FORMULASI, DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZI SELAI KACANG-GALOHGOR
MUHAMAD FIRMAN ALAMSYAH
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Formulasi, Daya Terima dan Kandungan Gizi Selai Kacang-Galohgor” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Insitut Pertanian Bogor.
Bogor. Februari 2015
M Firman Alamsyah NIM I14100079
FORMULASI, DAYA TERIMA, DAN KANDUNGAN GIZI SELAI KACANG-GALOHGOR (Formulation, Acceptability, and Nutrients Content of Galohgor-Peanut Spread) Muhamad Firman Alamsyah1, Katrin Roosita2 1
Mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Email:
[email protected] 2 Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan formula selai kacang yang dimodifikasi dengan penambahan ekstrak Galohgor. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan faktor tiga konsentrasi ekstrak Galohgor. Tiga formula selai kacang Galohgor yang dihasilkan adalah F1, F2, dan F3 yang memiliki kandungan bahan yang sama, namun memiliki konsentrasi ekstrak Galohgor yang berbeda yaitu masing-masing 0%, 10% dan 20%. Berdasarkan daya terima dengan uji hedonik menggunaan sample semi-terlatih, selai kacang-Galohgor yang terpilih adalah selai formula F2 yang memiliki konsentrasi ekstrak galohgor sebesar 10%. Formula selai terpilih tersebut memiliki persen kesukaan sebesar 71.7% dengan kandungan gizi meliputi protein 12.33%, lemak 22.13%, karbohidrat 61.44%, abu 2.41%, dan kadar air 18.10%. Setiap takaran saji-nya (18g) selai kacang-galohgor mengandung ekstrak galohgor 1.66g, energi sebesar 74 Kal, protein 1.85g, lemak 3.32g, dan karbohidrat 9.21g, Kata kunci: selai kacang galohgor, daya terima, kandungan gizi, nutrasetikal Galohgor
ABSTRACT The aim of this study was to develop a formula of peanut spread added by Galohgor extract. The study was conducted by completely randomized design with different concentration of galohgor extract as experimental factor. Three formula was developed that contained different amount of galohgor extract, i.e. Formula 1 (F1 = 0%), Formula 2 (F2 = 10%), and Formula 3 (F3 = 20%). Formula 2 (F2) was the selected formula that was determined by its highest (71.7%) acceptability. F2 contained 12.33% of protein, 22.13% of fat, 61.44% of carbohydrate, 2.41% of ash, and 18.10% water. Each serving size (18g) Galohgor-peanut spread contained 1.66g of galohgor extract, 74 Calory of energy, 1.85g of protein, 3.32g of fat, and 9.21g of carbohydrate. Key words: galohgor peanut spread, acceptability, nutrient content, galohgor nutraceutical
FORMULASI, DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZI SELAI KACANG-GALOHGOR
MUHAMAD FIRMAN ALAMSYAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam juga penulis sampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Tema penelitian yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus sampai dengan Oktober 2014 adalah pengembagan produk pangan. Karya ilmiah yang telah selesai ini berjudul Formulasi, Daya Terima dan Kandungan Gizi Selai Kacang-Galohgor. Penelitian ini didanai oleh penelitian BOPTN-IPB yang diketuai oleh Dr. Katrin Roosita, SP, M.Si. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Katrin Roosita, SP, M.Si yang telah banyak memberikan bimbingan, semangat, motivasi, saran, dan dukungan dalam proses penelitian hingga penulisan karya ilmiah ini. 2. Ibu Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si yang telah memberikan saran dan masukannya dalam penulisan karya ilmiah ini. 3. Keluarga tercinta, Mama Lilik Sunichah dan Bapak Asep Mulia, kakak Ditta Septiani S.Pd atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis. 4. Beasiswa Bidik Misi Dikti atas dukungan materi yang telah diberikan. 5. Teman-teman penelitian (Mba Ruroh, Ami, Mpit, Ade, Rayfan,) atas bantuan dan kerja samanya dalam proses penelitian. Teman-teman satu ID di RSMM (Ineu, Tutu, Farida, Amel) atas semangat yang telah diberikan. 6. Teman-teman seperjuangan Warrior, Gizi Masyarakat 47, temen-temen lab (Dessi, Ani, Gita, Tachur, dkk) atas bantuan dan semangatnya. 7. Kakak-kakak pembina dan adik-adik binaan Birena Al-Hurriyyah IPB atas rasa kekeluargaannya. 8. Teman-teman PSDM Birena (Yusuf, Derry, Reza, Isna, Nisa, Rusti, Farah) dan HRD Al-Hurriyyah (Agit, Tri, Dian, Anis, Farih) atas ukhuwah Islamiyah-nya. 9. Teman-teman Wisma Baitussalam atas kebersamaannya. 10. Teman-teman Forsia (Hafid, Pauzi, Deslak, Septian, Ulfa, Kartiyem, Fatwa, Imel, dkk) atas dukungannya. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Februari 2015
M. Firman Alamsyah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Tujuan Umum
2
Tujuan Khusus
2
Manfaat Penelitian
2
METODE PENELITIAN
2
Tempat dan Waktu
2
Bahan dan Alat
3
Prosedur
3
Formulasi Produk Selai Kacang-Galohgor
3
Uji Organoleptik
4
Analisis Zat Gizi
5
Rancangan Percobaan
5
Pengolahan dan Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Formulasi Selai Kacang Galohgor
6
Uji Organoleptik Selai Kacang Galohgor
7
Penentuan Formula Selai Kacang Galohgor Terpilih
11
Kandungan Gizi Selai Kacang Galohgor Tepilih
12
Kandungan Gizi Produk Selai Kacang Galohgor per Takaran Saji
14
Kontribusi Konsumsi Selai terhadap AKG
15
Analisis Biaya Produksi Selai Kacang Galohgor
16
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
21
vi
DAFTAR TABEL 1 Formulasi selai kacang-galohgor 4 7 2 Komposisi bahan formula selai kacang galohgor 3 Modus tingkat kesukaan dan persen kesukaan panelis terhadap selai kacanggalohgor 8 4 Nilai modus mutu hedonik produk selai kacang-galohgor 8 12 5 Kandungan zat gizi selai formula kontrol dan formula terpilih 6 Kandungan gizi selai kacang-galohgor tepilih per takaran saji (18 g) 14 7 Persentase kontribusi kandungan gizi selai terpilih terhadap AKG perempuan dewasa 15 8 Persentase kontribusi kandungan gizi selai terpilih terhadap AKG busui 6 bulan pertama 16 9 Biaya pembuatan selai kacang galohgor 16
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Diagram alir proses pengolahan selai kacang-galohgor Tahap penggilingan kacang tanah hingga terbentuk pasta kacang Diagram batang tingkat kesukaan panelis terhadap selai Selai F2 kacang-galohgor
4 7 11 12
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Formulir Uji Organoleptik Prosedur Analisis Kandungan Gizi Analisis statistik sifat organoleptik selai Hasil uji-t berpasangan sifat kimia (kandungan gizi) selai kacang Galohgor kontrol dan terpilih 5 Bahan dan komposisi Nutrasetikal Galohgor
22 23 25 28 28
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan kesehatan ibu di Indonesia merupakan salah satu tujuan pembangunan Milenium Development Goals (MDGs) kelima yang masih berjalan lambat dalam beberapa tahun terakhir (UNICEF 2012). Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tetap tinggi, yaitu sebanyak 228 per 100.000 kelahiran hidup. Sebagian besar kematian ibu terjadi pada masa nifas, sehingga upaya peningkatan kesehatan masa nifas berperan penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu. Sesuai target MDGs, AKI harus diturunkan sampai 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Untuk dapat mencapai target tersebut, diperlukan terobosan dan upaya keras dari seluruh pihak, baik Pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat (Depkes 2011). Upaya peningkatan kesehatan ibu pada masa nifas merupakan salah satu bentuk nyata yang dilakukan untuk mengurangi AKI. Peningkatan kesehatan dapat dicapai melalui perbaikan gizi ibu sebelum dan setelah melahirkan. Konsumsi zat gizi makro dan mikro sangat penting untuk menunjang keberhasilan perawatan ibu pada masa nifas. Juharni et al. (2012) mengemukakan bahwa konsumsi makanan dengan gizi seimbang terutama makanan yang mengandung vitamin dan mineral sangat penting untuk menunjang pemulihan kondisi ibu nifas sekaligus mengurangi resiko terhadap kematian ibu. Selain mengkonsumsi makanan yang bergizi, konsumsi obat-obatan tradisional seperti jamu juga banyak dilakukan oleh beberapa ibu setelah proses melahirkan. Salah satu ramuan tradisional yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Suku Sunda di Indonesia adalah Galohgor. Galohgor yang terbuat dari 56 jenis tanaman telah diteliti sejak tahun 2002 dan biasa dikonsumsi oleh masyarakat di desa Sukajadi, kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Ibu yang baru saja melahirkan juga mempunyai kebiasaan mengonsumsi jamu galohgor. Jamu ini biasa dikonsumsi dua kali sehari (pagi dan sore) setelah melahirkan selama 40 hari. Secara empirik Jamu Galohgor terbukti memiliki manfaat untuk meningkatkan kondisi kesehatan ibu setelah melahirkan dan juga dapat meningkatkan volume ASI (Roosita et al. 2014). Secara tradisional Jamu Galohgor dibuat dengan cara disangrai dan ditumbuk sehingga dihasilkan serbuk kasar dan dapat dikonsumsi langsung sebagai makanan kudapan. Selain diproses secara tradisional, metode pembuatan jamu Galohgor telah di kembangkan dengan metode drum drying yang menghasilkan produk berupa serbuk halus (Pajar 2001). Selain itu, penelitian Roosita et al. (2013) menggunakan metode ekstraksi yang menghasilkan produk serbuk ekstrak galohgor dengan keunggulan memiliki khasiat yang lebih baik dibandingkan dengan metode tradisional dan juga metode drum drying. Pengembangan nutrasetikal Galohgor menjadi suatu produk pangan olahan yang dimodifikasi dengan bahan pangan lain perlu dilakukan, agar produk ini menjadi lebih beragam dan disukai. Salah satu alternatif produk olahan dari Galohgor dalam bentuk ekstrak adalah produk selai. Selai memiliki varian rasa yang bermacam-macam, seperti selai dari buah-buahan, selai kacang, dan selai
2
coklat. Pengembangan produk selai ini dilakukan dengan menggunakan ekstrak galohgor dan kacang tanah sebagai campurannya. Kacang merupakan bahan yang umum untuk dijadikan selai. Selai juga sering dikonsumsi sebagai produk pangan komplementer dari roti tawar sebagai menu sarapan. Selai kacang merupakan salah satu jenis selai yang dapat diterima oleh berbagai konsumen karena memiliki rasa dan kandungan gizi yang baik serta dapat dikonsumsi dengan berbagai jenis makanan seperti roti dan biskuit (Shakerardekani et al. 2013). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk membuat formula selai kacang-galohgor yang diharapkan akan dapat meningkatkan daya terima organoleptik yang baik dengan tanpa mengurangi khasiat dan kandungan gizi dari nutrasetikal galohgor tersebut.
