DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Data-Data Penelitian Periode 2001-2011 ........... A-1 Lampiran B Daftar Pertanyaan Wawancara .............................B-1 Lampiran C Pembuatan Scatter Plot dan Penentuan Representasi ...............................................................................................C-1 Lampiran D Daftar Fuzzy Set Untu 50 Set Variabel Penelitian D-1
xxi
Halaman ini sengaja dikosongkan.
xxii
1. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan hal-hal yang melatarbelakangi pentingnya tugas akhir, tujuan, permasalahan, batasan masalah, metodologi serta sistematika penulisan tugas akhir sehingga gambaran umum permasalahan dan pemecahan yang diambil dapat dipahami dengan baik.
1.1
Latar Belakang
Penduduk Indonesia sebesar 257 juta jiwa mengkonsumsi beras perhari sekurang-kurangnya 56 juta ton (Bulog, 2012). Fakta tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara pengkonsumsi beras tertinggi di dunia. Namun, tingginya konsumsi beras dan peningkatan besarnya jumlah penduduk Indonesia nyatanya tidak diimbangi produktivitas petani tanaman pangan. Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan penyediaan pangan nasional yang berasal dari import cenderung meningkat dan eksport menurun. Untuk mengatasinya, pemerintah Indonesia semakin giat menerapkan langkah-langkah kebijakan, salah satunya kebijakan berbagai harga komoditas pertanian terutama beras. Kebijakan kenaikan harga beras sebagai komoditas pangan merupakan upaya dalam meningkatkan produktivitas petani dan memenuhi ketahanan pangan. Ketahanan pangan memang tercipta tetapi naiknya harga beras relatif tidak membawa keuntungan bagi petani. Nilai tambah kondisi membaiknya harga beras justru banyak dinikmati kaum pedagang. Penelitian Analisis Rantai Pemasaran Beras Organik dan Konvensional (Surono, 2003) menunjukkan bahwa pihak yang paling banyak mengambil keuntungan dalam rantai perdagangan beras adalah pengusaha penggilingan (huller), pedagang besar dan pedagang pengecer. Keadaaan yang lebih memprihatinkan yaitu sejak program Raskin 1
2 diluncurkan pemerintah, petani merupakan pihak yang paling banyak menjadi penerima tetap Raskin. Keberadaan tengkulak yang telah berakar dalam sistem perdagangan komoditas pertanian Indonesia turut pula menambah derita petani. Berbeda dengan sistem perdagangan di beberapa negara lain yang menggunakan sistem bursa, di Indonesia para tengkulak cenderung menentukan harga sepihak yang kurang menguntungkan petani. Perbedaaan signifikan marjinal pemasaran diantara harga jual produsen petani dan harga jual para pelaku pemasaran tersebut menyebabkan nilai tukar petani menjadi rendah. Berfokus terhadap perlindungan terhadap para petani dari sistem perdagangan tidak adil maka analisis pembentukan harga beras untuk menaikkan nilai tukar dilakukan. Nilai Tukar Petani (NTP) adalah ratio indeks harga diterima petani terhadap indeks harga dibayar petani dinyatakan dalam persentase (BPS, 2003). Nilai NTP diatas 100 mengindikasikan kesejahteraan tercapai sedangkan nilai NTP dibawah 100 mengindikasikan kurangnya kesejahteraan petani. Fluktuasi harga yang berjalan cukup cepat juga menjadi permasalahan cukup serius. Adanya fluktuasi menyebabkan perlunya analisis untuk menemukan kondisi paling berpengaruh terhadap perubahan harga. Secara konsep, metode Fuzzy Cognitive Maps (FCM) dapat mendefinisikan fluktuasi beras sebagai hubungan kausal antarvariabel yang bersifat uncertain dengan matriks dan diagram, dengan begitu berbagai kondisi yang berpengaruh dapat dijadikan input dalam prediksi. Keterlibatan FCM dalam menyediakan relasi sebab-akibat juga dapat menghasilkan siklus berkesinambungan terhadap pola pembentukan harga beras kemudian menghasilkan mekanisme feedback dalam konsep what if. Mekanisme tersebut dapat membantu dalam melakukan prediksi harga yang bertujuan untuk mendukung kesejahteraan petani dimana faktor-faktor yang dibentuk menjadi peta cognitive akan dibuatkan skenarionya yang
