Konfrensi Nasional Sosiologi III, Yogyakarta 20-22 Mei 2014 Gerakan Komunitas Kota dan Politik Pemilu dalam Pemenangan Ridwan Kamil-Oded Danial pada Pemilihan Walikota Bandung 2013 Oleh: Ari Ganjar Herdiansah Wahyu Gunawan Rd. A. Tachya Muhamad
Abstract The winning of Ridwan Kamil-Oded Danial in 2013 Bandung mayoral election signed a unique political process which shaped by groups from a different arena. They are urban communities and political parties who work on formal political structure. This paper analyze the combination of those groups in Bandung mayoral election. The study used qualitative method. Data was collected through interviews with team of Ridwan Kamil (RK) volunteer as informal supporter and PKS and Partai Gerindra as formal supporter. Observation was also conducted on events such as campaign, group activities, and campaign attributes during mayoral election. The results of this study show that through social movement perspective, all supporter groups have a common interest to put Ridwan Kamil as a figure who has a strong character to fix city problems. The distinct group’s form between RK volunteers team and PKS and Partai Gerindra determine their differences in winning efforts. The RK volunteers were able to catch the political opportunity structure because they made up of city community activists who act more creative, flexible, and independent. While PKS and Partai Gerindra, used its opportunity with electoral logic, tend to act in more structured and normative manner. However, its coalition was stand on practical winning principle, not based on the same movement vision substantially. The RK volunteers team do not work for a long-term political affairs. While the relationship between PKS and Partai Gerindra during its campaign had rivalry element as they compete in any subsequent election. This study concluded that the cooperation between communities and political party can be a strong power to bring a leader that match peoples’ expectation, but in temporary election event. Keywords: social movements, urban community, political community, electoral politics, election.
1. Pendahuluan Komunitas menjadi fenomena yang kembali bergairah pada masyarakat perkotaan. Komunitas menjadi alternatif bagi warga kota dalam membangun kembali hubungan-hubungan sosial yang berkualitas setelah sedemikian rupa terkikis akibat kehidupan kota yang semakin instrumental dan administratif. Komunitas menyediakan hubungan sosial yang mengasaskan lagi unsur kepercayaan dan rasa kekeluargaan. Didasari oleh keinginan mempertahankan keharmonisan di antara warganya, komunitas cenderung menghindari persinggungan dengan politik praktis. Namun, dalam kompleksitas kehidupan modern, politik adalah keniscayaan yang harus dihadapi setiap kelompok sosial baik untuk mencapai tujuan maupun mempertahankan kepentingannya. Penelitian yang mengungkapkan bagaimana komunitas terlibat dalam politik praktis belum banyak dilakukan. Karena itu, tulisan ini mengungkapkan hasil penelitian yang 1
Konfrensi Nasional Sosiologi III, Yogyakarta 20-22 Mei 2014 mencoba menganalisis fenomena perpaduan komunitas dengan partai politik dalam ajang pemilihan walikota di Bandung pada 2013. Diharapkan, hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang upaya komunitas menggunakan institusi politik praktis dalam mencapai tujuannya. Pengerahan berbagai kelompok masyarakat dalam suatu ajang pemilu merupakan hal yang lumrah dilakukan para praktisi politik. Partai-partai politik menjalin hubungan dengan pelbagai organisasi dalam rangka memperluas dukungan menjelang pemilu. Beberapa partai politik besar bahkan mempunyai organisasi-organisasi underbow, berupa LSM yang menghubungkan partai politik dengan masyarakat dan berperan sebagai lumbung pemilih setia bagi partainya. Sebagai contoh, Partai Golkar yang terhubung dengan Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) dan Ikatan Pemuda Karya (IPK). Partai politik pun berupaya menjangkau komunitas-komunitas dalam rangka membangun dukungan politik. Misalnya PDIP yang membentuk Baitul Muslimin Indonesia dan Partai Demokrat yang terhubung dengan Majelis Dzikir SBY. Akan tetapi, hubungan antara partai politik dengan LSM dan komunitas tersebut berlangsung dalam konteks mobilisasi yang telah diseting oleh partai politik. Penelitian ini memfokuskan pada komunitas-komunitas yang sebelumnya tidak terhubung dengan aktivitas politik. Tetapi, mereka bergabung dalam suatu gerakan politik dan bekerjasama dengan partai politik yang didorong oleh keluhan-keluhan terhadap kondisi kota. Pemilihan walikota Bandung pada 2013 menunjukkan fenomena bangkitnya komunitaskomunitas kota dalam aktivitas politik praktis. Walikota terpilih, Ridwan Kamil, merupakan akademisi yang juga aktif di kalangan komunitas kota. Sebelum mencalonkan diri sebagai walikota, Ridwan Kamil merupakan ketua Bandung Creative City Forum (BCCF), suatu wadah dari pelbagai komunitas anak muda yang peduli terhadap Kota Bandung. Kemenangan Ridwan Kamil tidak terlepas dari dukungan para aktivis dari jejaring komunitas yang terhubung dengan sosok beliau. Dalam pencalonannya, Ridwan Kamil diusung oleh dua partai politik, yaitu PKS dan Partai Gerindra. PKS sebaagai partai politik pengusung utama, kemudian memasang Oded Danial sebagai kandidat wakil walikota. Merka sama-sama bejuang dalam rangka menghantarkan Ridwan Kamil menjabat sebagai Walikota Bandung periode 2013-2018. Pada pemilihan walikota Bandung 2013, terdapat 8 pasang kandidat walikota. Mereka terdiri dari 4 pasang yang diusung oleh partai politik dan 4 pasang lainnya menempuh jalur perseorangan. Para kandidat dari jalur partai politik adalah Edi Siswadi-Erwan Setiawan (Partrai Demokrat, Partai Hanura, PBB, PPP), Ridwan Kamil-Oded Danial (PKS, Partai Gerindra), Ayi Vivananda-Nani Suryani (PDIP, PAN), Qudrat Iswara-Asep Dedy (Partai Golkar, PDS, PIS, Partai Patriot, PPDI). Sedangkan dari jalur perseorangan adalah Wahyudin-Tony Apriliani, Wawan Dewanta-Sayogyo, Budi Setiawan-Rizal Firdaus, dan Bambang Setiadi-Alex Tahsin (www.kpud-bandungkota.go.id, 2013). Pemilihan walikota Bandung 2013 dimenangkan oleh pasangan Ridwan Kamil-Oded Danial. Kemenangan mereka di luar dugaan karena berdasarkan survey elektabilitas pada pertengahan 2012, Ridwan Kamil (RK) hanya meraih rating sekitar 0,8 persen. Tetapi, pada Desember 2013 popularitas RK menunjukkan grafik positif hingga 14 persen. Pada April 2013 elektabilitas RK-Oded kembali meningkat menjadi 18 persen dan 26 persen pada Juni 2013. Akhirnya hasil rekapitulasi resmi KPU Kota Bandung mengumumkan pasangan RK-Oded menang dengan 45,24 persen suara (Herdiansah, Radar Bandung, Juni 2013).