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan formula selai kacang yang dimodifikasi dengan penambahan ekstrak galohgor sehingga memiliki daya terima dan kandungan zat gizi yang baik sebagai pangan fungsional. Tujuan Khusus 1. Mengembangkan formula selai kacang-galohgor. 2. Menganalisis sifat daya terima berdasarkan organoleptik dari aspek hedonik dan mutu hedonik selai kacang-galohgor. 3. Menganalisis sifat kimia (zat gizi) selai kacang-galohgor terpilih. 4. Menghitung kandungan gizi selai kacang-galohgor per takaran saji. 5. Menghitung kontribusi zat gizi produk selai kacang-galohgor terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) orang dewasa dan ibu menyusui. 6. Menghitung biaya pembuatan selai kacang-galohgor untuk konsumsi rumah tangga.
Manfaat Penelitian Formula yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan menjadi formula yang bermanfaat untuk peningkatan produksi ASI bagi ibu menyusui khususnya pada masa nifas. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi tentang kandungan zat gizi produk selai kacanggalohgor yang memiliki daya terima yang baik berdasarkan uji organoleptik.
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Kegiatan Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai Oktober 2014. Proses pengembangan produk selai kacang galohgor dilakukan di laboratorium percobaan makanan, laboratorium kimia dan analisis makanan,
3
laboratorium organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia dan laboratorium kimia pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan selai kacang-galohgor adalah kacang tanah, ekstrak Galohgor, gula (sukrosa), susu bubuk (whole milk), coklat bubuk, minyak nabati dan air. Ekstrak Galohgor diperoleh dari penelitian Roosita et al. (2013) dengan metode ekstraksi dekokta. Metode dekokta merupakan metode ekstraksi untuk bahan-bahan baku pembuatan nutrasetikal Galohgor dengan menggunakan air yang dipanaskan pada suhu 90 0C selama 90 menit. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk penetapan analisis proksimat, yaitu asam sulfat pekat, HgO, Kalium Sulfat (K2SO4), NaOH, Asam Borat, CuSO4, bromtimol blue, HCl, AgNO3, dietil eter, alkohol, dan aquades. Peralatan yang digunakan meliputi alat-alat untuk pembuatan produk selai kacang-galohgor dan alat-alat untuk analisis kandungan gizi produk. Alat-alat untuk membuat selai kacang galohgor diantara lain adalah panci alumunium, sendok pengaduk, mangkuk plastik, gelas ukur, timbangan makanan, plastik makanan, kemasan toples (jar), oven, food processor/blender, dan mixer. Kuisioner uji organoleptik dan peralatan lain yang diperlukan untuk analisis fisik dan kimia, yaitu timbangan analitik, oven vakum, pemanas Kjeldahl lengkap yang dihubungkan dengan penghisap uap melalui aspirator, labu Kjeldahl, alat destilasi lengkap dengan Erlenmeyer, alat ekstraksi Soxhlet lengkap dengan kondensor dan labu lemak, alat pemanas, desikator, pipet mohr, labu takar, kapas wool bebas lemak, kertas saring hulls, kertas timbal, cawan porselen, cawan alumunium, oven, tanur, dan alat-alat gelas.
Prosedur Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu (1) formulasi produk selai kacang galohgor; (2) uji organoleptik produk selai; (3) analisis kimia (zat gizi) produk selai kacang-galohgor terpilih; (3) perhitungan kandungan gizi per takaran saji produk selai terpilih; (4) perhitungan persentase kontribusi zat gizi produk selai terpilih terhadap AKG orang dewasa dan ibu menyusui; (5) perhitungan biaya pembuatan selai kacang-galohgor. Formulasi Produk Selai Kacang-Galohgor Formula selai kacang-galohgor dibuat sebanyak dua formula, yaitu F2 dan F3 dengan penambahan ekstrak Galohgor konsentrasi yang berbeda. Ekstrak Galohgor yang ditambahkan masing-masing sebanyak 10% (F2) dan 20% (F3) dari total 100% bahan pembentuk selai sementara F1 adalah formula kontrol tanpa penambahan ekstrak Galohgor. Komposisi bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan selai kacang-galohgor disajikan pada Tabel 1.
4
Tabel 1 Formulasi selai kacang-galohgor Formulasi F1 F2 F3
Gula halus (%) 40 40 40
Susu bubuk (%) 16 16 16
Coklat bubuk (%) 2 2 2
Minyak Sayur (%) 4 4 4
Kacang Tanah (%) 35 25 15
Ekstrak Galohgor (%) 0 10 20
Pembuatan selai kacang dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahapan pengolahan selai pada penelitian ini adalah pengeringan kacang, penggilingan, pencampuran bahan pangan tambahan, dan pengemasan dalam kemasan yang telah disterilisasi. Tahapan tersebut akan dijabarkan pada Gambar 1 dalam bentuk diagram alir. Kacang tanah dikeringkan dengan oven pada suhu 100-140 0C, ± 15 menit Kacang tanah digiling dengan food processor hingga membentuk pasta ± 15 menit Gula halus dan susu bubuk dilarutkan dengan 25ml air hangat Gula dan susu bubuk yang telah larut dicampurkan pada pasta kacang Minyak nabati dan coklat bubuk ditambahkan ke adonan selai dan di-mixer Ektrak galohgor ditambahkan pada adonan selai dan di-mixer kembali Toples/jar selai disterilisasi pada oven bersuhu 1000C Adonan selai dimasukkan dalam toples/jar Gambar 1 Diagram alir proses pengolahan selai kacang-galohgor
Uji Organoleptik Uji organoleptik pada penelititan ini dilakukan untuk menguji cita rasa produk selai pada formula yang berbeda-beda. Setyaningsih et al. (2010) menjelaskan bahwa uji afeksi kuantitatif berguna untuk mengetahui respon konsumen dalam sebuah kelompok besar dengan pertanyaan mengenai penerimaan, kesukaan, atribut sensori, dan lain-lain. Uji organoleptik yang dilakukan, yaitu uji hedonik dan mutu hedonik dengan atribut warna, aroma, rasa, tekstur, dan after taste. Skala penilaian uji hedonik yang digunakan terdiri dari 7 skala, yaitu (1) sangat tidak suka; (2) tidak suka; (3) agak tidak suka; (4) biasa; (5) agak suka; (6) suka; (7) sangat suka. Kemudian untuk uji mutu hedonik, skala penilaian juga terdiri dari 7 skala pada setiap atribut sensorinya. Kategori penilaian mutu hedonik yang digunakan adalah skor 1-7 (sangat kusam-sangat
5
mengkilat) untuk atribut warna, skor 1-7 (sangat apek-sangat harum) untuk atribut aroma, skor 1-7 (sangat pahit-sangat manis) untuk atribut rasa, skor 1-7 (sangat kasar-sangat lembut) untuk atribut tekstur, dan skor 1-7 (sangat lemah-sangat kuat) untuk atribut after taste yang terdapat pada formulir uji organoleptik (lampiran 1). Uji organoleptik dilakukan kepada 30 panelis agak terlatih (mahasiswa Gizi Masyarakat angkatan 2010 dan 2011) untuk menentukan formula selai terpilih. Uji ini dilakukan pada panelis yang biasa mengkonsumsi jamu untuk menghindari panelis yang ekstrim (tidak menyukai jamu). Uji hedonik digunakan untuk menentukan formula terpilih selai. Pada uji hedonik, pemilihan produk terbaik dilakukan dengan menggunakan penilaian keseluruhan yang merupakan hasil kombinasi dari nilai kesukaan panelis terhadap parameter warna, tekstur, aroma, dan rasa selai. Nilai keseluruhan ini dihitung dengan menjumlahkan kontribusi dari masing-masing parameter penilaian, yaitu warna 10%, aroma 20%, rasa 30%, tekstur 30%, dan after taste 30%. Hal ini dikarenakan masing-masing atribut memiliki nilai yang berbeda terhadap kesukaan panelis pada produk yang disajikan. Formula yang terpilih dianalisis lanjut untuk mengetahui zat gizi, yaitu kadar air, kadar abu, dan zat gizi makro (karbohidrat, lemak, dan protein) yang terkandung dalam selai kacang-galohgor. Analisis Zat Gizi Analisis kimia yang dilakukan meliputi kadar air metode oven vacum (AOAC 1995), kadar abu metode gravimetri (AOAC 1995), kadar protein metode mikro kjeldahl (AOAC 1995), kadar lemak metode Weibull (AOAC 1995), dan kadar karbohidrat dengan metode by difference (Winarno 1997). Prosedur analisis kimia disajikan pada Lampiran 2.