3 bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan alternatif kebijakan harga dengan mempertimbangkan kesejahteraan petani. Model FCM menyatakan data-data penelitian yang diperoleh sebagai variabel fuzzy dengan interval keanggotaan fuzzy yang sesuai dan knowledge expert dari beberapa ahli dalam membentuk hubungan pola pembentukan harga beras kedalam bobot causal yang reliable. Dengan ini, penggunaan FCM dengan memasukkan variabel linguistik mampu meningkatkan kualitas prediksi harga dibandingkan teknik prediksi lain yang biasa digunakan. Sebelumnya model dari FCM dibentuk berdasarkan hasil analisis regresi berganda, dimana metode ini sangat bermanfaat untuk mengetahui seberapa besar ketergantungan fungsional diantara variabel penelitian yang kemudian membentuk model FCM. Prediksi harga beras yang dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa variabel penelitian berpengaruh berdasarkan analisis regresi berganda akan memberikan masukan yang bisa diandalkan dalam konstruksi model FCM. Dalam implementasinya, FCM banyak dipelajari dan diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu sebagai metode yang mudah digunakan untuk pengambilan keputusan sebuah sistem kompleks, diantaranya di bidang kedokteran yang digunakan dalam menganalisis karakteristik penyakit tumor otak (Papageorgiou et al, 2003), di bidang ekonomi manajemen untuk menganalisis dan mengevaluasi sistem dinamika kepercayaan perusahaan (Wei et al, 2008), dibidang industri untuk menentukan pola kegagalan dan analisis efektifitas didalam proses industri (Kardaras, 1997) serta di beberapa area riset lain seperti sistem informasi geografis (Z. Q. Liu dan R. Satur, 2003) dan sistem kontrol (C. D. Stylios dan P. P. Groumpos, 1999). Karya-karya penelitian mengenai FCM memang telah banyak dilakukan, namun sangat sedikit penelitian yang digunakan dalam memprediksi harga. Oleh karena itu, pada tugas akhir ini penulis dapat sedikit melengkapi penelitian-penelitian yang telah ada
4 serta menjadi bahan referensi yang bisa dipakai dalam pengembangan implementasi selanjutnya. Berdasarkan metode tersebut, implementasi algoritma fuzzy cognitive maps pada tugas akhir ini akan menghasilkan prediksi harga berdasarkan faktor-faktor berpengaruh untuk dapat membantu petani dalam mengurangi besarnya margin pemasaran dan membantu Dinas Pertanian melalui informasi relevan yang dapat berguna untuk merumuskan kebijakan harga kearah yang lebih baik. Selanjutnya pula dibuatkan skenariosasi prediksi harga beras yang tepat dengan mempertimbangkan ratio NTP sehingga kesejahteraan petani tercapai.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan pada bab sebelumnya, sehingga perumusan masalah yang akan diangkat dalam tugas akhir ini meliputi: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga beras. 2. Bagaimana pola pembentukan harga beras. 3. Bagaimana prediksi atau proyeksi harga beras dimasa mendatang sehingga kesejahteraan petani dapat tercapai berdasarkan nilai NTP.
1.3
Tujuan
Tujuan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Menghasilkan mekanisme pola pembentukan harga beras yang diperoleh dengan menganalisis fluktuasi harganya. 2. Menghasilkan prediksi harga jual beras dimasa mendatang yang relevan dengan kesejahteraan petani berdasarkan nilai NTP.
1.4
Batasan Masalah
Batasan masalah yang digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini yaitu:
5 1.
2.
