya momen inersia serta tanpa adanya sistem brake internal pada motor. Hal ini dapat diatasi dengan mengubah tipe kontrol dari on-off menjadi bukan on-off seperti PID dan fuzzy logic. Hasil uji kalibrasi dan validasi dapat dilihat pada Gambar 51.
(a)
(b)
Gambar 51 Uji fungsional unit kontrol pedal akselerator; (a) kalibrasi dan (b) validasi
69
4. Unit kontrol pedal rem Waktu tempuh yang dibutuhkan unit kontrol untuk menggerakkan pedal rem ke posisi minimum (turun) sebesar 0.6 detik sedangkan waktu tempuh yang dibutuhkan untuk menggerakkan pedal rem ke posisi maksimum (naik) adalah sebesar 0.4 detik. Perbedaan waktu tersebut terjadi dikarenakan pada proses penurunan pedal rem, pedal menekan pegas, sehingga gaya yang dibutuhkan lebih besar. Pada proses pedal kopling naik, pegas justru mendorong pedal ke posisi atas sehingga gaya dan waktu yang dibutuhkan pun lebih kecil. 5. Unit kontrol tuas implemen Proses kalibrasi dilakukan dengan melakukan pembacaan nilai ADC pada setiap posisi tuas yang mengindikasikan tinggi lower link implemen, nilai-nilai yang dihasilkan digunakan untuk membuat persamaan konversi dari tinggi lower link implemen menjadi nilai ADC yang harus diinputkan ke mikrokontroler. Hasil kalibrasi menunjukkan bahwa perubahan nilai ADC bersifat linier terhadap perubahan tinggi lower link implemen. Tinggi lower link minimum adalah 35 cm, sedangkan tinggi maksumum adalah sebesar 83 cm. Terdapat perbedaan nilai ADC yang terbaca pada saat implemen naik jika dibandingkan dengan saat implemen turun. Uji validasi dilakukan untuk mengetahui besarnya error yang dihasilkan sistem kontrol terhadap set point yang diharapkan. Berdasarkan hasil pengujian, rata-rata error yang dihasilkan adalah sebesar 0.56 cm. Uji kalibrasi dapat dilihat pada Gambar 52. Uji validasi dapat dilihat pada Gambar 53.
Gambar 52 Grafik kalibrasi tinggi lower link implemen
70
Gambar 53 Grafik validasi sistem kontrol tinggi lower link implemen 6. Unit pembaca dan pengolah data GPS Pada unit pembaca dan pengolah data GPS, dilakukan kalibrasi konversi data GPS (longitude dan latitude) menjadi data UTM (x, y) berdasarkan persamaan (1) dan (2). Kalibrasi dilakukan dengan membadingkan jarak rela yang diukur dengan menggunakan meteran dengan jarak hasil perhitungan GPS. Hal ini juga dilakukan untuk mengetahui besaran Kx dan Ky pada koordinat lahan yang akan dilakukan pengujian penentuan Kx dan Ky dihitung menggunakan persamaan (10) dan (11). Hasil kalibrasi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kalibrasi antara jarak real dengan hasil pengolahan GPS. Jarak Real (m) 20 20 30 30 40 40
Koordinat Longitude
Latitude
1.8627571
-0.1145474
1.8627539
-0.1145477
1.8627539
-0.1145538
1.862757
-0.1145534
1.8627568
-0.1145538
1.8627572
-0.1145491
1.8627574
-0.1145543
1.8627578
-0.1145496
1.8627573
-0.1145548
1.8627579
-0.1145486
1.8627549
-0.1145482
1.8627542
-0.1145545
Rata-rata
Kx (m/rad)
Ky (m/rad)
∆x (m)
∆y (m)
Jarak Hasil Perhitungan (m)
Error (m)
6336907
6336561
-19.78
-1.75
19.86
0.14
6336901
6336561
+19.63
+2.56
19.80
0.20
6336903
6336562
-2.95
+29.69
29.84
0.16
6336902
6336561
+3.02
+29.71
29.87
0.13
6336901
6336562
+4.00
+39.67
39.87
0.13
6336906
6336561
-3.94
-39.61
39.81
0.19
6336903
6336561
71
-
0.16
Berdasarkan hasil pengujian kalibrasi, maka persamaan yang digunakan untuk merubah data GPS menjadi data UTM cukup mendekati. Error yang dihasilkan diduga disebabkan adanya kesalahan pada pengukuran menggunakan meteran. Nilai ∆x bernilai (+) pada arah pergerakan menuju ke timur dan (-) pada arah pergerakan barat. Nilai ∆y bernilai (+) pada arah pergerakan utara dan (-) pada arah pergerakan selatan. Nilai Kx tidak terlalu berbeda pada setiap titik pengukuran dikarenakan koordinat titik-titik pengujian masih dibawah nilai menit pada derajat sudut GPS, begitu juga dengan nilai Ky. Berdasarkan hal tersebut, maka konversi data GPS ke data UTM dapat