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan. Unit percobaan yang diamati adalah selai kacang galohgor. Perlakuan yang diberikan pada unit percobaan ini adalah penambahan ekstrak galohgor yang terdiri dari tiga taraf, yaitu 0%:35% (F1), 10%:25% (F2) dan 20%:15% (F3). Peubah respon yang diamati adalah sifat organoleptik dan kandungan gizi dari selai kacang-galohgor. Model matematis yang digunakan adalah sebagai berikut: Yij = μ + τi + εij Keterangan: Yij = nilai pengamatan respon karena pengaruh taraf ke-i penambahan ekstrak galohgor pada ulangan ke-j. μ = nilai rata-rata umum. τi = pengaruh penambahan ekstrak galohgor pada taraf ke-i. εij = kesalahan penelitian karena pengaruh taraf ke-i dari penambahan ekstrak galohgor pada ulangan ke-j. i = banyaknya taraf penambahan ekstrak galohgor (i= F1, i= F2, i= F3). j = jumlah ulangan (j= 1,2).
6
Pengolahan dan Analisis Data Data hasil pengujian organoleptik dianalisis secara deskriptif berdasarkan persentase kesukaan dan skor modus dari masing-masing taraf perlakuan. Selain itu, data organoleptik baik hedonik dan mutu hedonik dianalisis dengan Uji Friedman (Friedman Test). Jika hasil uji menunjukkan adanya perbedaa, maka akan dilanjutkan dengan Uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) untuk melihat perbedaan yang ada. Data hasil analisis zat gizi selai kacang-galohgor produk terpilih dianalisis dengan uji-t berpasangan (Paired T-test) (Damayanthi & Listyorini 2006). Rumus uji Friedman (Fr) adalah sebagai berikut: Fr = [12 / (Nk (k+1) Σ Rj2] – [3N(k+1)] Keterangan: N = banyaknya panelis = banyaknya perlakuan k Rj = rata-rata dari peringkat (rangking) skor perlakuan ke-j j = banyaknya ulangan Σ Rj2 = jumlah kuadrat total perlakuan Data hasil uji organoleptik dan analisis zat gizi selai kacang-galohgor diolah dengan program Ms Excell 2010 dan dianalisis dengan program SPSS 16.0 for Windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN Formulasi Selai Kacang Galohgor Selai kacang galohgor dibuat dengan beberapa tahapan pengolahan selai. Tahapan pembuatan selai meliputi kacang tanah dikeringkan dengan oven, digiling, dan dicampur dengan bahan lain seperti gula halus, minyak nabati, susu bubuk (whole milk), coklat bubuk, air, dan ekstrak Galohgor. Proses pencampuran menggunakan alat mixer secara manual. Terakhir, selai dikemas dalam toples/jar selai yang telah disterilisasi. Berdasarkan Shakerardekani et al. (2013), proses produksi selai kacang terdiri dari beberapa proses, yaitu pengeringan, pelepasan kulit ari kacang, pembersihan dari sisa kulit dan kotoran, penggilingan, penambahan bahan pangan tambahan, pendinginan, dan pengemasan. Namun, dalam penelitian ini digunakan formula selai kacang resep hazelnut-chocolate spread (Gauthier 2009). Modifikasi yang dilakukan yaitu dengan mengganti kacang hazelnut dengan kacang tanah sebagai bahan dasar yang digunakan pada pembuatan selai serta ditambah dengan ekstrak galohgor sebagai bahan fungsional yang ditambahkan pada selai. Komposisi bahan pembuat selai kacang galohgor disajikan pada Tabel 2. Penentuan formula disesuaikan berdasarkan penelitian Roosita (2014), konsumsi galohgor dalam bentuk ekstrak (1 g/orang per hari) dapat memberikan khasiat yang lebih tinggi 20 kali lipat dibandingkan dengan galohgor dalam
7
bentuk serbuk simplisia. Pembuatan selai diawali dengan mengeringkan kacang tanah pada oven. Kacang tanah dikeringkan pada suhu 100-140 0C selama ± 15 menit. Menurut Emily et al. (2009), proses roasting atau pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air sehingga menyebabkan tekstur kacang menjadi lebih mudah hancur. Selain itu, proses roasting dapat memperbaiki warna selai secara organoleptik. Tabel 2 Komposisi bahan formula selai kacang galohgor Berat Bahan (g) F1 F2 Kacang Tanah 35 25 Ekstrak Galohgor 0 10 Gula Halus 40 40 Susu Bubuk (Whole milk) 16 16 Coklat Bubuk 2 2 Minyak Nabati 4 4 Keterangan: berat total bahan per 100 gram selai Bahan
F3 15 20 40 16 2 4
Proses berikutnya adalah kacang digiling hingga halus dan membentuk pasta. Kacang tanah digiling menggunakan blender/food processor selama ± 15 menit hingga kacang utuh berubah bentuk menjadi pasta (Gambar 2). Pasta yang terbentuk akan telihat berminyak karena pada saat digiling minyak yang ada pada kacang akan terekstrak. Proses ini berfungsi untuk memperkecil ukuran partikel dari biji kacang sehingga produk yang dihasilkan akan lebih stabil dan memiliki tekstur yang baik secara organoleptik. Proses selanjutnya adalah pencampuran bahan-bahan tambahan secara bertahap. Pencampuran bahan dimulai dari gula halus, susu bubuk, minyak nabati, air, dan ekstrak galohgor. Bahan tambahan tersebut dicampurkan dengan alat mixer dengan kecepatan maksimal hingga homogen dan membentuk selai. Bobot adonan selai sebanyak 97 gram yang ditambah dengan 25 gram air menghasilakan selai sebanyak 104-116 gram. Rendemen selai yang dihasilkan berkisar antara 85.2-95.1%. Rendemen selai dihitung dari berat matang selai dibagi dengan berat mentah bahan dikali 100%.
(a) (b) (c) Keterangan: (a) kacang tanah lepas kulit yang telah dikeringkan (b) remah-remah kacang tanah (c) pasta kacang tanah Gambar 2 Tahap penggilingan kacang tanah hingga terbentuk pasta kacang
8
Uji Organoleptik Selai Kacang Galohgor Pengujian sensori atau pengujian dengan indera atau dikenal juga sebagai uji organoleptik sudah ada sejak manusia mulai menggunakan indranya untuk menilai kualitas dan keamanan suatu makanan dan minuman. Secara umum, uji organoleptik adalah cara menguji mutu komoditas dengan menggunakan kepekaan alat indra manusia sebagai alat pengukur/penguji (Setyaningsih et al. 2010). Uji organoleptik pada penelitian ini dilakukan untuk menentukan formula terpilih dari selai yang akan diuji lanjut untuk analisis kandungan gizi selai. Formula yang disajikan kepada panelis terdiri dari F1 (0%) atau selai kontrol, F2 (10%), dan F3 (20%). Ketiga sampel tersebut melalui uji organoleptik yang berupa uji hedonik (kesukaan) dan uji mutu hedonik. Tabel 3 secara umum menunjukkan bahwa nilai persen dan modus tingkat kesukaan paling tinggi dimiliki oleh formula F1 dan terendah dimiliki oleh formula F3. Hasil uji hedonik terhadap produk selai kacang menunjukkan bahwa modus tingkat kesukaan terhadap setiap atribut hedonik (warna, aroma, rasa, tekstur, dan after taste) selai berada pada tingkat agak tidak suka, biasa, dan suka. Persentase kesukaan panelis terhadap setiap atribut uji hedonik selai kacang galohgor berkisar antara 38.3-93.3%. Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa penambahan ekstrak galohgor berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap tingkat kesukaan warna, aroma, rasa, tekstur, dan after taste dari ketiga formula selai yang dihasilkan. Tabel 3 Modus tingkat kesukaan dan persen kesukaan panelis terhadap selai kacang-galohgor Konsentrasi ekstrak galohgor
0% 10% 20%
Warna Modus a
6 6b 3c
Aroma %
93.3 90.0 53.3
Modus a
4 4b 4c
% 86.7 85.0 61.7
Rasa Modus a
6 6b 3c
Tekstur %
80.0 68.3 38.3
Modus a
6 6b 3c
% 90.0 81.7 51.7
After taste Modus a
6 4b 3c
% 78.3 73.3 46.7
Keterangan: huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05). Tabel 4 Nilai modus mutu hedonik produk selai kacang-galohgor Konsentrasi Ekstrak Warna Aroma Rasa Tekstur After taste Galohgor 0% 6b 4c 6b 6c 3b 10% 4a 4b 6b 3b 3ab a a a a 20% 3 3 3 3 3a Keterangan: huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)
Warna Warna adalah salah satu atribut penting yang digunakan untuk uji organoleptik suatu produk selai kacang (Shakerardekani et al. 2013). Berdasarkan Tabel 3, hasil uji hedonik secara deskriptif menunjukkan bahwa modus tingkat kesukaan panelis terhadap warna berada pada kisaran suka hingga agak tidak
9
suka. Kemudian, persentase kesukaan panelis terhadap warna berkisar antara 53.3-93.3% dengan persentase kesukaan tertinggi (93.3%) pada selai F1 dan terendah (53.3%) pada selai F3. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa warna selai F1 (kontrol) lebih disukai secara nyata dibandingkan dengan warna selai F2 dan F3. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan konsentrasi ekstrak galohgor maka daya terima panelis terhadap warna selai semakin menurun. Hal ini berbeda dengan penelitian Susanto (2011) yang menyatakan bahwa subtitusi bekatul putih dan merah pada selai kacang tidak mempengaruhi kesukaan panelis terhadap warna selai kacang. Perbedaan hasil tersebut dapat terjadi karena bekatul memiliki warna yang hampir sama dengan selai kacang. Warna coklat merupakan warna dominan yang dihasilkan pada ketiga formula selai. Warna coklat dipengaruhi oleh penambahan bubuk coklat pada selai yang berfungsi sebagai pewarna alami dan juga sebagai penambah cita rasa selai. Galvez et al. (2006) menjelaskan bahwa penambahan flavor coklat menggunakan coklat bubuk pada selai kacang sebanyak 6% dari total formula akan menghasilkan warna yang optimal pada selai. Penilaian warna dari aspek kecerahan (mengkilat) permukaan selai menjadi hal yang difokuskan pada penelitian ini. Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa penambahan ekstrak galohgor berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap atribut mutu warna selai. Berdasarkan Tabel 4, hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa selai F1 (coklat mengkilat) memiliki nilai warna yang paling berbeda dari formula F2 dan F3, sedangkan warna F2 (coklat netral) dan F3 (coklat agak mengkilat) tidak memiliki perbedaan warna yang berarti. Aroma Produk selai kacang yang dihasilkan memiliki perpaduan aroma antara aroma langu kacang dan aroma khas ekstrak galohgor yang kuat. Hasil deskriptif uji hedonik menunjukkan bahwa aroma dari ketiga formula selai memiliki modus tingkat kesukaan biasa dengan persentase kesukaan terhadap aroma berada pada kisaran antara 61.7-86.7% (Tabel 3). Persentase kesukaan tertinggi (86.7%) terdapat pada selai kontrol dan persentase kesukaan terendah (61.7%) yaitu pada selai F3. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa aroma selai F1 (kontrol) lebih disukai secara nyata dibandingkan dengan aroma selai F2 dan F3. Hal ini dapat dipengaruhi dari penambahan ekstrak galohgor yang memiliki aroma khas yang kuat. Hal tersebut tidak sejalan dengan penelitian Susanto (2011) yang menyatakan bahwa pemberian subtitusi bekatul pada selai kacang tidak berpengaruh secara nyata terhadap penerimaan panelis terhadap atribut aroma. Hal tersebut dimungkinkan karena aroma kacang memiliki aroma lebih dominan dan atau persis dengan aroma bekatul sedangkan antara aroma kacang dengan aroma ekstrak galohgor memiliki aroma khas yang sama-sama kuat. Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa penambahan ekstrak galohgor berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu aroma selai. Berdasarkan Tabel 4, hasil uji lanjut Duncan pada mutu hedonik aroma selai menunjukkan bahwa formula selai F1, F2, dan F3 masing-masing memiliki perbedaan aroma yang nyata.