1.5
Prediksi harga beras tidak mencakup perbaikan infrastruktur pertanian, seperti perbaikan jaringan irigasi, jalan usaha tani, penggunaan teknologi yang ramah lingkungan serta infrastruktur pedesaan lainnya dalam upaya perbaikan produktivitas tani melainkan mencakup komponen penawaran, permintaan, marjin pemasaran, pengelolaan stok, impor, ekspor dan pendapatan petani yang berpengaruh dari penentuan prediksi harga beras yang dicari. Harga beras yang diprediksi dilakukan berdasarkan hasil pengumpulan data dari Dinas Pertanian Surabaya Provinsi Jawa Timur.
Manfaat
Manfaat yang diberikan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi pengguna akhir, tugas akhir ini diharapkan dapat dipakai oleh petani sebagai bahan referensi dalam upaya meningkatkan NTP dan menentukan harga beras yang tepat sehingga petani dapat terhindar dari sistem perdagangan tidak adil. 2. Bagi Dinas Pertanian Surabaya, diharapkan dapat memberikan informasi untuk menyusun perencanaan dan pengambilan keputusan dalam upaya mengatasi masalah perberasan nasional khususnya harga beras pada masa yang akan datang. 3. Bagi pembaca, diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk tugas akhir mengenai fuzzy cognitive maps yang dapat dilakukan dibidang pertanian maupun di bidang lainnya.
1.6
Sistematika Penulisan
Uraian sistematika penulisan pada tugas akhir ini bertujuan agar perancangan dan pembuatan perangkat lunak yang dibahas
6 menjadi mudah dipahami, jelas dan sistematis untuk tiap-tiap subbab bahasan. BAB I - PENDAHULUAN Bab ini berisi gambaran umum yang membahas latar belakang, permasalahan yang dihadapi, tujuan yang akan dicapai, perumusan masalah, dan juga batasan-batasan pengerjaan tugas akhir. BAB II - DASAR TEORI Pada bagian ini akan dikemukakan teori-teori yang mendasari pelaksanaan tugas akhir meliputi Pertanian Beras Indonesia, Kebijakan Harga Beras, Pembentukan Harga Komoditas Pertanian, Nilai Tukar Petani, Analisis Regresi Berganda, Logika Fuzzy, Peta Kognitif, dan Fuzzy Cognitive Maps BAB III - METODOLOGI PENELITIAN Bab ini mendeskripsikan sistem secara umum, yang terdiri dari tahapan-tahapan dalam pengerjaan tugas akhir meliputi pengumpulan dan analisis data, pembuatan peta cognitive, implementasi fuzzy cognitive maps, perancangan dengan tool hingga tahap validasi dan verifikasi. BAB IV - ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi analisis terhadap data-data yang telah dikumpulkan. Pengolahan analisa tersebut meliputi analisis menggunakan metode Regresi Berganda serta pemodelan dan perhitungan menggunakan fuzzy cognitive maps. BAB V - UJI COBA DAN SKENARIOSASI Pada bagian ini akan dibahas mengenai uji coba penggunaan fuzzy cognitive maps yang telah dibuat dengan membandingkan hasil prediksi tersebut dengan data aktual dengan standar validasi yang digunakan adalah dengan menghitung nilai MSE (Mean Squared Error) dan standar deviasi yang kemudian bisa
7 dibandingkan secara tren hasil peramalan dengan data aktual yang ada. Selanjutnya dibuatkan skenariosasi untuk memperoleh hasil sesuai tujuan yang diharapkan yaitu meningkatkan kesejahteraan petani berdasarkan nilai NTPnya. BAB VI - KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan yang diambil dari hasil keseluruhan proses pengerjaan tugas akhir dan saran yang dilakukan untuk pengembangan selanjutnya.
8 Halaman ini sengaja dikosongkan.
2. BAB II DASAR TEORI
Pada bab ini akan diuraikan mengenai dasar-dasar teori yang digunakan dalam pengerjaan tugas akhir. Teori yang akan dibahas yaitu Pertanian Beras Indonesia, Kebijakan Harga Beras, Pembentukan Harga Komoditas Pertanian, Nilai Tukar Petani, Analisis Regresi Berganda, Logika Fuzzy, Peta Kognitif, dan Fuzzy Cognitive Maps.