2
Konfrensi Nasional Sosiologi III, Yogyakarta 20-22 Mei 2014 Proses kemenangan Ridwan Kamil-Oded Danial menarik untuk dikaji sebab menggambarkan bagaimana komunitas kota bergerak dalam politik praktis bersama-sama dengan partai politik untuk menempatkan kandidatnya sebagai walikota Bandung 2013. Fokus analisis kajian ini terletak pada bagaimana jejaring komunitas Tim Relawan Ridwan Kamil membentuk dan memobilisasi gerakan? Bagaimana kerjasama antara Tim Relawan Ridwan Kamil dengan PKS dan Partai Gerindra dalam upaya memenangkan pasangan Ridwan KamilOded Danial pada Pilwalkot Bandung 2013? Dengan menjawab beberapa pertanyaan tersebut, diharapkan kajian ini dapat menyajikan analisis tentang pola gerakan yang terbentuk dari perpaduan gerakan komunitas dan partai politik dalam konteks pemilihan walikota. Selain itu hasil kajian ini dapat memberikan salah satu gambaran tentang dinamika demokrasi di Indonesia, khususnya dalam konteks politik pemilu yang diwarnai oleh perpaduan gerakan komunitas dengan partai politik. 2. Gerakan Sosial Komunitas Kota dan Politik Pemilu Komunitas yang bergabung dalam upaya memenangkan seorang aktivisnya menjadi pejabat politik, seperti yang dilakukan oleh Tim Relawan Ridwan Kamil, tidak terlepas dari konteks tindakan kolektif. Ketika sekumpulan orang menginginkan tujuan dicapai secara efektif, maka tindakan kolektif yang dilakukan akan dirancang supaya lebih terorganisir. Tindakan kolektif tersebut kemudian membentuk gerakan sosial sebagai sarana yang penuh perencanaan dan berlangsung lama (Locher, 2002: 245). Stark (1992: 612) berpendapat bahawa gerakan sosial dapat menyediakan arena bagi aktivitas kelompok sosial dalam menggulirkan suatu perubahan ataupun menahan arus perubahan di tengah-tengah masyarakat. Karena sifatnya sebagai sarana perjuangan aktivis yang terorganisir dan memiliki daya tahan, maka gerakan menekankan pada unsur solidaritas dan kepercayaan di antara para aktivisnya (Tarrow, 1994: 3). Dalam upaya menjadikan salah satu tokohnya menjadi pejabat politik, komunitas terlibat dalam proses politik praktis. Metoda andalan mereka sebagai suatu gerakan politik menitikberatkan pada mobilisasi, yaitu upaya menciptakan struktur gerakan dan menggalang partisipasi warga masyarakat untuk mendukung kandidat pilihannya. Menurut Libby (1998 : 18), struktur gerakan berupaya mengumpulkan berbagai sumberdaya dan informasi untuk melakukan mobilisasi secara efektif. Komponen lainnya dari struktur gerakan terletak pada sumberdaya manusia, yaitu individu yang menyediakan berbagai sumberdaya seperti uang, kerja, dan keahlian. Karena itu, aksi komunitas yang terlibat dalam proses politik berupaya memobilisasi para konstituennya untuk menggalang dukungan dan mengarahkan gerakan pada upaya pemenangan kandidat dalam persaingan pemilu. Karakteristik komunitas perkotaan terdiri dari para pelaku yang memiliki kreativitas tinggi dalam menciptakan inovasi-inovasi dan menggunakan simbol-simbol budaya untuk menggerakan tindakan kolektif. Zirakzadeth (2006: 4-5) menggolongkan sifat gerakan sosial menjadi tiga tipe. Pertama, gerakan yang memiliki akses politik yang baik. Kedua, gerakan sosial yang mengikuti kalangan non-elite, tidak memiliki akses politik yang baik, dan kaya raya, tetapi kepentingannya belum terakomodasi dalam sistem politik. Ketiga, gerakan konfrontatif yang menggunakan taktik penghancuran seperti penguasaan gedung-gedung, boykot bisnis, dan memblokade jalan umum. Jenis gerakan yang dilakukan oleh relawan pendukung walikota termasuk unik, sebab tidak masuk pada salah satu jenis di atas. Namun, beberapa karakter yang dapat diduga adalah komunitas tersebut menekankan pada kreativitas, memanfaatkan akses
3
Konfrensi Nasional Sosiologi III, Yogyakarta 20-22 Mei 2014 politik yang dibatasi aspek ideologi atau prinsip gerakan, dan melakukan tindakan konformis dalam rangka meraih simpati warga untuk mendukung kandidat pilihannya. Gerakan komunitas kota yang melakukan perjuangan di jalur politik non-partai memanfaatkan keterbukaan struktur peluang politik. Dengan demikian mereka mampu menggali potensi sumberdaya gerakan dan memobilisasi jaringan-jaringan sosial sebagai upaya mendukung kandidat walikota. Berbagai gerakan yang dilakukan komunitas mampu menciptakan berbagai peluang bagi baik kelompoknya maupun bagi pihak lain dengan cara (a) penyebaran tindakan kolektif melalui jaringan sosial dan pembentukan koalisi dengan berbagai aktor sosial lainnya, (b) menciptakan ruang politik bagi hubungan antar-gerakan dan gerakantandingan, dan (c) menciptakan berbagai stimulus bagi para elit untuk menanggapi upaya-upaya gerakannya (McAdam, McCharty, dan Zald, 1996: 2). Dengan kata lain, gerakan komunitas muncul dengan memanfaatkan peluang untuk menggalang pengaruh dalam menghadapi pertandingan politik. Biasanya, mereka memanfaatkan kondisi yang kurang menguntungkan yang melanda para elit politik dalam struktur formal. Gerakan komunitas dalam memanfaatkan peluang politik dalam ajang pemilu tidak dapat dilakukan tanpa peranan partai politik. Sebab, partai politik merupakan institusi politik yang secara legal dapat menempatkan kandidat menduduki jabatan politik melalui mekanisme pemilu (Heywood, 2000: 218). Partai politik akan merespon aspirasi politik di kalangan komunitas karena salah satu karakteristik yang khas mereka adalah menduduki posisi di pemerintahan dengan menghimpun berbagai kepentingan yang ada di masyarakat dan mencoba mengagregasikan kepentingan (Bredvold, 1960: 134). Karakteristik tersebut berkaitan dengan fungsi expresif yang ditunjukkan partai politik sebagai alat preferensi dan tuntutan dari warga kepada pemerintahnya (Sartori, 1976). Namun, fungsi ekspresif tersebut dapat hanya berada pada tataran pragmatis partai politik mendapatkan kekuasaan. Lipset dan Larkin (2004: 64) mengemukakan bahwa partai politik membangun saluran komunikasi secara horizontal dengan cara meraih dukungan berbagai kelompok masyarakat. Karena itu, dalam ajang pertandingan pemilu partai politik memanfaatkan hubungan dengan kelompok masyarakat sipil sebagai langkah strategis untuk memenangkan tujuannya. 