10
Rasa Rasa merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam hal daya terima suatu produk pangan. Rasa yang sesuai dapat memberikan nilai daya terima yang tinggi terhadap suatu produk dan juga dapat menjadi karakter produk tersebut (Winarno 2008). Uji hedonik secara deskriptif menunjukkan persentase kesukaan panelis terhadap rasa selai berkisar antara 38.3-80.0% dengan modus tingkat kesukaan berada pada nilai agak tidak suka hingga suka (Tabel 3). Persen kesukaan tertinggi (80.0%) terdapat pada penerimaan selai kontrol dan persentase terendah pada selai F3 (38.3%). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa rasa selai F1 (kontrol) lebih disukai secara nyata (p<0.05) dibandingkan dengan rasa selai F2 dan F3. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan penambahan ekstrak galohgor pada selai menyebabkan menurunnya tingkat kesukaan panelis terhadap rasa selai. Hasil uji Friedman pada mutu hedonik selai menunjukkan bahwa penambahan ekstrak galohgor berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu rasa selai. Berdasarkan Tabel 4, hasil uji lanjut Duncan pada mutu hedonik selai menunjukkan bahwa nilai modus selai F3 (agak pahit) memiliki rasa yang sangat berbeda dari formula lainnya, sedangkan selai F1 (manis) dan F2 (manis) tidak memiliki perbedaan rasa. Tekstur Tekstur juga merupakan salah satu atribut sensori dari suatu pangan yang memainkan peranan penting dalam hal penerimaan, keputusan membeli dan konsumsi konsumen waktu tertentu. Hal ini terbukti bahwa tektur merupakan salah satu atribut dominan dari preferensi penerimaan konsumen terhadap suatu produk pangan (Rohm 1990). Uji hedonik menunjukkan bahwa persentase kesukaan selai pada komponen tekstur berkisar antara 51.7-90.0% sedangkan modus tingkat kesukaan terdapat pada kisaran agak tidak suka hingga suka (Tabel 3). Nilai persen kesukaan tertinggi dimiliki oleh selai kontrol. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tekstur selai F1 (kontrol) lebih disukai secara nyata dibandingkan dengan tekstur selai F2 dan F3. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Susanto (2011) yang menyatakan bahwa atribut tekstur memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya terima panelis terhadap selai kacang bekatul. Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) terhadap mutu tekstur selai. Tabel 4 menunjukkan bahwa hasil uji lanjut Duncan pada mutu hedonik selai F1 (lembut), F2 (agak kasar), dan F3 (agak kasar) masing-masing memiliki perbedaan yang nyata. akan tetapi, selai F1 merupakan selai yang memiliki tekstur yang paling lembut diantara dua formula selai lainnya. Perbedaan tekstur pada penelitian ini diduga karena ketidakhomogenan selai kacang dan juga bahan tambahan yang dicampurkan. Ketidakhomogenan tersebut dapat disebabkan karena proses penggilingan dan proses homogenisasi yang tidak dapat terkontrol dengan baik. After taste Hasil uji deskriptif hedonik memberikan gambaran melalui persentase kesukaan panelis pada atribut after taste yang berkisar antara 46.7-78.3% sedangkan modus tingkat kesukaan berada pada tingkat agak tidak suka hingga suka (Tabel 3). Secara berturut-turut, persentase kesukaan terbesar hingga terkecil
11
pada aspek after taste, yaitu F1 (78.3%) dengan modus suka, F2 (73.3%) dengan modus biasa, dan F3 (46.7%) dengan modus agak tidak suka. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa after taste selai F1 (kontrol) lebih disukai secara nyata dibandingkan dengan warna selai F2 dan F3. Kemudian, hasil uji Friedman menunjukkan bahwa penambahan ekstrak galohgor berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu rasa selai. Berdasarkan Tabel 4, hasil uji Duncan pada nilai mutu hedonik menunjukkan bahwa selai F1 (agak kuat) dan F3 (agak kuat) memiliki nilai after taste yang berbeda secara nyata, sedangkan selai F2 (agak kuat) tidak memiliki perbedaan after taste dengan keduanya.
Penentuan Formula Selai Kacang Galohgor Terpilih
Persentase Kesukaan (%)
Hasil uji hedonik dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan formula terpilih dari selai kacang dengan penambahan ekstrak galohgor. Penentuan formula terbaik berasal dari nilai kesukaan secara keseluruhan yang merupakan hasil pembobotan dari masing-masing parameter yang diukur (warna, aroma, rasa, tekstur, dan after taste). Setyaningsih et al. (2010) menyatakan bahwa suatu produk pangan dapat dikatakan diterima oleh konsumen jika jumlah persentase konsumen yang menolak produk kurang dari 50%, dan konsumen dapat mengonsumsi produk tersebut. Kemudian, nilai mutu hedonik digunakan untuk melihat karakteristik mutu tiap atribut organoleptik dari produk terpilih. Nilai keseluruhan dihitung dengan menjumlahkan kontribusi dari masing-masing parameter penilaian yang telah ditentukan oleh peneliti. Secara keseluruhan, selai kontrol merupakan selai yang memiliki persentase daya terima tertinggi pada setiap atribut (warna, aroma, rasa, tekstur, after taste) dengan nilai kesukaan secara keseluruhan sebesar 80.0%. Selai kontrol merupakan selai yang hanya dijadikan acuan penerimaan terhadap panelis sehingga formula selai terpilih adalah formula F2. 100
93.3
90
86.7 85
80 61.7 60
90 81.7
80 68.3
53.3
51.7 38.3
40
78.3
73.3 46.7
80.0 71.7 F1 41.7
F2 F3
20 0 warna
aroma
rasa
tekstur
after taste keseluruhan
Gambar 3 Diagram batang tingkat kesukaan panelis terhadap selai Formula F2 sebagai formula selai kacang-galohgor terpilih memiliki nilai kesukaan pada setiap atribut hedonik yang lebih baik dan mendekati nilai daya terima selai kontrol jika dibandingkan dengan formula selai F3. Gambar 3 menunjukkan bahwa selai F2 memiliki persentase kesukaan secara keseluruhan
12
yang lebih baik (71.7%) dibandingkan dengan selai F3 (41.7%) dengan persentase kesukaan terhadap setiap atribut hedonik berkisar antara 68.3-90%. Kemudian, hasil uji mutu organoleptik produk selai F2 menunjukkan bahwa selai F2 memiliki karakteristik mutu dengan nilai modus rasa warna (4), aroma (4), rasa (6), tekstur (3), dan after taste (3) yang mendekati nilai selai kontrol.
Gambar 4 Selai F2 kacang-galohgor
Kandungan Gizi Selai Kacang Galohgor Tepilih Analisis kandungan zat gizi pada produk selai dilakukan pada dua formula selai, yaitu formula terpilih (F2) dan formula kontrol (F1). Zat gizi yang dianalisis berupa kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat. Data hasil analisis zat gizi kedua formula selai diuji dengan uji-t berpasangan. Data tersebut terdapat pada Tabel 5. Tabel 5 Kandungan zat gizi selai formula kontrol dan formula terpilih Penambahan Konsentrasi Ekstrak Galohgor (%bb) Zat Gizi kontrol Terpilih (%bb) (%bk) (%bb) (%bk) 16.73a 18.10b Air 1.92 2.30a 2.01 2.41a Abu 11.47 13.77a 10.27 12.33a Protein a 24.09 28.91 18.43 22.13b Lemak 54.98a 51.19 61.44b Karbohidrat 45.80
Pembanding (%bb) maks. 3% (SNI Mentega Kacang) maks. 2.7% (SNI Mentega Kacang) min. 25% (SNI Mentega Kacang) 45-55% (SNI Mentega Kacang) 23-29% (Tehrani et al. 2009)
Keterangan: huruf yang berbeda pada tiap kategori zat gizi menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)
Kadar Air Kadar air selai kontrol dan selai formula terpilih secara urut, yaitu 16.73% dan 18.10%. Hasil uji-t berpasangan menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi ekstrak galohgor pada selai memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap kadar air yang dihasilkan. Berdasarkan SNI 01-2979-1992 Mutu mentega kacang, kadar air maksimal dari produk sejenis adalah 3%. Kadar air produk telah melebihi standar. Hal ini dikarenakan pada saat proses pembuatan selai, terdapat penambahan air sebanyak 25 ml untuk melarutkan pasta kacang dengan bahan lain seperti gula halus dan susu bubuk.