2.1
Pertanian Beras Indonesia
Pertanian beras Indonesia dipertimbangkan sebagai salah satu pertanian yang rentan produktivitasnya sebab konsumsi beras penduduk Indonesia perkapita pertahun rata-rata menaik. Secara Internasional, Indonesia masuk kedalam tiga jajaran konsumsi beras terbesar didunia setelah Cina dan India. Konsumsi beras yang tinggi menuntut pemerintah melaksanakan kebijakan harga dan upaya-upaya peningkatan produksi pertanian. Pada tahun 2012 saat ini, pemerintah Indonesia cukup memberikan perhatian untuk memberikan subsidi baik secara langsung maupun tidak langsung kepada para petani Indonesia. Secara umum produksi beras Jawa Timur (menurut catatan Dinas Pertanian Surabaya) sejak tahun 2009 selalu mengalami kenaikan hingga tahun 2012. Terutama tahun 2012, pemerintah sangat memperhatikan kondisi pertanian beras Indonesia, dibuktikan dengan semakin giatnya insentif pertanian yang dilakukan dan kebijakan tersebut juga terus membaik dari tahun ke tahun. Produksi tanaman padi menurut catatan Dinas Pertanian Surabaya pada tahun 2009 hingga tahun 2011, kuantitasnya dapat digambarkan melalui grafik 2.1 dan tabel 2.1. 9
10
Grafik 2.1 Data Area, Produktivitas dan Produksi Padi Tahun 2009- 2011 Tabel 2.1 Data Area, Produktivitas dan Produksi Padi
Tahun 2009 2010 2011
Areal (ha) 11512 11500 11487
Padi Produktivitas (ton/ha) 4387 4404 4423
Produksi (ton) 50507 50649 50803
Sumber: Dinas Pertanian Surabaya (diolah)
2.1.1 Kondisi Pasar Beras Indonesia Pasar beras Indonesia amat besar dan perubahan harga yang terjadi hampir tidak menyebabkan perubahan jumlah permintaan konsumennya. Pasar beras Indonesia menjadi pasar empuk produsen beras (eksportir) disebabkan kebutuhannya yang meningkat. Sejatinya Indonesia yang dahulu telah berhasil berswasembada beras namun pada dekade berikutnya menjadi negara pengimport dengan kuantitas yang cukup besar merupakan fakta yang sangat disayangkan. Harga beras Indonesia di pasar domestik dipengaruhi para pedagang terutama pedagang besar, tengkulak serta penggilingan
11 padi. Jumlah tengkulak diIndonesia amat besar, hal ini menyebabkan kerugian. Tengkulak memiliki keahlian membaca pangsa pasar sehingga dapat memperkirakan berapa kebutuhan konsumsi saat itu, kemudian dengan cepat meminimalkan harga beras yang harus ditawarkan untuk petani. Adapun perkembangan harga beras Indonesia perbulannya cukup fluktuatif sebab juga dipengaruhi oleh jumlah permintaan beras dan nilai tukar mata uang rupiah terhadap US$. Hal tersebut digambarkan melalui grafik perkembangan harga beras mulai tahun 2009 hingga tahun 2011 pada grafik 2.2.
Grafik 2.2 Perkembangan Harga Beras Perbulan Periode 2009-2011 Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur (diolah)
2.1.2 Impor Beras Indonesia Indonesia menjadi net importir beras sejak lama. Perilaku impor beras mula-mula dilakukan Bulog dalam rangka memenuhi kebutuhan beras dalam negeri akan tetapi sejak dikeluarkannya kebijakan pemerintah mengenai penghapusan monopoli impor beras oleh Bulog maka pihak swasta hingga kini dapat mengimpor beras dengan bebas mulai tahun 1998.
