IV.
4.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sejarah PT Pusri Palembang Pada pelita I sektor pertanian mendapat perhatian sangat besar dengan target yang besar pula yaitu berswasembada pangan. Maka pemerintah Indonesia melalui Departemen Pertanian mendorong usaha intensifikasi pertanian dengan menggunakan pupuk. Kebutuhan akan pupuk terus meningkat sejalan dengan meningkatnya kebutuhan pangan dan pertambahan penduduk. Untuk memenuhi kebutuhan pupuk dalam negeri, maka dibangunlah pabrik pupuk kimia. Perencanaan pembangunan ini diserahkan kepada Biro Perancang Negara (BPN) untuk membuat rancangan proyek pupuk urea I yang kemudian dimasukkan dalam REPELITA I (1956-1960). PT Pupuk Sriwidjaja yang didirikan pada tanggal 24 Desember 1959 merupakan perusahaan yang bertujuan untuk turut melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi, dan pembangunan nasional pada umumnya, khususnya di bidang industri pupuk dan industri kimia lainnya, melalui usaha produksi, perdagangan, pemberian jasa, dan usaha lainnya. PT Pupuk Sriwidjaja yang berbentuk Badan Hukum Milik Negara (BUMN) dengan pemegang saham tunggal yaitu Pemerintah RI melalui Departemen Keuangan RI dan Departemen Perindustrian selaku kuasa pemegang saham. Pabrik pertama yang didirikan yaitu PUSRI I yang diresmikan pada tanggal 4 November 1960 dengan kapasitas terpasang 180 ton ammonia/hari. Pabrik Pusri II telah direncanakan sejak rancangan pembangunan pabrik Pusri I sebagai perluasan pabrik yang bekerjasama
antara
Departemen Perindustrian dengan Toyo Monko Jepang. Namun rencana ini gagal dikarenakan pemberontakan G/30/S PKI. Pemerintah kemudian menindaklanjuti usaha ini pada tahun 1968 dengan mengadakan studi kelayakan bersama John Van Der Volk dan Associate (Amerika), akhirnya mendapatkan rekomendasi untuk melakukan perluasan pabrik Pusri II. Pabrik Pusri III dan Pusri IV dibangun untuk mengatasi kebutuhan pupuk
44
dalam negeri yang semakin meningkat. Pabrik Pusri III dibangun pada tanggal 21 Mei 1975, sedangkan Pusri IV dibangun lima bulan kemudian. Tahun 1990 mulai dibangun pabrik Pusri IB dengan kapasitas 570.000 ton urea/tahun dengan 135 ton amonia/hari sebagai pengganti pabrik Pusri I yang telah dihentikan operasi pupuk ureanya pada tahun 1985 karena usia teknis dan tidak efisien lagi. 4.1.1
PT Pupuk Sriwidjaja menjadi Perusahaan Induk PT Pupuk Sriwidjaja ditunjuk oleh pemerintah menjadi perusahaan
induk (holding company). PT Pupuk Sriwidjaja (Persero), berdasarkan PP No.28/1997. Sejak Pemerintah Indonesia mengalihkan seluruh sahamnya yang ditempatkan di Industri Pupuk Dalam Negeri dan di PT Mega Eltra kepada Pusri, melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 tahun 1997 dan PP nomor 34 tahun 1998, maka Pusri, yang berkedudukan di Palembang, Sumatera Selatan, menjadi Induk Perusahaan (Operating Holding) dengan membawahi 6 (enam) anak perusahaan termasuk anak perusahaan penyertaan langsung yaitu PT Rekayasa Industri. 4.1.2
Pemisahan Perseroan kepada PT Pupuk Sriwidjaja Palembang Pada tahun 2010, dilakukan Pemisahan (Spin Off) dari Perusahaan
Perseroan (Persero) PT Pupuk Sriwidjaja disingkat PT Pusri (Persero) kepada PT Pupuk Sriwidjaja Palembang serta telah terjadinya pengalihan hak dan kewajiban PT Pusri (Persero) kepada PT Pusri Palembang sebagaimana tertuang didalan RUPS-LB tanggal 24 Desember 2010 yang berlaku efektif 1 Januari 2011 sebagaimana dituangkan dalam Perubahan Anggaran Dasar PT Pupuk Sriwidjaja Palembang melalui Akte Notaris Fathiah Helmi, SH nomor 14 tanggal 12 November 2010 yang telah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM tanggal 13 Desember 2010 nomor AHU-57993.AH.01.01 tahun 2010. Perubahan bentuk Operating Holding menjadi Non Operating Holding, diharapkan PT PUSRI akan lebih fokus dalam pengelolaan sinergi korporasi diantara sesama perusahaan PT PUSRI.
45
4.2
Analisis Perusahaan PT Pusri Analisis optimasi struktur modal diawali dengan analisis perusahaan yang menggunakan analisis laporan keuangan PT Pusri. Langkah pertama menggunakan analisis rasio keuangan yang bersumber dari data laporan keuangn PT Pusri pada tahun 2006-2010. Laporan keuangan yang digunakan berfokus pada laporan laba/rugi 2006-2010 dan neraca 2006-2010. 4.2.1
Analisis Rasio Keuangan PT Pusri Hasil perhitungan dari beberapa indikator kinerja keuangan PT
Pusri pada tahun 2006-2010 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4. Indikator Kinerja Keuangan 2006
2007
2008
2009
2010
Likuiditas Rasio Lancar
1,54
1,85
1,67
1,98
2,29
Rasio Cepat
0,99
1,44
1,13
1,46
1,59
Aktivitas Perputaran Persediaan
4,13
7,13
4,53
4,96
4,19
Perputaran Aktiva Tetap
1,31
1,93
3,10
2,81
2,57
Perputaran Total Aktiva
0,75
0,97
1,16
0,99
0,97
137,99%
119,10%
157,83%
141,45%
113,99%
57,73%
54,13%
60,99%
58,35%
53,03%
8,65
12,62
8,33
7,58
10,68
4,20%
6,95%
6,81%
7,43%
6,27%
Rasio laba bersih (%) 10,05% 15,30% 17,61% Sumber : Diolah dari Annual Report PT Pusri (Persero)
18,02%
13,48%
Solvabilitas Rasio hutang terhadap modal sendiri (DER) Rasio Utang Profitabilitas Pendapatan dari investasi (ROI) (%) Pendapatan dari modal (ROE) (%)
Rasio
likuiditas menggambarkan
seberapa
likuidnya suatu
perusahaan. PT Pusri memiliki kondisi likuiditas yang semakin membaik walaupun perusahaan meningkatkan hutang lancarnya. Kondisi likuiditas yang membaik ini merupakan suatu keuntungan perusahaan untuk dapat meningkatkan kepercayaan kepada investor maupun kreditur. Dalam praktiknya sering kali dipakai bahwa rasio lancar dengan standar 200% (2:1) yang terkadang sudah dianggap sebagai ukuran yang cukup baik. Rasio lancar PT Pusri mengalami peningkatan dari 1,54 pada tahun 2006,
46
menjadi 1,85 tahun 2007, artinya bahwa setiap Rp 1 hutang lancar dijamin dengan aktiva lancar yang awalnya 1,54 membaik menjadi 1,85. Namun mengalami sedikit penurunan yang tidak terlalu signifikan pada tahun 2008 menjadi 1,67, berarti efektifitas dari aktiva dalam menjamin hutang lancarnya menurun menjadi 1,67, dan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2009 menjadi 1,98 dan 2,29 pada tahun 2010, pada tahun 2009 dan 2010 menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan kemampuan aktiva perusahaan dalam menjamin hutangnya menjadi 1,98 dan 2,29. Rasio
cepat
menunjukkan
kemampuan
aktiva
tanpa
memperhitungkan persediaan dalam menjamin hutang lancarnya, dalam tingkat 100% kondisi ini sudah dikatakan baik. Keadaan rasio cepat tahun 2007 lebih baik dibandingkan tahun 2006 sebesar 0,99 kali meningkat mnejadi 1,44 kali. Tahun 2008 keadaan perusahaan sedikit menurun menjadi 1,13 kali namun kembali membaik menjadi 1,46 kali pada tahun 2009. Keadaan perusahaan menjadi lebih baik kembali tahun 2010 sebesar 1,59 kali. Terlihat pada setiap tahun bahwa kemampuan aktiva tanpa memperhitungkan persediaan mampu menjamin hutangnya, hal ini berarti PT Pusri tidak perlu menjual persediaan apabila ingin melunasi hutang lancarnya, tetapi dapat dilakukan dengan penjualan surat berharga atau penagihan piutang. Perkembangan rasio likuiditas tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Gambar 8 sebagai berikut.