13
Kadar Abu Kadar abu menunjukkan jumlah mineral yang terkandung dalam selai. Hasil analisis uji-t berpasangan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) terhadap kadar abu akibat dari penambahan ekstrak galohgor pada selai kacang. Kadar abu kedua selai telah memenuhi syarat mutu SNI yaitu maksimal 2.7%. kadar abu selai kontrol dan selai terpilih masing-masing sebesar 1.92% dan 2.01%. Kadar Protein Kadar protein selai tertinggi dimiliki oleh selai kontrol, yaitu sebesar 11.47% sedangkan kadar protein selai F2 sebesar 10.27%. Hasil uji-t berpasangan menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap kadar protein akibat dari penambahan ektrak galohgor pada selai kacang. Berdasarkan SNI 01-29791992, kadar protein minimal untuk olahan mentega kacang dan sejenisnya adalah 25%. Hal ini tidak sejalan dengan kadar protein produk kontrol maupun produk modifikasi yang masih belum memenuhi nilai syarat mutu SNI. Kadar protein yang tidak memenuhi syarat mutu SNI dapat diakibatkan karena formula standar dari selai kacang pada komposisi kacang tanah hanya berkontribusi sebanyak 35% dari total keseluruhan formula selai. Menurut (Nielsen 2010) produk selai kacang memiliki kandungan atau komposisi kacang minimal sebesar 40% dari komposisi total selai. Akan tetapi, penelitian ini memiliki hasil yang sesuai dengan penelitian Susanto (2011) yang menyatakan bahwa kandungan protein dari selai kacang yang disubtitusi bekatul berkisar antara 11.70-14.59 %bk dengan komposisi kacang tanah pada formula selai kontrol sebesar 18.7% dan ditambah dengan komposisi susu cair (whole milk) sebanyak 73.4%. Kadar Lemak Kadar lemak pada selai kontrol dan formula terpilih memiliki kandungan yang terbesar kedua setelah kandungan karbohidrat (Tabel 5). Menurut (Woodroof 1983), kacang tanah merupakan bahan yang banyak menyumbang kandungan lemak pada selai karena kandungan lemak pada kacang tanah berkisar antara 47-50% yang terdiri dari 76-82% asam lemak tak jenuh dengan kandungan asam oleat (47%) lebih besar dari asam linoleat (33%) . Selain kacang tanah, minyak nabati dan susu juga menjadi bahan pangan yang ikut berkontribusi meningkatkan kadar lemak selai. Kadar lemak yang diperoleh dari selai kontrol sebesar 24.09%. Kadar lemak selai kontrol lebih besar dibandingkan dengan kadar lemak selai formula terpilih (18.43%). Hasil uji-t berpasangan menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi ekstrak galohgor memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap kadar lemak selai kacang. Kadar lemak selai kontrol dan selai formula terpilih masih belum memenuhi syarat mutu SNI mentega kacang (SNI 01-2979-1992), yaitu berkisar antara 45-55%. Kadar lemak yang tidak memenuhi syarat mutu dapat diakibatkan karena formulasi standar dari selai kacang pada bahan utama yaitu kacang tanah hanya berkontribusi sebanyak 35% dari total keseluruhan formula selai. Menurut Shakerardekani et al. (2013), produk selai kacang memiliki kandungan atau komposisi kacang minimal sebesar 40% dari komposisi total. Hal tersebut dapat menjadi gambaran hasil analisis zat gizi selai pada penelitian ini yang memiliki kadar lemak yang belum memenuhi syarat mutu SNI.
14
Kadar Karbohidrat Kadar karbohidrat dihitung dengan metode by difference. Hasil uji-t berpasangan menunjukkan bahwa kadar karbohidrat selai formula terpilih (51.19%) lebih besar secara nyata (p<0.05) dari selai kontrol (45.80%). Hal ini diakibatkan dari pengaruh penambahan ekstrak galohgor pada selai. Kandungan karbohidrat yang tinggi pada selai formula terpilih disebabkan oleh kandungan karbohidrat ekstrak galohgor yang juga cukup tinggi, yaitu sebesar 68.7% (Kristianto 2013).
Kandungan Gizi Produk Selai Kacang Galohgor per Takaran Saji Pada umumnya, produk selai yang ada di pasaran memiliki takaran saji sebesar 32-37 gram yang setara dengan dua sendok makan. Akan tetapi, Takaran saji yang digunakan untuk menetapkan produk selai pada penelitan ini adalah sebesar 18 gram atau setara satu sendok makan (DKBM 2010). Hal tersebut telah dipertimbangkan berdasarkan penelitian sebelumnya. Penelitian Roosita et al. (2003) menyatakan bahwa rata-rata konsumsi nutrasetikal galohgor dalam bentuk serbuk pada ibu menyusui adalah sebanyak 0.37 g/KgBB per hari atau setara dengan 20 gram/orang per hari. Konsumsi tersebut dapat menimbulkan efek baik, yaitu efek laktogenik pada ibu menyusui dan aman dikonsumsi selama 40 hari masa nifas (Wicaksono 2010). Akan tetapi, dalam penelitian ini peneliti menggunakan galohgor dalam bentuk ekstak sehingga untuk penambahan ekstrak galohgor pada selai tidak sebanyak jika masih dalam bentuk serbuk. Galohgor dalam bentuk ekstrak memiliki efektivitas lebih tinggi 20 kali lipat dalam memunculkan efek laktogenik terhadap ibu nifas atau ibu menyusui sehingga konsumsi nutrasetikal galohgor dalam bentuk ekstrak dapat diturunkan menjadi 1 gram/orang per hari (Roosita 2014). Hal tersebut menjadi landasan untuk menentukan takaran saji untuk selai kacang-galohgor yaitu sebanyak 18 gram atau setara 1 sendok makan. Dengan demikian, takaran saji selai sebanyak 18 gram sudah memiliki kandungan energi sebesar 74 Kal dan kandungan ekstrak galohgor sebanyak 1.66 gram. Kemudian, kandungan gizi protein, lemak, dan karbohidrat secara berturut-turut, yaitu 1.85 gram, 3.32 gram, dan 9.21 gram. Kandungan gizi selai per takaran saji disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Kandungan gizi selai kacang-galohgor tepilih per takaran saji (18 g) Zat Gizi Selai Roti* + Selai Selai Komersial** Energi (Kal) 74.00 322.00 107.00 Protein (gram) 1.85 9.85 4.00 Lemak (gram) 3.32 4.52 9.00 Karbohidrat (gram) 9.21 59.21 4.00 Ekstrak Galohgor (gram) 1.66 1.66 Sumber: DKBM 2010 takran saji roti tawar = 20 gram / 1 iris sedang* Kandungan gizi selai kacang komersial merek SKIPPY** Selai biasa dikonsumsi dengan bahan makanan lain karena selai merupakan makanan yang bersifat komplementer. Selai biasa dikonsumsi dengan roti atau jenis makanan lain seperti biskuit, cookies, bolu, dll. Akan tetapi,
15
masyarakat pada umumnya lebih banyak mengkonsumsi selai bersama dengan roti tawar/roti putih. Berdasarkan Tabel 6, roti yang diberikan selai terpilih memiliki kandungan gizi yang baik apabila dikonsumsi sebagai selingan. Makanan selingan biasanya berkontribusi sebesar 10-20% dari total AKG per hari. Takaran saji roti dan selai yang disarankan dalam penelitian ini adalah sebanyak 1 iris roti tawar ukuran sedang dan satu sendok makan selai. Berdasarkan perhitungan nilai kandungan gizi, roti yang ditambahkan selai terpilih memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Total kandungan energi dari roti dan selai adalah sebesar 322 Kal. Kandungan energi yang tinggi dikarenakan roti merupakan kelompok makanan sumber karbohidrat yang cukup memberikan kontribusi karbohidrat yang tinggi. Selain karbohidrat, roti juga termasuk pangan yang mengandung protein tinggi karena terbuat dari tepung terigu sehingga total kandungan energi, protein (9.55 gram), lemak (4.52 gram), dan karbohidrat (59.52 gram) dari selai bertambah. Kandungan galohgor dalam selai per takaran saji sedikit melebihi saran anjuran dosis, yaitu sebanyak 1 gram/ orang per hari. Akan tetapi dalam penelitian lain, Roosita et al. (2014) menyatakan bahwa hasil uji toksisitas ekstrak galohgor dapat aman untuk dikonsumsi hingga 100 kali dosis efektif yaitu sebanyak 4 g/KgBB atau setara dengan 200 g/orang/hari.