12 Impor dan tarif impor beras di Indonesia terus berlangsung hingga kini. Pemberlakuan tarif impor pangan sebenarnya menguntungkan produsen domestik, karena dengan tarif impor maka harga impor komoditas pertanian sejenis cenderung lebih mahal dibandingkan harga domestik. Pemberlakuan tarif impor akan menyebabkan kenaikan harga produk di negara importir, penurunan konsumsi, peningkatan produksi, penurunan volume impor dan adanya penerimaan pemerintah yang berasal dari tarif impor tersebut. Indonesia terus berusaha mendorong peningkatan produksi beras dalam negeri dan mengelola stok beras nasional untuk tujuan emerjensi dan stabilisasi harga. Hal ini dibuktikan dengan keadaaan dua tahun terakhir ini, Indonesia hampir 100% berswasembada beras. Pemerintahpun melemparkan sinyal bahwa impor beras akan dihentikan dan hanya akan melakukan impor manakala ketersediaan beras dalam negeri yang dikelola oleh Bulog tidak mencukupi. 2.1.3 Ekspor Beras Indonesia Negara pengeksport beras terbesar didunia adalah Thailand, Vietnam, US dan Inggris. Negara-negara di Asia masih tetap mendominasi dalam bidang produksi, konsumsi, dan perdagangan beras dunia dengan menduduki peran hampir 91% dari total produksi padi dunia. Secara statistik, Indonesia adalah negara penghasil beras terbesar ketiga setelah Cina (30%) dan India (21%) dan juga menjadi negara pengekspor beras. Kedua negara lainnya merupakan negara net eksportir beras tetapi tidak begitu halnya dengan Indonesia. Indonesia menjadi negara importir sejak tahun 1980an, walaupun agaknya keadaaan sudah menjadi sedikit berbeda karena sekarang pemerintah Indonesia semakin giat mendorong kebijakan peningkatan produksi dan pengelolaan stok beras nasional.
13
2.2
Kebijakan Harga Beras
Kebijakan harga beras dilakukan dalam upaya melindungi ketersediaan pangan. Hampir semua negara baik eksportir maupun importir beras mensubsidi petani mereka dalam berbagai cara mulai dari jaminan harga, subsidi secara langsung dan tidak langsung serta berbagai tipe lainnya. Kebijakan pemerintah yang menonjol pada komoditas padi yaitu kebijakan harga yang berguna untuk stabilisasi harga dalam negeri dan perdagangan. Harga beras pada batas bawah dikendalikan oleh harga dasar (floor price) dan pada batas atas dengan harga batas tertinggi (ceiling price). Untuk Harga Dasar Gabah dan harga Pembelian Pemerintah, perbedaan kebijakan harga tersebut dapat dilihat pada ilustrasi gambar 2.1.
Gambar 2.1 Kurva Pembentukan Harga Dasar Gabah dan Harga Dasar Pembelian Pemerintah
2.2.1 Kebijakan Harga di Beberapa Negara Perdagangan beras dunia memang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Kebijakan harga yang diterapkan tiap negara mengacu pada inti bagaimana meningkatkan produktivitas dan
14 efisiensi, serta mengurangi secara signifikan tingkat kehilangan hasil padi atau beras. Negara-negara di kawasan Asia yang paling banyak memproduksi beras adalah Thailand dan Vietnam sedangkan perdagangan beras 80% dikuasai oleh 6 negara yaitu Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, Pakistan, Cina dan Myanmar. Negara-negara eksportir terbesar terutama Vietnam, Thailand dan India merupakan negara yang mempertahankan kebijakan pembatasan ekspor beras dengan tegas manakala produksi dan stok beras dalam negeri merosot tajam serta stabilitas harga terancam naik. 2.2.2 Kebijakan Harga Beras di Indonesia Harga beras dibeberapa negara memang berbeda, untuk Indonesia, kebijakan harganya sebagian besar dipegang oleh pemerintah sendiri (Anjak, 2010). Dalam upaya mewujudkan stabilitas harga beras, instrumen kebijakan harga yang diterapkan pemerintah adalah kebijakan harga dasar dan harga maksimum, yang selanjutnya konsep harga dasar disesuaikan menjadi harga pembelian pemerintah (HPP). Esensi dari penerapan HPP yaitu untuk memberikan insentif bagi para petani padi dengan cara memberikan jaminan harga diatas harga keseimbangan (price market clearing) terutama pada saat panen raya. Kebijakan perberasan diawali pada tahun 2001 yang melahirkan instruksi perberasan Indonesia yang cukup komprehensif. Di tahun ini, pemerintah telah mengeluarkan harga beli gabah dan beras baru melalui Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2012 yang dijadikan dasar dalam pembuatan kebijakan harga dasar pembelian. Dengan adanya intervensi pemerintah dalam proses pembentukan harga beras diharapkan mampu menekan lajunya perkembangan harga beras yang semakin tidak bisa diprediksi, serta mampu menerapkan ketahanan nasional.