3. Metodologi Kajian ini menggunakan pendekatan induktif dengan metode kualitatif. Fokus studi terletak pada pendalaman hubungan-hubungan yang terjadi di antara Tim Relawan, Tim Sukses PKS, dan Tim Sukses Partai Gerindra dalam melakukan upaya pemenangan Ridwan Kamil-Oded Danial. Masing-masing kelompok tersebut merupakan unit analisi dari kajian ini dalam melaksanakan pemilihan walikota Bandung 2013. Tim Relawan Ridwan Kamil adalah gabungan para aktivis muda yang bergerak dalam berbagai komunitas kreatif di Kota Bandung. Mereka terdiri dari berbagai belakang profesi seperti desainer, fashion, arsitek, kumpulan alumni, dan seniman. Selain itu, kemudian bergabung para relawan dari kalangan perseorangan dan anggota partai politik. Wawancara dilakukan dengan pemimpin atau kordinator sebagai aktor-aktor yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam gerakan relawan untuk pemenangan Ridwan Kamil. Objek penelitian selanjutnya adalah tim sukses Ridwan Kamil-Oded Danial dari PKS dan Partai Gerindra. Tim sukses kedua partai tersebut dibentuk khusus menjelang Pemilihan Walikota Bandung 2013. Masing-masing bertugas untuk memenangkan pemilihan walikota sesuai dengan peran dan fungsi yang telah ditetapkan. Wawancara dilakukan dengan pihak kordinator tim Sukses dari PKS dan Partai Gerindra. Tujuan wawancara diarahkan untuk
4
Konfrensi Nasional Sosiologi III, Yogyakarta 20-22 Mei 2014 menganalisis seputar pengelolaan dukungan dan membentuk persepsi publik tentang sosok Ridwan Kamil, cara-cara mereka mengorganisasikan diri, metode yang mereka gunakan dalam memperoleh sumberdaya yang mendukung gerakannya, proses mereka membentuk dan melaksanakan kegiatan-kegiatan, gagasan dan upaya mencapai tujuan dengan efektif, dan jalinan hubungan yang membentuk jejaring gerakan. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran secara langsung mengenai kegiatankegiatan yang dilakukan Tim Relawan Ridwan Kamil dan Tim Sukses dari PKS dan Partai Gerindra. Observasi juga difokuskan pada atribut kampanye, terutama yang disebarkan oleh Tim Relawan Ridwan Kamil, karena sebagian kekuatan para aktivis mereka terletak pada aspek desain dan branding. Selaint itu, studi dokumentasi digunakan untuk melihat berbagai dokumen yang relevan dengan upaya pemenangan Ridwan Kamil-Oded Danian pada pemilihan walikota Badung 2013, seperti media kampanye, statistik elektabilitas para kandidat Pemilihan Walikota Bandung 2013, dan foto-foto kegiatan masing-masing tim sukses selama kampanye. 4. Gerakan Komunitas dan Politik Pemilu Pemenangan Ridwan Kamil-Oded Danial pada Pemilihan Walikota Bandung 2013 Mobilisasi Struktur Gerakan Tim Relawan Ridwan Kamil Pemilihan Walikota Bandung dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 2013 untuk memilih Walikota dan Wakil Walikota Bandung untuk masa bakti 2013-2018. Jumlah pemilih yang terdaftar adalah 1.658.808 orang dengan 1.002.511 orang yang menggunakan hak pilihnya. Ada 4.118 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di 30 kecamatan di Kota Bandung. Hasil pemilihan, Pasangan Edi Siswadi–Erwan Setiawan yang diusung Partai Demokrat, Partai Hanura, PBB, dan PPP memperoleh 169.526 (17,67%) suara, Wahyudin Kamadinata–Tonny Aprilani yang berasal dari jalur independen memperoleh 79.728 (8,31%) suara, Wawan Dewanta–Sayogo yang juga dari jalur independen memperoleh 17.901 (1,87%) suara, Ridwan Kamil–Oded M. Danial yang diusung PKS dan Partai Gerindra memperoleh 434.130 (45,24%) suara, Ayi Vivananda–Nani Rosada yang diusung PDIP dan PAN memperoleh 145.513 (15,16%) suara, M. Q. Iswara–Asep Dedy Ruyadi yang diusung Golkar, Partai Damai Sejahtera, PIS, Partai Patriot, PPDI dan 10 Partai Politik lainnya memperoleh 73.617 (7,67%) suara, Budi Setiawan–Rizal Firdaus yang berasal dari jalur independen memperoleh 26.064 (2,72%) suara, dan Bambang Setiadi–Alex Tahsin Ibrahim yang sama dari jalur independen memperoleh 13.168 (1,37%) suara. Dalam pemilihan ini terdapat 959.647 suara sah dan 42.864 suara yang tidak sah atau golput (www.kpud.bandung.go.id, 2013). Dari hasil tersenut maka Walikota dan Wakil Walikota terpilih adalah Ridwal Kamil dan Oded Muhammad Danial yang diusung PKS dan Gerindra. Ridwan Kamil terlahir dengan nama Mochammad Ridwan Kamil pada 4 Oktober 1971 di Bandung. Ia menyelesaikan pendidikan tingginya di jurusan Arsitektur ITB tahun 1995. Karir akademiknya terbilang cukup berprestasi, ia pernah meraih beasiswa melanjutkan studi S2 di University of California Berkeley, Amerika Serikat pada tahun 2001. Kemudian, setelah lulus ia berprofesi sebagai arsitek di berbagai firma di Amerika Serikat. Saat ini ia tercatat sebagai dosen di ITB dan aktif sebagai aktivis sosial di berbagai komunitas dan gerakan kreativitas untuk kota (www.ridwankamil.net, 2013). Sementara Oded Danial atau lebih dikenal sebagai Kang Oded lahir pada tanggal 15 Oktober 1962 di Tasikmalaya. Sebelum dicalonkan sebagai wakil walikota, Oded memegang jabatan sebagai Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Bandung dari Fraksi PKS. Oded adalah Ketua DPD PKS Kota Bandung dan merupakan Pembina Majelis Taklim Al5
Konfrensi Nasional Sosiologi III, Yogyakarta 20-22 Mei 2014 Ukhuwwah serta Pembina Persaudaraan Seniman Bandung (www.merdeka.com, November 2013). Pengalamannya di bidang keorganisasian menjadi pertimbangan utama bagi DPD PKS Kota Bandung mengusung Oded sebagai wakil walikota Bandung 2013 mendampingi Ridwan Kamil. Ridwan Kamil merupakan sosok yang melekat dengan beberapa komunitas kreatif di Kota Bandung. Sebelum mencalonkan diri sebagai walikota, Ridwan Kamil adalah ketua Bandung Creative City Forum (BCCF), sebuah organisasi nirlaba yang bertujuan memberikan sumbangsih positif terhadap Kota Bandung dengan berbagai kreativitas para aktivisnya. Para anggota BCCF rata-rata adalah anak muda dari kalangan pelajar dan mahasiswa di Kota Bandung. Di organisasi ini, Ridwan Kamil telah membangun aktifitas dan jaringan dengan kelompok-kelompok komunitas lain, sehingga ia mendapatkan dukungan dari berbagai komunitas ketika mencalonkan diri menjadi walikota. Relasi komunitas yang dimiliki Ridwan Kamil kemudian menjadi sumberdaya dalam membangun gerakan relawan untuk kepentingan pemenangan Pemilihan Walikota Bandung 2013. Keputusan para aktivis komunitas terjun dalam proses politik membawa Ridwan Kamil sebagai walikota Bandung dilandaskan pada rasa frustasi melihat kondisi kota yang banyak masalah. Sebagai profesional di bidang desainer yang memiliki kapasitas menata produk, aktivis tim relawan meihat kontradiksi kondisi Kota Bandung yang semerawut dan penataan yang tidak terarah. Berbagai permasalahan yang dikeluhkan antara lain banjir, sampah, penerangan jalan, projek monorail yang tidak jelas, kemacetan, dan