Gambar 8. Grafik Rasio Likuiditas 2006-2010
47
Kemampuan manajemen perusahaan dalam meningkatkan efisiensi asset dapat terlihat pada rasio aktivitas. Manajemen dapat meningkatkan efisiensi dari tahun 2006-2008, namun setelah tahun 2008 efisiensi asset menurun hingga tahun 2010. Pada rasio aktivitas ini yang dilihat yaitu perputaran persediaan, perputaran aktiva tetap, dan perputaran total aktiva. Dimana perputaran persediaan menunjukkan berapa kali persediaan diganti dalam satu tahun, kondisi yang meningkat menunjukkan adanya peningkatan dari efektivitas perusahaan. Perputaran persediaan pada tahun 2006 sebesar 4 kali ketersediaan barang diganti dalam satu tahun. Kondisi membaik pada tahun 2007 menjadi 7 kali persediaan diganti dalam satu tahun. Namun tahun 2008 kembali menurun menjadi 4 kali persediaan diganti dalam satu tahun, sedikit meningkat menjadi 5 kali persediaan diganti pada tahun 2009, dan kembali menurun pada tahun 2010 menjadi 4 kali persediaan yang diganti. Dalam melihat penggunaan aktiva tetap maka dibutuhkan rasio perputaran aktiva tetap. Pada tahun 2007 lebih baik dibandingkan tahun 2006 yang awalnya sebesar 1,31 menjadi 1,93 kali, hal ini menunjukkan bahwa Rp 1 aktiva tetap dapat menghasilkan Rp 1,31 penjualan dan kemampuan aktiva tetap meningkat hingga dapat menghasilkan Rp 1,93 penjualan. Kembali meningkat tahun 2008 menjadi Rp 3,10 penjualan. Namun pada tahun 2009-2010 terjadi penurunan yaitu 2,81 kali dan kembali menurun menjadi 2,57 kali, efektivitas dari penggunaan aktiva tetap mengalami penurunan sehingga hanya dapat menghasilkan Rp 2,81 penjualan dan Rp 2,57 penjualan. Perputaran total aktiva menggambarkan perputaran seluruh aktiva yang digunakan oleh perusahaan. Sama halnya dengan rasio sebelumnya pada tahun 2006 terjadi peningkatan sampai dengan tahun 2008 yaitu awalnya 0,75 kali menjadi 0,97 kali dan kembali meningkat menjadi 1,16 kali, hal ini menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan efektivitas dari penggunaan aktiva dalam menghasikan penjualan, yang awalnya hanya dapat menghasilkan Rp 0,75 penjualan dan meningkat menjadi Rp 0,97 penjualan hingga mencapai Rp 1,16 penjualan. Kondisi perusahaan sangat tidak menggembirakan karena
48
terjadi penurunan rasio perputaran total aktiva pada tahun 2008-2010 menjadi 0,99 kali dan menurun kembali menjadi 0,97 kali, terlihat terjadinya
penurunan
efektivitas
dari
penggunaan
aktiva
dalam
menghasilkan penjulan. Perkembangan rasio aktivitas tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Gambar 9 sebagai berikut.
Gambar 9. Grafik Rasio Aktivitas 2006-2010 Kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang maupun jangka pendek dapat terlihat pada rasio solvabilitas. Rasio hutang menunjukkan seberapa besar hutang mempengaruhi aktiva. Terjadi penurunan rasio hutang pada tahun 2006-2007 yaitu dari 57,73% menjadi 54,13%, hal ini menunjukkan terjadi penurunan pada pendanaan dengan menggunakan hutang. Penggunaan hutang mengalami peningkatan tahun 2008 menjadi 60,99%, kembali mengalami penurunan pada tahun 2009 sampai dengan 2010 pada awalnya sebesar 58,35% menurun menjadi 53,03%. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki tingkat hutang yang cukup tinggi, baik hutang lancar dan tidak lancar. Kondisi DER juga menunjukkan tingkat hutang yang digunakan oleh perusahaan, pada tahun 2006 bernilai 137,99% mengalami penurunan menjadi 119,10% pada tahun 2007, hal ini menunjukkan penggunaan hutang yang disediakan oleh ekuitas menurun yang awalnya 137,99% menjadi 119,10%. Kemudian penggunaan hutang yang disediakan modal sendiri kembali meningkat pada tahun 2008 menjadi 157,83% dan kembali mengalami penurunan
49
menjadi 141,45% tahun 2009. Pada tahun 2010 kembali mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan dari tahun sebelumnya yaitu menjadi 113,99%. Berdasarkan kedua rasio tersebut menunjukkan pada tahun 2008 mengalami peningkatan pada penggunaan hutang, sedangkan tahun lainnya mengalami penurunan penggunaan hutang Dengan meningkatnya financial leverage maka interest coverage akan mengalami penurunan. Perkembangan rasio solvabilitas tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Gambar 10 sebagai berikut.
Gambar 10. Grafik Rasio Solvabilitas 2006-2010 Tingkat profitabilitas perusahaan mengalami peningkatan setiap tahunnya, kecuali pada tahun 2010 mengalami penurunan. Analisis profitabilitas berlandaskan pada beberapa rasio yaitu ROI, ROE, dan rasio laba bersih. Pada ROI (Return on Investment) menunjukkan efektivitas manajemen dalam mengelola investasinya, ROI mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan, pada tahun 2006 efektivitas manajemen atas investasinya sebesar 4,20% meningkat menjadi 6,95% di tahun 2007, dan mengalami penurunan efektivitas pengelolaan investasi yang tidak terlalu signifikan dari tahun 2007 ke tahun 2008 menjadi 6,81%. Selanjutnya mengalami sedikit peningkatan efektivitas pengelolaan manajemen ke tahun 2009 menjadi 7,43%, namun pada tahun 2010 mengalami penurunan efektivitas pengelolaan investasi menjadi 6,27%.
Tidak jauh berbeda
dengan ROI, ROE (Return on Equity) yang menunjukkan efisiensi
50
penggunaan modal sendiri yang mengalami peningkatan dari tahun 2006 sebesar 10,05% menjadi 15,30% pada tahun 2007, dan efisiensi pengelolaan modal sendiri kembali mengalami peningkatan pada 2008 menjadi 17,61%, selanjutnya meningkat menjadi 18,02% tahun 2009, sedangkan tahun 2010 mengalami penurunan efisiensi pengelolaan modal sendiri menjadi 13,48%. Penurunan tersebut diakibatkan terjadinya peningkatan pada total ekuitas di tahun 2010 yang tidak diikuti dengan peningkatan laba bersih, peningkatan ekuitas dikarenakan adanya penambahan penyertaan dari pemerintah. Rasio laba bersih cukup fluktuatif, rasio ini mengukur margin laba atas penjualan, terlihat dari peningkatan laba bersih dari 2006-2007 yaitu dari 28,12% menjadi 29,42%, namun margin laba atas penjualan kembali menurun pada tahun 2008 menjadi 26,88%. Margin laba bersih kembali mengalami penurunan tahun 2009 menjadi 22,80%. Pada tahun 2010 perusahaan dapat kembali meningkatkan
laba
bersih
atas
penjualannya
menjadi
26,63%.