menggunakan nilai rata-rata untuk mempermudah proses perhitungan selanjutnya. Kx yang digunakan adalah 6336903 m/radian atau setara dengan 0.0184 m/(10 -5 menit) dan Ky yang digunakan adalah 6336561 m/radian atau setara dengan 0.0184 m/(10 -5 menit). nilai 10-5 menit diambil berdasarkan ketelitian yang dapat dibaca oleh GPS yang digunakan. Pengujian Kinerja Uji kinerja dilakukan untuk mengetahui kinerja sistem secara keseluruhan, baik dari pengolahan data GPS hingga aksi yang dilakukan oleh masing-masing aktuator. Parameter yang digunakan dalam setiap pengujian adalah besarnya simpangan yang terjadi terhadap lintasan set-point yang diinginkan. Set-up pengujian dapat dilihat pada Gambar 54. Antena radio rover - baseline
Antena GPS
Baseline GPS
Lahan pengujian
Traktor yang dikendalikan
Gambar 54 Set-up pengujian di lahan
72
Pada proses pengujian, kondisi lahan yang akan diuji diasumsikan ideal sebagaimana lahan yang akan diolah sehingga faktor eksternal berupa karakteristik tanah baik kadar air, tekstur serta tahanan penetrasi tanah diasumsikan tidak mempengaruhi besarnya simpangan yang terjadi. Pada kondisi traktor mengalami slip berat sehingga traktor tidak mampu bergerak sebagaimana mestinya, maka sistem akan menghentikan laju pergerakan traktor dan proses pengujian akan diulang kembali dari awal. Kondisi GPS pada saat pengujian berada pada kondisi RTK – DGPS, sehingga diasumsikan tidak terjadi simpangan akibat kesalahan pembacaan data GPS. Pengujian juga akan dihentikan apabila sistem tidak mampu membaca pesan GPS selama lebih dari 5 detik dan pengujian akan diulang apabila sistem pembacaan GPS telah kembali normal. Pengujian kinerja terdiri dari tiga tahap yaitu : pengujian dengan lintasan lurus, lintasan persegi panjang dan pengolahan tanah. 1. Pengujian lintasan lurus. Pada pengujian lintasan lurus, lintasan berupa 1 lintasan dengan jarak 30 m. Lintasan tersebut dibentuk berdasarkan dua titik ujung lintasan yang telah diinputkan sebelumnya kedalam sistem. Nilai simpangan dihitung berdasarkan delta antara posisi real traktor dengan lintasan set-point. Simpangan yang dibentuk dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil pengujian sistem navigasi lintasan garis lurus Ulangan
Parameter
Rata-rata
1
2
3
Simpangan maks (cm)
20.3
49
20.3
29.9
Simpangan rata-rata (cm)
9.5
17
9.5
12
Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka simpangan rata-rata yang terjadi, adalah sebesar 12 cm. Pengujian selanjutnya adalah dengan memberi perlakuan awal simpangan yang cukup besar di awal pergerakan traktor, untuk mengetahui kemampuan sistem dalam memperbaiki nilai error yang terjadi.
73
Ulangan 1
Ulangan 2 (a)
Ulangan 3
Ulangan 1
Ulangan 2 (b)
Gambar 55 Pegujian sistem navigasi lintasan lurus ; (a) tanpa simpangan dan (b) penggunaan simpangan awal Pengujian dilakukan dengan memberikan simpangan awal yang terletak di sebelah kiri jalur set point dengan besar simpangan 172 cm, dan pada pengujian kedua, simpangan awal yang terletak disebelah kanan lintasan dengan besar simpangan 263 cm. berdasarkan hasil pengujian, sistem mampu memperbaiki posisi traktor, sehingga traktor bergerak mendekati jalur set point dengan orientasi maju traktor yang sesuai. Koordinat hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 55. 2. Pengujian lintasan persegi panjang Pada pengujian ini traktor akan diperintahkan untuk bergerak membentuk persegi panjang sesuai dengan lintasan yang telah diatur. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan sistem dalam melakukan manuver belok. Lintasan tersebut dibuat berdasarkan kombinasi 4 titik pojok kotakan lahan. Lahan yang digunakan pada pengujian ini berukuran 40 x 20 m dengan titik belok berjarak 3.5 m dari ujung lintasan. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Koordinat pergerakan traktor dapat dilihat pada Gambar 56. Simpangan maksimum dan rata-rata dapat dilihat pada Tabel 6.