Kontribusi Konsumsi Selai terhadap AKG Angka Kecukupan Gizi (AKG) merupakan gambaran nilai kecukupan gizi bagi setiap orang untuk dapat hidup sehat dan dapat melakukan pekerjaan seharihari. Produk selai galohgor memiliki kontribusi yang cukup baik dalam memenuhi kebutuhan AKG per hari. Tabel 7 merupakan hasil perhitungan persen kontribusi AKG per hari pada perempuan dewasa. Kontribusi zat gizi selai terhadap AKG perempuan dewasa masih belum mencukupi sebagai selingan. Berdasarkan Tabel 7, kontribusi energi dari selai hanya dapat menyumbang sebesar 3.29% AKG perempuan. Kemudian, persen kontribusi protein (3.30%), lemak (4.42%), dan karbohidrat (2.98%) dari selai juga masih dalam kategori belum mencukupi AKG perempuan. Tabel 7 Persentase kontribusi kandungan gizi selai terpilih terhadap AKG perempuan dewasa % Kontribusi AKG Zat Gizi AKG Selai Roti+Selai Energi (Kal) 2250 3.29 14.32 Protein (gram) 56 3.30 17.59 Lemak (gram) 75 4.42 6.02 Karbohidrat (gram) 309 2.98 19.16 Seperti pada ulasan kandungan gizi per takaran saji, selai disajikan dengan satu iris roti tawar/roti putih berukuran sedang. Pada perhitungan kandungan gizi dengan ditambahkan roti tawar, kontribusi kandungan gizi roti dan selai terhadap AKG meningkat. Kontribusi energi yang diberikan dari roti dan selai sebesar 14.32% terhadap AKG perempuan. Kontribusi protein meningkat sebesar 17.59% pada AKG perempuan. Kontribusi lemak hanya sebesar 6.02% pada AKG
16
perempuan. Terkakhir, kontribusi karbohidrat meningkat menjadi 19.16% pada AKG perempuan. Tabel 8 Persentase kontribusi kandungan gizi selai terpilih terhadap AKG busui 6 bulan pertama % Kontribusi AKG Zat Gizi AKG Selai Roti+Selai Energi (Kal) 2580 2.87 12.48 Protein (gram) 76 2.43 12.96 Lemak (gram) 86 3.86 5.25 Karbohidrat (gram) 354 2.60 16.73 Ibu menyusui memerlukan asupan makanan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan gizi hariannya. Berdasarkan AKG (2013), ibu menyusui memerlukan tambahan kalori sebanyak 330 Kal per harinya. Selain tambahan energi, ibu menyusui juga memerlukan tambahan asupan protein, lemak, karbohidrat, dan zat gizi mikro lannya. Berdasarkan perhitungan kandungan gizi terhadap AKG ibu menyusui, persentase kontribusi zat gizi dari selai terpilih dijabarkan pada Tabel 8. Kontribusi AKG selai terpilih masih belum mencukupi kecukupan gizi ibu menyusui. Secara garis besar kontribusi energi, protein, lemak, dan karbohidrat berkisar antara 2.43-3.86%. Persen kontribusi akan meningkat apabila selai dikonsumsi dengan tambahan roti. Roti mengandung sebanyak 248 Kal, 9.55 gram protein, 4.52 gram lemak, dan 59.52 gram karbohidrat. Kandungan gizi roti yang tinggi menyebabkan meningkatnya nilai persen kontribusi kandungan gizi terhadap AKG ibu menyusui sehingga kontribusi energi dapat meningkat sebesar 12.48%, protein 12.96%, lemak 5.25%, dan karbohidrat 16.73%. Berdasarkan Tabel 7 dan 8, kontribusi energi dan zat gizi selai kacanggalohgor belum dapat mencukupi bila dikonsumsi sebagai selingan (10-20% AKG per hari). Akan tetapi, selai akan dapat mencukupi kebutuhan selingan per hari dari perempuan dewasa dan ibu menyusui apabila selai dikonsumsi dengan makanan lain seperti roti, cookies, biskuit, dan makanan lainnya yang sesuai.
Analisis Biaya Produksi Selai Kacang Galohgor Perhitungan biaya pembuatan selai mempertimbangkan biaya variabel, yaitu biaya bahan baku dan biaya produksi berupa biaya sumber energi (listrik dan kompor) serta biaya upah pekerja. Persentase biaya produksi pada penelititan ini mengacu pada penelitian Dewi (2014). Hasil perhitungan biaya produksi dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Biaya pembuatan selai kacang-galohgor Harga Satuan Jumlah No Bahan Biaya Total (Rp) (Rp) (g) (g) 1 Kacang tanah 12000 1000 50 600 2 Ekstrak galohgor 57000 20 20 57000 3 Coklat Bubuk 12000 100 4 480
17
Tabel 9 Biaya pembuatan selai kacang-galohgor (Lanjutan) Harga Satuan Jumlah No Bahan Biaya Total (Rp) (Rp) (g) (g) 4 Minyak nabati 3000 250 8 96 5 Gula tepung 11500 1000 80 920 6 Susu bubuk 3000 27 32 3556 7 Air mineral 2500 500 25 125 Total Biaya 62777 Listrik dan kompor (10%) 6278 Pekerja (15%) 9416 Total Biaya (per 200 gram selai) 78471 Berdasarkan hasil perhitungan, biaya pembuatan selai kacang galohgor tergolong masih dalam batas rata-rata yaitu sebesar Rp 78471 dibulatkan menjadi Rp 80000 per 200 gram. Pada umumnya, selai yang dijual di pasar memiliki harga kisaran Rp 10000 hingga Rp 15000 per 250 gram. Haraga produk ini lebih mahal dibandingkan dengan produk selai kacang yang ada di pasar. Akan tetapi produk selai ini memiliki kelebihan lain dibanding dengan produk yang ada di pasar, yaitu produk selai kacang pada penelitian ini telah diperkaya dengan ekstrak nutrasetikal galohgor yang telah terbukti memiliki khasiat untuk meningkatkan kesehatan ibu nifas dan juga dapat memperlancar proses laktasi ibu menyusui. Ekstrak nutrasetikal galohgor memiliki nilai lebih dibandingkan dengan serbuk simplisia nutrasetikal galohgor yang dibuat secara tradisional. Nutrasetikal galohgor ekstrak memiliki nilai efektivitas dalam memberikan khasiat yang lebih tinggi 20 kali lipat dibandingkan dengan nutrasetikal galohgor serbuk (Roosita et al. 2014). Selain itu, nutrasetikal galohgor ekstrak juga lebih mudah diaplikasikan dengan produk pangan sehingga produk pangan tersebut dapat memberikan manfaat lain untuk menunjang kesehatan ibu nifas dan atau ibu menyusui. Keunggulan lain dari produk selai ini dapat dibuat secara mandiri oleh masyarakat skala rumah tangga sekaligus dapat dijadikan peluang usaha yang menguntungkan bagi masyarakat.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Proses pembuatan selai kacang-galohgor terdiri dari beberapa tahap, yaitu pengeringan kacang dengan oven, pelepasan kulit ari kacang, pembersihan dari sisa kulit dan kotoran, penggilingan, penambahan bahan pangan tambahan, pendinginan, dan pengemasan. Rendemen selai yang dihasilkan berkisar 85.295.1%. Hasil uji hedonik dan mutu hedonik terhadap tiga formula selai kacang menunjukkan bahwa penambahan ekstrak galohgor pada selai kacang dapat memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap setiap atribut organoleptik. Formula terpilih dari selai kacang-galohgor adalah formula F2. Selai F2 memiliki persentase kesukaan secara keseluruhan sebesar 71.7% yang hampir mendekati
18
nilai kontrol dengan nilai modus tingkat kesukaan antara biasa hingga suka serta memiliki karakteristik mutu organoleptik yang netral kecuali pada atribut after taste. Kandungan gizi selai kontrol dengan selai formula terpilih (F2) menunjukkan bahwa terdapat perngaruh yang nyata (P<0.05) pada nilai kadar air, lemak, dan protein sedangkan pada nilai kadar abu dan protein tidak terdapat pengaruh yang nyata. Selai formula terpilih memiliki kandungan air 18.10%bb, abu 2.41%bk, protein 12.33%bk, lemak 22.13%bk, dan karbohidrat 61.44%bk. Selai kacang-galohgor formula terpilih telah memiliki kandungan zat gizi yang sesuai untuk kadar abu namun belum untuk kadar air, protein, dan lemak belum dapat mencapai nilai mutu SNI. Selai kacang-galohgor terpilih memiliki saran penyajian, yaitu 18 gram per sajian dengan kandungan energi per takaran saji sebesar 74 Kal, protein 1.85g, lemak 3.32g, karbohidrat 9.21g, dan kandungan ekstrak galohgor sebanyak 1.66g per takaran saji. Kontribusi energi dari selai sebesar 3.29%, protein 3.30%, lemak 4.42%, dan karbohidrat 2.98% terhadap AKG perempuan dewasa sedangkan pada ibu menyusui, yaitu energi sebesar 2.87%, protein 2.43%, lemak 3.86%, dan karbohidrat 2.60%. Biaya pembuatan selai kacang-galohgor sebesar Rp 78471 yang dibulatkan menjadi Rp 80000 per 200 gram selai.
Saran Formula selai kacang-galohgor perlu diperbaiki mutu kandungan gizinya untuk memenuhi standar SNI dengan cara memperbaiki komposisi bahan utama, yaitu kacang dengan komposisi minimal sebanyak 40% formula. Selain itu, penambahan air tidak perlu dilakukan untuk menurunkan kadar air karena kadar air yang tinggi dapat berdampak pada daya simpan produk. Dengan demikian, gula halus dapat digantikan dengan sirup glukosa sebagai pemanis kemudian mengurangi bahan-bahan tambahan seperti susu bubuk yang dapat digantikan dengan butter atau margarin. Selain itu, penelitian lanjutan perlu dilakukan pada analisis zat gizi mikro, total fenol dan aktivitas antioksidan pada selai karena adanya penambahan ekstrak galohgor. Penelitian lanjutan juga dapat membuat formula baru, seperti produk selai kacang rendah kalori untuk konsumsi bagi penderita diabetes dan obesitas.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik dan Makro Internasional. 2008. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007. Calverton. Maryland. USA: BPS and Macro International. Damayanthi E dan Listyorini DI. 2006. Pemanfaatan Tepung Bekatul Rendah Lemak pada Pembuatan Kripik Simulasi. Jurnal Gizi dan Pangan, 2006 1:2, 34-44.
