Prosiding Presentasi I1mial1Keselamatan Radiasi dan Lingkungan, 20-21 Agustus 1996 ISSN : 0854-4085
eel( ~J.~ N \!
" STUDI AWAL MIKRONUKLEI
PADA SEL LIMFOSIT PERIFER
Gtt\ Yanti Lusiyanti, lwiq Indrawati, Abdul Wa'id dan Masnelly Lubis. Pusat Standardisasi dan Penelitian Keselamatan Radiasi - Batan
00(1 [,\A~):Ql' ~
I)Ck
II ,UV(I"
\.!j {, y:;, AWAL~.1.,MIKRONUKLEI r
q")~, STUDI
'--1
j'-
ABSTRAK
\
PADA
SEL LIMFOSIT
PERIFER.
Mikronuklei
adalah
salah satu
indikasi kerusakan pada kromosom selain aberasi kromosom, sehingga mikronuklei dapat dijadikan altematif indikator penyerapan dosis serap. Keboleh jadian terbentuknya mikronuklei lebih besar dibandingkan aberasi kromosom. Mikronuklei adalah gambaran fragmen kromosom atau bagian dari kromosom yang tidak dapat bergabung dengan nukleus (inti) pada saat terjadi pembelahan sel. Telah dilakukan studi preparasi dan penetapan prosedur baku untuk pengkulturan sel darah limfosit perifer untuk pengamatan mikronuklei dengan metode konvensional dan dengan metode pengeblokan sitokinesis dengan sitokalasin B pada biakan sel. Hasil menunjukkan bahwa dengan metode pengeblokan dengan sitokalasin B mikronuklei dapat dengan mudah diamati pada sel binukleat (sel dengan dua inti), sehingga dapat diterapkan untuk pembuatan kurva respon dosis untuk mikronuklei dengan berbagai kualitas radiasi. ABSTRACT PRELIMINARY STUDY ON PERIFER LIMPHOCYTE CELL. The indication of cromosomal damage beside cromosomal aberation is micronucleus, so that micronucleus can preserve as indicator of dose absorbed. '1lIe probability occurence of micronucleus higher than cromosomal aberation. Micronucleus represent as cromosomal fragmen or whole chromosom that have not been incorporated in the main nuklei at cell division. The preparation and determine procedure had been done for cell culture limphocyte peri fer for identification micronuclei both konvensional method and cytokinesis blok with cytokhalasin B. The result swhowed that cytokinesis block method was more easier for identificaton on binucleat cell, further em ore this method aplicable for dose respon curve
micronuclei
'1
PENDAHULUAN Sejalan dengan meningkatnya penggunaan radiasi pengion di berbagai bidang dan kesadaran akan efek yang ditimbulkannya, maka tidaklah diragukan bahwa dosimeter biologi merupakan hal yang sangat penting sebagai pendukung dosimeter fisik terutama dalan1 kasus kedaruratan nuklir. Aberasi krornosom telah dikenal secara luas sebagai dosimeter yang menggambarkan tingkat kerusakan kromosom pada seseorang yang terpapar radiasi pengion. Penentuan mikronuklei sebagai indikator penyerapan dosis menarik perhatian peneliti karena mempunyai hubungan yang erat antara aberasi kromosom dengan mikronuklei, dan terdapat korelasi yang posirif dengan dosis, Dengan demikian teknik pengamatan mikronuklei pada limfosit yang te1ah dikultur selama 72 jam dapat dijadikan metoda alternatif sebagai indikator penyerapan dosis untuk mernantau kerusakan kromosom. Mikronuklei terbentuk dari fragmen asentris atau berbagai patahan kromosom. Diduga bahwa semakin banyak aberasi kromosorn yang timbul semakin banyak pula mikronuklei yang didapatkan. Keunggulan, dari analisa rnikronuklei dapat diamati pada scluruh siklus sel sehingga dapat dihitung dcngan cepat PSPKR-BATAN
M\ n... P ~h) C '21.