ketertiban. Sedangkan pemerintah kota tidak berupaya dan berdaya mengatasi masalah-masalah tersebut. Mereka menilai para elit politik lebih disibukan dengan kepentingan-kepentingannya yang sempit. Karena itu, menjelang ajang Pemilihan Walikota Bandung 2013, para aktivis memutuskan untuk bertindak dengan mendukung tokoh mereka, Ridwan Kamil, sebagai calon walikota. Mereka berharap Ridwan Kamil yang berasal dari kalangan aktivis, profesional, dan akademisi memiliki integritas dan kemampuan yang layak dalam membenahi Kota Bandung.1 Rasa frustasi melihat kondisi Kota Bandung yang terbelakang telah mendorong para aktivis melakukan tindakan kolektif. Jumlahnya tidak banyak, sekitar 6 orang aktivis dan keberadaan mereka pada awalnya tidak terstruktur. Mereka memanfaatkan jaringan teman terdekat berasaskan kepercayaan sebagai fondasi membangun struktur tindakan kolektif yang lebih terorganisir. Kefrustasian yang dirasakan bersama dan menyatukan para aktivis pada satu gerakan kolektif dianggap sebagai keluhan-keluhan yang membentuk gerakan sosial. Searah dengan penjelasan Libby (1998: 17), jaringan komunitas dapat dilihat sebagai struktur gerakan yang digunakannya untuk memobilisasi dukungan dalam mencapai kepentingannya. Hubungan kepercayaan yang pertama ditumbuhkan di antara para aktivis merupakan respon alami dari komunitas untuk menghadapi tantangan politik di mana mereka tidak memiliki pengalaman di bidang itu sebelumnya. Karenanya, gerakan Tim Relawan Ridwan Kamil mengandalkan pola hubungan komunitas dalam melakukan upaya mobilisasi dukungan terhadap Ridwan Kamil. Kumpulan kecil tim sukses Ridwan Kamil mengembangkan struktur jaringan dengan menjalin simpul-simpul dengan komunitas lain. Simpul-simpul dukungan kemudian berkembang pesat. Kelompok simpul yang paling utama adalah tim kampanye kreatif. Mereka terdiri dari beberapa aktivis berlatarbelakang desainer yang bertugas menggodok media-media visual 1
Wawancara dengan mantan salah satu kordinator Tim Relawan Ridwan Kamil
6
Konfrensi Nasional Sosiologi III, Yogyakarta 20-22 Mei 2014 kampanye Ridwan Kamil. Keberadaan Tim Relawan Ridwan Kamil yang terditeksi publik kemudian menyedot perhatian sejumlah kalangan untuk mendukung upaya pemenangan Ridwan Kamil. Rangkaian simpul komunitas pendukung Ridwan Kamil kemudian dinamakan Tim Relawan Ridwan Kamil. Setelah memiliki nama tersendiri, mereka lebih terorganisir dan memiliki perencanaan yang matang. Tetapi, aspek organisasi merek tidak terstruktur secara jelas. Hal tersebut dikarenakan karakter komunitas yang tidak bisa dilepaskan, sehingga menjadikan mereka sebuah kelompok penggerak yang fleksibel dan egaliter. Kelenturan bentuk gerakan komunitas memungkinkan tim relawan Ridwan Kamil lebih leluasa dalam merekrut pihak lain. Karakteristik tersebut turut menjadi kekuatan gerakan komunitas yang memberikan kontribusi terhadap upaya pemenangan tanpa bergabung secara formal. Upaya Tim Relawan Ridwan Kamil memperbesar cakupan simpul relawan merupakan proses mobilisasi dalam pembentukan struktur gerakan dan penggalangan partisipasi. Meskipun Tim Relawan tidak terbentuk selayaknya badan organisasi, rangkaian simpul relawan mendasari struktur gerakan yang menyediakan sumberdaya-sumberdaya. Mereka menunjukan kemampuan mengumpulkan berbagai sumberdaya dan informasi untuk memobilisasi suatu aksi. Aktivis yang berprofesi sebagai desainer visual memfokuskan pada kemasan iklan kampanye Ridwan Kamil. Mereka menampilkan gaya visual yang merepresentasikan karakteristik masyarakat perkotaan Bandung yang kuat dengan semangat golongan muda terpelajar, industri kreatif, dan menampilkan tradisi budaya Sunda secara modern. Gaya iklan Ridwan Kamil memiliki persamaan dengan kemasan industri kreatif anak muda di Bandung, seperti clothing, distro pakaian, dan distro makanan. Gaya iklan tersebut sangat khas dan menonjol dibandingkan dengan pasangan kandidat lain yang pada umumnya memiliki gaya kampanye visual yang sama. Kemunculan Tim Relawan Ridwan Kamil memancing para aktivis dari komunitas lainnya untuk turut serta menjadi bagian tim relawan. Ketika gerakan tim relawan semakin membesar, maka dukungan publik pun semakin meluas. Mereka yang terlihat antusias mendukung Ridwan Kamil antara lain para pelajar, mahasiswa, dan komunitas kreatif. Slogan yang ditawarkan oleh Tim Relawan Ridwan Kamil adalah “Bandung Juara,” berisi programprogram penanganan masalah kota yang menggunakan metoda alternatif bernuansa intelektual tinggi. Umumnya, simpul-simpul komunitas tertarik pada gagasan-gagasan dan media visual yang ditawarkan Tim Relawan Ridwan Kamil. Simpul Tim relawan Ridwan Kamil lainnya memanfaatkan relasi alumni tempat pendidikan semasa Ridwan Kamil sekolah. Mereka menyebarkan pesan kampanye secara berantai baik secara langsung maupun melalui media online, seperti Facebook dan Twitter. Mereka bekerja secara sukarela dan mengandalkan biaya secara mandiri (self-funding). Proses ini searah dengan pendapat Kriesi (Libby, 1998: 18) bahwa para aktivis yang menghubungkan gerakan sosial dengan jaringan keluarga, pertemanan, dan hubungan informal lainnya akan memberikan perluasan mobilisasi yang berjalan massif dan efektif. Kemandirian dan independensi gerakan Tim Relawan Ridwan Kamil menjadi daya tarik tersendiri bagi publik, sehingga menyediakan sosok alternatif yang dianggap kredibel dibanding para kandidat lainnya. Perkembangan simpul komunitas yang dibentuk oleh Tim Relawan Ridwan Kamil mengindikasikan adanya jaringan sosial yang membentuk basis dari gerakan sosial yang dapat dimobilisasi dengan cara menggabungkan dukungan baik formal maupun informal. Bentuk gerakan komunitas tidak hanya menjadi kekuatan bagi mobilisasi dukungan politik, tetapi sekaligus mengakibatkan permasalahan. Pencalonan Ridwan Kamil sebagai 7