Perkembangan rasio profitabilitas tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Gambar 11 sebagai berikut.
Gambar 11. Grafik Rasio Profitabilitas 2006-2010 Tingkat profitabilitas PT Pusri mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2006-2009 profit perusahaan terus meningkat namun pada tahun 2010 mengalami penurunan profit. Profit tahun 2006 sebesar Rp 862.573.000.000,00 meningkat cukup signifikan menjadi Rp
51
1.584.616.000.000,00 pada tahun 2007. Pada tahun 2008 profit kembali meningkat signifikan menjadi Rp 2.112.640.000.000,00. Tahun 2009 kembali mengalami peningkatan menjadi Rp 2.558.077.000.000,00. Namun
terjadi
penurunan
pada
tahhun
2010
menjadi
Rp
2.108.155.000.000,00, hal ini dikarenakan pada akhir tahun 2010 dilakukan spin off pada PT Pusri. Persentase peningkatan profit dari tahun 2006-2009 antara 17,41% hingga 45,57%, namun terjadi penurunan tahun 2010 sebesar -21,34% yang mengakibatkan rata-rata peningkatan profit menjadi 16,66% . Di tahun 2007 peningkatan laba operasional mencapai hingga 169,75% dibandingkan dengan tahun sebelumnya dari hanya sebesar Rp 1.020.263.000.000,00 meningkat menjadi Rp 2.752.138.000.000,00. Pada tahun 2008 peningkatan tidak seperti tahun sebelumnya namun tetap signifikan yaitu sebesar 73,67% menjadi Rp 4.779.527.000.000,00. Laba operasional rata-rata mengalami peningkatan sebesar 55,36%. Peningkatan terjadi sangat signifikan sebesar 23,76%-169,75% setiap tahunnya namun hanya
pada
tahun
2009
mengalami
penurunan
menjadi
Rp
2.593.116.000.000,00, penurunan ini sangat signifikan yaitu menurun sebesar 45,75%. Hal ini juga diikuti peningkatan net income yang paling signifikan yaitu tahun 2007 sebesar 45,57%. Dan pada tahun 2009 pada laba operasional mengalami penurunan namun pada net income mengalami peningkatan sebesar 17,41%. Penurunan laba operasional pada tahun 2009 diakibatkan peningkatan pada beban pokok pupuk dan non pupuk namun tidak diikuti dengan peningkatan penjualan. Peningkatan laba operasional diakibatkan oleh aktivitas operasional, peningkatan biaya aktivitas operasi diikuti dengan peningkatan penjualan. Hal ini menunjukkan bahwa PT Pusri dapat tumbuh untuk menghasilkan laba operasional yang berkesinambungan. Rincian mengenai pertumbuhan pendapatan dan neraca dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
52
Tabel 5. Pertumbuhan Pendapatan dan Neraca Tahun 2006-2010 (Dalam Juta Rupiah) 2006
2007
2008
2009
2010
15,470,891 1,020,263
22,218,785 2,752,138
36,036,743 4,779,527
34,209,998 2,593,116
32,676,371 209,231
1,322,092
2,413,886
3,120,555
3,704,675
3,097,362
862,573
1,584,616
2,112,640
2,558,077
2,108,155
7,608,475
10,100,237
17,891,030
20,405,414
18,801,712
276,610
307,184
329,120
380,446
430,319
Aset Tetap
11,807,968
11,517,110
11,554,338
12,038,224
12,534,157
Total Asset Kewajiban Jangka Pendek Kewajiban jangka Panjang
20,561,274
22,789,017
31,035,479
34,416,630
33,621,848
4,934,770
5,476,447
10,692,369
10,296,356
8,206,545
6,845,155
6,858,235
8,237,551
9,786,542
9,623,734
3,989,024
4,289,006
4,289,006
4,289,006
10,610,006
Saldo Laba 4,792,325 6,165,329 Total Kewajiban dan Ekuitas 20,561,274 22,789,017 Sumber : Annual Report PT Pusri
7,704,773
10,044,725
5,032,583
31,035,479
34,416,630
33,621,858
Revenue EBIT EBT Net income Neraca Aset lancar Investasi Jangka Panjang
Modal
Total asset PT Pusri mengalami peningkatan hampir setiap tahunnya kecuali pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 2,31%. Pada tahun 2007 mengalami peningkatan 10,83% dan peningkatan yang paling signifikan yaitu pada tahun 2008 menjadi 36,19%. Rata-rata peningkatan total asset PT Pusri mencapai 13,90%. Dilihat dari segi asset PT Pusri mampu meningkatkan kemampuan usahanya menjadi lebih produktif. 4.2.2
Analisis Perkembangan dan Peramalan Laporan Keuangan Perkembangan laporan keuangan dari tahun ke tahun dapat
dianalisis dengan menganalisis arah trenya. Metode analisis tren atau yang lebih sering dikenal sebagai analisis horizontal yang digunakan untuk melihat pergerakan masing-masing komponen dalam laporan keuangan dari tahun ke tahun. Hasil dari analisis ini menunjukkan suatu arah tren yang meningkat ataukah menurun. Analisis tren ini berguna sebagai analisis pendukung dari analisis rasio untuk melihat bagaimana kondisi
53
suatu perusahaan. Analisis tren ini hanya berfokus pada akun yang berhubungan dengan struktur modal yaitu kewajiban jangka panjang, dan modal yang terdapat pada neraca. Serta tingkat laba bersih yang menggambarkan kondisi perusahaan dari segi laba yang terdapat pada laporan laba atau rugi. Dalam penelitian ini tahun yang dijadikan sebagai tahun dasar yaitu tahun 2006 yang merupakan tahun awal dalam penelitian. Analisis tren terhadap neraca dilakukan terhadap dua komponen yaitu kewajiban jangka panjang dan modal, hal ini dikarenakan kedua komponen tersebut merupakan komponen dari struktur modal yang dapat membantu peneliti dalam menganalisis optimasi struktur modal. Dalam analisis tren, peneliti menggunakan uji coba tren dengan tiga tipe model yaitu linear, quadratic dan exponential growth. Dari hasil ketiga tipe model terhadap akun yang diuji menunjukkan pada kewajiban jangka panjang dan laba bersih menggunakan model linear, sedangkan modal menggunakan model quadratic. Hal ini berlandaskan pada nilai MAPE, MAD, dan MSD terkecil dari ketiga tipe model. Untuk hasil uji coba ketiga tren model dapat dilihat pada tabel 6 seperti berikut: Tabel 6. Hasil Uji Coba Tren Dari Tiga Model Akun Kewajiban Jangka Panjang Modal
Linear Quadratic MAPE 4.59599E+00 MAPE 4.69244E+00 MAD 3.75903E+05 MAD 3.81106E+05 MSD 1.91300E+11 MSD 1.90826E+11 MAPE 2.83547E+01 MAPE 1.90548E+01 MAD 1.49304E+06 MAD 8.97735E+05 MSD 3.05191E+12 MSD 9.80327E+11 Laba Bersih MAPE 1.72768E+01 MAPE 5.47397E+00 MAD 2.87879E+05 MAD 1.00004E+05 MSD 9.63921E+10 MSD 1.22780E+10 Sumber : Hasil pengolahan tren pada Minitab