\E
cU'
'\
.1'
7
1
~j)
uI ~
dalam jumlah yang banyak. Sedangkan pada analisa aberasi krornosom pengamatannya hanya dapat dilakukan pada sel yang mengalami metafase. Mikronuklei dapat diamati pada saat sel membelah setelah dikultur selama 72 jam baik dengan metode konvensional yaitu dengan membiakan sel limfosit dalam medium biakan atau dengan metode pengeblokan sitokenesis, dengan menambahkan zat sitokalasin B pada 44 jam masa inkubasi. Dalam rangka pemantapan teknik pengamatan mikronuklei sebagai dosimeter biologi maka dilakukan studi pendekatan preparasi dan pernantapan prosedur baku untuk pengkulturan sel darah limfosit perifer untuk pengamatan mikronuklei dengan rnembandingkan kedua metode diatas.
TEORI Mikronukleus
adalah
nukleus
kecil
yang merupakan rnateri nukleus (DNA), ukurannya kecil apabila dibandingkan dengan nukleusnya. Kriteria mikronuklei menu rut Lasne et.al (l) adalah diameter kurang dari 1/5 diameter nukleus, lokasinya didalam sitoplasma diluar nukleus, tidak ada kontak dengan nukleus dan Intensitas pewarnaan sarna dengan nukleus Pada individu nornlal frckuensi 278
Prosiding Presentasi I1miah Keselama!an Radiasi dan Lingkungan, 20 .. 21 Agustus 1996 ISSN : 0854-4085
berat Penentuan volume maupun kelenjar timid ini sangatlah penting dalam membantu diagnosis maupun terapi pada pasien-pasien dcngan kclainan timid. Penclitian ini didahului dengan pemeriksaan sintigrafi tcrhadap 5 buah fantom timid dengan bentuk yang sesuai dcngan kelenjar timid sesungguhnya dan dengan ukuran yang berbeda-beda. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan rumusan volume yang tepat dalam pengukuran selanjutnya. Pada pasien normal maupun dengan kelainan dilakukan pcngukuran kelenjar timid dengan teknik sintigrafi dan ultrasonografi. Oari hasil pengukuran kcdua teknik tersebut dihitung koefisien korclasinya. TATA KERJA
1. Pengukuran
fantom kelenjar tiroid
Oilakukan pengukuran dengan teknik sintigrafi terhadap 5 buah fantom timid dengan volume yang berbeda-beda dengan eara mengisi isotop Te-99m perteehnctat scbanyak 6-10 jJ.Ci yang ditambahkan larutan NaCl 0,9% sampai fantom tersebut terisi penuh. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kamera gamma Toshiba GCA 605 (LEGP, 150 Keount, matrix 512) dengan jarak 8 em dari pem1Ukaan kolimator. Kamera gamma ini tclah dilengkapi dengan perangkat komputer untuk penghitungan volume kelenjar timid. Pengukuran volume fantom sesungguhnya diukur dari volume isotop yang ada pada fantom tersebut dengan menggunakan gelas uku.r. Sehingga dapat dibuat rumusan pengukurao volume yang seben..amya dengan menggunakan rumus persamaan garis Y = a X + b, dimana Y = volume sesungguhnya, X = volume yang terukur dengan menggunakan rumus elips pada alat kamera gamma. Oari hubungan ini diperoleh harga a dan b. 2. Pengukuran
kelenjar tiroid
Pengukuran dilakukan terhadap 7 orang pasien dengan kelenjar timid normal maupun dengan kelainan yang terlebih dahulu dilakukan anamnesis dan pcmeriksaan fisik. Pcmeriksaan dilakukan 20 menit setelah injeksi lid ra\cna dengan Tc-')9m perteehnetat
PSPKR-BA TAN