74
(a) Ulangan 1
(b) Ulangan 2
(c) Ulangan 3
Gambar 56 Pegujian sistem navigasi traktor lintasan kotak Tabel 6 Hasil pengujian sistem navigasi lintasan persegi panjang
Simpangan maks (cm) lurus
1 48.9
Ulangan 2 28.98
3 31.35
Simpangan rata-rata (cm) lurus
14.91
9.94
9.87
11.6
Simpangan maks (cm) belok
84.55
84.79
46.72
72.0
Simpangan rata-rata (cm) belok
37.15
37.15
31.07
35.0
Parameter
Rata-rata 36.4
Berdasarkan hasil pengujian, simpangan yang terjadi akibat manuver belok cukup besar, akan tetapi sistem mampu mengembalikan traktor ke lintasan set-point, sehingga simpangan rata-rata pada lintasan lurus kecil. Berdasarkan hal tersebut, maka pengujian dapat dilanjutkan ke pengujian yang terakhir berupa pengujian pengolahan lahan menggunakan garu rotari. 3. Pengujian pengolahan tanah Pengujian terakhir berupa pengujian pengolahan tanah menggunakan rotary harrower. Lahan yang digunakan berukuran 40 x 20 m. RPM mesin diset pada 2200 rpm, dengan tinggi lower link implemen diset 35 cm atau posisi maksimum menyentuh tanah pada lintasan olah dan terangkat maksimum (83 cm) pada lintasan belok serta area belok. Pengujian hanya dilakukan pada satu pola pengolahan tanah yaitu pola overlapping alteration dengan lebar kerja disesuaikan dengan lebar kerja 75
implemen yang digunakan berupa garu rotari sebesar 1.6 m. Pemilihan pola ini dilakukan karena mekanisme belok yang digunakan tanpa menggunakan rem kanan atau kiri, sehingga radius putar yang digunakan masih cukup besar yaitu 3.6 m. lebar lahan olah yang akan diuji harus lebih besar dari 4 kali radius putar sehingga lahan mampu diolah seluruhnya. Koordinat pergerakan traktor dapat dilihat pada Gambar 57. Simpangan maksimum dan rata-rata yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 7.
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Gambar 57 Pegujian sistem navigasi traktor pada pengolahan tanah menggunakan rotary harrower Tabel 7 Hasil pengujian sistem pada pengolahan tanah
Simpangan maks (cm) lurus
1 82.3
Ulangan 2 50.4
3 61.5
Simpangan rata-rata (cm) lurus
22.1
14.2
17.5
17.9
Simpangan maks (cm) belok
224.7
195.5
186.5
202.3
Simpangan rata-rata (cm) belok
52.6
71
54.9
59.5
Parameter
Rata-rata 64.7
Berdasarkan hasil pengujian, simpangan yang terjadi pada lintasan lurus memiliki nilai rata-rata 17.9 cm, hal ini masih dapat ditolerir pada pengolahan tanah, dikarenakan lebar kerja alat 1.6 m. Beberapa faktor yang mungkin menyebabkan simpangan yang tejadi antara lain: algoritme pengolahan dan penentuan aksi yang harus dilakukan traktor masih sederhana, hanya berdasarkan simpangan dan error
76
orientasi pada satu waktu, sehingga pergerakan traktor masih kasar. Pengembangan algoritma diperlukan agar penentuan sudut belok yang harus dilakukan lebih baik seperti penggunaan beberapa series posisi traktor, sehingga orientasi maju traktor lebih baik dan simpangan yang dihasilkan pun menurun. Pengambilan keputusan sudut belok juga sebaiknya menggunakan algoritme yang lebih kompleks seperti PID ataupun fuzzy logic. Waktu yang dibutuhkan untuk mengolah data GPS menjadi suatu tindakan adalah 18 ms pada kondisi laptop normal. Besarnya getaran dapat menurunkan kinerja prosesor laptop sehingga waktu yang dibutuhkan pun lebih lama. Hal ini juga menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk menerima data GPS dan mengirimkan perintah ke mikrokontroller lebih lama. Hal ini diduga menjadi penyebab masih terdapat data GPS yang terpotong atau tidak sempurna diterima oleh komputer pengendali. Hal yang dilakukan apabila kejadian tersebut terjadi adalah dengan menduga posisi traktor berdasarkan delta posisi sebelumnya. Pada saat masalah tersebut terjadi, sistem menduga posisi traktor dengan menggunakan sistem dead reckoning, yaitu menduga posisi traktor berdarkan posisi terakhir serta asumsi jarak yang terjadi berdsarkan delta perubahan posisi sebelumnya. Contoh data GPS yang tidak sempurna dan data yang sempurna diterima oleh komputer pengendali dapat dilihat pada Gambar 58.