Exsponensial Growth MAPE 4.61195E+00 MAD 3.86437E+05 MSD 2.02374E+11 MAPE 2.16288E+01 MAD 1.29056E+06 MSD 2.83161E+12 MAPE 2.05670E+01 MAD 3.65092E+05 MSD 1.54486E+11
Hasil analisis tren terhadap kewajiban jangka panjang dalam neraca menunjukkan bahwa perkembangan dengan kecenderungan yang cukup besar mengalami peningkatan. Pada gambar 12 menunjukkan tren pada kewajiban jangka panjang. Pada gambar 12 menunjukkan bahwa komponen kewajiban jangka panjang mengalami perkembangan dengan kecenderungan meningkat. Pada tahun 2007-2009 mengalami peningkatan
54
kewajiban jangka panjangnya, namun pada tahun 2010 mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan sebesar 1,66%. Trend Analysis Plot for Kewajiban_Jangka_Panjang Linear Trend Model Yt = 5724604 + 848547*t
Kewajiban_Jangka_Panjang
13000000
Variable Actual Fits Forecasts
12000000 11000000
Accuracy Measures MAPE 4.59599E+00 MAD 3.75903E+05 MSD 1.91300E+11
10000000 9000000 8000000 7000000 6000000 2006
2007
2008
2009 2010 Year
2011
2012
2013
Gambar 12. Grafik Tren Kewajiban Jangka Panjang 2006-2010 Berbeda dengan kewajiban jangka panjang, dalam akun modal tren yang terjadi hampir mendekati stabil pada tahun 2006-2009, hanya terjadi sedikit peningkatan dari tahun 2006-2007 dan stabil untuk tahun selanjutnya sampai tahun 2009, akan tetapi terjadi peningkatan yang sangat signifikan pada tahun 2009-2010. Jumlah modal meningkat ke tahun 2010 yang pada awalnya hanya sebesar Rp 4.289.006.000.000,00 meningkat menjadi Rp 10.610.006.000.000. Peningkatan ini mencapai 147,38% hal ini dikarenakan terjadi peingkatan pada kapitalisasi pooling of fund pada tahun 2010 sebesar Rp 250.000.000.000,00 dan peningkatan pada kapitalisasi laba ditahan perusahaan pada tahun 2010 sebesar Rp 6.071.000.000.000,00
yang
tidak
ditemukan
pada
tahun-tahun
sebelumnya. Kapitalisasi pooling of fund merupakan penambahan penyertaan dividen pemerintah yang diberikan kepada PT Pusri, kapitalisasi ini bertujuan untuk menambahkan penyertaan pemerintah kepada PT Pusri dikarenakan PT Pusri membutuhkan dana tambahan untuk dilakukannya spin off. Pada grafik 13 digambarkan perkembangan tren yang terjadi pada pos modal tahun 2006-2010 yang dapat dilihat sebagai berikut.
55
Trend Analysis Plot for Modal
Quadratic Trend Model Yt = 7541638 - 3836676*t + 860145*t**2 Variable Actual Fits Forecasts
40000000
Accuracy Measures MAPE 1.90548E+01 MAD 8.97735E+05 MSD 9.80327E+11
Modal
30000000
20000000
10000000
0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Year
Gambar 13. Grafik Tren Modal 2006-2010 Hasil analisis tren pada pos laba bersih yang terdapat pada laporan laba rugi menunjukkan terjadinya peningkatan tren yang hampir terjadi setiap tahunnya. Gambar 14 menunjukkan peningkatan tren yang terjadi pada pos laba bersih. Trend Analysis Plot for Net_Income Linear Trend Model Yt = 805825 + 346463*t
Variable Actual Fits Forecasts
3500000
Net_Income
3000000
Accuracy Measures MAPE 1.72768E+01 MAD 2.87879E+05 MSD 9.63921E+10
2500000 2000000 1500000 1000000 2006
2007
2008
2009 2010 Year
2011
2012
2013
Gambar 14. Grafik Tren Laba Bersih Laba bersih yang dihasilkan mengalami peningkatan dari tahun 2006-2009, dimana peningkatan paling signifikan terjadi pada tahun 2007.
56
Kecenderungan peningkatan ini tidak terhindar dari terjadinya penurunan laba bersih yang terjadi pada tahun 2010, penurunan ini cukup signifikan yang mencapai 21,34%. Hal ini dikarenakan terjadinya penurunan dari pendapatan
lain-lain
yang
pada
tahun
2009
sebesar
Rp
2.533.139.141.000,00 menjadi Rp 1.241.690.058.000,00 diikuti dengan penurunan beban lain-lain namun penurunan ini tidak signifikan sehingga menyebabkan jumlah pendapatan (beban) lain-lain bernilai negatif yang mengurangi laba bersih. Penurunan laba ini diakibatkan pada akhir tahun 2010 dilakukannya spin off PT Pusri yang mengakibatkan peningkatan pada beban pajak yang digunakan untuk pembayaran beban pajak BBHTB dan PPHTB yang mencapai hingga Rp 1 triliyun. Setelah dilakukan analisis tren pada laporan laba/rugi, maka akan dianalisis peramalan dari laporan laba/rugi dengan menggunakan software MINITAB 14. Hasil dari pengolahan dengan MINITAB 14 dapat dilihat pada Tabel 7 sebagai berikut. Tabel 7. Peramalan Laporan Laba/Rugi & Neraca 2012-2014 (dalam Ribuan) Tahun
2012*
2013*
2014*
Kewajiban Jangka Panjang
11.664.429
12.512.976
13.361.522
Modal
22.832.031 3.231.062
31.897.536 3.577.525
42.683.333 3.923987
Laba Bersih
*Prediksi Sumber : Diolah dari laporan keuangan PT Pusri (Persero) tahun 2006-2010
Berdasarkan pengolahan dari MINITAB 14 maka diperoleh hasil peramalan laporan laba/rugi dan neraca tahun 2012-2014. Terlihat terjadi peningkatan pada laba bersih setiap tahunnya. Pada pos kewajiban jangka panjang mengalami peningkatan berkisar antara 6,78%-7,85%. Sedangkan pada pos modal mengalami peningkatan yang cukup signifikan berkisar anatara 33,81%-47,43%. Pada pos laba bersih dalam 3 periode sama halnya dengan pos kewajiban jangka panjang, laba bersih juga mengalami peningkatan yang tidak terlalu berbeda hanya terjadi peningkatan anatara 9,68%-10,72%.
57
4.3
Analisis Pengaruh dan Hubungan debt dan Profitabilitas Berdasarkan metodologi penelitian yang telah disusun sebelumnya, maka dalam penelitian ini akan menggunakan laba bersih sebagai variabel dependen. Sedangkan variabel independen yang akan digunakan yaitu debt yang lebih spesifik yaitu hutang jangka panjang. Sebelum dilakukan analisis pengaruh antar kedua variabel maka terlebih dahulu akan dianalisis hubungan atau keterkaitan anatar dua variabel tersebut. Keterkaitan anatar masing-masing variabel tersebut dikaji menggunakan analisis korelasi dengan menggunakan software MINITAB 14.