Konfrensi Nasional Sosiologi III, Yogyakarta 20-22 Mei 2014 walikota tidak sepenuhnya didukung oleh kawan-kawan di kalangan komunitas. Terdapat rasa antipati di sebagian para aktivis tentang aktivis terjun ke dunia politik. Perbedaan pandangan kemudian menyebabkan dukungan aktivis dari komunitas internal pada awalnya menjadi terbatas. Aktivis pendukung pencalonan Ridwan Kamil perpandangan bahwa sudah saatnya mereka beraksi dan tidak membiarkan kondisi buruk di Kota Bandung terus berlangsung. Memasuki ranah politik praktis adalah keniscayaan dalam mewujudkan visi tersebut. Akan tetapi, di sisi lain terdapat aktivis yang menganggap politik itu kotor dan akan membawa dampak negatif bagi komunitas.2 Kontradiksi mengenai pencalonan Ridwan Kamil menandakan pergeseran komunitas dari wilayah apolitis menjadi politis mengancam solidaritas para aktivis. Pertentangan di antara aktivis semakin panas saat figur lain juga mencalonkan diri sebagai walikota Bandung. Ia adalah Budi Dalton, rekan Ridwan Kamil di BCCF. Dukungan para aktivis yang memandang perlunya berpolitik kemudian terpecah, sehingga menimbulkan suasana tidak kondusif di dalam komunitas. Rivalitas di antara Ridwan Kamil dengan Budi Dalton dalam konteks pemilihan walikota tidak dapat dihindari. Bahkan, beberapa ketegangan di antara dua kubu pendukung sempat terjadi di lapangan. Karena itu, sebagian aktivis yang apolitis menganggap dampak buruk politik praktis telah dirasakan oleh komunitas semenjak kedua figur tersebut sama-sama berkompetisi dalam ajang pemilihan walikota. Fenomena ketegangan di kalangan komunitas menggambarkan kerancuan komunitas ketika memasuki ranah politik praktis. Hal ini disebabkan sistem norma dan nilai yang terdapat di kalangan aktivis tidak mendukung mekanisme hubungan rivalitas yang tajam. Karakteristik komunitas dicirikan oleh tindakan-tindakan yang cenderung apolitis, menjalin hubungan dengan sesama anggota secara kekeluargaan, menjaga solidaritas, dan menjunjung kebersamaan. Karena itu, ketika mereka terbagi ke dalam kelompok yang bersaing dengan norma-norma pemilihan walikota, maka nilainilai komunitas tidak lagi berlaku dalam mengatur hubungan sosial di antara aktivis. Dengan demikian, masuknya komunitas dalam politik praktis sedikit banyaknya telah mengganggu hubungan solidaritas di dalam komunitas.
Paradoks Kerjasama Antara Gerakan Komunitas dengan Partai Politik Tim Relawan Ridwan Kamil menyadari bahwa betapapun besar dukungan dari berbagai komunitas di Bandung, tetapi tidak cukup untuk memenangkan pemilihan walikota. Komponen penting dalam kompetisi pemilu adalah kendaraan partai politik. Menjadi walikota bukan hanya persoalan memenangkan suara pada ajang pemilihan umum, tetapi juga proses politik yang harus dijalani selama memimpin pemerntahan. Karena itu, berkoalisi dengan partai politik menjadi keniscayaan yang harus dijalani oleh Ridwan Kamil. Tim relawan Ridwan Kamil kemudian membentuk tim yang bertugas untuk melakukan komunikasi politik dengan partai-partai politik. Di sisi lain, sebelum pilwalkot, ada beberapa kader PKS yang ditugas untuk berkomunikasi dan melobi Ridwan Kamil agar bersedia maju sebagai kandidat calon walikota yang diusung oleh PKS yang memenuhi syarat mengajukan calon walikota. Meskipun mempunyai 9 kursi di DPRD Kota Bandung dan telah memiliki beberapa calon walikota dari kalangan sendiri, seperti Abu Syauki dan Taufikurrahman, akan tetapi, diskusi internal di PKS akhirnya memutuskan mengusung Ridwan Kamil yang merupakan non-kader dengan pertimbangan potensi popularitas yang lebih tinggi. Setelah melakukan 2
Wawancara dengan mantan kordinator Tim Relawan Ridwan Kamil.
8
Konfrensi Nasional Sosiologi III, Yogyakarta 20-22 Mei 2014 serangkaian panjang komunikasi politik, akhirnya Ridwan Kamil sepakat berkoalisi dengan PKS. Ridwan Kamil dipasangkan dengan Oded Danial dari kader internal PKS. Sedangkan Partai Gerindra yang memiliki 3 kursi di legislatif dimasukkan dalam koalisi untuk memperkuat kans kemenangan dan dukungan di DPRD Kota Bandung. Pihak PKS mengambil keputusan menempatkan kadernya, Oded Danial sebagai calon walikota karena memperhatikan kans yang lebih menjanjikan. PKS menyadari bahwa popularitas kadernya belum meyakinkan untuk memenangkan pemilihan walikota. Pengalaman pada pemilihan walikota 2008 menunjukkan bahwa gerakan sosial keagamaan yang digulirkan oleh kader-kader militan PKS ternyata tidak mampu mendongkrak elektabilitas kandidat dari kalangan kader. PKS melihat Ridwan Kamil sebagai sosok yang memiliki kemampuan dalam segi ide, tetapi masih minim pengalaman dalam masalah birokrasi. Karena itu, PKS menempatkan Oded Danial yang dipandang lebih berpengalaman dalam birokrasi dan memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan berbagai elemen masyarakat. Pertimbangan lain PKS dan Partai Gerindra mengusung Ridwan Kamil sebagai walikota adalah melihat kekuatan tim relawan yang ada pada Ridwan Kamil. Mereka menduga apabila Ridwan Kamil ditempatkan pada posisi selain walikota, maka pergerakan tim relawan Ridwan Kamil akan terbatas, sehingga akan menurunkan kans memperoleh kemenangan. Selain itu, pihak keputusan PKS tersebut juga didasarkan pada perhitungan akumulasi relawan dari Ridwan Kamil dengan relawan yang ada di PKS.3 Menempatkan Ridwan Kamil dari kalangan independen sebagai walikota, memasangkan Oded Danial sebagai wakil walikota, dan menggandeng Partai Gerindra merupakan langkah strategis dan rasional PKS dalam upaya memenangkan Pemilihan Walikota Bandung 2013. Keberhasilan lobi politik yang berlangsung antara tim relawan Ridwan Kamil dan tim pemenangan pilwalkot PKS didasari adanya beberapa alasan lain. Pertama, adanya kesamaan visi untuk menjadikan Kota Bandung lebih baik, terbebas dari praktik korupsi, dan mengedepankan upaya terobosan untuk memecahkan kebuntuan penyelesaian berbagai masalah kota.4 Kedua, proses lobi dan kelancaran komunikasi politik juga dipengaruhi kedekatan personal di mana adik kandung Ridwan Kamil merupakan kader PKS, sehingga kepercayaan Ridwan Kamil kepada PKS lebih mudah dibangun. Fakta tersebut mengindikasikan bahwa kerjasama yang terjalin antara tim relawan dengan tim sukses PKS turut ditentukan oleh faktorfaktor yang menjadi ciri dari komunitas, yaitu kesamaan visi dan kedekatan kekeluargaan. Dalam proses mengusung Ridwan Kamil oleh PKS dan Partai Gerindra, terdapat pandangan awam yang menganggap Ridwan Kamil merupakan kader yang diusung Partai Gerindra. Wacana tersebut sempat membuat PKS dan tim relawan gusar, sebab Partai Gerindra dianggap telah mendompleng popularitas Ridwan Kamil yang terus menanjak. PKS menegaskan kembali bahwa Ridwan Kamil adalah kandidat dari kalangan professional yang independen.5 Peristiwa tersebut menggambarkan bahwa koalisi yang terjadi antara Ridwan Kamil, PKS, dan Partai Gerindra masih rentan dan belum dilandaskan pada kesamaan visi yang kuat. Rivalitas antar kelompok, terutama di antara partai pengusung masih terjadi meskipun mereka telah samasama memenangkan pasangan Ridwan Kamil-Oded Danial pada pilwalkot.