19
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2011. Refleksi Hari Ibu: Skenario Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu [internet]. [diunduh 2014 April 25]. Tersedia pada : www.kesehatanibu.depkes.go.id. Dewi HN. 2014. Formulasi Kudapan PMT-AS „Rilgut‟ Risoles Berbasis Pati Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun (Coleus amboinicus Lour) sebagai Sumber Zat Gizi Mikro [Skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. [DKBM] Daftar Komposisi Bahan Makanan. 2010. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan, Departemen Kesehatan. Emily LB, Terri DB, Lester AW. Effect of cultivar and roasting method on composition of roasted soybeans. J. Sci. Food Agric. 2009, 89, 821–826. Galvez FCF, Aquino MB, Villarino BJ, Francisco MaLdL, Lustre AO, Resurreccion AVA. Development and Optimezation of Choco-Peanut Spread. USAD Peanut Collaborative Reasearch Support Program USAPhilippines, 2006, 6, 65-92. Gauthier R. 2009. Homemade Hazelnut-Chocolate Spread [internet]. [diunduh 2014 Agustus 28]. Tersedia pada: www.latimes.com Juharni S. Widarsa T. Wirawan DN. 2012. Faktor Risiko Kematian Ibu Sebagai Akibat Komplikasi Kehamilan. Persalinan dan Nifas di Kabupaten Bima Tahun 2011-2012. Laporan hasil penelitian. Kristianto A. 2013. Formulasi, Kandungan Zat Gizi dan Daya Terima MaduGalohgor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nielsen SS. 1994. Introduction To The Chemical Analysis of Food. Jones and Barlett Publ. Inc. Boston. London. Pajar. 2002. Kandungan Gizi dan Senyawa Aktif Jamu Tradisional untuk Kesehatan Ibu Melahirkan dan Menyusui (Produk Jamu dari Desa Sukajadi. Kecamatan Tamansari. Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rohm H. Consumer awareness of food texture in Austria. J. Texture Studies 1990, 21, 363–374. Roosita K, Kusumorini N, Manalu W, Kusharto CM. 2003. The Effect of Traditional Herbs Medicine “Galohgor” (Rattus sp.). Made In Sukajadi Village. Tamansari Subdistrict. Bogor. Indonesia. Proceeding of International Symposium on Biomedicines 18th and 19th September 2003. Biopharmaca Research Center. Bogor Agricultural University. BogorIndonesia. Roosita K, Sa‟diah S, Rohadi, Wientarsih L. 2013. Optimasi Proses Ekstraksi Nutrasetikal Galohgor [laporan penelitian]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. Roosita K. 2014. Peranan β-Karoten dan Nutrasetikal Galohgor dalam Proliferasi, Diferensiasi, dan Ekspresi Gen Sel Epitel Usus (CMT-93) dan Sel Kelenjar Mammae (HC11) [disertasi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor.
20
Setyaningsih D. Apriyanto A. Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press. Shakerardekani A, Karim R, Ghazali HM, Chin NL. Textural, Rheological and Sensory Properties and Oxidative Stability of Nut Spreads – A R. Int. J. Mol. Sci. 2013, 14, 4223-4241. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Mutu dan Cara Uji Mentega Kacang SNI 01-2979-1992. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Susanto D. 2011. Potensi Bekatul sebagai Sumber Antioksidan dalam Produk Selai Kacang [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Tehrani MM, Yeganehzad S, Sharabiani SR, dan Amjadi H. Physicochemical and Sensory Properties of Peanut Spreads Fortified with Soy Flour. World Applied Science Journal 2009, 7 (2): 192-196. [UNICEF] United Nation International Childern Education and Family. 2012 Ringkasan Kajian Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta. Indonesia. Wicaksono MA. 2010. Evaluasi Fungsi Hati dan Ginjal Tikus Betina (Rattus norvegicus) Galur Sprague-Dawley pada Pemberian Jamu Galohgor dengan Dosis Bertingkat [thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Woodroof JG. 1983. Peanut Butter. In Peanuts 3rd Ed. pp. 181-228 AVI Publishing: Westport COM.
21
LAMPIRAN
22
Lampiran 1 Formulir Uji Organoleptik
Uji Hedonik (Kesukaan) Nama Panelis Tanggal Pengujian No. HP Jenis contoh Instruksi
Kode Contoh:
: : : : selai kacang-galohgor : Nyatakan penilaian anda dan berikan tanda (√) pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian anda.
Penilaian
Warna
Aroma
Atribut Sensori Rasa
Tekstur
Aftertaste
1. sangat tidak suka 2. tidak suka 3. agak tidak suka 4. biasa 5. agak suka 6. suka 7. sangat suka
Komentar:
Uji Mutu Hedonik Nama Panelis Tanggal Pengujian No. HP Jenis contoh Instruksi
Warna: sangat kusam kusam agak kusam netral agak mengkilat mengkilat Sangat mengkilat Komentar:
Kode Contoh:
: : : : selai kacang-galohgor : Nyatakan penilaian anda dan berikan tanda (√) pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian anda.
Aroma: sangat langu Langu Agak langu Netral agak harum Harum sangat harum
Atribut Sensori Rasa: sangat pahit Pahit agak pahit Netral agak manis Manis sangat manis
Tekstur: sangat kasar kasar agak kasar netral agak lembut lembut Sangat lembut
Aftertaste: Sangat kuat kuat Agak kuat netral Agak lemah lemah sangat lemah
23
Lampiran 2 Prosedur Analisis Kandungan Gizi 1. Analisis Kadar Air (AOAC 1995) Analisis kadar air dengan metode gravimetri dilakukan dengan cara mengeluarkan air dari bahan dengan proses pengeringan dalam oven selama ± 3 jam pemanasan. Pengeringan oven dapat dilakukan degan oven udara atau oven vacum. Pada penelitian ini, pengeringan dilakukan pada oven vacum. Analisis kadar air metode oven vacum didasarkan pada jenis sampel yang tidak tahan terhadap panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap, dan lain-lain (Winarno 2008). Pada metode ini, sampel dikeringkan dalam kondisi tekanan rendah sehingga air dapat menguap di bawah titik didih air normal, yaitu 60-70 oC, karena pada suhu tersebut tidak akan terjadi penguraian sampel selama pengeringan. Kemudian, tekanan yang digunakan pada analisis kadar air dengan oven vacum umumnya berkisar antara 25-100 mmHg (Nielsen 2010). Penentuan kadar air menggunakan perhitungan sebagai berikut: Kadar air (g/100 g bahan kering) =
W-(w1-w2) w1-w2
x 100%
Keterangan: W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g) w1 = bobot contoh + cawan kering kosong (g) w2 = bobot cawan kosong (g) 2. Analisis Kadar Abu (dry ashing AOAC 923.03 1995) Pengabuan pada penelitian ini dilakukan pada jenis bahan yang tinggi kandungan gula sehingga perlakuan pertama sebelum proses pengabuan, yaitu sampel harus dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven pengering. Tahap tersebut diperoleh dari perlakuan sebelumnya dalam penetapan kadar air. Penentuan kadar abu diawali dengan tanur pada suhu 500 oC selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator. Cawan porselen ditimbang dengan timbangan anlitik (a gram). Sebanyak 2 gram sampel (w gram) ditimbang dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot kosongnya. Sampel diarangkan di atas hot plate selama 30-60 menit sampai tidak berasap. Kemudian, sampel dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 600 oC selama 2 jam lalu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu (g/100 g bahan basah) =
W1-W2 W
x 100%
Keterangan: W = bobot contoh sebelum diabukan (g) W1 = bobot contoh + cawan sesudah diabukan (g) W2 = bobot cawan kosong (g) 3. Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 920.87 1995) Protein merupakan salah satu komponen utama dalam sel dan hampir semua protein yang tersimpan sangat penting untuk fungsi biologis sel dan juga struktur sel. Metode analisis yang banyak digunakan dalam analisis kandungan gizi suatu bahan pangan adalah metode kjeldahl. Prinsip dari metode ini adalah
24
semua komponen organik dalam bahan pangan termasuk protein akan dipecah oleh asam sulfat sebagai katalisator. Terdapat tiga tahapan dalam metode ini, yaitu digesti, ditilasi, dan titrasi. Tahap pemecahan (digestion) sangat penting karena dapat membebaskan nitrogen dari sampel. Selama prose pemecahan ini, nitrogen akan bereaksi dengan asam sulfat membentuk ammonium sulfat. Reaksi yang terjadi selama proses penghancuran adalah sebagai berikut: Pemanasan
N (sampel) + H2SO4
(NH4)2SO4 Katalis
Setelah proses pemecahan selesai, larutan yang mengandung ammonium sulfat akan diperlakukan dengan penambahan alkali (NaOH) pekat untuk menetralkan asam sulfat. Pada saat proses destilasi, gas amoniak akan menguap dan ditangkap oleh asam borat (H3BO3) membentuk NH4H2BO3. Tahap terakhir adalah tahap titrasi, senyawa NH4H2BO3 dititrasi dengan menggunakan asam klorida encer sehingga asam borat akan terlepas kembali dan terbentuk ammonium klorida. Jumlah asam klorida yang digunakan untuk titrasi setara dengan jumlah gas NH3 yang dibebaskan dari proses destilasi. Sejumlah kecil sampel 0.1- 0.5 g ditimbang, dipindahkan ke dalam labu Kjeldahl. Sampel ditambahkan 2.5-5 gr selenium mix dan 28 ml H2SO4. Sampel didihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih kehijauan dan uap SO2 hilang. Setelah itu dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml, diencerkan sampai tanda tera. Larutan yang telah diencerkan tersebut dipipet sebanyak 10 ml, lalu dimasukkan ke dalam labu destilasi dan ditambahkan 10 ml NaOH 10% dan disulingkan. Destilat ditampung dalam wadah yang berisi 20 ml asam borat 30%. Destilasi dilakukan sampai uap destilat tidak bereaksi basa lagi. Larutan asam borat dititrasi dengan HCl standar dengan menggunakan metal merah sebagai indikator. Penentuan kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus berikut: % Nitrogen =
(ml H L sampel ml H L blanko) N H L 14,00 mg sampel
x 100%
4. Analisis Kadar Lemak Metode Hidrolisis Lemak dan Soxhlet (AOAC 945.38F 1995) Sampel ditimbang 1 g-2 g ke dalam gelas piala kemudian ditambahkan HCl 25% dan 20 ml air serta beberapa batu didih dan dipanaskan pada penangas selama 15 menit. Kemudian saring dalam keadaan panas dan dicuci dengan air panas sehingga tidak bereaksi asam lagi. Selanjutnya kertas saring dikeringkan beriukut isinya pada suhu 105˚ . Setelah itu dimasukkan ke dalam kertas saring pembungkus (paper thimble) dan ekstrak dengan hekasana atau pelarut lemak lainnya 2 jam-3 jam pada suhu 80˚ . Sulingkan larutan hekasana dan keringkan ekstrak lemak pada suhu 100˚ -105˚ kemudian didinginkan dan ditimbang. Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi soxhlet dikeringkan dalam oven kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel dalam bentuk serbuk ditimbang dengan teliti langsung pada kertas saring sebanyak 3 gram kemudian ditutup dengan kertas saring. Sampel bersama dengan pembungkus tersebut diekstrak dalam soxhlet dengan menggunakan pelarut lemak
25
(heksana) selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu berwarna jernih. Setelah ekstraksi selesai, kemudian labu lemak diangkat dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C. Setelah dikeringkan dan didinginkan dalam desikator, labu beserta lemak tersebut ditimbang sampai bobot tetap. erat lemak (g) % Lemak = x 100% erat sampel (g) 5. Penetapan Kadar Karbohidrat Metode Perhitungan (by difference) Penetapan kadar karbohidrat dengan metode perhitungan adalah penentuan kadar karbohidrat secara kasar yaitu dengan mengurangi total kandungan dalam bahan makanan dengan kadar air, abu, protein, dan lemak dalam bahan makanan tersebut (Winarno 2008). Kadar karbohidrat (%) = 100% - %(air + abu + protein + lemak) 6. Perhitungan Energi Energi dengan satuan kilokalori (Kal) dihitung berdasarkan jumlah karbohidrat, protein, dan lemak yang terdapat dalam bahan pangan. Perhitungan yang dilakukan untuk menentukan jumlah kalori adalah: Energi (Kal/100 g) = (𝑎 × 4) + (𝑏 × 4) + (𝑐 × 9) Keterangan: a= hasil analisa karbohidrat (g/100g) b= hasil analisa protein (g/100 g) c= hasil analisa lemak (g/100g)
Lampiran 3 Analisis statistik sifat organoleptik selai Hasil uji Friedman pada atribut hedonik selai Atribut
N
Chi-Square Df
Asymp.Sig.