Hasil
perhitungan korelasi kedua variabel tersebut menghasilkan nilai r sebesar 0,890, dimana nilai r apabila mendekati 1, hal ini menunjukkan hubungan x dan y sempurna dan positif. Selain nilai r didapat juga nilai p-value yaitu sebesar 0,043. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p-value lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa kedua variabel memiliki hubungan yang kuat. Setelah dilakukan analisis korelasi maka akan dilakukan analisis regresi linear sederhana dengan menggunakan software yang sama yaitu MINITAB 14. Dalam pengelolaan data dengan MINITAB, didapatkan persamaan regresi linear atau hubungan linear anatar laba bersih dengan hutang jangka panjang dalam bentuk persamaan regresi linear sederhana. Hasil pengolahan mendapatkan nilai R-sq adalah 79,2%. Dari pengolahan data tersebut juga diperoleh tabel analisis of variance atau ANOVA, nilai p-value dari hutang jangka panjang dan laba bersih adalah 0,043. Apabila dibandingkan dengan taraf nyata (α) yang besarnya 0,05, hal ini berarti nilai p-value lebih kecil dari pada nilai α
atau p-value< α
yang
menunjukkan bahwa variabel bebas yang digunakan berpengaruh terhadap variabel terikat. Persamaan regresi yang diperoleh menunjukkan bahwa hutang jangka panjang memiliki keeratan dengan laba bersih dengan nilai 72,35%. Jadi laba bersih dipengaruhi oleh besarnya hutang jangka panjang. Persamaan regresi linear sederhana adalah “Net_income = 1480632 + 0.435 Hutang_Jangka_Panjang”, nilai koefisien regresi hutang jangka panjang dengan analisis regresi linear sederhana adalah positif,
58
menunjukkan
bahwa
peningkatan
hutang
jangka
panjang
akan
mengakibatkan peningkatan laba bersih. Hasil analisis regresi sederhana dapat dilihat pada Tabel 8 dan hasil plot data ditunjukkan pada Gambar 15 seperti berikut. Tabel 8. Analisis Regresi antara Laba Bersih Dengan Hutang Jangka Panjang. Regression Analysis: Net_income versus Hutang_Jangka_Panjang The regression equation is Net_income = - 1480632 + 0.435 Hutang_Jangka_Panjang Predictor Constant
Coef
SE Coef
T
P
-1480632
994765
-1.49
0.233
0.4345
0.1284
3.38
0.043
Hutang_Jangka_Panjang S = 341240
R-Sq = 79.2%
R-Sq(adj) = 72.3%
Analysis of Variance Source
DF
SS
MS
F
P
Regression
1
1.33299E+12
1.33299E+12
11.45
0.043
Residual Error
3
3.49334E+11
1.16445E+11
Total
4
1.68232E+12
Durbin-Watson statistic = 1.68712
Residual Plots for Net_income Normal Probability Plot of the Residuals
Percent
90 50 10 1
Residuals Versus the Fitted Values Standardized Residual
99
-2
-1 0 1 Standardized Residual
2
1 0 -1 1200000
Histogram of the Residuals 1.5 1.0 0.5 0.0
-1.5
-1.0 -0.5 0.0 0.5 Standardized Residual
1.0
1800000 2100000 Fitted Value
2400000
Residuals Versus the Order of the Data Standardized Residual
Frequency
2.0
1500000
1 0 -1 1
2
3 4 Observation Order
Gambar 15. Hasil Plot Data Regresi Linear Sederhana
5
59
4.4
Analisis Valuasi Pada dasarnya valuasi bertujuan untuk melihat nilai perusahaan sebenarnya. Valuasi perusahaan memegang peranan penting dalam berbagai keputusan manajerial. Setelah melakukan valuasi tersebut selanjutnya diperhitungkan struktur modal yang optimal bagi perusahaan. Secara umum performa keuangan perusahaan dapat dikatakan baik. Performa keuangan menunjukkan adanya potensi peningkatan kinerja. Pada tahun 2010 merupakan titik balik bagi perusahaan dalam menciptakan nilai pasar yang lebih baik. Pada akhir tahun 2010 dilakukan restrukturisasi PT Pusri yang bertujuan agar lebih fokus dalam pengelolaan sinergi korporasi. Dari hasil analisis tren, perusahaan diperkirakan masih dapat meningkatkan laba bersihnya. Dalam melakukan valuasi dipergunakan beberapa data, asumsi dan perhitungan yang diuraikan sebagai berikut. 4.4.1
Beta Seperti halnya pada penelitian terdahulu mengenai optimasi
struktur modal, dalam penelitian kali ini juga membutuhkan nilai beta dalam melakukan valuasi,
data yang digunakan menggunakan beta
perusahaan publik dalam sektor industri kimia. Peneliti menggunakan data beta industri kimia Indonesia, yang dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 9. Rata-rata Beta Berbobot Perusahaan Kimia di Indonesia No Quote Symbol 1 Barito Pasific, tbk 2 Budi Acid Jaya, tbk 3 Duta Pertiwi Nusantara, tbk 4 Ekhadarma Internasional, tbk 5 Eterindo Wahanatama, tbk 6 IntanwijayaInternasional, tbk 7 Sorini Agro Asia Corporindo, tbk 8 Indo Acidatama, tbk 9 Unggul Indah Jaya, tbk Rata-rata Beta Levered Sumber: Report Thomson
Beta Levered 1,90243 1,12831 0,60906 0,70888 1,69705 1,2046 0,72343 1,1198 -0,19957 0,98822
Untuk mnedapatkan rata-rata beta berbobot dari industri kimia maka dibuat rata-rata dari 9 industri tersebut. Didapatlah rata-rata beta
60
levered berbobot sebesar 0,98822. Nilai beta ini masih merupakan beta kondisi berhutang sehingga perlu dicari untuk nilai beta dalam kondisi tanpa hutang. Dimana diperoleh nilai beta dalam kondisi tanpa hutang sebesar 0,8733 yang dapat dilihat pada lampiran 13. Beta 0,8733 inilah yang akan digunakan sebagai beta PT Pusri (Persero). Untuk menghitung nilai beta pada kondisi tanpa hutang (unlevered beta) adalah sebagai berikut: ………..…………………………………… (4.1) Dimana: βeu = Unlevered Equity Beta β = Estimasi beta industri kimia, dalam hal ini 0,98822 Setelah memperhitungkan nilai beta dalam kondisi tanpa hutang maka akan diperhitungkan nilai beta dalam kondisi berhutang (levered beta) pada PT Pusri, dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut: …………………………………………….. (4.2) Dalam setiap perubahan strktur modal maka hutang dan ekuitas akan berubah, perubahan itulah yang akan mempengaruhi nilai beta saat kondisi berhutang. 4.4.2
Risk Free Rate Suku bunga bebas resiko biasanya diperhitungkan dari sertifikat
yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ini menggunakan data SBI. Risk free rate diperhitungkan dari SBI 3 bulan, didapatlah rata-rata risk free rate sebesar 6,56% per tahun. Dengan nilai ini digunakan untuk menetukan biaya bunga atas hutang perusahaan dan nilai tingkat resiko (spread). 4.4.3
Risk Premium Dalam menentukan resiko premium di Indonesia maka akan
digunakan beberapa data pendukung sebagai berikut: 1.
Country risk diperoleh dari website damodaran. Indonesia mendapatkan rating B3.
61
2.
Country bond spread diambil dari website damodaran. Dengan rating B3, Indonesia memiliki default spread sebesar 6,00%.
3.
Risk premium berdasarkan dari data yang diperoleh oleh Aswath Damodaran maka diperoleh country risk premium Indonesia sebesar 9,13%.