15
2.3
Pembentukan Harga Komoditas Pertanian
Studi empiris yang dilakukan oleh Deaton dan Laroque (1992), Chambers dan Bailey (1996) dan Tomek (2000) menyimpulkan dua faktor yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan harga komoditas pangan atau pertanian, yakni faktor produksi atau panen (harvest disturbance) dan faktor storage-inventory behavior. Kedua faktor inilah yang nantinya menjadi fokus utama dalam analisis fluktuasi dan prediksi harga beras. Harga beras memang memiliki keunikan tersendiri sehingga perlu kehati-hatian membuat prediksinya. Keunikan tersebut dikarenakan beras rentan terhadap adanya perubahan harga. Dalam penentuan kebijakan harga beras, untuk meningkatkan kesejahteraan para petani, harga beras perlu dinaikkan namun di sisi lain menaikkan harga beras akan membuat penduduk miskin tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Atau jika menginginkan kesejahteraan bahan pangan maka perlu memperbesar produktivitas dan mengurangi konsumsi. Namun perlu diingat bahwa untuk menggerakkan produktivitas petani saat sensistivitas pasar beras terhadap harga sangat rendah sama saja dengan menggiring petani kedalam zona kemiskinan. Faktor penawaran dan permintaan juga berperan dalam mempengaruhi harga beras. Faktor permintaan mempengaruhi harga dalam kondisi relatif lebih rendah dibandingkan faktor penawaran. Disaat permintaan tinggi, maka harga menaik. Hal ini disebabkan petani sebagai produsen tidak bisa serta-merta meningkatkan hasil produksinya ketika permintaan tinggi. Begitu pula konsumen juga tidak bisa mengurangi permintaannya walaupun harga menaik, sebab beras merupakan kebutuhan pokok utama. Karakteristik penawaran dan permintaan untuk komoditas pangan atau pertanian memang ‘unik’ karena keduanya cenderung bersifat inelastic terhadap perubahan harga. Kondisi
16 tersebut membuat harga komoditas menjadi sangat sensitif terhadap shock, baik dari sisi penawaran maupun permintaan, termasuk indirect shock yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap faktor lainnya seperti gangguan distribusi dan produktivitas (Prastowo, et al, 2008). Selain dipengaruhi faktor penawaran dan permintaan, harga komoditas juga dapat dipengaruhi oleh harga komoditas di pasar internasional sebab faktor ini menjadi dasar pemerintah dalam melakukan kebijakan penetapan harga komoditas pertanian daam negeri. Ilustrasi keempat faktor pokok yang mempengaruhi pembentukan harga komoditas pertanian dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Empat Faktor Pokok Pembentukan Harga Komoditas Pertanian
2.3.1 Model Siklus Faktor Permintaan Komoditas Beras Berdasarkan Tomek dan Robinson (1990), permintaan merupakan suatu fungsi yang menggambarkan kuantitas suatu komoditas yang mampu dan ingin dibeli oleh konsumen pada suatu tempat dan waktu tertentu pada berbagai tingkat harga ketika faktor lain tidak berubah. Permintaan dapat diekspresikan
17 dalam bentuk kurva, kurva permintaan merupakan hubungan antara jumlah barang yang diminta pada berbagai tingkat harga. Pada permintaan terdapat hukum permintaan yang berlereng menurun, dimana hal tersebut didefinisikan sebagai: “Apabila harga suatu komoditas naik (dan hal-hal lain tidak berubah), pembeli cenderung membeli lebih sedikit komoditi itu. Demikian pula apabila harga turun, hal-hal lain tetap, kuantitas yang diminta meningkat.” Ada beberapa kondisi elastisitas permintaan, diantaranya terdiri dari nilai elastisitas yang digambarkan melalui tabel 2.2. Tabel 2.2 Kondisi Elastisitas Permintaan