3
Wawancara dengan mantan Ketua Tim Pemenangan Pilwalkot Bandung 2013 dari PKS. Wawancara dengan mantan kordinator Tim Relawan Ridwan Kamil, mantan ketua Tim Pemenanganan Pilwalkot Bandung dari PKS dan Partai Gerindra. 5 Wawancara dengan mantan Ketua Tim Pemenangan Pilwalkot Bandung 2013 dari PKS. 4
9
Konfrensi Nasional Sosiologi III, Yogyakarta 20-22 Mei 2014 Kerjasama antara tim relawan, tim sukses PKS, dan tim sukses Partai Gerindra termanifestasi dalam pembagian kerja kampanye di lapangan. Tim relawan umumnya terdiri dari kalangan muda yang bergelut di dunia kreativitas produksi. Berbekal kemampuan tersebut, mereka mengeksploitasi potensi-potensi Ridwan Kamil dalam bentuk media visual yang menarik dan memiliki gaya tersendiri. Dengan garapan desainer berpengalaman, media-media kampanye Ridwan Kamil terasa lebih segar dan berbeda dengan umumnya gaya kampanye yang dilakukan partai politik. Sosok Ridwan Kamil dan Oded Danial sebagai figur baru yang menjanjikan bagi perbaikan Kota Bandung dapat tersampaikan melalui kemasan visual yang diolah oleh Tim Relawan Ridwan Kamil. Dengan gaya kampanye yang bernuansa indie, tim relawan berfokus menggaet simpatisan dari kalangan generasi muda. Tim sukses PKS bertumpu pada gagasan-gagasan janji kampanye pada ranah kebijakan. PKS memiliki pengalaman dalam aspek kebijakan kota karena banyak kader yang telah berkecimpung di DPRD Kota Bandung. Mereka mampu menghitung Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat digunakan untuk mendukung program-program pembenahan kota. Beberapa program yang ditawarkan oleh Ridwan Kamil-Oded Danial merupakan rekomendasi dari tim PKS. Dalam aspek mobilisasi gerakan, PKS memiliki kekuatan kader jamaah yang tersebar hingga tingkat Rukun Tangga (RT). PKS memiliki kekuatan gerakan yang patut diperhitungkan di Kota Bandung. Pada pemilu legislatif 2009, gerakan jamaah mereka mampu menempatkan 9 kader di legislatif kota. Gerakan mereka telah terstruktur dengan baik dan berpengalaman dalam mobilisasi politik. Tim sukses PKS memanfaatkan sumberdaya gerakan yang telah mereka miliki. Target yang mereka bidik adalah konstituen, simpatisan, dan masyarakat yang berada di sekitar komunitas gerakan jamaah. Partai Gerindra memiliki peran dalam pemenangan Ridwan Kamil. Mereka lebih menargetkan simpatisan partai yang berasal dari kalangan akar rumput. Partai Gerindra dikenal dengan simpatisan kalangan ‘bawah’ yang bersimpati terhadap figur Prabowo. Mereka menyadari bahwa porsi kekuatan partainya belum besar apabila dibandingkan dengan partaipartai yang telah ada. Akan tetapi politisi Partai Gerindra mempercayai kekuatan akar rumput yang telah mereka bina akan turut menentukan kemenangan Ridwan Kamil-Oded Danial.6 Upaya penyuksesan yang dilakukan partai ini sempat mengalami hambatan. Beberapa sumber informan menyatakan terdapat sebagian elit partai yang secara personal mendukung kandidat lain. Tim relawan dan tim sukses PKS menilai terganggunya kekompakan di Partai Gerindra menyebabkan kampanye di kalangan mereka kurang optimal. Pihak Partai Gerindra menyatakan bahwa di lapangan, urusan dukungan secara perseorangan adalah hak individu yang sulit diintervensi oleh partai. Namun secara institusi partai telah menegaskan dukungannya kepada Ridwan Kamil. Di antara politisi partai, terutama mereka yang bertanggung jawab di tingkat Pengurus Anak Cabang (PAC), mengaku telah melakukan upaya dukungan kepada Ridwan Kamil secara maksimal. Bahkan, mereka mengeluarkan dana pribadi yang tidak sedikit untuk kepentingan kampanye Ridwan Kamil-Oded Danial di wilayahnya. Meskipun sempat mengalami dinamika, Partai Gerindra telah menunjukkan kegigihan dalam memenangkan pemilihan walikota. Kerjasama antara Tim Relawan Ridwan Kamil sebagai komunitas dengan PKS dan Partai Gerindra sebagai institusi partai politik merupakan strategi menangkap dan menciptakan peluang yang berkaitan dengan terbukanya kans memenangkan pilwalkot Bandung 2013. Lobi-lobi 6
Wawancara dengan Tim Pemenangan Pilwalkot Bandung 2013 dari Partai Gerindra.