Dari data yang telah diperoleh maka Indonesia memiliki tingkat resiko premium sebesar 9,13%. 4.4.4
Cost of Equity Biaya ekuitas perusahaan diperhitungkan dengan menggunakan
model CAPM dengan dipengaruhi oleh fakor beta, risk free rate, dan risk premium. Dengan memasukkan nilai-nilai tersebut kedalam persamaan 21 yang terdapat dalam metodologi, maka akan diperoleh nilai cost of equity sebagai berikut: re = 6,56% + 0,87248 (9,13% ) = 6,64% Dengan
adanya penambahan leverage maka akan terjadi
perubahan pada nilai beta sesuai dengan persamaan 2 pada bab pembahasan. Terjadinya perubahan struktur modal mengakibatkan perubahan pada cost of equity. Saat ini perusahaan memiliki perbandingan hutang dan ekuitas sebesar 36% dan 64%, dengan besar hutang Rp 8.763.021.000.000,00 dan besar ekuitas sebesar Rp 15.642.589.000.000,00 atau rasio DER adalah sebesar 1,14. Pada tabel 10 diperoleh hasil perhitungan nilai beta dari setiap perbandingan debt/equity, dengan menggunakan tingkat pajak sebesar 25% dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 10. Beta Levered untuk Rasio Hutang terhadap Ekuitas Debt/Equity Beta 0/100 0,87 10/90 0,95 20/80 1,04 30/70 1,15 40/60 1,31
Debt/Equity 50/50 60/40 70/30 80/20 90/10
Beta 1,53 1,85 2,40 3,49 6,76
62
4.4.5
Cost of Debt Komponen kedua setelah menghitung biaya modal adalah biaya
utang atau cost of debt. Perhitungan biaya hutang dapat menggunakan rumusan sebagai berikut: Biaya utang setelah pajak = biaya utang sebelum pajak (1Pajak)……………………………………………………….………. (4.3) Rating yang diperoleh oleh PT Pusri tergolong AA berdasarkan penilaian oleh sebuah badan pemeringkat efek Indonesia. Dari hasil rating tersebut, spread dapat diestimasi pada berbagai tingkat rating yang digunakan oleh standar Poor‟s dan Moody‟s seperti sebagai berikut: Tabel 11. Estimasi Spread (Rating Standar Poor’s & Moody’s) Rating
Spread
Rating
Spread
AAA
0,75%
B+
4,75%
AA
1%
B-
8,00%
A+
1,5%
CCC
10,00%
A
1,8%
CC
11,50%
A-
2%
C
12,70%
BBB
2,25%
D
14,00%
BB
3,50%
Sumber : Website Moody‟s
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai default spread untuk rating AA bernilai 1%. Sebelum menghitung biaya utang setelah pajak maka terlebih dahulu menghitung biaya utang sebelum pajak seperti berikut: Biaya utang sebelum pajak = 6,56% + 1 % = 7,56% Dengan menggunakan tingkat pajak sebesar 25%, maka didapat nilai biaya utang setelah pajak menggunakan persamaan 3 pada pembahasan maka akan diperoleh nilai sebagai berikut: Biaya utang setelah pajak = 7,56% (1-0,25) = 0,0567 = 5,67% 4.5
Skenario Skenario yang digunakan dalam penelitian ini dibutuhkan untuk analisis valuasi yaitu investasi pengembangan PT Pusri (Persero) beserta pengembangan anak perusahaan pada tahun 2013. Total investasi
63
pengembangan
holding
yang
dibutuhkan
sebesar
Rp
9.155.371.000.000,00. Dana yang dimiliki PT Pusri (persero) untuk melakukan pengembangan sebesar Rp 13.652.256.000.000,00 yang terdiri dari hasil usaha setelah pajak, penyusutan dan sisanya ditutupi dengan menggunakan pinjaman, tingkat pinjaman yang digunakan sebesar 62,76% setara dengan Rp 8.568.000.000.000,00. Angsuran pokok pinjaman per tahunnya sebesar Rp 2.820.375.000.000,00 dengan angsuran beban bunga pinjaman sebesar Rp 1.001.329.000.000,00 atau setara dengan 11,69%. Skenario tersebut akan dilakukan valuasi untuk dapat melihat bagaimana nilai perusahaan kedepannya. Metode valuasi yang akan digunakan yaitu FCFF dan APV. Hasil perhitungan valuasi lengkap dapat dilihat pada lampiran 9 dan 10.
Perhitungan valuasi menggunakan
program spread sheet yang terdapat pada software Microsoft Excel 2010. Dalam hal ini alasan digunakan metode APV karena metode ini lebih cocok untuk kondisi struktur modal perusahaan yang berubah-ubah. Sebelum melakukan valuasi pada skenario yang akan dijalankan pada tahun 2013 maka akan dilakukan valuasi untuk mengevaluasi nilai perusahaan 2006-2010. Rata-rata nilai perusahaan dari tahun 2006-2010 dengan menggunakan metode FCFF sebesar Rp 732.421.399.000,00, sedangkan dengan metode APV diperoleh nilai perusahaan sebesar Rp 933.827.133.000,00. Nilai pada APV lebih besar dibandingkan dengan FCFF karena pada metode APV diperhitungkan nilai ITS setiap tahunnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 12 sebagai berikut: Tabel 12. Komposisi Nilai Perusahaan dengan metode APV 2006-2010 (dalam Ribuan) 2006 FCFF ITS APV
(497.504.246)
2007
2008
1.884.358.639
477.059.266
2009 637.304.185
2010 1.160.889.152
125.681.748
129.484.175
290.864.495
257.377.224
203.621.027
(371.822.499)
2.013.842.814
767.923.761
894.681.409
1.364.510.179
Setelah mengevaluasi nilai perusahaan pada tahun 2006-2010 maka akan dilakukan valuasi untuk skenario pengembangan tahun 2013. Metode APV menghasilkan nilai perusahaan (firm value) sebesar Rp
64
3.481.118.000.000,00. Nilai ini diperoleh dari FCFF dan ITS (interest tax shield), dimana FCFF diperoleh sebesar Rp 4.325.388.000.000,00 namun nilai ini belum menggambarkan sepenuhnya nilai sekarang sehingga nilai FCFF harus di present value terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai real sekarang. Hasil presnt value dari FCFF sebesar Rp 3.231.718.000.000,00. Selain FCFF, dalam mencari APV dibutuhkan ITS yang didapat dari perkalian antar beban bunga dengan tingkat pajak yang menghasilkan nilai ITS sebesar Rp 249.400.000.000,00. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 13 sebagai berikut: Tabel 13. Komposisi Nilai Perusahaan dengan metode APV Skenario (dalam Jutaan) Present Value of Free Cash Flow 3.231.718 PV Interest Tax Shield (ITS) 249.400 Adjused Present Value (APV)) 3.481.118 Berdasarkan hasil perhitungan APV, dapat dilihat dengan adanya penambahan hutang jangka panjang pada struktur modal mengakibatkan adanya penambahan nilai perusahaan yang diperoleh dari ITS. Beban bunga atas hutang perusahaan dalam ITS merupakan suatu pengurang pajak yang sering dikenal dengan istilah tax deductible, pengurang pajak ini merupakan sisi positif dari adanya hutang. 4.6
Optimasi Struktur Modal Optimasi struktur modal pada industri ini mengacu pembahasan pada metodologi penelitian. Menurut Stephen A. Ross menyatakan bahwa perusahaan manufaktur memiliki komposisi hutang jangka panjang antara 0%-50%. Banyak studi yang menyatakan bahwa cost of capital akan minimum dalam kondisi 1:2. Namun dalam studi literatur menyatakan bahwa struktur modal yang optimal ketika nilai WACC yang minimum. Nilai WACC ini bergantung pada biaya hutang dan biaya ekuitas. Oleh karena itu, analisis optimasi struktur modal dilakukan dengan memilih nilai WACC. Mekanisme biaya hutang dan ekuitas dalam menentukan WACC dapat diihat sebagai berikut: 1.
Nilai hutang jangka panjang bernilai D/(D+E) yaitu 0,56.
65
2.
Nilai beta dengan kondisi berhutang yaitu sebesar βel = 0,87248(1+(1-0,25)(0,56)) = 1,2389
3.
Biaya ekuitas diperhitungkan dengan metode CAPM sebesar re = 6,56% + 1,2389(9,13%) = 17,87%.
4.
Dengan rating AA maka biaya hutang sebesar 5,67%.
5.