Nilai Elastisitas Ed > 1
Elastis
Ed = 1
Unitary Elastis
Ed < 1
Inelastis
Ed = 0
Inelastis Sempurna
Ed = ∞
Elastis Sempurna
Keterangan
Definisi Tingkat perubahan jumlah permintaan lebih besar dari perubahan tingkat harga Tingkat perubahan jumlah permintaan adalah sama dengan perubahan tingkat harga Tingkat perubahan jumlah permintaan lebih kecil dari perubahan tingkat harga Berapapun tingkat perubahan harga tidak mempengaruhi jumlah permintaan Tingkat perubahan jumlah permintaan tidak dipengaruhi oleh harga karena berapapun jumlah permintaan, harga komoditas tetap
18 Permintaan komoditi menunjukkan jumlah komoditi yang ingin dibeli untuk setiap tingkat harga. Harga suatu komoditas yang diminta atau barang komplemennya mempunyai hubungan negatif dengan permintaan, sedangkan harga barang substitusi, pendapatan konsumen, dan selera dapat meningkatkan permintaan, cateris paribus (Nicholson, 1999). Model siklus pemasaran beras di Surabaya secara umum diilustrasikan melalui gambar 2.3.
Gambar 2.3 Saluran Pemasaran Gabah/Beras di Surabaya (Wayan, 2005)
2.3.2 Model Siklus Faktor Penawaran Komoditas Beras Penawaran didefinisikan sebagai suatu hubungan statis yang menunjukkan berapa banyak suatu komoditas yang ditawarkan (untuk dijual) pada suatu tempat dan waktu tertentu pada berbagai tingkat harga ketika faktor lain tidak berubah (Tomek dan Robinson, 1990). Sebagaimana pada permintaan, pada penawaran juga berlaku hukum penawaran. Hukum penawaran yang berlereng menaik didefinisikan sebagai: “Apabila harga suatu komoditi naik (dan hal-hal lain tidak berubah), penawaran barang oleh produsen juga ikut naik. Demikian pula apabila harga turun, hal-hal lain tetap, kuantitas
19 yang ditawarkan juga menurun.” Beberapa kondisi elastisitas penawaran seperti tampak pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Kondisi Elastisitas Penawaran
Nilai Elastisitas Ed > 1
Keterangan Elastis
Ed = 1
Unitary Elastis
Ed < 1
Inelastis
Ed = 0
Inelastis Sempurna
Ed = ∞
Elastis Sempurna
Definisi Tingkat perubahan jumlah penawaran lebih besar dari perubahan tingkat harga Tingkat perubahan jumlah penawaran adalah sama dengan perubahan tingkat harga Tingkat perubahan jumlah penawaran lebih kecil dari perubahan tingkat harga Berapapun tingkat perubahan harga tidak mempengaruhi jumlah penawaran Tingkat perubahan jumlah penawaran tidak dipengaruhi oleh harga karena berapapun jumlah penawaran, harga komoditas tetap
Penawaran suatu komoditi menunjukkan jumlah komoditas yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditas adalah harga komoditas yang bersangkutan, harga faktor produksi, tingkat teknologi, pajak dan subsidi. Meningkatnya harga suatu komoditas akan meningkatkan jumlah penawaran. Berbeda dengan harga komoditas yang ditawarkan, peningkatan harga faktor produksi menyebabkan turunnya jumlah komoditas yang ditawarkan, yang biasanya disebut dengan konsep cateris pa ribus (Lipsey, 1995).