sebanyak 1,5 mCi. Pemeriksaan dilakukan pada posisi terlentang dari arah anterior, ekstensi, dengan jarak 8 em dari kolimator gamma kamera (LEGP, 150 Keount, matrix 512). Sclanjutnya dengan menggunakan hubungan antara volume sesungguhnya dengan volume terukur (Y = aX + b) dapat dipcroleh volume "sesungguhnya" atau lebih tepat volume terestimasi kelenjar timid dengan teknik sintigrafi . Pada ketujuh orang pasien tersebut dilakukan juga pemeriksaan kelenjar tiroid dengan menggunakan ultrasonografi menggunakan alat USG Sonoaee 1500 yang dilengkapi pula dengan sarana perhitungan volume kelcnjar timid. Pemeriksaan dilakukan pada posisi tcrlentang dari arah anterior, ekstensi. Oari pemeriksaan ini didapatkan volume terestimasi kelenjar timid dengan teknik sintigrafi dan ultrasonografi. Oilakukan perhitungan koefisien korelasi antara hasil pemeriksaan dengan teknik sintigrafi dan ultrasonografi. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada saat ini pemeriksaan-pemeriksaan yang bcrhubungan dengan peneitraan kelenjar tiroid, banyak menggunakan metode/teknik maupun alat-alat yang dapat memberikan informasi yang selengkap-lengkapnya mengenai kelcnjar timid, termasuk informasi mengenai volume kelenjar tiroid. Untuk kebutuhan tersebut dapat digunakan beberapa teknik pemeriksaan dengan palpasi sampai dengan menggunakan alat-alat eanggih seperti ultrasonografi, sintigrafi, SPECT maupun PET [1]. Teknik yang paling sering digunakan adalah teknik sintigrafi dan ultrasonografi. Pemeriksaan sintigrafi mempunyai peranan yang sangat penting untuk menunjukkan fungsi dari kelenjar tiroid, nodule, mendeteksi lesi tiroid, lokalisasi jaringan tiroid ektopik dan evaluasi metastasis dari karsinoma tiroid papiler dan \ folikuler [6]. Pemeriksaan sintigrafi kelenjar tiroid menggunakan zat radioaktif, seperti 1-131, tclah digunakan bertahun-tahun untuk menilai fungsi tiroid. Saat ini Te-99m perteehnetat e9mTe04') telah dibuktikan akan terkonsentrasi pada kelenjar tiroid, tetapi tidak diorganifikasi kedalam borman-hormon tiroid. Bila sintigrafi kelenjar
292
Prosiding Presentasi Ilrniah Kesc1amatan Radiasi dan Lingkungan, 20 - 21 Agustus 1996 ISSN : 0854-4085
tiroid dilakukan dengan 99mTc04', gambaran Tabel 2. Hasil pengukuran kelenjar timid scan menunjukkan hasil dari penangkapan dengan teknik sintigrafi dan ultrasonografi radioaktif yang tergantung dari mekanisme (USG) "trapping" dari kelenjar timid. Hasil sintigrafi Jobus lobus kanan Jobus kin s) TRASONOGARFI VOLUME TIROID 20,0 4,7 7,4 3,4 39,5 5,0 (\> u) 20,3 6,0 8,4 21,0 6,3 3,5 41,7 2,9 ,5 kin(\UL 4,1 1,7 10,7 10,5 20,9 0,5 1,7 2,9 7,2 2,9 4,8 2,1 2,7 dengan menggunakan 99mTc04' memberikan SINTIGRAFI kanan PASIEN 1 Jobus 263547 visualisasi yang sangat baik pada alat kamera gamma dibandingkan dcngan menggunakan 1-131, dikarenakan 99mTc04' mempunyai karaktcristik fisik yang ideal untuk pemeriksaan tersebut [7,8]. Hasil pengukuran pada 5 buah fantom dan 7 orang pasien beserta perhitungan koefisien korelasinya ditunjukkan pada Tabel I dan Tabel 2. Tabel I. Yolume tcrukur kelenjar timid fantom dan volume scsungguhnya. Jobus lobus SESUNGGUIINY TERUKUR A (=y) kanan kin VOLUME 4,1 3,1 4,2 6,6 9,9 5,4 10,3 10,5 2,6 7,5 5,4 4,2 7,4 3,9 4,1 3,2 6,3 5,2 (em') lobus
(em')
(=X)
VOLUME
4
Korelasi : Y = a X + b
a
nLXY-LXLY =----n LX2
a lobus kanan = 0,39