821,S,10643.68739,E,4,10,0.9,208.701, M,1.035,M,1.2,0444*61
$GPGGA,025723.00,0633.80999,S,106 43.68731,E,4,10,0.9,208.701,M,1.035, M,1.0,0444*61
(a)
(b)
Gambar 58 Pesan GPS yang diterima; (a) pesan terpotong dan (b) pesan sempurna Pengolahan menggunakan rotary umumnya dilakukan setelah proses pengolahan tanah menggunakan bajak, sehingga kondisi tanah pun bergelombang. Hal ini menyebabkan traktor mengalami kesulitan dalam memperbaiki sudut roda depan dikarenakan torsi yang dibutuhkan menjadi lebih besar. Hal ini diduga meningkatkan nilai simpangan yang terjadi. Kondisi tanah sebelum dan sesudah pengolahan dapat dilihat pada Gambar 59.
77
(a)
(b)
Gambar 59 Kondisi tanah pengujian; (a) sebelum pengolahan dan (b) setelah pengolahan Hubungan antara besaran simpangan yang terjadi dengan waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan traktor ke lintasan set-point berbentuk logaritmik. Semakin besar simpangan, maka waktu yang dibutuhkan per satuan jarak semakin kecil, yang berarti semakin besar simpangan, semakin besar pula perubahan perbaikan simpangan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 60.
Gambar 60 Hubungan besar simpangan dan waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke lintasan set-point Hubungan yang terjadi antara besar simpangan dan panjang lintasan yang dibutuhkan untuk kembali ke lintasan set-point pun membentuk sebuah persamaan logaritmik. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 61. Hal ini berarti semakin besar
78
simpangan yang terjadi, semakin besar pula panjang lintasan perbaikan simpangan yang terjadi. Nilai simpangan yang digunakan adalah simpangan maksimum yang terjadi pada setiap lintasan terutama ketika traktor selesai melakukan manuver belok. Contoh pengambilan simpangan maksimum dapat dilihat pada Gambar 62.
Gambar 61 Hubungan besar simpangan dan panjang lintasan yang dibutuhkan untuk kembali ke jalur set-point
Simpangan maksimum lintasan 1
Simpangan maksimum lintasan 1
Panjang lintasan perbaikan
Panjang lintasan perbaikan
Gambar 62 Contoh penentuan simpangan terbesar dan panjang lintasan perbaikan
79
Terdapat perbedaan waktu perbaikan dengan panjang lintasan perbaikan yang dibutuhkan antara hasil pengujian dengan teori yang dibangun. Hal ini dipengaruhi oleh adanya delta orientasi yang terjadi antara orientasi real dengan orientasi yang seharusnya sehingga dibutuhkan waktu bagi traktor untuk membentuk orientasi yang seharusnya. Hal yang mungkin mempengaruhi juga adalah penentuan besarnya sudut roda depan yang harus dibentuk berdasarkan delta orientasi tersebut belum maksimal, sehingga perlu diperbaiki aturan (rules) penentuan sudut roda depan traktor. Secara umum sistem telah bekerja cukup baik, dikarenakan meskipun simpangan maksimum yang terjadi pada saat
belok cukup besar, sistem mampu
mengembalikan traktor ke jalur set point yang diharapkan, sehingga simpangan yang terjadi pada lintasan lurus menjadi lebih kecil.
80