Biaya ekuitas saat kondisi tanpa hutang yaitu sebesar 6,58%%. Seperti halnya perhitungan diatas, akan diulang untuk tingkat
D/D+E yang bervariasi dari 10%-90%. Hal ini akan mengakibatkan perubahan pada nilai beta dan berdampak pada perubahan nilai biaya ekuitas. Begitu pula yang terjadi apabila hutang mengalami perubahan maka akan mengakibatkan perubahan pada interest coverage ratio, yang mempengaruhi perubahan rating perusahaan. Oleh karena itu, perubahan biaya ekuitas dan biaya hutang akan mengakibatkan perubahan pada nilai WACC. Data yang akan digunakan dalam analisis optimasi struktur modal bersumber dari performa laporan keuangan dan hasil analisis valuasi perusahaan. Dasar tahun yang digunakan dalam analisis optimasi struktur modal yaitu tahun 2010 dan untuk melihat optimasi pada skenario digunakan rencana jangka panjang tahun 2013. EBITDA yang diperoleh dari hasil perhitungan untuk tahun 2010 sebesar Rp 3.097.363.856.000,00. Pokok-pokok hasil optimasi struktur modal tahun 2010 diperlihatkan pada tabel 14 dan pada lampiran 14. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diperoleh WACC dari berbagai tingkat persentase hutang. Dapat disimpulkan WACC minimum terjadi disaat kondisi hutang sebesar 20% yang menghasilkan WACC minimum sebesar 5,04%. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel dapat terlihat ketika rasio hutang sebesar 0% atau kondisi tanpa hutang maka menghasilkan firm value sebesar Rp 23.860.201.838.000,00. Dengan menggunakan tingkat
hutang
10%
30.919.261.795.000,00.
nilai
perusahaan
Sedangkan
dengan
meningkat
mejadi
menggunakan
Rp
analisis
optimasi struktur modal mendapatkan nilai WACC minimum pada tingkat hutang sebesar 20% dengan nilai WACC sebesar 5.06% yang
66
menghasilkan nilai perusahaan paling optimal diantara tingkat hutang lainnya yaitu sebesar Rp 31.288.968.478.000,00. Hal ini menggambarkan bahwa nilai WACC yang minimum akan meningkatkan nilai perusahaan. Tabel 14. Optimasi Struktur Modal PT Pusri (Persero) Tahun 2010 Debt Cost of Bond Cost Of Firm Ratio Beta Equity Rating Debt WACC Value(Ribuan) 0% 1,38% 6,64% AAA 5,48% 6,64% 23.860.201.838 10% 0,95% 6,65% AAA 5,48% 5,12% 30.919.261.795 A+ 20% 1,04% 6,65% 6,05% 5,06% 31.288.968.478 30% 1,15% 6,67% A6,42% 5,15% 30.753.776.833 40% 1,31% 6,68% BBB 6,61% 5,20% 30.452.620.541 50% 1,53% 6,70% BB 7,55% 5,78% 27.400.817.026 60% 1,85% 6,73% B+ 8,48% 6,40% 24.757.841.064 70% 2,40% 6,78% B 9,80% 7,30% 21.713.247.808 80% 3,49% 6,88% B10,92% 8,09% 19.591.911.408 90% 6,76% 7,18% B10,92% 8,12% 19.521.814.298 Sumber : Hasil perhitungan optimasi struktur modal PT Pusri.
Tingkat
hutang
10%
yang
ditingkatkan
menjadi
20%
mengakibatkan terjadi peningkatan nilai perusahaan sebesar 1.20% atau setara dengan peningkatan sebesar Rp 369.706.683.000,00. Namun kondisi persentase hutang dibanding ekuitas saat ini yang dijalankan oleh PT Pusri sebesar 36%, tingkat hutang ini lebih tinggi dari tingkat hutang pada analisis struktur modal. Dapat terlihat dengan menggunakan tingkat hutang 36% mendapatkan nilai Rp 30.573.083.058.000,00, nilai ini diperoleh dengan menggunakan interpolasi. Dibandingkan dengan tingkat hutang 20%, tingkat hutang 36% menyebabkan terjadinya penurunan nilai perusahaan sebesar 2,29% atau setara dengan penurunan nilai perusahaan sebesar Rp 715.885.420.000,00 dan terus menurun apabila tingkat hutang ditingkatkan menjadi 40%. Apabila PT Pusri menurunkan tingkat hutangnya menjadi 20% maka akan menyebabkan peningkatan nilai perusahaan sebesar 2,34%. Pada skenario yang telah dipaparkan sebelumnya akan dianalisis struktur modal yang optimal bagi proyek yang akan dilaksanakan yaitu proyek pengembangan tahun 2013. Hasil perhitungan optimasi struktur
67
modal secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 15 atau pada Tabel 15 sebagai berikut: Tabel 15. Optimasi Struktur Modal PT Pusri (Persero) Tahun 2013 Debt Cost of Bond Cost Of Ratio Beta Equity Rating Debt WACC 0% 0,87% 6,58% AAA 5,48% 6,64% 10% 0,95% 6,58% AAA 5,48% 5,46% 20% 1,04% 6,65% A+ 6,05% 5,30% 30% 1,15% 6,67% A6,42% 5,32% 40% 1,31% 6,68% BBB 6,61% 5,34% 50% 1,53% 6,70% BB 7,55% 5,85% 60% 1,85% 6,73% B+ 8,48% 6,42% 70% 2,40% 6,78% B 9,80% 7,27% 80% 3,49% 6,88% B- 10,92% 8,02% 90% 6,76% 7,18% B- 10,92% 8,07%
Firm Value(Ribuan) 78.065.270.073 94.939.830.491 97.752.501.791 97.354.689.253 97.096.141.777 88.563.408.139 80.724.220.894 71.338.608.231 64.612.933.899 64.240.242.390
Sumber : Hasil perhitungan optimasi struktur modal PT Pusri.
Dari hasil perhitungan optimasi struktur modal sebelumnya diperoleh kompposisi tingkat hutang 20% dan ekuitas 80%. Dengan tingkat hutang 20% akan menghasilkan WACC minimum sebesar 5,30% dan
menghasilkan
nilai
perusahaan
maksimal
sebesar
Rp
97.752.501.791.000,00. Pada skenario yang akan dijalankan PT Pusri, rencana hutang yang akan digunakan sebesar 62,76% atau melebihi tingkat hutang sebesar 60%. Terlihat pada hasil
perhitungan tingkat
hutang 62,76%
memberikan nilai perusahaan sebesar Rp 78.133.791.799.000,00. Apabila dibandingkan dengan tingkat hutang 20%, nilai perusahaan akan meningkat sebesar 25,11%. Peningkatan yang telihat dari persentase cukup besar, melebihi dari 20% dan apabila dilihat dari nilai perusahaan terjadi peningkatan sebesar Rp 19.618.709.992.000,00. Peningkatan pada nilai perusahaan sangat signifikan mencapai 20 triliyun rupiah, hal ini dapat meningkatkan performa perusahaan kedepan agar lebih efisien dan efektif, serta diharapkan dapat meningkatkan keuntungan perusahaan kedepannya. Hasil perbandingan sebelum dilakukan optimasi struktur modal dan dengan dilakukannya optimasi struktur modal dapat dilihat pada tabel 16.
68
Tabel 16. Perbandingan Sebelum Optimasi dan Sesudah Optimasi Struktur Modal Tahun
Sebelum Optimasi Debt Ratio
WACC
Firm Value(Ribuan)
Debt Ratio
Dengan Optimasi Firm WACC Value(Ribuan)
Gap Nilai Perusahaan
2010‟
36%
5,18%
30.573.083.058
20%
5,06%
31.288.968.478
715.885.420
2011”
8,69%
6,31%
58.219.233.867
40%
5,96%
61.610.044.498
3.390.810.631
2012*
66,22%
6,94%
56.080.641.914
20%
5,34%
72.605.904.424
16.525.262.511
2013*
62,76%
6,65%
78.133.791.799
20%
5,30%
97.752.501.791
19.618.709.992
2014*
40%
5,36%
116.965.948.325
20%
5,34%
117.440.327.508
474.379.183
2015*
41,99%
5,36%
98.338.394.440
20%
5,16%
102.131.086.418
3.792.691.978
Keterangan: „ : Tahun dasar “ : Laporan Anaudited * : Rencana Perusahaan Berdasarkan pada hasil perhitungan diperoleh perbandingan WACC dan nilai perusahaan yang diterapkan oleh PT Pusri (sebelum optimasi) dan apabila diterapkan optimasi. Terlihat rata-rata tingkat hutang yang sebaiknya digunakan oleh PT Pusri adalah pada tingkat hutang sebesar 20%. karena menghasilkan biaya modal yang minimum sehingga berdampak pada peningkatan nilai perusahaan. Selain itu. rencana pengembangan yang dilakukan PT Pusri tahun 2012-2015 menggunakan tingkat hutang yang cukup tinggi. hal ini dapat membahayakan kondisi atau kesehatan likuiditas dan solvabilitas perusahaan. Analisis optimasi struktur modal dalam penelitian ini dapat sangat berarti bagi perusahaan dalam aktivitas operasi maupun keputusan investasi kedepannya. 4.7
Implikasi Manajerial Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka. rekapitulasi hasil dapat dilihat pada tabel 17. Dari hasil analisis rasio. sebaiknya perusahaan lebih gencar lagi dalam meningkatkan penjualan sehingga dapat meningkatkan laba
perusahaan.