10
Konfrensi Nasional Sosiologi III, Yogyakarta 20-22 Mei 2014 politik yang dilakukan tim relawan, tim PKS, dan tim Partai Gerindra menandakan adanya keterbukaan struktur peluang politik, sehingga memungkinkan tim relawan menggali potensi sumberdaya gerakan. Kolaborasi gerakan di antara mereka memberi kemampuan untuk memobilisasi jaringan-jaringan sosial menjadi tindakan nyata untuk mendukung Ridwan KamilOded Danial. Koalisi yang dibentuk dengan PKS dan Partai Gerindra menciptakan berbagai peluang bagi baik kelompok tim relawan untuk memenangkan pemilihan walikota dan sekaligus mengamankan urusan politik yang akan dihadapi oleh Ridwan Kamil. Tim Relawan perlu memastikan bahwa kandidat yang diusungnya mendapatkan dukungan politik dari kekuatan partai selama Ridwan Kamil menjalani perannya sebagai walikota. Kemampuan Tim Relawan menangkap peluang keterbukaan struktur politik dimulai ketika mereka mengidentifikasi adanya kejenuhan masyarakat terhadap elit politisi. Beberapa pasangan kandidat saingan yang memiliki kans besar telah berpengalaman duduk di struktur pemerintahan, seperti Edi Siswadi yang menjabat Sekretaris Daerah Pemkot Bandung, Erwan Setiawan yang menjabat Ketua DPRD Kota Bandung, Nani Suryani merupakan istri dari Dada Rosada (mantan walikota), dan Ayi Vivananda yang menjabat Wakil Walikota Bandung. Tersebarnya para elit menjadi kandidat-kandidat yang saling bersaing menandakan adanya perpecahan di kalangan elit politik dalam struktur pemerintahan, sehingga tidak ada yang mendominasi struktur kekuasaan. Keadaan ini merupakan peluang politik yang berharga bagi koalisi Riwan Kamil-Oded Danial dalam memposisikan Ridwan Kamil sebagai kandidat ‘kuda hitam’ yang menjanjikan. Tim relawan melihat posisi Ridwan Kamil sebagai profesional, aktivis kota, dan non politisi lebih menguntungkan dibanding kandidat yang lain. Kecerdasan dan prestasi Ridwan Kamil pun menjadi sisi yang potensial untuk dijadikan daya tarik dibandingkan peserta lainnya. Kelebihan tersebut kemudian disadari oleh PKS dan Partai Gerindra, sehingga mereka lebih mudah melakukan sosialisasi dan kampanye yang menarik. Tim relawan Ridwan Kamil telah merancang skema intepretasi yang memungkinkan para simpatisan mengidentifikasi dan memberi label tentang pentingnya partisipasi mereka dalam upaya memperbaiki Kota Bandung. Gagasan tentang program-program terobosan dalam slogan “Bandung Juara” yang ditawarkan Ridwan Kamil menggugah kesadaran masyarakat tentang semangat membenahi yang memungkinkan mobilisasi gerakan. Gagasan “Bandung Juara” menjadi ideologi yang mampu mempersatukan berbagai komunitas menjadi satu kekuatan gerakan dalam meningkatkan elektabilitas Ridwan Kamil-Oded Danial. Gagasan “Bandung Juara” mencerminkan keluhan masyarakat tentang kondisi kota sekaligus memvisualisasikan solusi kepada seluruh warga. Kerjasama yang berlangsung di antara koalisi pengusung Ridwan Kamil-Oded Danial dipengaruhi cara kerja dan pendekatan yang biasa dilakukan masing-masing pihak. Tim relawan merasakan kaku bekerjasama dengan partai politik. Mereka berpandangan partai politik memiliki pola kerja yang telah terstruktur dan normatif. Cara berfikir dan bekerja partai politik sama sekali berbeda dengan tim relawan yang terbiasa lebih bebas, terbuka, dan egaliter. Tim relawan lebih menyukai cara-cara yang fleksibel, sehingga leluasa menuangkan kreativitasnya. Sedangkan partai politik senantiasa terpaku pada instruksi yang diberikan pimpinannya dan melakukan sesuai dengan pola kerja yang telah dilakukan sebelumnya. Namun, tim relawan memahami pola kerja partai politik yang memang sewajarnya bertindak seperti itu dan perbedaan-perbedaan tersebut harus mereka hadapi.
11
Konfrensi Nasional Sosiologi III, Yogyakarta 20-22 Mei 2014 Tim sukses PKS menyatakan hal yang sama bahwa mereka perlu memaklumi pola kerja tim relawan yang lebih bebas. Perbedaan dunia komunitas dan partai politik menuntut adanya rasa saling memahami satu dengan lainnya. Tim sukses PKS mengakui kelebihan tim relawan dalam aspek kreativitas kampanye. Mereka memadukan cara-cara kampanye, sehingga di lapangan sering kali sulit membedakan media hasil kerja tim relawan dan hasil tim sukses PKS. Pada saat itu, PKS sedang dilanda kasus korupsi yang melibatkan mantan ketua umum mereka, Luthfi Hasan Ishaq (LHI). Elektabilitas PKS diduga hancur akibat pemberitaan negatif dari kasus tersebut. Karena itu, mereka tidak terlalu menonjolkan identitas partai pada media kampanye pemilihan walikota. Karena popularitas partai yang kurang mendukung, tim PKS lebih menitikberatkan pada figur, program, dan kemasan kandidat. Tim PKS memiliki kesan berbeda terhadap tim Partai Gerindra. Pertama, media kampanye Partai Gerindra yang menonjolkan sosok Ridwan Kamil dan menghilangkan sosok Oded Danial. Cara tersebut mengesankan seolah-olah Partai Gerindra mengklaim Ridwan Kamil sebagai kader mereka. Beberapa kader PKS menduga Partai Gerindra sengaja melakukan tindakan itu untuk meningkatkan elektabilitas partai dengan mendompleng popularitas Ridwan Kamil yang semakin naik. Kedua, kerjasama antara kader PKS dan kader Partai Gerindra di lapangan ternyata tidak solid. Rivalitas di antara elit partai politik di daerah diduga menyebabkan koalisi di antara mereka kurang berjalan maksimal. Tim PKS merasa lebih nyaman bekerjasama dengan tim relawan. Demikian pula sebaliknya, tim relawan merasa bahwa PKS memiliki struktur gerakan yang mapan dan banyak aktivis yang berasal dari kalangan intelektual, sehingga komunikasi dan kerjasama di antara mereka dapat berjalan baik. Sedangkan tim sukses Partai Gerindra merasa nyaman bekerjasama dengan tim relawan. Partai Gerindra melihat tim relawan yang karakternya sangat fleksibel. Kader atau simpatisan partai dapat bergabung dengan tim relawan, sehingga memudahkan komunikasi dan kerjasama. Sedangkan Partai Gerindra merasa kurang nyaman bekerjasama dengan PKS. Mereka menganggap kader-kader PKS di daerah yang cenderung bersikap tertutup atau menutup diri serta kaku dalam berinteraksi. Meskipun Tim Relawan berhasil menjadikan aktivis mereka sebagai walikota Bandung, tetapi bentuk komunitas memiliki berbagai keterbatasan dalam mengawal proses politik selanjutnya. Tim Relawan dibubarkan sesaat setelah kemenangan Ridwan Kamil-Oded Danial diumumkan KPU pada 28 Juni 2013. Mereka menilai perjuangan gerakan perubahan Kota Bandung dengan menempatkan seorang aktivis sebagai walikota telah mencapai tujuannya. Walaupun sebenarnya terdapat rasa was-was karena beban tanggung jawab mereka atas kinerja Ridwan Kamil tidak dapat diteruskan lagi. Simpul-simpul komunitas hanya memiliki kesamaan visi untuk menjadikan Ridwan Kamil sebagai walikota. Selain itu, tidak ada persamaan visi yang dapat melanjutkan kesatuan sebagai gerakan. Sebagian besar aktivis kembali pada masingmasing aktifitasnya dan hanya sebagian kecil tetap berupaya dekat dengan walikota dengan alasan yang lebih politis. Simpul komunitas menyadari bahwa gerakannya bukan perjuangan politik yang permanen, karena urusan-urusan politik praktis akan memupus karakteristik komunitas. Motivasi untuk terjun ke dunia politik praktis pun lebih didorong oleh rasa frustasi melihat keadaan kota, bukan atas kepentingan politik. Karena itu, komunitas yang berpolitik dalam kajian ini sepatutnya dianggap sebagai gerakan sosial yang temporer. Temuan ini pun menegaskan bahwa gerakan komunitas dalam pemilihan walikota tidak dapat menggantikan peranan partai politik dalam kompetisi kekuasaan ataupun urusan-urusan politik lainnya.