-(LXf a lobus kiri = 0,604
b = _L_Y_-_A_L_X
n
b lobus kanan = 1,32 : b lobus kiri = 0,22 Y lobus kanan = 0,39 X + 1,32 Y lobus kiri = 0,60 X + 0,22 Koefisien korelasi :
R lobus kanan = 0,97
PSPKR-BAT'\~
R lobus kiri = 0,98
Korelasi : Ys = A Yu + B Ys lobus kanan = 0,88 Yu + 1,9 Ys lobus kiri = 0,89 Yu + 8,9 Koefisien korelasi : R lobus kanan = 0,99 = 0,99 R lobus kiri Dari hasil yang didapatkan dalam pengukuran volume kelenjar timid tersebut dengan teknik sintigrafi dan teknik ultrasonografi, didapat hasil-hasil dengan perbedaan 0,2 cm3 sampai 2,52 cm3, dimana pemeriksaan dengan teknik sintigrafi rata-rata Icbih besar hasilnya dibandingkan dengan teknik ultrasonografi. Nilai korelasi yang didapatkan dari penentuan volume kclenjar timid dengan kedua pengukuran tersebut sangatlah baik, didapatkan nilai R = 0,99. Problem utama dalam pengukuran dengan teknik sintigrafi adalah [9] : I. Penentuan batas tepi kelenjar timid dalam membuat ROI (Region OfInterest) 2. Ketebalan kelenjar 3. Jumlah aktivitas radiofarmaka pada kelenjar timid (Up-take). 4. Intensitas gambar pada layar monitor 5. Pergerakan dari pasien. Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemerikasaan non-invasif, menggunakan gelombang suara dengan frekuensi tinggi, sehingga dapat digunakan berulang-ulang. Pemeriksaan ini relatif mudah dan cepat serta nilai akurasi diagnostik yang cukup tinggi dan sering digunakan untuk sarana penunjang diagnostik termasuk pemeriksaan kelcnjar timid [10). Problem yang dihadapi pad:! pCl1gukuran dcngan tcknik ultrasonografi :
293
Prosiding Presentasi Ilmiah Kcsclamatan Radiasi dan Lingkungan, 20 - 21 Agustus 1996 ISSN : 0854-4085
I. 2.
Penentuan batas tepi kelenjar tiroid. Bentuk probe yang datar sehingga sulit menentukan volume kelenjar tiroid yang menonjol kepennukaan kulit. Kedua pemeriksaan tersebut merupakan pemeriksaan penunjang diagnostik yang sangat menentukan pada kasus-kasus kelainan kelenjar tiroid, dan keduanya saling mendukung serta tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya dalam penanganan kelainan kelenjar tiroid.
Pada penelitian penentuan volume kelcnjar tiroid ini digunakan pendekatan rumus volume clips, dikarenakan : 1. Merupakan rumus yang paling mendekati bentuk tiroid sesungguhnya. 2. Perhitungan volume kelenjar tiroid yang dipakai pada alat ultrasonografi. 3. Dasar perhitungan yang sudah ada pada program komputer gamma kamera untuk menghitung volume kelenjar tiroid dengan Metode Aliens, Okubo dan Kezuka.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Scintigraphy, Journal of Nucl. Med. Bioi. 2. p. 185, 1975. LANGAN,B.C., Nuclear Medicine, Technology and Telmique, 3'd ed, Mosby, 225-226 1994. ALEXANDEKG., PAUL,B.H., JAMES P. , Invivo Thyroid Studies, by Wilhop and Wills, USA p. 756-759,1988. FOGELMAN,!., MAISEY,M.N., and CLARKE,S.E.M., An Arts of Clinical Nuclear Medicine, 2nd ed, Mexthin Denite, p. 111, 1994. SUZUKI,K.H., Radio Phannaceuticals, Text Book of Nuclear Medicine, NIRS NSRA, Japan, p. 121-122, 1991. GOTISCHALK,A. HOFFER,P.B., and POTCHE,E.1., Diagnostic Nuclear Medicine, Vol. 2, p. 784-785, 1979. MAKES, D., Ultrasonografi Thyroid, Radiologi diagnostik, Cetakan ke-2, Gaya Baru, Jakarta, 1992.