20
2.4
Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan rasio indeks harga terima petani terhadap indeks harga bayarnya dinyatakan dalam persentase. NTP yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan Farmer’s Term of Trade Indices telah diunggulkan oleh berbagai pihak dalam mengukur tingkat kesejahteraan petani. Indeks harga terima petani merupakan indeks harga dari berbagai komoditas hasil produksi pertanian (farm gate price) yang diterima petani pada tahun berlaku dengan harga tersebut pada tahun dasar, sedangkan indeks harga bayar petani sebagai indeks harga konsumen, merupakan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi petani serta biaya produksi yang dikeluarkan petani dalam memproduksi hasil pertanian (retail price). Menurut Badan Pusat Statistik, perhitungan NTP dapat diformulasikan pada rumus 2.1. NTP =
x 100
(2.1)
dalam hal ini: NTP = Nilai Tukar Petani, It = Indeks harga diterima petani, dan Ib = Indeks harga dibayar petani Berdasarkan formulasi diatas, ratio NTP mengandung tiga parameter nilai yaitu:
Apabila NTP > 100, berarti petani mengalami surplus karena harga yang diterima lebih besar dibandingkan harga yang dibayar. Apabila NTP bernilai 100, artinya petani mengalami breakeven point atau impas karena harga yang diterima oleh petani sama dengan harga yang dibayar. Apabila NTP < 100, berarti petani mengalami defisit karena harga yang diterima lebih kecil dibandingkan harga yang dibayar.
21 Rumus indeks NTP diatas merupakan modifikasi indeks Laspeyres. Asumsi yang digunakan dalam penggunaan indeks Laspeyres untuk rumus indeks NTP adalah: a. Tren harga tidak dipengaruhi oleh perbedaan atau perubahan kualitas atau spesifikasi. b. Perbedaan harga antara lokasi tidak berpengaruh. c. Bisa dilakukan penggantian spesifikasi atau kualitas barang. NTP sebagai sebagai indikator kesejahteraan petani akan baik bila nilai NTP jauh diatas 100, yang berarti produktivitas petani memberikan tingkat pendapatan riil yang besar. Secara konsepsional NTP mengukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga petani dan kemampuan dalam memproduksi barang-barang pertanian, lebih jelasnya unsur pembentuk nilai tukar petani dapat diilustrasikan pada gambar 2.4 (Hendayana, 2001).
Gambar 2.4 Unsur Pembentuk Nilai Tukar Petani
Di pulau Jawa, NTP mengalami penurunan pertahunnya dimulai pada tahun 1992 hingga pada tahun 2006 mulai mengalami kenaikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistika tahun 2009 hingga Januari 2012, nilai NTP petani di provinsi
22 Jawa Timur mengalami kenaikan, tetapi kenaikan NTP tersebut hanya sedikit lebih besar dari angka 100. Nilai NTP petani Indonesia digambarkan melalui gambar grafik 2.3.
Grafik 2.3 Nilai NTP Petani Indonesia Periode Januari 2009 hingga Januari 2012 (BPS, 2012)
2.5
Analisis Regresi Berganda
Analisis menggunakan metode regresi berganda digunakan melibatkan hubungan diantara dua variabel penelitian atau lebih yaitu menelusuri pola hubungan variabel yang modelnya belum diketahui, dengan begitu bagaimana variasi dari variabel independen mempengaruhi variabel dependen dan seberapa besar hubungan fungsional variabel independen (X1, X2, X3 dst) terhadap variabel dependen Y dapat diketahui, dan berarti bahwa variasi dari X akan diiringi pula oleh variasi dari Y. Model regresi berganda yang melibatkan n buah variabel bebas dirumuskan sebagai: Y = α + β1X1+ β 2X2+…+ β nXn + Ɛ (2.2) dimana: Y = variabel terikat (dependen) X1, X2 = variabel bebas (independen) α = konstanta (nilai constant)