12
Konfrensi Nasional Sosiologi III, Yogyakarta 20-22 Mei 2014 5. Kesimpulan Hasil kajian ini menunjukan para aktivis komunitas mampu menangkap terbukanya struktur peluang politik dengan merepresentasikan harapan warga melalui desain visual yang diolah sekelompok tim kreatif. Simpul-simpul komunitas yang semakin berkembang kemudian menyediakan jejaring sosial yang efektif dalam penggalangan dukungan. Tim relawan dan partai-partai pengusung Ridwan Kamil kemudian dapat memposisikan diri sebagai kandidat yang berbeda dan menjanjikan dengan menyebarkan citra sebagai profesional, berprestasi, dan tidak terhubung dengan politisi sebelumnya. Sebagai suatu gerakan sosial, tim relawan melakukan penggalian potensi sumberdaya dengan cara menyebarkan dukungan kolektif melalui perluasan simpul komunitas dan pembentukan koalisi dengan PKS dan Partai Gerindra sebagai sarana yang mengurusi politik praktis. Dari beberapa temuan dapat dijelaskan bahwa ketiga pihak, baik tim relawan, tim PKS, dan tim Partai Gerindra memiliki kesamaan visi untuk menempatkan sosok Ridwan Kamil sebagai figur yang memiliki karakter kuat dalam membenahi masalah kota. Perbedaan bentuk kelompok antara tim relawan dan partai politik menentukan pendekatan mereka dalam melakukan upaya pemenangan. Tim relawan yang terdiri dari komunitas kreatif lebih bertindak secara fleksibel dan independen. Sedangkan PKS dan Partai Gerindra, dengan logika kepartaiannya, cenderung terstruktur dan normatif. Di sisi lain, perbedaan pendekatan berguna dalam membagi-bagi segmen pemilih untuk kepentingan kampanye. Tim relawan berfokus pada generasi muda, PKS pada simpatisan dan lingkungan sosial di sekitar jamaah, dan Partai Gerindra pada simpatisan akar rumput. Fleksibilitas tim relawan dalam bekerja dan posisi mereka yang bukan kompetitor menjadi faktor utama terjalinnya hubungan yang kooperatif dengan PKS dan Partai Gerindra. PKS dan Partai Gerindra cenderung memanfaatkan trend positif elektabilitas Ridwan Kamil demi kepentingan citra masing-masing partainya. Tindakan kedua partai tersebut adalah karakter alami dari organisasi partai politik yang memiliki logika elektoral yang pragmatis. Koalisi yang dibentuk untuk kepentingan pemilu, termasuk dalam konteks Pemilihan Walikota Bandung, adalah kerjasama atas prinsip pemenangan, bukan berlandaskan persamaan visi gerakan yang substansial. Di luar itu, masing-masing partai akan tetap terlibat dalam persaingan untuk memperebutkan suara pemilih. Gerakan komunitas tidak dapat menggantikan peran partai politik dalam kompetisi pemenangan pemilu, tetapi terbatas pada upaya menyediakan jaringan sosial untuk menggalang dukungan publik. Di sisi lain gerakan pemenangan mendapat Ridwan Kamil mendapat sokongan signifikan gerakan partai politik yang dilakukan oleh PKS dan Partai Gerindra.
Referensi
Bredvold, L. I. 1960. Philosophy of Edmund Burke: a Selection from His Speeces and Writings (Ed. Ralph G. Ross). Michigan: University of Michigan. Heywood, A. 2000. Key Concepts in Politics. USA & Canada: Palgrave Macmillian. 13
Konfrensi Nasional Sosiologi III, Yogyakarta 20-22 Mei 2014 Libby, R. T. 1998. Eco Wars: Political Campaigns and Social Movements. New York: Columbia University Press. Lipset, L. M., & Larkin, J. M. 2004. The Democratic Century. USA: The University of Oklahoma Press. Locher, D. A. 2002. Collective Behavior. Pearson Education Inc. Upper Saddle River: New Jersey. Markoff, J. 2002. Gelombang Demokrasi Dunia, Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: CCSS-Pustaka Pelajar. McAdam, Dough, & Mcharty, J.D. 1996. Comparative Perspectives on Social Movements: Political Opportunities, Mobilizing Structures, and Cultural Framing. Cambridge University Press, USA. Sartori, G. 1976. Parties and Party System. Cambridge: Cambridge University Press. Stark, R. 1992. Sociology. USA: Wadsworth. Tarrow, S. 1994. Power in Movement: Social Movements, Collective Actions, and Politics. Cambridge: Cambridge University Press. Tan, P. J. 2006. Indonesia Seven Years After Suharto: Party System Institutionalization in a New Democracy. Contemporary Southeast Asia, 28 (1). Tilly, C.1978. From Mobilization to Revolution. USA: Reading (Mass.) Addison Wesley Publication Company. Zirakzadeth, C. E. 2006. Social Movements in Politics: Comparative Study (Expanded Edition). England: Palgrave MacMillian.
Sumber lain: Herdiansah, Ari G. Faktor-Faktor Kemenangan Rido: Antara Harapan dan Tantangan. Radar Bandung, 30 Juni 2013. “Biografi Ridwan Kamil,” www.ridwankamil.net, diuduh November 2013. “Hasil perhitungan Pemilihan Walikota Bandung 2013,” www.kpud.bandung.go.id, diuduh November 2013. “Profil Oded Danial,” www.merdeka.com, diuduh November 2013. “Profil Partai Gerindra,” www.partaigerindra.or.id, diuduh November 2013.
14