Warna Aroma Rasa Tekstur After taste
60 60 60 60 60
40.677 22.092 37.676 35.696 29.551
.000 .000 .000 .000 .000
2 2 2 2 2
Hasil uji Friedman pada atribut mutu hedonik selai Atribut
N
Chi-Square
Df
Asymp.Sig.
Warna Aroma Rasa Tekstur After taste
60 60 60 60 60
26.034 27.696 31.926 59.745 3.908
2 2 2 2 2
.000 .000 .000 .000 .142
26
Hasil uji lanjut Duncan pada atribut hedonik selai kode
N
F3 F2 F1 Sig.
60 60 60
kode
N
F3 F2 F1 Sig.
60 60 60
kode
N
F3 F2 F1 Sig.
60 60 60
kode
N
F3 F2 F1 Sig.
60 60 60
Warna Subset for alpha = 0.05 1 2 3.9833 4.8167 1.000 1.000 Aroma Subset for alpha = 0.05 1 2 3.5667 4.2833 1.000 1.000 Aroma Subset for alpha = 0.05 1 2 3.5667 4.2833 1.000 1.000 Tekstur Subset for alpha = 0.05 1 2 3.7167 4.8833 1.000
1.000
3
5.6500 1.000
3
4.8000 1.000
3
4.8000 1.000
3
5.4167 1.000
Aftertaste kode
N
F3
60
F2
60
F1
60
Sig.
Subset for alpha = 0.05 1
2
3
3.3667 4.4500 5.0833 1.000
1.000
1.000
27
Hasil uji lanjut Duncan pada atribut mutu hedonik selai kode
N
F3 F2 F1 Sig.
60 60 60
kode
N
F3 F2 F1 Sig.
60 60 60
kode
N
F3 F2 F1 Sig.
60 60 60
kode
N
F3 F2 F1 Sig.
60 60 60
kode
N
F3 F2 F1 Sig.
60 60 60
Warna Subset for alpha = 0.05 1 2 3.9167 4.1500 5.1333 .359 1.000 Aroma Subset for alpha = 0.05 1 2 3 3.4167 4.1500 4.6000 1.000 1.000 1.000 Rasa Subset for alpha = 0.05 1 2 3.9500 4.8833 5.3500 1.000 .052 Tekstur Subset for alpha = 0.05 1 2 3 3.6333 4.1833 5.7833 1.000 1.000 1.000 Aftertaste Subset for alpha = 0.05 1 2 3.1000 3.5667 3.5667 3.8667 .091 .276
28
Lampiran 4 Hasil uji-t berpasangan sifat kimia (kandungan gizi) selai kacang galohgor kontrol dan terpilih Paired Differences Sifat Kimia 95% Confidence (kandungan Interval of the Std. Std. Sig. gizi) Difference Deviatio Error (2Mean n Mean Lower Upper t df tailed) -1.37500 .02121 .01500 -1.56559 -1.18441 -91.667 1 .007 Pair 1 Kadar Air Kadar Abu -.09000 .14142 .100000 -1.36062 1.18062 -.900 1 .533 Kadar Protein 1.20000 .39598 .28000 -2.35774 4.75774 4.286 1 .146 Kadar Lemak 5.65500 .10607 .07500 4.70203 6.60797 75.400 1 .008 Kadar -5.38500 .13435 .09500 -6.59209 -4.17791 -56.684 1 .011 Karbohidrat Lampiran 5 Bahan dan komposisi Nutrasetikal Galohgor No. Nama Tradisional Nama Ilmiah A. Tumbuhan Obat dari Bagian Daun, Akar, dan Batang 1 Brotowali Tinospora cripsa mires 2 Babadotan Ageratum cony oides L. 3 Beluntas Plucea indica Less 4 Kiranediuk Selaginella plana Hieron 5 Kiranelalap Selaginella wildenowii 6 Hadas palasari Foeniculum Vulgare Mill 7 Handeuleum Graptophyllum pictum Griff 8 Harendong Malastoma malabathricum L. 9 Jambu batu Psidium cujavillus 10 Alpukat Persea americana Miler 11 Jawerkotok Coleus scutellaroides 12 Jukut bau Hyptis suaveolus poit 13 Kahitulan Paedoria foefida Linn 14 Karastulang Chlorantus elatior R.Br 15 Kikarugrag Hyptis brevipes Poit 16 Kibeling Strobilanthes crispus L 17 Kicantung Goniothalamus macrophyllus Ht 18 Kiclenceng Apis florae 19 Kikanceuh Ficus edelfelhi king 20 Kimulas Desmodium heteraphyllum Dc 21 Kiremek daging Hemigraphie colorata Hall 22 Kiremek tulang Hemigraphis colorata 23 Kiurat Plantago major Linn 24 Kumiskucing Orthosiphon aristatus miq 25 Mangkokan Micromelum pubescen Bl 26 Manglit Magnolia montana blume 27 Mareme‟ Glochidion arborescen Bi 28 Memeniran Phyllanthus urinaria Lahan 29 Saga (daun) Abrus prekaterius Lahan
Berat (g) 3,36 1,74 5,63 3,33 1,33 5.75 2,85 2,55 7,46 2,48 5,96 0,69 2,60 3,80 0,79 2,01 3,05 3,36 1,15 3,36 10.09 3,62 5,63 3,36 6,67 2,19 2,90 2,94 1,35
29
Lampiran 5 Bahan dan komposisi Nutrasetikal Galohgor (Lanjutan) No. Nama Tradisional Nama Ilmiah 30 Sariawan usus Blumea chinensis DC 31 Sembung Blumea balsamifera Dc 32 Sepituher Micrania Micrantha 33 Sereh Piper betle Linn 34 Siang Artemisia vulgaris L 35 Singugu Cledodendrum serratum Moon 36 Sirkuning Nyctanthes arbor-tristis L 37 Suruhan Peperomia pellucida L 38 Tempuyung Soncuhus arvensis Linn B. Rempah-rempah (Spices) 39 Bawang merah Allium cepa L. 40 Kapulaga (biji) Amomun cardamomun L. 41 Ketumbar Cariandrum santivum L 42 Lada Piper nigrum L 43 Pala Piper retrofractum Vahl C. Temu-temuan 44 Panglaihideung Curcuma aeruginosa Roxb 45 Jahe Zingiber officinale Rosc 46 Kencur Kaempferia galanga L 47 Koneng Curcuma domestica Val 48 Koneng gede Curcuma xanthorrhisa 49 Lempuyang Zingiber zerambet SM D. Biji-bijian 50 Jaat Psophocarpus tetrayonolobus Dc 51 Kacang ijo Vigna sinensis ENDL 52 Kacang dadap Phaseolus radiatus L 53 Kacang kedelai Glicine max 54 Kacang tanah Arachis hypogea Linn 55 Beras ketan Oryza sativa 56 Jagung Zea mays Sumber: Roosita (2003) dan Wicaksono (2010)
Berat (g) 0,21 11,25 3,39 3,16 7,26 4,26 3,77 4,21 6,37 19,09 50 3,03 1,31 4,49 7,57 13 7,08 7,38 5,98 60,54 21,30 197,32 50,40 76,90 39,70 122,36 500
30
RIWAYAT HIDUP Muhamad Firman Alamsyah merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Asep Mulia dan Lilic Sunichah. Penulis lahir di Tangerang pada tanggal 17 Mei 1992. Penulis menempuh pendidikan formal di SDI YAKMI (1998-2004), MTsN Cipondoh (2004-2007), dan MAN 10 Jakarta (2007-2010). Selanjutnya, Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) dan sekaligus mendapatkan Beasiswa Bidik Misi dari Dikti. Selama berkuliah di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi. Organisasi yang pernah diikuti penulis diantaranya, LDK Al-Hurriyyah IPB 2010-2011 dan Birena (Bimbingan Remaja dan Anak-anak) IPB 2011-2014. Kemudian, penulis juga pernah aktif di beberapa kepanitian seperti MPKMB (Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru) IPB, Islamic Youth Camp (IYC), Forsia Islamic Festival (FIF), dan lain-lain. Penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Profesi (KKP) pada bulan JuliAgustus 2013 di Desa Tegalreja, Kecamatan Banjarharjo, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Selain itu, penulis juga melaksanakan kegiatan Intership Dietetic (ID) di Rumah Sakit dr. H. Marzuki Mahdi, Kota Bogor. Topik kajian ID yang dilakukan oleh penulis adalah penyakit bedah minor (Haemorid Grade III disertai Anemia), penyakit dalam (Congestive Hear Failure, Atrial Fibrilation, dan Anemia), dan penyakit pada pasien anak (Febris dan Gastroenteritis Akut).