KESIMPULAN
DISKUSI
Penentuan volume kelenjar tiroid dengan teknik sintigrafi maupun dengan teknik ultrasonogratl mempunyai korelasi yang sangat baik, R = 0,99. Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran volume kelenjar tiroid dengan kedua pemeriksaan tersebut mempunyai nilai yang sangat baik.
Erwansyah Luhis - PTPLR .Apakah dari hasil penelitian Saudara dapat ditarik kesimpu Ian mengenai volume kelenjar tiroid penduduk Indonesia sebagai fungsi kelompok umur ? Ismanto .Tidak dapat.
DAFT AR
PUST AKA Lestari W- PSPKR .-
1. MAISEY,M.N., BRITION,K.E. and GILDEY,D.L., Clinical Nuclear Medicine, Capman & Hall Medical 2nd ed, LondonNew York-Tokyo-Melboume-Madras, p. 210-212,1991. 2. BECKEKD.V. and HURLEY, Jr., Complication Radio Iodine Treatment of Hyperthyroidism, Semin, Nucl.Med, I, p. 442, 1971. 3. TANNAHIL, A. J., HOOPER, M .1., ENGLAND, M., FERRIS,J.B. and WILSON,G.M., Measurement of Thyroid Size by Ultrasound, Palpation and Scintiscan. Clin. Endocrinol. 8, p. 483, 1978.
4.
MANDERT,G. Estimation of
PSPKR-13AT
AN
I. Berapa hertz kekuatan USG probe (transducer) yang dipakai ? 2. Apakah keunggulan pemeriksaan kelenjar tiroid dengan PET dibanding dengan sintigrafi ? Ismanto .1. Berkekuatan 5 MHz. 2. Lebih baik PET karena dapat mencitrakan 3 dimensi sedang sintigrafi hanya 2 dimensi. Suzie D. - PTPLR .Dari persamaan Y=AX + B, apakah arti x dan B. Apakah artinya bila X=O dan Y=O ? Apakah A dan B suatu konstanta ?
and ERBSMEN,F., Thyroid Weight by
294
Prosiding Presentasi Ilmiah Keselal11atan Radiasi dan Lingkungan, 20 - 21 Agustus 1996 ISSN : 01154-4085
Ismanto : X adalah volume yang didapatkan dari perhitungan kamera gamma. B adalah konstanta. Bila X=O maka Y tidak nol, yang berarti volume Y sangat kecil. Sutisna - PPSM: I. Beberapa literatur menggunakan I-13 I untuk mempelajari kelenjar tiroid. Oisini Anda menggunakan Tc-99m, apakah alasan/pertimbangam1ya memilih Tc-99m. 2. Oari dua teknik, yaitu tcknik sintigrafi dan ultrasonografi, teknik mana yang lebih baik dan menguntungkan ? Ismanto: I. Karena telah tcrbukti bahwa Tc-99m akan terkonsentrasi ke tiroid tetapi tidak terorganisifikasi oleh homlOn-hormon tiroid dan Tc-99m mempunyai energi gan1ffia 140 keY sedang 1-131 360 keY serta waktu paruh Tc-99m pendek yaitu 6 jam sedang 1-131 panjang yaitu 8 hari. 2. Kedua teknik ini saling menunjang dan semuanya baik. Sri Wahyuni - PPklN. Saya hanya membcri informasi bahwa PET adalah Positron Emission Topography. Jadi radioisotop yang digunakan adalah pemacar positron dan bukan pemancar gamma tinggi seperti yang Saudara katakan. Apabila positron tersebut bertemu dengan elektron maka positron akan teranihilasi menjadi 2 buah sinar gamma yang membentuk sudut 180°, dan besamya energi gamma tersebut masingmasing 5 II keV. Radioisotop pemancar positron umumnya diproduksi oleh siklotron dan waktu paruhnya relatif pendek, contohnya F-18 = 110 menit dan C-ll = 25 menit. lsmanto : Memang benar bahwa energi gan1ffia sebesar Terima 511 keY termasuk energi medium. kasih atas koreksi dan informasinya.
/
PSPKR-B Al 'AN
295