Selain
itu
juga
peningkatan
penjualan
dapat
meningkatkan perputaran aktiva. Dalam pencapaian peningkatan laba perusahaan maka perusahaan dapat melakukan perbaikan pada kinerjanya melalui pengurangan biaya yang dikeluarkan dan juga harus mampu memanfaatkan aktiva yang dimiliki perusahaan dengan efektif dan efisien.
69
Dari hasil analisis optimasi struktur modal maka yang perlu dilakukan oleh perusahaan adalah harus berhati-hati dalam menetapkan tingkat hutang yang melebihi batasan hutang jangka panjang untuk industri manufaktur yang berkisar antara 0%-50%. Karena dapat mengakibatkan ketidakstabilan kondisi keuangan yang diakibatkan oleh tingginya beban bunga. Penurunan leverage kearah rasio hutang dan total asset pada tahun 2013 sebesar 20% sebaiknya dilakukan secara bertahap bersamaan dengan pelaksanaan investasi. Hal ini diperlukan untuk mengamankan resiko apabila kondisi sesuai dengan yang diasumsikan dalam perhitungan optimasi struktur modal. Penerapan optimasi struktur modal bersamaan dengan pelaksanaan proyek akan membuat perusahaan mendapatkan keuntungan ganda yaitu benefit proyek dan value perusahaan dari hasil optimasi struktur modal. Optimasi struktur modal PT Pusri menunjukkan bahwa perusahaan masih berpeluang untuk menghimpun sumber dana baik karena kemampuan pembayaran hutang yang cukup tinggi dimasa mendatang. maupun untuk peningkatan value perusahaan dari optimasi struktur modal. Kekurangan dana kebutuhan investasi sebesar 42.76% sebaiknya menggunakan ekuitas atau modal sendiri. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan modal sendiri diantaranya melakukan kapitalisasi laba ditahan. divestasi. joint venture. go public. dan lain-lain. Kekurangan dana tidak ditutupi dengan menggunakan hutang. hal ini dikarenakan agar tercapainya optimasi nilai perusahaan. Optimasi terjadi ketika tingkat hutang berbanding dengan tingkat ekuitas sebesar 20%:80%. Dalam penetapan penggunaan hutang. perusahaan harus memperhatikan
kesehatan
likuiditas
perusahaan
atau
kemampuan
perusahaan dalam mengembalikan hutang tersebut. karena dengan tingkat likuiditas yang baik akan memberikan kepercayaan kepada kreditur atau investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan.
70
Tabel 17. Rekapitulasi Hasil Studi No
Alat Analisis
Pembahasan
1
Analisis
Rasio
Rasio lancar dan rasio cepat mengalami
Rasio
Likuiditas
perbaikan hampir setiap tahunnya terlihat dari peningkatan walaupun
yang pada
terjadi
tahun
setiap
2008
tahun
mengalami
penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan
mampu
meningkatkan
kemampuannya dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio
Perputaran persediaan mengalami fluktuasi
Aktivitas
pada
tahun
2006-2010.
hal
ini
menggambarkan ketidakstabilan perusahaan dalam
mengelola
persediaannya.
Pada
Perputaran aktiva tetap dan perputaran total persediaan. perusahaan mengalami penurunan kinerja pada tahun 2009 dan 2010. Kondisi rasio aktivitas tergolong kurang baik. Rasio
Dilihat dari nilai DER. ekuitas perusahaan
Solvabilitas
yang dijadikan sebagai hutang semakin menurun. hal ini menggambarkan kondisi yang membaik. Sedangkan dari rasio hutang dapat tergolong baik karena mengalami penurunan.
Rasio
Perusahaan kembali
Profitabilitas
margin labanya pada tahun 2010. Sedangkan efektivitas
perusahaan
investasi
dan
dapat
meningkatkan
dalam
ekuitasnya
mengelola mengalami
penurunan yang tidak terlalu signifikan. namun masih berada dalam batas normal. Sehingga rasio profitabilitas tergolong baik.
71
Lanjutan Tabel 17. 2 Analisis Tren
Hasil analisis tren pada modal. kewajiban jangka panjang. dan laba bersih memiliki kecenderungan yang meningkat. Walaupun pada kewajiban jangka panajang cukup berfluktuasi.
3
Analisis
Korelasi
Regresi
& Pada analisis korelasi menunjukkan adanya hubungan anatar variabel kewajiban jangka panjang dengan profitabilitas terlihat pada nilai r sebesar 0.890. nilai r-square mendekati satu maka kedua variabel memiliki hubungan yang positif. Sedangkan pada analisis regresi mneunjukkan adanya pengaruh antara variabel kewajiban jangka panjang dengan profitabilitas terlihat dari nilai p-value 0.043 yang lebih kecil dari taraf nyata. dan juga memiliki tingkat keeratan sebesar 72.35%.
4
Analisis Valuasi
Rata-rata nilai perusahaan dari tahun 20062010 dengan menggunakan metode FCFF sebesar Rp 732.421.399.000.00. sedangkan dengan
metode
APV
diperoleh
nilai
perusahaan sebesar Rp 933.827.133.000.00. Nilai
perusahaan
pada
skenario
pengembangan usaha holding dan anak perusahaan tahun 2013 didapatlah nilai perusahaan dengan metode APV sebesar Rp 3.481.118.000.000.00. perusahaan
dengan
Sedangakan
nilai
menggunakan
FCFF
sebesar Rp 3.231.718.000.000.00.
72
Lanjutan Tabel 17. 5 Analisis Struktur Modal
Optimasi Pada tahun 2010 perusahaan menggunakan tingkat hutang sebesar 36%. tingkat hutang ini lebih tinggi dari tingkat hutang hasil analisis struktur modal yaitu 20% yang menghasilkan nilai
perusahaan
sebesar
31.288.968.478.000.00. perusahaan
Rp
Dengan
mengalami
demikian
penurunan
nilai
perusahaan mencapai 2.29%. Analisis
optimasi
yang
dilakukan
pada
skenario tahun 2013 menggunakan tingkat hutang optimal sebesar 20% dan ekuitas sebesar
80%.
perusahaan
akan optimal
97.752.501.791.000.00 yang
akan
menghasilkan sebesar sedangkan
dilakukan
oleh
nilai Rp
rencana
PT
Pusri
menggunakan tingkat hutang 62.76%. akan mengakibatkan penurunan nilai perusahaan sebesar 20.07%. Rata-rata tingkat hutang yang sebaiknya digunakan oleh PT Pusri adalah pada tingkat hutang sebesar 20%. karena menghasilkan biaya modal yang minimum sehingga berdampak pada peningkatan nilai perusahaan.
Selain
itu.
rencana
pengembangan yang dilakukan PT Pusri tahun 2012-2015 menggunakan tingkat hutang yang cukup tinggi. hal ini dapat membahayakan kondisi
atau
kesehatan
solvabilitas perusahaan.
likuiditas
dan